BAB III PERUMUSAN MASALAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PERUMUSAN MASALAH"

Transkripsi

1 BAB III PERUMUSAN MASALAH 3.1 Alasan Pemilihan Masalah untuk Dipecahkan Industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia berkembang sangat cepat. Terdapat banyak sekali perusahaan yang mengelola perkebunan kelapa sawit baik yang dikelola perusahaan swasta maupun perusahaan milik negara (BUMN) melalui PT Perkebunan Nusantara. Peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit juga meningkat dari tahun ke tahun. Jika pada tahun 1998 hanya 2,7 juta hektar dengan volume produksi minyak sawit mentah (crude palm oil) sebanyak 5,6 juta ton, maka pada tahun 2003 luas areal mencapai 4,8 juta hektar dengan produksi CPO 10,6 juta ton. Peningkatan itu tanpa didukung kredit murah dan anggaran pemerintah seperti selama tahun , tetapi murni kreativitas pelaku dunia usaha (Kompas, Jumat 27 Agustus 2004). Agrobisnis kelapa sawit oleh para ekonom disebut sebagai wonder oil karena sumbangannya yang sangat besar bagi perekonomian lokal. Usaha agrobisnis sawit telah memberikan kontribusi penting bagi perekonomian negara ini, sekaligus kemakmuran besar bagi pengusaha serta penghidupan bagi ribuan petani dan buruh yang terlibat di dalamnya. Total devisa ekspor produk berbasis minyak sawit mencapai 4,8 miliar dollar AS atau 8 persen dari total ekspor nonmigas Indonesia tahun 2004 (Kompas, Selasa 17 Mei 2005). Terlepas dari perkembangan industri ini yang sangat cepat dan kontribusinya yang sangat besar bagi perekonomian Indonesia, agrobisnis kelapa sawit memiliki isu-isu dan tantangan yang perlu dijawab untuk keberhasilan industri ini di masa depan. Isu-isu yang dihadapi dalam agrobisnis kelapa sawit di Indonesia antara lain masalah kurangnya koordinasi antarinstansi pemerintah. Koordinasi yang sangat lemah dalam pemberian izin pabrik kelapa sawit, tanpa memperhitungkan ketersediaan pasokan TBS di sekitar wilayah areal pabrik yang memiliki dampak negatif timbulnya pencurian TBS. Kelangkaan pasokan bibit yang bermutu di Indonesia akan menjadi hambatan dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit, dan dampaknya di masa depan akan mempengaruhi kualitas kebun sawit dan menurunkan tingkat produktivitas. 16

2 Keberadaan sarana pendukung infrastruktur seperti akses jalan menuju ke perkebunan, lokasi tangki timbun atau ke pelabuhan ekspor juga masih sering terjadi. Dan masalah ketersediaan pupuk juga akan mempengaruhi kualitas dan produktivitas perkebunan kelapa sawit. Tantangan yang dihadapi oleh agrobisnis kelapa sawit adalah semakin meningkatnya permintaan dan kesadaran masyarakat dunia terhadap produk yang ramah lingkungan dan berkualitas tinggi. Produksi CPO yang berasal dari perkebunan yang melakukan pembakaran hutan yang mengakibatkan kerusakan hutan, erosi, dan rusaknya biodiversiti, seperti yang dilakukan oleh beberapa perusahaan, akan menurunkan citra produk CPO Indonesia di mata dunia. Kualitas CPO juga harus tetap dijaga karena peraturan perdagangan internasional yang cukup ketat. Meningkatnya luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dibarengi juga dengan meningkatnya perusahaan-perusahaan yang mengelolanya. Perusahaan-perusahaan perkebunan yang baru banyak bermunculan karena prospek bisnis ini yang masih menjanjikan. Hal ini berarti semakin ketatnya persaingan dalam agribisnis kelapa sawit. Saat ini sudah banyak perusahaan yang menyadari kebutuhan budaya perusahaan yang berbasis kewirausahaan untuk dimiliki. Kebutuhan akan budaya entrepreneurship adalah sebagai respon atas sejumlah masalah yang menekan perusahaan yaitu pertumbuhan cepat jumlah kompetitor baru yang memperketat persaingan bisnis, ketidakpercayaan pada metode lama manajemen perusahaan, dinamisme pasar yang disebabkan perubahan lingkungan bisnis, dan perkembangan pasar yang menuntut pengembangan produk baru. Masalah-masalah yang dihadapi ini membuat perusahaan harus meninjau kembali budaya yang mereka miliki saat ini. Yang perlu dilakukan perusahaan adalah mengidentifikasi budaya perusahaan yang ada saat ini apakah sudah entrepreneurial atau belum. 17

3 3.2 Posisi Permasalahan yang Dipecahkan Kesuksesan dan kelangsungan PT Paya Pinang di masa depan akan sangat bergantung dari kemampuan perusahaan ini dalam mengatasi tantangan-tantangan dan menangkap peluangpeluang bisnis yang masih besar dalam agrobisnis kelapa sawit. Peluang bisnis dalam agribisnis kelapa sawit yang memiliki prospek cukup baik di masa depan adalah pengembangan biodiesel. Konsumsi bahan bakar minyak yang berasal dari minyak bumi selama ini masih menjadi pilihan utama, tetapi bahan bakar biodiesel sebagai alternatif telah dikembangkan oleh banyak negara termasuk Indonesia. Biodiesel adalah solar masa depan, penggunaan biodiesel diperkirakan akan terus meningkat di masa yang akan datang. PT Paya Pinang seharusnya menangkap peluang bisnis dari biodiesel ini karena merupakan peluang bisnis yang cukup bagus di masa depan. Selain peluang bisnis yang menjanjikan di atas, PT Paya Pinang dapat menjadi low-cost leadership dalam industri agrobisnis. Untuk menjadi produsen dengan biaya murah dalam agrobisnis memerlukan inovasi teknologi di bidang perkebunan dan meningkatkan kemampuan leadership dari karyawan terutama pada level manajerial. Budaya perusahaan yang dinilai perlu untuk dimiliki PT Paya Pinang untuk menjadi lowcost leadership dan mampu mendorong perusahaan untuk dapat menangkap peluang bisnis yang ada yaitu intrapreneurship, karena budaya ini akan mendorong karyawan untuk menghasilkan ide-ide inovatif, dukungan manajemen kepada karyawan atas ide-ide mereka, dan meningkatkan karakteristik kepemimpinan karyawan. Manajemen perusahaan harus menciptakan lingkungan entrepreneurial dalam perusahaan agar budaya intrapreneurship ini semakin kuat. 3.3 Tujuan Penelitian Penelitian proyek akhir ini dilakukan dengan tujuan untuk: Mengidentifikasi budaya perusahaan yang ada di PT Paya Pinang. Mengidentifikasi dimana kekuatan dan kelemahan orientasi kewirausahaan di PT Paya Pinang, yang dapat dijadikan landasan bagi PT Paya Pinang dalam mengambil langkahlangkah untuk meningkatkan orientasi kewirausahaan dan memperkuat budaya kewirausahaan. 18

4 Mengidentifikasi karakteristik kepemimpinan yang entrepreneurial di PT Paya Pinang untuk meningkatkan perilaku kepemimpinan yang mendukung budaya kewirausahaan. 3.4 Pembatasan Masalah Pembatasan masalah yang dilakukan dalam proyek penelitian akhir ini adalah: Penelitian ini hanya untuk mengidentifikasi budaya perusahaan yang berbasis kewirausahaan di PT Paya Pinang Pengumpulan data dalam penelitian ini hanya menggunakan kuesioner (EOS dan ELQ) dan wawancara yang dilakukan pada karyawan dan jajaran manajerial di PT Paya Pinang Analisis dan interpretasi hasil dalam penelitian ini terbatas sebagai landasan bagi PT Paya Pinang untuk membicarakan dan memprioritaskan fokus dan aksi entrepreneurial. 3.5 Tinjauan Pustaka Tinjauan Umum tentang Budaya Perusahaan Budaya perusahaan memiliki peranan penting bagi kelangsungan dan kesuksesan perusahaan di masa yang akan datang. Budaya suatu perusahaan kerap kali berubah dari waktu ke waktu seiring dengan perubahan yang terjadi dalam lingkungan bisnis. Perusahaan senantiasa berusaha untuk dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan bisnis agar dapat terus bertahan dan sukses. Ketidakmampuan perusahaan untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan bisnis akan membuat perusahaan tidak mampu untuk menangkap peluang bisnis di pasar dan memenuhi kebutuhan konsumen yang pada akhirnya akan membuat perusahaan masuk ke dalam tahap penurunan. Untuk dapat beradaptasi yang perlu dilakukan perusahaan adalah dengan menyesuaikan perilaku perusahaan dan strategi pengelolaan bisnisnya dengan perubahan lingkungan bisnis. Perusahaan harus memiliki budaya perusahaan yang mampu untuk mendukung strategi pengelolaan bisnis dan perilaku karyawan agar dapat menjawab tantangan perubahan lingkungan 19

5 bisnis. Manajemen perusahaan harus mampu menciptakan budaya perusahaan yang dapat mendorong karyawannya untuk memiliki sikap-sikap dan perilaku yang dibutuhkan dalam mengatasi perubahan dalam lingkungan bisnis dan perilaku karyawan yang memberi nilai tambah bagi perusahaan. Untuk lebih memahami budaya perusahaan, terlebih dahulu ditinjau definisi dari budaya. Gareth Morgan menyebut budaya sebagai suatu pola perkembangan yang direfleksikan oleh suatu sistem sosial dimana di dalamnya tercakup antara lain pengetahuan, ideologi, nilai-nilai, hukum dan kebiasaan sehari-hari (Nurhayati, 2002). Budaya didefinisikan sebagai sistem dari nilai yang diyakini bersama (system of shared meaning) (Robbins, 2005). Budaya memiliki beberapa fungsi dalam organisasi/perusahaan. Pertama, budaya memiliki batasan peran yang jelas, yang menciptakan perbedaan antara satu perusahaan dengan perusahaan lain. Kedua, budaya membawa perasaan identitas bagi anggotanya. Ketiga, budaya memudahkan pembentukan komitmen yang lebih besar daripada kepentingan individual. Keempat, budaya meningkatkan stabilitas sistem sosial, budaya sebagai perekat sosial yang menolong perusahaan dalam membuat standar-standar yang sesuai untuk apa yang harus karyawan lakukan. Terakhir, budaya sebagai landasan dan mekanisme kontrol yang menuntun dan membentuk sikap-sikap dan perilaku-perilaku dari karyawan. Peran budaya dalam mempengaruhi perilaku karyawan menjadi semakin penting dalam tempat kerja saat ini (Robbins, 2005). Budaya perusahaan adalah pola dari keyakinan-keyakinan, harapan-harapan, dan nilainilai yang dimiliki oleh anggota perusahaan, dalam sebuah perusahaan norma-norma biasanya muncul untuk menentukan perilaku yang dapat diterima dari orang-orang mulai dari top management hingga karyawan. (Kuratko & Hodgetts, 2004). Hartanto mengatakan bahwa budaya organisasi dapat mempertinggi kemampuan dari organisasi untuk kelangsungan hidup dan beradaptasi eksternal menjadi lebih berarti untuk siapa saja yang terlibat (Nurhayati, 2002). Budaya perusahaan memiliki dampak dalam mempengaruhi perilaku karyawan. Agar budaya perusahaan yang dibangun oleh perusahaan dapat berhasil mempengaruhi perilaku karyawan, manajemen perusahaan dapat melakukan beberapa hal yaitu seleksi dalam penerimaan karyawan, tujuan dari proses seleksi adalah untuk menerima karyawan yang memiliki 20

6 pengetahuan, keahlian, kemampuan untuk melakukan pekerjaan dan juga apakah kandidat karyawan memiliki nilai-nilai yang konsisten dengan perusahaan. Manajemen perusahaan membantu karyawan baru dalam proses sosialisasi budaya perusahaan, karena karyawan baru dalam perusahaan belum sepenuhnya terdokrin dengan budaya perusahaan yang ada. Dan perilaku top management di perusahaan akan menjadi contoh bagi karyawan, untuk itu top management harus menunjukkan bagaimana perilaku yang diharapkan. Budaya perusahaan dapat dijadikan sumber daya yang penting untuk kesuksesan perusahaan karena budaya perusahaan yang baik akan mendukung visi, perilaku perusahaan dan strategi pengelolaan bisnis untuk dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan bisnis. Sebelum memanfaatkan budaya perusahaan sebagai sumber daya terlebih dahulu yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi budaya yang ada dalam perusahaan. Mengidentifikasi budaya perusahaan penting dilakukan untuk melihat apakah budaya perusahaan yang ada saat ini sudah mampu menjawab tantangan bisnis, apakah budaya perusahaan sudah mempengaruhi perilaku para karyawan, apakah budaya perusahaan mampu mendukung rencana strategi bisnis perusahaan, dan bagaimana perilaku top management memberi dampak terhadap budaya perusahaan. Saat ini budaya entrepreneurship menjadi topik yang sering dibicarakan dan didiskusikan karena karakteristik dari entrepreneurship yang dianggap mampu menjawab tantangan bisnis yang semakin kompleks dan mampu menangkap peluang bisnis baru di pasar. Pelaksanaan budaya entrepreneurship di perusahaan atau yang disebut corporate entrepreneurship saat ini sudah banyak dipraktekkan oleh perusahaan-perusahaan karena dapat berfungsi untuk meningkatkan kemampuan inovasi karyawan dan meningkatkan sifat kepemimpinan para karyawan Tinjauan Umum tentang Corporate Entrepreneurship Persaingan yang semakin ketat dalam bisnis membuat perusahaan-perusahaan berusaha untuk terus mengembangkan keunggulan kompetitifnya dan mengembangkan produk atau jasa baru untuk merebut pasar. Perusahaan-perusahaan besar saat ini mendapat tekanan baru dari 21

7 perusahaan-perusahaan kecil (start-up entrepreneur) yang lebih aktif dan berani dalam pengembangan dan peluncuran produk atau jasa baru ke pasar. Perusahaan kecil yang biasanya dimotori oleh seseorang atau beberapa orang entrepreneur bergerak lebih aktif dan lincah/cepat dalam mengejar peluang bisnis baru daripada perusahaan besar. Perusahaan kecil lebih memiliki semangat entrepreneurship dibandingkan dengan perusahaan besar (corporate). Kata corporate dan entrepreneurship kelihatannya bertolak belakang. Kata corporate sering diasosiasikan dengan kata-kata seperti besar, teratur, birokratis, formal, kaku, dan hirarkis. Sebaliknya, kata entrepreneurial sering diasosiasikan dengan katakata seperti kreatif, inventive, kecil, cepat, driven, dan menang (Thornberry, 2006). Perusahaan besar juga pada awalnya didirikan oleh entrepreneur orang yang memiliki ide inovatif, melihat peluang di pasar, dan mengubah mimpinya menjadi kenyataan. Tetapi seiring dengan proses pertumbuhan, perusahaan yang semula kecil ini menjadi besar, memiliki banyak lapisan, sangat terstruktur, dan birokratis. Dan ketika entrepreneur pendiri perusahaan sudah tidak ada lagi, perusahaan-perusahaan yang kini besar mulai kehilangan kemampuan untuk mengubah ide-ide baru menjadi produk atau jasa yang menarik konsumen karena sering terhadang oleh proses, prosedur, struktur, sistem, dan campur tangan eksekutif. Perusahaanperusahaan besar menjadi kehilangan semangat entrepreneurial dan seolah-olah terperangkap oleh kesuksesan mereka sendiri. Kehilangan semangat entrepreneurial menjadi masalah bagi perusahaan besar dalam menghadapi persaingan bisnis dengan kompetitor dan perubahan lingkungan bisnis yang sangat cepat. Sebuah organisasi/perusahaan sebenarnya sudah memiliki semangat entrepreneurial, dalam perusahaan besar yang konservatif pun perilaku entrepreneurial dapat ditemukan, bahkan organisasi pemerintahan yang paling birokratis pun mempunyai orang-orang yang berperilaku entrepreneurial. Tetapi seberapa besar tingkat entrepreneurial yang dimiliki oleh organisasi/perusahaan ini, apakah semangat entrepreneurial yang mereka miliki sudah cukup untuk menghadapi persaingan, perubahan lingkungan bisnis, dan membuat sebuah perusahaan sukses dan bertahan. 22

8 Entrepreneurship adalah proses menciptakan nilai dengan menggunakan sebuah paket sumberdaya yang unik untuk mengeksploitasi sebuah peluang. Definisi ini mempunyai empat komponen utama. Pertama, entrepreneurship melibatkan sebuah proses. Entrepreneurship dapat diatur, dapat dipecah menjadi langkah-langkah atau tahapan-tahapan. Sebagai sebuah proses, entrepreneurship dapat dipakai dalam konteks organisasi apapun. Kedua, entrepreneur menciptakan nilai yang tidak ada sebelumnya. Entrepreneur menciptakan nilai dalam perusahaan dan pasar. Ketiga, entrepreneurs menggunakan sumberdaya secara bersamaan dengan cara yang unik. Kombinasi unik dari uang, orang-orang, prosedur, teknologi, material, fasilitas, pengemasan, jalur distribusi, dan sumber daya lain mewakili makna dimana entrepreneurs menciptakan nilai dan yang membedakan usaha mereka. Keempat, entrepreneurship adalah perilaku yang mengejar peluang. Entrepreneurship adalah pengejaran peluang tanpa memandang sumberdaya yang dipunyai saat ini (Stevenson, 1999). Corporate entrepreneurship adalah tema yang digunakan untuk menjelaskan perilaku entrepreneurial di dalam perusahaan besar dan sedang. Shaker A. Zahra dalam Kuratko & Hodgetts (2004) menyatakan bahwa corporate entrepreneurship dapat berupa aktivitas formal atau informal yang bertujuan menciptakan bisnis baru dalam perusahaan melalui inovasi proses dan produk dan pengembangan pasar. Aktivitas-aktivitas ini dapat terjadi di perusahaan, divisi, unit bisnis, fungsional, atau tingkat proyek, yang bertujuan untuk meningkatkan posisi kompetitif perusahaan dan keadaan finansial. Perusahaan-perusahaan besar seharusnya menyadari bahwa mereka harus mengembalikan semangat entrepreneurship di dalam perusahaan atau melaksanakan corporate entrepreneurship agar mereka dapat meningkatkan posisi kompetitif perusahaan. Baik perusahaan kecil (start-up entrepreneur) maupun perusahaan besar (corporate entrepreneurship) memiliki persamaan dalam menjalankan entrepreneuship di posisi mereka masing-masing. Mereka sama-sama mengejar opportunity, menjalankan proses penciptaan nilai dengan kreatif dan inovatif, mengambil dan mengatasi resiko dalam menangkap peluang, dan membutuhkan entrepreneur yang mampu menyeimbangkan antara visi dengan kemampuan manajerial, sabar dan aktif dalam proses pengejaran peluang. Tetapi juga terdapat perbedaan dalam menjalankan entrepreneurship yang menjadi keunggulan atau kekurangan masing-masing. Perusahaan besar 23

9 memiliki sumber daya yang lebih besar dibandingkan start-up entrepeneur, memiliki jaringan yang lebih luas yang dapat dimanfaatkan, dan mempunyai kemampuan untuk menerima kegagalan yang lebih baik. Sebenarnya perusahaan besar memiliki potensi kesuksesan yang lebih baik, dengan keunggulan yang mereka punyai dibandingkan perusahaan kecil, apabila mereka menjalankan intrapreneurship. Perusahaan besar membutuhkan entrepreneur atau yang disebut intrapreneur untuk melaksanakan entrepreneurship di dalam perusahaan. Intrapreneur berperan layaknya entrepreneur dalam start-up company, dimana seorang intrapreneur harus memiliki karakteristik seorang pemimpin dan mengerti politik dalam perusahaan yang berguna untuk menciptakan lingkungan entrepreneurial dan mengajak atau menggerakkan orang-orang dalam perusahaan untuk bersama-sama mencapai tujuan, intrapreneur adalah orang yang mampu menciptakan nilai tambah bagi perusahaan karena mereka aktif dan mampu fokus dalam mengidentifikasi, berinovasi, dan menangkap peluang-peluang bisnis. Intrapreneur juga memiliki beberapa kendala dalam menjalankan corporate entrepreneurship seperti rumitnya jalur birokrasi, prosedur untuk menggunakan sumber daya, dan penghargaan yang tidak sepadan atas usaha mereka. Untuk itu perusahaan seharusnya memberikan dukungan bagi intrapreneur dengan menciptakan iklim intrapreneurship. Hisrich dan Peters (2004) menyatakan bahwa untuk menciptakan iklim intrapreneurship, sebuah perusahaan perlu mengembangkan lingkungan intrapreneurial (intrapreneurial environment) dan karakteristik kepemimpinan (leadership characteristics). Karakteristik lingkungan intrapreneurial yang baik meliputi beberapa hal yaitu: Organization operates on frontier of technology and new idea encouraged. Perusahaan harus menjadi yang terdepan dalam penelitian dan pengembangan (R&D) untuk pengembangan produk baru. Kunci kesuksesan untuk ide-ide pengembangan produk baru adalah mengembangkan teknologi terbaru dalam industrinya dan mendorong/mendukung munculnya ide-ide baru dari karyawan. Trial and error encouraged and failures allowed. Perusahaan harus menyadari bahwa dalam pengembangan produk inovatif yang baru memerlukan beberapa tahapan uji coba (trial and error). Sehingga menganggap bahwa 24

10 kesalahan dan kegagalan adalah wajar dan bagian dari proses untuk kesuksesan, bukannya langsung menghukum atau memecat atas kesalahan dan kegagalan. No opportunity parameters Intrapreneur bebas untuk mengejar opportunity yang mungkin untuk dijalankan, tidak membatasi kreativitas intrapreneur dalam menangkap peluang bisnis baru sekalipun peluang itu bukan bidangnya. Resources available and accessible Intrapreneur dalam upanya mengejar peluang bisnis baru membutuhkan akses yang mudah untuk memperoleh sumber daya perusahaan. Multidiscipline teamwork approach and long time horizon Keberhasilan proyek pengembangan produk baru bergantung pada kerjasama tim yang terdiri dari berbagai individu dengan latar belakang yang berbeda atau dari divisi yang berbeda. Perusahaan harus menyadari bahwa keberhasilan intrapreneur dalam mengembangkan produk membutuhkan waktu yang lama dan tidak ada jaminan pengembalian investasi perusahaan. Volunteer program Intrapreneur dalam perusahaan adalah orang-orang yang secara sukarela memilih untuk mengemukakan ide-idenya dan kemudian menjalankannya hingga selesai, dan bukannya orang-orang yang ditunjuk perusahaan untuk pengembangan produk baru. Appropriate reward system Intrapreneur selayaknya mendapatkan penghargaan atas usaha dan kemampuannya untuk pengembangan produk, dan kemauan untuk mengambil resiko. Penghargaan diberikan berdasarkan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Sponsors and champions available Lingkungan intrapreneurial akan berjalan baik apabila manajemen memberi dukungan berupa sponsor (atasan yang mendukung) dan champions (karyawan yang menjalankan ide inovatif), manajemen perusahaan tidak hanya mendukung aktivitas kreatif tetapi juga memberikan bantuan perancanaan yang fleksibel untuk menentukan tujuan-tujuan yang baru ketika dibutuhkan. Support of top management Dukungan dari manajemen puncak baik dalam bentuk fisik ataupun dalam bentuk pemberian 25

11 persetujuan atas penggunaan sumberdaya, tanpa dukungan top management lingkungan intrapreneurial akan sulit tercipta. Seorang intrapreneur memiliki fokus dan perannya dalam menjalankan intrapreneurship di dalam perusahaan. Thornberry (2006) menggolongkan tipe kepemimpinan berdasarkan peran dan fokus. Berdasarkan perannya, tipe pemimpin ada dua yaitu pemimpin yang berperan aktif (activist) dan pemimpin yang berperan sebagai katalis (catalyst). Berdasarkan fokus, Thornberry juga menggolongkan tipe pemimpin menjadi dua yaitu pemimpin yang berfokus pada keadaan di luar perusahaan (external focus) dan pemimpin yang berfokus pada aset dan internal perusahaan (internal focus). Karakteristik kepimimpinan menurut Thornberry dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 3.1 Karakteristik Kepimimpinan menurut Thornberry (2006) Tipe aktivis biasanya pemimpin yang bertindak sebagai penggerak dalam penciptaan nilai (value creation) dalam perusahaan. Pemimpin tipe aktivis menilai diri mereka berhubungan langsung dalam mengidentifikasi, mengembangkan, dan menangkap peluang-peluang bisnis baru yang menciptakan nilai tambah. 26

12 Tipe aktivis berdasarkan fokusnya dibagi menjadi dua yaitu miners yang berfokus internal dan explorers yang berfokus pada kondisi di luar perusahaan/eksternal: Tipe miners adalah pemimpin yang mampu melihat peluang untuk value creation dengan cara merampingkan proses atau memperbaiki penggunaan aset yang ada sehingga dapat meningkatkan daya saing dan nilai ekonomis. Mereka mampu menemukan cara-cara yang lebih murah dalam menjalankan bisnis perusahaan sementara mereka tetap menciptakan nilai yang lebih baik bagi konsumen. Tipe explorers terlibat langsung dalam value-creating activity yang bertujuan untuk mengembangkan pasar baru, produk/jasa baru. Explorers adalah penggerak utama dalam proses menangkap peluang. Tipe explorer terobsesi dalam menemukan cara-cara baru dan berbeda untuk mengembangkan bisnis, dan mereka cenderung mempertanyakan kebijakan perusahaan yang statusquo dan konvensional. Mereka mempunyai insting yang bagus dalam menemukan pasar yang belum tereksploitasi. Tipe katalis tidak terlibat langsung sebagai penggerak dalam menangkap peluang bisnis dan penciptaan nilai bagi perusahaan. Pemimpin tipe katalis adalah entrepreneurial architect dalam perusahaan yang fokus dalam membangun struktur atau iklim dimana karyawan dalam perusahaan mampu untuk mengidentifikasi, mengembangkan, dan menangkap peluang bisnis baru dan menciptakan nilai tambah. Tipe ini adalah cultural value setters yang merangsang perubahan budaya di dalam perusahaan untuk lebih entrepreneurial. Berdasarkan fokusnya tipe katalis dibagi menjadi dua yaitu accelerators (internal focus) dan integrators (external focus). Tipe accelerators biasanya pemimpin yang fokus dalam membentuk perilaku dan nilainilai yang akan mendorong karyawan untuk menciptakan nilai tambah. Pemimpin tipe ini menginginkan karyawannya untuk menemukan cara-cara baru dalam menjalankan bisnis dan sering mendorong karyawan untuk tidak mematuhi peraturan apabila cara ini dapat mengembangkan bisnis. Peran accelerators adalah sebagai katalis dan pelatih dalam meningkatkan kreativitas karyawannya, mendorong karyawannya untuk mempelajari skill baru dan mencoba hal-hal baru, dan menekankan bahwa kesalahan sering terjadi dalam proses pembelajaran. 27

13 Tipe integrators biasanya pemimpin yang sudah senior dalam perusahaan dan top level management. Fokus tipe integrators adalah menciptakan perusahaan yang bersifat entrepreneurial. Mereka melihat sebuah perusahaan secara menyeluruh (holistik) dan sebagai sebuah sistem sehingga upaya mereka adalah membangun budaya entrepreneurial di semua bagian perusahaan. Integrators biasanya tidak hanya menciptakan strategi entrepreneurial dalam perusahaan tetapi juga membangun sumber daya manusia, struktur, proses dan budaya yang dapat menunjang strategi tersebut. Mereka lebih tertarik untuk menciptakan organisasi yang entrepreneurial daripada mengejar suatu peluang bisnis. 28

BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI

BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI 4.1 Kesimpulan Hasil Survei EOS menunjukkan bahwa secara umum penilaian terhadap orientasi entrepreneurial di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung ternyata tidak

Lebih terperinci

5 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Hasil Analisis Hasil yang diperoleh dari EOS menunjukkan nilai dimensi kunci dengan rentang angka 2.46 3.70 (skala 5) dimana rincian nilai untuk tiap dimensi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL 4.1 Metodologi Pemecahan Masalah Sebuah penelitian memerlukan adanya metodologi penelitian yang terstruktur dan sistematis. Tahapan-tahapan penelitian disusun secara

Lebih terperinci

BAB III SOLUSI BISNIS

BAB III SOLUSI BISNIS BAB III SOLUSI BISNIS 3.1 Alternatif Solusi Bisnis 3.1.1 Pembatasan Solusi Bisnis Penelitian yang dilakukan dalam proyek akhir ini terbatas sampai dengan identifikasi dan usulan rencana implementasi dari

Lebih terperinci

BAB IV PEMECAHAN MASALAH

BAB IV PEMECAHAN MASALAH BAB IV PEMECAHAN MASALAH 4.1 Metodologi Pemecahan Masalah Pada beberapa bagian penting, budaya organisasi dalam suatu perusahaan dibangun oleh beberapa orang utama (main figures) yang ada masuk ke dalam

Lebih terperinci

ANALISIS BUDAYA PERUSAHAAN BERBASIS KEWIRAUSAHAAN STUDI KASUS PT PAYA PINANG PENELITIAN PROYEK AKHIR. Oleh: MUFTI ARDIAN NIM :

ANALISIS BUDAYA PERUSAHAAN BERBASIS KEWIRAUSAHAAN STUDI KASUS PT PAYA PINANG PENELITIAN PROYEK AKHIR. Oleh: MUFTI ARDIAN NIM : ANALISIS BUDAYA PERUSAHAAN BERBASIS KEWIRAUSAHAAN STUDI KASUS PT PAYA PINANG PENELITIAN PROYEK AKHIR Oleh: MUFTI ARDIAN NIM : 29105020 Program Studi Magister Administrasi Bisnis Sekolah Bisnis dan Manejemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis sektor pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti

Lebih terperinci

Budaya instansi yang dimiliki oleh suatu instansi harus dapat mendukung visi

Budaya instansi yang dimiliki oleh suatu instansi harus dapat mendukung visi BAB III SOLUSI BISNIS 3.1 Fokus Solusi Bisnis Budaya instansi yang dimiliki oleh suatu instansi harus dapat mendukung visi dan misi dari organisasi, serta strategi yang telah dirumuskan sebelumnya. Salah

Lebih terperinci

REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI

REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI 4.1 Rekomendasi 4.1.1 Rekomendasi untuk Peningkatan Lingkungan Entrepreneurial Rekomendasi yang diberikan disini adalah untuk mengetahui apa yang seharusnya

Lebih terperinci

BAB III PERUMUSAN MASALAH

BAB III PERUMUSAN MASALAH BAB III PERUMUSAN MASALAH 3.1. Alasan Pemilihan Masalah untuk Dipecahkan Dalam bukunya yang berjudul Corporate Culture: Challenge to Excellence, Moeljono mengungkapkan bahwa riset yang dilakukan oleh para

Lebih terperinci

3 BAB III PERUMUSAN MASALAH

3 BAB III PERUMUSAN MASALAH 3 BAB III PERUMUSAN MASALAH 3.1 Alasan Pemilihan Masalah Sejak pasca krisis perbankan pada akhir tahun 1990 an hingga saat ini sejumlah bank bank besar yang lebih sehat baik bank lokal maupun bank asing

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Hasil Analisis Pada umumnya, hasil EOS di BCA menunjukkan bahwa budaya intrapreneurship di BCA sudah cukup memadai, namun masih perlu ditingkatkan lagi.

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Churchill, Gilbert A. & Dawn Iacobucci (2005) Marketing Research: Methodological Foundations, 9e, South Western, Ohio, USA.

DAFTAR PUSTAKA. Churchill, Gilbert A. & Dawn Iacobucci (2005) Marketing Research: Methodological Foundations, 9e, South Western, Ohio, USA. DAFTAR PUSTAKA Churchill, Gilbert A. & Dawn Iacobucci (005) Marketing Research: Methodological Foundations, 9e, South Western, Ohio, USA. Kuratko, Donald F. & Richard M. Hodgetts (00) Entrepreneurship:

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 1. Hisrich, Robert D Petters, Michael P, 2004, Entrepreneurship, McGraw Hills, New York

DAFTAR PUSTAKA. 1. Hisrich, Robert D Petters, Michael P, 2004, Entrepreneurship, McGraw Hills, New York DAFTAR PUSTAKA 1. Hisrich, Robert D Petters, Michael P, 2004, Entrepreneurship, McGraw Hills, New York 2. Kuratko, Donald F. & Hodgetts, Richard M., 2004, Entrepreneurship: Theory, Process, and Practice,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak masa kolonial sampai sekarang Indonesia tidak dapat lepas dari sektor perkebunan. Bahkan sektor ini memiliki arti penting dan menentukan dalam realita ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan merupakan persoalan penting di dalam perekonomian suatu bangsa yang sedang berkembang. Menurut Ciputra

Lebih terperinci

BAB I PROFIL PERUSAHAAN

BAB I PROFIL PERUSAHAAN BAB I PROFIL PERUSAHAAN 1.1 Sejarah Singkat PT. Paya Pinang Pada bulan Maret tahun 1962 para pendiri perusahaan (pribumi) yang tergabung dalam PT. Sumber Deli dan PT. Tjipta Makmur (sebagai owner) yang

Lebih terperinci

BAB III PERUMUSAN MASALAH

BAB III PERUMUSAN MASALAH BAB III PERUMUSAN MASALAH 3.1. Alasan Pemilihan Masalah Perubahan lingkungan bisnis telah menantang perusahaan-perusahaan untuk dapat bersaing dengan ketat. Perusahaan yang dapat menerapkan strategi bisnisnya

Lebih terperinci

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI PT BRANTAS ABIPRAYA

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI PT BRANTAS ABIPRAYA ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI PT BRANTAS ABIPRAYA Oleh : NURIANA PRAMITASARI NIM : 29105343 Program Studi Manajemen Administrasi Bisnis Sekolah Bisnis dan Manajemen Instititut Teknologi Bandung Menyetujui

Lebih terperinci

BAB III SOLUSI BISNIS

BAB III SOLUSI BISNIS BAB III SOLUSI BISNIS 3.1 Alternatif Solusi Bisnis 3.1.1 Pembatasan Solusi Bisnis Pembatasan dalam penelitian proyek akhir ini dilakukan agar memiliki solusi yang terarah dan spesifik dalam memecahkan

Lebih terperinci

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS 2.1 Pemikiran Konseptual Pemikiran konseptual pada penelitian ini didasarkan pada pencarian dan pemecahan masalah yang dihadapi oleh Jatis Mobile dalam menghadapi persaingan

Lebih terperinci

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI PT. BANK MANDIRI, Tbk. CABANG SURAPATI BANDUNG. Penelitian Proyek Akhir. Oleh: AULIA NURUL HUDA NIM:

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI PT. BANK MANDIRI, Tbk. CABANG SURAPATI BANDUNG. Penelitian Proyek Akhir. Oleh: AULIA NURUL HUDA NIM: ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI PT. BANK MANDIRI, Tbk. CABANG SURAPATI BANDUNG Penelitian Proyek Akhir Oleh: AULIA NURUL HUDA NIM: 29105340 Program Magister Administrasi Bisnis Sekolah Bisnis dan Manajemen

Lebih terperinci

BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI

BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI 4.1 Kesimpulan Sebagai kesimpulan dari penelitian yang menggunakan instrumen Entrepreneurial Orientation Survey (EOS) dapat dinyatakan bahwa secara umum corporate

Lebih terperinci

Contoh Perilaku dan Budaya Organisasi

Contoh Perilaku dan Budaya Organisasi Contoh Perilaku dan Budaya Organisasi Perilaku pegawai tidak terlepas dengan budaya organisasi. Menurut Kotter dan Hesket, budaya organisasi merujuk pada nilai-nilai yang dianut bersama oleh orang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai salah satu sub sistem pembangunan nasional harus selalu memperhatikan dan senantiasa diupayakan untuk menunjang pembangunan wilayah setempat.

Lebih terperinci

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS. Dalam proyek akhir ini, dasar pemikiran awal mengacu kepada tantangan bisnis

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS. Dalam proyek akhir ini, dasar pemikiran awal mengacu kepada tantangan bisnis BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS 2.1 Conceptual Framework Dalam proyek akhir ini, dasar pemikiran awal mengacu kepada tantangan bisnis yang sedang dihadapi oleh PT Brantas Abipraya saat ini, bagaimana menumbuhkan

Lebih terperinci

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI THE BRITISH INSTITUTE BANDUNG

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI THE BRITISH INSTITUTE BANDUNG ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI THE BRITISH INSTITUTE BANDUNG Oleh: MEDIANY KRIS EKA PUTRI NIM 29105327 Program Studi Magister Administrasi Bisnis Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan sumber pembiayaan yang sangat penting adalah devisa. Devisa diperlukan untuk membiayai impor dan membayar

Lebih terperinci

BAB III SOLUSI BISNIS. Pada prinsipnya penelitian dilakukan untuk menjawab masalah. Seperti yang telah

BAB III SOLUSI BISNIS. Pada prinsipnya penelitian dilakukan untuk menjawab masalah. Seperti yang telah BAB III SOLUSI BISNIS 3.1 Alternatif Solusi Bisnis 3.1.1 Pembatasan Solusi Bisnis Pada prinsipnya penelitian dilakukan untuk menjawab masalah. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persaingan antar perusahaan semakin ketat dalam suatu industri termasuk pada agroindustri. Salah satu produk komoditi yang saat ini sangat digemari oleh perusahaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhan akan minyak nabati dalam negeri. Kontribusi ekspor di sektor ini pada

I. PENDAHULUAN. kebutuhan akan minyak nabati dalam negeri. Kontribusi ekspor di sektor ini pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di Indonesia, baik dilihat dari devisa yang dihasilkan maupun bagi pemenuhan kebutuhan akan minyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di Indonesia, baik dilihat dari devisa yang dihasilkan maupun bagi pemenuhan kebutuhan akan minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang didukung oleh sektor pertanian. Salah satu sektor pertanian tersebut adalah perkebunan. Perkebunan memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan. bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan. bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Business Assignment Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang. Pengembangan bisnis ini diharapkan dapat memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL.

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL. ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL Peneliti: Fuat Albayumi, SIP., M.A NIDN 0024047405 UNIVERSITAS JEMBER DESEMBER 2015

Lebih terperinci

BAB III SOLUSI BISNIS

BAB III SOLUSI BISNIS BAB III SOLUSI BISNIS 3.1 Alternatif Solusi Bisnis 3.1.1 Pembatasan Solusi Bisnis Pembatasan solusi bisnis dalam penelitian ini ditentukan agar perusahaan memiliki beberapa alternatif mengenai bidang-bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pembangunan dibidang pertanian menjadi prioritas utama karena Indonesia merupakan salah satu negara yang memberikan komitmen

Lebih terperinci

Lampiran 3 Klasifikasi ABC Lp3. Lampiran 4 Perhitungan Interval Waktu Lp4. Lampiran 5 Hasil Perhitungan Interval Waktu Lp5

Lampiran 3 Klasifikasi ABC Lp3. Lampiran 4 Perhitungan Interval Waktu Lp4. Lampiran 5 Hasil Perhitungan Interval Waktu Lp5 Lampiran 2 Data Harga Komponen.Lp2 Lampiran 3 Klasifikasi ABC Lp3 Lampiran 4 Perhitungan Interval Waktu Lp4 Lampiran 5 Hasil Perhitungan Interval Waktu Lp5 Lampiran 6 Menghitung MTTF Menggunakan Minitab

Lebih terperinci

BAB III SOLUSI BISNIS. Untuk mendapatkan langkah pemecahan yang tepat dan tidak terlalu melebar

BAB III SOLUSI BISNIS. Untuk mendapatkan langkah pemecahan yang tepat dan tidak terlalu melebar BAB III SOLUSI BISNIS 3.1 Alternatif Solusi Bisnis 3.1.1 Pembatasan Solusi Bisnis Untuk mendapatkan langkah pemecahan yang tepat dan tidak terlalu melebar pembahasannya, maka pada proyek akhir ini perlu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI DAFTAR PUSTAKA

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI DAFTAR PUSTAKA KESIMPULAN DAN REKOMENDASI DAFTAR PUSTAKA Aldianto, Leo, 2006, Bahan Presentasi: Entrepreneurship & Intrapreneurship, MBA- ITB: n.p Azwar, Saifuddin, 2000. Reliabilitas dan Validitas, Pustaka Pelajar,

Lebih terperinci

4 BAB IV ANALISIS DAN INTEPRETASI DATA

4 BAB IV ANALISIS DAN INTEPRETASI DATA 4 BAB IV ANALISIS DAN INTEPRETASI DATA 4.1 Metodologi Pemecahan Masalah Metodologi penelitian merupakan langkah langkah dalam penelitian yang dilakukan dengan maksud agar hasil yang sistematis dapat diperoleh,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai tempat. penyimpanan dana, membantu pembiayaan dalam bentuk kredit, serta

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai tempat. penyimpanan dana, membantu pembiayaan dalam bentuk kredit, serta I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Industri perbankan, khususnya bank umum, merupakan pusat dari sistem keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai tempat penyimpanan dana, membantu pembiayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar) 1 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Komoditas kelapa sawit Indonesia merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan sangat penting dalam penerimaan devisa negara, pengembangan perekonomian

Lebih terperinci

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA MUFID NURDIANSYAH (10.12.5170) LINGKUNGAN BISNIS ABSTRACT Prospek bisnis perkebunan kelapa sawit sangat terbuka lebar. Sebab, kelapa sawit adalah komoditas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA 4.1. Metodologi Pemecahan Masalah Dalam suatu penelitian diperlukan metodologi penelitian yang terstruktur dan sistematis agar mengarah pada penelitian baik. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan salah satu bisnis strategis dan andalan dalam perekonomian Indonesia, bahkan pada masa krisis ekonomi. Agribisnis subsektor ini mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah energi yang dimiliki Indonesia pada umumnya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan energi di sektor industri (47,9%), transportasi (40,6%), dan rumah tangga (11,4%)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada 2020 dan berdasarkan data forecasting World Bank diperlukan lahan seluas

BAB I PENDAHULUAN. pada 2020 dan berdasarkan data forecasting World Bank diperlukan lahan seluas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meskipun dibayangi penurunan harga sejak akhir 2012, Prospek minyak kelapa sawit mentah (CPO) diyakini masih tetap akan cerah dimasa akan datang. Menurut Direktur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan salah satu sektor penggerak utama dalam pembangunan ekonomi. Menurut Soekartawi (2000),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Selain sebagai sumber utama minyak nabati, kelapa sawit

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Hasil Analisis Budaya perusahaan merupakan salah satu aspek yang penting untuk mencapai tujuan perusahaan. Hasil analisis mengenai budaya perusahaan yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terdapat dua kolom nilai yang berbeda, yakni skor rata-rata subyek dari kategori level leader

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terdapat dua kolom nilai yang berbeda, yakni skor rata-rata subyek dari kategori level leader BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Dalam pemotretan Profil Budaya Organisasi ini menggunakan kuesioner OCAI terdapat dua kolom nilai yang berbeda, yakni skor rata-rata subyek dari kategori

Lebih terperinci

BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI

BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI 4.1 Kesimpulan Setelah menjalankan penelitian di PT. Bank Negara Indonesia cabang ITB memakai EOS (Entrepreneurial Orientation Survey) dan ELQ (Entrepreneurial

Lebih terperinci

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel 54 ANALISIS SISTEM Sistem pengembangan agroindustri biodiesel berbasis kelapa seperti halnya agroindustri lainnya memiliki hubungan antar elemen yang relatif kompleks dan saling ketergantungan dalam pengelolaannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan global

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan global BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan global yang penting dalam menjadi sumber devisa utama bagi sejumlah negara sedang berkembang. Perkebunan kelapa

Lebih terperinci

LINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

LINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA LINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Nama : Budiati Nur Prastiwi NIM : 11.11.4880 Jurusan Kelas : Teknik Informatika : 11-S1TI-04 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012 Abstrack Kelapa Sawit

Lebih terperinci

PT AUSTINDO NUSANTARA JAYA Tbk. TANYA JAWAB PUBLIC EXPOSE Senin, 14 Mei Bagaimana target produksi dan penjualan Perseroan pada tahun 2018?

PT AUSTINDO NUSANTARA JAYA Tbk. TANYA JAWAB PUBLIC EXPOSE Senin, 14 Mei Bagaimana target produksi dan penjualan Perseroan pada tahun 2018? PT AUSTINDO NUSANTARA JAYA Tbk. TANYA JAWAB PUBLIC EXPOSE Senin, 14 Mei 2018 1. Bagaimana target produksi dan penjualan Perseroan pada tahun 2018? Target produksi Perseroan untuk tahun 2018 adalah 219.000

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan Produk Domestik Nasional Bruto (PDNB) sektor Pertanian, salah satunya adalah kelapa sawit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun. dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat yang memiliki fungsi

Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun. dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat yang memiliki fungsi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat yang memiliki fungsi intermediasi atau memperlancar lalu lintas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. tahun 1994 didirikanlah sebuah usaha dengan nama PT SUPRAJAYA 2001

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. tahun 1994 didirikanlah sebuah usaha dengan nama PT SUPRAJAYA 2001 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Perusahaan Perusahaan ini dirintis oleh suami istri Ngadiman di Jakarta. Maka tahun 1994 didirikanlah sebuah usaha dengan nama PT

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Crude palm oil (CPO) merupakan produk olahan dari kelapa sawit dengan cara perebusan dan pemerasan daging buah dari kelapa sawit. Minyak kelapa sawit (CPO)

Lebih terperinci

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional 83 4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Produktivitas gula yang cenderung terus mengalami penurunan disebabkan efisiensi industri gula secara keseluruhan, mulai dari pertanaman tebu hingga pabrik

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Hisrich, Robert D & Petters, Michael P, 2004, Entrepreneurship, McGraw Hills, New York.

DAFTAR PUSTAKA. Hisrich, Robert D & Petters, Michael P, 2004, Entrepreneurship, McGraw Hills, New York. DAFTAR PUSTAKA Hisrich, Robert D & Petters, Michael P, 2004, Entrepreneurship, McGraw Hills, New York. Morris, Michael H., 2002, Corporate Entrepreneurship, South-Western, Ohio. Pinchot III, Gifford, 1985,

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan

Lebih terperinci

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI. PT. BANK NEGARA INDONESIA, Tbk. CABANG ITB BANDUNG

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI. PT. BANK NEGARA INDONESIA, Tbk. CABANG ITB BANDUNG ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI PT. BANK NEGARA INDONESIA, Tbk. CABANG ITB BANDUNG Oleh: SUDHARMA SEMIDANG PUTRA NIM: 29105329 Program Studi Magister Administrasi Bisnis Sekolah Bisnis dan Manajemen

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan aset berharga dalam setiap organisasi. Oleh karena itu pengembangan sumber daya manusia merupakan salah satu prioritas dalam manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Semakin meningkatnya kebutuhan minyak sedangkan penyediaan minyak semakin terbatas, sehingga untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri Indonesia harus mengimpor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sawit nasional karena kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan di Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. sawit nasional karena kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan di Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati yang saat ini sedang marak dikembangkan di Indonesia. Pemerintah terus mendorong pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI. Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya bahwa hasil akhir yang didapat

BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI. Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya bahwa hasil akhir yang didapat BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI 4.1 Kesimpulan Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya bahwa hasil akhir yang didapat dari penelitian ini adalah TBI masih sangat perlu memperbaiki banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan beberapa hal mengenai penelitian yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah dan asumsi, serta sistematika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terdiri dari tiga bentuk badan usaha yaitu swasta, BUMN dan koperasi. Badan

I. PENDAHULUAN. terdiri dari tiga bentuk badan usaha yaitu swasta, BUMN dan koperasi. Badan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan tentang pelaku ekonomi nasional terdiri dari tiga bentuk badan usaha yaitu swasta, BUMN dan koperasi. Badan Usaha Milik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1.tE,"P...F.3...1!..7. INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkebunan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat menjanjikan. Pada masa depan, minyak sawit diyakini tidak hanya mampu menghasilkan berbagai hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam GBHN 1993, disebutkan bahwa pembangunan pertanian yang mencakup tanaman pangan, tanaman perkebunan dan tanaman lainnya diarahkan pada berkembangnya pertanian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

INOVASI. Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewirausahaan dan Menajemen Inovasi pada Semester Genap KELAS C. Disusun oleh:

INOVASI. Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewirausahaan dan Menajemen Inovasi pada Semester Genap KELAS C. Disusun oleh: INOVASI Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewirausahaan dan Menajemen Inovasi pada Semester Genap KELAS C Disusun oleh: Kelompok 2 Muhammad Nur Hadi Lofie Bachtiar Bani Alkausar Azwin A.R Fauzi

Lebih terperinci

1. Bani Alkausar. 2. Muhammad Nur Hadi. 3. Lofie Bachtiar. 4. Randi Ilhamsyah. 5. Azwin Ramadhan. 6. Fauzi A. 7. Hamdan Usman

1. Bani Alkausar. 2. Muhammad Nur Hadi. 3. Lofie Bachtiar. 4. Randi Ilhamsyah. 5. Azwin Ramadhan. 6. Fauzi A. 7. Hamdan Usman Proses Inovasi 1. Bani Alkausar 2. Muhammad Nur Hadi 3. Lofie Bachtiar 4. Randi Ilhamsyah 5. Azwin Ramadhan 6. Fauzi A. 7. Hamdan Usman Inovasi adalah memperkenalkan sesuatu yang baru sebuah ide, metode,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan pertanian dewasa ini telah berorientasi bisnis (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut usahatani (on-farm agribusiness)

Lebih terperinci

PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA

PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA The Business and Investment Forum for Downstream Palm Oil Industry Rotterdam, Belanda, 4 September 2015 Bismillahirrohmanirrahim 1. Yang Terhormat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan kinerja strategi bersaing (SB) suatu perusahaan dapat dilakukan dengan cara mengelola secara tepat budaya perusahaan (BP) yang terdiri dari nilai-nilai, sikap dan

Lebih terperinci

MENGEMBANGKAN STRATEGI SI/TI Titien S. Sukamto

MENGEMBANGKAN STRATEGI SI/TI Titien S. Sukamto MENGEMBANGKAN STRATEGI SI/TI Titien S. Sukamto Pengembangan Strategi SI/TI Mengembangkan sebuah strategi SI/TI berarti berpikir secara strategis dan merencanakan manajemen yang efektif untuk jangka waktu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 7 1.3 Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia melalui peningkatan nilai tambah, ekspor, pengurangan kemiskinan, dan penciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dapat dikatakan sebagai tulang punggung perekonomian negara. Keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dapat dikatakan sebagai tulang punggung perekonomian negara. Keberadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Secara umum keberadan perusahaan kecil dan menengah (UKM) di negara-negara berkembang dapat dikatakan sebagai tulang punggung perekonomian negara. Keberadaan UKM terbukti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk pada saat

BAB 1 PENDAHULUAN. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk pada saat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit (elaeis guineensis) menurut para ahli secara umum berasal dari Afrika. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. untuk bisa menghasilkan kontribusi yang optimal. Indonesia, khususnya pengembangan agroindustri.

PENDAHULUAN. untuk bisa menghasilkan kontribusi yang optimal. Indonesia, khususnya pengembangan agroindustri. PENDAHULUAN Latar Belakang Untuk memacu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional Indonesia dalam jangka panjang, tentunya harus mengoptimalkan semua sektor ekonomi yang dapat memberikan kontribusinya

Lebih terperinci

Kewirausahaan dan Memulai Bisnis Kecil

Kewirausahaan dan Memulai Bisnis Kecil Modul ke: 03 Kewirausahaan dan Memulai Bisnis Kecil Widi Wahyudi,S.Kom, SE, MM. Fakultas Desain & Seni Kreatif Program Studi Desain Produk www.mercubuana.ac.id A. Mengapa Orang mengambil Tantangan wirausaha

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumber daya yang melimpah, baik berupa sumber daya alam, sumber daya manusia, iklim yang bersahabat, dan potensi lahan yang besar. Pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tahun jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Ini dikarenakan angka kelahiran lebih besar daripada angka kematian. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian yang semakin tidak menentu, khususnya perbankan yang termasuk

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian yang semakin tidak menentu, khususnya perbankan yang termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini setiap perusahaan dan industri bertahan di dalam perekonomian yang semakin tidak menentu, khususnya perbankan yang termasuk kategori

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bisnis di industri farmasi masih terus berkembang dan menggiurkan bagi para pelaku bisnis farmasi. Hal ini dipicu oleh peningkatan pertumbuhan pengeluaran pada obat-obatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan komitmen afektif dan budaya organisasi. karena mereka menginginkannya (Meyer dan Allen, 1997)

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan komitmen afektif dan budaya organisasi. karena mereka menginginkannya (Meyer dan Allen, 1997) BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijabarkan teori-teori yang menjadi kerangka berfikir dalam melaksanakan penelitian ini. Beberapa teori yang dipakai adalah teori yang berkaitan dengan komitmen

Lebih terperinci