BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Nasofaring Nasofaring merupakan suatu ruangan yang berbentuk mirip kubus, terletak dibelakang rongga hidung. Dasar nasofaring dibentuk oleh permukaan atas pallatum molle. Dinding depan dibentuk oleh koana dan septum nasi dibagian belakang. Bagian belakang berbatasan dengan ruang retrofaring, fasia prevertebralis dan otot dinding faring. Pada dinding lateral terdapat orifisium yang berbentuk segitiga. Orifisium dari tuba eustachius berada pada dinding samping dan bagian depan dan belakang terdapat ruangan berbentuk koma yang disebut torus tubarius. Bagian dan depan dari torus tubarius merupakan reses dari nasofaring yang disebut dengan fossa rosenmuller. Diatas tepi bebas pallatum molle yang berhubungan dengan rongga hidung dan ruang telinga melalui koana dan tuba eustachius. Atap nasofaring dibentuk oleh dasar tengkorak, tempat keluar dan masuknya saraf otak dan pembuluh darah. Nasofaring diperdarahi oleh cabang arteri karotis eksterna, yaitu faringeal asenden dan desenden serta cabang faringeal arteri sfenopalatina. Daerah nasofaring dipersarafi oleh saraf sensoris yang terdiri dari nervus glossofaringeus (N.IX) dan cabang maksila dari saraf trigeminus (N.V) yang menuju ke anterior nasofaring. Sistem limfatik daerah nasofaring terdiri dari pembuluh getah bening yang saling menyilang dan menuju ke kelenjar Rouviere yang terletak pada bagian lateral ruang retrofaring, kemudian menuju ke kelenjar limfa disepanjang vena jugularis dan kelenjar limfa dipermukaan superfisial.

2 Gambar 2.1. Anatomi Nasofaring (Dikutip dari: Asroel, 2002) 2.2. Histologi Nasofaring Nasofaring dilapisi oleh epitel pseudostratified columnar tipe pernafasan dan epitel nonkeratinizing squamous. Mukosa dari nasofaring tersebut akan membentuk kripta. Dapat dijumpai banyak jaringan limfoit yang terkadang reaktif pada stroma nasofaring. Kripta dan epitel permukaan sering diinfiltrasi dengan sel radang limfosit dan dapat merusak reticulated pattern. Pada nasofaring dapat juga dijumpai kelenjar seromucinous.

3 Gambar 2.2 Sel epitel transisional, pelapis nasofaring (Dikutip dari : Respiratory system pre lab [cited 2010 Jan 5]. Available from mhttp://anatomy.iupui.edu/courses/histo_d Karsinoma Nasofaring Etiologi Insiden terjadinya KNF sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun terdapat berbagai multifaktor penyebab KNF antara lain, faktor lingkungan, genetik, dan infeksi Virus Epstein-Barr. Infeksi Virus EBV Virus EBV merupakan virus DNA yang diklasifikasikan sebagai anggota virus herpes (Herpesviridiae). Berdasarkan studi epidemiologis, menunjukkan bahwa EBV merupakan penyebab utama dalam patogenesis karsinoma nasofaring. EBV ditransmisikan melalui saliva yang terinfeksi ke tempat pertama infeksinya, yaitu sel-sel orofaring akan memasuki sel, bersifat menetap (persisten), tersembunyi (laten), dan sepanjang masa (long life). Melalui tempat replikasinya di orofaring, EBV dapat menginfeksi limfosit B yang immortal, sebagai virus latent pada sel ini. Virus EBV merupakan virus DNA yang onkogenik, sering berhubungan dengan karsinoma nasofaring, limfoma burkitt, penyakit hodgkin, dll. Berdasarkan klasifikasi histopatologi

4 (1978), terdapat 3 subtipe yaitu, squamous cell carcinoma (WHO-1), nonkeratinizing carcinoma (WHO-2), dan undiffrentiated carcinoma (WHO-3). Undiffrentiated carcinoma (WHO-3) merupakan subtipe histologi yang utama didaerah endemik dan berkaitan erat dengan infeksi Epstein-Barr Virus dan sebagian juga pada tipe WHO-2, namun tidak dengan subtipe WHO-1 (Munir,2009). Faktor Genetik Terdapat perbedaan frekuensi yang nyata diantara beberapa kelompok etnik, adanya peningkatan risiko pada keluarga penderita KNF dan masih tingginya risiko KNF emigran cina di daerah dengan insiden KNF nya sangat rendah. Terdapat penelitian pada etnik Cina tentang Human Leucocyte Antigen (HLA) yang dihubungkan dengan insiden terjadinya KNF yaitu, ditemukannya HLA tipe 1 dan BW46 (Munir, 2009). Faktor Lingkungan Penelitian akhir-akhir ini menemukan penyebab tingginya insiden di wilayah Cantonese dengan terdapatnya paparan dari ikan asin dan makanan yang mengandung nitrosamin sejak mulai masa kanak-kanak, mempunyai potensi pemicu perkembangan KNF (Jia et al,2010). Faktor lingkungan yang juga dapat meningkatkan resiko karsinoma nasofaring yang pernah dilaporkan di daerah yang sama (Cantonese) adalah pemakaian obat-obatan tradisional cina, dijumpainya nikel pada daerah endemik, infeksi jamur pada kavum nasi dan mengkonsumsi alkohol (Chen et al,2009). Merokok dan alkohol juga merupakan faktor resiko karsinoma nasofaring. Penelitian menunjukkan adanya paparan jangka panjang dari zat-zat yang terkandung pada rokok dan alkohol memegang peranan dalam patogenesis karsinoma nasofaring (National Cancer, 2009).

5 Klasifikasi Klasifikasi WHO (1978) untuk karsinoma nasofaring (1) Keratinizing squamous cell carcinoma ditandai dengan adanya keratin atau intercelluler bridge atau keduanya. (2) Non Keratinizing squamous cell carcinoma yang ditandai dengan batas sel yang jelas. (3) Undiffrentiated carcinoma ditandai oleh pola pertumbuhan syncitial, sel-sel poligonal berukuran besar atau sel dengan bentuk spindel, anak inti yang menonjol dan stroma dengan infiltrasi sel-sel radang limfosit. Sedangkan klasifikasi WHO tahun 1991 membagi karsinoma nasofaring menjadi keratinizing squamous cell carcinoma, non keratinizing squamous cell carcinoma terdiri atas diffrentiated dan undiffrentiated dan basalloid carcinoma (Tabuchi et al, 2011) Histopatologi Keratinizing Squamous Cell Carcinoma Dijumpai adanya diferensiasi dari sel squamous dengan intercellular bridge atau keratinisasi. Sel-sel tumor berbentuk poligonal dan stratified. Tumor tumbuh dalam bentuk pulau-pulau yang dihubungkan dengan stroma yang desmoplastik dengan infiltrasi sel-sel radang limfosit, sel plasma, neutrofil dan eosinofil yang bervariasi. Dijumpai adanya keratin pearls (Piasiska,Herza,2010). Gambar 2.3. Keratinizing Squamous Cell Carcinoma (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby, 2004).

6 Non-Keratinizing Squamous Cell Carcinoma Terdapat gambaran stratified dan membentuk pulau-pulau. Ukuran sel pada non-keratinizing squamous cell carcinoma lebih kecil, rasio inti sitoplasma lebih kecil, inti lebih hiperkromatik dan anak inti tidak menonjol. Sel-sel menunjukkan batas antar sel yang jelas dan dijumpai adanya intercellular bridge (Piasiska,Herza,2010). Gambar 2.4 Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Undifferentiated Carcinoma Memperlihatkan gambaran sinsitial dengan batas sel yang tidak jelas, inti bulat sampai oval dan vesikuler, dijumpai anak inti. Beberapa sel tumor dapat berbentuk spindel. Dijumpai infiltrasi sel radang dalam jumlah banyak, khususnya limfosit (lymphoepithelioma). Selain itu, dijumpai sel-sel radang lain, seperti sel plasma, epitel, eosinofil, dan multinucleated giannt cell. Terdapat dua bentuk pola pertumbuhan tipe undifferentiated (1) tipe regauds, yang terdiri dari kumpulan sel-sel epitel dengan batas yang jelas dan dikelilingi oleh jaringan ikat fibrous dan sel-sel limfosit. (2) tipe schmincke, sel-sel epitelial neoplastik tumbuh difus dan bercampur dengan sel-sel radang.

7 Gambar 2.5. Undifferentiated Carcinoma. (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby, 2004). Gambar 2.6 Undifferentiated Carcinoma terdiri dari sel-selyang membentuk sarang-sarang padat( Regaud type ). (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby, 2004).

8 Gambar 2.7 Undifferentiated Carcinoma terdiri sel-sel yang tumbuh membentuk gambaran syncytial yang difus (Schmincke type). (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby, 2004) Basalloid Squamous Cell Carcinoma Sel-sel basaloid berukuran kecil dengan inti hiperkromatin dan tidak dijumpai anak inti dan sitoplasma sedikit. Komponen sel-sel squamous dapat in situ atau invasif. Batas antara komponen basaloid dan squamous jelas (Piasiska,Herza,2010). Gambar 2.8 Basalloid Squamous Cell Carcinoma pada nasofaring.sel-sel basaloid menunjukkan festoonin growth pattern, sel-sel basaloid berselang-seling dengan squamous differentiaton. (Dikutip dari: Barnes L. Eveson JW. Reichart P. Sidrasky D. Pathology and Genetic Head and Neck Tumours. Lyon: IARC Press, 2003).

9 Stadium Klasifikasi untuk KNF, yang paling sering digunakan adalah menurut AJCC 2010 : Tumor Primer (T) o TX : Tumor primer tidak dapat ditentukan o T0 : Tidak ditemukan adanya tumor primer o Tis : Karsinoma in situ o T1 : Tumor terbatas pada daerah nasofaring (lateral/poster osuperior/atap) o T2 : Tumor meluas sampai pada jaringan lunak T2a : Tumor meluas sampai daerah orofaring dan /atau rongga nasal tanpa penyebaran ke daerah parafaringeal T2b : Tumor dengan perluasan ke daerah parafaringeal o T3 : Tumor melibatkan struktur tulang dasar tengkorak dan /atau sinus paranasal o T4 : Tumor dengan perluasan intrakranial dan /atau terlibatnya saraf kranial,hipofaring, orbita atau dengan perluasan ke fossa infratemporal/ ruang mastikator. Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) regional: N o Nx : KGB regional tidak dapat ditentukan o No : Tidak ada pembesaran KGB regional o N1 : Metastasis unilateral KGB dengan ukuran terbesar < 6 cm, terletak di atas fossa supraklavikular o N2 : Metastasis bilateral KGB dengan ukuran terbesar < 6 cm di atas fossa supraklavikular o N3 : Metastasis pada KGB N3a : Ukuran KGB > 6 cm N3b : Meluas ke fossa supraklavikular Metastasis jauh (M) o M0 : Tanpa metastasis jauh o M1 : Metastasis jauh

10 Stadium T N M I T1 N0 M0 II T1 N1 M0 T2 N0-1 M0 III T1-2 N2 M0 T3 N0-2 M0 IV A T4 N0-2 M0 IV B Semua T N3 M0 IV C Semua T Semua N M1 Tabel 2.1 Stadium Karsinoma Nasofaring Gejala Klinis Penderita KNF sering mengalami satu atau lebih dari 4 kelompok gejala yaitu gejala hidung, telinga, pembesaran kelenjar limfe, dan keterlibatan saraf kranial. Tanda dan gejala KNF tidak spesifik dan tidak khas, dan nasofaring merupakan area yang sulit diperiksa, sehingga KNF sering didiagnosis saat stadium lanjut (Ferrari et al, 2012) Gejala Hidung 1. Epistaksis Keadaan dinding tumor yang rapuh sehingga dengan rangsangan dan sentuhan dapat terjadi perdarahan. Keluarnya darah biasanya bercampur dengan ingus, jumlahnya sedikit, dan berulang-ulang (H,Benny, 2009). 2. Sumbatan Hidung Menurut (H,Benny, 2009) sumbatan hidung terjadi akibat pertumbuhan tumor kedalam rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis, dapat disertai dengan gangguan penciuman dan adanya ingus kental.

11 Gejala Telinga 1. Sumbatan tuba eutachius, gejala ini disebabkan perluasan tumor posterolateral sampai ruang paranasofaringeal. Pasien mengeluh rasa berdengung, rasa penuh ditelinga kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran. 2. Radang telinga tengah sampai perforasi membran timfani Merupakan kelainan lanjutan yang terjadi akibat penyumbatan muara tuba, dimana rongga telinga tengah akan terisi cairan. Cairan diproduksi makin banyak, sehingga akhirnya terjadi kebocoran gendang telinga dengan akibat gangguan pendengaran (H,Benny, 2009) Gejala Neurologis 1. Sindroma Petrosfenoidal Akibat penjalaran tumor primer ke atas melalui foramen laserum dan ovale sepanjang fosa kranii medial sehingga mengenai saraf kranial anterior yaitu saraf VI,III,IV, sedangkan saraf II akhir mengalami gangguan. Dapat juga menyebabkan parese saraf V. Parese saraf II menimbulkan gangguan visus, parese saraf III menyebabkan gangguan ptosis, dan parese saraf III,IV,dan VI menyebabkan keluhan diplopia, dan saraf V dengan keluhan rasa kebas di pipi dan wajah yang biasanya unilateral. Apabila semua grup anterior terkena, maka akan timbul gejala : neuralgia trigeminal unilateral, oftalmoplegi serta gejala nyeri kepala hebat (H,Benny, 2009). 2. Sindroma Parafaring Terjadi akibat gangguan saraf kranial grup posterior (N.IX,X,XI dan XII) karena penjalaran retroparotidean dimana tumor tumbuh kebelakang masuk ke dalam foramen jugularis dan kanalis nervus hipoglosus. Kelumpuhan pada nervus IX menyebabkan sulit menelan karena hemiparese m.konstriktor faringeus superior. Nervus X adanya gangguan motorik berupa afoni,disfoni, disfagia dan spasme

12 esofagus. Gangguan sensorik berupa nyeri daerah laring dan faring,dan sesak. Nervus XI terdapat kelumpuhan m.trapezius, sternokleidomastoideus serta hemiparese palatum molle, nervus XII terjadi hemiparese dan atrofi sebelah lidah, nervus VII dan nervus VIII letaknya agak tinggi jadi jarang terkena KNF (H,Benny, 2009) Limfadenopati Servikal Sebagian besar penderita datang dengan pembesaran kelenjar baik unilateral atau bilateral. Pembesaran kelenjar leher merupakan penyebaran terdekat secara limfogen dari KNF. Pembesaran yang agak khas akibat metastasis adalah lokasi pada ujung prosesus mastoideus di belakang angulus mandibula yaitu kelenjar jugulodigastrik dan kelenjar servikal posterior serta kelenjar servikal tengah (H,Benny,2009) Gejala metastasis jauh Gejala akibat metastasis apabila sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring, yang sering adalah pada tulang,hati dan paru. Jika ini terjadi, menandakan suatu stadium dengan prognosis sangat buruk (Zhou et al, 2007) Diagnosis Anamnesis Anamnesis dilakukan berdasarkan keluhan pasien. Gejala dan keluhan yang ditimbulkan antara satu pasien dengan pasien yang lain sangat bervariasi (Hidayat, 2009) Pemeriksaan 1. Rinoskopi Posterior Pemeriksaan ini sering dijumpai kesulitan terutama pada pasien dengan variasi anatomi atau yang tidak kooperatif (Hidayat, 2009).

13 2. Endoskopi a. Nasofaringoskopi kaku (Rigid nasopharyngoscopy) Alat yang digunakan terdiri dari teleskop dengan sudut 0, 30, dan 70 derajat. Dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, transnasal dan transoral (Hidayat, 2009). b. Nasofaringoskopi lentur (Flexible nasopharyngoscopy) Endoskopi fleksibel memungkinkan pemeriksaan yang lebih menyeluruh terhadap nasofaring, meskipun masuknya melalui satu sisi kavum nasi. Alat endoskopi ini memiliki saluran khusus untuk suction,sehingga tetap dapat dilakukan dengan pandangan langsung (Hidayat, 2009) Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan lokasi tumor yang dapat membantu dalam melakukan biopsi yang tepat dan menentukan luas penyebaran tumor ke jaringan sekitar (Hidayat, 2009). b. Foto polos nasofaring dan dasar tengkorak c. CT scan nasofaring Pemeriksaan ini dapat juga mengetahui penyebaran tumor ke jaringan sekitar yang belum terlalu luas, dan juga dapat mendeteksi erosi basis krani dan penjalaran ke intrakranial. Selain itu, dapat menilai kekambuhan tumor setelah pengobatan, adanya metastasis, dan juga akibat komplikasi paska radioterapi seperti atrofi kelenjar hipofise dan nekrosis lobus temporal (Hidayat, 2009). d. Positron Emission Tomography (PET) Pemeriksaan yang paling sensitif untuk menilai adanya tumor rekuren pada KNF (Hidayat, 2009). e. Magnetic Resonance Imaging (MRI) Pemeriksaan MRI dapat memperlihatkan jaringan lunak nasofaring superfisial atau dalam dan untuk membedakan tumor dengan jaringan

14 lunak. Selain itu, MRI juga lebih sensitif untuk menilai metastase kelenjar retrofaring dan kelenjar leher dalam (Hidayat, 2009). f. Biopsi Nasofaring Biopsi nasofaring adalah prosedur tetap terhadap pasien yang dicurigai menderita KNF, apalagi bila dijumpai masa tumor. Agar biopsi tepat sasaran, sebaiknya biopsi dilakukan di bawah kontrol endoskopi dan anastesi lokal dengan posisi duduk atau telentang (Hidayat, 2009). g. Pemeriksaan Patologi Anatomi Sitologi Bahan untuk pemeriksaan sitologi dapat diambil dari permukaan nasofaring dengan menggunakan brush, swab atau spesial aplikator yang mempunyai pengisap (Hidayat, 2009). Pemeriksaan Serologi Pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk infeksi virus E-B telah menunjukkan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring. Tetapi hanya digunakan untuk menentukan prognosis pengobatan (Hidayat, 2009). Imunohistokimia Merupakan teknik deteksi antigen dalam jaringan yang melibatkan deteksi substansi spesifik dalam jaringan dengan menggunakan derivat antibodi terhadap substans (Hidayat, 2009). Histopatologi Histopatologi tujuannya untuk konfirmasi dalam menentukan sub tipe KNF (Hidayat, 2009) Penatalaksanaan Pengobatan utama pada penderita KNF tanpa metastasis dapat dilakukan radioterapi. Jenis radioterapi yang dapat diberikan terdapat dua tipe yaitu radioterapi eksternal dan brakhiterapi. Dosis radioterapi untuk KNF adalah 1,8-2 Gy setiap pemberian, sebanyak lima kali pemberian setiap minggu selama 7

15 minggu dengan total dosis Gy. Setiap tipe histopatologi KNF mempunyai perbedaan respon terhadap radioterapi. Pada undifferentiated carcinoma lebih radiosensistif sedangkan pada non-keratinizing squamous cell carcinoma merupakan yang paling tidak radiosensitif. Pemberian kemoterapi juga dapat diberikan pada penderita KNF yang diindikasikan pada kasus penyebaran ke kelenjar getah bening, metastasis jauh dan kasus-kasus residif. Cara pemberian kemoterapi pada KNF dapat diberikan sebelum (neoadjuvant), selama (concurrent), atau setelah (adjuvant) pemberian radioterapi. Pemberian kemoterapi terutama diberikan pada KNF dengan penyakit lokoregional tingkat lanjut dikombinasikan dengan radioterapi. Jenis kemoterapi yang dapat diberikan antara lain: cisplatin, 5-fluorouracil (5-FU), dexorubicin, bleomycin, mitoxantron, methotrexate dan alkaloid vinca. Regimen dengan dasar platinum merupakan standar kemoterapi pada pasien KNF dengan metastase dan terapi lini pertama yang paling banyak digunakan adalah kombinasi cisplatin dan 5-FU yang menunjukkan response rate 66% Kemoterapi lebih sensitif pada karsinoma nasofaring WHO tipe 1 dan sebagian WHO tipe 2. Pengobatan lain yang juga dilakukan adalah pembedahan, namun pembedahan tidak banyak berperan pada penanggulangan KNF. Tindakan bedah terbatas pada reseksi sisa masa tumor yang kambuh atau tidak terkontrol dinasofaring dan leher setelah radioterapi (Munir, D, 2009).

16 Gambar 2.9 Penatalaksanaan KNF Menurut NCCN 2010 (Dikutip dari: Piasiska,Herza,2010) Komplikasi Toksisitas dari radioterapi dapat mencakup xerostomia, hipotiroidisme, fibrosis dari leher dengan hilangnya lengkap dari jangkauan gerak, trismus, kelainan gigi, dan hipoplasi struktur otot dan tulang. Retardasi pertumbuhan dapat terjadi sekunder akibat radioterapi terhadap kelenjar hipofisis. Panhypopituitarism dapat terjadi dalam beberapa kasus. Kehilangan pendengaran sensorineural mungkin terjadi dengan penggunaan cisplatin. Mereka yang menerima bleomycin beresiko untuk menderita fibrosis paru. Osteonekrosis dari mandibula merupakan komplikasi langka radioterapi dan sering dihindari dengan perawatan gigi yang tepat. (Hidayat, 2009) Prognosis Prognosis KNF secara umum tergantung pada beberapa faktor seperti: Usia penderita lebih dari 40 tahun, laki-laki daripada perempuan dan ras cina daripada ras kulit putih. Selain itu juga adanya pembesaran kelenjar leher, adanya metastasis jauh dan juga terdapat pada stadium yang lebih lanjut. Tipe karsinoma tak berdiferensiasi memiliki prognosis yang lebih baik karena tingkat radiosensitifitasnya, sedangkan tipe I KNF memiliki prognosis yang lebih buruk disebabkan rendahnya radiosensitifitasnya (Ruan, 2013).

17 Pencegahan Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan sosial-ekonomi dan berbagi hal yang berkaitan dengan kemungkinankemungkinan faktor penyebab. Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan resiko tinggi. Mengubah cara memasak makanan untuk mencegah kesan buruk yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya (Ruan, 2013).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Nasofaring merupakan ruang berbentuk trapezoid yang dilapisi epitel

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Nasofaring merupakan ruang berbentuk trapezoid yang dilapisi epitel BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Nasofaring Nasofaring merupakan ruang berbentuk trapezoid yang dilapisi epitel pseudostratified columnar tipe pernafasan dan epitel non keratinizing stratified squamous

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Nasofaring Nasofaring merupakan ruang atau rongga berbentuk kubus yang terletak di belakang rongga hidung atau koana, tepat di bawah dasar tengkorak yang berhubungan

Lebih terperinci

KARSINOMA DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009

KARSINOMA DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009 KARSINOMA NASOFARING DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009 Tumor ganas kepala dan leher yang terbanyak di Indonesia Banyak terjadi di dunia, insidens

Lebih terperinci

KARSINOMA NASOFARING

KARSINOMA NASOFARING KARSINOMA NASOFARING DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009 Tumor ganas kepala dan leher yang terbanyak di Indonesia Banyak terjadi di dunia, insidens

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Nasofaring merupakan lubang sempit yang terdapat pada belakang rongga

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Nasofaring merupakan lubang sempit yang terdapat pada belakang rongga BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Nasofaring merupakan lubang sempit yang terdapat pada belakang rongga hidung. Bagian atap dan dinding belakang dibentuk oleh basi sphenoid, basi occiput dan ruas pertama

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan prediksi difosa Rosenmuller dan atap nasofaring. Letaknya kadang tersembunyi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran sel secara tidak terkendali, sering menyerang jaringan sekitar dan dapat bermetastasis atau menyebar ke organ lain (World Health

Lebih terperinci

TUMOR NASOFARING. Tumor benigna - Angiofibroma belia Tumor maligna - Karsinoma nasofaring (KNF)

TUMOR NASOFARING. Tumor benigna - Angiofibroma belia Tumor maligna - Karsinoma nasofaring (KNF) TUMOR NASOFARING TUMOR NASOFARING Tumor benigna - Angiofibroma belia Tumor maligna - Karsinoma nasofaring (KNF) - Limfoma non Hogdkin - Karsinoma kistik adenoid - Adenocarcinoma & tumor kel. ludah minor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi primer terjadi pada awal masa anak-anak dan umumnya asimptomatik.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas epitel nasofaring. Etiologi tumor ganas ini bersifat multifaktorial, faktor etnik dan geografi mempengaruhi risiko

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.1 Definisi Karsinoma Nasofaring Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karsinoma Nasofaring 2.1.1. Defenisi Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi difosa Rosenmuller dan atap nasofaring.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas. rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah.

BAB I PENDAHULUAN. ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas. rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60 % tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. nasofaring, orofaring dan hipofaring. Nasofaring adalah bagian dari faring yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. nasofaring, orofaring dan hipofaring. Nasofaring adalah bagian dari faring yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Histologi 2.1.1. Anatomi Secara fungsional dan struktural faring terbagi atas tiga bagian, yaitu nasofaring, orofaring dan hipofaring. Nasofaring adalah bagian dari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berhubungan dengan orofaring. Nasofaring di bagian anterior berbatasan dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berhubungan dengan orofaring. Nasofaring di bagian anterior berbatasan dengan 5 2.1 Anatomi Nasofaring BAB II KAJIAN PUSTAKA Nasofaring merupakan ruang atau rongga berbentuk kubus yang terletak di belakang rongga hidung atau koana, tepat di bawah dasar tengkorak yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring. Lebih dari 90% penderita karsinoma laring memiliki gambaran histopatologi karsinoma

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Nasofaring Nasofaring merupakan suatu rongga yang berbentuk mirip kubus, terletak dibelakang rongga hidung, diatas tepi bebas palatum molle dengan diameter anteriorposterior

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan yang menyerang daerah kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum diketahui

Lebih terperinci

Update Diagnosis dan Tatalaksana Kasus di Bidang THT-KL dalam Rangka Meningkatkan Mutu Pelayanan Primer

Update Diagnosis dan Tatalaksana Kasus di Bidang THT-KL dalam Rangka Meningkatkan Mutu Pelayanan Primer Makalah Lengkap Update Diagnosis dan Tatalaksana Kasus di Bidang THT-KL dalam Rangka Meningkatkan Mutu Pelayanan Primer Rocky Plaza Hotel Padang 1 November 2014 Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala

Lebih terperinci

ABSTRAK. Etiopatogenesis Karsinoma Nasofaring (KNF) Rabbinu Rangga Pribadi, Pembimbing: dr. Freddy Tumewu A., M.S.

ABSTRAK. Etiopatogenesis Karsinoma Nasofaring (KNF) Rabbinu Rangga Pribadi, Pembimbing: dr. Freddy Tumewu A., M.S. ABSTRAK Etiopatogenesis Karsinoma Nasofaring (KNF) Rabbinu Rangga Pribadi, 2005. Pembimbing: dr. Freddy Tumewu A., M.S. Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas kepala dan leher yang paling banyak

Lebih terperinci

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR ISI Daftar isi... ii PANDUAN PRAKTIK KLINIS Disclaimer iii Klasifikasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan Berdasar Tingkat Pelayanan iv Pendahuluan... 1 Disetujui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari setengahnya terdapat di negara berkembang, sebagian besar dari

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari setengahnya terdapat di negara berkembang, sebagian besar dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini jumlah penderita kanker di seluruh dunia semakin meningkat. Dari kasus kanker baru yang jumlahnya diperkirakan sembilan juta setiap tahun lebih dari setengahnya

Lebih terperinci

Prof.dr.Abd. Rachman S, SpTHT-KL(K)

Prof.dr.Abd. Rachman S, SpTHT-KL(K) TUMOR HIDUNG DAN SINUS PARANASAL Prof.dr.Abd. Rachman S, SpTHT-KL(K) Tumor jinak sering ditemukan, sedangkan tumor ganas jarang ± 3% dari tumor kepala leher & 1% dari seluruh keganasan. Gejala klinis tumor

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN RADIOTERAPI PADA KARSINOMA NASOFARING

PENATALAKSANAAN RADIOTERAPI PADA KARSINOMA NASOFARING PENATALAKSANAAN RADIOTERAPI PADA KARSINOMA NASOFARING HARRY A. ASROEL Fakultas Kedokteran Bagian Tenggorokan Hidung dantelinga Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Karsinoma nasofaring merupakan tumor

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. Karsinoma Nasofaring 2.1 Defenisi Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor yang timbul dari sel epitel yang melindungi dan melintasi nasofaring. KNF pertama kali disebutkan oleh

Lebih terperinci

Laporan Kasus Besar. Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE

Laporan Kasus Besar. Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE Laporan Kasus Besar Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE 406117055 IDENTITAS PASIEN PEMERIKSAAN SUBJEKTIF AUTOANAMNESIS Rabu, 25 April jam 09.00 1. Keluhan Utama Benjolan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006). Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang relatif jarang ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL)

BAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kepala dan leher merupakan istilah luas yang mengacu kepada keganasan epitel sinus paranasalis, rongga hidung, rongga mulut, faring, dan laring. Hampir seluruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumor rongga hidung dan sinus paranasal atau disebut juga tumor sinonasal adalah tumor yang dimulai dari dalam rongga hidung atau sinus paranasal di sekitar hidung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering kedelapan di seluruh dunia. Insiden penyakit ini memiliki variasi pada wilayah dan ras yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KARSINOMA NASOFARING 2.1.1 Definisi Kanker Nasofaring adalah jenis kanker yang tumbuh di rongga belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut.karsinoma nasofaring

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

KESINTASAN PENDERITA KARSINOMA NASOFARING DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN

KESINTASAN PENDERITA KARSINOMA NASOFARING DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN KESINTASAN PENDERITA KARSINOMA NASOFARING DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN Oleh Riska Adriana 131421100503 TESIS Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

CA TONSIL 1. DEFINISI CA TONSIL

CA TONSIL 1. DEFINISI CA TONSIL CA TONSIL 1. DEFINISI CA TONSIL Kanker tonsil andalah indikasi keganasan pada tonsil. Penyakit tonsil dan adenoid merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi dalam masyarakat. Nyeri tenggorokan, infeksi,

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan seorang dokter gigi untuk mengenali anatomi normal rongga mulut, sehingga jika ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kelainan siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak terkendali (pembelahan sel melebihi

Lebih terperinci

Tampilan Pulasan Imunohistokimia Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9) Pada Undifferentiated Carcinoma Nasofaring Tipe Regaud dan Tipe Schmincke

Tampilan Pulasan Imunohistokimia Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9) Pada Undifferentiated Carcinoma Nasofaring Tipe Regaud dan Tipe Schmincke (MMP-9) Pada Undifferentiated Carcinoma Nasofaring Tipe dan Tipe ABSTRAK Departemen Patologi Anatomik, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara Medan Latar belakang Pola pertumbuhan undifferentiated

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang berasal dari sel epitel yang melapisi daerah nasofaring (bagian. atas tenggorok di belakang hidung) (KPKN, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang berasal dari sel epitel yang melapisi daerah nasofaring (bagian. atas tenggorok di belakang hidung) (KPKN, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker masih menjadi masalah serius bagi dunia kesehatan. Hal ini terbukti dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas akibat kanker di seluruh dunia. Terdapat 14

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Nasofaring merupakan suatu rongga yang berbentuk mirip kubus, terletak dibelakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Nasofaring merupakan suatu rongga yang berbentuk mirip kubus, terletak dibelakang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi 2.1.1 Nasofaring Nasofaring merupakan suatu rongga yang berbentuk mirip kubus, terletak dibelakang rongga hidung, diatas tepi bebas palatum molle dengan diameter anterior-posterior

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 Anatomi nasofaring Nasofaring merupakan ruang berbentuk trapezoid dengan ukuran tinggi 4 cm, lebar 4 cm dan anteroposterior 3 cm. Dinding anterior

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan. yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan. yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan neoplasma yang jarang terjadi di sebagian

Lebih terperinci

Penyebab, Gejala, dan Pengobatan Kanker Payudara Thursday, 14 August :15

Penyebab, Gejala, dan Pengobatan Kanker Payudara Thursday, 14 August :15 Kanker payudara adalah penyakit dimana selsel kanker tumbuh di dalam jaringan payudara, biasanya pada ductus (saluran yang mengalirkan ASI ke puting) dan lobulus (kelenjar yang membuat susu). Kanker atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada umumnya tumor ganas THT-KL ditemukan pada rongga mulut, orofaring,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada umumnya tumor ganas THT-KL ditemukan pada rongga mulut, orofaring, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Kepala dan Leher Pada umumnya tumor ganas THT-KL ditemukan pada rongga mulut, orofaring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal, hipofaring, laring dan telinga. Yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan dengan usia rata-rata 55 tahun (Stoler, 2014). Diperkirakan terdapat 500.000 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel yang tak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan lainnya, baik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis,

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejumlah penyakit penting dan serius dapat bermanifestasi sebagai ulser di mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis, tuberkulosis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang kejadiannya cukup sering, terutama mengenai penduduk yang tinggal di negara berkembang. Kanker ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari Kanker Kepala Leher (KKL) dalam hal epidemiologi, karakteristik klinis, etiologi, dan histopatologi (Ruiz

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker serviks uteri merupakan salah satu masalah penting pada wanita di dunia. Karsinoma serviks uteri adalah keganasan kedua yang paling sering terjadi dan merupakan

Lebih terperinci

KANKER KEPALA LEHER TERINDUKSI RADIASI PASCA RADIOTERAPI KARSINOMA NASOFARING

KANKER KEPALA LEHER TERINDUKSI RADIASI PASCA RADIOTERAPI KARSINOMA NASOFARING KANKER KEPALA LEHER TERINDUKSI RADIASI PASCA RADIOTERAPI KARSINOMA NASOFARING REFERAT I Diajukan Oleh : SUWARDI NIM. 13/354136/PKU/13813 Pembimbing: dr. Camelia Herdini, M.Kes., Sp.THT-KL Bagian Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring Nasofaring adalah ruangan berbentuk trapezoid dengan lokasi di posterior dari koana, kemudian meluas ke inferior ke bagian batas bawah dari palatum mole.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang. menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang. menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang diikuti dengan timbulnya gejala ataupun tidak. WHO-IARC menggolongkan

Lebih terperinci

ARVEOLAR SOFT PART SARCOMA

ARVEOLAR SOFT PART SARCOMA ARVEOLAR SOFT PART SARCOMA OLEH: Dr.FITRIANI LUMONGGA DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007 PENDAHULUAN Alveolar soft part sarcoma merupakan neoplasma ganas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul dari permukaan dinding lateral nasofaring (Zeng and Zeng, 2010; Tulalamba and Janvilisri,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kanker Nasofaring a. Definisi kanker nasofaring Kanker atau karsinoma adalah pembentukan jaringan baru yang abnormal dan bersifat ganas, disebabkan oleh adanya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Nasofaring Nasofaring adalah bagian atas tenggorokan (faring) yang terletak di belakangan hidung. Nasofaring berbentuk seperti sebuah kotak berongga. Dan terletak di

Lebih terperinci

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Payudara Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita oleh para wanita di Hong Kong dan negara-negara lain di dunia. Setiap tahunnya, ada lebih dari 3.500 kasus kanker payudara baru

Lebih terperinci

Limfoma. Lymphoma / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Limfoma. Lymphoma / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Limfoma Limfoma merupakan kanker pada sistem limfatik. Penyakit ini merupakan kelompok penyakit heterogen dan bisa diklasifikasikan menjadi dua jenis utama: Limfoma Hodgkin dan limfoma Non-Hodgkin. Limfoma

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks adalah keganasan yang berasal dari epitel pada serviks terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar kanker serviks adalah epidermoid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring merupakan neoplasma yang berasal dari lapisan

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring merupakan neoplasma yang berasal dari lapisan BAB I PENDAHULUAN Karsinoma nasofaring merupakan neoplasma yang berasal dari lapisan epitel mukosa nasofaring, dan merupakan tumor paling umum yang mengenai nasofaring. Karsinoma nasofaring dikenal sebagai

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik subyek penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata usia sampel penelitian 47,2 tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran sel secara tidak terkendali, sering menyerang jaringan disekitarnya dan dapat bermetastatis atau menyebar keorgan lain (WHO,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PASIEN KARSINOMA NASOFARING DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR.WAHIDIN SUDIROHUSODO DAN RUMAH

KARAKTERISTIK PASIEN KARSINOMA NASOFARING DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR.WAHIDIN SUDIROHUSODO DAN RUMAH SKRIPSI 2017 KARAKTERISTIK PASIEN KARSINOMA NASOFARING DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR.WAHIDIN SUDIROHUSODO DAN RUMAH SAKIT UNIVERSITAS HASANUDDIN PERIODE TAHUN 2012-2016 OLEH: AMIRAH FEBRIANTI ISMAIL C111

Lebih terperinci

EKSPRESI VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR PADA KARSINOMA NASOFARING

EKSPRESI VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR PADA KARSINOMA NASOFARING 1 EKSPRESI VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR PADA KARSINOMA NASOFARING Tesis Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Mencapai Spesialis dalam Bidang Ilmu Kesehatan Telinga

Lebih terperinci

BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID. termasuk untuk penyakit kanker kepala dan leher seperti karsinoma tiroid.

BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID. termasuk untuk penyakit kanker kepala dan leher seperti karsinoma tiroid. BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID Dalam dunia medis, radioterapi sudah menjadi perawatan yang sangat umum digunakan. Penggunaannya pun dilakukan untuk berbagai macam penyakit kanker termasuk untuk penyakit

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Xerostomia Umumnya perhatian terhadap saliva sangat kurang. Perhatian terhadap saliva baru timbul apabila terjadinya pengurangan sekresi saliva yang akan menimbulkan gejala mulut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 13% kematian dari 22% kematian akibat penyakit tidak menular utama di dunia (Shibuya et al., 2006).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang. Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan. yang jarang ditemukan di sebagian besar negara, namun

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang. Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan. yang jarang ditemukan di sebagian besar negara, namun BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan yang jarang ditemukan di sebagian besar negara, namun sangat sering dijumpai di Cina Selatan, Afrika Utara, Alaska,

Lebih terperinci

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik.

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik. LAPORAN KASUS RUMAH SAKIT UMUM YARSI II.1. Definisi Epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik). II.2. Etiologi Epistaksis dapat ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. ANATOMI FISIOLOGI LIDAH 1. Anatomi lidah Lidah terletak didasar mulut, ujung dan pinggiran lidah bersentuhan dengan gigi bawah. Lidah secarara anatomi terbagi atas 3 bagian, yakni

Lebih terperinci

Anatomi dan fisiologi tenggorokan Anatomi Tenggorokan 8

Anatomi dan fisiologi tenggorokan Anatomi Tenggorokan 8 Anatomi dan fisiologi tenggorokan 2.3.1 Anatomi Tenggorokan 8 Tenggorokan merupakan bagian dari leher depan dan kolumna vertebra, terdiri dari faring dan laring. Bagian terpenting dari tenggorokan adalah

Lebih terperinci

LAMPIRAN. VEG F HY L 42 Melayu III NK SCC 2 2. No MR Nama Sex Usia Suku Std PA. Adeno P 22. Jawa. Jawa. Adenoid P 70

LAMPIRAN. VEG F HY L 42 Melayu III NK SCC 2 2. No MR Nama Sex Usia Suku Std PA. Adeno P 22. Jawa. Jawa. Adenoid P 70 Lampiran 1 Data Sampel Penelitian LAMPIRAN No MR Nama Sex Usia Suku Std PA VEG F 1 7.57.97 HY L 42 Melayu III NK SCC 2 2 7.72.01 SD Jawa Adeno P 22 IVb 8.4.47 SS Jawa Adenoid P 70 IVb cystic 4 8.46.18

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Pertumbuhan sel tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Karsinoma rongga mulut merupakan ancaman besar bagi kesehatan masyarakat di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat kanker terus meningkat

Lebih terperinci

2.8 Diagnosis Kanker Nasofaring Penggolongan Stadium pada Kanker Nasofaring...17

2.8 Diagnosis Kanker Nasofaring Penggolongan Stadium pada Kanker Nasofaring...17 DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN...iv KATA PENGANTAR...v ABSTRAK...vi ABSTRACT...vii RINGKASAN...viii SUMMARY...ix

Lebih terperinci

1. Staf Pengajar, Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati, Lampung 2. Mahasiswa Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati, Lampung

1. Staf Pengajar, Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati, Lampung 2. Mahasiswa Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati, Lampung HUBUNGAN FAKTOR USIA, JENIS KELAMIN DAN GEJALA KLINIS DENGAN KEJADIAN KARSINOMA NASOFARING DI RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2013 2014 Resti Arania 1, Sri Maria Puji L 1, Irne Jayanti

Lebih terperinci

BAB 2 TUMOR. semua jaringan tubuh manusia pada berbagai keadaan sel untuk berkembang biak.

BAB 2 TUMOR. semua jaringan tubuh manusia pada berbagai keadaan sel untuk berkembang biak. BAB 2 TUMOR 2.1 Definisi Tumor Sel mempunyai tugas utama yaitu bekerja dan berkembang biak. Bekerja bergantung kepada aktivitas sitoplasma sedangkan berkembang biak bergantung pada aktivitas intinya. Proliferasi

Lebih terperinci

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA. pada jaringan lunak yang mendukung, mengelilingi, dan melindungi organ tubuh.

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA. pada jaringan lunak yang mendukung, mengelilingi, dan melindungi organ tubuh. BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA Sarcoma adalah suatu tipe kanker yang jarang terjadi dimana penyakit ini berkembang pada struktur pendukung tubuh. Ada 2 jenis dari sarcoma,

Lebih terperinci

Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil

Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil TONSILEKTOMI 1. Definisi Tonsilektomi adalah tindakan mengangkat tonsil palatina seutuhnya bersama jaringan patologis lainnya, sehingga fossa tonsilaris bersih tanpa meninggalkan trauma yang berarti pada

Lebih terperinci

TRAUMA MUKA DAN DEPT. THT FK USU / RSHAM

TRAUMA MUKA DAN DEPT. THT FK USU / RSHAM TRAUMA MUKA DAN HIDUNG DEPT. THT FK USU / RSHAM PENDAHULUAN Hidung sering fraktur Fraktur tulang rawan septum sering tidak diketahui / diagnosis hematom septum Pemeriksaan dapat dilakukan dengan palpasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung selama minimal 12 minggu berturut-turut. Rinosinusitis kronis

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016

ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 Prevalensi kanker kepala dan leher (KKL) di Indonesia cukup tinggi. Kanker kepala dan

Lebih terperinci

KARSINOMA NASOFARING DAN PARSIS NERVUS KRANIALIS

KARSINOMA NASOFARING DAN PARSIS NERVUS KRANIALIS PRESENTASI KASUS KARSINOMA NASOFARING DAN PARSIS NERVUS KRANIALIS Oleh : Febri Arianto Bayu. Pembimbing : dr. Sulistyani Kusumaningrum, M.Sc, Sp. Rad PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS IK THT- KL FAKULTAS

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RESPIRATORY SYSTEM DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KASUS I Seorang pria berusia 45 tahun datang ke Rumah Sakit oleh karena meraba adanya tonjolan yang makin membesar

Lebih terperinci

STUDI RETROSPEKTIF KARSINOMA NASOFARING DI SUMATERA BARAT: REEVALUASI SUBTIPE HISTOPATOLOGI BERDASARKAN KLASIFIKASI WHO (PENELITIAN PENDAHULUAN)

STUDI RETROSPEKTIF KARSINOMA NASOFARING DI SUMATERA BARAT: REEVALUASI SUBTIPE HISTOPATOLOGI BERDASARKAN KLASIFIKASI WHO (PENELITIAN PENDAHULUAN) STUDI RETROSPEKTIF KARSINOMA NASOFARING DI SUMATERA BARAT: REEVALUASI SUBTIPE HISTOPATOLOGI BERDASARKAN KLASIFIKASI WHO (PENELITIAN PENDAHULUAN) Yenita, Aswiyanti Asri Bagian Patologi Anatomi Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui koana. Orificium dari tuba Eustachian berada pada dinding samping dan pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui koana. Orificium dari tuba Eustachian berada pada dinding samping dan pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Nasofaring Nasofaring merupakan lubang sempit yang terletak pada belakang rongga hidung. Bagian atap dan dinding belakang dibentuk oleh basi sphenoid, basi occiput

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum merupakan penyakit yang mengerikan. Banyak orang yang merasa putus harapan dengan kehidupannya setelah terdiagnosis

Lebih terperinci

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1 Nyeri Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang sedang terjadi atau telah terjadi atau yang digambarkan dengan kerusakan jaringan. Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI 1 BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI Judul mata Kuliah : Neuropsikiatri Standar Kompetensi : Area Kompetensi 5 : Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran Kompetensi dasar : Menerapkan ilmu Kedokteran klinik pada sistem

Lebih terperinci

Tumor Nasofaring dengan Diplopia Pada Pasien Usia 44 Tahun. Carsinoma Nasopharyngeal with Diplopia when He was 44 Years

Tumor Nasofaring dengan Diplopia Pada Pasien Usia 44 Tahun. Carsinoma Nasopharyngeal with Diplopia when He was 44 Years Tumor Nasofaring dengan Diplopia Pada Pasien Usia 44 Tahun Meka Anggidian Primadina 1, Mukhlis Imanto 2 1 Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung 2 Bagian THT-KL, Rumah Sakit Abdul Moeloek Provinsi Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan kedua tersering pada keganasan daerah kepala leher di beberapa Negara Eropa (Chu dan Kim 2008). Rata-rata

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. aspek dalam kehidupannya, yang bergantung pada aspek psikologis dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. aspek dalam kehidupannya, yang bergantung pada aspek psikologis dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Stuart dan Sundeen (1991) menjelaskan bahwa konsep diri adalah semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan yang membuat individu mengetahui dirinya

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI. BAB 4 HASIL Dalam penelitian ini digunakan 782 kasus yang diperiksa secara histopatologi dan didiagnosis sebagai apendisitis, baik akut, akut perforasi, dan kronis pada Departemen Patologi Anatomi FKUI

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. hidung. Bagian atap dan dinding belakang dibentuk oleh basi sphenoid, basi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. hidung. Bagian atap dan dinding belakang dibentuk oleh basi sphenoid, basi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Nasofaring merupakan lubang sempit yang terdapat pada belakang rongga hidung. Bagian atap dan dinding belakang dibentuk oleh basi sphenoid, basi occiput dan ruas pertama

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA SAMPEL PENELITIAN

LAMPIRAN 1 DATA SAMPEL PENELITIAN LAMPIRAN 1 DATA SAMPEL PENELITIAN NO NAMA MR UMUR SEX SUKU STADIUM PA (TIPE) EKSPRESI LMP1 1 IH 350582 43 LK BATAK IVC 3 0 2 K 405691 59 LK ACEH IVB 3 3 3 DP 351293 37 LK BATAK III 2 3 4 NS 352005 85 LK

Lebih terperinci