BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi merupakan proses semakin terbukanya kemungkinan interaksi ekonomi, politik, sosial, dan ideologi antar manusia sebagai individu maupun kelompok, yang berasal dari berbagai pelosok dunia yang semula dianggap terpisah-pisah baik oleh batas-batas geografis, politik, maupun kebudayaan. Makna yang terkandung dalam globalisasi terjadi di segala aspek kehidupan seperti ekonomi, politik, sosial budaya, IPTEK, dan sebagainya (Supanto, 2015:47). Globalisasi mengandung implikasi makna yang dalam di segala aspek kehidupan, terutama dibidang ekonomi karena ekonomi merupakan faktor utama pendorong globalisasi, dimana globalisasi telah memberikan dampak yang luar biasa sehingga satu negara dengan negara lain semakin saling tergantung dalam kehidupan ekonominya. Globalisasi di bidang ekonomi ditandai dengan berkurangnya kedaulatan negara mengelola ekonomi nasionalnya, cenderung telah digantikan lembaga-lembaga dan korporasi internasional, hubungan antarmanusia melampaui batas negara, hubungan antarnegara bukan didasarkan pada ideologi, tetapi lebih pada kepentingan ekonomi, dimana proses globalisasi ini bersifat multidimensional dan saling berhubungan di semua aspek kehidupan yang semakin meningkatkan peran korporasi (Supanto, 2010:33). Dapat dikatakan kemajuan ekonomi pada era globalisasi dikuasai oleh peran korporasi dalam kegiatan usahanya. Kemajuan ekonomi pada era globalisasi ini disamping membawa manfaat bagi kehidupan ekonomi masyarakat, juga membawa masalah serius baru yang diantaranya 1

2 2 munculnya bentuk kejahatan ekonomi yang lebih canggih karena didukung oleh faktor kemajuan teknologi, informasi, ilmu pengetahuan dan perdagangan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Mahrus Ali yang menyatakan bahwa munculnya bentuk kejahatan baru yang begitu kompleks seperti kejahatan komputer, korupsi, perbankan, konsumen, money laundering, pencemaran lingkungan hidup, dan kejahatan korporasi, sesungguhnya merupakan konsekuensi dari perkembangan IPTEK yang menimbulkan efek positif maupun efek negatif (Mahrus Ali, 2008:3). Kongres PBB V tentang Pencegahan Kejahatan dan Pembinaan Pelanggar Hukum (the Prevention of Crime and Treatment of Offender) tahun 1975 kemudian dipertegas kembali dalam Kongres PBB VII tahun 1985, menunjukkan mengenai kejahatan bentuk baru yang dilakukan oleh korporasi yang digerakan oleh pengusaha terhormat yang membawa dampak sangat negatif pada perekonomian negara yang bersangkutan, hal ini memiliki arti bahwa kejahatan korporasi di era globalisasi telah mengakibatkan kekhawatiran masyarakat dunia, sehingga diperlukan penegakan hukum atas korporasi yang melakukan kejahatan (Muladi dan Dwidja Priyatno, 2010:4). Mengenai perkembangan kejahatan korporasi, J.E. Sahetapy mengemukakan bahwa kejahatan korporasi bukan merupakan barang baru, tetapi hanya kemasan, bentuk dan perwujudannya yang baru. Karena kejahatan korporasi sudah ada sejak lebih dari tiga ribu tahun yang lalu atau pada abad 24 Masehi di Mesir. Oleh karena itu, kejahatan korporasi di era globalisasi menunjukkan perkembangan dalam modus menyimpang yang semakin canggih karena didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menyamarkan kejahatannya nampak seperti kegiatan usaha yang sah. (J.E Sahetapy, 1994 : 4).

3 3 Pengaruh perkembangan yang luar biasa dalam kegiatan usaha yang dilakukan oleh suatu korporasi menjadikan korporasi memiliki kekuasaan ekonomi, sosial, dan politik yang luar biasa. Terkait dengan hal tersebut I.S. Susanto sebagaimana dikutip oleh Muladi dan Dwidja Priyatno mengemukakan bahwa hampir seluruh kebutuhan kita dapat dilayani oleh korporasi, sehingga dapat dikatakan bahwa sejak di dalam kandungan hingga di liang kubur kita di bawah kekuasaan korporasi (Muladi dan Dwidja Priyatno, 2010:6). Keberadaan korporasi yang memiliki peranan penting sehingga menguasai berbagai aspek kehidupan manusia dalam kegiatan usahanya dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya yang dilakukan dengan segala cara, menimbulkan keruskan atau kerugian yang besar pada masyarakat baik materiil maupun immateriil, yang terkadang masyarakat tidak menyadari bahwa mereka merupakan korban dari kejahatan yang dilakukan oleh korporasi. Hal tersebut terjadi karena kegiatan korporasi menampakkan diri semacam metamorfosa ke dalam bentuk-bentuk kegiatan ekonomi yang normal, sehingga tidak mudah untuk dikenal, karena kegiatan ekonomi yang dilakukan sah sebagaimana kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya (Supanto, 2010:22). Selain itu, modus operandi kejahatan korporasi dilakukan secara terselubung, terorganisir dan berdasarkan keahlian tertentu yang dimiliki oleh seseorang. Sehingga sulit untuk menentukan pelaku kejahatan, dan membuktikan hubungan kausal secara langsung antara perbuatan dengan timbulnya korban (Hanafi, 1994:24). Kegiatan usaha korporasi yang diikuti dengan pelanggaran-pelanggaran hukum yang tidak hanya merugikan negara, akan tetapi juga merugikan masyarakat telah mengarah kepada hukum pidana yang dikategorikan sebagai tindak pidana.

4 4 Salah satu bentuk tindak pidana yang paling disoroti di Indonesia adalah tindak pidana korupsi. Hampir setiap hari diberitakan oleh berbagai media massa baik cetak maupun elektronik mengenai praktik terjadinya tindak pidana korupsi di Indonesia. Dalam praktik tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia bukan saja melibatkan orang atau manusia alamiah saja, akan tetapi sering terjadi praktik tindak pidana korupsi melibatkan korporasi atau bahkan dilakukan oleh korporasi. Hal ini terjadi karena kenyataan pada era globalisasi ini korporasi semakin memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat khususnya dalam bidang ekonomi dan dalam kaitannya sering terlibat dalam tindak pidana, termasuk juga dalam tindak pidana korupsi di Indonesia. Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh korporasi merupakan fenomena yang berkembang pesat pada era globalisasi ini. Tindak pidana korupsi yang dilakukan korporasi dilakukan dengan berbagai modus, menyimpang dari ketentuan hukum yang berlaku dengan tujuan untuk menguntungkan korporasi. Korupsi yang dilakukan oleh korporasi membawa dampak kerugian pada perekonomian dan keuangan negara, yang berakibat pada terganggunya pembangunan nasional. Sehubungan dengan hal tersebut, tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh korporasi sering lolos dari jerat hukum, hal ini terjadi karena penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh korporasi sangat jarang dihadapkan di pengadilan. Biasanya hanya pengurus korporasi saja yang dianggap bertanggung jawab atas tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh korporasi. Padahal arah penegakan hukum yang diharapkan oleh masyarakat agar korupsi yang dilakukan oleh korporasi tidak cukup hanya menjerat direksi atau pengurus korporasi saja, tetapi menempatkan korporasi untuk bertanggung jawab atas tindak pidana korupsi (Henry Donald, 2014:398).

5 5 Putusan pengadilan dengan proses persidangan terhadap suatu korporasi, dalam artian korporasi diajukan sebagai terdakwa ke hadapan pengadilan yang satu-satunya pernah dilakukan adalah sebagaimana yang diputuskan terhadap terdakwa PT Giri Jaladhi Wana oleh Pengadilan Negeri Banjarmasin. Terdakwa PT Giri Jaladhi Wana dijadikan terdakwa dalam tindak pidana korupsi pembangunan dan pengelolaan Pasar Sentra Antasari Kota Banjarmasin. PT Giri Jaladhi Wana selaku terdakwa diajukan ke hadapan pengadilan setelah Stevanus Widagdo, Direktur Utama PT Giri Jaladhi Wana pada perkara yang sama telah terlebih dahulu dihadapkan ke persidangan dan dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. PT Giri Jaladhi Wana telah melakukan penyimpanganpenyimpangan dalam pembangunan Pasar Sentra Antasari dan dengan sengaja tidak membayarkan uang pengelolaan Pasar Sentra Antasari kepada kas daerah Pemerintah Kota Banjarmasin sehingga berdasarkan perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Kalimantan Selatan merugikan keuangan Negara c.q. Pemerintah Kota Banjarmasin sebesar Rp ,00 (tujuh miliar tiga ratus tiga puluh dua juta tiga ratus enam puluh satu ribu lima ratus enam belas rupiah) dan merugikan PT Bank Mandiri, Tbk., sebesar Rp ,65 (seratus sembilan puluh sembilan miliar lima ratus tiga puluh enam juta enam puluh empat ribu enam ratus tujuh puluh lima rupiah enam puluh lima sen) atas penyimpangan penggunaan kredit modal kerja dari PT Bank Mandiri, Tbk., untuk pembangunan Pasar Sentra Antasari oleh PT Giri Jaladhi Wana. Putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin dengan terdakwa PT Giri Jaladhi Wana dalam tindak pidana korupsi pembangunan dan pengelolaan Pasar Sentra Antasari patut diapresiasi, karena putusan ini dapat menjadi acuan bagi aparat penegak

6 6 hukum untuk mempertanggungjawabkan korporasi secara pidana, khususnya perkara korupsi yang dilakukan oleh korporasi dan menempatkan korporasi sebagai terdakwa di hadapan persidangan. Tindak pidana korupsi lain yang dilakukan dan melibatkan peran korporasi adalah tindak pidana korupsi videotron di Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM). Dalam tindak pidana korupsi videotron tersebut, Riefan Avrian selaku Direktur Utama PT Rifuel menjadikan sopir sekaligus Office Boy (OB) di kantornya yang bernama Hendra Saputra sebagai Direktur Utama PT Imaji Media untuk kepentingan memperoleh proyek pengadaan videotron di Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM). PT Imaji Media berdiri dengan akta pendirian Perseroan Terbatas No. 2 tanggal 1 Februari 2012 dengan Hendra Saputra sebagai Direktur Utamanya. Terkait dengan Riefan Avrian yang sebenarnya merupakan pemilik PT Imaji Media, kemudian mengurus segala kelengkapan pendirian PT Imaji Media. Sebagaimana maksud Riefan Avrian mendirikan PT Imaji Media dengan menunjuk Hendra Saputra sebagai Direktur Utama adalah untuk mendapatkan proyek pengadaan videotron. Kemudian setelah proses lelang berlangsung PT Imaji Media menjadi pemenang pengadaan 2 (dua) unit videotron dengan pagu anggaran Rp ,00 (dua puluh tiga miliar lima ratus satu juta rupiah). Dalam pelaksanaan pekerjaan pengadaan videotron, PT Imaji Media tidak melakukan pekerjaan sebagaimana telah disepakati dalam kontrak, dan malah menyerahkan semua pekerjaan pengadaan videotron kepada Riefan Avrian selaku Direktur Utama PT Rifuel tanpa adanya perjanjian kerjasama operasi atau kemitraan antara Hendra Saputra selaku Direktur Utama PT Imaji Media dengan Riefan Avrian selaku Direktur Utama PT Rifuel dan tanpa addendum kontrak.

7 7 Selanjutnya, dalam pelaksanaan pekerjaan pengadaan videotron yang bukan dilakukan oleh PT Imaji Media tetapi oleh PT Rifuel, terdapat pekerjaan yang tidak dikerjakan maupun pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasinya, dan berdasarkan audit yang dilakukan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) jumlah kerugian negara atas penyimpangan tersebut adalah sebesar Rp ,00 (empat miliar tujuh ratus delapan puluh juta dua ratus sembilan puluh delapan ribu sembilan ratus tiga puluh empat rupiah). Tindak pidana korupsi pengadaan videotron di Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) tersebut diatas menempatkan Hendra Saputra selaku Direktur Utama PT Imaji Media dan Riefan Avrian selaku Direktur Utama PT Rifuel dan terbukti sebagai pemilik PT Imaji Media (dilakukan penuntutan secara terpisah dengan terdakwa atas nama Hendra Saputra) sebagai terdakwa, artinya hanya dilakukan penuntutan terhadap manusia alamiah sebagai subjek hukum pelaku tindak pidana korupsi. Mencermati hal tersebut diatas, terdapat hal penting yang terlupakan dalam korupsi pengadaan videotron, yaitu peran korporasi dalam hal ini PT Rifuel dan PT Imaji Media, terutama peran PT Imaji Media yang sejak awal pendiriannya memang didesain untuk melakukan tindak pidana korupsi pada pengadaan videotron di Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) yang dalam Putusan Nomor 36/Pid.Sus/TPK/2014/PN.Jkt.Pst sama sekali tidak menjerat hukum atas keterlibatan dan peran penting PT Imaji Media pada korupsi pengadaan videotron. Hal ini berbeda dengan korupsi pembangunan dan pengelolaan Pasar Sentra Antasari yang menempatkan PT Giri Jaladhi Wana sebagai terdakwa di hadapan persidangan untuk dipertanggungjawabkan secara pidana. Dalam penanganan tindak pidana korupsi videotron ini sebenarnya

8 8 aparat penegak hukum dapat mengacu pada Putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin yang menjerat korporasi dalam terjadinya tindak pidana korupsi sebagai pelaku tindak pidana korupsi dan dipertanggungjawabkan secara pidana. Mengenai penggunaan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sebenarnya telah mengakui korporasi sebagai pembuat tindak pidana bersama dengan manusia, hal tersebut menunjukkan bahwa dalam korupsi pengadaan videotron di Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) sebenarnya dapat menempatkan korporasi yaitu PT Imaji Media sebagai pelaku tindak pidana korupsi. Fakta yang terjadi terhadap penanganan atas korupsi yang dilakukan oleh korporasi adalah korporasi sering lolos dari jerat hukum, karena aparat penegak hukum hanya berfokus pada manusia sebagai pelaku tindak pidana korupsi. Muladi dan Diah Sulistiyani dalam bukunya mengungkapkan bahwa salah satu fenomena menarik di Indonesia adalah jarang diterapkannya pemidanaan terhadap korporasi, padahal syaratsyarat pemidanaan sudah memadai dan perundang-undangan sangat mendukung (Muladi dan Diah Sulistiyani, 2015:9). Peran penting korporasi dalam terjadinya tindak pidana korupsi menunjukkan bahwa tidak cukup hanya dengan menjatuhkan pidana terhadap pengurusnya saja, sebab keuntungan yang diperoleh korporasi jauh lebih besar, sehingga tidak sebanding dengan sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap pengurus, dan kerugian yang dialami oleh masyarakat dan negara. Dipidananya pengurus tidak memberikan jaminan yang cukup bahwa korporasi tidak akan sekali lagi melakukan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang (Muladi dan Dwidja Priyatno, 2010:19).

9 9 Sehubungan dengan kurangnya penegakan hukum terhadap korporasi sebagai pelaku tindak pidana korupsi dan semangat untuk menjerat korporasi sebagai pelaku tindak pidana korupsi, oleh karena itu, untuk mengantisipasi tindak pidana korupsi yang dilakukan korporasi dengan didasarkan pada asas res ipsa loquitor (fakta sudah berbicara sendiri) dan dengan memanfaatkan prinsip-prinsip pertanggungjawaban pidana korporasi yang telah dikenal dalam studi hukum pidana di Indonesia, sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk menjerat korporasi sebagai pelaku tindak pidana korupsi untuk dapat dipertanggungjawabkan secara pidana. Terkait permasalahan diatas penulis melakukan penelitian tentang pertanggungjawaban pidana korporasi yang menyangkut tentang tindak pidana korupsi, dengan analisa yang dilakukan terhadap Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banjarmasin yang telah menempatkan korporasi sebagai terdakwa dan dipertanggungjawabkan secara pidana serta Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tindak pidana korupsi dengan terdakwa atas nama Hendra Saputra selaku Direktur Utama PT Imaji Media dalam pengadaan videotron di Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM). Maka penulis memberikan judul pada penelitian ini: Penerapan Prinsip Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Sebagai Pelaku Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Nomor 812/Pid.Sus/2010/PN.BJM dan Studi Putusan Nomor 36/Pid.Sus/TPK/2014/PN.Jkt.Pst).

10 10 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, permasalahan yang dapat diangkat untuk selanjutnya dikaji dan diteliti lebih rinci dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana sistem pertanggungjawaban pidana korporasi dan sistem pemidanaan terhadap korporasi dalam tindak pidana korupsi? 2. Apakah prinsip pertanggungjawaban pidana korporasi yang diterapkan sebagai dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan Nomor 812/Pid.Sus/2010/PN.BJM yang seharusnya dapat diterapkan dalam Putusan Nomor 36/Pid.Sus/TPK/2014/PN.Jkt.Pst? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian pada hakekatnya mengungkapkan apa yang hendak dicapai oleh peneliti. Tujuan penelitian harus jelas sehingga dapat memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian agar sesuai dengan tujuan dilaksanakannya penelitian tersebut. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Objektif a. Mengetahui sistem pertanggungjawaban pidana korporasi dan sistem pemidanaan terhadap korporasi dalam tindak pidana korupsi; dan b. Mengetahui prinsip pertanggungjawaban pidana korporasi yang diterapkan sebagai dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan Nomor 812/Pid.Sus/2010/PN.BJM yang seharusnya dapat diterapkan dalam Putusan Nomor 36/Pid.Sus/TPK/2014/PN.Jkt.Pst.

11 11 2. Tujuan Subjektif a. Memenuhi persyaratan akademis dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta; b. Memperluas wawasan, pengetahuan, dan kemampuan penulis di bidang ilmu hukum pada umumnya serta hukum pidana pada khususnya;dan c. Melatih kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu hukum, mengembangkan, dan memperluas pemikiran serta pengetahuan yang diperoleh penulis selama menempuh perkuliahan di fakultas hukum. D. Manfaat Penelitian Setiap penelitian diharapkan adanya suatu manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan, sebab besar kecilnya manfaat penelitian akan menentukan nilai-nilai dari penelitian tersebut. Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan manfaat pada pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum pidana pada khususnya; dan b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi mengenai prinsip pertanggungjawaban pidana korporasi sebagai pelaku tindak pidana korupsi dan literatur berbagai pihak dalam hal ini kalangan akademisi dan kalangan penegak hukum. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti oleh penulis secara benar dan bukan hanya penalaran saja sehingga sesuai tujuan hukum yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum;

12 12 b. Guna mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir yang ilmiah serta untuk mengetahui sejauh mana kemampuan penulis dapat menerapkan ilmu yang diperoleh;dan c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan terhadap penulisan maupun penelitian sejenis untuk tahap berikutnya. E. Metode Penelitian Penelitian hukum (legal research) adalah menemukan kebenaran koherensi, yaitu adakah aturan hukum sesuai norma hukum dan adakah norma yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip hukum, serta apakah tindakan (act) seseorang sesuai dengan norma hukum (bukan hanya sesuai aturan hukum) atau prinsip hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014:47). Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan know-how dalam ilmu hukum, bukan sekedar know-about. Sebagai kegiatan know-how, penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2014:60). Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori hukum maupun konsep baru sebagai peskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Agar suatu penelitian hukum dapat dilaksanakan dengan baik, maka diperlukan suatu metode yang tepat. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Ditinjau dari sudut penelitian hukum itu sendiri, jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau dikenal juga sebagai penelitian doktrinal, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan mendasarkan hukum sebagai suatu norma (Peter Mahmud Marzuki, 2014:55-56). Dalam hal

13 13 ini penulis melakukan penelitian terhadap Putusan Nomor 812/ Pid.Sus/2010/PN.BJM. dan Putusan Nomor 36/Pid.Sus/TPK/2014/PN.Jkt.Pst. yang merupakan data sekunder dengan jenis bahan hukum primer. 2. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat preskriptif, untuk memecahkan isu hukum yang diajukan. Hasil yang hendak dicapai adalah memberikan peskripsi mengenai apa yang seyogianya (Peter Mahmud Marzuki, 2014:130). Dalam hal ini penerapan prinsip-prinsip pertanggungjawaban pidana korporasi pada Putusan Nomor 812/Pid.Sus/2010/PN.BJM. dan Putusan Nomor 36/Pid.Sus/TPK/2014/PN.Jkt.Pst. Penelitian bersifat peskriptif dimaksudkan untuk memberikan argumentasi atas hasil penelitian yang telah dilakukan. Argumentasi dilakukan untuk memberikan preskriptif atau penelitian mengenai benar atau salah menurut hukum terhadap fakta-fakta atau peristiwa hukum dari hasil penelitian. 3. Pendekatan Penelitian Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, penulis akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pendekatanpendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2014:133). Pendekatan penelitian ini dilakukan dengan pendekatan undangundang (statute approach), pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan komparatif (comparative approach). Pendekatan undang-undang menggunakan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang

14 14 Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kemudian pendekatan kasus yang digunakan yaitu Putusan Nomor 812/Pid.Sus/2010/PN.BJM. dan Putusan Nomor 36/Pid.Sus/TPK/2014/PN.Jkt.Pst., lalu yang perlu dipahami dalam pendekatan kasus adalah ratio decidendi, yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk sampai kepada putusan. Ratio decidendi atau reasoning tersebut merupakan referensi bagi penyusunan argumentasi dalam pemecahan isu hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014:134). Selanjutnya pendekatan komparatif dengan membandingkan Putusan Nomor 812/Pid.Sus/2010/PN.BJM. dan Putusan Nomor 36/Pid.Sus/TPK/2014/PN.Jkt.Pst., dalam masalah yang sama yaitu terkait tindak pidana korupsi. 4. Jenis dan Sumber Hukum Penelitian hukum tidak mengenal adanya data, untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogianya, diperlukan sumber-sumber penelitian. Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder (Peter Mahmud Marzuki, 2014:81) : a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim (Peter Mahmud Marzuki, 2014:181). Bahan hukum primer dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : 1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas

15 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; 2) Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banjarmasin Nomor 812/Pid.Sus/2010/PN.BJM;dan 3) Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 36/Pid.Sus/TPK/2014/PN.Jkt.Pst. b. Bahan Hukum Sekunder Bahan-bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnaljurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2014:181). 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan studi kepustakaan, yaitu dengan pengumpulan dan identifikasi bahan hukum, baik bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Penelusuran bahan hukum dapat dilakukan dengan membaca peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi maupun literaturliteratur yang erat kaitannya dengan permasalahan yang dibahas. Dari bahan hukum primer dan sekunder tersebut kemudian dianalisis dan dirumuskan di dalam penelitian hukum ini. 6. Teknis Analisis Bahan Hukum Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode silogisme yang menggunakan pola berpikir deduktif, yaitu dengan cara berpikir pada prinsip-prinsip dasar, kemudian penelitian menghadirkan obyek yang akan diteliti guna menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus. Sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles, penggunaan metode deduksi ini berpangkal dari pengajuan premis mayor,

16 16 kemudian diajukan premis minor, dan dari kedua premis ini kemudian ditarik suatu kesimpulan (Peter Mahmud Marzuki, 2014:89). F. Sistematika Penulisan Hukum Sistematika penulisan hukum digunakan untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai keseluruhan isi bahasan penelitian hukum penulis, penulisan hukum ini akan dibagi menjadi 4 (empat) bab, yaitu : BAB I : PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan, penulis akan menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan hukum. Latar belakang masalah dalam penelitian ini terlebih dahulu menjelaskan mengenai perkembangan kejahatan korporasi pada era globalisasi dan fenomena tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh korporasi di Indonesia, yang dalam penelitian ini menyajikan dua tindak pidana korupsi yang dilakukan korporasi dalam Putusan Nomor 812/Pid.Sus/2010/PN.BJM yaitu tindak pidana korupsi pembangunan dan pengelolaan Pasar Sentra Antasari Kota Banjarmasin yang dilakukan oleh PT Giri Jaladhi Wana dan Putusan Nomor 36/Pid.Sus/TPK/2014/PN.Jkt.Pst. yaitu tindak pidana korupsi pengadaan videotron di Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) yang dilakukan oleh PT Imaji Media. Kemudian menjelaskan mengenai pentingnya mempertanggungjawabkan pidana terhadap korporasi sebagai pelaku tindak pidana korupsi dengan memanfaatkan prinsipprinsip pertanggungjawaban pidana korporasi yang telah dikenal dalam studi Hukum Pidana Indonesia.

17 17 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan membagi menjadi dua kategori yaitu kerangka teori dan kerangka pemikiran, kerangka teori membahas mengenai tindak pidana korupsi sebagai extra ordinary crime dan white collar crime, kejahatan korporasi sebagai white collar crime, pertanggungjawaban pidana korporasi dan putusan pengadilan dalam perkara pidana. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, penulis menguraikan pembahasan dan hasil yang diperoleh dari proses penelitian dan analisis penulis sebagai jawaban atas rumusan masalah yang menjadi dasar penulis melakukan penelitian hukum berdasarkan judul Penerapan Prinsip Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Sebagai Pelaku Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Nomor 812/Pid.Sus/2010/PN.BJM dan Putusan Nomor 36/Pid.Sus/TPK/2014/PN.Jkt.Pst). BAB IV : SIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini, penulis menguraikan kesimpulan dari penelitian penulisan hukum ini (skripsi) yang merupakan jawaban dari rumusan masalah mengenai sistem pertanggungjawaban pidana korporasi dan pemidanaan terhadap korporasi dalam tindak pidana korupsi serta prinsip pertanggungjawaban pidana korporasi yang diterapkan sebagai dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan Nomor 812/Pid.Sus/2010/PN.BJM yang seharusnya dapat diterapkan dalam Putusan Nomor 36/Pid.Sus/TPK/2014/PN.Jkt.Pst.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang sangat pesat ini mengakibatkan meningkatnya berbagai tindak pidana kejahatan. Tindak pidana bisa terjadi dimana saja dan kapan saja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era Globalisasi dan seiring dengan perkembangan zaman, tindak pidana kekerasan dapat terjadi dimana saja dan kepada siapa saja tanpa terkecuali anak-anak. Padahal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana di Indonesia merupakan pedoman yang sangat penting dalam mewujudkan suatu keadilan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah dasar yang kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi dapat dipastikan tidak akan pernah berakhir sejalan dengan perkembangan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana bisa terjadi kepada siapa saja dan dimana saja. Tidak terkecuali terjadi terhadap anak-anak, hal ini disebabkan karena seorang anak masih rentan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penipuan merupakan salah satu tindak pidana terhadap harta benda yang sering terjadi dalam masyarakat. Modus yang digunakan dalam tindak pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana diketahui salah satu asas yang dianut oleh KUHAP adalah asas deferensial fungsional. Pengertian asas diferensial fungsional adalah adanya pemisahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini kejahatan meningkat dalam berbagai bidang, baik dari segi intensitas maupun kecanggihan. Demikian juga dengan ancaman terhadap keamanan dunia. Akibatnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangan zaman pada saat ini, adanya pembangunan nasional ke depan merupakan serangkaian upaya untuk memajukan perkembangan pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan atau tindak pidana merupakan sebuah hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Perkembangan serta dinamika masyarakat menyebabkan hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Kekerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Uang mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia. Selain berfungsi sebagai alat pembayaran yang sah dalam suatu negara, uang juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak pidana yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah tindak pidana pembunuhan. Tindak pidana pembunuhan merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH digilib.uns.ac.id 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah negara yang termasuk dalam kategori negara berkembang dan tentunya tidak terlepas dari permasalahan kejahatan. Tindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 amandemen ke-empat, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur tentang cara bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana bertujuan untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum diciptakan dengan tujuan untuk mengatur tatanan masyarakat, dan memberikan perlindungan bagi setiap komponen yang berada dalam masyarakat. Dalam konsideran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur tindak pidana terhadap harta kekayaan yang merupakan suatu penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Penipuan yang berasal dari kata tipu adalah perbuatan atau perkataan yang tidak jujur atau bohong, palsu dan sebagainya dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan adalah buah perjuangan untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam kehidupan bangsa yang lebih baik, adil, dan sejahtera. Nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika dan psikotropika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan, pelayanan kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan, dan pada sisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi yang terjadi di Indonesia telah mempengaruhi perkembangan bidang usaha di tengah masyarakat. Perkembangan dalam bidang usaha sangat pesat

Lebih terperinci

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam persidangan perkara pidana saling berhadapan antara penuntut umum yang mewakili Negara untuk melakukan penuntutan, berhadapan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara Hukum, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 19945. Salah satu prinsip penting

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3), menjelaskan dengan tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 perpustakaan.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Internet berkembang demikian pesat sebagai kultur masyarakat modern, dikatakan sebagai kultur karena melalui internet berbagai aktifitas masyarakat cyber seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku yang tidak sesuai dengan norma atau dapat disebut sebagai penyelewengan terhadap norma yang telah disepakati ternyata menyebabkan terganggunya ketertiban dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi sasaran utamanya adalah terciptanya landasan yang kuat bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk politik (zoonpoliticon). Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa berhubungan dengan sesamanya, dan sebagai makhluk politik

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI KORPORASI

BAB IV ANALISIS TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI KORPORASI BAB IV ANALISIS TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI KORPORASI Setelah menyajikan tinjauan pustaka dalam Bab II dan Pembahasan Kasus di Bab III, maka dalam Bab ini, penulis menyajikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, Indonesia menerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagai Negara Hukum, Indonesia menjujung

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Hukum pidana bertujuan mengatur ketertiban dalam masyarakat, yang diwujudkan dalam fungsinya sebagai salah satu alat pengendalian sosial. Hal ini menentukan pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah i BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 ayat (3) Amandemen ke-iv Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara Indonesia adalah negara hukum. Dengan dimasukkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan merupakan lembaga keuangan yang sering muncul sengketa yang bersentuhan dengan hukum dalam menjalankan usahanya. Sengketa Perbankan bisa saja terjadi antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka, negara Indonesia merupakan negara demokratis yang menjunjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara hukum dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Amendemen ke- IV. Sehingga setiap orang harus

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia merupakan Negara hukum, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen ke IV yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan suatu Negara yang berdasarkan atas hukum, ketentuan ini tercantum dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap pelanggaran kaedah hukum pada dasarnya harus dikenakan sanksi : setiap pembunuhan, setiap pencurian harus ditindak, pelakunya harus dihukum. Tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Page 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Itu berarti bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara Hukum sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke empat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian Indonesia merupakan dampak positif dari era globalisasi dan pasar bebas. Hal ini menyebabkan persaingan ketat dalam dunia bisnis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional bangsa Indonesia yang maju, sejahtera, berkeadilan, berdasarkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain untuk membantu memenuhi kebutuhannya sehari-hari, sehingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia dan kepentingan manusia tersebut harus terlindungi, sehingga hukum harus ditegakkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai fakta-fakta. Dengan adanya bahan yang mengenai fakta-fakta itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Setiap manusia dalam hidup bermasyarakat tidak pernah terlepas dari hubungan satu sama lain dalam berbagai hal maupun aspek. Manusia senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara merupakan empat badan Peradilan yang ada di Indonesia. Masing-masing badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bidang hukum ditinjau dari beberapa aspek. Ditinjau dari hubungan hukum yang diatur dikenal Hukum Publik dan Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris adalah Pejabat umum yang diangkat oleh Pemerintah untuk membantu masyarakat umum dalam hal membuat perjanjian-perjanjian yang ada atau timbul dalam masyarakat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan Hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman di masyarakat. Aparatur penegak hukum merupakan pelengkap dalam hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial, yang berarti saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lain. Di dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak terjadi kasus kejahatan seksual seperti pemerkosaan, pencabulan, dan kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan ekonomi adalah usaha yang dilakukan orang, kelompok atau negara dalam bidang ekonomi untuk menghasilkan pendapatan dalam rangka memenuhi kebutukan hidup.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak dan kepemilikan atas tanah yang pelaksanaannya memiliki aturan dan persyaratan serta prosedur tersendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pencurian sering terjadi dalam lingkup masyarakat, yang kadang menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Tindak pidana pencurian dilakukan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah suatu usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karenanya, hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya peredaran narkotika di Indonesia apabila di tinjau dari aspek hukum adalah sah keberadaanya. Undang-undang narkotika nomor 35 tahun 2009 mengatur

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dilakukan penulis adalah terhadap penerapan prinsip pertanggungjawaban pidana korporasi

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dilakukan penulis adalah terhadap penerapan prinsip pertanggungjawaban pidana korporasi BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dilakukan penulis adalah terhadap penerapan prinsip pertanggungjawaban pidana korporasi sebagai pelaku tindak pidana korupsi (Studi Putusan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Untuk memperoleh data atau bahan yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian hukum dengan metode yang lazim digunakan dalam metode penelitian hukum dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Korupsi di Indonesia sudah merupakan virus flu yang menyebarkan seluruh tubuh pemerintahan sehingga sejak tahun 1980 an langkah-langkah pemberantasannya pun masih tersendat-sendat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, kontrak diselenggarakan bukan hanya terkait barang saja melainkan juga jasa. Secara sederhana kontrak ialah suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanahkan beberapa kewajiban negara, salah satu yang penting adalah

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945), dilaksanakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang membentang dari Sabang sampai Merauke terbagi dalam provinsi- provinsi yang berjumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah telah membuktikan bahwa Negara Indonesia adalah negara bahari, yang kejayaan masa lampaunya dicapai karena membangun kekuatan maritim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat terlihat dengan adanya pembangunan pada sektor ekonomi seperti

BAB I PENDAHULUAN. dapat terlihat dengan adanya pembangunan pada sektor ekonomi seperti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. 1 Pertumbuhan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang III. METODE PENELITIAN Penelitian Hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsipprinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. 30 A. Pendekatan Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem keuangan yang berlaku di setiap negara di dunia akan terus melakukan perkembangan dengan mengikuti keadaan masyarakat yang terus berubah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris),

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fasilitas kredit umumnya diberikan oleh lembaga keuangan. Lembaga keuangan dalam dunia keuangan bertindak selaku lembaga yang menyediakan jasa keuangan bagi nasabahnya.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip prinsip hukum, maupun doktrin doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang sedang dihadapi. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindakan kejahatan seksual terhadap anak merupakan salah satu tindakan yang melanggar norma agama, kesusilaan, dan kesopanan. Hal ini merupakan pencerminan moralitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil, makmur, sejahtera, dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan semakin berkembanganya era industrialisasi pada jaman sekarang ini, menyebabkan semakin ditingkatkannya langkah pembangunan negara Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara dan dapat dikatakan sebagai pusat dari sistem perekonomian negara. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur publik yang artinya hukum pidana mengatur hubungan antara warga dengan negara dan menitikberatkan kepada kepentingan umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang banyak, baik itu SDA yang dapat diperbaharui maupun SDA yang tidak dapat diperbaharui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang . BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dengan masyarakat yang kompleks. Berbagai aspek mulai mengalami perubahan dan perkembangan seperti aspek ekonomi, kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960, telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya. Pertumbuhan ekonomi Indonesia terbaru diukur berdasarkan besaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berawal dari sebuah adegan di film Arwah Goyang Karawang, Julia

BAB I PENDAHULUAN. Berawal dari sebuah adegan di film Arwah Goyang Karawang, Julia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berawal dari sebuah adegan di film Arwah Goyang Karawang, Julia Perez (Jupe) harus masuk ke dalam jeruji besi. Kala itu, Dewi Persik (Depe) dan Jupe harus melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya keinginan masyarakat untuk meningkatkan taraf kehidupannya di tengah-tengah suatu kelompok masyarakat mengakibatkan masyarakat khususnya di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan Pencucian Uang merupakan suatu bentuk kejahatan yang di banyak negara saat ini telah mendapatkan cukup banyak perhatian. Perhatian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Dasar Hakim dalam Menerapkan Sanksi Pidana Di Bawah Minimum. Khusus Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Dasar Hakim dalam Menerapkan Sanksi Pidana Di Bawah Minimum. Khusus Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Dasar Hakim dalam Menerapkan Sanksi Pidana Di Bawah Minimum Khusus Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia dari tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengungsi internasional merupakan salah satu hal yang masih menimbulkan permasalahan dunia internasional, terlebih bagi negara tuan rumah. Negara tuan rumah

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu kehidupan manusia tidak lepas dari keinginan untuk memiliki seorang keturunan. Keinginan untuk memiliki keturunan atau mempunyai anak merupakan suatu

Lebih terperinci