BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu hal yang menghambat laju perkembangan pembangunan bangsa Indonesia adalah perbuatan korupsi. Masalah korupsi di Indonesia sebagaimana dikatakan Muhammad Ray Akbar bahwa sudah menjadi persoalan struktural (melekat dalam sistem pemerintahan), persoalan kultural (kelaziman kolektif yang telah diterima menjadi kebiasaan dalam masyarakat), serta persoalan personal berupa mentalitas korupsi yang menyatu dalam kepribadian orang dan bangsa Indonesia pada umumnya (Muhammad Ray Akbar, 2008:4). Korupsi telah dianggap sebagai hal yang biasa, dengan dalih sudah sebagai prosedur. Koruptor tidak lagi memiliki rasa malu dan takut, sebaliknya memamerkan hasil korupsinya secara demonstratif. Korupsi bagaikan lingkaran setan yang hampir telah masuk ke dalam sistem perekonomian, sistem politik, dan sistem penegakan hukum. Semakin masif kampanye untuk melawan korupsi namun justru semakin banyak terkuak kasus korupsi yang menjerat para pejabat, baik pejabat di daerah hingga level menteri. Melihat kenyataan ini, sangat ironis dengan cita-cita reformasi yang didengungkan oleh rakyat Indonesia pada saat tumbangnya Rezim Orde Baru. Indonesia selalu berada di peringkat teratas sebagai negara terkorup di dunia maupun Asia, seperti pada tahun 2005, menurut data Paoltical Economic and Risk Consultancy, Indonesia menempati urutan pertama sebagai negara terkorup di Asia. Menurut kajian politik hukum, korupsi mengikuti dalil Lord Acton dianggap sebagai produk kekuasaan melalui pernyataannya power tends to corrupt, and absolut power corrupts absolutely (Ermansjah Djaja,2010:2). Dari sudut pandang ini, korupsi di Indonesia dapat dipahami sebagai produk atau warisan kekuasaan masa pemerintah sebelumnya dan diyakini telah direproduksi tanpa malu pada masa kini. Korupsi menyebabkan terjadinya pembusukan 1

2 2 politik (political decay) sehingga perpolitikan negeri ini semakin terpuruk. Pembusukan terjadi dimulai dari berbagai proses distortif antara lain ditandai dengan penyebaran politikus busuk ( rotten politician ) baik dari lembaga paling bawah sampai dengan lembaga tinggi negara. Karena sistem politik dan berbagai perangkatnya dari mulai Undang-Undang, partai politik, sampai dengan moralitas orang yang menjalankan yang lebih baik untuk melakukan rekrutmen. Kejahatan ini adalah kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes), kejahatan kemanusiaan (crimes againts humanity) sehingga untuk itu tidak ada toleransi. Untuk segala sesuatu yang haram, tidak ada pemakluman dan menghadapinya tidak boleh ada sikap abu-abu. Justru sebaliknya untuk kejahatan yang telah menistakan bangsa, korupsi lebih tepat dilihat dengan kaca mata hitam-putih tanpa toleransi. Sumber segala bencana kejahatan, the roof of all evils. Koruptor bahkan relatif lebih berbahaya dibandingkan teroris. Uang triliunan rupiah yang dijarah seorang koruptor, misalnya adalah biaya hidup mati puluhan juta penduduk miskin Indonesia. Dalam konteks itulah, koruptor adalah the real terrorist. Adalah mimpi di siang bolong untuk memberantas kemiskinan, meningkatkan pelayanan kesehatan, mempertinggi mutu pendidikan, dan lain-lain, bila masih korupsi masih dibiarkan menari-nari didepan mata. Korupsi bukanlah suatu hal yang asing bagi setiap kalangan masyarakat di dunia. Di seluruh dunia korupsi sebetulnya menjadi suatu masalah, Khususnya di negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia, korupsi menyebabkan kerapuhan ekonomi dan sosial. Korupsi mudah menjadi biang keladi pemberontakan yang berakibat coup d'etat terhadap suatu pemerintahan yang sah (Otto Cornelis Kaligis, 2006:11). Korupsi sepertinya sudah menjadi budaya yang berkembang dikalangan masyarakat kelas atas sampai bawah. Korupsi dapat dilihat dengan mata telanjang diberbagai institusi, baik eksekutif, legislatif dan yudikatif. Parahnya hampir semua pejabat-pejabat tinggi Negara melakukannya, tanpa mereka pikirkan bahwa tindakan ini merugikan negara itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa nilai luhur suatu individu atau yang sering disebut moral mengalami penurunan. Tidak adanya kesadaran seorang individu tentang etika dan aturan hukum yang berlaku membuat korupsi semakin meningkat. Akan tetapi tidak hanya moral individu itu saja yang dapat

3 3 mempengaruhi terjadinya korupsi, banyak hal yang menjadi latar belakang korupsi salah satunya seperti kekuasaan, yang dikenal sebagai abuse of power atau penyalah gunaan kekuasaan (Hartanti Evi,2006:33). Memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia, maka diperlukan kebijakan politik oleh seluruh rakyat Indonesia dalam hal ini pihak legislatif sebagai wadah refresentatif rakyat Indonesia, agar korupsi tidak lagi menjadi masalah besar bagi bangsa Indonesia. Dalam memberantas tidak pidana korupsi, salah satu upaya yang ditempuh adalah penegakan hukum (law enforcement). Mengingat korupsi di Indonesia terjadi secara sistemik dan meluas sehingga tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, maka pemberantasan korupsi perlu dilakukan dengan cara luar biasa. Dengan demikian, pemberantasan tindak pidana korupsi harus dilakukan dengan cara yang khusus, antara lain penerapan sistem pembuktian terbalik yakni pembuktian yang dibebankan kepada terdakwa (Nopri, 2015:6). Korupsi memang memiliki trend yang meningkat. Bahkan bukan hanya terjadi di indonesia melainkan juga di seluruh dunia. Terbukti dengan di tetapkannya Hari Anti Korupsi Sedunia. Ini tentu merupakan muara dari kekhawatiran dan keprihatinan bersama dari semua negara atas praktek korupsi ini. Tindak Pidana Korupsi di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara maka termasuk sebagai suatu tindak pidana. Penanganan terhadap tindak pidana korupsi tersebut menjadi kewenangan dari Pengadilan Tipikor, dalam proses persidangan hingga putusan bisa terjadi ketidakpuasan, baik oleh Penuntut Umum maupun Terdakwa sehingga terhadap putusan Pengadilan Tipikor tersebut dapat diajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi. Setelah upaya banding dapat diajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung apabila masih terdapat ketidakpuasan atas hasil putusan banding dari Pengadilan Tinggi.

4 4 Kasasi merupakan salah satu hak yang termasuk dalam kategori upaya hukum biasa. Sebagai suatu hak, maka pengajuan kasasi menimbulkan kewajiban bagi pihak lain, yaitu pengadilan. Pengajuan kasasi wajib diterima oleh pihak pengadilan, jadi tidak ada alasan untuk menolaknya. Persoalan apakah nantinya permohonan itu diterima atau ditolak, hal itu sepenuhnya merupakan kompetensi dari Mahkamah Agung untuk memutuskannya (Janpatar Simamora,2014:7). Sesuai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) maka pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung guna menentukan apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya, apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang, serta apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya. Alasan pengajuan kasasi juga terdapat dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, yang menyatakan bahwa Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena tidak berwenang atau melampaui batas wewenang, salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku serta lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan. Menurut M. Yahya Harahap dapat diketahui bahwa terkait kesalahan dalam penerapan hukum merupakan sesuatu yang diharapkan tidak terjadi. Akan tetapi perlu diketahui bahwa hakim juga manusia biasa yang dapat melakukan kesalahan sehingga kemungkinan hakim tidak merapkan hukum sebagaimana mestinya atau salah dalam menerapkan hukum kemungkinan dapat terjadi (M. Yahya Harahap 2010:539). Semakin berkembangnya kejahatan-kejahatan Tindak Pidana Korupsi yang terjadi yang membawa pengaruh besar terhadap masyarakat dan negara khususnya dalam bidang perekonomian nasional. Serta semakin banyak pula kesalahan-kesalahan dalam penerapan hukum formil terutama pada perkara

5 5 Tindak Pidana Korupsi, maka penulis tertarik untuk mengkaji mengenai salah satu kasus Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh Terdakwa Muhammad Said Madiu dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1818 K/Pid.Sus/2014, Terdakwa selaku Salesman Semen dan Non semen pada PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) Cabang Gorontalo berdasarkan Surat Keputusan Direksi PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT. PPI) Nomor : 01/Dir HR & Admin/SKD/PPI/2006 tanggal 20 Januari 2006 pada hari dan tanggal yang termasuk dalam waktu antara bulan Januari 2011 sampai dengan Desember tahun 2012 di Kantor Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) Cabang Gorontalo Jalan Cendrawasih Nomor 12, Kota Gorontalo. Terdakwa melakukan penyalahgunaan uang PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) Cabang Gorontalo dengan melakukan penagihan tanpa disertai dengan dokumen Surat Persetujuan Pengambilan (SPP) dan Faktur, melainkan dengan membuat kwitansi sendiri, sehingga pihak kantor beranggapan bahwa piutang tersebut masih terbuka, adanya permintaan pembayaran terlebih dahulu kepada pelanggan, hal ini dapat mengelabuhi apabila dilakukan konfirmasi oleh pihak Cabang ke pelanggan karena dapat menutupi piutang yang akan dikonfirmasi. Muhammad Said Madiu.selaku Sales/Karyawan BUMN (Karyawan Perusahaan Perdagangan Indonesia Cabang Gorontalo) diduga telah mengkorupsi uang Kas PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp ,00 (lima ratus enam belas juta empat ratus sembilan puluh lima ribu rupiah). Atas perkara tersebut, Pengadilan Negeri Gorontalo telah menjatuhkan putusan yang amarnya menyatakan menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa MUHAMMAD SAID MADIU dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp ,00 (dua ratus juta rupiah) dan Menghukum Terdakwa MUHAMMAD SAID MADIU untuk membayar uang pengganti sebesar Rp ,00 (lima ratus enam belas juta empat ratus sembilan puluh lima ribu rupiah) sebagaimana yang terdapat dalam putusan Pengadilan Negeri Gorontalo Nomor: 1818 K/Pid.Sus/2014. Bahwa Judex Factie dalam pertimbangannya menyatakan bahwa unsur melawan hukum dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

6 6 Pidana Korupsi seperti yang diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah merupakan aturan umum yang berlaku bagi setiap orang baik yang memiliki kewenangan maupun yang tidak memiliki kewenangan. Selain itu Judex Factie dalam pertimbangannya menyatakan bahwa dari hasil pemeriksaan di persidangan tidak dibuktikan Terdakwa adalah seorang Salesman/karyawan yang mempunyai kewenangan untuk melakukan penagihan. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan kajian yang mendalam terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor: : 1818 K/Pid.Sus/2014 untuk mengetahui apakah pengajuan kasasi Penuntut Umum dengan alasan Judex Factie Salah Menerapkan Pembuktian Dakwaan sekunder telah sesuai dengan ketentuan Pasal 253 KUHAP dan apakah pertimbangan hukum Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi penuntut umum telah sesuai dengan ketentuan Pasal 256 KUHAP. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahasnya dalam sebuah bentuk penulisan hukum (skripsi) yang berjudul: ARGUMENTASI PENUNTUT UMUM MENGAJUKAN KASASI BERDASARKAN ALASAN JUDEX FACTIE SALAH MENERAPKAN PEMBUKTIAN DAKWAAN KESATU SUBSIDAIR DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1818 K/Pid.Sus/2014). B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan yang telah penulis paparkan di atas, serta agar permasalahan yang diteliti menjadi lebih jelas dan dapat mencapai tujuan yang diinginkan dalam penulisan penilitian hukum, maka perlu disusun perumusan masalah yang didasarkan pada uraian latar belakang di atas. Adapun permasalahan yang dikaji penulis dalam penelitian hukum ini, yaitu: 1. Apakah argumentasi Penuntut Umum mengajukan kasasi berdasar alasan Judex Factie Salah Menerapkan Pembuktian Dakwaan Kesatu Subsidair telah sesuai dengan ketentuan Pasal 253 KUHAP?

7 7 2. Apakah pertimbangan hukum Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi penuntut umum telah sesuai dengan ketentuan Pasal 256 KUHAP? C. Tujuan Penelitian Setiap penetilitian pasti memeliki tujuan tertentu dan target yang ingin dicapai penulis untuk mencari solusi sebagai pemecah permasalahan yang di hadapi dan juga memenuhi kebutuhan perseorangan. Adapun tujuan objektif dan tujuan subjektif yang hendak dicapai dalam penetian ini, yaitu: 1. Tujuan Obyektif a. Mengetahui apakah argumentasi Penuntut Umum mengajukan kasasi berdasar alasan Judex Factie Salah Menerapkan Pembuktian Dakwaan Kesatu Subsidair telah sesuai Pasal 253 KUHAP. b. Mengetahui Apakah pertimbangan hukum Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi penuntut umum telah sesuai Pasal 256 KUHAP. 2. Tujuan Subyektif a. Menambah wawasan dan pengetahuan, mengembangkan serta memperdalam pemahaman penulis di bidang Hukum Acara Pidana khususnya dalam hal memahami argumentasi Penuntut Umum mengajukan kasasi berdasar alasan Judex Factie Salah Menerapkan Pembuktian Dakwaan Kesatu Subsidair dalam perkara tindak pidana korupsi. b. Menambah kemampuan Penulis dalam menerapkan teori, konsep, pemikiran, pengetahuan dan wawasan mengenai Hukum Acara Pidana yang penulis peroleh selama masa perkuliahan guna menganalisis kasus di bidang Hukum Acara Pidana. c. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar Strata 1 (Sarjana) dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

8 8 D. Manfaat Penilitian Setiap penilitian yang dilakukan diharapkan adanya suatu manfaat dan keguanaan yang dapat diperoleh dari sebuah penlitian baik manfaat bagi Penulis maupun manfaat bagi orang lain. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penilitian ini, yaitu: 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penilitan ini diharapkan dapat memberikan manfaat seta berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Acara Pidana pada khususnya. b. Hasil penilitian ini diharapkan dapat memperkaya bahan pengajaran,literature dan referensi serta sebagai sarana untuk memecahkan permasalahan yang terjadi. c. Hasil penilitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian hukum selanjutnya. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran mengenai argumentasi Penuntut Umum mengajukan kasasi berdasar alasan Judex Factie Salah Menerapkan Pembuktian Dakwaan Kesatu Subsidair dalam perkara tindak pidana korupsi. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan wahana bagi penulis dalam mengembangkan penalaran, membentuk pola piker yang sistematis untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan Ilmu Hukum yang diperoleh penulis selama Penulis menimba Ilmu di bangku perkuliahan. c. Hasil penilitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi pihak-pihak yang ingin melakukan sejenis selanjutnya.

9 9 E. Metode Penelitian Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi sehingga dibutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah hukum, melakukan penalaran hukum, menganalisis masalah yang dihadapi dan kemudian memberikan pemecahan atas masalah tersebut (Peter Mahmud Marzuki,2014:60). Tujuan penelitian hukum yakni memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya dilakukan, bukan memberikan kebenaran hipotesis. Ilmu hukum merupakan ilmu terapan sehingga penelitian hukum harus melahirkan preskripsi yang dapat diterapkan (Peter Mahmud Marzuki,2014:69). Berdasarkan uraian tersebut, untuk menjawab isu hukum yang dianalisis, diperlukan penggunaan metode penelitian yang mendukung dalam penelitian hukum ini. Berikut metode yang digunakan dalam penelitian ini: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu jenis penelitian hukum doctrinal atau normative. Menurut Peter Mahmud Marzuki (2014:55-56), segala penelitian yang berkaitan dengan hukum (legal research atau rechtsonderzoek) adalah selalu Normatif. Penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder. 2. Sifat Penelitian Penelitian hukum yang digunakan menggunakan penelitian yang bersifat preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, objek ilmu hukum adalah kohersi antara norma hukum dan prinsip hukum serta antara aturan hukum dan norma hukum (Peter Mahmud Marzuki,2014:41). Suatu ilmu terapan hanya dapat diterapkan oleh ahlinya, yang dapat mendiagnosis suatu penyakit secara ilmiah adalah seorang dokter. Sama halnya dengan bidang hukum, yang dapat menyelesaikan masalah hukum adalah ahli hukum melalui kaidah-kaidah keilmuan hukum. (Peter Mahmud Marzuki,2014:67). 3. Pendekatan Penelitian Pendekatan dalam penelitian hukum berfungsi agar penulis mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicari jawabnya.

10 10 Pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah pendekatan undangundang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Penelitian hukum yang ditulis ini menggunakan pendekatan kasus (case approach), hal yang perlu digaris bawahi adalah mengenai ratio decidendi, yaitu alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk mencapai pada putusannya. Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (Peter Mahmud Marzuki,2014:134). 4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Penelitian hukum tidak mengenal istilah data, namun dikenal dengan istilah bahan hukum. Sumber-sumber penelitian hukum,dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundangundangan dan putusan hakim. Adapun bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki,2014:181). Sumber bahan hukum yang penulis gunakan dalam penelitian hukum ini adalah sumber bahan hukum sekunder, sumber bahan hukum penulis peroleh dari kepustakaan, yang dalam hal ini dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Bahan Hukum Primer Semua bahan hukum yang mempunyai kedudukan mengikat secara yuridis. Meliputi peraturan perundang-undang yaitu: 1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Amandemen ke IV 2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

11 11 4) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 5) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 jo Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung. 6) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. 7) Putusan Pengadilan Negeri Gorontalo Nomor 24/Pid.Sus.Tipikor/2013/PN.Gtlo. 8) Putusan Pengadilan Tinggi Gorontalo Nomor 06/PID.SUS.TIPIKOR/2014/ PT.Gtlo. 9) Putusan Mahkamah Agung Nomor 1818 K/Pid.Sus/2014 b. Bahan Hukum Sekunder 1) Buku-buku teks yang ditulis para ahli hukum; 2) Jurnal-jurnal hukum; 3) Artikel; dan 4) Bahan dari media internet, dan sumber lainnya yang memiliki kolerasi untuk mendukung penilitian ini. 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum dimkasudkan untuk memperoleh bahan-bahan hukum yang mendukung dalam penelitian hukum. Penelitian hukum yang digunakan adalah penelitian hukum doctrinal sehingga pengumpulan bahan hukum di lakukan dengan studi kepustakaan. Teknik dalam pengumpulan bahan hukum ini, penulis akan lakukan dengan cara mempelajari literatur, catatan perundang-undangan, buku-buku serta putusan hakim yang terkait dengan isu hukum yang diperlukan dalam penulisan hukum ini. 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Analisis bahan hukum merupakan tahapan yang dilakukan penulis dalam mengklasifikasi, menguraikan bahan hukum yang di peroleh, untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang diteliti. Penulis mengunakan teknik analisis

12 12 bahan hukum dengan metode silogisme melalui pola berpikir deduksi atau deduktif. Pola pikir deduktif terdapat 2 premis yaitu premis mayor dan premis minor. Premis mayor adalah aturan hukum sedangkan premis minor adalah fakta hukum. Dari kedua hal tersebut kemudian dapat ditarik suatu konkluksi (Peter Mahmud Marzuki,2014:90). F. Sistematika Penulisan Hukum Sistematika penulisan merupakan gambaran secara menyeluruh dari penulisan hukum. Maka penulis membagi sistematika penulisan hukum kedalam empat bab, dimana tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang bertujuan untuk mempermudah pemahaman terhadap keseluruhan hasil penulisan penelitian hukum ini. Adapun sistematika dari penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab I ini penulis menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum (skripsi). BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab II ini penulis memberikan landasan teori atau memberikan penjelasan secara teoritik yang bersumber pada bahan hukum yang penulis gunakan dan doktrin ilmu hukum yang dianut secara universal mengenai persoalan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang penulis teliti. Landasan teori tersebut meliputi tinjauan tentang upaya hukum, tinjauan tentang judex factie dan judex juris, tinjauan tentang penuntut umum, tinjauan tentang korupsi dan tindak pidana korupsi. Selain itu dalam bab ini juga dilengkapi dengan kerangka pemikiran untuk memberikan pemahaman mengenai alur berpikir penulis.

13 13 BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab III ini penulis menguraikan mengenai hasil yang diperoleh dari proses penelitian dan pembahasan. Berdasarkan rumusan masalah, terdapat dua pokok masalah yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu : Kesesuaian argumentasi Penuntut Umum mengajukan kasasi berdasar alasan Judex Factie Salah Menerapkan Pembuktian Dakwaan sekunder dengan ketentuan Pasal 253 KUHAP dan Kesesuaian pertimbangan hukum Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi penuntut umum dengan ketentuan Pasal 256 KUHAP. BAB IV : PENUTUP Bab IV ini penulis menguraikan simpulan dan saran terkait dengan permasalahan yang diteliti. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil peneletian dan pembahasan yang telah diuraikan oleh penulis terhadap Putusan Mahakamah Agung Nomor: 1818 K/Pid.Sus/2014, maka diperoleh simpulan sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak pidana yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah tindak pidana pembunuhan. Tindak pidana pembunuhan merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penipuan merupakan salah satu tindak pidana terhadap harta benda yang sering terjadi dalam masyarakat. Modus yang digunakan dalam tindak pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana diketahui salah satu asas yang dianut oleh KUHAP adalah asas deferensial fungsional. Pengertian asas diferensial fungsional adalah adanya pemisahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana bisa terjadi kepada siapa saja dan dimana saja. Tidak terkecuali terjadi terhadap anak-anak, hal ini disebabkan karena seorang anak masih rentan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Korupsi di Indonesia sudah merupakan virus flu yang menyebarkan seluruh tubuh pemerintahan sehingga sejak tahun 1980 an langkah-langkah pemberantasannya pun masih tersendat-sendat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika dan psikotropika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan, pelayanan kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan, dan pada sisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini kejahatan meningkat dalam berbagai bidang, baik dari segi intensitas maupun kecanggihan. Demikian juga dengan ancaman terhadap keamanan dunia. Akibatnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Kekerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Penipuan yang berasal dari kata tipu adalah perbuatan atau perkataan yang tidak jujur atau bohong, palsu dan sebagainya dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana di Indonesia merupakan pedoman yang sangat penting dalam mewujudkan suatu keadilan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah dasar yang kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur tindak pidana terhadap harta kekayaan yang merupakan suatu penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era Globalisasi dan seiring dengan perkembangan zaman, tindak pidana kekerasan dapat terjadi dimana saja dan kepada siapa saja tanpa terkecuali anak-anak. Padahal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah i BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 ayat (3) Amandemen ke-iv Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara Indonesia adalah negara hukum. Dengan dimasukkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang sangat pesat ini mengakibatkan meningkatnya berbagai tindak pidana kejahatan. Tindak pidana bisa terjadi dimana saja dan kapan saja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku yang tidak sesuai dengan norma atau dapat disebut sebagai penyelewengan terhadap norma yang telah disepakati ternyata menyebabkan terganggunya ketertiban dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi dapat dipastikan tidak akan pernah berakhir sejalan dengan perkembangan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang . BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dengan masyarakat yang kompleks. Berbagai aspek mulai mengalami perubahan dan perkembangan seperti aspek ekonomi, kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara Hukum, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 19945. Salah satu prinsip penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana bertujuan untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara hukum dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Amendemen ke- IV. Sehingga setiap orang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum diciptakan dengan tujuan untuk mengatur tatanan masyarakat, dan memberikan perlindungan bagi setiap komponen yang berada dalam masyarakat. Dalam konsideran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH digilib.uns.ac.id 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah negara yang termasuk dalam kategori negara berkembang dan tentunya tidak terlepas dari permasalahan kejahatan. Tindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagai Negara Hukum, Indonesia menjujung

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan apa yang telah diuraikan oleh penulis dalam hasil peneletian pembahasan terhadap Putusan Mahakamah Agung Nomor: 1022 K/Pid.Sus/2014, maka diperoleh simpulan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Uang mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia. Selain berfungsi sebagai alat pembayaran yang sah dalam suatu negara, uang juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka, negara Indonesia merupakan negara demokratis yang menjunjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Page 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Itu berarti bahwa

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia merupakan Negara hukum, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen ke IV yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk politik (zoonpoliticon). Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa berhubungan dengan sesamanya, dan sebagai makhluk politik

Lebih terperinci

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam persidangan perkara pidana saling berhadapan antara penuntut umum yang mewakili Negara untuk melakukan penuntutan, berhadapan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai fakta-fakta. Dengan adanya bahan yang mengenai fakta-fakta itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan adalah buah perjuangan untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam kehidupan bangsa yang lebih baik, adil, dan sejahtera. Nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur tentang cara bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan atau tindak pidana merupakan sebuah hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Perkembangan serta dinamika masyarakat menyebabkan hal

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3), menjelaskan dengan tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya peredaran narkotika di Indonesia apabila di tinjau dari aspek hukum adalah sah keberadaanya. Undang-undang narkotika nomor 35 tahun 2009 mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 amandemen ke-empat, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pencurian sering terjadi dalam lingkup masyarakat, yang kadang menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Tindak pidana pencurian dilakukan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak terjadi kasus kejahatan seksual seperti pemerkosaan, pencabulan, dan kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara Hukum sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke empat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan Pencucian Uang merupakan suatu bentuk kejahatan yang di banyak negara saat ini telah mendapatkan cukup banyak perhatian. Perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan merupakan lembaga keuangan yang sering muncul sengketa yang bersentuhan dengan hukum dalam menjalankan usahanya. Sengketa Perbankan bisa saja terjadi antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Setiap manusia dalam hidup bermasyarakat tidak pernah terlepas dari hubungan satu sama lain dalam berbagai hal maupun aspek. Manusia senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil, makmur, sejahtera, dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Upaya Hukum Maksud dari upaya hukum dijelaskan dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP. Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip prinsip hukum, maupun doktrin doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang sedang dihadapi. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap pelanggaran kaedah hukum pada dasarnya harus dikenakan sanksi : setiap pembunuhan, setiap pencurian harus ditindak, pelakunya harus dihukum. Tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara merupakan empat badan Peradilan yang ada di Indonesia. Masing-masing badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum ( rechtstaat ), tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Internet berkembang demikian pesat sebagai kultur masyarakat modern, dikatakan sebagai kultur karena melalui internet berbagai aktifitas masyarakat cyber seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bidang hukum ditinjau dari beberapa aspek. Ditinjau dari hubungan hukum yang diatur dikenal Hukum Publik dan Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah dalam hukum tampaknya tidak habis-habisnya dibicarakan. Berbagai pendapat dan berbagai pandangan, silih berganti muncul pada mass media. Pendapat pengacara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris),

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fasilitas kredit umumnya diberikan oleh lembaga keuangan. Lembaga keuangan dalam dunia keuangan bertindak selaku lembaga yang menyediakan jasa keuangan bagi nasabahnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangan zaman pada saat ini, adanya pembangunan nasional ke depan merupakan serangkaian upaya untuk memajukan perkembangan pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang masih mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang masih mempertahankan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang masih mempertahankan dan mengakui legalitas pidana mati sebagai salah satu cara untuk menghukum pelaku tindak kejahatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam Pasal 1 ayat (3) hasil amandemen ketiga menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Jimly

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhmya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi merupakan proses semakin terbukanya kemungkinan interaksi ekonomi, politik, sosial, dan ideologi antar manusia sebagai individu maupun kelompok,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi yang terjadi di Indonesia telah mempengaruhi perkembangan bidang usaha di tengah masyarakat. Perkembangan dalam bidang usaha sangat pesat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kasus korupai yang terungkap dan yang masuk di KPK (Komisi. korupsi telah merebak ke segala lapisan masyarakat tanpa pandang bulu,

BAB I PENDAHULUAN. kasus korupai yang terungkap dan yang masuk di KPK (Komisi. korupsi telah merebak ke segala lapisan masyarakat tanpa pandang bulu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bentuk kejahatan yang belakangan ini cukup marak di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari banyaknya kasus korupai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya keinginan masyarakat untuk meningkatkan taraf kehidupannya di tengah-tengah suatu kelompok masyarakat mengakibatkan masyarakat khususnya di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 perpustakaan.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, Indonesia menerima

Lebih terperinci

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN. MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN www.kompasiana.com Mantan Kepala Divisi Konstruksi VII PT Adhi Karya Wilayah Bali, NTB, NTT, dan Maluku, Imam Wijaya Santosa, kembali mendapat pengurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan luas wilayah laut terbesar di dunia. Dengan luas wilayah lautan yang kurang lebih 3,1 juta km 2 sering terjadi

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindakan kejahatan seksual terhadap anak merupakan salah satu tindakan yang melanggar norma agama, kesusilaan, dan kesopanan. Hal ini merupakan pencerminan moralitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah telah membuktikan bahwa Negara Indonesia adalah negara bahari, yang kejayaan masa lampaunya dicapai karena membangun kekuatan maritim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi sasaran utamanya adalah terciptanya landasan yang kuat bagi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang III. METODE PENELITIAN Penelitian Hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsipprinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. 30 A. Pendekatan Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan, pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, namun di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara

BAB I PENDAHULUAN. yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi dari bahasa latin : corruption dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara harfiah, korupsi adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan Hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman di masyarakat. Aparatur penegak hukum merupakan pelengkap dalam hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional bangsa Indonesia yang maju, sejahtera, berkeadilan, berdasarkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanahkan beberapa kewajiban negara, salah satu yang penting adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Hukum pidana bertujuan mengatur ketertiban dalam masyarakat, yang diwujudkan dalam fungsinya sebagai salah satu alat pengendalian sosial. Hal ini menentukan pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah suatu usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karenanya, hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi merupakan salah satu tindak pidana yang mempunyai akibat buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan saja merugikan keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zaman sekarang korupsi sudah menjadi hal yang biasa untuk diperbincangkan. Korupsi bukan lagi menjadi suatu hal yang dianggap tabu untuk dilakukan bahkan tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia dan kepentingan manusia tersebut harus terlindungi, sehingga hukum harus ditegakkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris adalah Pejabat umum yang diangkat oleh Pemerintah untuk membantu masyarakat umum dalam hal membuat perjanjian-perjanjian yang ada atau timbul dalam masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindak Pidana Korupsi. Kata korupsi ini sudah tidak asing lagi di telinga

BAB I PENDAHULUAN. Tindak Pidana Korupsi. Kata korupsi ini sudah tidak asing lagi di telinga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bentuk kejahatan yang saat ini marak diperbincangkan adalah Tindak Pidana Korupsi. Kata korupsi ini sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Walaupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara dan dapat dikatakan sebagai pusat dari sistem perekonomian negara. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan suatu Negara yang berdasarkan atas hukum, ketentuan ini tercantum dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan kekuasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur publik yang artinya hukum pidana mengatur hubungan antara warga dengan negara dan menitikberatkan kepada kepentingan umum

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu kehidupan manusia tidak lepas dari keinginan untuk memiliki seorang keturunan. Keinginan untuk memiliki keturunan atau mempunyai anak merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian sudah seharusnya penegakan

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian sudah seharusnya penegakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Ini berarti bahwa negara Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime.

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan yang sangat marak terjadi dalam birokrasi pemerintahan mempunyai dampak negatif dalam kehidupan sosial masyarakat, salah satunya tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana dimungkinkan untuk melakukan upaya hukum. Ada upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum

Lebih terperinci