BAB III SOLUSI BISNIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III SOLUSI BISNIS"

Transkripsi

1 BAB III SOLUSI BISNIS 3.1 Alternatif Solusi Bisnis Pembatasan Solusi Bisnis Penelitian yang dilakukan dalam proyek akhir ini terbatas sampai dengan identifikasi dan usulan rencana implementasi dari solusi yang coba peneliti tawarkan, tidak dilanjutkan sampai tahap implementasi. Untuk itu diperlukan pembatasan masalah agar solusi yang diajukan bisa lebih terarah dan tidak meluas menjadi permasalahan yang kompleks. Pembatasan tersebut meliputi : 1. Penyebaran kuesioner dilakukan di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung yang berkedudukan di jalan kanayakan no. 21 Bandung. 2. Penyebaran kuesioner dilakukan pada karyawan dan jajaran manajemen (direksi dan struktural) Politeknik Manufaktur Negeri Bandung. 3. Metode pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuisioner Entrepreneurial Orientation Survey (EOS) dan Entrepreneurial Leadership Quistionnaire (ELQ), wawancara dan penelusuran pustaka. 4. Analisis dilakukan secara kuantitatif (analisis hasil survei EOS dan ELQ), dan kualitatif (lewat wawancara) yang difokuskan pada dua hal, yakni : (1) identifikasi dimensi-dimensi corporate entrepreneurship yang telah dilakukan di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung dan (2) pelaksanaan perilaku entrepreneurial yang sudah dilaksanakan (frekuensi) kemudian dibandingkan dengan tingkat kepentingan perilaku tersebut menurut karyawan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kinerja organisasi Metodologi Solusi Bisnis Untuk menghasilkan solusi bisnis yang sistematis, diperlukan sebuah metodologi yang akan dijadikan sebagai acuan dalam melaksanakan penelitian yang berisi tahapan-tahapan kegiatan yang dilakukan. Tahapan penelitian yang dilakukan untuk mengidentifikasi budaya organisasi di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung dapat 25

2 dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1. Tahapan Metodologi Penelitian Proses Identifikasi Masalah dan Rumusan Tujuan Penelitian Pada tahap ini dilakukan identifikasi permasalahan di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung, yakni pentingnya budaya organisasi Corporate Entrepreneurship. Corporate Entrepreneurship sangat sesuai dengan rencana strategis yang ditetapkan Politeknik Manufaktur Negeri Bandung untuk tahun , yakni menjadikan Politeknik Manufaktur Negeri Bandung sebagai organisasi yang berkarakter entrepreneurial Studi Pustaka Tahap studi pustaka dilakukan guna memperoleh landasan dan kerangka berpikir dari sumber-sumber data sehingga dapat mendukung penelitian ini. Studi pustaka yang 26

3 dilakukan oleh peneliti berkaitan dengan teori, konsep dan metode pendekatan dalam menerapkan prinsip corporate entrepreneurship dalam suatu organisasi Pengumpulan dan Pengolahan Data Tahap pengumpulan dan pengolahan data ditujukan untuk menghimpun data primer dan data sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data yang dikumpulkan melalui kuesioner. Data primer diperoleh dari hasil kuesioner yang disebarkan, hasil wawancara dan observasi. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data-data organisasi dan studi literatur. Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah EOS dan ELQ. EOS digunakan untuk mengukur lingkungan entrepreneurial secara keseluruhan di suatu organisasi. Dalam EOS akan dipelajari dimensi-dimensi kunci dari corporate entrepreneurship. Sedangkan ELQ bertujuan untuk mempelajari perilaku entrepreneurial dari manajer dan top management organisasi. Kuesioner EOS dan ELQ disebarkan pada karyawan dan jajaran manajerial (pejabat direksi dan pejabat struktural) di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung dengan jumlah responden yang terlibat dalam pengisian kuesioner ini adalah sebanyak 65 orang Analisis dan Interpretasi Hasil Analisis yang dilakukan dalam proyek akhir ini bertujuan untuk mengelompokkan data yang telah diolah kemudian dikorelasikan dengan permasalahan yang dibahas. Dari hasil analisis yang dilakukan akan dapat diketahui dimensi entrepreneurship yang mendominasi dan masih kurang di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung. Penelitian ini juga ditujukan untuk menganalisis perilaku dari jajaran manajemen Politeknik Manufaktur Negeri Bandung dalam melaksanakan hal-hal yang bersifat entrepreneurial. 27

4 Kesimpulan dan Saran Pada tahap akhir penelitian, dibuat suatu kesimpulan yang berkaitan dengan pelaksanaan budaya entrepreneurship di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung. Setelah itu dibuat suatu rekomendasi yang ditujukan untuk memperbaiki dimensidimensi dalam corporate entrepreneurship yang masih memiliki nilai rendah Tinjauan Pustaka Budaya Perusahaan Dalam pengertian luas, budaya perusahaan di artikan sebagai bagaimana sesuatu hal dilakukan dalam sebuah organisasi (schein, 1999). Dalam hal ini budaya perusahaan mengandung pengertian sebagai seperangkat kepercayaan (belief) dan nilai (value) yang dianut oleh sebuah organisasi dan ditetapkan oleh manajemen puncak yang menjadi landasan bagi elemen-elemen dalam organisasi tersebut untuk berprilaku dan bertindak (Adonisi, 2003) Corporate Entrepreneurship Dalam Perubahan lingkungan yang demikian drastis, setiap organisasi termasuk lembaga pendidikan dituntut untuk mampu menyikapi setiap perubahan tersebut. Bahkan, perubahan tersebut semakin besar dan semakin kompleks. Dalam bukunya Lead Like an Entrepreneur, Thornberry (2006) menggambarkan perubahan tersebut seperti pada Gambar 3.2. Derajat perubahan Lingkungan Tetap dan stabil Berubah perlahan, dapat ditebak, trend terlihat nyata Tingkat perubahan yang semakin cepat, sebagian masih bisa ditebak, trend yang tidak terlihat mulai tampak Perubahan semakin cepat, sedikit yang bisa ditebak, banyak kejutan Kacau dan tidak bisa ditebak Gambar 3.2. Derajat perubahan linkungan (Thornberry, 2006) 28

5 Kegagalan yang dialami oleh organisasi seringkali disebabkan karena kurangnya kemampuan organisasi dalam mengantisipasi perubahan seperti yang digambarkan diatas. Gagal mengaitkan perubahan dengan strategi bisnis, menganggap bahwa perubahan tersebut hanya sesaat, dan kurangnya komitmen untuk melakukan perubahan merupakan faktor utama penyebab kegagalan. Agar dapat memenangkan kompetisi dan untuk dapat sukses dalam mengimplementasikan perubahan tersebut, organisasi harus memiliki budaya yang tepat dan kuat yang dapat mendukung dan sesuai dengan strategi pengelolaan bisnis. Untuk bisa mengantisipasi perubahan-perubahan diatas maka setiap organisasi harus memiliki sustainable competitive advantage. Akan tetapi diera dimana competitive advantage ini semakin mudah menjadi strategi yang generik karena mudah ditiru oleh kompetitor, maka competitive advantage ini tidak lagi hanya cukup dengan menurunkan biaya, meningkatkan kualitas, atau pelayanan yang lebih baik saja. Selain masalah QCD (Quality, Cost, Delivery), ada hal-hal lain yang diperlukan untuk bisa mencapai sustainable competitive advantage. Hal-hal tersebut adalah : Adaptability, Flexibility, Speed, Aggressiveness, Innovativeness. Konsep yang bisa merangkum kelima hal tersebut adalah konsep entrepreneurship dalam organisasi yang dikenal dengan istilah corporate entrepreneurship atau intrapreneurship. Masih dalam buku yang sama, Lead Like an Entrepreneur, Thornberry (2006) mengungkapkan bahwa konsep corporate entrepreneurship dan pengembangan entrepreneurial leader ke dalam organisasi besar baru diperkenalkan ke dalam dunia bisnis pada tahun 1985, ketika Gifford Pinchot menulis sebuah buku yang dengan judul Intrapreneurship. Intrapreneurship ini secara luas diartikan sebagai suatu usaha untuk menerapkan prinsip-prinsip kewirausahaan (entrepreneurship) yang berasal dari organisasi baru di dalam organisasi yang telah ada, baik itu organisasi menengah maupun organisasi besar. Beberapa konsep yang dikembangkan berkaitan dengan definisi corporate entrepreneurship adalah : (1) Hisrich dan Peters (2004) mendefinisikan intrapreneurship sebagai usaha dari organisasi untuk menyempurnakan proses kerja yang ada guna meningkatkan profit organisasi, (2) Zahra mendifinisikan corporate entrepreneurship sebagai aktivitas formal maupun informal yang ditujukkan untuk menciptakan bisnis baru dalam 29

6 organisasi yang telah ada melalui penciptaan produk dan proses inovasi dan pengembangan pasar (Adonisi, 2003). Konsep intrapreneurship mulai menjadi alternatif solusi yang dipikirkan oleh organisasi-organisasi besar pada akhir tahun 1990-an. Organisasi-organisasi ini merasa bahwa salah satu usaha untuk bisa tetap competitive adalah dengan jalan menghidupkan kembali jiwa kewirausahaan ke dalam organisasi mereka. Organisasi menginginkan para manajer untuk lebih entrepreneurial sebagai pemimpin dan organisasi menjadi lebih entrepreneurial sebagai suatu kesatuan. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa ketika organisasi-organisasi ini berkembang menjadi sebuah organisasi yang besar, organisasi sering menjadi tidak fleksibel dan terlalu birokratis. Dalam organisasi besar seperti ini biasanya jiwa entrepreneurial akan menghilang diikuti menghilangnya pula kemampuan untuk menumbuhkan suatu ide menjadi produk nyata atau jasa yang diperlukan oleh konsumen. Ketidakmampuan suatu organisasi untuk menyediakan produk atau jasa yang diinginkan oleh konsumen akan mengakibatkan organisasi kekurangan penunjang bagi pertumbuhan yang menguntungkan. Dalam bukunya yang berjudul entrepreneurship, Hisrich dan Peters (2004) menyatakan bahwa untuk bisa menghasilkan organisasi yang memiliki budaya intrapreneurship, maka diperlukani dua hal utama, yakni lingkungan intrapreneur (intrapreneurial environment) dan karakteristik kepemimpinan (leadership characteristics). Lingkungan intrapreneur hanya dapat dicapai melalui pendekatan budaya organisasi yang berfokus pada opportunity sedangkan karakteristik kepemimpinan yang berjiwa intrapreneurial berkaitan dengan kompetensi sumber daya manusia. Untuk lebih memahami konsep corporate entrepreneurship lebih menyeluruh, dapat dilakukan melalui pendekatan yang membagi corporate entrepreneurship dalam empat perspective yang berbeda (Christensen, 2004). Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar

7 Corporate Entrepreneurship Independent New Business Corporate Venturing Internal Resources Internationalisation External Networks Gambar 3.3. Hubungan Antara Tiap Perspective Dalam Corporate Entrepreneurship (Christensen, 2004) Keempat perspective tersebut menggambarkan daerah-daerah dimana organisasi dapat melakukan suatu usaha untuk bisa lebih inovatif. Corporate venturing bisa diartikan sebagai usaha untuk memberikan ruang dan akses yang dibutuhkan (sumber daya) untuk orang-orang yang memiliki jiwa intrapreneurial. Alasan utama didirikannya corporate venture adalah untuk mengisolasi dan mengembangkan ide-ide inovasi yang disebabkan karena hambatan birokrasi yang kaku tidak bisa dikembangkan menjadi produk yang kreatif. Perspective lainnya yang berkaitan dengan corporate entrepreneurship adalah internal resources. Seringkali organisasi yang terjebak dengan kebesaran dan kesuksesan usahanya, tidak menyadari adanya internal resources yang belum digunakan secara maksimal. Internal resources ini bisa berupa pengetahuan, pengalaman, kompetensi dari karyawan yang tidak bisa dengan mudah ditransfer menjadi inovasi produk karena hambatan birokrasi. Dalam era globalisasi dimana batas-batas antar negara menjadi semakin borderless, maka penggalian ide terhadap opportunity yang bersifat global/internationalisation bisa menjadi competitive advantage dari organisasi. Memasuki pasar internasional bukanlah hal yang mudah, dibutuhkan orang-orang yang memiliki risk taking yang tinggi. Tidak ada satupun pihak yang menyangsikan peran networking dalam pengembangan bisnis. Dari sudut pandang corporate entrepreneurship, networking ini sangat berguna terutama untuk organisasi besar agar tetap bisa fleksibel. Dengan membentuk kerjasama dengan organisasi yang lebih kecil, fleksibilitas mereka bisa tetap dipertahankan. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar

8 Corporate Entrepreneurship Independent New Business Corporate Venturing Internal Resources Internationalisation External Networks Birth of New Business within Existing Companies Strategic Renewal Changing Rules of Competition on the Market Gambar 3.4. Framework untuk corporate entrepreneurship (Christensen, 2004) Pada akhirnya, keempat perspective diatas akan menghasilkan sebuah kerangka (framework) bagi pengembangan corporate entrepreneurship. Hasil (outcomes) yang bisa didapatkan dengan pertimbangan terhadap keempat perspective diatas adalah terbentuknya bisnis baru dalam organisasi yang telah ada (birth of new business within existing company)atau melahirkan strategi baru (strategic renewal). Menurut Hisrich dan Peters (2004), karakteristik lingkungan intrapreneur yang baik meliputi beberapa hal, yaitu Organization operates on frontier of technology and new idea encouraged. Penggunaan teknologi modern dan dukungan terhadap ide-ide baru yang berbasis pada opportunity untuk bisa menghasilkan inovasi-inovasi produk merupakan kunci sukses bagi organisasi. Trial and error encouraged and failures allowed. Seringkali organisasi tidak mendukung usaha-usaha yang berkaitan dengan trial and error untuk menghasilkan produk atau jasa baru. Kadang proses ini memerlukan waktu yang lama dan bukan tidak mungkin beberapa produk gagal 32

9 dalam prosesnya. Dalam hal ini diperlukan komitmen dari organisasi untuk dapat menerima kegagalan ini sebagai proses pembelajaran dalam pengembangan produk yang inovatif. No opportunity parameters Karyawan diberikan kebebasan untuk menuangkan kreativitas mereka dalam pengembangan produk baru. Dalam hal ini organisasi harus memberikan saluran yang benar agar karyawan bisa menuangkan kreativitas mereka. Seringkali terjadi di sebuah organisasi, karyawan diberikan kebebasan untuk menggali peluangpeluang yang ada tapi tidak disertai dengan adanya saluran yang dapat menampung dan memeri kesempatan agar peluang ini bisa ditelurkan menjadi bisnis atau produk baru. Resources available and accessible Salah satu masalah mendasar dari organisasi yang ingin menjadi organisasi yang berkarakter entrepreneurial adalah masalah komitmen organisasi terhadap ketersediaan sumber daya. Sumber daya diperlukan guna pencapaian kesuksesan corporate entrepreneurship. Multidiscipline teamwork approach and long time horizon Adalah mustahil untuk bisa menghasilkan suatu inovasi hanya dari satu latar belakang keilmuan saja. Dibutuhkan kolaborasi antar berbagai disiplin ilmu. Untuk itu kerjasama tim menjadi keharusan yang tidak bisa dihindari. Untuk bisa menghasilkan outcomes dari kegiatan entrepreneurial dibutuhkan waktu yang kadang tidak sebentar. Volunteer program Sebaiknya organisasi bisa menstimulasi ide pengembangan produk baru melalui program-program yang sesuai terhadap pengembangan produk baru. Appropriate reward system Usaha untuk menumbuhkan karakter entrepreneurial dalam organisasi harus disertai dengan sistem penghargaan yang sesuai. Sistem penghargaan bisa disesuaikan dengan tingkat pencapaian karyawan terhadap target yang telah ditetapkan. Sponsors and champions available Seperti telah diuraikan sebelumnya, dukungan dari organisasi terhadap keberhasilan pelaksanaan kegiatan entrepreneurial akan menjadi faktor penentu. 33

10 Support of top management Top managemen sebagai pengambil kebijakan memegang peranan terpenting dalam mensukseskan ide terhadap pengembangan produk-produk baru. Alat ukur yang bisa digunakan untuk mengukur budaya entrepreneurial sebuah organisasi adalah melalui survei yang dinamakan EOS (Entrepreneurial Orientation Survey). Di dalam alat ukur EOS yang dikembangkan oleh Thornberry (2006), dimensi-dimensi kunci intrapreneurial dalam organisasi digolongkan menjadi sepuluh dimensi, yaitu: 1. Umum; menggambarkan karakter entrepreneurial yang dimiliki organisasi secara umum. 2. Rencana strategi; menggambarkan budaya organisasi yang berkaitan dengan upaya perencanaan strategi organisasi apakah sudah rencana strategis yang dibuat sudah berdasarkan peluang-peluang baik yang ada dalam internal organisasi atau eksternal. 3. Antar fungsi/antar departemen; menggambarkan sejauh mana hubungan antar departemen dalam organisasi berjalan. 4. Dukungan terhadap ide-ide baru; menggambarkan komitmen organisasi terhadap tumbuhnya ide-ide baru yang dapat mendukung karakter entrepreneurial organisasi. 5. Intelijen pasar; menggambarkan kemampuan organisasi dalam membaca dan memprediksi trend dan berhubungan dengan pasar. 6. Pengambilan risiko; menggambarkan komitmen organisasi untuk mendukung karyawannya dalam mengambil risiko yang sangat penting untuk dapat menangkap peluang yang ada di pasar dan menjadikan peluang tersebut menjadi ide-ide produk baru. 7. Kecepatan; menggambarkan mobilitas organisasi dalam mengidentifikasi dan menangkap peluang menjadi produk-produk yang inovatif. 8. Fleksibilitas; menggambarkan kelenturan organisasi dalam bertindak dan mengambil keputusan. 9. Fokus; menggambarkan perilaku organisasi dalam hubungannya dengan kompetensi mereka dalam melaksanakan kegiatan dan rencana organisasi. 34

11 10. Orientasi masa depan; menggambarkan perilaku organisasi dalam memandang masa depan organisasi berkaitan dengan perilaku entreprenurial. Berkaitan dengan tipe entrepreneurial leadership dalam sebuah organisasi, Thornberry (2006), menggolongkan tipe entrepreneurial leadership ini ke dalam dua kelompok besar, yakni berdasarkan perannya di dalam organisasi, dan berdasarkan fokusnya didalam organisasi. Pengelompokaan ini kemudian dibuat matriks untuk mempermudah dalam mengkarakteristikannya. Matriks tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.5. Gambar 3.5. Karakteristik Kepimimpinan Entrepreneurial (Thornberry, 2006) Aktivis adalah tipe motor penggerak sekaligus pelaksana dalam hal value creation bagi organisasi. Mereka digambarkan sebagai orang-orang yang mampu mengidentifikasi, mengembangkan dan menangkap peluang untuk bisa menghasilkan value creation bagi organisasi. Mereka bisa mengidentifikasi rintangan-rintangan yang ada dalam organisasi untuk kemudian akan berusaha meyakinkan semua orang bahwa rintangan tersebut adalah penghambat bagi kemajuan organisasi. mereka adalah orang-orang yang keras kepala dalam pengertian positif dan pada umumnya mereka mempunyai kemampuan untuk meyakinkan jajaran managemen untuk bisa mendukung ide mereka. Berdasarkan fokusnya dalam menghasilkan value creation, activis dikelompokkan 35

12 menjadi dua yakni miners yang berfokus pada internal organisasi dan explorers yang berfokus pada eksternal organisasi. 1. Tipe miners, yakni orang-orang yang melakukan penataan ulang aset yang dimiliki organisasi dalam rangka menciptakan value propositions yang baru bagi konsumen. Mereka akan merasa senang bisa melakukan sesuatu yang lebih dari apa yang orang lain anggap kurang (doing more with less) untuk membuktikan kelebihan mereka. 2. Tipe explorers, terlibat langsung dengan value-creating activity yang bertujuan untuk mengembangkan pasar baru, produk dan layanan baru atau keduanya. Risiko yang diemban mereka sangat besar karena mereka langsung berhubungan dengan pasar. Mereka bisa mengidentifikasi peluang bisnis baru bagi organisasi baik yang sifatnya penciptaan produk terobosan (breakthrought product) atau modifikasi dari produk-produk yang ada. Dalam struktur organisasi, umumnya explorers banyak ditemukan di departemen/divisi yang berhubungan langsung dengan konsumen/pasar seperti divisi marketing dan business development. Katalis adalah tipe yang mendorong orang lain di dalam organisasi untuk berinovasi dalam hal value creation bagi organisasi. Mereka akan berusaha untuk menciptakan suasana yang kondusif bagi terciptanya lingkungan entrepreneurial untuk orang lain dalam organisasi. Berdasarkan fokusnya, tipe katalis dibagi menjadi dua yaitu : (1) accelerators yang mendorong orang lain untuk berfokus pada internal organisasi dan integrators yang mendorong orang lain berfokus pada eksternal organisasi. 1. Tipe accelerators biasanya memimpin suatu unit, divisi atau anak organisasi. Mereka akan melakukan berbagai cara agar bisa memotivasi karyawannya untuk lebih inovatif dan berlaku entrepreneurial. Mereka akan merasa senang jika karyawan mereka mendebat mereka dalam hal melakukan suatu cara yang mereka pikir lebih baik. Biasanya tipe ini akan mendukung karyawannya dalam mengambil risiko dan merealisasikan ide-ide mereka apabila ide tersebut dirasa akan memberi nilai tambah pada organisasi. Mereka juga tidak akan menghukum karyawannya apabila mereka membuat kesalahan karena percaya bahwa kesalahan merupakan proses pembelajaran. Mereka terfokus pada penciptaan nilai nilai kemanusiaan (human values) dan perilaku (behaviours) yang pada akhirnya bisa mendorong pada penciptaan nilai-nilai ekonomis (economic value). 36

13 2. Tipe integrators biasanya dalam struktur organisasi berada ditingkat senior level management. Mereka memiliki kemampuan untuk menciptakan organisasi yang bersifat entrepreneurial. Integrators biasanya tidak hanya menciptakan strategi entrepreneurial dalam organisasi tetapi juga membangun sumber daya manusia, struktur, proses dan budaya yang menunjang strategi tersebut dan menjaga agar karakter entrepreneurial dalam organisasi tetap hidup. Mereka adalah orangorang yang cenderung sistematik. Mereka merasa bahwa semangat entrepreneurial atau strategi inovasi saja tidak akan cukup jika tidak didukung oleh elemen-elemen lain dalam organisasi. 3.2 Analisis Solusi Bisnis Dalam penelitian ini, digunakan kuisioner (EOS dan ELQ) sebagai instrumen analisis. Alat ukur EOS dan ELQ merupakan suatu alat ukur yang telah diuji realibilitas dan validitasnya serta sering digunakan untuk mengukur dimensi-dimensi Corporate Entrepreneurship di berbagai organisasi besar (Thornberry, 2006). Pengujian alat ukur EOS juga dilakukan dengan menggunakan hasil pengolahan data yang telah dilakukan oleh angkatan 33 MBA ITB. Data-data diperoleh dari hasil survei di beberapa perusahaan di Indonesia Uji Validitas Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah tiap variabel pertanyaan memiliki hubungan yang erat dengan skor total. Suatu instrumen dikatakan valid apabila dapat mengukur apa yang semestinya diukur atau mampu mengukur apa yang ingin dicari secara tepat (Umar, 1999). Jika kuisioner digunakan sebagai instrumen, maka kuesioner tersebut harus dapat mengukur apa yang ingin diukurnya. Valid tidaknya suatu instrumen dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi antara skor item dengan skor totalnya pada taraf signifikan 5%, item-item yang tidak berkorelasi secara signifikan dinyatakan gugur Uji Reliabilitas 37

14 Reliabilitas adalah indeks yang menggambarkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Singarimbun, 1995). Metode yang bisa digunakan untuk mengukur reabilitas suatu instrumen pengujian adalah dengan Koefisien Cronbach s Alpha. Koefisien Cronbach s Alpha merupakan koefisien reliabilitas yang paling umum digunakan karena koefisien ini menggambarkan variasi secara lengkap dari item-item sehingga dapat mengevaluasi konsistensi internal. Koefisien Cronbach s Alpha (Cronbach, 1979) ditunjukkan dengan rumus: α = k. r 1 ( k 1) r Dimana: α = koefisien reliabilitas Cronbach s Alpha k = jumlah variabel manifes yang membentuk variabel lain r = rata-rata korelasi antar variabel manifest Adapun hasil yang diperoleh dari pengujian validitas dan keandalan menurut Guilford dalam Nurhayati (2002) dapat diklasifikasikan seperti pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Klasifikasi Nilai Koefisien Keandalan Nilai Koefisien Tingkat korelasi < 0,2 Tidak ada 0,2 0,4 Rendah 0,4 - < 0,7 Sedang 0,7 - < 0,9 Tinggi 0,9 - < 1 Tinggi Sekali 1 Sempurna Setelah melalui proses uji validasi dan reliabilitas, maka pertanyaan-pertanyaan tersisa dianalisis. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel

15 No Tabel 3.2. Nilai Cronbach s Alpha Variabel-Variabel EOS Nama Variabel Jumlah Item Cronbach s Alpha (skala 0-1) 1 General 5 0,774 2 Rencana Strategi 5 0,806 3 Cross Functionality 5 0,746 4 New Idea 5 0,742 5 Market Intelligence 5 0,801 6 Risk Taking 6 0,835 7 Fleksibilitas 5 0,800 8 Speed 4 0,798 9 Focus 6 0, Future 5 0, My Company 4 0, Orientasi Individu 9 0,828 (Sumber: hasil pengolahan data oleh angkatan 33 MBA ITB, 2007) Seperti terlihat dalam tabel di atas, nilai Cronbach Alpha pada varibel-variable EOS memiliki rentang tinggi. Hal ini menyatakan bahwa variabel EOS cukup reliable dan dapat digunakan untuk penelitian Analisis dan Interpretasi Hasil EOS (Entrepreneurial Orientation Survey) EOS (Entrepreneurial Orientation Survey) bertujuan untuk mengukur orientasi entrpreneurial secara keseluruhan di suatu organisasi. Ada beberapa faktor penting yang dapat membedakan organisasi yang berorientasi entrepreneurial dan tidak. Dimensi-dimensi kunci yang digunakan dalam EOS adalah: penilaian organisasi secara umum, strategic planning, cross-functionality, dukungan terhadap ide baru, intelijen pasar, keberanian untuk mengambil risiko, kecepatan dalam menangani masalah, fleksibilitas, fokus, orientasi pada masa depan dan orientasi individu. 39

16 Penilaian terhadap budaya organisasi dilakukan dengan menggunakan dua survei yaitu EOS (Entrepreneurial Orientation Survey) dan ELQ (Entrepreneurial Leadership Questionnaire). EOS bertujuan untuk mengukur orientasi entrepreneurial secara keseluruhan di suatu organisasi. Sedangkan ELQ bertujuan untuk mempelajari perilaku entrepreneurial dari manajer organisasi yang akan membentuk budaya organisasi. Dengan menggunakan skala Likert lima poin (1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = ragu-ragu, 4 = setuju, dan 5 = sangat setuju), maka konversi ke dalam rentang persepsinya adalah seperti pada Tabel 3.3. Tabel 3.3. Rentang Persepsi EOS Persepsi Rentang Sangat tidak setuju Tidak setuju Ragu-ragu Setuju Sangat setuju Hasil EOS yang dilakukan di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung ditunjukkan pada Gambar 3.6 dan Tabel 3.4. Orientasi Individu Masa Depan Fokus Fleksibilitas Umum Rencana Strategi Cross Functionality Dukungan Intelijen Pasar Kecepatan Risiko Gambar 3.6. Karakteristik Budaya Politeknik Manufaktur Negeri Bandung 40

17 Tabel 3.4. Hasil Perhitungan EOS Kategori Nilai Rata-Rata Umum 2.73 Rencana Strategi 2.98 Cross Functionality 3.25 Dukungan 3.06 Intelijen Pasar 2.93 Risiko 2.51 Kecepatan 2.91 Fleksibilitas 2.82 Fokus 3.07 Masa Depan 2.70 Orientasi Individu 2.36 Kondisi Organisasi 3.27 Tentang Saya 3.55 Secara umum penilaian terhadap orientasi entrepreneurial di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung ternyata kurang memadai, ditunjukkan dengan kisaran angka antara 2,36 s.d. 3,55 (dalam skala 5). Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan budaya Intrapreneurship di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung masih harus ditingkatkan terutama pada dimensi-dimensi yang memiliki nilai rendah. Dimensi dengan nilai terendah di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung adalah Orientasi Individu, dengan nilai 2,36. Dimensi ini secara umum menggambarkan karakteristik entrepreneurship para karyawan di dalam organisasi. Untuk lebih detail mengetahui komponen-komponen dalam item-item diatas dapat dilihat pada penjelasan hasil analisis item-item pertanyaan yang sudah melewati tahap uji validitas dan realibilitas pada sub bab berikutnya Analisis dan Interpretasi Hasil EOS mengenai Kondisi Organisasi secara Umum Pada dimensi kondisi organisasi secara umum dilihat dari sisi corporate entrepreneurship, responden diminta menilai organisasinya dari cara pengendalian anggaran pada organisasi tersebut, pemberian reward bagi siapa pun yang melakukan cost cutting, penyediaan dana untuk peluang bisnis baru, dan bagaimanakah tahapan persetujuan dalam mendapatkan dana investasi di luar anggaran. 41

18 Penilaian terhadap kondisi organisasi secara umum menunjukkan dukungan organisasi terhadap sifat-sifat corporate entrepreneurship. Nilai rata-rata dari penilaian ini adalah 2,73 (dalam skala 5). Nilai ini berarti bahwa dukungan organisasi terhadap corporate entrepreneurship kurang memadai dan harus lebih ditingkatkan. Nilai rata-rata dari tiap komponen/pertanyaan yang diajukan dalam dimensi ini dapat dilihat dalam Tabel 3.5. Tabel 3.5. Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi Kondisi Organisasi Secara Umum No Item Mean 1 Menekankan pengendalian anggaran secara ketat Memberikan reward bagi seorang manajer yang melakukan cost cutting Menyediakan dana untuk peluang bisnis baru Menyediakan dana untuk ide-ide yang benar-benar bagus Membutuhkan banyak tahapan persetujuan untuk mendapatkan dana investasi di luar anggaran 2.14 Tabel diatas menunjukkan bahwa elemen budaya organisasi yang sangat mempengaruhi organisasi dapat dilihat dari nilai mean terbesar pada item pernyataan tentang umum yaitu terdapat pada butir pertanyaan 3 (menyediakan dana untuk peluang bisnis baru) dan 4 (Menyediakan dana untuk ide-ide yang benar-benar bagus).berdasarkan hasil wawancara di peroleh pernyataan bahwa rencana anggaran di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung berisikan rencana anggaran dari tiap jurusan/program studi secara terinci untuk satu tahun anggaran. Namun dari wawancara juga diperoleh bahwa apabila terdapat rencana tambahan yang sifatnya mendadak dan dirasa kegiatan tersebut harus dilaksanakan untuk merespon pasar maka hal tersebut dapat diusulkan ke management. Konsep birokrasi dan peraturan di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung dibuat untuk meminimalkan pelanggaran dan meningkatkan kedisiplinan para karyawan, namun Politeknik Manufaktur Negeri Bandung juga mempunyai tingkat toleransi yang cukup tinggi. Hal tersebut dilakukan karena pada prakteknya ada beberapa proyek yang perlu didanai dan proyek ini terjadi di luar anggaran yang telah 42

19 ditetapkan. Untuk bisa tetap memenuhi proyek-proyek yang sifatnya accidental seperti ini, maka Politeknik Manufaktur Negeri Bandung menyedakan pos anggaran lain-lain yang besarannya bisa mencapai 10%. Karyawan memiliki kesempatan untuk mengajukan ide-ide baru melalui prosedur tertentu. Tetapi prosedur untuk mendapatkan dana investasi di luar anggaran membutuhkan banyak tahapan persetujuan dan birokrasi yang berbelit-belit, ditunjukkan dengan nilai yang rendah pada variabel ini, yaitu 2,14. Banyaknya tahapan persetujuan untuk mendapatkan dana investasi di luar anggaran yang harus dilalui oleh karyawan dan birokrasi yang berbelit-belit mempengaruhi fleksibilitas dan kecepatan dari Politeknik Manufaktur Negeri Bandung baik itu untuk menyelesaikan masalah ataupun untuk usaha-usaha merealisasikan ide yang berhubungan dengan peningkatan nilai bagi organisasi Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Mengenai Rencana Strategi Dimensi rencana strategis menggambarkan budaya organisasi dalam hal perencanaan strategi organisasi, apakah sebuah organisasi sudah memiliki ciri-ciri sebagai organisasi yang berjiwa entreprenurial atau belum. Penilaian terhadap rencana strategi Politeknik Manufaktur Negeri Bandung belum memadai, hal ini ditunjukkan oleh nilai EOS yang rendah yaitu 2,98 (dalam skala 5). Pada umumnya rencana strategi ini ditentukan oleh pihak manajemen dan seharusnya dapat dikomunikasikan kepada seluruh karyawan dengan baik. Responden diminta untuk menilai organisasi mengenai rencana strategi dengan menggunakan pertanyaan seperti yang tertera dalam Tabel 3.6. Tabel 3.6. Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi Rencana Strategi No Item Mean 1 Menggunakan proses perencanaan strategi yang formal Membiarkan strategi tumbuh dan mungkin berubah mengikuti tren pasar Mengharapkan para manajer untuk selalu berpedoman pada rencana dan anggaran tahunan Tidak mempunyai rencana strategi yang jelas Sangat bergantung pada konsultan di luar organisasi untuk membuat strategi

20 Dari tabel diatas, bisa disimpulkan bahwa Politeknik Manufaktur Negeri Bandung telah memiliki rencana strategi yang jelas (nilai 3,51) tetapi dilevel penerapannya masih kaku. Dari hasil survei terlihat bahwa organisasi kurang bisa membiarkan strategi tumbuh dan berubah mengikuti trend pasar. Hasil survey pada variabel ini memiliki nilai yang kurang memadai yaitu 3,31. Nilai ini harus lebih ditingkatkan mengingat persaingan semakin ketat. Salah satu kegagalan yang sering dihadapi oleh organisasi untuk menghadapi perubahan-perubahan dalam lingkungan global maupun regional disebabkan oleh kegagalan organisasi/organisasi untuk menyesuaikan strateginya dengan kondisi yang dihadapinya. Penilaian EOS pada dimensi rencana strategis item 1 (satu) dan 3 (tiga) menunjukkan bahwa organisasi masih menggunakan proses perencanaan strategi yang sangat formal (nilai 2,23) dan mengharapkan para manajer untuk selalu berpedoman pada perencanaan yang telah ditetapkan dan bersifat kaku (nilai 2,03). Nilai-nilai yang rendah pada dimensi ini harus lebih ditingkatkan agar organisasi dapat lebih bisa menyesuaikan diri terhadap perkembangan bisnis yang dinamis. Dalam hal ketergantungannya terhadap konsultan, hasil survei menunjukkan bahwa Politeknik Manufaktur Negeri Bandung merupakan suatu unit yang mandiri dan tidak memiliki ketergantungan pada pihak luar (nilai 3,82) Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Mengenai Cross Functionality Nilai Mean keseluruhan untuk variable Cross Functionality adalah 3,25 dari skala 1-5. Nilai ini harus dipertahankan atau bahkan lebih ditingkatkan. Dimensi ini menggambarkan hubungan antar fungsi atau antar departemen dalam organisasi. Kerjasama, bertukar informasi dan pengetahuan antar divisi dapat meningkatkan pengetahuan karyawan, menunjang serta mempercepat pengembangan ide baru. Responden diminta untuk menilai organisasi dalam hal Cross Functionality dengan menggunakan lima pertanyaan seperti pada Tabel

21 Tabel 3.7. Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi Cross Functionality No Item Mean 1 Memiliki sedikit hambatan untuk kerjasama antar departemen /fungsi 3.23 Mempunyai departemen-departemen yang mau membagi ide dan 2 informasi satu dengan yang lain Mendorong kegiatan diskusi antar departemen/antar fungsi dan pemecahan masalah 3.51 Secara formal memberikan penghargaan terhadap kerjasama antar departemen/fungsi 2.88 Merotasi karyawan pada fungsi-fungsi yang berbeda sebagai bagian dari proses formal pengembangan SDM 3.26 Nilai tertinggi pada dimensi Cross Functionality pada item nomor 2 (Mempunyai departemen-departemen yang mau membagi ide dan informasi satu dengan yang lain) nilai 3,38 dan item nomor 3 (Mendorong kegiatan diskusi 3,51 antar departemen/antar fungsi dan pemecahan masalah) nilai 3,51. nilai ini menunjukan bahwa organisasi mendukung dan mendorong kegiatan diskusi antar departemen dalam upaya pemecahan masalah. Tetapi dukungan tersebut tidak diikuti oleh pemberian penghargaan terhadap kerjasama antar departemen secara formal, ditunjukkan oleh nilai yang kurang memadai yaitu 2,88. Hal ini dapat menurunkan motivasi karyawan untuk bekerjasama, berbagi informasi, dan pengetahuan antar divisi sehingga untuk jangka panjang akan mempengaruhi organisasi dalam hal kecepatan (speed) pada pengembangan ide baru Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Mengenai Dukungan Terhadap Ide Baru Dukungan terhadap ide-ide baru di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung menunjukkan nilai yang rendah, yaitu 3.06, sehingga harus lebih ditingkatkan. Dimensi ini berkaitan dengan entrepreneurial leadership yang ada di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung. Tidak adanya dukungan dari manajemen terhadap tumbuhnya ide-ide baru akan menghambat sifat-sifat entrepreneurial. Pada dimensi ini responden diminta menilai mengenai dukungan organisasi terhadap karyawannya dalam mengeluarkan ide-ide baru. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat dilihat pada tabel

22 Tabel 3.8. Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi Dukungan terhadap Ide-Ide Baru No Item Mean Secara umum, manajemen mendukung kita untuk memikirkan cara-cara baru dan berbeda dalam mengerjakan sesuatu 3.31 Ada satu fungsi penting di dalam organisasi, yang tanggung jawab utamanya adalah untuk inovasi dan pengembangan bisnis baru 3.63 Kami memiliki sarana sumbang saran yang berhasil dalam menampung ide-ide karyawan Organisasi segan mempertanyakan/mengubah cara-cara lama yang sudah ada didalam organisasi dalam menghadapi sesuatu Kami sering bertemu secara informal untuk mendiskusikan ide bisnis baru Politeknik Manufaktur Negeri Bandung telah memiliki satu divisi/fungsi tertentu yang tanggung jawab utamanya adalah untuk inovasi dan pengembangan bisnis baru (nilai 3,63). Managemen memberikan dukungan yang cukup baik pada karyawan untuk memikirkan cara-cara baru dan berbeda dalam mengerjakan sesuatu (nilai 3,31). Tetapi dukungan ini tidak disertai dengan sarana sumbang saran yang berhasil dalam menampung ide-ide baru (nilai 2,85) dan kurangnya pertemuan informal untuk mendiskusikan ide bisnis baru (nilai 3,02). Organisasi juga dinilai terlalu segan untuk mempertanyakan/mengubah cara-cara lama yang sudah ada didalam organisasi dalam menghadapi sesuatu (nilai 2,49). Dalam hal ini organisasi sebaiknya lebih terbuka dalam mengubah cara lama sehingga dapat lebih lincah dalam mengikuti perubahan yang terjadi Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Mengenai Intelijen Pasar Dimensi ini menggambarkan kemampuan organisasi dalam membaca pasar. Kemampuan organisasi untuk membaca trend yang ada di pasar masih rendah, terlihat dari nilai Intelijen Pasar yang rendah yaitu 2,93 (dalam skala 5). Nilai rata-rata dari tiap komponen/pertanyaan yang diajukan dalam dimensi ini dapat dilihat dalam Tabel

23 Tabel 3.9. Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi Market intelligence No Item Mean 1 Konsumen adalah raja bagi organisasi kami Kecuali kamu berada di divisi pemasaran atau penjualan, dorongan 2 untuk bertemu konsumen sangat kurang Organisasi secara rutin melakukan survey kepuasan konsumen dan menyebarkan hasilnya secara internal untuk semua pihak dalam organisasi Manajemen puncak jarang sekali mengunjungi konsumen secara langsung Sebagian besar karyawan mengetahui siapa pesaing utama dan bagaimana cara mengahadapinya Item dengan nilai tertinggi dari dimensi Market Intelligence adalah konsumen dianggap raja bagi organisasi (3,83). Konsumen Politeknik Manufaktur Negeri Bandung disini bisa berarti mahasiswa maupun kalangan industri yang menggunakan produk yang dibuat oleh Politeknik Manufaktur Negeri Bandung. Anggapan bahwa konsumen adalah raja membuat organisasi selalu memperhatikan kebutuhan konsumen dan berusaha memenuhi kebutuhan tersebut. Beberapa hal yang harus ditingkatkan dalam dimensi ini adalah dorongan terhadap karyawan di luar divisi pemasaran dan penjualan untuk bertemu dengan konsumen masih dinilai rendah (nilai 2,88). Seharusnya setiap komponen yang di organisasi memahami konsep tentang kebutuhan konsumen ini. Demikian pula dengan manajemen puncak yang jarang terlibat dengan konsumen secara langsung. Dengan adanya pemahaman yang tinggi mengenai kebutuhan konsumen maka usaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut pun akan menjadi lebih comprehensive sehingga penilaian konsumen adalah raja bisa diimplementasikan dalam bentuk pelayanan yang optimal Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Mengenai Pengambilan Risiko Dimensi ini menggambarkan keberanian sebuah organisasi dalam mengambil risiko. Keberanian untuk mengambil risiko sangat penting untuk dapat menangkap peluang yang ada di pasar. Ketakutan dalam mengambil risiko akan menyebabkan organisasi 47

24 kehilangan peluang tersebut. Pada dimensi ini responden diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti yang tertera pada Tabel Tabel Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi Pengambilan Risiko No Item Mean 1 Organisasi kami bangga akan orientasi dan budaya konservatif (anti perubahan) Kami berhati-hati untuk tidak membuat kesalahan Kami berani melakukan investasi bisnis baru hanya berdasarkan intuisi tanpa menggunakan analisis mendalam Orang-orang yang didalam organisasi secara umum memiliki kebebasan dan keberanian yang cukup besar untuk mencoba hal baru dan gagal Kita berbicara banyak tentang perlunya pengambilan risiko dalam organisasi, namun kenyataannya orang-orang yang berani mencoba dan gagal tidak bertahan lama di organisasi tersebut (bisa karena di hukum, di pecat, dll). Kami lebih memilih untuk tumbuh berkembang secara terencana dan terkontrol Dimensi Pengambilan Risiko di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung menunjukkan nilai yang rendah, yaitu Dari pertanyaan yang diajukan seperti yang tertera pada tabel diatas, Organisasi memilih untuk tumbuh berkembang secara terencana dan terkontrol (nilai 2,08) dan cenderung takut untuk berinvestasi pada bisnis baru dengan hanya mengandalkan intuisi tanpa menggunakan analisis yang mendalam (nilai 2,51). Organisasi juga memiliki orientasi dan budaya yang konservatif, dalam hal ini organisasi cenderung menghindari perubahan (nilai 3,12). Adanya kenyataan bahwa banyak yang berani mencoba dan gagal tidak akan bertahan lama di organisasi (bisa karena dihukum, dipecat, dan lain-lain) memberikan andil terhadap ketakutan karyawan untuk berani mengambil risiko (nilai 2,65). Risiko yang ditimbulkan karena keberanian berinvestasi pada hal-hal baru bisa diminimalisir. Pelaksanaan managemen risiko yang baik akan mampu mengurangi risiko tersebut. 48

25 Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Mengenai Kecepatan Dimensi ini menggambarkan kecepatan organisasi dalam menangkap dan merespon segala sesuatu yang dapat berguna bagi kepentingan organisasi. Kecepatan merupakan salah satu dari competitive advantage yang harus bisa dimaksimalkan oleh organisasi. Kecepatan disini bisa berarti beberapa hal, first-to-market, cepat dalam mengambil keputusan, cepat dalam mengalokasikan sumber daya, dan cepat dalam product delivery. Pada dimensi ini responden diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti yang tertera pada Tabel Tabel Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi Kecepatan (Speed) No Item Mean 1 Keluhan-keluhan konsumen ditangani secara cepat dan efisien Masalah-masalah yang ada tidak bisa diselesaikan secara cepat Para manajer memiliki otonomi yang besar dalam membuat keputusan Konsumen menggambarkan kita sebagai organisasi yang bergerak cepat Dimensi kecepatan ini memiliki nilai rata-rata yang rendah (nilai 2,91). Dari hasil survei terlihat bahwa penanganan terhadap keluhan-keluhan konsumen belum ditangani secara cepat dan efisien (nilai 2,95). Politeknik Manufaktur Negeri Bandung digambarkan oleh responden sebagai sebuah institusi yang kaku, karena masalah yang ada tidak bisa diselesikan secara cepat (nilai 2,43). Pihak manajerial (direksi dan pejabat struktural) tetap memegang otonomi besar dalam pembuat keputusan (nilai 3,49). Manajer disini dituntut untuk dapat memotivasi karyawannya serta menggali ide-ide dari para karyawan untuk menghasilkan nilai tambah bagi organisasi. Setiap rencana harus melalui rapat koordinasi antar departemen agar setiap departemen memahami dan saling mendukung setiap rencana yang ada, selain itu hal tersebut dapat menghindari apabila adanya rencana yang tumpang tindih dengan departemen lain. 49

26 Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Mengenai Fleksibilitas Dimensi ini menggambarkan fleksibilitas organisasi dalam bertindak dan mengambil keputusan. Fleksibilitas ini sangat diperlukan oleh organisasi agar dapat mengalokasikan sumber daya yang tersedia dengan cepat untuk dapat menangkap peluang dengan cepat. Nilai rata-rata dari tiap komponen/pertanyaan yang diajukan dalam dimensi ini dapat dilihat pada Tabel Tabel Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi fleksibilitas No Item Mean Kami sangat bergantung pada team ad hoc /jangka pendek dalam menyelesaikan masalah-masalah. Ketika kami melihat peluang bisnis, kami lambat dalam mengalokasikan sumber daya untuk menangkap peluang tersebut. Kami sering memindahkan orang-orang ke beberapa fungsi dan departemen yang berbeda untuk meningkatkan perspektif (cara padang) yang lebih luas. Orang-orang diharapkan untuk melalui tahap-tahap yang telah ditentukan dalam menyelesaikan pekerjaan. Kami tidak mementingkan penggunaan status jabatan dan gelar di dalam organisasi Dimensi Fleksibilitas di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung menunjukkan nilai yang kurang memuaskan, yaitu 2,82 Dari tabel terlihat bahwa responden mengambarkan Politeknik Manufaktur Negeri Bandung sebagai sebuah institusi yang kaku karena para karyawan Politeknik Manufaktur Negeri Bandung terlalu diharapkan untuk melalui tahap-tahap yang telah ditentukan dalam menyelesaikan pekerjaan (2,08). Hal ini akan berpengaruh besar terhadap kecepatan organisasi dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan. Rendahnya dimensi fleksibilitas ini juga dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu: Kurang seringnya pembentukan team ad hoc/jangka pendek untuk menyelesaikan masalah-masalah (3,23).. Masalah yang timbul diorganisasi pada saat ini diselesaikan melalui jalur formal yang telah ditetapkan oleh organisasi. Pembentukan team ad/hoc sangat diperlukan terutaman dalam hal penyelesaian sebuah masalah yang mengharuskan penyelesaian secara cepat 50

27 Ketika melihat peluang bisnis, organisasi lambat dalam mengalokasikan sumber daya untuk menangkap peluang tersebut (2,14). Hal ini tidak lepas dari faktor birokratisnya organisasi. Nilai positif yang bisa diambil dari dimensi flexibility ini adalah Tidak mementingkan penggunaan status jabatan dan gelar di dalam organisasi (3,62). Hal ini sangat baik untuk dilakukan karena akan membuat suasana menjadi tidak terlalu formal dan akan memperkecil kesenjangan antar karyawan. Perilaku budaya organisasi seperti ini dapat membantu mempercepat proses pengambilan keputusan Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Mengenai Fokus Dimensi ini menggambarkan perilaku organisasi dalam hubungannya dengan fokus mereka dalam melaksanakan kegiatan dan rencana organisasi. Kemampuan organisasi yang terbatas mendorong organisasi untuk fokus pada peluang yang cocok dengan kondisi organisasi. Pada dimensi ini responden diminta untuk menjawab pertanyaanpertanyaan seperti yang tertera pada Tabel Tabel Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi Fokus No Item Mean Kami hanya melakukan beberapa hal, tetapi kami mengerjakanya dengan baik Kita adalah organisasi yang terkotak-kotak, sangat jarang bagian yang satu tidak mengetahui apa yang dilakukan bagian yang lain Manajemen puncak memiliki visi yang sangat jelas mengenai kemana arah kita dan bagaimana mencapainya Jika kamu bertanya pada dua orang yang berbeda tentang strategi organisasi, kamu mungkin akan mendapat dua jawaban yang berbeda Kami cukup mau mengeluarkan uang, selama itu untuk hal-hal yang benar. Bahkan orang-orang yang bekerja pada level terbawah tahu mengenai visi organisasi Dimensi fokus di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung menunjukkan nilai yang belum memuaskan, yaitu 3,07. Hasil survei pada pertanyaan mengenai apakah karyawan diharapkan untuk hanya melakukan beberapa hal tapi dituntut untuk mengerjakannya dengan baik, menunjukkan bahwa organisasi telah cukup fokus (nilai 51

28 3,66). Organisasi juga bersedia mendanai peluang yang dirasa meningkatkan value bagi organisasi dan sesuai dengan lingkup bisnis organisasi (nilai 3,34). Responden masih menilai Politeknik Manufaktur Negeri Bandung sebagai organisasi yang terkotak-kotak, bagian/divisi yang satu jarang mengetahui apa yang dilakukan bagian/divisi lain (nilai 3,18). Responden menilai managemen belum cukup memiliki visi yang jelas mengenai kemana arah tujuan organisasi dan bagaimana mencapainya (nilai 3,12). Pada item pertanyaan nomor 4 (empat) dapat dilihat bahwa karyawan masih memiliki persepsi yang berbeda mengenai visi dan strategi organisasi (nilai 2,43), menunjukkan bahwa orang-orang yang bekerja pada level terbawah kurang paham mengenai visi organisasi. Hal ini disebabkan kurangnya komunikasi dari manajemen puncak kepada para karyawan di level bawah tentang strategi organisasi menyebabkan karyawan tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai fokus organisasi. Responden juga menilai visi dan strategi organisasi belum bisa dikomunikasikan dengan baik oleh pihak managemen ke level-level dibawahnya (nilai 2,69) Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Mengenai Orientasi Masa Depan Dimensi ini menggambarkan perilaku organisasi dalam memandang masa depan organisasi berkaitan dengan perilaku entreprenurial. Responden diminta untuk menilai organisasi mengenai orientasi Masa Depan dengan menggunakan lima pertanyaan seperti pada Tabel Tabel Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi Orientasi pada Masa Depan No Item Mean 1 Kami sadar bahwa organisasi kami adalah organisasi yang terdepan/terbaik dibidangnya Kami tidak banyak berinvestasi di R&D Organisasi kami senang menciptakan pasar yang benar-benar baru berdasarkan produk-produk yang sangat inovatif, dimana konsumen sendiri belum tahu kalau mereka membutuhkannya. Kami cenderung lebih sebagai pengikut/ follower daripada pemimpin dalam pengembangan produk baru. Secara umum, para karyawan tidak diberikan penghargaan dalam bereksperimen mencoba hal-hal baru

29 Nilai orientasi ke masa depan pada Politeknik Manufaktur Negeri Bandung masih tergolong rendah ditunjukkan dengan nilai EOS 2,70 (dalam skala 5). Hasil survei menunjukkan bahwa responden memposisikan organisasi sebagai organisasi yang terdepan/terbaik dibidangnya (nilai 3,68). Hal ini ditunjang dengan kenyataan bahwa Jumlah permintaan lulusan Politeknik Manufaktur Negeri Bandung oleh industri tiap tahun terus mengalami peningkatan, hal tersebut dapat dilihat dari hasil pengamatan dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2003, permintaan industri terhadap lulusan Politeknik Manufaktur Negeri Bandung rata-rata mencapai 150% dan prosentase tertinggi dicapai pada tahun 2003 sebesar 243%. Investasi untuk R&D di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung masih tergolong rendah (nilai 2,51). Hal ini bisa dimaklumi mengingat Politeknik Manufaktur Negeri Bandung hanya membuat produk sesuai dengan pesanan konsumen (industri maupun perorangan). Hal lain yang perlu diperhatikan adalah rendahnya penghargaan yang diberikan ke karyawan untuk bereksperimen mencoba hal-hal baru (nilai 2,26). Kecilnya penghargaan terhadap karyawan yang inovatif dan kreatif menyebabkan karyawan tidak termotivasi untuk memiliki orientasi ke masa depan Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Mengenai Orientasi Individu Dimensi ini secara umum menggambarkan bagaimana nilai-nilai entrepreneurship diterapkan oleh para karyawan di dalam organisasi. Karyawan yang memiliki sifatsifat entrepreneurial akan dengan mudah menangkap peluang di pasar dan mengeluarkan ide-ide yang inovatif untuk mengubah peluang tersebut menjadi kesuksesan bagi organisasi. Responden diminta untuk menilai organisasi mengenai Orientasi Individu dengan menggunakan sembilan pertanyaan seperti pada Tabel Tabel Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi Orientasi Individu No Item Mean Saya sering berangan-angan menciptakan dan menjalankan bisnis sendiri. Saya tidak menilai diri saya sebagai pemberontak (suka mempertanyakan hal-hal yang tidak benar). Jalan tercepat untuk mencapai puncak adalah dengan melakukan pekerjaan anda sebaik-baiknya sesuai deskripsi pekerjaan yang telah ditentukan

BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL 4.1 Metodologi Pemecahan Masalah Sebuah penelitian memerlukan adanya metodologi penelitian yang terstruktur dan sistematis. Tahapan-tahapan penelitian disusun secara

Lebih terperinci

Gambar 4.1. Kerangka Pemecahan Masalah

Gambar 4.1. Kerangka Pemecahan Masalah BAB IV ANALISIS DAN INTEPRETASI DATA 4.1. Metodologi Pemecahan Masalah Metode yang digunakan dalam pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Entrepreneurial Orientation Survey

Lebih terperinci

BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI

BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI 4.1 Kesimpulan Hasil Survei EOS menunjukkan bahwa secara umum penilaian terhadap orientasi entrepreneurial di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung ternyata tidak

Lebih terperinci

4 BAB IV ANALISIS DAN INTEPRETASI DATA

4 BAB IV ANALISIS DAN INTEPRETASI DATA 4 BAB IV ANALISIS DAN INTEPRETASI DATA 4.1 Metodologi Pemecahan Masalah Metodologi penelitian merupakan langkah langkah dalam penelitian yang dilakukan dengan maksud agar hasil yang sistematis dapat diperoleh,

Lebih terperinci

BAB III SOLUSI BISNIS

BAB III SOLUSI BISNIS BAB III SOLUSI BISNIS 3.1 Alternatif Solusi Bisnis 3.1.1 Pembatasan Solusi Bisnis Pembatasan dalam penelitian proyek akhir ini dilakukan agar memiliki solusi yang terarah dan spesifik dalam memecahkan

Lebih terperinci

Budaya instansi yang dimiliki oleh suatu instansi harus dapat mendukung visi

Budaya instansi yang dimiliki oleh suatu instansi harus dapat mendukung visi BAB III SOLUSI BISNIS 3.1 Fokus Solusi Bisnis Budaya instansi yang dimiliki oleh suatu instansi harus dapat mendukung visi dan misi dari organisasi, serta strategi yang telah dirumuskan sebelumnya. Salah

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Churchill, Gilbert A. & Dawn Iacobucci (2005) Marketing Research: Methodological Foundations, 9e, South Western, Ohio, USA.

DAFTAR PUSTAKA. Churchill, Gilbert A. & Dawn Iacobucci (2005) Marketing Research: Methodological Foundations, 9e, South Western, Ohio, USA. DAFTAR PUSTAKA Churchill, Gilbert A. & Dawn Iacobucci (005) Marketing Research: Methodological Foundations, 9e, South Western, Ohio, USA. Kuratko, Donald F. & Richard M. Hodgetts (00) Entrepreneurship:

Lebih terperinci

5 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Hasil Analisis Hasil yang diperoleh dari EOS menunjukkan nilai dimensi kunci dengan rentang angka 2.46 3.70 (skala 5) dimana rincian nilai untuk tiap dimensi

Lebih terperinci

BAB III PERUMUSAN MASALAH

BAB III PERUMUSAN MASALAH BAB III PERUMUSAN MASALAH 3.1. Alasan Pemilihan Masalah Perubahan lingkungan bisnis telah menantang perusahaan-perusahaan untuk dapat bersaing dengan ketat. Perusahaan yang dapat menerapkan strategi bisnisnya

Lebih terperinci

3 BAB III PERUMUSAN MASALAH

3 BAB III PERUMUSAN MASALAH 3 BAB III PERUMUSAN MASALAH 3.1 Alasan Pemilihan Masalah Sejak pasca krisis perbankan pada akhir tahun 1990 an hingga saat ini sejumlah bank bank besar yang lebih sehat baik bank lokal maupun bank asing

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA 4.1. Metodologi Pemecahan Masalah Dalam suatu penelitian diperlukan metodologi penelitian yang terstruktur dan sistematis agar mengarah pada penelitian baik. Pada

Lebih terperinci

BAB III SOLUSI BISNIS. Untuk mendapatkan langkah pemecahan yang tepat dan tidak terlalu melebar

BAB III SOLUSI BISNIS. Untuk mendapatkan langkah pemecahan yang tepat dan tidak terlalu melebar BAB III SOLUSI BISNIS 3.1 Alternatif Solusi Bisnis 3.1.1 Pembatasan Solusi Bisnis Untuk mendapatkan langkah pemecahan yang tepat dan tidak terlalu melebar pembahasannya, maka pada proyek akhir ini perlu

Lebih terperinci

BAB III SOLUSI BISNIS

BAB III SOLUSI BISNIS BAB III SOLUSI BISNIS 3.1 Metodologi Penelitian Metodologi penelitian yang terstruktur berguna sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan penelitian secara sistematis. Dengan metodologi penelitian

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Hisrich, Robert D & Petters, Michael P, 2004, Entrepreneurship, McGraw Hills, New York.

DAFTAR PUSTAKA. Hisrich, Robert D & Petters, Michael P, 2004, Entrepreneurship, McGraw Hills, New York. DAFTAR PUSTAKA Hisrich, Robert D & Petters, Michael P, 2004, Entrepreneurship, McGraw Hills, New York. Morris, Michael H., 2002, Corporate Entrepreneurship, South-Western, Ohio. Pinchot III, Gifford, 1985,

Lebih terperinci

BAB III SOLUSI BISNIS. Pada prinsipnya penelitian dilakukan untuk menjawab masalah. Seperti yang telah

BAB III SOLUSI BISNIS. Pada prinsipnya penelitian dilakukan untuk menjawab masalah. Seperti yang telah BAB III SOLUSI BISNIS 3.1 Alternatif Solusi Bisnis 3.1.1 Pembatasan Solusi Bisnis Pada prinsipnya penelitian dilakukan untuk menjawab masalah. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa salah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Hasil Analisis Budaya perusahaan merupakan salah satu aspek yang penting untuk mencapai tujuan perusahaan. Hasil analisis mengenai budaya perusahaan yang

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 1. Hisrich, Robert D Petters, Michael P, 2004, Entrepreneurship, McGraw Hills, New York

DAFTAR PUSTAKA. 1. Hisrich, Robert D Petters, Michael P, 2004, Entrepreneurship, McGraw Hills, New York DAFTAR PUSTAKA 1. Hisrich, Robert D Petters, Michael P, 2004, Entrepreneurship, McGraw Hills, New York 2. Kuratko, Donald F. & Hodgetts, Richard M., 2004, Entrepreneurship: Theory, Process, and Practice,

Lebih terperinci

ANALISIS BUDAYA PERUSAHAAN BERBASIS KEWIRAUSAHAAN STUDI KASUS PT PAYA PINANG PENELITIAN PROYEK AKHIR. Oleh: MUFTI ARDIAN NIM :

ANALISIS BUDAYA PERUSAHAAN BERBASIS KEWIRAUSAHAAN STUDI KASUS PT PAYA PINANG PENELITIAN PROYEK AKHIR. Oleh: MUFTI ARDIAN NIM : ANALISIS BUDAYA PERUSAHAAN BERBASIS KEWIRAUSAHAAN STUDI KASUS PT PAYA PINANG PENELITIAN PROYEK AKHIR Oleh: MUFTI ARDIAN NIM : 29105020 Program Studi Magister Administrasi Bisnis Sekolah Bisnis dan Manejemen

Lebih terperinci

BAB III SOLUSI BISNIS

BAB III SOLUSI BISNIS BAB III SOLUSI BISNIS 3.1 Alternatif Solusi Bisnis 3.1.1 Pembatasan Solusi Bisnis Pembatasan solusi bisnis dalam penelitian ini ditentukan agar perusahaan memiliki beberapa alternatif mengenai bidang-bidang

Lebih terperinci

BAB III PERUMUSAN MASALAH

BAB III PERUMUSAN MASALAH BAB III PERUMUSAN MASALAH 3.1 Alasan Pemilihan Masalah untuk Dipecahkan Industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia berkembang sangat cepat. Terdapat banyak sekali perusahaan yang mengelola perkebunan

Lebih terperinci

REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI

REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI 4.1 Rekomendasi 4.1.1 Rekomendasi untuk Peningkatan Lingkungan Entrepreneurial Rekomendasi yang diberikan disini adalah untuk mengetahui apa yang seharusnya

Lebih terperinci

BAB IV PEMECAHAN MASALAH

BAB IV PEMECAHAN MASALAH BAB IV PEMECAHAN MASALAH 4.1 Metodologi Pemecahan Masalah Pada beberapa bagian penting, budaya organisasi dalam suatu perusahaan dibangun oleh beberapa orang utama (main figures) yang ada masuk ke dalam

Lebih terperinci

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI PT. BANK MANDIRI, Tbk. CABANG SURAPATI BANDUNG. Penelitian Proyek Akhir. Oleh: AULIA NURUL HUDA NIM:

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI PT. BANK MANDIRI, Tbk. CABANG SURAPATI BANDUNG. Penelitian Proyek Akhir. Oleh: AULIA NURUL HUDA NIM: ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI PT. BANK MANDIRI, Tbk. CABANG SURAPATI BANDUNG Penelitian Proyek Akhir Oleh: AULIA NURUL HUDA NIM: 29105340 Program Magister Administrasi Bisnis Sekolah Bisnis dan Manajemen

Lebih terperinci

BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI. Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya bahwa hasil akhir yang didapat

BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI. Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya bahwa hasil akhir yang didapat BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI 4.1 Kesimpulan Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya bahwa hasil akhir yang didapat dari penelitian ini adalah TBI masih sangat perlu memperbaiki banyak

Lebih terperinci

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI PT BRANTAS ABIPRAYA

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI PT BRANTAS ABIPRAYA ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI PT BRANTAS ABIPRAYA Oleh : NURIANA PRAMITASARI NIM : 29105343 Program Studi Manajemen Administrasi Bisnis Sekolah Bisnis dan Manajemen Instititut Teknologi Bandung Menyetujui

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Hasil Analisis Pada umumnya, hasil EOS di BCA menunjukkan bahwa budaya intrapreneurship di BCA sudah cukup memadai, namun masih perlu ditingkatkan lagi.

Lebih terperinci

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI THE BRITISH INSTITUTE BANDUNG

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI THE BRITISH INSTITUTE BANDUNG ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI THE BRITISH INSTITUTE BANDUNG Oleh: MEDIANY KRIS EKA PUTRI NIM 29105327 Program Studi Magister Administrasi Bisnis Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Hisrich, Robert D & Petters, Michael P, 2004, Entrepreneurship, McGraw Hills, New York.

DAFTAR PUSTAKA. Hisrich, Robert D & Petters, Michael P, 2004, Entrepreneurship, McGraw Hills, New York. DAFTAR PUSTAKA Hisrich, Robert D & Petters, Michael P, 2004, Entrepreneurship, McGraw Hills, New York. Moeljono, Djokosantoso, 2005, Good Corporate Culture Srbagai Inti Dari Good Corporate Governance,

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Entrepreneurial Orientation Survey (EOS) ENTREPRENEURIAL ORIENTATION SURVEY

LAMPIRAN A. Entrepreneurial Orientation Survey (EOS) ENTREPRENEURIAL ORIENTATION SURVEY DAFTAR PUSTAKA Asisthariani, 2007, Analisis Budaya Kewirausahaan Pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Kerajinan Tangan di Bandung dan Yogyakarta Menggunakan Alat Ukur EOS & ELQ, Sekolah Bisnis dan Manajemen

Lebih terperinci

Oleh: Wartiyah 1), Daryono 1) ABSTRACT

Oleh: Wartiyah 1), Daryono 1)   ABSTRACT PENILAIAN DAN ANALISIS CORPORATE ENTREPRENEURSHIP CULTURE UNTUK MENINGKATKAN TINGKAT EFEKTIVITAS PERUSAHAAN DI PT. PDAM TIRTA DHARMA BANYUMAS KABUPATEN BANYUMAS Oleh: Wartiyah 1), Daryono 1) E-mail: daryono_jvc@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI

BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI 4.1 Kesimpulan Setelah menjalankan penelitian di PT. Bank Negara Indonesia cabang ITB memakai EOS (Entrepreneurial Orientation Survey) dan ELQ (Entrepreneurial

Lebih terperinci

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI. PT. BANK NEGARA INDONESIA, Tbk. CABANG ITB BANDUNG

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI. PT. BANK NEGARA INDONESIA, Tbk. CABANG ITB BANDUNG ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI PT. BANK NEGARA INDONESIA, Tbk. CABANG ITB BANDUNG Oleh: SUDHARMA SEMIDANG PUTRA NIM: 29105329 Program Studi Magister Administrasi Bisnis Sekolah Bisnis dan Manajemen

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI DAFTAR PUSTAKA

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI DAFTAR PUSTAKA KESIMPULAN DAN REKOMENDASI DAFTAR PUSTAKA Aldianto, Leo, 2006, Bahan Presentasi: Entrepreneurship & Intrapreneurship, MBA- ITB: n.p Azwar, Saifuddin, 2000. Reliabilitas dan Validitas, Pustaka Pelajar,

Lebih terperinci

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI RUMAH SAKIT MATA CICENDO PROYEK AKHIR. Oleh: MOHAMMAD BUCHORY KASTOMO NIM:

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI RUMAH SAKIT MATA CICENDO PROYEK AKHIR. Oleh: MOHAMMAD BUCHORY KASTOMO NIM: ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI RUMAH SAKIT MATA CICENDO PROYEK AKHIR Oleh: MOHAMMAD BUCHORY KASTOMO NIM: 29105344 Program Magister Administrasi Bisnis Sekolah Bisnis dan Manajemen INSTITUT TEKNOLOGI

Lebih terperinci

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI POLITEKNIK MANUFAKTUR NEGERI BANDUNG PROYEK AKHIR. Oleh: YULIANTO NIM:

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI POLITEKNIK MANUFAKTUR NEGERI BANDUNG PROYEK AKHIR. Oleh: YULIANTO NIM: ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI POLITEKNIK MANUFAKTUR NEGERI BANDUNG PROYEK AKHIR Oleh: YULIANTO NIM: 29105356 Program Magister Administrasi Bisnis Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI

BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI 4.1 Kesimpulan Sebagai kesimpulan dari penelitian yang menggunakan instrumen Entrepreneurial Orientation Survey (EOS) dapat dinyatakan bahwa secara umum corporate

Lebih terperinci

ANALISIS BUDAYA PERUSAHAAN BERBASIS KEWIRAUSAHAAN

ANALISIS BUDAYA PERUSAHAAN BERBASIS KEWIRAUSAHAAN ANALISIS BUDAYA PERUSAHAAN BERBASIS KEWIRAUSAHAAN STUDI KASUS : KANTOR PUSAT DAN KANTOR CABANG UTAMA WILAYAH JABODETABEK PT BANK CENTRAL ASIA TBK PROYEK AKHIR Oleh: RIFNI IVANA AZIS 29105006 Program Magister

Lebih terperinci

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI JATIS MOBILE JAKARTA PROYEK AKHIR. Oleh: DESVIANA PRANATALIA NIM:

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI JATIS MOBILE JAKARTA PROYEK AKHIR. Oleh: DESVIANA PRANATALIA NIM: ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI JATIS MOBILE JAKARTA PROYEK AKHIR Oleh: NIM: 29105073 Program Magister Administrasi Bisnis Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung 2008 ANALISIS BUDAYA

Lebih terperinci

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS 2.1 Pemikiran Konseptual Pemikiran konseptual pada penelitian ini didasarkan pada pencarian dan pemecahan masalah yang dihadapi oleh Jatis Mobile dalam menghadapi persaingan

Lebih terperinci

BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian adalah sesuatu yang akan kita ukur. Dalam penelitian ini

BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian adalah sesuatu yang akan kita ukur. Dalam penelitian ini BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Obyek Penelitian Objek penelitian adalah sesuatu yang akan kita ukur. Dalam penelitian ini adapun objek penelitiannya adalah Malcolm Baldrige national quality award

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Yang menjadi

BAB III METODE PENELITIAN. (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Yang menjadi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini tergolong dalam dua variabel, yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Yang menjadi

Lebih terperinci

Resume Chapter 2: Charting a Company s Direction: Its Vision, Mission, Objectives, and Strategy

Resume Chapter 2: Charting a Company s Direction: Its Vision, Mission, Objectives, and Strategy Resume Chapter 2: Charting a Company s Direction: Its Vision, Mission, Objectives, and Strategy Perusahaan yang memiliki keunggulan bersaing diharuskan mampu dalam memahami perubahan struktur pasar dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Penelitian Kerangka penelitian ini adalah langkah demi langkah dalam penyusunan Tugas Akhir mulai dari tahap persiapan penelitian hingga pembuatan dokumentasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Peneliti yang melakukan penelitian sebelumnya harus menentukan metode penelitian yang akan digunakan pada penelitiannya, karena hal tersebut akan membantu

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 30 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Menurut Sugiyono (2012:2), metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditentukan, dibuktikan, dan dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia memberi pelajaran berharga tentang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia memberi pelajaran berharga tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia memberi pelajaran berharga tentang kekuatan struktur usaha Indonesia. Usaha besar yang jumlahnya sedikit namun menguasai

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian mengenai pengaruh gaya kepemimpinan terhadap fase pembelajaran organisasi dengan mekanisme pembelajaran organisasi sebagai mediator, menggunakan

Lebih terperinci

BAB 4. Hasil dan Pembahasan. 4.1 Kondisi Impelementasi Manajemen Pengetahuan, Implementasi Manajemen Inovasi dan Kinerja Perguruan Tinggi Swasta

BAB 4. Hasil dan Pembahasan. 4.1 Kondisi Impelementasi Manajemen Pengetahuan, Implementasi Manajemen Inovasi dan Kinerja Perguruan Tinggi Swasta BAB 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Kondisi Impelementasi Manajemen Pengetahuan, Implementasi Manajemen Inovasi dan Kinerja Perguruan Tinggi Swasta 4.1.1 Kondisi Impelementasi Manajemen Pengetahuan 4.1.1.1

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Fry, F.L. (1993) Entrepreneurship: A Planning Approach. Minneapolis: West Publishing Company.

DAFTAR PUSTAKA. Fry, F.L. (1993) Entrepreneurship: A Planning Approach. Minneapolis: West Publishing Company. DAFTAR PUSTAKA Fry, F.L. (1993) Entrepreneurship: A Planning Approach. Minneapolis: West Publishing Company. Graves, D., (1986) Corporate Culture Diagnosis and Change: Auditing and Changing the Culture

Lebih terperinci

Bab 3 METODE PENELITIAN

Bab 3 METODE PENELITIAN Bab 3 METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan dan Metodologi Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif. Dengan metode kuantitatif ini diharapkan dapat memberikan penjelasan mengenai perilaku

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Pemilihan Tanah Abang sebagai lokasi penelitian karena sekitar 80% pedagang yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan memiliki tujuan yang hendak dicapai. Tujuan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan memiliki tujuan yang hendak dicapai. Tujuan tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan memiliki tujuan yang hendak dicapai. Tujuan tersebut dicapai melalui pelaksanaan pekerjaan tertentu dengan menggunakan tenaga manusia sebagai

Lebih terperinci

BAB III PERUMUSAN MASALAH

BAB III PERUMUSAN MASALAH BAB III PERUMUSAN MASALAH 3.1. Alasan Pemilihan Masalah untuk Dipecahkan Dalam bukunya yang berjudul Corporate Culture: Challenge to Excellence, Moeljono mengungkapkan bahwa riset yang dilakukan oleh para

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Dalam rangka menghadapi tantangan persaingan yang semakin tinggi dan meningkat, setiap perusahaan berusaha untuk tetap bertahan dengan cara meningkatkan produktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tekanannya, sehingga perusahaan dituntut melakukan inovasi secara terus menerus

BAB I PENDAHULUAN. tekanannya, sehingga perusahaan dituntut melakukan inovasi secara terus menerus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam industri telekomunikasi saat ini cenderung berada dalam kondisi pasar dengan tingkat kompetisi yang tinggi dan ke depan akan terus meningkat tekanannya,

Lebih terperinci

Perancangan dan Evaluasi Framework Arsitektur Pengelolaan Kompetensi Dosen

Perancangan dan Evaluasi Framework Arsitektur Pengelolaan Kompetensi Dosen 69 Bab IV Perancangan dan Evaluasi Framework Arsitektur Pengelolaan Kompetensi Dosen IV.1 Perancangan Framework Arsitektur Pengelolaan Kompetensi Dosen Berdasarkan Perspektif Zachman Pada bab IV, telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di hampir semua periode sejarah manusia, kewirausahaan telah mengemban fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Di hampir semua periode sejarah manusia, kewirausahaan telah mengemban fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di hampir semua periode sejarah manusia, kewirausahaan telah mengemban fungsi penting dalam kemajuan peradaban modern (Sesen, 2013; Shane dan Venkataraman, 2000).

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh manajer dan kepala bagian di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh manajer dan kepala bagian di BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1.1 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh manajer dan kepala bagian di masing-masing Rumah Sakit Swasta di Bandar lampung. Adapun kriteria Rumah

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Hisrich, Robert D & Petters, Michael P, 2004, Entrepreneurship, McGraw Hills, New York.

DAFTAR PUSTAKA. Hisrich, Robert D & Petters, Michael P, 2004, Entrepreneurship, McGraw Hills, New York. DAFTAR PUSTAKA Adonisi,Mandla, 2003, The Relationship Between Corporate Entrepreneurship, Market Orientation, Organisational Flexibility and Job Satisfaction, University of Pretoria, South Africa. Christensen,Karina,

Lebih terperinci

BAB III SOLUSI BISNIS

BAB III SOLUSI BISNIS BAB III SOLUSI BISNIS Untuk membantu perusahaan dalam mempersiapkan diri mengimplementasikan MBCfPE di dalam organisasi, maka penulis mencoba untuk membuat suatu model yang bertujuan: - Mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu peneliti mengumpulkan data dengan menetapkan terlebih dulu konsep sebagai variablevariabel yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Persaingan bisnis di sektor pertambangan semakin berkembang. Hal ini menyebabkan PT. Aneka Tambang Tbk membutuhkan karyawan yang berkompetensi untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum tentang UD. Ria Jaya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum tentang UD. Ria Jaya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum tentang UD. Ria Jaya a. Sejarah UD. Ria Jaya adalah toko yang di dalamnya terjadi kegiatan perdagangan dengan jenis benda atau

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. asosiatif. Menurut Kusmayadi dan Endar Sugiarto dalam buku Prof. J. Supranto,

BAB 3 METODE PENELITIAN. asosiatif. Menurut Kusmayadi dan Endar Sugiarto dalam buku Prof. J. Supranto, BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian. Pada penelitian dalam proyek akhir ini, digunakan metode deskriptif dan asosiatif. Menurut Kusmayadi dan Endar Sugiarto dalam buku Prof. J. Supranto, M.A.,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis data dan pembahasan. Adapun urutan analisis data adalah uji kualitas data yang terdiri dari uji validitas dan reliabilitas data, analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Ismail et.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Ismail et. BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Ismail et. al (2011) yang berjudul The Effect Of Transformational Leadership, Empowerment Toward

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menjelaskan tentang metodologi yang dilakukan dalam penelitian dan dapat dijabarkan seperti pada gambar 3.1 berikut: Gambar. 3.1. Metodologi Penelitian Keterangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut. Tabel 3.1 Desain Penelitian TUJUAN JENIS METODE UNIT ANALISIS TIME HORIZON PENELITIAN PENELITIAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 74 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini memberikan deskripsi mengenai budaya perusahaan yang ada dalam Bahana Group. Bahana group adalah kelompok perusahaan yang bergerak di dalam industry pasar modal

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas perusahaan yaitu budaya perusahaan. Setiap organisasi atau perusahaan memiliki budaya khas yang dominan di dalamnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini persaingan dalam dunia usaha semakin ketat, terlebih dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini persaingan dalam dunia usaha semakin ketat, terlebih dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Dewasa ini persaingan dalam dunia usaha semakin ketat, terlebih dengan semakin meningkatnya kebutuhan dan keinginan konsumen. Hal ini menyebabkan perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 41 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan jenis penelitian studi kasus yang menganalisis tanggapan konsumen

Lebih terperinci

Bab 3 Kerangka Pemecahan Masalah

Bab 3 Kerangka Pemecahan Masalah Bab 3 Kerangka Pemecahan Masalah 3.1 Flowchart Pemecahan Masalah Penelitian adalah kegiatan dalam mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan menyajikan data yang dilakukan secara sistematis dan objektif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Variabel independent (X) : Iklim Organisasi

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Variabel independent (X) : Iklim Organisasi 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Penelitian Penelitian ini menguji hubungan variabel x dan y, kedua variabel tersebut adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian menguraikan seluruh kegiatan yang dilaksanakan selama penelitian berlangsung dari awal proses penelitian sampai akhir penelitian. Metodologi digunakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Setiap perusahaan mempunyai kebijakan-kebijakan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Kebijakan-kebijakan tersebut di ambil dan dilaksanakan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sejarah Budaya Organisasi Organisasi telah ada sejak ratusan tahun lalu dimuka bumi, tidak ada literatur yang secara jelas menjelaskan asal muasal terjadinya organisasi. Berdasarkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Dalam penelitian ini, kerangka berpikir diarahkan untuk mendapatkan konsep-konsep penelitian yang berkaitan dengan permasalahan yang ada sehingga dapat dijadikan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Manajemen sumber daya manusia memiliki peranan yang penting terhadap keberhasilan audit dalam melaksanakan tanggung jawabnya. Program pengembangan SDM

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 40 III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Pengumpulan Data 3.1.1 Penelitian Kepustakaan 1. Study literatur atau studi kepustakaan, yaitu dengan mendapatkan berbagai literatur dan referensi tentang manajemen

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pengetahuan merupakan aset yang diperlukan suatu organisasi untuk menciptakan suatu inovasi, beradaptasi terhadap dinamika kondisi perubahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. masalah dalam penelitian. Melalui penelitian manusia dapat menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. masalah dalam penelitian. Melalui penelitian manusia dapat menggunakan 22 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang berisikan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam mengumpulkan data dengan tujuan dapat menjawab masalah dalam penelitian. Melalui

Lebih terperinci

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS. Dalam proyek akhir ini, dasar pemikiran awal mengacu kepada tantangan bisnis

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS. Dalam proyek akhir ini, dasar pemikiran awal mengacu kepada tantangan bisnis BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS 2.1 Conceptual Framework Dalam proyek akhir ini, dasar pemikiran awal mengacu kepada tantangan bisnis yang sedang dihadapi oleh PT Brantas Abipraya saat ini, bagaimana menumbuhkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian dalam penelitian ini adalah tipe penelitian yang bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian dalam penelitian ini adalah tipe penelitian yang bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe penelitian dalam penelitian ini adalah tipe penelitian yang bersifat descriptive research. Descriptive Research bertujuan menguji hipotesis penelitian

Lebih terperinci

BAB I. Manajemen Strategi : - Tidak lagi terbatas bagi kalangan militer - Bukan hanya sekedar bagaimana merancang bentuk strategi yang efektif saja.

BAB I. Manajemen Strategi : - Tidak lagi terbatas bagi kalangan militer - Bukan hanya sekedar bagaimana merancang bentuk strategi yang efektif saja. BAB I Manajemen : - Tidak lagi terbatas bagi kalangan militer - Bukan hanya sekedar bagaimana merancang bentuk strategi yang efektif saja. Pengertian Manajemen : - Sejumlah keputusan & tindakan yg mengarah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Pendekatan Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kuantitatif yaitu pendekatan yang memungkinkan dilakukan pencatatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menganalisa tentang pengaruh media komunikasi pemasaran

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menganalisa tentang pengaruh media komunikasi pemasaran 43 III. METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Penelitian ini menganalisa tentang pengaruh media komunikasi pemasaran langsung multi tingkat terhadap pengambilan keputusan pembelian produk herbal dari

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Penelitian ini mengenai pengaruh keragaman tenaga kerja (workforce diversity) terhadap kinerja karyawan bagian pemeliharaan (maintenance section)

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian PT Krakatau Steel (Persero) Tbk sebagai salah satu perusahaan baja terkemuka di Indonesia, menyadari pentingnya penerapan strategi pengelolaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Adapun jenis penelitian yang digunakan untuk menyelesaikan penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel Populasi adalah sekelompok elemen yang lengkap yang biasanya berupa orang, obyek, transaksi atau kejadian dimana kita tertarik untuk mempelajarinya atau

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian PT. Vale Indonesia Tbk. Memiliki visi, misi dan tujuan yang dapat terwujud, apabila didukung oleh SDM bermutu. PT. Vale Indonesia terdiri dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian Variabel merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Pendekatan objektif menganggap perilaku manusia disebabkan oleh kekuatan-kekuatan

BAB 3 METODE PENELITIAN. Pendekatan objektif menganggap perilaku manusia disebabkan oleh kekuatan-kekuatan BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Metodologi 3.1.1 Pendekatan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan objektif. Pendekatan objektif menganggap perilaku manusia disebabkan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dengan penelitian survei yang bersifat menjelaskan hubungan kausal

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 28 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Skripsi ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan survey. Penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai proses pemecahan masalah yang diselidiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendapatkan laba yang optimal agar perusahaan tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendapatkan laba yang optimal agar perusahaan tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dunia bisnis, setiap perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan ataupun industri sejenisnya, pada umumnya mempunyai tujuan untuk mendapatkan laba yang optimal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Utara No. 9A, Tol Tomang, Kebon Jeruk, Jakarta 11510

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Utara No. 9A, Tol Tomang, Kebon Jeruk, Jakarta 11510 32 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat yang dituju untuk melakukan penelitian dalam mengumpulkan data adalah Bank Bukopin cabang Esa Unggul yang bertempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasukin era globalisasi merupakan suatu tahap yang harus dilalui oleh

BAB I PENDAHULUAN. Memasukin era globalisasi merupakan suatu tahap yang harus dilalui oleh 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasukin era globalisasi merupakan suatu tahap yang harus dilalui oleh setiap perusahaan dalam menjalankan operasional guna mencapai tujuan yang ditetapkan. Langkah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. intrapreneurship sebagai kewirausahaan yang terjadi di dalam organisasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. intrapreneurship sebagai kewirausahaan yang terjadi di dalam organisasi BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka Intrapreneurship 2.1.1 Pengertian Intrapreneurship Berdasarkan pendapat Antonic dan Hisrich (2003, p9) intrapreneurship sebagai

Lebih terperinci