KAJIAN KERAGAMAN GENETIK DAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAIS DI SUNGAI KAMPAR RIAU ROZA ELVYRA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN KERAGAMAN GENETIK DAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAIS DI SUNGAI KAMPAR RIAU ROZA ELVYRA"

Transkripsi

1 KAJIAN KERAGAMAN GENETIK DAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAIS DI SUNGAI KAMPAR RIAU ROZA ELVYRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Kajian Keragaman Genetik dan Biologi Reproduksi Ikan Lais di Sungai Kampar Riau adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Agustus 2009 Roza Elvyra NRP G

3 Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

4 ABSTRACT ROZA ELVYRA. The Study on Genetic Diversity and Reproduction Biology of Lais Fish in Kampar River, Riau. Under direction of DEDY DURYADI SOLIHIN, RIDWAN AFFANDI, and ZAIRIN JUNIOR Lais fish of Ompok spp. and Kryptopterus spp. are highly economical fish in Kampar River. The population of lais fish now is decreasing. Therefore, the conservation and domestication efforts must be done. This effort needs the study on genetic diversity and reproduction biology of lais fish. The aims of this research are (1) to analyze genetic diversity based on cytochrome b gene of mitochondrial DNA for barcoding and phylogeny of lais fishes; and (2) to analyze reproduction biology that are size of mature fish, spawning season, spawning location, spawning pattern and relation of waters condition for reproduction aspect. This study was conducted from September 2006 to September The results of genetic diversity aspect based on partial cytochrome b gene show that there are 124 specific nucleotide sites and 7 specific amino acid sites on Ompok spp., and there are 68 specific nucleotide sites and 6 specific amino acid sites on Kryptopterus spp. as the genetic marker (barcoding); intraspecies phylogeny of Ompok spp. and Kryptopterus spp. from Kampar River of each form one cluster at high bootstrap value. The results of O. hypophthalmus reproduction biology aspect show that the average size of mature female are 24,9±1,57 cm and 74,26±12,40 g, and the size of mature male are 25,9±1,88 cm and 79,80±20,49 g; the spawning season on September to November; O. hypophthalmus is more appropriate spawning location to oxbow lake that is close relation with tributary; the spawning pattern indicated total spawner fish; the values of water physico chemical parameter are fluctuating in accordance with season (rainfall and rainy days) and it strongly influenced the spawning season, spawning location and spawning pattern of O. hypophthalmus. Keywords: cytochrome b gene, Kampar River, lais fish, reproduction

5 RINGKASAN ROZA ELVYRA. Kajian Keragaman Genetik dan Biologi Reproduksi Ikan Lais di Sungai Kampar Riau. Dibimbing oleh DEDY DURYADI SOLIHIN, RIDWAN AFFANDI, dan ZAIRIN JUNIOR Ikan lais merupakan ikan air tawar yang dikonsumsi masyarakat dan mempunyai nilai ekonomis tinggi. Produksi ikan lais di provinsi Riau belakangan ini mengalami penurunan (Diskanlut Provinsi Riau 2007). Usaha konservasi maupun domestikasi sangat perlu dilakukan dalam upaya pengelolaan sumber daya perikanan. Usaha tersebut akan lebih terarah dan berhasil apabila informasi fundamental mengenai keragaman genetik dan biologi reproduksi ikan lais digali lebih dalam dan rinci. Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mengkaji keragaman genetik ikan lais berdasarkan gen sitokrom b DNA mitokondria yang akan dijadikan penanda genetik dan hubungan kekerabatan, (2) mengkaji aspek biologi reproduksi ikan lais yang meliputi ukuran ikan matang gonad, musim pemijahan, lokasi pemijahan, pola pemijahan dan keterkaitan kondisi lingkungan terhadap reproduksi. Penelitian dilakukan dari bulan September 2006 sampai September Amplifikasi gen sitokrom b parsial dilakukan dengan mesin PCR menggunakan primer CBKR1 dan CBKR2 (1104 bp). Kondisi PCR yang digunakan adalah pra PCR selama 5 menit dengan suhu 94ºC, selanjutnya diikuti dengan PCR yaitu denaturasi pada suhu 94ºC selama 30 detik, penempelan (annealing) pada suhu 51ºC selama 45 detik, pemanjangan pada suhu 72ºC selama 60 detik (sebanyak 35 siklus), kemudian diakhiri dengan post PCR selama 5 menit pada suhu 72ºC. Produk PCR yang sudah dipurifikasi digunakan sebagai cetakan untuk perunutan DNA. Sisi homolog dari runutan basa nukleotida gen sitokrom b Kryptopterus dan Ompok dari S. Kampar, disejajarkan (multiple allignment) dengan runutan nukleotida gen sitokrom b Kryptopterus dan Ompok dari data GenBank baik yang utuh maupun parsial. Penentuan penanda genetik dan hubungan kekerabatan ikan lais dianalisis dengan menggunakan program MEGA versi 4,0. Perkembangan gonad diteliti berdasarkan tingkat kematangan gonad (TKG) secara morfologis dan histologis. Ukuran ikan matang gonad ditentukan berdasarkan data TKG dikaitkan dengan data ukuran ikan lais. Indeks kematangan gonad (IKG) ditentukan berdasarkan nilai persentase dari perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan termasuk gonad. Musim pemijahan ikan lais dianalisis berdasarkan data TKG dan IKG, dikaitkan dengan bulan pengambilan sampel selama setahun. Lokasi pemijahan ikan lais dianalisis berdasarkan data TKG dikaitkan dengan lokasi pengambilan sampel di Sungai Kampar. Pola pemijahan ikan lais dianalisis berdasarkan data TKG, IKG, dan diameter telur ikan lais betina yang matang gonad. Ukuran diameter telur dibandingkan antara ovari bagian anterior, tengah maupun posterior dengan uji Mann-Whitney menggunakan program Minitab versi 14. Potensi reproduksi dianalisis berdasarkan data fekunditas (jumlah telur) dan diameter telur ikan lais betina yang matang gonad. Data parameter fisika kimia air yaitu suhu, kekeruhan, kedalaman, kecepatan arus, ph, alkalinitas, dan oksigen terlarut dari masing-masing stasiun penelitian dianalisis keterkaitannya terhadap reproduksi ikan lais.

6 1 Ikan lais Ompok spp dari S. Kampar mempunyai 124 situs nukleotida spesifik dan 7 situs asam amino spesifik; Kryptopterus spp. dari S. Kampar mempunyai 68 situs nukleotida spesifik dan 6 situs asam amino spesifik sebagai penanda genetik (barcoding). Hubungan kekerabatan intra spesies O. hypophthalmus, O. eugeneiatus, K. limpok, K. schilbeides dan K apogon dari S. Kampar berdasarkan runutan nukleotida dan asam amino, masing-masing membentuk 1 kelompok yang didukung dengan nilai bootstrap yang tinggi. Rata-rata ikan lais O. hypophthalmus betina matang gonad pada ukuran 24,9±1,57 cm dan 74,26±12,40 g, sedangkan ikan lais jantan pada ukuran 25,9±1,88 cm dan 79,80±20,49 g. Musim pemijahan ikan lais O. hypophthalmus terjadi pada bulan September hingga November. Lokasi pemijahan yang disukai ikan lais O. hypophthalmus adalah danau banjiran yang berhubungan dengan anak sungai. Pola pemijahan ikan lais O. hypophthalmus adalah total spawner. Nilai parameter fisika kimia perairan berfluktuasi mengikuti musim (curah hujan dan lama hari hujan), dan sangat berpengaruh terhadap pola, lokasi dan musim pemijahan ikan lais O. hypophthalmus di S. Kampar. Kata kunci: gen sitokrom b, ikan lais, reproduksi, Sungai Kampar

7 KAJIAN KERAGAMAN GENETIK DAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAIS DI SUNGAI KAMPAR RIAU ROZA ELVYRA Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Biologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

8 Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Komar Sumantadinata Staf Pengajar Departemen Budidaya Perikanan, FPIK, IPB Dr. Ir. M.F. Rahardjo, DEA. Staf Pengajar Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK, IPB Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Ir. H. Dede Irving Hartoto, APU. Ahli Peneliti Utama pada Puslit Limnologi, LIPI Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc. Staf Pengajar Departemen Budidaya Perikanan, FPIK, IPB

9 Judul Disertasi Nama NRP : Kajian Keragaman Genetik dan Biologi Reproduksi Ikan Lais di Sungai Kampar Riau : Roza Elvyra : G Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA. Ketua Dr. Ir. H. Ridwan Affandi, DEA. Anggota Prof. Dr. Ir. M. Zairin Junior, M.Sc. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S. Tanggal Ujian: 10 Agustus 2009 Tanggal Lulus: 27 Agustus 2009

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Sempurna, atas limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga karya ilmiah dalam bentuk disertasi ini berhasil diselesaikan. Disertasi ini berjudul Kajian Keragaman Genetik dan Biologi Reproduksi Ikan Lais di Sungai Kampar Riau. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada Bapak Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA., Bapak Dr. Ir. H. Ridwan Affandi, DEA., dan Bapak Prof. Dr. Ir. M. Zairin Junior, M.Sc. selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan arahan demi terwujudnya disertasi ini. Terimakasih disampaikan kepada Rektor Universitas Riau, Dekan FMIPA UNRI dan seluruh jajarannya atas bantuan dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis selama melaksanakan studi S3, kepada TPSDP-UNRI-DIKTI yang telah memberikan bantuan beasiswa selama 3 tahun, kepada DP2M-DIKTI yang telah memberikan bantuan biaya penelitian melalui Hibah Penelitian Fundamental anggaran tahun 2007 dan biaya percepatan penyelesaian disertasi melalui Hibah Penelitian bagi Mahasiswa Program Doktor-Sekolah Pascasarjana IPB anggaran tahun 2009, kepada PEMDA Provinsi Riau dan Yayasan Damandiri P2SDM- LPPM-IPB atas bantuan yang telah diberikan. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Bapak Umar dan keluarga di Langgam-Pelalawan Riau atas bantuan selama di lapangan dan kepada Bapak Heri Jumhair di laboratorium Biologi Molekuler PPSHB-LPPM IPB. Secara khusus terimakasih disampaikan kepada papa Drs. M. Syafei Siregar, mama Syoftina Citrawaty BA. (alm.), mama Meilena Sari, mami Erny Muchtar, uni Elisabeth, adik-adik Riza Aryanti, S.T., M.T., Alex Kurniawandy S.T., M.T., Rahma Triani AMD., Rahmat Tiko, dan seluruh keluarga atas do a dan curahan kasih sayang kepada penulis. Terimakasih yang besar kepada suami tercinta Drs. Feri Antoni, anak-anak tersayang Fernando Pratama dan Ferdinand Dwiko Mahmud atas do a dan dorongan semangat demi kesuksesan penulis. Semoga disertasi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu genetika, biologi reproduksi, usaha konservasi maupun domestikasi terhadap ikan lais khususnya dan sumber daya perikanan air tawar umumnya. Bogor, Agustus 2009 Roza Elvyra

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 5 Maret 1970 dari pasangan Bapak Drs. M. Syafei Siregar dan Ibu Syoftina Citrawaty BA. (alm.). Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, lulus pada tahun Pada tahun 2000 penulis memperoleh gelar Magister Sains di Program Studi Biologi, Program Pascasarjana, Universitas Andalas. Pada tahun 2004 penulis mendapat kesempatan melanjutkan studi S3 di Program Studi Biologi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Republik Indonesia melalui TPSDP-Universitas Riau. Penulis bertugas menjadi staf pengajar di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau sejak tahun 1997 sampai sekarang. Mata kuliah yang diampu adalah Ekologi Hewan, Biologi Perairan dan Taksonomi Hewan. Penulis menikah pada tanggal 24 Oktober 1997 dengan Drs. Feri Antoni dan telah dikaruniai dua orang putra yaitu Fernando Pratama dan Ferdinand Dwiko Mahmud. Karya ilmiah berjudul Kajian Penanda Genetik Gen Sitokrom b DNA mitokondria Ikan Lais dari Sungai Kampar Riau telah diterbitkan pada Jurnal Natur Indonesia Volume 10, Nomor 1, Oktober 2007 (Akreditasi). Karya ilmiah berjudul Keanekaragaman Genetika dan Hubungan Kekerabatan Kryptopterus limpok dan Kryptopterus apogon dari Sungai Kampar dan Sungai Indragiri Riau Berdasarkan Gen Sitokrom b dalam proses penerbitan di Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia dan karya ilmiah berjudul Kajian Aspek Reproduksi Ikan Lais Ompok hypophthalmus di Sungai Kampar Riau dalam proses penerbitan di Jurnal Natur Indonesia (Akreditasi). Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.

12 x DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman xii xiv xvi PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Kerangka Pemikiran... 3 Hipotesis... 4 Tujuan Penelitian... 4 Manfaat Penelitian... 4 TINJAUAN PUSTAKA... 6 Ikan Lais Ompok spp. dan Kryptopterus spp Keragaman Genetik... 8 Reproduksi Ekosistem Sungai Rawa Banjiran BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Prosedur Penelitian Penelitian Keragaman genetik Penelitian Biologi Reproduksi HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Genetik Ikan Lais Ompok spp. dan Kryptopterus spp. Berdasarkan Gen Sitokrom b Amplifikasi dan Perunutan Gen Sitokrom b Keragaman Runutan Asam Amino Hubungan Kekerabatan Berdasarkan Jarak Genetik dari Runutan Asam Amino pada Gen Sitokrom b Parsial Ompok spp. dan Kryptopterus spp Keragaman Komposisi Empat Basa Nukleotida Keragaman Runutan Nukleotida Hubungan Kekerabatan Berdasarkan Jarak Genetik dari Runutan Basa Nukleotida Gen Sitokrom b Ompok spp. dan Kryptopterus spp. 43 Biologi Reproduksi Ikan Lais Ompok hypophthalmus Nisbah Kelamin Perkembangan Gonad Ukuran Ikan Lais Matang Gonad Tingkat Kematangan Gonad Berdasarkan Waktu dan Stasiun Penelitian Indeks Kematangan Gonad... 56

13 xi Fekunditas dan Diameter Telur Kondisi Lingkungan PEMBAHASAN UMUM SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 78

14 xii DAFTAR TABEL Halaman 1 Ciri-ciri morfologis ikan lais Ompok dan Kryptopterus Daftar jenis, lokasi, jumlah dan bulan pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian Parameter fisika kimia air yang berperan dalam reproduksi ikan lais Ompok hypophthalmus Rasio antara asam amino total, asam amino kekal, asam amino sinonimous dan asam amino non sinonimous pada gen sitokrom b parsial (309 aa) Ompok spp. dan Kryptopterus spp Situs asam amino sebagai penanda genetik yang membedakan Kryptopterus spp. dan Ompok spp. (dari 53 asam amino non sinonimous) pada gen sitokrom b parsial (309 aa) Situs asam amino sebagai penanda genetik spesifik (dari 53 situs asam amino non sinonimous) pada gen sitokrom b parsial (309 aa) Kryptopterus spp. Sungai Kampar Riau dengan pembanding data GenBank Situs asam amino sebagai penanda genetik spesifik pada gen sitokrom b parsial (309 aa) Ompok spp. dari Sungai Kampar Riau dengan pembanding data GenBank Matrik perbedaan jumlah asam amino dari 309 asam amino pada gen sitokrom b parsial Kryptopterus spp Matrik perbedaan jumlah asam amino dari 309 asam amino pada gen sitokrom b parsial Ompok spp Situs basa nukleotida sebagai penanda genetik pada gen sitokrom b parsial (927 nt) yang membedakan Kryptopterus spp. dan Ompok spp Matrik perbedaan jumlah nukleotida pada gen sitokrom b parsial (927 nt) Kryptopterus spp Matrik perbedaan jumlah nukleotida pada gen sitokrom b parsial (927 nt) Ompok spp Kriteria penilaian tingkat kematangan gonad ikan lais Ompok hypophthalmus betina secara morfologis dan histologis... 47

15 xiii 14 Kriteria penilaian tingkat kematangan gonad ikan lais Ompok hypophthalmus jantan secara morfologis dan histologis Ukuran panjang total dan berat tubuh ikan lais Ompok hypophthalmus Nilai indeks kematangan gonad dan berat gonad ikan lais Ompok hypophthalmus betina dan jantan berdasarkan tingkat kematangan gonad Fekunditas dan diameter telur ikan lais Ompok hypophthalmus Nilai parameter fisika kimia air di lingkungan Sungai Kampar selama penelitian (bulan Januari 2007 sampai dengan Januari 2008). 63

16 xiv DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Alur kerja penelitian dalam upaya pengelolaan sumber daya perikanan 5 2 Beberapa jenis ikan lais Skema molekul sirkuler pada genom mitokondria vertebrata yang kekal Susunan gen dari organisasi genom mitokondria Ictalurus punctatus 10 5 Ciri-ciri geomorfologi utama sungai rawa banjiran tropis Peta lokasi pengambilan sampel ikan lais dan data lingkungan di Sungai Kampar Riau Profil DNA Ompok dan Kryptopterus hasil amplifikasi menggunakan pasangan primer CBKR1 dan CBKR Skema posisi penempelan primer CBKR1 dan CBKR2, fragmen gen sitokrom b DNA mitokondria ikan lais yang teramplifikasi (1104 pb) dan runutan hasil penjajaran berganda (927 nt) dengan acuan gen sitokrom b utuh K. minor data GenBank (1141 pb) Filogram menggunakan metode bootstrapped Neighbor Joining 1000 kali pengulangan berdasarkan 309 asam amino dari gen sitokrom b Ompok spp. dan Kryptopterus spp Filogram menggunakan metode bootstrapped Neighbor Joining 1000 kali pengulangan berdasarkan 927 nukleotida gen sitokrom b Ompok spp. dan Kryptopterus spp Fluktuasi nisbah kelamin ikan lais Ompok hypophthalmus di Lingkungan Sungai Kampar Posisi gonad betina dan jantan dalam rongga perut ikan lais Ompok hypophthalmus Struktur morfologis dan histologis gonad betina Ompok hypophthalmus Struktur morfologis dan histologis gonad jantan Ompok hypophthalmus Persentase Tingkat Kematangan Gonad ikan lais Ompok hypophthalmus berdasarkan waktu penelitian di lingkungan Sungai Kampar... 54

17 xv 16 Persentase TKG IV ikan lais Ompok hypophthalmus berdasarkan stasiun penelitian di lingkungan Sungai Kampar Grafik rata-rata nilai indeks kematangan gonad ikan lais Ompok hypophthalmus, curah hujan dan hari hujan berdasarkan waktu pengamatan (bulan Januari 2007 sampai dengan Januari 2008) Hubungan antara fekunditas dengan panjang total ikan lais Ompok hypophthalmus Hubungan antara fekunditas dengan berat total ikan lais Ompok hypophthalmus Grafik fekunditas ikan lais Ompok hypophthalmus menurut kelompok panjang tubuh Grafik fekunditas ikan lais Ompok hypophthalmus menurut kelompok berat tubuh Pola sebaran diameter telur dari ikan lais Ompok hypophthalmus yang matang gonad di Sungai Kampar Fluktuasi nilai parameter fisika kimia air pada setiap stasiun selama penelitian Skema hubungan sungai/anak sungai dengan danau banjiran pada musim kemarau dan musim penghujan Saluran sungai utama dengan dataran banjirannya pada ekosistem sungai rawa banjiran... 70

18 xvi DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Matrik ciri-ciri morfologis beberapa ikan lais Kryptopterus spp. dan Ompok spp Lokasi stasiun penelitian dan alat tangkap ikan di Sungai Kampar Sket stasiun penelitian di Sungai Kampar Komposisi larutan yang digunakan dalam penelitian keragaman genetik ikan lais Jenis-jenis ikan lais dari Sungai Kampar Letak penempelan primer CBKR1 dan CBKR2 pada runutan basa nukleotida gen sitokrom b utuh Kryptopterus minor 1141 pb Penjajaran berganda nukleotida (927 nt) pada gen sitokrom b parsial ikan lais Ompok spp. dan Kryptopterus spp. dari Sungai Kampar Riau dengan pembanding data GenBank Penjajaran berganda asam amino (309 aa) pada gen sitokrom b parsial ikan lais Ompok spp. dan Kryptopterus spp. dari Sungai Kampar Riau dengan pembandng data GenBank Matrik jarak genetik (p-distance) berdasarkan asam amino pada gen sitokrom b parsial (309 aa) Ompok spp. dan Kryptopterus spp. dari Sungai Kampar Riau dengan pembanding data GenBank Komposisi empat basa nukleotida gen sitokrom b parsial (927 nt) Ompok spp. dan Kryptopterus spp Situs basa nukleotida sebagai penanda genetik pada gen sitokrom b parsial (927 nt) Kryptopterus spp. dari Sungai Kampar Riau dengan pembanding data GenBank Situs basa nukleotida sebagai penanda genetik pada gen sitokrom b parsial (927 nt) Ompok spp. dari Sungai Kampar Riau dengan pembanding data GenBank Matrik jarak genetik (p-distance) berdasarkan basa nukleotida pada gen sitokrom b parsial (927 nt) Ompok spp. dan Kryptopterus spp. dari Sungai Kampar Riau dengan pembanding data GenBank Data Kryptopterus spp. dan Ompok spp. (GenBank) yang digunakan dalam analisis keragaman genetik

19 xvii 15 Kode genetik DNA mitokondria pada Vertebrata Nisbah kelamin ikan lais Ompok hypophthalmus di Sungai Kampar dari bulan Januari 2007 hingga Januari Panjang total, berat total, berat gonad dan indeks kematangan gonad ikan lais Ompok hypophthalmus berdasarkan stasiun penelitian Panjang total, berat total, berat gonad dan indeks kematangan gonad ikan lais Ompok hypophthalmus berdasarkan waktu penelitian Curah hujan dan jumlah hari hujan setiap bulan mulai dari Januari 2007 hingga Januari 2008 di Sungai Kampar Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau Uji Mann-Whitney terhadap diameter telur pada ovari ikan lais Ompok hypophthalmus bagian anterior, tengah dan posterior Parameter físika kimia air di Sungai Kampar Uji Mann-Whitney terhadap faktor fisika kimia air antar stasiun Skor kondisi kualitas perairan pada masing-masing stasiun penelitian di Sungai Kampar

20 PENDAHULUAN Latar Belakang Provinsi Riau mempunyai potensi ekosistem sungai rawa banjiran atau floodplain river dengan keragaman jenis ikan yang tinggi. Salah satu ekosistem sungai rawa banjiran di Provinsi Riau adalah Sungai Kampar. Kawasan ini telah ditetapkan sebagai pusat produksi perikanan air tawar di Provinsi Riau dengan SK Gubernur No. 99/II/2000. Potensi ekonominya sangat besar karena memiliki panjang sungai sekitar 189 km yang melewati dua kabupaten yaitu Kampar dan Pelalawan dengan rata-rata produksi perikanan 216,19 ton/bulan (Diskanlut Provinsi Riau 2007). Ekosistem sungai rawa banjiran merupakan ekosistem yang kompleks terdiri dari sungai, anak sungai dan danau banjiran yang masing-masing mempunyai fungsi tertentu untuk kelangsungan hidup ikan di habitat tersebut. Lubuk pada dasar sungai digunakan ikan sebagai tempat berlindung, anak sungai terutama pada bagian pinggirnya digunakan ikan sebagai tempat berlindung dan mencari makan, sedangkan danau banjiran dengan vegetasi riparian yang terendam digunakan oleh ikan sebagai tempat memijah sekaligus juga tempat mencari makan dan berlindung (Hartoto et al. 1998). Ekosistem sungai rawa banjiran sangat dipengaruhi oleh fluktuasi curah hujan. Selama musim hujan air terdistribusi hingga ke rawa-rawa dan danau banjiran, tetapi selama musim kemarau hanya saluran sungai utama dan bagian perairan yang rendah yang tetap tergenang. Kondisi ini merupakan karakteristik pada ekosistem sungai rawa banjiran (Welcomme 1979). Ikan yang hidup pada ekosistem sungai rawa banjiran di S. Kampar Riau didominasi oleh kelompok ikan baung, gabus, patin dan lais (Diskanlut 2007). Di Provinsi Riau, umumnya yang dikenal sebagai kelompok ikan lais adalah jenis-jenis ikan dari genus Ompok dan genus Kryptopterus yang termasuk famili Siluridae. Ikan lais termasuk ikan air tawar yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Ikan lais dikonsumsi oleh masyarakat Riau dan dapat dibeli dalam keadaan segar atau awetan dalam bentuk ikan salai. Ikan lais salai merupakan makanan yang populer di

21 2 Riau dan sering dijadikan oleh-oleh untuk tamu yang berkunjung. Dalam perdagangannya di Riau, ikan lais digolongkan sebagai ikan air tawar kelas satu (Pulungan et al. 1985). Produksi ikan lais di provinsi Riau belakangan ini mengalami penurunan yaitu dari 1.107,3 ton pada tahun 2005 (Diskanlut Provinsi Riau 2006); menjadi 948,8 ton pada tahun 2006 (Diskanlut Provinsi Riau 2007). Berdasarkan survei di lapangan, penurunan produksi ikan ini di perairan diduga karena ikan-ikan dewasa yang melakukan ruaya pemijahan ke danau dan rawa banjiran sewaktu naiknya permukaan perairan pada saat masuknya musim hujan dieksploitasi dengan memakai perangkap ikan (sempirai). Selain itu 62% hutan di daerah aliran S. Kampar telah rusak akibat alih fungsi menjadi perkebunan besar kelapa sawit, hutan tanaman industri, pertanian tanaman pangan dan pembalakan liar (Fordas Provinsi Riau 2008). Kondisi ini akan mengakibatkan erosi sehingga terjadi penyempitan lahan yang ditengarai sebagai tempat pemijahan, dan terjadinya pelumpuran yang akan menghambat proses pemijahan dan penetasan telur ikan. Usaha konservasi maupun domestikasi sangat perlu dilakukan dalam upaya pengelolaan sumber daya perikanan. Usaha tersebut akan lebih terarah dan berhasil apabila informasi fundamental mengenai ikan lais digali lebih dalam dan rinci. Informasi yang sangat diperlukan adalah keragaman genetik dan biologi reproduksi ikan lais yang berkaitan dengan kemampuannya dalam beradaptasi terhadap lingkungan tempat hidupnya. Penelitian mengenai keragaman genetik ikan lais di Indonesia khususnya di provinsi Riau berdasarkan runutan nukleotida dan asam amino gen sitokrom b selama ini belum ada, kecuali hasil dari penelitian Elvyra dan Duryadi (2007). Data runutan nukleotida dan asam amino dari hasil penelitian lain di luar Indonesia baru dilakukan terhadap K. minor, K. bicirrhis, K. limpok, K. schilbeides, K. cryptopterus, K. macrocephalus, O. miostoma dan O. bimaculatus (Hardman 2005; Wilcox et al. 2004). Sementara itu, data untuk ikan lais jenis lainnya seperti K. apogon, O. eugeneiatus dan O hypophthalmus belum ditemukan hingga saat ini (GenBank 2009).

22 3 Informasi keragaman genetik dapat diperoleh dengan melakukan analisis terhadap gen penyandi protein dari DNA mitokondria. Di antara gen penyandi protein yang sering digunakan untuk mempelajari keragaman genetik adalah gen sitokrom b. Gen sitokrom b dapat digunakan sebagai penanda genetik untuk mempelajari keragaman jenis dan hubungan kekerabatan di antara kelompoknya (intraspesies) maupun kelompok lainnya (interspesies), karena kodonnya berdasarkan posisi, mempunyai region yang lebih kekal (conserve) dan region yang lebih beragam (Farias et al, 2001). Selain informasi keragaman genetik, informasi biologi reproduksi juga sangat diperlukan untuk usaha konservasi maupun domestikasi. Informasi tersebut akan memberikan gambaran kemampuan suatu spesies dalam melangsungkan kehidupan dan perkembangannya dari waktu ke waktu. Gambaran reproduksi yang dimaksud adalah mengenai perkembangan gonad, ukuran ikan matang gonad, musim pemijahan, lokasi pemijahan, pola pemijahan dan keterkaitan kondisi lingkungan terhadap reproduksi ikan lais. Penelitian mengenai biologi reproduksi ikan lais yang sudah pernah dilakukan belum melihat besarnya pengaruh lingkungan terhadap keragaan reproduksi secara keseluruhan dalam setahun, dan data yang ada hanya bersifat penelitian yang terpotong-potong dalam waktu yang pendek (Elvyra 2000; Simanjuntak 2007). Biologi reproduksi ikan lais perlu diteliti fluktuasinya dalam setahun karena ekosistem sungai rawa banjiran sebagai habitat hidupnya sangat dipengaruhi oleh fluktuasi curah hujan. Oleh karena itu kajian keragaman genetik dan biologi reproduksi, akan dijadikan landasan untuk pengelolaan sumber daya perikanan melalui usaha konservasi dan domestikasi ikan lais di S. Kampar Riau. Kerangka Pemikiran Ikan lais sampai saat ini masih berstatus liar, biasa hidup di ekosistem sungai rawa banjiran, bernilai ekonomis tinggi, namun belum dikembangbiakkan dalam skala budidaya. Produksi ikan lais di provinsi Riau belakangan ini mengalami penurunan. Untuk mengatasi kondisi tersebut, perlu diupayakan strategi pengelolaan sumber daya perikanan dengan memperhatikan kelestarian ikan lais,

23 4 yaitu dengan melakukan usaha konservasi maupun domestikasi. Strategi yang perlu dikedepankan adalah melakukan pengaturan ukuran ikan yang boleh ditangkap, pengaturan musim penangkapan dan pengaturan lokasi penangkapan yang dibutuhkan untuk usaha konservasi, serta menentukan potensi reproduksi dan kualitas perairan yang dibutuhkan untuk usaha domestikasi. Upaya ini sangat memerlukan dukungan informasi fundamental mengenai keragaman jenis ikan lais secara genetik dan informasi biologi reproduksi. Hipotesis Apabila informasi keragaman genetik dan biologi reproduksi ikan lais tersedia dengan lebih baik maka usaha konservasi dan domestikasi ikan lais dapat dilakukan dengan lebih baik, sehingga kelestarian ikan lais di alam lebih terjamin. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1) Mengkaji keragaman genetik ikan lais berdasarkan gen sitokrom b DNA mitokondria yang akan dijadikan penanda genetik dan hubungan kekerabatan. 2) Mengkaji aspek biologi reproduksi ikan lais yang meliputi perkembangan gonad, ukuran ikan matang gonad, musim pemijahan, lokasi pemijahan, pola pemijahan dan keterkaitan kondisi lingkungan terhadap reproduksi. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan untuk usaha konservasi dan domestikasi dalam upaya pengelolaan sumber daya perikanan pada ekosistem sungai rawa banjiran, khususnya terhadap ikan lais di S. Kampar Riau.

24 Pengelolaan sumber daya perikanan Pengaturan ukuran ikan yang boleh ditangkap Pengaturan musim penangkapan Pengaturan lokasi penangkapan Pengaturan penangkapan Pengelolaan habitat Ukuran rata-rata ikan matang gonad Musim pemijahan Lokasi pemijahan Potensi reproduksi dan pola pemijahan Kondisi habitat Hubungan antara TKG dengan ukuran ikan Hubungan antara TKG dengan waktu pengambilan sampel Hubungan antara TKG dengan lokasi pengambilan sampel Fekunditas Sebaran ukuran diameter telur ikan Dinamika kondisi lingkungan Pengukuran ikan pada berbagai TKG Pengambilan sampel ikan pada berbagai waktu pengamatan Pengambilan sampel ikan pada berbagai lokasi pengamatan Penghitungan jumlah telur Pengukuran diameter telur Pengukuran kualitas perairan Biologi reproduksi ikan lais Penentuan jenis melalui penanda genetik dan hubungan kekerabatan Keragaman sumber daya genetik ikan lais Gambar 1 Alur kerja penelitian dalam upaya pengelolaan sumber daya perikanan 5

25 TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lais Ompok spp. dan Kryptopterus spp. Ikan lais yang termasuk kelompok catfish ini, tergolong dalam kelas Osteichthyes, subkelas Actinopterygii, ordo Siluriformes, famili Siluridae, genus Ompok dan Kryptopterus (Nelson 1984; Kottelat et al. 1993). Genus Ompok terdiri dari 22 jenis yang tersebar di Laos, Malaysia, Thailand, Brunei, Pakistan, China, Srilanka, Vietnam, Afghanistan, Bangladesh, India, Nepal, Kambodja, Myanmar dan Indonesia. Genus Kryptopterus terdiri dari 23 jenis, tersebar di Laos, Malaysia, Thailand, Brunei, dan Indonesia (Fishbase 2008). Genus Ompok di Indonesia terdiri dari 7 jenis yaitu O. bimaculatus, O. borneensis, O. eugeneiatus, O. hypophthalmus, O. leiacanthus, O. sabanus dan O. Weberi. Sementara itu, Kryptopterus di Indonesia terdiri dari 14 jenis yaitu K. apogon, K. bicirrhis, K. cryptopterus, K. hexapterus, K. lais, K. limpok, K. lumholtzi, K. macrocephalus, K. micronema, K. minor, K. mononema, K. palembangensis, K. parvanalis dan K. schilbeides (Kottelat et al. 1993). Ciri-ciri morfologi Ompok spp. dan Kryptopterus spp. disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 2, sedangkan ciri-ciri masing-masing jenisnya yang ditemukan di S. Kampar disajikan pada Lampiran 1. Tabel 1 Ciri-ciri morfologis ikan lais Ompok dan Kryptopterus (disarikan dari : Weber dan Beaufort 1913, dan Kottelat et al. 1993) No. Parameter morfologis Ompok Kryptopterus 1. Bentuk tubuh Pipih tegak (compressed), memanjang, tidak bersisik Sangat pipih tegak (strongly compressed), memanjang, tidak bersisik 2. Mulut Berbentuk lonjong ke Berbentuk lonjong ke samping (oblique) 3. Rahang Rahang bawah lebih menonjol daripada rahang atas 4. Sungut Mempunyai sepasang sungut rahang atas dan sepasang sungut rahang bawah samping Rahang atas dan bawah seimbang Mempunyai sepasang sungut rahang atas, dan sepasang sungut rahang bawah yang umumnya pendek atau rudimenter

26 5. Sirip punggung Tanpa duri (spina), terdiri dari 3-4 jari-jari Tanpa duri, terdiri dari 2 jari-jari atau tidak ada 6. Sirip dada Punya duri Punya duri 7. Sirip lemak (adipose) Tidak ada Tidak ada 8. Sirip perut Terdiri dari 7-8 jarijari Terdiri dari 5-10 jarijari 9. Sirip dubur Panjang, bersambungan/tidak bersambungan dengan sirip ekor Panjang, bersambungan/tidak bersambungan dengan dengan sirip ekor 10. Sirip ekor Bentuknya bercabang (forked) Bentuknya bercabang dalam (deeply forked) 7 (a) (b) (c) (d) (e) Gambar 2 Beberapa jenis ikan lais (Sumber : Kottelat et al. 1993) (a) Ompok hypophthalmus (panjang standar = 205 mm), (b) Ompok eugeneiatus (panjang standar = 52 mm), (c) Kryptopterus limpok (panjang standar 120 mm), (d) Kryptopterus schilbeides (panjang standar 76 mm), (e) Kryptopterus apogon (panjang standar 240 mm)

27 Ikan lais Ompok mempunyai nama sinonim Callichrous atau Silurodes, sedangkan Kryptopterus mempunyai nama sinonim Cryptopterus (Weber dan Beaufort 1913). Ikan lais di Indonesia dikenal dengan beberapa nama yaitu lais danau (O. hypophthalmus, Pulungan et al. 1985); lais bemban (K. limpok, Utomo et al. 1990); lais timah (K. apogon), lais kerak (K. limpok), dan lais kuning (K. schilbeides) (FishBase 2008). Di S. Kampar Provinsi Riau, ikan lais dikenal dengan beberapa nama lokal yaitu lais kaporeh (O. eugeneiatus), lais danau (O. hypophthalmus), lais janggut (K. limpok), lais panjang lampung (K. apogon) dan lais godang mato (K. schilbeides). Keragaman Genetik Seiring berkembangnya metode perunutan DNA dan banyaknya penelitian mengenai hal tersebut dalam dua dekade terakhir pada berbagai organisme termasuk pada ikan, urutan gen-gen dari molekul DNA mitokondria mulai terungkap. Sejumlah besar penelitian filogenetik dengan menggunakan runutan gen mitokondria telah dilakukan (Pereira 2000). DNA mitokondria (mtdna) banyak digunakan untuk mengidentifikasi keragaman genetik dan dinamika populasi karena mempunyai beberapa kelebihan. Pertama, karena mtdna memiliki ukuran yang kompak dan relatif kecil ( pasang basa), tidak sekompleks DNA inti sehingga dapat dipelajari sebagai satu kesatuan yang utuh. Kedua, mtdna berevolusi lebih cepat dibandingkan dengan DNA inti sehingga dapat memperlihatkan dengan jelas perbedaan antara populasi dan hubungan kekerabatannya. Ketiga, hanya sel telur yang menyumbangkan material mitokondria sehingga mtdna hanya diturunkan dari induk betina. Keempat, bagian-bagian dari genom mitokondria berevolusi dengan laju yang berbeda sehingga dapat berguna untuk studi sistematika dan penelusuran kesamaan asal muasal (Iguchi et al. 1999). Genom mitokondria mempunyai suatu daerah kontrol bukan penyandi protein (non coding), 13 gen penyandi protein, 2 RNAs ribosomal (rrna) dan 22 RNAs transfer (trna) yang tersebar sepanjang molekul DNA sirkuler (Gambar 3). Untai H atau untai berat mtdna mengandung 2 RNAs ribosomal (12S rrna dan

28 9 16S rrna); 12 gen penyandi protein masing-masing NADH dehidrogenase (ND1, ND2, ND3, ND4, ND5, ND4L), sitokrom c oksidase (COX1, COX2, COX3), sitokrom b (Cyt b), ATPase (ATP6, ATP8); dan 14 trna masing-masing trna fenil alanin (trna Phe ), valin (trna Val ), leusin (trna Leu ), isoleusin (trna Ile ), metionin (trna Met ), triptofan (trna Trp ), asam aspartat (trna Asp ), lisin (trna Lys ), glisin (trna Gly ), arginin (trna Arg ), histidin (trna His ), serin (trna Ser ), leusin (trna Leu ) dan treonin (trna Thr ). Sementara itu, untai L atau untai ringan mtdna mengandung sisanya yaitu 1 gen penyandi protein NADH dehidrogenase 6 (ND6); dan 8 trna yaitu trna asam glutamat (trna Glu ), prolin (trna Pro ), serin (trna Ser ), tirosin (trna Tyr ), sistein (trna Cys ), asparagin (trna Asn ), alanin (trna Ala ) dan glutamin (trna Gln ) (Pereira 2000; Broughton et al. 2001). Gambar 3 Skema molekul sirkuler pada genom mitokondria vertebrata yang kekal. Gen-gen di bagian luar lingkaran menunjukkan untai H (heavy strand) dan bagian dalam lingkaran menunjukkan untai L (light strand) (Pereira 2000) Urutan gen pada genom mitokondria disebut kekal (conserve), jika dari urutan genome mitokondria lengkap tersebut tidak mempunyai variasi posisi gen di sepanjang molekulnya. Urutan gen yang kekal paling banyak ditemukan pada plasenta mamalia, kura-kura, ikan, dan Xenopus dari kelompok amfibi (Pereira 2000). Organisasi genom mitokondria dari kelompok ikan lele (catfish) yang telah

29 10 diketahui runutan nukleotidanya berdasarkan data GenBank (2009) yaitu Ictalurus punctatus (kode akses NC003489), Pseudobagrus tokiensis (kode akses NC004697) dan Pangasianodon gigas (kode akses NC006381) masing-masing memiliki susunan gen yang sama. Susunan gen dari organisasi genom mitokondria Ictalurus punctatus disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 Susunan gen dari organisasi genom mitokondria Ictalurus punctatus (kode akses NC003489) Berdasarkan GenBank (2009), data genom dari DNA mitokondria Kryptopterus dan Ompok belum tersedia. Data genom DNA mitokondria lengkap (complete genome) ikan Ictalurus punctatus, Pseudobagrus tokiensis dan Pangasianodon gigas yang termasuk satu ordo dengan Kryptopterus dan Ompok telah dilaporkan. Walaupun demikian, data gen sitokrom b yang merupakan bagian genom DNA mitokondria pada Kryptopterus minor sudah dilaporkan secara utuh (Wilcox et al. 2004). Gen sitokrom b terletak diantara trna Glu dan trna Thr berukuran 1141 bp atau 380 asam amino. Di antara gen penyandi protein pada DNA mitokondria, gen sitokrom b adalah penanda genetik yang sering digunakan untuk mengkaji

30 11 hubungan filogenetik (Peng et al. 2004). Beberapa variasi dapat dikaji dengan menggunakan gen sitokrom b yaitu posisi kodon, tipe substitusi basa (transisi dan transversi), dan domain fungsional protein (McClellan dan McCracken 2001). Gen sitokrom b pada ikan-ikan famili Sisoridae yang juga termasuk ordo Siluriformes, mempunyai variasi komposisi nukleotida pada setiap posisi kodonnya. Komposisi nukleotida pada posisi kodon ketiga gen sitokrom b memperlihatkan keragaman atau heterogenitas yang tinggi dibandingkan dengan posisi kodon pertama dan kedua (Peng et al. 2004). Keragaman yang terjadi seringkali disebabkan oleh adanya substitusi nukleotida yang terdiri dari substitusi transisi dan transversi. Substitusi transisi yaitu perubahan antara basa purin (A dengan G) atau antara basa pirimidin (C dengan T), sedangkan transversi yaitu perubahan dari basa purin menjadi basa pirimidin atau sebaliknya. Pada gen penyandi protein, substitusi nukleotida dapat menghasilkan kodon sinonimous yang disebut juga substitusi silent atau substitusi yang tidak merubah asam amino dan sebaliknya substitusi nukleotida dapat menghasilkan kodon non sinonimous atau substitusi yang merubah asam amino (Nei dan Kumar 2000). Reproduksi Kajian reproduksi ikan membutuhkan pengetahuan mengenai perkembangan gonad pada individu ikan. Metode yang biasa digunakan adalah berdasarkan tampilan morfologi gonad secara visual. Metode ini memang lebih cepat tetapi terbukti kurang akurat. Metode histologi dapat digunakan untuk mendapatkan analisis yang lebih rinci mengenai pola perkembangan oosit dan spermatosit yang akan menyokong definisi perkembangan gonad (Gomes dan Araujo 2004). Siklus perkembangan gonad dapat ditentukan dari perubahan berat gonad yang dinyatakan dengan indeks kematangan gonad. Siklus perkembangan gonad secara temporal dapat ditentukan dari distribusi tingkat kematangan gonadnya (Gomes dan Araujo 2004). Variasi nilai indeks kematangan gonad dapat digunakan untuk mengetahui waktu pemijahan. Indeks kematangan gonad dan diameter telur

31 12 ikan Silurus glanis mengalami peningkatan dan mencapai maksimum pada saat ikan akan melakukan pemijahan (Alp et al. 2004). Berdasarkan dinamika pengorganisasian ovari, Wallace dan Selman (1981) mengemukakan tiga tipe berikut : 1) Sinkronous yaitu seluruh oosit berkembang dan diovulasikan pada waktu yang sama. Ovari seperti ini dapat ditemukan pada ikan Teleostei yang pemijahannya hanya sekali dan kemudian mati. 2) Sinkronous berkelompok. Sekurang-kurangnya ada dua populasi oosit yaitu populasi sinkronous yang oositnya lebih besar dan populasi oosit yang lebih kecil, dari populasi oosit heterogen yang didapatkan. Oosit yang besar dipijahkan selama musim pemijahan, sementara oosit yang kecil dipijahkan pada musim biak selanjutnya. 3) Asinkronous. Pada tipe ini, tidak ada populasi oosit yang dominan pada seluruh tahap perkembangan oosit. Pada saat hidrasi terjadi pemisahan diameter stok oosit. Lowe-McConnell (1987) mengemukakan empat pola pemijahan berikut : 1) Tipe big bang spawner, yaitu ikan yang memijah hanya sekali seumur hidupnya dan kemudian mati. Contohnya pada Anguilla dan Salmon 2) Tipe total spawner, yaitu ikan yang memijahkan telurnya sekaligus pada satu kali musim pemijahan. Contohnya pada kebanyakan Characoidae, Cyprinidae dan beberapa Siluridae. 3) Tipe partial spawner, yaitu ikan yang memijahkan telur tidak sekaligus dalam satu musim pemijahan. Contohnya pada beberapa Cyprinidae, Characoidae, Siluridae dan Anabantoidae. 4) Tipe small brood spawner, ikan yang mempunyai fekunditas kecil dan telur dipijahkan sekaligus pada satu musim pemijahan. Contohnya pada kebanyakan Cichlidae dan beberapa Poecilidae. Fekunditas adalah jumlah telur yang matang dalam ovari ikan sebelum dipijahkan (Yalcin et al. 2001). Hunter et al. (1992) menyatakan bahwa jumlah telur yang terdapat di dalam ovari yang akan dikeluarkan pada waktu memijah disebut fekunditas total. Fekunditas relatif adalah jumlah telur per satuan panjang

32 13 atau bobot ikan. Alp et al. (2004) melakukan penelitian terhadap ikan Silurus glanis dan mendapatkan bentuk hubungan linear antara fekunditas dengan berat dan panjang tubuhnya. Yalcin et al. (2001) mengemukakan bahwa hubungan antara fekunditas dan panjang tubuh ikan Clarias gariepinus berkorelasi lebih lemah dibandingkan hubungan antara fekunditas dengan berat tubuh. Untuk keberhasilan proses reproduksi, ikan mempunyai strategi reproduksi sebagai adaptasi terhadap kondisi perairan yang berfluktuasi. Strategi reproduksi tersebut meliputi mekanisme pemijahan, tempat dan waktu pemijahan yang tepat. Umumnya strategi reproduksi ditujukan untuk terjaminnya keamanan area tempat meletakkan telur, mencari waktu yang tepat untuk ketersediaan makanan yang maksimum untuk anak-anak ikan-ikan nantinya dan menghindari pemangsaan oleh predator terhadap anak-anak ikan (Welcomme 1979). Ekosistem Sungai Rawa Banjiran Ekosistem sungai rawa banjiran selalu mengalami perubahan karena turun naiknya permukaan perairan oleh curah hujan. Selama musim hujan air terdistribusi hingga ke seluruh dataran banjir (plain), tetapi selama musim kemarau hanya saluran sungai utama dan bagian perairan yang rendah yang tetap tergenang. Kondisi ini memberikan karakteristik pada ekosistem sungai rawa banjiran. Ciri-ciri ekosistem sungai rawa banjiran meliputi saluran sungai, danau banjiran, batas penghalang, aliran sungai yang berkelok membentuk lengkungan cembung atau scroll, rawa, tanggul alami dan rawa yang terbendung atau backswamp (Welcomme 1979). Ciri-ciri geomorfologi utama ekosistem tersebut disajikan pada Gambar 5. Pada ruas sungai utama dan anak sungai utama dapat ditemukan adanya lubuk. Karakter hidrologis lubuk yang umumnya lebih dalam daripada bagian sungai yang lain, menjadikan dedaunan yang gugur ke permukaan sungai akan terkumpul di dasar lubuk. Apalagi bila cukup banyak batu-batuan di lubuk tersebut maka akan menciptakan ruang bagi ikan untuk bersembunyi, sehingga lubuk ini dapat digunakan oleh ikan sebagai tempat berlindung.

33 Keterangan : (1) saluran sungai, (2) danau banjiran, (3) batas penghalang, (4) scroll, (5) rawa, (6) tanggul alami, (7) backswamp. Gambar 5 Ciri-ciri geomorfologi utama sungai rawa banjiran tropis (Welcomme 1979) Genangan akibat limpahan air banjir dari sungai utama atau anak sungai utama di musim hujan yang telah mengalami proses geologis lebih lanjut akan membentuk danau banjiran. Ikan-ikan pada ekosistem sungai rawa banjiran memijah, juga mencari makan dan berlindung pada bagian danau banjiran. Ikan memanfaatkan riparian danau banjiran berupa tegakan rumput terendam dan tegakan hutan rawang, jika tinggi air meningkat dan melimpah dari tebing. Danau banjiran pada umumnya dihubungkan dengan anak sungai utama oleh satu atau dua buah alur penghubung. Tetapi ada juga tipe danau banjiran yang berhubungan dengan ruas sungai utama. Alur penghubung danau banjiran dengan ruas sungai utama seringkali lebih kecil dan mendapat air dari daerah aliran sungai yang

34 15 posisinya lebih tinggi daripada danau. Danau tipe ini lebih cepat mengalami pendangkalan karena hasil proses erosi yang terbawa aliran sungai utama. Kondisi tersebut menyebabkan danau lebih cepat terputus hubungannya dengan ruas sungai utama di musim kemarau dan paling lambat bersambung lagi dengan sungai utama di musim hujan (Hartoto et al. 1998). Ikan-ikan pada ekosistem sungai rawa banjiran dapat dibagi ke dalam dua kelompok sebagai respon terhadap lingkungan hidupnya yang khas. Kelompok pertama adalah ikan yang menghindari kondisi yang berat di dataran banjir (floodplain) yang merupakan perairan air hitam, dengan bermigrasi jauh ke saluran sungai utama, diistilahkan dengan ikan air putih atau whitefish. Kelompok Cyprinidae, Characoidei, Mormyridae dan beberapa Siluridae melakukan tingkah laku migrasi ini. Kelompok kedua adalah ikan air hitam atau blackfish yang lebih tahan terhadap kondisi perairan yang kurang oksigen dan ruang pergerakannya lebih terbatas dibandingkan dengan ikan air putih. Ikan-ikan ini sering berada di perairan air hitam selama musim kemarau. Jika berpindah ke sungai, ikan-ikan ini tinggal di pinggiran sungai yang bervegetasi atau lubuk di dasar sungai pada musim kemarau. Kelompok Channidae, Anabantidae, Osteoglossidae, Polypteridae dan kebanyakan Siluridae termasuk kelompok ikan air hitam (Welcomme 1979). Sebagian waktu hidup Siluridae dihabiskan di perairan air hitam. Danau banjiran dan rawa gambut termasuk perairan air hitam, dicirikan oleh warna perairan coklat tua sampai kehitaman yang disebabkan oleh adanya asam humat, ph relatif lebih rendah, tetapi tidak keruh atau transparansinya tinggi (Hartoto et al. 1998). Ikan-ikan pada ekosistem sungai rawa banjiran baik whitefish maupun blackfish biasanya memijah pada substrat di areal terbuka, tidak bersifat parental care atau tanpa penjagaan terhadap telur yang sudah dipijahkan. Telur dapat menempel pada substrat tanaman dan subtrat lainnya (fito-litofil), atau menempel pada substrat tanaman yang terendam saja (fitofil). Sebagian besar ikan-ikan siluridae bersifat fitofil. Pola pemijahan ikan ini bersifat total spawner yaitu telurtelur matang secara serentak dan dipijahkan dalam waktu yang pendek. Telur-telur biasanya berukuran kecil dan dipijahkan dalam jumlah yang banyak untuk mengimbangi terbuangnya telur akibat terbawa oleh aliran arus. Pemijahan ikan

35 16 pada ekosistem sungai rawa banjiran biasanya dilakukan pada saat masuknya musim hujan atau pada fase permulaan flood. Kondisi ini berhubungan dengan proses inundasi area pemijahan (Welcomme 1979). Ekosistem sungai rawa banjiran mempunyai kekayaan maupun variabilitas organisme makanan dan subtratnya. Sumber makanan di ekosistem ini berasal dari dalam sistem akuatik (sumber makanan autohtonous), atau dari luar sistem akuatik (sumber makanan allohtononous). Sumber autohtonous berupa fitoplankton, zooplankton, bentos, perifiton (aufwuchs) dan ikan. Sedangkan sumber allohtonous berupa serangga, daun-daunan, akar, dan biji-bijian dari tumbuhan yang tumbuh di sekitar perairan yang memberikan kontribusi terhadap perairan (Welcomme 1979). Bahan masukan dari luar perairan masuk ke dalam perairan terbawa oleh aliran air pada musim hujan atau oleh angin (Hartoto et al. 1993). Hartoto et al. (1999) mengemukakan bahwa ikan lais K. apogon termasuk ikan karnivora dengan makanan utamanya berupa juvenil ikan. Elvyra (2000) juga mengemukakan bahwa ikan lais K. limpok termasuk ikan karnivora. Utomo et al. (1990) mengemukakan bahwa ikan lais K. micronema termasuk ikan karnivora. Selanjutnya Utomo et al. (1990) juga menjelaskan bahwa saat musim penghujan pada saluran pencernaan ikan lais lebih banyak jenis makanan berupa serangga daripada ikan, sedangkan pada musim kemarau sebaliknya. Hal ini terjadi karena ikan lais pada saat air besar akan menyebar sampai ke daerah lebak yang banyak terdapat serangga.

36 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan September 2006 sampai September 2008 dengan lokasi pengambilan sampel di S. Kampar Provinsi Riau. Penelitian secara keseluruhan terdiri dari : 1) Penelitian keragaman genetik ikan lais berdasarkan gen sitokrom b DNA mitokondria. Analisisnya dilakukan di laboratorium Biologi Molekuler, Pusat Studi Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PSHB-LPPM), Institut Pertanian Bogor. 2) Penelitian biologi reproduksi ikan lais. Analisisnya dilakukan di laboratorium Ekologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau. Prosedur Penelitian a. Lokasi dan Jumlah Sampel Pengambilan sampel ikan lais dan parameter lingkungan dilakukan di S. Kampar Propinsi Riau (Gambar 6 dan Lampiran 2). Sungai Kampar terdiri dari S. Kampar Kanan dan S. Kampar Kiri yang memberikan aliran masuk ke Sungai Kampar. Lokasi penelitian biologi reproduksi dibagi atas 3 stasiun yaitu; Stasiun I : Sungai utama yaitu Langgam (koordinat 00º16 7,17 LU, 101º41 22,72 BT). Stasiun ini merupakan pertemuan S. Kampar Kiri dan S. Kampar Kanan. Lebar S. Langgam ± 125 meter. Lokasi yang dipilih adalah yang berhubungan dengan Danau Sarang Janggut (± lebar 30 meter). Aliran yang menghubungkan sungai dengan Danau Sarang Janggut pada musim kemarau tidak terputus, tetapi dangkal (± 1 meter). Stasiun II : Anak sungai yaitu Segati (koordinat 00º14 30,10 LU, 101º41 12,26 BT). Lebar A. S. Segati ± 70 meter. Lokasi yang dipilih adalah yang berhubungan dengan Danau Sarang Penyangek (± lebar 20 meter). Pada musim kemarau, aliran yang menghubungkan Anak Sungai Segati dengan danau ini terputus.

37 18 Stasiun III : Danau Kejuit (koordinat 00º15 56,26 LU, 101º42 33,59 BT). Stasiun ini merupakan danau besar (lebar ± 100 meter). Aliran S. Kampar dengan Danau Kejuit pada musim kemarau tidak terputus (kedalaman ± 3 meter). Sket stasiun penelitian disajikan pada Lampiran 3. U S. Kampar Kanan S. Kampar Kiri S. Langgam I S. Kampar III D. Kejuit A. S. Segati II Skala 1 : Gambar 6 Peta lokasi pengambilan sampel ikan lais dan data lingkungan di Sungai Kampar Riau (Sumber : Bakosurtanal 1984) Ikan lais ditangkap dengan menggunakan jaring insang eksperimental dengan ukuran mata jaring 0,75; 1; 1,25; 1,5; 1,75; 2 inci dan alat tangkap sempirai (perangkap), pada setiap lokasi pengambilan sampel. Jaring insang dipasang di perairan pada jam WIB sore dan diangkat kembali pada jam 6.00 WIB pagi hari berikutnya, sedangkan sempirai dipasang di perairan selama dua hari dua malam. Pengidentifikasian ikan lais menggunakan kunci identifikasi berdasarkan Kottelat et al. (1993); Ng (2001); Ng (2003); Ng dan Tan (2004) dan FishBase (2008). Untuk tahap penelitian keragaman genetik, sampel otot ikan lais diawetkan dengan alkohol absolut, selanjutnya sampel tersebut dibawa ke laboratorium untuk dilakukan isolasi dan purifikasi DNA totalnya.

38 19 Tabel 2 Daftar jenis, lokasi, jumlah dan bulan pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian Tahap Jenis Lokasi Jumlah Keterangan K. limpok 1. Buluh Cina (Kampar Kanan), 2. Mentulik (Kampar Kiri), 3. Langgam (Kampar) 3 individu Pengambilan sampel : Januari 2007 Keragama n genetik Biologi reproduksi K. schilbeides 1. Buluh Cina (Kampar Kanan), 2. Mentulik (Kampar Kiri), 3. Langgam (Kampar) K apogon 1. Buluh Cina (Kampar Kanan), 2. Mentulik (Kampar Kiri), 3. Langgam (Kampar) O. eugeneiatus 1. Buluh Cina (Kampar Kanan), 2. Mentulik (Kampar Kiri), 3. Langgam (Kampar) O. hypophthalmus 1. Buluh Cina (Kampar Kanan), 2. Mentulik (Kampar Kiri), 3. Langgam (Kampar), 4. Segati (Kampar), 5. Kejuit (Kampar) O. hypophthalmus 3 stasiun di S. Kampar : 1. Langgam (sungai), 2. Segati (anak sungai), 3. Kejuit (danau) 3 individu Pengambilan sampel : Mei individu Pengambilan sampel : Mei individu Pengambilan sampel : April individu Pengambilan sampel : Januari 2007 Jumlah individu tertangkap/stasiu n /bulan, jika>100 diambil 30 individu/stasiun /bulan Pengambilan sampel : 1 x sebulan selama 13 bulan (Januari 2007-Januari 2008) Ikan lais yang dipilih untuk penelitian biologi reproduksi hanya satu jenis saja yaitu O. hypophthalmus. Pemilihan ini berdasarkan jenis yang mempunyai tipe ukuran tubuh besar (berdaging tebal) dan jenis yang selalu bisa didapatkan setiap bulannya di S. Kampar, dibandingkan jenis-jenis ikan lais lainnya. Pengambilan sampel ikan lais untuk tahap penelitian biologi reproduksi dilakukan sekali setiap bulan selama satu tahun. Sampel ikan lais diambil pada setiap lokasi penelitian. Apabila yang tertangkap lebih dari 100 ekor, diambil 30 ekor ikan lais yang terdiri

39 20 dari kelompok ukuran kecil, sedang dan besar masing-masing 10 ekor. Apabila yang tertangkap kurang dari 100 ekor, maka diambil semua dari jumlah yang tertangkap. Pengukuran parameter lingkungan juga dilakukan sekali setiap bulan selama satu tahun (dilakukan setelah pengambilan sampel ikan lais) di setiap lokasi pengambilan sampel ikan lais. Aspek biologi reproduksi yang diteliti pada ikan lais jantan dan betina meliputi perkembangan gonad, ukuran ikan matang gonad, musim pemijahan, lokasi pemijahan, pola pemijahan, potensi reproduksi dan keterkaitan kondisi lingkungan terhadap reproduksi ikan lais. Khusus untuk pemeriksaan diameter telur dan fekunditas dilakukan terhadap ikan lais betina yang matang gonad. b. Penelitian Keragaman Genetik Penelitian keragaman genetik ikan lais dilakukan berdasarkan runutan nukleotida dan asam amino dari gen sitokrom b DNA mitokondria. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji keragaman genetik ikan lais di S. Kampar berdasarkan runutan nukleotida dan asam amino dari gen sitokrom b DNA mitokondria yang meliputi penanda genetik dan hubungan kekerabatan. Analisis keragaman genetik dilakukan terhadap O. hypophthalmus dari S. Kampar Kanan (Buluh Cina), S. Kampar Kiri (Mentulik), S. Kampar (Langgam, Segati, Kejuit). Analisis keragaman genetik juga dilakukan terhadap ikan lais lainnya yaitu O. eugeneiatus, K. limpok, K. schilbeides dan K. apogon yang berasal dari S. Kampar Kanan, S. Kampar Kiri dan S. Kampar (Tabel 2). b.1 Isolasi DNA Total Otot ikan lais diambil dalam bentuk potongan kecil dan dicacah halus. Sampel otot tersebut dimasukkan ke dalam tabung polietilen, kemudian ditambahkan dengan larutan digestion buffer sebanyak 500 l (komposisi larutan disajikan pada Lampiran 4), selanjutnya sampel dihancurkan sampai halus dengan pengaduk gelas di dalam tabung polietilen. Setelah sampel cukup halus, ditambahkan lagi larutan digestion buffer 250 l, digoyang sebentar, dan diinkubasi pada inkubator dengan suhu 55ºC selama semalam, setelah itu disentrifugasi

40 21 dengan kecepatan 6500 rpm selama beberapa detik, kemudian supernatannya dipindahkan ke tabung polietilen baru (Duryadi 1993). b.2 Purifikasi DNA Total Sampel yang sudah diinkubasi ditambah fenol sebanyak 500 l, digoyang sampai tercampur rata, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan rpm selama 3 menit. Supernatan dipindahkan ke tabung polietilen baru, kemudian ditambahkan kloroform iso amil alkohol sebanyak 500 l, digoyang sampai tercampur rata dan disentrifugasi dengan kecepatan rpm selama 3 menit. Supernatan (cairan bagian atas) dipindahkan ke tabung polietilen baru dan ditambahkan etanol absolut dingin sebanyak 2 kali volume sampel, digoyang sebentar, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan rpm selama 5 menit. Selanjutnya etanol absolut dalam tabung polietilen tersebut dibuang, endapan (pelet) yang tinggal dalam tabung polietilen ditambahkan dengan etanol 70% sebanyak 500 l, digoyang sebentar dan disentrifugasi dengan kecepatan rpm selama 5 menit, kemudian DNA yang diperoleh dikeringkan di udara terbuka. Setelah itu DNA ditambahkan dengan larutan TE (Tris HCl - EDTA) sebanyak 100 l (komposisi larutan disajikan pada Lampiran 4), digoyang sebentar, selanjutnya diinkubasi pada inkubator dengan suhu 37ºC selama 15 menit. Sampel DNA disimpan pada suhu 4ºC (Duryadi 1993). b.3 Elektroforesis Hasil Purifikasi DNA Total Hasil purifikasi dimigrasikan pada gel agarose 1,2% dalam larutan 1xTBE (Tris base - Boric acid - EDTA, komposisi larutan disajikan pada Lampiran 4) dengan menggunakan piranti Submarine Electrophoresis (Hoefer, USA). DNA total divisualisasikan dengan bantuan UV transluminator ( = 300 nm), menggunakan gel yang diwarnai dengan etidium bromida (0,5 g/ml). b.4 Penyeleksian Primer Primer didisain berdasarkan data runutan gen sitokrom b DNA utuh Kryptopterus minor dari data GenBank (kode akses AY458895) (Lampiran 6).

41 22 Penyeleksian primer dilakukan dengan menggunakan program primer 3 output ( Urutan dari primer forward CBKR1 adalah 5 cccgaaaaactcacccctta 3, sedangkan urutan primer reverse CBKR2 adalah 5 atagcccggttagagggttt 3, yang menghasilkan produk gen sitokrom b sepanjang 1104 pb. b.5 Amplifikasi Gen Sitokrom b DNA Mitokondria DNA total hasil purifikasi digunakan sebagai DNA cetakan untuk proses amplifikasi. Amplifikasi gen sitokrom b DNA mitokondria menggunakan mesin GeneAmp R PCR system 2400 (Perkin Elmer). Strategi amplifikasi dan komposisi campuran larutan menggunakan metode Duryadi (1993). Kondisi PCR yang digunakan adalah pra PCR dengan suhu 94ºC selama 5 menit; PCR: denaturasi dengan suhu 94ºC selama 30 detik, penempelan dengan suhu 51ºC selama 45 detik, pemanjangan dengan suhu 72ºC selama 60 detik (sebanyak 35 siklus); dan post PCR dengan suhu 72ºC selama 5 menit. b.6 Elektroforesis Hasil Amplifikasi PCR Hasil amplifikasi dimigrasikan pada gel agarose 1,2% dalam larutan 1xTBE dengan menggunakan piranti Submarine Electrophoresis (Hoefer, USA). Hasil PCR ini divisualisasi dengan bantuan UV transluminator ( = 300 nm) menggunakan gel yang diwarnai dengan etidium bromida (0,5 g/ml). b.7 Perunutan DNA a) DNA produk PCR dipurifikasi dengan kit purifikasi, kemudian digunakan sebagai cetakan untuk perunutan. b) Amplifikasi untuk perunutan dengan kondisi PCR yaitu pra PCR (denaturasi) dengan suhu 94ºC selama 5 menit; PCR: denaturasi dengan suhu 94ºC selama 30 detik, penempelan dengan suhu 51ºC selama 45 detik, pemanjangan dengan suhu 60ºC selama 60 detik (sebanyak 35 siklus); dan post PCR dengan suhu 60ºC selama 5 menit.

42 23 c) Perunutan sampel DNA dengan kit perunutan DNA, menggunakan mesin perunut DNA automatis Bio Trace model 3100 (USA). b.8 Analisis Data Keragaman Genetik a) Sisi homolog dari runutan-runutan basa nukleotida maupun runutan asam amino gen sitokrom b DNA mitokondria ikan lais yang diperoleh, kemudian disejajarkan (multiple allignment) yang dibandingkan dengan runutan-runutan gen sitokrom b Kryptopterus dan Ompok dari data GenBank baik yang utuh maupun parsial (Lampiran 14). Runutan asam amino diterjemahkan mengikuti kode genetik DNA mitokondria untuk vertebrata (Lampiran 15). b) Analisis keragaman genetik yang meliputi penanda genetik dan hubungan kekerabatan ikan lais berdasarkan runutan nukleotida dan asam amino, dilakukan menggunakan program MEGA versi 4,0 (Tamura et al. 2007) dengan metode bootstrapped Neighbor Joining dengan 1000 kali pengulangan. c. Penelitian Biologi Reproduksi Penelitian aspek biologi reproduksi dilakukan terhadap ikan lais O. hypophthalmus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji aspek biologi reproduksi ikan lais yang meliputi perkembangan gonad secara morfologis dan histologis, ukuran ikan matang gonad, musim pemijahan, lokasi pemijahan, pola pemijahan dan keterkaitan kondisi lingkungan terhadap reproduksi. Khusus untuk pemeriksaan diameter telur dan fekunditas dilakukan terhadap ikan lais betina yang matang gonad. c.1 Perkembangan Gonad Perkembangan gonad diteliti berdasarkan tingkat kematangan gonad (TKG) secara morfologis dan histologis. Tingkat kematangan gonad secara morfologis untuk ikan lais betina dan jantan dianalisis berdasarkan modifikasi Cassie (Effendie 1992). Tingkat kematangan gonad secara histologis untuk ikan lais betina dan jantan dianalisis berdasarkan Chinabut et al. (1991).

43 c.2 Indeks Kematangan Gonad Indeks kematangan gonad (IKG) individu ikan lais dihitung dengan menggunakan persamaan : Bg IKG = x 100 Bt Keterangan : IKG = Indeks kematangan gonad (%) Bg = Berat gonad (g) Bt = Berat tubuh (g) c.3 Nisbah Kelamin Nisbah kelamin atau perbandingan antara jumlah ikan lais betina dan jantan pada setiap lokasi dan bulan pengambilan sampel, dapat dihitung dengan menggunakan rumus : X = B : J Keterangan : X = Nisbah kelamin B = Jumlah ikan betina (ekor) J = Jumlah ikan jantan (ekor) c.4 Fekunditas Masing-masing ovari ikan lais yang matang gonad dibagi menjadi tiga bagian subsampel (bagian anterior, tengah dan posterior), kemudian jumlah telurnya dihitung satu persatu. Fekunditas total dihitung dengan menggunakan persamaan : G x f FT = g Keterangan : FT = Fekunditas total G = Berat gonad (g) f = Jumlah telur dalam subsampel gonad (butir) g = Berat subsampel gonad (g)

44 25 c.5 Diameter Telur Telur-telur yang diukur diameternya, diambil dari masing-masing ovari yang dibagi menjadi tiga bagian subsampel (bagian anterior, tengah dan posterior, yaitu masing-masing 50 butir). Diameter telur diukur dengan menggunakan mikrometer okuler pada mikroskop. c.6 Kondisi Lingkungan Untuk menentukan keterkaitan kondisi lingkungan terhadap reproduksi ikan lais, dapat dilakukan pengukuran terhadap beberapa parameter fisika kimia air (Tabel 3). Pengukuran parameter fisika kimia air dilakukan di stasiun S. Langgam, A.S. Segati dan pangkal D. Kejuit pada jam WIB pagi, setelah pengambilan sampel ikan lais. Pengukuran suhu, kekeruhan, kecepatan arus, ph, alkalinitas dan oksigen terlarut dilakukan pada bagian permukaan sampai kedalaman 25 cm dari permukaan perairan. Tabel 3 Parameter fisika kimia air yang berperan dalam reproduksi ikan lais Ompok hypophthalmus Parameter Alat dan Metode Satuan Lokasi Fisika Suhu Termometer C Insitu Kekeruhan Turbiditimeter NTU Insitu Kedalaman Tongkat berskala M Insitu Kecepatan arus Pelampung dan tali M/dt Insitu Curah hujan Data sekunder mm/bulan - Kimia PH ph meter - Insitu Alkalinitas Titrasi mg/l CaCO 3 Insitu Oksigen terlarut DO meter mg/l Insitu Kualitas lingkungan perairan di setiap stasiun pengamatan ditentukan dengan cara skoring. Hasil pengukuran beberapa parameter fisika-kimia air yang diperoleh, dibandingkan dengan penelitian-penelitian pada ekosistem sungai rawa banjiran yang telah dilakukan oleh Awalina dan Hartoto (2000); Elvyra (2000); Hartoto (2000a); Hartoto (2000b); Simanjuntak (2007) dan Utomo et al. (2008);

45 26 sedangkan parameter alkalinitas dibandingkan dengan standar soft waters menurut Boyd (1990). Tahapan untuk menentukan kualitas lingkungan perairan dengan cara skoring adalah sebagai berikut : 1) Dari data hasil pengukuran parameter di seluruh stasiun pengamatan dtentukan nilai rataan minimum dan maksimum yang tercatat selama penelitian. Selanjutnya dibandingkan dengan hasil penelitian-penelitian yang ada di ekosistem sungai rawa banjiran dan ditentukan nilai jangkauannya, kemudian nilai jangkauan ini dibagi menjadi 5 interval yang sama. 2) Setiap interval diberi skor yaitu 1-5. Nilai optimum diberi skor 5. Semakin jauh dengan nilai optimum, semakin berkurang skornya. Lebih jelasnya dapat dilihat cara pemberian skor di bawah ini: nilai optimum Keterangan : angka dalam kotak adalah skor yang diberikan 3) Selanjutnya nilai rata-rata parameter yang diukur di setiap stasiun pengamatan dikaji termasuk ke dalam interval yang mana, dengan skor yang sudah ditetapkan di atas. 4) Jumlah skor setiap parameter yang dinilai di setiap stasiun pengamatan dihitung dan ditentukan status kualitas perairannya dengan cara membandingkan terhadap nilai rata-rata kualitas perairan dari 3 stasiun pengamatan. 5) Jika nilai jumlah skor < dari nilai rata-rata kualitas perairan 3 stasiun pengamatan, maka termasuk kategori kualitas perairan rendah. Jika jumlah skor > dari nilai rata-rata kualitas perairan 3 stasiun pengamatan, maka termasuk kategori tinggi. c.7 Analisis Data Biologi Reproduksi 1) Perkembangan gonad secara morfologis dan histologis serta nisbah kelamin dianalisis karakteristiknya.

46 27 2) Ukuran ikan matang gonad dianalisis berdasarkan data tingkat kematangan gonad dikaitkan dengan data ukuran ikan lais betina dan jantan. 3) Musim pemijahan ikan lais dianalisis berdasarkan data tingkat kematangan gonad dan indeks kematangan gonad, dikaitkan dengan bulan pengambilan sampel selama satu tahun. 4) Lokasi pemijahan ikan lais dianalisis berdasarkan data tingkat kematangan gonad dan indeks kematangan gonad, dikaitkan dengan lokasi pengambilan sampel di Sungai Kampar. 5) Pola pemijahan ikan lais dianalisis berdasarkan data ciri tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad, dan diameter telur ikan lais betina yang matang gonad. 6) Ukuran diameter telur dibandingkan antara ovari bagian anterior, tengah maupun posterior dengan uji Mann-Whitney menggunakan program Minitab versi 14. 7) Hubungan antara fekunditas dengan panjang total dan berat tubuh ikan lais dianalisis dengan hubungan regresi-korelasi menggunakan program Minitab versi 14. 8) Data fisika kimia air dari masing-masing stasiun penelitian dibandingkan dengan uji Mann-Whitney menggunakan program Minitab versi 14 dan dianalisis keterkaitannya terhadap reproduksi ikan lais, kemudian dilakukan skoring untuk menentukan kualitas lingkungan perairan.

47 HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Genetik Ikan Lais Ompok spp. dan Kryptopterus spp. Berdasarkan Gen Sitokrom b Amplifikasi dan Perunutan Gen Sitokrom b Jenis ikan lais yang diperoleh dari S. Kampar Riau terdiri dari O. hypophthalmus, O. eugeneiatus, K. limpok, K. schilbeides dan K. apogon (Lampiran 5). DNA total telah diisolasi dari cuplikan otot semua jenis ikan lais tersebut. Hasil isolasi DNA total ikan lais digunakan sebagai cetakan untuk amplifikasi gen sitokrom b DNA mitokondria dengan teknik PCR. Amplifikasi gen sitokrom b menggunakan primer forward CBKR1 dan primer reverse CBKR2. Amplifikasi menghasilkan fragmen gen sitokrom b berukuran 1104 pb pada semua jenis ikan lais. Profil DNA hasil amplifikasi disajikan pada Gambar pb 1000 pb Gambar 7 Profil DNA Ompok dan Kryptopterus hasil amplifikasi menggunakan pasangan primer CBKR1 dan CBKR2 Keterangan: (1 dan 9) DNA penanda 1 kb; (2-4) O. hypophthalmus; (5) O. eugeneiatus; (6) K. apogon; (7) K. schilbeides; (8) K. limpok Posisi penempelan primer yang mengamplifikasi fragmen gen sitokrom b ikan lais (1104 pb) disajikan pada Gambar 8 dan Lampiran 6. Berdasarkan runutan gen sitokrom b utuh (1141 pb) K. minor (GenBank 2009 kode akses AY458895;

48 29 Wilcox et al., 2004) yang digunakan sebagai pembanding, fragmen ini terletak di dalam gen sitokrom b yaitu pada basa ke-8 sampai dengan basa ke-1111 dari ujung 3 gen sitokrom b. Fragmen ini diapit oleh primer CBKR1 dan CBKR2. Skema posisi penempelan primer CBKR1 dan CBKR2 pada gen sitokrom b disajikan pada Gambar 8. Sitokrom b (1141 pb) 7 pb CBKR pb CBKR2 30 pb 86 nt 91 nt 927 nt Gambar 8 Skema posisi penempelan primer CBKR1 dan CBKR2, fragmen gen sitokrom b DNA mitokondria ikan lais yang teramplifikasi (1104 pb) dan runutan hasil penjajaran berganda (927 nt), dengan acuan gen sitokrom b utuh K. minor data GenBank (1141 pb) Runutan DNA diperoleh dari hasil penjajaran berganda yaitu sepanjang 927 nukleotida (Lampiran 7), pada posisi ke-94 sampai dengan posisi ke-1020 berdasarkan acuan gen sitokrom b utuh K. minor sepanjang 1141 nukleotida (GenBank). Bagian runutan fragmen yang tidak terbaca yaitu 86 nukleotida dari ujung 3 primer CBKR1 dan 91 nukleotida dari ujung 5 primer CBKR2 (Gambar 8). Dari 927 nukleotida tersebut mentranslasikan 309 asam amino (Lampiran 8), yang terletak pada posisi ke-32 sampai dengan asam amino ke-340 dari ujung 3, berdasarkan acuan asam amino utuh sepanjang 380 asam amino hasil translasi gen sitokrom b K. minor (data GenBank dengan kode akses AY458895). Keragaman Runutan Asam Amino Dari 309 asam amino hasil translasi 927 nukleotida pada gen sitokrom b parsial Ompok spp. dan Kryptopterus spp. (Lampiran 7 dan 8), terdiri dari 32 situs asam amino bersifat kekal, 224 situs asam amino bersifat sinonimous dan 53 situs asam amino bersifat non sinonimous. Perubahan asam amino yang terjadi sebagian

49 30 besar adalah bersifat asam amino sinonimous (substitusi silent). Rasio antara situs asam amino kekal, asam amino sinonimus dan asam amino non sinonimus disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Rasio antara situs asam amino total, asam amino kekal, asam amino sinonimous dan asam amino non sinonimous pada gen sitokrom b parsial (309 aa) Ompok spp. dan Kryptopterus spp. Situs Asam Amino Rasio Persentase Kekal / Total Sinonimous / Total Non sinonimous / Total 32 / / / ,3% 72,5% 17,2% Total 100% Keterangan: Situs kekal = nukleotida dan asam amino tidak berubah; sinonimous = nukleotida berubah tetapi asam aminonya tetap; non sinonimous = nukleotida berubah menyebabkan asam amino berubah Dari 53 situs asam amino non sinonimous (Lampiran 8), situs asam amino ke-124 dapat dijadikan sebagai penanda genetik untuk membedakan Ompok spp. dan Kryptopterus spp. (Tabel 5). Asam amino yang dapat membedakan Ompok spp. dan Kryptopterus spp. pada situs ke-124 yaitu Ompok spp. ditandai oleh asam amino M (metionin) dan I (isoleusin), sedangkan Kryptopterus spp. sebagian besar ditandai oleh asam amino V (valin). Situs asam amino yang dapat membedakan jenis-jenis dalam genus Ompok dan Kryptopterus dari S. Kampar disajikan pada Tabel 6 dan Tabel 7. Ada 6 situs asam amino dari 53 asam amino non sinonimous yang memiliki pola spesifik penanda jenis dalam genus Kryptopterus dari S. Kampar dan 7 situs asam amino memiliki pola spesifik dalam genus Ompok dari S. Kampar. Dari 6 situs asam amino yang memiliki pola spesifik dalam genus Kryptopterus tersebut, dua situs asam amino yaitu situs ke-50 dan ke-162 baik yang berasal dari S. Kampar maupun data GenBank, mencirikan penanda populasi K. schilbeides dan K. limpok.

50 31 Tabel 5 Situs asam amino sebagai penanda genetik yang membedakan Kryptopterus spp. dan Ompok spp. (dari 53 asam amino non sinonimous) pada gen sitokrom b parsial (309 aa) Jenis K. minor (GB) K. limpok (GB) K. limpok (Kampar 1) K. limpok (Kampar 2) K. limpok (Kampar 3) K. schilbeides (GB) K. schilbeides (Kampar 1) K. schilbeides (Kampar 2) K. schilbeides (Kampar 3) K. apogon (Kampar 1) K. apogon (Kampar 2) K. apogon (Kampar 3) K. bicirrhis (GB) K. cryptopterus (GB) K. macrocephalus (GB) O. eugeneiatus (Kampar 1) O. eugeneiatus (Kampar 2) O. eugeneiatus (Kampar 3) O. hypophthalmus (Kampar 1) O. hypophthalmus (Kampar 2) O. hypophthalmus (Kampar 3) O. hypophthalmus (Kampar 4) O. hypophthalmus (Kampar 5) O. bimaculatus (GB) O. miostoma (GB) Asam amino ke- 124 (155) M* V V V V V V V V V V V M* V V M M M M M M M M I** I** Keterangan: Angka dalam tanda kurung ( ) = urutan berdasarkan sitokrom b utuh K. minor data GenBank (GB); * = asam amino tidak sama dengan Kryptopterus lainnya; ** = asam amino tidak sama dengan Ompok lainnya Asam amino pada situs ke-50 yaitu I (isoleusin) merupakan penanda genetik populasi K. schilbeides baik yang berasal dari S. Kampar (dengan triplet kodon ATC) (Tabel 6) maupun dari data GenBank (dengan triplet kodon ATT), pada jenis Kryptopterus lainnya sebagian besar menyandikan L (leusin) dengan triplet kodon (CTC, CTG, CTA, CTT). Dengan demikian berarti telah terjadi substitusi transversi dari C (sitosin) menjadi A (adenin) pada posisi kodon pertama dari triplet kodon (nukleotida ke-148). Asam amino pada situs ke-162 yaitu V (valin) dengan triplet kodon GTA merupakan penanda genetik populasi K. limpok baik yang berasal dari S. Kampar maupun dari data GenBank, pada jenis

51 32 Kryptopterus lainnya sebagian besar menyandikan A (alanin) dengan triplet kodon GCC atau GCA. Dengan demikian berarti telah terjadi substitusi transisi dari C (sitosin) menjadi T (timin) pada posisi basa kedua dari triplet kodon (nukleotida ke-485). Tabel 6 Situs asam amino sebagai penanda genetik spesifik (dari 53 situs asam amino non sinonimous) pada gen sitokrom b parsial (309 aa) Kryptopterus spp. S. Kampar Riau dengan pembanding data GenBank Jenis K. minor (GB) K. limpok (GB) K. limpok (Kampar 1) K. limpok (Kampar 2) K. limpok (Kampar 3) K. schilbeides (GB) K. schilbeides (Kampar 1) K. schilbeides (Kampar 2) K. schilbeides (Kampar 3) K. apogon (Kampar 1) K. apogon (Kampar 2) K. apogon (Kampar 3) K. bicirrhis (GB) K. cryptopterus (GB) K. macrocephalus (GB) Jenis K. minor (GB) K. limpok (GB) K. limpok (Kampar 1) K. limpok (Kampar 2) K. limpok (Kampar 3) K. schilbeides (GB) K. schilbeides (Kampar 1) K. schilbeides (Kampar 2) K. schilbeides (Kampar 3) K. apogon (Kampar 1) K. apogon (Kampar 2) K. apogon (Kampar 3) K. bicirrhis (GB) K. cryptopterus (GB) K. macrocephalus (GB) Basa nukleotida ke Triplet kodon ke (81)(161)(193)(208)(218)(237) CTC CAA GCC ACA TCT GCT CTG CAA GTA ACC TCC GCC CTA GAA GTA ACC TCC ACC CTA GAA GTA ACC TCC ACC CTA GAA GTA ACC TCC ACC ATT CAA GCA ACA ACC GCC ATC CAA GCA GCA CCA GCC ATC CAA GCA GCA CCA GCC ATC CAA GCA GCA CCA GCC CTA CAA GCA ATC TCC GCC CTA CAA GCA ATC TCC GCC CTA CAA GCA ATC TCC GCC CTC CAA GCC ACA TCT GCT CTT CAA ACA ACC TCA GCC TTC CAA GCA ACC TCC GCC Asam amino ke (81) (161) (193) (208) (218)(237) L Q A T S A L Q* V T S A* L E V T S T L E V T S T L E V T S T I Q A T** T** A I Q A A P A I Q A A P A I Q A A P A L Q A I S A L Q A I S A L Q A I S A L Q A T S A L Q T T S A F Q A T S A Keterangan: Angka dalam tanda kurung ( ) = urutan situs berdasarkan sitokrom b utuh K. minor data GenBank (GB); * = asam amino K. limpok (GB) tidak sama dengan K. limpok (Kampar); ** = asam amino K. schilbeides (GB) tidak sama dengan K. schilbeides (Kampar)

52 33 Penanda interspesies pada genus Kryptopterus dari S. Kampar dapat dicirikan dari situs asam amino spesifik. Ada 2 situs asam amino yang mencirikan penanda genetik spesifik yang hanya dipunyai oleh jenis K. limpok dari S. Kampar saja yaitu pada situs ke-130 dan situs ke-206. Asam amino ke-130 yaitu E (glutamic acid) hanya dipunyai oleh K. limpok S. Kampar dengan triplet kodon GAA, pada jenis Kryptopterus lainnya di situs ini menyandikan Q (glutamin) dengan triplet kodon CAA. Dengan demikian berarti telah terjadi substitusi transversi dari C (sitosin) menjadi G (guanin) pada kodon posisi pertama dari triplet kodonnya (nukleotida ke-388). Asam amino ke-206 yaitu T (treonin) hanya dipunyai oleh K. limpok S. Kampar dengan triplet kodon ACC, pada jenis Kryptopterus lainnya di situs ini menyandikan A (alanin) dengan triplet kodon GCT dan GCC. Dengan demikian berarti telah terjadi substitusi transisi dari G (guanin) menjadi A (adenin) pada kodon posisi pertama dari triplet kodonnya (nukleotida ke-616). Sementara itu, 2 situs asam amino mencirikan penanda genetik spesifik yang hanya dipunyai oleh jenis K. schilbeides dari S. Kampar, penandanya pada situs asam amino ke-177 dan situs ke-187. Asam amino ke-177 yaitu A (alanin) hanya dipunyai oleh K. schilbeides S. Kampar dengan triplet kodon GCA, sedangkan pada jenis Kryptopterus lainnya sebagian besar menyandikan T (treonin) dengan triplet kodon ACA atau ACC. Dengan demikian berarti telah terjadi substitusi transisi dari A (adenin) menjadi G (guanin) pada kodon posisi pertama dari triplet kodonnya (nukleotida ke-529). Asam amino ke-187 yaitu P (prolin) hanya dipunyai oleh K.schilbeides S. Kampar dengan triplet kodon CCA, pada jenis Kryptopterus lainnya di situs ini sebagian besar menyandikan S (serin) dengan triplet kodon TCT, TCC dan TCA. Dengan demikian berarti sebagian besar telah terjadi substitusi transisi dari T (timin) menjadi C (sitosin) pada kodon posisi pertama dari triplet kodonnya (nukleotida ke-559). Pada jenis K. apogon, tidak didapatkan runutan standarnya dari GenBank, oleh karena itu data yang didapatkan murni dari hasil penelitian. Ada 1 situs asam amino pada jenis K. apogon yang memiliki pola spesifik yaitu Isoleusin (I) pada situs ke-177. Asam amino ke-177 yaitu I (isoleusin) hanya dipunyai oleh K. apogon

53 34 S. Kampar dengan triplet kodon ATC, sedangkan pada jenis Kryptopterus lainnya sebagian besar menyandikan T (treonin) dengan triplet kodon ACA atau ACC. Dengan demikian berarti telah terjadi substitusi transisi dari C (sitosin) menjadi T (timin) pada kodon posisi kedua dari triplet kodonnya (nukleotida ke-530). Tabel 7 Situs asam amino sebagai penanda genetik spesifik pada gen sitokrom b parsial (309 aa) Ompok spp. dari S. Kampar Riau dengan pembanding data GenBank Jenis O. eugeneiatus (Kampar 1) O. eugeneiatus (Kampar 2) O. eugeneiatus (Kampar 3) O. hypophthalmus (Kampar 1) O. hypophthalmus (Kampar 2) O. hypophthalmus (Kampar 3) O. hypophthalmus (Kampar 4) O. hypophthalmus (Kampar 5) O. bimaculatus (GB) O. miostoma (GB) Jenis O. eugeneiatus (Kampar 1) O. eugeneiatus (Kampar 2) O. eugeneiatus (Kampar 3) O. hypophthalmus (Kampar 1) O. hypophthalmus (Kampar 2) O. hypophthalmus (Kampar 3) O. hypophthalmus (Kampar 4) O. hypophthalmus (Kampar 5) O. bimaculatus (GB) O. miostoma (GB) Basa nukleotida ke Situs triplet kodon ke (157)(208)(237)(239)(240)(320)(326) GAC ATC ACC ACA GCT TCC GCC GAC ATC ACC ACA GCT TCC GCC GAC ATC ACC ACA GCT TCC GCC AAC ACA GCC GCA ACC GCC ACC AAC ACA GCC GCA ACC GCC ACC AAC ACA GCC GCA ACC GCC ACC AAC ACA GCC GCA ACC GCC ACC AAC ACA GCC GCA ACC GCC ACC GAT ACA GCC ACA ACC GCC ACA GAT ACC GCC ACA ATC GCC ACA Situs asam amino ke (157)(208)(237)(239)(240)(320)(326) D I T T A S A. D I T T A S A. D I T T A S A. N T A A T A T N T A A T A T N T A A T A T N T A A T A T N T A A T A T D T A T T A T D T A T I A T Keterangan: Angka dalam tanda kurung ( ) = urutan situs berdasarkan sitokrom b utuh K. minor data GenBank (GB) Pada jenis O. hypophthalmus dan O. eugeneiatus tidak didapatkan runutan standarnya dari data GenBank, kecuali untuk O. bimaculatus dan O. miostoma, oleh karena itu data yang didapatkan murni dari hasil penelitian ini. Penanda interspesies pada genus Ompok dari S. Kampar dapat dicirikan dari situs asam amino spesifik. Ada 7 situs asam amino yang dapat dijadikan sebagai penanda

54 35 genetik spesifik jenis-jenis dalam genus Ompok dari S. Kampar (Tabel 7). Dari 7 situs asam amino tersebut, 2 situs asam amino memiliki pola spesifik pada jenis O. hypophthalmus yaitu situs ke-126 dan situs ke-208 yang berbeda dengan jenis lainnya. Asam amino ke-126 yaitu N (asparagin) hanya dipunyai oleh O. hypophthalmus S. Kampar dengan triplet kodon AAC, pada jenis Ompok lainnya menyandikan D (aspartic acid) dengan triplet kodon GAC dan GAT. Dengan demikian berarti telah terjadi substitusi transisi dari G (guanin) menjadi A (adenin) pada posisi kodon 1 dari triplet kodonnya (nukleotida ke-376). Asam amino ke- 208 yaitu A (alanin) hanya dipunyai oleh O. hypophthalmus S. Kampar dengan triplet kodon GCA, pada jenis lainnya menyandikan T (treonin) dengan triplet kodon ACA. Dengan demikian berarti telah terjadi substitusi transisi dari A (adenin) menjadi G (guanin) pada posisi kodon 1 dari triplet kodonnya (nukleotida ke-622). Sementara itu, O. eugeneiatus berbeda dengan jenis lainnya pada situs asam amino ke-177, 206, 209, 289 dan 295. Asam amino ke-177 yaitu I (isoleusin) hanya dipunyai oleh O. eugeneiatus S. Kampar dengan triplet kodon ATC, pada jenis Ompok lainnya menyandikan T (treonin) dengan triplet kodon ACA dan ACC. Dengan demikian berarti telah terjadi substitusi transisi dari C (sitosin) menjadi T (timin) pada posisi kodon 2 dari triplet kodonnya (nukleotida ke-530). Asam amino ke-206 yaitu T (treonin) hanya dipunyai oleh O. eugeneiatus S. Kampar dengan triplet kodon ACC, pada jenis Ompok lainnya menyandikan A (alanin) dengan triplet kodon GCC. Dengan demikian berarti telah terjadi substitusi transisi dari G (guanin) menjadi A (adenin) pada posisi kodon 1 dari triplet kodonnya (nukleotida ke-616). Asam amino ke-209 yaitu A (alanin) hanya dipunyai oleh O. eugeneiatus S. Kampar dengan triplet kodon GCT, pada Ompok jenis lainnya sebagian besar menyandikan T (treonin) dengan triplet kodon ACC. Dengan demikian berarti telah terjadi substitusi transisi dari A (adenin) menjadi G (guanin) pada posisi kodon 1 dari triplet kodonnya (nukleotida ke-625). Asam amino ke- 289 yaitu S (serin) hanya dipunyai oleh O. eugeneiatus S. Kampar dengan triplet kodon TCC, pada jenis Ompok lainnya menyandikan A (alanin) dengan triplet kodon GCC. Dengan demikian berarti telah terjadi substitusi transversi dari G

55 36 (guanin) menjadi T (timin) pada posisi kodon 1 dari triplet kodonnya (basa ke- 865). Asam amino ke-295 yaitu A (alanin) hanya dipunyai oleh O. eugeneiatus S. Kampar dengan triplet kodon GCC, pada jenis Ompok lainnya menyandikan T (treonin) dengan triplet kodon ACC dan ACA. Dengan demikian berarti telah terjadi substitusi transisi dari A (adenin) menjadi G (guanin) pada posisi kodon 1 dari triplet kodonnya (basa ke-883). Situs-situs spesifik tesebut dapat digunakan sebagai penanda genetik untuk mengidentifikasi kemurnian genetik ikan lais dari S. Kampar apabila akan dilakukan usaha konservasi sumber daya genetiknya. Perbedaan asam amino pada gen sitokrom b ikan lais Ompok spp. dan Kryptopterus spp. disajikan pada Tabel 8 dan 9. Tabel 8 Matrik perbedaan jumlah asam amino dari 309 asam amino pada gen sitokrom b parsial Kryptopterus spp. Jenis [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12] [13] [14] [15] [ 1] K. min(gb) [ 2] K. limp(gb) [ 3] K. limp(kampar 1) [ 4] K. limp(kampar 2) [ 5] K. limp(kampar 3) [ 6] K. schi(gb) [ 7] K. schi(kampar 1) [ 8] K. schi(kampar 2) [ 9] K. schi(kampar 3) [10] K. apo(kampar 1) [11] K. apo(kampar 2) [12] K. apo(kampar 3) [13] K. bici(gb) [14] K. cryp(gb) [15] K. macro(gb) Keterangan: K. min = K. minor; K. limp = K. limpok; K. schi = K. schilbeides; K. apo = K. apogon; K. bici = K. bicirrhis; K. cryp = K. cryptopterus; K. macro = K. macrocephalus Perbedaan asam amino pada gen sitokrom b ikan lais secara intraspesies antara K. limpok dari S. Kampar dengan K. limpok data GenBank berbeda sebanyak 6-8 asam amino (1,9%-2,6%) dari 309 asam amino, sedangkan perbedaan asam amino di antara K. limpok S. Kampar adalah 1-2 asam amino (0,3%-0,6%). Perbedaan asam amino antara K. schilbeides S. Kampar dengan K. schilbeides data GenBank berbeda sebanyak 10 asam amino (3,2%), sedangkan di

56 37 antara K. schilbeides S. Kampar tidak terjadi perbedaan asam amino. Perbedaan asam amino di antara K. apogon S. Kampar adalah 2-3 asam amino (0,6%-1%). Secara keseluruhan di antara jenis-jenis dalam genus Kryptopterus spp., perbedaan asam amino paling banyak terjadi antara K. cryptopterus (GenBank) dengan K. schilbeides dan antara K. macrocephalus (GenBank) dengan K. cryptopterus (GenBank) yaitu sebanyak 27 asam amino (8,7%). Tabel 9 Matrik perbedaan jumlah asam amino dari 309 asam amino pada gen sitokrom b parsial Ompok spp. Jenis [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [ 1] O. eugeneiatus (Kampar 1) [ 2] O. eugeneiatus (Kampar 2) [ 3] O. eugeneiatus (Kampar 3) [ 4] O. hypophthalmus (Kampar 1) [ 5] O. hypophthalmus (Kampar 2) [ 6] O. hypophthalmus (Kampar 3) [ 7] O. hypophthalmus (Kampar 4) [ 8] O. hypophthalmus (Kampar 5) [ 9] O. bimaculatus (GB) [10] O. miostoma (GB) Perbedaan asam amino tidak terjadi antara O. eugeneaitus S. Kampar (intraspesies). Sementara itu, perbedaan asam amino antara O. hypophthalmus S. Kampar (intraspesies) adalah sebanyak 0-5 asam amino (0%-1,6%) dari 309 asam amino. Secara keseluruhan di antara jenis-jenis dalam genus Ompok spp., perbedaan asam amino paling banyak terjadi antara O. miostoma (GenBank) dengan O. hypophthalmus (Kampar 5) yaitu sebanyak 14 asam amino (4,5%). Hubungan Kekerabatan Berdasarkan Jarak Genetik dari Runutan Asam Amino pada Gen Sitokrom b Parsial Ompok spp. dan Kryptopterus spp. Matrik jarak genetik dari runutan asam amino Ompok spp dan Kryptopterus spp. disajikan pada Lampiran 9. Jarak genetik berdasarkan runutan asam amino antara K. limpok dari S. Kampar dengan K. limpok data GenBank adalah 0,019-0,026; sedangkan jarak genetik di antara K. limpok S. Kampar adalah 0,003-0,006. Jarak genetik berdasarkan asam amino antara K. schilbeides S. Kampar dengan K.

57 38 schilbeides data GenBank adalah 0,032, sedangkan jarak genetik di antara K. schilbeides S. Kampar adalah 0. Jarak genetik di antara K. apogon S. Kampar berdasarkan runutan asam amino adalah 0,006-0, Ompok hypophthalmus (Kampar 3) 54 Ompok hypophthalmus (Kampar 4) 50 Ompok hypophthalmus (Kampar 1) 85 Ompok hypophthalmus (Kampar 5) 98 Ompok hypophthalmus (Kampar 2) Kryptopterus minor (GB) Ompok bimaculatus (GB) Kryptopterus apogon (Kampar 2) Kryptopterus apogon (Kampar 1) Kryptopterus apogon (Kampar 3) Ompok eugeneiatus (Kampar 2) Ompok eugeneiatus (Kampar 3) Ompok eugeneiatus (Kampar 1) Kryptopterus schilbeides (GB) Kryptopterus schilbeides (Kampar 3) Kryptopterus schilbeides (Kampar 1) Kryptopterus schilbeides (Kampar 2) Kryptopterus limpok (GB) Kryptopterus limpok (Kampar 1) Kryptopterus limpok (Kampar 2) Kryptopterus limpok (Kampar 3) Kryptopterus cryptopterus (GB) 0.01 Gambar 9 Filogram menggunakan metode bootstrapped Neighbor Joining 1000 kali pengulangan berdasarkan 309 asam amino dari gen sitokrom b Ompok spp. dan Kryptopterus spp. Jarak genetik berdasarkan runutan asam amino di antara O. eugeneiatus dari S. Kampar adalah 0. Sementara itu, jarak genetik di antara O. hypophthalmus S. Kampar adalah 0,000-0,016. Secara intraspesies di dalam genus Ompok dan

58 39 Kryptopterus dari S. Kampar, jarak genetik yang paling besar berdasarkan runutan asam amino adalah antara O. hypophthalmus (Kampar 5 yaitu dari stasiun D. Kejuit) dengan O. hypophthalmus lainnya yaitu 0,013-0,016. Tetapi, jarak genetik di antara Ompok spp. dan Kryptopterus spp. dari S. Kampar berdasarkan runutan asam amino tersebut nilainya lebih kecil daripada rata-rata jarak genetik Ompok spp. dan Kryptopterus spp. secara keseluruhan setelah dibandingkan dengan data GenBank yaitu 0,036. Rekonstruksi hubungan kekerabatan berdasarkan jarak genetik dari runutan asam amino Ompok dan Kryptopterus tersebut disajikan pada Gambar 9. Hasil filogram berdasarkan asam amino gen sitokrom b memperlihatkan bahwa intraspesies O. eugeneiatus S. Kampar membentuk satu kelompok hubungan kekerabatan yang didukung dengan nilai bootstrap 100%. Filogram berdasarkan asam amino pada intraspesies K. schilbeides, K. limpok, K. apogon dan O. hypophthalmus S. Kampar, masing-masing secara garis besar juga membentuk satu kelompok kekerabatan yang didukung dengan nilai bootstrap yang tinggi yaitu masing-masing 99%, 98%, 96% dan 85%. Ikan lais K. limpok S. Kampar dengan K. limpok data GenBank membentuk satu kelompok dengan nilai bootstrap 87%. Ikan lais K. schilbeides S. Kampar dengan K. schilbeides data GenBank membentuk hubungan kekerabatan dengan nilai bootstrap 54%. Keragaman Komposisi Empat Basa Nukleotida Komposisi empat basa nukleotida dari 927 nukleotida gen sitokrom b parsial yang mentranslasikan 309 asam amino Ompok dan Kryptopterus disajikan pada Lampiran 10. Secara keseluruhan, rata-rata nukleotida C adalah yang paling banyak ditemukan (31,3%), sedangkan rata-rata yang paling sedikit ditemukan adalah G (14,2 %). Nilai G yang rendah, umum ditemukan pada DNA mitokondria ikan (Doadrio et al. 2002; Peng et al. 2004). Rata-rata komposisi basa nukleotida A+T secara keseluruhan pada Ompok dan Kryptopterus adalah lebih banyak (54,5%) daripada rata-rata G+C (45,5%). Komposisi basa nukleotida A+T yang lebih banyak daripada G+C juga ditemukan oleh Ketmaier et al. (2004). Basa nukleotida A+T terbanyak diantara ikan lais dari

59 40 Sungai Kampar Riau ditemukan pada K. limpok yaitu 53,9%; dan paling sedikit ditemukan pada K. schilbeides yaitu 51,5%. Berdasarkan posisi kodon, komposisi basa nukleotida pada posisi pertama dari triplet kodon, frekwensi yang paling banyak ditemukan adalah nukleotida C (26,4%), sedangkan nukleotida A mempunyai frekwensi yang paling sedikit yaitu 23,0%. Komposisi pada posisi kedua dari triplet kodon, frekwensi yang paling banyak ditemukan adalah nukleotida T (41,5 %), sedangkan yang paling sedikit ditemukan adalah nukleotida G (13,3%). Komposisi pada posisi ketiga dari triplet kodon, frekwensi yang paling banyak ditemukan adalah nukleotida C (42.1%), sedangkan yang paling sedikit ditemukan adalah nukleotida G (3,5%). Nilai G yang lebih rendah pada posisi kedua dan ketiga dari triplet kodon juga ditemukan oleh Peng et al. (2004). Berdasarkan keragaman komposisi basa nukleotida, keragaman terbesar dari keseluruhan triplet kodon gen sitokrom b ikan lais, terletak pada kodon posisi ketiga. Farias et al. (2001); Ketmaier et al. (2004); Peng et al. (2004); Doadrio dan Perdices (2005) juga mendapatkan keragaman terbesar pada kodon posisi ketiga dari keseluruhan triplet kodon gen sitokrom b. Komposisi basa nukleotida pada kodon posisi kedua adalah yang paling tidak beragam. Keragaman Runutan Nukleotida Dari 927 nukleotida gen sitokrom b Ompok spp. dan Kryptopterus spp. dari S. Kampar Riau yang dibandingkan dengan data GenBank, beberapa basa nukleotida dapat dijadikan sebagai penanda genetik untuk membedakan Ompok spp. dan Kryptopterus spp. (Tabel 10). Basa nukleotida yang dapat membedakan Ompok spp. dan Kryptopterus spp. yaitu pada basa nukleotida ke-39 (Ompok spp. dicirikan oleh nukleotida C, sedangkan Kryptopterus spp. sebagian besar dicirikan oleh nukleotida T); pada basa nukleotida ke-370 (Ompok spp. dicirikan oleh nukleotida A, sedangkan Kryptopterus spp. sebagian besar dicirikan oleh nukleotida G); pada basa nukleotida ke-684 (Ompok spp. sebagian besar dicirikan oleh nukleotida T, sedangkan Kryptopterus spp. dicirikan oleh nukleotida C).

60 41 Tabel 10 Situs basa nukleotida sebagai penanda genetik pada gen sitokrom b parsial (927 nt) yang membedakan Kryptopterus spp. dan Ompok spp. Jenis K. minor (GB) K. limpok (GB) K. limpok (Kampar 1) K. limpok (Kampar 2) K. limpok (Kampar 3) K. schilbeides (GB) K. schilbeides (Kampar 1) K. schilbeides (Kampar 2) K. schilbeides (Kampar 3) K. apogon (Kampar 1) K. apogon (Kampar 2) K. apogon (Kampar 3) K. bicirrhis (GB) K. cryptopterus (GB) K. macrocephalus (GB) O. eugeneiatus (Kampar 1) O. eugeneiatus (Kampar 2) O. eugeneiatus (Kampar 3) O. hypophthalmus (Kampar 1) O. hypophthalmus (Kampar 2) O. hypophthalmus (Kampar 3) O. hypophthalmus (Kampar 4) O. hypophthalmus (Kampar 5) O. bimaculatus (GB) O. miostoma (GB) Basa nukleotida ke (132) (463) (777) T A* C T G C T G C T G C T G C T G C T G C T G C T G C T G C T G C T G C T A* C T G C C* G C C A T C A T C A T C A T C A T C A T C A T C A T C A T C A C** Keterangan: Angka dalam tanda kurung ( ) = urutan berdasarkan sitokrom b utuh K. minor data GenBank (GB); * = nukleotida tidak sama dengan Kryptopterus lainnya; ** = nukleotida tidak sama dengan Ompok lainnya Basa nukleotida yang dapat membedakan jenis-jenis dalam genus Kryptopterus dan Ompok dari S. Kampar disajikan pada Lampiran 11 dan 12. Dari 927 nukleotida, ada 68 nukleotida yang dapat dijadikan sebagai penanda jenis dalam genus Kryptopterus dari S. Kampar. Penanda yang mencirikan populasi baik yang berasal dari S. Kampar maupun dari data GenBank, terdiri dari 7 nukleotida penanda yang mencirikan populasi K. limpok, dan 5 nukleotida penanda yang mencirikan populasi K. schilbeides. Penanda yang mencirikan K. limpok dari S. Kampar saja terdiri dari 8 nukleotida, penanda K. schilbeides Kampar terdiri dari 29 nukleotida, dan penanda K. apogon Kampar terdiri dari 19 nukleotida.

61 42 Sementara itu, penanda jenis-jenis dalam genus Ompok yang berasal dari S. Kampar berdasarkan basa nukleotida terdiri dari 124 nukleotida yaitu 69 nukleotida sebagai penanda O. eugeneiatus dan 55 nukleotida sebagai penanda O. hypophthalmus. Perbedaan nukleotida pada gen sitokrom b ikan lais Ompok spp. dan Kryptopterus spp. disajikan pada Tabel 11 dan 12. Perbedaan nukleotida pada gen sitokrom b ikan lais secara intraspesies antara K. limpok dari S. Kampar dengan K. limpok data GenBank yang berasal dari Amerika (Hardman 2005) berbeda sebanyak nukleotida (2,7%-3,1%) dari 927 nukleotida. Sementara itu, perbedaan nukleotida di antara K. limpok S. Kampar (intraspesies) adalah sebanyak 2-6 nukleotida (0,2%-0,6%). Tabel 11 Matrik perbedaan jumlah nukleotida pada gen sitokrom b parsial (927 nt) Kryptopterus spp. Jenis [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12] [13] [14] [15] [ 1] K. min(gb) [ 2] K. limp(gb) [ 3] K. limp(kampar 1) [ 4] K. limp(kampar 2) [ 5] K. limp(kampar 3) [ 6] K. schi(gb) [ 7] K. schi(kampar 1) [ 8] K. schi(kampar 2) [ 9] K. schi(kampar 3) [10] K. apo(kampar 1) [11] K. apo(kampar 2) [12] K. apo(kampar 3) [13] K. bici(gb) [14] K. cryp(gb) [15] K. macro(gb) Keterangan: K. min = K. minor; K. limp = K. limpok; K. schi = K. schilbeides; K. apo = K. apogon; K. bici = K. bicirrhis; K. cryp = K. cryptopterus; K. macro = K. macrocephalus Nukleotida pada gen sitokrom b ikan lais secara intraspesies antara K. schilbeides S. Kampar dengan K. schilbeides data GenBank yang juga berasal dari Amerika (Hardman 2005) berbeda sebanyak nukleotida (15,5%-15,6%), sedangkan perbedaan nukleotida di antara K. schilbeides S. Kampar (intraspesies)

62 43 adalah sebanyak 1-2 nukleotida (0,1% 0,2%). Perbedaan nukleotida di antara K. apogon S. Kampar (intraspesies) adalah sebanyak 4-6 nukleotida (0,4%-0,6%). Secara keseluruhan di antara jenis-jenis dalam genus Kryptopterus spp., perbedaan nukleotida paling banyak terjadi pada jenis Kryptopterus lainnya yaitu antara K. macrocephalus (GenBank) dengan K. cryptopterus (GenBank) sebanyak 176 nukleotida (19%). Tabel 12 Matrik perbedaan jumlah nukleotida pada gen sitokrom b parsial (927 nt) Ompok spp. Jenis [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [ 1] O. eugeneiatus (Kampar 1) [ 2] O. eugeneiatus (Kampar 2) [ 3] O. eugeneiatus (Kampar 3) [ 4] O. hypophthalmus (Kampar 1) [ 5] O. hypophthalmus (Kampar 2) [ 6] O. hypophthalmus (Kampar 3) [ 7] O. hypophthalmus (Kampar 4) [ 8] O. hypophthalmus (Kampar 5) [ 9] O. bimaculatus (GB) [10] O. miostoma (GB) Perbedaan nukleotida di antara O. eugeneaitus S. Kampar (intraspesies) adalah sebanyak 2-4 nukleotida (0,2%-0,4%) dari 927 nukleotida; sedangkan perbedaan nukleotida di antara O. hypophthalmus S. Kampar (intraspesies) adalah sebanyak 0-7 nukleotida (0%-0,8%). Secara keseluruhan di antara jenis-jenis dalam genus Ompok spp., perbedaan nukleotida paling banyak terjadi antara O. bimaculatus (GenBank) dengan O. eugeneiatus (Kampar 1, 2 dan 3) yaitu sebanyak nukleotida (16,6%-16,7%). Hubungan Kekerabatan Berdasarkan Jarak Genetik dari Runutan Basa Nukleotida Gen Sitokrom b Ompok spp. dan Kryptopterus spp. Matrik jarak genetik dari runutan basa nukleotida Ompok spp dan Kryptopterus spp. terdapat pada Lampiran 13. Jarak genetik berdasarkan runutan basa nukleotida antara K. limpok dari S. Kampar dengan K. limpok data GenBank

63 44 adalah 0,004-0, adalah 0,027-0,031, sedangkan jarak genetik di antara K. limpok S. Kampar adalah 0,002-0,006. Jarak genetik berdasarkan runutan basa nukleotida antara K. schilbeides S. Kampar dengan K. schilbeides data GenBank adalah 0,156, sedangkan jarak genetik di antara K. schilbeides S. Kampar adalah 0,001-0,002. Jarak genetik di antara K. apogon S. Kampar berdasarkan runutan basa nukleotida Kryptopterus minor (GB) Ompok bimaculatus (GB) Kryptopterus schilbeides (GB) Kryptopterus schilbeides (Kampar 3) Kryptopterus schilbeides (Kampar 1) Kryptopterus schilbeides (Kampar 2) Ompok hypophthalmus (Kampar 5) Ompok hypophthalmus (Kampar 2) 88 Ompok hypophthalmus (Kampar 3) Ompok hypophthalmus (Kampar 1) Ompok hypophthalmus (Kampar 4) Kryptopterus apogon (Kampar 1) Kryptopterus apogon (Kampar 2) Kryptopterus apogon (Kampar 3) Kryptopterus cryptopterus (GB) Ompok eugeneiatus (Kampar 1) Ompok eugeneiatus (Kampar 3) Ompok eugeneiatus (Kampar 2) Kryptopterus limpok (GB) Kryptopterus limpok (Kampar 1) Kryptopterus limpok (Kampar 2) Kryptopterus limpok (Kampar 3) 0.02 Gambar 10 Filogram menggunakan metode bootstrapped Neighbor Joining 1000 kali pengulangan berdasarkan 927 nukleotida gen sitokrom b Ompok spp. dan Kryptopterus spp.

64 45 Jarak genetik berdasarkan runutan basa nukleotida di antara O. eugeneiatus S. Kampar adalah 0,002-0,004. Sementara itu, jarak genetik di antara O. hypophthalmus S. Kampar adalah 0,000-0,008. Secara intraspesies di dalam genus Ompok dan Kryptopterus dari S. Kampar, jarak genetik yang paling besar berdasarkan runutan basa nukleotida adalah antara O. hypophthalmus (Kampar 5 yaitu dari stasiun D. Kejuit) dengan O. hypophthalmus lainnya yaitu 0,006-0,008. Namun, jarak genetik di antara Ompok spp. dan Kryptopterus spp. dari S. Kampar berdasarkan runutan nukleotida tersebut nilainya lebih kecil daripada rata-rata jarak genetik Ompok spp. dan Kryptopterus spp. secara keseluruhan setelah dibandingkan dengan data GenBank yaitu 0,123. Rekonstruksi hubungan kekerabatan berdasarkan jarak genetik dari runutan basa nukleotida Ompok dan Kryptopterus tersebut disajikan pada Gambar 10. Hasil filogram berdasarkan runutan nukleotida gen sitokrom b memperlihatkan bahwa intraspesies K. limpok, K. apogon, K. schilbeides, O. eugeneiatus dan O. hypophthalmus dari S. Kampar masing-masing secara garis besar membentuk satu kelompok hubungan kekerabatan yang didukung dengan nilai bootstrap 100%. Ikan lais K. limpok S. Kampar dengan K. limpok data GenBank membentuk satu kelompok dengan nilai bootstrap 100%. Filogram hubungan antara K. schilbeides S. Kampar dengan K. schilbeides data GenBank berdasarkan runutan asam amino lebih dekat kekerabatannya, dibandingkan dengan yang berdasarkan runutan nukleotida. Hal ini terjadi karena adanya substitusi nukleotida yang dapat menyebabkan perubahan asam amino dan ada pula yang tidak menyebabkan perubahan asam amino hasil translasinya (Nei dan Kumar 2000).

65 46 Biologi Reproduksi Ikan Lais Ompok hypophthalmus Nisbah Kelamin Ikan lais O. hypophthalmus yang diperoleh di S. Kampar dari bulan Januari 2007 hingga Januari 2008, berjumlah 1049 ekor yang terdiri dari 685 ekor ikan betina (65,3%) dan 364 ekor ikan jantan (34,7%). Ikan lais dari stasiun Langgam berjumlah 338 ekor terdiri dari 212 betina dan 126 jantan, dari stasiun Segati berjumlah 373 ekor terdiri dari 254 betina dan 119 jantan, dan dari stasiun Kejuit berjumlah 338 ekor terdiri dari 219 betina dan 119 jantan. Fluktuasi nilai nisbah kelamin ikan lais (betina/jantan) di S. Kampar disajikan pada Gambar 11 dan Lampiran 16. Nilai nisbah kelamin ikan lais betina/jantan (B/J) di S. Kampar berfluktuasi yaitu di stasiun Langgam berkisar 1,18-2,4; di stasiun Segati berkisar 1,7-2,9; dan di stasiun Kejuit berkisar 1,31-2,86. Jika dilihat nilai nisbah kelamin total betina/total jantan (TB/TJ) dari semua stasiun dari bulan Januari 2007 hingga Januari 2008 berkisar 1,68-2,26. Nilai nisbah total (TB/TJ) tertinggi terjadi pada bulan November. 3.5 Nisbah Kelamin (B/J) J F M A M J J A S O N D J Bulan S. Langgam A.S. Segati D. Kejuit TB / TJ semua stasiun Gambar 11 Fluktuasi nisbah kelamin ikan lais Ompok hypophthalmus di lingkungan Sungai Kampar

66 47 Selama penelitian pada semua stasiun, setiap bulannya jumlah ikan lais betina yang diperoleh selalu lebih banyak daripada ikan lais jantan (Lampiran 16). Secara keseluruhan, nisbah jenis kelamin ikan lais betina : jantan di S. Kampar adalah 685 : 364 atau 1,9 : 1. Hasil penelitian Simanjuntak (2007) juga mendapatkan jumlah ikan lais betina yang lebih banyak daripada ikan lais jantan di S. Kampar Kiri. Perkembangan Gonad Berdasarkan pengamatan tingkat kematangan gonad ikan lais O. hypophthalmus, perkembangan gonadnya digolongkan dalam lima tahap yaitu TKG I (belum berkembang), II (perkembangan awal), III (sedang berkembang), IV (matang) dan V (pasca pemijahan) baik pada ikan betina maupun jantan yang mengacu kepada modifikasi Cassie (Effendi 1992) dan Chinabut et al. (1991). Tingkat perkembangan gonad ikan lais O. hypophthalmus betina dan jantan secara morfologis dan histologis disajikan pada Tabel dan Gambar Tabel 13 Kriteria penilaian tingkat kematangan gonad ikan lais hypophthalmus betina secara morfologis dan histologis Ompok TKG Morfologis Histologis I (belum berkembang) II (perkembangan awal) Ovarium berbentuk dua kantung kecil, mengisi 1/9 rongga perut (Gambar 12a). Permukaan ovarium licin dan berwarna merah muda (Gambar 13a). Ukuran ovarium lebih besar dari TKG I dan mengisi sekitar 1/6 rongga perut (Gambar 12a). Ovarium belum matang, didominasi oleh oogonium berdiameter µm, diselingi oleh beberapa oosit primer berdiameter µm. Sitoplasma lebih tebal, berwarna ungu dan inti sel berbentuk bulat atau oval (Gambar 13 b). Ovarium didominasi oleh oosit sekunder yang berdiameter µm.

67 48 TKG Morfologis Histologis Sambungan (perkembangan awal) III (sedang berkembang) IV (matang) V (pasca pemijahan) Ovarium berwarna merah gelap. Telur belum terlihat jelas dengan mata (Gambar 13a). Ovarium berwarna merah kecoklatan, mengisi 1/3-1/2 rongga perut (Gambar 12a). Butir telur mulai terlihat dengan mata, tersusun berangkai, tetapi tidak mudah dipisahkan (Gambar 13a). Ovarium berwana kuning, mengisi 2/3 rongga perut (Gambar 12a). Telur berwarna kuning, tersusun rapat, butir telur mudah dipisahkan (Gambar 13a). Ovarium mengisi sekitar 1/4 rongga perut (Gambar 13a). Ovarium agak berkerut, berwarna merah pucat, butir telur sisa tersusun jarang-jarang (Gambar 13a). Sitoplasma terlihat lebih jelas, berwarna ungu. Inti sel besar, berwarna lebih terang, berada di tengah sel (Gambar 13b). Ovarium didominasi oleh oosit sekunder yang telah berkembang menjadi ootid dengan diameter µm. Kuning telur mulai terlihat pada sitoplasma. Inti sel berwarna merah muda berada di tengah sel (Gambar 13b). Pada tahap ini ditandai dengan kuning telur yang sudah menutupi seluruh sitoplasma. Tahap ini didominasi oleh oosit stadia IV (ovum) berdiameter µm. Inti sel berwarna merah muda dan sitoplasma berwarna merah terang. Ovum siap diovulasikan, ditandai dengan migrasi inti mendekati tepi (Gambar 13b). Oosit berukuran µm. Pada tahap ini ditandai oleh dinding oosit yang berkerut, ketebalan dinding tidak seragam, sebagian daerah ovarium yang kosong, dan adanya atresia oosit yang diperlihatkan dengan bentuk ovari yang tidak beraturan (Gambar 13b).

68 49 II II III III IV IV (a) Gambar 12 Posisi gonad betina (a) dan jantan (b) dalam rongga perut ikan lais Ompok hypophthalmus (b)

69 50 Og Osp II N Oss 10x10 II III 10x10 Ot III N IV 10x4 Ov Yk IV N 10x4 At Ov(-) (a) 10x4 (b) Gambar 13 Struktur morfologis (a) dan histologis (b) gonad betina Ompok hypophthalmus Keterangan: Og = oogonium; Osp = oosit primer; Oss = oosit sekunder; Ot = ootid; Ov = ovum; N = inti; Yk = butir kuning telur; At = atresia oosit; Ov(-) = oosit sudah dikeluarkan; sayatan 3-5 mikron; pewarnaan Haematoxylin-Eosin

70 51 Tabel 14 Kriteria penilaian tingkat kematangan gonad ikan lais jantan Ompok hypophthalmus jantan secara morfologis dan histologis TKG Morfologis Histologis I (belum berkembang) Testis berbentuk dua untai benang bergerigi pendek, mengisi 1/18 rongga perut. Testis berwarna putih susu, kemerahan. Testis didominasi oleh jaringan ikat, dan spermatogonium mulai terlihat. II (perkembangan awal) Ukuran testis lebih besar dan bentuk gerigi lebih jelas daripada TKG I, mengisi 1/12 rongga perut. Testis berwarna putih susu, kemerahan. Testis telah berkembang, dan jaringan ikat terlihat semakin sedikit. Kantong-kantong tubulus seminifer berisi spermatosit primer dan sekunder. III (sedang berkembang) Gerigi testis tampak lebih jelas daripada TKG II. Warna testis makin putih, ukuran makin besar, mengisi 1/8 rongga perut. Testis didominasi oleh spermatosit sekunder yang telah berkembang menjadi spermatid. IV (matang) Testis mengisi sekitar 1/4 rongga perut. Gerigi pada testis lebih lebar dan tebal. Testis semakin pejal. Spermatid yang telah berkembang menjadi spermatozoa terlihat jelas mengisi kantong-kantong tubulus seminifer V (pasca pemijahan) Testis berkerut, berwarna merah pucat, mengisi 1/6-1/4 rongga perut. Pada tahap ini, terlihat sisasisa spermatozoa yang belum dikeluarkan pada saat pemijahan. Bagian tertentu dari testis terlihat kosong, karena isinya telah dikeluarkan.

71 52 Spg II 10x10 Spp II Sps III Spt 10x10 III IV Spz 10x10 IV 10x10 Spz(-) (a) 10x10 (b) Gambar 14 Struktur morfologis (a) dan histologis (b) gonad jantan Ompok hypophthalmus Keterangan: Sg = spermatogonium; Spp = spermatosit primer; Sps = spermatosit sekunder; Spt = spermatid; Spz = spermatozoa; Spz(-) = isi spermatozoa sudah dikeluarkan; sayatan 3-5 mikron; pewarnaan Haematoxylin-Eosin

72 53 Ukuran Ikan Lais Matang Gonad Ikan lais O. hypophthalmus yang diperoleh di S. Kampar dari bulan Januari 2007 hingga Januari 2008, berjumlah 1049 ekor yang terdiri dari 685 ekor ikan lais betina dan 364 ekor ikan lais jantan. Kisaran ukuran panjang dan berat tubuh ikan lais betina 12,7-28,0 cm dan 9,33-106,84 g, sedangkan ukuran ikan lais jantan berkisar 13,9-28,6 cm dan 10,25-116,82 g (Tabel 15). Tabel 15 Ukuran panjang total dan berat tubuh ikan lais Ompok hypophthalmus Kelamin TKG N Panjang total tubuh (cm) Berat tubuh (g) Kisaran Std. Dev. Kisaran Ratarata Ratarata Std. Dev. Betina I ,7-25,6 17,9 2,15 9,33-81,10 26,77 11,48 II ,7-27,2 21,2 2,55 23,25-106,84 48,12 20,59 III 26 19,3-26,2 22,4 1,86 32,73-94,42 51,74 14,00 IV 13 22,9-28,0 24,9 1,57 53,66-94,03 74,26 12,40 V 10 20,7-23,7 22,15 1,08 38,46-60,94 51,38 8,47 Jantan I ,9-24,2 17,6 2,03 10,25-69,22 24,92 10,42 II 62 17,4-27,6 21,6 2,16 30,16-103,03 47,91 16,70 III 29 18,9-25,8 22,0 1,69 29,52-83,37 49,00 11,80 IV 15 22,6-28,6 25,9 1,88 48,04-116,82 79,80 20,49 V 9 21,0-25,8 22,7 1,98 39,18-91,91 56,80 19,20 Berdasarkan pengamatan tingkat kematangan gonad terhadap 1049 ekor ikan lais tersebut, rata-rata panjang dan berat tubuh ikan lais betina matang gonad (TKG IV) adalah 24,9±1,57 cm dan 74,26±12,40 g. Sementara itu, rata-rata ikan lais jantan matang gonad adalah pada ukuran panjang 25,9±1,88 cm dan berat 79,80±20,49 g. Hasil ini menunjukkan bahwa pada ukuran yang sama, rata-rata ikan lais betina cenderung lebih cepat matang gonad dibandingkan ikan jantan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ikan-ikan yang berukuran 12,7-22,9 cm pada ikan lais betina dan 13,9-22,6 cm pada ikan lais jantan yang tertangkap merupakan ikan-ikan yang belum sempat bereproduksi. Jika dibandingkan antar stasiun, rata-rata ukuran ikan lais betina dan jantan matang gonad yang terkecil didapatkan di stasiun D. Kejuit (Lampiran 17).

73 54 Tingkat Kematangan Gonad Berdasarkan Waktu dan Stasiun Penelitian Persentase tingkat kematangan gonad (TKG) ikan lais O. hypophthalmus betina dan jantan berdasarkan waktu penelitian mulai dari bulan Januari 2007 hingga Januari 2008 disajikan pada Gambar 15. Frekuensi Betina (N = 685) 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% J F M A M J J A S O N D J TKG V TKG IV TKG III TKG II TKG I Frekuensi Jantan (N = 364) 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% J F M A M J J A S O N D J Bulan TKG V TKG IV TKG III TKG II TKG I Gambar 15 Persentase tingkat kematangan gonad ikan lais Ompok hypophthalmus berdasarkan waktu penelitian di lingkungan Sungai Kampar Ikan lais betina yang mempunyai TKG IV dijumpai pada bulan September dan Oktober. Ikan lais betina dengan persentase TKG IV tertinggi dijumpai pada

74 55 bulan Oktober dan persentase terendah pada bulan September. Sementara itu pada ikan lais jantan, TKG IV dijumpai pada bulan September, Oktober dan November. Ikan lais jantan yang mempunyai persentase TKG IV tertinggi dijumpai pada bulan Oktober dan persentase terendah pada bulan November. Berdasarkan diagram distribusi TKG IV ikan lais betina dan jantan terlihat bahwa ikan lais mempunyai satu kali musim pemijahan dalam setahun. Musim pemijahan mulai terjadi pada saat mulai masuknya musim hujan yaitu bulan September, berlanjut hingga bulan Oktober dan November. Persentase TKG IV ikan lais betina dan jantan yang tertinggi terjadi pada bulan Oktober % 50.00% Betina Jantan 53.85% Persentase TKG IV 40.00% 30.00% 20.00% 33.33% 30.77% 40% 15.38% 26.67% 10.00% 0.00% S. Langgam A.S. Segati D. Kejuit Stasiun Gambar 16 Persentase TKG IV ikan lais Ompok hypophthalmus berdasarkan stasiun penelitian di lingkungan Sungai Kampar Tingkat kematangan gonad (TKG) IV adalah puncak kematangan gonad ikan karena ikan dalam kondisi siap memijah. Gambar 16 memperlihatkan persentase dari jumlah keseluruhan ikan lais betina dan jantan yang matang gonad (TKG IV) pada masing-masing stasiun. Persentase ikan lais yang mempunyai TKG IV pada stasiun Segati relatif lebih tinggi baik pada ikan betina maupun ikan jantan dibandingkan stasiun lainnya. Stasiun Segati adalah anak sungai yang berhubungan dengan danau banjiran yaitu D. Sarang Penyangek. Pada musim kemarau, aliran yang menghubungkan anak sungai Segati dengan danau ini terputus, sedangkan

75 56 pada musim banjir alirannya dapat bersambung kembali. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara perilaku pemijahan dengan keberadaan danau banjiran dan kondisi curah hujan. Pada saat ketinggian air mulai meningkat seiring naiknya curah hujan, para nelayan di S. Kampar memasang alat tangkap berupa sempirai (perangkap) pada jalur aliran sungai ke danau banjiran yang mulai bersambungan kembali. Sempirai selalu digunakan oleh nelayan di S. Kampar, jika keadaan air sungai dari keadaan sangat surut berlanjut hingga ketinggian air berangsur-angsur naik seiring masuknya musim hujan. Pada saat permukaan perairan mulai naik, nelayan memasang sempirai sehingga ikan-ikan yang menuju danau banjiran akan banyak tertangkap. Pada saat tersebut, ikan-ikan yang akan memijah (TKG IV) akan tertangkap. Pada saat permukaan perairan naik pada musim penghujan, ketersediaan makanan di danau dan rawa banjiran akan melimpah sehingga akan merangsang ikan-ikan untuk mempercepat pematangan gonad. Proses pematangan gonad sangat erat kaitannya dengan sinyal-sinyal lingkungan seperti ketersediaan makanan untuk anak-anak ikan nantinya. Selain itu, adanya substansi petrichor ketika permukaan perairan naik (flood) yang membasahi dataran yang kering setelah musim kemarau merupakan trigger untuk proses pemijahan (Van der Wall 2006). Indeks Kematangan Gonad Indeks kematangan gonad (IKG) ikan lais O. hypophthalmus pada setiap tingkat kematangan gonad disajikan pada Tabel 16. Indeks kematangan gonad ikan lais betina dari TKG I sampai dengan TKG V berkisar antara 0,02-8,55%, sedangkan IKG ikan lais jantan berkisar antara 0,02-0,73%. Berat ovari dan testis ikan lais betina dan jantan cenderung meningkat seiring semakin tingginya TKG, kecuali pada TKG V terjadi penurunan bobot ovari dan testis karena isinya telah dikeluarkan pada watu pemijahan. Indeks kematangan gonad ikan lais mencapai maksimal pada TKG IV. Pada TKG yang sama nilai rata-rata IKG ikan lais betina lebih besar daripada ikan lais jantan, hal ini disebabkan pertambahan berat ovari lebih besar daripada pertambahan berat testis.

76 57 Tabel 16 Nilai indeks kematangan gonad dan berat gonad ikan lais Ompok hypophthalmus betina dan jantan berdasarkan tingkat kematangan gonad Kelamin TKG N IKG (%) Berat gonad (g) Kisaran Ratarata Std. Dev. Kisaran Ratarata Std. Dev. Betina I 512 0,02-0,23 0,08 0,04 0,01-0,06 0,02 0,01 II 124 0,11-1,88 0,29 0,27 0,05-0,70 0,14 0,15 III 26 1,02-2,91 2,15 0,47 0,71-1,58 1,08 0,29 IV 13 3,90-8,55 6,04 1,34 2,79-6,41 4,44 1,06 V 10 0,29-0,36 0,32 0,03 0,14-0,19 0,16 0,02 Jantan I 248 0,02-0,13 0,06 0,02 0,01-0,05 0,02 0,01 II 62 0,07-0,21 0,14 0,04 0,05-0,09 0,06 0,01 III 29 0,14-0,44 0,25 0,06 0,10-0,13 0,11 0,01 IV 15 0,25-0,73 0,48 0,12 0,16-0,51 0,37 0,10 V 9 0,10-0,19 0,15 0,04 0,07-0,10 0,08 0,01 Pertambahan nilai IKG ikan lais betina dari TKG I ke TKG II sebesar 0,21%, dari TKG II ke TKG III sebesar 1,86% dan dari TKG III ke TKG IV sebesar 3,89%. Pertambahan nilai IKG ikan lais jantan dari TKG I ke TKG II sebesar 0,08%, dari TKG II ke TKG III sebesar 0,11% dan dari TKG III ke TKG IV sebesar 0,23%. Pertambahan nilai IKG berhubungan dengan proses vitelogenesis pada ikan lais betina dan spermatogenesis pada ikan lais jantan (Cerda et al. 1996). Rata-rata nilai IKG ikan lais betina dan jantan dari bulan Januari 2007 hingga Januari 2008 disajikan pada Gambar 17 dan Lampiran 18. Nilai IKG ikan lais betina dan jantan terlihat jelas meningkat dari bulan September hingga Oktober 2007 dan menurun pada bulan November 2007 (Gambar 17). Peningkatan nilai IKG tersebut seiring dengan mulai masuknya musim hujan pada bulan September dan Oktober, dan mulai meningkatnya curah hujan maupun lamanya hari hujan dalam sebulan. Curah hujan bulan September yaitu 73,5 mm dengan lama hujan 16 hari dan pada bulan Oktober curah hujan 328,5 mm dengan lama hujan 21 hari (Lampiran 19).

77 58 Adanya puncak kurva IKG pada bulan Oktober menunjukkan bahwa ikan lais di S. Kampar dalam penelitian ini mempunyai satu musim pemijahan dalam satu tahun yang bergantung kepada masuknya musim hujan. Ikan yang mempunyai satu musim pemijahan dalam setahun jika dihubungkan dengan dinamika pengorganisasian ovari menurut Wallace dan Selman (1981), tipe perkembangan ovarinya termasuk tipe sinkronous berkelompok. Sedangkan pola pemijahannya bila dihubungkan dengan pendapat Lowe-McConnell (1987), termasuk pola total spawner. Nilai N Betina = 685 N Jantan = 364 J F M A M J J A S O N D J Bulan Rata-rata IKG Betina (%) Rata-rata IKG Jantan (%) Curah hujan (x 1000 mm) Lama hujan (x 100 hari) Gambar 17 Grafik rata-rata nilai indeks kematangan gonad ikan lais Ompok hypophthalmus, curah hujan dan hari hujan berdasarkan waktu pengamatan (bulan Januari 2007 sampai dengan Januari 2008) Fekunditas dan Diameter Telur Rata-rata fekunditas yang diamati pada pada ikan lais O. hypophthalmus selama penelitian yaitu 6635±2431 butir, dengan rata-rata diameter telur yaitu 0,77±0,10 mm (Tabel 17). Rata-rata fekunditas dan diameter telur paling tinggi terdapat pada ikan lais yang hidup di stasiun Segati yaitu 6960±2245 butir, dengan rata-rata diameter telur 0,78±0,25 mm.

78 59 Tabel 17 Fekunditas dan diameter telur ikan lais Ompok hypophthalmus Fekunditas (butir) Diameter Telur (mm) Stasiun N Kisaran Ratarata Std. Dev Kisaran Ratarata Std. Dev. I ,41-0,99 0,74 0,25 II ,45-1,13 0,78 0,25 III ,50-0,97 0,76 0,24 I-III ,41-1,13 0,77 0,10 Keterangan: I = S. Langgam; II = A.S. Segati; III = D. Kejuit Hubungan antara fekunditas dengan panjang total dan berat tubuh ikan lais ditentukan dengan persamaan : F = PT (r = 0,304) dan F = BT (r = 0,337). Hubungan antara fekunditas dengan panjang total dan berat tubuh ikan lais tersebut disajikan pada Gambar 18 dan 19. Fekunditas (Butir) Fekunditas (Butir) = Panjang Total (cm) Panjang Total (cm) S R-Sq 9.3% R-Sq(adj) 1.0% Gambar 18 Hubungan antara fekunditas dengan panjang total ikan lais Ompok hypophthalmus Nilai korelasi persamaan garis antara fekunditas ikan lais dengan panjang total tubuh adalah 0,304, sedangkan nilai korelasi antara fekunditas dengan berat total tubuh adalah 0,337. Nilai korelasi antara fekunditas dengan berat total tubuh ikan lais cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan korelasi antara fekunditas dengan panjang total tubuh. Namun secara keseluruhan, nilai korelasi antara fekunditas ikan lais dengan panjang dan berat total tubuh termasuk nilai yang kecil.

79 60 Fekunditas (Butir) Fekunditas (Butir) = Berat Total (g) Berat Total (g) S R-Sq 11.3% R-Sq(adj) 3.3% Gambar 19 Hubungan antara fekunditas dengan berat total ikan lais Ompok hypophthalmus Fekunditas ikan lais O. hypophthalmus tidak meningkat dengan bertambahnya ukuran ikan (Gambar 20 dan 21). Nilai korelasi yang kecil antara fekunditas dengan ukuran tubuh ikan lais dapat disebabkan oleh kisaran jarak dari rata-rata ukuran ikan matang gonad (24,9 cm) hingga ukuran tubuh ikan maksimum (28,0 cm) mempunyai nilai kisaran yang kecil. Kondisi ini menyebabkan pertambahan ukuran tubuh ikan tidak terlalu berpengaruh terhadap nilai fekunditas N = 13 Fekunditas Total (Butir) Kelompok Panjang Tubuh Ikan TKG IV (cm) Gambar 20 Grafik fekunditas ikan lais Ompok hypophthalmus menurut kelompok panjang tubuh

80 61 Simanjuntak (2007) juga mendapatkan nilai korelasi yang kecil antara fekunditas dengan ukuran panjang dan berat tubuh ikan lais O. hypophthalmus di S. Kampar Kiri. Ali (1993) menjelaskan bahwa fekunditas cenderung menurun pada ukuran ikan yang lebih tua (besar) karena sudah melewati batas maksimum potensi biotiknya. Fekunditas Total (Butir) N = Kelompok Berat Tubuh Ikan TKG IV (g) Gambar 21 Grafik fekunditas ikan lais Ompok hypophthalmus menurut kelompok berat tubuh Pola sebaran diameter telur dari 1950 butir telur yaitu dari 13 individu ikan lais matang gonad masing-masingnya 150 butir (bagian anterior 50 butir, tengah 50 butir dan posterior 50 butir) disajikan pada Gambar 22. Berdasarkan uji Mann- Whitney didapatkan sebaran ukuran diameter telur pada ovari bagian anterior, tengah maupun posterior adalah tidak berbeda nyata ( > 0,05) (Lampiran 20). Ukuran telur yang relatif seragam antara bagian anterior, tengah dan posterior menunjukkan bahwa telur ikan lais matangnya serentak. Berdasarkan Gambar 22 terlihat bahwa kurva sebaran diameter telur ikan lais cenderung memiliki satu puncak kurva. Berdasarkan sebaran diameter telur dan nilai uji Mann-Whitney, memperkuat bukti bahwa ikan lais mengeluarkan telur matangnya secara serentak dalam satu kali periode pemijahan (total spawner) dan periode pemijahan tersebut tidak sepanjang tahun, tetapi pada saat masuknya musim hujan.

81 62 Frekuensi 30.00% 25.00% 20.00% 15.00% 10.00% N = % 0.00% Kelompok diameter telur (mm) Gambar 22 Pola sebaran diameter telur dari ikan lais Ompok hypophthalmus yang matang gonad di Sungai Kampar Kondisi Lingkungan Setelah dilakukan pengukuran parameter fisika kimia air S. Kampar pada masing-masing stasiun penelitian dari bulan Januari 2007 hingga Januari 2008, maka didapatkan kisaran hasil pengukuran seperti pada Tabel 18 dan Lampiran 21. Hasil pengukuran rata-rata nilai suhu di S. Kampar selama penelitian yaitu 27,15-28,12ºC. Nilai ini masih berada dalam kisaran suhu yang didapatkan Elvyra (2000) di S. Kampar Kiri yaitu 27,0-29,5ºC dan Simanjuntak (2007) yaitu 24,0-30,0ºC. Suhu antar stasiun berfluktuasi dalam kisaran yang relatif sempit. Perbedaan kisaran suhu pada masing-masing stasiun adalah 1,5-2ºC. Ambang baku mutu kualitas air untuk parameter suhu tidak boleh berfluktuasi lebih dari 3ºC (Anonim 2001). Berdasarkan baku mutu tersebut, suhu perairan S. Kampar masih dalam ambang toleransi yang baik untuk kehidupan ikan lais. Kekeruhan perairan S. Kampar selama penelitian secara keseluruhan berfluktuasi dengan rata-rata 13,69-34,77 NTU. Nilai kekeruhan yang diperoleh di S. Kampar tidak begitu tinggi, jika dibandingkan dengan rata-rata kekeruhan ekosistem sungai rawa banjiran di D. Rengas dan S. Rungan Kalimantan Tengah yaitu berkisar 35,10-154,70 NTU dan 33,80-101,00 NTU (Awalina dan Hartoto 2000). Warna perairan coklat tua sampai kehitaman pada ekosistem sungai rawa banjiran disebabkan oleh adanya asam humat, tetapi perairan tidak keruh atau transparansinya tinggi (Hartoto et al. 1998).

82 63 Tabel 18 Nilai parameter fisika kimia air di lingkungan Sungai Kampar selama penelitian (bulan Januari 2007 sampai dengan Januari 2008) Faktor Satuan Stasiun Penelitian S. Langgam A.S. Segati D. Kejuit Kisaran Rataratratrata Kisaran Rata- Kisaran Rata- Fisika Suhu ºC 27,0-29,0 28,12 26,5-28,5 27,15 27,5-29,0 28,12 Kedalaman M 4,00-5,95 4,61 4,90-6,84 5,47 3,14-5,00 3,89 Kecepatan M/dtk 0,100-0,140 0,115 0,048-0,058 0,053 0,037-0,044 0,040 arus Kekeruhan NTU 22,85-47,90 34,77 5,61-23,75 13,69 11,55-31,50 19,33 Kimia ph 5,5-6,0 5,78 4,8-6,0 5,56 5,5-5,9 5,76 Alkalinitas mg/l 8,0-29,0 17,50 6,0-17,0 13,08 10,0-25,0 16,23 CaCO 3 Oksigen Terlarut mg/l 4,10-7,00 5,50 3,00-5,00 4,11 3,80-6,00 4,92 Kedalaman perairan dan kecepatan arus sangat terkait dengan curah hujan dan siklus hidrologis perairan. Kedalaman perairan semakin tinggi, kecepatan arus semakin cepat dan suhu cenderung semakin rendah seiring naiknya curah hujan dari bulan September ke bulan Oktober dan November (Gambar 23). Hasil uji Mann-Whitney terhadap parameter fisika perairan menunjukkan bahwa kedalaman perairan, kecepatan arus dan kekeruhan berbeda nyata antara masing-masing stasiun (Lampiran 22). Jika dibandingkan faktor fisika kimia antar stasiun, stasiun Langgam dan Kejuit mempunyai kondisi lingkungan yang relatif lebih banyak persamaannya yaitu pada faktor suhu, ph, alkalinitas dan oksigen terlarut dibandingkan antara stasiun Langgam dan Segati maupun antara stasiun Segati dan Kejuit. Hasil pengukuran rata-rata nilai ph selama penelitian berkisar 5,56-5,78 (Tabel 18). Kisaran nilai ph antar stasiun tidak berbeda nyata berdasarkan uji Mann-Whitney (Lampiran 22). Nilai ph S. Kampar cenderung bersifat asam. Jika dilihat fluktuasi ph secara temporal (Gambar 23), ph cenderung turun pada saat masuknya musim hujan yaitu dari bulan September ke bulan Oktober. Naiknya permukaan perairan akan menggenangi riparian yang akan melepaskan material dari dekomposisi bahan organik (Hartoto 2000a). Hutan-hutan rawa pada

83 64 ekosistem sungai rawa banjiran memproduksi banyak serasah yang terdekomposisi menjadi substansi asam humat dan menjadikan karakter ph yang bersifat asam pada perairan (Hartoto 2000b). Suhu ( C) J F M A M J J A S O N D J Bulan Sungai Langgam Anak Sungai Segati Danau Kejuit ph J F M A M J J A S O N D J Bulan Sungai Langgam Anak Sungai Segati Danau Kejuit Kedalaman (M) J F M A M J J A S O N D J Bulan Sungai Langgam Anak Sungai Segati Danau Kejuit Alkalinitas (mg/l) J F M A M J J A S O N D J Bulan Sungai Langgam Anak Sungai Segati Danau Kejuit Kekeruhan (NTU) J F M A M J J A S O N D J Bulan Sungai Langgam Anak Sungai Segati Danau Kejuit Oksigen terlarut (mg/l) J F M A M J J A S O N D J Bulan Sungai Langgam Anak Sungai Segati Danau Kejuit Kecepatan Arus (M/dtk) J F M A M J J A S O N D J Bulan Sungai Langgam Anak Sungai Segati Danau Kejuit mm J F M A M J J A S O N D J Bulan Curah hujan (mm/bulan) Hari hujan/bulan Hari Gambar 23 Fluktuasi nilai parameter fisika kimia air pada setiap stasiun selama penelitian

84 65 Kecendrungan nilai ph yang menurun seiring naiknya curah hujan, berbanding terbalik dengan alkalinitas. Alkalinitas cenderung meningkat seiring naiknya curah hujan dari bulan September ke bulan Oktober. Kondisi ini terjadi karena fungsi alkalinitas sebagai buffer yaitu bersifat sebagai pertahanan air terhadap pengasaman (Alaerts dan Santika 1987). Rata-rata oksigen terlarut di S. Kampar berkisar 4,11-5,50 mg/l. Kisaran ini lebih tinggi dari rata-rata oksigen terlarut di D. Rengas dan S. Rungan Kalimantan Tengah yaitu berkisar 1,91-2,47 mg/l dan 3,29-3,33 mg/l (Awalina dan Hartoto 2000). Nilai oksigen terlarut terlihat lebih tinggi pada bulan September dan Oktober seiring masuknya musim hujan. Tingginya nilai oksigen terlarut pada saat masuknya musim hujan dapat disebabkan oleh gerakan angin dan pengadukan air oleh turbulensi (Welcomme 1979). Oksigen terlarut cenderung menurun pada bulan November dan terus menurun pada bulan Desember. Turunnya nilai oksigen terlarut ini dapat disebabkan oleh tingginya laju pemakaian oksigen untuk proses dekomposisi bahan organik (debris allochtonous alami) yang berasal dari hutan riparian sekitarnya yang masuk ke perairan pada musim hujan (Hartoto 2000b; Utomo et al. 2008). Kualitas lingkungan masing-masing stasiun pengamatan ditentukan dengan metode skoring terhadap parameter suhu, oksigen terlarut, alkalinitas dan ph (Lampiran 23). Nilai skor rata-rata dari ketiga stasiun pengamatan adalah 17,33. Hasil skoring yang lebih tinggi diperoleh di stasiun Segati dengan nilai skor 18, sedangkan di stasiun Langgam dan Kejuit mempunyai nilai skor yang lebih rendah yaitu 17. Namun, nilai skor kualitas perairan antara ketiga stasiun secara umum tidak terlalu mencolok perbedaannya. Kondisi ini disebabkan adanya pengaruh flood yaitu pada saat penggenangan yang tinggi akan cenderung menghomogenkan parameter fisika kimia perairan antara stasiun sungai, anak sungai dan danau (Agostinho et al. 2000). Tetapi jika ditinjau dari parameter kedalaman, kecepatan arus dan kekeruhan, terlihat stasiun Langgam, Segati dan Kejuit tetap memperlihatkan kekhasannya masing-masing yaitu antara sungai, anak sungai dan danau (Lampiran 22).

85 PEMBAHASAN UMUM Jenis ikan lais yang diperoleh dari S. Kampar Riau selama penelitian terdiri dari O. hypophthalmus, O. eugeneiatus, K. limpok, K. schilbeides dan K. apogon. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, 927 nukleotida gen sitokrom b parsial Ompok spp. dan Kryptopterus spp. mentranslasikan 309 asam amino yang terdiri dari 32 situs asam amino bersifat kekal (10,3%), 224 situs asam amino bersifat sinonimous (72,5%) dan 53 situs asam amino bersifat non sinonimous (17,2%). Perubahan asam amino yang terjadi sebagian besar adalah bersifat asam amino sinonimous (substitusi silent). Substitusi sinonimous yang lebih banyak terjadi daripada substitusi yang bersifat non sinonimous, juga ditemukan pada gen sitokrom b ikan-ikan kelompok cave-catfish (Wilcox et al. 2004). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, dari 927 nukleotida gen sitokrom b parsial ikan lais tersebut, 68 nukleotida diantaranya dapat dijadikan sebagai penanda jenis dalam genus Kryptopterus S. Kampar dan 124 nukleotida dapat dijadikan sebagai penanda jenis dalam genus Ompok S. Kampar. Tetapi hanya 6 situs yang triplet kodonnya menyandikan asam amino non sinonimous yang dapat dijadikan sebagai penanda genetik spesifik jenis-jenis ikan lais Kryptopterus spp. dari S. Kampar dan 7 situs yang menyandikan asam amino non sinonimous yang dapat dijadikan sebagai penanda genetik spesifik jenis-jenis ikan lais Ompok spp. yang berasal dari S. Kampar. Enam situs asam amino yang dapat dijadikan sebagai penanda genetik jenisjenis ikan lais Kryptopterus spp. terdiri dari 2 penanda genetik yang mencirikan jenis yaitu situs ke-50 (I) dan 162 (V), dan 4 penanda genetik spesifik yang mencirikan keaslian daerah asal ikan lais dari S. Kampar yaitu situs ke 130 (E), 177 (A dan I), 187 (P) dan 206 (T). Sedangkan 7 situs asam amino yang dapat dijadikan sebagai penanda genetik spesifik jenis-jenis ikan lais Ompok spp. dari S. Kampar yaitu situs ke-126 (N), 177 (I), 206 (T), 208 (A), 209 (A), 289 (S) dan 295 (A). Situs-situs spesifik tesebut hanya dipunyai oleh ikan lais Ompok spp. dan Kryptopterus spp. dari S. Kampar, sehingga dapat digunakan sebagai penanda

86 67 genetik untuk mengidentifikasi keaslian genetik jenis ikan lais yang berasal dari S. Kampar apabila akan dilakukan usaha konservasi sumber daya genetiknya. Hasil filogram berdasarkan jarak genetik dari runutan asam amino dan nukleotida gen sitokrom b secara garis besar memperlihatkan bahwa intraspesies O. hypophthalmus, O. eugeneiatus, K. limpok, K. schilbeides dan K. apogon S. Kampar masing-masing membentuk satu kelompok hubungan kekerabatan yang didukung dengan nilai bootstrap yang tinggi. Walaupun secara intraspesies terlihat adanya fragmentasi yang jelas antara O. hypophthalmus (Kampar 5 yaitu dari stasiun D. Kejuit) dengan O. hypophthalmus lainnya. Berdasarkan jarak genetik dari runutan asam amino dan nukleotida, ikan lais K. limpok S. Kampar dengan K. limpok data GenBank membentuk satu kelompok hubungan kekerabatan dengan nilai bootstrap yang tinggi. Sementara itu, filogram antara K. schilbeides S. Kampar dengan K. schilbeides data GenBank berdasarkan jarak genetik dari runutan asam amino lebih dekat kekerabatannya dibandingkan dengan yang berdasarkan runutan nukleotida. Kondisi ini menurut Nei dan Kumar (2000) karena adanya substitusi nukleotida yang dapat menyebabkan perubahan asam amino atau bersifat non sinonimous, namun ada pula yang tidak menyebabkan perubahan asam amino di dalam hasil translasinya atau bersifat sinonimous. Oleh karena substitusi yang bersifat sinonimous lebih banyak terjadi daripada substitusi non sinonimous, atau dengan kata lain tidak semua substitusi nukleotida akan menyebabkan perubahan asam amino, maka lebih baik menggunakan penanda genetik dan menganalisis hubungan kekerabatan berdasarkan runutan asam amino. Gen sitokrom b berdasarkan posisi kodon, mempunyai region yang kekal (conserve) dan region yang beragam (Farias et al, 2001). Region yang conserve dapat dijadikan sebagai penanda genetik (barcoding) untuk mengidentifikasi keaslian genetik suatu jenis secara akurat dan juga sebagai barcoding untuk mengetahui daerah asal suatu spesies; sedangkan region yang beragam dapat digunakan untuk mengetahui hubungan kekerabatan. Penelitian keragaman genetik dengan menggunakan gen sitokrom b dapat memperjelas pengelompokan jenisjenis ikan lais apabila akan dilakukan usaha konservasi jenis ataupun usaha domestikasi.

87 68 Usaha domestikasi sebagai landasan usaha pembudidayaan dapat dilakukan untuk mengurangi penurunan kepadatan populasi yang apabila dibiarkan secara terus menerus tentu akan mengakibatkan kepunahan. Kajian ekobiologi terutama biologi reproduksi dari hasil penelitian ini sangat diperlukan untuk usaha domestikasi maupun pembudidayaan. Seringkali usaha pembudidayaan dilakukan tanpa kajian biologi reproduksi di alam, sehingga akan mengakibatkan usaha tersebut gagal atau kurang berhasil secara maksimal. Usaha konservasi mempunyai fungsi utama yaitu sebagai fungsi ekologis dalam menunjang peningkatan populasi alami melalui pemulihan populasi, dan sebagai fungsi sosio ekonomi maupun sosio budaya dalam memenuhi aspek pemanfaatannya bagi kesejahteraaan manusia (Hartoto et al. 1998). Pengelolaan sumberdaya perikanan di suatu perairan dapat dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh produksi perikanan maksimum yang berkelanjutan, keuntungan ekonomi maksimum yang berkesinambungan bagi para pihak pengguna sumberdaya perikanan dan meningkatkan kesejahteraan para pihak yang terkait dengan pemanfaatan sumberdaya perikanan terutama nelayan (King 1997). Strategi pengelolaan perikanan terkait dengan pengaturan ukuran ikan yang boleh ditangkap, pengaturan jenis alat, waktu dan lokasi penangkapan (Gulland 1977). Penentuan ukuran ikan yang boleh ditangkap didasarkan atas pertimbangan ikan yang telah mampu melakukan reproduksi untuk regenerasi atau kelangsungan keturunannya. Rata-rata ukuran ikan lais betina matang gonad yang ditemukan di S. Kampar selama penelitian adalah 24,9±1,57 cm, sedangkan pada ikan lais jantan adalah 25,9±1,88 cm. Berdasarkan ukuran ikan matang gonad yang ditemukan di S. Kampar tersebut, penentuan ukuran ikan lais betina yang boleh ditangkap adalah > 24,9 cm dan ikan lais jantan > 25,9 cm. Dari hasil penelitian, terlihat bahwa ikan lais mempunyai satu kali musim pemijahan dalam setahun yaitu pada saat naiknya curah hujan yaitu bulan September, berlanjut hingga bulan Oktober dan November. Lokasi pemijahan yang paling disukai adalah danau banjiran yang berhubungan dengan anak sungai Segati. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara perilaku pemijahan dengan keberadaan danau banjiran dan kondisi curah hujan. Hubungan antara sungai/anak sungai dengan danau banjiran disajikan pada Gambar 24.

88 69 (a) Danau banjiran Sungai /anak sungai (b) Danau banjiran Sungai /anak sungai Gambar 24 Skema hubungan sungai/anak sungai dengan danau banjiran pada (a) musim kemarau, (b) musim penghujan Pada musim kemarau, aliran yang menghubungkan sungai/anak sungai dengan danau banjiran dapat terputus, sedangkan pada musim banjir alirannya dapat bersambung kembali. Kondisi ini dimanfaatkan oleh para nelayan untuk memasang alat tangkap berupa sempirai (perangkap) pada aliran sementara (temporary channel (Gambar 25)) antara sungai/anak sungai dengan danau banjiran yang mulai bersambungan kembali, sehingga ikan-ikan yang menuju danau banjiran akan banyak tertangkap. Pada saat tersebut, ikan-ikan yang akan memijah (TKG IV) akan tertangkap. Reproduksi ikan umumnya tergantung kepada kondisi lingkungan yang disesuaikan dengan fluktuasi kelimpahan makanan, perlindungan dari predator terutama terhadap anak-anak ikan dan kondisi abiotik lingkungan (Wootton 1990). Ikan yang hidup pada ekosistem sungai rawa banjiran sebagian besar memijah tepat pada awal flooding atau selama flooding ke bagian floodplain, yang disesuaikan

89 70 dengan kondisi yang menguntungkan dengan melimpahnya sumber makanan dan perlindungan dari predator (Welcomme 1985). Rawa Aliran sementara Danau banjiran Saluran utama Dataran banjiran Danau berbentuk lengkungan (scroll) Danau berbentuk tapal kuda (oxbow) Dataran tinggi Gambar 25 Saluran sungai utama dengan dataran banjirannya pada ekosistem sungai rawa banjiran (Welcomme 2001) Adanya satu puncak kurva IKG dan satu puncak kurva sebaran diameter telur dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan lais di S. Kampar dalam penelitian ini mempunyai satu musim pemijahan dalam satu tahun yang bergantung kepada masuknya musim hujan. Fluktuasi curah hujan dan faktor fisika kimia air lainnya yaitu suhu, kekeruhan, kedalaman, kecepatan arus, ph, alkalinitas, oksigen terlarut sangat berpengaruh terhadap pola pemijahan, lokasi pemijahan dan musim pemijahan ikan lais di S. Kampar. Pengaturan penutupan lokasi pemijahan selama musim pemijahan dapat dilakukan untuk mengurangi penurunan kepadatan populasi ikan. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan nelayan untuk berpartisipasi menjaga kelestarian ikan. Di S. Kampar khususnya di Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan, masyarakat mempunyai cara tersendiri untuk pengaturan penangkapan ikan dengan sistim lelang danau yaitu danau-danau yang produktif dapat disewa per tahun oleh kelompok nelayan tertentu dan hanya kelompok nelayan tersebut yang boleh

90 71 menangkap ikan di danau-danau tersebut. Tetapi usaha tersebut diperkirakan kurang maksimal, kalau tanpa dibarengi usaha pengaturan penutupan terhadap lokasi pemijahan dan aliran yang mengubungkan anak sungai/sungai dengan lokasi pemijahan selama musim pemijahan. Pemakaian alat tangkap ikan berupa sempirai (perangkap) tidak boleh dilakukan pada jalur sungai/anak sungai ke danau banjiran, terutama pada musim pemijahan. Hal ini dimaksudkan agar induk ikan tidak terganggu melangsungkan proses reproduksi untuk kelangsungan keturunannya.

91 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1) Ikan lais Ompok spp dari S. Kampar mempunyai 124 situs nukleotida spesifik dan 7 situs asam amino spesifik; Kryptopterus spp. dari S. Kampar mempunyai 68 situs nukleotida spesifik dan 6 situs asam amino spesifik sebagai penanda genetik (barcoding). 2) Hubungan kekerabatan intra spesies O. hypophthalmus, O. eugeneiatus, K. limpok, K. schilbeides dan K apogon dari S. Kampar berdasarkan runutan nukleotida dan asam amino, masing-masing membentuk 1 kelompok yang didukung dengan nilai bootstrap yang tinggi. 3) Rata-rata ikan lais O. hypophthalmus betina matang gonad pada ukuran 24,9±1,57 cm dan 74,26±12,40 g, sedangkan ikan lais jantan pada ukuran 25,9±1,88 cm dan berat 79,80±20,49 g. 4) Musim pemijahan ikan lais O. hypophthalmus terjadi pada bulan September hingga November. 5) Lokasi pemijahan yang disukai ikan lais O. hypophthalmus adalah danau banjiran yang berhubungan dengan anak sungai yang alirannya terputus pada musim kemarau dan bersambung kembali pada musim hujan. 6) Pola pemijahan ikan lais O. hypophthalmus adalah total spawner. 7) Nilai parameter fisika kimia perairan berfluktuasi mengikuti musim (curah hujan dan jumlah hari hujan), dan sangat berpengaruh terhadap pola, lokasi dan musim pemijahan ikan lais O. hypophthalmus di S. Kampar. Saran 1) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap penanda genetik selain gen sitokrom b untuk lebih memantapkan hubungan kekerabatan ikan lais. 2) Untuk mengurangi penurunan kepadatan populasi ikan lais O. hypophthalmus, penentuan ukuran yang boleh ditangkap berdasarkan ukuran ikan yang telah melakukan reproduksi untuk kelangsungan keturunannya. 3) Sebaiknya tidak dilakukan pemakaian perangkap ikan pada jalur sungai/anak sungai ke danau banjiran pada musim pemijahan.

92 DAFTAR PUSTAKA Agostinho AA, Thomaz SM, Mintevera CV, Winemiller KO Biodiversity in the high Parana rivers floodplain. pp in: Gopal B, Junk WJ, Davis JA (Eds). Biodiversity in Wetland assessment, function and conservation. Vol. I. Leiden: Backhuys Publishers. Alaerts G, Santika SS Metoda penelitian air. Surabaya: Usaha Nasional. Ali AB Aspects of the fecundity of the feral catfish Clarias macrocephalus (Gunther), population obtained from the rice fields used for rice-fish farming in Malaysia. Hydrobiologia 254: Alp A, Kara C, Buyukcapar HM Reproductive biology in a native European catfish Silurus glanis L population in Menzelet Reservoir. Turk J Vet Anim Sci 28: [Anonim] Peraturan Pemerintah Repulik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Awalina, Hartoto DI Limnological Characteristics of Lake Rengas Fishery Reserve in Central Kalimantan. pp In: Proceedings of The International Symposium on Tropical Peatlands. Bogor, November Hokkaido University and The Indonesian Institute of Sciences. Boyd CE Water quality in ponds for aquaculture. Alabama Agricultural Experiment Station. Alabama USA: Auburn University. Broughton RE, Milam JE, Roe BA The complete sequence of the zebrafish (Danio rerio) mitochondrial genome and evolutionary patterns in vertebrate mitochondrial DNA. Genome Res 11: Cerda L, Calman BG, Lafleur Jr GJ, Limesand S Pattern of vitellogenesis and ovarian folicular cycle of Fundulus heteroclitus. Gen Comp Endocrinol 103: Chinabut S, Limsuwan C, Kitsawat P Histology of the walking catfish Clarias batrachus. Canada: International Development Research. [Diskanlut] Dinas Perikanan dan Kelautan Statistik perikanan tangkap Provinsi Riau. Pekanbaru: Diskanlut Provinsi Riau. [Diskanlut] Dinas Perikanan dan Kelautan Statistik perikanan tangkap Provinsi Riau. Pekanbaru: Diskanlut Provinsi Riau.

93 74 Doadrio I, Carmona JA, Machordom A Haplotype diversity and phylogenetic relationships among the Iberian Barbels (Barbus, Cyprinidae) Reveal Two Evolutionary Lineages. J Hered 93: Doadrio I, Perdices A Phylogenetic Relationships Among The Ibero-African Cobitids (Cobitis, Cobitidae) Based on Cytochrome-b Sequence Data. Mol Phylogenet Evol 37 : Duryadi D Role possible du comportement dans l evolution de Deux Souris Mus macedonicus et Mus spicilequs en Europe Centrale [thesis doctorat]. France: Montpellier II, Sciences et Techniques du Languedoc. Effendie MI Metoda biologi perikanan. Bogor: Yayasan Agromedia. Elvyra R Beberapa aspek ekologi ikan lais Kryptopterus limpok (Blkr.) di Sungai Kampar Kiri Riau [tesis]. Padang: Program Pasca Sarjana, Universitas Andalas. Elvyra R, Duryadi D Kajian penanda genetik gen sitokrom b DNA mitokondria ikan lais dari Sungai Kampar Riau. J Natur Ind 10:6-12. Farias IP, Orti G, Sampaio I, Schneider H, Meyer A The Cytochrome b gene as a phylogenetic marker: the limits of resolution for analyzing relationships among Cichlid fishes. J Mol Evol 53: FishBase A global information system on fishes. [16 Januari 2008]. [Fordas] Forum Koordinasi Daerah Aliran Sungai Kerusakan hutan dinilai sebabkan banjir. Pekanbaru: Fordas Provinsi Riau. GenBank Genomes. [13 Februari 2009]. Gomes ID, Araujo FG Reproductive biology of two marine catfishes (Siluriformes, Ariidae) in the Sepetiba Bay Brazil. Rev Biol Trop 52: Gulland JA Fish population dynamics. The implications of management. Ed ke-2. Jhon Willey and Sons. Hardman M The phylogenetic relationships among non-diplomystid catfishes as inferred from mitochondrial cytochrome b sequences; the search for the Ictalurid sister taxon (Otophysi: Siluriformes). Mol Phylogenet Evol 37:

94 75 Hartoto DI, Sjafei DS, Sumantadinata K Pengembangan baku mutu sifat limno-engineering pusat distribusi biodiversitas perikanan perairan umum tropika studi kasus di propinsi Jambi. pp dalam: Prosiding Proyek Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Perairan Tawar 1993/1994. Bogor: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Hartoto DI et al Kriteria evaluasi suaka perikanan perairan darat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Limnologi. Bogor: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Hartoto DI, Sjafei DS, Kamal MM Catatan kebiasaan pakan ikan air tawar di Danau Takapan Kalimantan Tengah. Limnotek 6: Hartoto DI. 2000a. An overview of some limnological parameters and management status of fishery reserves in Central Kalimantan. Rep Suwa Hydrobiol 12: Hartoto DI. 2000b. Relationship of water level to water quality in an oxbow lake of Central Kalimantan. pp In: Proceedings of The International Symposium on Tropical Peatlands. Bogor, November Hokkaido University and The Indonesian Institute of Sciences. Hunter JR, Macewicz BJ, Chyanhuilo N, Kimbrill CA Fecundity, spawning and maturity of female Dover Sole Microstomus pacificus with and evaluation of assumption and precisions. Fish Bull 90: Iguchi K, Tanimura Y, Takeshima H, Nishida M Genetic variation and geographic population structure of amphidromous Ayu Plecoglossus altivelis as examined by mitochondrial DNA sequencing. Fish Sci 65: Ketmaier et al Molecular Phylogeny of Two Lineages of Leuciscinae Cyprinids (Telestes and Scardinius) from The Peri-Mediterranean Area Based on Cytochrome-b Data. Mol Phylogenet Evol 32 : King M Fisheries biology, assessment and management. Fishing News Books. London: A division of Blackwell Science Ltd. Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirdjoatmodjo S Freshwater fishes of western Indonesia and Sulawesi. Jakarta: Periplus edition (HK) in collaboration with the environment Rep. of Indonesia. Lowe-McConnell RH Ecological studies in tropical fish communities. Australia: Cambridge University Press.

95 76 McLellan DA, McCracken KG Estimating the influence of selection on the variable amino acid sites of the Cytochrome b protein functional domains. Mol Biol Evol 18: Nei M, Kumar S Molecular evolution and phylogenetics. New York: Oxford University Press. Nelson JS Fishes of the world. Canada: Jhon Willey and Sons. Ng HH Kryptopterus dissitus a new silurid catfish from Indochina (Teleostei, Siluridae). Folia Zool 50: Ng HH A review of the Ompok hypophthalmus group of Silurid catfishes with the description of a new species from South East Asia. J Fish Biol 62: Ng HH, Tan HH Ompok platyrhynchus a new Silurid catfish (Teleostei: Siluridae) from Borneo. Zootaxa 580:1-11. Peng Z, He S, Zhang Y Phylogenetic relationships of Glyptosternoid fishes (Siluriformes: Sisoridae) inferred from mitochondrial Cytochrome b gene sequences. Mol Phylogenet Evol 31: Pereira SL Mitochondrial genome organization and vertebrate phylogenetics. Gen Mol Biol 23: Pulungan CP, Ahmad M, Siregar YI, Ma amoen A, Alawi H Morfometrik ikan selais Siluroidea dari perairan Kecamatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar Riau. Pekanbaru: Pusat Penelitian Universitas Riau. Simanjuntak CPH Reproduksi ikan lais Ompok hypophthalmus (Blkr.) berkaitan dengan perubahan hidromorfologi perairan di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Tamura K, Dudley J, Nei M, Kumar S MEGA 4: Molecular Evolutionary Genetics Analysis (MEGA) software version 4.0. Molecular Biology and Evolution /molbev/msm092. Utomo AD, Adjie S, Asyari Aspek biologi ikan lais di perairan Lubuk Lampam Sumatera Selatan. Bull Penel Perik Darat 2: Utomo AD, Kaban S, Hartoto DI Correlation of water level fluctuation to physico-chemical features of Lubuk Lampam floodplain. Fish Ecol Man Lubuk Lampam Floodplain: 8-15.

96 77 Van der Wall BCW Observations on the breeding habits of Clarias gariepinus (Burchell). J Fish Biol 6: Wallace R, Selman K Cellular and dynamic aspects of oocyte growth in Teleost. Am Zool 21: Weber M, De Beaufort LF The Fish of the Indo-Australian archipelago. Vol. II. Malacopterygii, Myctophoidea, Ostariophysi : I. Siluroidea. Leiden: E.J. Brill Ltd. Welcomme RL Fisheries ecology of floodplain rivers. New York: Longman. Welcomme RL River fisheries. FAO Fisheries Technical Paper No Rome: FAO. Welcomme RL Inland fisheries, ecology and management. Iowa USA: Blackwell Science Company. Wilcox TP, Garcia de Leon FJ, Hendrickson DA, Hillis DM Convergence among cave catfishes: long-branch attraction and a Bayesian relative rates test. Mol Phylogenet Evol 31: Wootton RJ Ecology of Teleost fishes. Ed ke-1. London: Chapman and Hall. Yalcin S, Solak K, Akyurt I Certain reproductive characteristics of the catfish (Clarias gariepinus Burchell 1822) living in the River Asi Turkey. Turk J Zool 25:

97 Lampiran 1 Matrik ciri-ciri morfologis beberapa ikan lais Kryptopterus spp. dan Ompok spp. berdasarkan Kottelat et al. (1993); Ng (2001); Ng dan Tan (2004); FishBase (2008) Jenis 1 Kryptopterus limpok Referensi utama Kottelat et al. (1993) 2 Kryptopterus apogon Referensi utama Roberts (1989) Ukuran maks. Panjang standar = 26 cm Panjang standar = 130 cm Sirip punggung Jari-jari = 2 (*) Ciri-ciri morfologis Sirip dubur Sungut rahang atas dan bawah Gigi vomer Ciri-ciri tambahan Jari-jari = Jari-jari = 0 Jari-jari = Sungut rahang atas panjangnya sampai melewati bagian ¼ akhir sirip dubur. Sungut rahang bawah panjangnya hampir mencapai sirip dada (*) Sungut-sungut sama panjang atau lebih pendek daripada diameter mata. Sungut rahang bawah lebih pendek dari diameter mata atau tidak ada. Gigi vomer membentuk pita yang bersambung (**) Gigi vomer membentuk pita yang bersegi (angular). Panjang moncong = 36,1-42,1% panjang Standar (**) Profil punggung mencembung seperti profil tengkuknya (*) Panjang standar = 5,7-7,0 kali tinggi tubuh; atau = 4,6-5,3 kali panjang kepala (*) 3 Kryptopterus schilbeides Referensi utama Rainboth (1996) Panjang total = 12 cm Jari-jari = 0 Jari-jari = (*) Rahang bawah meruncing melampaui rahang atas ketika mulut tertutup(*) Sungut rahang atas panjangnya 2 kali panjang kepala. Sungut rahang bawah rudimenter atau tidak ada. Gigi vomer membentuk dua kelompok terpisah (masingmasing kelompok berada pada baris pertengahan). Pertengahan garis lateral tipis, berwarna merah jambu. 78

98 Lampiran 1 lanjutan Jenis 4 Ompok eugeneiatus Referensi utama Kottelat et al. (1993) 5 Ompok hypophthalmus Referensi utama Kottelat et al. (1993) Ukuran maks. Panjang total = 16,5 cm Panjang standar = 30 cm Sirip punggung Jari-jari = 4 Jari-jari = Jari-jari = 4 Jari-jari = Ciri-ciri morfologis Sirip dubur Sungut rahang atas dan bawah Gigi vomer Ciri-ciri tambahan Sungut rahang atas panjangnya 4 kali panjang kepala. Sungut rahang bawah panjangnya melampaui ekor (*) Sungut rahang atas panjangnya melampaui pertengahan sirip dubur. Sungut rahang bawah lebih pendek daripada kepala. Gigi vomer membentuk dua kelompok terpisah. Gigi vomer dihubungkan pada bagian pertengahan oleh barisan gigi-gigi kecil. Bintik-bintik dihubung-kan oleh garis di sepan-jang sisi badan (*) Lebar kepala = 10-10,7% panjang standar. Tinggi batang ekor = 4,3-5,1% panjang standar. Tinggi tubuh = 18,9-21,9% panjang standar (***) Panjang moncong = 42,1-44,7% panjang kepala (***) Bintik kecil yang jelas pada pangkal sirip ekor. Keterangan : (*) = data dari Kottelat et al. (1993); (**) = data dari Ng (2001); (***) = data dari Ng dan Tan (2004) Bintik-bintik atau garis gelap pada sisi badan (*) 79

99 80 Lampiran 2 Lokasi stasiun penelitian dan alat tangkap ikan di Sungai Kampar Stasiun Sungai Langgam Stasiun anak sungai Segati Stasiun Danau Kejuit Nelayan menggunakan jaring insang Belek bambu dan sempirai Jaring dan sempirai 80

100 81 Lampiran 3 Sket stasiun penelitian di Sungai Kampar p1 p1 I S DB1 I S DB1 (a) (b) p2 p2 II AS DB2 II AS DB2 (a) (b) S p3 III DP S p3 III DP (a) (b) Keterangan: (a) = musim kemarau; (b) = musim hujan; I = stasiun S. Langgam (kedalaman 4-5,95 M, lebar 125 M), DB1 = danau banjiran (D. Sarang Janggut : kedalaman 3-5 M, lebar 30 M, panjang 200 M), p1 = panjang aliran penghubung stasiun I dengan D. Sarang Janggut (50 M); II = stasiun A.S. Segati (kedalaman 4,90-6,84 M, lebar 70 M), DB2 = danau banjiran (D. Sarang Penyangek, kedalaman 3-5 M, lebar 20 M, panjang 300 M), p2 = panjang aliran penghubung stasiun II dengan D. Sarang Penyangek (200 M); III = stasiun D. Kejuit (kedalaman 3,14-5 M, lebar 100 M, panjang 1700 M), DP = danau permanen, p3 = panjang aliran penghubung S. Kampar dengan D. Kejuit (50 M) 81

101 82 Lampiran 4 Komposisi larutan yang digunakan dalam penelitian keragaman genetik ikan lais No. Larutan Komposisi 1 Digestion buffer -1% (w/v) SDS (Sodium Dodesil Sulfat) -50 mm Tris-HCl ph 9,0-0,1 M EDTA ph 8,0-0,2 M NaCl -0,5 mg/ml Proteinase K 2 TE (Tris HCl - EDTA) -10 mm Tris-HCl -1 mm EDTA ph 8,0 3 TBE (Tris base - Boric acid EDTA) -89 mm Tris -89 mm asam borat -2 mm EDTA ph 8,0 82

102 83 Lampiran 5 Jenis-jenis ikan lais dari Sungai Kampar Ompok hypophthalmus (Bleeker 1846) Ompok eugeneiatus (Vaillant 1893) Kryptopterus limpok (Bleeker 1852) Kryptopterus schilbeides (Bleeker 1858) Kryptopterus apogon (Bleeker 1851) Keterangan: ikan-ikan dalam foto adalah ikan yang telah dewasa 83

KAJIAN KERAGAMAN GENETIK DAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAIS DI SUNGAI KAMPAR RIAU ROZA ELVYRA

KAJIAN KERAGAMAN GENETIK DAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAIS DI SUNGAI KAMPAR RIAU ROZA ELVYRA KAJIAN KERAGAMAN GENETIK DAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAIS DI SUNGAI KAMPAR RIAU ROZA ELVYRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

n. TINJAUAN PUSTAKA 2,1. Sistimatika dan Ciri Morfologi Ikan Lais Cryptopterus spp.

n. TINJAUAN PUSTAKA 2,1. Sistimatika dan Ciri Morfologi Ikan Lais Cryptopterus spp. 1 I. PENDAHULUAN Ikan Lais Cryptopterus spp. biasa hidup pada ekosistem sungai rawa banjiran. Ikan Lais merupakan salah satu ikan yang bemilai ekonomis tinggi. Di propinsi Riau, ikan Lais digemari oleh

Lebih terperinci

Keanekaragaman Genetika Ikan Lais Cryptopterus spp. dari Propinsi Riau Berdasarkan Sitokrom-b DNA Mitokondria

Keanekaragaman Genetika Ikan Lais Cryptopterus spp. dari Propinsi Riau Berdasarkan Sitokrom-b DNA Mitokondria Ill Keanekaragaman Genetika Ikan Lais Cryptopterus spp. dari Propinsi Riau Berdasarkan Sitokrom-b DNA Mitokondria Yusnarti Yus' dan Roza Elvyra' 'Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Riau,

Lebih terperinci

Kryptopterus spp. dan Ompok spp.

Kryptopterus spp. dan Ompok spp. TINJAUAN PUSTAKA Kryptopterus spp. dan Ompok spp. Kryptopterus spp. dan Ompok spp. merupakan kelompok ikan air tawar yang termasuk dalam ordo Siluriformes, famili Siluridae. Famili Siluridae dikenal sebagai

Lebih terperinci

Tabel 1. Komposisi nukleotida pada gen sitokrom-b parsial DNA mitokondria Cryptopterus spp.

Tabel 1. Komposisi nukleotida pada gen sitokrom-b parsial DNA mitokondria Cryptopterus spp. 12 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan Lais Cryptopterus spp. yang didapatkan dari S. Kampar dan Indragiri terdiri dari C. limpok dan C. apogon. Isolasi DNA total dilakukan terhadap cuplikan otot ikan Lais Cryptopterus

Lebih terperinci

Kajian Aspek Reproduksi Ikan Lais Ompok hypophthalmus di Sungai Kampar, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau

Kajian Aspek Reproduksi Ikan Lais Ompok hypophthalmus di Sungai Kampar, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau Jurnal Natur Indonesia 12(2), April 2010: 117-123 ISSN 1410-9379, Keputusan Akreditasi No 65a/DIKTI/Kep./2008 Reproduksi Ompok hypophthalmus 117 Kajian Aspek Reproduksi Ikan Lais Ompok hypophthalmus di

Lebih terperinci

ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN D-LOOP MITOKONDRIAL PADA IKAN Ompok hypophthalmus (Bleeker, 1846) DARI SUNGAI KAMPAR PROVINSI RIAU

ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN D-LOOP MITOKONDRIAL PADA IKAN Ompok hypophthalmus (Bleeker, 1846) DARI SUNGAI KAMPAR PROVINSI RIAU ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN D-LOOP MITOKONDRIAL PADA IKAN Ompok hypophthalmus (Bleeker, 1846) DARI SUNGAI KAMPAR PROVINSI RIAU Della Rinarta, Roza Elvyra, Dewi Indriyani Roslim Mahasiswa Program

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

Runutan gen cytochrome C oxydase 1 ikan lais janggut, Kryptopterus limpok (Bleeker, 1852) dari Sungai Kampar dan Sungai Indragiri, Provinsi Riau

Runutan gen cytochrome C oxydase 1 ikan lais janggut, Kryptopterus limpok (Bleeker, 1852) dari Sungai Kampar dan Sungai Indragiri, Provinsi Riau Jurnal Iktiologi Indonesia 15(3): 235-243 Runutan gen cytochrome C oxydase 1 ikan lais janggut, Kryptopterus limpok (Bleeker, 1852) dari Sungai Kampar dan Sungai Indragiri, Provinsi Riau [Cytochrome C

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN Penelitian penanda genetik spesifik dilakukan terhadap jenis-jenis ikan endemik sungai paparan banjir Riau yaitu dari Genus Kryptopterus dan Ompok. Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN GENETIKA DAN HUBUNGAN KEKERABATAN

KEANEKARAGAMAN GENETIKA DAN HUBUNGAN KEKERABATAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA DAN HUBUNGAN KEKERABATAN Kryptopterus limpok DAN Kryptopterus apogon DARI SUNGAI KAMPAR DAN SUNGAI INDRAGIRI RIAU BERDASARKAN GEN SITOKROM b 1 (Genetic Diversity and Phylogenetic

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tembakang Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy, hidup pada habitat danau atau sungai dan lebih menyukai air yang bergerak lambat dengan vegetasi

Lebih terperinci

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel 7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

- Keterkaitan faktor fisika-kimia perairan terhadap karakter morfometrik tubuh. spp. dari bebcrapa lokasi penelitian di sungai Kampar dan sungai

- Keterkaitan faktor fisika-kimia perairan terhadap karakter morfometrik tubuh. spp. dari bebcrapa lokasi penelitian di sungai Kampar dan sungai 12 - Keterkaitan faktor fisika-kimia perairan terhadap karakter morfometrik tubuh Kryptopterus spp. dari bebcrapa lokasi penelitian di sungai Kampar dan sungai Indragiri dianalisis secara multivariat dengan

Lebih terperinci

KAJIAN PENANDA GENETIK GEN CYTOCHROME B DAN DAERAH D-LOOP PADA Tarsius sp. OLEH : RINI WIDAYANTI

KAJIAN PENANDA GENETIK GEN CYTOCHROME B DAN DAERAH D-LOOP PADA Tarsius sp. OLEH : RINI WIDAYANTI KAJIAN PENANDA GENETIK GEN CYTOCHROME B DAN DAERAH D-LOOP PADA Tarsius sp. OLEH : RINI WIDAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 i ABSTRACT RINI WIDAYANTI. The Study of Genetic

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PELANGI MERAH (Glossolepis incisus Weber, 1907) DI DANAU SENTANI LISA SOFIA SIBY

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PELANGI MERAH (Glossolepis incisus Weber, 1907) DI DANAU SENTANI LISA SOFIA SIBY BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PELANGI MERAH (Glossolepis incisus Weber, 1907) DI DANAU SENTANI LISA SOFIA SIBY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

Gambar 3. Karakter morfometrik dan meristik Kryptopterus spp. yang diukur

Gambar 3. Karakter morfometrik dan meristik Kryptopterus spp. yang diukur 6 memiliki jari-jari bercabang, jumlah jari-jari sirip ini ditentukan sebanyak jumlah jari-jari bercabang ditambah dua. Sedangkan pada sirip punggung ditentukan sebanyak jumlah jari-jari bercabang ditambah

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR @ 2004 Untung Bijaksana Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor September 2004 Dosen : Prof. Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng IKAN HARUAN DI PERAIRAN KALIMANTAN

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Morfologi Pada penelitian ini digunakan lima sampel koloni karang yang diambil dari tiga lokasi berbeda di sekitar perairan Kepulauan Seribu yaitu di P. Pramuka

Lebih terperinci

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi 4 2.2. Morfologi Ikan Tambakan (H. temminckii) Ikan tambakan memiliki tubuh berbentuk pipih vertikal. Sirip punggung dan sirip analnya memiliki bentuk dan ukuran yang hampir serupa. Sirip ekornya sendiri

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Klasifikasi ikan tembang (Sardinella maderensis Lowe, 1838 in www.fishbase.com) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Tingkat Kematangan Gonad Ikan Lais (Ompok hypopthalmus) yang Tertangkap di Rawa Banjiran Sungai Rungan Kalimantan Tengah

Tingkat Kematangan Gonad Ikan Lais (Ompok hypopthalmus) yang Tertangkap di Rawa Banjiran Sungai Rungan Kalimantan Tengah Tingkat Kematangan Gonad Ikan Lais (Ompok hypopthalmus) yang Tertangkap di Rawa Banjiran Sungai Rungan Kalimantan Tengah Gonad Maturity Level of Catfish Ompok hypopthalmus Caught in A Flooding Swamp Area

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Palau Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Octinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Osteochilus Spesies : Osteochilus vittatus

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Profil RAPD Keragaman profil penanda DNA meliputi jumlah dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer OPA-02, OPC-02, OPC-05 selengkapnya

Lebih terperinci

BAB III. SUBSTANSI GENETIK

BAB III. SUBSTANSI GENETIK BAB III. SUBSTANSI ETIK Kromosom merupakan struktur padat yg tersusun dr komponen molekul berupa protein histon dan DNA (kumpulan dr kromatin) Kromosom akan tampak lebih jelas pada tahap metafase pembelahan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MARKA GENETIK DNA MITOKONDRIA SEBAGAI ACUAN KONSERVASI GENETIK HARIMAU SUMATERA ULFI FAIZAH

KARAKTERISTIK MARKA GENETIK DNA MITOKONDRIA SEBAGAI ACUAN KONSERVASI GENETIK HARIMAU SUMATERA ULFI FAIZAH KARAKTERISTIK MARKA GENETIK DNA MITOKONDRIA SEBAGAI ACUAN KONSERVASI GENETIK HARIMAU SUMATERA ULFI FAIZAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

ASPEK HABITAT, MAKANAN DAN REPRODUKSI IKAN LAIS

ASPEK HABITAT, MAKANAN DAN REPRODUKSI IKAN LAIS 2004 Roza Elvyra Posted 11 Desember 2004 Makalah Individu Pengantar Ke Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Desember, 2004 Dosen : Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi ikan Juaro (Pangasius polyuranodon) menurut Kottelat dan Whitten (1993) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas

Lebih terperinci

ABSTRACT CHARLES P. H. SIMANJUNTAK

ABSTRACT CHARLES P. H. SIMANJUNTAK ABSTRACT CHARLES P. H. SIMANJUNTAK. The reproduction of Ompok hypophthalmus (Bleeker) related to aquatic hydromorphology change in floodplain of Kampar Kiri River. Under the direction of SUTRISNO SUKIMIN

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama empat bulan dari Oktober 2011 hingga Januari 2012 di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 3). Pengambilan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI &[MfP $00 4 oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI RAJUNGAN (Portiinirspelngicus) DI PERAIRAN MAYANGAN, KABWATEN SUBANG, JAWA BARAT Oleh: DEDY TRI HERMANTO C02499072 SKRIPSI Sebagai Salah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan dan selanjutnya ditentukan tingkat kematangan gonad pada tiap-tiap

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan Belida (Chitala lopis) (Dokumentasi BRPPU Palembang, 2009)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan Belida (Chitala lopis) (Dokumentasi BRPPU Palembang, 2009) 4i 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Spesies 2.1.1. Klasifikasi Ikan Belida (Chitala lopis) Klasifikasi ikan belida (Chitala lopis) menurut Bleeker (1851) in www.fishbase.com (2009) adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-) HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Daerah D-loop Amplifikasi daerah D-loop DNA mitokondria (mtdna) pada sampel DNA sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO dilakukan dengan menggunakan mesin PCR Applied

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kali Baru mulai dari bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggandaan dan penyediaan asam amino menjadi amat penting oleh karena senyawa tersebut dipergunakan sebagai satuan penyusun protein. Kemampuan jasad hidup untuk membentuk

Lebih terperinci

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012)

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulubatu (Barbichthys laevis) Kelas Filum Kerajaan : Chordata : Actinopterygii : Animalia Genus Famili Ordo : Cyprinidae : Barbichthys : Cypriniformes Spesies : Barbichthys laevis

Lebih terperinci

KERAGAMAN STRUKTUR MORFOLOGIS DAN GEN CYTOCHROME b DNA MITOKONDRIA Kryptopterus spp. DAN Ompok spp. (SILURIDAE) DI DAS BATANG HARI JAMBI ABDUL RAHMAN

KERAGAMAN STRUKTUR MORFOLOGIS DAN GEN CYTOCHROME b DNA MITOKONDRIA Kryptopterus spp. DAN Ompok spp. (SILURIDAE) DI DAS BATANG HARI JAMBI ABDUL RAHMAN KERAGAMAN STRUKTUR MORFOLOGIS DAN GEN CYTOCHROME b DNA MITOKONDRIA Kryptopterus spp. DAN Ompok spp. (SILURIDAE) DI DAS BATANG HARI JAMBI ABDUL RAHMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

LIRENTA MASARI BR HALOHO C SKRIPSI

LIRENTA MASARI BR HALOHO C SKRIPSI KEBIASAAN MAKANAN IKAN BETOK (Anabas testudineus) DI DAERAH RAWA BANJIRAN SUNGAI MAHAKAM, KEC. KOTA BANGUN, KAB. KUTAI KERTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LIRENTA MASARI BR HALOHO C24104034 SKRIPSI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM Oleh : Rido Eka Putra 0910016111008 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan sungai Sungai merupakan salah satu dari habitat perairan tawar. Berdasarkan kondisi lingkungannya atau daerah (zona) pada sungai dapat dibedakan menjadi tiga jenis,

Lebih terperinci

STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN

STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PENYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 14 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara hutan hujan tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan dikenal sebagai salah satu Megabiodiversity Country. Pulau Sumatera salah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tipologi Perairan Rawa Banjiran

TINJAUAN PUSTAKA Tipologi Perairan Rawa Banjiran TINJAUAN PUSTAKA Tipologi Perairan Rawa Banjiran Daerah rawa banjiran merupakan ekosistem yang sangat beragam, baik secara spasial maupun temporal. Sebagai bagian dari ekosistem sungai, daerah ini dicirikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Sungai Sungai umumnya lebih dangkal dibandingkan dengan danau atau telaga. Biasanya arus air sungai searah, bagian dasar sungai tidak stabil, terdapat erosi atau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh karena itu, sumber air sangat dibutuhkan untuk dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK CYTOCHROME B PADA BURUNG MAMBRUK (Goura sp.)

KERAGAMAN GENETIK CYTOCHROME B PADA BURUNG MAMBRUK (Goura sp.) KERAGAMAN GENETIK CYTOCHROME B PADA BURUNG MAMBRUK (Goura sp.) Oleh: Lasriama Siahaan G04400032 DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ABSTRAK LASRIAMA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor peternakan memegang peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama pada ternak penghasil susu yaitu sapi perah. Menurut Direktorat Budidaya Ternak

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi ikan belida (Chitala lopis) berdasarkan tingkat sistematikanya menurut Hamilton (1822) in www.fishbase.org (2009): Kingdom : Animalia

Lebih terperinci

HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN REPRODUKSI IKAN KEMBUNG LELAKI

HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN REPRODUKSI IKAN KEMBUNG LELAKI 1 HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN REPRODUKSI IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta) DI PERAIRAN SELAT MALAKA TANJUNG BERINGIN SERDANG BEDAGAI SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH : JULIA SYAHRIANI HASIBUAN 110302065

Lebih terperinci

Protein. Kuliah Biokimia ke-3 PROTEIN

Protein. Kuliah Biokimia ke-3 PROTEIN Protein Kuliah Biokimia ke-3 PS Teknologi Hasil Pertanian Univ.Mulawarman Krishna P. Candra, 2015 PROTEIN Protein berasal dari kata latin Proteus (penting) Makromolekul yang dibentuk dari satu atau lebih

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN KELABAU (OSTEOCHILUS MELANOPLEURUS) HASIL DOMESTIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma) 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kalibaru mulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan Teluk Jakarta

Lebih terperinci

Metabolisme Protein. Tenaga. Wiryatun Lestariana Departemen Biokimia Fakultas Kedokteran UII YOGYAKARTA

Metabolisme Protein. Tenaga. Wiryatun Lestariana Departemen Biokimia Fakultas Kedokteran UII YOGYAKARTA Metabolisme Protein Tenaga Wiryatun Lestariana Departemen Biokimia Fakultas Kedokteran UII YOGYAKARTA Metabolisme protein Tenaga Pendahuluan Metabolisme protein dan asam amino Klasifikasi asam amino Katabolisis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB. Kolokium Ajeng Ajeng Siti Fatimah, Achmad Farajallah dan Arif Wibowo. 2009. Karakterisasi Genom Mitokondria Gen 12SrRNA - COIII pada Ikan Belida Batik Anggota Famili Notopteridae. Kolokium disampaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tengah dan selatan wilayah Tulang Bawang Provinsi Lampung (BPS Kabupaten

I. PENDAHULUAN. tengah dan selatan wilayah Tulang Bawang Provinsi Lampung (BPS Kabupaten I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Way Tulang Bawang merupakan salah satu sungai yang mengalir dari bagian tengah dan selatan wilayah Tulang Bawang Provinsi Lampung (BPS Kabupaten Tulang Bawang, 2010). Sungai

Lebih terperinci

menggunakan program MEGA versi

menggunakan program MEGA versi DAFTAR ISI COVER... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT... xii PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di :

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di : JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman 73-80 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/maquares ASPEK REPRODUKSI IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

Lebih terperinci

Beberapa contoh air, plankton, makrozoobentos, substrat, tanaman air dan ikan yang perlu dianalisis dibawa ke laboratorium untuk dianalisis Dari

Beberapa contoh air, plankton, makrozoobentos, substrat, tanaman air dan ikan yang perlu dianalisis dibawa ke laboratorium untuk dianalisis Dari RINGKASAN SUWARNI. 94233. HUBUNGAN KELOMPOK UKURAN PANJANG IKAN BELOSOH (Glossogobircs giuris) DENGAN KARASTERISTIK HABITAT DI DANAU TEMPE, KABUPATEN WAJO, SULAWESI SELATAN. Di bawah bimbingan Dr. Ir.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Labiobarbus ocellatus Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D. 2012. Labiobarbus ocellatus (Heckel, 1843) dalam http://www.fishbase.org/summary/

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2006 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2006 TENTANG PELEPASAN VARIETAS IKAN NILA NIRWANA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL INDUK PENJENIS MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

ASPEK REPRODUKSI IKAN LAIS DANAU (Ompok hypophthalmus Bleeker, 1846) DI SUNGAI TAPUNG HILIR PROVINSI RIAU

ASPEK REPRODUKSI IKAN LAIS DANAU (Ompok hypophthalmus Bleeker, 1846) DI SUNGAI TAPUNG HILIR PROVINSI RIAU ASPEK REPRODUKSI IKAN LAIS DANAU (Ompok hypophthalmus Bleeker, 1846) DI SUNGAI TAPUNG HILIR PROVINSI RIAU Melly Hayana 1, Roza Elvyra 2, Yusfiati 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Biologi 2 Dosen Zoologi

Lebih terperinci

Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok

Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok Standar Nasional Indonesia SNI 6138:2009 Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional SNI 6138:2009 Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PPI Muara Angke, Jakarta Utara dari bulan Januaribulan Maret 2010. Analisis aspek reproduksi dilakukan di Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1. Klasifikasi Secara biologis ikan lele dumbo mempunyai kelebihan dibandingkan dengan jenis lele lainnya, yaitu lebih mudah dibudidayakan

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 17 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke, Penjaringan Jakarta Utara, pada bulan Februari 2012 sampai April 2012. Stasiun pengambilan contoh ikan merupakan

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6485.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk ikan gurami kelas induk pokok diterbitkan oleh Badan Standardisasi

Lebih terperinci

Bagian-bagian kromosom

Bagian-bagian kromosom BAB3: SUBSTANSI GENETIKA KROMOSOM Bagian-bagian kromosom 1. kromatid. 2. senrtomer. 3. lengan pendek. 4. lengan panjang. SUBSTANSI GENETIKA Seluruh peristiwa kimia (metabolisme) diatur oleh suatu master

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR KEGIATAN HIBAH KOMPETITIF PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL TAHUN KE II

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR KEGIATAN HIBAH KOMPETITIF PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL TAHUN KE II HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR KEGIATAN HIBAH KOMPETITIF PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL TAHUN KE II 1. Judul Penelitian : Teknologi Domestikasi, Pembenihan dan Budidaya Ikan Selais (Ompok Hypophthalmus)

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KARTIKA NUGRAH PRAKITRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) pada penelitian ini adalah tinjauan mengenai sebagian aspek reproduksi yaitu pendugaan ukuran pertama

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN GAMET KARANG LUNAK Sinularia dura HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

PERKEMBANGAN GAMET KARANG LUNAK Sinularia dura HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA PERKEMBANGAN GAMET KARANG LUNAK Sinularia dura HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA Oleh: Edy Setyawan C64104005 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ASAM AMINO DAN KOMPONEN BIOAKTIF SOTONG (Sepia recurvirostra) SUHANA SULASTRI

KARAKTERISTIK ASAM AMINO DAN KOMPONEN BIOAKTIF SOTONG (Sepia recurvirostra) SUHANA SULASTRI KARAKTERISTIK ASAM AMINO DAN KOMPONEN BIOAKTIF SOTONG (Sepia recurvirostra) SUHANA SULASTRI DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6484.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Prakata... 1 Pendahuluan... 1 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TUNA MATA BESAR (Thunnus obesus) DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA RIA FAIZAH

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TUNA MATA BESAR (Thunnus obesus) DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA RIA FAIZAH BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TUNA MATA BESAR (Thunnus obesus) DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA RIA FAIZAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, flora, fauna maupun makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup memerlukan air tidak hanya sebagai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN HIDUNG BUDAK (Ceratoglanis scleronema Bleeker, 1862) DI SUNGAI MENTULIK, KAMPAR KIRI PROVINSI RIAU

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN HIDUNG BUDAK (Ceratoglanis scleronema Bleeker, 1862) DI SUNGAI MENTULIK, KAMPAR KIRI PROVINSI RIAU ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN HIDUNG BUDAK (Ceratoglanis scleronema Bleeker, 1862) DI SUNGAI MENTULIK, KAMPAR KIRI PROVINSI RIAU Sri Damayanti Pasaribu¹, Roza Elvyra², Yusfiati² ¹Mahasiswa Program Studi

Lebih terperinci