BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada umumnya tumor ganas THT-KL ditemukan pada rongga mulut, orofaring,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada umumnya tumor ganas THT-KL ditemukan pada rongga mulut, orofaring,"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Kepala dan Leher Pada umumnya tumor ganas THT-KL ditemukan pada rongga mulut, orofaring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal, hipofaring, laring dan telinga. Yang termasuk rongga mulut adalah mukosa bukal, gusi, dasar mulut, palatum durum, dua pertiga anterior lidah. Yang termasuk orofaring adalah dasar lidah, tonsil, palatum mole, uvula, dinding posterior dan lateral faring (Forastiere & Marur, 2008). Nasofaring adalah suatu ruangan yang terletak di belakang cavum nasi yang mempunyai atap, dinding posterior dan dinding lateral yang termasuk fosa rosenmuller dan mukosa yang menutupi torus tubarius membentuk orifisium tuba eustachius. Laring dibagi menjadi tiga regio yaitu supraglotik, glotik dan subglotik. Hidung dan sinus paranasal terdiri dari cavum nasi mulai nares anterior hingga koana, disertai juga sinus maksila, sinus etmoid, sinus frontal dan sinus sphenoid. Regio tumor ganas pada telinga dapat dijumpai pada daun telinga, liang telinga luar dan telinga tengah serta tulang mastoid (Forastiere & Marur, 2008). Davis & Welch (2006) dalam penelitiannya membagi lokasi tumor ganas THT-KL menjadi 3 lokasi, yaitu lokasi pertama adalah tumor yang sulit terlihat yaitu hidung dan sinus paranasal, laring, hipofaring, esophagus servikal; lokasi kedua adalah tumor yang dapat terlihat yaitu orofaring dan rongga mulut; lokasi ketiga adalah tumor yang dapat diraba yaitu tiroid, jaringan lunak, kelenjar getah bening, tulang. Sedangkan Carvalvo et al (2002) dalam penelitiannya membagi lokasi tumor ganas THT-KL menjadi 2 lokasi yaitu lokasi tumor yang dapat dilihat

2 dengan pemeriksaan THT biasa yaitu orofaring dan rongga mulut; lokasi kedua adalah lokasi tumor yang hanya dapat dilihat dengan alat khusus yaitu laring dan hipofaring. Gambar 1. Anatomi Kepala dan Leher (Forastiere & Marur, 2008)

3 2.2 Epidemiologi Takiar et al (2010) dalam penelitian mengenai prediksi perkembangan kanker di Bangalore, menemukan kasus tumor ganas kepala-leher pada tahun 2010 sebesar kasus, dan diprediksi kasus tersebut meningkat menjadi pada tahun 2015 dan pada tahun 2020 kasus tumor ganas kepala-leher meningkat menjadi kasus. Perbandingan kejadian tumor ganas kepala-leher antara pria dan wanita adalah 2 : 1 dan antara tahun 2010, 2015 dan 2020 tidak ada perbedaan yang berarti. Lebih dari kasus baru keganasan pada kepala leher muncul di Amerika Serikat dan Eropa setiap tahunnya, dan ini adalah penyebab kematian dan kecacatan yang signifikan. Penelitian Hashibe et al (2009), dengan jumlah kasus , menemukan jenis kelamin laki-laki lebih sering terkena kanker kepala dan leher (79,9%) dibandingkan dengan perempuan (20,1%), dengan distribusi umur terbanyak dijumpai pada umur (18,7%) dan yang paling sedikit dijumpai pada umur <40 tahun (3,7%). Ras yang paling banyak dijumpai adalah ras kulih putih (73,7%) dan yang paling sedikit adalah ras Asia (0,5%). Pendidikan penderita tumor ganas kepala leher yang paling dijumpai adalah SD (38,7%) dan paling sedikit adalah tidak berpendidikan (0,8%) (Hashibe et al, 2009). Ronis et al (2008) menemukan 316 pasien tumor ganas kepala dan leher selama periode 2007, dengan frekuensi terbesar ditemukan pada laki-laki (79,4%) sedangkan perempuan (20,6%). Rata-rata umur yang ditemukan 58,6±10,2, dengan range umur tahun. Ras yang paling banyak ditemukan adalah ras non Hispanic white (88,3%) diikuti oleh ras Hispanic/non white (11,7%). Distribusi pendidikan pada penderita tumor ganas THT-KL adalah 147 penderita (46,5%) (SMA) dan 169 penderita (53,5%) (Perguruan Tinggi).

4 Adeyemi et al (2008) yang melakukan studi retrospektif di sarana kesehatan primer dan sekunder di Nigeria periode menemukan 778 kasus tumor ganas THT-KL dengan perbandingan antara pria dan wanita adalah 1,8 : 1. Umur rata-rata pasien adalah 43,8±19,6 tahun. Adeyemi dan kawan-kawan tidak menemukan perbedaan yang signifikan antara umur rata-rata laki-laki dengan perempuan (p=0,198). Piccirillo dan Yung (2008) pada penelitiannya menemukan 183 kasus tumor ganas THT-KL periode , dengan kasus terbanyak dijumpai pada laki-laki (71,6%) diikuti oleh perempuan (28,4%). Ras kulit putih (84,2%) paling banyak menderita tumor ganas THT-KL, diikuti ras kulit hitam (28%). Kelompok umur tahun (30,1%) paling banyak menderita tumor ganas THT-KL, diikuti kelompok umur tahun (25,7%), dan umur (25,1%). Kasus baru keganasan kepala dan leher diperkirakan sebanyak kasus pertahunnya di seluruh dunia, dimana dua pertiga dari jumlah kasus baru itu muncul di negara berkembang. Angka kejadian keganasan kepala dan leher di Amerika Serikat sebesar 3,2% (39.750) dari seluruh keganasan (Jemal et al, 2005). Insidensi kanker kepala leher 3 kali lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan (Hayat et al, 2007). Sihotang (2007) di RSUP HAM dalam penelitiannya terhadap 22 penderita tumor ganas THT-KL, menemukan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki (77,3%), dengan kelompok umur tersering adalah <50 tahun (54,6%). Suku terbanyak yang dijumpai adalah suku Batak (50%). Studi retrospektif di laboratorium patologi anatomi RS dr. Kariadi Semarang periode menemukan 448 kasus tumor ganas kepala dan leher, dengan perbandingan pria dan wanita adalah 1,2 : 1. Distribusi kelompok umur yang tersering

5 adalah < 50 tahun sebesar 235 penderita (52,45%), diikuti tahun sebesar 97 penderita (21,65%), dan yang paling sedikit ditemukan adalah >70 tahun (8,93%) (Wiliyanto, 2006). Studi epidemiologi yang dilakukan oleh Bhurgri et al (2006) menemukan insidensi tumor ganas THT-KL pada laki-laki sebesar 21% dan pada perempuan sebesar 11% pada dua periode ( dan ). Umur rata-rata yang ditemukan adalah 53±5 tahun. Pada studi ini ditemukan lokasi terbanyak adalah rongga mulut baik pada laki-laki maupun perempuan, diikuti oleh tumor ganas laring. Studi cross sectional pada pasien tumor ganas THT-KL di berbagai daerah di brazil, menemukan 676 kasus penderita tumor ganas THT-KL, dimana 88% nya adalah laki-laki. Ras yang paling banyak ditemukan adalah ras eropa (84,2%), dengan rentang umur tahun dan rata-rata umur adalah 58 tahun (Carvalho et al, 2002) The national cancer data base pada tahun 1998 di amerika serikat melaporkan dijumpai kasus keganasan kepala dan leher periode Ras yang paling banyak dijumpai adalah amerika-afrika, umur paling banyak dijumpai keganasan adalah tahun (27%), dengan perbandingan pria dengan wanita adalah 1,5:1 (Hoffman et al, 1998). Iro dan Waldfahrer (1998) melakukan Studi retrospektif di divisi bedah kepalaleher Universitas Nuremberg Jerman periode dengan hasil menemukan 3247 kasus keganasan kepala dan leher, dengan rata-rata umur penderita 58,2±12 tahun, dan jumlah penderita laki-laki sebanyak 2883 penderita, perempuan sebanyak 364 penderita. Studi prospektif oleh badan kanker nasional amerika serikat periode 1 September Februari 1987 di tiga negara bagian, menemukan 649 pasien yang didiagnosa tumor ganas kepala dan leher. Laki-laki lebih banyak ditemukan pada

6 penelitian ini sebesar 71,2% sedangkan perempuan sebesar 28,8%. Umur yang paling banyak ditemukan adalah umur tahun (65,6%). Ras kulit putih lebih banyak ditemukan (95,8%) dibandingkan ras bukan kulit putih (4,2%). Dari segi pendidikan, pasien lulusan SMA lebih banyak ditemukan (50%) (Deleyianis et al, 1996). Hutagalung dalam penelitiannya menemukan, dari penderita baru yang berobat ke poliklinik THT RSUP DR. Sardjito periode , 1001 atau 3,40% menderita tumor ganas di bagian THT. Proporsi kejadiannya adalah 69,50% menyerang laki-laki, kelompok umur yang paling sering terkena adalah <50 tahun (61,84%) (Hutagalung, 1996). Penelitian yang sama dilakukan oleh Siahaan, dari penderita baru yang berobat ke poliklinik RSUP Dr. Kariadi Semarang periode , 576 atau 0,1% menderita tumor ganas THT dan kepala leher. Penderita terbanyak adalah laki-laki (65,27%) dan jenis pekerjaan terbanyak petani-buruh tani (38,54%). Kelompok umur yang sering terkena adalah <50 tahun (50,86%) (Siahaan, 1996). 2.3 Lokasi Tumor Berdasarkan AJCC 2006, lokasi tumor pada kepala dan leher adalah di rongga mulut, orofaring, nasofaring, laring, tiroid, hidung dan sinus paranasal, sedangkan telinga termasuk dalam tumor kulit. Penelitian Hashibe et al (2009), dengan jumlah kasus , menemukan keganasan kepala leher yang tersering adalah kanker orofaring (36%), diikuti kanker rongga mulut (26,7%) dan yang terakhir adalah kanker laring(26,4%).

7 Penelitian oleh Ronis et al (2008) menemukan 316 penderita tumor ganas THT- KL, dengan lokasi terbanyak dijumpai adalah Rongga Mulut (21,5%), faring-orofaringhipofaring-nasofaring (53,5%) dan laring (25%). Studi retrospektif di sarana kesehatan primer dan sekunder di Nigeria periode oleh Adeyemi et al (2008), menemukan 778 kasus tumor ganas THT-KL dengan lokasi yang paling sering terlibat adalah rongga mulut dan orofaring (31,1%), diikuti oleh nasofaring (16,4%) dan hidung sinus paranasal (15%). Umur rata-rata pasien tumor ganas nasofaring dan rongga mulut signifikan lebih rendah, sedangkan umur rata-rata pasien tumor ganas hipofaring dan laring lebih tinggi, dibandingkan dengan regio tumor ganas THT-KL lainnya. Penelitian oleh Piccirillo dan Yung (2008), dari 183 kasus tumor ganas THT- KL, menemukan lokasi terbanyak adalah laring (38,3%), kemudian rongga mulut (31,1%) dan orofaring (30,6%). Penelitian oleh Sihotang (2007) di RSUP HAM, ditemukan lokasi terbanyak tumor ganas kepala leher adalah pada nasofaring yaitu 13 penderita dari 22 sampel (59,10%), diikuti tumor hidung dan sinus paranasalis 13,60%, tumor telinga 9,10%, tumor lidah 9,10%, tumor laring 4,50%, tumor palatum 4,50% (Sihotang, 2007). Periode 1 Januari Desember 2005 di RS dr. Kariadi, ditemukan jenis tumor ganas kepala dan leher tersering adalah tumor ganas nasofaring (25%) dan tumor ganas kelenjar getah bening leher (25%) (Wiliyanto, 2006). Di Amerika Serikat pada tahun 2001, dari kasus keganasan pada kepala leher, ditemukan lokasi terbanyak adalah tiroid 29%, laring 15%, mukosa orofaring 12%, lidah 10% dan jaringan lunak 9% (Davis & Welch, 2006).

8 Bhurgri et al (2006), pada studi epidemiologi tumor ganas THT-KL di Pakistan, menemukan lokasi tumor terbanyak pada penderita berumur diatas 40 tahun adalah rongga mulut (30 %), nasofaring (28,6%), orofaring (6,3%) dan laring (2,6%). Penelitian Shiboski, Schmidt, Jordan pada tahun 2005 ditemukan lokasi tumor pada keganasan kepala leher yang berasal dari rongga mulut, nasofaring, orofaring, hipofaring dan laring. Studi cross sectional oleh Carvalho et al (2002) di berbagai daerah di brazil, menemukan 676 kasus penderita tumor ganas THT-KL. Tumor ganas rongga mulut paling banyak ditemukan yaitu sebesar 32,4%, diikuti tumor ganas laring sebesar 24,1% dan tumor ganas orofaring sebesar (20,4%). Pada RSU Dadi dan RSU dr Wahidin selama periode 10 tahun ( ) ditemukan 570 keganasan kepala dan leher yang terdiri dari karsinoma nasofaring (47,98%), hidung dan sinus paranasalis (19,96%), tonsil (10,33%), laring (7,72%) dan rongga mulut (7%) (Kuhuwael, 2001). Hasil penelitian Soekamto (2000) tentang insidensi tumor ganas kepala dan leher di RS. Dr. Soetomo Surabaya antara , mendapatkan tumor ganas tersering adalah tumor ganas nasofaring (478 kasus atau 28 %) dan tumor ganas laring (257 atau 16%). The National Cancer Database periode di Amerika Serikat melaporkan, lokasi tumor ganas kepala dan leher yang paling banyak ditemukan adalah laring (20,9%), diikuti rongga mulut (17,6%) dan tiroid (15,8%) (Hoffman et al, 1998). Studi retrospektif oleh Iro dan Waldfahrer (1998) menemukan 3247 kasus keganasan kepala dan leher di Universitas Nuremberg Jerman periode Lokasi yang paling banyak ditemukan adalah tumor ganas laring (40,7%), diikuti tumor

9 ganas orofaring (23,8%) dan lokasi tumor yang paling sedikit adalah tumor ganas sinus maksila (1,9%). Deleyianis et al (1996) dalam penelitiannya dari 649 kasus tumor ganas THT- KL, menemukan lokasi terbanyak ditemukan tumor ganas adalah rongga mulut (35,4%), diikuti laring (33,1%) dan yang paling sedikit adalah hipofaring (9,8%). Dari 712 kasus tumor ganas telinga hidung tenggorok di Bagian THT FK UI/RSCM selama periode , kasus terbanyak adalah di nasofaring 511 (71,7%), diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal 72 (10,1%), laring 71 (10,0%), telinga 15 (2,1%), orofaring 12 (1,7%), esophagus-bronkus 10 (1,4%), rongga mulut 9 (1,3%) dan sisanya 12 (1,7%) penderita di tempat lain. Hutagalung dalam penelitiannya menemukan dari 1084 kasus keganasan kepala dan leher di poliklinik THT RSUP DR. Sardjito periode , lokasi yang paling banyak adalah nasofaring (45,35%), kavum oris (22,67%), laring (14,88%), kavum nasi (9,09%), sinus paranasal (7,99%) (Hutagalung, 1996). Penelitian yang dilakukan oleh Siahaan di poliklinik RSUP Dr. Kariadi Semarang periode , menemukan lokasi tumor yang paling sering adalah nasofaring (56,25%), diikuti hidung dan sinus paranasal (11,46%), dan laring (9,03%) (Siahaan, 1996). Data terakhir tahun di FKUI/RSCM Jakarta, ditemukan sejumlah 2007 kasus keganasan di bidang telinga hidung tenggorok, tercatat karsinoma nasofaring sebanyak 1247 (62,13%) penderita, hidung dan sinus paranasal 179 (8,92%) penderita, laring 125 (6,23%) penderita, rongga mulut 137 (6,83%) penderita, telinga 54 (2,69%) penderita.

10 2.4 Jenis Histopatologi Karsinoma sel skuamosa dapat timbul pada seluruh mukosa di daerah kepala dan leher. Shiboski et al (2005) melaporkan jenis histopatologi yang banyak ditemukan pada keganasan kepala dan leher adalah karsinoma sel skuamosa (90%). The National Cancer Database periode di Amerika Serikat menemukan jenis histopatologi kanker kepala leher terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa (55,8%), diikuti dengan adenokarsinoma (19,4%) dan limfoma (15,1%) (Hoffman et al, 1998). Penelitian Lee et al (2008), jenis histopatologi dari 531 kasus keganasan kepala dan leher, ditemukan 515 kasus jenis histopatologinya adalah karsinoma sel skuamosa (Lee et al, 2008). Adeyemi et al (2008) dalam penelitiannya terhadap 778 kasus tumor ganas THT-KL, menemukan jenis histopatologi yang paling sering ditemukan adalah karsinoma sel skuamosa (66,7%), diikuti dengan karsinoma anaplastik (9,3%) dan karsinoma adenoid kistik (8%). Di Amerika Serikat pada tahun 2001, dari kasus keganasan pada kepala leher, Tipe histologi yang paling banyak ditemukan adalah karsinoma sel skuamosa (80%) (Davis & Welch, 2006). Di Pakistan periode tahun dan pada studi epidemiologi yang dilakukan bhurgri et al (2006) menemukan jenis histopatologi terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa (96,5%). Hutagalung (1996) dalam penelitiannya tentang tumor ganas THT menemukan jenis histopatologi terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa (45,94%) diikuti oleh karsinoma tanpa berdiferensiasi (40,36%).

11 Penelitian yang dilakukan oleh Siahaan (1996) menjumpai jenis histopatologi terbanyak pada kasus tumor ganas THT adalah karsinoma epidermoid (60,67%) kemudian karsinoma anaplastik (30,03%). 2.5 Etiologi dan Faktor Risiko Merokok dan minum alkohol adalah faktor etiologi yang sering ditemukan pada tumor ganas THT-KL. Perokok berat beresiko 5 sampai 25 kali lebih tinggi mengalami tumor ganas THT-KL dibandingkan dengan yang bukan perokok. Alkohol dapat meningkatkan resiko terjadinya tumor ganas THT-KL. Seseorang dengan riwayat merokok 40 bungkus per tahun dan minum alkohol 5 botol per hari dapat meningkatkan resiko 40 kali mengalami tumor ganas THT-KL. Efek langsung dari nikotin dan hidrokarbon polisiklik aromatik dipertimbangkan bersifat karsinogenik. Merokok dan minum alkohol juga menyebabkan mutasi dari gen supresor tumor p53 (Goldenberg, et al. 2004). Faktor diet juga berpengaruh terhadap kejadian tumor ganas THT-KL. Kebiasaan makan makanan yang mengandung nitrosamine meningkatkan resiko terjadinya karsinoma nasofaring (Shi et al, 2002). Human Papilloma Virus (HPV) dan Epstein Barr Virus (EBV) adalah virus yang erat hubungannya dengan kejadian tumor ganas THT-KL, EBV berkaitan dengan karsinoma nasofaring dan HPV berkaitan dengan karsinoma sel skuamosa kepala dan leher terutama pada orofaring dan laring, dimana 25% dari seluruh karsinoma sel skuamosa terinfeksi virus HPV (Goldenberg et al, 2004). Selain faktor resiko diatas, terpajan dengan kromikum, nikel, radium, gas mustard, pewarnaan kulit, serbuk kayu

12 ditempat kerja berhubungan dengan kejadian karsinoma sinonasal (Forastiere & Marur, 2008). 2.6 Diagnosis Gejala Klinik Gejala klinis yang ditemukan pada stadium awal tumor ganas THT-KL tidak spesifik dan dari pemeriksaan THT rutin jarang ditemukan tanda-tanda keganasan. Kebanyakan kasus datang dengan gejala bervariasi tergantung dari lokasi tumor (Forastiere & Marur, 2008) Tumor Ganas Nasofaring Lokasi nasofaring yang tersembunyi di belakang rongga hidung cukup menyulitkan untuk dapat diperiksa secara rutin, kecuali dengan menggunakan endoskopi. Letaknya ini pula menyebabkan pertumbuhan tumor pada stadium dini tidak diketahui atau tidak memberikan gejala yang khas. Umumnya karsinoma itu muncul pada fossa Rosenmuller sehingga bisa memberikan gejala pada telinga berupa oklusi tuba, rasa penuh, gangguan pendengaran, tinnitus. Pada hidung tumor ini memberikan keluhan berupa sumbatan hidung dan epistaksis. Cepatnya penjalaran ke kelenjar limfatik menyebabkan keluhan pembesaran leher di lateral atas (kelenjar jugularis profunda superior) yang merupakan keluhan utama yang mendorong penderita datang berobat pada kasus-kasus yang kami temukan (80%). Perluasan ke intrakranial menimbulkan sefalgia, kelumpuhan saraf kranialis terutama nervus VI dan V dengan gejala berupa diplopia dan parestesi pipi karena terjadi perluasan melalui foramen laserum, dapat juga mengenai nervus III dan IV yang

13 menimbulkan gejala optalmoplegia, atau perluasan ke posterior mengenai nervus IX, X dan XI. Metastase jauh dapat terjadi pada tulang, paru, hepar (Kuhuwael, 2001) Tumor Ganas Hidung dan Sinus Paranasalis Gejala tergantung dari asal primer tumor serta arah dan perluasannya. Tumor di dalam sinus maksila biasanya tanpa gejala. Gejala timbul setelah tumor besar, mendorong atau menembus dinding tulang meluas ke rongga hidung, rongga mulut, pipi atau orbita. Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rinorea. Sekretnya sering bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar dapat mendesak tulang hidung sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada tumor ganas ingusnya berbau karena mengandung jaringan nekrotik. Perluasan tumor ke arah orbita menimbulkan gejala diplopia, proptosis atau penonjolan bola mata, oftalmoplegia, gangguan visus dan epifora. Perluasan tumor ke rongga mulut menyebabkan penonjolan atau ulkus di palatum atau di prosesus alveolaris. Pasien mengeluh gigi palsunya tidak pas lagi atau gigi geligi goyah. Seringkali pasien datang ke dokter gigi karena nyeri di gigi, tetapi tidak sembuh meskipun gigi yang sakit telah dicabut. Perluasan tumor ke depan akan menyebabkan penonjolan pipi, disertai nyeri, anesthesia atau parestesia muka jika mengenai nervus trigeminus. Perluasan tumor ke intrakranial menyebabkan sakit kepala hebat, oftalmoplegia dan gangguan visus dapat disertai likuorea. Jika peluasan sampai ke fossa kranii media maka saraf-saraf kranial lainnya juga terkena. Jika tumor meluas ke belakang, terjadi trismus akibat terkenanya muskulus pterigoideus disertai anesthesia dan parestesia daerah yang dipersyarfi nervus maksilaris dan mandibularis. Metastasis ke kelenjar leher jarang terjadi (kurang dari 5%) karena rongga sinus sangat miskin

14 dengan system limfatik kecuali bila tumor sudah menginfiltrasi jaringan lunak hidung dan pipi yang kaya akan system limfatik. Metastases jauh juga jarang ditemukan (kurang dari 10%) dan organ yang paling sering terkena adalah hati dan paru (Armiyanto, Roezin, 2007) Tumor Ganas Orofaring Gejala awal kurang dirasakan sehingga penderita sering datang terlambat. Umumnya terjadi pada tonsil dengan gejala disfagia, merasa benda asing, odinofagia, nyeri alih telinga, trismus bila terjadi perluasan ke rongga faring. Pada tonsil tampak pembesaran yang unilateral, permukaan tidak rata dan ulserasi (Dhingra, 2007) Tumor Ganas Rongga Mulut Umumnya pasien tumor ganas ini mempunyai keluhan-keluhan seperti rasa nyeri di telinga, disfagia, kadang-kadang pasien tidak bisa membuka mulut (trismus). Terdapatnya bercak keputihan dan bercak kemerahan yang tidak bisa hilang dengan pengobatan biasa, harus dicurigai kemungkinan adanya keganasan (Munir, 2007) Tumor Ganas Laring Pasien dengan karsinoma supraglotis cenderung asimtomatik sampai tumor telah berkembang dan dijumpai metastasis nodul. Biasanya dijumpai keluhan nyeri tenggorok, disfagia dan nyeri alih di telinga atau teraba massa kelenjar limfe di leher. Suara serak, penurunan berat badan, sumbatan jalan nafas merupakan gejala lanjut dari tumor ganas supraglotis. Tanda awal tumor ganas glottis laring adalah suara serak karena lesi pada pita suara asli akan mempengaruhi kapasitas getaran. Hal ini

15 menyebabkan tumor ganas laring dapat dideteksi lebih awal. Peningkatan pertumbuhan ukuran massa akan menyebabkan stridor dan obstruksi laring. Gambaran awal dari kanker subglotis yaitu stridor atau obstruksi laring. Suara serak mengindikasikan bahwa perjalanan penyakit sampai ke permukaan bawah pita suara asli, infiltrasi m.tiroaritenoid atau terlibatnya nervus laringeus rekuren. Secara umum, Tanda dan gejala tumor ganas laring meliputi suara serak, disfagia, hemoptisis, teraba massa di leher, nyeri tenggorok, otalgia, gangguan jalan nafas, dan aspirasi (Concus et al, 2008) Tumor Ganas Telinga Gejala pada tumor ganas pada telinga ditegakkan dengan adanya anamnesis berupa: mula-mula terjadi perubahan kulit di daerah daun telinga yang diikuti tumbuhnya benjolan keras, tidak sakit, tampak ulserasi, mudah berdarah. Gejala yang dapat timbul dapat juga berupa keluhan rasa sakit di dalam liang telinga, keluarnya cairan dari telinga yang kadang-kadang bercampur darah, rasa penuh dan kurang pendengaran pada telinga yang sakit, dan keluhan muka perot (Dhingra, 2007) Pemeriksaan Pada pemeriksaan fisik, seluruh permukaan mukosa diperiksa secara teliti untuk melihat adanya ulkus, massa submukosa ataupun permukaan tidak rata. Palpasi bimanual pada dasar mulut dan palpasi pada leher juga dilakukan. Pemeriksaan kelenjar getah bening leher juga dilakukan. Region kelenjar getah bening leher dibagi menjadi 5 regio, yaitu : 1. Level I : KGB yang termasuk adalah KGB submental dan submandibula. 2. Level II : KGB yang termasuk adalah KGB jugular atas

16 3. Level III : KGB yang termasuk adalah KGB jugular tengah 4. Level IV : KGB yang termasuk adalah KGB jugular bawah 5. Level V : KGB yang termasuk adalah KGB segitiga posterior 6. Level VI : KGB yang termasuk adalah KGB kompartemen anterior Gambar 2. Pembagian Regio Kelenjar Getah Bening Leher (Forastiere & Marur, 2008) Dengan mengetahui letak pembesaran KGB leher, kita dapat menduga letak tumor primernya. Karsinoma rongga mulut, penyebarannya ke KGB leher level I. Karsinoma nasofaring penyebarannya ke KGB leher level II dan V. Karsinoma laring penyebarannya ke KGB leher level II dan III. Karsinoma sinus paranasal dan karsinoma glotik jarang bermetastase ke KGB leher. Dengan mengetahui ada tidaknya metastase ke KGB leher, kita dapat menentukan prognosis tumor ganas THT-KL (Forastiere & Marur, 2008). Untuk diagnosis pasti dari tumor ganas adalah biopsi jaringan dari mukosa abnormal atau massa yang kita curigai sebagai tumor ganas. Untuk melihat perluasan tumor dapat kita lakukan pemeriksaan CT-scan, MRI, ataupun PET scan. Untuk melihat metastase jauh dapat kita lakukan pemeriksaan foto thoraks, scan tulang, pemeriksaan fungsi hati, dan USG hepar (Forastiere & Marur, 2008).

17 2.7 Stadium Stadium tumor ganas kepala dan leher didasarkan pada sistem TNM oleh AJCC 2006, yang diklasifikasikan sesuai letak anatomi dan perluasan penyakit. Tumor (T) bervariasi, menurut letak tumor tertentu dan pada region tertentu, sedangkan klasifikasi untuk N (Nodul) dan Metastase jauh (M) seragam untuk semua tempat. Pengelompokan stadium ini dapat menjadi stadium awal yaitu stadium I dan II, stadium akhir yaitu stadium III dan IV. Penelitian Yung dan Piccrillo (2008), dari 183 kasus tumor ganas THT-KL, yang datang dengan stadium I sebesar 18,5 %, stadium II sebesar 16,4%, stadium III sebesar (22,4%), stadium IV sebesar 42,6%. Ronis et al (2008), dari 316 kasus tumor ganas THT-KL, menemukan pasien yang datang berobat pada stadium 0, I dan II adalah 75 penderita dan stadium III, IV adalah 241 penderita. Penelitian oleh Bhurgri et al (2006) selama periode menemukan dua pertiga kasus datang pada stadium III dan IV. Pada 31 pasien karsinoma sel skuamosa kepala dan leher berumur di < 40 tahun yang diteliti oleh Pytynia et al (2004), ditemukan 10 pasien (32,3%) datang pada stadium awal (stadium I dan II) dan 21 pasien (67,7%) datang pada stadium lanjut (Stadium III dan IV). Carvalho et al (2002) dalam studi cross sectional nya di berbagai daerah di brazil, menemukan 676 kasus penderita tumor ganas THT-KL, dimana pasien datang stadium awal (I dan II) sebesar 20,9 %, sedangkan pasien dengan stadium lanjut (III dan IV) sebesar 79,1%. Terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah pasien stadium lanjut dan stadium awal dengan letak tumor yang sulit dilihat dengan pemeriksaan biasa

18 (hipofaring, laring) dan letak tumor yang dapat dilihat dengan pemeriksaan biasa(rongga mulut, orofaring), pada penelitian didapatkan pasien dengan tumor ganas hipofaring dan laring stadium lanjut (88%) lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan tumor ganas rongga mulut dan orofaring (74,6%) (p<0,001). Penelitian retrospektif oleh Puspitasari (2011) pada salah satu tumor ganas THT- KL yaitu tumor ganas nasofaring, menemukan frekuensi penderita tumor ganas THT- KL stadium dini paling tinggi pada kelompok umur >48 tahun sebesar 59.5%. Sedangkan stadium lanjut antara kelompok umur 48 tahun dan >48 tahun hanya berbeda sedikit yaitu 0.6%. Analisa statistik dengan uji Chi-square diperoleh p=0.177 sehingga secara statistik tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok umur dengan stadium. Sementara itu, penelitian case series oleh Nurhalisah (2009) menemukan bahwa kelompok umur stadium dini paling tinggi pada kelompok umur >50 tahun sebesar 52.6% dan stadium lanjut 52.8%. Studi retrospektif di Universitas Nuremberg Jerman periode menemukan 3247 kasus keganasan kepala dan leher dan ditemukan pasien yang datang pada stadium I sebesar 17,9%, stadium II sebesar 18,9%, stadium III sebesar 21,5% dan stadium IV 41,8% (Iro & Waldfahrer, 1998). Hoffman et al (1998) dalam penelitiannya terhadap kasus tumor ganas THT-KL, menemukan pasien yang datang pada stadium I (35,8%), stadium II (19%), stadium III (17,5%), stadium IV (24,8%). Studi retrospektif oleh hutagalung (1996) di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta periode , dari 1001 kasus tumor ganas THT-KL, yang datang pada stadium I sebesar 3,28%, stadium II sebesar 18,35%, stadium III sebesar 38,44% dan stadium IV sebesar 39,54%.

19 Tabel Staging Tumor Ganas Hidung dan Sinus Paranasal berdasarkan AJCC 2006 Maxillary Sinus Regional Lymph Nodes (N) Tis : Carcinoma in situ N0 : tidak ada penyebaran ke KGB leher T1 : Tumor terbatas pada sinus maksila N1 : Metastase single KGB leher T2 : Tumor menyebabkan erosi tulang ipsilateral, dengan ukuran 3cm termasuk palatum durum dan meatus N2a : metastase ke single KGB leher media, tanpa penyebaran ke dinding ipsilateral, dengan ukuran 3 x<6 cm posterior sinus maksila. N2b : metastase ke multiple KGB leher T3 : tumor menginvasi dinding posterior ipsilateral, dengan ukuran 3 x<6 cm sinus maksila, jaringan subkutaneus, N3 : metastase ke single/multiple KGB dinding medial dan dasar orbita, fossa leher, dengan ukuran 6 cm pterygoid, sinus etmoid. T4a : tumor menginvasi dinding anterior orbita, kulit pipi, fossa intratemporal, Distant Metastasis (M) lempeng pterygoid, plate cribiformis, M0: tidak ada metastase jauh sinus frontal dan sphenoid. M1 : ditemukan metastase jauh T4b : Tumor menginvasi atap orbita, dura, kranial, fosa media kranial, saraf STAGE GROUPING kranial. 0 Tis N0 M0 Nasal Cavity and Ethmoid Sinus Tis : Carcinoma in situ T1 :tumor terbatas pada satu sisi, dengan atau tanpa destruksi tulang. T2 : tumor menginvasi dua sisi termasuk complex nasoethmoidal, dengan atau tanpa destruksi tulang. T3 : tumor meluas ke dinding medial dan dasar orbita, sinus maksila, palatum atau plate cribiformis. T4a : tumor menginvasi orbita anterior, kulit dari hidung dan pipi, ekstensi minimal dari fossa kranial anterior, plate pterygoid, sinus sphenoid dan frontal. I T1 N0 M0 II T2 N0 M0 III T3 N0 M0 T1 N1 M0 T2 N1 M0 T3 N1 M0 IVA T4a N0 M0 T4a N1 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N2 M0 T4a N2 M0 IVB T4b Any N M0 Any T N3 M0 IVC Any T Any N M1 Tabel Staging Tumor Ganas Nasofaring berdasarkan AJCC 2006 Nasopharynx Distant Metastasis (M) T1: tumor terbatas di nasofaring Mo : tidak dijumpai metastasis jauh T2: tumor meluas ke jaringan lunak orofaring dan/atau kavum nasi M1 : dijumpai metastasis jauh o T2a : tanpa perluasan ke STAGE GROUPING: parafaring o T2b : dengan perluasan ke NASOPHARYNX 0 Tis N0 M0 parafaring I T1 N0 M0

20 T3: tumor menginvasi ke struktur tulang dan/atau sinus paranasal T4: tumor dengan ekstensi intrakranial dan/atau keterlibatan saraf kranial, fossa infratemporal, hipofaring, atau orbita, atau ruang mastikator Regional Lymph Nodes (N) N0: tidak dijumpai metastasis kelenjar limfe regional N1: metastasis kelenjar limfe unilateral, ukuran 6 cm, terletak di atas fossa supraklavikular N2: metastasis kelenjar limfe bilateral, ukuran 6 cm, terletak di atas fossa supraklavikular N3: metastasis kelenjar limfe o N3a: ukuran > 6 cm o N3b: meluas ke fossa supraklavikular IIA T2a N0 M0 IIB T1 N1 M0 T2 N1 M0 T2a N1 M0 T2b N0 M0 T2b N1 M0 III T1 N2 M0 T2a N2 M0 T2b N2 M0 T3 N0 M0 T3 N1 M0 T3 N2 M0 IVA T4 N0 M0 T4 N1 M0 T4 N2 M0 IVB Any T N3 M0 IVC Any T Any N M1 Tabel Staging Tumor Ganas Rongga Mulut berdasarkan AJCC 2006 Primary Tumor (T) T0 : Tidak dijumpai tumor primer N3 : metastase ke single/multiple KGB leher, dengan ukuran 6 cm T1 : Tumor berukuran 2cm T2 : Tumor berukuran 2 x<4 Distant Metastasis (M) T3 : Tumor berukuran 4 cm T4a : (bibir) tumor menginvasi tulang, n. alveolaris inferior, dasar mulut, kulit Mo M1 : tidak dijumpai metastasis jauh : dijumpai metastasis jauh wajah (dagu/hidung) T4a : (rongga mulut) tumor menginvasi STAGE GROUPING 0 Tis N0 M0 tulang, otot-otot ekstrinsik lidah, sinus maksila atau kulit wajah. T4b : Tumor melibatkan ruang masticator, plate pterygoideus, dasar otak, dan/atau arteri karotis interna I T1 N0 M0 Regional Lymph Nodes (N) N0 : tidak ada penyebaran ke KGB leher N1 : Metastase single KGB leher ipsilateral, dengan ukuran 3cm N2a : metastase ke single KGB leher ipsilateral, dengan ukuran 3 x<6 cm N2b : metastase ke multiple KGB leher ipsilateral, dengan ukuran 3 x<6 cm N2c : metastase ke bilateral KGB leher, dengan ukuran < 6 cm II T2 N0 M0 III T3 N0 M0 T1 N1 M0 T2 N1 M0 T3 N1 M0 IVA T4a N0 M0 T4a N1 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N2 M0 T4a N2 M0 IVB Any T N3 M0 T4b Any N M0 IVC Any T Any N M1

21 Tabel Staging Tumor Ganas Orofaring berdasarkan AJCC 2006 N3 : metastase ke single/multiple KGB leher, dengan ukuran 6 cm Oropharynx T0 : Tidak dijumpai tumor primer T1 : Tumor berukuran 2cm T2 : Tumor berukuran 2 x<4 T3 : Tumor berukuran 4 cm T4a : Tumor menginvasi laring, otot-otot ekstrinsik lidah, pterygoid medial, palatum durum, atau mandibula T4b : Tumor menginvasi muskulus pterygoid lateral, plate pterygoid, nasofaring lateral, dasar otak, arteri karotis. Regional Lymph Nodes (N) N0 : tidak ada penyebaran ke KGB leher N1 : Metastase single KGB leher ipsilateral, dengan ukuran 3cm N2a : metastase ke single KGB leher ipsilateral, dengan ukuran 3 x<6 cm N2b : metastase ke multiple KGB leher ipsilateral, dengan ukuran 3 x<6 cm N2c : metastase ke bilateral KGB leher, dengan ukuran < 6 cm Distant Metastasis (M) Mo : tidak dijumpai metastasis jauh M1 : dijumpai metastasis jauh STAGE GROUPING 0 Tis N0 M0 I T1 N0 M0 II T2 N0 M0 III T3 N0 M0 T1 N1 M0 T2 N1 M0 T3 N1 M0 IVA T4a N0 M0 T4a N1 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N2 M0 T4a N2 M0 IVB T4b Any N M0 Any T N3 M0 IVC Any T Any N M1 Tabel Staging Tumor Ganas Laring berdasarkan AJCC 2006 Primary Tumor (T) Subglottis TX Primary tumor cannot be assessed T 1 : tumor terbatas pada subglotis T0 No evidence of primary tumor T2: tumor meluas ke pita suara asli Tis Carcinoma in situ dengan pergerakan yang normal atau terjadi gangguan Supraglottis T3: tumor terbatas pada laring dengan T 1 : tumor terbatas pada satu sub bagian fiksasi pita suara asli supraglotis dengan pergerakan pita suara T4a: tumor menginvasi kartilago tiroid asli masih normal dan/atau jaringan yang jauh dari laring T2: tumor menginvasi >1 mukosa yang (mis : trakea, muskulus eksrinsik berdekatan dengan supraglotis atau glotis profunda lidah, strap muscle, tiroid atau atau daerah di luar supraglotis (mis : esofagus) mukosa dasar lidah, vallecula, dinding T4b: tumor menginvasi ruang prevertebra, medial sinus pyriformis) tanpa fiksasi sarung arteri karotis atau struktur laring. mediastinum. T3: tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara asli dan/atau Regional Lymph Nodes (N)

22 menginvasi : area postkrikoid, jaringan pre-epiglotik, ruang paraglotik dan/atau invasi minor kartilago tiroid. T 4a : tumor menginvasi melalui kartilago tiroid dan/atau jaringan yang jauh dari laring (mis : trakea, muskulus eksrinsik profunda lidah, strap muscle, tiroid atau esofagus) T4b: tumor menginvasi ruang prevertebra, sarung arteri karotis atau struktur mediastinum. Glottis T 1 : tumor terbatas pada pita suara asli (mungkin melibatkan komisura anterior atau posterior) dengan pergerakan yang normal T1a: tumor terbatas pada satu pita suara asli T1b: tumor melibatkan kedua pita suara asli T2: tumor meluas ke supraglotis dan/atau subglotis, dan/atau dengan gangguan pergerakan pita suara asli T3: tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara asli dan/atau menginvasi ruang paraglotik dan/atau erosi minor kartilago tiroid. T4a: tumor menginvasi kartilago tiroid dan/atau jaringan yang jauh dari laring (mis : trakea, muskulus eksrinsik profunda lidah, strap muscle, tiroid atau esofagus) T4b: tumor menginvasi ruang prevertebra, sarung arteri karotis atau struktur mediastinum. N0 : tidak ada penyebaran ke KGB leher N1 : Metastase single KGB leher ipsilateral, dengan ukuran 3cm N2a : metastase ke single KGB leher ipsilateral, dengan ukuran 3 x<6 cm N2b : metastase ke multiple KGB leher ipsilateral, dengan ukuran <6 cm N2c : metastase ke bilateral atau kontralateral KGB leher, dengan ukuran < 6 cm N3 : metastase ke single/multiple KGB leher, dengan ukuran 6 cm Distant Metastasis (M) Mo : tidak dijumpai metastasis jauh M1 : dijumpai metastasis jauh STAGE GROUPING 0 Tis N0 M0 I T1 N0 M0 II T2 N0 M0 III T3 N0 M0 T1 N1 M0 T2 N1 M0 T3 N1 M0 IVA T4a N0 M0 T4a N1 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N2 M0 T4a N2 M0 IVB T4b Any N M0 Any T N3 M0 IVC Any T Any N M1 Tabel Staging Tumor Ganas Telinga berdasarkan AJCC 2006 Distant Metastasis (M) Mo : tidak dijumpai metastasis jauh M1 : dijumpai metastasis jauh Primary Tumor (T) T0 : Tidak dijumpai tumor primer T1 : Tumor berukuran 2cm T2 : Tumor berukuran 2 x<5 T3 : Tumor berukuran 5 cm T4 Tumor menginvasi struktur ekstadermal, seperti tulang rawan, tulang, atau otot STAGE GROUPING 0 Tis N0 M0 I T1 N0 M0 II T2 N0 M0 T3 N0 M0

23 Regional Lymph Nodes (N) Mo: tidak dijumpai metastasis ke KGB M1: dijumpai metastasis ke KGB III T4 N0 M0 Any T N1 M0 IV Any T Any N M1 2.8 Penatalaksanaan Penatalaksanaan tumor ganas THT-KL, antara lain, melalui radioterapi, kemoterapi, pembedahan, atau kombinasi ketiganya. Penatalaksanaan yang dipilih tergantung dari stadium tumor ganas tersebut. Pada stadium awal terapi utama adalah radioterapi ataupun pembedahan. Pada stadium lanjut terapinya adalah kombinasi dari kemoterapi, radioterapi, dan pembedahan (Forastiere & Marur, 2008). Penelitian Yung dan Piccrillo (2008), dari 183 kasus tumor ganas THT-KL, yang mendapat terapi pembedahan sebesar 37,2%, radioterapi sebesar 10,9%, kemoterapi sebesar 1,6% dan terapi kombinasi sebesar 50,2%. Ronis et al (2008) dalam penelitiannya tentang kualitas hidup pasien tumor ganas THT-KL, 273 pasien (86,4%) menerima terapi radiasi, 205 pasien (64,9%) menerima terapi kemoterapi dan 160 pasien (50,6%) menerima terapi pembedahan. Penelitian Pytynia et al (2004), dari 31 pasien berumur <40 tahun yang menderita keganasan kepala dan leher, yang mendapat terapi radiasi adalah 32,3%, yang mendapat terapi pembedahan sebesar 22,6%, sedangkan yang mendapat terapi kombinasi sebesar 45,1%. Penelitian oleh Hoffman et al (1998) di beberapa negara bagian di Amerika Serikat, dari kasus tumor ganas THT-KL, yang mendapat terapi pembedahan sebesar 32,4%, radioterapi sebesar 18,9%, kemoterapi sebesar 5,4%, terapi kombinasi sebesar 43,3%. Studi prospektif periode 1 September Februari 1987 di tiga negara bagian terhadap 649 pasien yang didiagnosa tumor ganas kepala dan leher, menemukan

24 pasien yang mendapat terapi bedah sebesar 38,5%, terapi radioterapi sebesar 20%, terapi kemoterapi sebesar 2% dan terapi kombinasi sebesar 39,5% (Deleyianis et al, 1996). Hutagalung (1996) dalam studi retrospektif di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta periode , dari 1001 kasus tumor ganas THT-KL, yang mendapat terapi pembedahan sebesar 6,09%, radioterapi sebesar (39,8%), kemoterapi sebesar 1,69%, kombinasi sebesar 18,77 %. Di RSUP dr. Kariadi Semarang periode , dari 576 kasus tumor ganas THT-KL, yang mendapat radioterapi sebesar 81,6%, kemoterapi sebesar 2,6%, kombinasi sebesar 11,98% (Siahaan, 1996).

25 2.9 Kerangka Konsep - Suku/Ras - Umur - Jenis Kelamin - Pendidikan - Keluhan Utama - Stadium - Tipe Histopatologi - Terapi Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian

26 2.10 Kerangka Kerja Tumor Ganas THT Kepala dan Leher REKAM MEDIS 1. Jenis kelamin 2. Umur 3. Pendidikan 4. Suku/Ras 5. Lokasi Tumor 6. Jenis Histopatologi 7. Stadium 8. Penatalaksanaan Gambar 4. Kerangka Kerja Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring. Lebih dari 90% penderita karsinoma laring memiliki gambaran histopatologi karsinoma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran sel secara tidak terkendali, sering menyerang jaringan sekitar dan dapat bermetastasis atau menyebar ke organ lain (World Health

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum merupakan penyakit yang mengerikan. Banyak orang yang merasa putus harapan dengan kehidupannya setelah terdiagnosis

Lebih terperinci

KARSINOMA DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009

KARSINOMA DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009 KARSINOMA NASOFARING DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009 Tumor ganas kepala dan leher yang terbanyak di Indonesia Banyak terjadi di dunia, insidens

Lebih terperinci

KARSINOMA NASOFARING

KARSINOMA NASOFARING KARSINOMA NASOFARING DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009 Tumor ganas kepala dan leher yang terbanyak di Indonesia Banyak terjadi di dunia, insidens

Lebih terperinci

TUMOR NASOFARING. Tumor benigna - Angiofibroma belia Tumor maligna - Karsinoma nasofaring (KNF)

TUMOR NASOFARING. Tumor benigna - Angiofibroma belia Tumor maligna - Karsinoma nasofaring (KNF) TUMOR NASOFARING TUMOR NASOFARING Tumor benigna - Angiofibroma belia Tumor maligna - Karsinoma nasofaring (KNF) - Limfoma non Hogdkin - Karsinoma kistik adenoid - Adenocarcinoma & tumor kel. ludah minor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Karsinoma rongga mulut merupakan ancaman besar bagi kesehatan masyarakat di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat kanker terus meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas. rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah.

BAB I PENDAHULUAN. ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas. rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60 % tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari setengahnya terdapat di negara berkembang, sebagian besar dari

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari setengahnya terdapat di negara berkembang, sebagian besar dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini jumlah penderita kanker di seluruh dunia semakin meningkat. Dari kasus kanker baru yang jumlahnya diperkirakan sembilan juta setiap tahun lebih dari setengahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL)

BAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kepala dan leher merupakan istilah luas yang mengacu kepada keganasan epitel sinus paranasalis, rongga hidung, rongga mulut, faring, dan laring. Hampir seluruh

Lebih terperinci

Prof.dr.Abd. Rachman S, SpTHT-KL(K)

Prof.dr.Abd. Rachman S, SpTHT-KL(K) TUMOR HIDUNG DAN SINUS PARANASAL Prof.dr.Abd. Rachman S, SpTHT-KL(K) Tumor jinak sering ditemukan, sedangkan tumor ganas jarang ± 3% dari tumor kepala leher & 1% dari seluruh keganasan. Gejala klinis tumor

Lebih terperinci

LAMPIRAN. VEG F HY L 42 Melayu III NK SCC 2 2. No MR Nama Sex Usia Suku Std PA. Adeno P 22. Jawa. Jawa. Adenoid P 70

LAMPIRAN. VEG F HY L 42 Melayu III NK SCC 2 2. No MR Nama Sex Usia Suku Std PA. Adeno P 22. Jawa. Jawa. Adenoid P 70 Lampiran 1 Data Sampel Penelitian LAMPIRAN No MR Nama Sex Usia Suku Std PA VEG F 1 7.57.97 HY L 42 Melayu III NK SCC 2 2 7.72.01 SD Jawa Adeno P 22 IVb 8.4.47 SS Jawa Adenoid P 70 IVb cystic 4 8.46.18

Lebih terperinci

BAB 2 TUMOR. semua jaringan tubuh manusia pada berbagai keadaan sel untuk berkembang biak.

BAB 2 TUMOR. semua jaringan tubuh manusia pada berbagai keadaan sel untuk berkembang biak. BAB 2 TUMOR 2.1 Definisi Tumor Sel mempunyai tugas utama yaitu bekerja dan berkembang biak. Bekerja bergantung kepada aktivitas sitoplasma sedangkan berkembang biak bergantung pada aktivitas intinya. Proliferasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering kedelapan di seluruh dunia. Insiden penyakit ini memiliki variasi pada wilayah dan ras yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas epitel nasofaring. Etiologi tumor ganas ini bersifat multifaktorial, faktor etnik dan geografi mempengaruhi risiko

Lebih terperinci

CA TONSIL 1. DEFINISI CA TONSIL

CA TONSIL 1. DEFINISI CA TONSIL CA TONSIL 1. DEFINISI CA TONSIL Kanker tonsil andalah indikasi keganasan pada tonsil. Penyakit tonsil dan adenoid merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi dalam masyarakat. Nyeri tenggorokan, infeksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang berasal dari sel epitel yang melapisi daerah nasofaring (bagian. atas tenggorok di belakang hidung) (KPKN, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang berasal dari sel epitel yang melapisi daerah nasofaring (bagian. atas tenggorok di belakang hidung) (KPKN, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker masih menjadi masalah serius bagi dunia kesehatan. Hal ini terbukti dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas akibat kanker di seluruh dunia. Terdapat 14

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kelainan siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak terkendali (pembelahan sel melebihi

Lebih terperinci

Laporan Kasus Besar. Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE

Laporan Kasus Besar. Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE Laporan Kasus Besar Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE 406117055 IDENTITAS PASIEN PEMERIKSAAN SUBJEKTIF AUTOANAMNESIS Rabu, 25 April jam 09.00 1. Keluhan Utama Benjolan

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kanker Paru Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA SAMPEL PENELITIAN

LAMPIRAN 1 DATA SAMPEL PENELITIAN LAMPIRAN 1 DATA SAMPEL PENELITIAN NO NAMA MR UMUR SEX SUKU STADIUM PA (TIPE) EKSPRESI LMP1 1 IH 350582 43 LK BATAK IVC 3 0 2 K 405691 59 LK ACEH IVB 3 3 3 DP 351293 37 LK BATAK III 2 3 4 NS 352005 85 LK

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik subyek penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata usia sampel penelitian 47,2 tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016

ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 Prevalensi kanker kepala dan leher (KKL) di Indonesia cukup tinggi. Kanker kepala dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan kedua tersering pada keganasan daerah kepala leher di beberapa Negara Eropa (Chu dan Kim 2008). Rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi primer terjadi pada awal masa anak-anak dan umumnya asimptomatik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan yang menyerang daerah kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum diketahui

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan seorang dokter gigi untuk mengenali anatomi normal rongga mulut, sehingga jika ditemukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Nasofaring Nasofaring merupakan ruang atau rongga berbentuk kubus yang terletak di belakang rongga hidung atau koana, tepat di bawah dasar tengkorak yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Nasofaring merupakan ruang berbentuk trapezoid yang dilapisi epitel

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Nasofaring merupakan ruang berbentuk trapezoid yang dilapisi epitel BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Nasofaring Nasofaring merupakan ruang berbentuk trapezoid yang dilapisi epitel pseudostratified columnar tipe pernafasan dan epitel non keratinizing stratified squamous

Lebih terperinci

Penyebab, Gejala, dan Pengobatan Kanker Payudara Thursday, 14 August :15

Penyebab, Gejala, dan Pengobatan Kanker Payudara Thursday, 14 August :15 Kanker payudara adalah penyakit dimana selsel kanker tumbuh di dalam jaringan payudara, biasanya pada ductus (saluran yang mengalirkan ASI ke puting) dan lobulus (kelenjar yang membuat susu). Kanker atau

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Gambar 1. Anatomi Palatum 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karsinoma Nasofaring 2.1.1. Defenisi Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi difosa Rosenmuller dan atap nasofaring.

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN SKOR OHIP-14 PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER YANG MENDAPATKAN RADIOTERAPI DAN KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016

ABSTRAK GAMBARAN SKOR OHIP-14 PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER YANG MENDAPATKAN RADIOTERAPI DAN KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 ABSTRAK GAMBARAN SKOR OHIP-14 PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER YANG MENDAPATKAN RADIOTERAPI DAN KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 Kanker kepala dan leher adalah kanker tersering ke lima di dunia. Banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan. Hal tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kerentanan fisik individu sendiri, keadaan lingkungan

Lebih terperinci

1. Staf Pengajar, Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati, Lampung 2. Mahasiswa Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati, Lampung

1. Staf Pengajar, Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati, Lampung 2. Mahasiswa Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati, Lampung HUBUNGAN FAKTOR USIA, JENIS KELAMIN DAN GEJALA KLINIS DENGAN KEJADIAN KARSINOMA NASOFARING DI RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2013 2014 Resti Arania 1, Sri Maria Puji L 1, Irne Jayanti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Karsinoma prostat ialah keganasan pada laki-laki yang sangat sering didapat. Angka kejadian diduga 19% dari semua kanker pada pria dan merupakan karsinoma terbanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker atau karsinoma merupakan istilah untuk pertumbuhan sel abnormal dengan kecepatan pertumbuhan melebihi normal dan tidak terkontrol. (World Health Organization,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan dengan usia rata-rata 55 tahun (Stoler, 2014). Diperkirakan terdapat 500.000 kasus baru setiap

Lebih terperinci

TUMOR KEPALA LEHER DI POLIKLINIK THT-KL RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER 2012

TUMOR KEPALA LEHER DI POLIKLINIK THT-KL RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER 2012 TUMOR KEPALA LEHER DI POLIKLINIK THT-KL RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER 2012 1 Taruli Hutauruk 2 Olivia Pelealu 3 Ora I. Palandeng Kandidat Fakultas Kedokteran Unsrat Bagian

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia BAB 4 HASIL 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM pada tahun 2007. Data yang didapatkan adalah sebanyak 675 kasus. Setelah disaring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring merupakan neoplasma yang berasal dari lapisan

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring merupakan neoplasma yang berasal dari lapisan BAB I PENDAHULUAN Karsinoma nasofaring merupakan neoplasma yang berasal dari lapisan epitel mukosa nasofaring, dan merupakan tumor paling umum yang mengenai nasofaring. Karsinoma nasofaring dikenal sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa lima besar karsinoma di dunia adalah karsinoma paru-paru, karsinoma mamae, karsinoma usus besar dan karsinoma lambung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumor rongga hidung dan sinus paranasal atau disebut juga tumor sinonasal adalah tumor yang dimulai dari dalam rongga hidung atau sinus paranasal di sekitar hidung.

Lebih terperinci

Anatomi dan fisiologi tenggorokan Anatomi Tenggorokan 8

Anatomi dan fisiologi tenggorokan Anatomi Tenggorokan 8 Anatomi dan fisiologi tenggorokan 2.3.1 Anatomi Tenggorokan 8 Tenggorokan merupakan bagian dari leher depan dan kolumna vertebra, terdiri dari faring dan laring. Bagian terpenting dari tenggorokan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi perhatian

BAB I PENDAHULUAN. meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi perhatian BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Masalah kesehatan gigi dewasa ini tidak hanya membahas gigi geligi saja, tetapi telah meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering ditemui dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita oleh kaum wanita dan

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS (CASE REPORT)

LAPORAN KASUS (CASE REPORT) LAPORAN KASUS (CASE REPORT) I. Identitas Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Alamat : Amelia : 15 Tahun : Perempuan : Siswa : Bumi Jawa Baru II. Anamnesa (alloanamnesa) Keluhan Utama : - Nyeri ketika Menelan

Lebih terperinci

Kata kunci: kanker kolorektal, jenis kelamin, usia, lokasi kanker kolorektal, gejala klinis, tipe histopatologi, RSUP Sanglah.

Kata kunci: kanker kolorektal, jenis kelamin, usia, lokasi kanker kolorektal, gejala klinis, tipe histopatologi, RSUP Sanglah. ABSTRAK KARAKTERISTIK KLINIKOPATOLOGI KANKER KOLOREKTAL PADA TAHUN 2011 2015 BERDASARKAN DATA HISTOPATOLOGI DI LABORATORIUM PATOLOGI ANATOMI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP) SANGLAH DENPASAR BALI Kanker kolorektal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel yang tak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan lainnya, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit. tersering, menempati kira-kira 70% dari semua keganasan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit. tersering, menempati kira-kira 70% dari semua keganasan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit tersering, menempati kira-kira 70% dari semua keganasan kulit (Weedon et. al., 2010). Karsinoma sel basal terutama terdapat

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang bagian paru, namun tak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan sel yang tidak normal atau terus menerus dan tak terkendali, dapat merusak jaringan sekitarnya serta dapat menjalar ke tempat yang jauh dari

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Osteosarkoma adalah keganasan pada tulang yang sering dijumpai pada anak-anak dan dewasa. Ketepatan diagnosis pada keganasan tulang sangat penting karena

Lebih terperinci

OSTEOSARCOMA PADA RAHANG

OSTEOSARCOMA PADA RAHANG OSTEOSARCOMA PADA RAHANG SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi Oleh : AFRINA ARIA NINGSIH NIM : 040600056 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

TRAUMA MUKA DAN DEPT. THT FK USU / RSHAM

TRAUMA MUKA DAN DEPT. THT FK USU / RSHAM TRAUMA MUKA DAN HIDUNG DEPT. THT FK USU / RSHAM PENDAHULUAN Hidung sering fraktur Fraktur tulang rawan septum sering tidak diketahui / diagnosis hematom septum Pemeriksaan dapat dilakukan dengan palpasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari Kanker Kepala Leher (KKL) dalam hal epidemiologi, karakteristik klinis, etiologi, dan histopatologi (Ruiz

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berhubungan dengan orofaring. Nasofaring di bagian anterior berbatasan dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berhubungan dengan orofaring. Nasofaring di bagian anterior berbatasan dengan 5 2.1 Anatomi Nasofaring BAB II KAJIAN PUSTAKA Nasofaring merupakan ruang atau rongga berbentuk kubus yang terletak di belakang rongga hidung atau koana, tepat di bawah dasar tengkorak yang berhubungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembesaran kelenjar (nodul) tiroid atau struma, sering dihadapi dengan sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan yang begitu berarti

Lebih terperinci

Tumor Sinus Paranasal Dengan Perluasan Intrakranial dan Metastasis ke Paru

Tumor Sinus Paranasal Dengan Perluasan Intrakranial dan Metastasis ke Paru 150 Laporan Kasus Tumor Sinus Paranasal Dengan Perluasan Intrakranial dan Metastasis ke Paru Sukri Rahman, M. Abduh Firdaus Abstrak Keganasan hidung dan sinus paranasal (sinonasal) merupakan tumor yang

Lebih terperinci

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA. pada jaringan lunak yang mendukung, mengelilingi, dan melindungi organ tubuh.

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA. pada jaringan lunak yang mendukung, mengelilingi, dan melindungi organ tubuh. BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA Sarcoma adalah suatu tipe kanker yang jarang terjadi dimana penyakit ini berkembang pada struktur pendukung tubuh. Ada 2 jenis dari sarcoma,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN 20 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM Jakarta periode tahun 2004. Data yang didapatkan adalah sebanyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinusitis adalah peradangan pada salah satu atau lebih mukosa sinus paranasal. Sinusitis juga dapat disebut rinosinusitis, menurut hasil beberapa diskusi pakar yang

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual Dari hasil tinjauan kepustakaan serta kerangka teori tersebut serta masalah penelitian yang telah dirumuskan tersebut, maka dikembangkan suatu kerangka

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR

LAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR LAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR Diajukan guna melengkapi tugas Komuda Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran sel secara tidak terkendali, sering menyerang jaringan disekitarnya dan dapat bermetastatis atau menyebar keorgan lain (WHO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non melanoma. Kelompok non melanoma dibedakan atas karsinoma sel basal (KSB), karsinoma sel skuamosa

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri 78 BAB 6 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut yaitu stadium IIB dan IIIB. Pada penelitian dijumpai penderita dengan stadium IIIB adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Saluran Pernafasan Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan. Pada bagian anterior saluran pernafasan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Limfoma merupakan keganasan yang berasal dari. sistem limfatik (University of Miami Miller School of

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Limfoma merupakan keganasan yang berasal dari. sistem limfatik (University of Miami Miller School of 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Limfoma merupakan keganasan yang berasal dari sistem limfatik (University of Miami Miller School of Medicine, 2014). Limfoma merupakan penyakit keganasan tersering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru merupakan penyebab kematian terbanyak di dunia akibat kanker, baik pada pria maupun wanita di dunia. Di seluruh dunia, kematian akibat kanker paru sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian. Lebih dari satu juta orang per tahun di dunia meninggal

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian. Lebih dari satu juta orang per tahun di dunia meninggal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru masih merupakan masalah kesehatan karena masih banyak menyebabkan kematian. Lebih dari satu juta orang per tahun di dunia meninggal karena kanker paru.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis,

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejumlah penyakit penting dan serius dapat bermanifestasi sebagai ulser di mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis, tuberkulosis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling

BAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker kepala dan leher adalah berbagai tumor ganas yang berasal dari saluran aerodigestive atas (UADT), meliputi rongga mulut, nasofaring, orofaring, hipofaring dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris, sinus frontalis, sinus sphenoidalis dan sinus ethmoidalis. Setiap rongga sinus ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma sel skuamosa di laring (KSSL) menempati. urutan kedua dariseluruhkarsinomadi saluran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma sel skuamosa di laring (KSSL) menempati. urutan kedua dariseluruhkarsinomadi saluran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma sel skuamosa di laring (KSSL) menempati urutan kedua dariseluruhkarsinomadi saluran respirodigesti atas, setelah kavum oris. Lebih dari 95% keganasan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini angka kejadian kanker di. masyarakat semakin meningkat.hal ini menuntut kita agar

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini angka kejadian kanker di. masyarakat semakin meningkat.hal ini menuntut kita agar BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Di zaman modern ini angka kejadian kanker di masyarakat semakin meningkat.hal ini menuntut kita agar lebih peka terhadap salah satu jenis penyakit yang mematikan ini.limfoma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 13% kematian dari 22% kematian akibat penyakit tidak menular utama di dunia (Shibuya et al., 2006).

Lebih terperinci

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR ISI Daftar isi... ii PANDUAN PRAKTIK KLINIS Disclaimer iii Klasifikasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan Berdasar Tingkat Pelayanan iv Pendahuluan... 1 Disetujui

Lebih terperinci

Kadang kanker paru (terutama adenokarsinoma dan karsinoma sel alveolar) terjadi pada orang

Kadang kanker paru (terutama adenokarsinoma dan karsinoma sel alveolar) terjadi pada orang Kanker Paru DEFINISI Sebagian besar kanker paru-paru berasal dari sel-sel di dalam paru-paru; tetapi kanker paru-paru bisa juga berasal dari kanker di bagian tubuh lainnya yang menyebar ke paru-paru. Kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kanker leher rahim menduduki urutan pertama kejadian kanker ginekologis pada wanita secara keseluruhan di dunia. Di seluruh dunia kanker leher rahim menempati urutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak kendala yang sering dijumpai dalam menentukan diagnosis peradangan sinus paranasal. Gejala dan tandanya sangat mirip dengan gejala dan tanda akibat infeksi saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di seluruh dunia kanker serviks atau kanker leher rahim menempati urutan ketujuh dari seluruh kejadian keganasan pada manusia (Cancer Research United Kingdom, 2010).

Lebih terperinci

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014 1 GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014 Oleh: Sari Wulan Dwi Sutanegara 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. ANATOMI FISIOLOGI LIDAH 1. Anatomi lidah Lidah terletak didasar mulut, ujung dan pinggiran lidah bersentuhan dengan gigi bawah. Lidah secarara anatomi terbagi atas 3 bagian, yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. klinik. Prevalensi nodul berkisar antara 5 50% bergantung pada populasi tertentu

BAB I PENDAHULUAN. klinik. Prevalensi nodul berkisar antara 5 50% bergantung pada populasi tertentu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nodul tiroid merupakan neoplasia endokrin yang paling sering ditemukan di klinik. Prevalensi nodul berkisar antara 5 50% bergantung pada populasi tertentu dan sensitivitas

Lebih terperinci

Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil

Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil TONSILEKTOMI 1. Definisi Tonsilektomi adalah tindakan mengangkat tonsil palatina seutuhnya bersama jaringan patologis lainnya, sehingga fossa tonsilaris bersih tanpa meninggalkan trauma yang berarti pada

Lebih terperinci

BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID. termasuk untuk penyakit kanker kepala dan leher seperti karsinoma tiroid.

BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID. termasuk untuk penyakit kanker kepala dan leher seperti karsinoma tiroid. BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID Dalam dunia medis, radioterapi sudah menjadi perawatan yang sangat umum digunakan. Penggunaannya pun dilakukan untuk berbagai macam penyakit kanker termasuk untuk penyakit

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi 2.1.1. Laring Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang merupakan suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan terletak setinggi vertebra

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI KARSINOMA MAMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2008

ABSTRAK PREVALENSI KARSINOMA MAMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2008 ABSTRAK PREVALENSI KARSINOMA MAMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2008 Cory Primaturia, 2009, Pembimbing I : dr.freddy Tumewu A.,M.S Pembimbing II : dr. Hartini Tiono Karsinoma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Abses leher dalam adalah terkumpulnya nanah (pus) di dalam ruang potensial yang terletak di antara fasia leher dalam, sebagai akibat penjalaran dari berbagai sumber

Lebih terperinci

BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH. berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7

BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH. berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7 BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH Sepertiga tengah wajah dibentuk oleh sepuluh tulang, dimana tulang ini saling berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7 2.1 Tulang-tulang yang

Lebih terperinci

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan Sariawan Neng...! Kata-kata itu sering kita dengar pada aneka iklan suplemen obat panas yang berseliweran di televisi. Sariawan, gangguan penyakit pada rongga mulut, ini kadang ditanggapi sepele oleh penderitanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental, sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. 1 Pada saat

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup disiplin ilmu penyakit dalam sub bagian endokrinologi 4.2 Tempat dan waktu penelitian 1. Tempat penelitian :

Lebih terperinci

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Payudara Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita oleh para wanita di Hong Kong dan negara-negara lain di dunia. Setiap tahunnya, ada lebih dari 3.500 kasus kanker payudara baru

Lebih terperinci