BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Pada tahun 2013 telah disahkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2012 tentang keistimewaan Yogyakarta dimana salah satu pokok bahasannya adalah mengenai pertanahan, terutama Sultan Ground dan Pakualaman Ground. Dalam Undang- Undang tersebut bahwa dalam penyelenggaraan kewenangan pertanahan, Kasultanan dan Kadipaten dinyatakan sebagai badan hukum. Kasultanan sebagai badan hukum merupakan subjek hak yang mempunyai hak milik atas tanah kasultanan sedangkan Kadipaten sebagai subjek hak yang mempunyai hak milik atas tanah kadipaten. Kasultanan dan Kadipaten berwenang mengolah dan memanfaatkannya untuk sebesar-besar nya pengembangan, kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat. Sultan Ground adalah tanah yang masih milik keraton dan belum diberikan hak nya kepada penduduk maupun kepada pemerintah desa. Keberadaan Sultan Ground di Yogyakarta merupakan aset sosial dan ekonomi yang harus dijaga dan dipertahankan. Status tanah Sultan Ground bagi pihak kraton, masih belum jelas secara hukum karena selama ini Sultan Ground dianggap sebagai tanah ulayat (adat) yang keberadaannya telah diakui baik oleh masyarakat maupun pemerintah. Pemerintah Provinsi DIY mulai mendata penggunaan tanah yang termasuk dalam kategori Sultan Ground dan Pakualaman Ground, pendataan dilakukan hanya untuk keperluan administrasi, bukan upaya mengambil kembali tanah-tanah tersebut dari warga masyarakat yang sudah menggunakan tanah tersebut turun temurun. Bagi siapapun yang akan menggunakan Sultan Ground harus meminta ijin kepada pihak keraton melalui prosedur yang berlaku. Untuk menyewa dan memakai Sultan Ground, terlebih dahulu harus meminta ijin kepada Panitikismo. Panitikismo 1

2 merupakan lembaga adat yang mengurusi pertanahan keraton yang meliputi pengaturan dan perizinan. Tanda bukti izin tersebut adalah dikeluarkannya Surat kekancingan Magersari yang didalamnya memuat klausul bahwa pemegang magersari dilarang mendirikan bangunan permanen, tanah magersari tidak bisa diperjual belikan dan bersedia mengembalikan tanah bila sewaktu-waktu diminta. Tetapi banyak masyarakat yang menggunakan tanah Sultan Ground tanpa memiliki tanda bukti ijin yang berupa Surat kekancingan dan belum tersedianya informasi spasial yang secara khusus menggambarkan tanah Sultan Ground berdasarkan kepemilikan tanda bukti ijin (surat kekancingan), sehingga dapat menimbulkan kerancuan pada kepemilikan dan penggunaan tanah Sultan Ground. Terdapat juga konflik yang melibatkan masyarakat pengguna Sultan Ground dengan Keraton dimana terdapat sertifikasi Sultan Ground menjadi hak milik tanpa sepengetahuan pihak Kraton. Karena itu perlu dilakukan inventarisasi keberadaan Sultan Ground, agar dikemudian hari tidak terjadi konflik. Proyek ini akan membuat peta persebaran Sultan Ground berdasarkan kepemilikan sertifikat dan yang belum memiliki sertifikat baik yang sudah diukur maupun belum diukur. Dengan demikian proyek ini diharapkan dapat membantu pihak keraton atau pihak yang berkepentingan terhadap Sultan Ground. I.2. Cakupan Kegiatan Adapun cakupan kegiatan dari proyek ini adalah sebagai berikut : 1. Objek kegiatan aplikatif ini berfokus pada daerah Kabupaten Bantul dengan studi kasus di Kecamatan Imogiri. 2. Dalam proses pengerjaan proyek ini software yang digunakan adalah AutoCad Map dan ARCGIS. 3. Pengambilan data dilakukan di Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bantul dan Kantor Panitikismo, sehingga data yang digunakan dalam proyek ini berupa data sekunder. 2

3 I.3. Tujuan Proyek Bertitik tolak dari latar belakang maka tujuan yang hendak dicapai dalam proyek ini adalah: 1. Inventarisasi persebaran Sultan Ground di Kabupaten Bantul dan studi kasus di Kecamatan Imogiri. 2. Pembuatan peta persebaran Sultan Ground di Kabupaten Bantul dan studi kasus di Kecamatan Imogiri. I.4. Manfaat Proyek Diharapkan nantinya proyek ini akan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Untuk memberikan informasi tentang data persebaran Tanah Sultan Ground bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam bentuk peta. 2. Dapat digunakan sebagai acuan dalam pengambilan kebijakan dalam perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten Bantul. 3. Menambah referensi dan bahan kajian mengenai Sultan Ground di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. I.5. Landasan Teori I.5.1. Sejarah Tanah Kasultanan (Sultan Ground) Membicarakan mengenai pertanahan di Yogyakarta berbeda dengan daerah lain, perbedaan ini tidak terlepas dari sejarah masa awal Kerajaan Mataram yang terpecah menjadi dua daerah kasultanan. Salah satu dari kasultanan ini berpusat di Yogyakarta. Pada awalnya, di tanah Jawa hanya ada satu kekuasaan di bawah kepemimpinan Susuhunan Pakubuwono yang berkuasa atas seluruh bumi Mataram. Kemudian pada 3

4 tahun , terjadi pemberontakan akibat ketidakpuasan sebagian rakyat atas kepemimpinan Pakubuwono, yang hanya menguntungkan bagi kehidupan orangorang sekelilingnya. Peristiwa yang dikenal dengan Geger Pacinan tersebut, dalam perjalanannya mampu mengusai daerah Sukawati (sekarang Sragen) yang menjadi basis dari gerakan anti Pakubuwono tersebut. Upaya Pakubuwono dengan tentaranya memerangi gerakan pemberontakan tersebut ternyata mengalami kekalahan terus menerus dan salah satu upaya yang ditempuh oleh Pakubuwono II pada tahun 1745 adalah dengan mengadakan sayembara yang isinya, siapapun yang dapat mengalahkan gerakan pemberontakan yang dipimpin oleh Raden Said, Susuhunan akan memberikan tanah yang berada di Sukawati. Mangkubumi merupakan satusatunya yang mengikuti sayembara tersebut dan berhasil memadamkan gerakan pemberontakan yang dipimpin oleh Raden Said. Namun demikian, janji Pakubuwono yang akan memberikan tanah di daerah Sukawati mendapatkan halangan dari orangorang yang ada di dalam keraton dan menyebabkan berlarut-larutnya pelaksanaan janji tersebut. Hal ini dianggap oleh Mangkubumi telah menghina martabatnya yang telah berjuang memadamkan pemberontakan di daerah Sukawati, oleh karena itu Mangkubumi beserta pengikutnya meninggalkan Surakarta menuju Sukawati dan memulai perlawanan selama 9 tahun terhadap Pakubuwono yang dianggap telah melanggar janjinya (Syamsul, 2007). Pada tahun 1755 atas intervensi VOC, Pakubuwono III berhasil membujuk Mangkubumi beserta pengikutnya untuk hidup berdampingan secara damai. Hal itu ditandai dengan perjanjian Giyanti yang membagi bumi Mataram menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta di bawah pimpinan Sunan Pakubuwono III dan Kasultanan Yogyakarta di bawah pimpinan Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengkubuwono I. Masuknya penjajahan Belanda dan Inggris membuat politik di Indonesia pecah belah, hal ini juga berdampak bagi Kasultanan Yogyakarta. Upaya memecah belah Kasultanan Yogyakarta dilakukan oleh penjajah. Dengan menggunakan Pangeran Notokusumo yang tak lain adalah putra dari Hamengkubuwono I, pemerintah penjajah di bawah Gubernur Raffles berhasil menundukkan Hamengkubuwono II. Pada tahun 1813 Gubernur Jendral Inggris, 4

5 Raffless memberikan hadiah Pangeran Notokusumo sebagian wilayah Kasultanan Yogyakarta. Pangeran Notokusumo yang kemudian bergelar Pakualam I, menguasai kadipaten Pakualaman yang daerahnya meliputi satu kecamatan dalam Kota Yogyakarta dan empat kecamatan di wilayah Kulonprogo. Pada tahun 1863, adanya sistem pertanahan yang dikenal Zaman Kepatuhan atau Zaman Kebekelan sebagian tanah dikuasakan kepada kerabat (Sentono) sebagai penghasilan dengan ketentuan dua bagian untuk kerabat/sentono (Patuh), dua bagian untuk rakyat (penduduk petani penggarap) dan satu bagian untuk orang yang diberi kuasa untuk mengurus (Bekel). Pelaksanaan Zaman Kepatuhan atau Zaman Kebekelan ini, ternyata tidak mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyat karena masih adanya sistem sewa tanah oleh lembaga asing. Oleh karena itu, pada tahun 1941 diadakan reorganisasi di bidang politik, ekonomi dan pertanahan dengan maksud untuk menghapuskan stelsel apanage (kekuasaan tanah oleh pihak asing). Kasultanan kemudian mengadakan perubahan sistem pertanahan dengan membentuk Kalurahan, mengubah dasar sewa tanah dan memberikan hak atas tanah yang lebih kuat kepada penduduk. Untuk mencapai kesejahteraan rakyat dalam kaitannya dengan reorganisasi yang dilakukan, dikeluarkan Rijksblad Kasultanan Tahun 1918 Nomor 16 dimana pada pasal 1 menyebutkan bahwa semua tanah yang tidak dapat dibuktikan dengan hak eigendom oleh pihak lain adalah Domain Kerajaan (Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat) dan pada pasal 2 disebutkan bahwa di wilayah yang mengalami reorganisasi, dibentuk menjadi Kalurahan. Dalam pasal 4 Rijksblad Kasultanan Tahun 1918 Nomor 16, tertulis bahwa semua tanah yang secara nyata dipakai oleh rakyat baik ditempati maupun yang diolah secara tetap ataupun tidak tetap sebagaimana tercatat dalam register Kalurahan, diberikan hak anggaduh (hak milik) oleh Kasultanan. Tanah yang diberikan hak anggaduh tersebut, kecuali tanah lungguh dan tanah pangarem-arem, diberikan kepada Kalurahan dengan melangsungkan hak anganggo (hak pakai) kepada pemakai secara turun temurun. Selain itu, seperlima dari luas tanah keseluruhan tetap dikuasai Kalurahan untuk lungguh Lurah dan Pamong, pangarem- 5

6 arem Bekel yang diberhentikan akibat reorganisasi dan untuk mencukupi keperluan Kalurahan atau sebagai sumber pendapatan Kalurahan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa di wilayah Kalurahan terdapat tanahtanah yang digunakan sebagai tanah hak anganggo turun-temurun warga masyarakat, tanah desa untuk lungguh, tanah pangarem-arem, tanah kas desa untuk kepentingan umum, tanah yang dikuasai pihak asing dan tanah yang belum pernah dilepaskan atau masih menjadi kewenangan Kraton. Tanah yang masih menjadi kewenangan Keraton dan termasuk dalam Domain Kerajaan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat inilah yang disebut sebgai tanah Sultan Ground (Suyitno, 2007). I.5.2. Sultan Ground Tanah Kasultanan (Sultan Ground ) adalah tanah yang dimiliki dan kewenangannya diatur oleh Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan diwariskan secara turun temurun oleh pewaris. Tanah Keraton merupakan tanah yang belum diberikan haknya kepada penduduk maupun kepada pemerintah desa, dan masih merupakan milik keraton sehingga siapapun yang akan menggunakannya harus meminta ijin kepada pihak kraton. Tanah tersebar hampir di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan keberadaannya diakui oleh masyarakat. Sultan Ground dibagi dua yaitu Crown Domain (Tanah Mahkota) dan Sultanaad Ground. Crown Domain merupakan tanah Sultan Ground yang tidak bisa diwariskan dan merupakan atribut pemerintahan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, diantaranya Kraton, Alun-alun, Kepatihan, Pasar Ngasem, Pesanggrahan Ambarukmo, Pesanggrahan Ambarbinangun, Hutan Jati di Gunungkidul, Masjid Besar dan sebagainya. Sedangkan Tanah Sultanaad Ground (tanah milik Kasultanan) adalah tanah-tanah Sultan Ground yang bisa diberikan dan dibebani hak. Tanah tersebut merupakan wilayah kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat yang tanahnya bisa digunakan oleh rakyat. Yogyakarta awalnya merupakan daerah swapraja. Hukum Tanah Swapraja adalah keseluruhan peraturan tentang pertanahan yang khusus berlaku di daerah swapraja, seperti Kasultanan Yogyakarta. Dalam konsiderans Staatsblad No

7 tahun 1915 ditegaskan bahwa di atas tanah-tanah yang terletak dalam wilayah hukum swapraja, dapat didirikan hak kebendaan yang diatur dalam Burgerlijk Wetboek (BW), seperti hak eigendom, erfpacht, opstal dan sebagainya. Dalam memperoleh izin untuk menyewa atau memakai tanah keraton (Magersari), terlebih dahulu harus meminta izin kepada Panitikismo. Panitikismo merupakan lembaga adat yang mengurusi pertanahan keraton yang meliputi pengaturan dan perizinan. Tanda bukti izin tersebut adalah dikeluarkannya Surat Kekancingan Magersari yang di dalamnya memuat klausul bahwa pemegang Magersari dilarang mendirikan bangunan permanen, tanah Magersari tidak bisa diperjual belikan dan bersedia mengembalikan tanah bila sewaktu-waktu diminta. Untuk tanah keraton yang telah bersertifikat hak milik, tentu saja menurut Hukum Agraria yang berlaku, permohonan hak atas tanah tersebut tunduk pada ketentuan UUPA serta ketentuan lain yang meliputi ketentuan administratif. Hal ini menandakan Hukum yang berlaku mengenai tanah di DIY masih tumpang tindih. Di samping itu, terdapat tanah-tanah yang telah bersertifikat dan dimiliki oleh perseorangan. Tanah tersebut merupakan tanah yang pada kenyataannya tidak dapat diganggu gugat oleh pihak keraton karena telah ada alas hak yang sah. Namun jika ingin mendirikan bangunan, harus memenuhi persyaratan untuk mendapatkan Izin Mendirikan Bangun Bangunan (IMBB). I Perizinan Penggunaan tanah Sultan Ground Menurut (Rizqiana, 2009) bahwa segala hal yang berhubungan dengan kegiatan pertanahan yang menyangkut perizinan dan penggunaan Tanah Sultan Ground, dilakukan kepengurusannya oleh Panitikismo, sebuah lembaga yang ada di dalam Keraton. Lembaga ini menjadi satu-satunya pihak yang berhak mengeluarkan surat izin yang disebut Surat Kekancingan. Sementara Kawedanan Hageng Wahono Sarto Kriyo atau pejabat urusan pertanahan di Keraton, yang mengatur dan memberikan kewenangan atas pelaksanaan lembaga ini adalah KGPH Hadiwinoto, adik dari Sultan Hamengku Buwono X. 7

8 Surat kekancingan dikeluarkan oleh Panitikismo, surat kekancingan sendiri adalah izin penggunaan Tanah Sultan Ground yang berbentuk seperti surat perjanjian antara dua pihak peminjam dan pihak pemilik. Seperti diketahui pihak peminjam adalah warga atau penduduk Negara Indonesia yang melakukan permohonan izin tinggal dan atau menempati sebidang tanah milik di atas Tanah Sultan Ground kepada pihak Keraton. Surat Kekancingan ini berisi pasal-pasal yang secara garis besar mengatur pihak peminjam dalam menggunakan sebidang tanah tersebut dengan beberapa persyaratan di dalamnya. Diantaranya adalah pihak peminjam bersedia menerima segala bentuk hal yang menguntungkan dan atau merugikan dalam menggunakan tanah tersebut. Pihak peminjam juga diwajibkan memelihara keutuhan tanah tersebut dengan baik dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan wajib mengembalikan tanah tersebut sesuai tenggat waktunya tanpa meminta ganti rugi atas bangunan atau gedung di atas tanah tersebut. Peminjam diperkenankan mendirikan bangunan untuk tempat tinggal atau usaha dengan syarat tidak untuk keperluan yang melawan hukum dan wajib memberikan uang pisunsung (sumbangan) sebesar ketentuan dan disetorkan ke Panitikismo per tahunnya. Apabila terjadi permohonan alih hak, maka jangka waktu yang dipakai adalah sisa dari waktu peminjam melakukan permohonan pertama kali. Surat Kekancingan ini tidak dapat diperjualbelikan atau dimanfaatkan di luar izin yang sah dari pihak Keraton. (Rizqiana, 2009) I Stastus hukum tanah Sultan Gound Status hukum kepemilikan Sultan Ground menurut hukum positif adalah Sultan Ground merupakan tanah sah milik raja sesuai dengan pasal 20 ayat (1) UUPA, dan fakta di lapangan maka sebenarnya tanah keraton dikategorikan sebagai hak milik keraton. ( Kadriah, 2014) Hukum-hukum pertanahan yang berkaitan dengan Sultan Ground adalah sebagai berikut: a) Rijksblad Kasultanan Tahun 1918 Nomor 16 tentang pengaturan hak di atas Tanah Sultan Ground dan pembentukan Kalurahan. 8

9 Pasal 1: Tanah yang tidak dapat dibuktikan dengan hak eigendom oleh pihak lain adalah Domein Kerajaan. Pasal 2: Wilayah yang mengalami reorganisasi dibentuk menjadi Kalurahan. Pasal 4: Semua tanah yang secara nyata dipakai oleh rakyat baik ditempati maupun yang diolah secara tetap maupun tidak tetap sebagaimana tercatat dalam register Kalurahan, diberikan hak anggaduh tersebut, kecuali tanah lungguh dan tanah pangarem-arem, diberikan kepada Kalurahan dengan melangsungkan hak anganggo (hak pakai) kepada para pemakai secara turun-temurun. b) UU No. 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta. Pasal 4 ayat 4 : Urusan-urusan rumah tangga dan kewajiban-kewajiban daripada yang tersebut dalam ayat 1 di atas, yang dikerjakan oleh Daerah Istimewa Yogyakarta sebelum dibentuk menurut Undang-Undang ini, dilanjutkan sehingga ada ketetapan lain dengan Undang-Undang. c) Peratuan Daerah No. 5 Tahun 1954 tentang Hak Atas Tanah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pasal 1 : Hak atas tanah dalam Daerah Istimewa Yogyakarta diatur dengan Peraturan Daerah. Pasal 2 : Tentang hak atas tanah yang terletak di dalam Kota Besar (Kotapraja) Yogyakarta buat sementara masih berlaku peraturan seperti termuat dalam Rijksblad Kasultanan. Tahun 1925 No. 23 dan Rijksblad Paku Alaman Tahun 1925 No. 25. Pasal 3 : Tentang hak atas tanah terletak dalam kalurahan diatur dan diurus oleh Kalurahan setempat, kecuali yang telah diatur di dalam Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta. Pasal 4 ayat 1 : Daerah Istimewa Yogyakarta memberi hak milik perseorangan turun-temurun atas sebidang tanah kepada warga Negara Republik Indonesia selanjutnya disebut hak milik. d) UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Diktum Keempat : 9

10 Hak-hak dan wewenang-wewenang atas bumi dan air dari Swapraja atau bekas Swapraja yang masih ada pada waktu berlakunya Undang-Undang ini hapus dan beralih kepada Negara. Hal-hal yang bersangkutan dengan ketentuan dalam huruf A diatas diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. e) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1967 tentang Pembagian Tugas dan Wewenang Agraria. Pasal 1 : Tugas dan wewenang yang dengan peraturan ini dilimpahkan kepada Gubernur Kepala Daerah dan Bupati/Walikota Kepala Daerah dalam kedudukan dan fungsinya sebagai wakil Pemerintah Pusat, penyelenggaranya sehari-hari dilaksanakan atas nama dan tanpa mengurangi hak kewenangan dan tanggung jawab Kepala Daerah oleh Direktorat Agraria dan Transmigrasi atau Kantor Inspeksi Agraria pada tingkat propinsi dan oleh Kantor Agraria pada tingkat Kabupaten/Kotamadya. Pasal 2 : Di Daerah Istimewa Yogyakarta tugas dan wewenang yang dengan peraturan ini dilimpahkan kepada Gubernur Kepala Daerah dan Bupati/Walikota Kepala Daerah, dilimpahkan kepada Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta penyelenggaranya sehari-hari dilaksanakan atas nama dan tanpa mengurangi hak kewenangan dan tanggung jawab Kepala Daerah oleh Dinas Agraria Daerah Istimewa Yogyakarta. f) UU No. 5 Tahun 1960 UUPA Pasal 2 ayat 4 : Hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada Daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuanketentuan Peraturan Pemerintah. g) UU No 5 Tahun 1960 UUPA Pasal 11 ayat 2 : Perbedaan dalam masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat dimana perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomi lemah. 10

11 I Hak pemanfaatan tanah Kasultanan Menurut peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2013 pasal 28 bahwa hak pemanfaatan tanah kasultanan terdiri dari : a) Hak guna bangunan; b) Hak pakai; c) Magersari merupakan hak yang diberikan oleh Kasultanan kepada perorangan atau lembaga untuk menggunakan tanah bukan Keprabon terhadap tanahtanah milik Kasultanan yang belum dimanfaatkan; d) Ngindung merupakan hak yang diberikan oleh Kasultanan kepada perorangan atau lembaga untuk menggunakan tanah bukan Keprabon terhadap tanahtanah milik Kasultanan yang sudah dimanfaatkan; e) Anganggo merupakan hak yang diberikan oleh Kasultanan kepada perorangan atau lembaga untuk menggunakan tanah bukan keprabon; dan f) Anggaduh merupakan hak yang diberikan oleh Kasultanan kepada perorangan atau lembaga untuk menggunakan tanah bukan Keprabon terhadap tanahtanah milik Kasultanan untuk subyek dan jangka waktu tertentu. Adapun subjek pemanfaatan tanah Kasultanan yang berupa tanah bukan Keprabon terdiri dari : a) Para pangeran dalam jabatannya sebagai pemegang kekuasaan kepangeranan; b) Desa sebagai lembaga yang mengelola tanah Kasultanan; c) Lembaga pemerintah tertentu yang sudah menguasai dan memanfaatkan tanah bukan Keprabon; dan d) Warga masyarakat yang memanfaatkan bagian dari tanah buka Keprabon untuk tempat tinggal atau tempat usaha Pengertian Tanah Tanah menurut bahasa Yunani Pedon, Latin Solun dan Arab Ardun yang mempunyai arti yang sama yaitu salah satu unsur alam yang berada di bumi, yang 11

12 tersusun baik yang berada di atas permukaan maupun di dalam bumi. Sehingga dengannya menumbuhkan sesuatu dan dapat diambil manfaatnya. (Fachrudin, 2012) Tanah menurut pengertian geologis-agronomis adalah lapisan lapisan permukaan bumi yang paling atas. Tanah yang dimanfaatkan untuk menanami tumbuh-tumbuhan disebut tanah garapan,tanah pekarangan, tanah pertanian, atau tanah perkebunan. Sedangkan tanah yang digunakan untuk mendirikan bangunan disebut tanah bangunan. (Sudiyat, 1982) Sebutan tanah dalam bahasa keseharian dapat didefinisikan dalam berbagai arti. Maka dalam penggunaannya perlu diberi batasan, agar diketahui dalam arti apa istilah itu digunakan( Harsono, 2003). Tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi, yang kemudian disebut tanah Pendaftaran Tanah Menurut Harsono (1997), pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan, dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang bidang tanah dan satuan satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak hak tertentu yang membebaninya. Tujuan dari pendaftaran tanah yaitu untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan, menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik yang merupakan dasar dan perwujudan tertib administrasi di bidang pertanahan. 12

13 Hak- hak Penguasaan Atas Tanah Hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi, yang berbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar tertentu. Sedangkan pengertian penguasaan dan menguasai dapat digunakan dalam arti fisik, dan juga dalam arti yuridis. Juga beraspek perdata dan beraspek publik. Menurut (Harsono, 2003) bahwa pengaturan hak-hak atas tanah dalam hukum tanah ada yang sebagai lembaga hukum dan ada pula sebagai hubungan konkret. Hak penguasaan atas tanah merupakan suatu lembaga hukum, jika belum dihubungkan dengan tanah dan orang atau badan hukum tertentu sebagai pemegang haknya. Sebagai contoh dapat disebut Hak Milik dan Hak Guna Usaha sebagai mana disebutkan dalam pasal 20 sampai dengan 45 UUPA. Hak penguasaan atas tanah merupakan suatu hubungan hukum konkret (biasanya disebut hak ), jika telah dihubungkan dengan tanah tertentu sebagai obyeknya dan orang atau badan hukum tertentu sebagai subyek atau pemegang hak nya. Sebagai contoh dapat dikemukakan hak-hak atas tanah yang disebut dalam ketentuan konversi UUPA. Dalam tiap hukum tanah terdapat pengaturan mengenai berbagai hak penguasaan atas tanah. Dalam UUPA misalnya diatur dan sekaligus ditetapkan jenjang hierarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah nasional, yaitu : a) Hak Bangsa Indonesia yang disebut dalam pasal 1, sebagai hak penguasaan atas tanah yang tertinggi, beraspek perdata dan publik. b) Hak Menguasai dari Negara yang disebut dalam pasal 2, semata-mata beraspek publik. c) Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat yang disebut dalam pasal 3, beraspek perdata dan publik. d) Hak-hak perorangan/individual, semuanya beraspek perdata, terdiri dari : I. Hak-hak atas tanah sebagai hak-hak individual yang semuanya secara langsung ataupun tidak langsung bersumber pada hak bangsa, yang disebut dalam pasal 1 dan 53; II. Wakaf, yaitu Hak milik yang sudah diwakafkan pasal 49; 13

14 III. Hak jaminan atas tanah yang disebut Hak tanggungan dalam pasal 25, 33, 39, dan Hak-hak atas tanah Atas dasar hak menguasai dari Negara ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum. Hak-hak atas tanah yang dimaksud memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatas nya sekedardiperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batasbatas menurut Undang-Undang dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi (Pasal 4 UUPA). Berikut adalah hak-hak atas tanah yang dimaksud : Hak Milik Merupakan hak turun-temurun, terikat dan terpenuh yang dapat dimiliki orang atas tanah. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Hak milik diberikan langsung oleh Negara dan dapat dipunyai oleh badan hukum, badan hukum yang dapat memiliki hak atas tanah adalah bank-bank Negara, koperasi pertanian yang didirikan menurut UU No. 79 tahun 1958, badan-badan keagamaan dan badan-badan sosial ditunjuk oleh menteri pertanian/agrian. I Hak Guna Usaha Merupakan hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu paling lama 25 tahun, guna perusahaan pertanian, perikanan dan peternakan. Hak guna usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hetar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik sesuai dengan perkembangan zaman. Hak guna usaha dapat dialihkan dan mengalihkan ke pihak lain. I Hak Guna Bangunan Merupakan hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan nya, jangka waktu dapat diperpanjang 14

15 dengan waktu paling lama 20 tahun. Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan ke pihak lain. I Hak Pakai Merupakan hak untuk menggunakan dan memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan dalam pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dengan perjanjian dengan pemilik tanah nya. Yang bukan merupakan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah. Segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan Undang-Undang. I Hak Sewa Sesorang atau badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa. Pembayaran dapat dilakukan satu kali atau dalam tiap-tiap waktu tertentu atau dibayar sebelum atau sesudah tanah nya digunakan. Perjanjian sewa tanah tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur pemerasan. I.5.6. Peta Tematik Menurut Badan Informasi Geospasial (BIG) Peta Tematik merupakan peta yang menyajikan tema tertentu dan untuk kepentingan tertentu (land status, penduduk, transportasi dll.) dengan menggunakan peta rupabumi yang telah disederhanakan sebagai dasar untuk meletakkan informasi tematiknya. Pembuatan peta tematik merupakan salah satu cara yang paling efektif dan efisien untuk menganalisis dan memvisualisasikan data dan informasi milik pengguna. Pengguna dapat memberikan tambahan bentuk-bentuk grafis sehingga data-datanya dapat dilihat diatas peta. Demikian pula dengan analisis terhadap pola (patterns) dan kecendrungan (trends) yang tidak mudah untuk dilakukan bila hanya menggunakan data atribut (numeris) semata, akan mudah dengan menggunakan degradasi atau perbedaan warna untuk menampilkan data-data diatas peta (Prahasta, 2002). 15

16 Pengertian Kartografi Secara umum kartografi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang pemetaan. Pengertian yang lebih khusus diungkapkan oleh International Cartografhic Association (perhimpunan kartografi internasional) mengartikan kartografi sebagai perpaduan seni, ilmu dan teknik pembuatan peta, termasuk pengertian peta sebagai karya seni. Arti dari definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup kartografi meliputi : semua tahap dalam kompilasi. Desain kontruksi, evaluasi, menggambar, memberi warna/simbol, mencetak dan merevisi peta serta studi tentang peta sebagai media komunikasi. Dengan perkembangan teknologi yang sudah sangat canggih seperti sekarang ini (khususnya teknologi komputer), maka kartografi juga mengalami perkembangan secara funda mental. Revolusi teknologi mempunyai dampak pada kartografi. Kartografi tetap mempertahankan elemen dasar ilmu kartografi dan juga kartografi menghasilkan dua produk yang satu sama lain memenuhi fungsi masing-masing, yaitu : 1) Basis data digital merupakan media penyimpanan informasi geografis sebagai pengganti pencetakan peta; 2) Visualisasi kartografis pada sejumlah media yang berbeda merupakan fungsi pelayanan selain pencetakan peta. Menurut Menno-Jan Kraak dan Ferjan Ormeling (2003) kartografi dapat dilihat sebagai pembuatan data spasial yang dapat diakses, menekan visualisasinya, dan memungkinkan berinteraksi dengannya, yang berhubungan dengan masalah-masalah geospasial. Dari pengertian diatas, kita dapat melihat bahwa kartografi sudah tidak terbatas pada domain peta konvensional (cetak), namum sudah lebih luas dan mengarah kepada akses dan visualisasi yang umumnnya dilakukan menggunakan pada platform digital. Dalam prakteknya, peta dibuat selalu dengan tujuan tertentu, kemampuan dan kebutuhan pembaca serta batsan grafis pada media penyajian informasi peta sangat 16

17 mempengaruhi keputusan pendesainan (Robinson, 1996). Itulah yang membuat desain kartografis sangat menyenangkan. I Simbolisasi Menurut Prihandito A. (1999), simbol merupakan bentuk semua informasi sesuai dengan distribusi geografik dan posisi planimetrik (X,Y) yang dikomunikasikan pada pemakaian peta. Simbol adalah salah satu tanda gambar menurut penyajian yang menyatakan obyek tertentu. Untuk memudahkan pelaksanaan simbolisasi dari banyak data yang bervariasi, maka berdasarkan cirinya dapat diklasifikasikan menjadi : 1. Simbol titik, digunakan untuk menunjukkan posisi atau lokasi. Dapat digambarkan dalam bentuk titik, segitiga, segiempat, atau lingkaran. Simbol titik ini dapat dilihat pada Gambar I.1. berikut. Gambar I.1. Simbol titik (Sumber : Prihandito A, 1999) 2. Simbol garis, digunakan jika unsur yang diwakilinya berbentuk garis misal sungai, jalan, batas wilayah. Simbol garis ini dapat dilihat pada Gambar I.2. berikut. Gambar I.2. Simbol garis (Sumber : Prihandito A, 1999) 17

18 3. Simbol luasan, digunakan untuk mewakili unsur-unsur yang berbentuk luasan (polygon) misalnya hutan, sawah, rawa, dan sebagainya. Simbol luasan ini dapat dilihat pada Gambar I.3. berikut. Gambar I.3. Simbol luasan (Sumber : Prihandito A, 1999) Menurut Prihandito A. (1999), secara umum simbol dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu : 1. Simbol piktorial, yaitu simbol yang mempunyai bentuk yang sama dengan obyek aslinya namun telah disederhanakan. Simbol piktorial ini dapat dilihat pada Gambar I.4. berikut. Gambar I.4. Simbol piktorial (Sumber : Prihandito A, 1999) 2. Simbol geometrik atau abstrak, yaitu simbol dengan bentuk teratur dan tidak mempunyai ciri-ciri khusus dan arti tertentu yang berhubungan dengan bentuk tersebut. Simbol geometrik atau abstrak ini dapat dilihat pada Gambar I.5. berikut. Gambar I.5. Simbol geometrik (Sumber : Prihandito A, 1999) 18

19 3. Simbol huruf atau angka, yaitu simbol yang disusun oleh huruf atau angka, digunakan untuk mewakili unsur- unsur yang sangat khas. Simbol huruf atau angka ini dapat dilihat pada Gambar I.6. berikut. 5 Gambar I.6. Simbol huruf atau angka (Sumber : Prihandito A, 1999) Menurut Riyadi (1994), pada peta skala kecil maupun skala besar selalu terdapat obyek-obyek yang tidak mungkin digambarkan dengan skala yang bersangkutan, sedangkan obyek-obyek tersebut harus dicantumkan dalam peta. Oleh sebab itu, pemakaian simbol dan desain pewarnaan sangat dibutuhkan. Di dalam proses simbolisasi dan desain pewarnaan pada suatu peta untuk membedakan bermacam-macam data, harus dibuat bermacam-macam kenampakan agar mudah dimengerti oleh pengguna. Variabel tampak merupakan basis dasar di dalam pembuatan desain simbol dan pewarnaan yang berperan penting pada proses sistematika dan logika. Sebelum memutuskan pemakaian suatu simbol dan warna yang akan mewakili suatu unsur di permukaan bumi, perlu dipelajari terlebih dahulu masalah variabel tampak yang menyangkut berbagai bentuk penyajian dengan menggunakan dampak pandang (visual impact), sebab hal tersebut merupakan sesuatu yang ikut menentukan bentuk simbol dan warna atau penyajian pada suatu peta. Menurut Riyadi (1994), ada tujuh macam variasi gambar yang mampu/dapat diterima oleh mata sebagai pembentuk dasar utama gambar yang ditampilkan sebagai informasi. Ketujuh variasi tersebut dinamakan variabel tampak yang dibagi menjadi : 1. Posisi (x,y). Posisi merupakan variabel tampak yang dapat memberikan informasi lokasi atau posisi (x,y) pada peta. 19

20 2. Bentuk. Dengan menggunakan bentuk, simbol dapat dibedakan dengan lebih mudah. Dalam penggambarannya tidak terlalu rumit serta mempunyai jumlah yang tidak terbatas. 3. Orientasi. Orientasi menggambarkan arah simbol pada peta. Pada variabel orientasi hanya dibatasi empat sampai enam perbedaan arah, hal ini tergantung pada macam simbol yang digunakan. 4. Pewarnaan. Dengan menggunakan warna, simbol satu dengan yang lain dapat dibedakan dengan mudah. Variabel warna terdiri dari berbagai kombinasi dan komposisi warna dasar, sehingga dapat menghasilkan berbagai macam warna. 5. Tekstur. Tekstur sebaiknya digunakan pada variasi gambar elemen dengan value tetap sehingga saat diperkecil maupun diperbesar, jarak antara bagian hitam dan putih tetap sama. 6. Value. Value merupakan variabel yang menunjukkan derajat keabuan suatu simbol yang berkisar dari putih sampai hitam. 7. Ukuran. Variabel ukuran menunjukan besaran suatu simbol. Di dalam kartografi, ketujuh variabel tampak ini digunakan untuk membentuk simbol. Ketujuh buah variabel tampak serta keteragannya disajikan pada tabel I.1 dan gambar I.9. Tabel I.1. Variabel tampak dan keterangannya Variabel Tampak Posisi Bentuk Orientasi Pewarnaan Tekstur Keterangan Memberikan informasi lokasi (X,Y) di peta Memudahkan menggambarkan perbedaan simbol antara satu dengan yang lain Merupakan arah dari suatu simbol Perbedaan simbol satu dengan yang lain terlihat jelas Digunakan pada variasi dari gambar elemen dengan value 20

21 yang tetap Value Ukuran Menunjukkan besar derajat keabuan, yang kisarannya dari putih sampai hitam Menunjukkan variasi dari besaran suatu simbol (Sumber: Riyadi, 1994) Visual Variables Ukuran Bentuk Y Value Orientasi Posisi X Tekstur Pewarnaan (Sumber: Riyadi, 1994) Gambar I.7. Variabel tampak Variabel tampak tersebut harus mempunyai sifat pemahaman agar obyek yang ditampilkan dalam peta dapat dimengerti secara cepat. Ada empat macam sifat pemahaman dari suatu simbol. Keempat buah macam sifat tersebut beserta keterangannya dapat dilihat pada tabel I.2. 21

22 Tabel I.2. Sifat pemahaman variabel tampak dan keterangannya Sifat Pemahaman Asosiatif Selektif Order Kuantitatif Keterangan Jika reaksi awal dari mata dalam melihat simbol tersebut sama pentingnya. Tidak ada simbol yang terlihat lebih penting dibandingkan simbol lainnya walaupun wujud simbol tersebut berbeda satu sama lain. Jika reaksi awal mata dalam melihat simbol dapat membedakan antara simbol satu dengan yang lain secara cepat. Jika semua simbol dapat dibedakan secara spontan oleh variabel yang ditempatkan ke dalam tingkatan yang jelas. Jika perbedaan semua simbol dapat dipisahkan satu dengan lainnya oleh jumlah yang jelas. (Sumber: Riyadi, 1994) Ringkasan dari sifat pemahaman dari tiap-tiap variabel tampak dapat dilihat pada Tabel I.3. 22

23 Tabel I.3. Variabel tampak dan sifat pemahamannya Sifat Pemahaman Posisi Perspektif Garis Perspektif Warna Tekstur Shading Ukuran Asosiatif Selektif Order Kuantitatif Keterangan : (Sumber: Riyadi, 1994) ++ : Sangat kuat + : Kuat 0 : Cukup - : Jelek Tanimura, Kuroiwa, dan Mizota (2006) menyebutkan bahwa visualisasi data spasial pada peta tidak hanya membantu dalam eksplorasi data tetapi juga memberi gambaran spasial. Aplikasi dari visualisasi tersebut salah satunya digambarkan dengan bentuk penggunaan simbol proporsional. Simbol proposional merupakan jenis simbol yang merepresentasikan peta tematik secara kuantitatif dari data. Nilai-nilai absolute yang tersebar, berlaku untuk lokasi titik atau daerah, dapat digambarkan dengan simbol proporsional. Kraak dan Ormeling (2013) menyebutkan bahwa prinsip yang sama yang menunjukkan perbedaan nilai dengan perbedaan jumlah simbol tidak dapat digunakan pada peta. Hal tersebut dapat ditunjukkan pada Gambar I.8.(a) dan I.8.(c): jumlah 23

24 simbol terlihat terlalu banyak pada peta dan mengancam menutupi latar belakang geografisnya, dengan alasan utama untuk menunjukkan data pada peta. Oleh karena itu, perbedaan nilai dalam kartografi ditunjukkan dengan ukuran simbol yang berbeda ukurannya. Daerah yang diliputi simbol ini akan menjadi lebih proporsional pada nilai yang harus digambarkan. Pertimbangan utama dari simbol ini adalah kemudahan dibaca dan dibandingkan. Simbol tersebut dapat terbaca atau tidak, berhadapan dengan latar belakang dari peta dasar yang tergantung pada kontras dan kepadatan simbol. Apakah Simbol proporsional dapat dibandingkan dengan mudah tergantung pada bentuknya. Simbol proporsional yang hanya bervariasi pada satu arah, seperti kolom (Gambar I.8.b.) bernilai baik dalam kemampuan orang untuk membandingkan ukuran yang disajikan. Di sisi lain, lingkaran-lingkaran ini akan kurang mendominasi gambaran peta, tidak akan memonopoli arah tertentu dan akan lebih mudah untuk menggunakannya pada daerah yang terkait. Simbol proposional lingkaran juga dapat digambarkan dengan bentuk lingkaran yang niali datanya terklasifikasi (Gambar I.9.) agar dapat digunakan untuk menentukan kategori ukuran tertentu. Simbol lingkaran bertingkat baik digunakan pada kasus data dengan lompatan interval yang besar. (Sumber: Kraak dan Ormeling, 2013) Gambar I.8. Perbandingan pengaruh gangguan berbagai simbol proporsional pada peta 24

25 (Sumber: Anonim, 2009) Gambar I.9. Simbol lingkaran proporsional yang terklasifikasi Menurut Badan Informasi Geospasial (BIG, 2013) Peta tematik tersedia dengan skala skala berikut : 1. Skala 1: Skala 1: Skala 1: Skala 1: Skala 1: Skala 1: Komponen peta tematik menurut Hendi Indelarko (2009) terdiri dari : 1. Isi peta menunjukkan isi dari makna ide penyusun peta yang akan disampaikan kepada pengguna peta. Isi peta merupakan bagian dari peta yang menampilkan lapisan lapisan data (layer). Bagian ini adalah bagian terpenting dari peta dan merupakan titik pusat dari sebuah dokumen peta. 2. Skala peta menjelaskan hubungan dari data frame yang ada di peta dengan dunia nyata dalam sebuah rasio perbandingan. Pensekalaan dapat dilakukan perunit atau berdasarkan satu ukuran terhadap ukuran lainnya. Skala sangat 25

26 penting untuk ditampilkan untuk melihat tingkat ketelitian dan kedetilan dari objek yang dipetakan. Skala dapat dibedakan menjadi : a) Skala numeris (numerical scale,functional scale, natural scale, linear scale). Misalnya : 1: b) Skala grafis atau skala garis atau skala bar. Gambar 1.10 skala grafis peta c) Skala verbal. Misalnya : 1 inch = 1 mil, 1 cm =1km. 3. Simbol arah dicantumkan dengan tujuan orientasi peta. Arah utara lazimnya mengarah pada bagian atas peta. Kemudian berbagai tata letak tulisan mengikuti arah utara, sehingga peta nyaman dibaca tanpa membolak-balik peta. Lebih dari itu arah juga penting sehingga pemakai peta dapat dengan mudah mencocokkan objek di peta dengan objek di lapangan. Gambar 1.11 Simbol ara peta. 4. Legenda atau keterangan bertugas untuk menjelaskan seluruh simbol-simbol yang digunakan dalam peta pada setiap lapisan datanya. Agar pengguna peta dapat mudah memahami isi peta. Seluruh isi peta harus dijelaskan dalam legenda. Legenda peta harus menggambarkan secara detail berbagai gambar skema, simbol dan kategori yang terdapat dipeta tersebut. Gambar 1.12 Legenda peta. 26

27 5. Sumber data, agar pembaca peta dapat mengetahui sumber data atau peta yang digunakan, kapan peta dibuat, dan lain-lain. Jika diperlukan, pengguna dapat melacak keakuratan informasi dan interpretasi dari pembuat peta. 6. Judul peta, sebuah judul peta sangat penting adanya, karena sebuah judul akan memberikan gambaran secara singkat mengenai subjek-subjek yang ada didalam peta tersebut. Judul peta harus mencerminkan isi peta. Gambar 1.13 judul peta. 7. Proyeksi peta, sebuah peta membutuhkan kedetilan informasi sebuah sistem proyeksi yang digunakan untuk kebutuhan pemakaian sistem koordinat yang diapakai. Misalnya : Proyeksi UTM (Universal Transverse Mercator) dan lain-lain. 8. Kartografer, pengolahan data atau peta menjadi sebuah peta yang dibutuhkan, indentitas pembuat peta maupun yang terlibat dalam pembuatan peta tersebut dapat diketahui. 9. Waktu pembuatan, waktu pemerosesan peta untuk mengetahui kapan pertama kali peta tersebut dihasilkan agar dapat diketahui realibilitas peta tersebut dalam jangka waktu tertentu. 10. Sistem grid dan koordinat, dalam selembar peta sering terlihat dibubuhi kerangka refrensi semacam jaringan kotak-kotak atau sistem grid. Tujuan grid adalah untuk memudahkan penunjukkan lembar peta dari sekian banyak lembar peta dan untuk memudahkan penunjukkan letak sebuah titik diatas lembar peta. Dalam sebuah sistem grid, garis horizontal maupun vertikal merupakan garis koordinat sebuah sistem koordinat teretntu yang mempunyai nilai koordinat tertentu pula. Cara membuat grid yaitu dengan wilayah dunia yang luas dibagi-bagi ke dalam beberapa kotak. Tiap kotak diberi kode. Tiap kotak dengan kode tersebut kemudian diperinci dengan kode terperinci lagi dan seterusnya. Jenis sistem grid dan koordinat pada peta di Indonesia yaitu : kilometer fiktif yaitu lembar peta dibubuhi jaringan kotak-kotak dengan atuan 27

28 kilometer. Implementasi sistem grid pada peta diantaranya adalah Graticules (sebuah garis lintang dan garis bujur yang berada diatas peta, yang sering dikenal dengan garis latitude dan longitude). Gambar.1.14 contoh Grid. 11. Inset (overview map), indeks dan petunjuk letak, peta yang dibaca harus diketahui dari bagian bumi sebelah mana area yang dipetakan tersebut. Inset peta merupakan peta yang diperbesar dari bagian belahan bumi sebagai contoh, pemetaan pulau Jawa merupakan inset dari kepulauan Indonesia. Secara teknis merupakan tampilan lain peta yang berupa area tertentu yang menjadi fokus pembicaraan. Khususnya pada saat diperbesar dalam sebuah area, akan membantu pengguna untuk lebih mudah memahami isi dari area tersebut secara detail. Sedangkan indeks peta merupakan sistem tata letak peta yang menunjukkan letak peta yang bersangkutan terhadap peta lain disekitarnya. Petunjuk letak peta merupakan kebalikan dari inset peta. Jika peta utama adalah pulau Jawa maka ada satu peta lagi yang lebih kecil dan berisi peta wilayah sekeliling pulau Jawa deperti wilayah Republik Indonesia tetapi dengan pulau jawa ditampilkan lebih menonjol atau warna yang lain serta diberikan keterangan bahwa itu pulau Jawa. 12. Nombor lembar peta penting untuk lembar peta dengan jumlah besar dan seluruh lembar peta terangkai dalam satu bagian muka bumi. 28

29 13. Garis refrensi geografis, didalam penentuan arah utara peta terdapat tiga macam, yaitu : a) Utara Sebenarnya yang merupakan arah utara dengan berpatokan pada kutub utara bumi. b) Utara Magnetik yang merupakan arah utara berdasarkan kutub magnetik utara bumi yang mempunyai deklinasi 23.5 derajat dari kutub utara bumi. Kutub magnetik utara ini yang menjadi patokan dari penunjukan utara jarum kompas. c) Utara Grid, menunjukkan arah utara dari garis grid tertentu dimana garis grid yang tidak searah atau lurus dengan garis meridian standar tidak menunjuk ke arah utara sebenarnya. Pembaca Utara Grid dengan sistem arah dari utara sebenarnya, 10 derajat Timur berarti utara grid berada 10 derajat dari utara sebenarnya dan berada di sebelah timur utara sebenarnya. 14. Broder merupakan batas tepi dari sebuah peta. Dengan adanya border, penempatan teks yang ada di peta akan terlihat lebih rapi dan lebih jelas. 29

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu daerah istimewa di Indonesia. Pada tanggal 30 Agustus 2012 telah disahkan Undang-Undang Keistimewaan DIY (UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Sultan Ground merupakan tanah adat dimana tanah tersebut peninggalan yang dimiliki lembaga Kraton. Menurut Hamengkubuwono X (2007) yang disebut Sultan Ground adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keraton Yogyakarta menginginkan seluruh tanah Sultan Ground dapat

BAB I PENDAHULUAN. Keraton Yogyakarta menginginkan seluruh tanah Sultan Ground dapat 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keraton Yogyakarta menginginkan seluruh tanah Sultan Ground dapat berstatus hak milik, yang diatur dalam sebuah undang-undang sehingga akan lebih memiliki

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERTANAHAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERTANAHAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Kepulauan dengan ribuan pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, baik pulau-pulau kecil maupun pulau-pulau besar. Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat berbagai macam hak-hak atas tanah di atas Tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian dan tanah perkebunan. Sedangkan yang digunakan untuk. bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian dan tanah perkebunan. Sedangkan yang digunakan untuk. bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai pengertian geologis-agronomis, tanah adalah lapisan lepas permukaan bumi yang paling atas. Tanah yang dimanfaatkan untuk menanami tumbuh-tumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23. Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan sebagai penguasa Kasultanan

BAB I PENDAHULUAN. dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23. Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan sebagai penguasa Kasultanan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semula seluruh tanah di wilayah Yogyakarta sebelum ditetapkan dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23 Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan

Lebih terperinci

Adipandang YUDONO

Adipandang YUDONO Pengenalan Kartografi Adipandang YUDONO 11 E-mail: adipandang@yahoo.com Outline Apa itu Kartografi? Peta Definisi Peta Hakekat Peta Syarat-syarat yang dikatakan peta Fungsi peta Klasifikasi peta Simbol-simbol

Lebih terperinci

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang luas, terdiri atas sepertiga wilayah daratan dan dua pertiga wilayah lautan. Untuk membangun Negeri Indonesia yang besar dan

Lebih terperinci

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Hak penguasaan atas tanah memberikan kewenangan kepada pemegang haknya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kartografi berasal dari bahasa Yunani karto atau carto yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Kartografi berasal dari bahasa Yunani karto atau carto yang berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kartografi berasal dari bahasa Yunani karto atau carto yang berarti permukaan dan graft yang berarti gambaran atau bentuk, sehingga kartografi merupakan gambaran permukaan

Lebih terperinci

HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING

HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING MAKALAH Oleh : Hukum Agraria Dosen : FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2012 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa

Lebih terperinci

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta A. Peta Dalam kehidupan sehari-hari kamu tentu membutuhkan peta, misalnya saja mencari daerah yang terkena bencana alam setelah kamu mendengar beritanya di televisi, sewaktu mudik untuk memudahkan rute

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai sejarah pembentukan berbeda dengan wilayah provinsi yang lain

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai sejarah pembentukan berbeda dengan wilayah provinsi yang lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebuah wilayah setingkat Provinsi yang mempunyai sejarah pembentukan berbeda dengan wilayah provinsi yang lain di Indonesia. Propinsi

Lebih terperinci

yang memberikan keleluasaan untuk Yogyakarta mengatur daerahnya secara legal-formal dan diakui oleh negara, termasuk mengatur tanah-tanah dengan

yang memberikan keleluasaan untuk Yogyakarta mengatur daerahnya secara legal-formal dan diakui oleh negara, termasuk mengatur tanah-tanah dengan BAB V PENUTUP Sistem kekuasaan dalam budaya Jawa menempatkan tanah sebagai salah satu tolok ukur status sosial dalam struktur masyarakat Jawa yang bersifat hierarkis. Pada puncak kedudukan, raja sebagai

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA II. 1 Peta Multiguna (Multipurpose map) Peta multiguna secara sederhana didefinisikan sebagai peta yang yang bisa digunakan oleh berbagai pihak untuk berbagai keperluan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH A. Pengertian Tanah Menarik pengertian atas tanah maka kita akan berkisar dari ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960, hanya saja secara rinci pada ketentuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Pengertian sultan grond dibagi menjadi dua kelompok yaitu: 1. Kroon Sultanaat Grond. kepada perusahaan-perusahaan tertentu.

BAB II KAJIAN TEORI. Pengertian sultan grond dibagi menjadi dua kelompok yaitu: 1. Kroon Sultanaat Grond. kepada perusahaan-perusahaan tertentu. BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Sultan Grond 1. Pengertian Sultan Grond Pengertian sultan grond dibagi menjadi dua kelompok yaitu: a. Tanah yang termasuk dalam sultanaat grond yaitu kelompok tanah

Lebih terperinci

No Sentralitas posisi masyarakat DIY dalam sejarah DIY sebagai satu kesatuan masyarakat yang memiliki kehendak yang luhur dalam berbangsa dan b

No Sentralitas posisi masyarakat DIY dalam sejarah DIY sebagai satu kesatuan masyarakat yang memiliki kehendak yang luhur dalam berbangsa dan b TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5339 DAERAH ISTIMEWA. PEMERINTAHAN. Pemerintah Daerah. Yogyakarta. Keistimewaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 170) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

BAB VIII VARIABEL TAMPAK (VISUAL VARIABLES)

BAB VIII VARIABEL TAMPAK (VISUAL VARIABLES) BAB VIII VARIABEL TAMPAK (VISUAL VARIABLES) Di dalam komunikasi dengan percakapan (ucapan), kata-kata digunakan untuk menampilkan informasi kepada orang lain. Masing-masing kata disusun dari sejumlah huruf-huruf

Lebih terperinci

BAB IX TATA LETAK PETA ( MAP LAY OUT ) & KESEIMBANGAN PETA

BAB IX TATA LETAK PETA ( MAP LAY OUT ) & KESEIMBANGAN PETA BAB IX TATA LETAK PETA ( MAP LAY OUT ) & KESEIMBANGAN PETA 1. Tata Letak Peta Tata letak suatu peta (Map lay out) merupakan pengaturan data spasial dari berbagai macam elemen yang disebut dengan PETA.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

EKSISTENSI TANAH KASULTANAN (SULTAN GROUND) YOGYAKARTA SETELAH BERLAKUNYA UU No. 5 / 1960

EKSISTENSI TANAH KASULTANAN (SULTAN GROUND) YOGYAKARTA SETELAH BERLAKUNYA UU No. 5 / 1960 EKSISTENSI TANAH KASULTANAN (SULTAN GROUND) YOGYAKARTA SETELAH BERLAKUNYA UU No. 5 / 1960 Umar Kusumoharyono Abstract The aim of research is to reveal the land legislation history at Kasultanan Yogyakarta

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria PERTAMA BAB I DASAR-DASAR DAN KETENTUAN-KETENTUAN POKOK Pasal 1 (1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan

Lebih terperinci

Session_02. Session_02 (Lebih Lanjut dengan PETA) MATAKULIAH KARTOGRAFI

Session_02. Session_02 (Lebih Lanjut dengan PETA) MATAKULIAH KARTOGRAFI MATAKULIAH KARTOGRAFI Disusun oleh : Ardiansyah, S.Si GIS & Remote Sensing Research Center Syiah Kuala University Session_02 Session_02 (Lebih Lanjut dengan PETA) 1. Intisari Peta 2. Hakekat Peta 3. Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia yang mendasar di Negara Agraris. Tidak dapat dipungkiri fenomena sengketa pertanahan dalam kehidupan

Lebih terperinci

Dasar-dasar Pemetaan Pemahaman Peta

Dasar-dasar Pemetaan Pemahaman Peta SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA LAHAN Kuliah Minggu ke 2 Dasar-dasar Pemetaan Pemahaman Peta Sudarto Lab Pedologi dan Sistem Informasi Sumberdaya Lahan OUTLINE 1 Pengertian Peta 2 Pemahaman dan Fungsi Peta

Lebih terperinci

SPESIFIKASI PENYAJIAN PETA RDTR

SPESIFIKASI PENYAJIAN PETA RDTR SPESIFIKASI PENYAJIAN PETA RDTR i Daftar isi Daftar isi... 1 Prakata... 3 1 Ruang lingkup... 4 2 Istilah dan definisi... 4 2.1 Istilah Teknis Perpetaan... 4 2.2 Istilah Tata Ruang... 5 3 Penyajian Muka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang ber-kelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.penggunaan tanah

BAB I PENDAHULUAN. alam yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.penggunaan tanah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kebutuhan manusia akan tanah dimulai ketika manusia hidup sampai dengan meninggal. Di wilayah Republik Indonesia,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

BAB II PERALIHAN HAK ATAS TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN A. Tinjauan Umum Mengenai Peralihan Hak Atas Tanah

BAB II PERALIHAN HAK ATAS TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN A. Tinjauan Umum Mengenai Peralihan Hak Atas Tanah 13 BAB II PERALIHAN HAK ATAS TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 A. Tinjauan Umum Mengenai Peralihan Hak Atas Tanah Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi yang

Lebih terperinci

*35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 24/1997, PENDAFTARAN TANAH *35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

PENDAFTARAN TANAH ADAT. Indah Mahniasari. Abstrak

PENDAFTARAN TANAH ADAT. Indah Mahniasari. Abstrak PENDAFTARAN TANAH ADAT Indah Mahniasari Abstrak Pertanahan di Indonesia sangat menarik untuk selalu dikaji. Sehingga tidak heran ketika dikatakan bahwa masalah tanah adalah masalah klasik yang sangat menarik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. peruntukan, penggunaan dan pemeliharaan.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. peruntukan, penggunaan dan pemeliharaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dikuasai oleh Negara untuk kepentingan hajat hidup orang banyak baik yang telah dikuasai atau dimiliki orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Sistem otonomi yang diberlakukan oleh bangsa Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Sistem otonomi yang diberlakukan oleh bangsa Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sistem otonomi yang diberlakukan oleh bangsa Indonesia merupakan bentuk pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Kewenangan berupa hak otonomi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Tanah Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi.tanah yang dimaksud di sini bukan mengatur tanah dalam segala

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENDAFTARAN TANAH ADAT Oleh : Indah Mahniasari, SH. Abstraksi

PENDAFTARAN TANAH ADAT Oleh : Indah Mahniasari, SH. Abstraksi PENDAFTARAN TANAH ADAT Oleh : Indah Mahniasari, SH Abstraksi Pertanahan di Indonesia sangat menarik untuk selalu dikaji. Sehingga tidak heran ketika dikatakan bahwa masalah tanah adalah masalah klasik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting baik untuk kehidupan maupun untuk tempat peristirahatan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. tanah juga memiliki fungsi dalam aspek politik, ekonomi, dan kebudayaan yang

BAB I PENGANTAR. tanah juga memiliki fungsi dalam aspek politik, ekonomi, dan kebudayaan yang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Tanah merupakan faktor yang berkaitan dengan banyak aspek dalam pola kepemilikan dan penguasaannya. Tidak hanya dalam aspek sosial saja, tetapi tanah juga memiliki fungsi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Tata cara perolehan hak pinjam pakai atas sultan grond tahapannya. a. Mengajukan surat permohonan kepada Panitikismo

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Tata cara perolehan hak pinjam pakai atas sultan grond tahapannya. a. Mengajukan surat permohonan kepada Panitikismo BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Tata cara perolehan hak pinjam pakai atas sultan grond tahapannya sebagai berikut:

Lebih terperinci

Bahwa sebelum berlakunya UUPA terdapat dualisme hukum agraria di Indonesia yakni hukum agraria adat dan hukum agraria barat. Dualisme hukum agraria ini baru berakhir setelah berlakunya UUPA yakni sejak

Lebih terperinci

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA PERSPEKTIF Volume XX No. 3 Tahun 2015 Edisi September HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya e-mail: urip_sts@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, tanah merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, tanah merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Di era globalisasi seperti sekarang ini, tanah merupakan suatu kebutuhan bagi manusia. Tanah sangat diperlukan oleh masyarakat untuk menunjang berbagai aspek

Lebih terperinci

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN LANDREFORM Perkataan Landreform berasal dari kata: land yang artinya tanah, dan reform yang artinya

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN TATA CARA PENETAPAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki peran yang sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia dan memiliki nilai yang tak terbatas dalam melengkapi berbagai kebutuhan hidup manusia,

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENINGKATAN HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK UNTUK RUMAH TINGGAL DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN SUKOHARJO

PELAKSANAAN PENINGKATAN HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK UNTUK RUMAH TINGGAL DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN SUKOHARJO PELAKSANAAN PENINGKATAN HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK UNTUK RUMAH TINGGAL DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Gorontalo. Dalam penelitian ini yang dikaji adalah pertama, melakukan observasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Gorontalo. Dalam penelitian ini yang dikaji adalah pertama, melakukan observasi BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang relevan sebelumnya Salah satu Penelitian yang relevan sebelumnya mengkaji tentang Upaya Badan Pertanahan Nasional (BPN) Dalam menyelesaikan masalah tanah, dapat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tanah memiliki peran yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH 2. 1. Pendaftaran Tanah Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017 PEROLEHAN HAK ATAS TANAH MELALUI PENEGASAN KONVERSI MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK AGRARIA 1 Oleh : Calvin Brian Lombogia 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan

Lebih terperinci

Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional. Dr. Suryanti T. Arief SH.,MKn.,MBA

Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional. Dr. Suryanti T. Arief SH.,MKn.,MBA Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional Dr. Suryanti T. Arief SH.,MKn.,MBA FUNGSI UUPA 1. Menghapuskan dualisme, menciptakan unifikasi serta kodifikasi pada hukum (tanah)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK MAGERSARI DAN TANAH SULTANAAT GROUND. pribumi dengan jangka waktu selama mereka menghuni.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK MAGERSARI DAN TANAH SULTANAAT GROUND. pribumi dengan jangka waktu selama mereka menghuni. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK MAGERSARI DAN TANAH SULTANAAT GROUND A. Hak Magersari 1. Pengertian Hak Magersari Hak magersari adalah hak yang diberikan kepada yang berkepentingan sebagai penghuni Sultan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah diperlukan manusia sebagai ruang gerak dan sumber kehidupan. Sebagai ruang gerak, tanah memberikan

Lebih terperinci

Teknik Informatika UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU. Hari Aspriyono, S.Kom

Teknik Informatika UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU. Hari Aspriyono, S.Kom Teknik Informatika UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU Hari Aspriyono, S.Kom Nama : Hari Aspriyono, S.Kom E-Mail : hari.aspriyono@gmail.com Hp : 081373297985 Absen : 10% Tugas : 20% UTS : 30% UAS : 40% Total

Lebih terperinci

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN Informasi geografis merupakan informasi kenampakan permukaan bumi. Sehingga informasi tersebut mengandung unsur posisi geografis, hubungan keruangan, atribut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kota Surabaya dengan luas wilayah sebesar 326,36 km² merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kota Surabaya dengan luas wilayah sebesar 326,36 km² merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Surabaya dengan luas wilayah sebesar 326,36 km² merupakan salah satu kota yang memiliki keistimewaan dalam hal pengelolaan tanah. Diantara wilayah tersebut

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 1 BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 3.1. PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH Secara general, pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan

Lebih terperinci

PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI SECARA SPORADIK MELALUI PENGAKUAN HAK. Oleh Bambang Eko Muljono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK

PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI SECARA SPORADIK MELALUI PENGAKUAN HAK. Oleh Bambang Eko Muljono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI SECARA SPORADIK MELALUI PENGAKUAN HAK Oleh Bambang Eko Muljono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan

Lebih terperinci

PEMANDANGAN UMUM. UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September Undang-undang ini

PEMANDANGAN UMUM. UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September Undang-undang ini PEMANDANGAN UMUM Perubahan yang revolusioner UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September 1960. Undang-undang ini benar-benar memuat hal-hal yang merupakan perubahan yang revolusioner dan drastis terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlindung dan melanjutkan kehidupannya. Sejalan dengan bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. berlindung dan melanjutkan kehidupannya. Sejalan dengan bertambahnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kemakmuran yang adil dan merata hanya dapat dicapai melalui pembangunan. Setiap kegiatan pembangunan selalu memerlukan tanah. Dalam kehidupan manusia, tanah

Lebih terperinci

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN Disampaikan pada Seminar dengan Tema HGU & HGB : Problem, Solusi dan Perlindungannya bedasarkan UU No. 25 Tahun

Lebih terperinci

LAPORAN. Penelitian Individu

LAPORAN. Penelitian Individu LAPORAN Penelitian Individu Aspek Kelembagaan dalam Penyerahan Urusan Pemerintahan Bidang Pertanahan di Daerah Otonomi Khusus Aceh dan Daerah Istimewa Yogyakarta Oleh: Shanti Dwi Kartika, S.H., M.Kn. PUSAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN 1996 Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah memiliki peran yang sangat penting artinya alam

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website : PENGAKUAN HUKUM TANAH NASIONAL TERHADAP TANAH KERATON YOGYAKARTA SETELAH BERLAKUNYA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG KEWENANGAN DALAM URUSAN KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

PENDAFTARAN TANAH RH

PENDAFTARAN TANAH RH PENDAFTARAN TANAH RH Menurut Boedi Harsono yang dimaksud dengan pendaftaran tanah adalah : Merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan secara teratur, terus menerus untuk mengumpulkan, menghimpun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam kehidupannya, untuk mati pun manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan tanah. Tanah mempunyai kedudukan dan fungsi yang amat penting

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan tanah. Tanah mempunyai kedudukan dan fungsi yang amat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara yang corak kehidupan serta perekonomian rakyatnya masih bercorak agraris, sebagian besar kehidupan rakyatnya

Lebih terperinci

Pertemuan ke-2 GARIS-GARIS BESAR PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA. Dosen : Dr. Suryanti T. Arief SH.,MBA.,MKn

Pertemuan ke-2 GARIS-GARIS BESAR PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA. Dosen : Dr. Suryanti T. Arief SH.,MBA.,MKn Pertemuan ke-2 GARIS-GARIS BESAR PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA Dosen : Dr. Suryanti T. Arief SH.,MBA.,MKn SEJARAH HUKUM TANAH DI INDONESIA A. SEBELUM BERLAKUNYA HUKUM TANAH NASIONAL Pengaturan

Lebih terperinci

PETA DAN KARTOGRAFI (Bagian 2)

PETA DAN KARTOGRAFI (Bagian 2) Mata Kuliah : PEMETAAN DAN TATA RUANG LINGKUNGAN PESISIR DAN LAUT Kode MK : M10B.113 SKS : 3 (2-1) PETA DAN KARTOGRAFI (Bagian 2) OLEH SYAWALUDIN A. HRP, S.Pi., MSc. FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

MANAJEMEN AGROEKOSISTEM

MANAJEMEN AGROEKOSISTEM MODUL 1 PRAKTIKUM MANAJEMEN AGROEKOSISTEM DASAR PEMETAAN Tehnik Pemetaan Manual OLEH : Syahrul Kurniawan Christanti Agustina JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MARET, 2010 I. TUJUAN

Lebih terperinci

1. Skala Peta. Skala merupakan perbandingan antara jarak di peta dan jarak sesungguhnya di lapangan (di permukaan bumi ).

1. Skala Peta. Skala merupakan perbandingan antara jarak di peta dan jarak sesungguhnya di lapangan (di permukaan bumi ). BAB III INFORMASI PETA 1. Skala Peta. Skala merupakan perbandingan antara jarak di peta dan jarak sesungguhnya di lapangan (di permukaan bumi ). Jarak di pets Skala peta = --------------------- Jarak di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. vii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan faktor yang paling utama dalam menentukan produksi setiap fase peradaban sehingga dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ditentukan Bumi dan air dan

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 40 TAHUN 1996 (40/1996) Tanggal : 17 JUNI 1996 (JAKARTA)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah memiliki peran yang

Lebih terperinci

No Perbedaan Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai atas Tanah Negara. perusahaan, pertanian, diperpanjang untuk. peternakan.

No Perbedaan Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai atas Tanah Negara. perusahaan, pertanian, diperpanjang untuk. peternakan. Tabel Hak-hak atas Tanah yang ada di Indonesia No Perbedaan Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai atas Tanah Negara 1. Definisi Hak turun-temurun, Hak mengusahakan Hak untuk mendirikan Hak

Lebih terperinci

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun,

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun, LAMPIRAN: 1 Persandingan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Menurut Undang-Undang Pertanahan Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna

Lebih terperinci

Materi Bahasan. Materi 2 Informasi Geografis & Representasinya dalam SIG. Data & Informasi Data Spasial & Non Spasial Representasi Data Spasial

Materi Bahasan. Materi 2 Informasi Geografis & Representasinya dalam SIG. Data & Informasi Data Spasial & Non Spasial Representasi Data Spasial Materi 2 Informasi Geografis & Representasinya dalam SIG JURUSAN SISTEM INFORMASI UNIVERSITAS GUNADARMA 2013 Materi Bahasan Data & Informasi Data Spasial & Non Spasial Representasi Data Spasial 2 1 Definisi

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERHADAP WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dan paling utama. Karena pada kehidupan manusia sama sekali tidak

BAB I PENDAHULUAN. penting dan paling utama. Karena pada kehidupan manusia sama sekali tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia, tanah merupakan faktor yang sangat penting dan paling utama. Karena pada kehidupan manusia sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ruang lingkup bumi menurut UUPA adalah permukaan bumi dan tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Permukan bumi sebagai dari bumi disebut tanah.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah 34 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 mengatur tentang Pendaftaran Tanah yang terdapat di dalam

Lebih terperinci

BAB 3 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Konsep Kepemilikan Dan Penguasaan Tanah Sultan Ground Di. 1. Asal Usul Sultan Ground Kasultanan Yogyakarta

BAB 3 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Konsep Kepemilikan Dan Penguasaan Tanah Sultan Ground Di. 1. Asal Usul Sultan Ground Kasultanan Yogyakarta BAB 3 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Konsep Kepemilikan Dan Penguasaan Tanah Sultan Ground Di Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Asal Usul Sultan Ground Kasultanan Yogyakarta Berawal dari Perjanjian Gianti

Lebih terperinci

Menimbang: Mengingat:

Menimbang: Mengingat: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 40 Tahun 1996 Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Menimbang: Presiden Republik Indonesia, a. bahwa tanah memiliki peran yang sangat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR : 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Berita Resmi Daerah Istimewa Yogyakarta)

LEMBARAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Berita Resmi Daerah Istimewa Yogyakarta) No. 3. Tahun 1955. LEMBARAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Berita Resmi Daerah Istimewa Yogyakarta) PERATURAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (PERDA DIY) NOMOR 4 TAHUN 1954 (4/1954) Tentang: Penyelesaian tanah-tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Peraturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Peraturan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pendaftaran Tanah Pasal 19 ayat (1) UUPA menetapkan bahwa untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah diadakan pendaftaran tanah di seluruh Wilayah Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah persoalan hak atas tanah. Banyaknya permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah persoalan hak atas tanah. Banyaknya permasalahan-permasalahan 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Setiap orang sangat mendambakan dan menghargai suatu kepastian, apalagi kepastian yang berkaitan dengan hak atas sesuatu benda miliknya yang sangat berharga

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. HASIL PENELITIAN 1. Latar Belakang Larangan Pemilikan Hak Milik Atas Tanah Oleh WNI Keturunan Tionghoa di Daerah Istimewa Yogyakarta. a. Pengaturan Tanah Di Daerah

Lebih terperinci

GEOGRAFI TEKNIK Untuk SMA Kelas XII Sistem KTSP 2013/2014

GEOGRAFI TEKNIK Untuk SMA Kelas XII Sistem KTSP 2013/2014 COVER Page 1 MODUL GEOGRAFI GEOGRAFI TEKNIK Untuk SMA Kelas XII Sistem KTSP 2013/2014 Wahyu Gilang Ramadan, S.Pd SMA BAKTI IDHATA, JAKARTA Jl. Melati, No. 25 Cilandak barat, Cilandak Jakarta Selatan 12260

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI II.1 Kewenangan Daerah di Wilayah Laut

BAB II DASAR TEORI II.1 Kewenangan Daerah di Wilayah Laut BAB II DASAR TEORI II.1 Kewenangan Daerah di Wilayah Laut Ada dua peraturan yang dijadikan rujukan dalam penulisan Tugas Akhir ini, yaitu UU No.32 Tahun 2004 yang menerangkan tentang Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci