BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
|
|
- Lanny Sugiarto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada pertengahan abad ke 19, mulai diperkenalkan dua penemuan medis sangat penting bagi semua ahli bedah; yaitu anestesi dan antiseptis. Kedua penemuan ini dapt mengurangi angka kematian bedah secara bermakna dan memungkinkan ilmu bedah meluaskan cakrawalanya dengan cara yang tidak terduga sebelumnya. Anestesi umum diperkenalkan pertamakali dengan demonstrasi anestesi eter di Rumah Sakit Umum Massachusetts, Oktober Hal ini membawa penerimaan yang sangat cepat bagi anestesiologi sebagi disiplin klinik tersendiri. Dewasa ini, para ahli anestesiologi klinik berperan serta dalam persiapan pra bedah pasien bedah, melakukan sokongan kehidupan fisiologi intra-operasi serta perawatan pasca bedah segera maupun jangka panjang. Selain itu, perawatan pasien sakit kritis, terapi pernapasan, tindakan diagnosis dan cara cara terapi nyeri, semuanya merupakan contoh dari pelayanan yang diharapkan dilakukan oleh bagian anestesi modern. Sebagain anggota tim perawatan pasien terpadu, ahli anestesiologi sekarang mampu melakukan anestesi aman untuk sejumlah tindakan bedah yang baru dan transplantasi organ sampai operasi jantung rumit pada pasien semua umur. Jumlah prosedur non-invasif dan invasif minimal dilakukan di luar ruang operasi telah berkembang pesat selama beberapa dekade terakhir. Sedasi, analgesia, atau keduanya mungkin diperlukan untuk banyak prosedur intervensi atau diagnostik. Dengan diperkenalkannya lebih pendek-acting obat penenang untuk sedasi dan opioid untuk mengontrol rasa sakit, agen pembalikan spesifik untuk kedua opioid dan benzodiazepin, dan ketersediaan peralatan pemantauan invasif, sedasi prosedural sekarang dapat dengan aman diberikan dalam pengaturan kesehatan banyak. Berbagai prosedur yang memerlukan sedasi prosedural dilayani lebih baik dengan mempertimbangkan tujuan sedasi prosedural dan menentukan apakah pasien tertentu memerlukan intervensi farmakologis untuk memenuhi tujuan berikut ini selama prosedur. 1. Keselamatan pasien; 2. Meminimalkan rasa sakit dan kecemasan terkait dengan prosedur 1
2 3. Meminimalkan gerakan pasien selama prosedur 4. Memaksimalkan kemungkinan keberhasilan dari prosedur, dan kembali pasien untuk negara presedation secepat mungkin B. PENGERTIAN Sedasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan agen-agen farmakologik untuk menghasilkan depresi tingkat kesadaran secara cukup sehingga menimbulkan rasa mengantuk dan menghilangkan kecemasan tanpa kehilangan komunikasi verbal. The American Society of Anesthesiologists menggunakan definisi berikut untuk sedasi : 1. Sedasi minimal adalah suatu keadaan dimana selama terinduksi obat, pasien berespon normal terhadap perintah verbal. Walaupun fungsi kognitif dan koordinasi terganggu, tetapi fungsi kardiovaskuler dan ventilasi tidak dipengaruhi. 2. Sedasi sedang (sedasi sadar) adalah suatu keadaan depresi kesadaran setelah terinduksi obat di mana pasien dapat berespon terhadap perintah verbal secara spontan atau setelah diikuti oleh rangsangan taktil cahaya. Tidak diperlukan intervensi untuk menjaga jalan napas paten dan ventilasi spontan masih adekuat. Fungsi kardiovaskuler biasanya dijaga. 3. Sedasi dalam Adalah suatu keadaan di mana selama terjadi depresi kesadaran setelah terinduksi obat, pasien sulit dibangunkan tapi akan berespon terhadap rangsangan berulang atau rangsangan sakit. Kemampuan untuk mempertahankan fungsi ventilasi dapat terganggu dan pasien dapat memerlukan bantuan untuk menjaga jalan napas paten. Fungsi kardiovaskuler biasanya dijaga. Dapat terjadi progresi dari sedasi minimal menjadi sedasi dalam dimana kontak verbal dan refleks protektif hilang. Sedasi dalam dapat meningkat hingga sulit dibedakan dengan anestesi umum, dimana pasien tidak dapat dibangunkan, dan diperlukan tingkat keahlian yang lebih tinggi untuk penanganan pasien. Kemampuan pasien untuk menjaga jalan napas paten sendiri merupakan salah satu karakteristik sedasi sedang atau sedasi 2
3 sadar, tetapi pada tingkat sedasi ini tidak dapat dipastikan bahwa refleks protektif masih baik. Beberapa obat anestesi dapat digunakan dalam dosis kecil untuk menghasilkan efek sedasi. Obat-obat sedative dapat menghasilkan efek anestesi jika diberikan dalam dosis yang besar. Indikasi Penggunaan Obat-Obat Sedatif 1. Premedikasi Obat-obat sedative dapat diberikan pada masa preoperatif untuk mengurangi kecemasan sebelum dilakukan anestesi dan pembedahan. Sedasi dapat digunakan pada anak-anak kecil, pasien dengan kesulitan belajar, dan orang yang sangat cemas. Obat-obat sedatif diberikan untuk menambah aksi agen-agen anestetik. Pemilihan obat tergantung pada pasien, pembedahan yang akan dilakukan, dan keadaan-keadaan tertentu: misalnya kebutuhan pasien dengan pembedahan darurat berbeda dibandingkan pasien dengan pembedahan terencana atau pembedahan mayor. Penggunaan oral lebih dipilih dan benzodiazepin adalah obat yang paling banyak digunakan untuk premedikasi. 2. Sedo-analgesia Istilah ini menggambarkan penggunaan kombinasi obat sedatif dengan anestesi lokal, misalnya selama pembedahan gigi atau prosedur pembedahan yang menggunakan blok regional. Perkembangan pembedahan invasif minimal saat ini membuat teknik ini lebih luas digunakan. 3. Prosedur radiologik Beberapa pasien, terutama anak-anak dan pasien cemas, tidak mampu mentoleransi prosedur radiologis yang lama dan tidak nyaman tanpa sedasi. Perkembangan penggunaan radiologi intervensi selanjutnya meningkatkan kebutuhan penggunaan sedasi dalam bidang radiologi. 4. Endoskopi Obat-obat sedatif umumnya digunakan untuk menghilangkan kecemasan dan memberi efek sedasi selama pemeriksaan dan intervensi endoskopi. Pada endoskopi 3
4 gastrointestinal (GI), analgesik lokal biasanya tidak tepat digunakan, perlu penggunaan bersamaan obat sedatif dan opioid sistemik. Sinergisme antara kelompok obat-obat ini secara signifikan meningkatkan resiko obstruksi jalan napas dan depresi ventilasi. 5. Terapi intensif Kebanyakan pasien dalam masa kritis membutuhkan sedasi untuk memfasilitasi penggunaan ventilasi mekanik dan intervensi terapetik lain dalam Unit Terapi Intensif (ITU). Dengan meningkatnya penggunaan ventilator mekanik, pendekatan modern yaitu dengan kombinasi analgesia yang adekuat dengan sedasi yang cukup untuk mempertahankan pasien pada keadaan tenang tapi dapat dibangunkan. Farmakokinetik dari tiap-tiap obat harus dipertimbangkan, di mana sedatif terpaksa diberikan lewat infus untuk waktu yang lama pada pasien dengan disfungsi organ serta kemampuan metabolisme dan ekskresi obat yang terganggu. Beberapa obat yang berbeda digunakan untuk menghasilkan sedasi jangka pendek dan jangka panjang di ITU, termasuk benzodiazepin, obat anestetik seperti propofol, opioid, dan agoni α 2 -adrenergik. Nilai skor sedasi selama perawatan masa kritis telah dibuat sejak bertahun-tahun, tapi perhatian lebih terfokus akhir-akhir ini pada pentingnya sedasi harian holds ; strategi interupsi harian dengan obat-obat sedasi menyebabkan lebih sensitifnya kebutuhan untuk sedasi. Hal ini bertujuan untuk mengurangi insiden terjadinya komplikasi terkait penggunaan ventilasi mekanik selama masa kritis dan untuk mengurangi lama perawatan. 6. Suplementasi terhadap anestesi umum Penggunaannya yaitu dari sinergi antara obat-obat sedatif dan agen induksi intravena dengan teknik ko-induksi. Penggunaan sedatif dalam dosis rendah dapat menghasilkan reduksi signifikan dari dosis agen induksi yang dibutuhkan, dan dengan demikian mengurangi frekuensi dan beratnya efek samping. 4
5 C. TUJUAN 1. Meningkatkan dan memaksimalkan kualitas serta keamanan dalam Pelayanan Sedasi dengan menciptakan standarisasi prosedur yang aman. 2. Adanya kebutuhan Pelayanan Sedasi yang memudahkan petugas kesehatan menjalankan tugasnya dengan optimal, khususnya dalam penanganan klinis penyakit sehubungan dengan deteksi dini, perawatan, pengobatan dan pencegahan. 3. Me-recall memori, terutama pada hal-hal kecil yang gampang terabaikan pada keadaan pasien yang komplek. D. RUANG LINGKUP Pelayanan medis Prosedur Sedasi dilakukan di Kamar Operasi Rumah Sakit Umum At- Turots Al-Islamy. 5
6 BAB II TATA LAKSANA 1. Teknik Penggunaan Penggunaan obat sedatif memerlukan keterampilan dan kehati-hatian, penting karena bisa terjadinya progresi progresi dari sedasi ringan menjadi anestesi umum. Dahulu obat-obat sedatif digunakan melalui bolus intravena intermiten. Terdapat variasi yang cukup besar dari respon individual terhadap dosis yang diberikan dan terdapat banyak keadaan di mana praktisi medis tanpa pelatihan anestetik menggunakan sedatif. Teknologi terbaru dalam pompa infus dengan kontrol mikroprosesor telah meningkatkan keamanan penggunaan sedatif. Sistem patient-controlled analgesia telah diprogram untuk patient-controlled sedation, biasanya untuk mempertahankan sedasi setelah dosis bolus awal digunakan oleh dokter. Setelah sistem tersebut sepenuhnya terkontrol oleh pasien, dosis rata-rata obat sedatif menurun sementara jarak pemberian meningkat. Pada target-controlled infusion, pompa spuit telah diprogram dengan model farmakokinetik obat dan didesain untuk mencapai konsentrasi plasma target yang diinginkan secepat mungkin, sesuai dengan berat badan pasien. Usia pasien juga seharusnya diperhatikan di mana semakin tua usia pasien, semakin tinggi sensitivitas efek obat-obat sedatif terhadap SSP. Karena terdapat variabilitas efek farmakodinamik obat, operator dapat mengubah-ubah level target. 2. Pemakaian sedasi yang aman Pemakaian sedasi yang aman bertujuan untuk membuat prosedur lebih aman dan meminimalkan resiko terhadap pasien. Ketika sedasi digunakan di luar lingkungan operasi, perlu dipastikan tersedianya fasilitas yang adekuat, peralatan, dan orang yang berkompeten. Beberapa panduan pemakaian telah diperkenalkan untuk mengatasi hal ini. Panduan terkait penggunaan sedasi untuk endoskopi GI, prosedur di bagian darurat, prosedur pembedahan gigi, dan sedasi pada anak-anak merupakan beberapa tema yang diangkat. Kelayakan pasien untuk menjalani prosedur dengan sedasi harus dievaluasi: misalnya pasien dengan masalah jalan napas tidak boleh menggunakan prosedur ini. Fasilitas harus tersedia untuk memonitor kondisi fisiologis seperti saturasi oksigen 6
7 arterial, dan individu yang melakukan prosedur tidak bertanggungjawab memonitor kondisi pasien pada saat bersamaan. Seorang personel harus dilatih untuk dapat mengenali, dan berkompetensi untuk menangani komplikasi kardiorespirasi, dan peralatan resusitasi harus lengkap dan tersedia secepatnya. 3. Obat-Obatan Sedatif Kebanyakan obat-obatan sedatif dikategorikan dalam satu dari tiga kelompok utama, yaitu: Benzodiazepin, neuroleptik dan agonis a 2 - adrenoseptor. Obat-obatan ini lebih sering di klasifikasikan sebagai jenis anestesi intravena, terutama propofol dan ketamin, juga digunakan sebagai obat sedatif dengan dosis subanestetik; farmakologi obat ini telah dijelaskan pada bab 3. Anestesi inhalasi juga sering digunakan sebagai sedatif dalam kadar subanestetik. a) BENZODIAZEPIN Obat-obatan ini awalnya dikembangkan untuk keperluan obat anxiolytik dan hypnotik dan pada tahun 1960-an menggantikan obat barbiturat oral. Agar sediaan parenteral tersedia, mereka terus mengembangkan di anestesi dan perawatan intensif. Semua benzodiazepin mempunyai efek farmakologi yang sama, efek terapi ini ditentukan oleh potensi dan ketersediaan obat-obatan. Benzodiazepin diklasifikasi berdasarkan lama kerja obat, yaitu sebagai lama kerja panjang (diazepam), lama kerja sedang (temazepam), lama kerja pendek (midazolam). FARMAKOLOGI Mekanisme Aksi Benzodiazepin bekerja oleh daya ikatan yang spesifik pada reseptor benzodiazepin, yang mana merupakan bagian dari kompleks reseptor asam g aminobutirik (GABA). GABA merupakan inhibitor utama neurotransmiter di susunan saraf pusat (SSP), melalui neuron-neuron modulasi GABA ergik. Reseptor Benzodiazepin berikatan dengan reseptor subtipe GABA. Berikatan dengan reseptor agonis menyebabkan masuknya ion klorida dalam sel, yang menyebabakan hiperpolarisasi dari membran postsinpatik, dimana dapat membuat neuron ini resisten terhadap rangsangan. Dengan cara demikian obat ini memfasilitasi efek inhibitor dari 7
8 GABA. Reseptor benzodiazepin dapat ditemukan di otak dan medula spinalis, dengan densitas tinggi pada korteks serebral, serebelum dan hipokampus dan densitas rendah pada medula spinalis. Tidak adanya reseptor GABA selain di SSP, hal ini aman bagi sistem kardiovaskuler pada saat penggunaan obat ini. Efek Benzodiazepin pada SSP ditunjukan pada hubungan dengan kemampuan reseptor. Dosis midazolam Efek Kemampuan Dosis flumazenil reseptor (%) untuk membalikan Dosis rendah Antiepilepsi Dosis rendah Anxiolisis Sedasi ringan Penurunnan perhatian Amnesia Sedasi kuat Relaksasi otot Dosis tinggi Anestesi Dosis tinggi Reseptor GABA merupakan reseptor dengan struktur besar yang mempunyai ikatan yang terpisah dengan obat lain yaitu barbiturat, alkohol dan propofol. Ikatan dengan komponen yang lain pada reseptor benzodiazepin menunjukan efek sinergis dengan beberapa obat lain. Efek sinergis ini menunjukan bahaya depresi SSP jika obat digunakan secara bersamaan dan juga menyebabkan efek farmakologi toleransi silang dengan penggunaan alkohol. Hal ini juga konsisten dengan penggunaan benzodiazepin untuk mengatasi gejala timbal balik akut atau detoksifikasi alkohol atau obat-obatan lain. Antagonis benzodiazepin yaitu flumazenil dapat menempati reseptor tapi tidak dapat menyebabkan aktifitas. Senyawa benzodiazepin telah dikembangkan pada reseptor ligand tapi menyebabkan pergerakan terbalik dari agonis, akibatnya terjadi rangsangan pada otak. Senyawa ini juga merupakan antagonis dari flumazenil. Gambaran ini merupakan reaksi berlawanan pada benzodiazepin yang sebelumnya adalah cadangan yang lama dari flumazenil dan merupakan akibat dari eksaserbasi 8
9 pada penambahan dosis obat murni. Lebih dari itu dapat menyebabkan kegelisahan seperti pada hipoksemia dan toksisitas anestasi lokal, yang seharusnya hal ini diperhatikan terkebih dahulu. Penggunaan benzodiazepin yang lama menyebabkan penurunan regulasi dari reseptor dan juga terjadi penurunan ikatan dan funsi dari reseptor, pada akhirnya menunjukan peningkatan toleransi. Penggunaan yang lama juga dapat menyebabkan ketergantungan secara fisik maupun mental, yang walaupun obat ini mempunyai efek adiktif yang rendah dari opiod dan barbiturat. Hubungan timbal balik yang dalam dapat menyebabkan gejala klinik yang sama seperti pada penggunaan alkohol akut, oleh sebab itu dosis benzodiazepin diturunkan secara teratur setelah penggunaan yang lama. Efek Samping Efek samping dari benzodiazepin tergantung dosis dan dapat diprediksi dari efek farmakodinamiknya. Oversedasi, depresi ventilasi, ketidakstabilan hemodinamik dan obstruksi jalan napas dapat terjadi pada kelebihan dosis yang tidak diperhatikan dan lebih sering terjadi pada orang tua atau pasien dengan kondisi yang lemah. Pada penderita yang telah lama menggunakan obat ini sensitif terhadap efek dari benzodiazepin dan dosis harus diturunkan secara teratur. Efek pada SSP Efek benzodiazepin pada SSP yaitu anxiolysis, sedasi, amnesia dan aktifitas antiepileptik. Anxiolysis terjadi pada penggunaan obat dengan dosis yang rendah dan apabila obat ini digunakan secara efektif untuk pengobatan anxietas yang akut maupun kronik. Efek yang panjang dari obat oral seperti diazepam dan chlordaizepoksid dapat mengobati efek timbal balik dari alkohol akut. Anxiolysis lebih sering terjadi pada saat premedikasi dan pada prosedur yang salah. Efek sedasi terjadi pada ketergantungan dosis yang menyebabkan depresi aktivitas serebral, dan efek sedasi yang ringan pada kemampuan reseptor yang rendah yang sama dengan pada anestesi umum jika ruang reseptor terisi. Midazolam terbukti benar 9
10 aman sebagai obat sedatif intravena. Benzodiazepin mempunyai efek terapi yang tinggi (berbanding efektif dengan dosis letal) karena pada dosis yang berlebihan, perbedaan pada densitas reseptor menyebabkan terjadi reaksi sensitivitas yang berlebihan pada korteks dan depresi medula. Bagaimanapun hal ini dapat menyebabkan obstruksi jalan napas bagian atas dan kehilangan refleks protektif yang terjadi sebelum dalam efek sedasi, dan hal bahaya yang utama yaitu efek sedasi yang berlebihan atau terjadi self poisoning. Amnesia paling sering terjadi pada penggunaan benzodiazepin secara intravena dan yang digunakan pada penderita yang menjalani pengobatan atau penggunaan pada prosedur yang berulang. Anterograd amnesia mempengaruhi ambilan informasi. Retrograd amnesia tidak ditemukan pada penggunaan benzodiazepin. Periode kronik pada amnesia dilaporkan terjadi pada penggunaan obat oral lorazepam, yang dapat berpotensi bahaya pada kasus ini. Aktivitas antiepilepsi, dapat mencegah pengobatan seizure pada subkortikal. Obat intravena lorazepam dan diazepam dapat digunakan untuk menghentikan seizure dan clonazepam digunakan untuk membantu terapi pada terapi epilepsi kronik. Benzodiazepin dapat meningkatkan ambang aktivitas seizure pada toksisitas anestesi lokal, tapi dapat terlihat sebagai gejala awal. Penggunaan benzodiazepin dapat memberikan efek yang menyenangkan untuk insomnia dan lebih efektif lagi pada insomnia akut. Bagaimanapun pengobatan yang lama tidak dianjurkan karena dapat memberikan masalah seperti efek toleransi dan ketergantungan dan yang terpenting yaitu kesulitan dalam efek timbal balik pada pengobatan. Penggunaan benzodiazepin sebagai hipnotik sekarang telah digantikan dengan nonbenzodiazepin yang baru sebagai hipnotik yaitu, zopiklon, dimana obat ini dapat bereaksi pada reseptor benzodiazepin. Benzodiazepin menurunkan metabolisme oksigen di otak dan aliran darah otak, dan juga respon serebrovaskular untuk karbondioksida dilindungi, oleh sebab itu mereka menyesuaikan untuk digunakan pada beberapa pasien dengan kelaianan intrakranial. Bagaimanapun harus diketahui bahwa midazolam tidak dapat mencegah peningkatan tekanan intrakranial bersama dengan pemasangan intubasi trakeal. Sebagai tambahan, depresi ventliasi disebabkan oleh benzodiazepin pada pernapasan 10
11 spontan yang dari pasien menunjukan peningkatan PCO 2 arteri, yang tidak diinginkan jika pemenuhan tekanan intrakranial menurun. Efek samping yang tidak diinginkan pada SSP, seperti perasaan mengantuk dan terjadi kerusakan pada tampilan psikomotor. Meskipun efek residu sedatif minimal tapi dapat mempengaruhi fungsi kognitif dan koordinasi motorik, yang seharusnya dapat diperkirakan kapan pengobatan ini dihentikan pada pasien. Relaksasi Otot Benzodiazepin menyebabkan reduksi otot ringan yang bisa menguntungkan misalnya pada penggunaan ventilasi mekanik di unit perawatan intensif, yang mengurangi resiko dari dislokasi artikular atau saat pemasangan endoskopi. Bagaimanapun juga relaksasi otot berperan secara responsif pad obstruksi jalan napas pada penggunaan obat sedatif intravena. Relaksasi otot tidak berhubungan dengan efek pada neuromuskular junction, tapi menyebabkan peningkatan pada penghantaran impuls neuron pada medula spinalis dan penurunan transmisi polisinaptik pada otak. Efek pada Respirasi Dosis benzodazepin dapat menyebabkan depresi sentral pada ventilasi. respon ventilasi terhadap CO 2 dapat terganggu dan respon dari ventilasi yang kurang ditandai dengan adanya depresi. Hal ini diikuti juga dengan adanya sindrom hipoventilasi dan gagal napas tipe 2 yang peka terhadap depresi pernapasan akibat efek dari benzodiazepin. Depresi ventilasi merupakan efek eksaserbasi dari obstruksi jalan napas dan hal ini paling sering pada dari yang sebelumnya. Apabila opiod dan benzodaizepin digunakan secara bersama-sama akan terjadi efek yang sinergis. Apabila kedua obat ini diberikan bersama-sama secara intravena, obat opiod harus diberikan terlebih dahulu dan efeknya dapat diperkirakan. Penurunan dosis benzodiazepin yang diperlukan sampai 75% harus diantisipasi. Hal ini harus menjadi standar praktek untuk menyediakan oksigen tambahan dan monitor saturasi oksigen dengan oximetri selama pemberian obat sedatif secara intravena. Efek Kardiovaskuler 11
12 Benzodiazepin menghasilkan efek hemodinamik yang tidak terlalu besar dimana mekanisme- refleks hemostatik masih tetap terpelihara dan lebih aman dari agen anastesi intravena. Suatu penekanan pada resistensi vaskuler perifer menghasilkan sedikit penekanan pada tekanan arteri. Hipotensi yang signifikan dapat terjadi pada pasien yang mengalami hipovolemia atau vasokonstriksi. Farmakokinetik Benzodiazepin adalah molekul kecil yang relative larut lemak, yang siap diabsorbsi secara oral dan dengan cepat melewati SSP. Midazolam harus melewati hepar dulu sehingga hanya sekitar 50% dari dosis oral yang sampai ke sirkulasi sistemik. Setelah pemberian bolus intravena, penghentian aksi obat terjadi secara lebih luas dengan proses redistribusi. Dibandingkan dengan obat-obatan seperti propofol, benzodiazepine memiliki waktu yang lebih lambat untuk mencapai keseimbangan konsentrasi pada target organ. Hal ini menganjurkan bahwa harus tersedia waktu untuk menilai seluruh efek klinis sebelum memberikan suatu kenaikan dosis lebih lanjut. Terdapat pengikatan protein secara luas. Eliminasi dari metabolisme hepatik mengikuti ekskresi dari metabolisme renal. Ada 2 jalan utama dari metabolisme meliputi oksidasi mikrosomal atau konjugasi dengan glukoronidase. Makna dari hal ini adalah bahwa oksidasi lebih mungkin dipengaruhi oleh usia, penyakit hepar, interaksi obat dan faktor-faktor lain yang mengubah konsentrasi dari sitokrom P450. Beberapa dari golongan benzodiazepine, termasuk diazepam memiliki metabolic aktif yang secara luas memperpanjang efek klinis mereka. Disfungsi renal terlihat dari akumulasi dari metabolit-metabolit dan ini merupakan satu faktor penting penundaan pemulihan dari pemanjangan sedasi dari ITU. b) DIAZEPAM Diazepam adalah golongan benzodiazepin pertama yang tersedia untuk penggunaan parenteral. Tidak larut dalam air dan pada awalnya diformulasikan dalam propylene glikol, yang sangat iritan untuk vena dan dihubungkan dengan peningkatan insidens dari tromboflebitis. Suatu emulsi lemak (diazemuls) ditingkatkan/ditemukan selanjutnya. Kedua formasi tersebut disediakan dalam ampul 2 ml yang terdiri dari 5 12
13 mg/ml. Diazepam juga tersedia untuk oral yaitu tablet atau sirup dengan 100% bioavibilitas dan larutan rectal dan supositoria. Eliminasi waktu paru jam, tetapi metabolit-metabolit aktif diproduksi termasuk desmetil diazepam dengan waktu paru jam, clearance menurun pada disfungsi hepar. Dosis - Premedikasi : 10 mg oral 1-1,5 jam sebelum operasi - Sedasi : 5-15 mg IV perlahan-lahan, peningkatan bolus 1-2 mg. - Status epileptikus : 2 mg, diulang setiap menit sampai kejang berhenti. Dosis maksimal 20 mg. - Terapi intensif : Tidak cocok untuk infus, dosis bolus IV 5-10 mg/4 jam. - c) MIDAZOLAM Midazolam adalah suatu derivat imidazoensodiazepinedan cincin imidazol yang mencapai kelarutan air pada ph Dosis - Premedikasi : 15 mg oral atau 5 mg IM, anak > 6 bulan µg/kg - Sedasi : 2-7 mg IV - Terapi intensif : IV 0,03-1 mg/kg/jam d) TEMAZEPAM Golongan benzodiazepin ini hanya tersedia bentuk oral, namun digunakan lebih luas sebagai suatu obat premedikasi karena sifat anxiolitiknya. Pemberian secara oral absorpsinya sempurna tapi membutuhkan waktu sampai dengan 2 jam untuk mencapai konsentrasi puncak di plasma. Metabolisme berlangsung di hepar lewat konjugasi dengan glukoronidase dan tidak ada produksi metabolit yang penting. Memiliki eliminasi waktu paru relatif lama 8-15 jam. Dosis 20 mg efektif dalam 1-2 jam dan bertahan sekitar 2 jam, dengan gejala siksa mengantuk. Toleransi dan ketergantungan jarang terjadi pada pemakaian lama dari temazepam, ditujukan secara luas sebagai suatu hipnotik. 13
14 e) LORAZEPAM Obat ini tersedia untuk penggunaan parenteral dan oral, tetapi tidak digunakan secara rutin sebagai sedatif IV karena dibatasi oleh aksi dari onset yang pelan. Metabolisme oleh glukoronidasi dengan eliminasi waktu paru 15 jam dan durasi yang lebih panjang dibandingkan temazepam. Jika digunakan untuk premedikasi, dosis 2-4 mg diberikan malam sebelumnya atau pada permulaan hari pembedahan. Amnesia adalah suatu tanda yang menyertai pemberian obat ini. Saat ini lorazepam IV merupakan drug of choice pada penanganan status epileptikus, karena memiliki durasi yang lebih panjang untuk aksi antilepilepsi dibanding diazepam. Juga bisa digunakan untuk penanganan serangan akut panik yang berat, baik secara IM/IV dengan dosis µg/kg (dosis biasa 1,5-2.5 mg). Jalur IM hanya digunakan jika tidak ada jalur lain yang tersedia. f) FLUMAZENIL Flumazenil adalah suatu kompetitif antagonis berafinitas tinggi untuk semua ligand reseptor benzodiazepin. Obat ini secara cepat melawan semua efek benzodiazepin di CNS dan juga efek berbahaya yang berpotensi muncul melawan efek fisiologis termasu depresi respirasi dan kardiovaskuler dan obstruksi jalan napas. Flumazenil memiliki sangat sedikit aktivitas intrinsik pada dosis tinggi dan ditoleransi dengan baik dengan efek samping minimal. Flumazenil secara cepat dibersihkan dari plasma den dimetabolisme oleh hati. Flumazenil memiliki waktu paruh eliminasi yang sangat singkat yaitu kurang dari 1 jam. Lama kerja tergantung pada dosis yang diberikan dan identitas dan dosis agonis. Berkisar antara 20 menit sampai 2 jam untuk potensi resedasi jika agonis memiliki waktu paruh yang lebih panjang, yang mengharuskan suatu periode observasi tertutup. Dosis dan pemberian Flumazenil tersedia untuk penggunaan IV dalam ampul 5 ml terdiri dari 100 µg/ml. Dosis efektif yang biasa digunakan adalah 0,2-1 mg diberikan dalam bentuk 0,1-0,2 14
15 mg bolus dan diulang tiap interval 1 menit. Dosis untuk pasien koma tidak boleh lebih dari 2 mg. Pemulihan sedasi Megurangi waktu dari sedasi pada penderita atau pasien yang lemah. Resiko resedasi membuat obat ini tidak digunakan secara rutin. Pada keracunan Terapi dari benzodiazepin kelebihan dosis dapat menyebabkan tidak sadar dan depresi pernapasan. Dosis ulangan atau infus terus dibutuhkan sampai konsentrasi dalam plasma agonis menurun. Pada keadaan koma yang tidak diketahui penyebabnya, flumazenil dapat menjadi suatu alat diagnostik. Pada ITU ( Unit Terapy Intensif ) Perpanjangan sedasi, sering dihasilkan dari akumulasi midazolam pada pasien dengan gagal ginjal. Dapat diterapi dengan suatu infus dari flumazenil. Sebagai tambahan bolus obat ini mengurangi efek sedasi dan bolehmenilai keadaan neurogikal. Pencegahan : Pasien epilepsy : Pasien epilepsi memiliki resiko kejang khususnya jika suatu benzodiazepin sebagai terapi antiepilepsi. Ketergantungan benzodiazepine Gejala putus obat dapat terjadi. Reaksi cemas Dapat terjadi pada pemberian secara cepat pada sedasi yang lama. Pasien dengan trauma kepala yang berat Flumazenil dapat mepercepat suatu peningkatan tiba-tiba dari tekanan intrakranial. 15
16 BAB III MONITORING DAN EVALUASI Monitoring dan Evaluasi dilakukan oleh dokter DPJP Anesthesi selama pembedahan di kamar operasi. Tingkat sedasi yang diinginkan tergantung dari tujuan yang ingin dicapai, apakah sedasi dalam seperti pada pasien dengan status epileptikus atau sedasi ringan pada pasien dengan ventilasi mekanik. Pemantauan tingkat sedasi ini diperlukan untuk mengurangi biaya dan meningkatkan kualitas sedasi. Masalah yang dapat timbul yaitu : 1,2 Oversedasi (meningkatkan risiko pneumonia). Membutuhkan pemeriksaan neurulogi yang lebih sering, Meningkatkan insidensi depresi. Tingkat sedasi dapat dipantau dengan beberapa metode seperti : Sistem skoring Ramsay (Tabel 1). Pemeriksaan dengan EEG, untuk menilai aktivitas cerebral. Visual Analog Scale. Evoked potential. Kedalaman sedasi sebaiknya dievaluasi setiap jam sampai tercapai kondisi stabil. Dianjurkan pasien sebaiknya nafas spontan secepat mungkin dengan mode ventilasi SIMV atau trigerred ventilation seperti pressure support. Tidak ada gold standard untuk monitoring sedasi. Pemeriksaan GCS sering dilakukan untuk monitoring, namun hal tersebut hanya untuk pasien dengan defisit neurologis. Pemantauan paling sering dilakukan dengan scoring Ramsay. Namun ini tidak berlaku pada pasien dengan pelumpuh otot, karena Ramsay berdasar pada respon motorik. Pengawasan pada kestabilan hemodinamik dan pemeriksaan rutin neurologi terhadap adanya defisit neurologi. 16
BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
tua. 1 Berdasarkan data pada Agustus 2010, terdapat pasien anak berusia 2-12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak-anak mempunyai kondisi berbeda dengan orang dewasa pada saat pra bedah sebelum masuk
Lebih terperinciPETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM
PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Latar belakang. hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan
BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Anestesi adalah hilangnya rasa sakit yang disertai atau tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan yang berkaitan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penatalaksanaan nyeri akut pascaoperasi merupakan salah satu tantangan seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003 melaporkan bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan dan anestesi merupakan suatu kondisi yang dapat memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani pembedahan sudah tentunya
Lebih terperinciDr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI
Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Mempunyai kekhususan karena : Keadaan umum pasien sangat bervariasi (normal sehat menderita penyakit dasar berat) Kelainan bedah yang
Lebih terperinciPengantar Farmakologi Keperawatan
Pengantar Farmakologi Keperawatan dr H M Bakhriansyah, M.Kes.,., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses
Lebih terperinciPELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI
PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI STANDAR, MAKSUD DAN TUJUAN, ELEMEN PENILAIAN ORGANISASI DAN MANAJEMEN Standar PAB.1. Tersedia pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) untuk memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciObat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral
Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral. Pengertian farmakologi sendiri adalah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Interaksi Obat Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat di ubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang di berikan bersamaan. Interaksi obat terjadi jika suatu obat
Lebih terperincimekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.
B. HIPERKAPNIA Hiperkapnia adalah berlebihnya karbon dioksida dalam jaringan. Mekanisme penting yang mendasari terjadinya hiperkapnia adalah ventilasi alveolar yang inadekuat untuk jumlah CO 2 yang diproduksi
Lebih terperinciFarmakologi. Pengantar Farmakologi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM. Farmakodinamik. ., M.Med.Ed. normal tubuh. menghambat proses-proses
dr H M Bakhriansyah, M.Kes.,., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses kimia, terutama terikat pada molekul
Lebih terperinciPELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI (PAB)
PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI (PAB) STANDAR, MAKSUD DAN TUJUAN, ELEMEN PENILAIAN ORGANISASI DAN MANAJEMEN >/= 8% Terpenuhi 2-79% Terpenuhi sebagian < 2% Tidak terpenuhi Standar PAB.1. Tersedia pelayanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indikasi tindakan seksio sesaria pada wanita hamil berkisar antara 15 sampai 20% dari seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan
Lebih terperinciPengantar Farmakologi
dr H M Bakhriansyah, M.Kes., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses kimia, terutama terikat pada molekul
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian eksperimental quasi yang telah dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya pengaruh obat anti ansietas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nyeri pascabedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Saat ini nyeri masih menjadi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecemasan Pada Anak-Anak Pembedahan dan anestesi dapat menimbulkan stres emosional pada anak dan orang tua. Hal ini dapat terjadi pada saat preoperatif dan post operatif. Untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anestesi digunakan secara luas dalam bidang kedokteran hewan seperti menghilangkan nyeri dan kesadaran pada tindakan pembedahan, pengendalian hewan (restraint), keperluan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Anestesi merupakan tahapan yang sangat penting dan strategis pada tindakan pembedahan, karena pembedahan tidak dapat dilakukan bila belum dilaksanakan anestesi. Sejarah membuktikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang The International Association for The Study of Pain menggambarkan rasa sakit sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan dihubungkan dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan nyeri adalah hak dasar manusia tanpa memandang jenis kelamin dan usia. Telah diketahui bahwa transmisi dan persepsi nyeri timbul dan berfungsi sejak kehamilan
Lebih terperinciB. Tujuan Tujuan penulisan tinjauan pustaka ini antara lain untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Toksikologi di Sekolah Tinggi Ilmu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipnotik sedatif adalah istilah untuk obat-obatan yang mampu mendepresi sistem saraf pusat. Sedatif adalah substansi yang memiliki aktifitas moderate yang memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propofol telah digunakan secara luas untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum. Obat ini mempunyai banyak keuntungan seperti mula aksi yang cepat dan pemulihan
Lebih terperinciCuriculum vitae. Dokter umum 1991-FKUI Spesialis anak 2002 FKUI Spesialis konsultan 2008 Kolegium IDAI Doktor 2013 FKUI
Curiculum vitae Nama : DR.Dr. Setyo Handryastuti, SpA(K) Tempat/tanggal lahir : Jakarta 27 Januari 1968 Pekerjaan : Staf pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Pendidikan : Dokter umum 1991-FKUI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dengan ditemukannya agen inhalasi yang baru, desflurane dan sevoflurane, muncul permasalahan baru yang dikenal dengan agitasi pulih sadar. Agitasi pulih sadar didefinisikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap pembedahan, dilakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk baik menghilangkan rasa nyeri yang kemudian disebut dengan anestesi. Dan keadaan hilangnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Evaluasi pra anestesi adalah langkah awal dari rangkaian tindakan anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status fisik (ASA) pasien pra operatif,
Lebih terperinciAPLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH
APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH Disusun: Apriana Rohman S 07023232 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA 2011 A. LATAR BELAKANG Farmakologi adalah ilmu mengenai pengaruh
Lebih terperinciBAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara
BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri merupakan masalah yang paling sering menyebabkan pasien mencari perawatan ke rumah sakit. Nyeri tidak melakukan diskriminasi terhadap manusia, nyeri tidak membeda-bedakan
Lebih terperinciOBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH
OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT : setiap molekul yang bisa merubah fungsi tubuh secara molekuler. NASIB OBAT DALAM TUBUH Obat Absorbsi (1) Distribusi (2) Respon farmakologis Interaksi dg reseptor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan suatu tindakan yang sering dilakukan pada anestesi umum untuk mengurangi atau menumpulkan respon
Lebih terperinciPedoman Pelayanan Anastesi
Pedoman Pelayanan Anastesi RSUD UMBU RARA MEHA WAINGAPU PEMERINTAH KABUPATEN SUMBA TIMUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UMBU RARA MEHA Jln. Adam Malik No. 54 Telp. (0387) 61302 Fax. 62551 W A I N G A P U 8 7
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN DEFINISI ETIOLOGI
BAB I PENDAHULUAN Banyaknya jenis status epileptikus sesuai dengan bentuk klinis epilepsi : status petitmal, status psikomotor dan lain-lain. Di sini khusus dibicarakan status epileptikus dengan kejang
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Induksi Anestesi Induksi anestesi adalah suatu rangkaian proses transisi dari sadar penuh sampai hilangnya kesadaran sehingga memungkinkan untuk dimulainya anestesi dan pembedahan.
Lebih terperinciMENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL
MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang
Lebih terperinciHUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT. JULAEHA, M.P.H., Apt
HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT JULAEHA, M.P.H., Apt FISIONEUROLOGI OBAT SSP Obat SSP menekan / menstimulasi seluruh atau bagian tertentu dari SSP. Jika terdapat penekanan
Lebih terperinciBAB 5 PELAYANAN ANESTESI DAN BEDAH (PAB)
BAB 5 PELAYANAN ANESTESI DAN BEDAH (PAB) Gambaran Umum Tindakan anestesi, sedasi, dan intervensi bedah merupakan proses yang kompleks dan sering dilaksanakan di rumah sakit. Hal tersebut memerlukan 1)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi seorang anestesiologis, mahir dalam penatalaksanaan jalan nafas merupakan kemampuan yang sangat penting. Salah satu tindakan manajemen jalan nafas adalah tindakan
Lebih terperinciFARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL
Tugas Anestesi FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL disusun oleh ASTRI NURFIDAYANTI 110.2004.036 FK UNIVERSITAS YARSI KEPANITERAAN KLINIK PERIODE 14 FEBRUARI-19 MARET 2011 DEPARTEMEN ANESTESI DAN REANIMASI RUMAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Intensif Care Unit berkembang cepat sejak intensif care unit (Intensive Terapy
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intensif Care Unit berkembang cepat sejak intensif care unit (Intensive Terapy Unit) ditemukan pada tahun 1950 di daratan Eropa sebanyak 80%, saat terjadi epidemic Poliomyelitis,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan gelisah dengan sesuatu yang dialaminya (Candido et al. 2014).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cemas adalah fenomena dimana seseorang merasa tegang, takut dan gelisah dengan sesuatu yang dialaminya (Candido et al. 2014). Kecemasan dental adalah masalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi umum merupakan teknik yang sering dilakukan pada berbagai macam prosedur pembedahan. 1 Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi anestesi. 2 Idealnya induksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. subarachnoid sehingga bercampur dengan liquor cerebrospinalis (LCS) untuk mendapatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anestesi spinal merupakan teknik anestesi regional yang paling sederhana dan paling efektif. Anestesi spinal dilakukan dengan memasukkan obat anestesi lokal ke dalam
Lebih terperinciDRUGS USED IN EPILEPSI
DRUGS USED IN EPILEPSI Dwi Bagas Legowo, dr Depart. Of Pharmacology & Therapy Medical School Malahayati University Benzodiazepine dan Barbiturate Farmakokinetik : A. Absorpsi : kecepatan absorbsi dari
Lebih terperinciPENGANTAR FARMAKOLOGI
PENGANTAR FARMAKOLOGI FARMAKOLOGI : PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - DIAGNOSIS - PENGOBATAN GEJALA PENYAKIT FARMAKOTERAPI : CABANG ILMU PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - PENGOBATAN FARMAKOLOGI KLINIK : CABANG
Lebih terperinciDigunakan untuk mengukur suhu tubuh. Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi dan lain-lain
BEBERAPA PERALATAN DI RUANG ICU 1. Termometer 2. Stethoscope Digunakan untuk mengukur suhu tubuh 3. Tensimeter Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan memberikan obat-obat anestesi intra vena tanpa menggunakan obat-obat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Anestesi intravena total adalah suatu tehnik anestesi yang dilakukan hanya dengan memberikan obat-obat anestesi intra vena tanpa menggunakan obat-obat anestesi inhalasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya Nyeri bukan hanya suatu modalitas
Lebih terperinciDefinisi Suatu reaksi organik akut dengan ggn utama adanya kesadaran berkabut (clouding of consciousness), yg disertai dengan ggn atensi, orientasi, m
DELIRIUM Oleh : dr. H. Syamsir Bs, Sp. KJ Departemen Psikiatri FK-USU 1 Definisi Suatu reaksi organik akut dengan ggn utama adanya kesadaran berkabut (clouding of consciousness), yg disertai dengan ggn
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anjing merupakan hewan peliharaan yang paling populer hampir di seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga memiliki jiwa pengabdian
Lebih terperinciJURNAL KOMPLIKASI ANESTESI VOLUME 2 NOMOR 1, NOVEMBER 2014 TINJAUAN PUSTAKA. TIVA (Total Intravenous Anesthesia)
JURNAL KOMPLIKASI ANESTESI VOLUME 2 NOMOR 1, NOVEMBER 2014 TINJAUAN PUSTAKA TIVA (Total Intravenous Anesthesia) Muhammad Iqbal*, Sudadi, I Gusti Ngurah** *Residen Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
Lebih terperinciKesetimbangan asam basa tubuh
Kesetimbangan asam basa tubuh dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Departemen Biokimia, Biologi Molekuler dan Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ph normal darah Dipertahankan oleh sistem pernafasan
Lebih terperinciPengantar Farmakologi
Pengantar Farmakologi Kuntarti, S.Kp, M.Biomed 1 PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com 4 Istilah Dasar Obat Farmakologi Farmakologi klinik Terapeutik farmakoterapeutik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap sebuah pelumpuh otot yang ideal yang dapat memberikan kondisi intubasi yang ideal dalam durasi
Lebih terperinciSURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN
RM 02.05.04.0114 Dokter Pelaksana Tindakan Penerima Informasi Penerima Informasi / Pemberi Penolakan * SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN PEMBERIAN INFORMASI JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDA ( ) 1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. emosional atau mengalami cemas akan mengalami rasa nyeri yang hebat setelah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri yang tidak ditangani dengan baik akan mengganggu mobilisasi pasien pasca operasi yang dapat berakibat terjadinya tromboemboli, iskemi miokard, dan aritmia.
Lebih terperinciKinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:
FARMAKOKINETIK Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: Absorpsi (diserap ke dalam darah) Distribusi (disebarkan ke berbagai jaringan tubuh) Metabolisme (diubah
Lebih terperinciWITHDRAWAL SYNDROME BY : KELOMPOK 4
WITHDRAWAL SYNDROME BY : KELOMPOK 4 DEFINISI Withdrawal syndrome, atau dikenal juga dengan discontinuation syndrome, merupakan kumpulan gejala yang dapat terjadi pada individu yang kecanduan obat dan alkohol
Lebih terperinciBAB 1 1. PENDAHULUAN
BAB 1 1. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penanganan nyeri paska bedah yang efektif adalah penting untuk perawatan pasien yang mendapat tindakan pembedahan. Penanganan nyeri yang efektif dengan efek samping
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakhea merupakan hal yang rutin dilakukan pada anastesi umum. Namun tindakan laringoskopi dan intubasi tersebut dapat menimbulkan
Lebih terperinciWaspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA)
Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA) Penyakit flu umumnya dapat sembuh dengan sendirinya jika kita cukup istirahat, makan teratur, dan banyak mengkonsumsi sayur serta buah-buahan. Namun demikian,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1,2. Nyeri apabila tidak diatasi akan berdampak
BAB 1 PENDAHULUAN 11 LATAR BELAKANG Nyeri paska bedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit Nyeri bersifat subjektif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh survei ASNA (ASEAN Neurological Association) di 28 rumah sakit (RS) di seluruh Indonesia, pada penderita
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Anestesi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen anestesi seperti obat analgesik yang dapat menghilangkan rasa sakit, sementara obat-obat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan penyulit medis yang sering ditemukan pada kehamilan yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas baik ibu maupun perinatal. Hipertensi dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Nyeri paska bedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Nyeri bersifat subjektif,
Lebih terperinciFARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM
FARMAKOTERAPI ASMA H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM Pendahuluan Etiologi: asma ekstrinsik diinduksi alergi asma intrinsik Patofisiologi: Bronkokontriksi akut Hipersekresi mukus yang tebal
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. penyesuaian dari keperawatan, khususnya keperawatan perioperatif. Perawat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan yang pesat di bidang pembedahan dan anestesi menuntut penyesuaian dari keperawatan, khususnya keperawatan perioperatif. Perawat perioperatif mempunyai peranan
Lebih terperinciAlgoritme Tatalaksana Kejang Akut dan Status Epileptikus pada Anak
Algoritme Tatalaksana Kejang Akut dan Status Epileptikus pada Anak Yazid Dimyati Divisi Saraf Anak Departemen IKA FKUSU / RSHAM Medan UKK Neurologi / IDAI 2006 Pendahuluan Kejang merupakan petunjuk adanya
Lebih terperinciPreeklampsia dan Eklampsia
Preeklampsia dan Eklampsia P2KS PROPINSI SUMATERA UTARA 1 Tujuan Membahas praktek terbaik untuk mendiagnosis dan menatalaksana hipertensi, pre-eklampsia dan eklampsia Menjelaskan strategi untuk mengendalikan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nekrosis merupakan proses degenerasi yang menyebabkan kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah hilang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
56 BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional dengan uji kuantitatif analitik yang membandingkan dua kelompok penelitian, yaitu kelompok isofluran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ilmu kedokteran saat ini telah berkembang jauh. lebih baik. Dari berbagai tindakan medis yang ada,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kedokteran saat ini telah berkembang jauh lebih baik. Dari berbagai tindakan medis yang ada, tindakan anestesi merupakan tindakan yang berperan penting sebagai
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit
Lebih terperinciOBAT-OBATAN DI MASYARAKAT
OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT Pendahuluan Obat adalah zat yang dapat memberikan perubahan dalam fungsi-fungsi biologis melalui aksi kimiawinya. Pada umumnya molekul-molekul obat berinteraksi dengan molekul
Lebih terperinciTujuan Instruksional:
Isnaini, S.Si, M.Si, Apt. Tujuan Instruksional: Mahasiswa setelah mengikuti kuliah ini dapat: Menjelaskan secara benar tujuan pemantauan obat dalam terapi Menjelaskan secara benar cara-cara pemantauan
Lebih terperinciOBAT KARDIOVASKULER. Obat yang bekerja pada pembuluh darah dan jantung. Kadar lemak di plasma, ex : Kolesterol
OBAT KARDIOVASKULER Kardio Jantung Vaskuler Pembuluh darah Obat yang bekerja pada pembuluh darah dan jantung Jenis Obat 1. Obat gagal jantung 2. Obat anti aritmia 3. Obat anti hipertensi 4. Obat anti angina
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan perioperative. Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada upaya untuk menstabilkan kondisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007 dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih memerlukan perhatian yang serius. 1 Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan
Lebih terperinciASIDOSIS RESPIRATORIK
ASIDOSIS RESPIRATORIK A. PENGERTIAN. Asidosis Respiratorik (Kelebihan Asam Karbonat). 1. Asidosis Respiratorik adalah gangguan klinis dimana PH kurang dari 7,35 dan tekanan parsial karbondioksida arteri
Lebih terperinciDiabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya
Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Apakah diabetes tipe 1 itu? Pada orang dengan diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat membuat insulin. Hormon ini penting membantu sel-sel tubuh mengubah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Popularitas anestesi lokal yang semakin meluas dan meningkat dalam bidang kedokteran gigi merupakan cerminan dari efisiensi, kenyamanan dan adanya kontraindikasi
Lebih terperinciPengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi
Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Farmakokinetik - 2 Mempelajari cara tubuh menangani obat Mempelajari perjalanan
Lebih terperinciIDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS
IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS POTENSIAL KATEGORI DOSIS PADA PASIEN DI INSTALASI RAWAT JALAN POLI ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO PERIODE JANUARI JUNI 2007 SKRIPSI Oleh : TRI HANDAYANI
Lebih terperinciMANAJEMEN NYERI POST OPERASI
MANAJEMEN NYERI POST OPERASI Ringkasan Manajemen nyeri post operasi bertujuan untuk meminimalisasi rasa tidak nyaman pada pasien, memfasilitasi mobilisasi dini dan pemulihan fungsi, dan mencegah nyeri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intensive Care Unit (ICU) menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi di bawah direktur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Stress ulcer merupakan ulser pada lambung dan atau duodenum yang biasanya muncul dalam konteks trauma atau penyakit sistemik atau SSP yang hebat. Ulcer secara
Lebih terperinciSURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM TEUNGKU PEUKAN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA
SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM TEUNGKU PEUKAN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA Nomor : / /RSUTP/SK/../2015 TENTANG SURAT PENUGASAN KLINIS DAN RINCIAN KEWENANGAN KLINIS dr. DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM
Lebih terperinciPENILAIAN NYERI DAN SEDASI PADA BAYI DAN ANAK
Palembang 2014 PEDIATRI GAWAT DARURAT PENILAIAN NYERI DAN SEDASI PADA BAYI DAN ANAK UKK Pediatri Gawat Darurat Ikatan Dokter Anak Indonesia TUJUAN 1. Mengetahui skor penilaian nyeri dan sedasi pada bayi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terutama obat yang mengalami eliminasi utama di ginjal (Shargel et.al, 2005).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ginjal merupakan organ penting dalam mengatur kadar cairan dalam tubuh, keseimbangan elektrolit, dan pembuangan sisa metabolit dan obat dari dalam tubuh. Kerusakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari. perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang dirasakan mengganggu dan menyakitkan, sebagai akibat adanya kerusakan jaringan aktual dan potensial yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi regional saat ini semakin berkembang dan makin luas pemakaiannya dibidang anestesi. Mengingat berbagai keuntungan yang ditawarkan, di antaranya relatif murah,
Lebih terperinciMONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI
MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI Oleh : Furkon Nurhakim INTERVENSI PASCA OPERASI PASE PASCA ANESTHESI Periode segera setelah anesthesi à gawat MEMPERTAHANKAN VENTILASI PULMONARI Periode
Lebih terperinciPENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT
PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT Faisal Yunus Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI - RS Persahabatan Jakarta PENDAHULUAN Asma penyakit kronik saluran napas Penyempitan saluran napas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak menyenangkan, yang kemudian ditandai oleh perasaan-perasaan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Kecemasan Dental 1.1. Definisi Kecemasan memiliki pengertian sebagai kondisi emosional yang tidak menyenangkan, yang kemudian ditandai oleh perasaan-perasaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang. sistem kesehatan modern. Peningkatan pelayanan di semua bidang pelayanan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan kian meningkat yang berbanding lurus dengan tuntutan masyarakat untuk mendapatkan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciDi bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu :
Peresepan obat pada lanjut usia (lansia) merupakan salah satu masalah yang penting, karena dengan bertambahnya usia akan menyebabkan perubahan-perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik. Pemakaian obat
Lebih terperinciFARMAKOLOGI NIKOTIN DAN PRINSIP ADIKSI
1 FARMAKOLOGI NIKOTIN DAN PRINSIP ADIKSI Modul 2 Tobacco Education Program Peran Apoteker dalam Pengendalian Tembakau Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada This presentation was adapted from Rx for
Lebih terperinci