BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
|
|
- Yuliani Kurnia
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara merupakan empat badan Peradilan yang ada di Indonesia. Masing-masing badan peradilan mempunyai kewenangan absolute dan kewenangan relatif. Berkaitan dengan kewenangan absolut badan Peradilan, Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama mempunyai kewenangan yang sama yaitu bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama mengenai perkara perceraian dan waris. Perbedaannya adalah Pengadilan Agama berkaitan dengan perkara perceraian dimana para pihak yang berperkara beragama Islam, sedangkan Pengadilan Negeri untuk mereka yang non muslim seperti yang tercantum dalam ketentuan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang berbunyi Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a.perkawinan, b.waris, c.wasiat, d.hibah, e.wakaf, f.zakat, g.infaq, h.shadaqah dan i.ekonomi syari'ah. Pengadilan terlebih dahulu mencermati dan meneliti suatu perkara sebelum menjatuhkan putusan. Proses beracara di Pengadilan tentu saja tidak lepas dari masalah pembuktian, karena dengan pembuktian Hakim mendapatkan gambaran yang jelas terhadap perkara yang dipermasalahkan dan memberikan kepastian kepada Majelis Hakim mengenai terjadinya suatu peristiwa dengan menyajikan fakta fakta yang cukup menurut hukum. Salah satu alat bukti yang diajukan dalam proses pembuktian dipersidangan yaitu alat bukti saksi. Alat bukti saksi merupakan kesaksian yang diberikan kepada Hakim dipersidangan tentang peristiwa yang disengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak 1
2 2 dalam perkara yang dipanggil di persidangan (Sudikno Mertokusumo, 2002:159). Saksi-saksi yang diajukan oleh para pihak agar dapat didengar sebagai alat bukti harus memenuhi syarat formil dan materiil. Adapun syarat formil dan materiil saksi adalah sebagai berikut: Syarat formil saksi (Damang, 2011:3): 1. Berumur 15 tahun keatas. 2. Sehat akalnya. 3. Tidak ada pihak menurut keturunan yang lurus, kecuali undang-undang menentukan lain. 4. Tidak ada hubungan perkawinan dengan salah satu pihak meskipun sudah bercerai (Pasal 145 ayat (1) Herzien Inlandsch Reglement selanjutnya disebut dengan HIR). 5. Tidak ada hubungan kerja dengan salah satu pihak dengan menerima upah (Pasal 144 ayat (2) HIR) kecuali undang-undang menentukan lain. 6. Menghadap dipersidangan (Pasal 141 ayat (2) HIR). 7. Mengangkat sumpah menurut agamanya (Pasal 147 HIR). 8. Berjumlah sekurang-kurangnya 2 (dua) orang untuk kesaksian suatu peristiwa, atau dikuatkan dengan bukti lain (Pasal 169 HIR) kecuali mengenai perzinaan. 9. Di panggil masuk ke ruang sidang satu demi satu (Pasal 144 ayat (1) HIR). 10. Memberikan keterangan secara lisan (Pasal 147 HIR). Syarat materiil alat bukti saksi: 1. Keterangan yang diberikan mengenai peristiwa yang dialami, didengar, dan dilihat sendiri oleh saksi (Pasal 171 HIR/308 Reglement Voor De Buitengewesten selanjutnya disebut dengan RBg). 2. Diketahui sebab-sebab ia mengetahui peristiwanya (Pasal 171 ayat (1) HIR/Pasal 308 ayat (2) RBg). 3. Bukan merupakan pendapat atau kesimpulan saksi sendiri (Pasal 171 ayat (2) HIR/Pasal 308 ayat (2) RBg). 4. Saling bersesuaian satu sama lain (Pasal 170 HIR). 5. Tidak bertentangan dengan akal sehat.
3 3 Dilihat dari segi syarat materiil seorang saksi, saksi harus memberikan keterangan tentang perbuatan atau peristiwa hukum berdasarkan apa yang saksi lihat, dengar dan alami sendiri serta alasan atau dasar yang melatarbelakangi pengetahuan tersebut (Andi Halaludin, 2014:5). Saksi yang tidak melihat, mendengar atau mengalami secara langsung suatu peristiwa hukum yang menjadi pokok perkara dilarang untuk memberikan kesaksian didepan persidangan (asas testimoium de auditu). Kesaksian de auditu merupakan kesaksian yang tidak dibenarkan oleh undang-undang, seperti yang dijelaskan dalam Pasal 171 HIR/Pasal 308 ayat (2) RBg/1907 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut dengan KUHPerdata Tiap-tiap kesaksian harus disertai dengan alasan-alasan bagaimana diketahuinya hal-hal yang diterangkan. Pendapat maupun dugaan khusus yang diperoleh dengan memakai pikiran, bukanlah suatu kesaksian. Penerapan asas testimonium de auditu dimungkinkan untuk diterapkan dalam praktik di persidangan, misalnya dalam perkara perceraian dengan alasan pertengkaran terus menerus, saksi terkadang menyatakan kesaksiannya melalui pendengaran dari pihak lain (asas testimonium de auditu). Permasalahan dalam pemeriksaan gugatan perceraian dengan alasan pertengkaran terus menerus ialah sulitnya mengungkapkan perselisihan yang terjadi antara suami istri karena banyak kasus perceraian yang saksi-saksinya tidak mengetahui persis bentuk perselisihan yang terjadi di antara para pihak. Penerapan saksi testimonium de auditu dalam gugatan perceraian dapat ditemukan dalam kasus perceraian dengan alasan pertengkaran terus menerus yang terjadi di Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri. Melihat fakta dalam Putusan Pengadilan Agama Nunukan Nomor 26/Pdt.G/2013/PA.Nnk Majelis Hakim dalam pertimbangan hukumnya menerima keterangan saksi de auditu, selain itu dalam putusan Pengadilan Agama Nunukan Nomor 3/Pdt.G/2014/PA.Nnk Majelis Hakim juga menerima keterangan saksi de auditu sedangkan dalam Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor 25/Pdt.G/2013/PN.SKA, Majelis Hakim dalam pertimbangan hukumnya menolak keterangan saksi de auditu..
4 4 Berdasarkan hal tersebut diatas, dengan adanya perbedaan penerapan asas testimoniumde auditu mengenai perkara perceraian dengan alasan pertengkaran terus menerus yang diselesaikan oleh Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri, penulis tertarik meneliti lebih lanjut mengenai hal tersebut. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian tentang perbedaan penerapan asas testimonium de auditu dalam bentuk skripsi yang berjudul Perbedaan Penerapan Asas Testimonium De Auditu dalam Perkara Perceraian dengan Alasan Pertengkaran Terus Menerus di Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri. B. Rumusan Masalah Untuk memfokuskan penelitian ini, penulis membatasinya pada dua rumusan masalah yang menjadi objek penelitian sebagai berikut: 1. Mengapa terjadi perbedaan penerapan asas testimonium de auditu dalam perkara perceraian dengan alasan pertengkaran terus menerus di Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri? 2. Apa akibat hukum dari adanya perbedaan penerapan asas testimonium de auditu dalam perkara perceraian dengan alasan pertengkaran terus menerus di Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri? C. Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan tentu harus mempunyai tujuan dan manfaat yang ingin diperoleh dari hasil penelitian. Penulis dalam merumuskan tujuan penelitian, berpegang pada masalah yang telah dirumuskan. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan mengkaji penyebab perbedaan penerapan asas testimonium de auditu dalam perkara perceraian dengan alasan pertengkaran terus menerus di Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri. 2. Untuk mengetahui akibat hukum dari perbedaan penerapan asas testimonium de auditu dalam perkara perceraian dengan alasan pertengkaran terus menerus di Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri.
5 5 D. Manfaat Penelitian Kegunaan penelitian ini dapat ditinjau dari dua segi yang saling berkaitan yaitu dari segi teoritis dan segi praktis. Penulis sangat berharap dengan adanya penelitian ini dapat memberikan manfaat yaitu: 1. Manfaat Teoritis : a. Sebagai syarat akademik untuk mendapatkan gelar sarjana hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Hasil penelitian digunakan untuk memberikan sumbangan pemikiran terhadap pengembangan ilmu hukum, khususnya Hukum Acara Perdata. c. Menjadi refensi bagi mahasiswa yang sedang melakukan penelitian skripsi pada khususnya serta masyarakat pada umumnya. d. Sebagai pedoman dalam penelitian lain yang sesuai dengan bidang penelitian yang penulis teliti. 2. Manfaat Praktis : a. Memberikan sumbangan pemikiran di bidang hukum pada umumnya, dan pada khususnya tentang perbandingan penerapan asas testimonium de auditu dalam perkara perceraian dengan alasan pertengkaran terus menerus di Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri. b. Untuk memberikan masukan dan informasi bagi masyarakat luas tentang asas testimonium de auditu. c. Hasil penelitian ini sebagai bahan ilmu pengetahuan dan wawasan bagi peneliti, khususnya bidang Hukum Acara Perdata. E. Metode Penelitian Penelitian hukum (legal research) merupakan suatu merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2014:35).
6 6 Berdasarkan hal tersebut, maka penulis dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian antara lain sebagai berikut: 1. Jenis penelitian Penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif dalam penelitian ini. Metode penelitian hukum normatif adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada (Peter Mahmud Marzuki, 2014:55). Penulis dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan mengkaji, meneliti dengan masalah yang dihadapi dengan peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi, selain itu penulis juga menggunakan interpretasi/penafsiran dalam menganalisa kasus yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi. 2. Sifat Penelitian. Penelitian ini menggunakan tipe preskriptif. Tipe Preskriptif artinya mengkaji mengenai koherensi antara norma hukum dan prinsip hukum, aturan hukum dan norma hukum, serta koherensi antara tingkah laku individu dengan norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014:41-42). Penulis menggunakan tipe preskriptif dengan mengkaji keterkaitan antara Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) Nomor 308K/Sip/1959 dengan dikonstruksikan atau tidaknya testimonium de auditu sebagai persangkaan. 3. Pendekatan Penelitian Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, pendekatan komparatif dan pendekatan konseptual (Peter Mahmud Marzuki, 2014:93). Pendekatan penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus. Pendekatan kasus adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan berkekuatan hukum tetap, yang menjadi kajian pokok di dalam pendekatan kasus adalah ratio decidendi atau reasoning, yaitu pertimbangan Pengadilan untuk sampai
7 7 pada suatu putusan (Peter Mahmud Marzuki, 2014:94). Penulis menggunakan pendekatan kasus dengan melihat perbedaan penerapan asas testimonium de auditu dalam perkara perceraian dengan alasan pertengakarn terus menerus di Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri, dimana dalam putusan Pengadilan Agama Nunukan 26/Pdt.G/2013/PA.Nnk Majelis Hakim dalam pertimbangan hukumnya menerima keterangan saksi de auditu tersebut, selain itu dalam putusan Pengadilan Agama Nunukan Nomor Nomor 3/Pdt.G/2014/PA.Nnk Majelis Hakim juga menerima keterangan saksi de auditu. Sedangkan dalam putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor 25/Pdt.G/2013/PN.SKA, Majelis Hakim dalam pertimbangan hukumnya menolak keterangan saksi de auditu. F. Jenis dan Sumber Data Penelitian Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi, atau risalah dalam pembuatan perudang-undangan dan putusan Hakim. Bahan hukum sekunder meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014:181). Bahan hukum primer yang digunakan oleh penulis dalam penelitian hukum ini adalah: 1. KUHPerdata, HIR, RBg. 2. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 yang diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 dan perubahan kedua oleh Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009 tentang Pengadilan Agama. 3. Undang-Undang nomor 50 tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. 4. Undang-Undang nomor 3 tahun 2006 tentang perubahan atas Undang- Undang nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. 5. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
8 8 6. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 7. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. 8. Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) Nomor 308K/Sip/ Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 239 K/Sip/1973 tanggal 25 November Putusan Pengadilan Agama Nunukan Nomor 26/Pdt.G/2013/PA.Nnk. 11. Putusan Pengadilan Agama Nunukan Nomor 3/Pdt.G/2014/PA.Nnk. 12. Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor 25/Pdt.G/2013/PN.SKA. Bahan hukum sekunder yang digunakan adalah jurnal-jurnal hukum. G. Teknik Pengumpulan Data Penulis dalam penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data, yaitu penelitian kepustakaan atau dokumentasi guna menghimpun, mengidentifikasi dan menganalisa terhadap berbagai sumber data sekunder yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Studi dokumen adalah suatu alat pengumpulan bahan yang dilakukan melalui bahan hukum tertulis dengan mempergunakan content analysis (Peter Mahmud Marzuki, 2014:21). Contoh: Memanfaatkan indeks perundangundangan (KUHPerdata, HIR, RBg, Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 yang diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 dan perubahan kedua oleh Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama, Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) Nomor 308 K/Sip/1959), Indeks Putusan Pengadilan Agama Nunukan Nomor 26/Pdt.G/2013/PA.Nnk dan 3/Pdt.G/2014/PA.Nnk, Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor 25/Pdt.G/2013/PN.SKA, media baik cetak maupun elektronik termasuk internet.
9 9 H. Teknik Analisis Data Penelitian ini dilakukan dengan metode deduksi silogisme. Penggunaan metode deduksi ini berpangkal pada pengajuan premis mayor yang kemudian diajukan premis minor. Premis mayor disini berupa aturan hukum, sedangkan premsi minor merupakan fakta hukum kemudian ditarik suatu kesimpulan. Prosedur yang demikian digunakan untuk membuktikan apakah argumentasi yang diajukan telah memenuhi unsur-unsur yang ditentukan dalam aturan undang-undang (Peter Mahmud Marzuki, 2014:89-90). Premis mayor yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) Nomor 308K/Sip/1959 yaitu testimonium de auditu dikosntruksikan sebagai persangkaan sedangkan premis minornya persangkaan digunakan hakim dalam pertimbangannya untuk menerima atau tidak menerima saksi de auditu. I. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan hukum disajikan guna memberikan gambaran secara keseluruhan mengenai pembahasan yang akan dirumuskan sesuai dengan kaidah atau aturan baku penulisan hukum. Sistematika penulisan hukum (skripsi) terdiri dari 4 (empat) bab, dimana tiap bab terbagi beberapa sub bab yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Keseluruhan sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN terdiri dari Latar belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA terdiri dari Kerangka Teori/Konseptual dan Kerangka Pemikiran. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN terdiri dari Perbedaan penerapan testimonium de auditu dalam perkara perceraian dengan alasan pertengkaran terus
10 10 menerus di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama dan Akibat hukum adanya perbedaan penerapan testimonium de auditu dalam perkara perceraian dengan alasan pertengkaran terus menerus di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama. BAB IV : PENUTUP terdiri dari Simpulan dan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Setiap manusia dalam hidup bermasyarakat tidak pernah terlepas dari hubungan satu sama lain dalam berbagai hal maupun aspek. Manusia senantiasa melakukan berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang sangat pesat ini mengakibatkan meningkatnya berbagai tindak pidana kejahatan. Tindak pidana bisa terjadi dimana saja dan kapan saja.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori atau Konseptual
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori atau Konseptual 1. Pembuktian a. Pengertian Pembuktian Pembuktian mempunyai arti luas dan arti terbatas. Pembuktian dalam arti luas berarti memperkuat kesimpulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai fakta-fakta. Dengan adanya bahan yang mengenai fakta-fakta itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penipuan merupakan salah satu tindak pidana terhadap harta benda yang sering terjadi dalam masyarakat. Modus yang digunakan dalam tindak pidana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana diketahui salah satu asas yang dianut oleh KUHAP adalah asas deferensial fungsional. Pengertian asas diferensial fungsional adalah adanya pemisahan
Lebih terperinciPERBANDINGAN ASAS TESTIMONIUM DE AUDITU DI PENGADILAN AGAMA DAN PENGADILAN NEGERI PADA PERKARA PERCERAIAN DENGAN ALASAN PERTENGKARAN TERUS MENERUS
PERBANDINGAN ASAS TESTIMONIUM DE AUDITU DI PENGADILAN AGAMA DAN PENGADILAN NEGERI PADA PERKARA PERCERAIAN DENGAN ALASAN PERTENGKARAN TERUS MENERUS Fiqi Amalia Aldilla, Soehartono, Heri Hartanto Abstrak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era Globalisasi dan seiring dengan perkembangan zaman, tindak pidana kekerasan dapat terjadi dimana saja dan kepada siapa saja tanpa terkecuali anak-anak. Padahal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur tindak pidana terhadap harta kekayaan yang merupakan suatu penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana bertujuan untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Penipuan yang berasal dari kata tipu adalah perbuatan atau perkataan yang tidak jujur atau bohong, palsu dan sebagainya dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kodratnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan haruslah hidup bersama dengan manusia lainnya. Proses tersebut dikenal dengan istilah bermasyarakat, dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana di Indonesia merupakan pedoman yang sangat penting dalam mewujudkan suatu keadilan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah dasar yang kuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana bisa terjadi kepada siapa saja dan dimana saja. Tidak terkecuali terjadi terhadap anak-anak, hal ini disebabkan karena seorang anak masih rentan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Kekerasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi dapat dipastikan tidak akan pernah berakhir sejalan dengan perkembangan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk politik (zoonpoliticon). Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa berhubungan dengan sesamanya, dan sebagai makhluk politik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak pidana yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah tindak pidana pembunuhan. Tindak pidana pembunuhan merupakan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara Hukum, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 19945. Salah satu prinsip penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini kejahatan meningkat dalam berbagai bidang, baik dari segi intensitas maupun kecanggihan. Demikian juga dengan ancaman terhadap keamanan dunia. Akibatnya,
Lebih terperincicommit to user BAB I PENDAHULUAN
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia merupakan Negara hukum, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen ke IV yang
Lebih terperinciHUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN
HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN 1. Istilah dan pengertian - Hukum perdata materiil : hukum yang mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak dalam hubungan perdata - Hukum perdata formil : hukum acara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan atau tindak pidana merupakan sebuah hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Perkembangan serta dinamika masyarakat menyebabkan hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur tentang cara bagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka, negara Indonesia merupakan negara demokratis yang menjunjung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menerima atau mendengarkan sumpah tersebut, apakah mempercayainya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata Sumpah dalam masyarakat luas dikenal sebagai pernyataan yang dilontarkan oleh seseorang untuk menguatkan pernyataan yang dikemukakannya dengan tujuan agar dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang telah didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama. Pencabutan gugatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mencabut gugatan adalah tindakan ini menarik kembali suatu gugatan yang telah didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama. Pencabutan gugatan perkara perdata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum diciptakan dengan tujuan untuk mengatur tatanan masyarakat, dan memberikan perlindungan bagi setiap komponen yang berada dalam masyarakat. Dalam konsideran
Lebih terperinciMeskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam persidangan perkara pidana saling berhadapan antara penuntut umum yang mewakili Negara untuk melakukan penuntutan, berhadapan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku yang tidak sesuai dengan norma atau dapat disebut sebagai penyelewengan terhadap norma yang telah disepakati ternyata menyebabkan terganggunya ketertiban dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak dan kepemilikan atas tanah yang pelaksanaannya memiliki aturan dan persyaratan serta prosedur tersendiri.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Untuk memperoleh data atau bahan yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian hukum dengan metode yang lazim digunakan dalam metode penelitian hukum dengan
Lebih terperinciBAB IV. tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan. 1
54 BAB IV KEKUATAN YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA PURWOREJO NO. 0272/Pdt.G/2011/PA.Pwr. DENGAN PUTUSAN PENGADILAN TINGGI AGAMA SEMARANG NO. 224/ Pdt.G/2011/PTA.Smg. TENTANG CERAI TALAK A. Kekuatan Yuridis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagai Negara Hukum, Indonesia menjujung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kita adalah negara hukum, demikianlah makna yang tersirat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini berarti di negara Indonesia ada tata hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Lebih terperinciBAB IV. Hakim dalam memutuskan suatu perkara yang ditanganinya, selain. memuat alasan dan dasar dalam putusannya, juga harus memuat pasal atau
BAB IV ANALISIS YURIDIS TENTANG PENERAPAN HAK EX OFFICIO HAKIM TERHADAP HAK ASUH DAN NAFKAH ANAK DALAM CERAI GUGAT (STUDI PUTUSAN NOMOR : 420/PDT.G/2013/PTA.SBY) A. Analisis Dasar Pertimbangan Hakim Pengadilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika dan psikotropika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan, pelayanan kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan, dan pada sisi
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM
57 BAB IV ANALISIS STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM A. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Putusan N0.251/Pdt.G/2013 PA.Sda Dalam memutuskan setiap Perkara di dalam persidangan hakim tidak serta merta memutuskan perkara
Lebih terperinciALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. OLEH : Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum
ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA OLEH : Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA Alat bukti adalah segala sesuatu yang oleh undang- undang ditetapkan dapat dipakai membuktikan sesuatu.
Lebih terperinciMakalah Rakernas MA RI
Makalah Rakernas MA RI 2011 1 BEBERAPA CATATAN DARI TUADA ULDILAG BAHAN RAKERNAS MARI SEPTEMBER 2011 A. Pengantar Berhubung saya dalam kondisi sakit, maka saya hanya memberi catatan-catatan yang saya anggap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak terjadi kasus kejahatan seksual seperti pemerkosaan, pencabulan, dan kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bidang hukum ditinjau dari beberapa aspek. Ditinjau dari hubungan hukum yang diatur dikenal Hukum Publik dan Hukum
Lebih terperincicommit to user BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu kehidupan manusia tidak lepas dari keinginan untuk memiliki seorang keturunan. Keinginan untuk memiliki keturunan atau mempunyai anak merupakan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan merupakan lembaga keuangan yang sering muncul sengketa yang bersentuhan dengan hukum dalam menjalankan usahanya. Sengketa Perbankan bisa saja terjadi antar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada instansi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum. Setiap interaksi antar individu maupun kelompok memiliki akibat hukum. Oleh karena itu, untuk mengatasi semua akibat hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan di Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan di Indonesia berdasarkan pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Lebih terperinciPutusan di atas merupakan putusan dari perkara cerai talak, yang diajukan. oleh seorang suami sebagai Pemohon yang ingin menjatuhkan talak raj i di
79 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP TIDAK DITERAPKANNYA KEWENANGAN EX OFFICIO HAKIM TENTANG NAFKAH SELAMA IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK (STUDI PUTUSAN NOMOR:1110/Pdt.G/2013/PA.Mlg) Putusan di atas merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960, telah terjadi perubahan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
64 BAB III METODE PENELITIAN Menurut Peter Mahmud, Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian memiliki arti ilmiah apabila menggunakan metodologi yang sesuai dengan tujuan dan sasaran yang akan dicapai. Metode penelitian merupakan bagian yang terpenting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris),
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fasilitas kredit umumnya diberikan oleh lembaga keuangan. Lembaga keuangan dalam dunia keuangan bertindak selaku lembaga yang menyediakan jasa keuangan bagi nasabahnya.
Lebih terperinciPUTUSAN Nomor 15/Pdt.G/2016/PTA.Plg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
PUTUSAN Nomor 15/Pdt.G/2016/PTA.Plg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Agama Palembang yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu dalam tingkat banding dalam
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 perpustakaan.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan hubungan dengan orang lain. Hubungan tersebut menimbulkan hak
Lebih terperinciALASAN PERCERAIAN DAN PENERAPAN PASAL 76 UU NO.7 TAHUN 1989 YANG DIUBAH OLEH UU NO.3 TAHUN 2006 DAN PERUBAHAN KEDUA OLEH UU NOMOR 50 TAHUN 2009
ALASAN PERCERAIAN DAN PENERAPAN PASAL 76 UU NO.7 TAHUN 1989 YANG DIUBAH OLEH UU NO.3 TAHUN 2006 DAN PERUBAHAN KEDUA OLEH UU NOMOR 50 TAHUN 2009 Oleh Drs. H. Jojo Suharjo ( Wakil Ketua Pengadilan Agama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah suatu usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karenanya, hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat
Lebih terperinciKEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI PENGAKUAN YANG DIBERIKAN DI LUAR PERSIDANGAN
KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI PENGAKUAN YANG DIBERIKAN DI LUAR PERSIDANGAN Oleh: Made Nara Iswara I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun 1989 yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan kehakiman, peradilan agama
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis, Sifat Penelitian, dan Pendekatan. normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakan
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis, Sifat Penelitian, dan Pendekatan Penelitian yang ada dalam skripsi ini merupakan penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakan
Lebih terperinciPUTUSAN Nomor 0930/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan
PUTUSAN Nomor 0930/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata tertentu pada tingkat
Lebih terperinciBAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7
BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENGAKUAN SEBAGAI UPAYA PEMBUKTIAN DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NO. 0758/PDT.G/2013 TENTANG PERKARA CERAI TALAK A. Analisis Yuridis Terhadap Pengakuan Sebagai
Lebih terperinciBAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan
58 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN HUKUM PENGADILAN AGAMA SIDOARJO DALAM MEMUTUSKAN PERCERAIAN PASANGAN YANG MENIKAH DUA KALI DI KUA DAN KANTOR CATATAN SIPIL NOMOR: 2655/PDT.G/2012/PA.SDA
Lebih terperinciBAB III PEMBAHASAN A. Perbedaan Penerapan Asas Testimonium de Auditu
BAB III PEMBAHASAN A. Perbedaan Penerapan Asas Testimonium de Auditu dalam Perkara Perceraian dengan Alasan Pertengkaran Terus Menerus di Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri 1. Penerapan testimonium
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam Pasal 1 ayat (3) hasil amandemen ketiga menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Jimly
Lebih terperinciSEKITAR PEMERIKSAAN SETEMPAT DAN PERMASALAHANNYA ( Oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H. Hakim Tinggi PTA Mataram )
SEKITAR PEMERIKSAAN SETEMPAT DAN PERMASALAHANNYA ( Oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H. Hakim Tinggi PTA Mataram ) A. Pendahuluan : 1. Pengertian Pemeriksaan Setempat Pemeriksaan Setempat atau descente ialah
Lebih terperinciPUTUSAN. Nomor XXXX/Pdt.G/2017/PA.Utj
PUTUSAN Nomor XXXX/Pdt.G/2017/PA.Utj DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kotabumi yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu pada tingkat pertama, dalam persidangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan adalah buah perjuangan untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam kehidupan bangsa yang lebih baik, adil, dan sejahtera. Nilai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Internet berkembang demikian pesat sebagai kultur masyarakat modern, dikatakan sebagai kultur karena melalui internet berbagai aktifitas masyarakat cyber seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, Indonesia menerima
Lebih terperincia. Hukum pembuktian bagian hukum acara perdata, diatur dalam:
A. Pendahuluan 1. Dasar Hukum a. Hukum pembuktian bagian hukum acara perdata, diatur dalam: Pasal 162 177 HIR; Pasal 282 314 RBg; Pasal 1885 1945 BW; Pasal 74 76, 87 88 UU No 7 Thn 1989 jo UU No. 50 Thn
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Korupsi di Indonesia sudah merupakan virus flu yang menyebarkan seluruh tubuh pemerintahan sehingga sejak tahun 1980 an langkah-langkah pemberantasannya pun masih tersendat-sendat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara hukum dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Amendemen ke- IV. Sehingga setiap orang harus
Lebih terperinciRINGKASAN SKRIPSI. Sumber Hukum Acara di lingkungan Peradilan Agama juga menjelaskan tentang
RINGKASAN SKRIPSI Latar Belakang Penelitian Sumber Hukum Acara di lingkungan Peradilan Agama juga menjelaskan tentang prosedur-prosedur beracara di pengadilan yang di dalamnya terdapat beberapa tahapan.
Lebih terperinciPUTUSAN Nomor: 284/Pdt.G/2011/PA.Pkc. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M E L A W A N
PUTUSAN Nomor: 284/Pdt.G/2011/PA.Pkc. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pangkalan Kerinci yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. zoon politicon, yakni sebagai makhluk yang pada dasarnya. selalu mempunyai keinginan untuk berkumpul dengan manusia-manusia lainnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam dunia filsafat, para filosof, khususnya Aristoteles menjuluki manusia dengan zoon politicon, yakni sebagai makhluk yang pada dasarnya selalu mempunyai keinginan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan perkara di lingkungan peradilan agama, khususnya di pengadilan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelesaian perkara di lingkungan peradilan agama sebagaimana lingkungan peradilan lainnya tidak hanya dilakukan oleh hakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pencurian sering terjadi dalam lingkup masyarakat, yang kadang menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Tindak pidana pencurian dilakukan seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradilan adalah kekuasaan negara dalam menerima, memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum dan keadilan. 1 Kekuasaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatur agar kepentingan-kepentingan yang berbeda antara pribadi, masyarakat dan negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pada umumnya bertujuan untuk mencari, menemukan, menggali kebenaran yang sesungguh-sungguhnya guna mencapai keadilan dalam masyarakat. Dimana hukum mengatur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya peredaran narkotika di Indonesia apabila di tinjau dari aspek hukum adalah sah keberadaanya. Undang-undang narkotika nomor 35 tahun 2009 mengatur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian Indonesia merupakan dampak positif dari era globalisasi dan pasar bebas. Hal ini menyebabkan persaingan ketat dalam dunia bisnis,
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGAKUAN TERGUGAT SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM KASUS PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA SKRIPSI
TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGAKUAN TERGUGAT SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM KASUS PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna mencapai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional bangsa Indonesia yang maju, sejahtera, berkeadilan, berdasarkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. commit to user
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Uang mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia. Selain berfungsi sebagai alat pembayaran yang sah dalam suatu negara, uang juga merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangan zaman pada saat ini, adanya pembangunan nasional ke depan merupakan serangkaian upaya untuk memajukan perkembangan pembangunan nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejumlah negara berkembang mengalami angka pertumbuhan penduduk yang tinggi setiap tahunnya. Angka pertumbuhan penduduk yang tinggi di suatu negara menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap pelanggaran kaedah hukum pada dasarnya harus dikenakan sanksi : setiap pembunuhan, setiap pencurian harus ditindak, pelakunya harus dihukum. Tetapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan suatu Negara yang berdasarkan atas hukum, ketentuan ini tercantum dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang
Lebih terperinciDIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :
ALAT BUKTI SURAT DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA PADA PENGADILAN NEGERI TEMANGGUNG (Studi Kasus Putusan No. 45/Pdt.G/2013/PN Tmg) Abdurrahman Wahid*, Yunanto, Marjo Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas
Lebih terperinciP U T U S A N Nomor : 0016/Pdt.G/2014/PTA.Pdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
P U T U S A N Nomor : 0016/Pdt.G/2014/PTA.Pdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Agama Padang yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat banding dalam
Lebih terperinciBAB II HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA TENTANG PEMBUKTIAN
BAB II HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA TENTANG PEMBUKTIAN A. Pengertian dan Dasar Hukum Pembuktian Pembuktian di muka pengadilan adalah merupakan hal yang terpenting dalam hukum acara karena pengadilan dalam
Lebih terperinci