IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Penentuan Waktu Kontak Optimal Pencapaian kesetimbangan dalam sistem adsorpsi (steady state) melanoidin tergantung dari lamanya kontak (contact-time) antara adsorbat dan adsorben bentonit, ukuran partikel adsorben bentonit dan banyaknya adsorben yang digunakan. Bentonit yang digunakan terdiri dari tiga jenis, yaitu dari daerah Koleang, Kebon Awi berukuran 60 mesh dan Tonsil (impor) yang berukuran 200 mesh serta arang aktif berukuran 300 mesh. Bentonit jenis Koleang dan jenis Kebon awi terlebih dahulu diaktivasi dengan pemanasan masing-masing pada suhu 50 DC selama 4 jam dan pada suhu 200 DC selama 6 jam. Waktu kontak untuk pencapaian kesetimbangan perlu dievaluasi dalam interval waktu antara 0 sampai 24 jam dengan sistem pengadukan. Untuk pengujian awal dilakukan pengadukan selama 24 jam waktu kontak, dan dibandingkan dengan pengadukan dengan waktu kontak 2 jam. Evaluasi dilakukan untuk mendapatkan waktu kontak yang optimal dari masing-masing bentonit yang diteliti. Kesetimbangan dicapai pada saat kapasitas adsorpsi bentonit menurun, semakin lama kontak antara adsorbat dengan adsorben maka semakin sempurna untuk mencapai keadaan setimbang. Melanoidin sintetis digunakan sebagai bahan (adsorbat) yang diadsorbsi oleh bentonit. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa panjang gelombang bagi melanoidin yang memberikan adsorbansi maksimum adalah pada Ie = 335 nm (Lampiran I), sedangkan kurva standar bagi konsentrasi melanoidin dapat dilihat pada Lampiran 2, sebanyak 100 ml limbah cair yang melanoidin dengan konsentrasi 100 gil ditambahkan bentonit sebanyak 2 persen dari be rat limbah

2 18 cair keseluruhan, kemudian dilakukan pengadukan pada taraf waktu dari 0 sampai 24 jam. Taraf waktu kontak 2 jam (120 menit) digunakan sebagai pembanding terhadap tarafwaktu kontak 24 jam. Waktu kontak yang optimal digunakan sebagai acuan lamanya pengadukan untuk penentuan lsoterm Freundlich dari masing-masing benton it. Penentuan waktu kontak yang optimal didasarkan pada pengukuran efesiensi dekolorisasi (penghilangan warna) yang tertinggi diantara perlakuan taraf-taraf waktu kontak, seperti yang disajikan pada Lampiran 3. Pengujian statistika pada hasil evaluasi waktu pengadukan menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata terhadap konsentrasi akhir maksimum yang dicapai. Kurva adsorpsi bentonit Tonsil terhadap melanoidin dapat dilihat pada Gambar 4. Waktu kontak yang optimum bagi pengadukan bentonit Tonsil dan melanoidin adalah 2 jam. Konsentrasi akhir maksimum yang dapat dicapai pada waktu kontak 6 jam adalah sebesar persen. Konsentrasi akhir yang dicapai berfluktuasi untuk setiap selang waktu karena daya adsorpsi oleh permukaan partikel bentonit telah berkurang pada saat melewati titik jenuh, sehingga terjadi desorpsi. Kurva adsorpsi benton it jenis Koleang pada Gambar 5. menunjukkan gejala fluktuasi yang serupa, sehingga dipilih waktu kontak 2 jam untuk pengadukan melanoidin dengan bentonit jenis Koleang. Persentase dekolorisasi maksimum dicapai pada waktu kontak 6 jam yaitu sebesar persen atau mencapai konsentrasi akhir sebesar persen.

3 19 Konsentrasl meianoidin athlr ipersen) 120, 'Wa~lu kcntak cpijmum '" 120 menit Kcnsentriui a~liif maksimum '" 5922 % o Waktu kontak (jam) Gambar 4. Kurva adsorpsi bentonit jenis Tonsil terhadap melanoidin Konsentrasi,e) anoi di n ath i r i perm) 120, , Waktu kcl\ta~ optimum'" 120 menit Kcnsenhsi akllir maksimum 'it 100-'-- / 80-~~~ I O~rH.++,~~++r,H4++~4+++H4++~HK"T++~~+t~ ~,+++rh4++~ o Waktu kontak (jam) Gambar 5. Kurva adsorpsi bentonit jenis Koleang terhadap melanoidin

4 20 Konlentrali me! anoi di n athir (persen) Waklu konlak optimum' 10 menil Konsen~asi athir maksimum ' 86.85, 20 o Waktu kentak (jam) Gambar 6. Kurva adsorpsi bentonit jenis Kebon Awi terhadap melanoidin Konsentrasi me! ano; di n akhir (persen! 120, , \ Waktu kontak optimum. 120 menit konsenlnsi akhir maksimum,. 51."'6 % O~~~~d~"~~.+r'~H+~~+r~~'.J+H'~'~.+r'~H+.~'+.~'~ o Waktu Kentak (jam) Gambar 7. Kurva adsorpsi arang aktif terhadap melanoidin

5 21 Perilaku kurva adsorpsi bentonit jenis Kebon awi secara umum memiliki kapasitas adsorpsi yang kecil bila dibandingkan dengan bentonit jenis Tonsil danjenis Koleang. Pada Gambar 6. terlihat bahwa konsentrasi akhir maksimum yang bisa dicapai adalah persen pada waktu kontak 2 jam, namun uji statistika menunjukkan bahwa waktu kontak 10 menit sangat tidak berbeda nyata dengan waktu kontak 30 dan 60 menit dan demikian pula dengan waktu kontak 2, 6 dan 24 jam. Waktu kontak yang optimal untuk pengadukan melanoidin dengan bentonit jenis Kebon Awi adalah 10 menit. Kurva adsorpsi arang aktif menunj ukkan nilai penurunan warna yang lebih baik. Berdasarkan uji statistika, waktu kontak yang optimum adalah pada 2 jam. Kurva adsorpsi karbon aktif terhadap melanoidin dapat dilihat pada Dambar 7. Konsentrasi akhir maksimum sebesar persen dicapai pada waktu kontak 2 jam dengan dekolorisasi sebesar persen. Waktu kontak untuk pengadukan melanoidin dengan arang aktif adalah 2 jam. Efesiensi dekolorisasi tertinggi dicapai oleh arang aktif, walaupun jumlah adsorben arang aktif yang ditambahkan lebih kecil Disusul kemudian oleh bentonitjenis Tonsil, Koleang dan Kebon Awi. Efesiensi dekolorisasi terhadap melanoidin pada waktu kontak optimum untuk bentonit Tonsil adalah persen, Koleang 2UI persen dan Kebon Awi persen. Arang aktif mampu menurunkan warna hingga persen pada pengadukan 0.3 gram arang aktif dengan 100 mililiter melanoidin (loog/i). 2. Penentuan nilai K, dan 1/n Harga Kr dan lin betonit berbeda-beda tergantung dari jenis bentonit yang digunakan dan sifat dari adsorbat melanoidin yang diadsorpsi. Perbedaan ini disebabkan oleh keaktifan masing-masing bentonit berbeda-beda. Hasil penelitian pendahuluan untuk menentukan waktu kontak diperoleh efesiensi dekolorisasi tertinggi dicapai oleh arang aktif yang disusul oleh bentonit jenis

6 22 TonsiL Kecendrungan sifat adsorpsi arang aktif dan bentonit Tonsil dapat dilihat dari kurva isolerm Freundlich pada Gambar 8. Kedudukan kurva isoterm arang aktif berada diatas semua kurva isoterm bentonit. F enomena tersebut menunjukkan bahwa kapasitas dan intensitas adsorpsi berbeda-beda menurut jenis adsorben. Kapasitas adsorpsi adalah jumlah gram bahan yang diadsorpsi per gram adsorben pada keadaan setimbang dengan konsentrasi awal larutan. Persamaan isolerm Freundlich yang didapat dari percobaan digunakan sebagai acuan untuk menentukan berat minimum adsorben pada kolom adsorpsi pada saat adsorben mencapai titik tepat saat akan jenuh (breakthrough lime). Konstanta Kr dan lin yang diperoleh dari regresi kurva merupakan nilai empiris, sedangkan yang dipakai sebagai acuan untuk penentuan berat adsorben minimum pada kolom adsorpsi adalah antara 25 sampai 50 persen dari hasil pengukuran empiris. Gradien kurva yang didapat merupakan nilai konstanta lin, sedangkan instersep merupakan Log Kr. Nilai Kr bersifat unik, tergantung dari jenis adsorben bentonit dan adsorbat yang diserap. Nilai Kr dan lin dari masing-masing bentonit disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai Kr dan lin untuk berbagai adsorben Jenis adsorben Kr (I1g) lin Koleang Kebon awi Tonsil Arang aktif Gradien kurva isoterm yang curam menunjukkan besarnya fraksi melanoidin yang diserap per gram adsorben yang diberikan. Fenomena terse but juga dapat menjelaskan bahwa bila ditarik garis vertikal yang tegak lurus dengan sumbu Log Ce, akan didapatkan nilai Log (x/m) arang aktif lebih besar

7 23 disusul oleh Tonsil kemudian oleh jenis bentonit Koleang dan Kebon awi. Pola kedudukan kurva yang lebih tinggi menunjukkan bahwa Log (x/mlcarbon aktirlog (xlmhonsil>log (x/m)koleang>log (xlm)kebon Awi, sehingga dapat dijelaskan pula bahwa untuk mencapai kedudukan konsentrasi akhir Ce yang sarna, dengan berat adsorben yang digunakan sarna jumlahnya, maka urutan besarnya gram melanoidin yang diserap per gram bentonit adalab Xkarbon akti!" > Xtonsil> Xkoleang> XKebon Awi" log (x/m) 5~ ~ Karbon aktif 4 3 Tonsil 2 1 / Koleang Kebon Awi 04---~ ~~ ~ H-H--H H--I-H-H J-+..f+-I o log (Ge) Gambar 8. Kurva isoterm Freundlich untuk berbagai adsorben

8 24 Nilai Kr bersifat unik, tergantung dari Jems adsorben bentonit dan adsorbat yang diserap. Pengukuran adsorpsi melanoidin dalam penentuan persamaan isoterm Freundlich masing-masing adsorben pada suhu kamar (2Soq. Kapasitas adsorpsi masing-masing adsorben dapat ditentukan dengan menarik garis vertikal pada sumbu Log Ce dari titik konsentrasi awal 60 gil, kemudian ditarik garis horisontal ke arah sumbu Log (x/m) hingga didapatkan jumlah melanoidin yang diserap per satuan berat berat adsorben pada keadaan setimbang dengan konsentrasi awal. Pada kurva isoterm Freundlich didapatkan kapasitas adsorpsi dari yang tertinggi ke yang terendah untuk arang aktif adalah 57.92, Tonsil 1.59, Koleang 1.48 dan Kebon Awi 1.24 (dalam unit gram adsorbat per gram adsorben). B. PENELITIAN UTAMA 1. Kondisi Operasi Penelitian utama dilakukan dengan menempatkan adsorben bentonit pada kolom adsorpsi. Bentonit dalam hal ini bertindak sebagai adsorben. Kondisi Operasi kolom dari berbagai adsorben yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 4. Sifat aliran limbah cair melanoid in kedalam kolom adalah down flow, yaitu aliran kebawah dengan sistem gravitasi. Debit influen disesuaikan dengan kemampuan filtrasi limbah cair melanoidin ke dalam butiran bed yang digunakan pada kolom. sehingga diharapkan tidak terjadi akumulasi cairan pada kolom.

9 25 Tabel 4. Kondisi operasi sistem kolom adsorpsi berbagai bed adsorben Melanoidin Adsorben. Jenis bed Tinggi Konsentra Debit Diameter Sistem adsorben bed si influen, influen, Q kolom aliran (cm) C.(gll) (mllmenit) (cm) influen Koleang downjlow Kebon Awi downjlow Tonsil downjlow Arang aktif downjlow 2. Waktu Kontak Penetapan waktu kontak didasarkan pada Empty Bed Contact Time (EBCT), yaitu berdasarkan debit influen dibagi dengan volume bed adsorben pada kolom dalam keadaan kosong. Waktu kontak untuk sistem kolom bentonit Koleang dan Kebon Awi adalah 7.98 menit. Sedangkan untuk Tonsil dan arang aktifmasing-masing adalah menit dan menit. Pengamatan terhadap waktu kontak yang dihitung dari setiap kenaikan volume efluen 50 mililiter menunjukkan kecendrungan semakin melebarnya waktu kontak. Hal ini merupakan pengaruh dari mengecilnya ruang filtrasi bagi cairan melanoidin sebagai akibat hancurnya butiran bentonit yang kemudian menutupijalan bagi filtrasi melanoidin, disamping itu kemampuan adsorpsi dari bentonit dan arang aktif semakin menurun dengan meningkatnya waktu pengoperasian kolom adsorpsi. Kurva hubungan antara raslo konsentrasi efluen dan influen (Ce/Ci) versus waktu kontak dapat digunakan untuk pendugaan breakthrough time (tepat saat akan jenuh) adsorben. Dari hubungan kurva tersebut terlihat adanya

10 26 preferensi meningkatnya konsentrasi efluen pada setiap waktu. Hal 1111 menunjukkan pola menuju pada keadaan jenuh sempurna, titik breakthrough diperoleh dari titik dimana konsentrasi efluen atau Ce/Ci mulai meningkat tajam. Dalam jangka waktu yang lama akan mencapai kejenuhan sempurna dimana Ce/Ci akan mendekati nilai 1.0. Tabel5. Kemampuan adsorpsi maksimum dan breakthrough time JeDis bed Dekolorisasi (persed) Breakthrough time, tb (jam) adsorbed Koleang KeboD Awi Tonsil Arang aktif Karakteristik kurva kejenuhan sebagai hubungan antara rasio Ce/Ci dan waktu kontak sistem kolom dengan adsorben jenis Koleang dapat dilihat pada Gambar 9. Kekeruhan efluen mulai terjadi pada volume 10 mililiter. sedangkan sebelumnya penampakan efluen adalah jernih, sehidgga pengukuran adsorbansi dimulai pada volume tersebut saat 0.14 jam operasi. Titik waktu tepat saat akan jenuh (tb) untuk sistem kolom adsorpsi bentonit Koleang adalah pada 2.08 jam operasi. Pada kedudukan titik ini rasio Ce/Ci adalah sebesar 0.16, dan tingkat dekolorisasi pada saat itu sebesar 84 persen, tetapi dapat mencapai efesiensi dekolorisasi 88 persen pada jam ke 0.68 operasi. Informasi yang didapat dari kurva Gambar 9 terse but adalah bahwa pada jam ke 2.08 waktu operasi, adalah merupakan titik penggantian adsorben yang baru, mengingat kemampuan adsorpsi yang semakin menurun. Kemampuan adsorpsi maksimum yang didasarkan pada persentase melanoidin yang diserap hingga tepat saat akan jcnuh dan breakthrough time dapat dilihat pada Tabel 5.

11 27 Ce/Ci 0.5, , Breakpoint Waktu breakthrough = 2.08 jam o Waktu kontak Gam) Gambar 9. Kurva kejenuhan kolom adsorpsi bentonit Koleang sebagai hubungan an tara waktu kontak dan rasio Ce/Ci Ce/Ci 0.6, , Breakpoint Waktu breakthrough = jam o Waktu kontak (jam) Gambar lo. Kurva kejenuhan kolom adsorpsi bentonit Kebon Awi sebagai hubungan antat'a waktu kontak dan rasio Ce/Ci

12 28 Karakteristik kurva kejenuhan sistem kolom bentonit Kebon Awi dapat dilihat pada Gambar 10. Kecendrungan melebarnya waktu kontak per kenaikan volume efluen 50 militerdialami juga oleh sistem kolom tersebut. Titik waktu tepat saat akan jenuh adalah pad a 0.66 jam. Rasio Ce/Ci pada saat itu adalah sebesar 0.15, ini berarti pada saat tersebut kemampuan adsorpsi terhadap mdanoidin mencapai 85 persen, tetapi bisa mencapai 86 persen pada saat 0.26 jam operasi. Rasio Ce/Ci meningkat dari 0.15 menjadi 0.39 dan seterusnya hingga mendekati kejenuhan. Pengukuran adsorbansi dilakukan pada saat mulai terjadi kekeruhan yaitu pada volume efluen 10 mililiter pada 0.13 jam operasi. Kondisi operasi sistem kolom adsorpsi Koleang dan Kebon Awi seperti ukuran butiran dan debit influen adalah sarna, tetapi lama pencapaian breakthrough lebih panjang pada sistem kolom adsorpsi bentonit Koleang. Karakteristik kurva kejenuhan sistem kolom bentonit Tonsil menunjukkan breakthrough time yang cukup panjang. bila dibandingkan dengan sistem kolom adsorpsi bentonit Koleang dan Kebon Awi, hal ini berkaitan dengan kapasitas adsorpsi dari bentonit Tonsil yang lebih besar dibandingkan bentonit Koleang dan Kebon Awi, selain itu ukuran butiran bentonit Tonsil lebih kecil yang menyebabkan pencapaian breakthrough semakin panjang. Kurva pada Gambar II. menunjukkan titik waktu tepat saat akan jenuh bentonit Tonsil adalah pada jam. Setelah pada jam tersebut terjadi kenaikan konsentrasi efluen dimana Ce/Ci meningkat tajan1 dari 0.09 menjadi 0.45 dan seterusnya. Waktu breakthrough pada sistem kolom adsorpsi bentonit Tonsil lebih panjang bila dibandingkan dengan Koleang dan Kebon Awi, hal ini ini sangat berhubungan sekali dengan besarnya debit influen yang diberlakukan. semakin kecil debit influen maka akan semakin lebar pula waktu mencapai breakthrough, semakin kecil ukuran but iran adsorben maka semakin lama untuk mencapai breakthrough. Efesiensi dekolorisasi pada breakpoint adalah sebesar 91 persen, lebih besar bila dibandingkan dengan Koleang dan Kebon

13 29 Ce/Ci 1~ ~=====---~ O.B -f , Breakpoint J...'----- Waktu breakthrough = jam 04H~~~~~~~~~~~~**~~~~~~ o Waktu kontak Gam) Gambar II. Kurva kejenuhan kolom adsorpsi bentonit Tonsil sebagai hubungan antara waktu kontak dan rasio Ce/Ci Ce/Ci 1.2~ , O.B Breakpoint Waktu breakthrough = jam o Waktu kontak (jam) Gambar 12. Kurva kejenuhan kolom adsorpsi arang aktif sebagai hubungan antara waktu kontak dan rasio Ce/Ci

14 30 Awi. Pada keadaan tertentu yaitu pada jam operasi ke 23.33, efesiensi dekolorisasi dapat mencapai 97 persen. Sistem kolom adsorpsi arang aktif memiliki waktu kontak yang lebih lama sebanding dengan besarnya debit influen yang diterapkan. Breakthrough time yang dicapai adalah pada jam dengan rasio Ce/Ci sebesar Pada keadaan breakpoint efesiensi dekolorisasi mencapai 86 persen. Posisi breakpoint dapat dilihat pada Gambar 12, yaitu pada Ce/Ci dari 0.14 menjadi 0.24 dan seterusnya. Penampakan efluen dari jam ke nol sanlpai pada jam operasi ke secara fisik jernih, dan mulai terjadi kekeruhan pada volume efluen 350 mililiter padajam operasi ke Zona adsorpsi pada sistem kolom yang dioperasikan selama dalam penelitian tidak teramati, batas antara zona adsorpsi dengan bagian bed adsorben yang belum jenuh tidak terlihat nyata. Dalam percobaan ini pengoperasian sistem kolom hanya terdiri satu tahap, yaitu tahap adsorpsi, sedangkan tahap pencucian dan regenerasi tidak dilakukan. Keadaan ukuran fisik dari butiran bentonit dalam kolom menjadi kecil setelah kontak dengan limbah cair melanoidin. 3. Volume dan Konsentrasi pada sa at Breakpoint Volume dan konsentrasi pada saat breakpoint ditentukan pada saat tepat akan terjadi kenaikan konsentrasi efluen yang tajam, yang merupakan indikasi mulai menurunnya kapasitas adsorpsi dari adsorben. Volume breakthrough (V b) adalah jumlah influen yang dapat ditangani hingga pada saat tepat akan jenuh, dan konsentrasi pada saat Vb yang dicapai merupakan konsentrasi breakthrough (C b ).

15 31 Tabel6. Nilai Vb dan C b berbagai adsorben pada sistem kolom adsorpsi Jenis bed Konsentrasi Volume Rasio Ce/Ci adsorben breakpoint, C b breakpoint, Vb (gil) (ml) Koleang Kebon Awi Tonsil Arang aktif Nilai Vb dan Cb setelah pengoperasian kolom adsorpsi berbagai adsorben dapat dilihat pada Tabel 6. Nilai Vb dan C b yang bervariasi disebabkan oleh kondisi operasi kolom adsorpsi masing-masing kolom tidak sama (kecuali Koleang dan Kebon Awi). Ukuran Mesh adsorben Tonsil dan arang aktif yang digunakan disesuaikan dengan ketersediaan adsorben tersebut di pasaran. Kurva hubungan volume efluen dan rasio Ce/Ci untuk sistem kolom adsorpsi bentonit Koleang menunjukkan kecenderungan kenaikan rasio Ce/Ci dengan meningkatnya volume efluen. Konsentrasi efluen pada keadaan tepat saat akan jenuh adalah sebesar 9.6 gil pada nilai Ce/Ci sebesar 0.16, sedangkan kedudukan volume breakthrough adalah sebesar 150 mil iter. Pada saat titik volume dan konsentrasi terse but merupakan titik penggantian adsorben benton it koleang. Kurva hubungan volume dan rasio Ce/Ci dapat dilihat pada Gambar 13. Karakteristik kurva kejenuhan sistem kolom adsorpsi Kebon Awi. memiliki kecenderungan yang sama dengan Koleang. Kedudukan volume dan konsentrasi pada saat tepat akan jenuh masing-masing adalah 50 ml dan 9.00 gil dengan nilai rasio Ce/Ci sebesar Rasio Ce/Ci meningkat dari 0.15 menjadi 0.39, volume limbah cair yang mampu ditangani oleh sistem kolom adsorpsi bentonit Kebon Awi hingga dicapainya breakpoint lebih kecil bila

16 32 dibandingkan denganjumlah volume yang mampu ditangani oleh sistem kolom adsorpsi bentonit Koleang. Hal ini disebabkan kapasitas adsorpsi bentonit Kebon Awi (dari penelitian pendahuluan) lebih kecil daripada bentonit Koleang, sehingga kemampuan untuk mcnangani sejumlah volume tertentu melanoidin sangat tergantung dari besarnya kapasitas adsorpsi. Volume influen yang mampu diadsorpsi oleh sistem kolom adsorpsi bentonit Tonsil lebih banyak bila dibandingkan volume yang ditangani oleh sistem kolom adsorpsi bentonit Koleang dan Kebon Awi. Pada rasio Ce/Ci sarna dengan 0.09 sistem kolom adsorpsi bentonit Tonsil mampu menangani lim bah cair melanoidin sampai pada volume 200 mililiter, setelah melewati nilai 0.09 terjadi kenaikan konsentrasi efluen yang tajam, dengan demikian konsentrasi pada saat tepat akan jenuh sarna dengan 5.4 gil. Kurva kejenuhan sistem kolom adsorpsi bentonit Tonsil dapat dilihat pada Gambar 15. Efluen dari sistem kolom tersebut mulai terlihat keruh pada jam operasi, sehingga pengukuran adsorbansi dilakukan pada saat sampel efluen mencapai 100 mililiter. Kemampuan sistem kolom adsorpsi arang aktif dalam menangani volume influen melanoidin hingga 350 mililiter pada rasio Ce/Ci sebesar 0.14 dengan konsentrasi breakthrough 8.4 gil. Penampakan fisik efluen hingga pada volume efluen 300 mililiter masih jernih, sehingga pengukuran terhadap adsorbansi dilakukan pada volume efluen 350 mililiter yang penampakannya secara fisik telah keruh. Kurva karakteristik kejenuhan sistem kolom adsorpsi arang aktif dapa! dilihat pada Gambar 16. Debit influen yang diterapkan lebih kecil yaitu 0.13 mililiter/menit yang disesuaikan dengan kemampuan filtrasi lim bah cair melanoidin dengan ukuran mesh arang aktif sebesar 300. Titik konsentrasi dan volume pada keadaan breakpoint dapa! digunakan sebagai acuan untuk pengoperasian sistem adsorpsi kolol11 pada skala yang lebih besar.

17 33 CerCi.2~ ~ Volume efluen breakthrough = 150 ml Konsentrasi breakthrough = 9.61 gn ~"I----- Breakpoint o Volume efluen (ml) Gamba!" 13. Kurva kejenuhan sistem kolom adsorpsi bentonit Koleang hubungan antara volume efluen dan rasio Ce/Ci Ce/Ci 0.6, Volume efluen breakthrough = 50 ml Konsentrasi breakthrough = 9.00 gil Breakpoint o Volume efluen (ml) Gambar 14. Kurva kejenuhan sistem kolom adsorpsi bentonit Kebon Awi hubungan antara volume efluen dan rasio Ce/Ci

18 34 Parameter debit influen, ketinggian bed adsorben, konsentrasi influen, waktu dan volume pada keadaan breakpoint hasil percobaan dapat menunjang kearah tersebut. Dalam hal ini parameter-parameter operasi yang didapatkan dari hasil percobaan seperti konsentrasi influen, breakthrough time, rasio antara tinggi bed adsorben dan diameter kolom adsorpsi diasumsikan tetap. Sistem kolom adsorpsi dengan adsorben bentonit secara operasional kurang efektif. Debit efluen sistem kolom tersebut semakin menurun pada setiap kenaikan volume efluen 50 mililiter, sehingga terjadi akumulasi cairan (over load) pada kolom adsorpsi sebagai akibat tak langsung mengecilnya ruang filtrasi pada bed adsorben. Tetapi secara umum cukup efesien menghilangkan warna melanoidin hingga pada batas volume, waktu dan konsentrasi breakpoint. CelCi Volume efluen breakthrough = 200 ml Konsentrasi breakthrough = 5.4 gil 4--- Breakpoinl o Volume efluen (mil Gambar 15. Kurva kejenuhan sistem kolom adsorpsi benton it Tonsil hubungan antara volume efluen dan rasio Ce/Ci.

19 35 Ce/Ci 12~ ' Volume efluen breakthrough = 350 ml Konsentrasi breakthrough = 8.4 gil Breakpoint o ,000 Volume efluen (ml) Gambar 16. Kurva kejenuhan sistem kolom adsorpsi arang aktif hubungan antara volume efluen dan rasio Ce/Ci. 4, Estimasi Biaya Operasi dan Kebutuhan Bentonit Minimum pada Sistem Kolom Adsorpsi dengan debit 1 m 3 /menit Kebutuhan bentonit minimum pada kolom (M) dalam percobaan telah didapatkan dari nilai parameter debit influen (Q), konsentrasi influen (Co). ketinggian bed adsorben, breakpoint lime (tb) dan konsentrasi breakpoint (C b) serta persamaan isoterm Freundlich (x/m) masing-masing adsorben. Hubungan antara Q dan M, berat bentonit dalam kolom (kg) dapat dilihat pada Lampiran 7. Estimasi kebutuhan adsorben, tinggi bed adsorben, diameter serta biaya operasi pada kolom unluk berbagai jenis adsorben dapal disajikan pada Tabel 7. Penentuan dimensi operasional instrumen kolom adsorpsi untuk skala besar ditentukan dari rasio antal a tinggi bed (h) adsorben dan diamater kolol11 (D). Rasio hid skala laboratorium kolol11 adsorpsi yang digunakan dalam pcrcobaan adalah sebesar 0.8.

20 Tabel7. Estimasi kebutuhan adsorben, biaya dan dimensi kolom adsorpsi pada konsentrasi awal 60 gil dan debit I mj/menit (1440 nl/hari) tanpa regenerasi adsorben Jenis Berat Tinggi bed Diameter Biaya pengolahan per adsorben adsorben adsorbed kolom (m) satuan volume (tod) (m) (Rp 1m 3 limbah cair) Koleang 8,832 1,87 2, Kebon Awi 3,489 1,87 2, Tonsil 128,261 3,76 4, Arang aktif 7,973 2,12 2, Keterangan : estlmasi dlhltung sam pal pada breakthrough tlme 36 Estimasi terhadap dimensi kolom, meliputi tinggi bed adsorben dan diameter kolom. Estimasi pada debit influen 1 mj/menit menghasilkan nilai yang bervariasi, kecuali pada sistem kolom Koleang dan Kebon Awi. Hal ini tergantung dari debit influen, rasio antara tinggi dan diameter kolom pada saat penelitian utama, dan volume kerja pada estimasi debit I m J Imenit. Estimasi terhadap biaya penanganan limbah cair melanoidin per meter kubik nya didasarkan pada kapasitas penanganan terhadap sejumlah volume tertentu melanoidin hingga mendekati jenuh (konstan) untuk debit influen I m J Imenit, kemudian dibagi dengan biaya operasi sampai pada waktu mendekati jenuh (Lampiran 7.). Pemilihan sistem kolom adsorpsi yang terbaik dari berbagai bed adsorben untuk aplikasi debit influen I m J Imenit tidak dapat dilakukan, mengingat kondisi operasi tiap sistem kolom adsorpsi berbeda-beda pacta saat penelitian dilakukan.

KAJIAN KEMAMPUAN BENTONIT UNTUK DEKOLORISASI LlMBAH CAIR YANG MENGANDUNG MELANOIDIN

KAJIAN KEMAMPUAN BENTONIT UNTUK DEKOLORISASI LlMBAH CAIR YANG MENGANDUNG MELANOIDIN KAJIAN KEMAMPUAN BENTONIT UNTUK DEKOLORISASI LlMBAH CAIR YANG MENGANDUNG MELANOIDIN Oleh RIPTO WIDARGO F 28.1340 1996 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Ripto Widargo. F 28.1340.

Lebih terperinci

KAJIAN KEMAMPUAN BENTONIT UNTUK DEKOLORISASI LlMBAH CAIR YANG MENGANDUNG MELANOIDIN

KAJIAN KEMAMPUAN BENTONIT UNTUK DEKOLORISASI LlMBAH CAIR YANG MENGANDUNG MELANOIDIN KAJIAN KEMAMPUAN BENTONIT UNTUK DEKOLORISASI LlMBAH CAIR YANG MENGANDUNG MELANOIDIN Oleh RIPTO WIDARGO F 28.40 1996 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Ripto Widargo. F 28.40. Kajian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban 5 Kulit kacang tanah yang telah dihaluskan ditambahkan asam sulfat pekat 97%, lalu dipanaskan pada suhu 16 C selama 36 jam. Setelah itu, dibilas dengan air destilata untuk menghilangkan kelebihan asam.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

PENURUNAN KONSENTRASI SURFAKTAN DALAM LIMBAH CAIR LAUNDRY DENGAN ADSORPSI MENGGUNAKAN ARANG BATOK KELAPA (COCONUT SHELLS) KOMERSIL

PENURUNAN KONSENTRASI SURFAKTAN DALAM LIMBAH CAIR LAUNDRY DENGAN ADSORPSI MENGGUNAKAN ARANG BATOK KELAPA (COCONUT SHELLS) KOMERSIL PENURUNAN KONSENTRASI SURFAKTAN DALAM LIMBAH CAIR LAUNDRY DENGAN ADSORPSI MENGGUNAKAN ARANG BATOK KELAPA (COCONUT SHELLS) KOMERSIL Oleh : Argo Hadi Kusumo (3307 100 034) Dosen Pembimbing : Ir. M. Razif,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna Adsorpsi Zat Warna Pembuatan Larutan Zat Warna Larutan stok zat warna mg/l dibuat dengan melarutkan mg serbuk Cibacron Red dalam air suling dan diencerkan hingga liter. Kemudian dibuat kurva standar dari

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu penentuan spektrum absorpsi dan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan zat warna RB red F3B. Tahap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komposisi kimiawi -(persen) Si0 2 AI 2 0 3

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komposisi kimiawi -(persen) Si0 2 AI 2 0 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. BENTON IT Bentonit adalah nama perdagangan untuk sejenis lempung yang mengandung lebih dari 85 persen mineral monmorilonit (Grim, 1968). Rumus kimia penyusun monmorillonite adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis Penentuan panjang gelombang maksimum (λ maks) dengan mengukur absorbansi sembarang

Lebih terperinci

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari hingga April 2008 di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Institut Teknologi Bandung. Sedangkan pengukuran

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methylene Blue

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methylene Blue Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methylene Blue 1. Larutan Induk Pembuatan larutan induk methylene blue 1000 ppm dilakukan dengan cara melarutkan kristal methylene blue sebanyak 1 gram dengan aquades kemudian

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methyl Violet = 5

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methyl Violet = 5 Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methyl Violet 1. Membuat larutan Induk Methyl Violet 1000 ppm. Larutan induk methyl violet dibuat dengan cara melarutkan 1 gram serbuk methyl violet dengan akuades sebanyak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, hasil uji kemampuan adsorpsi adsorben hasil pirolisis lumpur bio terhadap fenol akan dibahas. Kondisi operasi pirolisis yang digunakan untuk menghasilkan adsorben

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium penelitian jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel kulit

Lebih terperinci

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A. PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Pb 2+

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A. PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Pb 2+ MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA IV Peran Riset dan Pembelajaran Kimia dalam Peningkatan Kompetensi Profesional Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Agustus 2013 di Laboratorium Riset dan Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum penelitian akan dilakukan dengan pemanfaatan limbah media Bambu yang akan digunakan sebagai adsorben dengan diagram alir keseluruhan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi

LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi 35 LAMPIRAN 2 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sesudah Aktivas 36 LAMPIRAN 3 Data XRD Pasir Vulkanik Merapi a. Pasir Vulkanik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Perlakuan awal kaolin dan limbah padat tapioka yang dicuci dengan akuades, bertujuan untuk membersihkan pengotorpengotor yang bersifat larut dalam air. Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset, dan Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1. Hasil Konstruksi Kolom Adsorpsi Berdasarkan rancangan dari kolom adsorpsi pada gambar III.1., maka berikut ini adalah gambar hasil konstruksi kolom adsorpsi : Tinggi =1,5

Lebih terperinci

METODE. Penentuan kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi zat warna

METODE. Penentuan kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi zat warna bermuatan positif. Kation yang dihasilkan akan berinteraksi dengan adsorben sehingga terjadi penurunan intensitas warna. Penelitian ini bertujuan mensintesis metakaolin dari kaolin, mensintesis nanokomposit

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pembuatan Larutan Methyl Red

Lampiran 1. Pembuatan Larutan Methyl Red Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methyl Red 1. Larutan Induk Larutan induk 1000 ppm dibuat dengan cara menimbang kristal methyl red sebanyak 1 gram, dilarutkan dalam etanol sebanyak 600 ml dan distirrer selama

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA ISOTHERM ADSORPSI Oleh : Kelompok 2 Kelas C Ewith Riska Rachma 1307113269 Masroah Tuljannah 1307113580 Michael Hutapea 1307114141 PROGRAM SARJANA STUDI TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Universitas Islam Indonesia dapat dilihat pada tabel 4.1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Universitas Islam Indonesia dapat dilihat pada tabel 4.1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Batch 4.1.1 Hasil Pengujian Awal Kadar Merkuri dan ph Sebelum Proses Adsorpsi Hasil awal pengujian ph dan kadar Hg dalam limbah laboratorium terpadu Universitas Islam

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 PENURUNAN KADAR CO 2 DAN H 2 S PADA BIOGAS DENGAN METODE ADSORPSI MENGGUNAKAN ZEOLIT ALAM Anggreini Fajar PL, Wirakartika M, S.R.Juliastuti, dan Nuniek

Lebih terperinci

Uji Kinerja Alat Penjerap Warna dan ph Air Gambut Menggunakan Arang Aktif Tempurung Kelapa Suhendra a *, Winda Apriani a, Ellys Mei Sundari a

Uji Kinerja Alat Penjerap Warna dan ph Air Gambut Menggunakan Arang Aktif Tempurung Kelapa Suhendra a *, Winda Apriani a, Ellys Mei Sundari a Uji Kinerja Alat Penjerap Warna dan ph Air Gambut Menggunakan Arang Aktif Tempurung Kelapa Suhendra a *, Winda Apriani a, Ellys Mei Sundari a a Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Sambas Jalan Raya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004). 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Penelitian ini menggunakan campuran kaolin dan limbah padat tapioka yang kemudian dimodifikasi menggunakan surfaktan kationik dan nonionik. Mula-mula kaolin dan

Lebih terperinci

Bab III Rancangan Penelitian

Bab III Rancangan Penelitian Bab III Rancangan Penelitian III.1 Metodologi Secara Umum Dehidrasi iso propil alkohol dengan metode adsorpsi ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh senyawa IPA dengan kadar minimal 99,8%-vol, yang

Lebih terperinci

Gambar sekam padi setelah dihaluskan

Gambar sekam padi setelah dihaluskan Lampiran 1. Gambar sekam padi Gambar sekam padi Gambar sekam padi setelah dihaluskan Lampiran. Adsorben sekam padi yang diabukan pada suhu suhu 500 0 C selama 5 jam dan 15 jam Gambar Sekam Padi Setelah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas mengenai preparasi ZnO/C dan uji aktivitasnya sebagai fotokatalis untuk mendegradasi senyawa organik dalam limbah, yaitu fenol. Penelitian ini

Lebih terperinci

KESETIMBANGAN ADSORBSI SENYAWA PENOL DENGAN TANAH GAMBUT

KESETIMBANGAN ADSORBSI SENYAWA PENOL DENGAN TANAH GAMBUT KESETIMBANGAN ADSORBSI SENYAWA PENOL DENGAN TANAH GAMBUT ZULTINIAR, DESI HELTINA Jurusan Teknik Kimia,Fakultas Teknik, Universitas Riau, Pekanbaru 28293 ABSTRAK Konsentrasi fenol yang relatif meningkat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dimulai pada tanggal 1 April 2016 dan selesai pada tanggal 10 September 2016. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Terpadu Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan-Sumatera Utara dengan sampel yang diperoleh

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN L-1.1 DATA HASIL PERSIAPAN ADSORBEN Berikut merupakan hasil aktivasi adsorben batang jagung yaitu pengeringan batang jagung pada suhu tetap 55 C. L-1.1.1 Data pengeringan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN L1.1 DATA HASIL PERCOBAAN Berikut merupakan hasil analisa β-karoten dengan konsentrasi awal β-karoten sebesar 552 ppm menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Ultraviolet-Visible).

Lebih terperinci

LAMPIRAN I. LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II)

LAMPIRAN I. LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II) LAMPIRAN I LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II) 1. Persiapan Bahan Adsorben Murni Mengumpulkan tulang sapi bagian kaki di RPH Grosok Menghilangkan sisa daging dan lemak lalu mencucinya dengan air

Lebih terperinci

Penurunan Bod dan Cod Limbah Cair Industri Batik Menggunakan Karbon Aktif Melalui Proses Adsorpsi Secara Batch

Penurunan Bod dan Cod Limbah Cair Industri Batik Menggunakan Karbon Aktif Melalui Proses Adsorpsi Secara Batch F324 Penurunan Bod dan Cod Limbah Cair Industri Batik Menggunakan Karbon Aktif Melalui Proses Adsorpsi Secara Batch Nikmatul Rochma dan Harmin Sulistyaning Titah Departemen Teknik Lingkungan, Fakultas

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR PENELITIAN

LAMPIRAN A PROSEDUR PENELITIAN 31 LAMPIRAN A PROSEDUR PENELITIAN A. Prosedur Analisa Spektrofotometri untuk Logam Cu 1. Mengambil 1 ml larutan sampel, kemudian diencerkan sampai 100 ml dengan aquades. 2. Menambahkan 0,4 ml larutan karbamat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Persiapan Adsorben Cangkang Gonggong Cangkang gonggong yang telah dikumpulkan dicuci bersih dan dikeringkan dengan matahari. Selanjutnya cangkang gonggong

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN

BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HasU Penelitian 4.1.1. Sintesis Zeolit mo 3«00 3200 2aiW 2400 2000 IMO l«m l«m I2«) 1000 100 600 430.0 Putri H_ kaolin 200 m_zeolit Gambar 11. Spektogram Zeolit A Sintesis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Terjadinya proses absorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tekanan absorbat, suhu absorbat, dan interaksi potensial antara absorbat dan absorban (Nishio Ambarita, 2008).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Sampel Buatan Pada prosedur awal membuat sampel buatan yang digunakan sebagai uji coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Metode penelitian secara umum tentang pemanfaatan cangkang kerang darah (AnadaraGranosa) sebagai adsorben penyerap logam Tembaga (Cu) dijelaskan melalui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3. 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut ini : Latar belakang penelitian Rumusan masalah penelitian Tujuan penelitian

Lebih terperinci

Perlakuan awal kaolin dan limbah padat tapioka. Pembuatan adsorben campuran kaolinlimbah KMK pada NDS dan HDTMA-Br

Perlakuan awal kaolin dan limbah padat tapioka. Pembuatan adsorben campuran kaolinlimbah KMK pada NDS dan HDTMA-Br LAMPIRAN 13 14 Lampiran 1 Diagram alir penelitian Perlakuan awal kaolin dan limbah padat tapioka Aktivasi kaolin dengan cara kimia Aktivasi limbah padat tapioka Penentuan KMK pada NDS dan HDTMA-Br Pembuatan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI PERFORMANCE TEST OF STONE MEDIA ON PRE-SEDIMENTATION BASIN. Oleh : Edwin Patriasani

TUGAS AKHIR UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI PERFORMANCE TEST OF STONE MEDIA ON PRE-SEDIMENTATION BASIN. Oleh : Edwin Patriasani TUGAS AKHIR UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI PERFORMANCE TEST OF STONE MEDIA ON PRE-SEDIMENTATION BASIN Oleh : Edwin Patriasani Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA PERCOBAAN

LAMPIRAN A DATA PERCOBAAN LAMPIRAN A DATA PERCOBAAN LA.1 Pengaruh Konsentrasi Awal Terhadap Daya Serap Tabel LA.1 Data percobaan pengaruh konsentrasi awal terhdap daya serap Konsentrasi Cd terserap () Pb terserap () 5 58,2 55,2

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 lat dan Bahan lat yang digunakan pada pembuatan karbon aktif pada penilitian ini adalah peralatan sederhana yang dibuat dari kaleng bekas dengan diameter 15,0 cm dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisik Tanah Gleisol Sifat fisik tanah berhubungan dengan kondisi asli tanah dan dapat menentukan jenis tanah. Pada penelitian ini digunakan tanah gleisol di Kebon Duren,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair mempunyai gaya tarik kearah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang mengimbangi. Adanya gayagaya ini

Lebih terperinci

KAJIAN AKTIVASI ARANG AKTIF BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica Linn.) MENGGUNAKAN AKTIVATOR H 3 PO 4 PADA PENYERAPAN LOGAM TIMBAL

KAJIAN AKTIVASI ARANG AKTIF BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica Linn.) MENGGUNAKAN AKTIVATOR H 3 PO 4 PADA PENYERAPAN LOGAM TIMBAL KAJIAN AKTIVASI ARANG AKTIF BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica Linn.) MENGGUNAKAN AKTIVATOR H 3 PO 4 PADA PENYERAPAN LOGAM TIMBAL [Activation Study of Tamarind Seeds Activated Carbon (Tamarindus indica

Lebih terperinci

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten)

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten) Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten (Asisten) ABSTRAK Telah dilakukan percobaan dengan judul Kinetika Adsorbsi yang bertujuan untuk mempelajari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya. 8 kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya. HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Kapasitas Tukar Kation Kapasitas tukar kation

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Penyiapan Zeolit Zeolit yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Tasikmalaya. Warna zeolit awal adalah putih kehijauan. Ukuran partikel yang digunakan adalah +48 65 mesh,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR LAMPIRAN... x

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR LAMPIRAN... x DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 3 1.3 Batasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 16 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut ini; Latar Belakang: Sebelum air limbah domestik maupun non domestik

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran I Langkah kerja percobaan adsorpsi logam Cadmium (Cd 2+ ) Mempersiapkan lumpur PDAM

LAMPIRAN. Lampiran I Langkah kerja percobaan adsorpsi logam Cadmium (Cd 2+ ) Mempersiapkan lumpur PDAM LAMPIRAN 56 57 LAMPIRAN Lampiran I Langkah kerja percobaan adsorpsi logam Cadmium (Cd 2+ ) 1. Preparasi Adsorben Raw Sludge Powder (RSP) Mempersiapkan lumpur PDAM Membilas lumpur menggunakan air bersih

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pengujian dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Instrumen Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Pengujian dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Instrumen Jurusan 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai September 2012 di Laboratorium Riset Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan Indonesia.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. furnace, desikator, timbangan analitik, oven, spektronik UV, cawan, alat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. furnace, desikator, timbangan analitik, oven, spektronik UV, cawan, alat BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat-alat yang digunakan Ayakan ukuran 120 mesh, automatic sieve shaker D406, muffle furnace, desikator, timbangan analitik, oven, spektronik UV, cawan, alat titrasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Akses terhadap air

I. PENDAHULUAN. makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Akses terhadap air I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan pokok makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Akses terhadap air bersih masih menjadi salah satu persoalan

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Waktu Optimal yang Diperlukan untuk Adsorpsi Ion Cr 3+ Oleh Serbuk Gergaji Kayu Albizia Data konsentrasi Cr 3+ yang teradsorpsi oleh serbuk gergaji kayu albizia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS MINYAK DAUN CENGKEH DENGAN METODE ADSORBSI

PENINGKATAN KUALITAS MINYAK DAUN CENGKEH DENGAN METODE ADSORBSI PENINGKATAN KUALITAS MINYAK DAUN CENGKEH DENGAN METODE ADSORBSI Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang Abstrak.Teknik penyulingan yang dilakukan pengrajin minyak atsiri belum benar, sehingga minyak

Lebih terperinci

PENURUNAN KONSENTRASI SURFAKTAN DALAM LIMBAH CAIR LAUNDRY DENGAN ADSORPSI MENGGUNAKAN ARANG BATOK KELAPA (COCONUT SHELLS) KOMERSIL

PENURUNAN KONSENTRASI SURFAKTAN DALAM LIMBAH CAIR LAUNDRY DENGAN ADSORPSI MENGGUNAKAN ARANG BATOK KELAPA (COCONUT SHELLS) KOMERSIL PENURUNAN KONSENTRASI SURFAKTAN DALAM LIMBAH CAIR LAUNDRY DENGAN ADSORPSI MENGGUNAKAN ARANG BATOK KELAPA (COCONUT SHELLS) KOMERSIL DECREASING THE CONCENTRATION OF SURFACTANT OF LAUNDRY WASTE USING ADSORPTION

Lebih terperinci

PENENTUAN MASSA DAN WAKTU KONTAK OPTIMUM ADSORPSI KARBON GRANULAR SEBAGAI ADSORBEN LOGAM BERAT Pb(II) DENGAN PESAING ION Na +

PENENTUAN MASSA DAN WAKTU KONTAK OPTIMUM ADSORPSI KARBON GRANULAR SEBAGAI ADSORBEN LOGAM BERAT Pb(II) DENGAN PESAING ION Na + PENENTUAN MASSA DAN WAKTU KONTAK OPTIMUM ADSORPSI KARBON GRANULAR SEBAGAI ADSORBEN LOGAM BERAT Pb(II) DENGAN PESAING ION Na + DETERMINATION OF OPTIMUM MASS AND THE TIME CONTACT OF THE GRANULAR ACTIVATED

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN L1.1 Yield 1 2 3 20 40 60 Tabel L1.1 Data Yield Raw Material 33 Karbon Aktif 15,02 15,39 15,67 Yield 45,53 46,65 47,50 L1.2 Kadar Air dengan Tabel L1.2 Data Kadar Air Cawan

Lebih terperinci

PENYISIHAN KONSENTRASI COD LIMBAH CAIR DOMESTIK SISTEM BATCH MENGGUNAKAN ADSORBEN FLY ASH BATUBARA. *

PENYISIHAN KONSENTRASI COD LIMBAH CAIR DOMESTIK SISTEM BATCH MENGGUNAKAN ADSORBEN FLY ASH BATUBARA. * PENYISIHAN KONSENTRASI COD LIMBAH CAIR DOMESTIK SISTEM BATCH MENGGUNAKAN ADSORBEN FLY ASH BATUBARA Firdaus Muallim 1, *, Elfiana 2, Ratna Sari 2 1 Program Studi Sarjana Terapan Teknologi Kimia Industri

Lebih terperinci

Chandra Lestari Asih*, Sudarno*, Mochtar Hadiwidodo* ABSTRACT. Keywords: wastewater of galvanized industry, Iron, Zinc, Color, adsorption, rice husk

Chandra Lestari Asih*, Sudarno*, Mochtar Hadiwidodo* ABSTRACT. Keywords: wastewater of galvanized industry, Iron, Zinc, Color, adsorption, rice husk PENGARUH UKURAN MEDIA ADSORBEN DAN KONSENTRASI AKTIVATOR NaOH TERHADAP EFEKTIVITAS PENURUNAN LOGAM BERAT BESI (Fe), SENG (Zn) DAN WARNA LIMBAH CAIR INDUSTRI GALVANIS MENGGUNAKAN ARANG SEKAM PADI Chandra

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012 Oleh : Rr. Adistya Chrisafitri 3308100038 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc. JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 15 April 3 Mei 2013, dimana

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 15 April 3 Mei 2013, dimana BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 15 April 3 Mei 2013, dimana diawali dengan pengambilan Fly Ash di PT. PG Tolangohula

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan 29 Bab IV. Hasil dan Pembahasan Penelitian penurunan intensitas warna air gambut ini dilakukan menggunakan cangkang telur dengan ukuran partikel 75 125 mesh. Cangkang telur yang digunakan adalah bagian

Lebih terperinci

SINTESIS KARBON AKTIF DARI LIMBAH KULIT PISANG KEPOK (Musa Paradisiaca) MENGGUNAKAN AKTIVATOR NaOH DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN MALACHITE GREEN

SINTESIS KARBON AKTIF DARI LIMBAH KULIT PISANG KEPOK (Musa Paradisiaca) MENGGUNAKAN AKTIVATOR NaOH DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN MALACHITE GREEN SINTESIS KARBON AKTIF DARI LIMBAH KULIT PISANG KEPOK (Musa Paradisiaca) MENGGUNAKAN AKTIVATOR NaOH DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN MALACHITE GREEN Skripsi diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRACT ii iii iv v vi x xi xii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan hidup pokok karena tidak satupun kehidupan yang ada di dunia ini dapat berlangsung tanpa tersedianya air yang cukup baik kualitas maupun kuantitasnya.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penjelasan Umum Penelitian ini menggunakan lumpur hasil pengolahan air di PDAM Tirta Binangun untuk menurunkan ion kadmium (Cd 2+ ) yang terdapat pada limbah sintetis. Pengujian

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR LOGAM TEMBAGA(II) DI AIR LAUT KENJERAN

ANALISIS KADAR LOGAM TEMBAGA(II) DI AIR LAUT KENJERAN ANALISIS KADAR LOGAM TEMBAGA(II) DI AIR LAUT KENJERAN Siti Nurul Islamiyah, Toeti Koestiari Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya Email :islamiyahnurul503@gmail.com Abstrak. Tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental Murni dengan rancangan eksperimental random atau disebut juga randomized pretest posttest control group

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penjelasan Umum Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah bambu dapat digunakan sebagai bahan baku adsorben serta pengaruh dari perbandingan bambu tanpa aktivasi

Lebih terperinci

Kajian Pengolahan Air Gambut Dengan Upflow Anaerobic Filter dan Slow Sand Filter. Oleh: Iva Rustanti Eri /

Kajian Pengolahan Air Gambut Dengan Upflow Anaerobic Filter dan Slow Sand Filter. Oleh: Iva Rustanti Eri / Kajian Pengolahan Air Gambut Dengan Upflow Anaerobic Filter dan Slow Sand Filter Oleh: Iva Rustanti Eri / 3307201001 Senyawa Dominan Air Gambut Tujuan Penelitian Melakukan kajian terhadap: 1. kondisi lingkungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory),

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory), 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory), Karakterisasi FTIR dan Karakterisasi UV-Vis dilakukan di laboratorium Kimia Instrumen,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Titik Fokus Letak Pemasakan Titik fokus pemasakan pada oven surya berdasarkan model yang dibuat merupakan suatu bidang. Pada posisi oven surya tegak lurus dengan sinar surya, lokasi

Lebih terperinci

Gambar 3. Penampakan Limbah Sisa Analis is COD

Gambar 3. Penampakan Limbah Sisa Analis is COD IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Limbah Laboratorium Limbah laboratorium yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah sisa analisis COD ( Chemical Oxygen Demand). Limbah sisa analisis COD

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA ISOTERM ADSORBSI. I. TUJUAN Menentukan isoterm adsorbsi menurut Freundlich bagi proses adsorbsi asam asetat pada arang

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA ISOTERM ADSORBSI. I. TUJUAN Menentukan isoterm adsorbsi menurut Freundlich bagi proses adsorbsi asam asetat pada arang LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA ISOTERM ADSORBSI I. TUJUAN Menentukan isoterm adsorbsi menurut Freundlich bagi proses adsorbsi asam asetat pada arang II. DASAR TEORI Arang adalah padatan berpori hasil pembakaran

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat yang berasal dari Laboratorium Tugas Akhir dan Laboratorium Kimia Analitik di Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan

BAB I PENDAHULUAN. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk

Lebih terperinci

PENURUNAN KADAR PHENOL DENGAN MEMANFAATKAN BAGASSE FLY ASH DAN CHITIN SEBAGAI ADSORBEN

PENURUNAN KADAR PHENOL DENGAN MEMANFAATKAN BAGASSE FLY ASH DAN CHITIN SEBAGAI ADSORBEN PENURUNAN KADAR PHENOL DENGAN MEMANFAATKAN BAGASSE FLY ASH DAN CHITIN SEBAGAI ADSORBEN Anggit Restu Prabowo 2307 100 603 Hendik Wijayanto 2307 100 604 Pembimbing : Ir. Farid Effendi, M.Eng Pembimbing :

Lebih terperinci

Penurunan Kandungan Zat Kapur dalam Air Tanah dengan Menggunakan Media Zeolit Alam dan Karbon Aktif Menjadi Air Bersih

Penurunan Kandungan Zat Kapur dalam Air Tanah dengan Menggunakan Media Zeolit Alam dan Karbon Aktif Menjadi Air Bersih JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-78 Penurunan Kandungan Zat Kapur dalam Air Tanah dengan Menggunakan Media Zeolit Alam dan Karbon Aktif Menjadi Air Bersih

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009).

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009). BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Pada penelitian ini alat yang digunakan adalah timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg, shaker, termometer, spektrofotometer serapan atom (FAAS GBC), Oven Memmert, X-Ray

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis. Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis. Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil penyulingan atau destilasi dari tanaman Cinnamomum

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Rumah Makan Sederhana Natar-Lampung Selatan.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Rumah Makan Sederhana Natar-Lampung Selatan. 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Kerja Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Makan Sederhana Natar-Lampung Selatan. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Biomassa dari bulan

Lebih terperinci

Pengurangan Kesadahan Ca, Mg dan Logam Berat Fe, Mn, Zn dalam Bahan Baku Air Minum dengan Menggunakan Zeolit Asal Cikalong, Tasikmalaya

Pengurangan Kesadahan Ca, Mg dan Logam Berat Fe, Mn, Zn dalam Bahan Baku Air Minum dengan Menggunakan Zeolit Asal Cikalong, Tasikmalaya Pengurangan Kesadahan Ca, Mg dan Logam Berat Fe, Mn, Zn dalam Bahan Baku Air Minum dengan Menggunakan Zeolit Asal Cikalong, Tasikmalaya Husaini dan Trisna Soenara Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi

Lebih terperinci

LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN. 1.1 Analisa Kadar Air Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa

LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN. 1.1 Analisa Kadar Air Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN 1.1 Analisa Kadar Air Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa - Berat sampel = 1 gr - Suhu oven = 10C - Waktu pengeringan = 3 jam Tabel 7. Data Pengamatan Analisa Kadar Air Massa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ). 0.45 µm, ph meter HM-20S, spektrofotometer serapan atom (AAS) Analytic Jena Nova 300, spektrofotometer DR 2000 Hach, SEM-EDS EVO 50, oven, neraca analitik, corong, pompa vakum, dan peralatan kaca yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci