8.1 Temuan Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "8.1 Temuan Penelitian"

Transkripsi

1 BAB VIII PENUTUP Bab Penutup ini berisi tiga hal yaitu Temuan Penelitian, Simpulan, dan Saran. Tiap-tiap bagian diuraikan sebagai berikut. 8.1 Temuan Penelitian Penelitian tentang relasi kuasa dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua, di Kabupaten Badung, Bali, dengan penggunaan secara eklektik teori hegemoni, diskursus kuasa/pengetahuan dan tindakan komunikatif, menghasilkan temuan sebagai berikut. Pertama, bentuk relasi kuasa antara ketiga pilar dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua ditandai pergeseran dari relasi kuasa hegemonik, ke relasi kuasa negosiasi, dan relasi kuasa oposisional/perlawanan atau dapat disebut pula dengan kontra hegemonik. Pergeseran ini terjadi sejak akhir 1990-an atau awal 2000-an dan dipengaruhi oleh perubahan sistem pemerintahan dan politik di Indonesia dari sistem sentralistik dan semi-otoriter ke sistem desentralistik dan demokratis yang terjadi akibat gerakan reformasi akhir tahun Pada era Orde Baru yang sentralistik, pembangunan bersifat top down, dan masyarakat sebagai target pembangunan dalam posisi lemah, tidak kuasa menolak, hanya bisa menerima atau pasrah. Itulah yang terjadi dalam proses pembebasan tanah, pembangunan, dan pengelolaan resor wisata Nusa Dua pada dekade-dekade awal, tahun 1970-an 213

2 214 dan 1980-an. Kekecewaan publik bukannya tidak ada tetapi tidak mendapat penyaluran karena media massa juga tidak banyak membantu. Sesudah era reformasi, sistem pemerintahan dan politik bersifat desentralisasi dan demokratis, masyarakat memperoleh keberanian untuk menyampaikan aspirasinya. Masyarakat lokal di Nusa Dua dan komunitaskomunitas menyampaikan aspirasinya, melakukan negosiasi, bahkan memprotes BTDC dan investor karena kepentingan mereka dihalangi secara tidak adil. Temuan ini menunjukkan bahwa relasi kuasa antara ketiga pilar dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua berkait erat dengan kondisi makro sosial politik nasional. Kedua, selain perubahan sosial dan politik makro nasional, relasi kuasa ketiga pilar juga dipengaruhi oleh ideologi pariwisata global, ideologi pariwisata hijau, dan ideologi pariwisata budaya berbasis kearifan lokal Bali. Ideologi pariwisata global tidak saja berhubungan dengan manajemen hospitality yang bermutu tetapi juga mengutamakan keamanan yaitu safety and security. Teknologi memainkan peranan penting dalam usaha menjaga keamanan seperti sistem pengawasan dengan CCTV ( close circuit television). Ideologi pariwisata hijau tampak dari mekanisme pengelolaan resor yang mengutamakan ruang terbuka hijau, pengelolaan limbah, dan hemat energi merupakan hal yang dipraktikkan di Nusa Dua sejak awal dan ditingkatkan terus. Akreditasi Green Globe dan kemudian Earth Check adalah bukti bahwa resor wisata Nusa Dua konsisten menerapkan ideologi Green Tourism. Hal ini sejalan dengan ideologi pariwisata budaya berbasis kearifan lokal Bali yang dibangun dengan dasar Tri Hita Karana.

3 215 Selaku badan pengelola, BTDC, dan beberapa hotel di kawasan telah lolos akreditasi THK Award bahkan level tertinggi diamond. Ketiga ideologi ini disambut baik oleh ketiga pilar bukan saja karena berkaitan langsung dengan usaha untuk meningkatkan citra dan kualitas resor wisata dalam konteks promosi dan pemasaran tetapi juga mengakomodasi berbagai kepentingan bersama termasuk kelestarian lingkungan, keamanan, dan nilai-nilai kebudayaan lokal Bali. Ketiga, pemerintah (BTDC), investor, dan masyarakat menunjukkan perbedaan dalam memberikan pemaknaan terhadap keberadaan dan pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua. Pilar pemerintah atau BTDC melihat resor wisata Nusa Dua sebagai fasilitas wisata untuk menyediakan sarana akomodasi, meeting, menggali devisa untuk negara, membuka lapangan kerja, dan mensejahterakan masyarakat. Bagi investor yang menanamkan uang dan profesionalismenya dalam usaha akomodasi dan hospitality memaknai kehadiran Resor Wisata Nusa Dua untuk berkontribusi dalam membangun industri pariwisata Indonesia dan menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat dan ingin memperoleh keuntungan (profit). Bagi masyarakat, Resor Wisata Nusa Dua secara langsung maupun tidak langsung memberikan kesempatan kerja, meningkatnya peluang berusaha baik secara langsung di usaha akomodasi maupun usaha pariwisata terkait lainnya. Ketiga pilar berkepentingan agar kepentingan mereka dapat terpenuhi dan relasi kuasa negosiasi dan bahkan protes akan muncul dari proses pemaknaan yang dirasakan tidak adil oleh salah satu pihak.

4 Simpulan Berdasarkan analisis atas relasi kuasa antara ketiga pilar (pemerintah/btdc, pengusaha dan masyarakat) yang hadir sebagai pengampu kepentingan dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua, dan sebagai jawaban atas rumusan masalah dalam Bab I, dengan ini dapat disimpulkan tiga hal berikut. Pertama, bentuk relasi kuasa dalam pengelolaan resor wista Nusa Dua, tercermin dalam tiga bentuk yaitu, bentuk relasi kuasa hegemonik, bentuk relasi kuasa negosiasi dan bentuk relasi kuasa oposisional. Sejak pascareformasi terjadi pergeseran bentuk relasi kuasa dari hegemonik ke negosiasi, dan akhirnya relasi kuasa oposisional. Perubahan ini terjadi akibat adanya perubahan sistem sosial dan politik di Indonesia. Bentuk relasi kuasa ini tidak bersifat mutlak, artinya tidak ada hegemoni penuh, begitu juga tidak ada relasi kuasa oposisional yang total. Dalam masa proses pembebasan lahan dan masa awal pembangunan dan pengelolaan hotel di resor wisata Nusa Dua, masyarakat secara umum tampak tunduk, tetapi di dalam hati mereka banyak yang kecewa dan harus menerima intimidasi bila menyampaikan gelagat menolak atau tidak setuju akan proyek pemerintah. Begitu juga halnya pada era relasi kuasa oposisional dewasa ini bahwa tidak ada sedikit pun keinginan masyarakat untuk serba menolak gagasan pembangunan, pengelolaan, atau penataan resor wisata Nusa Dua. Masyarakat hanya melakukan protes, demo, dan tindakan oposisional terhadap hal-hal yang merugikan sedangkan pada hal-hal yang lain seperti penciptaan pariwisata hijau, aplikasi ajaran Tri Hita Karana, masyarakat mendukung. Mereka mendukung agar Nusa Dua tetap menjadi kawasan wisata mewah secara berkelanjutan.

5 217 Kedua, relasi kuasa antara BTDC, investor, dan masyarakat dipengaruhi oleh tiga ideologi yaitu ideologi pariwisata global, ideologi pariwisata hijau, dan ideologi pariwisata budaya berbasis nilai lokal. Pengaruh ideologi pariwisata global terhadap Resor Wisata Nusa Dua bisa dilihat pada tuntutan universal pentingnya keamanan dalam pengelolaan pariwisata. Di seluruh dunia, resor wisata baik yang terbuka, tertutup, baik di sebuah daya tarik wisata maupun di sebuah theme park, keselamatan dan keamanan ( safety and security) merupakan hal yang utama. Dalam ideologi pariwisata global yang berurusan dengan keamanan relasi kuasa berjalan secara kolaboratif. Sejalan dengan ideologi pariwisata global, ketiga pilar juga memiliki kepentingan yang sama dalam menerima ideologi pariwisata hijau atau green tourism dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua. Menjadikan Nusa Dua sebagai kawasan terpadu yang hijau dan indah adalah kepentingan semua pilar. Pihak BTDC dan hotel sudah menunjukkan dalam cara mereka menata taman dan mengelola limbah hotel, sedangkan masyarakat mendukung melalui penjagaan lingkungan di wilayah masing-masing. Dalam kepentingan kebersihan dan menjaga kehijauan resor, relasi antara ketiga pilar juga berjalan secara kolaboratif, hanya saja beban dan tanggung jawab atas sumber daya lebih berada pada dua pilar utama yaiatu BTDC dan pengelola hotel. Kalau kemudian BTDC tampak lebih dominan dalam hal itu, itu terjadi karena kelebihan mereka dalam memberikan kontribusi pada pembiayaan. Pengaruh ideologi pariwisata budaya dan kearifan lokal juga merupakan kepentingan bersama karena menjadi ciri yang harus dipertahankan ketiga pilar

6 218 untuk mencapai cita-cita awal pembangunan Resor Wisata Nusa Dua sebagai kawasan pariwisata terpadu yang tidak saja melestarikan keindahan alam tetapi juga kekayaan budaya dan tradisi. Keistimewaan Bali sebagai destinasi wisata adalah karakter budaya dan tradisi yang khas yang menjadi daya tarik sekaligus yang menjadi target prioritas untuk dilestarikan. Pihak BTDC mengambil inisiatif untuk menggelar Festival Nusa Dua sejak tahun 1993 dengan mengajak hotel berpartisipasi dan mengundang masyarakat lokal dan luar Bali untuk mempromosikan seni budaya Bali khususnya dan Indonesia pada umumnya. Perlu juga dicatat komitmen BTDC dan beberapa hotel di resor tersebut untuk menerima kehadiran sistem akreditasi untuk penghargaan Tri Hita Karana Award yang berbasis kearifan lokal. Selama ini, akreditasi terhadap jasa pariwisata dilakukan lembaga sertifikasi internasional yang datang dari luar, oleh karena itu perhatian pada ideologi pariwisata budaya dan kearifan lokal merupakan hal yang menarik. Dalam beberapa tahun belakangan ini, sistem akreditasi THK Awards ini menghadapi keterpecahan lembaga, syukurnya akreditasi untuk penghargaan ini masih tetap jalan oleh dua lembaga berbeda dari orang-orang yang dulunya berada dalam satu payung. Ketiga, dalam memberikan makna terhadap relasi kuasa dalam pengelolaan resor wisata Nusa Dua, tiap-tiap pilar memiliki strategi yang berbedabeda dan itu ditentukan oleh posisi dan kepentingan masing-masing. Dalam pemaknaan ini antara BTDC dan pengusaha hotel ada kepentingan yang hampir sama yaitu menjalankan usaha untuk mendapatkan profit tinggi tetapi bisa berusaha secara berkelanjutan, namun dalam praktiknya mereka juga sering

7 219 terperangkap dalam miskomunikasi yang membuat pemaknaan relasi kuasa mereka berbeda. Hal yang sama juga terjadi antara masyarakat dengan kedua pilar lainnya. Dalam hal ini, masyarakat tidak bisa digeneralisasi sebagai satu kelompok karena di dalamnya terdapat kelompok, asosiasi, persatuan, dan tokoh yang sering dianggap berbicara atas nama komunitas, yang semuanya memiliki cara yang berbeda-beda memaknai relasi kuasa dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua. Misalnya, pihak hotel sudah berusaha memenuhi perjanjian untuk menerima tenaga kerja dari masyarakat dalam jumlah tertentu, dan masyarakat merasa keinginan itu sudah terpenuhi, namun kalau kelompok taksi merasa mereka dipinggirkan dari hak menikmati keuntungan ekonomi pariwisata, mereka melakukan demonstrasi, menduduki halaman hotel. Ini adalah bentuk pemaknaan yang beragam dari lapisan masyarakat. Perbedaan pemaknaan yang berbeda ini akan terus terjadi secara dinamis dan akan menjadi bagian dari perjalanan pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua. 8.3 Saran Berdasarkan analisis, temuan, dan simpulan di atas, dapat disarankan dua jenis saran yaitu pertama, saran yang berkaitan dengan objek penelitian relasi kuasa dalam pengelolaan resor wisata; dan kedua, saran yang berkaitan dengan penelitian ke depan. Pertama, derasnya perkembangan pariwisata sehingga menyebabkan tingginya minat investor untuk berinvestasi di Bali khususnya Nusa Dua, maka disarankan kepada BTDC yang menjadi pengelola Resor Wisata Nusa Dua agar;

8 Wacana dan implementasi gagasan pariwisata hijau agar dijalankan dengan komitmen yang lebih luas, artinya tidak saja bersifat dari oleh dan untuk BTDC dan resor tetapi juga sampai pada tingkat penanaman kesadaran akan lingkungan hijau pada masyarakat sekitar resor dan masyarakat Bali secara umum. Wilayah di luar BTDC juga perlu ditata secara bersama dengan masyarakat sehingga keindahan Nusa Dua bersifat menyeluruh karena hal itu akan memperkuat citra kelas mewah Resor Wisata Nusa Dua. 2. BTDC perlu menjaga relasi kuasa yang dinamis dan harmonis sehingga keamanan dan kenyamanan wisatawan berlibur di BTDC bisa dijaga. Kondisi ini akan memberikan keuntungan bisnis kepada BTDC dan hotelhotel yang beroperasi di resor tersebut. Sebagai pengelola, BTDC agar memperhatikan keadaan masyarakat sekitar, dan diharapkan melakukan ganti rugi kepada masyarakat yang belum mendapatkan ganti rugi atas tanah yang dibebaskan untuk Resor Wisata Nusa Dua, sehingga tidak terjadi perselisihan antara BTDC sebagai pengelola resor wisata Nusa Dua dengan masyarakat yang menuntut kompensasi hingga sekarang. 3. Demikian juga halnya dengan hotel hendaknya dapat membuka lebih banyak lowongan pekerjaan untuk masyarakat sekitar Nusa Dua agar mendapatkan pekerjaan yang layak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Jangan hanya mengutamakan pekerja luar yang memiliki kemampuan yang lebih sehingga masyarakat sekitar terlupakan.

9 221 Kedua, untuk agenda penelitian ke depan, perlu dikaji bagaimana relasi kuasa antara pilar-pilar di kawasan pariwisata dan resor wisata lainnya di Indonesia. Penelitian seperti itu akan memberikan manfaat praktis untuk mewujudkan pengelolaan kawasan wisata yang dapat menguntungkan semua pengampu kepentingan dan mewujudkan pembangunan pariwisata berkelanjutan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam tiga puluh tahun terakhir ( ), Resor Wisata Nusa Dua

BAB I PENDAHULUAN. Dalam tiga puluh tahun terakhir ( ), Resor Wisata Nusa Dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam tiga puluh tahun terakhir (1983-2013), Resor Wisata Nusa Dua telah menjadi bagian penting dari pembangunan dan perkembangan industri pariwisata Bali pada khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan menarik bagi sebagian orang adalah mencoba berbagai makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga merupakan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 58 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 58 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 58 TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM PELESTARIAN BUDAYA DAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP (HERITAGE AND PROTECTION) BAGI KEPARIWISATAAN BUDAYA BALI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21 perkembangan pesat terjadi dalam bidang 4T

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21 perkembangan pesat terjadi dalam bidang 4T BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke-21 perkembangan pesat terjadi dalam bidang 4T (Transportation, Technology, Telecommunication, Tourism) yang disebut sebagai The Millenium 4.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. potensi wisata, yaitu potensi fisik dan potensi budayayang bisa dikembangkan dengan

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. potensi wisata, yaitu potensi fisik dan potensi budayayang bisa dikembangkan dengan BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 2.1 Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya berkaitan dengan pengembangan potensi ekowisata, dilakukan oleh Suryawan (2014), di Desa Cau Belayu,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG RINGKASAN RENJA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KOTA TANGERANG TAHUN 2017 Rencana Kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang Tahun 2017 yang selanjutnya disebut Renja Disbudpar adalah dokumen

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. transportasi telah membuat fenomena yang sangat menarik dimana terjadi peningkatan

BAB V KESIMPULAN. transportasi telah membuat fenomena yang sangat menarik dimana terjadi peningkatan BAB V KESIMPULAN Mencermati perkembangan global dengan kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi telah membuat fenomena yang sangat menarik dimana terjadi peningkatan arus perjalanan manusia yang

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika A. Permasalahan Adapun Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. promosi pariwisata ini berkembang hingga mancanegara. Bali dengan daya tarik

BAB I PENDAHULUAN. promosi pariwisata ini berkembang hingga mancanegara. Bali dengan daya tarik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang paling populer akan kepariwisataannya. Selain itu, pariwisata di Bali berkembang sangat pesat bahkan promosi pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nusa Dua merupakan sebuah wilayah yang berada di bagian selatan Pulau

BAB I PENDAHULUAN. Nusa Dua merupakan sebuah wilayah yang berada di bagian selatan Pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nusa Dua merupakan sebuah wilayah yang berada di bagian selatan Pulau Bali, yaitu wilayah Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Daerah Nusa Dua telah berkembang

Lebih terperinci

BAB VI IDEOLOGI YANG MEMENGARUHI RELASI KUASA DALAM PENGELOLAAN RESOR WISATA NUSA DUA

BAB VI IDEOLOGI YANG MEMENGARUHI RELASI KUASA DALAM PENGELOLAAN RESOR WISATA NUSA DUA BAB VI IDEOLOGI YANG MEMENGARUHI RELASI KUASA DALAM PENGELOLAAN RESOR WISATA NUSA DUA Selain masalah sosial politik makro di tingkat nasional dan mikro di daerah, relasi kuasa antara BTDC, investor, dan

Lebih terperinci

Relasi Kuasa Pascareformasi dalam Pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua

Relasi Kuasa Pascareformasi dalam Pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua Relasi Kuasa Pascareformasi dalam Pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua I Gusti Ketut Purnaya Sekolah Tinggi Pariwisata Bali Internasional (STPBI) Email: igkpurnaya@yahoo.co.id Abstract This article analyses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pariwisata telah menjadi salah satu industri andalan dalam menghasilkan devisa suatu negara. Berbagai negara terus berupaya mengembangkan pembangunan sektor

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. yang bersifat terpusat (sentralistik) berubah menjadi desentralisasi melalui

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. yang bersifat terpusat (sentralistik) berubah menjadi desentralisasi melalui BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Semenjak Reformasi terdapat beberapa perubahan kebijakan dalam paradigma pembangunan nasional, diantaranya adalah paradigma pembangunan yang bersifat terpusat (sentralistik)

Lebih terperinci

PT. SANJI WANATIRTA INDONESIA. Jalan Anggrek No. 09, Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta Telp: Fax:

PT. SANJI WANATIRTA INDONESIA. Jalan Anggrek No. 09, Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta Telp: Fax: PT. SANJI WANATIRTA INDONESIA Jalan Anggrek No. 09, Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta 55282 Telp: 0274 4332389 Fax: 0274 488476 PROPOSAL PEMBUATAN MASTER PLAN PENGEMBANGAN DESA WISATA

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. menjadi sub sektor andalan bagi perekonomian nasional dan daerah. Saat ini

BAB I PENGANTAR. menjadi sub sektor andalan bagi perekonomian nasional dan daerah. Saat ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perkembangan sektor industri pariwisata di dunia saat ini sangat pesat dan memberi kontribusi yang besar terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. Hasil penelitian itu dituangkan dalam buku yang berjudul Nusa Dua Model

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. Hasil penelitian itu dituangkan dalam buku yang berjudul Nusa Dua Model BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai Nusa Dua pernah dilakukan oleh I Nyoman Madiun. Hasil penelitian itu dituangkan dalam buku

Lebih terperinci

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH 4.1. Tujuan dan Sasaran Pembangunan Kota Ambon Pembangunan Kota Ambon tahun 2011-2016 diarahkan untuk mewujudkan Visi Ambon Yang Maju, Mandiri, Religius,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

JOKO PRAYITNO. Kementerian Pariwisata

JOKO PRAYITNO. Kementerian Pariwisata JOKO PRAYITNO Kementerian Pariwisata " Tren Internasional menunjukkan bahwa desa wisata menjadi konsep yang semakin luas dan bahwa kebutuhan dan harapan dari permintaan domestik dan internasional menjadi

Lebih terperinci

BAB VI KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB VI KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB VI KEBIJAKAN DAN STRATEGI 6.1. Kebijakan Pengembangan Investasi di Kabupaten Banyuaesin Konsep dan design arah pengembangan investasi di Kabupaten Banyuasin dibuat dengan mempertimbangkan potensi wilayah

Lebih terperinci

minimal US $ 4,200, minimal US $ 250, minimal US $ 1,500,000.00

minimal US $ 4,200, minimal US $ 250, minimal US $ 1,500,000.00 Nomor : /Dir/PT.PPB/IV/2008 Nusa Dua, 28 April 2008 Klasifikasi : Penting Lampiran : 1 (satu) Gabung Perihal : Penawaran Kerjasama Pengembangan Lahan di Nusa Dua Kepada Yth. Calon Investor Pengembangan

Lebih terperinci

BAB VII PEMAKNAAN RELASI KUASA DALAM PENGELOLAAN RESOR WISATA NUSA DUA. yaitu pergulatan atau proses pemaknaan dinamis oleh ketiga pilar yang muncul

BAB VII PEMAKNAAN RELASI KUASA DALAM PENGELOLAAN RESOR WISATA NUSA DUA. yaitu pergulatan atau proses pemaknaan dinamis oleh ketiga pilar yang muncul BAB VII PEMAKNAAN RELASI KUASA DALAM PENGELOLAAN RESOR WISATA NUSA DUA Bab ini menjawab pertanyaan ketiga dalam permasalahan penelitian ini yaitu pergulatan atau proses pemaknaan dinamis oleh ketiga pilar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepariwisataan meliputi berbagai kegiatan yang berhubungan dengan wisata, pengusahaan, objek dan daya tarik wisata serta usaha lainnya yang terkait. Pembangunan kepariwisataan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH 4.1. Tujuan dan Sasaran Pembangunan Kota Ambon Pembangunan Kota Ambon tahun 2011-2016 diarahkan untuk mewujudkan Visi Ambon Yang Maju, Mandiri, Religius,

Lebih terperinci

3.4. AKUTABILITAS ANGGARAN

3.4. AKUTABILITAS ANGGARAN 3.4. AKUTABILITAS ANGGARAN Manajemen pembangunan berbasis kinerja mengandaikan bahwa fokus dari pembangunan bukan hanya sekedar melaksanakan program/ kegiatan yang sudah direncanakan. Esensi dari manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LATAR BELAKANG TUJUAN LATAR BELAKANG. Eksistensi kebudayaan Sunda 4 daya hidup dalam kebudayaan Sunda

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LATAR BELAKANG TUJUAN LATAR BELAKANG. Eksistensi kebudayaan Sunda 4 daya hidup dalam kebudayaan Sunda BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang LATAR BELAKANG TUJUAN LATAR BELAKANG Eksistensi kebudayaan Sunda 4 daya hidup dalam kebudayaan Sunda KONSERVASI PARTISIPASI KOMUNITAS SUNDA TAMAN BUDAYA SUNDA METODE

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan terhadap Kebijakan Nasional Rencana program dan kegiatan pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pemalang mendasarkan pada pencapaian Prioritas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Pembangunan Kepariwisataan di Provinsi Bali

Lebih terperinci

PERENCANAAN PARIWISATA PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT Sebuah Pendekatan Konsep

PERENCANAAN PARIWISATA PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT Sebuah Pendekatan Konsep PERENCANAAN PARIWISATA PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT Sebuah Pendekatan Konsep Penulis: Suryo Sakti Hadiwijoyo Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2012 Hak Cipta 2012 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS. pengelola real estat terpadu dalam bidang ritel, komersial dan pemukiman real

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS. pengelola real estat terpadu dalam bidang ritel, komersial dan pemukiman real BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS A. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN PT Agung Podomoro Land Tbk. (APLN) adalah pemilik, pengembang dan pengelola real estat terpadu dalam bidang ritel, komersial dan pemukiman real

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pemilihan Project

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pemilihan Project BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Pemilihan Project Pada zaman sekarang ini, manusia selalu memperoleh tekanan untuk bertahan hidup. Tekanan untuk bertahan hidup ini mendorong manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat besar, yang dihuni oleh bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah tersebut

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Sawahlunto Tahun 2013-2018, adalah rencana pelaksanaan tahap ketiga (2013-2018) dari Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 12 2013 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2013 2028 Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini membahas mengenai latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, serta metodologi penyusunan landasan konseptual laporan seminar tugas akhir dengan judul

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. RENCANA STRATEGIS Berdasarkan Pedoman Penyusunan LAKIP yang dikeluarkan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN), disebutkan bahwa Perencanaan Strategik merupakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KOTA SALATIGA TAHUN 2017

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KOTA SALATIGA TAHUN 2017 PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KOTA SALATIGA TAHUN 2017 Dishubkombudpar 55 BAB II PERENCANAANKINERJA A. RENCANA STRATEGIS SKPD Penetapan Visi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu faktor penting dalam perkembangan perekonomian. Hal ini karena Pariwisata merupakan ujung tombak dan kemajuan perekonomian suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan pariwisata merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan pariwisata merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata di dunia dewasa ini berkembang dengan sangat cepat dan dikatakan berada ada tingkat sekunder, artinya keberadaan pariwisata bisa di sejajarkan dengan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desa Karangtengah merupakan salah satu desa agrowisata di Kabupaten Bantul,

BAB I PENDAHULUAN. Desa Karangtengah merupakan salah satu desa agrowisata di Kabupaten Bantul, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa Karangtengah merupakan salah satu desa agrowisata di Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Letaknya berdekatan dengan tempat wisata makam raja-raja Mataram. Menurut cerita

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI V. 1. KESIMPULAN Berdasarkan analisis yang dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempegaruhi pengembangan produk wisata bahari dan konservasi penyu di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Kasus Proyek Perkembangan globalisasi telah memberikan dampak kesegala bidang, tidak terkecuali pengembangan potensi pariwisata suatu kawasan maupun kota. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

BAB IV VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN -62- BAB IV VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2005-2025 4.1. Visi Pembangunan Daerah Berdasarkan kondisi Kabupaten Bangkalan sampai saat ini, isuisu strategis dan dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PASAR SENI DI KAWASAN TAMAN PURBAKALA RATU BOKO Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik DIAJUKAN OLEH :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya alih fungsi ruang hijau menjadi ruang terbangun, merupakan sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua Kabupaten Kota di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Perumusan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran pembangunan daerah lima tahun kedepan yang dituangkan dalam RPJMD Semesta Berencana Kabupaten Badung Tahun 2016-2021

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH PROVINSI BALI TAHUN

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH PROVINSI BALI TAHUN GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH PROVINSI BALI TAHUN 2015-2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang

Lebih terperinci

01 Berkomunikasi di Tempat Kerja

01 Berkomunikasi di Tempat Kerja Kode Unit : PAR.AJ.01.001.01 Judul Unit : BEKERJASAMA DENGAN KOLEGA DAN PENGUNJUNG Deskripsi Unit : Unit ini membahas pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan oleh seorang pemandu wisata dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar kota di Negara Indonesia tumbuh dan berkembang pada kawasan pesisir. Setiap fenomena kekotaan yang berkembang pada kawasan ini memiliki karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai orang, yang terdiri atas orang lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai orang, yang terdiri atas orang lakilaki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peluang kerja di Indonesia sangat dipengaruhi oleh laju pertumbuhan penduduk. Menurut hasil sensus penduduk pada tahun 2010 jumlah penduduk di Indonesia mencapai 237.556.363

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup, serta baiknya pengelolaan sumber daya alam yang ada. diri menjadi penting agar masyarakat dapat berperan dalam model

BAB I PENDAHULUAN. hidup, serta baiknya pengelolaan sumber daya alam yang ada. diri menjadi penting agar masyarakat dapat berperan dalam model BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan ekonomi yang bersifat kerakyatan baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang, lebih fokus untuk tujuan mengurangi kemiskinan, pengangguran, kesenjangan

Lebih terperinci

BINTAN PERMATA DI GUGUSAN KEPULAUAN INDONESIA

BINTAN PERMATA DI GUGUSAN KEPULAUAN INDONESIA Operator internasional terkemuka di industri resor butik, hunian dan spa, Banyan Tree memperkenalkan Cassia, sebuah penawaran yang unik dan menarik, yang menyatukan keramahan kelas dunia dan peluang investasi

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 A. KONDISI KEMISKINAN 1. Asia telah mencapai kemajuan pesat dalam pengurangan kemiskinan dan kelaparan pada dua dekade yang lalu, namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan hidup manusia semakin berkembang sejalan dengan modernisasi yang tidak pernah terhenti terjadi di bumi. Aktifitas yang dilakukan oleh manusia semakin kompleks

Lebih terperinci

6. MENINGKATKAN PEMBERDAYAAN DAN PERAN PEREMPUAN DI

6. MENINGKATKAN PEMBERDAYAAN DAN PERAN PEREMPUAN DI CALON BUPATI CALON wd d & mmu VISI MEWUJUDKAN MASYARAKAT SORONG SELATAN YANG, SEHAT, CERDAS, UNGGUL, SEJAHTERA DAN BERKEADILAN GENDER M1SI 1. MENINGKATKAN PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN MEMBERIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan perekonomian dan pembangunan di Indonesia yang didukung kegiatan di sektor industri sebagian besar terkonsentrasi di daerah perkotaan yang struktur dan infrastrukturnya

Lebih terperinci

BUPATI MALANG SAMBUTAN BUPATI MALANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA DPR RI KOMISI X TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2016

BUPATI MALANG SAMBUTAN BUPATI MALANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA DPR RI KOMISI X TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2016 BUPATI MALANG SAMBUTAN BUPATI MALANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA DPR RI KOMISI X TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2016 Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Salam sejahtera bagi kita semua. YTH

Lebih terperinci

BAB VI KEBIJAKAN UMUM

BAB VI KEBIJAKAN UMUM BAB VI KEBIJAKAN UMUM Visi sekaligus tujuan pembangunan jangka menengah Kota Semarang tahun 2005-2010 adalah SEMARANG KOTA METROPOLITAN YANG RELIGIUS BERBASIS PERDAGANGAN DAN JASA sebagai landasan bagi

Lebih terperinci

BAGIAN 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Persoalan Perancangan

BAGIAN 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Persoalan Perancangan BAGIAN 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persoalan Perancangan 1.1.1 Latar Belakang Umum Indonesia merupakan negara tropis yang terkenal dengan kekayaan alamnya yang sangat beranekaragam. Diberbagai daerah

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA A. Perencanaan Dokumen perencanaan tahunan daerah yang digunakan sebagai acuan perencanaan pembangunan dan penyusunan anggaran Tahun 2014, adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi manusia saling membentuk pengertian dengan lingkungannya.

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi manusia saling membentuk pengertian dengan lingkungannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses komunikasi setua peradaban manusia di dunia ini, dan sejalan dengan perkembangan zaman. Bentuk komunikasinya pun terus berkembang. Melalui komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sektor pariwisata merupakan sektor penting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sektor pariwisata merupakan sektor penting dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pariwisata merupakan sektor penting dalam pembangunan perekonomian nasional maupun daerah. Seperti yang dituangkan dalam konsep Masterplan Percepatan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih yang disampaikan pada waktu pemilihan kepala daerah (pilkada).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Dusun ini terletak 20 km di sebelah utara pusat Propinsi Kota Yogyakarta

Lebih terperinci

PROFIL DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA ACEH

PROFIL DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA ACEH PROFIL DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA ACEH Nama Instansi : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Alamat : Jalan Tgk. Chik Kuta Karang No.03 Banda Aceh Kode Pos 23121 Telp : (+62 651) 26206, 23692, Fax

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang semakin arif dan bijaksana. Kegiatan pariwisata tersebut

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang semakin arif dan bijaksana. Kegiatan pariwisata tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pariwisata di Indonesia saat ini telah memberikan sumbangan dalam meningkatkan devisa maupun lapangan kerja. Sektor pariwisata juga membawa dampak sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal antara lain latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal antara lain latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal antara lain latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode penelitian. 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan sektor yang tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali, yang merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan daya tarik yang

BAB I PENDAHULUAN. Bali, yang merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan daya tarik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bali, yang merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan daya tarik yang kuat di bidang pariwisata. Menurut Ramadhanny (2014), keunggulan utama Bali dibandingkan

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA SPA (SOLUS PER AQUA)

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA SPA (SOLUS PER AQUA) KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA SPA (SOLUS PER AQUA) 1. Latar Belakang Perjalanan wisatawan senantiasa membutuhkan keanekaragaman produk wisata yang dapat memberikan pilihan atau alternatif untuk menentukan

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH MANAJEMEN PARIWISATA SEMESTER GAZAL 2012/2013. By deni darmawan

BAHAN KULIAH MANAJEMEN PARIWISATA SEMESTER GAZAL 2012/2013. By deni darmawan BAHAN KULIAH MANAJEMEN PARIWISATA SEMESTER GAZAL 2012/2013 By deni darmawan www.dendar.co.nr PENDAHULUAN PARIWISATA BUKANLAH SEKEDAR TIADA SATU NEGARA ATAU REKREASI, LIBURAN, ATAU DAERAH YANG MISKIN AKTIVITAS

Lebih terperinci

newsletter Terbitan No. 1, Mei 2009

newsletter Terbitan No. 1, Mei 2009 newsletter Terbitan No. 1, Mei 2009 Mengapa Kebudayaan? Tujuan, Komponen Utama Bagaimana cara kerjanya?, Tentang PNPM Mandiri Perdesaan, Kegiatan Kegiatan Mendatang Kegiatan Budaya Meramaikan Pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries),

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries), 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dasawarsa terakhir ini perhatian terhadap pariwisata sudah sangat meluas, mengingat bahwa pariwisata mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi negara yang menerima

Lebih terperinci

PANDUAN PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

PANDUAN PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PANDUAN PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT GUGUS PENELITIAN DAN PENGABDIAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNNES 2015 KATA PENGANTAR Panduan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat oleh gugus Penelitian

Lebih terperinci

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN 2014-2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, Menimbang

Lebih terperinci

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Platform Bersama Masyarakat Sipil Untuk Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global Kami adalah Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah salah satu provinsi yang terletak di Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di provinsi ini adalah

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS 3.1 Identifikasi Faktor Lingkungan Berdasarkan Kondisi Saat Ini sebagaimana tercantum dalam BAB II maka dapat diidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan perekonomian Indonesia yang semakin membaik ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi salah satunya didorong oleh

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN VISI Visi dan Misi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Barat, yang akan dituangkan dalam visi dan misi Rencana Strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutlak diperlukan guna untuk mencapai hasil yang diinginkan.

BAB I PENDAHULUAN. mutlak diperlukan guna untuk mencapai hasil yang diinginkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi informasi pada saat ini menjadi bagian yang sangat penting di dalam kehidupan manusia. Hal tersebut didasarkan pada perkembangan jaman menuju arah yang lebih

Lebih terperinci

Perencanaan kinerja merupakan proses secara sistematis yang berkelanjutan. pengetahuan antisipatif, mengorganisasikan secara sistematis usahausaha

Perencanaan kinerja merupakan proses secara sistematis yang berkelanjutan. pengetahuan antisipatif, mengorganisasikan secara sistematis usahausaha BAB II PERENCANAAN KINERJA Perencanaan kinerja merupakan proses secara sistematis yang berkelanjutan dari pembuatan keputusan yang berresiko, dengan memanfaatkan sebanyakbanyaknya pengetahuan antisipatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini terdapat empat komponen yaitu latar belakang yang berisi halhal

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini terdapat empat komponen yaitu latar belakang yang berisi halhal BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini terdapat empat komponen yaitu latar belakang yang berisi halhal yang melatarbelakangi pengambilan judul penelitian, rumusan masalah, yang membahas permasalahan yang muncul

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH Penyelenggaraan otonomi daerah sebagai wujud implementasi Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memunculkan berbagai konsekuensi berupa peluang,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. berikut : Investasi industri pariwisata dengan didukung keputusan politik ekonomi

BAB VI KESIMPULAN. berikut : Investasi industri pariwisata dengan didukung keputusan politik ekonomi BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian secara kritis yang sudah dianalisis di kawasan Borobudur, menggambarkan perkembangan representasi serta refleksi transformasi sebagai berikut : Investasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat berkisar antara 5-6 persen (Skalanews.com 2014). Hotel sebagai salah satu dari

BAB I PENDAHULUAN. meningkat berkisar antara 5-6 persen (Skalanews.com 2014). Hotel sebagai salah satu dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan industri pariwisata di Bali pada tahun 2014 diperkirakan akan terus meningkat berkisar antara 5-6 persen (Skalanews.com 2014). Hotel sebagai salah

Lebih terperinci

RESOR KONVENSI DI KAWASAN PUNCAK, JAWA BARAT

RESOR KONVENSI DI KAWASAN PUNCAK, JAWA BARAT LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR RESOR KONVENSI DI KAWASAN PUNCAK, JAWA BARAT Penekanan Desain : Arsitektur Minimalis Tadao Ando dengan pendekatan Green Architecture pada Iklim Tropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para investor untuk menanamkan modal di sektor properti.

BAB I PENDAHULUAN. para investor untuk menanamkan modal di sektor properti. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang tengah mengalami proses pembangunan dalam skala yang masif. Hal ini sangat logis melihat jumlah penduduk Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah sangat luas yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta susunan masyarakatnya

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. sebelumnya, dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut :

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. sebelumnya, dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut : BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1. Kesimpulan Bertitik tolak pada permasalahan dan hasil analisis yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut : Pertama, partisipasi

Lebih terperinci

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI PEMBANGUNAN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan. bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan. bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. penelitian yang telah dibahas oleh peneliti pada bab-bab sebelumnya mengenai

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. penelitian yang telah dibahas oleh peneliti pada bab-bab sebelumnya mengenai BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dibahas oleh peneliti pada bab-bab sebelumnya mengenai pengembangan pariwisata berbasis

Lebih terperinci