Jember Fashion Carnival: Konstruksi Identitas dalam Masyarakat Jaringan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Jember Fashion Carnival: Konstruksi Identitas dalam Masyarakat Jaringan"

Transkripsi

1

2 Jember Fashion Carnival: Konstruksi Identitas dalam Masyarakat Jaringan R a u d l a t u l J a n n a h Dosen Sosiologi FISIP Universitas Jember anna_erje@yahoo.com Abstract This research focuses on the construction of Jember city identity in the network society era. This research revealed that the construction process of Jember city identity is complex. By using Manuel Castells theory about territorial identity especially in network society, this paper intends to interpret Jember Fashion Carnival (JFC) as a project identity in the discourse of network society. The findings show that JFC does not only negotiate Jember city identity but also practice logic of network society. It can be seen by the way that media can change JFC as a fashion carnival into a project of Jember city identity, and then transform it to financial capital as entertaining carnaval performed in various cities. Logic of networks have the ability to transform resources to be more profitable. But, how to internalize this idea to Jember cultural space that it recognized by all citizens is still a problem. Finally, how the end of this process is, and whether world city carnival will be a new identity of Jember, will be unveiled by time. Kata Kunci: JFC, konstruksi identitas, masyarakat jaringan, Castelss, Kota Jember, budaya

3 136 r a u d l a t u l j a n n a h Penda hu lua n Jember Fashion Carnival (JFC) adalah sebuah karnaval yang menghadirkan catwalk terpanjang di dunia yakni 3,6 km di sepanjang jalan Kota Jember 1. Para peserta dengan kostum rancangan mereka sendiri menari-nari bersama alunan musik yang menghentak di sepanjang jalan hingga berakhir sore hari di Stadion Utama Kota Jember. Karnaval ini mengambil tema yang berbeda setiap tahunnya. JFC Council (JFCC) sebagai panitia, mengaudisi peserta hingga didapatkan ratusan anak muda 2 yang akan dilatih selama enam bulan untuk bisa merancang kostumnya sendiri, sekaligus memeragakannya di saat karnaval. Ide JFC muncul dari Dynand Fariz, seorang warga Jember yang kesehariannya berkecimpung dalam dunia fesyen. Kemampuan Fariz membaca peluang dan mengembangkan karnaval sebagai karya yang unik serta dipadukan dengan keahliannya membangun jaringan dengan media massa membuat JFC semakin dikenal oleh khalayak, baik di Jember maupun di luar Jember. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana JFC memengaruhi pembentukan identitas kota Jember? Identitas pada konteks ini adalah sebuah istilah yang sedikit banyak diketahui artinya seringkali dipahami sebagai produk kultural. Interaksi sebagai processes of doing identity pada kenyataannya adalah proses negosiasi antar aktor (Cerulo, 1997). Karena identitas dibangun dan diproduksi secara kultural serta dikonstruksi secara sosial, maka identitas merupakan sesuatu yang cair dan terus-menerus dibentuk dalam interaksi (Cerulo, 1997). Kenyataan ini bisa terjadi pada entitas apa pun, baik individu maupun kelompok. Pada prosesnya memang tidak mudah membangun identitas, apalagi identitas kolektif karena banyaknya aktor yang memiliki keinginan dan kepentingan yang berbeda. Orang Jember yang tidak tertarik dengan fesyen tidak setuju jika fesyen menjadi branding Kota Jember. Demikian pula dengan beberapa pemuka agama; ide karnaval apalagi fesyen dipandang tidak sesuai dengan karakter orang Jember yang cenderung religius. Di sisi lain, Kota Jember adalah 1 JFC pernah dinobatkan oleh MURI sebagai catwalk terpanjang di dunia yakni sepanjang 3, 6 Km ( sedangkan karnaval Rio De Janeiro (Brazil) hanya sepanjang 1,1 Km ( 2 JFC 2009 mencatat keterlibatan 550 orang.

4 j e m b e r f a s h i o n c a r n i v a l 137 menghadirkan ruang negosiasi yang bebas, sehingga semua aktor berhak menghasilkan ide, menginisiasi kegiatan, karya, produk atau segala atribut yang mengonstruksi identitas Kota Jember. Dengan sendirinya, ini adalah proses negosiasi yang tidak mudah dalam ruang sosiokultural Kota Jember. Dalam proses pembentukan identitas Kota Jember itu, satu hal yang cukup penting adalah kenyataan bahwa JFC dilakukan di era tahun 2000-an dengan konteks perkembangan teknologi informasi yang pesat. Media massa, di antaranya, telah menjadi agen yang cukup penting yang mendorong terjadinya perubahan dalam masyarakat. Berbagai produk teknologi informasi pun memiliki pengaruh yang kuat terhadap eksistensi JFC hingga saat ini. Selain membuat masyarakat mudah mengakses informasi, teknologi informasi juga memudahkan masyarakat berjejaring. Munculnya jaringan-jaringan dalam masyarakat ini didasarkan pada konsentrasi tertentu; jaringan yang berbasis perdagangan, sosial, pendidikan, dan kebudayaan. Situasi ini dibaca sebagai ciri zaman kekinian yang memungkinkan JFC dapat dikenal dan diakui sedemikian cepat secara luas. Hal yang tidak bisa ditinggalkan adalah kenyataan bahwa JFC memiliki nilai berita yang tinggi. Hal ini bisa jadi didasarkan keunikan ide JFC, lokasi, dan gambar-gambar yang dihasilkan dari liputannya. Selain itu, dalam masyarakat jaringan yang ditandai dengan makin kaburnya jarak ruang dan waktu, identitas lokal senantiasa ditantang oleh terpaan globalisasi (Castells 1997). JFC da n Disk u r sus M a sya r a k at Ja r ing a n JFC merupakan sebuah karnaval yang diilhami oleh fashion week rumah-rumah mode di Eropa. Mula-mula pemilik Dynand Fariz International High Fashion Center berusaha memakai tradisi rumah mode di Eropa dengan melakukan fashion week. Dalam acara ini, para karyawan diminta memakai busana yang sedang tren dari rumah hingga ke kantor. Setelah beberapa kali mengadakan fashion week, akhirnya para karyawan mengusulkan untuk tampil di alunalun kota Jember. Pertimbangannya, jika busana yang telah mereka rancang hanya dipakai di rumah mode Dynand Fariz atau hanya dipakai selama perjalanan dari rumah ke kantor saja, tak banyak publik yang mengenal rancangan mereka. Sejak itu, kemudian

5 138 r a u d l a t u l j a n n a h diputuskan untuk tampil berparade di alun-alun kota Jember pada hari Minggu, terdiri dari karyawan rumah mode Dynand Fariz, karyawan Salon Karisma, serta karyawan Dyfa Salon. Dalam sebuah wawancara, Suyanto (13/03/2010), salah satu pendiri JFC menyebutkan: Menariknya kemudian kita dikira demo. Bahkan ada ditulis sama Radar Bromo saat itu, judulnya Dikira Demo ternyata Karnaval. Pada saat itu banyak sekali yang menonton, semua orang di alunalun menonton kita, dari situlah kemudian kita evaluasi dan kita rencanakan kenapa tidak kita membuat acara karnaval yang lebih terkonsep dan terencana. Sejak itu, Dynand Fariz, Suyanto, dan para karyawannya memutuskan untuk tampil di depan publik dalam lingkup yang lebih luas dengan ide membuat karnaval yang dipersiapkan secara profesional. Dalam perjalanannya kemudian, JFC mulai berusaha mencari bentuk. Mereka melakukan riset mengenai tema apa yang akan menjadi tren, bentuk karnaval bagaimana yang ideal, hingga bagaimana menjaring sebanyak mungkin media untuk datang meliput. Seluruhnya dikerjakan bersama-sama dengan sukarela oleh Dynand Fariz, Suyanto, dan beberapa karyawan rumah mode Dynand Fariz. Usaha ini membuat mereka terus berkembang dan berjejaring semakin luas. Secara teoritis, proses tersebut dapat dijelaskan melalui konsep masyarakat jaringan. Castells (2000) mendefinisikan masyarakat jaringan sebagai masyarakat dengan fungsi dan proses dominan yang dibentuk oleh jaringan, baik internet, intranet, dan jaringan kerjasama berbagai perusahaan, organisasi, negara, hingga jaringan pergaulan. Dalam perkembangannya, JFC memiliki beberapa jaringan dengan pihak luar, di antaranya media, perusahaan kosmetik (Sariayu Martha Tilaar), dan Pemerintah Kabupaten Jember. Dalam logika jaringan, selain adanya titik-titik yang saling terhubung, juga mensyaratkan adanya kode komunikasi yang sama dan dimengerti oleh titik-titik dalam jaringan itu. Demikian juga dengan jaringan yang dimasuki oleh JFC, kode komunikasi yang dipakai adalah kreativitas dan menggali kekayaan lokal. Kode komunikasi ini dipakai saat akan menjalin kerjasama, misalnya ketika JFCC akan bekerja sama dengan Centro, sebuah perusahaan keramik

6 j e m b e r f a s h i o n c a r n i v a l 139 yang mungkin tidak berhubungan langsung dengan karnaval fesyen. Namun, keduanya bisa terhubung melalui kode komunikasi yang sama yakni kreativitas. Jika JFC ide kreativitasnya dalam karya karnaval dan kostum, Centro mengusung kreativitas melalui desaindesain keramik. Dalam kerjasama dengan Sariayu Martha Tilaar, kode komunikasi kreativitas yang muncul adalah penggalian kekayaan lokal. Jika ada perusahaan baru yang ingin bekerja sama dan tidak mengusung kode ini, maka JFCC menolaknya. Misalnya, JFCC menolak bekerjasama dengan perusahaan rokok dan perusahaan sejenis yang tidak mendukung gaya hidup sehat. Dalam kerjasama yang dijalin, JFCC juga memerhatikan bagaimana kerjasama dengan titik baru, tidak mengganggu hubungannya dengan titik-titik lain dalam jaringan tersebut. Jaringan kerjasama dengan Asoka Foundation, misalnya, membuat JFC tidak bisa menjadi terlalu komersial. Hal ini karena JFC merupakan proyek budaya dan mendapat bantuan pembiayaan dari Asoka Foundation, sehingga JFC banyak menolak bantuan kerjasama yang berniat mensponsori JFC. Sebagaimana logika jaringan yang lain, struktur jaringan yang sifatnya terbuka, dapat menjelaskan adanya titik-titik baru yang masuk dan ada juga yang keluar dari jaringan JFC. Hal ini ditentukan oleh kesamaan kode komunikasi yang mereka inginkan. Perusahaan yang merasa sudah tidak sejalan dengan JFC bisa saja keluar dari JFC, sebaliknya perusahaan yang sesuai dengan misi JFC bisa juga masuk dan bergabung. Keistimewaan jaringan yang lain adalah kemampuan jaringan untuk mengubah sumberdaya menjadi sesuatu yang lebih menguntungkan. Dalam kasus JFC, karya karnaval oleh media kemudian diubah sebagai sebuah berita yang mengonstruksi identitas Kota Jember. Hal ini membuat JFC semakin populer sebagai produk budaya kontemporer. Dari sini popularitas JFC kemudian ditransfer sebagai sebuah kapital baru bagi pencetusnya dan bukan tidak mungkin akhirnya menjadi mesin uang ketika JFC semakin sering tampil dalam banyak kesempatan baik indoor maupun outdoor di berbagai kota. Keuntungan yang juga diraih adalah adanya kapital simbolik bagi elite JFC (Dynand Fariz) sebagai seorang yang kreatif dan jenius yang mencetuskan karya-karya besar, sehingga mereka diminta untuk menjadi konsultan di berbagai tempat yang ingin

7 140 r a u d l a t u l j a n n a h menghasilkan karya sejenis seperti Pemerintah Kota Solo yang akhirnya menciptakan Solo Batik Carnival. Logika jaringan yang berikutnya adalah adanya moda perkembangan teknologi informasi yang mendukung moda produksi kapitalis. Hal ini yang membedakan ciri masyarakat jaringan dengan masyarakat di era sebelumnya. Adanya teknologi informasi ini memungkinkan tersebarnya informasi dalam waktu yang cepat dan jangkauan tak terbatas. Dalam realitas masyarakat jaringan itu, media memegang peranan yang sangat penting. Pada kasus JFC terlihat bagaimana JFCC sebagai sebuah komunitas penyelenggara sangat menyadari kebutuhan akan teknologi informasi untuk mendukung gerakan mereka. Adanya situs JFC di internet, adanya pencarian ide di dunia maya, adanya komunikasi melalui saat akan road show, dan semua bentuk promo serta publikasi tentang JFC yang diselenggarakan dengan fasilitas teknologi informasi mendukung tersebarnya ide JFC. Seperti dikatakan oleh Castells, teknologi informasi menjadi syarat bagi produktivitas dan kompetisi dalam kapitalisme. Hubungan JFC dengan media ini pun terlihat bagaimana media dalam jaringan ini mampu mengubah JFC yang semula hanya sebuah karnaval fasyen di Kota Jember menjadi modal simbolik bagi pencetus JFC sekaligus modal finansial bagi JFCC, menjadi identitas kota bagi Jember, serta menjadi sebuah prestasi bagi peserta JFC. Begitu banyak konstruksi media yang mampu melakukan glitering generality, yaitu mengasosiasikan JFC dengan kebaikan sehingga apa yang semula hanya imej dapat menjadi kekuasaan yang sesungguhnya. Pada akhirnya JFCC dikenal sebagai sebuah kelompok kreatif yang mencoba mengangkat Kota Jember agar dikenal dan maju. Membac a JFC sebag a i Proy ek Identita s Kota Jember adalah sebuah kota dengan kelas semi metropolis karena fungsinya sebagai pusat pelayanan daerah Karesidenan Besuki, yang memiliki beberapa fasilitas modern. Dilihat dari komoditas pertanian yang dihasilkan, Jember juga dikenal sebagai kota tembakau. Hal ini kemudian diikuti dengan banyaknya pengusaha lokal yang berinvestasi pada pengepakan dan penyimpanan sebelum dikirim ke pabrik-pabrik rokok di Jawa Timur dan Jawa Tengah dan sebagian ke luar negeri (dalam Habib 2009).

8 j e m b e r f a s h i o n c a r n i v a l 141 Sebagai daerah yang terletak di ujung Jawa Timur, Jember dapat dikatakan relatif sulit dijangkau. Hal ini disebabkan transportasi darat untuk mencapai Jember melalui Surabaya menghabiskan waktu kurang lebih 4-5 jam, sedangkan transportasi udara meskipun telah ada bandara tapi belum benar-benar beroperasi. Kenyataan ini juga turut membuat Kota Jember agak sulit mengembangkan pariwisatanya dibandingkan daerah Malang atau Surabaya yang lebih mudah dijangkau. Namun, hal ini tidak menyurutkan keinginan pemerintah Kota Jember untuk membangun wilayahnya. Ini misalnya dilakukan dengan menyelenggarakan sebuah kegiatan promosi wisata selama sebulan yang berisi banyak kegiatan menarik yang menampilkan keunggulan Kota Jember. Bagian yang paling penting dalam konsepsi kota kreatif adalah partisipasi kreatif seluruh unsur stakeholder kota. Pengembangan ekonomi dengan basis pertanian dan agribisnis saja tidak cukup memenuhi kebutuhan masa depan kota. Dengan demikian, lahirnya JFC pada tahun 2003 dapat dikatakan sebagai pencetus dan penggagas munculnya ide kreatif dan keinginan mengembangkan kota kreatif di Jember. Meski mampu menggagas karnaval fesyen yang menarik perhatian media, namun ketika berhadapan dengan wilayah sosio kultural Jember, JFC ternyata mengalami cukup banyak kesulitan. Bahkan para pencetus JFC sempat merasa pesimistis bahwa Jember mungkin bukan tempat yang tepat bagi proyek JFC. Bermula dari kondisi obyektif yang dihadapi itulah, akhirnya JFC melihat tantangan sebagai kekuatan, dengan membuat karnaval yang memuat pesanpesan moral yang menyadarkan masyarakat Jember tentang cita-cita pembangunan kota karnaval sebagai kota kreatif yang berkembang dan maju di bidang pariwisata. Dalam kajian mengenai identitas, Sen (2006) menyebutkan bahwa sekalipun kita yakin tentang siapa diri kita, sesungguhnya bisa jadi kita masih menghadapi kesulitan untuk memengaruhi pihak lain agar memahami kita dengan pandangan yang sama seperti yang kita inginkan itu. Dengan demikian, identitas dinegosiasi, sehingga terdapat proses diskusi dan tawar-menawar untuk mencapai kesepakatan 3 di antara yang memengaruhi dan yang dipengaruhi. 3 Dalam Oxford Learner s Pocket Dictionary (1991: 276) negotiate di definisikan sebagai Try to come to (an agreement) by discussion; get past or over (an obstacle).

9 142 r a u d l a t u l j a n n a h Castells (1997) menyebutkan dalam bukunya tentang konsepsi Giddens mengenai identitas dalam masyarakat modern lanjut yang dapat membantu pemahaman yang lebih baik pada dinamika identitas. Seperti yang dikatakan oleh Giddens konteks modern lanjut dimengerti sebagai (1984):...meningkatnya interkoneksi antara dua titik ekstrem yakni ekstensionalitas dan intensionalitas dimana pengaruh globalisasi di satu sisi dan personal disposisi di sisi yang lain, maka tradisi kehilangan cengkeramannya dan kehidupan sehari-hari larut dalam interaksi dialektis antara yang lokal dan yang global... Kemudian Castells melanjutkan, sejalan dengan periode modern lanjut munculnya masyarakat jaringan mendorong munculnya pertanyaan mengenai bagaimana konstruksi identitas selama periode itu (Castells 1997, 2000; Eades 2000; Kumar 1997; Schneider 1997; Wilenus 1998). Hal ini mengindikasikan bentuk perubahan sosial yang baru disebabkan masyarakat jaringan mengalami kesenjangan sistemik antara yang lokal dan yang global bagi kebanyakan individu dan kelompok sosial. Di bawah kondisi baru ini, masyarakat sipil mengalami kemunduran dan disartikulasi karena tidak sesuai lagi dengan logika pembuat kekuasaan dalam jaringan global dan logika asosiasi serta representasi dalam masyarakat dan budaya yang spesifik. Pencarian makna akhirnya terletak pada identitas yang defensif di antara prinsip-prinsip komunal. Kebanyakan aksi sosial menjadi terorganisasi dalam oposisi antara yang tidak dikenal dan yang terisolasi. Dengan demikian, menginterpretasi JFC dapat sejalan dengan hipotesis Castells yang menyatakan bahwa siapapun yang mengonstruksi identitas dan untuk tujuan apapun, seringkali ditentukan oleh makna simbolik yang ada pada identitas tersebut. Dalam konsep project identity, identitas dibangun oleh aktoraktor sosial yang dengan basis material memungkinkan mereka membangun identitas baru, yang mendefinisikan posisi mereka dalam masyarakat. Fenomena JFC ini bisa jadi sebagai sebuah upaya project identity. Jember sebagai ruang sosio kultural masih memungkinkan aktor-aktor seperti Dynand Fariz menegosiasikan identitas baru dan sekaligus mendefinisikan kembali posisi mereka dalam masyarakat.

10 j e m b e r f a s h i o n c a r n i v a l 143 Kemampuan JFC menegosiasikan identitas Kota Jember untuk masuk ke wilayah sosial-kultural Jember, akhirnya akan ada semacam pergeseran konstruksi identitas yang terjadi dari Jember kota tembakau, Jember kota religius, kemudian menjadi Jember kota karnaval fesyen dunia. Meski demikian, dalam praktiknya konstruksi ini tidak terjadi dalam batas-batas yang kaku dan monolitik. Konstruksi identitas Kota Jember yang semula terjadi hanya di dalam wilayah sosio kultural Jember kini melibatkan media di dalamnya, yaitu antara media dan JFC. Hal inilah yang membuat konstruksi identitas Kota Jember sebagai kota karnaval menjadi multi interpretasi. Munculnya JFC di Jember juga bisa menunjukkan sisi multikultural Jember. Masuknya JFC ke wilayah sosiokultural bisa dimaklumi mengingat hingga kini Jember agak sulit menemukan bentuk budaya aslinya. Jika ditelusuri dari sejarah pembentukan Kota Jember, hal ini memungkinkan karena komposisi masyarakat Jember adalah pendatang yang kemudian bercampur dan membentuk kultur pendalungan. Pendalungan adalah budaya yang terbentuk dari percampuran budaya Madura dan budaya Jawa. Oleh sebab itulah Jember tidak memiliki budaya yang benar-benar dominan; masyarakat Jember juga mudah menerima inovasi (Habib, 2009) Diskursus budaya Jember yang asli dan tidak asli agak sulit dipetakan mengingat hampir tidak pernah ada penggalian budaya asli Jember maupun pendefinisian identitas Kota Jember. Selama ini yang terjadi adalah transisi Madura dan transisi Jawa, sehingga wilayah-wilayah pendalungan-nya semakin luas. Wilayah inilah yang saat ini menjadi pusat pemerintahan dan pendidikan di Kota Jember. Dengan kata lain, semakin ke utara, semakin kental Madura, semakin ke selatan semakin kental Jawa. Dalam perjalanannya kemudian, JFC itu lebih mengindonesia daripada menjadi Jember. Hal ini karena tujuan JFC bukan hanya untuk mengenalkan Jember pada Indonesia, namun juga mengenalkan Indonesia pada dunia. Pada perkembangannya, JFC menjadi lebih banyak tampil di kota-kota lain. Ini dapat dilihat sebagai apresiasi terhadap karya JFC, tetapi di sisi lain dapat dilihat sebagai bagian promosi gratis identitas Kota Jember yang baru, yaitu sebagai kota karnaval. Dalam penelusuran tentang pendapat orang Jember mengenai JFC, pertanyaan yang selalu muncul adalah identitas Kota Jember, Jember yang mana? Sebagian besar informan

11 14 4 r a u d l a t u l j a n n a h menjawab Jember yang modern, Jember yang baru, bukan Jember yang lama. Kemudian ketika mereka diminta menyebutkan Jember seperti apa yang lama, maka menurut mereka Jember yang lama adalah Jember yang identik dengan musik Patrol dan Janger. Hal ini menunjukkan bahwa JFC masuk secara pelan namun pasti dalam wilayah sosiokultural Jember, meski JFC ditampilkan di tengah kota, namun para peserta JFC kebanyakan dari wilayah pinggiran Jember. Berdasarkan data peserta dapat terlihat kantungkantung peserta JFC setidaknya tiga kecamatan di Jember, yaitu Kecamatan Kalisat, Kecamatan Ambulu, dan Kecamatan Sumbersari. Terdapat juga peserta yang berasal dari kabupaten tetangga yakni Kabupaten Bondowoso tepatnya Kecamatan Tamanan. Di beberapa tempat tersebut, selain mendapat sosialisasi langsung dari peserta yang telah ikut JFC sebelumnya, mereka juga mendapat sosialisasi dari JFC yang sengaja datang ke lokasi-lokasi ini dengan pakaian karnaval lengkap dan melakukan presentasi di alun-alun kecamatan atau presentasi di kantor desa. Melihat proses ini akhirnya bukan tidak mungkin impian menjadikan JFC sebagai kota karnaval dunia menjadi terwujud di mana proses sosialisasi dan internalisasi makna serta kepentingan ini sedang berlangsung mungkin bukan untuk generasi yang saat ini tengah memimpin Jember, namun bagi generasi muda yang saat ini menjadi peserta JFC. Selain itu, seiring waktu JFC akan menjadi memori kolektif bagi banyak generasi muda saat ini, baik yang menjadi peserta JFC maupun yang hanya menjadi penonton JFC. Hal inilah yang merupakan sumber yang khas dari konstruksi identitas. JFC, Identita s Kota da n M a sya r a k at Ja r ing a n Munculnya JFCC sebagai penggagas dan sekaligus penyelenggara JFC ini tidak bisa dilepaskan dari basis material masyarakat Jember. Pertama, Jember merupakan wilayah yang masih terbuka bagi adanya proyek identitas. Hal ini dikarenakan tidak adanya hegemoni sosial budaya dan politik yang kuat di Jember. Meskipun masyarakat Jember dikenal religius dan terdapat banyak pesantren, namun bisa dikatakan pesantren-pesantren tersebut tidak memiliki hegemoni di

12 j e m b e r f a s h i o n c a r n i v a l 145 wilayah sosio kultural Jember. 4 Hal ini memungkinkan bagi JFCC untuk menawarkan proposal proyek identitas Jember sebagai kota karnaval kepada pemerintah Jember. Penolakan dari masyarakat memang diterima oleh JFCC, namun tidak cukup kuat, sehingga sampai hari ini JFC tetap dilaksanakan sebagai acara tahunan di Jember. Kedua, komposisi masyarakat Jember yang terbentuk dari etnis Madura, Jawa, dan Osing ini memiliki kecenderungan menjadi masyarakat yang multi etnis. Masyarakat Jember umumnya mudah menerima perubahan. Ketiga, bagi masyarakat Jember tradisi karnaval bukanlah hal yang baru. Pada masa Orde Baru, Pemerintah Jember sering mengadakan pawai atau karnaval pembangunan mengenai hasil-hasil pembangunan. Selain itu, ada pula tradisi pesantren di Jember yang sering mengadakan pawai atau karnaval dalam memperingati hari-hari besar Islam. Kondisi ini meningkatkan penerimaan masyarakat Jember terhadap JFC. Kecenderungan ini juga didukung oleh kultur agraris masyarakat Jember yang suka berkumpul dan selalu haus akan hiburan (Habib 2009). Sejak zaman Kolonial Belanda di pusat-pusat perkebunan gula di Jember, setiap pabrik gula yang akan memulai penggilingan gula selalu mengadakan pesta tayup yang menandai dimulainya penggilingan gula. Dalam pesta itu semua buruh perkebunan berkumpul dan menikmati hiburan sambil membelanjakan uang upah mereka. 5 Bukti bahwa JFC dapat diinterpretasi sebagai proyek identitas adalah adanya usaha JFC bertransformasi ke dalam struktur sosial yang ada. Dalam hal ini, JFCC dapat dikatakan terus melakukan usaha, khususnya transformasi nilai kreativitas dan nilai kedisiplinan. JFCC memperkenalkan kepada masyarakat Jember bagaimana menghasilkan kreativitas melalui kostum. Kreativitas ini diajarkan melalui pengolahan bahan-bahan bekas yang semula dianggap tidak bernilai. Kostum spektakuler yang dihasilkan ternyata bisa berasal dari daun kering, kaleng bekas, maupun potongan kain perca. Hal 4 Hal ini juga disampaikan oleh Pengamat Budaya Jember Prof Ayu Sutarto dalam wawancara dengan penulis, Maret Dikatakan bahwa Jember bukan saja wilayah yang masih terbuka bagi proyek identitas tetapi bisa dikatakan Jember adalah wilayah yang liar, pesantren-pesantren yang ada di Jember tidak memiliki hegemoni sosial budaya, ada hegemoni politik, namun itupun terpecah-pecah, sehingga wajar jika bisa muncul JFC di Jember. 5 Berdasarkan diskusi dengan Maulana Suryakusumah, Sosiolog Jember, Maret 2010.

13 146 r a u d l a t u l j a n n a h ini mengajarkan kepada masyarakat Jember bahwa kreativitas bisa dihasilkan di mana saja dan oleh siapa saja asalkan mau belajar, dan JFCC memfasilitasi masyarakat Jember untuk mempelajari berbagai hal baru. Selain kreativitas, JFCC juga mentransformasi nilai kedisplinan. Salah satu contoh yang dilakukan oleh JFCC adalah membuka show time JFC pada pukul WIB oleh Bupati Jember maupun tanpa Bupati Jember. Hal ini menunjukkan bahwa JFC berusaha untuk tepat waktu dan tidak ingin terbelit oleh birokrasi yang terkadang jam karet. Kegiatan JFC yang terkonsep sedemikian terencana ini membuat pemerintah Jember banyak memercayakan JFCC sebagai event organizer kegiatan pemerintah Jember, salah satunya adalah MTQ tingkat Jawa Timur yang sempat diselenggarakan di Jember pada tahun Terakhir, adanya proyek identitas yang tumbuh dari resistensi komunal. Dalam kasus JFCC sebagai gerakan kota memperjuangkan proyek identitas ini adalah adanya resistensi komunal terhadap Jember yang lama, yakni Jember yang tidak maju, Jember yang tidak terkenal, dan Jember yang kurang memberi rasa bangga kepada warganya. Munculnya JFCC berangkat dari kebutuhan akan rasa bangga menjadi bagian dari warga kota Jember. Pihak JFCC mulanya melihat Jember selama ini tidak banyak dikenal orang. Dalam sebuah petikan wawancara dengan pihak JFCC terlihat bagaimana semula seorang Dynand Fariz merasa minder saat harus mengaku berasal dari Jember. Kemudian sejak ada JFC dan Jember semakin sering diliput oleh media, warga Jember menjadi bangga akan Kota Jember. Resistensi terhadap kota yang lesu dan lambat berkembang ini kemudian diwujudkan dengan melakukan usahausaha untuk membuat Jember menjadi lebih dikenal yakni dengan mempromosikan Jember di Indonesia maupun di mancanegara melalui media karnaval (JFC). Jika ditarik dalam kasus negosiasi identitas, terlihat JFCC berusaha memperjuangkan isu lokal dengan menjadikan Kota Jember lebih dikenal dan maju sehingga memancing banyak investor. Dalam proses negosiasi ini, JFCC banyak mendapat pertanyaan mengenai akar budaya Jember yang dapat melegitimasi keberadaan JFC di wilayah sosiokultural Jember. Dalam hal ini JFC selalu bertahan dengan gagasan bahwa JFC adalah berakar pada Jember kontemporer dan anggapan bahwa budaya selalu diciptakan tidak selalu harus

14 j e m b e r f a s h i o n c a r n i v a l 147 berupa warisan dari sejarah masa lalu. Mekipun jika ditelisik lebih jauh, di awal otonomi daerah saat kabupaten-kabupaten di Indonesia berlomba-lomba meningkatkan pendapatan daerah mereka, wilayahwilayah baru yang terbentuk dari migrasi penduduk relatif kesulitan mencari akar budaya mereka untuk mendefinisikan identitas kota mereka. Tuntutan menjadi daerah yang unik, berbeda, dan dapat menyerap wisatawan menjadi orientasi utama. Dalam proses identifikasi sebagai sebuah identitas, masuknya JFC di wilayah sosiokultural Jember membuat masyarakat Jember baik itu peserta JFC, penonton JFC, pengamat budaya di Jember, dan masyarakat Jember secara umum melakukan pemaknaan terhadap Kota Jember yang baru sebagai Kota Jember yang diwarnai dengan JFC dan pemberitaan tentang JFC. Usaha-usaha untuk menyosialisasikan ide ini, dilakukan oleh JFCC dengan memanfaatkan teknologi. penutup JFC dapat menjadi evidensi dari diskursus masyarakat jaringan yang terjadi di Kota Jember. Hal ini ditunjukkan dengan adanya logika-logika jaringan yang dipraktikkan oleh JFC. Dalam kasus ini ditunjukkan melalui bagaimana JFC sebagai sebuah karnaval fesyen, dapat diubah oleh media menjadi proyek identitas kota Jember, kemudian dapat berubah menjadi modal finansial ketika mulai dikenal dan mendapat tawaran tampilan road show di berbagai kota, selanjutnya dapat menjadi modal simbolik bagi elite JFC sebagai komunitas kreatif yang kemudian dapat diubah kembali menjadi modal finansial. Logika jaringan yang memiliki kemampuan untuk mengubah sumber daya menjadi lebih menguntungkan ini juga mencerminkan adanya kecenderungan masyarakat jaringan (termasuk JFC di dalamnya) yang sangat kapitalistik. JFC dapat dikatakan sebagai proyek identitas yang tumbuh dari resistensi komunal terhadap Jember yang dulu, yang belum terkenal dan tidak maju. Kenyataan ini akhirnya membuat JFCC sebagai sebuah gerakan melakukan usaha-usaha untuk membuat Jember terkenal melalui karnaval fesyen dan hubungan baiknya dengan media baik lokal, nasional, maupun internasional. Sebagai proyek identitas JFC dapat tumbuh karena struktur sosial di Jember memungkinkan untuk itu antara lain karena tidak adanya hegemoni sosial kultural

15 148 r a u d l a t u l j a n n a h oleh pesantren di Jember, adanya tradisi karnaval baik sejak Orde Baru maupun tradisi karnaval di pesantren saat memperingati hari besar Islam, dan terakhir adanya komposisi masyarakat Jember yang multietnis sehingga relatif mudah menerima perubahan. Da f ta r Pusta k a Adibah, Farah Karnaval Sebagai Media Komunikasi Analisis Semiotik Terhadap Jember Fashion Carnival 4. Tesis Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia: Jakarta Andrianto, Apit Media Dan Konstruksi Identitas (Studi Etnografi Terhadap Peran Media Komunitas Subkultur Slanker Dalam Membantuk Identitas Kelompok. Tesis Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia: Jakarta Anderson, Benedict (1983): Patriotism And Racism In Imagined Communities:Reflections On The Origin And Spread Of Nationalism. London: Verso. Asteria, Donna Representasi Identitas Perempuan: Konstruksi Kesadaran Identitas Oleh Majalah Perempuan, Analisis Teks Feature Dalam Majalah Femina, Kartini, Dan Cosmopolitan. Tesis Studi Wanita Universitas Indonesia : Jakarta Bhabha, Homi K The Location Of Culture. London: Sage. Beniger Jr The Personalization Of Mass Media And The Growth Of Pseudo Community. Communres. 14 (3) Buechler, Steven M.New Social Movement Theories Source: The Sociological Quarterly, Vol. 36, No. 3 (Summer, 1995), Pp Published By: Blackwell Publishing On Behalf Of The Midwest Sociological Society Stable Url: stable/ Cerulo, Karen A Identity Design, The Sights And Sound Of A Nation. New Brunswick, Nj: Rutgers Univ. Press. Cerulo, Karen A Identity Construction, New Issues And New Directions. Annual Review Of Sociology, Vol 23 Pp ( ). Calhoun 1994, Critical Social Theory: Culture, History, And The Challenge Of Difference, Oxford, Uk: Blackwell. Pg 199. Castells, Manuel The Power Of identity. The Information Age: Economy, Society And Culture. Vol II.. Blackwell Publishers Inc: UK.

16 j e m b e r f a s h i o n c a r n i v a l , The Rise Of Network Society. The Information Age: Economy, Society And Culture. Blackwell Publishers Inc: UK , Toward A Sociology Of The Network Society Source: Contemporary Sociology, Vol. 29, No. 5 (Sep., 2000), Pp Published By: American Sociological Association Stable Url: Eades, Jerry Reviewed Work(S): The Information Age: Economy, Society And Culture. Volume 1. The Rise Of The Network Society By Manuel Castells The Information Age: Economy, Society And Culture. Volume II. The Power Of Identity By Manuel Castells The Information Age: Economy, Society And Culture. Volume III. End Of Millennium. The Journal Of The Royal Anthropological Institute, Vol. 6, No. 2 (Jun, 2000), Pp Published By: Royal Anthropological Institute Of Great Britain And Ireland Stable Url: stable/ Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta: Lkis , Analisis Framing Konstruksi, Ideologi, Dan Politik Media. Yogyakarta: Lkis. Giddens, A The Constitution of Society: Outline of the Theory of Structuration. Berkeley: University Of California Press. Hall, S,1996. Who Need Identity? Dalam Question Of Cultural Identity, diedit oleh S. Hall And P. Du Gay. London: Sage. Hamad, Ibnu, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, Sebuah Studi Critical Discourse Analysis terhadap Berita-Berita Politik. Jakarta: Granit. Habib, Subadri Dewan Perwakilan Rakyat Daerah: Dalam perkembangan Kabupaten Jember. Dokumen sampai dengan Kabupaten Jember. Hindrawardhani, Desi, Konstruksi Identitas Orang Indonesia- Hadrami: Studi Tentang Hibriditas. Tesis Sosiologi FISIP Universitas Indonesia: Jakarta. Isaacs, Harold R Pemujaan Terhadap Kelompok Etnis:Identitas Kelompok Dan Perubahan Politik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

17 150 r a u d l a t u l j a n n a h Jannah, Raudlatul, Prostitusi, Pengakuan dan Kriminalitas: Konstruksi Identitas Waria Oleh Media. Sosiologi FISIP Universitas Jember. Kuswandi, Wawan Komunikasi Massa, Sebuah Analisis Isi Media Televisi. Jakarta: Rineka Cipta. Kumar, Krishan Reviewed Work(S): The Information Age: Economy, Society And Culture. Volume I. The Rise Of The Network Society By Manuel Castells. The British Journal Of Sociology, Vol. 48, No. 3 (Sep., 1997), Pp Published By: Blackwell Publishing On Behalf Of The London School Of Economics And Political Science Stable Url: stable/ Lamont, M Money, Morals And Manners: The Culture Of The French And The American Upper Middle Class. Chicago, Il: Univ. Chicago Press. Lawler, Steph, Identity Sosiological Perspectives. Cambridge: Polity Press. Lestari, Diah Dwi Bahasa Inggris Sebagai Salah Satu Sarana Dalam Mempromosikan Wisata Kabupaten Jember Melalui JFC Di Mancanegara. Laporan Kuliah Kerja Universitas Jember: Jember. Lynd, Helen Through The Looking Glass. Dalam Pemujaan Terhadap Kelompok Etnis:Identitas Kelompok Dan Perubahan Politik, diedit oleh Harold R Isaacs. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Migdal, Joel S. (Ed) (2004). Boundaries & Belonging: State & Societies In The Struggle To Shape Identities And Local Practices. Cambridge: Cambridge University Press. Pamungkas, Cahyo Papua Islam dan Otonomi Khusus: Kontestasi Identitas di Kalangan Orang Papua. Tesis Sosiologi FISIP Universitas Indonesia: Jakarta. Ritzer, George & Goodman, Douglas J. (2004). Teori Sosiologi Modern Edisi Enam, Terjemahan Alimandan. Jakarta: Kencana. Said, Edward Orientalism. Us: Vintage Books. Sadewi, Anita Identitas Sebagai Dinamika Sosial Dari Sudut Pandang Stuart Hall (Studi Kasus Kelompok Etnis Cina Pasar Baru Jakarta). Tesis Sosiologi FISIP Universitas Indonesia: Jakarta. Silk, Michael Bangsa Malaysia: Global Sport, The City And The Mediated Refurbishment Of Local Identities. Media, Culture

18 j e m b e r f a s h i o n c a r n i v a l 151 & Society 2002 Sage Publications (London, Thousand Oaks And New Delhi), Vol. 24: Schneider, Peter A Reviewed Work(S): The Information Age: Economy, Society And Culture Volume I: The Rise Of The Network Society By Manuel Castells Source: The Journal Of Marketing, Vol. 61, No. 4 (Oct., 1997), Pp Published By: American Marketing Association Stable Url: stable/ Sudiar, Devin Gelorawan Pelaksanaan Kegiatan Promosi Atraksi Wisata Jember Fashion Carnaval (JFC) Dalam Memasuki Pasar Nasional Dan Internasional. Laporan Kuliah Kerja Universitas Jember: Jember. Touraine, Alan An Introduction To The Study Of Social Movement. Social Research 52: Titiwening, Fransiska Punk, Punker, Ngepunk: Masalah Identitas Dalam Metodologi Antropologi. Tesis Antropologi FISIP Universitas Indonesia: Jakarta. Wilenius, Markku Review: A New Globe In The Making: Manuel Castells On The Information Age. Reviewed Work(S): The Information Age: Economy, Society And Culture By Manuel Castells Source: Acta Sociologica, Vol. 41, No. 3 (1998), Pp Published By: Sage Publications, Ltd. Stable Url: jstor.org/stable/

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Jember fashion..., Raudlatul Jannah, FISIP UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Jember fashion..., Raudlatul Jannah, FISIP UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan 7 sub bab antara lain latar belakang penelitian yang menjelaskan mengapa mengangkat tema JFC, Identitas Kota Jember dan diskursus masyarakat jaringan. Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Jember fashion..., Raudlatul Jannah, FISIP UI, 2010.

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Jember fashion..., Raudlatul Jannah, FISIP UI, 2010. yang hampir 10 tahun berlangsung di Kota Jember. Pada bab selanjutnya akan dijelaskan kesimpulan penelitian ini secara menyeluruh, implikasi teoritis dan rekomendasi yang dihasilkan dari penelitian ini.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA JEMBER FASHION CARNAVAL (JFC), IDENTITAS KOTA JEMBER DAN DISKURSUS MASYARAKAT JARINGAN TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA JEMBER FASHION CARNAVAL (JFC), IDENTITAS KOTA JEMBER DAN DISKURSUS MASYARAKAT JARINGAN TESIS UNIVERSITAS INDONESIA JEMBER FASHION CARNAVAL (JFC), IDENTITAS KOTA JEMBER DAN DISKURSUS MASYARAKAT JARINGAN TESIS RAUDLATUL JANNAH NPM 0806438162 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN SOSIOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siapa yang tidak mengenal fashion di dunia ini. Sejak lahir fashion atau mode sudah ada dalam diri setiap insan. Mode berbusana atau fashion pada dasarnya tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jika bab sebelumnya memaparkan mengenai alasan mengangkat tema dan tujuan penulisan serta sistematika isi tesis ini, maka bab ini berisi dua bagian. Bagian pertama, tinjauan pustaka

Lebih terperinci

Event ini semakin mendekati popularitas di Brazil. Di Festival Rio De Janeiro, anda akan melihat ratusan orang berkostum menarik dan

Event ini semakin mendekati popularitas di Brazil. Di Festival Rio De Janeiro, anda akan melihat ratusan orang berkostum menarik dan Ina Nur ferlina Pencetusnya menginginkan karnaval yang sekadar menampilkan ide-ide soal fashion. Lalu, tiba-tiba menjadi karnaval yang telanjur menjadi buah bibir nasional. Bahkan, Inggris dan India melirik

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MAS{LAH{AH MURSALAH TERHADAP PELAKSANAAN FESTIVAL KEBUDAYAAN JEMBER FASHION CARNAVAL DI KABUPATEN JEMBER

BAB IV ANALISIS MAS{LAH{AH MURSALAH TERHADAP PELAKSANAAN FESTIVAL KEBUDAYAAN JEMBER FASHION CARNAVAL DI KABUPATEN JEMBER BAB IV ANALISIS MAS{LAH{AH MURSALAH TERHADAP PELAKSANAAN FESTIVAL KEBUDAYAAN JEMBER FASHION CARNAVAL DI KABUPATEN JEMBER Hakikat kemaslahatan dalam Islam adalah segala bentuk kebaikan dan manfaat yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Bab ini berisi secara umum mengenai metode penelitian yang digunakan, peran peneliti dan etika penelitian, metode pengumpulan data, strategi validasi serta kerangka kerja dan

Lebih terperinci

Festival Seni dan Budaya Indonesia Yang Mendunia

Festival Seni dan Budaya Indonesia Yang Mendunia Festival Seni dan Budaya Indonesia Yang Mendunia Hallo Traveller, Siapa yang tak kenal pesona Negeri Indonesia? Kekayaan alamnya yang berlimpah, dibarengi dengan pemandangan surga yang tersebar diseluruh

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. Nonton bareng..., Rima Febriani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 4 KESIMPULAN. Nonton bareng..., Rima Febriani, FIB UI, Universitas Indonesia dibayar. Di Eropa tempat duduk seperti ini biasanya dihuni petinggi klub, pejabat, atau konglomerat sementara suporter biasa duduk di tempat biasa. Ada pula semacam anggapan yang berlaku bahwa suporter

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Musik dangdut merupakan sebuah genre musik yang mengalami dinamika di setiap jamannya. Genre musik ini digemari oleh berbagai kalangan masyarakat Indonesia. Berkembangnya dangdut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah I.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Media Televisi merupakan media massa yang sangat akrab dengan masyarakat umum. Oleh sebab itu pula, televisi menjadi media yang memiliki penetrasi yang paling

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Bourdieu, Pierre, Wacquant Loic An Invitation to Reflexive Sociology. Polity Press.

DAFTAR PUSTAKA. Bourdieu, Pierre, Wacquant Loic An Invitation to Reflexive Sociology. Polity Press. DAFTAR PUSTAKA Buku : Abayasakere, S. 1989. Jakarta : A History. Singapore : Oxford University Press. Barker, Chris. 2004. Cultural Studies : teori dan praktek. Yogyakarta : Bentang. Bourdieu, Pierre,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan 116 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil analisis semiotika dengan unsur tanda, objek, dan interpretasi terhadap video iklan pariwisata Wonderful Indonesia episode East Java, serta analisis pada tiga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Gaya berbusana atau sering disebut fashion adalah istilah untuk menggambarkan gaya yang dianggap lazim pada satu periode tertentu (sumber: http://digilib.its.ac.id/).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai belahan dunia. Pertumbuhan ekonomi ini tidak lepas dari peran industri

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai belahan dunia. Pertumbuhan ekonomi ini tidak lepas dari peran industri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sumber bagi pertumbuhan ekonomi di berbagai belahan dunia. Pertumbuhan ekonomi ini tidak lepas dari peran industri pariwisata dunia

Lebih terperinci

PENGARUH JEMBER FASHION CARNAVAL (JFC) TERHADAP IDENTITAS BUDAYA KOTA JEMBER SEBAGAI TRENDSETTER PARIWISATA BUDAYA BAGI KOTA-KOTA LAIN DI INDONESIA

PENGARUH JEMBER FASHION CARNAVAL (JFC) TERHADAP IDENTITAS BUDAYA KOTA JEMBER SEBAGAI TRENDSETTER PARIWISATA BUDAYA BAGI KOTA-KOTA LAIN DI INDONESIA PENGARUH JEMBER FASHION CARNAVAL (JFC) TERHADAP IDENTITAS BUDAYA KOTA JEMBER SEBAGAI TRENDSETTER PARIWISATA BUDAYA BAGI KOTA-KOTA LAIN DI INDONESIA THE EFFECT OF JEMBER FASHION CARNAVAL (JFC) ON JEMBER

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. dalam kehidupan masyarakat. Gaya hidup yang menjadi pilihan bebas bagi

BAB VI KESIMPULAN. dalam kehidupan masyarakat. Gaya hidup yang menjadi pilihan bebas bagi BAB VI KESIMPULAN Kajian media dan gaya hidup tampak bahwa pengaruh media sangat besar dalam kehidupan masyarakat. Gaya hidup yang menjadi pilihan bebas bagi masyarakat tidak lain merupakan hasil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (http://kbbi.web.id/jilbab). Pada zaman orde baru pemerintah melarang

BAB I PENDAHULUAN. (http://kbbi.web.id/jilbab). Pada zaman orde baru pemerintah melarang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia sehingga banyak ditemui perempuan muslim Indonesia menggunakan jilbab,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Sajian pemberitaan media oleh para wartawan narasumber penelitian ini merepresentasikan pemahaman mereka terhadap reputasi lingkungan sosial dan budaya Kota Yogyakarta.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. beragam konteks. Cultural Studies, istilah ini diciptakan oleh Richard

I. PENDAHULUAN. beragam konteks. Cultural Studies, istilah ini diciptakan oleh Richard I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cultural Studies atau kajian budaya adalah studi kebudayaan atas praktek signifikasi representasi, dengan mengeksplorasi pembentukan makna pada beragam konteks. Cultural

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam BAB V KESIMPULAN 5.1. Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum 2013 Konstruksi Identitas Nasional Indonesia tidaklah berlangsung secara alamiah. Ia berlangsung dengan konstruksi besar, dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan, kepercayaan kepada leluhur

BAB I PENDAHULUAN. dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan, kepercayaan kepada leluhur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desa Adat Kuta sebagaimana desa adat lainnya di Bali, merupakan suatu lembaga adat yang secara tradisi memiliki peran dalam mengorganisasi masyarakat dan menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di

Lebih terperinci

8.1 Temuan Penelitian

8.1 Temuan Penelitian BAB VIII PENUTUP Bab Penutup ini berisi tiga hal yaitu Temuan Penelitian, Simpulan, dan Saran. Tiap-tiap bagian diuraikan sebagai berikut. 8.1 Temuan Penelitian Penelitian tentang relasi kuasa dalam pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geografis, letak Indonesia yang terbentang dari sabang sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. Indonesia yang terkenal dengan banyak pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, sudah tak asing lagi kita mendengar kata televisi.

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, sudah tak asing lagi kita mendengar kata televisi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, sudah tak asing lagi kita mendengar kata televisi. Televisi adalah sebuah media elektronik yang menjadi benda warisan ciptaan manusia, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak separuh dekade yang lalu, terdapat suatu aktivitas baru pada

BAB I PENDAHULUAN. Sejak separuh dekade yang lalu, terdapat suatu aktivitas baru pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak separuh dekade yang lalu, terdapat suatu aktivitas baru pada beberapa warung internet (warnet) di Yogyakarta. Beberapa warnet seolah beralih fungsi dari tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu dasawarsa terakhir ini, telah melahirkan karakteristik tertentu dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu dasawarsa terakhir ini, telah melahirkan karakteristik tertentu dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Liberalisasi politik yang hadir bersamaan dengan liberalisasi ekonomi dalam satu dasawarsa terakhir ini, telah melahirkan karakteristik tertentu dalam pemilihan umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. farmasi harus dapat diterima dengan baik oleh publik atau stakeholder-nya. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. farmasi harus dapat diterima dengan baik oleh publik atau stakeholder-nya. Dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya dunia usaha di bidang farmasi yang semakin pesat, untuk dapat mempertahankan eksistensinya, sebuah perusahaan farmasi harus dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Religiusitas erat kaitannya dengan keyakinan terhadap nilai-nilai keislaman dan selalu diidentikkan dengan keberagamaan. Religiusitas dalam kehidupan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling tua dibandingkan dengan jenis media massa lainnya. Sejarah mencatat

BAB I PENDAHULUAN. paling tua dibandingkan dengan jenis media massa lainnya. Sejarah mencatat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Media informasi dewasa ini berkembang amat pesat, baik media cetak, elektronik maupun media internet. Dalam hal ini peningkatan dalam penyampaian informasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia berhak menentukan nasib bangsanya sendiri, hal ini diwujudkan dalam bentuk pembangunan. Pembangunan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandung adalah kota dengan berbagai julukan, kota surga belanja, kota tujuan wisata kuliner terkenal hingga kota kreatif tempat lahirnya seniman, pemusik hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kondisi geografis Indonesia menyebabkan adanya keanekaragaman,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kondisi geografis Indonesia menyebabkan adanya keanekaragaman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang sangat luas, terdiri dari sekitar 500 kota atau kabupaten yang tersebar di seluruh pulau pulau yang ada di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. menengah perkotaan, mereka menyadari bahwa penampilan memegang peranan

BAB V PENUTUP. menengah perkotaan, mereka menyadari bahwa penampilan memegang peranan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Sebagai komunitas yang dibentuk berdasarkan kesadaran religious, Komunitas Hijabers Yogyakarta ingin menampilkan sebuah identitas baru yaitu berbusana yang modis tapi tetap

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengungkapkan permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Pendekatan kualitatif ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2007) ekonomi gelombang ke-4 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2007) ekonomi gelombang ke-4 adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekonomi kreatif merupakan pengembangan konsep berdasarkan modal kreatifitas yang dapat berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Menurut Presiden Susilo Bambang

Lebih terperinci

BAB III IDENTIFIKASI DATA

BAB III IDENTIFIKASI DATA BAB III IDENTIFIKASI DATA A. Data Perusahaan 1. Sejarah Berdirinya Red Batik Solo Awal berdirinya Red Batik Solo adalah tanggal 12 Februari 2012 pertama kali dicetuskan oleh seorang seniman dan budayawan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK YANG DIRENCANAKAN DAN KONSEP PERENCANAAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK YANG DIRENCANAKAN DAN KONSEP PERENCANAAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK YANG DIRENCANAKAN DAN KONSEP PERENCANAAN Bagian ini akan menganalisis gambaran umum objek yang direncanakan dari kajian pustaka pada Bab II dengan data dan informasi pada Bab

Lebih terperinci

MEDIA ECONOMICS Media massa adalah institusi ekonomi yang berkaitan dengan produksi dan penyebab isi media yang ditargetkan pada khalayak atau konsume

MEDIA ECONOMICS Media massa adalah institusi ekonomi yang berkaitan dengan produksi dan penyebab isi media yang ditargetkan pada khalayak atau konsume EKONOMI MEDIA MATA KULIAH EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL Universitas Muhammadiyah Jakarta Aminah, M.Si MEDIA ECONOMICS Media massa adalah institusi ekonomi yang berkaitan dengan produksi dan penyebab isi

Lebih terperinci

PUSAT INFORMASI BATIK di BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

PUSAT INFORMASI BATIK di BANDUNG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN PUSAT INFORMASI BATIK di BANDUNG 1.1. Latar Belakang Bangsa yang maju adalah bangsa yang menghargai dan bangga akan kebudayaannya sendiri. Dari kebudayaan suatu bangsa bisa dilihat kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan informasi pada era globalisasi pada zaman ini sangat begitu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan informasi pada era globalisasi pada zaman ini sangat begitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan informasi pada era globalisasi pada zaman ini sangat begitu pesat khususnya dalam media yakni, media cetak, media online ataupun media elektronik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LATAR BELAKANG TUJUAN LATAR BELAKANG. Eksistensi kebudayaan Sunda 4 daya hidup dalam kebudayaan Sunda

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LATAR BELAKANG TUJUAN LATAR BELAKANG. Eksistensi kebudayaan Sunda 4 daya hidup dalam kebudayaan Sunda BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang LATAR BELAKANG TUJUAN LATAR BELAKANG Eksistensi kebudayaan Sunda 4 daya hidup dalam kebudayaan Sunda KONSERVASI PARTISIPASI KOMUNITAS SUNDA TAMAN BUDAYA SUNDA METODE

Lebih terperinci

Surya Research International

Surya Research International PRODUK LAYANAN Produk dan layanan Jasa penelitian dan pengembangan Jasa konsultasi dan implementasi Jasa pembuatan software ilmiah Publikasi dan Sosialisasi Working Paper (WP) Journal of Social Complexity

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa seperti surat kabar, majalah, radio, televisi dan film sudah

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa seperti surat kabar, majalah, radio, televisi dan film sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media massa saat ini sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat, tak dapat kita pungkiri bila animo masyarakat terhadap berbagai program komunikasi melalui media

Lebih terperinci

STRATEGI DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KOTA SURAKARTA DALAM MENGEMBANGKAN SOLO BATIK CARNIVAL UNTUK MENINGKATKAN KUNJUNGAN WISATAWAN

STRATEGI DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KOTA SURAKARTA DALAM MENGEMBANGKAN SOLO BATIK CARNIVAL UNTUK MENINGKATKAN KUNJUNGAN WISATAWAN STRATEGI DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KOTA SURAKARTA DALAM MENGEMBANGKAN SOLO BATIK CARNIVAL UNTUK MENINGKATKAN KUNJUNGAN WISATAWAN (penelitian deskriptif tentang strategi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada abad ini gerak perubahan zaman terasa semakin cepat sekaligus semakin padat. Perubahan demi perubahan terus-menerus terjadi seiring gejolak globalisasi yang kian

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. TVRI Stasiun Sulawesi Tenggara sebagai televisi publik lokal dan Sindo TV

VI. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. TVRI Stasiun Sulawesi Tenggara sebagai televisi publik lokal dan Sindo TV VI. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Pada bagian ini diuraikan kesimpulan, implikasi dan rekomendasi berdasar hasil penelitian yang telah dilakukan. 6.1. Kesimpulan Berdasarkan temuan-temuan dan analisa

Lebih terperinci

KONSTRUKSI IDEOLOGI JEMBER FASHION CARNAVAL IDEOLOGY CONSTRUCTION OF JEMBER FASHION CARNAVAL

KONSTRUKSI IDEOLOGI JEMBER FASHION CARNAVAL IDEOLOGY CONSTRUCTION OF JEMBER FASHION CARNAVAL KONSTRUKSI IDEOLOGI JEMBER FASHION CARNAVAL IDEOLOGY CONSTRUCTION OF JEMBER FASHION CARNAVAL SKRIPSI Oleh: DIAN NOVITA ANGGELINA MAYASARI NIM 050910302148 PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hal, dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan cara-cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hal, dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan cara-cara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Perspektif Sosiologis Perspektif merupakan suatu kumpulan asumsi maupun keyakinan tentang sesuatu hal, dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan

Lebih terperinci

proses sosial itulah terbangun struktur sosial yang mempengaruhi bagaimana China merumuskan politik luar negeri terhadap Zimbabwe.

proses sosial itulah terbangun struktur sosial yang mempengaruhi bagaimana China merumuskan politik luar negeri terhadap Zimbabwe. BAB V KESIMPULAN Studi ini menyimpulkan bahwa politik luar negeri Hu Jintao terhadap Zimbabwe merupakan konstruksi sosial yang dapat dipahami melalui konteks struktur sosial yang lebih luas. Khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan untuk memperkenalkan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekayaan alam dan keanekaragaman budaya yang dimiliki Indonesia menjadikan bumi pertiwi terkenal di mata internasional. Tidak terlepas oleh pakaian adat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cantik adalah kata yang tidak pernah lepas dari seorang wanita, memberikan pesona agar menjadi cantik dan menarik bagi orang yang melihatnya. Saat ini menjadi cantik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi kemajuan suatu bangsa. Masa anak-anak disebut-sebut sebagai masa. yang panjang dalam rentang kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. bagi kemajuan suatu bangsa. Masa anak-anak disebut-sebut sebagai masa. yang panjang dalam rentang kehidupan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan karunia terbesar bagi keluarga, agama, bangsa, dan negara. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah penerus citacita bagi kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam era informasi sekarang ini, masyarakat sangat membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam era informasi sekarang ini, masyarakat sangat membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era informasi sekarang ini, masyarakat sangat membutuhkan sumber informasi yang disajikan oleh media. Masyarakat menjadikan media sebagai subjek pembicaraan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perancangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Dunia fesyen merupakan salah satu gaya hidup manusia dan tidak dipungkiri menjadi salah satu kebutuhan pokok manusia. Pertumbuhan masyarakat modern bersamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bandung merupakan kota yang terkenal dengan industri kreatif di bidang fashion, dengan desain yang unik dan mengikuti trend masa kini. Bandung sebagai kota mode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepariwisataan saat ini menjadi fokus utama yang sangat ramai dibicarakan masyarakat karena dengan mengembangkan sektor pariwisata maka pengaruh pembangunan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1 Genre musik hardcore adalah sebuah bentuk budaya tandingan terhadap budaya mainstream yang tersedia di masyarakat, yang berada dalam sebuah kancah alternatif dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mereka sangat memperhatikan penampilan selain menunjukan jati diri ataupun

BAB I PENDAHULUAN. Mereka sangat memperhatikan penampilan selain menunjukan jati diri ataupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kaum wanita adalah kaum yang sangat memperhatikan penampilan. Mereka sangat memperhatikan penampilan selain menunjukan jati diri ataupun identitas, penampilan juga sebagai

Lebih terperinci

Rumusan Isu Strategis dalam Draft RAN Kepemudaan PUSKAMUDA

Rumusan Isu Strategis dalam Draft RAN Kepemudaan PUSKAMUDA Rumusan Isu Strategis dalam Draft RAN Kepemudaan 2016 2019 PUSKAMUDA Isu Strategis dalam Kerangka Strategi Kebijakan 1. Penyadaran Pemuda Nasionalisme Bina Mental Spiritual Pelestarian Budaya Partisipasi

Lebih terperinci

Movement mudah diterima oleh masyarakat global, sehingga setiap individu diajak untuk berpikir kembali tentang kemampuannya dalam mempengaruhi

Movement mudah diterima oleh masyarakat global, sehingga setiap individu diajak untuk berpikir kembali tentang kemampuannya dalam mempengaruhi BAB IV KESIMPULAN Pemahaman masyarakat global terhadap istilah globalisasi dewasa ini didominasi oleh definisi-definisi yang merujuk pada pengertian globalisasi dari atas. Globalisasi dari atas merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat yang kian berkembang pada dasarnya memiliki rasa ingin tahu yang besar. Mereka ingin tahu apa yang terjadi di tengah-tengah dunia global. Program informasi

Lebih terperinci

Jember Fashion Carnaval (JFC) adalah sebuah karnaval busana

Jember Fashion Carnaval (JFC) adalah sebuah karnaval busana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tema permainan dan hiburan merupakan persoalan aktual dan penting yang dihadapi oleh umat manusia di berbagai negara dan zaman yang berbeda. Persoalan ini secara

Lebih terperinci

Ideologi dan identitas..., Muchamad Sidik Roostandi, FIB UI, Universitas Indonesia

Ideologi dan identitas..., Muchamad Sidik Roostandi, FIB UI, Universitas Indonesia terdapat proses pertukaran (exchange) antara kapital yang dimiliki konsumen dengan nilai simbolik (dan juga nilai materi: uang) yang terkandung dalam suatu produk. Sementara pada kasus Bu Lani dan Pak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian dan keaslian penelitian. Detail dari masing-masing subbab akan Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penelitian dan keaslian penelitian. Detail dari masing-masing subbab akan Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bagian pendahuluan ini akan diuraikan hal-hal pokok yang berkaitan dengan latar belakang penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan keaslian penelitian.

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR. 1. Nama Mata Kuliah : TEORI POLITIK KLASIK DAN KONTEMPORER

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR. 1. Nama Mata Kuliah : TEORI POLITIK KLASIK DAN KONTEMPORER RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR 1. Nama Mata Kuliah : TEORI POLITIK KLASIK DAN KONTEMPORER 2. Kode/SKS : SPF 245 / 3 SKS 3. Prasyarat Mata Kuliah : Pengantar Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Globalisasi sebagai sebuah fenomena saat ini semakin banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Globalisasi sebagai sebuah fenomena saat ini semakin banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi sebagai sebuah fenomena saat ini semakin banyak menimbulkan isu-isu dan permasalahan dalam hubungan antar negara, berbagai macam seperti permasalahan

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pada Pembukaan Pekan Raya Jakarta ke-43, 10 Juni 2010 Kamis, 10 Juni 2010

Sambutan Presiden RI pada Pembukaan Pekan Raya Jakarta ke-43, 10 Juni 2010 Kamis, 10 Juni 2010 Sambutan Presiden RI pada Pembukaan Pekan Raya Jakarta ke-43, 10 Juni 2010 Kamis, 10 Juni 2010 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PEMBUKAAN PEKAN RAYA JAKARTA KE-43 DI ARENA PRJ-KEMAYORAN, JAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan sistem informasinya memberikan banyak dampak positif bagi kalangan yang jeli membaca

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dapat terlepas dari modal yang dimilikinya, semakin besar modal yang dimiliki oleh

BAB V PENUTUP. dapat terlepas dari modal yang dimilikinya, semakin besar modal yang dimiliki oleh 180 BAB V PENUTUP Penelitian Pertarungan Tanda dalam Desain Kemasan Usaha Kecil dan Menengah ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : 5.1. Kesimpulan 5.1.1. Praktik dan Modal Usaha Kecil Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dizaman modern saat ini, perkembangan teknologi informasi berkembang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dizaman modern saat ini, perkembangan teknologi informasi berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dizaman modern saat ini, perkembangan teknologi informasi berkembang sangat pesat. Dalam hal ini komunikasi mempunyi bagian penting atas perkembangan teknologi

Lebih terperinci

Politik Global dalam Teori dan Praktik

Politik Global dalam Teori dan Praktik Politik Global dalam Teori dan Praktik Oleh: Aleksius Jemadu Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2008 Hak Cipta 2008 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan adalah kekayaan warisan yang harus tetap dijaga, dan dilestarikan dengan tujuan agar kebudayaan tersebut bisa bertahan terus menerus mengikuti perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memposting foto, melakukan update saat berada di suatu tempat dan lain

BAB I PENDAHULUAN. memposting foto, melakukan update saat berada di suatu tempat dan lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mahasiswa/i sering kali menggunakan media sosial path untuk mengutarakan konsep diri mereka. Cara yang dilakukan beraneka ragam seperti, memposting foto,

Lebih terperinci

SBM ITB Untuk Kemajuan Bangsa Indonesia. Togar M. Simatupang Selasa, 26 Oktober 2010

SBM ITB Untuk Kemajuan Bangsa Indonesia. Togar M. Simatupang Selasa, 26 Oktober 2010 SBM ITB Untuk Kemajuan Bangsa Indonesia Togar M. Simatupang Selasa, 26 Oktober 2010 Kilasan Visi ITB Misi ITB Visi dan Misi SBM Visii SBM 2011 20152015 Rencana Strategi Pengembangan Arah Pengembangan Kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN mulai dinikmati oleh publik Amerika, yaitu ketika berlangsungnya World s

BAB I PENDAHULUAN mulai dinikmati oleh publik Amerika, yaitu ketika berlangsungnya World s BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Televisi merupakan media yang digunakan dalam proses komunikasi massa di mana penyelenggara siaran merupakan komunikator dan khalayak pemirsa adalah komunikan. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau majalah, dan juga mendengarkan radio. Perkembangan media yang terjadi saat

BAB I PENDAHULUAN. atau majalah, dan juga mendengarkan radio. Perkembangan media yang terjadi saat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap saat kita dapat melihat orang-orang menonton televisi, membaca koran atau majalah, dan juga mendengarkan radio. Perkembangan media yang terjadi saat

Lebih terperinci

( Word to PDF Converter - Unregistered ) BAB I PENDAHULUAN

( Word to PDF Converter - Unregistered )  BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan sosial dan kultural di Indonesia saat ini adalah mengenai pemanfaatan waktu senggang, waktu santai, dan waktu luang. Ketika industrialisasi mulai mendominasi

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN GLOBALISASI DAN NASIONALISME. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika.

KEWARGANEGARAAN GLOBALISASI DAN NASIONALISME. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika. KEWARGANEGARAAN Modul ke: GLOBALISASI DAN NASIONALISME Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Teknik Informatika www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Abstract : Menjelaskan pengertian globalisasi

Lebih terperinci

Rencana Strategis Organisasi Penelitian Studi Internasional Malang (OPSIM)

Rencana Strategis Organisasi Penelitian Studi Internasional Malang (OPSIM) Rencana Strategis Organisasi Penelitian Studi Internasional Malang (OPSIM) Shafira Rizki Aulia 145120400111048 A. ORIENTASI ORGANISASI 1. Identifikasi organisasi a. Citra diri: OPSIM adalah sebuah organisasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ada sejak lama, yaitu sekira abad ke-16. Awalnya Tanjidor tumbuh dan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ada sejak lama, yaitu sekira abad ke-16. Awalnya Tanjidor tumbuh dan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan di lapangan mengenai Dinamika Kesenian Tanjidor di Kabupaten Bekasi Tahun 1970-1995, maka terdapat empat hal yang ingin penulis simpulkan.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Hal ini berdasarkan pada pengakuan berbagai organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya sebagai identitas bangsa menjadi sebuah unsur penting yang dimiliki oleh setiap Negara. Tanpa adanya budaya, Negara tersebut dapat dikatakan tidak memiliki identitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahun 2005 merupakan tahun saat penulis memasuki masa remaja awal, yakni 15 tahun dan duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pada saat itu, masa remaja

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM PEMBELAJARAN (RPP) MATAKULIAH: INTERDISIPLINER Santosa T. Slamet suparno

RENCANA PROGRAM PEMBELAJARAN (RPP) MATAKULIAH: INTERDISIPLINER Santosa T. Slamet suparno RENCANA PROGRAM PEMBELAJARAN (RPP) MATAKULIAH: INTERDISIPLINER Santosa T. Slamet suparno PRODI PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI PASCASARJANA INSTITUT SENI INDONESIA (ISI) SURAKARTA 2014/2015 RENCANA PROGRAM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat sekarang ini. Hampir di setiap daerah di Indonesia televisi

I. PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat sekarang ini. Hampir di setiap daerah di Indonesia televisi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Televisi merupakan media komunikasi massa yang sangat dekat dengan kehidupan masyarakat sekarang ini. Hampir di setiap daerah di Indonesia televisi menjadi primadona

Lebih terperinci

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU RESENSI BUKU JUDUL BUKU : Cultural Studies; Teori dan Praktik PENULIS : Chris Barker PENERBIT : Kreasi Wacana, Yogyakarta CETAKAN : Ke-IV, Mei 2008 TEBAL BUKU : xxvi + 470 halaman PENINJAU : Petrus B J

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi berasal dari kata Yunani 'methodologia' yang berarti teknik atau prosedur, yang lebih merujuk kepada alur pemikiran umum atau menyeluruh dan juga gagasan teoritis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cetak seperti majalah, koran, buklet, poster, tabloid, dan sebagainya. Walaupun

BAB I PENDAHULUAN. cetak seperti majalah, koran, buklet, poster, tabloid, dan sebagainya. Walaupun BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam era informasi sekarang ini, kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari peran media. Dari zaman ke zaman media massa mengalami perkembangan yang pesat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlomba untuk merebut dan mempertahankan pangsa pasarnya. Berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN. berlomba untuk merebut dan mempertahankan pangsa pasarnya. Berbagai jenis 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan bisnis di era globalisasi ini telah membuat berbagai perusahaan berlomba untuk merebut dan mempertahankan pangsa pasarnya. Berbagai jenis barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Televisi merupakan salah satu media komunikasi massa yang sangat penting dan menjadi salah satu kebutuhan hidup masyarakat. Televisi memiliki kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga dengan komunitas. Komunitas merupakan sekumpulan individu yang

BAB I PENDAHULUAN. juga dengan komunitas. Komunitas merupakan sekumpulan individu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat merupakan sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama dan memiliki budaya. Masyarakat dapat disebut juga dengan komunitas.

Lebih terperinci

Penggunaan Teknologi Informasi dalam Menyiasati Peluang Bisnis Batik

Penggunaan Teknologi Informasi dalam Menyiasati Peluang Bisnis Batik Karya Ilmiah Penggunaan Teknologi Informasi dalam Menyiasati Peluang Bisnis Batik Disusun sebagai Tugas Akhir Mata Kuliah Lingkungan Bisnis Oleh SUTONO NIM : 10.12.4644 Sekolah Tinggi Manajemen Informatika

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Pada Bab Penutup ini melihat kesimpulan dari data yang diperoleh di

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Pada Bab Penutup ini melihat kesimpulan dari data yang diperoleh di Studi Kasus: Kontestasi Andi Pada Pilkada Kabupaten Pinrang 1 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Pada Bab Penutup ini melihat kesimpulan dari data yang diperoleh di lapangan yang menyajikan interpretasi saya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbitnya. Keberagaman suatu majalah tersebut ditentukan berdasarkan target

BAB I PENDAHULUAN. terbitnya. Keberagaman suatu majalah tersebut ditentukan berdasarkan target BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Majalah merupakan salah satu dari bentuk media massa yang memiliki fungsi untuk menyampaikan komunikasi kepada khalayak yang bersifat massal. Majalah memiliki

Lebih terperinci