BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bidang hukum ditinjau dari beberapa aspek. Ditinjau dari hubungan hukum yang diatur dikenal Hukum Publik dan Hukum Privat. Termasuk dalam Hukum Publik diantaranya adalah Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana. Kedua hukum ini memiliki hubungan yang sangat erat, karena pada hakekatnya hukum acara pidana termasuk dalam pengertian hukum pidana. Hanya saja hukum acara pidana lebih tertuju pada ketentuan yang mengatur bagaimana negara melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk memidana dan menjatuhkan pidana. Sedangkan hukum pidana (materiil) lebih tertuju pada peraturan hukum yang menunjukkan perbuatan mana yang seharusnya dikenakan pidana dan pidana apa yang dapat dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana tersebut. Hukum materiil merupakan hukum yang memuat aturan-aturan yang menetapkan dan merumuskan perbuatan-perbuatan yang dapat dipidana, subjek yang dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum pidana, dan sanksi yang diancamkan bagi pelaku tindak pidana. Sumber utama Hukum Acara Pidana Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Ketentuan Hukum Acara Pidana dikenal dalam praktek dengan istilah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana disingkat dengan KUHAP. Pedoman pelaksanaan KUHAP menyebutkan bahwa tujuan hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan. 1

2 2 Perbedaan yang fundamental dari Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Ketentuan Hukum Acara Pidana adalah adanya perlindungan hak-hak asasi manusia dalam segala tingkat pemeriksaan perkara. Sebagai bukti bahwa KUHAP memberikan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, didalam KUHAP tepatnya pada Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 diatur mengenai hak-hak tersangka/terdakwa. KUHAP telah mengangkat dan menempatkan tersangka/terdakwa dalam kedudukannya yang berderajat, sebagai makhluk Tuhan yang memiliki harkat derajat kemanusiaan yang utuh. Tersangka/terdakwa dalam KUHAP telah ditempatkan dalam posisi his entity and dignity as a human being, yang harus diperlakukan dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan (M. Yahya Harahap, 2006: 2). Adanya jaminan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia dalam peraturan hukum acara pidana mempunyai arti yang sangat penting. Hal ini senada dengan pandangan Paul R. Dubinsky dalam tulisannya yang mengatakan Like the harmonization of procedural law, the movement to advance international human rights is in flux (harmonisasi hukum prosedural, gerakan untuk memajukan hak asasi internasional) (Paul R. Dubinsky, 2005: 225). Selain hak-hak tersangka/terdakwa dalam KUHAP juga diatur beberapa asas-asas yang mendasari keberlakuan KUHAP. Asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) merupakan salah satu penerapan pentingnya menjunjung Hak Asasi Manusia dalam Hukum Pidana. Selain asas praduga tak bersalah (presumption of innocent), dalam KUHAP diatur juga hak tersangka dan terdakwa lainnya, yaitu (M. Yahya Harahap, 2006: 3): 1. Persamaan hak dan kedudukan serta kewajiban di depan hukum(equality before the law). Tersangka dan terdakwa harus diperlakukan sama tanpa membedakan pangkat, golongan dan lainnya (entitlrd without any discrimination to equal of the law). 2. Hak untuk menyiapkan pembelaan. Dalam KUHAP memberikan hak kepada tersangka untuk didampingi oleh penasihat hukum dan penasihat hukum tersebut dapat berbicara dengan tersangka atau terdakwa tanpa

3 3 didengar oleh penyidik atau aparat hukum lainnya (within sight not within hearing). 3. Kesalahan seseorang harus dibuktikan dalam sidang yang bebas, tidak memilih (impartiality), dan jujur (fair trial). Diantara hak-hak terdakwa/tersangka, terdapat hak untuk mengingkari atau membantah keterangan saksi. Yaitu dari keterangan para saksi, terdakwa diminta pendapatnya mengenai keterangan para saksi tersebut sesuai Pasal 164 ayat (1) KUHAP, Setiap kali seorang saksi selesai memberikan keterangan, hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa bagaimana pendapatnya tentang keterangan tersebut. Sehingga terhadap keterangan para saksi, terdakwa bisa menyatakan membenarkan dan tidak keberatan atau sebaliknya keberatan dan membantah keterangan para saksi. Landasan hakim dalam pengambilan putusan sesuai dalam Pasal 183 KUHAP yang berbunyi, Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Kejahatan pemalsuan di Indonesia menjadi salah satu bentuk kejahatan yang sering terjadi dan sulit untuk diberantas. Kejahatan pemalsuan adalah berupa kejahatan yang didalamnya mengandung unsur keadaan ketidakbenaran atau palsu atas sesuatu objek, yang sesuatunya itu tampak dari luar seolah-olah benar adanya padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya. Kejahatan Pemalsuan sangat beragam, salah satunya adalah pemalsuan tentang asal usul suatu pernikahan. Kejahatan tentang asal usul suatu pernikahan diatur didalam BAB XIII KUHP. Nikah atau perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Eksistensi institusi ini adalah melegalkan hubungan hukum antara seorang laki-laki dengan seorang wanita. Pengertian Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa: Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

4 4 Berdasarkan pengertian tersebut jelas terlihat bahwa dalam sebuah perkawinan memiliki dua aspek, yaitu: a. Aspek Formil (Hukum), hal ini dinyatakan dalam kalimat ikatan lahir batin, artinya bahwa perkawinan di samping mempunyai nilai ikatan secara lahir tampak, juga mempunyai ikatan batin yang dapat dirasakan terutama oleh yang bersangkutan dan ikatan batin ini merupakan inti dari perkawinan itu. b. Aspek Sosial Keagamaan, dengan disebutkannya membentuk keluarga dan berdasarkan Ketuhanan Yang maha Esa, artinya perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan kerohanian, sehingga bukan saja unsur jasmani tapi unsur batin berperan penting. Sebagai bentuk perikatan dalam sebuah perkawinan menunjukkan adanya kerelaan dua pihak yang berakad, dan akibatnya adalah kewajiban dan hak yang mereka tentukan. Oleh karena suatu perikatan perkawinan hanya sah apabila dilakukan menurut ajaran agama masing-masing. Supaya suatu hubungan menjadi legal, syarat-syarat yang ditetapkan dalam pernikahan harus dipenuhi. Namun dalam pemenuhan syarat-syarat pernikahan bukanlah suatu hal yang mudah dan murah. Terkadang masyarakat lebih memilih untuk meggunakan cara pintas untuk memenuhi persyaratan itu. Terjadinya praktek pemalsuan syarat-syarat perkawinan sebagai akibat rumit dan mahalnya biaya yang digunakan untuk mempersiapkan persyaratan yang semestinya. Misalnya : calon harus memiliki Akta Kelahiran, padahal saat ini untuk pengurusan Akta Kelahiran bagi seseorang yang terlambat (usia lebih dari 1 tahun) dikenakan denda yang sangat besar. Selain itu, contoh lain mengenai kejahatan terhadap asal usul suatu pernikahan yang saat ini banyak terjadi di masyarakat adalah mengenai perkawinan yang diketahui bahwa salah satu calon masih terikat perkawinan dengan pihak lain. Perkawinan tersebut tetap diadakan padahal perkawinan sah pihak lain yang sebelumnya, jelas diketahui dapat menghambat berlangsungnya pernikahan yang sedang diadakan. Hal tersebut dapat berakibat fatal terhadap perkawinan yang sedang berlangsung. Hal terburuk yang mungkin terjadi adalah

5 5 terjadinya pembatalan perkawinan yang dapat diajukan oleh seorang suami atau isteri apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau isteri. Hal ini dapat diartikan bahwa penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau istri yang dilakukan adalah merupakan salah satu bentuk pemalsuan, yakni pemalsuan identitas atau jati diri dari suami atau istri (Lukkas Syahputra Berutu, diakses 18 Februari 2016 pukul WIB). Seperti yang terjadi di Nganjuk dalam kasus pemalsuan keterangan pernikahan dalam Putusan Pengadilan Negeri Nganjuk Nomor: 43/Pid.B/2015/Pn.Njk dengan terdakwa BAGUS PUTRO PRABOWO bin JORIANTO (29 tahun) warga Kelurahan Panyaman, Kecamatan Nganjuk, Kabupaten Nganjuk. Berdasarkan Tuntutan Pidana (Requisitor) dari Penuntut Umum No. Register perkara No. PDM 08/NGJK/02/2015 yang pada pokoknya memohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Nganjuk yang memeriksa dan mengadili perkara agar terdakwa dijatuhi putusan yang menyatakan bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana melakukan perkawinanan yang sedang diketahuinya, bahwa perkawinan yang sudah ada dari pihak lain itu akan menjadi halangan yang sah bagi pihak lain itu akan kawin lagi sebagaimana diatur dalam Pasal 279 (1) Ke-2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Salah satu kasus pemalsuan keterangan pernikahan dalam Putusan Pengadilan Negeri Nganjuk Nomor: 43/Pid.B/2015/Pn.Njk yang menarik penulis untuk membahas lebih lanjut adalah karena dalam pemeriksaan di sidang pengadilan terdakwa BAGUS PUTRO PRABOWO bin JORIANTO membantah keterangan saksi-saksi dan tidak mengakui perbutannya. Bahkan penilaian hakim atas pembuktian berdasarkan fakta-fakta meyakinkan hakim bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan Penuntut Umum. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, Penulis tertarik untuk melakukan penelitian hukum dengan menyusun Penulisan Hukum yang berjudul TINJAUAN IMPLEMENTASI HAK TERDAKWA UNTUK MEMBANTAH KETERANGAN SAKSI DI PERSIDANGAN DAN

6 6 IMPLIKASINYA TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA PEMALSUAN KETERANGAN PERNIKAHAN (Studi Putusan Pengadilan Negeri Nganjuk Nomor: 43/Pid.B/2015/Pn.Njk). B. Perumusan Masalah Perumusan masalah berguna untuk mengidentifikasi persoalan yang diteliti secara jelas, dapat menghindarkan pengumpulan bahan hukum yang tidak diperlukan, sehingga penulis lebih mengarah kepada tujuan penulisan penelitian yang hendak dicapai. Perumusan masalah juga dapat memudahkan penulis dalam mengumpulkan bahan hukum, menyusun bahan hukum dan menganalisis permasalahan yang diteliti, sehingga sasaran yang hendak dicapai jelas sesuai yang diharapkan. Berdasarkan hal tersebut maka perumusan masalah pada penulisan hukum ini sebagai berikut: 1. Apakah Implementasi hak terdakwa untuk membantah keterangan saksi di persidangan Pengadilan Negeri Nganjuk dalam perkara pemalsuan keterangan pernikahan sesuai ketentuan KUHAP? 2. Apakah Implikasi tindakan terdakwa membantah keterangan saksi di persidangan Pengadilan Negeri Nganjuk terhadap putusan Nomor: 43/Pid.B/2015/PN.Njk yang dijatuhkan hakim dalam perkara pemalsuan keterangan pernikahan? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini merupakan kegiatan ilmiah dimana berbagai data dan informasi dari berbagai sumber dikumpulkan, dirangkai, dan dianalisa dengan tujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan juga dalam rangka pemecahan atau solusi dari masalah-masalah yang dihadapi (tujuan objektif) maupun untuk kebutuhan perorangan (tujuan subjektif). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

7 7 1. Tujuan Obyektif a. Mengetahui implementasi hak terdakwa untuk membantah keterangan saksi di persidangan Pengadilan Negeri Nganjuk dalam perkara pemalsuan keterangan pernikahan dengan ketentuan KUHAP. b. Mengetahui implikasi terdakwa membantah keterangan saksi di persidangan Pengadilan Negeri Nganjuk terhadap putusan yang dijatuhkan hakim dalam perkara pemalsuan keterangan pernikahan. 2. Tujuan Subjektif a. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar stara 1 (sarjana) dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Menambah dan memperluas serta memperdalam pengetahuan penulis dalam rangka memperluas pengetahuan tentang perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. c. Menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis peroleh agar dapat memberi manfaat bagi penulis maupun bagi masyarakat pada umumnya. D. Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini tentu diharapkan akan memberikan manfaat yang berguna khususnya bagi ilmu pengetahuan bidang penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis a. Sebagai salah satu sarana untuk menambah referensi dan literatur yang dapat digunakan untuk melakukan kajian hukum dan penulisan ilmiah di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Acara Pidana pada khususnya. b. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan terhadap penelitian berikutnya.

8 8 2. Manfaat Praktis a. Mengembangkan daya penalaran, pembentukan pola pikir dinamis sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. b. Memberikan masukan dan tambahan pengetahuan bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah penelitian ini dan berguna bagi pihak-pihak yang berminat pada masalah yang sama. E. Metode Penelitian Penelitian hukum (legal research) sendiri memiliki pengertian sebagai suatu cara yang dilakukan untuk mencari pemecahan masalah atas suatu isu hukum yang timbul atau merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2010 : 35). Berdasarkan hal tersebut maka Penulis dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian antara lain sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian hukum Normatif yang memberikan penjelasan sistematis aturan yang mengatur kategori hukum tertentu, menganalisis hubungan antar hubungan serta menjelaskan hambatan-hambatan dan memprediksi pembangunan masa depan (Peter Mahmud Marzuki, 2010 : 32). Dengan penulisan hukum ini penulis berharap mampu memberikan jawaban atas permasalahan dalam penulisan ini. 2. Sifat Penelitian Penelitian hukum ini menggunakan penelitian yang bersifat preskriptif dan terapan yaitu mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum namun juga bersifat terapan yakni menggunakan ilmu hukum

9 9 dalam menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum. Penelitian ini bersifat preskriptif karena menjawab isu hukum yang diangkat dengan argumentasi, serta teori dalam menyelesaikan permasalahan yang diangkat tersebut (Peter Mahmud Marzuki, 2010 : 22). 3. Pendekatan Penelitian Peter Mahmud Marzuki (2010:119) menyatakan bahwa di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut peneliti mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu hukum yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pendekatanpendekatan yang dapat digunakan dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan historis (Historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Penelitian hukum ini guna memperoleh jawaban dari isu hukum atau permasalahan yang ingin dikaji maka penelitian menggunakan pendekatan kasus (case approach). Pedekatan kasus (case approach) dilakukan dengan mempelajari penerapan norma-norma kaidah hukum yang dilakukan oleh praktik hukum. Dalam Putusan Pengadilan Negeri Nganjuk Nomor: 43/Pid.B/2015/Pn.Njk penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kasus (case approach) yang diteliti mengenai ratio decidendi yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim sampai pada putusannya. 4. Sumber Penelitian Penelitian hukum tidak mengenal adanya data, sehingga untuk memecahkan isu hukum dan memberikan preskriptif mengenai apa yang diperlukan sumber-sumber penelitian. Sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

10 10 Menurut Peter Mahmud Marzuki, bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoriatif artinya mempunyai otoritas sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua bahan hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki, 2010 : 141). Bahan-bahan hukum yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah: a. Bahan Hukum Primer Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan adalah sebagai berikut: 1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP). 2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. 4) Undang-Undang 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 5) Kompilasi Hukum Islam Indonesia. 6) Putusan Pengadilan Negeri Nganjuk Nomor: 43/Pid.B/2015/Pn.Njk. b. Bahan Hukum Sekunder Dalam penelitian ini bahan hukum sekunder yang digunakan meliputi : 1) Buku-buku ilmiah di bidang hukum; 2) Kamus-kamus hukum; 3) Makalah-makalah dan hasil-hasil karya ilmiah para sarjana 4) Literatur dan hasil penelitian lainnya. 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan studi kepustakaan (library research) atau studi

11 11 dokumen. Studi dokumen adalah suatu pengumpulan bahan hukum yang dilakukan melalui bahan hukum tertulis denan menggunakan content analisys, yang berguna untuk mendapatkan landasan teori dengan mengkaji dan mempelajari buku-buku, peraturan perundangan-undangan, dokumen, laporan arsip dan hasil penelitian lainnya yang berhubugan dengan masalah yang diteliti. 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Teknik analisis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik deduksi silogisme. Deduksi silogisme adalah metode argumentasi yang konklusinya diambil dari premis-premis yang menyatakan permasalahan yang berlainan. Menurut Philips M. Hadjon mengemukakan bahwa penalaran hukum yang merupakan premis mayor adalah aturan hukum dan premis minor merupakan fakta hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2010 : 47). Berdasarkan hasil penelitian dalam penulisan hukum ini yang dimaksud dengan premis mayor adalah ketentuan umum dan premis minor adalah fakta-fakta yang bersifat khusus kemudian saling dihubungkan dari premis mayor dan premis minor dapat ditarik konklusi/kesimpulan menjawab isu hukum yang diteliti. F. Sistematika Penulisan Hukum Sistematika penulisan hukum disajikan guna memberikan gambaran secara keseluruhan mengenai pembahasan yang dirumuskan sesuai dengan kaidah atau aturan baku penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum (skripsi) terdiri atas 4 (empat) bab, tiap bab terbagi beberapa sub bab yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Keseluruhan sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN

12 12 Pendahuluan terdiri dari; latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi uraian tentang kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori meliputi tinjauan umum tentang terdakwa, tinjauan umum tentang sistem pembuktian dan alat bukti, tinjauan umum tentang putusan hakim, tinjauan umum tentang pemalsuan keterangan pernikahan. Kerangka pemikiran disajikan dalam bentuk bagan. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi analisis data yang diperoleh dalam penelitian, meliputi implementasi hak terdakwa untuk menyangkal keterangan saksi di persidangan berdasarkan KUHAP dan implikasi terhadap putusan hakim Pengadilan Negeri Nganjuk dalam perkara pemalsuan keterangan pernikahan dalam Putusan Nomor: 43/Pid.B/2015/PN.Njk. BAB IV PENUTUP Penutup terdiri dari simpulan dan saran. Simpulan berisi rumusan secara singkat dan jelas dari jawaban permasalahan penelitian berdasarkan kajian pustaka serta pembahasan atau analisis bahan hukum yang diperoleh. Saran ditujukan pada para pihak yang terkait dalam persidangan sehingga dapat mengimplementasikan hak terdakwa untuk menyangkal keterangan saksi di persidangan dan implikasinya terhadap putusan hakim Pengadilan Negeri Nganjuk. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penipuan merupakan salah satu tindak pidana terhadap harta benda yang sering terjadi dalam masyarakat. Modus yang digunakan dalam tindak pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era Globalisasi dan seiring dengan perkembangan zaman, tindak pidana kekerasan dapat terjadi dimana saja dan kepada siapa saja tanpa terkecuali anak-anak. Padahal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang sangat pesat ini mengakibatkan meningkatnya berbagai tindak pidana kejahatan. Tindak pidana bisa terjadi dimana saja dan kapan saja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur tentang cara bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi dapat dipastikan tidak akan pernah berakhir sejalan dengan perkembangan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana bisa terjadi kepada siapa saja dan dimana saja. Tidak terkecuali terjadi terhadap anak-anak, hal ini disebabkan karena seorang anak masih rentan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana bertujuan untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana di Indonesia merupakan pedoman yang sangat penting dalam mewujudkan suatu keadilan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah dasar yang kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana diketahui salah satu asas yang dianut oleh KUHAP adalah asas deferensial fungsional. Pengertian asas diferensial fungsional adalah adanya pemisahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka, negara Indonesia merupakan negara demokratis yang menjunjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Kekerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan atau tindak pidana merupakan sebuah hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Perkembangan serta dinamika masyarakat menyebabkan hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum diciptakan dengan tujuan untuk mengatur tatanan masyarakat, dan memberikan perlindungan bagi setiap komponen yang berada dalam masyarakat. Dalam konsideran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur tindak pidana terhadap harta kekayaan yang merupakan suatu penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak pidana yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah tindak pidana pembunuhan. Tindak pidana pembunuhan merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan suatu Negara yang berdasarkan atas hukum, ketentuan ini tercantum dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku yang tidak sesuai dengan norma atau dapat disebut sebagai penyelewengan terhadap norma yang telah disepakati ternyata menyebabkan terganggunya ketertiban dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 amandemen ke-empat, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pencurian sering terjadi dalam lingkup masyarakat, yang kadang menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Tindak pidana pencurian dilakukan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak terjadi kasus kejahatan seksual seperti pemerkosaan, pencabulan, dan kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam persidangan perkara pidana saling berhadapan antara penuntut umum yang mewakili Negara untuk melakukan penuntutan, berhadapan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia dan kepentingan manusia tersebut harus terlindungi, sehingga hukum harus ditegakkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagai Negara Hukum, Indonesia menjujung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini kejahatan meningkat dalam berbagai bidang, baik dari segi intensitas maupun kecanggihan. Demikian juga dengan ancaman terhadap keamanan dunia. Akibatnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Setiap manusia dalam hidup bermasyarakat tidak pernah terlepas dari hubungan satu sama lain dalam berbagai hal maupun aspek. Manusia senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Uang mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia. Selain berfungsi sebagai alat pembayaran yang sah dalam suatu negara, uang juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, Indonesia menerima

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia merupakan Negara hukum, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen ke IV yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Page 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Itu berarti bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 perpustakaan.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3), menjelaskan dengan tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Penipuan yang berasal dari kata tipu adalah perbuatan atau perkataan yang tidak jujur atau bohong, palsu dan sebagainya dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika dan psikotropika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan, pelayanan kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan, dan pada sisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara Hukum, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 19945. Salah satu prinsip penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara hukum dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Amendemen ke- IV. Sehingga setiap orang harus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH digilib.uns.ac.id 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah negara yang termasuk dalam kategori negara berkembang dan tentunya tidak terlepas dari permasalahan kejahatan. Tindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara merupakan empat badan Peradilan yang ada di Indonesia. Masing-masing badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai fakta-fakta. Dengan adanya bahan yang mengenai fakta-fakta itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara Hukum sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke empat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA PEMALSUAN KETERANGAN PERNIKAHAN (Studi Putusan Pengadilan Negeri Nganjuk Nomor: 43/Pid.B/2015/Pn.

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA PEMALSUAN KETERANGAN PERNIKAHAN (Studi Putusan Pengadilan Negeri Nganjuk Nomor: 43/Pid.B/2015/Pn. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA PEMALSUAN KETERANGAN PERNIKAHAN (Studi Putusan Pengadilan Negeri Nganjuk Nomor: 43/Pid.B/2015/Pn.Njk) Diah Saputri Kusuma Tuti, Kristiyadi Abstrak Penulisan ini bertujuan

Lebih terperinci

Toddy Anggasakti dan Amanda Pati Kawa. Abstrak

Toddy Anggasakti dan Amanda Pati Kawa. Abstrak Toddy Anggasakti dan Amanda Pati Kawa Abstrak Penelitian ini mengkaji dan menjawab beberapa permasalahan hukum,pertama, apakah proses peradilan pidana konsekuensi hukum penerapan asas praduga tidak bersalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk politik (zoonpoliticon). Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa berhubungan dengan sesamanya, dan sebagai makhluk politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah i BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 ayat (3) Amandemen ke-iv Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara Indonesia adalah negara hukum. Dengan dimasukkannya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip prinsip hukum, maupun doktrin doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang sedang dihadapi. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindakan kejahatan seksual terhadap anak merupakan salah satu tindakan yang melanggar norma agama, kesusilaan, dan kesopanan. Hal ini merupakan pencerminan moralitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Korupsi di Indonesia sudah merupakan virus flu yang menyebarkan seluruh tubuh pemerintahan sehingga sejak tahun 1980 an langkah-langkah pemberantasannya pun masih tersendat-sendat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu hal yang penting bagi kelangsungan hidup manusia. Dimana salah satu tujuan perkawinan dilakukan adalah untuk memperpanjang garis keturunan

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945), dilaksanakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris),

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fasilitas kredit umumnya diberikan oleh lembaga keuangan. Lembaga keuangan dalam dunia keuangan bertindak selaku lembaga yang menyediakan jasa keuangan bagi nasabahnya.

Lebih terperinci

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bukan berdasarkan atas kekuasaan semata. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum, termuat dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 perubahan ke-4. Ketentuan pasal tersebut merupakan landasan konstitusional bahwa Indonesia

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan sunatullah di mana semua makhluk berhak melakukannya, yang menjadi pembeda adalah bahwa manusia memakai akal pikiran dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya peredaran narkotika di Indonesia apabila di tinjau dari aspek hukum adalah sah keberadaanya. Undang-undang narkotika nomor 35 tahun 2009 mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap pelanggaran kaedah hukum pada dasarnya harus dikenakan sanksi : setiap pembunuhan, setiap pencurian harus ditindak, pelakunya harus dihukum. Tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan Hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman di masyarakat. Aparatur penegak hukum merupakan pelengkap dalam hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional bangsa Indonesia yang maju, sejahtera, berkeadilan, berdasarkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Internet berkembang demikian pesat sebagai kultur masyarakat modern, dikatakan sebagai kultur karena melalui internet berbagai aktifitas masyarakat cyber seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan adalah buah perjuangan untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam kehidupan bangsa yang lebih baik, adil, dan sejahtera. Nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang bersifat tidak tertulis, merupakan pedoman bagi setiap individu tentang bagaimana selayaknya berbuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris adalah Pejabat umum yang diangkat oleh Pemerintah untuk membantu masyarakat umum dalam hal membuat perjanjian-perjanjian yang ada atau timbul dalam masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat),

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan umum Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), bukan kekuasaan belaka (machtsstaat).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 64 BAB III METODE PENELITIAN Menurut Peter Mahmud, Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana

Lebih terperinci

Presiden, DPR, dan BPK.

Presiden, DPR, dan BPK. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG KPK adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam Pasal 1 ayat (3) hasil amandemen ketiga menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Jimly

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berawal dari sebuah adegan di film Arwah Goyang Karawang, Julia

BAB I PENDAHULUAN. Berawal dari sebuah adegan di film Arwah Goyang Karawang, Julia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berawal dari sebuah adegan di film Arwah Goyang Karawang, Julia Perez (Jupe) harus masuk ke dalam jeruji besi. Kala itu, Dewi Persik (Depe) dan Jupe harus melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek pembaharuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana tersangka dari tingkat pendahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan bermasyarakat sering terjadi kekacauan-kekacauan,

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan bermasyarakat sering terjadi kekacauan-kekacauan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan bermasyarakat sering terjadi kekacauan-kekacauan, hal ini timbul sebagai akibat adanya perbedaan kebutuhan antara sesama anggota masyarakat. Sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Allah S.W.T yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, namun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian memiliki arti ilmiah apabila menggunakan metodologi yang sesuai dengan tujuan dan sasaran yang akan dicapai. Metode penelitian merupakan bagian yang terpenting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia menerima hukum sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat bukti berupa keterangan saksi sangatlah lazim digunakan dalam penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi dimaksudkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah norma atau peraturan mengikat bagi sebagian atau seluruh masyarakat yang harus dipatuhi untuk mewujudkan suatu tatanan kemasyarakatan. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradilan pidana di Indonesia pada hakekatnya merupakan suatu sistem, hal ini dikarenakan dalam proses peradilan pidana di Indonesia terdiri dari tahapan-tahapan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah korupsi merupakan masalah yang sentral dewasa ini dan sering hal itu menimbulkan banyak perbincangan dan diskusi mengingat korupsi dipandang sudah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke- Empat, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang melangsungkan perkawinan pasti berharap bahwa perkawinan yang mereka lakukan hanyalah satu kali untuk selamanya dengan ridho Tuhan, langgeng

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah kehidupan hukum pidana Indonesia menyebutkan istilah korupsi pertama kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan hubungan dengan orang lain. Hubungan tersebut menimbulkan hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah dalam hukum tampaknya tidak habis-habisnya dibicarakan. Berbagai pendapat dan berbagai pandangan, silih berganti muncul pada mass media. Pendapat pengacara,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Untuk memperoleh data atau bahan yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian hukum dengan metode yang lazim digunakan dalam metode penelitian hukum dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur publik yang artinya hukum pidana mengatur hubungan antara warga dengan negara dan menitikberatkan kepada kepentingan umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara alamiah mempunyai daya tarik antara satu dengan yang lainnya untuk membina suatu hubungan. Sebagai realisasi manusia dalam membina hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan merupakan lembaga keuangan yang sering muncul sengketa yang bersentuhan dengan hukum dalam menjalankan usahanya. Sengketa Perbankan bisa saja terjadi antar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang III. METODE PENELITIAN Penelitian Hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsipprinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. 30 A. Pendekatan Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah Negara hukum, dimana setiap orang dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa penerapan peraturan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Keadaan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Keadaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan dan kegiatan manusia pada hakikatnya mengandung berbagai hal yang menunjukkan sifat yang hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifat hakiki yang dimaksud disini

Lebih terperinci