BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspal Aspal didefinisikan sebagai material perekat, berwarna hitam atau coklat tua dengan unsur utama bitumen. Aspal dapat diperoleh di alam ataupun juga merupakan hasil residu dari pengilangan minyak bumi. Aspal merupakan material yang umum digunakan untuk bahan pengikat agregat, oleh karena itu seringkali bitumen disebut pula sebagai aspal. Bitumen merupakan bahan bersifat seperti damar yang banyak dipakai dalam konstruksi jalan raya sebagai pengikat agregat, sebagai pengikat untuk komposisi komposisi roofing dan flooring, dan untuk gedung gedung yang tahan air. Mereka terjadi dalam deposit deposit alam, tetapi diperoleh terutama dari residu penyulingan minyak (Stevens, 2001). Bitumen diproduksi secara buatan dari minyak mentah dalam proses penyulingan minyak bumi (Rogers, 2008). Aspal adalah material yang pada temperatur ruang berbentuk padat dan bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai dengan temperatur tertentu, dan kembali membeku jika temperatur turun. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan. Aspal adalah material yang termoplastik, berati akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperatur. Kepekaan terhadap temperatur dari setiap jenis aspal berbeda beda, yang dipengaruhi oleh komposisi kimiawi aspalnya, walaupun mungkin mempunyai nilai penetrasi atau

2 viskositas yang sama pada temperatur tertentu. Pemeriksaan sifat kepekaan aspal terhadap perubahan temperatur perlu dilakukan sehingga diperoleh informasi rentang temperatur yang baik untuk pelaksanaan pekerjaan. Aspal yang mengandung lilin (wax) lebih peka terhadap temperatur dibandingkan dengan aspal yang tidak mengandung lilin. Kepekaan terhadap temperatur akan menjadi dasar perbedaan umur aspal untuk menjadi retak/mengeras (Sukirman, 2003) Sumber Aspal Aspal yang dihasilkan dari industri kilang minyak mentah (crude oil) dikenal sebagai refinery bitumen, residual bitumen, straight bitumen atau steam refined bitumen. Isitilah refinery bitumen merupakan nama yang tepat dan paling umum digunakan. Aspal yang dihasilkan dari minyak mentah yang diperoleh melalui proses destilasi minyak bumi. Proses penyulingan ini dilakukan dengan pemanasan hingga suhu 350 O C dibawah tekanan atmosfer untuk memisahkan fraksi fraksi minyak seperti gasoline (bensin), kerosene (minyak tanah) dan gas (Wignall, 2003). Proses penyulingan minyak melibatkan minyak mentah yang disuling dengan berbagai hidrokarbon diperoleh. Bensin adalah yang paling mudah menguap yang pertama diperoleh, diikuti oleh bahan seperti minyak tanah dan minyak gas. Bahan sisa kemudian dipanaskan pada tekanan rendah untuk mengumpulkan solar dan minyak pelumas. Pada tahap akhir residu dapat diolah untuk menghasilkan aspal berbagai nilai penetrasi (Rogers, 2008).

3 Gambar 2.1 Skema Aspal Minyak Bumi Jenis Jenis Aspal Pada dasarnya, jenis aspal dapat diklasifikasikan berdasarkan atas asal dan proses pembentukannya adalah sebagai berikut: a) Aspal Alam. Aspal alam adalah aspal yang terbentuk dari proses alam. Aspal ini biasanya kualitasnya tidak seragam (Asiyanto, 2008). Menurut Oglesby (1996) aspal alam berasal dari berbagai sumber, seperti dari Trinidad mengandung kira-kira 40% organik dan zat zat anorganik yang tidak dapat larut dan dari Bermuda mengandung kira kira 6% zat zat yang tidak dapat larut. Dengan pengembangan aspal minyak bumi, aspal alam relatif menjadi tidak penting. Indonesia mempunyai aspal alam yang terkenal dengan nama Asbuton yaitu aspal batu buton yang berasal dari Pulau Buton. Cadangan deposit asbuton berkisar 200 juta ton dengan kadar aspal bervariasi antara 10 sampai 35% aspal. Asbuton merupakan campuran antara bitumen dengan bahan mineral lainnya dalam bentuk batuan (Sukirman, 2003).

4 b) Aspal Batuan. Aspal batuan adalah endapan alamiah batu kapur atau batu pasir yang diperpadat dengan bahan bahan berbitumen. Aspal ini terjadi di berbagai bagian di Amerika Serikat. Aspal ini umumnya membuat permukaan jalan yang sangat tahan lama dan stabil, tetapi kebutuhan transportasi yang tinggi membuat aspal terbatas pada daerah daerah tertentu saja (Oglesby, 1996). c) Aspal Minyak Bumi. Aspal minyak bumi adalah aspal yang terbentuk dari proses yang terjadi dalam pabrik sebagai hasil samping dari proses penyulingan minyak bumi. Aspal minyak bumi ini mempunyai kualitas yang standar (Asiyanto, 2008). Setiap minyak bumi dapat menghasilkan residu jenis asphaltic base crude oil yang banyak mengandung aspal, parafin base crude oil yang banyak mengandung parafin, atau mixed base crude oil yang mengandung campuran antara parafin dan aspal. Untuk perkerasan jalan umumnya digunakan aspal minyak bumi jenis asphaltic base crude oil (Sukirman, 2003). Aspal minyak terbagi kedalam tiga jenis menurut Asiyanto (2008) yaitu: 1) Aspal keras, disebut juga Asphalt Concrete (AC) yang dibagi bagi menurut angka penetrasinya. Misal: AC 40/60, AC 80/100, dan seterusnya. 2) Aspal cair, disebut juga aspal cut back, yang dibagi bagi menurut proses fraksinya. Misalnya Slow Curing (SC), Medium Curing (MC) dan Rapid Curing (RC). Aspal cair dalam keadaan suhu ruang berbentuk seperti cairan, biasanya digunakan untuk pekerjaan prime coat yaitu sebagai lapisan dasar dari aspal campuran yang berbatasan dengan lapisan subbase. 3) Aspal emulsi, yaitu campuran aspal (55%-65%), air (35%-45%) dan bahan emulsi 1% sampai 2%. Di pasaran ada dua macam aspal emulsi, yaitu jenis aspal emulsi anionik (15%) dan jenis aspal emulsi kationik (85%).

5 2.1.3 Sifat Kimiawi Aspal Aspal dipandang sebagai sebuah sistem koloidal yang terdiri dari komponen molekul berat yang disebut aspaltene, dispersi/hamburan di dalam minyak perantara disebut maltene. Bagian dari maltene terdiri dari molekul perantara disebut resin yang menjadi instrumen di dalam menjaga dispersi asphaltene (Koninklijke, 1987). Aspal merupakan senyawa hidrogen (H) dan karbon (C) yang terdiri dari parapin, naften dan aromatis. Fungsi kandungan aspal dalam campuran juga berperan sebagai selimut agregat dalam bentuk film aspal yang berperan menahan gaya gesek permukaan dan mengurangi kandungan pori udara yang juga berarti mengurangi penetrasi air ke dalam campuran (Rianung, 2007). Aspal merupakan senyawa yang kompleks, bahan utamanya disusun oleh hidrokarbon dan atom atom N, S, dan O dalam jumlah yang kecil. Dimana unsur unsur yang terkandung dalam bitumen adalah karbon (82-88%), hidrogen (8-11%), sulfur (0-6%), oksigen (0-1,5%), dan nitrogen (0-1%). Berikut sifat sifat dari senyawa penyusun dari aspal: a) Asphaltene Asphaltene merupakan senyawa komplek aromatis yang berwarna hitam atau coklat amorf, bersifat termoplatis dan sangat polar, merupakan komplek aromatis, H/C ratio 1 : 1, memiliki berat molekul besar antara , dan tidak larut dalam n heptan. Asphaltene juga sangat berpengaruh dalam menentukan sifat reologi bitumen, dimana semakin tinggi asphaltene, maka bitumen akan semakin keras dan makin kental, sehingga titik lembeknya akan semakin tinggi, dan menyebabkan harga penetrasinya semakin rendah. b) Maltene Di dalam maltene terdapat tiga komponen penyusun yaitu saturate, aromatis, dan resin. Dimana masing masing komponen memiliki struktur dan komposisi kimia yang berbeda, dan sangat menentukan dalam sifat bitumen.

6 Saturate. Senyawa ini berbentuk cairan kental non polar, berat molekul hampir sama dengan aromatis. tersususn dari campuran hidrokarbon lurus, bercabang, alkil naften, dan aromatis, komposisi 5 20% dari total bitumen. Aromatis. Senyawa ini berwarna coklat tua, berbentuk cairan kental, bersifat non polar, dan di dominasi oleh cincin tidak jenuh, berat molekul , terdiri dari senyawa naften aromatis, komposisi 40 65% dari total bitumen. Resin. Merupakan senyawa yang berwarna coklat tua, dan berbentuk padat atau semi padat dan sangat polar, dimana tersusun oleh atom C dan H, dan sedikit atom O, S, dan N, untuk perbandingan H/C yaitu 1,3 1,4, memiliki berat molekul antara , dan larut dalam n heptan. Dengan demikian maka aspal atau bitumen adalah suatu campuran cairan kental senyawa organik, berwarna hitam, lengket, larut dalam karbon disulfida, dan disusun utamanya oleh polisiklik aromatis hidrokarbon yang sangat kompak (Nuryanto, 2008). 2.2 Aspal Emulsi Aspal emulsi (emulsion asphalt) adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan pengemulsi. Di dalam aspal emulsi, butir butir aspal larut dalam air. Untuk menghindari butiran aspal saling menarik membentuk butir butir yang lebih besar, maka butiran tersebut diberi muatan listrik (Sukirman, 2003). Aspal emulsi merupakan aspal yang didispersikan secara merata ke dalam air. Untuk dapat mendispersikan aspal yang bersifat non polar ke dalam air yang bersifat polar diperlukan bahan pengemulsi (emulsifier) yang molekulnya memiliki bagian polar dan non polar, bagian polar dari emulsifier akan larut dalam air, sedangkan bagian non polar akan larut dalam aspal, sehingga emulsifier berfungsi mengikat molekul aspal dengan molekul air. Dalam suatu campuran emulsi, kandungan aspal

7 umumnya berkisar ± 55 65% dan kandungan bahan pengemulsi (emulsifier) ± 2% (Depertemen Pekerjaan Umum, 1991). Aspal emulsi mengandung butir/tetes aspal yang terhambur/tersebar di dalam air, campuran ini dicampur dengan cara mengemulsikan agents (subtansi jenis sabun). Terdapat dua macam emulsi, emulsi anion dan emulsi kation. Emulsi anion mempunyai kandungan pengemulsi basa (alkaline emulsifier) dan pecahnya emulsi pada prinsipnya bergantung saat air hilang selama proses evaporasi. Oleh karena itu kesulitan akan dialami saat terjadinya breaking selama periode waktu cuaca basah. Emulsi kation mempunyai pengemulsi asam dan terjadinya breaking dikendalikan oleh chemical coagulation dan bukan oleh hilangnya air karena penguaopan. Karena itu emulsi sangat cocok untuk penggunaan cuaca basah (Wignall, 2003). Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya, menurut Sukirman (2003) aspal emulsi dapat dibedakan atas: a. Aspal kationik disebut juga aspal emulsi asam, merupakan aspal emulsi yang buriran aspalnya bermuatan arus listrik positif. b. Aspal anionik disebut juga aspal emulsi alkali, merupakan aspal emulsi yang butiran aspalnya bermuatan negatif. c. Nonionik merupakan aspal emulsi yang tidak mengalami ionisasi, berarti tidak mengantarkan listrik. Dan berdasarkan kecepatan pengerasnya, sukirman (2003) membedakan aspal emulsi atas: a. Rapid Setting (RS), aspal yang mengandung sedikit bahan pengemulsi sehingga pengikatan yang terjadi cepat, dan aspal cepat menjadi padat atau keras kembali. b. Medium Setting (MS), aspal emulsi dengan tipe pengikatan sedang. c. Slow Setting (SS), jenis aspal emulsi yang paling lambat mengeras.

8 2.3 Surfaktan Surfaktan (surface active agent) merupakan senyawa aktif permukaan yang mempunyai struktur molekul yang memiliki gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik dalam satu struktur molekul yang sama (Johnson, 1989). Surfaktan digunakan untuk menurunkan energi pembatas yang membatasi dua cairan yang tidak saling larut (Spitz, 1996). Molekul surfaktan tidak sepenuhnya dapat larut pada kedua cairan yang berbeda fase tersebut, tetapi cenderung untuk terkonsentrasi pada daerah antar muka (O Brien, Walter, dan Peter, 2000). Surfaktan cendrung terpartisi pada antar permukaan fasa cairan yang berbeda tingkat kepolaran dan ikatan hidrogennya. Sifat yang unik tersebut, menyebabkan surfaktan sangat potensial digunakan sebagai komponen bahan adesif, bahan penggumpal, pembasah, pembusa, pengemulsi, dan bahan penetrasi serta telah diaplikasikan secara luas pada berbagai bidang industri proses yang menggunakan sistem multifasa seperti pada industri makanan, farmasi, kosmetika, tekstil, polimer, cat, deterjen dan agrokimia (Johnson, 1989). Surfaktan cenderung mempunyai konsentrasi lebih besar pada antarmuka daripada didalam larutan. Molekul molekul pada permukaan cairan mempunyai energi potensial yang lebih tinggi daripada molekul molekul yang ada dibagian dalamnya. Hal ini disebabkan interaksi antar molekul senyawa tersebut dibagian dalam lebih kuat daripada interaksi molekul molekul pada permukaan dengan molekul molekul gas diatasnya (Rosen, 1978). Kebanyakan surfaktan disajikan dengan formula RX, dimana R merupakan gugus hidrofilik (kepala) dan X merupakan gugus hidrofobik (ekor). Bagian kepala dapat berupa anionik, kationik, zwitterionik, dan ionik. Sedangkan bagian ekor biasanya terdiri dari satu atau lebih rantai hidrokarbon yang mempunyai 10 atau 20 atom karbon dalam setiap rantainya (Dickinson dan Clements, 1996). Perbedaan sifat pada bagian yang hidrofobik biasanya kurang penting daripada bagian hidrofilik. Umumnya bagian hidrofobik adalah hidrokarbon rantai panjang. Biasanya mereka dikelompokkan dalam perbedaan struktur, seperti:

9 1. Rantai lurus, kelompok alkil panjang (C 1 C 20 ). 2. Rantai bercabang, kelompok alkil panjang (C 1 C 20 ). 3. Rantai panjang (C 1 C 15 ) residu alkilbenzen. 4. Residu alkilnaftalen (C 3 dan kelompok alkil yang lebih besar dan lebih panjang). (Rosen, 1978). Surfaktan dapat dikelompokkan sebagai anionik, kationik, atau netral, bergantung pada sifat dasar gugus hidrofiliknya (Fessenden dan Fessenden, 1986). Berdasarkan muatan yang dikandungnya, menurut Schwartz (1977) surfaktan terbagi atas: a. Surfaktan anionik adalah surfaktan yang bermuatan negatif. Contoh surfaktan ini antara lain alkilbenzen sulfonat, natrium lauril sulfat. b. Surfaktan kationik adalah surfaktan yang bermuatan positif. Contohn surfaktan ini antara lain garam ammonium, diamina hidroklorida. c. Sufaktan non ionik yaitu surfaktan yang tidak bermuatan atau tidak terjadi ionisasi molekul. Contoh surfaktan ini seperti etilena oksida, mono alkanolamida. d. Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bermuatan positif dan negatif dimana muatanya bergantung pada ph. Pada ph tinggi dapat menunjukkan sifat anionik dan pada ph rendah dapat menunjukkan sifat kationik, yang dapat membentuk surfaktan amfoter. Contoh dari surfaktan amfoter antara lain alkil asetat, karboksil glisianat Alkilbenzen Sulfonat Surfaktan umumnya disintesis dari senyawa turunan minyak bumi, misalnya alkilbenzen sulfonat. Alkilbenzen sulfonat luas penggunaannya di dunia industri. Dalam struktur alkilbenzen sulfonat terdapat dua bagian berbeda yaitu bagian hidrofilik dan hidrofobik. Sekitar tahun 1950 penggunaan Kerilbenzena sebagai bahan pencuci dan digantikan oleh alkilbenzen sulfonat karena pembuatannya yang lebih mudah dan

10 lebih baik untuk menghilangkan kotoran. Pada periode lebih dari setengah deterjen di dunia menggunakan alkilbenzen sulfonat, sehingga surfaktan ini dengan cepat menggantikan semua bahan dasar deterjen. Akan tetapi selama periode tersebut masalah pengolahan limbah muncul. Hal ini kemudian dihubungkan dengan fakta bahwa alkilbenzen sulfonat tidak terdegradasi secara lengkap oleh bakteri yang terdapat di dalam air buangan. Adanya rantai bercabang dari alkilbenzen sulfonat akan menghalangi serangan dari bakteri (Schwartz, 1977). Alkilbenzen sulfonat merupakan salah satu jenis surfaktan anionik yang pertama digunakan dengan gugus alkil yang sangat bercabang. Bagian alkil senyawa ini disintesis dengan polimerisasi propilen dan dilekatkan pada cincin benzen dengan reaksi alkilasi Friedel Crafts. Kemudian dilakukan pengolahan dengan basa (Fessenden dan Fessenden, 1986). Alkilbenzen sulfonat yang merupakan komponen utama pembentuk deterjen anionik yang bersifat sebagai zat aktif permukaan (surface active agent), yaitu zat yang menyebabkan turunnya tegangan permukaan air sehingga air dapat dengan mudah meresap ke dalam substrat (Purnomo, 1992). Surfaktan alkilbenzen sulfonat ini sukar terbiodegradasi oleh mikroorganisme. Surfaktan yang terdiri dari gugus sulfonat dengan rantai alkil C 12 C 20 menurun kelarutannya dalam medium non polar dan meningkat kelarutannya dalam medium polar. Gugus sulfonat dalam surfaktan meningkatkan karakter hidrofolik molekul surfaktan (Rosen, 1978). Gambar 2.2 Struktur Alkilbenzen Sulfonat Dietanolamida Dietanolamida adalah senyawa yang terdiri dari gugus amina dan dialkohol. Dialkohol menunjukkan adanya dua gugus hidroksil pada molekulnya. Dietanolamida

11 pertama kali diperoleh dengan mereaksikan dua mol dietanolamina dengan satu mol asam lemak. Bahan baku yang digunakan dalam produksi dietanolamida dapat berupa asam lemak, trigliserida atau metil ester. Dietanolamida biasanya diproduksi secara kimia konvensional pada temperatur 150 o C selama 6-12 jam (Herawan, Nuryanto, dan Guritno, 1999). Dietanolamida termasuk dalam surfaktan non ionik yang memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan cairan, atau antar permukaan dua cairan yang tidak saling bercampur. Aktifitas suatu surfaktan terjadi karena sifat ganda dari molekulnya, yang terdiri dari bagian hidrofilil (suka air) dan lipofil (suka lemak). Bagian polar (hidrofil) molekul surfaktan dapat bermuatan positif (surfaktan kationik), negatif (surfaktan anionik), memiliki kedua muatan positif dan negatif (surfaktan amfoterik) ataupun netral (surfaktan non ionik) sedangkan bagian lipofilnya merupakan rantai alkil (Gennaro, 1990). Pada umumnya, dietanolamida digunakan dalam produk deterjen seperti deterjen bubuk yang ringan, serta deterjen cair yang berat dan ringan, dimana basa tidak ditemui dan daya larut yang tinggi dibutuhkan (Kirk-Othmer, 1992). Menurut William dan Schmitt (1996), dietanolamida digunakan secara luas sebagai surfaktan, penstabil dan pengembang busa. Dietanolamida selain mampu menstabilkan busa juga dapat meningkatkan tekstur kasar busa dan dapat mencegah terjadinya proses penghilangan minyak yang berlebihan. Wujudnya yang cair menyebabkan dietanolamida lebih mudah ditangani. Pemanfaatan turunan senyawa nitrogen ini dapat ditemukan pada pembuatan deterjen, foam fire, extinguisher, agen emulsifier dan kosmetik. Karakter utama senyawa ini selain digunakan untuk menstabilkan dan mengembangkan busa juga termasuk kedalam kelompok surfaktan. R-COOCH 3 + 3HN CH 2 CH 2 OH CH 2 CH 2 OH O 3RC-N CH 2 -CH 2 -OH CH 2 -CH 2 -OH + CH 3 OH metil ester asam lemak dietanolamin dietanolamida metanol Gambar 2.3 Struktur Dietanolamida

12 2.4 Metode Analisa Viskositas Viskositas (viscosity) adalah ukuran hambatan suatu fluida untuk mengalir. Semakin besar viskositas makin lambat aliran cairan. Viskositas cairan bisanya turun dengan meningkatnya suhu (Chang, 2005). Setiap fluida mempunyai viskositas yang berbeda beda yang harganya bergantung pada jenis cairan dan suhu. Viskositas menyatakan kekentalan suatu cairan atau fluida. Kekentalan merupakan sifat cairan yang berhubungan erat dengan hambatan untuk mengalir. Beberapa cairan ada yang dapat mengalir cepat, sedangkan lainnya mengalir secara lambat. Jadi viskositas tidak lain menentukan kecepatan mengalirnya suatu cairan (Yazid, 2005). Gas dan cairan (fluida), mempunyai sifat yang disebut viskositas, yaitu gaya tahan suatu lapisan fluida terhadap gerakan lapisan lain fluida tersebut. Cairan mempunyai gaya gesek yang lebih besar untuk mengalir daripada gas, sehingga cairan mempunyai koefisien viskositas yang lebih besar daripada gas. Viskositas gas bertambah dengan naiknya temperatur, sedang viskositas cairan turun dengan naiknya temperatur (Sukardjo, 2002). Pada cairan, viskositas meningkat dengan naiknya tekanan dan menurun bila suhu meningkat (Bird, 1993). Ketika molekul bergerak pada suhu yang lebih tinggi, molekul tersebut dapat mengatasi gaya antarmolekul lebih mudah, sehingga tahanan aliran menurun (Silberberg, 2007). Metode viskositas Brookfield merupakan pengukuran viskositas aspal pada temperatur 38 O C sampai 260 O C dengan menggunakan alat viskosimeter Brookfield. Viskosimeter Brookfield ini digunakan untuk mengukur viskositas aspal pada berbagai temperatur. Torsi pada spindel yang berputar pada temperatur tertentu digunakan untuk mengukur ketahanan relatif terhadap perputaran dalam tabung benda uji. Nilai viskositas aspal dalam milipascal sekon (mpa.s) diperoleh dengan mengalikan hasil pembacaan torsi dengan suatu faktor. Satuan viskositas dalam Satuan Sistem Internasional (SSI) adalah Pascal sekon (Pa.s). Satuan viskositas dalam sitem centimeter gram sekon (cgs) adalah poise (dyreis/cm 2 ) dan nilai ini setara dengan 0,1 Pascal sekon (Pa.s). Biasanya satuan viskositas dinyatakan dalam centipoises (cp), dimana 1 cp sama dengan 1 milipascal sekon (mpa.s) (SNI ).

13 2.5 Metode Analisa Spektroskopi FTIR Spektrum inframerah (IR) banyak dipakai dengan penekanannya akhir akhir ini ke Fourier Transform (FT) IR (FTIR). Kelebihan kelebihan dari FTIR mencakup persyaratan ukuran sampel yang kecil, perkembangan spektrum yang cepat, dan karena instrumen ini memiliki komputer yang terdedikasi, kemampuan untuk menyimpan dan memanipulasi spektrum. FTIR telah membawa tingkat keserbagunaan yang lebih besar kepenelitian penelitian struktur polimer. Karena spektrum spektrum bisa di-scan, disimpan, dan ditransformasikan dalam hitungan detik, teknik ini memudahkan penelitian penelitian reaksi reaksi polimer seperti degradasi atau ikat silang. Persyaratan persyaratan ukuran sampel yang sangat kecil mempermudah kopling instrumen FTIR dengan suatu mikroskop untuk analisis bagian bagian sampel polimer yang sangat terlokalisasi (Stevens, 2001). Pancaran inframerah pada umumnya mengacu pada bagian spektrum elektromagnet yang terletak diantara daerah tampak dan daerah gelombang mikro. Sebagian besar kegunaannya terbatas diantara 4000 cm -1 dan 666 cm -1 (2,5 15 µm). Walaupun spektrum inframerah merupakan kekhasan sebuah molekul secara menyeluruh, gugus gugus atom tertentu memberikan penambahan pita pita pada bilangan gelombang tertentu, ataupun didekatnya, apapun bangun molekul selebihnya. Letak pita didalam spektrum inframerah disajikan sebagai bilangan gelombang (cm -1 ) lebih sering dipakai karena secara langsung berbanding dengan energi getarnya. Dua kawasan penting dalam pemeriksaan awal sebuah spektrum ialah daerah cm -1 (2,5 7,7 µm) dan daerah cm -1 (11,0 15,4 µm). Bagian bilangan gelombang tinggi sebuah spektrum disebut sebagai daerah gugus fungsi. Bilangan gelombang uluran khas bagi gugus gugus fungsi yang penting seperti OH, NH, dan C=O terletak pada bagian itu. Pada umumnya ketiadaan serapan kuat didaerah cm -1 (11,0 15,4 µm) menunjukkan suatu senyawa niraromatik. Senyawa senyawa aromatik dan heteroaromatik menunjukkan pita serapan kuat tekukan C H keluar bidang (out of plane) dan liukan cincin didaerah tersebut diatas, yang seringkali dikaitkan dengan corak penggantian gugusan. Bagian tengah spektrum, yaitu cm -1 (7,7 11,0 µm), biasanya disebut sebagai daerah

14 sidik jari. Corak serapan didaerah ini seringkali rumit dengan pita pita yang ditimbulkan oleh cara cara getaran yang berantraksi. Bagian spektrum ini sangat berharga dalam hubungannya dengan bagian spektrum lainnya (Silverstein, 1986).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspal adalah material perekat berwarna coklat kehitam hitaman sampai hitam dengan unsur utama bitumen. Aspal merupakan senyawa yang kompleks, bahan utamanya disusun

Lebih terperinci

TKS 4406 Material Technology I

TKS 4406 Material Technology I TKS 4406 Material Technology I Dr.Eng. Achfas Zacoeb, ST., MT. Department of Civil Engineering Faculty of Engineering University of Brawijaya Definisi Aspal adalah material hitam atau coklat tua, pada

Lebih terperinci

Aspal merupakan bahan perkerasan untuk jalan raya. Tentu "penghuni" jurusan Teknik Sipil mengenalnya. Mari kita bahas bersama mengenai aspal.

Aspal merupakan bahan perkerasan untuk jalan raya. Tentu penghuni jurusan Teknik Sipil mengenalnya. Mari kita bahas bersama mengenai aspal. Pengertian Aspal Aspal merupakan bahan perkerasan untuk jalan raya. Tentu "penghuni" jurusan Teknik Sipil mengenalnya. Mari kita bahas bersama mengenai aspal. Pengertian Aspal adalah bahan yang bersifat

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. ASPAL Aspal adalah bahan alam dengan komponen kimia utama hidrokarbon, hasil explorasi dengan warna hitam bersifat plastis hingga cair, tidak larut dalam larutan asam encer dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan (surface active agent) adalah senyawa amphiphilic, yang merupakan molekul heterogendan berantai panjangyang memiliki bagian kepala yang suka air (hidrofilik)

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspal Aspal adalah material termoplastik yang akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur bertambah. Sifat ini

Lebih terperinci

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2.

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. Mengetahui dan memahami cara menentukan konsentrasi

Lebih terperinci

A. Sifat Fisik Kimia Produk

A. Sifat Fisik Kimia Produk Minyak sawit terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat, C16:0 (jenuh),

Lebih terperinci

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C Lipid Sifat fisika lipid Berbeda dengan dengan karbohidrat dan dan protein, lipid bukan merupakan merupakan suatu polimer Senyawa organik yang terdapat di alam Tidak larut di dalam air Larut dalam pelarut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspal Menurut Sukirman, (2007), aspal didefinisikan sebagai material perekat berwarna hitam atau coklat tua, dengan unsur utama bitumen. Aspal dapat diperoleh di alam ataupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KONSTRUKSI JALAN UJI PEMANASAN BAHAN BITUMEN

LAPORAN PRAKTIKUM KONSTRUKSI JALAN UJI PEMANASAN BAHAN BITUMEN LAPORAN PRAKTIKUM KONSTRUKSI JALAN UJI PEMANASAN BAHAN BITUMEN Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Praktikum Jalan Raya di Laboratorium Bahan Bangunan Mata Kuliah: Konstruksi Jalan Raya

Lebih terperinci

kimia MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran

kimia MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran K-13 kimia K e l a s XI MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami definisi dan pembentukan minyak bumi. 2. Memahami fraksi-fraksi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspal Aspal didefinisikan sebagai material perekat (cementitious), berwarna hitam atau coklat tua dengan unsur utama bitumen. Aspal dapat diperoleh di alam ataupun juga merupakan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Tahap Sintesis Biodiesel Pada tahap sintesis biodiesel, telah dibuat biodiesel dari minyak sawit, melalui reaksi transesterifikasi. Jenis alkohol yang digunakan adalah metanol,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN MESA off grade merupakan hasil samping dari proses sulfonasi MES yang memiliki nilai IFT lebih besar dari 1-4, sehingga tidak dapat digunakan untuk proses Enhanced Oil Recovery

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA TEGANGAN PERMUKAAN KELOMPOK 1 SHIFT A 1. Dini Mayang Sari (10060310116) 2. Putri Andini (100603) 3. (100603) 4. (100603) 5. (100603) 6. (100603) Hari/Tanggal Praktikum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Getah Jarak Pengumpulan getah jarak (Jatropha curcas) berada di Bandarjaya, Lampung Tengah yang berusia 6 tahun. Pohon jarak biasanya dapat disadap sesudah berumur

Lebih terperinci

TUGAS FISIKA FARMASI TEGANGAN PERMUKAAN

TUGAS FISIKA FARMASI TEGANGAN PERMUKAAN TUGAS FISIKA FARMASI TEGANGAN PERMUKAAN Disusun Oleh : Nama NIM : Anita Ciptadi : 16130976B PROGRAM STUDI D-III FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA 2013/2014 KATA PENGANTAR Puji syukur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prasarana jalan berkaitan erat dengan pertumbuhan pembangunan di berbagai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prasarana jalan berkaitan erat dengan pertumbuhan pembangunan di berbagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prasarana jalan berkaitan erat dengan pertumbuhan pembangunan di berbagai sendi kehidupan manusia karena merupakan fasilitas yang sangat vital dalam mendukung pergerakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Uji Kadar Aspal dalam Batuan Uji kadar aspal ini dilakukan dengan mekanisme seperti pada Gambar 4. berikut. Gambar 4. Diagram alir percobaan uji kadar aspal 2 Batuan aspal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari famili Euphorbia ceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan. Lateks karet

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

SNI 6832:2011. Standar Nasional Indonesia. Spesifikasi aspal emulsi anionik

SNI 6832:2011. Standar Nasional Indonesia. Spesifikasi aspal emulsi anionik Standar Nasional Indonesia Spesifikasi aspal emulsi anionik ICS 75.140; 93.080.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan

Lebih terperinci

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam JURNAL KELARUTAN D. Tinjauan Pustaka 1. Kelarutan Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam bagian tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian

Lebih terperinci

Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan.

Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan. Lampiran 1 Prosedur analisis surfaktan APG 1) Rendemen Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan. % 100% 2) Analisis

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM BIOKIMIA. (Uji Pembentukan Emulsi Lipid)

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM BIOKIMIA. (Uji Pembentukan Emulsi Lipid) LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM BIOKIMIA (Uji Pembentukan Emulsi Lipid) Disusun oleh: NAMA : LASINRANG ADITIA NIM : 60300112034 KELAS : BIOLOGI A KELOMPOK : IV (Empat) LABORATORIUM BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur Terhadap Penetrasi Aspal Pertamina Dan Aspal Shell

Pengaruh Temperatur Terhadap Penetrasi Aspal Pertamina Dan Aspal Shell Reka Racana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Jurusan Teknik Sipil Itenas No.x Vol. Xx Desember 2015 Pengaruh Temperatur Terhadap Penetrasi Aspal Pertamina Dan Aspal Shell TIARA GAVIRARIESA¹, SILVIA

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KONSTRUKSI JALAN UJI PEMANASAN ASPAL

LAPORAN PRAKTIKUM KONSTRUKSI JALAN UJI PEMANASAN ASPAL LAPORAN PRAKTIKUM KONSTRUKSI JALAN UJI PEMANASAN ASPAL Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Praktikum Konstruksi Jalan di Laboraturium Jalan Raya Mata Kuliah: Konstruksi Jalan Raya Dosen

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Hidrorengkah Aspal Buton dengan Katalisator Ni/Mo dengan Kapasitas 90,000 Ton/Tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Hidrorengkah Aspal Buton dengan Katalisator Ni/Mo dengan Kapasitas 90,000 Ton/Tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Dewasa ini permasalahan krisis energi cukup menjadi perhatian utama dunia, hal ini disebabkan menipisnya sumber daya persediaan energi tak terbarukan seperti minyak bumi

Lebih terperinci

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan Tania S. Utami *), Rita Arbianti, Heri Hermansyah, Wiwik H., dan Desti A. Departemen Teknik

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

Pengolahan Minyak Bumi

Pengolahan Minyak Bumi Primary Process Oleh: Syaiful R. K.(2011430080) Achmad Affandi (2011430096) Allief Damar GE (2011430100) Ari Fitriyadi (2011430101) Arthur Setiawan F Pengolahan Minyak Bumi Minyak Bumi Minyak bumi adalah

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 Disusun Ulang Oleh: Dr. Deana Wahyuningrum Dr. Ihsanawati Dr. Irma Mulyani Dr. Mia Ledyastuti Dr. Rusnadi LABORATORIUM KIMIA DASAR PROGRAM TAHAP PERSIAPAN BERSAMA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

BAB.IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data analisis kandungan Resin, Wax dan Aspalten di dalam minyak mentah dapat dilihat pada Tabel 4.1.

BAB.IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data analisis kandungan Resin, Wax dan Aspalten di dalam minyak mentah dapat dilihat pada Tabel 4.1. BAB.IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data analisis kandungan Resin, Wax dan Aspalten di dalam minyak mentah dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Analisis kandungan Resin, Wax dan Aspalten. Jenis Persen Minyak

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK OLEH: NAMA : ISMAYANI STAMBUK : F1 F1 10 074 KELOMPOK : III KELAS : B ASISTEN : RIZA AULIA JURUSAN FARMASI FAKULTAS

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

Spesifikasi aspal emulsi kationik

Spesifikasi aspal emulsi kationik Standar Nasional Indonesia Spesifikasi aspal emulsi kationik ICS 75.140; 93.080.20 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan dan Karakteristik Bahan Baku 1. Lateks Pekat Jenis lateks pekat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lateks pekat perdagangan yang telah ditambahkan amonia.

Lebih terperinci

ANALISA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN DAN PERBANDINGAN STABILITAS ASPAL EMULSI DINGIN DENGAN LASTON

ANALISA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN DAN PERBANDINGAN STABILITAS ASPAL EMULSI DINGIN DENGAN LASTON ANALISA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN DAN PERBANDINGAN STABILITAS ASPAL EMULSI DINGIN DENGAN LASTON Adrian Hartanto, Irawan Sugiharto 2, Paravita Sri Wulandari 3, Harry Patmadjaja 4 ABSTRAK:

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti natrium stearat, (C 17 H 35 COO Na+).Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan melalui kekuatan pengemulsian

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK OLEH NAMA : ISMAYANI NIM : F1F1 10 074 KELOMPOK : III ASISTEN : SYAWAL ABDURRAHMAN, S.Si. LABORATORIUM FARMASI FAKULTAS

Lebih terperinci

Deterjen yang pertama dibuat adalah garam natrium dari lauril hidrogen sulfat. Saat ini : kebanyakan deterjen adalah garam dari asam sulfonat

Deterjen yang pertama dibuat adalah garam natrium dari lauril hidrogen sulfat. Saat ini : kebanyakan deterjen adalah garam dari asam sulfonat Sejarah Deterjen Deterjen sintetik yang pertama dikembangkan oleh Jerman pada waktu Perang Dunia II Fritz Gunther (Jerman) : penemu surfactant sintetis dalam deterjen tahun 1916 Tahun 1933 deterjen untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu

BAB I PENDAHULUAN. Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu bahan akibat berinteraksi dengan lingkungan yang bersifat korosif. Proses korosi adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Jelantah Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali. Minyak jelantah masih memiliki asam lemak dalam bentuk terikat dalam trigliserida sama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstruksi Perkerasan Lentur Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan itu berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia dan banyak sekali produk turunan dari minyak sawit yang dapat menggantikan keberadaan minyak

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface).

Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface). 2 3 4 Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface). Antar muka dapat berada dalam beberapa jenis, yang dapat berwujud padat, cair atau

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Mononitrotoluen dari Toluen dan Asam Campuran Dengan Proses Kontinyu Kapasitas 55.

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Mononitrotoluen dari Toluen dan Asam Campuran Dengan Proses Kontinyu Kapasitas 55. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendirian Pabrik Indonesia begitu kaya dengan hasil alam. Potensi ini seharusnya dimanfaatkan dalam proses transformasi Indonesia dari negara agraris menjadi negara

Lebih terperinci

Film adalah lapisan suatu zat yang menyebar melalui permukaan dengan ketebalan sangat kecil, dan pengaruh gravitasi dapat diabaikan.

Film adalah lapisan suatu zat yang menyebar melalui permukaan dengan ketebalan sangat kecil, dan pengaruh gravitasi dapat diabaikan. Jika suatu zat yang memiliki kelarutan dalam zat cair sangat rendah ditempatkan pada antarmuka cairan-udara, maka bolehjadi akan menyebar (spread out) membentuk suatu selaput (film) sangat tipis atau umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Senyawa gliserol yang merupakan produk samping utama dari proses pembuatan biodiesel dan sabun bernilai ekonomi cukup tinggi dan sangat luas penggunaannya

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SEMEN PADA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN

PENGARUH PENAMBAHAN SEMEN PADA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN PENGARUH PENAMBAHAN SEMEN PADA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN Kevin Chandra 1, Percy Tambran 2, Paravita Sri Wulandari 3, Harry Patmadjaja 4 ABSTRAK : Penggunaan Campuran Aspal Emulsi Dingin

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang begitu pesat telah menyebabkan penambahan banyaknya kebutuhan yang diperlukan masyarakat. Salah satu bahan baku dan bahan penunjang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan sumber bahan bakar semakin meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk. Akan tetapi cadangan sumber bahan bakar justru

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proporsi tertentu yang dicampur merata dan dilapis dengan hotmix aspal yang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proporsi tertentu yang dicampur merata dan dilapis dengan hotmix aspal yang telah 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PERKERASAN LENTUR Secara umum beton aspal didefinisikan sebagai campuran antara agregat dengan proporsi tertentu yang dicampur merata dan dilapis dengan hotmix aspal yang

Lebih terperinci

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi Bab IV Pembahasan IV.1 Ekstraksi selulosa Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matrik, dan lignin sebagai

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi HIDROKARBON (BAGIAN II) A. ALKANON (KETON) a. Tata Nama Alkanon

KIMIA. Sesi HIDROKARBON (BAGIAN II) A. ALKANON (KETON) a. Tata Nama Alkanon KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 16 Sesi NGAN HIDROKARBON (BAGIAN II) Gugus fungsional adalah sekelompok atom dalam suatu molekul yang memiliki karakteristik khusus. Gugus fungsional adalah bagian

Lebih terperinci

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 2, No. 2 : , September 2015

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 2, No. 2 : , September 2015 Spektrum Sipil, ISSN 1858-4896 158 Vol. 2, No. 2 : 158-171, September 2015 ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN PEREMAJA SULFUR TERHADAP SIFAT FISIK ASPAL DAUR ULANG Analysis the Effect of Sulfur Rejuvenated

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asam palmitat merupakan asam lemak jenuh yang paling besar jumlahnya di dalam minyak kelapa sawit, yaitu sebesar 40-46%. Asam palmitat juga terdapat pada berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang berada di atas tanah dasar yang sudah dipadatkan, dimana fungsi dari lapisan ini adalah memikul beban lalu lintas

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL Nama : Winda Amelia NIM : 90516008 Kelompok : 02 Tanggal Praktikum : 11 Oktober 2017 Tanggal Pengumpulan : 18 Oktober 2017 Asisten : LABORATORIUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangangan Pabrik HPAM dari Monomer Acrylamide Kapasitas ton/tahun

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangangan Pabrik HPAM dari Monomer Acrylamide Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Untuk mencapai suatu struktur ekonomi yang kuat diperlukan pembangunan industri untuk menunjang kebutuhan masyarakat akan berbagai jenis produk. Selain berperan dalam

Lebih terperinci

Laporan Kimia Fisika Penentuan Tegangan Permukaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak fenomena-fenomena alam yang kurang kita perhatikan akan

Laporan Kimia Fisika Penentuan Tegangan Permukaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak fenomena-fenomena alam yang kurang kita perhatikan akan Laporan Kimia Fisika Penentuan Tegangan Permukaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak fenomena-fenomena alam yang kurang kita perhatikan akan tetapi fenomenafenomena tersbut mempunyai hubungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Inti Sawit (PKO) Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan Indonesia yang memiliki masa depan cukup cerah. Perkebunan kelapa sawit semula

Lebih terperinci

D. 2 dan 3 E. 2 dan 5

D. 2 dan 3 E. 2 dan 5 1. Pada suhu dan tekanan sama, 40 ml P 2 tepat habis bereaksi dengan 100 ml, Q 2 menghasilkan 40 ml gas PxOy. Harga x dan y adalah... A. 1 dan 2 B. 1 dan 3 C. 1 dan 5 Kunci : E D. 2 dan 3 E. 2 dan 5 Persamaan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON OLEH NAMA : HABRIN KIFLI HS. STAMBUK : F1C1 15 034 KELOMPOK ASISTEN : VI (ENAM) : HERIKISWANTO LABORATORIUM KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan untuk membuat sabun transparan berasal dari tiga jenis minyak,

Lebih terperinci

Air adalah wahana kehidupan

Air adalah wahana kehidupan Air Air adalah wahana kehidupan Air merupakan senyawa yang paling berlimpah di dalam sistem hidup dan mencakup 70% atau lebih dari bobot semua bentuk kehidupan Reaksi biokimia menggunakan media air karena

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman sekarang ini, penelitian tentang bahan polimer sedang berkembang. Hal ini dikarenakan bahan polimer memiliki beberapa sifat yang lebih unggul jika dibandingkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Ekstark buah tomat memiliki organoleptis dengan warna kuning kecoklatan, bau khas tomat, rasa manis agak asam, dan bentuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIKO-KIMIA BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR Biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari PT. Rajawali Nusantara Indonesia di daerah

Lebih terperinci

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN SIFAT PERMUKAAN Terdapat pada sistem pangan yang merupakan sistem 2 fase (campuran dari cairan yang tidak saling melarutkan immiscible) Antara 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baku baru yang potensial. Salah satu bahan yang potensial untuk pembuatan surfaktan adalah

BAB I PENDAHULUAN. baku baru yang potensial. Salah satu bahan yang potensial untuk pembuatan surfaktan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembuatan surfaktan tidak hanya dalam pencarian jenis surfaktan yang baru untuk suatu aplikasi tertentu di suatu industri, tetapi juga melakukan pencarian

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN VISKOSITAS ASPAL MINYAK DENGAN ALAT BROOKFIELD TERMOSEL

METODE PENGUJIAN VISKOSITAS ASPAL MINYAK DENGAN ALAT BROOKFIELD TERMOSEL METODE PENGUJIAN VISKOSITAS ASPAL MINYAK DENGAN ALAT BROOKFIELD TERMOSEL SNI 03-6441-2000 BAB I DESKRIPSI 1. Ruang Lingkup 1.1 Metode ini mencakup prosedur pengukuran viskositas apparen aspal minyak pada

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur

Lebih terperinci

Degradasi mikrobial terhadap bahan organik selama diagenesis

Degradasi mikrobial terhadap bahan organik selama diagenesis Geokimia Organik Diagenesis Proses yang mempengaruhi produk dari produksi primer yang terjadi selama pengendapan dan tahap awal pembusukan di bawah kondisi temperatur dan tekanan yang relatif rendah Transformasi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis

BAB I PENDAHULUAN. Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis merupakan polimer alam dengan monomer isoprena. Karet alam memiliki ikatan ganda dalam konfigurasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan pada produk sabun transparan yang dihasilkan berasal dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak bumi telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap ekonomi dunia hingga saat ini. Persediaan akan panas, cahaya, dan transportasi bergantung terhadap

Lebih terperinci