BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. Karsinoma Nasofaring 2.1 Defenisi Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor yang timbul dari sel epitel yang melindungi dan melintasi nasofaring. KNF pertama kali disebutkan oleh Regaud dan Schmincke pada tahun Epidemiologi Secara global KNF terjadi hanya 0.7% pada keselurahan kasus kanker, menempati urutan ke-24 kanker yang paling sering terjadi. Sedangkan daerah dengan angka kejadian paling tinggi adalah asia bagian tenggara seperti Cina, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand. Di cina angka kejadian KNF adalah 2 per sejuta. Untuk Indonesia sendiri penyebarannya cukup merata. Di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta ditemukan lebih dari 100 kasus setahun. RS. Hasan Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus, Ujug Pandang 25 kasus, Palembang 25 kasus, Denpasar 15 kasus, Padang dan Bukit tinggi 15 kasus. KNF juga ditemukan di beberapa daerah lain di dunia. Menurut data dari Global Cancer Satistic tahun 2011 daerah-daerah dengan angka kejadian KNF tinggi setelah asia bagian tenggara yaitu Afrika bagian selatan, Polinesia, Afrika bagian utara, Asia timur, Afrika barat, Asia barat, Afrika timur, Afrika tengah, juga Australia/selandia baru dan sebagian kecil daerah Eropa dan Amerika. 92% KNF terjadi di negara dengan ekonomi berkembang (Roezin dan Adham, 2007;Jemal et al, 2011). Di seluruh dunia KNF lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita, dengan angka kejadian 2-3 kali lebih tinggi. Bahkan pada negara-negara yang sering terjadi KNF angka kejadian pada pria bisa lebih tinggi lagi (Brennan, 2006).

2 Penderita karsinoma nasofaring lebih sering dijumpai pada pria daripada wanita dengan rasio 2-3 : 1. Penyakit ini ditemukan terutama pada usia produktif (30-60 tahun), dengan usia terbanyak adalah tahun. Di Amerika sepertiga kasus neoplasma faringeal pada anak adalah KNF. Di Inggris angka kejadian KNF adalah 0.1 per sejuta pada anak usia 0-9 tahun dan 0.8 per sejuta pada usia tahun. Menurut England and Wales Cancer Registry data, setidaknya 80% kanker faringeal pada usia tahun adalah karsinoma. Ini menunjukkan 1-2 per sejuta KNF terjadi pada usia tahun. Sejauh ini, penderita termuda ditemuka di India (6 tahun) dan Inggris (7 tahun) (Asroel, 2002; Brennan, 2006). Dilihat dari daerah yang sering terjadi, dapat dipastikan penderita KNF terbanyak adalah orang Asia, khususnya ras Mongoloid sehingga kekerapan cukup tinggi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Di propinsi guang-dong Cina adalah daerah dengan angka kejadian tertinggi terutama pada suku kanton yaitu 2500 kasus pertahun atau 39.84/ penduduk. KNF juga ditemukan pada orang eskimo di Alaska dan Greenland yang diduga penyebabnya adalah karena mereka memakan makanan yang diawetkan di musim dingin dengan menggunakan bahan pengawet nitrosamin. Dalam pengamatan dari pengunjung poliklinik THT RSCM, pasien karsinoma nasofaring dari ras cina relatif sedikit lebih banyak dari suku bangsa lainnya (Roezin dan Adham, 2007; Asroel, 2002). Di Amerika ras Asia (Chinese Amerika) adalah yang paling umum terkena KNF, diikuti India Amerika dan suku Alaska, Afrika amerika, kulit putih, dan Hispanis/Latin. Di Indonesia khususnya di RSUP H. Adam Malik Medan, suku yang paling banyak menderita KNF adalah suku batak, yaitu 46.7% dari 30 kasus (Munir, 2008). 2.3 Etiologi Sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah Virus Epstein-Barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer antivirus EB yang cukup tinggi. Titer ini lebih tinggi dari dari titer orang sehat, pasien tumor ganas leher dan kepala lainnya, tumor organ tubuh lainnya, bahkan pada

3 kelainan nasofaring yang lain sekalipun. Tapi virus ini bukan satu-satunya faktor, karena banyak faktor lain yang sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini. Faktor resiko timbulnya karsinoma nasofaring menurut Ariwibowo tahun 2008 adalah sebagai berikut : 1. Virus Epsteinn-barr EBV merupakan faktor risiko mayor karsinoma nasofaring. Sebagian besar infeksi EBV tidak menimbulkan gejala. EBV menginfeksi dan menetap secara laten pada 90% populasi dunia. Di Hong Kong, 80% anak terinfeksi pada umur 6 tahun, hampir 100% mengalami serokonversi pada umur 10 tahun. Infeksi EBV primer biasanya subklinis. Transmisi utama melalui saliva, biasanya pada negara berkembang yang kehidupannya padat dan kurang bersih. Limfosit B adalah target utama EBV, jalur masuk EBV ke sel epitel masih belum jelas, replikasi EBV dapat terjadi di sel epitel orofaring. Virus Epstein-Barr dapat memasuki sel-sel epitel orofaring, bersifat menetap (persisten), tersembunyi (laten) dan sepanjang masa (life-long) (Yenita, 2012). Antibodi Anti-EBV ditemukan lebih tinggi pada pasien karsinoma nasofaring, pada pasien karsinoma nasofaring terjadi peningkatan antibodi IgG dan IgA, hal ini dijadikan pedoman tes skrining karsinoma nasofaring pada populasi dengan risiko tinggi. Semakin parah stadium semakin tinggi pula plasma EBV-DNA (Chan et al, 2002). 2. Ikan Asin Paparan non-viral yang paling konsisten dan berhubungan kuat dengan risiko karsinoma nasofaring adalah konsumsi ikan asin. Konsumsi ikan asin meningkatkan risiko 1,7 sampai 7,5 kali lebih tinggi dibanding yang tidak mengkonsumsi. Diet konsumsi ikan asin lebih dari tiga kali sebulan meningkatkan risiko karsinoma nasofaring. Potensi karsinogenik ikan asin didukung dengan penelitian pada tikus disebabkan proses pengawetan dengan garam tidak efisien sehingga terjadi akumulasi

4 nitrosamin yang dikenal karsinogen pada hewan. Enam puluh dua persen pasien karsinoma nasofaring mengkonsumsi secara rutin makanan fermentasi yang diawetkan. Tingginya konsumsi nitrosamin dan nitrit dari daging, ikan dan sayuran yang berpengawet selama masa kecil meningkatkan risiko karsinoma nasofaring. 88% penderita karsinoma nasofaring mempunyai riwayat konsumsi daging asap secara rutin. Kebiasaan penduduk eskimo memakan makanan yang diawetkan (daging dan ikan) terutama pada musim dingin juga menyebabkan tingginya kejadian karsinoma ini. 3. Kurang Konsumsi Buah dan Sayur Segar Konsumsi buah dan sayuran segar seperti wortel, kubis, sayuran berdaun segar, produk kedelai segar, jeruk, konsumsi vitamin E atau C, karoten terutama pada saat anak-anak, menurunkan risiko karsinoma nasofaring. Efek protektif ini berhubungan dengan efek antioksidan dan pencegahan pembentukan nitrosamin. 4. Tembakau Sejak tahun 1950 sudah dinyatakan bahwa merokok menyebabkan kanker. Merokok menyebabkan kematian sekitar 4 sampai 5 juta per tahunnya dan diperkirakan menjadi 10 juta per tahunnya pada Rokok mempunyai lebih dari 4000 bahan karsinogenik, termasuk nitrosamin yang meningkatkan risiko terkena karsinoma nasofaring. Kebanyakan penelitian menunjukkan merokok meningkatkan risiko karsinoma nasofaring sebanyak 2 sampai 6 kali. Sekitar 60% karsinoma nasofaring tipe I berhubungan dengan merokok sedangkan risiko karsinoma nasofaring tipe II atau III tidak berhubungan dengan merokok. Perokok lebih dari 30 bungkus per tahun mempunyai risiko besar terkena karsinoma nasofaring. Kebanyakan penderita karsinoma nasofaring merokok selama minimal 15 tahun (51%) dan mengkonsumsi tembakau dalam bentuk lain (47%). Merokok lebih dari 25 tahun meningkatkan

5 risiko karsinoma nasofaring. Merokok lebih dari 40 tahun meningkatkan 2 kali lipat risiko karsinoma nasofaring. Konsumsi tembakau dan alkohol yang terus menerus 95% berhubungan dengan kasus karsinoma sel skoamusa kepala dan leher. peningkatan konsumsi tembakau dan alkohol juga meningkatkan resiko terkena karsinoma sel skoamusa (Syah & Lydiatt, 1995). Namun adapula penelitian yang menunjukkan bahwa 41,5% pederita KNF adalah perokok dan 55,5% tidak merokok (Leung & Lee, 2013). 5. Asap Lain Beberapa peneliti menyatakan bahwa insiden karsinoma nasofaring yang tinggi di Cina Selatan dan Afrika Utara disebabkan karena asap dari pembakaran kayu bakar. Sembilan puluh tiga persen penderita karsinoma nasofaring tinggal di rumah dengan ventilasi buruk dan mempunyai riwayat terkena asap hasil bakaran kayu bakar. Pajanan asap hasil kayu bakar lebih dari 10 tahun meningkatkan 6 kali lipat terkena karsinoma nasofaring. 6. Obat Herbal Pada populasi Asia, beberapa penelitian melaporkan 2 sampai 4 kali lipat peningkatan risiko karsinoma nasofaring karena penggunaan obat herbal tradisional, tetapi tiga penelitian di Cina Selatan tidak menemukan hubungan obat herbal dengan karsinoma nasofaring. Di Filipina, penggunaan obat herbal tradisional meningkatkan risiko karsinoma nasofaring, terutama pada orang yang mempunyai titer antibodi anti-hbv tinggi. 7. Pajanan Pekerjaan Pajanan pekerjaan terhadap fume, asap, debu atau bahan kimia lain meningkatkan risiko karsinoma nasofaring 2 sampai 6 kali lipat. Peningkatan risiko karsinoma nasofaring karena pajanan kerja terhadap

6 formaldehid sekitar 2 sampai 4 kali lipat, didukung oleh penelitian pada tikus, terutama untuk tipe I tetapi tidak untuk tipe II dan III. Namun sebuah meta-analisis dari 47 penelitian tidak mendukung hubungan formaldehid dengan karsinoma nasofaring. Stimulasi dan inflamasi jalan nafas kronik, berkurangnya pembersihan mukosiliar, dan perubahan sel epitel mengikuti tertumpuknya debu kayu di nasofaring memicu karsinoma nasofaring, paparan ke pelarut dan pengawet kayu, seperti klorofenol juga memicu karsinoma nasofaring. Paparan debu katun yang hebat meningkatkan risiko karsinoma nasofaring karena iritasi dan infl amasi nasofaring langsung atau melalui endotoksin bakteri. Paparan tempat kerja yang panas atau produk bakaran meningkatkan dua kali lipat risiko terkena karsinoma nasofaring. Paparan debu kayu di tempat kerja lebih dari 10 tahun meningkatkan risiko terkena karsinoma nasofaring. 8. Pajanan Lain Riwayat infeksi kronik telinga, hidung, tenggorok dan saluran napas bawah meningkatkan risiko karsinoma nasofaring sebanyak dua kali lipat. Bakteri yang menginfeksi saluran nafas dapat mengurai nitrat menjadi nitrit, kemudian dapat membentuk bahan N-nitroso yang karsinogenik. Di Taiwan, kebiasaan mengunyah betel nut (Areca catechu) selama lebih dari 20 tahun berhubungan dengan peningkatan 70% risiko karsinoma nasofaring. Sebuah penelitian ekologi di Cina Selatan menemukan 2 sampai 3 kali lipat kadar nikel di nasi, air minum, dan rambut penduduk yang tinggal di wilayah yang tinggi insiden karsinoma nasofaringnya. Penelitian lain menyatakan bahwa kandungan nikel, zinc dan cadmium pada air minum lebih tinggi di wilayah yang tinggi insiden karsinoma nasofaringnya. Kadar nikel pada air minum, kadar elemen alkali seperti magnesium, kalsium, strontium yang rendah pada tanah, dan tingginya kadar radioaktif seperti thorium dan uranium pada tanah berperan pada mortalitas karsinoma nasofaring, namun masih perlu dibuktikan dengan penelitian epidemiologi analitik. Risiko karsinoma

7 nasofaring juga meningkat berhubungan dengan makanan berpengawet lain seperti daging, telur, buah dan sayur terutama di Cina Selatan, Asia Tenggara, Afrika Utara/Timur Tengah dan penduduk asli Artik. 9. Riwayat Keluarga Kerabat pertama, kedua, ketiga pasien karsinoma nasofaring lebih berisiko terkena karsinoma nasofaring. Orang yang mempunyai keluarga tingkat pertama karsinoma nasofaring mempunyai risiko empat sampai sepuluh kali dibanding yang tidak. Risiko kanker kelenjar air liur dan serviks uterus juga meningkat pada keluarga dengan kasus karsinoma nasofaring. Faktor risiko lingkungan seperti ikan asin, merokok dan paparan pada produk kayu meningkatkan level antibodi anti- EBV dan beberapa polimorfasi genetik. Kasus familial biasanya pada tipe II dan III, sedangkan tipe I non familial. 10. Human Leukocyte Antigen Genes Di Cina Selatan dan populasi Asia lain, Human Leukocyte Antigen-A2-B46 dan B-17 berhubungan dengan peningkatan dua sampai tiga kali lipat risiko karsinoma nasofaring. Sebaliknya Human LeukocyteAntigen-A11 menurunkan 30%-50% risiko terkena karsinoma nasofaring pada ras Kulit Putih dan Cina, B13 pada ras Cina, dan A2 pada ras Kulit Putih. Sebuah meta analisis pada populasi di Cina Selatan menunjukkan peningkatan karsinoma nasofaring pada HLAA2, B14 dan B46, dan penurunan karsinoma nasofaring pada HLA-A11, B13 dan B Variasi Genetik Lain Polimorfi di sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) dan CYP2A6 dan ketiadaan Glutation S-transferase M1 (GSTM1) dan atau GSTT1 berhubungan dengan peningkatan risiko dua sampai lima kali lipat terkena karsinoma nasofaring. Di Thailand dan Cina, polimorfi pada polymericimmunoglobulin receptor (PIGR), sebuah reseptor permukaan

8 sel memudahkan masuknya EBV masuk ke epitel hidung dan meningkatkan risiko karsinoma nasofaring. Suatu penelitian di Makassar menunjukkan 20 dari 48 sampel (41,7%) hanya berpendidikan sekolah dasar. Hal ini merupakan salah satu faktor kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang diderita sehingga mengabaikan keluhan-keluhan yang kurang spesifik, yang mengakibatkan penderita baru memeriksakan diri ke dokter setelah stadium lanjut (Kurniati et al, 2013). 2.4 Klasifikasi dan Histopatologi Telah disetujui oleh WHO bahwa hanya ada 3 bentuk KNF : Tipe 1 : karsinoma sel skuaosa (squamous cell carcioma) Biasanya dijumpai pada pasien berusia tua. Tipe 2 : karsinoma non keratinisasi (non-keratinizing carcinoma) Pada tipe ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel skuamosa tanpa jembatan intersel. Pada umumnya batas sel cukup jelas. Tipe 3 : Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma) Pada tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler, Berbentuk oval atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya batas sel tidak terlihat dengan jelas. Kasus terbanyak pada anak dan remaja adalah tipe 3, tapi juga ditemukan beberapa kasus tipe 2. Tipe 2 dan berhubugan degan kenaikan titer virus Epstein- Barr. Modifikasi dari skema WHO oleh Krueger dan Wustrow memasukkan derajat infiltrasi limfoid. Tipe 2 dan 3 mungkin disertai dengan inflamasi infiltrasi limfosit, sel plasma, dan eosinofil, menyebabkan limfoepitelioma. 2 pola histologi mungkin terjadi : tipe Regaud, yaitu sekumpulan sel epitel yang dikelilingi oleh limfosit dan jaringan ikat, dan tipe schminke, yaitu sel tumor berdifusi dengan sel inflamasi. Kedua pola diatas mungkin ada bersamaan pada tumor yang sama (Brennan, 2006).

9 2.5 Gejala Klinis Karsinoma Nasofaring Sekitar 3 dari 4 penderita karsinoma nasofaring mengeluh ada benjolan di leher saat pertama kali memeriksakan diri pada dokter. Terkadang benjolan ada di kedua sisi leher menuju punggung. Benjolan biasanya tidak nyeri. Ini karena kanker menyebar ke kelenjar getah bening di leher, menyebabkan kelejar getah bening menjadi lebih besar dari normal (Brennan, 2006). Gejala lain yang mungkin terjadi pada KNF : Gangguan pendengaran, telinga berdengung, telinga terasa penuh (terutama bila haya di satu sisi) Infeksi telinga yang terus berulang Sumbatan hidung Hidung berdarah Sakit kepala Nyeri atau kebas di bagian wajah Kesulitan membuka mulut Penglihatan kabur atau berbayang Infeksi telinga biasanya terjadi pada anak dan jarang terjadi pada penderita dewasa. Bila infeksi telinga terjadi hanya di satu telinga dan tidak ada riwayat infeksi telinga sebelumnya, maka dianjurkan untuk memeriksa nasofaring. Terutama bila tidak disertai dengan infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) (American Cancer Society, 2013) Menurut Sudyartono dan Wiratno (1996) dan Ahmad (2002) dalam Nasution (2008), Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama aliran getah bening atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering ialah tulang (femur), hati, dan paru. Hal ini merupakan stadium akhir dan prognosis sangat buruk.

10 2.6 Stadium Karsinoma Nasofaring Klasifikasi menurut American Joint Committee on Cancer Tumor primer (T) TX = tumor tidak dapat dinilai T0 = tumor tidak terlihat Tis = tumor in situ T1 = tumor terbatas di nasofaring T2 = tumor meluas ke jarigan lunak T2a = tanpa perluasa ke parafaring T2b = dengan perluasan ke parafaring T3 = tumor mengivasi struktur tulang dan/atau sinus paranasal T4 = tumor dengan perluasan intrakranial dan/atau terdapat keterlibatan saraf kranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang mastikator Kelenjar getah bening regional (N) NX = kelenjar getah bening tidak dapat dinilai N0 = tidak ada perluasan ke kelenjar getah bening N1 = metastasis kelenjar getah bening unilateral, ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, di atas fossa supraklavikula N2 = metastasis kelenjar getah bening bilateral, ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, di atas fossa supraklavikula N3 = metastasis kelenjar getah bening bilateral

11 N3a = ukuran lebih dari 6 cm N3b = di dalam fossa supraklavikula metastasis jauh (M) MX = metastasis jauh tidak dapat dinilai = tidak ada metastasis jauh M1 = terdapat metastasis jauh Stadium 0 Tis N0 Stadium I T1 N0 Stadium IIA T2a N0 Stadium IIB T1 N1 T2a N1 T2b N0, N1 Stadium III T1 N2 T2a, t2b N2 T3 N2 Stadium IVa T4 N0, N1, N2 Stadium IVb Semua T N3 Stadium IVc Semua T Semua N M1

12 2.7 Diagnosis Untuk anamesis, pada tahap awal penderita biasanya hanya megeluh gangguan telinga, hidung, atau kedua. Pada tahap ini biasanya elum dicurigai adanya KNF. Pada tahap lanjut akan semakin mudah utuk mencurigai KNF dengan adanya keluhan seperti benjolan di leher (akibat pembesaran kelenjar getah bening), gejala kelainan saraf kranial atau gejala akibat metastase jauh. Beberapa cara diagnosis KNF menurut Brennan tahun 2006 yaitu : 1. Pemeriksaan klinis ukuran dan lokasi pembesaran kelenjar getah bening 2. Nasofarigoskopi indirek untuk menilai tumor primer 3. Pemeriksaan neurologis saraf kranial 4. CT scan dan MRI kepala dan leher. penggabungan MRI dengan deteksi plasma EBV DNA memberikan hasil yag lebih baik (Liang et al, 2012) 5. Radioterapi dada (anteroposterior dan lateral) untuk melihat apakah kanker sudah menyebar ke paru-paru 6. Sintigrafi tulang oleh Tc 99 difosfonat untuk melihat apakah kanker sudah meyebar ke tulang 7. Pemeriksaan darah lengkap 8. Urea, elektrolit, kreatinin, fungsi hati, Ca, PO4, alkalin fosfat 9. EBV viral Capsid antigen dan EBV DNA 10. Biopsi kelenjar getah bening atau atau tumor primer untuk pemeriksaan histologis. 2.8 Terapi Radioterapi Tidak seperti kanker kepala dan leher yang lain, radioterapi adalah pengobatan utama pada KNF dibandigkan dengan pembedahan dikarenakan KNF bersifat sangat radiosensitif. Radioterapi adalah pengobatan utama untuk semua stadium KNF tanpa disertai metastasis jauh (wei dan Kwong, 2010).

13 Radioterapi diberikan dengan batas 1 cm dari daerah tumor primer yang terdeteksi MRI, dan kebawah munuju klavikula untuk mengikut sertakan kelenjar getah bening. Radioterapi terdiri dari 2 fase : Fase pertama dengan dosis 30 Gy dalam 15 fraksi. Mata, otak, dan batang otak harus terlindungi. Fase kedua dengan dosis 15 Gy dalam 7 fraksi. Mata dan batang otak harus dilindungi (Brennan, 2006) Kemoterapi Kemoterapi induksi adalah alternatif pengobatan lain untuk KNF dengan stadium lanjut. Kombinasi kemoterapi dengan radioterapi telah diterima kebanyakan ahli sebagai pengobatan KNF stadium lanjut. Jenis-jenis obat yang digunakan : 1. Anti metabolit : menghambat biosintesa purin dan pirimidin 2. Obat yang mengganggu struktur dan fungsi molekul DNA. 3. Alkilating agent : mengubah struktur DNA sehingga dapat menahan replikasi sel. 4. Golongan antibiotik : mengikat dan menyelip diantara rangkaian nukleotid molekul DNA sehigga dapat menyebabkan kegagalan replikasi DNA dan translasi RNA 5. Inhibitor mitosis : menahan pembelahan sel dan mengganggu filamen mikro pada kumparan mitosis. 6. Lai-lain Pembedahan Tindakan pembedahan pada penderita karsinoma nasofaring berupa diseksi leher radikal dan nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa

14 tumor primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi. Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan cara lain (asroel, 2002) Imunoterapi Karena diketahui virus Epstei-Barr dapat menyebabkan KNF, maka penderita KNF dapat diberi imunoterapi (Asroel, 2002). 2.9 Follow-Up Karsinoma nasofaring mempunyai resiko terjadinya rekurensi sehingga diperlukan follow-up. Kekambuhan biasanya terjadi kurang dari 5 tahun, 5-15% kekambuhan sering terjadi antara 5-10 tahun. Karena itu pasien KNF memerlukan follow-up hingga 10 tahun setelah terapi (Roezin dan Adham, 2007) Prognosis Prognosis KNF sebenarnya cukup baik pada stadium I. Hanya saja pada stadium I biasanya tidak menujukkan gejala atau gangguan sehingga kebanyakan pasien memeriksakan diri setelah sampai ke stadium yag lebih lajut Yang mana sudah menimbulkan gejala atau gangguan (biasanya benjolan di leher). Angka harapan hidup penderita KNF dalam jangka waktu 5 tahun menurut AJCC Cancer Staging Manual edisi ke-7 :

15 Stadium Angka Harapan Hidup I 72% II 64% III 62% IV 38% Suatu penelitian di Mesir pada tahun 2000 menyatakan bahwa harapan hidup keseluruhan penderita KNF untuk 5-10 tahun kedepan adalah 45%. Tidak satupun penderita dengan metastase jauh dapat bertahan lebih dari 14 bulan Komplikasi Komplikasi biasanya terjadi akibat adanya metastase jauh. Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama aliran darah atau getah bening dan mengenai organ tubuh yang jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang (femur), hati, dan paru. Komplikasi juga dapat disebabkan oleh pengobatan. Beberapa komplikasi akibat radioterapi seperti : Xerostomia Mukositis Dermatitis Eritema Mual-muntah Anoreksi Kerusakan beberapa saraf Kerusakan tengkorak dan tulang Masalah pada gigi Kerusakan kelenjar ludah

16 Komplikasi atau efek samping kemoterapi tergantung pada jenis dan dosis obat yang diberikan durasi pemberian obat. Efek samping yang sering terjadi seperti : Rambut rontok Sakit pada mulut Hilang nafsu makan Mual dan muntah Diare Mudah terkena infeksi Mudah terjadi perdarahan Mudah lelah Gangguan saraf Komplikasi yang umum terjadi pada pembedahan leher adalah gangguan pada telinga, gangguan pada saat mengangkat tangan ke atas kepala, dan kelemahan pada bibir bawah. Ini dikarenakan adanya saraf yang terganggu pada saat pembedahan dan biasanya akan hilang setelah beberapa bulan (American Cancer Society, 2013) Pencegahan Salah satu pencegahan KNF adalah dengan pemberian vaksinasi. Juga penerangan tentang kebiasaan hidup yang salah, megubah cara memasak dan pilihan makanan, dan menghindari berbagai faktor resiko yang ada. Bisa juga dilakukan tes serologik IgA-anti VCA dan IgA-anti EA (roezin dan Adham, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran sel secara tidak terkendali, sering menyerang jaringan sekitar dan dapat bermetastasis atau menyebar ke organ lain (World Health

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas epitel nasofaring. Etiologi tumor ganas ini bersifat multifaktorial, faktor etnik dan geografi mempengaruhi risiko

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006). Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang relatif jarang ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi primer terjadi pada awal masa anak-anak dan umumnya asimptomatik.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari setengahnya terdapat di negara berkembang, sebagian besar dari

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari setengahnya terdapat di negara berkembang, sebagian besar dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini jumlah penderita kanker di seluruh dunia semakin meningkat. Dari kasus kanker baru yang jumlahnya diperkirakan sembilan juta setiap tahun lebih dari setengahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas. rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah.

BAB I PENDAHULUAN. ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas. rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60 % tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang berasal dari sel epitel yang melapisi daerah nasofaring (bagian. atas tenggorok di belakang hidung) (KPKN, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang berasal dari sel epitel yang melapisi daerah nasofaring (bagian. atas tenggorok di belakang hidung) (KPKN, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker masih menjadi masalah serius bagi dunia kesehatan. Hal ini terbukti dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas akibat kanker di seluruh dunia. Terdapat 14

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring. Lebih dari 90% penderita karsinoma laring memiliki gambaran histopatologi karsinoma

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karsinoma Nasofaring 2.1.1. Defenisi Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi difosa Rosenmuller dan atap nasofaring.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan. yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan. yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan neoplasma yang jarang terjadi di sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL)

BAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kepala dan leher merupakan istilah luas yang mengacu kepada keganasan epitel sinus paranasalis, rongga hidung, rongga mulut, faring, dan laring. Hampir seluruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran sel secara tidak terkendali, sering menyerang jaringan disekitarnya dan dapat bermetastatis atau menyebar keorgan lain (WHO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kelainan siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak terkendali (pembelahan sel melebihi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Nasofaring Nasofaring merupakan ruang atau rongga berbentuk kubus yang terletak di belakang rongga hidung atau koana, tepat di bawah dasar tengkorak yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari Kanker Kepala Leher (KKL) dalam hal epidemiologi, karakteristik klinis, etiologi, dan histopatologi (Ruiz

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik subyek penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata usia sampel penelitian 47,2 tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian

Lebih terperinci

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Payudara Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita oleh para wanita di Hong Kong dan negara-negara lain di dunia. Setiap tahunnya, ada lebih dari 3.500 kasus kanker payudara baru

Lebih terperinci

KARSINOMA DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009

KARSINOMA DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009 KARSINOMA NASOFARING DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009 Tumor ganas kepala dan leher yang terbanyak di Indonesia Banyak terjadi di dunia, insidens

Lebih terperinci

KARSINOMA NASOFARING

KARSINOMA NASOFARING KARSINOMA NASOFARING DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009 Tumor ganas kepala dan leher yang terbanyak di Indonesia Banyak terjadi di dunia, insidens

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan yang menyerang daerah kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan sel yang tidak normal atau terus menerus dan tak terkendali, dapat merusak jaringan sekitarnya serta dapat menjalar ke tempat yang jauh dari

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri 78 BAB 6 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut yaitu stadium IIB dan IIIB. Pada penelitian dijumpai penderita dengan stadium IIIB adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum merupakan penyakit yang mengerikan. Banyak orang yang merasa putus harapan dengan kehidupannya setelah terdiagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul dari permukaan dinding lateral nasofaring (Zeng and Zeng, 2010; Tulalamba and Janvilisri,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia BAB 4 HASIL 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM pada tahun 2007. Data yang didapatkan adalah sebanyak 675 kasus. Setelah disaring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering kedelapan di seluruh dunia. Insiden penyakit ini memiliki variasi pada wilayah dan ras yang

Lebih terperinci

Limfoma. Lymphoma / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Limfoma. Lymphoma / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Limfoma Limfoma merupakan kanker pada sistem limfatik. Penyakit ini merupakan kelompok penyakit heterogen dan bisa diklasifikasikan menjadi dua jenis utama: Limfoma Hodgkin dan limfoma Non-Hodgkin. Limfoma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang. Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan. yang jarang ditemukan di sebagian besar negara, namun

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang. Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan. yang jarang ditemukan di sebagian besar negara, namun BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan yang jarang ditemukan di sebagian besar negara, namun sangat sering dijumpai di Cina Selatan, Afrika Utara, Alaska,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Regina Lorinda, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Regina Lorinda, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran sel secara tidak terkendali, sering menyerang jaringan di sekitarnya dan dapat bermetastasis atau menyebar ke organ

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematiannya. Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian nomor 4 dari

BAB I PENDAHULUAN. kematiannya. Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian nomor 4 dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insiden karsinoma kolorektal masih cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya. Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian nomor 4 dari kematian karena kanker

Lebih terperinci

Kanker Prostat - Gambaran gejala, pengujian, dan pengobatan

Kanker Prostat - Gambaran gejala, pengujian, dan pengobatan Kanker Prostat - Gambaran gejala, pengujian, dan pengobatan Apakah kanker Prostat itu? Kanker prostat berkembang di prostat seorang pria, kelenjar kenari berukuran tepat di bawah kandung kemih yang menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang. menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang. menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang diikuti dengan timbulnya gejala ataupun tidak. WHO-IARC menggolongkan

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam keadaan normal, reproduksi sel adalah suatu proses yang terkontrol ketat. Rangsangan tertentu dan berbagai faktor pertumbuhan, baik fisiologis maupun patologis, dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah sekelompok penyakit yang terjadi akibat adanya perubahan sel tubuh menjadi sel yang abnormal dan membelah diri di luar kendali yang dikenali sebagai sel

Lebih terperinci

2.8 Diagnosis Kanker Nasofaring Penggolongan Stadium pada Kanker Nasofaring...17

2.8 Diagnosis Kanker Nasofaring Penggolongan Stadium pada Kanker Nasofaring...17 DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN...iv KATA PENGANTAR...v ABSTRAK...vi ABSTRACT...vii RINGKASAN...viii SUMMARY...ix

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker atau karsinoma merupakan istilah untuk pertumbuhan sel abnormal dengan kecepatan pertumbuhan melebihi normal dan tidak terkontrol. (World Health Organization,

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016

ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 Prevalensi kanker kepala dan leher (KKL) di Indonesia cukup tinggi. Kanker kepala dan

Lebih terperinci

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Leukemia Leukemia merupakan kanker yang terjadi pada sumsum tulang dan sel-sel darah putih. Leukemia merupakan salah satu dari sepuluh kanker pembunuh teratas di Hong Kong, dengan sekitar 400 kasus baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyebab yang kompleks. Angka kejadian KNF tidak sering ditemukan di dunia barat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyebab yang kompleks. Angka kejadian KNF tidak sering ditemukan di dunia barat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker nasofaring (KNF) merupakan tumor daerah leher dan kepala dengan penyebab yang kompleks. Angka kejadian KNF tidak sering ditemukan di dunia barat diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua terbesar setelah penyakit infeksi. Pada tahun-tahun terakhir ini tampak adanya peningkatan kasus kanker disebabkan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Etiopatogenesis Karsinoma Nasofaring (KNF) Rabbinu Rangga Pribadi, Pembimbing: dr. Freddy Tumewu A., M.S.

ABSTRAK. Etiopatogenesis Karsinoma Nasofaring (KNF) Rabbinu Rangga Pribadi, Pembimbing: dr. Freddy Tumewu A., M.S. ABSTRAK Etiopatogenesis Karsinoma Nasofaring (KNF) Rabbinu Rangga Pribadi, 2005. Pembimbing: dr. Freddy Tumewu A., M.S. Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas kepala dan leher yang paling banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non melanoma. Kelompok non melanoma dibedakan atas karsinoma sel basal (KSB), karsinoma sel skuamosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di Indonesia (Anonim, 2008b). Di dunia, 12%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan kedua tersering pada keganasan daerah kepala leher di beberapa Negara Eropa (Chu dan Kim 2008). Rata-rata

Lebih terperinci

BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID. termasuk untuk penyakit kanker kepala dan leher seperti karsinoma tiroid.

BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID. termasuk untuk penyakit kanker kepala dan leher seperti karsinoma tiroid. BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID Dalam dunia medis, radioterapi sudah menjadi perawatan yang sangat umum digunakan. Penggunaannya pun dilakukan untuk berbagai macam penyakit kanker termasuk untuk penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di seluruh dunia kanker serviks atau kanker leher rahim menempati urutan ketujuh dari seluruh kejadian keganasan pada manusia (Cancer Research United Kingdom, 2010).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan. Hal tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kerentanan fisik individu sendiri, keadaan lingkungan

Lebih terperinci

(PR), serta human epidermal growth factor receptor 2 (HER2) kanker payudara tersebut. (Shenkier, 2004) Keberhasilan dalam penatalaksanaan kanker

(PR), serta human epidermal growth factor receptor 2 (HER2) kanker payudara tersebut. (Shenkier, 2004) Keberhasilan dalam penatalaksanaan kanker BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar. Kanker payudara menjadi penyebab kematian kedua terbanyak bagi wanita Amerika pada tahun 2013

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker serviks uteri merupakan salah satu masalah penting pada wanita di dunia. Karsinoma serviks uteri adalah keganasan kedua yang paling sering terjadi dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000

Lebih terperinci

Penyebab, Gejala, dan Pengobatan Kanker Payudara Thursday, 14 August :15

Penyebab, Gejala, dan Pengobatan Kanker Payudara Thursday, 14 August :15 Kanker payudara adalah penyakit dimana selsel kanker tumbuh di dalam jaringan payudara, biasanya pada ductus (saluran yang mengalirkan ASI ke puting) dan lobulus (kelenjar yang membuat susu). Kanker atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan penting di dunia, dimana saat ini menduduki peringkat kedua terbanyak penyakit kanker setelah kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru merupakan penyebab kematian terbanyak di dunia akibat kanker, baik pada pria maupun wanita di dunia. Di seluruh dunia, kematian akibat kanker paru sendiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Pertumbuhan sel tersebut dapat

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA SAMPEL PENELITIAN

LAMPIRAN 1 DATA SAMPEL PENELITIAN LAMPIRAN 1 DATA SAMPEL PENELITIAN NO NAMA MR UMUR SEX SUKU STADIUM PA (TIPE) EKSPRESI LMP1 1 IH 350582 43 LK BATAK IVC 3 0 2 K 405691 59 LK ACEH IVB 3 3 3 DP 351293 37 LK BATAK III 2 3 4 NS 352005 85 LK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru adalah kanker yang paling sering didiagnosis di dunia dan merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Data kasus baru kanker paru di Amerika Serikat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.1 Definisi Karsinoma Nasofaring Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Nasofaring merupakan ruang berbentuk trapezoid yang dilapisi epitel

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Nasofaring merupakan ruang berbentuk trapezoid yang dilapisi epitel BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Nasofaring Nasofaring merupakan ruang berbentuk trapezoid yang dilapisi epitel pseudostratified columnar tipe pernafasan dan epitel non keratinizing stratified squamous

Lebih terperinci

2.3.2 Faktor Risiko Prognosis...16 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN Kerangka Berpikir

2.3.2 Faktor Risiko Prognosis...16 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN Kerangka Berpikir DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv ABSTRAK...v ABSTRACT... vi RINGKASAN... vii SUMMARY... viii KATA

Lebih terperinci

Artikel Asli. Kata kunci: karsinoma nasofaring anak, KNF, onkologi

Artikel Asli. Kata kunci: karsinoma nasofaring anak, KNF, onkologi Artikel Asli Novie Amelia C, Gitta Cempako, Endang Windiastuti Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta Latar belakang. Angka kejadian karsinoma

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma serviks uteri merupakan masalah penting dalam onkologi ginekologi di

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma serviks uteri merupakan masalah penting dalam onkologi ginekologi di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Karsinoma serviks uteri merupakan masalah penting dalam onkologi ginekologi di Indonesia. Penyakit ini merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Di Indonesia, diantara berbagai jenis kanker, karsinoma paru

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Di Indonesia, diantara berbagai jenis kanker, karsinoma paru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker saat ini merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia. Di Indonesia, diantara berbagai jenis kanker, karsinoma paru merupakan keganasan kedua

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker mulut, istilah untuk tumor ganas yang terjadi dalam rongga mulut, termasuk kanker bibir, gingiva, lidah, langit langit rongga mulut, rahang, dasar mulut, orofaringeal,

Lebih terperinci

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Apakah kanker rahim itu? Kanker ini dimulai di rahim, organ-organ kembar yang memproduksi telur wanita dan sumber utama dari hormon estrogen dan progesteron

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 13% kematian dari 22% kematian akibat penyakit tidak menular utama di dunia (Shibuya et al., 2006).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Karsinoma rongga mulut merupakan ancaman besar bagi kesehatan masyarakat di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat kanker terus meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kanker payudara seperti dapat melakukan sadari (periksa payudara

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kanker payudara seperti dapat melakukan sadari (periksa payudara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan salah satu penyakit kronik yang paling banyak ditemukan pada wanita dan ditakuti karena sering menyebabkan kematian. Angka kematian akibat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis,

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejumlah penyakit penting dan serius dapat bermanifestasi sebagai ulser di mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis, tuberkulosis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Data Laboratorium

BAB I PENDAHULUAN. belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Data Laboratorium BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker nasofaring merupakan jenis kanker yang tumbuh di rongga belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Data Laboratorium Patologi Anatomi FKUI melaporkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kompleks, tidak hanya menyangkut penderita tetapi juga keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kompleks, tidak hanya menyangkut penderita tetapi juga keluarga, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah suatu penyakit neoplasma ganas yang mempunyai spektrum sangat luas dan kompleks. Penyakit ini dimulai dari neoplasma ganas yang paling jinak sampai neoplasma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa lima besar karsinoma di dunia adalah karsinoma paru-paru, karsinoma mamae, karsinoma usus besar dan karsinoma lambung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kanker ovarium adalah kanker ginekologi yang dijumpai hampir 30% dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada perempuan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Xerostomia Umumnya perhatian terhadap saliva sangat kurang. Perhatian terhadap saliva baru timbul apabila terjadinya pengurangan sekresi saliva yang akan menimbulkan gejala mulut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di negara berkembang seperti Indonesia. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker serviks merupakan kanker yang banyak. menyerang perempuan. Saat ini kanker serviks menduduki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker serviks merupakan kanker yang banyak. menyerang perempuan. Saat ini kanker serviks menduduki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks merupakan kanker yang banyak menyerang perempuan. Saat ini kanker serviks menduduki urutan kedua dari penyakit kanker yang menyerang wanita di dunia dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker kepala dan leher merupakan salah satu tumor ganas yang banyak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker kepala dan leher merupakan salah satu tumor ganas yang banyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker kepala dan leher merupakan salah satu tumor ganas yang banyak terjadi didunia dan meliputi sekitar 2,8% kasus keganasan (Jemal dkk., 2006). Kanker kepala

Lebih terperinci

Update Diagnosis dan Tatalaksana Kasus di Bidang THT-KL dalam Rangka Meningkatkan Mutu Pelayanan Primer

Update Diagnosis dan Tatalaksana Kasus di Bidang THT-KL dalam Rangka Meningkatkan Mutu Pelayanan Primer Makalah Lengkap Update Diagnosis dan Tatalaksana Kasus di Bidang THT-KL dalam Rangka Meningkatkan Mutu Pelayanan Primer Rocky Plaza Hotel Padang 1 November 2014 Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala

Lebih terperinci

LAMPIRAN. VEG F HY L 42 Melayu III NK SCC 2 2. No MR Nama Sex Usia Suku Std PA. Adeno P 22. Jawa. Jawa. Adenoid P 70

LAMPIRAN. VEG F HY L 42 Melayu III NK SCC 2 2. No MR Nama Sex Usia Suku Std PA. Adeno P 22. Jawa. Jawa. Adenoid P 70 Lampiran 1 Data Sampel Penelitian LAMPIRAN No MR Nama Sex Usia Suku Std PA VEG F 1 7.57.97 HY L 42 Melayu III NK SCC 2 2 7.72.01 SD Jawa Adeno P 22 IVb 8.4.47 SS Jawa Adenoid P 70 IVb cystic 4 8.46.18

Lebih terperinci

SKRIPSI PERBEDAAN BERAT BADAN PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING SEBELUM DAN SESUDAH RADIOTERAPI DI RSUP HAJI ADAM MALIK PADA TAHUN

SKRIPSI PERBEDAAN BERAT BADAN PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING SEBELUM DAN SESUDAH RADIOTERAPI DI RSUP HAJI ADAM MALIK PADA TAHUN SKRIPSI PERBEDAAN BERAT BADAN PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING SEBELUM DAN SESUDAH RADIOTERAPI DI RSUP HAJI ADAM MALIK PADA TAHUN 2012-2015 Oleh: SERE AGUSTINA NAPITUPULU 130100275 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limfoid, dan sel neuroendocrine. Dari beberapa sel-sel tersebut dapat berubah

BAB I PENDAHULUAN. limfoid, dan sel neuroendocrine. Dari beberapa sel-sel tersebut dapat berubah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hati merupakan organ tubuh manusia yang terbentuk dari berbagai tipe sel, seperti hepatosit, epitel biliaris, endotel vaskuler, sel Kupfer, sel stelata, sel limfoid,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini, jumlah penderita kanker di Indonesia belum diketahui secara pasti, tetapi peningkatannya dari tahun ke tahun dapat dibuktikan sebagai salah satu penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah, di satu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang belum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan dengan usia rata-rata 55 tahun (Stoler, 2014). Diperkirakan terdapat 500.000 kasus baru setiap

Lebih terperinci

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini?

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini? Kanker Serviks Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, penyakit kanker serviks merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Di dunia, setiap dua menit seorang wanita meninggal dunia akibat kanker

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia kasus kanker rongga mulut berkisar 3-4% dari seluruh kasus kanker yang terjadi. Sekitar 90-95% dari total kanker pada rongga mulut merupakan kanker sel skuamosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan wawancara Riskesdas 2013 didapatkan prevalensi penderita kanker pada penduduk semua umur di Indonesia sebesar 1,4% per 1000 penduduk, dengan prevalensi kanker

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia. ISPA dapat diklasifikasikan menjadi infeksi saluran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kanker Nasofaring a. Definisi kanker nasofaring Kanker atau karsinoma adalah pembentukan jaringan baru yang abnormal dan bersifat ganas, disebabkan oleh adanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penyakit kanker merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit ini berkembang semakin cepat. Di dunia ini, diperkirakan lebih dari 1 juta orang menderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan salah satu. kasus keganasan yang tergolong jarang ditemukan di

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan salah satu. kasus keganasan yang tergolong jarang ditemukan di BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan salah satu kasus keganasan yang tergolong jarang ditemukan di dunia, namun memiliki insidensi yang cukup tinggi di Cina, Arktik,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. napas bagian bawah (tumor primer) atau dapat berupa penyebaran tumor dari

BAB 1 PENDAHULUAN. napas bagian bawah (tumor primer) atau dapat berupa penyebaran tumor dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru adalah penyakit keganasan yang berasal dari sel epitel saluran napas bagian bawah (tumor primer) atau dapat berupa penyebaran tumor dari organ lain (tumor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kanker leher rahim menduduki urutan pertama kejadian kanker ginekologis pada wanita secara keseluruhan di dunia. Di seluruh dunia kanker leher rahim menempati urutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut sebagai masa pubertas. Pubertas berasal dari kata pubercere yang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut sebagai masa pubertas. Pubertas berasal dari kata pubercere yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa yang begitu penting dalam hidup manusia, karena pada masa tersebut terjadi proses awal kematangan organ reproduksi manusia yang disebut sebagai

Lebih terperinci