BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Setiap manusia dalam hidup bermasyarakat tidak pernah terlepas dari hubungan satu sama lain dalam berbagai hal maupun aspek. Manusia senantiasa melakukan berbagai hubungan dengan manusia-manusia yang lain. Pada dasarnya setiap manusia mempunyai kelebihan dan kekurangan yang berbeda antara satu sama lain. Untuk memenuhi dan melengkapi kekurangan tersebut, hanya dapat diperoleh dari manusia lain yang mempunyai kelebihan. Salah satunya mengenai kebutuhan biologis, kebutuhan biologis akan terpenuhi apabila seorang pria menjalin hubungan dengan seorang wanita dalam suatu ikatan hubungan yang resmi atau perkawinan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kebahagian merupakan hal utama yang menjadi tujuan dan sangat diharapkan dari sebuah perkawinan. Perkawinan merupakan penyatuan dua kepala, sifat, kebiasaan dan latar belakang dua manusia yang berbeda. Perselisihan, pertentangan dan konflik dalam rumah tangga merupakan sesuatu yang terkadang tidak bisa dihindari. Tidak jarang pertengkaran, perselisihan berakhir dengan perceraian. Hukum perceraian dalam Hukum Islam diperbolehkan meskipun terdapat serangkaian hal yang mempersulit. Berdasarkan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan dapat diputus karena tiga hal yaitu: 1. Kematian; 1

2 2 2. Perceraian, dan 3. Atas putusan pengadilan. Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, disebutkan bahwa perceraian terjadi karena alasan sebagai berikut : 1. Salah satu pihak berbuat zina, pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya. 2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa seizin pihak lain dan tanpa alasan yang sah. 3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. 4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang mengancam jiwa pihak lain. 5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang sukar disembuhkan sehingga tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri. 6. Serta antara suami atau isteri terjadi perselisihan dan pertengkarang terusmenerus sehingga tidak ada harapan untuk dirukunkan. Pengajuan gugatan perceraian bagi yang beragama Islam diajukan di Pengadilan Agama, sedangkan yang beragama non Islam diajukan di Pengadilan Negeri. Pasal 54 Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dijelaskan bahwa Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam undang undang. Pengadilan Agama melakukan pemeriksaan dan memutus perceraian apabila terdapat pihak yang mengajukan permohonan talak atau gugatan cerai. Pada permohonan talak, suami yang mengajukan perceraian, sedangkan gugatan cerai, isteri yang mengajukan perceraian. 2

3 3 Penyelesaian perkara perdata di pengadilan memerlukan alat bukti. Alat bukti sangatlah menentukan bagi para pihak untuk memperjuangkan kepentingannya agar tidak dirugikan oleh pihak lain dan bagi hakim dapat dijadikan dasar untuk mengambil putusan akhir guna menyelesaikan perkara perdata di pengadilan. Halhal yang perlu dibuktikan dalam perkara perdata berkaitan dengan hak, kejadiankejadian, peristiwa-peristiwa dan fakta (Octavianus M. Momuat, 2014:134). Hal ini dijelaskan pada Pasal 1865 KUH Perdata yang berbunyi : Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa diwajibkan membuktikan adanya hal atau peristiwa tersebut. Pasal 163 HIR berbunyi: Barangsiapa yang mengatakan mempunyai barang sesuatu hak atau menyebutkan sesuatu hak atau menyebutkan sesuatu kejadian untuk meneguhkan haknya atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu. Dari kedua pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa pihak yang mendalilkan sesuatu, tidak hanya membuktikan peristiwa atau kejadian saja, tetapi juga membuktikan hak. Pembuktian merupakan tahap yang memiliki peranan penting untuk menjatuhkan putusan. Proses pembuktian dalam proses persidangan dapat dikatakan sebagai sentral dari proses pemeriksaan di Pengadilan, karena tahap pembuktian menentukan putusan yang dijatuhkan oleh hakim. Pembuktian menjadi sentral dimana dalil-dalil para pihak diuji melalui tahap pembuktian guna menemukan hukum yang akan diterapkan (rechtoepasing) maupun ditemukan (rechtvinding) dalam suatu perkara (Riawan dan Chandera,2001:62). Tujuan dari pembuktian adalah menetapkan hubungan hukum antara kedua belah pihak yang berperkara di pengadilan untuk dapat memberikan kepastian dan keyakinan kepada hakim atas dalil yang disertai dengan alat bukti yang diajukan di Pengadilan. Beban pembuktian merupakan masalah yang dapat menentukan jalannya pemeriksaan perkara dan menentukan hasil perkara yang pembuktiannya itu harus dilakukan oleh para pihak (bukan hakim) dengan jalan mengajukan alatalat bukti dan hakim (berdasarkan pertimbangan dengan melihat situasi dan 3

4 4 kondisi dari perkara atau dilihat kasus demi kasus) yang akan menentukan pihak mana yang harus membuktikan dan yang kebenarannya itu dijadikan salah satu dasar untuk mengambil putusan akhir (Teguh Samudra, 1992:22). Berdasarkan Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), alat bukti yang sah menurut Undang-Undang adalah sebagai berikut: 1. bukti tulisan; 2. saksi; 3. pengakuan; 4. persangkaan; 5. sumpah. Selain alat bukti tersebut, ada dua alat bukti yang dipergunakan diluar ketentuan tersebut yaitu : 1. Pemeriksaan setempat yang diatur dalam Pasal 153 HIR atau Pasal 180 R.Bg, dan, 2. Keterangan ahli yang diatur dalam Pasal 154 HIR atau Pasal 181 R.Bg. Para pihak yang berperkara di Pengadilan harus dapat mengajukan alat-alat bukti yang memiliki nilai pembuktian. Alat-alat bukti tersebut bermacam-macam bentuk dan jenis yang mampu memberikan keterangan dan penjelasan tentang masalah yang diperkarakan di Pengadilan. Tidak terkecuali para pihak yang berperkara di Pengadilan Agama. Pemeriksaan alat bukti dilakukan sesuai dengan urutan alat bukti yang tercantum pada Pasal 164 HIR, Pasal 284 Rbg, dan Pasal 1866 KUH Perdata. Pemeriksaan dilakukan terhadap alat bukti apa saja yang diajukan oleh pihak yang berperkara. Apabila pemeriksaan bukti tulisan telah selesai dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi. Saksi dalam perkara perdata diajukan untuk menguatkan dalildalil yang diajukan di muka sidang hakim. Saksi-saksi tersebut ada yang secara kebetulan melihat atau mengalami sendiri peristiwa yang harus dibuktikan di muka hakim, ada pula saksi yang dulu dengan sengaja diminta menyaksikan suatu perbuatan hukum yang sedang dilakukan (Subekti, 1989:100). 4

5 5 R. Soesilo (1980:7) menyatakan bahwa kesaksian harus didengar, dilihat dan dialami sendiri disertai alasan-alasan pengetahuannya. Kesaksian yang hanya berdasarkan cerita orang lain atau hanya merupakan kesimpulan saja dari saksi yang mendengar, melihat dan mengalami sendiri saja tidak cukup. Selanjutnya untuk dianggap sah harus dikemukakan di depan persidangan pengadilan, bukan dihadapan polisi, jaksa, kecuali ditentukan undang-undang lain, serta saksi tersebut harus disumpah terlebih dahulu. Keterangan yang diberikan oleh saksi terkait suatu peristiwa, bukan berdasarkan penglihatan maupun pendengaran langsung, melainkan mendengar dari orang lain merupakan testimonium e auditu. Testimonium de auditu tidak memenuhi syarat kesaksian dan tidak bisa digunakan sebagai alat bukti langsung. Untuk menghindari larangan tersebut kesaksian de auditu dapat dikonstruksikan sebagai alat bukti persangkaan. Alat bukti persangkaan dalam Pasal 1866 KUH Perdata memiliki kedudukan nomor empat sebagai alat bukti. Dalam praktiknya alat bukti kadang kala masih menimbulkan permasalahan, baik mengenai eksitensinya sebagai alat bukti yang sah, masalah kekuatan nilai pembuktian maupun penerapannya di persidangan. Alat bukti persangkaan diatur dalam Pasal 173 HIR, Pasal 310 Rechtreglement voor de Buitengewesten (Rbg), dan Pasal 1915 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut: persangkaan adalah kesimpulan yang oleh undangundang atau oleh hakim ditarik dari suatu peristiwa yang diketahui umum kearah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum. Menurut Pitlo, persangkaan (vermoedem) bukanlah termasuk dalam ranah alat bukti, lebih tepatnya disebut sebagai uraian, dalam arti dari fakta-fakta yang diketahui ditarik kesimpulan ke arah yang lebih konkrit kepastiannya (kesimpulan yang ditarik dari fakta-fakta yang diketahui dan ditemukan dalam proses persidangan ke arah yang mendekati kepastian) (Dedhi Supriadhy dan Budi Ruhiatudin, 2008:319). Persangkaan sebagai alat bukti dibagi menjadi dua, yaitu : 5

6 6 1. Persangkaan hukum atau Undang-Undang yaitu kesimpulan yang ditarik oleh Undang-Undang dari peristiwa yang jelas kearah peristiwa yang belum jelas; 2. Persangkaan Hakim atau kenyataan yaitu kesimpulan yang ditarik oleh Hakim dari peristiwa yang jelas kearah peristiwa yang belum jelas atau terang, jadi persangkaan yang disusun berdasarkan kenyataan. Pada penelitian ini penulis mengkaji mengenai putusan nomor 216/pdt.G/2015/PA.Sgt tentang perkara cerai gugat. Penggugat mengajukan cerai gugat kepada Pengadilan Agama dengan alasan perselisihan dan pertengkaran yang terus-menerus antara Penggugat dengan Tergugat. Penggugat dalam perkara ini mengajukan alat bukti tulisan dan saksi untuk membuktikan kebenaran dari dalil gugatannya. Saksi II penggugat merupakan kakak ipar Penggugat, saksi II penggugat tidak pernah melihat dan mendengar secara langsung pertengkaran antara penggugat dengan tergugat. Saksi II penggugat hanya mendengar dari cerita penggugat (testimonium de auditu), bahwa di antara penggugat dengan tergugat telah terjadi perselisihan dan pertengkaran disebabkan tergugat menjalin hubungan dengan wanita lain bahkan telah menikah dengan wanita tersebut. Saksi II penggugat melihat langsung bahwa penggugat dan tergugat telah pisah tempat tinggal sejak lebih dari setahun lalu dan sampai sekarang tidak pernah hidup bersama lagi. Majelis Hakim Pengadilan Agama Sengeti, Muaro Jambi, berpendapat keterangan testimonium de auditu tidak digunakan sebagai alat bukti langsung, tetapi kesaksian de auditu dikonstruksikan sebagai alat bukti persangkaan, dengan pertimbangan yang objektif dan rasional. Sebagaimana Putusan Mahkamah Agung No. 308 K/Pdt/1959 tanggal 11 November 1959, yang menjelaskan bahwa putusan tetap berpegang pada aturan umum yang melarang kesaksian de auditu sebagai alat bukti. Selain itu, hakim mempertimbangkan hubungan dekat saksi dengan penggugat dan tergugat. Majelis Hakim berpendapat bahwa kesaksian saksi II penggugat dapat diterima untuk mendukung dalil gugatan Penggugat dalam perkara ini. 6

7 7 Berdasarkan hal tersebut penulis sangat tertarik untuk mengkaji lebih lanjut dalam bentuk penelitian hukum dengan judul KEKUATAN PEMBUKTIAN PERSANGKAAN SEBAGAI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA CERAI GUGAT (STUDI PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SENGETI NOMOR : 216/Pdt.G/2015/PA.SGT). B. Rumusan Masalah Agar penulis mudah dalam penyusunan skripsi, maka penulis merumuskan permasalahan menjadi dua pokok permasalahan yang selanjtnya akan dibahas di dalam penulisah hukum ini, adapun dua pokok permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut : 1. Mengapa alat bukti persangkaan mempunyai kekuatan sebagai alat bukti yang sah dalam perkara perceraian? 2. Apakah pertimbangan hakim dalam mengabulkan perkara cerai gugat pada putusan nomor 216/Pdt.G/2015/PA.SGT? C. Tujuan Penelitian Penelitian merupakan suatu cara baru untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, baik dari segi teoritis maupun praktis. Penelitian merupakan suatu pokok dari ilmu pengetahuan dan lebih memperdalam segala segi kehidupan (Soerjono Soekanto, 2007:3). Adapun tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui kekuatan pembuktian persangkaan dalam penyelesaian perkara perceraian. b. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam putusan nomor 216/Pdt.G/1015/PA.SGT dalam menarik kesimpulan suatu peristiwa yang belum terang atau jelas kearah peristiwa yang lebih jelas. 2. Tujuan Subyektif 7

8 8 a. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar Strata 1 (Sarjana) dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. b. Menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis peroleh agar dapat memberi manfaat bagi penulis dan masyarakat pada umumnya serta memberi kontribusi positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dibidang hukum. c. Menambah, memperluas, serta mengembangkan ilmu pengetahuan, dan wawasan penulis dibidang ilmu hukum, khususnya hukum acara perdata. D. Manfaat Penelitian Penulis berharap dengan adanya suatu penelitian, dapat memberikan manfaat dalam menambah ilmu pengetahuan bagi penulis sendiri maupun orang lain. Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan dibidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum acara perdata pada khususnya. b. Memperkaya wawasan dan menambah bahan referensi serta literature dalam dunia kepustakaan, khususnya mengenai kekuatan pembuktian persangkaan sebagai alat bukti dalam perkara perceraian. c. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitianpenelitian sejenis untuk tahap selanjutnya. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan jawaban dari permasalahan yang diteliti serta dapat mengembangkan penalaran dan sekaligus mengetahui kemampuan dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama masa perkuliahan. b. Memberikan kontribusi pada ilmu pengetahuan dan diharapkan dapat membantu dan memberikan saran terhadap pihak-pihak terkait. 8

9 9 E. Metode Penelitian Penelitian hukum adalah suatu proses menemukan aturan hukum, prinsipprinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud, 2014:60). Dalam menjawab isu hukum yang digunakan penulis adalah sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian normatif. Peter Mahmud Marzuki berpendapat, menurutnya semua penelitian yang berkaitan dengan hukum (legal research) adalah selalu normatif (Peter Mahmud Marzuki, 2014:55-56). Penelitian hukum normatif memiliki fungsi untuk menemukan kebenaran koherensi, yaitu adakah aturan hukum sesuai dengan norma hukum dan adakah norma yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip hukum, serta apakah tindakan seseorang telah sesuai dengan norma hukum atau prinsip hukum yang ada (Peter Mahmud Marzuki, 2014:47). 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian ini ialah bersifat preskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala lainnya (Soerjono Soekanto, 2007:10). Sifat preskriptif dari penelitian ini yaitu penulis menganalisis mengenai kekuatan pembuktian persangkaan sebagai pertimbangan hakim dalam memutus perkara cerai gugat (Studi Putusan Nomor 216/Pdt.G/2015/PA.Sgt). 3. Pendekatan Penelitian Menurut Peter Mahmud Marzuki (2014:133) pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statue approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). 9

10 10 Pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian hukum ini adalah pendekatan kasus (case approach) atau biasa yang disebut dengan studi kasus, dilakukan dengan cara menelaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 134) 4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Pada dasarnya penelitian hukum tidak mengenal adanya data, sehingga yang digunakan adalah bahan hukum, dalam hal ini dalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif yang artinya mempunyai otoritas. Bahanbahan hukum primer ini terdiri dari perundang-undangan dan putusan hakim. Adapun bahan-bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen resmi. Publikasi tentang hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atass putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 181). Adapun sumber bahan hukum yang digunakan penulis dalam penelitian kali ini adalah : a. Bahan Hukum Primer, meliputi : 1) Putusan Pengadilan Agama Sengeti Nomor 216/Pdt.G/2015/PA.Sgt. 2) Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata (KUH Perdata); 3) HIR; 4) Rbg; 5) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; 6) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974; 7) Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama; b. Bahan Hukum Sekunder, meliputi : 1) Buku-buku teks yang ditulis para ahli; 2) Makalah-makalah dan hasil karya ilmiah para sarjana; 3) Jurnal-jurnal hukum; 10

11 11 4) Literatur dan hasil penelitian lainnya. 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum dimaksudkan untuk memperoleh bahan-bahan hukum yang digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini, prosedur pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah studi dokumen atau studi kepustakaan, yaitu suatu bentuk pengumpulan bahan melalui membaca, mengkaji dan mempelajari buku literatur, hasil penelitian terdahulu dan membaca dokumen yang berhubungan dengan penelitian yang erat kaitannya dengan permasalahan yang dibahas. Dari bahan hukum tersebut kemudian dianalisis dan dirumuskan sebagai bahan pendukung di dalam penelitian ini. 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Teknik analisis bahan hukum yang dipergunakan adalah analisis bahan hukum yang bersifat deduksi dengan metode silogisme. Artinya bahwa analisis bahan hukum ini mengutamakan pemikiran secara logika, sehingga akan menemukan sebab akibat yang akan terjadi. Menurut Philipus M. Hadjon sebagaimana dikutip oleh Peter Mahmud Marzuki metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles, penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor (pernyataan bersifat umum), kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus). Dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion. Di dalam logika atau silogistik untuk penalaran hukum yang bersifat premis mayor adalah aturan hukum sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. F. Sistematika Penulisan Hukum Sistematika penulisan hukum bertujuan untuk memberikan gambaran secara menyeluruh dan mempermudah pemahaman terkait seluruh isi penulisan hukum, maka penulis membagi sistematika penulisan hukum dalam empat bab yang saling 11

12 12 berkaitan dan berhubungan yang dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman terhadap hasil penulisan hukum ini. Sistematika dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini penulis menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum (skripsi). BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini penulis memberikan landasan teori atau memberikan penjelasan secara teoritik yang bersumber pada bahan hukum yang penulis gunakan dan doktrin ilmu hukum yang dianut secara universal mengenai persoalan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang penulis teliti. Landasan teori tersebut meliputi tinjauan umum tentang pembuktian, tinjauan umum tentang alat bukti, tinjauan umum tentang perceraian. Selain itu untuk memudahkan alur berfikir, maka dalam bab ini juga disertai kerangka pemikiran. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menguraikan mengenai pembahasan dan hasil yang diperoleh dari proses penelitian. Berdasarkan rumusan masalah, terdapat dua pokok masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu mengapa alat bukti persangkaan mempunyai kekuatan pembuktian persangkaan sebagai alat bukti yang sah dalam perkara perceraian dan apakah pertimbangan hakim dalam mengabulkan perkara cerai gugat pada putusan nomor 216/Pdt.G/2015/PA.SGT. BAB IB : PENUTUP Pada bab ini penulis menguraikan kesimpulan dan saran terkait dengan permasalahan yang diteliti. 12

13 13 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 13

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai fakta-fakta. Dengan adanya bahan yang mengenai fakta-fakta itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara merupakan empat badan Peradilan yang ada di Indonesia. Masing-masing badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era Globalisasi dan seiring dengan perkembangan zaman, tindak pidana kekerasan dapat terjadi dimana saja dan kepada siapa saja tanpa terkecuali anak-anak. Padahal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara Hukum, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 19945. Salah satu prinsip penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana di Indonesia merupakan pedoman yang sangat penting dalam mewujudkan suatu keadilan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah dasar yang kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana diketahui salah satu asas yang dianut oleh KUHAP adalah asas deferensial fungsional. Pengertian asas diferensial fungsional adalah adanya pemisahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penipuan merupakan salah satu tindak pidana terhadap harta benda yang sering terjadi dalam masyarakat. Modus yang digunakan dalam tindak pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi dapat dipastikan tidak akan pernah berakhir sejalan dengan perkembangan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana bisa terjadi kepada siapa saja dan dimana saja. Tidak terkecuali terjadi terhadap anak-anak, hal ini disebabkan karena seorang anak masih rentan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana bertujuan untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang sangat pesat ini mengakibatkan meningkatnya berbagai tindak pidana kejahatan. Tindak pidana bisa terjadi dimana saja dan kapan saja.

Lebih terperinci

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam persidangan perkara pidana saling berhadapan antara penuntut umum yang mewakili Negara untuk melakukan penuntutan, berhadapan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur tindak pidana terhadap harta kekayaan yang merupakan suatu penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk politik (zoonpoliticon). Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa berhubungan dengan sesamanya, dan sebagai makhluk politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum diciptakan dengan tujuan untuk mengatur tatanan masyarakat, dan memberikan perlindungan bagi setiap komponen yang berada dalam masyarakat. Dalam konsideran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak pidana yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah tindak pidana pembunuhan. Tindak pidana pembunuhan merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Kekerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur tentang cara bagaimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH digilib.uns.ac.id 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah negara yang termasuk dalam kategori negara berkembang dan tentunya tidak terlepas dari permasalahan kejahatan. Tindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Penipuan yang berasal dari kata tipu adalah perbuatan atau perkataan yang tidak jujur atau bohong, palsu dan sebagainya dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika dan psikotropika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan, pelayanan kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan, dan pada sisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka, negara Indonesia merupakan negara demokratis yang menjunjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan adalah buah perjuangan untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam kehidupan bangsa yang lebih baik, adil, dan sejahtera. Nilai

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia merupakan Negara hukum, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen ke IV yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini kejahatan meningkat dalam berbagai bidang, baik dari segi intensitas maupun kecanggihan. Demikian juga dengan ancaman terhadap keamanan dunia. Akibatnya,

Lebih terperinci

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA) SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-Syarat guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu hal yang penting bagi kelangsungan hidup manusia. Dimana salah satu tujuan perkawinan dilakukan adalah untuk memperpanjang garis keturunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku yang tidak sesuai dengan norma atau dapat disebut sebagai penyelewengan terhadap norma yang telah disepakati ternyata menyebabkan terganggunya ketertiban dan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH BAB I PENDAHULUAN

PELAKSANAAN PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH BAB I PENDAHULUAN 1 PELAKSANAAN PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap negara tentu harus memiliki tujuan, karena tujuan negara merupakan pedoman atau arah dalam penyelenggaraan negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kodratnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan haruslah hidup bersama dengan manusia lainnya. Proses tersebut dikenal dengan istilah bermasyarakat, dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila mereka melangsungkan perkawinan maka timbullah hak dan

BAB I PENDAHULUAN. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila mereka melangsungkan perkawinan maka timbullah hak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya peredaran narkotika di Indonesia apabila di tinjau dari aspek hukum adalah sah keberadaanya. Undang-undang narkotika nomor 35 tahun 2009 mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangan zaman pada saat ini, adanya pembangunan nasional ke depan merupakan serangkaian upaya untuk memajukan perkembangan pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bidang hukum ditinjau dari beberapa aspek. Ditinjau dari hubungan hukum yang diatur dikenal Hukum Publik dan Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah norma atau peraturan mengikat bagi sebagian atau seluruh masyarakat yang harus dipatuhi untuk mewujudkan suatu tatanan kemasyarakatan. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Uang mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia. Selain berfungsi sebagai alat pembayaran yang sah dalam suatu negara, uang juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan hubungan dengan orang lain. Hubungan tersebut menimbulkan hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama. Pencabutan gugatan

BAB I PENDAHULUAN. yang telah didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama. Pencabutan gugatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mencabut gugatan adalah tindakan ini menarik kembali suatu gugatan yang telah didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama. Pencabutan gugatan perkara perdata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan merupakan lembaga keuangan yang sering muncul sengketa yang bersentuhan dengan hukum dalam menjalankan usahanya. Sengketa Perbankan bisa saja terjadi antar

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 0930/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan

PUTUSAN Nomor 0930/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan PUTUSAN Nomor 0930/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu kehidupan manusia tidak lepas dari keinginan untuk memiliki seorang keturunan. Keinginan untuk memiliki keturunan atau mempunyai anak merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960, telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia dan kepentingan manusia tersebut harus terlindungi, sehingga hukum harus ditegakkan

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 37 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Alat Bukti Persangkaan Sebagai Pertimbangan Hakim dalam Memutus Perkara Cerai Gugat (Studi Putusan Pengadilan Agama Nomor 216/Pdt.G/2015/PA.Sgt) 1. Identitas

Lebih terperinci

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENGAKUAN SEBAGAI UPAYA PEMBUKTIAN DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NO. 0758/PDT.G/2013 TENTANG PERKARA CERAI TALAK A. Analisis Yuridis Terhadap Pengakuan Sebagai

Lebih terperinci

Nomor: 0217/Pdt.G/2010/PA.Spn. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA LAWAN

Nomor: 0217/Pdt.G/2010/PA.Spn. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA LAWAN SALINAN P U T U S A N Nomor: 0217/Pdt.G/2010/PA.Spn. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Sungai Penuh yang memeriksa dan mengadili perkara perdata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerima atau mendengarkan sumpah tersebut, apakah mempercayainya

BAB I PENDAHULUAN. menerima atau mendengarkan sumpah tersebut, apakah mempercayainya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata Sumpah dalam masyarakat luas dikenal sebagai pernyataan yang dilontarkan oleh seseorang untuk menguatkan pernyataan yang dikemukakannya dengan tujuan agar dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan tanggung jawab. Sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pencurian sering terjadi dalam lingkup masyarakat, yang kadang menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Tindak pidana pencurian dilakukan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, Indonesia menerima

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 1191/Pdt.G/2014/PA.Pas

PUTUSAN Nomor 1191/Pdt.G/2014/PA.Pas PUTUSAN Nomor 1191/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

P U T U S A N SALINAN. Nomor 1782/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N SALINAN. Nomor 1782/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA SALINAN P U T U S A N Nomor 1782/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor 1113/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor 1113/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor 1113/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3), menjelaskan dengan tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan atau tindak pidana merupakan sebuah hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Perkembangan serta dinamika masyarakat menyebabkan hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagai Negara Hukum, Indonesia menjujung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara hukum dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Amendemen ke- IV. Sehingga setiap orang harus

Lebih terperinci

PUTUSAN. Nomor : 0391/Pdt.G/2009/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN. Nomor : 0391/Pdt.G/2009/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PUTUSAN Nomor : 0391/Pdt.G/2009/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

P U T U S A N. M e l a w a n DUDUK PERKARA

P U T U S A N. M e l a w a n DUDUK PERKARA P U T U S A N Nomor 1190/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

PENETAPAN Nomor 0868/Pdt.G/2014/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENETAPAN Nomor 0868/Pdt.G/2014/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENETAPAN Nomor 0868/Pdt.G/2014/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang mengadili perkara tertentu pada peradilan tingkat pertama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama. Hindu adalah salah satu agama yang di akui oleh negara. Keanekaan merupakan ciri khas negara

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor 1591/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan

P U T U S A N. Nomor 1591/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan P U T U S A N Nomor 1591/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Untuk memperoleh data atau bahan yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian hukum dengan metode yang lazim digunakan dalam metode penelitian hukum dengan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor :../Pdt.G/2012/PA.Dgl BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor :../Pdt.G/2012/PA.Dgl BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA SALINAN P U T U S A N Nomor :../Pdt.G/2012/PA.Dgl BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Donggala yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada

Lebih terperinci

PUTUSAN. Nomor : 0424/Pdt.G/2009/PA.Pas BISMILLAAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN. Nomor : 0424/Pdt.G/2009/PA.Pas BISMILLAAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PUTUSAN Nomor : 0424/Pdt.G/2009/PA.Pas BISMILLAAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan Hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman di masyarakat. Aparatur penegak hukum merupakan pelengkap dalam hukum

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGAKUAN TERGUGAT SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM KASUS PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA SKRIPSI

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGAKUAN TERGUGAT SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM KASUS PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGAKUAN TERGUGAT SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM KASUS PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan suatu negara yang masyarakatnya sangat majemuk. Istilah masyarakat majemuk mempunyai arti yang sama dengan istilah masyarakat plural

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor : 80/Pdt.G/2011/PA.Pkc. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor : 80/Pdt.G/2011/PA.Pkc. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PUTUSAN Nomor : 80/Pdt.G/2011/PA.Pkc. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pangkalan Kerinci yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara tertentu

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor: 0178/Pdt.G/2010/PA.Spn. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor: 0178/Pdt.G/2010/PA.Spn. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor: 0178/Pdt.G/2010/PA.Spn. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Sungai Penuh yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada

Lebih terperinci

Nomor: 150/Pdt.G/2007/PA. Slk. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Nomor: 150/Pdt.G/2007/PA. Slk. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor: 150/Pdt.G/2007/PA. Slk. SALINAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Solok yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan suatu Negara yang berdasarkan atas hukum, ketentuan ini tercantum dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3) Negara Indonesia merupakan negara hukum. Hukum mempunyai peranan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan Pengadilan Agama berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, merupakan salah satu badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, pengertian perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai seorang suami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara Hukum sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke empat yang

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 1203/Pdt.G/2013/PA.Pas. melawan

PUTUSAN Nomor 1203/Pdt.G/2013/PA.Pas. melawan PUTUSAN Nomor 1203/Pdt.G/2013/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 0718/Pdt.G/2015/PA. Pas

PUTUSAN Nomor 0718/Pdt.G/2015/PA. Pas PUTUSAN Nomor 0718/Pdt.G/2015/PA. Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat pertama,

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 0560/Pdt.G/2012/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor 0560/Pdt.G/2012/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor 0560/Pdt.G/2012/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Bengkulu yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MENGABULKAN CERAI GUGAT DENGAN SEBAB PENGURANGAN NAFKAH TERHADAP ISTERI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MENGABULKAN CERAI GUGAT DENGAN SEBAB PENGURANGAN NAFKAH TERHADAP ISTERI BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MENGABULKAN CERAI GUGAT DENGAN SEBAB PENGURANGAN NAFKAH TERHADAP ISTERI A. Pertimbangan Hakim Mengabulkan Cerai Gugat dengan Sebab Pengurangan Nafkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu kejadian yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Dalam sebuah perkawinan, setiap pasangan mendambakan kehadiran anak. Kehadirannya

Lebih terperinci

PUTUSAN. Nomor : 0510/Pdt.G/2009/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN. Nomor : 0510/Pdt.G/2009/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PUTUSAN Nomor : 0510/Pdt.G/2009/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat

Lebih terperinci

PUTUSAN. Nomor : 0814/Pdt.G/2010/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN. Nomor : 0814/Pdt.G/2010/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PUTUSAN Nomor : 0814/Pdt.G/2010/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI PERKARA PUTUSAN NOMOR 1708/pdt.G/2014/PA.bjn. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri M dalam Putusan Nomor:

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 0198/Pdt.G/2010/PA.Spn.

P U T U S A N Nomor : 0198/Pdt.G/2010/PA.Spn. P U T U S A N Nomor : 0198/Pdt.G/2010/PA.Spn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Sungai Penuh yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada

Lebih terperinci

bismillahirrahmanirrahim

bismillahirrahmanirrahim P U T U S A N Nomor 0559/Pdt.G/2015/PA.Sit bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Situbondo yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat

Lebih terperinci

P U T U S A N BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

P U T U S A N BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM P U T U S A N Nomor 1777/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat

Lebih terperinci

ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. OLEH : Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. OLEH : Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA OLEH : Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA Alat bukti adalah segala sesuatu yang oleh undang- undang ditetapkan dapat dipakai membuktikan sesuatu.

Lebih terperinci

PUTUSAN. Nomor : 0870/Pdt.G/2009/PA.Pas BISMILLAAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN. Nomor : 0870/Pdt.G/2009/PA.Pas BISMILLAAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PUTUSAN Nomor : 0870/Pdt.G/2009/PA.Pas BISMILLAAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor : 0127/Pdt.G/2012/PA.Pas

PUTUSAN Nomor : 0127/Pdt.G/2012/PA.Pas SALINAN PUTUSAN Nomor : 0127/Pdt.G/2012/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat

Lebih terperinci

PUTUSAN. Nomor : 0562/Pdt.G/2009/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN. Nomor : 0562/Pdt.G/2009/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PUTUSAN Nomor : 0562/Pdt.G/2009/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak dan kepemilikan atas tanah yang pelaksanaannya memiliki aturan dan persyaratan serta prosedur tersendiri.

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara No.755, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMSANEG. Pegawai. Perkawinan. Perceraian. PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI LEMBAGA SANDI

Lebih terperinci