PERBANDINGAN PREMEDIKASI KLONIDIN DAN DIAZEPAM PERORAL TERHADAP LEVEL SEDASI DAN RESPONS HEMODINAMIK PEDIATRIK TESIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBANDINGAN PREMEDIKASI KLONIDIN DAN DIAZEPAM PERORAL TERHADAP LEVEL SEDASI DAN RESPONS HEMODINAMIK PEDIATRIK TESIS"

Transkripsi

1 PERBANDINGAN PREMEDIKASI KLONIDIN DAN DIAZEPAM PERORAL TERHADAP LEVEL SEDASI DAN RESPONS HEMODINAMIK PEDIATRIK TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Kedokteran Keluarga Minat Utama Ilmu Biomedik Oleh : Sandhi Yudha S PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

2 PERBANDINGAN PREMEDIKASI KLONIDIN DAN DIAZEPAM PERORAL TERHADAP LEVEL SEDASI DAN RESPONS HEMODINAMIK PEDIATRIK TESIS Oleh : Sandhi Yudha S Komisi Pembimbing Pembimbing I Nama Tanda Tangan Tanggal Prof. Bhisma Murti, dr., MPH, MSc, PhD NIP Pembimbing II Sugeng Budi Santosa, dr., Sp.An., KMN NIP Telah dinyatakan memenuhi syarat Ketua Program Studi Kedokteran Keluarga Program Pascasarjana UNS Dr. Hari Wujoso, dr., Sp.F., MM NIP

3 PERBANDINGAN PREMEDIKASI KLONIDIN DAN DIAZEPAM PERORAL TERHADAP LEVEL SEDASI DAN RESPONS HEMODINAMIK PEDIATRIK TESIS Oleh Sandhi Yudha S Tim Penguji Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal Ketua Dr. Hari Wujoso, dr., Sp.F., MM NIP Sekretaris Prof. Dr. Harsono Salimo, dr., Sp.A (K) NIP Anggota Prof. Bhisma Murti, dr., MPH, M.Sc, Ph.D NIP Sugeng Budi Santosa, dr., Sp.An., KMN NIP Telah dipertahankan di depan penguji Dinyatakan telah memenuhi syarat Direktur Program Pascasarjana UNS Ketua Program Studi Kedokteran Keluarga Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS Dr. Hari Wujoso, dr., Sp.F., MM NIP NIP

4 PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa : 1. DIAZEPAM PERORAL TERHADAP LEVEL SEDASI DAN RESPONS plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang undangan (Permendiknas No. 17, tahun 2010). 2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang kurangnya satu semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis), saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Program Studi Kedokteran Keluarga UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan Program Studi Kedokteran Keluarga UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku. Surakarta, 24 April 2012 Sandhi Yudha S

5 Sandhi Yudha, Perbandingan Premedikasi Klonidin dan Diazepam peroral terhadap Level Sedasi dan Respons Hemodinamik Pediatrik. TESIS. Pembimbing I : Prof. Bhisma Murti, dr, MPH, M.Sc, PhD. Pembimbing II : Sugeng Budi Santoso, dr, SpAn, KMN. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran. Magister Kedokteran Keluarga Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta. ABSTRAK Latar belakang : Kecemasan dan nyeri adalah dua factor yang menyebabkan stress emosi yang hebat pada pediatrik. Pemilihan obat premedikasi peroral pada pasien pediatrik penting untuk memberikan level sedasi yang adekuat dan stabilitas hemodinamik selama tindakan anestesi dan pembedahan. Tujuan penelitian ini untuk membandingkan premedikasi klonidin dan diazepam peroral terhadap level sedasi dan respons hemodinamik pediatrik. Metode : Penelitian ini merupakan ujiklinis tahap III, double blind randomized controlled trial. Sejumlah 18 pasien pediatrik umur 2-12 tahun dengan status fisik ASA I dan II dibagi secara acak kedalam 2 kelompok, masing-masing mendapatkan premedikasi klonidin 4 g/kgbb (n=9) atau diazepam 0,2mg/kgBB (n=9) peroral. Dilakukan pencatatan level sedasi dan respons hemodinamik (detak jantung) pada saat sebelum pemberian obat, setelah pemberian obat, sesaat setelah laringoskopi intubasi, menit ke 3 dan ke 5 pasca tindakan laringoskopi intubasi dan sesaat setelah incisi kulit/mulai operasi. Hasil : Level sedasi pada kelompok klonidin (3,11 ± 0,60) lebih tinggi dibanding kelompok diazepam (2,33 ± 0,50) dengan nilai p=0,013. Respons hemodinamik (detak jantung/hr) setelah pemberian premedikasi peroral (HR1) kelompok klonidin (100,44 ± 11,38 kali/menit) dan kelompok diazepam (110,22 ± 12,29 kali/menit) berbeda tidak bermakna (p=0,099). Sedangkan respons hemodinamik HR2, HR3, HR4 dan HR5 pada kelompok klonidin dan diazepam berbeda bermakna (p<0,05). Efek samping bradikardi terjadi pada 2 pasien pada kelompok klonidin dan tidak terjadi pada kelompok diazepam. Kesimpulan : Premedikasi klonidin 4 g/kgbb peroral memberikan level sedasi yang lebih tinggi dibanding premedikasi diazepam 0,2mg/kgBB peroral. Respons hemodinamik (detak jantung) pada kelompok klonidin lebih stabil dibanding kelompok diazepam. Kata Kunci : Premedikasi peroral, Klonidin, Diazepam, Level Sedasi, Respons hemodinamik, Pediatrik.

6 Sandhi Yudha, Comparison of oral clonidine and oral diazepam as premedication on sedation level and haemodymanic response on pediatric. THESIS. Supervisor I : Prof. Bhisma Murti, dr, MPH, M.Sc, PhD., II : Sugeng Budi Santoso, dr, SpAn, KMN. Department of Anesthesiology and Intensive Therapy Medical Faculty. Program study of Family Medicine, Post-Graduate Program of Sebelas Maret University, Surakarta. ABSTRACT Background : Anxiety and pain are two factors causing considerable emotional stress in pediatric. The purpose of the study is to compare the sedation level and haemodynamic response of oral klonidin and oral diazepam premedication on pediaric surgery. Metods : A prospective randomized double blind study on 18 ASA I-II patients between 2-12 years old received either clonidine 4 g/kg or diazepam 0,2 mg/kg. The sedation level and haemodynamic response were recorded, before and after oral premedication, during intubation and in the third and fifth minutes after laryngoscopy and after first incision. Results : In both study groups, basic hemodynamic variables were not significantly different (p > 0.05). The sedation level was significantly better in clonidine group (3.11 ± 0.60) as compared to diazepam group (2.33 ± 0.50) (p= 0.013). Haemodynamic respons (Heart rate/hr) was significantly decreased after anesthesia procedure (HR2, HR3, HR4) and after first surgery incision (HR5) in clonidine group as compared to diazepam group (p<0,05). Conclusions : Oral premedication of clonidine produce sedation level better than diazepam in pediatric surgery. In operating theatre, haemodynamic response (heart rate) on clonidine group better than diazepam group. Key words : Oral Premedication, Clonidine, Diazepam, Sedation Level, Haemodynamic Response, Pediatric Surgery.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat TUHAN Yang Maha Esa atas petunjuk dan rahmat serta karunia yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Tesis ini untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Magister Kesehatan. Selesainya Tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak atas kesempatan, bantuan, motivasi dan bimbingan yang diberikan kepada penulis, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar besarnya kepada yang terhormat : 1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, Drs., MS, selaku Rektor UNS. 2. Prof. Dr. Ahmad Yunus, Ir., MS, selaku Direktur Program Pascasarjana UNS. 3. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD KR FINASIM., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Dr. Hari Wujoso, dr., Sp.F., MM, selaku Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret Surakarta. 5. Afiono Agung Prasetyo, dr., Ph.D., selaku Ketua Minat Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 6. Prof. Bhisma Murti, dr., MPH, M.Sc, Ph.D, selaku Pembimbing Metodologi. 7. Sugeng Budi Santosa, dr., Sp.An, KMN, selaku Pembimbing Substansi. 8. Prof. DR. Harsono Salimo, dr., Sp.A (K), selaku Sekretaris Ujian Tesis. 9. H. Marthunus Judin, dr., Sp.An, KAP., selaku Kepala SMF Ilmu Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta/ RSUD Dr. Moewardi Surakarta. 10. M. H. Sudjito, dr., Sp.An, KNA., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta/ RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

8 11. Seluruh staf pengajar PPDS I Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta/ RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang telah mendidik kami menjadi anestesiolog yang baik. 12. Ke empat orang tua yang selalu menuntun penulis untuk menjadi orang yang lebih baik. 13. Keluarga kecilku : Dwi Ari Wulandari, SE serta Bayi dalam kandungannya, Filia DSA Tarigan, Danny BA Tarigan dan Vanessa NA Tarigan. 14. Pasien bangsal Mawar, Melati, dan Anggrek, karena mereka penelitian ada. 15. Semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan motivasi dalam setiap tahap proses penyusunan Tesis ini. Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu besar harapan Penulis untuk mendapatkan kritik dan saran demi perbaikan sehingga bermanfaat bagi perkembangan ilmu di bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif serta Kedokteran Keluarga. Surakarta, 24 April 2012 Penulis, Sandhi Yudha

9 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS... ABSTRAK... i ii iii iv v ABSTRACT... vi KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... vii ix xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I. PENDAHULUAN... 1 A B. Rumusan Masalah... 3 C. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus... 3 D. Manfaat Penelitian Aspek Teoritik Aspek Aplikatif Aspek Kedokteran Keluarga... 4

10 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 5 A. Landasan Teori Respons Hemodinamik B. Kerangka Konsep C. Hipotesis Penelitian BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian B. Jenis Penelitian C. Subjek Penelitian D. Data dan Sampel Penelitian Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi E. Variabel Penelitian Variabel Bebas Variabel Tergantung F. Definisi Operasional Variabel Penelitian Pemberian Diazepam Peroral... 21

11 Respons Hemodinamik G. Alur Penelitian H. Alat dan Obat Peralatan Obat I. Etika Penelitian J. Analisa Data BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Karakteristik Umum Variabel Penelitian Hasil Analisis Penelitian B. Pembahasan BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

12 DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Karakteristik 26 Tabel Tabel 4.3 Uji Mann- 28 Tabel 4.4 Uji t tentang perbedaan rerata respons hemodinamik pada berbagai waktu 29 Tabel Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Uji t tentang rerata respons hemodinamik HR-0 dibanding HR- 32 Uji t tentang rerata respons hemodinamik HR-0 dibanding HR- 33 Uji t tentang rerata respons hemodinamik HR-0 dibanding HR- 34

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Struktur Kimia 11 Gambar Gambar Gambar 4.1 Gambar 4.1 Jumlah sampel menurut umur kelompok klonidin dan Perbedaan rerata detak jantung kelompok klonidin dan 27 30

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lembar Penelitian Lampiran 2. Penjelasan Alur Penelitian Lampiran 3. Cara Pembuatan Syrup Lampiran 4. Jadwal Kegiatan Lampiran 5. Perhitungan Besar Sampel Lampiran 6. Organisasi Penelitian Lampiran 7. Ethical Clearance RSUD Dr. Moewardi Surakarta Lampiran 8. Pengolahan Data Penelitian Lampiran 9. Biodata Peneliti

15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan pemberian premedikasi adalah menghilangkan kecemasan dan ketakutan. Pasien yang akan menjalani pembedahan mempunyai insidensi kecemasan yang tinggi dan ada hubungan antara kecemasan dan kelancaran saat dilakukan induksi anestesi. Untuk mengatasi kecemasan dan ketakutan, dilakukan pemberian obat sedasi dan ansiolisis secara intra vena. Tetapi cara ini telah memberikan trauma pada penderita akibat pemasangan cateter intravena, terutama pada pasien pediatrik. Terapi dengan preparat peroral dan psikoterapi merupakan alternatif penanganan masalah ini (Soenarjo dkk, 2010). Pasien pediatrik sulit untuk diberikan penjelasan tentang segala hal yang akan dilakukan selama tindakan bedah dan anestesi. Selain itu psikoterapi kurang efektif menghilangkan kecemasan secara cepat. Pada beberapa pasien, meskipun telah diberikan penjelasan tetapi kecemasan dan ketakutan tetap saja terjadi. Pada kondisi ini, pasien memerlukan obat-obatan peroral untuk menghilangkan kecemasan dan ketakutan sebelum operasi (Soenarjo dkk, 2010). Kecemasan pada pediatrik yang akan menjalani operasi ditandai dengan perasaantakut, tidak kooperatif, perioperative crying dan berbagai bentuk ekspresi kekawatiran. Pediatrik dalam kondisi kecemasan yang tinggi

16 jika menjalani operasi, pada fase setelah operasi maladaptif studi menunjukkan lebih dari 60% anak yang menjalani operasi menunjukkan sikap negatif selama 2 minggu atau lebih setelah operasi. Kecemasan yang sangat tinggi saat induksi anestesi berhubungan erat dengan peningkatan dan lama munculnya sikap negatif setelah operasi (McCann dkk, 2001). Penatalaksanaan anestesi pre-operasi untuk meminimalkan respons stres adalah dengan pemberian obat premedikasi yang menghambat atau menumpulkan respons stres tersebut. Premedikasi peroral pasien pediatrik yang sering digunakan adalah golongan benzodiazepine yaitu diazepam (terutama midazolam). Golongan alpha-2 agonis (klonidin) juga sering digunakan sebagai premedikasi peroral pada pediatrik di beberapa negara (Fazi dkk,2001), di Indonesia preparat klonidin masih jarang digunakan. Diazepam sebagai premedikasi peroral pada pediatrik mulai jarang digunakan karena dikhawatirkan memiliki efek depresi nafas. Walaupun diazepam memiliki efek sedasi yang adekuat, tetapi tidak dapat mencegah respons hemodinamik selama tindakan anestesi dan pembedahan. Nascimento dkk, 2007 dalam penelitiannya menyimpulkan klonidin dan diazepam sebagai premedikasi memiliki efek yang sama terhadap tekanan darah, denyut jantung dan level sedasi. Sedangkan Malde dkk, 2006 menyimpulkan premedikasi oral klonidin lebih baik dalam level sedasi, stabilitas tekanan darah dan detak jantung, dan penurunan kebutuhan obat analgetik/opioid setelah operasi, dibandingkan dengan premedikasi oral

17 diazepam. Menurut Hackmann dkk, 2003 klonidin peroral sangat baik digunakan sebagai obat tambahan/premedikasi dalam tehnik hipotensi kendali pada operasi oromaxillofacial pada anak-anak. Dari penelitian diatas, terdapat perbedaan hasil antara klonidin dan diazepam sebagai premedikasi pada operasi pediatrik. Penelitian ini mencoba membandingkan efek sedasi/anti-cemas pr-eoperasi dan stabilitas respons hemodinamik selama operasi antara klonidin dan diazepam peroral sebagai premedikasi pada pediatrik yang akan menjalani operasi. B. Rumusan Masalah Apakah ada perbedaan level sedasi dan stabilitas respons hemodinamik (fluktuasi denyut jantung) pada pemberian premedikasi klonidin 4 g/kgbb dan diazepam 0.2mg/kgBB peroral pada pediatrik yang menjalani operasi? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Membandingkan perbedaan level sedasi dan stabilitas respons hemodinamik pada pemberian premedikasi klonidin dan diazepam peroral pada pediatrik yang menjalani operasi. 2. Tujuan Khusus a. Menganalisa perbedaan efek premedikasi klonidin dan diazepam peroral terhadap level sedasi dan respons hemodinamik pada pediatrik yang menjalani operasi.

18 b. Memberikan alternatif obat premedikasi peroral pada pediatrik. D. Manfaat Penelitian 1. Aspek Teoritik Sebagai bukti ilmiah perbedaan premedikasi klonidin dan diazepam peroral terhadap level sedasi dan stabilitas hemodinamik pada pediatrik yang menjalani operasi. 2. Aspek Aplikatif Sebagai alternatif obat-obat yang dapat digunakan sebagai premedikasi pada pediatrik untuk mendapatkan level sedasi yang adekuat dan stabilitas hemodinamik selama operasi pada pediatrik. 3. Aspek Kedokteran Keluarga Memberikan wacana mengenai perbedaan efek premedikasi clonidine dan diazepam peroral terhadap level sedasi dan stabilitas hemodinamik pada pediatrik yang menjalani operasi.

19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Premedikasi Premedikasi merujuk pada pemberian obat-obatan pada periode 1-2 jam sebelum induksi anestesi dilakukan. Hal ini bukan sesuatu yang rutin dilakukan pada persiapan preoperasi, tetapi pemberian premedikasi harus dipertimbangkan setelah faktor-faktor yang berhubungan untuk diberikan premedikasi dapat diidentifikasi (Soenarjo dkk, 2010). Secara umum tujuan dari premedikasi adalah sebagai berikut : a. Menghilangkan kecemasan dan ketakutan. Pasien yang akan dilakukan pembedahan mempunyai insidensi kecemasan yang tinggi dan kecemasan berhubungan dengan kelancaran saat dilakukan induksi anestesi. Penghilangan kecemasan yang efektif dilakukan dengan cara non farmakologis yaitu dengan psikoterapi. Penderita diberikan penjelasan tentang segala hal yang akan dilakukan selama tindakan anestesi dan bedah. Pada beberapa pasien, meskipun telah diberikan penjelasan tetapi kecemasan dan ketakutan tetap saja terjadi. Pada kondisi ini, pasien memerlukan obat-obatan ansiolitik seperti benzodiazepin yang terbukti efektif untuk menghilangkan kecemasan. b. Untuk mengurangi sekresi glandula yang ada di faring dan bronkial, dengan memberikan obat antikolinergik. Pemberian obat antikolinergik

20 disarankan pada pasien yang akan dilakukan intubasi fiberoptik secara sadar atau sebelum pemberian ketamin. c. Memperkuat efek hipnotik dari agen-agen anestesi umum. Beberapa obatobatan seperti barbiturat atau opioid menghasilkan sedasi dan dapat mengurangi dosis obat anestesi umum dan obat inhalasi. d. Mengurangi mual muntah pasca operasi. Mual muntah sering terjadi setelah dilakukan tindakan anestesi. Hal ini disebabkan oleh pemberian obat opioid selama dan setelah tindakan anestesi dan bedah. Biasanya obat anti mual-muntah diberikan sebagai premedikasi. Tetapi lebih efektif jika diberikan intravena selama penderita teranestesi. e. Menimbulkan amnesia. Pada beberapa keadaan, terutama pada pasien pediatrik, perlu dibuat suatu keadaan amnesia selama periode perioperasi oleh karena pengalaman yang tidak menyenangkan selama tindakan anestesi dan pembedahan. Anterograde amnesia (hilangnya ingatan dari segala kejadian setelah pemberian obat) dapat dihasilkan oleh obat golongan benzodiazepin seperti midazolam, lorazepam atau diazepam. f. Mengurangi volume dan meningkatkan keasaman isi lambung. Pasien yang beresiko untuk terjadinya muntah dan regurgitasi (misalnya pada pasien darurat dengan lambung penuh, atau pasien elektif dengan hernia hiatus), perlu dipertimbangkan untuk pengosongan lambung dan peningkatan ph isi lambung. Pengosongan lambung dapat diperkuat dengan pemberian metoklorpramid yang juga mempunyai efek anti

21 muntah. Peningkatan ph dapat diberikan obat H 2 antagonis dan proton pump inhibitor. g. Menghindari terjadinya refleks vagal. Premedikasi dengan menggunakan antikolinergik dapat dipertimbangkan pada keadaan khusus yang memicu terjadinya vagal refleks. h. Membatasi respons simpatoadrenal. Saat induksi anestesi dan tindakan laringoscopi intubasi merangsang peningkatan aktifitas simpatoadrenal, yang ditandai dengan takhikardi, hipertensi dan peningkatan konsentrasi katekolamin plasma. Keadaan ini berbahaya pada pasien sehat dan dapat berakibat fatal bagi penderita terutama dengan kelainan jantung. Untuk mencegahnya diberikan premedikasi -bloker atau klonidin. (Soenarjo dkk, 2010)(Barash dkk, 2006) 2. Level Sedasi Mekanisme tidur/sedasi belum diketahui secara pasti. Beberapa teori yang diduga berhubungan dengan tidur adalah kadar serotonin, tetapi belum dapat menjelaskan secara pasti mekanisme sedasi. Penjelasan yang mungkin tentang sedasi adalah siklus penguatan dan penekanan eksitabilitas saraf yang menyertai siklus siaga dan tidur. Saat siaga terjadi peningkatan aktivitas impuls simpatis, sebaliknya saat tidur aktivitas simpatis menurun dan aktivitas parasimpatisnya meningkat. Aktivitas parasimpatis yang meningkat berhubungan dengan tidur yang

22 Klonidin mempunyai efek menurunkan aktivitas simpatis dan meningkatkan aktivitas parasimpatis, hal ini yang menjelaskan klonidin dapat menyebabkan sedasi (Nascimento dkk, 2007). Diazepam bekerja meningkatkan kemampuan reseptor untuk mengikat GABA, sehingga reseptor GABA (neurotransmitter inhibitor) akan meningkat dan membuka chanel klorida, yang akan meningkatkan konduksi dari ion klor. Hal ini menyebabkan terjadinya hyperpolarisasi dari membran sel pascasinaps dan menyebabkan neuron semakin resisten terhadap rangsang eksitasi. Resistensi terhadap eksitasi inilah yang menyebabkan terjadinya sedasi (Stoelting dkk, 2006). Untuk mengukur level sedasi sering digunakan skala sedasi dari Ramsay dkk, (Ramsay score) sebagai berikut : 1. Cemas, gelisah, restless 2. Kooperatif, tenang, menerima bantuan nafas 3. Mengantuk, tapi respon terhadap perintah 4. Tidur, respons cepat terhadap suara atau ketukan glabella 5. Tidur, respons lambat terhadap suara atau ketukan glabella 3. Respons Hemodinamik Respons hemodinamik yang berlebih akibat tindakan anestesi (laringoskopi intubasi) dan tindakan pembedahan harus dihindari terutama pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler yang telah ada sebelumnya (Marquez dkk, 2009).

23 Intubasi endotrakeal merupakan salah satu prosedur rutin pada anestesi umum, namun tidak semua anestesi umum harus dilakukan intubasi sebelumnya karena tindakan ini memiliki resiko yang sangat tinggi (Henderson, 2010). Intubasi dilakukan dengan tujuan memberikan proteksi dan menjadi akses jalan nafas. Secara umum, intubasi diindikasikan pada pasien dengan resiko aspirasi, operasi pada tubuh bagian atas (kepala dan leher) dan pada pasien pediatrik yang tidak kooperatif (Morgan dkk, 2006). Tindakan laringoskopi intubasi oleh tubuh diterjemahkan sebagai stimulus nyeri yang memicu respons pada sistem kardiovaskuler, respirasi dan sistem fisiologis lainnya. Tindakan laringoskopi intubasi dalam waktu yang lama harus dihindari serta pengawasan hemodinamik selama tindakan harus dilakukan secara ketat (Atlee dkk, 2007). Peningkatan tekanan darah dan denyut jantung dimulai pada 5 detik setelah laringoskopi, mencapai puncak pada 1 2 menit kemudian, dan kembali pada tekanan darah awal dalam 5 menit. Perubahan hemodinamik ini dapat memicu timbulnya iskemia dan infark miokard, terutama pada pasien dengan penyakit jantung (Clancy dkk, 2002). Pendekatan teknik yang digunakan untuk menurunkan respons kardiovaskuler terhadap intubasi salah satunya adalah pendekatan obat, yaitu dengan melakukan pemilihan obat yang memiliki mekanisme kerja pada sistem kardiovaskuler. Obat kardiovaskuler yang poten menurunkan

24 tekanan darah dan denyut jantung dapat membatasi peningkatan tekanan darah akibat laringoskopi intubasi (Clancy dkk, 2002). Stimulus nyeri, tindakan laringoskopi intubasi memberikan sinyal neuronal (neuroendokrin) dan sitokin (sistem imun) untuk mengaktivasi nukleus paraventrikuler hipotalamus yang kemudian memproduksi hypothalamic releasing factor (HRF). Peningkatan HRF menstimulasi pituitari sehingga melepaskan vasopresin, hormon pertumbuhan, prolaktin dan propiomelanokortin. Propiomelanokortin dimetabolisme menjadi hormon adrenokortikotropin (ACTH), yang akan menstimulasi sekresi kortikosteroid dan endorfin. Perubahan pada keseimbangan saraf autonom menjelaskan terjadinya peningkatan tekanan darah dan denyut jantung saat laringoskopi intubasi (Frinzen dkk, 2006). 4. Klonidin Kl -2 parsial dengan tempat kerja di sentral sebagai simpatolitik dan di cornu dorsalis medula spinalis bekerja sebagai analgetik tetapi tidak sekuat opioid. Klonidin -2 di batang otak, dengan efek menurunkan outflow simpatis dan terjadi penurunan tahanan perifer, tahanan pembuluh ginjal, nadi, dan tekanan darah. Aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus sedikit terpengaruh (Stoelting, 2006). Pada penelitian Nader dkk, 2001 menyatakan bahwa pemberian -

25 umpan balik negatif norepinfrin dan epinefrin plasma yang timbul saat terjadi stres. Gambar 2.1 Struktur kimia molekul klonidin Klonidin menghasilkan stabilitas kardiovaskuler melalui aktivitas simpatolitiknya. Klonidin mendepresi respons stres yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatis dengan menurunkan respons simpatoadrenal dan mencegah gejolak kardiovaskuler yang ditimbulkan oleh trauma pembedahan (Golubovska, 2008). Klonidin menekan secara sentral aktivitas saraf simpatis dan mengurangi respons hemodinamik dan katekolamin plasma (norepinefrin dan epinefrin) akibat stres. Penekanan respons stres simpatoadrenal merupakan tujuan penting bagi anestesiolog untuk mengurangi efek samping tindakan operasi (Yazbek Karam dan Aouad, 2006). 2 berdasarkan anatomi sangat kompleks. 2 dibagi ke dalam 3 sub tipe, dan masing masing menghasilkan efek yang berbeda (Kaymak dkk, 2008). 1. Sub tipe A, ditemukan pada sistem saraf pusat, bertanggung jawab terhadap efek sedatif, analgesia dan simpatolitik dan merupakan inhibitor terhadap saluran kalsium pada lokus ceruleus batang otak.

26 2. Sub tipe B, ditemukan pada pembuluh darah perifer, bertanggung jawab terhadap respons hipertensif sesaat melalui mekanisme efektor yang sama dengan sub tipe A. 3. Sub tipe C, ditemukan pada sistem saraf pusat, bertanggung jawab terhadap efek ansiolitik (Yazbek Karam dan Aouad, 2006). Alfa 2 adrenoseptor banyak ditemukan pada sistem saraf pusat, dengan konsentrasi tertinggi didapatkan pada lokus ceruleus, nuklei noradrenergik predominan di batang otak dan merupakan modulator penting dari tingkat kewaspadaan. Aktivasi presinaps reseptor sub tipe 2A di lokus ceruleus akan menyebabkan penghambatan pelepasan norepinefrin dan menghasilkan efek sedatif dan hipnotik. Lokus ceruleus merupakan asal dari jalur descenden noradrenergik medullospinal yang diketahui sebagai modulator penting neurotransmiter nosiseptif. Stimulasi pada area ini akan menghentikan sinyal nyeri dan menghasilkan analgesia. Pada level medulla spinalis, stimulasi reseptor 2 pada substansia gelatinosa cornu dorsalis menyebabkan terjadinya penghambatan neuron nosiseptif dan menghambat pelepasan substansi P. Pada akhiran saraf, mekanisme analgesia melalui pencegahan pelepasan 2 yang terdapat di pembuluh darah memediasi terjadinya vasokonstriksi, dan pada terminal simpatis, menghambat pelepasan norepinefrin (Kaymak dkk, 2008). Sebagai premedikasi per oral klonidin dapat menurunkan aktivitas simpatis dan meningkatkan aktivitas parasimpatis, hal ini menjelaskan

27 klonidin dapat menurunkan detak jantung, tekanan darah, metabolisme sistemik, kontraktilitas otot jantung, dan tahanan pembuluh darah sistemik. Semua efek tersebut menghasilkan penurunan konsumsi oksigen oleh otot jantung yang berpengaruh terutama pada pasien dengan penyakit jantung koroner (Nascimento dkk, 2007). Klonidin selain sebagai obat anti hipertensi, digunakan juga sebagai obat anti cemas dan sedatif, penggunaan bersama opioid dan obat-obat anestesi, dan mengurangi respons hemodinamik saat tindakan anestesi dan pembedahan. Karena efek tersebut klonidin mulai sering digunakan dalam praktek klinis anestesi sebagai obat tambahan yang memberikan efek klinis yang lebih baik dengan obat-obat anestesi. Efek klonidin terhadap stabilitas respons hemodinamik mencakup stabilisasi rata-rata tekanan darah, fluktuasi detak jantung dan menurunkan konsumsi oksigen. Kondisi stabilitas respons hemodinamik akan menurunkan resiko buruk akibat tindakan anestesi dan pembedahan. Premedikasi klonidine peroral memberikan efek sedasi yang adekuat tanpa menyebabkan depresi nafas (Gregoretti dkk, 2009). Dosis klonidin sebagai premedikasi oral adalah 4 mcg/kgbb dan untuk pemberian perectal 5 mcg/kgbb memberikan efek sedasi yang adekuat. Onset sedasi klonidin menit (Basker dkk, 2009). 5. Diazepam Diazepam merupakan salah satu obat yang termasuk dalam golongan benzodiazepin. Benzodiazepin adalah obat yang memilki efek

28 farmakologis, yaitu anxiolitik, sedasi, anti konvulsan, relaksasi otot yang dimediasi sumsum tulang belakang, dan anterograde amnesia. Efek amnesia dari benzodiazepine lebih besar dari efek sedasinya. Memori tidak akan dihapus oleh benzodiazepine. Penggunaan benzodiazepines sangat penting terutama untuk mengatasi anxietas dan pengobatan insomnia. Karena efek tersebut benzodiazepin/diazepam sering dipakai untuk mengganti barbiturat untuk preoperatif dan menghasilkan sedasi dalam pada rumatan anestesi (Barash dkk, 2006). Benzodiazepin menghasilkan efek farmakologis melalui gammaaminobutirat (GABA), salah satu penghambat neurotransmitter di sistem saraf pusat. Benzodiazepin tidak mengaktivasi reseptor GABA namun meningkatkan kemampuan reseptor untuk mengikat GABA. Sebagai hasilnya, reseptor GABA akan meningkat kemampuannya untuk neurotransmitter inhibitor, sehingga akan membuka chanel dari klorida, yang akan meningkatkan konduksi dari ion klor, sehingga akan menyebabkan hyperpolarisasi dari membrane sel pascasinaps dan menyebabkan neuron semakin resisten terhadap rangsang eksitasi. Resistensi terhadap eksitasi inilah yang menyebabkan terjadinya anxyolitik, sedasi, anterograde amnesia, potensiasi alcohol, anti konvulsan serta efek pelemas otot (Stoelting dkk, 2006). Sepertinya efek sedasi dari benzodiazepin disebabkan karena aktifasi subunit alpha-1 oleh reseptor GABA dimana efek anxiolitis disebabkan karena subunit alpha-2. Alpha-1 mengandung reseptor

29 GABAa sebagai subtipe reseptor yang paling banyak (korteks serebral, cortex cerebelum, dan thalamus) dengan jumlah kira-kira 60% dari reseptor GABA. Subunit alpha-2 lebih sedikit jumlahnya dan terdapat terutama pada hipokampus, dan nucleus amygdale. Distribusi anatomi ini menggambarkan efek minimal dari obat ini di luar SSP (efek sirkulasi yang minimal) (Stoelting dkk, 2006). Diazepam diabsorpsi cepat dari saluran pencernaan setelah pemberian peroral, yang akan mencapai konsentrasi puncak setelah 1 jam pada orang dewasa namun pada pediatrik dapat mencapai menit. Pengambilan kembali secara cepat pada otak akan diikuti dengan distribusi kembali pada jaringan yang tidak aktif seperti lemak, hal ini karena diazepam sangat tidak larut dalam lemak (Stoelting dkk, 2006). Diazepam terutama akan dimetabolisir oleh enzim mikrosomal hepar dengan jalur oksidatif dari N-dimethilasi. Dua hasil metabolit utama dari diazepam adalah desmethyldiazepam dan oxasepam dan juga sedikit hasil temazepam. Desmethyldiazepam dimetabolis lebih lambat daripada oxazepam dan hanya sedikit kurang poten dibanding dengan diazepam. Oleh karena itu hasil metabolit ini akan berkontribusi pada efek ngantuk 6-8 jam pasca pemberian diazepam (Stoelting dkk, 2006). Sirosis hepatis akan menyebabkan waktu paruh eliminasi dari diazepam menjadi 5 kali lebih lama. Selain itu waktu paruh eliminasi juga akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur, yang juga akan meningkatkan sensitifitas pasien tesebut terhadap efek sedasi.

30 Perpanjangan waktu paruh eliminasi dari diazaepam pada pasien sirosis hepatis dikarenakan terjadinya pengurangan dari ikatan proten dengan obat yang akan menyebabkan volume distribusi akan semakin meningkat. Selain itu klirens hepar terhadap diazepam juga akan berkurang yang mencerminkan menurunnya arus darah pada hepar sebagai karakteristik dari sirosis hepatis (Stoelting dkk, 2006). Diazepam seperti benzodiazepine lain menghasilkan efek minimal pada ventilasi dan juga sirkulasi sistemik. Fungsi hepar dan ginjal tidak akan terganggu. Diazepam tidak akan meningkatkan efek nausea dan muntah. Tidak ada perubahan pada konestrasi plasma oleh hormon yang dilepaskan akibat stress seperti katekolamin, kortisol dan arginin (Stoelting dkk, 2006). Diazepam yang diberikan dengan dosis 0,5-1 mg/kg IV untuk induksi anestesi akan menghasilkan penurunan dari tekanan darah sistemik, kardiak output dan tahanan pembuluh darah perifer yang sama besarnya pada pasien yang tidur secara alami. Ada depresi pada respon denyut jantung yang dikaitkan dengan baroreseptor lebih rendah dibandingkan dengan depresi yang disebabkan oleh zat inhalasi anestesi. Pada pasien dengan peningkatan tekanan akhir diastolic, diazepam dosis ringan akan menybabkan penurunan tekanan ini. Diazepam sepertinya tidak memberikan efek langsung pada sistem saraf simpatis, dan tidak menyebabkan hipotensi ortostatik (Barash dkk, 2006).

31 Insidens dan besar dari penurunan tekanan darah yang dihasilkan diazepam, sepertinya lebih rendah dibandingkan dengan pemberian barbitruat yang diberikan secara intravena pada induksi anesthesia. Sehingga terkadang pasien akan mengalami hipotensi yang tidak terduga bahkan dengan pemberian diazepam dosis rendah (Barash dkk, 2006). Diazepam sebagai premedikasi peroral pada pasien pediatrik digunakan dosis 0,2-0,3 mg/kgbb, dapat memberikan efek sedasi dan ansiolitik yang adekuat (Barash dkk, 2006). B. Kerangka Konsep PEDIATRIK PREOPERASI PREMED. KLONIDIN Hipnotik-sedatif Anxiolitik Simpatolitik Stabilitas hemodinamik Ansietas Trauma Psikis Berpisah dari orangtua Preoperative Crying PREMED. DIAZEPAM Hipnotik-sedatif Anxiolitik Anti konvulsan Anterograde amnesia LEVEL SEDASI Stres Operasi : Laringoskopi Intubasi ETT Tindakan Bedah RESPON HEMODINAMIK (HR) EFEK SAMPING Gambar 2.2 Kerangka Konsep

32 C. Hipotesis Penelitian Pemberian premedikasi oral klonidin 4 µg/kgbb memiliki efek sedasi dan respon hemodinamik yang lebih baik dibanding dengan oral diazepam 0,2 mg/ kgbb.

33 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Februari-Maret B. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan uji klinik tahap III dengan randomized controlled trial, double blind, membandingkan pemberian premedikasi peroral klonidin 4 mcg/kgbb dan diazepam 0,2 mg/kgbb pada operasi pasien pediatrik. C. Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah pasien bedah pediatrik usia 2 12 tahun dengan status fisik ASA I II, yang menjalani operasi dengan anestesi umum intubasi endotrakeal dan setuju dilakukan tindakan anestesi dan pembedahan. D. Data dan Sampel Penelitian Sampel penelitian adalah pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data didapat dari wawancara langsung dengan pasien dan atau orang tua pasien, catatan medis dan hasil pemeriksaan langsung. 1. Kriteria Inklusi a. Usia 2 12 tahun.

34 b. Status fisik ASA I II dengan kelas Mallampati I II. c. Jenis operasi elektif dengan anestesi umum intubasi endotrakeal. d. Setuju dilakukan tindakan anestesi dan pembedahan. 2. Kriteria Eksklusi a. Riwayat hipersensitif dengan pengobatan klonidin atau diazepam. b. Tindakan laringoskopi intubasi lebih dari 60 detik. c. Terjadi efek samping yang memerlukan intervensi lain. 3. Besar Sampel Open Epi dengan dasar hasil penelitian Malde dkk, 2006 dengan judul Oral Clonidine in Children : Efficacy as Premedicant and Post Analgesic as Compared to Diazepam, didapatkan mean level sedasi kelompok clonidine adalah 2.77 ± 0.42 dan kelompok diazepam 2.08 ± 0.57 berbeda signifikan, dengan interval kepercayaan 95%, kuasa penelitian 80%, didapatkan hasil besar sampel untuk masing masing kelompok adalah 9 pasien (Lampiran.5). Rumus ukuran sampel lain yang sering digunakan adalah dengan menguji hipotesis satu sisi tentang beda mean dari dua populasi : n = 2 merupakan varians populasi yang tidak diketahui nilai nya, tetapi dapat diperkirakan dari studi awal menggunakan s p 2. Sedang µ1 µ2 merupakan beda mean yang diperkirakan.

35 s p 2 = (Murti, 2010) Dari hasil perhitungan tersebut, didapatkan jumlah sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah 9 sampel tiap kelompok. Dari perhitungan ukuran sampel, diambil kesimpulan bahwa jumlah sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah 18 sampel. E. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas Klonidin 4 g/kgbb Diazepam 0.2 mg/kgbb 2. Variabel Tergantung Level Sedasi Respons Hemodinamik (HR-0, HR-1, HR-2, HR-3, HR-4,RH5) F. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Pemberian Klonidin Peroral Klonidin dipersiapkan sesuai dengan kebutuhan berdasarkan berat badan dengan dosis 4 µg/kgbb peroral. Skala pengukuran : kontinu 2. Pemberian Diazepam Peroral Diazepam dipersiapkan sesuai dengan kebutuhan berdasarkan berat badan dengan dosis 0,2 mg/kgbb peroral.

36 Skala pengukuran : kontinu 3. Level Sedasi Level sedasi dinilai dengan skala Ramsay. Level sedasi dinilai menit setelah minum obat, sesaat sebelum masuk ruang operasi. Skala pengukuran : kategorikal 4. Respons Hemodinamik Respons hemodinamik yang diukur : 1. Detak jantung awal sebelum minum obat (HR-0) 2. Detak jantung menit setelah minum obat (HR-1) 3. Detak jantung sesaat setelah laringoskopi intubasi (HR-2) 4. Detak jantung 2 dan 5 menit setelah laringoskopi intubasi (HR-3, HR-4) 5. Detak jantung 1 menit setelah incisi kulit/mulai operasi. (HR-5) Alat ukur : monitor EKG Skala pengukuran : kontinu

37 G. Alur Penelitian Populasi Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi Sampel Kelompok Klonidin Randomisasi Data Dasar Denyut jantung (HR0) Kelompok Diazepam Klonidin 4 µg/ kg BB Level Sedasi (LS) (HR1) Diazepam 0.2 mg/kgbb Induksi Laringoskopi dan Intubasi Menit ke 1 Menit ke 3 Menit ke 5 Menit 1-Incisi (HR2) (HR3) (HR4) (HR5) Uji Hipotesis Kesimpulan Gambar 3.1 Alur Penelitian

38 H. Alat dan Obat 1. Peralatan a. Laringoskop dan tabung endotrakeal yang sesuai ukuran masing masing pasien. b. Tabung oropharyngeal yang sesuai ukuran masing masing pasien. c. Mesin anestesi dengan vaporizer halotan. d. Bedside monitor (Non invasif : tekanan darah, denyut jantung, saturasi O 2, elektrokardiografi). e. Infus set transfusi. f. Kateter intravena Gauge. g. Klep tiga jalur dan tabung pemanjang. h. Timbangan berat badan. 2. Obat a. Cairan infus NaCl 0,9%, dan Dextrosa 1/2NS, Ringer Laktat. b. Anestesi inhalasi halotan. c. Valisanbe TM tablet 5 mg, dibuat puyer untuk sirup. d. Cattapres TM tablet 100 mg, dibuat puyer untuk sirup. e. Ketamin 1% injeksi. f. Atrakurium injeksi, kemasan ampul 50mg 5 ml. g. Sulfas atropin injeksi, 0,25 mg 1 ml. I. Etika Penelitian Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan ijin dari Komite Etik RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Komite Etik melakukan pengkajian dan

39 setuju untuk dilakukan penelitian dengan prinsip tidak melanggar etika praktek kedokteran dan tidak bertentangan dengan etika penelitian pada manusia. Penelitian dilakukan dengan persetujuan dari pasien atau keluarga dengan cara menandatangani surat persetujuan operasi yang diajukan oleh peneliti, setelah sebelumnya mendapat penjelasan mengenai tujuan, risiko, alternatif tindakan yang akan dilakukan, prognosis, dan manfaat dari prosedur yang akan dilakukan. J. Analisis Data Data yang didapat dilakukan analisis dengan program SPSS 17 for Windows. Dilakukan pencarian nilai rerata dari data demografi variabel. Perbandingan variabel pada masing masing kelompok akan dianalisa menggunakan uji Mann-Whitney untuk data peringkat atau ordinal, sedangkan untuk data kontinu menggunakan uji t-independen.

40 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini membandingkan penggunaan premedikasi peroral antara klonidin 4 g/kgbb dan diazepam 0,2 mg/kgbb terhadap level sedasi dan respons hemodinamik (detak jantung) pada pasien pediatrik. Penelitian dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Komite Etik RS Dr Moewardi Surakarta, terhadap 18 pasien yang dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok klonidin dan kelompok diazepam, yang mendapatkan terapi standar anestesi bedah pediatrik ditambah premedikasi peroral klonidin dan diazepam. 1. Karakteristik Umum Variabel Penelitian Karakteristik sampel penelitian meliputi jenis kelamin, umur (tahun), berat badan (kg), status fisik ASA, diagnosa, malampati dan data heart rate awal/hr-0 (baseline). Data sampel dibedakan menurut skala kontinu dan skala kategorik. Skala kontinu dilakukan uji Mann-Whitney dan skala kategorik dilakukan uji Chi-Square. Deskripsi sampel berdasarkan kelompok klonidin dan kelompok diazepam digambarkan pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2. Tabel 4.1 Karakteristik sampel (data kontinu) Variabel Klonidin Diazepam Mannn Mean SD n Mean SD Whitney Umur (tahun) 9 7,56 ± 3,43 9 7,72 ± 2, Berat Badan (kg) 9 23,44 ± 8, ,11 ± 7, HR awal (x/mnt) 9 115,00 ± 8, ,00 ± 8, Sumber : data primer, 2012, diolah P 0,790 0,929 0,353

41 Gambar 4.1 Jumlah sampel menurut umur kelompok klonidin dan diazepam Tabel 4.2 Karakteristik sampel (data kategorikal) Variabel Klonidin Diazepam n % n % Jenis Kelamin L 4 44, ,60 P 5 55, ,40 Total 9 100, ,00 Status ASA 1 2 Total Malampati 1 2 Total ,40 55,60 100,00 55,60 44,40 100,00 Diagnosa Total ,70 22,20 0,00 11,10 100,00 Sumber : data primer, 2012, diolah ,30 66,70 100,00 44,40 55,60 100,00 44,40 44,40 11,10 0,00 100,00 X 2 P 0,22 0,637 0,23 0,629 0,22 0,637 3,07 0,381 Data demorafi di uji statistik untuk melihat perbedaan antara kedua kelompok. Pada uji Mann-Whitney dan Chi-Square menunjukkan sebaran data awal penelitian berbeda tidak bermakna (p>0,05) atau sebaran data kedua kelompok homogen sehingga data penelitian layak diperbandingkan.

42 2. Hasil Analisis Perbandingan Perbandingan variabel pada masing masing kelompok dianalisa menggunakan uji Mann-Whitney untuk data peringkat atau ordinal, untuk data kontinu menggunakan uji t-independen, dan untuk mengetahui perbedaan respons hemodinamik antar waktu pengamatan kedua kelompok digunakan uji t berpasangan. Whitney seperti pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Uji Mann-Whitney tentang perbedaan rerata level sedasi Kelompok n Mean SD Median KLONIDIN 9 3,11 ± 0,60 3,00 DIAZEPAM 9 2,33 ± 0,50 2,00 Data variabel level sedasi kedua kelompok dilakukan uji Mann- Mann- Whitney P ,013 Sumber : data primer, 2012 diolah. Hasil uji Mann-Whitney terhadap data peringkat level sedasi antara kelompok klonidin dan kelompok diazepam didapatkan hasil nilai p=0,013. Terdapat perbedaan level sedasi yang bermakna antar kedua kelompok perlakuan. Kelompok klonidin memberikan level sedasi yang lebih dalam dibandingkan dengan kelompok diazepam. Hasil uji t independen terhadap data respons hemodinamik (detak jantung) pada kelompok klonidin dan diazepam sebelum premedikasi (HR-0), setelah pemberian premedikasi (HR-1), sesaat setelah laringoskopi intubasi (HR-2), dua dan lima menit setelah intubasi (HR-3 dan HR-4), dan sesaat setelah insisi/mulai operasi (HR-5) seperti Tabel. 4.5.

43 Tabel. 4.4 Uji t tentang perbedaan rerata respons hemodinamik pada berbagai waktu pengamatan KELOMPOK N Mean Std. Deviation P HR_0 KLONIDIN 9 115,89 8,207 0,468 DIAZEPAM 9 113,00 8,261 0,468 HR_1 KLONIDIN 9 100,44 11,381 0,099 DIAZEPAM 9 110,22 12,286 0,099 HR_2 KLONIDIN 9 109,44 9,964 0,023 DIAZEPAM 9 121,00 9,513 0,023 HR_3 KLONIDIN 9 107,89 10,006 0,013 DIAZEPAM 9 125,11 15,471 0,014 HR_4 KLONIDIN 9 108,33 10,210 0,001 DIAZEPAM 9 128,33 10,356 0,001 HR_5 KLONIDIN 9 109,11 10,529 0,039 DIAZEPAM 9 125,67 19,468 0,044 Sumber : data primer, 2012, diolah. Hasil uji t-independen terhadap HR-0 sebelum diberikan obat menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p=0,468) antar kedua kelompok perlakuan. Hal ini menunjukan sebelum perlakuan (pemberian premedikasi klonidin atau diazepam) data HR-0 (baseline) berbeda tidak bermakna pada kedua kelompok perlakuan. Setelah pemberian obat juga didapatkan perbedaan tidak bermakna (p=0,099) pada rata-rata HR-1 kedua kelompok perlakuan. Sehingga secara statistik respons hemodinamik kedua kelompok setelah pemberian premedikasi (klonidin dan diazepam), berbeda tidak bermakna. Tidak ada perubahan respons hemodinamik setelah pemberian premedikasi. Data HR-2, HR-3, HR-4 dan HR-5 menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0.05) pada kedua kelompok perlakuan. Perbedaan rata-rata kedua kelompok perlakuan seperti Gambar 4.1.

44 Heart rate kali / menit HR-0 HR-1 HR-2 HR-3 HR-4 HR-5 Waktu pengamatan klonidin diazepam Gambar 4.2 Perbedaaan rerata detak jantung kelompok klonidin dan diazepam menurut waktu pengamatan Dari Gambar 4.1 didapatkan rerata HR lebih stabil pada kelompok klonidin dibanding kelompok diazepam. Efek samping yang diobservasi pada kedua kelompok perlakuan muncul pada kelompok klonidin, yaitu bradikardi seperti pada Tabel 4.4. Tabel. 4.5 Efek samping premedikasi klonidin dan diazepam peroral Efek samping Klonidin Diazepam Bradikardi Depresi nafas Desaturasi Reaksi Alergi Sumber : data primer, 2012 diolah B. Pembahasan Klonidin bekerja secara sentral menghasilkan efek sedasi dengan menekan aktivitas simpatis dan meningkatkan aktivitas parasimpatis (Nacimento dkk, 2007) sedangkan diazepam bekerja dengan meningkatkan kemampuan reseptor untuk mengikat GABA, sehingga reseptor GABA (neurotransmitter inhibitor)

45 akan meningkat dan membuka saluran klorida, yang akan meningkatkan konduksi dari ion klor. Hal ini menyebabkan terjadinya hyperpolarisasi dari membran sel pascasinaps dan menyebabkan neuron semakin resisten terhadap rangsang eksitasi. Resistensi terhadap eksitasi ini menyebabkan efek sedasi dari diazepam (Stoelting dkk, 2006). Dari patofisiologi efek sedasi klonidin dan diazepam, pada penelitian ini, level sedasi lebih dalam dihasilkan oleh klonidin (3,11 ± 0,60) dibanding diazepam (2,33 ± 0,50) dengan nilai p=0,013 (Tabel 4.3). Hasil ini tidak berbeda dengan penelitian Malde dkk, 2006 dimana rerata level sedasi kelompok klonidin lebih tinggi dibanding kelompok diazepam (p<0,05). Setelah pemberian premedikasi klonidin dan diazepam peroral, terdapat perbedaan respons hemodinamik (HR-1) pada kedua kelompok, tetapi secara statistik perbedaan tersebut tidak bermakna dengan nilai p=0,099. (Tabel 4.4). Klonidin sebagai alpha-2 adrenoseptor agonis yang beinteraksi dengan system saraf katekolaminergik yang memodulasi tonus dan refleks kontrol detak jantung serta menurunkan pelepasan norephineprin dari saraf sentral dan perifir sehingga menyebabkan penurunan detak jantung (Raval DL, dkk, 2002). Penurunan detak jantung yang mencolok terjadi pada 2 pasien dalam penelitian ini, dimana penurunan tersebut tidak menyebabkan gangguan hemodinamik lain dan tidak memerlukan tindakan khusus. Tetapi secara statistik penurunan rerata detak jantung antar kedua kelompok secara statistik berbeda tidak bermakna (p>0,05). Hubungan antara HR-1 dibandingkan dengan HR-0 (baseline) pada masing-masing kelompok seperti pada Tabel 4.6.

46 Tabel. 4.6 Uji t tentang rerata respons hemodinamik HR-0 dibanding HR-1 kelompok klonidin dan diazepam KELOMPOK N Mean Std. Deviation P Klonidin HR ,89 8,21 HR ,44 11,38 Diazepam HR ,00 8,26 HR ,22 12,29 Sumber : data primer, 2012, diolah. 0,005 0,249 Pada kelompok klonidin hubungan antara HR-0 (sebelum pemberian premedikasi) dan HR-1 (30-60 menit setelah premedikasi) memberikan beda rerata yang bermakna dengan p=0,005. Sedangkan pada kelompok diazepam antara HR-0 dan HR-1 terdapat perbedaan tidak bermakna dengan nilai p=0,249. Hal ini menjelaskan bahwa efek samping premedikasi klonidin adalah terjadi bradikardi, tetapi kondisi ini tidak memerlukan terapi khusus, tetapi beberapa peneliti menganjurkan pemberian preparat atropin peroral sebelum premedikasi klonidin (Mikawa K dkk,1996). Tindakan laringoskopi intubasi oleh tubuh diterjemahkan sebagai stimulus nyeri yang kemudian memicu respons merugikan pada sistem kardiovaskuler, respirasi dan sistem fisiologis lainnya (Atlee dkk, 2007). Respons hemodinamik yang berlebih harus dihindari pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler yang telah ada sebelumnya (Marquez dkk, 2009). Pada penelitian ini respons hemodinamik setelah tindakan laringoskopi intubasi (HR-2) menunjukkan perbedaan rerata antara kelompok klonidin (109,44 ± 9,964) dan kelompok diazepam (121,00 ± 9,513) yang secara statistik berbeda bermakna dengan nilai p=0,023. Kondisi ini menjelaskan efek klonidin dalam menekan respons hemodinamik lebih baik dibanding diazepam.

47 Hubungan antara HR-2 dibandingkan dengan HR-0 (baseline) pada masing-masing kelompok seperti pada Tabel 4.7. Tabel. 4.7 Uji t tentang rerata respons hemodinamik HR-0 dibanding HR-2 kelompok klonidin dan diazepam KELOMPOK n Mean Std. Deviation P Klonidin HR ,89 8,21 HR ,44 9,96 Diazepam HR ,00 8,26 HR ,00 9,51 Sumber : data primer, 2012, diolah. 0,086 0,001 Pada kelompok klonidin hubungan antara HR-0 (sebelum pemberian premedikasi) (115,89 ± 8,21) dan HR-2 (sesaat setelah laringoskopi intubasi) (109,44 ± 9,96) memberikan beda rerata yang tidak bermakna dengan p=0,086. Sedangkan pada kelompok diazepam antara HR-0 (113,00 ± 8,26) dan HR-2 (121,00 ± 9,51) terdapat perbedaan secara statistik bermakna dengan nilai p=0,001. Kondisi ini menjelaskan pada kelompok klonidin detak jantung awal/hr-0 sebelum perlakuan dibanding dengan sesaat setelah laringoskopi intubasi/hr-2, ada perbedaan rerata detak jantung yang tidak bermakna, atau respons hemodinamik setelah dilakukan laringoskopi intubasi relatif tetap/stabil. Sementara pada kelompok diazepam terdapat beda rerata yang secara statistik bermakna atau terjadi perubahan respons hemodinamik setelah dilakukan tindakan laringoskopi intubasi. Hubungan antara rerata HR-5 (sesaat setelah incisi kulit/mulai operasi) dibandingkan dengan rerata HR-0 (baseline) pada masing-masing kelompok seperti pada Tabel 4.8.

48 Tabel. 4.8 Uji t tentang rerata respons hemodinamik HR-0 dibanding HR-5 kelompok klonidin dan diazepam KELOMPOK n Mean Std. Deviation P Klonidin HR ,89 8,21 HR ,11 10,53 Diazepam HR ,00 8,26 HR ,67 19,47 Sumber : data primer, 2012, diolah. 0,034 0,019 Pada kelompok klonidin hubungan antara HR-0 (sebelum pemberian premedikasi) (115,89 ± 8,21) dan HR-5 (sesaat setelah incisi/mulai operasi) (109,11 ± 10,53) memberikan beda rerata yang secara statistik bermakna dengan p=0,034. Sedangkan pada kelompok diazepam antara HR-0 (113,00 ± 8,26) dan HR-5 (125± 19,47) terdapat beda rerata yang secara statistik bermakna dengan nilai p=0,019. Kondisi ini menjelaskan pada kelompok klonidin, detak jantung awal (HR-0) sebelum perlakuan dibanding dengan sesaat setelah incisi kulit/mulai operasi ada perbedaan rerata detak jantung, demikian juga pada kelompok diazepam terdapat beda rerata yang secara statistik bermakna. Secara keseluruhan selama tindakan anestesi dan bedah menunjukkan respons hemodinamik (HR-2, HR-3, HR-4, HR-5) kelompok klonidin lebih stabil atau respons hemodinamik yang terjadi akibat tindakan anestesi dan bedah lebih minimal dibanding dengan kelompok diazepam (Tabel.4.4 ). Efek samping yang terjadi adalah bradikardi yang terjadi pada 2 pasien kelompok klonidin dan tidak ada efek samping yang muncul pada kelompok diazepam (Tabel 4.5). Bradikardi yang terjadi pada kelompok klonidin tidak memerlukan terapi atau tindakan khusus. Bradikardi yang terjadi juga tidak menyebabkan gangguan perfusi organ dan kembali normal dalam beberapa menit.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang tua. 1 Berdasarkan data pada Agustus 2010, terdapat pasien anak berusia 2-12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak-anak mempunyai kondisi berbeda dengan orang dewasa pada saat pra bedah sebelum masuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan dan anestesi merupakan suatu kondisi yang dapat memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani pembedahan sudah tentunya

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN AJUVAN MIDAZOLAM PADA ANESTESI SPINAL DENGAN BUPIVAKAIN TERHADAP PENCEGAHAN PENINGKATAN KADAR GULA DARAH TESIS

EFEKTIVITAS PEMBERIAN AJUVAN MIDAZOLAM PADA ANESTESI SPINAL DENGAN BUPIVAKAIN TERHADAP PENCEGAHAN PENINGKATAN KADAR GULA DARAH TESIS EFEKTIVITAS PEMBERIAN AJUVAN MIDAZOLAM PADA ANESTESI SPINAL DENGAN BUPIVAKAIN TERHADAP PENCEGAHAN PENINGKATAN KADAR GULA DARAH TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Lebih terperinci

PERBEDAAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROPOFOL 0,5 Mg/KG/BB DENGAN LIDOCAIN 2 Mg/KG/BB DALAM MENCEGAH KEJADIAN SPASME LARING PASCA EKSTUBASI TESIS

PERBEDAAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROPOFOL 0,5 Mg/KG/BB DENGAN LIDOCAIN 2 Mg/KG/BB DALAM MENCEGAH KEJADIAN SPASME LARING PASCA EKSTUBASI TESIS PERBEDAAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROPOFOL 0,5 Mg/KG/BB DENGAN LIDOCAIN 2 Mg/KG/BB DALAM MENCEGAH KEJADIAN SPASME LARING PASCA EKSTUBASI TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi seorang anestesiologis, mahir dalam penatalaksanaan jalan nafas merupakan kemampuan yang sangat penting. Salah satu tindakan manajemen jalan nafas adalah tindakan

Lebih terperinci

PERBEDAAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH ARTERI RERATA ANTARA PENGGUNAAN DIAZEPAM DAN MIDAZOLAM SEBAGAI PREMEDIKASI ANESTESI

PERBEDAAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH ARTERI RERATA ANTARA PENGGUNAAN DIAZEPAM DAN MIDAZOLAM SEBAGAI PREMEDIKASI ANESTESI PERBEDAAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH ARTERI RERATA ANTARA PENGGUNAAN DIAZEPAM DAN MIDAZOLAM SEBAGAI PREMEDIKASI ANESTESI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Melissa Donda

Lebih terperinci

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakhea merupakan hal yang rutin dilakukan pada anastesi umum. Namun tindakan laringoskopi dan intubasi tersebut dapat menimbulkan

Lebih terperinci

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Mempunyai kekhususan karena : Keadaan umum pasien sangat bervariasi (normal sehat menderita penyakit dasar berat) Kelainan bedah yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecemasan Pada Anak-Anak Pembedahan dan anestesi dapat menimbulkan stres emosional pada anak dan orang tua. Hal ini dapat terjadi pada saat preoperatif dan post operatif. Untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian eksperimental quasi yang telah dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya pengaruh obat anti ansietas

Lebih terperinci

PERBANDINGAN RESPON HEMODINAMIK DAN TINGKAT KESADARAN PASCA PEMAKAIAN ISOFLURAN DAN SEVOFLURAN PADA OPERASI MAYOR DI DAERAH ABDOMEN SKRIPSI

PERBANDINGAN RESPON HEMODINAMIK DAN TINGKAT KESADARAN PASCA PEMAKAIAN ISOFLURAN DAN SEVOFLURAN PADA OPERASI MAYOR DI DAERAH ABDOMEN SKRIPSI PERBANDINGAN RESPON HEMODINAMIK DAN TINGKAT KESADARAN PASCA PEMAKAIAN ISOFLURAN DAN SEVOFLURAN PADA OPERASI MAYOR DI DAERAH ABDOMEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

Bagian Anestesesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado

Bagian Anestesesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado PERBANDINGAN LAJU NADI PADA AKHIR INTUBASI YANG MENGGUNAKAN PREMEDIKASI FENTANIL ANTARA 1µg/kgBB DENGAN 2µg/kgBB PADA ANESTESIA UMUM 1 Kasman Ibrahim 2 Iddo Posangi 2 Harold F Tambajong 1 Kandidat Skripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap prosedur pembedahan harus menjalani anestesi dan melalui tahap pasca bedah, maka setiap pasien yang selesai menjalani operasi dengan anestesi umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menstimulasi pengeluaran CRH (Corticotropin Realising Hormone) yang

BAB I PENDAHULUAN. menstimulasi pengeluaran CRH (Corticotropin Realising Hormone) yang digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reaksi tubuh terhadap pembedahan dapat merupakan reaksi yang ringan atau berat, lokal, atau menyeluruh. Reaksi yang menyeluruh ini melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dengan ditemukannya agen inhalasi yang baru, desflurane dan sevoflurane, muncul permasalahan baru yang dikenal dengan agitasi pulih sadar. Agitasi pulih sadar didefinisikan

Lebih terperinci

PENGARUH DEXAMETHASON TERHADAP KADAR IgE SERUM SEBELUM PEMBERIAN ATRAKURIUM SEBAGAI FASILITASI INTUBASI

PENGARUH DEXAMETHASON TERHADAP KADAR IgE SERUM SEBELUM PEMBERIAN ATRAKURIUM SEBAGAI FASILITASI INTUBASI PENGARUH DEXAMETHASON TERHADAP KADAR IgE SERUM SEBELUM PEMBERIAN ATRAKURIUM SEBAGAI FASILITASI INTUBASI TESIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister

Lebih terperinci

PENGARUH SALBUTAMOL TERHADAP KADAR HISTAMIN SERUM SEBELUM PEMBERIAN ATRAKURIUM SEBAGAI FASILITASI INTUBASI TESIS

PENGARUH SALBUTAMOL TERHADAP KADAR HISTAMIN SERUM SEBELUM PEMBERIAN ATRAKURIUM SEBAGAI FASILITASI INTUBASI TESIS PENGARUH SALBUTAMOL TERHADAP KADAR HISTAMIN SERUM SEBELUM PEMBERIAN ATRAKURIUM SEBAGAI FASILITASI INTUBASI TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Kesehatan Program Studi Kedokteran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinik dengan desain Randomized

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinik dengan desain Randomized 20 BAB III METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinik dengan desain Randomized Controlled Trial Double Blind pada pasien yang menjalani operasi elektif sebagai subyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propofol telah digunakan secara luas untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum. Obat ini mempunyai banyak keuntungan seperti mula aksi yang cepat dan pemulihan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PREMEDIKASI ALPRAZOLAM PADA KADAR IL-6 SERUM PASIEN PERIOPERATIF TESIS

PENGARUH PEMBERIAN PREMEDIKASI ALPRAZOLAM PADA KADAR IL-6 SERUM PASIEN PERIOPERATIF TESIS PENGARUH PEMBERIAN PREMEDIKASI ALPRAZOLAM PADA KADAR IL-6 SERUM PASIEN PERIOPERATIF TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Kedokteran Keluarga Oleh: Zainal Abidin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi umum merupakan teknik yang sering dilakukan pada berbagai macam prosedur pembedahan. 1 Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi anestesi. 2 Idealnya induksi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di instalasi rekam medik RSUP dr. Kariadi Semarang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di instalasi rekam medik RSUP dr. Kariadi Semarang, 31 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini merupakan penelitian di bidang Anestesiologi dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di instalasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN MOTIVASI DENGAN

HUBUNGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN MOTIVASI DENGAN digilib.uns.ac.id HUBUNGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN MOTIVASI DENGAN PENCAPAIAN JUMLAH PERTOLONGAN PERSALINAN PADA MAHASISWA SEMESTER VI PRODI D III KEBIDANAN STIKES YARSI SURABAYA TESIS Disusun untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 56 BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional dengan uji kuantitatif analitik yang membandingkan dua kelompok penelitian, yaitu kelompok isofluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap pembedahan, dilakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk baik menghilangkan rasa nyeri yang kemudian disebut dengan anestesi. Dan keadaan hilangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein banyak terkandung dalam kopi, teh, minuman cola, minuman berenergi, coklat, dan bahkan digunakan juga untuk terapi, misalnya pada obatobat stimulan, pereda nyeri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indikasi tindakan seksio sesaria pada wanita hamil berkisar antara 15 sampai 20% dari seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH ANTARA RINGERFUNDIN DAN RINGER

PERBEDAAN PENGARUH ANTARA RINGERFUNDIN DAN RINGER PERBEDAAN PENGARUH ANTARA RINGERFUNDIN DAN RINGER LAKTAT TERHADAP PERUBAHAN ELEKTROLIT (Na, K, Cl) DAN PERBEDAAN ION KUAT PADA OPERASI DENGAN PERDARAHAN TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG SADARI TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP DALAM MELAKUKAN SADARI PADA IBU

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG SADARI TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP DALAM MELAKUKAN SADARI PADA IBU PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG SADARI TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP DALAM MELAKUKAN SADARI PADA IBU TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. B. Tempat Penelitian dilakukan di ICVCU Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta

BAB III METODE PENELITIAN. B. Tempat Penelitian dilakukan di ICVCU Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental dengan metode studi pre dan post, single blind dan randomized control trial (RCT). Pengambilan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, dimulai pada bulan April - Mei 2016. B. Jenis

Lebih terperinci

ANALISIS JALUR FAKTOR PENENTU PERKEMBANGAN ANAK USIA 1-3 TAHUN DI KOTA SALATIGA TESIS

ANALISIS JALUR FAKTOR PENENTU PERKEMBANGAN ANAK USIA 1-3 TAHUN DI KOTA SALATIGA TESIS ANALISIS JALUR FAKTOR PENENTU PERKEMBANGAN ANAK USIA 1-3 TAHUN DI KOTA SALATIGA TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tujuan dari terapi cairan perioperatif adalah menyediakan jumlah cairan yang cukup untuk mempertahankan volume intravaskular yang adekuat agar sistem kardiovaskular

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan nyeri adalah hak dasar manusia tanpa memandang jenis kelamin dan usia. Telah diketahui bahwa transmisi dan persepsi nyeri timbul dan berfungsi sejak kehamilan

Lebih terperinci

PENGARUH DURASI TINDAKAN INTUBASI TERHADAP RATE PRESSURE PRODUCT (RPP) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH DURASI TINDAKAN INTUBASI TERHADAP RATE PRESSURE PRODUCT (RPP) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH i PENGARUH DURASI TINDAKAN INTUBASI TERHADAP RATE PRESSURE PRODUCT (RPP) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN METODE CERAMAH DAN DISKUSI TERHADAP SIKAP TENTANG SADARI DITINJAU DARI PENGETAHUAN TESIS

PERBEDAAN PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN METODE CERAMAH DAN DISKUSI TERHADAP SIKAP TENTANG SADARI DITINJAU DARI PENGETAHUAN TESIS PERBEDAAN PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN METODE CERAMAH DAN DISKUSI TERHADAP SIKAP TENTANG SADARI DITINJAU DARI PENGETAHUAN TESIS Disusun untuk memenuhi sebagai persyaratan Mencapai Derajat Magister Program

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH ANTARA SEVOFLURAN DAN PROPOFOL TERHADAP KADAR PROKALSITONIN PADA PEMELIHARAAN ANESTESI TESIS

PERBEDAAN PENGARUH ANTARA SEVOFLURAN DAN PROPOFOL TERHADAP KADAR PROKALSITONIN PADA PEMELIHARAAN ANESTESI TESIS PERBEDAAN PENGARUH ANTARA SEVOFLURAN DAN PROPOFOL TERHADAP KADAR PROKALSITONIN PADA PEMELIHARAAN ANESTESI TESIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Kedokteran

Lebih terperinci

HUBUNGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH, PREMATUR DAN KEJADIAN IKTERUS DENGAN INFEKSI NEONATORUM DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA TESIS

HUBUNGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH, PREMATUR DAN KEJADIAN IKTERUS DENGAN INFEKSI NEONATORUM DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA TESIS HUBUNGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH, PREMATUR DAN KEJADIAN IKTERUS DENGAN INFEKSI NEONATORUM DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, dimulai pada bulan April - Mei 2016. B. Jenis

Lebih terperinci

OBAT OBAT EMERGENSI. Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt.

OBAT OBAT EMERGENSI. Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt. OBAT OBAT EMERGENSI Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt. PENGERTIAN Obat Obat Emergensi adalah obat obat yang digunakan untuk mengembalikan fungsi sirkulasi dan mengatasi keadaan gawat darurat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proliferatif, dan fase remodeling. Proses-proses tersebut akan dipengaruhi oleh faktor

BAB I PENDAHULUAN. proliferatif, dan fase remodeling. Proses-proses tersebut akan dipengaruhi oleh faktor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh memiliki mekanisme untuk merespon bagian yang mengalami luka. Respon terhadap luka ini terdiri dari proses homeostasis, fase inflamasi, fase proliferatif, dan

Lebih terperinci

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PERBEDAAN PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN METODE CERAMAH DIBANDINGKAN BOOKLET TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA PADA WANITA USIA SUBUR DI KABUPATEN MAGETAN JAWA TIMUR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Anestesi merupakan tahapan yang sangat penting dan strategis pada tindakan pembedahan, karena pembedahan tidak dapat dilakukan bila belum dilaksanakan anestesi. Sejarah membuktikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap sebuah pelumpuh otot yang ideal yang dapat memberikan kondisi intubasi yang ideal dalam durasi

Lebih terperinci

Vera Muharrami, A. Sani P. Nasution, Nazaruddin Umar 1

Vera Muharrami, A. Sani P. Nasution, Nazaruddin Umar 1 Perbandingan Tingkat Sedasi Klonidin Syrup 2 mcg/kgbb dengan Diazepam Syrup 0.4 mg/kgbb sebagai Premedikasi pada Pasien Anak yang Menjalani Pembedahan dengan General Anestesi Vera Muharrami, A. Sani P.

Lebih terperinci

PENGARUHPREMEDIKASI ANESTESIMENGGUNAKAN METHYLPREDNISOLONE 2 MG/ KG BERAT BADAN TERHADAP KADAR LEUKOTRIEN C4 SERUM SEBAGAI INDIKATOR INFLAMASI TESIS

PENGARUHPREMEDIKASI ANESTESIMENGGUNAKAN METHYLPREDNISOLONE 2 MG/ KG BERAT BADAN TERHADAP KADAR LEUKOTRIEN C4 SERUM SEBAGAI INDIKATOR INFLAMASI TESIS PENGARUHPREMEDIKASI ANESTESIMENGGUNAKAN METHYLPREDNISOLONE 2 MG/ KG BERAT BADAN TERHADAP KADAR LEUKOTRIEN C4 SERUM SEBAGAI INDIKATOR INFLAMASI TESIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KUNJUNGAN PELAYANAN ANTENATAL PADA IBU HAMIL MASYARAKAT SAMIN TESIS

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KUNJUNGAN PELAYANAN ANTENATAL PADA IBU HAMIL MASYARAKAT SAMIN TESIS HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KUNJUNGAN PELAYANAN ANTENATAL PADA IBU HAMIL MASYARAKAT SAMIN TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program

Lebih terperinci

TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Kedokteran Keluarga Minat Utama Biomedik

TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Kedokteran Keluarga Minat Utama Biomedik 1 PERBEDAAN PENGARUH PEMBERIAN ERITROMISIN PROFILAKSIS ORAL DOSIS 2 mg/kgbb, 5 mg/kgbb DAN 10 mg/kgbb TERHADAP WAKTU MENCAPAI NUTRISI ENTERAL PENUH PADA BAYI KURANG BULAN TESIS Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Anestesi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen anestesi seperti obat analgesik yang dapat menghilangkan rasa sakit, sementara obat-obat

Lebih terperinci

BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri merupakan masalah yang paling sering menyebabkan pasien mencari perawatan ke rumah sakit. Nyeri tidak melakukan diskriminasi terhadap manusia, nyeri tidak membeda-bedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada pertengahan abad ke 19, mulai diperkenalkan dua penemuan medis sangat penting bagi semua ahli bedah; yaitu anestesi dan antiseptis. Kedua penemuan ini dapt mengurangi

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFIKASI DIRI, KEMANDIRIAN BELAJAR DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA

HUBUNGAN EFIKASI DIRI, KEMANDIRIAN BELAJAR DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA i HUBUNGAN EFIKASI DIRI, KEMANDIRIAN BELAJAR DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang The International Association for The Study of Pain menggambarkan rasa sakit sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan dihubungkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa dekade terakhir ini, namun demikian perkembangan pada

BAB I PENDAHULUAN. beberapa dekade terakhir ini, namun demikian perkembangan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai sensasi yang tidak mengenakkan dan biasanya diikuti oleh pengalaman emosi tertentu

Lebih terperinci

TUGAS 3 SISTEM PORTAL

TUGAS 3 SISTEM PORTAL TUGAS 3 SISTEM PORTAL Fasilitator : Drg. Agnes Frethernety, M.Biomed Nama : Ni Made Yogaswari NIM : FAA 113 032 Kelompok : III Modul Ginjal dan Cairan Tubuh Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN DENGAN

PERBEDAAN PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN DENGAN PERBEDAAN PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN DENGAN LEAFLET DAN CERAMAH TERHADAP SIKAP REMAJA TENTANG PERNIKAHAN DINI DI TINJAU DARI JENIS KELAMIN (DI DESA SUMBERJO JOMBANG) TESIS Untuk Memenuhi Sebagaian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian dilakukan di ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, dimulai pada bulan April - Mei 01. Sample penelitian

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEMANDIRIAN BELAJAR DAN DUKUNGAN ORANG TUA DENGAN PRESTASI BELAJAR ASKEB III SEMESTER III PRODI DIII KEBIDANAN STIKES ICME JOMBANG TESIS

HUBUNGAN KEMANDIRIAN BELAJAR DAN DUKUNGAN ORANG TUA DENGAN PRESTASI BELAJAR ASKEB III SEMESTER III PRODI DIII KEBIDANAN STIKES ICME JOMBANG TESIS HUBUNGAN KEMANDIRIAN BELAJAR DAN DUKUNGAN ORANG TUA DENGAN PRESTASI BELAJAR ASKEB III SEMESTER III PRODI DIII KEBIDANAN STIKES ICME JOMBANG TESIS Untuk Memenuhi Sebagaian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang ilmu Anestesiologi, dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukaninstalasi Bedah Sentral

Lebih terperinci

PENGARUH SELF HELP GROUP TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PADA KEPALA KELUARGA DENGAN PENDERITA DEPRESI TESIS

PENGARUH SELF HELP GROUP TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PADA KEPALA KELUARGA DENGAN PENDERITA DEPRESI TESIS PENGARUH SELF HELP GROUP TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PADA KEPALA KELUARGA DENGAN PENDERITA DEPRESI TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DAN KEMANDIRIAN BELAJAR DENGAN MOTIVASI BELAJAR

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DAN KEMANDIRIAN BELAJAR DENGAN MOTIVASI BELAJAR HUBUNGAN POLA ASUH IBU DAN KEMANDIRIAN BELAJAR DENGAN MOTIVASI BELAJAR TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Kesehatan Magister Kesehatan Program Studi Kedokteran Keluarga

Lebih terperinci

PATOFISIOLOGI ANSIETAS

PATOFISIOLOGI ANSIETAS PATOFISIOLOGI ANSIETAS Faktor Predisposisi (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa : 1. Peristiwa traumatik 2. Konflik emosional 3. Konsep diri terganggu 4. Frustasi 5. Gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003

BAB I PENDAHULUAN. seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penatalaksanaan nyeri akut pascaoperasi merupakan salah satu tantangan seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003 melaporkan bahwa

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Ruang Lingkup, Tempat dan Waktu Penelitian. 2. Ruang lingkup tempat : Laboratorium Biologi Universitas Negeri

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Ruang Lingkup, Tempat dan Waktu Penelitian. 2. Ruang lingkup tempat : Laboratorium Biologi Universitas Negeri BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup, Tempat dan Waktu Penelitian 1. Ruang lingkup keilmuwan : Anestesiologi 2. Ruang lingkup tempat : Laboratorium Biologi Universitas Negeri Semarang 3. Ruang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS TERAPI ALBUMIN EKSTRAK IKAN GABUS MURNI DIBANDING HUMAN

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS TERAPI ALBUMIN EKSTRAK IKAN GABUS MURNI DIBANDING HUMAN PERBANDINGAN EFEKTIVITAS TERAPI ALBUMIN EKSTRAK IKAN GABUS MURNI DIBANDING HUMAN ALBUMIN 20% TERHADAP KADAR ALBUMIN DAN ph DARAH PADA PASIEN HIPOALBUMINEMIA TESIS Untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEDISIPLINAN BELAJAR DAN ADVERSITY

HUBUNGAN ANTARA KEDISIPLINAN BELAJAR DAN ADVERSITY HUBUNGAN ANTARA KEDISIPLINAN BELAJAR DAN ADVERSITY QUOTIENT DENGAN PRESTASI BELAJAR MATA KULIAH KETERAMPILAN DASAR KEBIDANAN II MAHASISWA AKADEMI KEBIDANAN YAPPI SRAGEN TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

PENGARUH ANALGESIA AKUPUNTUR FREKUENSI KOMBINASI TERHADAP ONSET NYERI PASIEN PASCA OPERASI KRURIS TERTUTUP

PENGARUH ANALGESIA AKUPUNTUR FREKUENSI KOMBINASI TERHADAP ONSET NYERI PASIEN PASCA OPERASI KRURIS TERTUTUP PENGARUH ANALGESIA AKUPUNTUR FREKUENSI KOMBINASI TERHADAP ONSET NYERI PASIEN PASCA OPERASI KRURIS TERTUTUP SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh derajat Sarjana Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya MAPPING CONCEPT PENGATURAN SIRKULASI Salah satu prinsip paling mendasar dari sirkulasi adalah kemampuan setiap jaringan untuk mengatur alirannya sesuai dengan kebutuhan metaboliknya. Terbagi ke dalam pengaturan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain uji double blind, randomized controlled clinical trial. 3.2 Tempat Dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Pengumpulan data

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERUBAHAN SATURASI OKSIGEN TERHADAP PEMBERIAN BUPIVACAINE DAN BUPIVACAINE-FENTANYL PADA ANESTESI SPINAL PASIEN SECTIO CAESARIA SKRIPSI

PERBANDINGAN PERUBAHAN SATURASI OKSIGEN TERHADAP PEMBERIAN BUPIVACAINE DAN BUPIVACAINE-FENTANYL PADA ANESTESI SPINAL PASIEN SECTIO CAESARIA SKRIPSI PERBANDINGAN PERUBAHAN SATURASI OKSIGEN TERHADAP PEMBERIAN BUPIVACAINE DAN BUPIVACAINE-FENTANYL PADA ANESTESI SPINAL PASIEN SECTIO CAESARIA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya Nyeri bukan hanya suatu modalitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. eksperimental quasi dengan desain pre post test. Pasien pencabutan gigi di RSGM UMY. { } N = Jumlah subyek yang diperlukan

BAB III METODE PENELITIAN. eksperimental quasi dengan desain pre post test. Pasien pencabutan gigi di RSGM UMY. { } N = Jumlah subyek yang diperlukan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan eksperimental quasi dengan desain pre post test. B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Lebih terperinci

RIWAYAT HIDUP PENELITI. : dr. Haryo Prabowo NIM : Tempat / Lahir : Medan / 26 Desember 1985

RIWAYAT HIDUP PENELITI. : dr. Haryo Prabowo NIM : Tempat / Lahir : Medan / 26 Desember 1985 Lampiran 1 RIWAYAT HIDUP PENELITI Nama : dr. Haryo Prabowo NIM : 107114003 Tempat / Lahir : Medan / 26 Desember 1985 Pekerjaan : Dokter umum Agama : Islam Alamat : Jln. Sentosa Lama gg. Sanun no. 12 Medan

Lebih terperinci

THE AIM OF ANAESTHESIA IS SAFETY THE SAFETY IS AN ACCIDENT PREVENTION, AN ACCIDENT PREVENTION BEGINS WITH A METICULOUS (GOOD) PREOPERATIVE EVALUATION

THE AIM OF ANAESTHESIA IS SAFETY THE SAFETY IS AN ACCIDENT PREVENTION, AN ACCIDENT PREVENTION BEGINS WITH A METICULOUS (GOOD) PREOPERATIVE EVALUATION Pemeriksaan pra bedah (pre operative evaluation) THE AIM OF ANAESTHESIA IS SAFETY THE SAFETY IS AN ACCIDENT PREVENTION, AN ACCIDENT PREVENTION BEGINS WITH A METICULOUS (GOOD) PREOPERATIVE EVALUATION Dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma pada otak. 1 Tindakan

BAB I PENDAHULUAN. manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma pada otak. 1 Tindakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kraniotomi merupakan tindakan bedah yang paling sering dilakukan pada manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma pada otak. 1 Tindakan bedah tersebut bertujuan

Lebih terperinci

Wacana Kesehatan Vol.1, No.1,Juli 2017 HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN PENINGKATAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN PRAOPERASI ELEKTIF DIRUANG BEDAH

Wacana Kesehatan Vol.1, No.1,Juli 2017 HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN PENINGKATAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN PRAOPERASI ELEKTIF DIRUANG BEDAH HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN PENINGKATAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN PRAOPERASI ELEKTIF DIRUANG BEDAH RELATIONSHIP BETWEEN ANXIETY RATE WITH THE IMPROVEMENT OF BLOOD PRESSURE IN PATIENTS OF ELEKTIF

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Anestesiologi. proposal disetujui.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Anestesiologi. proposal disetujui. 1 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Anestesiologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian - Tempat penelitian : Laboratorium Biologi Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propofol adalah obat anestesi intravena yang sangat populer saat ini

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propofol adalah obat anestesi intravena yang sangat populer saat ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propofol adalah obat anestesi intravena yang sangat populer saat ini dikarenakan memiliki waktu mula kerja, durasi dan waktu pulih sadar yang singkat. 1,2 Disamping

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan rata-rata tingkat

BAB V PEMBAHASAN. menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan rata-rata tingkat BAB V PEMBAHASAN A. Tingkat Dismenorea Pada Kelompok Eksperimen Sebelum dan Setelah Diberi Terapi Musik Klasik Mozart Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat dismenorea sebelum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah experimental double blind randomized clinical trial post-test group design. 2. Rancangan Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007 dan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih memerlukan perhatian yang serius. 1 Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan

Lebih terperinci

PENGARUH KETOTIFEN SEBELUM PEMBERIAN ATRAKURIUM SEBAGAI FASILITASI INTUBASI TERHADAP KADAR HISTAMIN SERUM

PENGARUH KETOTIFEN SEBELUM PEMBERIAN ATRAKURIUM SEBAGAI FASILITASI INTUBASI TERHADAP KADAR HISTAMIN SERUM PENGARUH KETOTIFEN SEBELUM PEMBERIAN ATRAKURIUM SEBAGAI FASILITASI INTUBASI TERHADAP KADAR HISTAMIN SERUM TESIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister

Lebih terperinci

HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT. JULAEHA, M.P.H., Apt

HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT. JULAEHA, M.P.H., Apt HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT JULAEHA, M.P.H., Apt FISIONEUROLOGI OBAT SSP Obat SSP menekan / menstimulasi seluruh atau bagian tertentu dari SSP. Jika terdapat penekanan

Lebih terperinci

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013 PENGARUH KEPESERTAAN ASURANSI KESEHATAN DAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN BEROBAT PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPETENSI DOSEN DAN FASILITAS BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA AKADEMI KEBIDANAN ESTU UTOMO BOYOLALI

PENGARUH KOMPETENSI DOSEN DAN FASILITAS BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA AKADEMI KEBIDANAN ESTU UTOMO BOYOLALI PENGARUH KOMPETENSI DOSEN DAN FASILITAS BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA AKADEMI KEBIDANAN ESTU UTOMO BOYOLALI TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang keilmuan Obstetri dan Ginekologi.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang keilmuan Obstetri dan Ginekologi. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang keilmuan Obstetri dan Ginekologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini bertempat di Instalasi Rekam Medik

Lebih terperinci

HUBUNGAN PEMBERIAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) DENGAN KADAR ASAM URAT SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

HUBUNGAN PEMBERIAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) DENGAN KADAR ASAM URAT SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran HUBUNGAN PEMBERIAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) DENGAN KADAR ASAM URAT SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Ivan Setiawan G0010105 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

TESIS. Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister. Program Studi Kedokteran Keluarga. Minat Utama Ilmu Biomedik

TESIS. Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister. Program Studi Kedokteran Keluarga. Minat Utama Ilmu Biomedik PERBEDAAN DISPERSI GELOMBANG P ELEKTROKARDIOGRAFI PADA TALASEMIA MAYOR DAN BUKAN TALASEMIA MAYOR TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Kedokteran Keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. subarachnoid sehingga bercampur dengan liquor cerebrospinalis (LCS) untuk mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. subarachnoid sehingga bercampur dengan liquor cerebrospinalis (LCS) untuk mendapatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anestesi spinal merupakan teknik anestesi regional yang paling sederhana dan paling efektif. Anestesi spinal dilakukan dengan memasukkan obat anestesi lokal ke dalam

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH PREVALENSI KEJADIAN PONV PADA PEMBERIAN MORFIN SEBAGAI ANALGETIK PASCA OPERASI PENDERITA TUMOR PAYUDARA DENGAN ANESTESI UMUM DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan gelisah dengan sesuatu yang dialaminya (Candido et al. 2014).

BAB I PENDAHULUAN. dan gelisah dengan sesuatu yang dialaminya (Candido et al. 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cemas adalah fenomena dimana seseorang merasa tegang, takut dan gelisah dengan sesuatu yang dialaminya (Candido et al. 2014). Kecemasan dental adalah masalah

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TTW DAN KONVENSIONAL TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP DAN MINAT BELAJAR MAHASISWA TESIS.

PENGARUH PERBEDAAN ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TTW DAN KONVENSIONAL TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP DAN MINAT BELAJAR MAHASISWA TESIS. PENGARUH PERBEDAAN ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TTW DAN KONVENSIONAL TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP DAN MINAT BELAJAR MAHASISWA Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajad Magister

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

Anesty Claresta

Anesty Claresta Anesty Claresta 102011223 Skenario Seorang perempuan berusia 55 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan berdebar sejak seminggu yang lalu. Keluhan berdebar ini terjadi ketika ia mengingat suaminya yang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TEKANAN DARAH DAN FREKUENSI JANTUNG PADA PENDERITA YANG MENDAPAT MEPERIDIN DAN KETAMIN PADA AKHIR ANESTESI UMUM

PERBANDINGAN TEKANAN DARAH DAN FREKUENSI JANTUNG PADA PENDERITA YANG MENDAPAT MEPERIDIN DAN KETAMIN PADA AKHIR ANESTESI UMUM PERBANDINGAN TEKANAN DARAH DAN FREKUENSI JANTUNG PADA PENDERITA YANG MENDAPAT MEPERIDIN DAN KETAMIN PADA AKHIR ANESTESI UMUM ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Persyaratan

Lebih terperinci

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN RM 02.05.04.0114 Dokter Pelaksana Tindakan Penerima Informasi Penerima Informasi / Pemberi Penolakan * SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN PEMBERIAN INFORMASI JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDA ( ) 1

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 54 BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Skema 3.1 Kerangka Konsep Gangguan pernafasan/oksigenasi 1. Usia 2. Jenis Kelamin pasien terpasang ventilasi mekanik Nyeri Painfull procedur (Penghisapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara infasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan

BAB I PENDAHULUAN. cara infasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembedahan merupakan semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara infasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani (Sjamsuhidajat & Win de

Lebih terperinci

HUBUNGAN METAKOGNITIF, KEMAMPUAN BELAJAR MANDIRI, MOTIVASI BELAJAR, DAN PERSEPSI MAHASISWA TENTANG KOMPETENSI DOSEN DENGAN PRESTASI BELAJAR TESIS

HUBUNGAN METAKOGNITIF, KEMAMPUAN BELAJAR MANDIRI, MOTIVASI BELAJAR, DAN PERSEPSI MAHASISWA TENTANG KOMPETENSI DOSEN DENGAN PRESTASI BELAJAR TESIS digilib.uns.ac.id HUBUNGAN METAKOGNITIF, KEMAMPUAN BELAJAR MANDIRI, MOTIVASI BELAJAR, DAN PERSEPSI MAHASISWA TENTANG KOMPETENSI DOSEN DENGAN PRESTASI BELAJAR (Studi Kasus pada Kedokteran Keluarga angkatan

Lebih terperinci