Posisi Geografis dan Administratif Lokasi Penelitian Kondisi Perairan Lokasi Pengambilan Sampel

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Posisi Geografis dan Administratif Lokasi Penelitian Kondisi Perairan Lokasi Pengambilan Sampel"

Transkripsi

1 HASIL Posisi Geografis dan Administratif Lokasi Penelitian Pengambilan sampel dilakukan pada empat stasiun yaitu: Desa Mandiangin Tebet (Mandiangin), Desa Sungai Bengkal (S. Bengkal), Desa Pelayangan dan Desa Simpang. Desa Mandiangin terletak pada ketinggian 29 mdpl dengan kordinat LS dan BT. Secara administratif Desa Mandiangin termasuk dalam Kecamatan Mandiangin, Kabupaten Sarolangun. Desa S. Bengkal terletak pada ketinggian 30 mdpl dengan kordinat LS dan BT. Secara administratif Desa S. Bengkal termasuk dalam Kecamatan Tebo Ilir, Kabupaten Muara Tebo. Desa Pelayangan terletak pada ketinggian 15 mdpl dengan kordinat LS dan BT. Secara administratif Desa Pelayangan termasuk dalam Kecamatan Muara Tembesi, Kabupaten Batang Hari. Desa Simpang terletak pada ketinggian 7 mdpl dengan kordinat LS dan BT. Secara administratif Desa Simpang termasuk dalam Kecamatan Berbak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Kondisi Perairan Lokasi Pengambilan Sampel Analisis data parameter fisika-kimia lokasi pengambilan sampel dilakukan dengan metode Principal Component Analysis (PCA). Hasil analisis menunjukkan ke-empat stasiun pengambilan sampel terbagi dalam tiga kelompok, yaitu Mandiangin, Simpang dan gabungan S. Bengkal dengan Pelayangan (Gambar 2). Lokasi Mandiangin dicirikan dengan kecepatan arus dan kecerahan yang tinggi. Lokasi Simpang dicirikan dengan kecerahan yang tinggi. Tidak ada parameter fisika-kimia perairan yang dominan di lokasi S. Bengkal dan Pelayangan. Data parameter fisika-kimia lokasi pengambilan sampel ditampilkan pada lampiran 5. Berdasarkan plotting data parameter fisika-kimia perairan dilakukan uji keterkaitan (korelasi) untuk melihat hubungan antarkarakter. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa kecepatan arus berbanding terbalik dengan tingkat alkalinitas (P = ), sedangkan ph berbanding terbalik dengan kecerahan (P= ). Korelasi antarkarakter lain seperti suhu dan DO tidak menunjukkan nilai korelasi yang signifikan.

2 18 Gambar 2 Biplot PCA parameter fisika-kimia perairan lokasi pengambilan sampel, 1=Mandiangin, 2=S. Bengkal, 3=Pelayangan, 4=Simpang. Hasil uji t taraf 95% terhadap parameter fisika-kima perairan lokasi pengambilan sampel (Lampiran 6) menunjukkan keempat stasiun tidak memiliki parameter fisika-kimia yang berbeda nyata. Hal yang sama juga ditemukan ketika taraf uji t dinaikkan hingga 99%. Tidak ada lokasi yang memiliki parameter fisika-kimia yang berbeda nyata. Keragaman Jenis dan Kelimpahan Ikan Lais di Setiap Lokasi Pengambilan Sampel Ikan lais yang ditemukan dalam penelitian ini ada 4 jenis yaitu Ompok hypopthalmus, Kryptopterus micronema, K. limpok, dan K. bichirris (Tabel 3). Pengamatan selama periode pengambilan sampel menunjukkan bahwa O. hypopthalmus dan K. limpok merupakan jenis yang paling mudah ditemukan. Kedua jenis ini konsisten ditemukan setiap periode pengambilan sampel, yang berarti bahwa O. hypopthalmus dan K. limpok dapat ditemukan sepanjang tahun di DAS Batang hari. Diantara kedua spesies ini, O. hypopthalmus lebih sering ditemukan dan dengan jumlah individu tangkapan yang lebih banyak. Kryptopterus micronema hanya ditemukan dua kali dari tiga kali periode pengambilan sampel, yaitu saat air Sungai Batang Hari mulai naik (awal musim penghujan) dan saat air Sungai Batang Hari mulai surut (akhir musim penghujan). Kryptopterus bichirris hanya ditemukan saat air Sungai Batang Hari mulai surut

3 (pengambilan sampel ketiga), dan hanya ditemukan di stasiun Mandiangin dan Pelayangan. 19 Tabel 3 Jenis dan jumlah ikan lais yang ditemukan setiap periode pengambilan sampel Nama jenis Periode pengambilan sampel Jumlah Agustus 2009 Desember 2009 April 2010 A B C D A B C D A B C D O. hypopthalmus * - * - * - * * * * * * 40 K. limpok 3 * * - - * * * * 40 K. micronema * * * * 40 K. bichirris * - 14 Jumlah 134 *=Ditemukan dan dikoleksi dengan jumlah sampel maksimal 10 individu/jenis/lokasi, angka =hanya ditemukan sebanyak angka tersebut, -= tidak ditemukan, A= Mandiangin, B= S. Bengkal, C= Pelayangan, D= Simpang. Berdasarkan periode pengambilan sampel ditemukan bahwa ikan lais dominan ditemukan saat akhir musim penghujan atau saat air Sungai Batang Hari mulai surut (April-Mei). Saat akhir musim penghujan disebut juga dengan musim puncak tangkapan ikan. Pada tahun 2010, musim puncak tangkapan ikan berlangsung pada akhir April hingga awal Mei. Menurut informasi nelayan di DAS Batang Hari, musim puncak tangkapan ikan pada tahun 2009 berlangsung satu bulan lebih cepat, yaitu pada pertengahan Maret. Musim puncak tangkapan ikan di daerah hulu (Mandiangin dan S. Bengkal) berlangsung lebih awal (lebih cepat) sekitar dua minggu dibandingkan dengan daerah hilir (Simpang). Keragaman Struktur Morfologis Pengukuran proporsi ukuran tubuh yang dikategorikan sebagai data nisbah morfometrik menunjukkan keragaman yang rendah pada intra dan antarpopulasi ikan lais di DAS Batang Hari. Nilai keragaman (varians) intra populasi pada 12 indeks struktur morfologis hanya berkisar (χ = ). Nilai varians antarpopulasi berkisar (χ = ) sedangkan varians antarspesies

4 pada seluruh sampel ikan lais dari DAS Batang Hari berkisar (χ = ) (Tabel 4). 20 Tabel 4 Nilai varians struktur morfologis ikan lais di DAS Batang Hari No Kode Sampel N1 N2 N3 N4 N5 N6 N7 N8 N9 N10 N11 N12 N13 1 Nh Oh Th Kh h total Ni Oi Ti Ki i total Nm Om Tm Km m total Tb Mandiangin S. Bengkal Pelayangan Simpang Batang Hari *huruf awal kode sampel menunjukkan lokasi, sedangkan huruf kedua menunjukkan jenis. N= mandiangin, O= S. Bengkal, T= Pelayangan, K= Simpang, h = O. hypopthalmus, i = K. limpok, m = K. micronema, b = K. bichirris. Indeks N8 (tinggi moncong/tinggi pangkal kepala), N4 (tinggi ekor/panjang baku), dan N10 (tinggi ekor/tinggi badan) memiliki varian tertinggi. Indeks N1 (panjang kepala/panjang baku), N3 (tinggi badan/panjang baku), dan N7 (panjang

5 21 hidung/panjang kepala) memiliki varian terendah. Hal ini berarti struktur tinggi merupakan karakter yang paling bervariasi diantara sampel ikan lais yang didapatkan, sedangkan karakter panjang kepala dan panjang baku relatif tidak berbeda. Berdasarkan nilai varian dapat dinyatakan bahwa struktur morfologis antarlokasi dan antarspesies ikan lais di DAS Batang Hari tidak beragam. Data lengkap proporsi ukuran tubuh (nisbah morfometrik) seluruh sampel ditampilkan pada lampiran 7. Hasil analisis keragaman morfometrik dengan metode PCA untuk seluruh sampel menunjukkan tidak ada populasi atau spesies yang mengumpul (mengelompok) secara sempurna (Gambar 3). Demikian juga dengan indeks struktur morfologis yang digunakan, tidak ada indeks yang dapat mencirikan spesies ataupun lokasi pengambilan sampel. Indeks N8 terlihat berada paling jauh dari sumbu utama PCA, akan tetapi indeks ini tidak mencirikan suatu populasi atau spesies tertentu. Gambar 3 Biplot PCA struktur morfologis seluruh sampel, a=nh, b=ni, c=nm, d=oh, e=oi, f=om, g=th, h=ti, i=tm, k= Kh, m= Ki, o= Km. Berbeda dengan biplot pada seluruh sampel, biplot PCA ketika sampel dibagi menurut lokasi mampu mengelompokkan sampel berdasarkan spesies. Hasil analisis menunjukkan lebih dari 85% sampel pada setiap lokasi mengelompok berdasarkan spesies (Tabel 5). Pengelompokan yang sempurna

6 22 (100%) ditemukan pada sampel ikan lais yang berasal dari Pelayangan (Gambar 4). Individu ke-8 dari spesies K. micronema (nomor 28) walaupun terlihat terpisah dari kumpulan individu lain, akan tetapi masih berada dalam kuadran yang sama. Diagram biplot PCA dari lokasi Mandiangin, S. Bengkal dan Simpang ditampilkan pada lampiran 8. Tabel 5 Persentase pengelompokan spesies pada setiap lokasi pengambilan sampel Nama jenis Lokasi Mandiangin S. Bengkal Pelayangan Simpang O. hypopthalmus K. limpok K. micronema K. bichirris Rerata Gambar 4 Biplot PCA sampel ikan lais dari Pelayangan, 1-10 = O. hypopthalmus, = K. limpok, = K. micronema, = K. bichirris. Pengelompokan sampel berdasarkan lokasi juga mampu menunjukkan karakter spesifik sebagai penciri spesies dalam kelompok ikan lais (Gambar 4, Lampiran 8). Ompok hypopthalmus dicirikan dengan indeks N9 (tinggi pangkal kepala/tinggi badan). Kryptopterus limpok dicirikan dengan indeks N8 (tinggi moncong/tinggi pangkal kepala). Kryptopterus bichirris dicirikan dengan indeks

7 23 N11 (diameter mata/panjang kepala) dan N12 (panjang sirip dada/panjang kepala). Kryptopterus micronema walaupun terletak mengelompok, akan tetapi tidak ada indeks morfometrik penciri jenis ini. Analisis biplot PCA antarlokasi menunjukkan hasil yang berbeda pada K. limpok dan O. hypopthalmus. Ompok hypopthalmus dapat dikelompokkan berdasarkan lokasi (Gambar 5), sedangkan K. limpok hanya dapat dikelompokkan di lokasi S. Bengkal (Lampiran 9). Biplot PCA pada O. hypopthalmus menunjukkan 75% individu pada spesies ini mengelompok berdasarkan lokasi. Pengelompokan tertinggi ditemukan pada O. hypopthalmus yang berasal dari Pelayangan. 90% individu O. hypopthalmus dari lokasi ini mengelompok di kuadran II. Pengelompokan terendah ditemukan pada O. hypopthalmus dari lokasi Simpang. 50% individu O. hypopthalmus di lokasi Simpang berada di kuadran I, sedangkan 50% yang lain berada di kuadran III. Gambar 5 Biplot PCA O. hypopthalmus, 1-10 = Mandiangin, = S. Bengkal, = Pelayangan, = Simpang. Analisis biplot PCA pada O. hypopthalmus juga mampu menunjukkan indeks morfometrik penciri lokasi. Ompok hypopthalmus di Mandiangin dicirikan dengan indeks N4 (tinggi ekor/panjang baku) dan N10 (tinggi ekor/tinggi badan). Hal ini berarti O. hypopthalmus di Mandiangin memiliki struktur ekor yang lebih tinggi/tebal dibanding O. hypopthalmus dari lokasi lain. Ompok hypopthalmus di Pelayangan dicirikan dengan N6 (panjang rahang atas/panjang kepala), sedangkan O. hypopthalmus di Simpang dicirikan dengan N8 (tinggi moncong /tinggi pangkal kepala). Tidak ada penciri O. hypopthalmus dari S. Bengkal.

8 24 Keragaman Gen Cytochrome b Berdasarkan Runutan Nukleotida Penjajaran (alignment) gen cyt b semua sampel dari Batang Hari dengan gen cyt b semua jenis ikan lais di genbank dan Kampar (Elvyra 2009) menghasilkan runutan nukleotida sepanjang 927 bp (Lampiran 10). Nukleotida yang berbeda (variabel) pada genus Kryptopterus dan Ompok tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (33.01% berbanding 28.91%) (Tabel 6). Tabel 6 Karakterisasi nukleotida pada beberapa perbandingan ikan lais No Karakter Semua lais Kryptopterus Ompok 1 Jumlah spesies Jumlah runutan Situs conserve (%) 551 (59.44) 621 (66.99) 659 (71.09) 4 Situs variabel (%) 376 (40.56) 306 (33.01) 268 (28.91) 5 Variabel di kodon pertama (%) 74 (7.98) 63 (6.80) 44 (4.75) 6 Variabel di kodon kedua (%) 22 (2.37) 12 (1.29) 12 (1.29) 7 Variabel di kodon ketiga (%) 280 (30.20) 147 (15.86) 212 (22.87) a. Substitusi transisi (%) 147 (15.86) 119 (12.84) 111 (11.97) b. Substitusi transversi (%) 133 (14.35) 28 (3.02) 101 (10.90) 8 Situs parsimoni (%) 274 (29.56) 198 (21.36) 154 (16.61) 9 Situs singleton (%) 102 (11.00) 108 (11.65) 114 (12.30) 10 Persentase timin Persentase sitosin Persentase adenin Persentase guanin *situs parsimoni=ditemukan minimal dua jenis nukleotida, setiap jenis nukleotida dimiliki oleh minimal dua runutan, situs singleton=nukleotida yang berbeda hanya ditemukan pada satu runutan. Berdasarkan posisi nukleotida pada triplet kodon, keragaman nukleotida terbesar secara berturut-turut adalah pada nukleotida ketiga, kesatu dan kedua. Berdasarkan jumlah keragaman nukleotida pada kodon pertama dan kedua, dapat dinyatakan bahwa keragaman asam amino pada genus Kryptopterus minimal sebesar 8.09%, sedangkan pada Ompok minimal sebesar 6.04%. Komposisi basa nitrogen terbesar penyusun runutan adalah sitosin, sedangkan guanin memiliki komposisi terkecil. Ditemukan satu situs nukleotida pembeda Kryptopterus dan Ompok. Nukleotida pembeda ini terletak pada situs ke-39 dari runutan gen cyt b

9 25 parsial (ke-132 gen cyt b utuh). Situs ke-39 pada Kryptopterus adalah timin, sedangkan pada Ompok adalah sitosin. Terdapat 20 situs nukleotida pembeda Kryptopterus dan Ompok dari Sumatera (Batang Hari dan Kampar) (Lampiran 11). Satu diantara 20 situs pembeda ini bersifat substitusi nonsilent, sehingga menghasilkan asam amino pembeda Kryptopterus dengan Ompok dari Sumatera. Asam amino ke-124 dari gen cyt b parsial (ke-155 dari gen cyt b utuh) pada Kryptopterus adalah valina sedangkan pada Ompok adalah isoleusina. Hasil alignment intraspesies di DAS Batang Hari menunjukkan keragaman yang lebih tinggi pada K. limpok dibanding pada O. hypopthalmus (Tabel 7). Nukleotida yang berbeda pada K. limpok sebanyak 11 situs (1.19 %), sedangkan pada Ompok hanya 1 situs (0.11%). Tabel 7 Karakterisasi nukleotida pada K. limpok dan O. hypopthalmus No Karakter K. limpok K.limpok BH K. limpok O.hypopthalmus O. hypopthalmus total dan Kampar BH BH dan Kampar BH 1 Jumlah runutan yang 8 (4BH + 7(4BH (4BH + 4KP) 4 dibandingkan 3KP+ 1GB)* 3KP) 2 Situs conserve (%) 885 (95.47) 907 (97.84) 916 (98.81) 915 (98.71) 926 (99.89) 3 Situs variabel (%) 42 (4.53) 20 (2.16) 11 (1.19) 12 (1.29) 1 (0.11) 4 Variabel di kodon 6 (0.65) 3 (0.32) 2 (0.22) 1 (0.11) 1 (0.11) pertama (%) 5 Variabel di kodon 4 (0.43) 3 (0.32) 2 (0.22) 1 (0.11) 0 (0.00) kedua (%) 6 Variabel di kodon 32 (3.46) 14 (1.51) 7 (0.76) 10 (1.08) 0 (0.00) ketiga (%) a. Substitusi 29 (3.13) 13 (1.40) 6 (0.65) 8 (0.86) 0 (0.00) transisi (%) b. Substitusi 3 (0.32) 1 (0.11) 1 (0.11) 2 (0.22) 0 (0.00) transversi (%) 7 Situs parsimoni (%) 11 (1.19) 11 (1.08) 4 (0.44) 11 (1.19) 1 (0.11) 8 Situs diagnostik (%) 24 (2.59) 2 (0.22) - 10 (1.08) - 9 Persentase timin Persentase sitosin Persentase adenin Persentase guanin *BH = Batang Hari, KP = Kampar (Elvyra 2009), GB = genbank, situs diagnostik= situs pembeda antar populasi, - = tidak cukup data.

10 26 Keragaman K. limpok Sumatera (Batang Hari dan Kampar) juga lebih tinggi dibanding keragaman O. hypopthalmus Sumatera (2.16% berbanding 1.29%). Keragaman K. limpok total (Batang Hari, Kampar dan genbank) dua kali lebih besar dibanding keragaman K. limpok Sumatera. Ditemukan dua situs nukleotida diagnostik (barcoding) K. limpok dari DAS Batang Hari dan 10 situs nukleotida diagnostik O. hypopthalmus dari DAS Batang Hari dengan DAS Kampar (Tabel 8). Dua situs nukleotida barcoding K. limpok Batang Hari terletak pada nukleotida ke-30 dan ke-891 dari runutan gen cyt b parsial. Nukleotida ke-30 pada K. limpok Batang Hari adalah sitosin, sedangkan pada K. limpok genbank dan Kampar adalah timin. Nukleotida ke-891 pada K. limpok Batang Hari adalah guanin, sedangkan pada K. limpok genbank dan Kampar adalah adenin. Kedua substitusi ini bersifat silent. Tabel 8 Daftar situs diagnostik O. hypopthalmus dari DAS Batang Hari dengan DAS Kampar. No Nukleotida Jenis nukleotida Posisi pada Jenis substitusi ke: Batang Hari Kampar triplet kodon sitosin timin ketiga transisi timin sitosin ketiga transisi sitosin timin ketiga transisi sitosin timin ketiga transisi timin sitosin ketiga transisi timin adenin ketiga transversi guanin adenin ketiga transisi guanin adenin ketiga transisi timin sitosin ketiga transisi adenin sitosin ketiga transversi *Semua substitusi pada nukleotida diagnostik ini bersifat silent. Nukleotida yang variabel pada K. limpok Batang Hari terdiri dari empat situs parsimoni dan tujuh situs singleton (Tabel 9). Empat situs parsimoni yang

11 27 ditemukan konsisten membedakan K. limpok Mandiangin-Simpang dengan K. limpok S. Bengkal-Pelayangan. Keempat situs nukleotida parsimoni ini merupakan substitusi transisi, tiga terjadi pada basa pirimidin (timin menjadi sitosin atau sebaliknya) dan satu terjadi pada basa purin (guanin menjadi adenin atau sebaliknya). Selain bersifat transisi, substitusi pada keempat situs parsimoni ini terjadi pada kodon ketiga, sehingga tidak ada yang mengakibatkan perubahan asam amino yang disandikan (substitusi silent). Tujuh situs singleton pada K. limpok Batang hari terdiri empat situs di S. Bengkal, dua situs di Simpang dan satu situs di Mandiangin. Tabel 9 Daftar situs variabel pada K. limpok dari DAS Batang Hari Individu Basa nukleotida ke Triplet kodon ke Mandiangin GTA CAC GCC TGC CTG CTT CTA ACC CCT AAT CAG (val)** (leu)** (asn)* (cys)* (leu) (leu) (leu) (thr)* (pro)** (asn)* (gln)* S. Bengkal GTA CTC GAC TGT CTA CTC TTA ACT CCT AAC CAA (val) (his)* (ala)** (cys)* (leu) (leu) (leu) (thr)* (pro)** (asn)* (gln)* Pelayangan GTA CAC GCC TGC CTA CTC CTA ACT CCT AAC CAA (val) (his) (ala) (cys)* (leu) (leu) (leu) (thr)* (pro)** (asn)* (gln)* Simpang ATA CAC GCC TGC CTG CTT CTA ACC CCC AAT CAA (ile) ** (his) (ala) (cys)* (leu) (leu) (leu) (thr)* (pro)** (asn)* (gln)* *=polar, **= non polar, dasar buram = situs parsimoni, dasar putih = situs singleton, dalam kurung = nama asam amino yang disandikan. Perbandingan nukleotida K. limpok Sumatera (Batang Hari dan Kampar) menunjukkan terdapat 20 (2.16%) nukleotida yang variabel. Empat dari 20 situs ini merupakan situs diagnostik yang membedakan K. limpok Batang Hari dengan K. limpok Kampar (Tabel 10). Substitusi pada nukleotida ke-388 bersifat nonsilent

12 sehingga dapat digunakan sebagai situs asam amino diagnostik pembeda K. limpok Batang Hari dengan K. limpok Kampar. 28 Tabel 10 Daftar situs nukleotida pembeda K. limpok Batang Hari dengan Kampar Individu Basa nukleotida ke Triplet kodon ke Mandiangin ATC (ile) GCC (ala) CAA (gln) GTG (val) S. Bengkal ATC (ile) GCC (ala) CAA (gln) GTG (val) Pelayangan ATC (ile) GCC (ala) CAA (gln) GTG (val) Simpang ATC (ile) GCC (ala) CAA (gln) GTG (val) Kampar 1 ATT (ile) GCT (ala) GAA (glu) GTA (val) Kampar 2 ATT (ile) GCT (ala) GAA (glu) GTA (val) Kampar 3 ATT (ile) GCT (ala) GAA (glu) GTA (val) Genbank ATC (ile) GCC (ala) CAA (gln) GTA (val) *semua asam amino yang disandikan bersifat polar. Perbandingan nukleotida pada K. limpok total (Batang Hari, Kampar dan genbank) menunjukkan terdapat 42 (4.53%) nukleotida yang variabel. 21 dari 42 nukleotida yang variabel ini merupakan situs diagnostik pembeda K. limpok Sumatera dengan genbank (Lampiran 10). Empat situs (situs ke-499, 571, 616 dan 884) dari 21 nukleotida yang variabel pada K. limpok total merupakan substitusi nukleotida pada kodon pertama dan kedua, sedangkan 17 lainnya terjadi pada kodon ketiga. Satu situs diantara 17 substitusi yang terjadi pada kodon ketiga (situs ke-786) bersifat transversi. Lima situs ini (situs ke-499, 571, 616, 786 dan 884) menghasilkan lima situs asam amino diagnostik pembeda K. limpok Sumatera dengan genbank (Lampiran 12). Hanya terdapat satu nukleotida yang berbeda pada seluruh runutan O. hypopthalmus DAS Batang Hari. Nukleotida tersebut terdapat pada nukleotida ke-

13 dari runutan gen cyt b parsial atau nukleotida ke-976 dari gen cyt b utuh. Nukleotida pada O. hypopthalmus dari Simpang dan S. Bengkal adalah guanin, sedangkan pada O. hypopthalmus dari Mandiangin dan Pelayangan adalah adenin. Posisi substitusi nukleotida yang terletak pada kodon pertama mengakibatkan terjadinya perbedaan asam amino ke-295 dari gen cyt b parsial pada jenis O. hypopthalmus. Asam amino ke-295 pada O. hypopthalmus dari Simpang-S. Bengkal adalah alanina (A) dengan triplet kodon GCC, sedangkan pada O. hypopthalmus dari Mandiangin-Pelayangan adalah treonina (T) dengan triplet kodon ACC. Alanina bersifat non polar (hidrofobi), sedangkan treonina bersifat polar. Perbandingan nukleotida O. hypopthalmus Sumatera (Batang Hari dan Kampar) menunjukkan terdapat 12 (1.29%) nukleotida yang variabel. 10 dari 12 situs ini merupakan situs nukleotida diagnostik yang membedakan O. hypopthalmus Batang Hari dengan O. hypopthalmus Kampar (Tabel 8). Ke-10 situs nukleotida diagnostik ini bersifat substitusi silent. Dua situs variabel lain adalah nukleotida singleton pada situs nukleotida ke-257 gen cyt b parsial pada individu Kampar 2 dan situs ke-883 pada individu S. Bengkal-Simpang. Terdapat keragaman runutan nukleotida gen cyt b yang sangat besar antara K. bichirris Batang Hari dengan K. bichirris genbank. Jumlah perbedaan nukleotida gen cyt b pada kedua populasi ini sebesar 148 situs (15.97%), padahal runutan yang dibandingkan hanya ada dua. Runutan nukleotida K. bichirris genbank sangat mirip dengan K. minor genbank (AY458895). Jumlah perbedaan nukleotida antara kedua spesies ini hanya 11 situs (1.19%). Keragaman Gen Cytochrome b Berdasarkan Runutan Asam Amino Hasil alignment runutan nukleotida seluruh sampel yang dianalisis sepanjang 927 nukleotida ditranslasi menjadi 309 asam amino (Lampiran 12). Asam amino yang variabel pada genus Kryptopterus lebih besar dibanding Ompok (14.56% dengan 6 spesies berbanding 10.68% dengan 5 spesies) (Tabel 11). Situs asam amino yang parsimoni dan singleton pada Kryptopterus lebih tinggi dibanding Ompok.

14 30 Tabel 11 Karakterisasi asam amino pada berbagai perbandingan jenis ikan lais No Karakter Semua lais Kryptopterus Ompok 1 Jumlah spesies Jumlah runutan yang dibandingkan 3 Situs conserve (%) 249 (80.58) 264 (85.76) 276 (89.32) 4 Situs variabel (%) 60 (19.62) 45 (14.56) 33 (10.68) 5 Situs parsimoni (%) 30 (9.81) 21 (6.80) 11 (3.56) 6 Situs singleton (%) 30 (9.81) 24 (7.76) 22 (7.12) Perbandingan asam amino hasil translasi gen cyt b parsial pada K. limpok Sumatera (Batang Hari dan Kampar) menunjukkan terdapat 5 (1.62%) asam amino yang variabel (Tabel 12). Satu dari lima situs ini merupakan situs diagnostik, sedangkan empat lainnya merupakan situs singleton. Situs diagnostik pembeda K. limpok Batang Hari dengan K. limpok Kampar ini terletak pada asam amino ke-130 dari translasi nukleotida gen cyt b parsial. Asam amino pada K. limpok Batang Hari adalah glutamina (CAA), sedangkan pada K. limpok Kampar adalah asam glutamat (GAA). Glutamina dan asam glutamat sama-sama bersifat polar. Empat situs singleton pada K. limpok Sumatera terdiri dari tiga situs singleton di Batang Hari (ke-11 di Simpang, ke-22 dan 30 di S. Bengkal) dan satu situs singleton di Kampar (ke-89 di KP1). Tabel 12 Karakterisasi asam amino pada K. limpok dan O. hypopthalmus No Karakter K. limpok total K.limpok K. limpok O.hypopthalmus O. hypopthalmus Sumatera BH Sumatera BH 1 Jumlah runutan 8 (4BH + 7 (4Bh (4BH + 4 KP) 4 yang dibandingkan 3KP + 1GB) KP) 2 Situs conserve (%) 299 (96.76) 304 (98.38) 306 (99.03) 307(99.35) 308 (99.68) 3 Situs variabel (%) 10 (3.24) 5 (1.62) 3 (0.97) 2 (0.65) 1 (0.32) 4 Situs parsimoni (%) 7 (2.27) 1 (0.32) 0 (0.00) 1 (0.32) 1 (0.32) 5 Situs diagnostik (%) 5 (1.62) 1 (0.32) - 0 (0.00) - *BH = Batang Hari, KP = Kampar, GB = genbank, - = tidak cukup data. Perbandingan asam amino pada K. limpok total (Batang Hari, Kampar dan genbank) menunjukkan terdapat 10 (3.24%) asam amino yang variabel. Lima dari 10 asam amino yang variabel ini merupakan situs asam amino diagnostik

15 31 pembeda K. limpok Sumatera dengan genbank (Lampiran 12). Lima asam amino ini terletak pada situs ke-167, 179, 191, 206 dan 295 dari asam amino hasil translasi nukleotida gen cyt b parsial. Perbandingan asam amino hasil translasi gen cyt b parsial pada O. hypopthalmus Sumatera (Batang Hari dan Kampar) menunjukkan terdapat 2 (0.65%) asam amino yang variabel. Dua situs ini merupakan situs singleton, yaitu situs ke-86 pada O. hypopthalmus KP2 dan situs ke-295 pada O. hypopthalmus S.Bengkal-Simpang. Situs ke-86 pada sebagian besar O. hypopthalmus adalah valina (GTC) sedangkan pada O. hypopthalmus KP2 adalah asam aspartat (GAC). Valina bersifat non polar, sedangkan asam aspartat bersifat polar. Situs ke-295 pada sebagian besar O. hypopthalmus adalah treonina (ACC) sedangkan pada O. hypopthalmus S. Bengkal-Simpang adalah alanina (GCC). Treonina bersifat polar, sedangkan alanina bersifat non polar. Perbandingan asam amino hasil translasi gen cyt b parsial pada K. bichirris Batang Hari dengan genbank menunjukkan terdapat 15 (4.85%) asam amino yang variabel. Tiga dari 15 situs asam amino yang variabel ini merupakan situs singleton dari genus Kryptopterus secara umum. Dua dari tiga situs singleton (situs ke-177 dan 187) ini ditemukan pada K. bichirris Batang Hari, sedangkan satu situs (ke-282) ditemukan pada K. bichirris genbank (Lampiran 13). Jarak Genetik dan Filogeni Jarak genetik diasumsikan berdasarkan jumlah perbedaan nukleotida dan nilai p-distance. Jumlah perbedaan nukleotida pada sampel intra Batang Hari berkisar dari 1 hingga 130 (Tabel 13). Jarak genetik antarspesies terbesar ditemukan antara K. micronema dengan K. bichirris, sedangkan jarak genetik antarspesies terkecil ditemukan antara K. limpok dengan O. hypopthalmus. K. limpok intra Sumatera (Batang Hari dan Kampar) konsisten memiliki jarak genetik yang lebih kecil dibandingkan dengan K. limpok genbank.

16 32 Tabel 13 Jarak genetik ikan lais dari Batang Hari berdasarkan runutan gen cyt b parsial 927 bp dengan spesies pembanding dari genbank dan Kampar *1=K. limpok Mandiangin, 2=K.limpok S. Bengkal, 3=K. limpok Pelayangan, 4=K.limpok Simpang, 5 =K. limpok KP1, 6=K. limpok KP2, 7=K. limpok KP3, 8=K. limpok genbank, 9=K. micronema Pelayangan, 10=K. bichirris Pelayangan, 11=K. bichirris genbank, 12=O. hypopthalmus Mandiangin-Pelayangan, 13=O. hypopthalmus S. Bengkal- Simpang, 14=O. hypopthalmus KP 1,3 dan 4, 15=O. hypopthalmus KP 2, 16=K. minor genbank, nilai dibawah diagonal=jumlah perbedaan nukleotida, diatas diagonal=nilai p- distance. Pengujian jarak genetik dengan metode Kimura 2 parameter menunjukkan nilai distance yang hampir sama dengan nilai p-distance. Nilai genetic distance metode Kimura 2 parameter pada sampel ikan lais intra Batang Hari berkisar dari 0.00 hingga 0.16 (Lampiran 14). Perbandingan jarak genetik terkecil dan terbesar antar runutan, baik pada intra maupun antarspesies sama dengan perbandingan jarak genetik terkecil dan terbesar pada p-distance. Konstruksi filogeni antara semua sampel ikan lais berdasarkan nilai p- distance dan Kimura distance menunjukkan topologi yang sama, hanya berbeda dalam angka bootstrap (Gambar 6, Lampiran 15). Genus Kryptopterus dan Ompok dapat dibedakan menjadi cluster yang terpisah. O. hypopthalmus

17 membentuk cluster sendiri yang terpisah dari cluster Kryptopterus maupun Ompok secara umum K.limpok KP2 97 K.limpok KP3 44 K.limpok KP1 Oi7 K.limpok Ti1 K.limpok 100 Ni4 K.limpok 63 Ki3 K.limpok K.limpok GB K.kryptopterus GB K.schilbeides GB K.bichirris GB K.minor GB Wilcox K.minor GB Hardman Tm2 K.micronema Tb8 K.bichirris 71 Nh2 O.hypopthalmus 99 Th6 O.hypopthalmus Oh3 O.hypopthalmus 72 Kh2 O.hypopthalmus 100 O.hypopthalmus KP2 O.hypopthalmus KP4 100 O.hypopthalmus KP1 O.hypopthalmus KP3 O.pabo GB O.bimaculatus GB Lakra O.pabda GB O.bimaculatus GB Hardman 100 O.miostoma GB 0.02 Gambar 6 Konstruksi filogeni seluruh ikan lais yang dianalisis berdasarkan nilai p-distance runutan nukleotida gen cyt b parsial 927 bp dengan metode neighbour joining, bootstrap Populasi O. hypopthalmus intra DAS Batang Hari mengelompok sempurna, akan tetapi populasi K.limpok Batang Hari bergabung dengan K. limpok kampar. K. limpok dan O. hypopthalmus Sumatera mengelompok pada kedua topologi dengan nilai bootstrap yang hampir sempurna (99 dan 100). Populasi K. limpok total (Batang Hari, Kampar dan genbank) juga mengelompok dengan nilai bootstrap yang sempurna (100). Konstruksi filogeni berdasarkan asam amino hasil translasi nukleotida gen cyt b parsial (Gambar 7), tidak dapat memisahkan populasi O. hypopthalmus intra

18 34 Batang Hari. Populasi K. limpok total dan O. hypopthalmus Sumatera mengelompok sempurna dengan nilai bootstrap yang lebih kecil dibanding konstruksi filogeni berdasarkan nukleotida. Konstruksi filogeni berdasarkan asam amino hasil translasi nukleotida gen cyt b parsial juga tidak dapat memisahkan cluster Kryptopterus dengan Ompok. O.hypopthalmus KP1 O.hypopthalmus KP4 45 O.hypopthalmus KP3 58 Nh2 O.hypopthalmus Th6 O.hypopthalmus 70 O.hypopthalmus KP2 23 Oh3 O.hypopthalmus 67 Kh2 O.hypopthalmus 11 O.pabo GB Tb8 K.bichirris O.pabda GB O.bimaculatus GB Hardman O.miostoma GB Tm2 K.micronema 22 O.bimaculatus GB Lakra K.minor GB Wilcox 31 K.bichirris GB 100 K.minor GB Hardman K.schilbeides GB K.limpok GB Ki3 K.limpok Ni4 K.limpok 66 Ti1 K.limpok 61 Oi7 K.limpok K.limpok KP1 46 K.limpok KP K.limpok KP3 K.kryptopterus GB 0.01 Gambar 7 Konstruksi filogeni seluruh ikan lais yang dianalisis berdasarkan nilai p-distance asam amino hasil translasi runutan gen cyt b parsial 927 bp dengan metode Neighbour joining, bootstrap Berdasarkan perbandingan topologi filogeni yang dihasilkan, filogeni berdasarkan runutan nukleotida lebih mendekati sistematika ikan lais yang dikemukakan oleh ahli taksonomi morfologis. Konstruksi filogeni berdasarkan runutan asam amino tidak mampu memisahkan cluster Kryptopterus dengan Ompok. Konstruksi filogeni berdasarkan runutan asam amino juga tidak mampu memisahkan populasi O. hypopthalmus Batang Hari dengan O. hypopthalmus Kampar. Padahal filogeni berdasarkan nukleotida menunjukkan populasi O.

19 35 hypopthalmus Batang Hari dengan O. hypopthalmus Kampar terpisah dengan nilai bootstrap yang hampir sempurna (99). Selain itu, nilai bootstrap yang konsisten lebih tinggi pada filogeni berdasarkan nukleotida menunjukkan bahwa filogeni berdasarkan nukleotida memiliki nilai kepercayaan yang lebih tinggi.

20 PEMBAHASAN Kondisi Perairan Lokasi Pengambilan Sampel Hasil analisis biplot PCA pada data parameter fisika-kima perairan lokasi pengambilan sampel sedikit berbeda dengan asumsi awal lokasi pengambilan sampel. Asumsi awal lokasi pengambilan sampel adalah Mandiangin dan Sungai Bengkal (S. Bengkal) sebagai lokasi perwakilan bagian hulu, Simpang perwakilan lokasi bagian hilir dan Pelayangan sebagai lokasi antara. Mandiangin dan S. Bengkal yang sama-sama sebagai perwakilan daerah hulu seharusnya memiliki parameter fisika-kimia yang lebih mirip. Akan tetapi, hasil analisis PCA menunjukkan lokasi S. Bengkal dan Pelayangan memiliki parameter fisika-kimia yang lebih mirip dibanding dengan S. Bengkal dan Mandiangin. Perbedaan debit sungai yang besar antara lokasi Mandiangin dan S. Bengkal kemungkinan menjadi penyebab perbedaan ini. Berdasarkan hasil pengamatan pada lebar sungai, debit sungai yang berasal dari S. Bengkal memiliki volume yang lebih besar. Debit sungai yang lebih besar dari S. Bengkal membuat lokasi Pelayangan lebih terpengaruh dengan parameter fisika-kimia dari S. Bengkal dibanding menghasilkan parameter fisika-kimia gabungan Mandiangin dan S. Bengkal. Kecepatan arus yang merupakan ciri parameter fisika daerah hulu sesuai dengan hasil penelitian ini. Kecepatan arus tertinggi ditemukan di Mandiangin sebesar 0.42 m/dtk, kemudian di S. Bengkal sebesar 0.20 m/dtk. Pelayangan dan Simpang memiliki kecepatan arus yang sama (0.17 m/dtk), namun arah arus berbeda antara Pelayangan dan Simpang. Arah arus di Pelayangan tetap dari hulu ke hilir, sedangkan arah arus di Simpang sudah terpengaruh dengan pasang surut air laut. Arah arus pagi dan sore hari di Simpang begerak dari hilir ke hulu. Hanya arus pada siang hari yang bergerak dari hulu ke hilir. Pasang laut mempengaruhi pergerakan arus di Simpang antara pukul hingga Kecepatan arus di Simpang dihitung sebagai rata-rata pagi, siang dan sore, tanpa memperhitungkan arah arus. Parameter kecerahan yang juga biasanya menjadi ciri parameter fisika di daerah hulu ternyata berbeda dengan hasil penelitian ini. Kecerahan tertinggi justru didapatkan di daerah Simpang, yang merupakan lokasi pengambilan sampel

21 37 paling hilir (muara). Hal ini mungkin diakibatkan banyaknya aktivitas penambangan emas liar (dompeng) di daerah Sarolangun, Muara Bungo dan Muara Tebo. Aktivitas dompeng mengangkat endapan pasir dan lumpur dalam volume yang sangat besar setiap hari. Hal ini menyebabkan sungai di daerah Sarolangun, Muara Tebo dan Muara Tembesi sangat keruh. Kecerahan yang tinggi di Simpang diduga karena telah terjadi pengendapan lumpur di sepanjang aliran sungai Batang Hari dari Muara Tembesi hingga Simpang. Sepanjang aliran sungai Batang Hari dari Muara Tembesi hingga Simpang bayak terdapat cerukancerukan (danau-danau) kecil yang membuat pengendapan lumpur lebih mudah. Selain itu daerah Simpang telah terpengaruh oleh pasang surut air laut, sehingga kualitas air (kecerahan) telah dipengaruhi oleh kecerahan air laut. Nilai oksigen terlarut (DO) yang ditemukan berada dalam kisaran normal untuk DO perairan mengalir. Menurut Wetzel (2001), nilai DO untuk air mengalir yang tidak mengalami eutrofikasi berfluktuasi dari 9 ppm hingga 11 ppm. Nilai DO terendah akan ditemukan sesaat sebelum matahari terbit yaitu sekitar 9 ppm. Nilai DO tertinggi akan ditemukan sesaat setelah matahari tenggelam mencapai angka diatas 11 ppm. Nilai DO pada perairan yang mengalami eutrofikasi memiliki fluktuasi yang lebih besar yaitu dari 3 ppm sesaat sebelum matahari terbit hingga 13 ppm sesaat setelah matahari tenggelam. Nilai DO di perairan dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis fitoplankton, respirasi biota air, laju difusi oksigen antara udara dengan air dan intensitas panas matahari di permukaan perairan (Culberson & Piedrahita 1996). Berdasarkan nilai DO yang ditemukan dapat dinyatakan bahwa DAS Batang Hari tidak mengalami eutrofikasi. Hubungan nilai ph dengan alkalinitas dari penelitian yang dilakukan sedikit berbeda dengan yang dinyatakan pada literatur. Nilai ph yang didapatkan berkisar dari 7.2 hingga 7.9, sedangkan nilai alkalinitas berkisar dari ppm. Menurut Wetzel (2001), jika ph berkisar dari 7 hingga 8 maka nilai alkalinitas akan berkisar dari 78 hingga 100 ppm. Jika alkalinitas berada pada angka ppm, maka ph seharusnya berada di angka Perbedaan nilai yang ditemukan dengan literatur kemungkinan disebabkan karena nilai alkalinitas mengalami fluktuasi yang besar di perairan. Alkalinitas tidak hanya dipengaruhi ph, tetapi juga material organik terlarut dan aktivitas mikroba perairan. Selain itu, perbedaan

22 38 nilai ini kemungkinan disebabkan oleh error pengukuran alkalinitas. Pengukuran alkalinitas dilakukan dengan metode titrasi asam basa yang sangat tergantung dengan ketajaman mata mengamati perubahan warna. Keragaman Jenis dan Kelimpahan Ikan Lais di Setiap Lokasi Pengambilan Sampel Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa stasiun yang memiliki jenis dan jumlah sampel ikan lais terbanyak adalah stasiun Pelayangan. Jumlah jenis yang ditemukan di Pelayangan sama dengan yang ditemukan di Mandiangin, akan tetapi jumlah individu K. bichirris di Mandingin tidak mencapai target jumlah individu yang direncanakan. Hal ini menunjukkan Pelayangan sebagai lokasi antara lebih kondusif sebagai habitat ikan lais. Dua jenis Kryptopterus yang ditemukan dalam penelitian ini sama dengan yang ditemukan Tan dan Kottelat (2009). Kedua jenis tersebut adalah K. limpok dan K. bichirris. Lima jenis lain yang ditemukan Tan dan Kottelat (2009), K. kryptopterus, K. eugeneiatus, K. macrocephalus, K. palembangensis dan K. schilbeides tidak ditemukan pada penelitian ini. Penelitian ini justru menemukan satu jenis lain yaitu K. micronema yang tidak ditemukan Tan dan Kottelat (2009). Keberadaan K. micronema di DAS Batang Hari telah dilaporkan Weber dan de Beaufort (1965). Tidak satupun jenis Ompok yang dikemukakan Tan dan Kottelat (2009) yang ditemukan dalam penelitian ini. Tiga jenis Ompok yang dikemukakan Tan dan Kottelat (2009) adalah O. fumidus, O. leiachantus dan O. rhadinurus. Penelitian ini hanya menemukan satu jenis Ompok yaitu O. hypopthalmus. Ompok hypopthalmus tidak ditemukan oleh Tan dan Kottelat (2009), namun keberadaan O. hypopthalmus di DAS Batang Hari juga telah dilaporkan Tan dan Ng (2000). Ompok hypopthalmus merupakan jenis ikan lais yang paling dominan di DAS Batang Hari dan dapat ditemukan sepanjang tahun, walaupun kelimpahannya tetap dipengaruhi musim. Perbedan jenis ikan lais yang didapatkan antara penelitian ini dengan Tan dan Kottelat (2009), kemungkinan disebabkan luas area dan periode pengambilan sampel. Sebagian besar sampel yang digunakan Tan dan Kottelat (2009), dan Tan

23 39 dan Ng (2000) merupakan koleksi Museum Raffles, Singapura (ZRC). Publikasi Tan dan Ng (2000) merupakan hasil ekspedisi Sumatera tahun , ditambah dengan koleksi beberapa museum zoologi, seperti USNM (national museum of natural history, Washington) dan ZMA (instituut voor systematik and populatiebiologie, Amsterdam). Publikasi Tan dan Kottelat (2009) merupakan hasil ekspedisi Sumatera tahun Ekspedisi Tan dan Kottelat (2009) dan Tan dan Ng (2000) kemungkinan mencakup area yang lebih luas dan waktu yang lebih lama dibanding pengambilan sampel penelitian ini. Lokasi pengambilan sampel Tan dan Kottelat (2009) lebih banyak dilakukan pada rawa-rawa dataran rendah yang terdapat di DAS Batang Hari. Selain itu, waktu pengambilan sampel Tan dan Kottelat (2009) dilakukan tujuh tahun lalu ( ). Rentang waktu tujuh tahun ( ), memungkinkan telah terjadi perbedaan pada komposisi jenis ikan lais di DAS Batang Hari. K. bichirris merupakan jumlah sampel yang paling sedikit dan hanya ditemukan di Pelayangan dan Mandiangin. Jenis ini disebut dengan lais kaca karena memiliki tubuh yang transparan saat masih hidup (Kottelat et al. 1993). Selain berdasarkan jumlah jari-jari sirip anal, jenis ini mudah dibedakan dengan jenis Kryptopterus lain secara kasat mata karena memiliki tubuh yang relatif lebih tinggi (punggung yang lebih cembung). Karakter tubuh yang lebih tinggi ini ternyata muncul dalam analisis biplot PCA. Keragaman Struktur Morfologis Pengukuran proporsi ukuran tubuh yang dikategorikan sebagai data nisbah morfometrik menunjukkan nilai keragaman yang rendah dalam dan antar populasi ikan lais di DAS Batang Hari. Keragaman yang hanya berkisar dari 0.01 hingga 0.51 (χ = ) pada spesies yang sama antar lokasi menunjukkan bahwa belum terjadi pembentukan subpopulasi. Hal ini didukung dengan hasil uji t yang menunjukkan bahwa parameter lingkungan antar lokasi pengambilan sampel tidak berbeda nyata. Hasil biplot PCA terhadap indeks morfometrik menunjukkan sebagian besar jenis ikan lais memiliki struktur morfometrik yang khusus. Hal ini berarti bahwa, selain berdasarkan ciri meristik yang digunakan Kottelat et al. (1993), jenis ikan

24 40 lais dapat juga dibedakan berdasarkan ciri morfometrik. Indeks N9 (tinggi pangkal kepala/tinggi badan) yang ditemukan pada O. hypopthalmus dan indeks N11 (diameter mata/panjang kepala) pada K. bichirris telah digunakan Ng (2003;Ng 2004) sebagai kunci identifikasi jenis-jenis Kryptopterus. Indeks N12 (panjang sirip dada/panjang kepala) pada K. bichirris juga telah digunakan untuk kunci identifikasi Kryptopterus oleh Kottelat et al. (1993). Indeks N8 (tinggi moncong/tinggi pangkal kepala) pada K. limpok belum pernah digunakan untuk kunci identifikasi jenis-jenis Kryptopterus dan Ompok. Indeks N8 dapat diajukan sebagai salah satu karakter penciri K. limpok. K. micronema tidak memiliki ciri khusus pada struktur morfometriknya sehingga penciri jenis ini harus tetap didasarkan pada karakter meristik yang dikemukakan Weber dan de Beafort (1965; Kottelat et al. 1993). Ciri batang ekor yang lebih besar pada O. hypopthalmus di Mandiangin kemungkinan berhubungan dengan arus yang kuat di lokasi ini. Kondisi arus yang kuat membuat pergerakan ekor menjadi lebih aktif. Pergerakan yang lebih aktif membuat struktur batang ekor menjadi lebih besar. Rahang atas yang lebih panjang pada O. hypopthalmus di Pelayangan kemungkinan berhubungan dengan jenis makanan yang lebih bervariasi di lokasi ini. Jenis makanan yang bervariasi akan membuat bukaan mulut menjadi lebih lebar yang ditandai rahang atas yang lebih panjang. Ompok hypopthalmus yang terletak mengelompok berdasarkan lokasi dan pengelompokan individu K. limpok dari Pelayangan menunjukkan bahwa telah mulai terjadi perbedaan struktur morfologis antar lokasi di DAS Batang Hari. Parameter fisika-kimia perairan yang diukur antar lokasi pengambilan sampel memang tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Akan tetapi, penambahan parameter lain terutama parameter kimia yang berhubungan dengan pencemaran akibat dompeng mungkin akan memberikan hasil yang berbeda. Keragaman Gen Cytochrome b Nilai keragaman runutan gen parsial cyt b yang ditemukan dalam penelitian ini sedikit lebih tinggi dibanding nilai keragaman pada beberapa literatur. Nilai keragaman nukleotida seluruh sampel ikan lais yang dibandingkan adalah sebesar

25 %. Keragaman ini mencakup dua genus, 11 spesies dan 28 runutan sepanjang 927 bp. Slechtova et al. (2006), menemukan nilai keragaman nukleotida gen cyt b Botiidae sebesar 44.73%. Nilai keragaman ini mencakup 7 genus, 34 spesies dan 96 runutan sepanjang 1111 bp. Menurut Tang et al. (2006), keragaman nukleotida gen cyt b antar genus dalam famili yang sama berkisar %, walaupun pada beberapa takson dapat lebih tinggi. Nilai keragaman nukleotida yang lebih besar dari nilai rata-rata keragaman gen cyt b kemungkinan besar karena asal populasi sampel yang sangat beragam. Runutan gen cyt b ikan lais pembanding yang diperoleh dari genbank berasal dari tiga penelitian yang berbeda yaitu Wilcox (2004), Hardman (2005) dan Lakra et al. (unpublished data). Wilcox (2004), menggunakan ikan lais akuarium sebagai sumber sampel DNA sehingga asal populasi tidak diketahui. Hardman (2005), menggunakan sampel ikan lais dari museum zoologi sehingga asal populasi juga tidak dapat dipastikan. Lakra et al. (unpublished data) kemungkinan besar menggunakan sampel ikan lais dari sungai Gangga di India. Penelitian Slechtova et al. (2006), walaupun menggunakan 34 spesies dari 7 genus, akan tetapi semua sampel yang digunakan hanya berasal dari kawasan Asia Tenggara. Nilai keragaman untuk genus Kryptopterus dan Ompok juga lebih tinggi dibanding dengan beberapa literatur pembanding. Keragaman untuk genus Kryptopterus adalah sebesar 33.01% untuk enam spesies dengan 15 runutan sepanjang 927 bp. Keragaman untuk genus Ompok adalah sebesar 28.91% untuk lima spesies dengan 13 runutan sepanjang 927 bp. Slechtova et al. (2006) menemukan nilai keragaman antarspesies dalam genus yang sama (intragenus) hanya berkisar dari 7.24% hingga 11.55%. Slechtova et al. (2006) rata-rata menggunakan lima spesies dengan 16 runutan sepanjang 1111 bp dalam pengujian nilai keragaman intragenus. Posisi situs asam amino pembeda Kryptopterus dengan Ompok intra Sumatera yang ditemukan dalam penelitian ini sama dengan yang ditemukan Elvyra (2009) di DAS Kampar. Situs pembeda ini terletak pada asam amino ke- 124 dari runutan gen cyt b parsial atau ke-155 dari runutan gen cyt b utuh. Penambahan runutan dari lokasi lain di Sumatera selain Batang Hari dan Kampar akan membantu memverifikasi dan mengukuhkan situs asam amino pembeda ini.

26 42 Keragaman gen cyt b K. limpok di DAS Batang Hari (1.19%) lebih tinggi dibanding K. limpok Kampar. Keragaman gen cyt b K. limpok di DAS Kampar adalah sebesar 0.68% (Elvyra 2009). Panjang runutan yang digunakan dalam penelitian ini (927 bp) sama dengan yang digunakan Elvyra (2009), akan tetapi jumlah yang digunakan Elvyra (2009) hanya ada tiga. Perbedaan jumlah runutan yang digunakan memang berpengaruh terhadap perbedaan nilai keragaman, akan tetapi keragaman K. limpok di DAS Batang Hari hampir dua kali lebih besar dibanding DAS Kampar. Aboim et al. (2005), menemukan keragaman runutan gen cyt b intra populasi pada Helicolenus dactylopterus berkisar %. Nilai keragaman ini untuk runutan gen cyt b sepanjang 423 bp dengan 40 individu. Nilai keragaman antar populasi K. limpok Batang Hari dengan K. limpok genbank adalah sebesar 3.02%. Nilai yang hampir sama dengan yang ditemukan Elvyra (2009) saat membandingkan runutan K. limpok dari Kampar dengan genbank, yaitu sebesar 3.13%. Keragaman gen cyt b parsial antar populasi K. limpok Batang Hari, Kampar dan genbank sebesar 3.88% (36 situs). Nilai ini masuk dalam kisaran yang dikemukakan oleh Tang et al. (2006). Tang et al. (2006), menyatakan bahwa nilai keragaman dalam spesies yang sama harus lebih kecil dari 6.90%. Penelitian ini menemukan bahwa telah terjadi perbedaan gen cyt b yang signifikan antar populasi K. limpok di DAS Batang Hari. Empat situs nukleotida parsimoni pada K. limpok seperti membagi daerah dengan kecerahan rendah (S. Bengkal-Pelayangan) dengan daerah yang relatif memiliki kecerahan tinggi (Mandiangin-Simpang). Penelitian lanjutan dengan menganalisis parameter fisikakimia perairan yang lebih lengkap antar lokasi pengambilan sampel dibutukan untuk menjelaskan penyebab adanya perbedaan gen cyt b K. limpok di DAS Batang Hari. Selain analisis parameter fisika-kimia perairan, perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang ukuran populasi, intensitas penangkapan dan rasio jantan betina dalam populasi K. limpok untuk menganalisis adanya perbedaan ini. Menurut Yamaguchi et al. (2010) intensitas penangkapan yang tinggi akan menimbulkan keragaman gen yang tinggi antar populasi dan menurunkan keragaman intrapopulasi. Ukuran populasi yang kecil akan memacu inbreeding

27 43 sehingga akan meningkatkan keragaman gen antar populasi (Reed & Frankham 2003). Berbeda dengan K. limpok, runutan gen cyt b pada O. hypopthalmus sangat conserve. Seperti halnya penelitian ini, Elvyra (2009) hanya menemukan satu nukleotida yang variabel dari 4 runutan sepanjang 927 bp yang dibandingkan. Akan tetapi posisi nukleotida yang variabel berbeda antara O. hypopthalmus Kampar dengan O. hypopthalmus Batang Hari. Nukleotida yang variabel pada O. hypopthalmus Kampar terletak pada situs ke-257, sedangkan pada O. hypopthalmus Batang Hari terletak pada situs ke-883. Substitusi pada situs ke-257 O. hypopthalmus Kampar adalah substitusi timin (T) menjadi adenin (A) pada individu Kampar 2. Substitusi ini terletak pada kodon ke-2 sehingga bersifat nonsilent. Asam amino pada situs ke-86 pada individu Kampar 2 adalah asparagina (N), sedangkan pada individu Kampar 1 dan 3 adalah valina. Substitusi pada situs ke-883 pada O. hypopthalmus Batang Hari adalah substitusi guanin (G) menjadi adenin (A) atau sebaliknya. Substitusi ini terletak pada kodon pertama dan bersifat nonsilent. Asam amino ke-295 pada O. hypopthalmus dari Simpang- S. Bengkal adalah alanina (A), sedangkan pada O. hypopthalmus dari Mandiangin-Pelayangan adalah treonina (T). Hal ini menunjukkan bahwa gen cyt b pada K. limpok lebih beragam dibanding dengan O. hypopthalmus. Nilai keragaman gen cyt b yang sangat besar antara K. bichirris Batang Hari dan K. bichirris genbank merupakan hal yang membutuhkan penelitian lebih lanjut. Nilai keragaman nukleotida gen cyt b antar kedua populasi ini (15.45%) melebihi dua kali lipat nilai keragaman intraspesies Tang et al. (2006). Sebaliknya, nilai keragaman nukleotida gen cyt b antarspesies K. bichirris genbank dengan K. minor genbank (1.19%) masuk dalam nilai keragaman intraspesies Tang et al. (2006). Dibutuhkan penambahan jumlah sampel dari lokasi lain, selain Batang Hari untuk membantu menjelaskan keanehan nilai keragaman ini. Persentase keragaman berdasarkan posisi kodon pada triplet kodon penyusun asam amino juga sama dengan yang ditemukan Farias et al. (2001; Slechtova et al. 2006; Doadrio & Perdices 2006). Penelitian ini menemukan bahwa rata-rata situs nukleotida yang paling bervariasi secara beturut-turut adalah

Keragaman Jenis dan Struktur Morfometrik Kryptopterus spp. di DAS Batang Hari (Diversity and morphometric structure of Kryptopterus

Keragaman Jenis dan Struktur Morfometrik Kryptopterus spp. di DAS Batang Hari (Diversity and morphometric structure of Kryptopterus Keragaman Jenis dan Struktur Morfometrik Kryptopterus spp. di DAS Batang Hari (Diversity and morphometric structure of Kryptopterus spp. on Batang Hari Drainage) Abdul Rahman Singkam 12, Dedy Duryadi Solihin

Lebih terperinci

Keragaman jenis dan struktur morfometrik Kryptopterus spp. di Sungai Batang Hari

Keragaman jenis dan struktur morfometrik Kryptopterus spp. di Sungai Batang Hari Jurnal Iktiologi Indonesia, 11(1):29-37 Keragaman jenis dan struktur morfometrik Kryptopterus spp. di Sungai Batang Hari [Diversity and morphometric structure of Kryptopterus spp. on Batang Hari River]

Lebih terperinci

Keragaman Morfometrik dan Gen Cytochrome b DNA Mitokondria Kryptopterus limpok di Sungai Batang Hari 1

Keragaman Morfometrik dan Gen Cytochrome b DNA Mitokondria Kryptopterus limpok di Sungai Batang Hari 1 Keragaman Morfometrik dan Gen Cytochrome b DNA Mitokondria Kryptopterus limpok di Sungai Batang Hari 1 (Variation of Morphometric and Cytochrome b DNA Mitochondria of Kryptopterus limpok on Batang Hari

Lebih terperinci

KERAGAMAN STRUKTUR MORFOLOGIS DAN GEN CYTOCHROME b DNA MITOKONDRIA Kryptopterus spp. DAN Ompok spp. (SILURIDAE) DI DAS BATANG HARI JAMBI ABDUL RAHMAN

KERAGAMAN STRUKTUR MORFOLOGIS DAN GEN CYTOCHROME b DNA MITOKONDRIA Kryptopterus spp. DAN Ompok spp. (SILURIDAE) DI DAS BATANG HARI JAMBI ABDUL RAHMAN KERAGAMAN STRUKTUR MORFOLOGIS DAN GEN CYTOCHROME b DNA MITOKONDRIA Kryptopterus spp. DAN Ompok spp. (SILURIDAE) DI DAS BATANG HARI JAMBI ABDUL RAHMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Kryptopterus spp. dan Ompok spp.

Kryptopterus spp. dan Ompok spp. TINJAUAN PUSTAKA Kryptopterus spp. dan Ompok spp. Kryptopterus spp. dan Ompok spp. merupakan kelompok ikan air tawar yang termasuk dalam ordo Siluriformes, famili Siluridae. Famili Siluridae dikenal sebagai

Lebih terperinci

Tabel 1. Komposisi nukleotida pada gen sitokrom-b parsial DNA mitokondria Cryptopterus spp.

Tabel 1. Komposisi nukleotida pada gen sitokrom-b parsial DNA mitokondria Cryptopterus spp. 12 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan Lais Cryptopterus spp. yang didapatkan dari S. Kampar dan Indragiri terdiri dari C. limpok dan C. apogon. Isolasi DNA total dilakukan terhadap cuplikan otot ikan Lais Cryptopterus

Lebih terperinci

Keanekaragaman Genetika Ikan Lais Cryptopterus spp. dari Propinsi Riau Berdasarkan Sitokrom-b DNA Mitokondria

Keanekaragaman Genetika Ikan Lais Cryptopterus spp. dari Propinsi Riau Berdasarkan Sitokrom-b DNA Mitokondria Ill Keanekaragaman Genetika Ikan Lais Cryptopterus spp. dari Propinsi Riau Berdasarkan Sitokrom-b DNA Mitokondria Yusnarti Yus' dan Roza Elvyra' 'Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Riau,

Lebih terperinci

MUTASI GEN. Perubahan Struktur dan Ekspresi Gen

MUTASI GEN. Perubahan Struktur dan Ekspresi Gen MUTASI GEN Perubahan Struktur dan Ekspresi Gen Mutasi : Mutasi >< Perubahan Fisiologi Perubahan pada bahan genetik yang menyebabkan perubahan ekspresinya Terjadi perubahan pada tingkat metabolisme Perubahan

Lebih terperinci

- Keterkaitan faktor fisika-kimia perairan terhadap karakter morfometrik tubuh. spp. dari bebcrapa lokasi penelitian di sungai Kampar dan sungai

- Keterkaitan faktor fisika-kimia perairan terhadap karakter morfometrik tubuh. spp. dari bebcrapa lokasi penelitian di sungai Kampar dan sungai 12 - Keterkaitan faktor fisika-kimia perairan terhadap karakter morfometrik tubuh Kryptopterus spp. dari bebcrapa lokasi penelitian di sungai Kampar dan sungai Indragiri dianalisis secara multivariat dengan

Lebih terperinci

BAB IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV Hasil dan Pembahasan BAB IV Hasil dan Pembahasan Bab ini akan membahas hasil PCR, hasil penentuan urutan nukleotida, analisa in silico dan posisi residu yang mengalami mutasi dengan menggunakan program Pymol. IV.1 PCR Multiplek

Lebih terperinci

Gambar 3. Karakter morfometrik dan meristik Kryptopterus spp. yang diukur

Gambar 3. Karakter morfometrik dan meristik Kryptopterus spp. yang diukur 6 memiliki jari-jari bercabang, jumlah jari-jari sirip ini ditentukan sebanyak jumlah jari-jari bercabang ditambah dua. Sedangkan pada sirip punggung ditentukan sebanyak jumlah jari-jari bercabang ditambah

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN GENETIKA DAN HUBUNGAN KEKERABATAN

KEANEKARAGAMAN GENETIKA DAN HUBUNGAN KEKERABATAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA DAN HUBUNGAN KEKERABATAN Kryptopterus limpok DAN Kryptopterus apogon DARI SUNGAI KAMPAR DAN SUNGAI INDRAGIRI RIAU BERDASARKAN GEN SITOKROM b 1 (Genetic Diversity and Phylogenetic

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-) HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Daerah D-loop Amplifikasi daerah D-loop DNA mitokondria (mtdna) pada sampel DNA sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO dilakukan dengan menggunakan mesin PCR Applied

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin Provinsi Jambi. Sungai yang berhulu di Danau Kerinci dan bermuara di Sungai Batanghari

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Profil RAPD Keragaman profil penanda DNA meliputi jumlah dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer OPA-02, OPC-02, OPC-05 selengkapnya

Lebih terperinci

STUDI MORFOLOGI BEBERAPA JENIS IKAN LALAWAK (Barbodes spp) DI SUNGAI CIKANDUNG DAN KOLAM BUDIDAYA KECAMATAN BUAHDUA KABUPATEN SUMEDANG

STUDI MORFOLOGI BEBERAPA JENIS IKAN LALAWAK (Barbodes spp) DI SUNGAI CIKANDUNG DAN KOLAM BUDIDAYA KECAMATAN BUAHDUA KABUPATEN SUMEDANG STUDI MORFOLOGI BEBERAPA JENIS IKAN LALAWAK (Barbodes spp) DI SUNGAI CIKANDUNG DAN KOLAM BUDIDAYA KECAMATAN BUAHDUA KABUPATEN SUMEDANG ANGGA ALAN SURAWIJAYA C02499069 SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir memiliki lebar maksimal 20 meter dan kedalaman maksimal 10 meter.

Lebih terperinci

Runutan gen cytochrome C oxydase 1 ikan lais janggut, Kryptopterus limpok (Bleeker, 1852) dari Sungai Kampar dan Sungai Indragiri, Provinsi Riau

Runutan gen cytochrome C oxydase 1 ikan lais janggut, Kryptopterus limpok (Bleeker, 1852) dari Sungai Kampar dan Sungai Indragiri, Provinsi Riau Jurnal Iktiologi Indonesia 15(3): 235-243 Runutan gen cytochrome C oxydase 1 ikan lais janggut, Kryptopterus limpok (Bleeker, 1852) dari Sungai Kampar dan Sungai Indragiri, Provinsi Riau [Cytochrome C

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Profil RAPD Keanekaragaman profil RAPD meliputi jumlah fragmen dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan tiga primer (OPA-2, OPC- 2, dan OPC-5)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan sungai Sungai merupakan salah satu dari habitat perairan tawar. Berdasarkan kondisi lingkungannya atau daerah (zona) pada sungai dapat dibedakan menjadi tiga jenis,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh karena itu, sumber air sangat dibutuhkan untuk dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 17 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke, Penjaringan Jakarta Utara, pada bulan Februari 2012 sampai April 2012. Stasiun pengambilan contoh ikan merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel ikan adalah Purpossive Random Sampling dengan menentukan tiga stasiun pengamatan.

Lebih terperinci

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON OLEH : CAROLUS NIRAHUA NRP : 000 PROGRAM PASCASARJANA BIDANG KEAHLIAN TEKNIK MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Lokasi penelitian berada di sungai Brantas di mana pengambilan sampel dilakukan mulai dari bagian hilir di Kota Surabaya hingga ke bagian hulu di Kecamatan

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret- 20 Juli 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Eleotridae merupakan suatu Famili ikan yang di Indonesia umum dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Eleotridae merupakan suatu Famili ikan yang di Indonesia umum dikenal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eleotridae merupakan suatu Famili ikan yang di Indonesia umum dikenal sebagai kelompok ikan bakutut atau belosoh. Secara morfologis, anggota Famili ini mirip dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sibolga yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

bentos (Anwar, dkk., 1980).

bentos (Anwar, dkk., 1980). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman jenis adalah keanekaragaman yang ditemukan di antara makhluk hidup yang berbeda jenis. Di dalam suatu daerah terdapat bermacam jenis makhluk hidup baik tumbuhan,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan Belida (Chitala lopis) (Dokumentasi BRPPU Palembang, 2009)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan Belida (Chitala lopis) (Dokumentasi BRPPU Palembang, 2009) 4i 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Spesies 2.1.1. Klasifikasi Ikan Belida (Chitala lopis) Klasifikasi ikan belida (Chitala lopis) menurut Bleeker (1851) in www.fishbase.com (2009) adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan 15 PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan organik merupakan salah satu indikator kesuburan lingkungan baik di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan kualitas tanah dan di perairan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September 2014. Pengambilan sampel ikan wader dilakukan di 5 Kecamatan yang ada di Kabupaten

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah dan Sebaran Panjang Ikan Kuro Jumlah ikan kuro yang tertangkap selama penelitian berjumlah 147 ekor. Kisaran panjang dan bobot ikan yang tertangkap adalah 142-254 mm

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tembakang Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy, hidup pada habitat danau atau sungai dan lebih menyukai air yang bergerak lambat dengan vegetasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN Penelitian penanda genetik spesifik dilakukan terhadap jenis-jenis ikan endemik sungai paparan banjir Riau yaitu dari Genus Kryptopterus dan Ompok. Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain: 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Indonesia adalah negara kepulauan dengan kawasan maritim yang sangat luas sehingga Indonesia memiliki kekayaan perikanan yang sangat kaya.pengetahuan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN KELABAU (OSTEOCHILUS MELANOPLEURUS) HASIL DOMESTIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Morfologi Pada penelitian ini digunakan lima sampel koloni karang yang diambil dari tiga lokasi berbeda di sekitar perairan Kepulauan Seribu yaitu di P. Pramuka

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang dikelilingi dan dibatasi oleh topografi alami berupa punggung bukit atau pegunungan, dan presipitasi yang jatuh di

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kajian populasi Kondisi populasi keong bakau lebih baik di lahan terlantar bekas tambak dibandingkan di daerah bermangrove. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kepadatan

Lebih terperinci

BAB III. SUBSTANSI GENETIK

BAB III. SUBSTANSI GENETIK BAB III. SUBSTANSI ETIK Kromosom merupakan struktur padat yg tersusun dr komponen molekul berupa protein histon dan DNA (kumpulan dr kromatin) Kromosom akan tampak lebih jelas pada tahap metafase pembelahan

Lebih terperinci

n. TINJAUAN PUSTAKA 2,1. Sistimatika dan Ciri Morfologi Ikan Lais Cryptopterus spp.

n. TINJAUAN PUSTAKA 2,1. Sistimatika dan Ciri Morfologi Ikan Lais Cryptopterus spp. 1 I. PENDAHULUAN Ikan Lais Cryptopterus spp. biasa hidup pada ekosistem sungai rawa banjiran. Ikan Lais merupakan salah satu ikan yang bemilai ekonomis tinggi. Di propinsi Riau, ikan Lais digemari oleh

Lebih terperinci

Stasiun 1 ke stasiun 2 yaitu + 11,8 km. Stasiun '4.03"LU '6.72" BT. Stasiun 2 ke stasiun 3 yaitu + 2 km.

Stasiun 1 ke stasiun 2 yaitu + 11,8 km. Stasiun '4.03LU '6.72 BT. Stasiun 2 ke stasiun 3 yaitu + 2 km. 8 menyebabkan kematian biota tersebut. Selain itu, keberadaan predator juga menjadi faktor lainnya yang mempengaruhi hilangnya atau menurunnya jumlah makrozoobentos. 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah sekitarnya. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Estuari dan Debit Sungai. Tipe estuari biasanya dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pada saat pasang, salinitas perairan akan didominasi oleh salinitas air laut karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan lentik. Jadi daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan lentik. Jadi daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sungai Sungai sebagai perairan umum yang berlokasi di darat dan merupakan suatu ekosistem terbuka yang berhubungan erat dengan sistem - sistem terestorial dan lentik. Jadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pendugaan stok ikan. Meskipun demikian pembatas utama dari karakter morfologi

I. PENDAHULUAN. pendugaan stok ikan. Meskipun demikian pembatas utama dari karakter morfologi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakter morfologi telah lama digunakan dalam biologi perikanan untuk mengukur jarak dan hubungan kekerabatan dalam pengkategorian variasi dalam taksonomi. Hal ini juga

Lebih terperinci

ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN D-LOOP MITOKONDRIAL PADA IKAN Ompok hypophthalmus (Bleeker, 1846) DARI SUNGAI KAMPAR PROVINSI RIAU

ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN D-LOOP MITOKONDRIAL PADA IKAN Ompok hypophthalmus (Bleeker, 1846) DARI SUNGAI KAMPAR PROVINSI RIAU ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN D-LOOP MITOKONDRIAL PADA IKAN Ompok hypophthalmus (Bleeker, 1846) DARI SUNGAI KAMPAR PROVINSI RIAU Della Rinarta, Roza Elvyra, Dewi Indriyani Roslim Mahasiswa Program

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Teluk Palabuhan Ratu Kecamatan Palabuhan Ratu, Jawa Barat. Studi pendahuluan dilaksanakan pada Bulan September 007 untuk survey

Lebih terperinci

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi 4 2.2. Morfologi Ikan Tambakan (H. temminckii) Ikan tambakan memiliki tubuh berbentuk pipih vertikal. Sirip punggung dan sirip analnya memiliki bentuk dan ukuran yang hampir serupa. Sirip ekornya sendiri

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Pelaksanaan Penelitian Penentuan stasiun

METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Pelaksanaan Penelitian Penentuan stasiun 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei Agustus 2011 di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Danau Lido terletak pada koordinat posisi 106 48 26-106 48

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Situ IPB yang terletak di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor. Situ IPB secara geografis terletak pada koordinat 106 0 34-106 0 44 BT dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan pesisir Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, Kepulauan Seribu DKI Jakarta (Lampiran 2 dan Lampiran 3). Penelitian

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan selat sunda Selat Sunda merupakan selat yang membujur dari arah Timur Laut menuju Barat Daya di ujung Barat Pulau Jawa atau Ujung Selatan

Lebih terperinci

PARAMETER KUALITAS AIR

PARAMETER KUALITAS AIR KUALITAS AIR TAMBAK PARAMETER KUALITAS AIR Parameter Fisika: a. Suhu b. Kecerahan c. Warna air Parameter Kimia Salinitas Oksigen terlarut ph Ammonia Nitrit Nitrat Fosfat Bahan organik TSS Alkalinitas Parameter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

Indikator 30. Urutan yang sesuai dengan sintesis protein adalah

Indikator 30. Urutan yang sesuai dengan sintesis protein adalah Indikator 30 1. Fase-fase sintesis protein: 1) RNAd meninggalkan inti menuju ribosom 2) RNAt mengikat asam amino yang sesuai 3) RNAd dibentuk di dalam inti oleh DNA 4) Asam amino berderet sesuai dengan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu kegiatan penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Masing-masing kegiatan tersebut dilakukan

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK CYTOCHROME B PADA BURUNG MAMBRUK (Goura sp.)

KERAGAMAN GENETIK CYTOCHROME B PADA BURUNG MAMBRUK (Goura sp.) KERAGAMAN GENETIK CYTOCHROME B PADA BURUNG MAMBRUK (Goura sp.) Oleh: Lasriama Siahaan G04400032 DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ABSTRAK LASRIAMA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3. 1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Danau Lido berada pada koordinat 106 48 26-106 48 50 BT dan 6 44 30-6 44 58 LS (Gambar

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel ikan dilakukan dengan Metode Purpossive Random Sampling pada tiga stasiun penelitian. Di masing-masing stasiun

Lebih terperinci

KAJIAN KERAGAMAN GENETIK DAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAIS DI SUNGAI KAMPAR RIAU ROZA ELVYRA

KAJIAN KERAGAMAN GENETIK DAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAIS DI SUNGAI KAMPAR RIAU ROZA ELVYRA KAJIAN KERAGAMAN GENETIK DAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAIS DI SUNGAI KAMPAR RIAU ROZA ELVYRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji 13 3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitiaan telah dilaksanakan di perairan Teluk Gerupuk, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (Gambar 2). Jangka waktu pelaksanaan penelitian terdiri

Lebih terperinci

Jumlah Koloni Lombok AcLb11 Kampus lama Univ Mataram, Kec. Selaparang, Mataram. AcLb12 Kelayu, Lombok Timur

Jumlah Koloni Lombok AcLb11 Kampus lama Univ Mataram, Kec. Selaparang, Mataram. AcLb12 Kelayu, Lombok Timur 4 HASIL Koleksi Lebah Lebah madu A. c. indica yang berhasil dikoleksi berjumlah 29 koloni. Koloni diambil dari tujuh kecamatan di Lombok yaitu Kec. Selaparang (satu koloni), Kec. Pamenang (dua koloni),

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi RNA Total RNA total sengon diisolasi dengan reagen Trizol dari jaringan xylem batang sengon yang tua (berumur 5-10 tahun) dan bibit sengon yang berumur 3-4 bulan.

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR LAUT DI PERAIRAN SELAT BANGKA BAGIAN SELATAN ANALYSIS OF SEA WATER QUALITY IN THE SOUTHERN OF BANGKA STRAIT

ANALISIS KUALITAS AIR LAUT DI PERAIRAN SELAT BANGKA BAGIAN SELATAN ANALYSIS OF SEA WATER QUALITY IN THE SOUTHERN OF BANGKA STRAIT MASPARI JOURNAL Januari 2017, 9(1):9-16 ANALISIS KUALITAS AIR LAUT DI PERAIRAN SELAT BANGKA BAGIAN SELATAN ANALYSIS OF SEA WATER QUALITY IN THE SOUTHERN OF BANGKA STRAIT Arsyat Sutarso Lumban Gaol 1),

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN IKAN KERALI (Labocheilos falchifer) DI PERAIRAN SUNGAI LEMATANG, SUMATERA SELATAN

PERTUMBUHAN IKAN KERALI (Labocheilos falchifer) DI PERAIRAN SUNGAI LEMATANG, SUMATERA SELATAN ABSTRAK PERTUMBUHAN IKAN KERALI (Labocheilos falchifer) DI PERAIRAN SUNGAI LEMATANG, SUMATERA SELATAN Marson 1) dan Mas Tri Djoko Sunarno 2) 1) Peneliti pada Balai Riset Perikanan Perairan Umum, Mariana-Palembang

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 5 3 '15 " 5 3 '00 " 5 2 '45 " 5 2 '30 " BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan April 2010, lokasi pengambilan sampel di perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 1.266 m di atas permukaan laut serta terletak pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menimbulkan dampak yang merugikan bagi manusia sendiri (Mulyanto, 2007). bahan organik karena faktor terbawa arus (Widi, 2000).

TINJAUAN PUSTAKA. menimbulkan dampak yang merugikan bagi manusia sendiri (Mulyanto, 2007). bahan organik karena faktor terbawa arus (Widi, 2000). 5 TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sejak jaman purba sungai merupakan suatu unsur alam yang berperan di dalam membentuk corak kebudayaan suatu bangsa. Ketersediaan airnya, lembahnya yang subur, dan lain-lain potensinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, flora, fauna maupun makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup memerlukan air tidak hanya sebagai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan mempunyai kemampaun berenang yang lemah dan pergerakannya selalu dipegaruhi oleh gerakan massa

Lebih terperinci

Kode batang DNA ikan lais genus Kryptopterus asal Sungai Mahakam. Kalimantan Timur]

Kode batang DNA ikan lais genus Kryptopterus asal Sungai Mahakam. Kalimantan Timur] Jurnal Iktiologi Indonesia, 14(3):191-199 Kode batang DNA ikan lais genus Kryptopterus asal Sungai Mahakam Kalimantan Timur [Barcoding DNA of catfish species genus Kryptopterus from Sungai Mahakam Kalimantan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama empat bulan dari Oktober 2011 hingga Januari 2012 di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 3). Pengambilan

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian. 59. mengidentifikasi, mengklasifikasi dan menginventarisasi.

BAB III METODE PENELITIAN. mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian. 59. mengidentifikasi, mengklasifikasi dan menginventarisasi. 35 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang telah dilaksanakan adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-situasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi penelitian Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Sungai ini bermuara ke

Lebih terperinci

KAJIAN KERAGAMAN GENETIK DAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAIS DI SUNGAI KAMPAR RIAU ROZA ELVYRA

KAJIAN KERAGAMAN GENETIK DAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAIS DI SUNGAI KAMPAR RIAU ROZA ELVYRA KAJIAN KERAGAMAN GENETIK DAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAIS DI SUNGAI KAMPAR RIAU ROZA ELVYRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci