BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan Pencucian Uang merupakan suatu bentuk kejahatan yang di banyak negara saat ini telah mendapatkan cukup banyak perhatian. Perhatian yang cukup besar dari beberapa negara terhadap kejahatan Pencucian Uang ini dikarenakan besarnya akumulasi dana yang mampu diekspoitasi oleh aktivitas pencucian uang, dan sulit untuk memperkirakan jumlahnya karena sifat dari kejahatan Pencucian Uang ini yang tersamar. Tujuan dari kejahatan Pencucian Uang ini sendiri adalah untuk menyamarkan dan mengaburkan asal usul uang yang berasal dari tindak pidana. Perhatian beberapa negara terhadap kejahatan Pencucian Uang ini sendiri cukup besar dikarenakan pengaruh yang ditimbulkannya cukup massive. Beberapa pengaruh yang dapat ditimbulkan dari kejahatan pencucian uang sangat merugikan negara karena dapat menyebabkan rusaknya stabilitas perekonomian nasional, terjadinya instabilitas sistem keuangan, distorsi ekonomi, serta kemungkinan terjadinya gangguan terhadap pengendalian jumlah uang yang beredar di masyarakat. Dalam aktivitas kejahatan pencucian uang nominal uang yang dicuci biasanya luar biasanya jumlahnya, sehingga dapat mempengaruhi neraca keuangan nasional bahkan global, dan Menurut R. Bosworth Davies, dapat menekan perekonomian dan menimbulkan bisnis yang tidak fair, terutama jika dilakukan oleh pelaku kejahatan yang terorganisir (organized crime). Kejahatan pencucian uang ini sendiri dapat diklasifikasikan sebagai kejahatan yang terorganisasi (organized crime), kejahatan yang berlangsung terus menerus, yang dijalankan secara teratur, memiliki lini bisnis, berkegiatan dalam volume yang besar, melibatkan dana yang besar, untuk kegiatan operasional dan menghasilkan uang yang besar. Bahkan seringkali dilakukan secara kasar dan tidak perduli dengan hukum, bahkan pelanggaran pribadi, dan berkaitan erat dengan korupsi untuk kepentingan politik (Ivan Yustiavanda, 2010: 25-26). The effect of money 1

2 digilib.uns.ac.id 2 laundering on economic development are difficult to enumerate but it is clear that such activity damages the financial-sector institutions that are critical to economic growth (Efek dari kejahatan pencucian uang terhadap pembangunan ekonomi sulit untuk diukur tetapi jelas bahwa aktivitas tersebut menyebebkan kerusakan pada sektor lembaga keuangan yang sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi) (Idowu Abiola dan Kehinde A. Obasan, 2012: 367). Dikarenakan pengaruh dari kejahatan pencucian uang tersebut ini cukup massive maka diperlukan suatu aturan yang mengatur tentang kejahatan Pencucian Uang ini. Terkait dengan kejahatan pencuian uang ini sendiri telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang menjadi pemicu terjadinya pencucian uang meliputi korupsi, penyuapan, penyelundupan barang dan tenaga kerja/imigran, perbankan, narkotika, psikotropika, perdagangan budak/wanita/anak/senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan dan penipuan. Adanya pengaturan terkait dengan kejahatan pencucian uang juga dimaksudkan untuk memutus mata rantai kejahatan. Pemutusan mata rantai kejahatan tidak hanya dilakukan dengan mengungkapkan kejahatan itu sendiri, tetapi bisa ditempuh dengan cara memutus pendanaan dari kejahatan itu maupun membatasi pemanfaatan dari hasil kejahatan itu sendiri. Itulah sebabnya perlu adanya kriminalisasi atau upaya untuk menjadikan suatu perbuatan sebagai perbuatan pidana, dalam hal ini melakukan kriminalisasi terhadap pemanfaatan, penggunaan, dan pendanaan kegiatan dan lain-lain atas harta kekayaan atau aset yang berasal dari tindak pidana yang diperoleh secara tidak sah, yang kemudian dikenal sebagai tindak pidana pencucian uang (Yudi Kristiana, 2014: 8). Dengan adanya kriminalisasi terhadap pemanfaatan hasil tindak pidana, maka dengan sendirinya financing atas kejahatan berikutnya akan terputus. Termasuk commit juga to user upaya untuk mengintegrasikan hasil

3 digilib.uns.ac.id 3 kejahatan dalam sistem keuangan melalui berbagai transaksi yang sah dapat dicegah. Pengaturan mengenai tindak pidana pencucian uang sebagai tindak pidana khusus telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Namun seiring dengan berkembangnya kejahatan-kejahatan pencucian uang yang terjadi maka undang-undang tersebut dirubah dan ditambah sebagaimana yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang kemudian diperbaharui lagi dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Di dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang di dalamnya berisi tentang hukum materiil dan hukum formil yang berkaitan dengan kejahatan pencucian uang. Ciri khusus dari peraturan perundang-undangan hukum pidana, bahwa di dalamnya harus memuat hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana formil ini sangat penting dalam penegakan hukum pidana di Indonesia yang memuat mengenai ketentuan tentang tindakan dan upaya yang boleh atau harus dilakukan oleh pihak-pihak yang belum puas terhadap putusan Pengadilan. Berdasarkan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 jo. Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, menyebutkan bahwa penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini, dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain. Kemudian berdasarkan Pasal 68 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 menyebutkan bahwa: penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan serta pelaksanaan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini. Dalam hal ini berlaku asas lex specialis derogate legi generalis, yang artinya hukum yang khusus mengenyampingkan hukum yang berlaku umum.

4 digilib.uns.ac.id 4 Pengaturan secara khusus tentang penegakan hukum dan proses persidangan perkara pencucian uang menggunakan ketentuan formil yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, namun dalam hal ini apabila terhadap hal-hal yang belum diatur maka pengaturannya menggunakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Tujuan dari adanya hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil. Kebenaran materiil adalah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat guna mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menentukan apakah suatu tindak pidana itu terbukti telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan (Andi Hamzah, 2011: 7-8). Proses pencarian kebenaran materiil sendiri sudah dimulai sejak tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan sidang pengadilan, hingga penjatuhan putusan oleh hakim. Proses pencarian kebenaran materiil pun masih dapat dilakukan apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak merasa tidak puas dengan putusan yang dijatuhkan Hakim. Oleh karena itu peran Hakim dalam menemukan kebenaran materiil disini cukup besar bahwa hakim harus mampu memutuskan perkara yang diadilinya berdasarkan hukum, kebenaran dan keadilan dengan tiada membeda-bedakan orang dengan berbagai resiko yang dihadapannya. Akan tetapi perlu diingat, bahwa hakim juga manusia, sehingga seringkali putusan yang dijatuhkan oleh Hakim tidak memuaskan Terdakwa atau Penuntut Umum. Terkait dengan hal tersebut maka dapat diajukan upaya hukum oleh Terdakwa atau Penuntut Umum. Upaya hukum merupakan hak terdakwa atau Penuntut Umum yang dapat dipergunakan apabila Terdakwa ataupun Penuntut Umum merasa tidak puas atas putusan yang diberikan oleh Pengadilan. Upaya hukum di dalam KUHAP sendiri dibagi dua yaitu upaya hukum biasa (banding dan kasasi) dan upaya hukum luar commit biasa to (kasasi user demi kepentingan hukum dan

5 digilib.uns.ac.id 5 Peninjauan Kembali). Terkait dengan kasasi, bahwa berdasarkan Pasal 253 KUHAP menyebutkan bahwa: pemeriksaan kasasi dapat dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 249 guna menentukan: a. apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya; b. apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang; c. apakah benar pengadilan telah melampaui batas kewenangannya. Menurut M. Yahya Harahap (2012: 539), yang menyatakan bahwa tujuan kasasi adalah memperbaiki dan meluruskan kesalahan penerapan hukum agar hukum benar-benar diterapkan sebagaimana mestinya dan apakah cara mengadili benar-benar dilakukan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. Terkait dengan pendapat M. Yahya Harahap tersebut dapat diketahui bahwa terkait kesalahan dalam penerapan hukum merupakan sesuatu yang diharapkan tidak terjadi. Akan tetapi perlu diketahui pula bahwa Hakim juga manusia biasa yang dapat melakukan kesalahan sehingga kemungkinan Hakim tidak menerapkan hukum sebagaimana mestinya atau salah dalam menerapkan hukum kemungkinan dapat terjadi. Dengan semakin berkembangnya kejahatan-kejahatan Pencucian Uang yang terjadi yang membawa pengaruh cukup besar terhadap masyarakat dan negara khususnya dalam bidang perekonomian nasional. Serta semakin banyak pula kesalahan-kesalahan dalam penerapan hukum formil terutama pada perkara pencucian uang, maka penulis tertarik untuk mengkaji mengenai salah satu kasus perkara pencucian uang yang dilakukan secara bersama-sama dengan Terdakwa Raden Mas Johanes Sarwono, S.H., Ir. Stefanus Farok Nurtjahja, dan Umar Muchsin (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 535 K/Pid.Sus/2014). Dalam perkara pencucian uang yang dilakukan secara bersama-sama tersebut, Terdakwa I Raden Mas Johanes Sarwono, S.H. selaku Komisaris, Terdakwa II Ir. Stefanus Farok Nurtjahja selaku Direktur Utama, dan Terdakwa III Umar Muchsin selaku Direktur pada PT. Nusa Utama Sentosa sekaligus masing-masing sebagai pemegang saham pada PT. Nusa Utama Sentosa, baik secara bersama-sama atau

6 digilib.uns.ac.id 6 pun secara sendiri-sendiri diduga telah menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana. Kasus ini sendiri bermula dari adanya akta perjanian kerja sama pengalihan dan pengoperan hak atas tanah antara Ir. Toto Kuntjoro Kusumajaya selaku Direktur PT. Graha Nusa Utama sebagai investor/pembeli dengan Yayasan Fatmawati sebagai pemilik tanah, sedangkan Para Terdakwa selaku pengurus PT. Nusa Utama Sentosa ditunjuk sebagai pihak yang mengurus dan melaksanakan proses pengoperan tanah tersebut. Dalam perkara ini, Para Terdakwa telah diduga menerima atau menguasai penempatan, pentrasferan, dan pembayaran harta kekayaan yang berasal dari Ir. Toto Kuntjoro Kusumajaya selaku Direktur PT. Graha Nusa Utama dengan cara masing-masing dari Terdakwa menandatangani kuitansi penerimaan dana dari PT. Graha Nusa Utama dalam bentuk cek atau bilyet giro, yang kemudian cek atau bilyet giro tersebut secara bertahap diterima atau dikuasai oleh Para Terdakwa dengan mencairkan atau mengkliringkan cek atau bilyet giro pembayaran dari Ir. Toto Kuntjoro Kusumajaya. Padahal berdasarkan fakta-fakta yang ada, dapat diketahui bahwa danadana yang diterima oleh Terdakwa selaku pengurus PT. Nusa Utama Sentosa tersebut, merupakan dana-dana dari hasil tindak pidana penipuan dan tindak pidana penggelapan nasabah Century yang dilakukan oleh Robert Tantular. Dimana Terdakwa sendiri mengetahui bahwa PT. Graha Utama tidak memiliki aset-aset dan tidak ada aktivitas operasional, sehingga seharusnya Para Terdakwa mengetahui atau setidak-tidaknya patut menduga bahwa dana-dana yang diterima oleh Para Terdakwa dari Ir. Toto Kuntjoro Kusumajaya selaku Direktur PT. Graha Nusa Utama adalah berasal dari hasil tindak pidana yang dilakukan baik oleh Ir. Toto Kuntjoro Kusuma maupun oleh Robert Tantular dan kawan-kawan. Atas perkara tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menjatuhkan putusan yang amarnya menyatakan Para Terdakwa lepas dari segala tuntutan Jaksa/Penuntut Umum (onstlag van alle rechtsvervolging) sebagaimana yang terdapat dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 96/PID.B/2013/PN.Jkt.Pst. Bahwa commit Judex to user Factie dalam pertimbangannya

7 digilib.uns.ac.id 7 menyatakan unsur Penempatan, pentransferan dan unsur pembayaran yang dijadikan dasar untuk Pasal 6 ayat (1) tersebut sebagaimana Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 jo. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang tidak memenuhi kualifikasi unsur tindak pidana yang didalilkan Jaksa/Penuntut Umum. Selain itu Judex Factie dalam pertimbangannya menyatakan bahwa perbuatan Para Terdakwa adalah merupakan perbuatan perdata dan bukan perbuatan pidana dengan pertimbangan perjanjian sebagai dasar ikatan antara mereka. Oleh karena hal tersebut maka Penuntut Umum pun mengajukan Permohonan Kasasi atas Putusan Lepas dari segala tuntutan tersebut. Dalam memori kasasinya. Penuntut Umum menguraikan hal-hal yang menjadi alasan pengajuan upaya hukum kasasi tersebut. Pengajuan upaya hukum kasasi oleh Penuntut Umum dengan alasan atau dasar bahwa Majelis Hakim dalam memutuskan perkara tidak menerapkan hukum sebagaimana mestinya. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap Para Terdakwa telah memutuskan putusan lepas dari segala tuntutan Jaksa Penuntut Umum (onstlag van alle rechtsvervoelging) yang artinya apa yang didakwakan oleh Jaksa/Penuntut Umum telah memenuhi unsur dan terbukti dilakukan oleh Para Terdakwa namun Judex Factie berpendapat bahwa perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana. Majelis Hakim pada tingkat kasasi pun mengabulkan permohonan kasasi Penuntut Umum tersebut dan membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 96/PID.B/2013/PN.Jkt.Pst. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan kajian yang mendalam terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor: 535 K/Pid.Sus/2014 untuk mengetahui apakah pengajuan Kasasi Penuntut Umum dengan alasan Judex Factie Tidak Menerapkan Hukum dalam perkara pencucian uang sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 253 KUHAP dan apakah argumentasi hukum Hakim Mahkamah Agung dalam mengabulkan Permohonan Kasasi Penuntut Umum dengan alasan Judex Factie Tidak Menerapkan Hukum dalam perkara pencucian uang sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 256 KUHAP. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahasnya dalam sebuah bentuk penulisan hukum (skripsi) yang berjudul: ARGUMENTASI HUKUM commit HAKIM to user DALAM MENGABULKAN

8 digilib.uns.ac.id 8 PERMOHONAN KASASI PENUNTUT UMUM DENGAN ALASAN JUDEX FACTIE TIDAK MENERAPKAN HUKUM DALAM PERKARA PENCUCIAN UANG (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 535 K/Pid.Sus/2014). B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan yang telah penulis paparkan di atas, serta agar permasalahan yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan dapat mencapai tujuan yang diinginkan dalam penulisan penilitian hukum, maka perlu disusun perumusan masalah yang didasarkan pada uraian latar belakang di atas. Adapun permasalahan yang akan dikaji penulis dalam penelitian hukum ini, yaitu: 1. Apakah pengajuan Kasasi Penuntut Umum dengan alasan Judex Factie Tidak Menerapkan Hukum dalam perkara pencucian uang sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 253 KUHAP? 2. Apakah argumentasi hukum Hakim Mahkamah Agung dalam mengabulkan Permohonan Kasasi Penuntut Umum dengan alasan Judex Factie Tidak Menerapkan Hukum dalam perkara pencucian uang sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 256 KUHAP? C. Tujuan Penelitian Setiap penelitian pasti memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai oleh penulis. Dalam suatu penelitian hukum, secara umum tujuannya adalah untuk mendapatkan data-data hukum guna menjawab permasalahan hukum yang diangkat serta memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait dalam penelitian:

9 digilib.uns.ac.id 9 1. Tujuan Obyektif a. Mengetahui apakah pengajuan Kasasi Penuntut Umum dengan alasan Judex Factie Tidak Menerapkan Hukum dalam perkara pencucian uang sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 253 KUHAP. b. Mengetahui apakah argumentasi hukum Hakim Mahkamah Agung dalam mengabulkan Permohonan Kasasi Penuntut Umum dengan alasan Judex Factie Tidak Menerapkan Hukum dalam perkara pencucian uang sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 256 KUHAP. 2. Tujuan Subyektif a. Menambah wawasan dan pengetahuan, mengembangkan serta memperdalam pemahaman penulis di bidang Hukum Acara Pidana khususnya dalam hal memahami argumentasi hukum Hakim dalam mengabulkan permohonan Kasasi Penuntut Umum dengan alasan Judex Factie tidak menerapkan hukum dalam perkara pencucian uang. b. Menambah kemampuan Penulis dalam menerapkan teori, konsep, pemikiran, pengetahuan dan wawasan mengenai Hukum Acara Pidana yang penulis peroleh selama masa perkuliahan guna menganalisis kasus di bidang Hukum Acara Pidana. c. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar Strata 1 (Sarjana) dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. D. Manfaat Penelitian Dalam setiap penelitian yang dilakukan diharapkan adanya suatu manfaat dan kegunaan yang dapat diperoleh dari sebuah penelitian baik manfaat bagi Penulis maupun manfaat bagi orang lain. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu:

10 digilib.uns.ac.id Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat serta berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Acara Pidana pada khususnya b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya bahan pengajaran, literature dan referensi serta sebagai sarana untuk memecahkan permasalahan yang terjadi. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian hukum selanjutnya. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran mengenai argumentasi hukum hakim dalam mengabulkan permohonan kasasi penuntut umum dengan alasan Judex Factie tidak menerapkan hukum dalam perkara pencucian uang b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan wahana bagi penulis dalam mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir yang sistematis, serta untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan Ilmu Hukum yang diperoleh penulis selama Penulis menimba ilmu di bangku perkuliahan. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian sejenis selanjutnya. E. Metode Penelitian Penelitian hukum adalah suatu kegiatan know how dalam ilmu Hukum. Sebagai suatu kegiatan yang bersifat know-how, maka tujuan dari adanya penelitian hukum adalah untuk untuk memecahkan permasalahan-permasalahan hukum yang dihadapi. Oleh karena tujuannya adalah untutk memecahkan permasalahan hukum yang dihadapi maka dibutuhkanlah kemampuan untuk mengidentifikasi masalah hukum commit yang ada, to user melakukan penalaran hukum, serta

11 digilib.uns.ac.id 11 menganalisis yang dihadapi dan kemudian memberikan pemecahan atas permasalahan tersebut (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 60). Ketika memulai suatu penelitian hukum diperlukan adanya penulusuran terhadap bahan hukum. Penulusuran hukum diperlukan sebagai dasar dalam pembuatan suatu keputusan hukum (legal decision making) terhadap permasalahan-permasalahan hukum yang terjadi. Selain itu penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang bertujuan untuk memberikan refleksi dan penelitian terhadap keputusan-keputusan hukum yang telah dibuat terhadap permasalahan-permasalahan hukum yang terjadi (Jhony Ibrahim, 2006: 299). Tujuan dari penelitian hukum yaitu untuk menghasilkan suatu argumentasi terhadap permasalahan-permasalahan hukum yang terjadi maka diperlukanlah suatu metode penelitian. Adapun metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini: 1. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang penulis gunakan dalam menyusun penelitian hukum ini adalah penelitian hukum doktrinal atau normatif. Terkait dengan penelitian hukum doktrinal atau normatif ini, Peter Mahmud Marzuki memberikan pendapat, menurutnya semua penelitian yang berkaitan dengan hukum (legal research) adalah selalu normatif. Jika tipe penelitian harus dinyatakan dalam suatu tulisan cukup dikemukakan bahwa penelitian ini adalah penelitian hukum. Dengan adanya pernyataan demikian maka sudah jelas bahwa penelitian tersebut adalah bersifat normatif. Hanya saja pendekatan dan bahan-bahan hukum yang digunakan harus dikemukakan (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 55-56). Adapun penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian hukum normatif karena kembali kepada fungsi penelitian menurut Peter Mahmud Marzuki yaitu untuk menemukan kebenaran koherensi, yaitu adakah aturan hukum sesuai dengan norma hukum dan adakah norma yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip hukum, serta apakah tindakan

12 digilib.uns.ac.id 12 seseorang telah sesuai dengan norma hukum atau prinsip hukum yang ada (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 47). Oleh karena yang penulis cari pada penelitian ini adalah mengenai kesesuaian antara sesuatu yang hendak diteliti dengan nilai atau ketepatan aturan atau prinsip yang hendak dijadikan referensi dan bukan bertujuan untuk mencari fakta empiris. Maka jenis penelitian hukum yang penulis gunakan adalah penelitian hukum normatif. 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian hukum ini bersifat preskriptif dan terapan. Hal yang membedakan antara ilmu hukum dan ilmu-ilmu sosial adalah ilmu hukum bukan termasuk ke dalam kategori ilmu perilaku. Ilmu hukum itu tidak bersifat deskriptif tetapi preskriptif. Objek ilmu hukum itu adalah koherensi antara norma hukum dan prinsip hukum, antara aturan hukum dan norma hukum, serta koherensi antara tingkah laku atau act dan bukan perilaku atau behavior individu dengan norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 41-42). Ilmu hukum merupakan ilmu yang bersifat preskriptif yang tidak masuk ke dalam bilangan ilmu sosial. Akan tetapi ilmu hukum bukan hanya bertalian dengan nilai-nilai belaka, melainkan juga harus diterapkan sehingga tidak mungkin masuk ke dalam ruas humaniora (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 44). 3. Pendekatan Penelitian Di dalam penelitian hukum, terdapat berbagai macam pendekatan yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Menurut Peter Mahmud Marzuki (2014: 133) pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statue approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach),

13 digilib.uns.ac.id 13 pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian hukum ini adalah pendekatan kasus (case approach). Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Yang menjadi kajian pokok dalam pendekatan kasus ini adalah ratio decidendi atau reasoning, yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada suatu putusan. Baik untuk keperluan praktik maupun untuk kajian akademis, ratio decidendi atau reasoning tersebut merupakan referensi bagi penyusunan argumentasi dalam pemecahan isu hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 134). 4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Dalam suatu penelitian hukum, dikenal adanya sumber bahan hukum. Untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya, maka diperlukanlah sumber-sumber penelitian. Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoratif, artinya mempunyai otoritas. Adapun bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Sedangkan bahan-bahan sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum itu meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 181). Selain itu, untuk keperluan akademisi pun bahan nonhukum dapat membantu untuk menganalisis dan mengidentifikasi sehingga dapat memberikan jawaban atas isu hukum yang ada (Peter Mahmud Marzuki, 2014: ). Adapun sumber bahan hukum yang digunakan penulis dalam penelitian kali ini adalah:

14 digilib.uns.ac.id 14 a. Bahan Hukum Primer, meliputi: 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana; 3. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman; 4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. 5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang; 6. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang; 7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi; 8. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 96/PID.B/2013/PN.Jkt.Pst; 9. Putusan Mahkamah Agung Nomor: 535 K/Pid.Sus/2014. b. Bahan Hukum Sekunder, meliputi: 1. Buku-buku teks yang ditulis para ahli hukum; 2. Jurnal-jurnal hukum; 3. Artikel; dan 4. Bahan dari media internet, dan sumber lainnya yang memiliki korelasi untuk mendukung penelitian ini. 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum dimaksudkan untuk memperoleh bahan-bahan hukum untuk digunakan dalam penelitian hukum. Mengingat pendekatan penelitian yang digunakan penulis adalah pendekatan kasus (case approach), maka teknik pengumpulan bahan hukum salah satunya adalah dengan mengumpulkan putusan-putusan pengadilan mengenai isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud commit Marzuki, to user 2014: 438).

15 digilib.uns.ac.id 15 Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan penulis dalam penelitian hukum ini adalah menggunakan teknik studi pustaka. Pengumpulan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder diinventarisasi dan diklasifikasi dengan menyesuaikan masalah yang dibahas, dipaparkan, disistemisasi, kemudian dianalisis untuk menginterprestasikan hukum yang berlaku (Johny Ibrahim, 2006: 296). 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Teknik analisis bahan hukum yang digunakan penulis dalam penelitian hukum ini adalah dengan menggunakan penalaran hukum dengan metode deduksi. Sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles, penggunaan metode deduksi ini berpangkal dari pengajuan premis mayor. Kemudian setelah itu diajukan premis minor. Dari kedua premis ini kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 89). Selanjutnya Hardjon dalam pemaparannya mengemukakan bahwa di dalam logika silogistik untuk penalaran hukum yang menjadi premis mayor adalah aturan hukum, sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. Dari kedua hal tersebut kemudian dapat ditarik konklusi (Peter Mahmud Mazuki, 2014: 90). Dalam penelitian ini, bahan hukum yang digunakan penulis adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana, Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor Republik Indonesia 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sedangkan yang menjadi premis minornya adalah pengajuan Kasasi Penuntut Umum dengan alasan Judex Factie Tidak Menerapkan Hukum dan kesesuaian argumentasi hukum Hakim Mahkamah Agung dalam mengabulkan Permohonan Kasasi Penuntut Umum dengan alasan Judex Factie commit Tidak to user Menerapkan Hukum dalam perkara

16 digilib.uns.ac.id 16 pencucian uang (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 535 K/Pid.Sus/2014). F. Sistematika Penulisan Hukum Dengan tujuan untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk memberikan pemahaman terkait seluruh isi dalam penulisan hukum ini, maka penulis akan menjabarkannya ke dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri dari 4 (empat) bab dimana di setiap bab akan dibagi ke dalam beberapa sub bagian untu mempermudah pemahaman mengenai isi dari penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Pada bab I penulis menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum (skripsi). BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Pada bab II penulis memberikan landasan teori atau memberikan penjelasan secara teoritik yang bersumber pada bahan hukum yang penulis gunakan dan doktrin ilmu hukum yang dianut secara universal mengenai persoalan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang penulis teliti. Landasan teori tersebut meliputi tinjauan umum tentang hakim, tinjauan umum tentang upaya hukum, tinjauan umum tentang penuntut umum, tinjauan umum tentang tindak pidana pencucian uang dan tinjauan umum tentang putusan. Selain itu dalam bab ini juga akan dilengkapi dengan kerangka pemikiran untuk memberikan pemahaman mengenai alur berfikir penulis.

17 digilib.uns.ac.id 17 BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab III penulis menguraikan mengenai pembahasan dan hasil yang diperoleh dari proses meneliti. Berdasarkan rumusan masalah, terdapat dua pokok masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu: apakah pengajuan Kasasi Penuntut Umum dengan alasan Judex Factie Tidak Menerapkan Hukum dalam perkara pencucian uang sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 253 KUHAP dan apakah argumentasi hukum Hakim Mahkamah Agung dalam mengabulkan Permohonan Kasasi Penuntut Umum dengan alasan Judex Factie Tidak Menerapkan Hukum dalam perkara pencucian uang sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 256 KUHAP. BAB IV : PENUTUP Pada bab IV penulis menguraikan kesimpulan dan saran terkait dengan permasalahan yang diteliti. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penipuan merupakan salah satu tindak pidana terhadap harta benda yang sering terjadi dalam masyarakat. Modus yang digunakan dalam tindak pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang sangat pesat ini mengakibatkan meningkatnya berbagai tindak pidana kejahatan. Tindak pidana bisa terjadi dimana saja dan kapan saja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana diketahui salah satu asas yang dianut oleh KUHAP adalah asas deferensial fungsional. Pengertian asas diferensial fungsional adalah adanya pemisahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini kejahatan meningkat dalam berbagai bidang, baik dari segi intensitas maupun kecanggihan. Demikian juga dengan ancaman terhadap keamanan dunia. Akibatnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak pidana yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah tindak pidana pembunuhan. Tindak pidana pembunuhan merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara Hukum, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 19945. Salah satu prinsip penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana di Indonesia merupakan pedoman yang sangat penting dalam mewujudkan suatu keadilan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah dasar yang kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH digilib.uns.ac.id 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah negara yang termasuk dalam kategori negara berkembang dan tentunya tidak terlepas dari permasalahan kejahatan. Tindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Kekerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur tentang cara bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika dan psikotropika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan, pelayanan kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan, dan pada sisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana bertujuan untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi dapat dipastikan tidak akan pernah berakhir sejalan dengan perkembangan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur tindak pidana terhadap harta kekayaan yang merupakan suatu penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Penipuan yang berasal dari kata tipu adalah perbuatan atau perkataan yang tidak jujur atau bohong, palsu dan sebagainya dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku yang tidak sesuai dengan norma atau dapat disebut sebagai penyelewengan terhadap norma yang telah disepakati ternyata menyebabkan terganggunya ketertiban dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Uang mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia. Selain berfungsi sebagai alat pembayaran yang sah dalam suatu negara, uang juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara hukum dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Amendemen ke- IV. Sehingga setiap orang harus

Lebih terperinci

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam persidangan perkara pidana saling berhadapan antara penuntut umum yang mewakili Negara untuk melakukan penuntutan, berhadapan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era Globalisasi dan seiring dengan perkembangan zaman, tindak pidana kekerasan dapat terjadi dimana saja dan kepada siapa saja tanpa terkecuali anak-anak. Padahal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagai Negara Hukum, Indonesia menjujung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana bisa terjadi kepada siapa saja dan dimana saja. Tidak terkecuali terjadi terhadap anak-anak, hal ini disebabkan karena seorang anak masih rentan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan merupakan lembaga keuangan yang sering muncul sengketa yang bersentuhan dengan hukum dalam menjalankan usahanya. Sengketa Perbankan bisa saja terjadi antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 perpustakaan.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum diciptakan dengan tujuan untuk mengatur tatanan masyarakat, dan memberikan perlindungan bagi setiap komponen yang berada dalam masyarakat. Dalam konsideran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan adalah buah perjuangan untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam kehidupan bangsa yang lebih baik, adil, dan sejahtera. Nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara Hukum sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke empat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka, negara Indonesia merupakan negara demokratis yang menjunjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Setiap manusia dalam hidup bermasyarakat tidak pernah terlepas dari hubungan satu sama lain dalam berbagai hal maupun aspek. Manusia senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk politik (zoonpoliticon). Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa berhubungan dengan sesamanya, dan sebagai makhluk politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak terjadi kasus kejahatan seksual seperti pemerkosaan, pencabulan, dan kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah i BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 ayat (3) Amandemen ke-iv Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara Indonesia adalah negara hukum. Dengan dimasukkannya

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia merupakan Negara hukum, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen ke IV yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Hukum pidana bertujuan mengatur ketertiban dalam masyarakat, yang diwujudkan dalam fungsinya sebagai salah satu alat pengendalian sosial. Hal ini menentukan pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Page 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Itu berarti bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan suatu Negara yang berdasarkan atas hukum, ketentuan ini tercantum dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3), menjelaskan dengan tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pencurian sering terjadi dalam lingkup masyarakat, yang kadang menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Tindak pidana pencurian dilakukan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 amandemen ke-empat, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan Hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman di masyarakat. Aparatur penegak hukum merupakan pelengkap dalam hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangan zaman pada saat ini, adanya pembangunan nasional ke depan merupakan serangkaian upaya untuk memajukan perkembangan pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan atau tindak pidana merupakan sebuah hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Perkembangan serta dinamika masyarakat menyebabkan hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Korupsi di Indonesia sudah merupakan virus flu yang menyebarkan seluruh tubuh pemerintahan sehingga sejak tahun 1980 an langkah-langkah pemberantasannya pun masih tersendat-sendat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan, pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, namun di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Internet berkembang demikian pesat sebagai kultur masyarakat modern, dikatakan sebagai kultur karena melalui internet berbagai aktifitas masyarakat cyber seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, Indonesia menerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah telah membuktikan bahwa Negara Indonesia adalah negara bahari, yang kejayaan masa lampaunya dicapai karena membangun kekuatan maritim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara merupakan empat badan Peradilan yang ada di Indonesia. Masing-masing badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam Pasal 1 ayat (3) hasil amandemen ketiga menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Jimly

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bidang hukum ditinjau dari beberapa aspek. Ditinjau dari hubungan hukum yang diatur dikenal Hukum Publik dan Hukum

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG I. UMUM. Berbagai kejahatan, baik yang dilakukan oleh orang perseorangan maupun oleh korporasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai fakta-fakta. Dengan adanya bahan yang mengenai fakta-fakta itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi merupakan proses semakin terbukanya kemungkinan interaksi ekonomi, politik, sosial, dan ideologi antar manusia sebagai individu maupun kelompok,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya peredaran narkotika di Indonesia apabila di tinjau dari aspek hukum adalah sah keberadaanya. Undang-undang narkotika nomor 35 tahun 2009 mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris),

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fasilitas kredit umumnya diberikan oleh lembaga keuangan. Lembaga keuangan dalam dunia keuangan bertindak selaku lembaga yang menyediakan jasa keuangan bagi nasabahnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap pelanggaran kaedah hukum pada dasarnya harus dikenakan sanksi : setiap pembunuhan, setiap pencurian harus ditindak, pelakunya harus dihukum. Tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup merupakan suatu bagian yang mutlak dari kehidupan manusia. Dengan kata lain, lingkungan hidup tidak dapat terlepas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang . BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dengan masyarakat yang kompleks. Berbagai aspek mulai mengalami perubahan dan perkembangan seperti aspek ekonomi, kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian memiliki arti ilmiah apabila menggunakan metodologi yang sesuai dengan tujuan dan sasaran yang akan dicapai. Metode penelitian merupakan bagian yang terpenting

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang III. METODE PENELITIAN Penelitian Hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsipprinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. 30 A. Pendekatan Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional bangsa Indonesia yang maju, sejahtera, berkeadilan, berdasarkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah dalam hukum tampaknya tidak habis-habisnya dibicarakan. Berbagai pendapat dan berbagai pandangan, silih berganti muncul pada mass media. Pendapat pengacara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi yang terjadi di Indonesia telah mempengaruhi perkembangan bidang usaha di tengah masyarakat. Perkembangan dalam bidang usaha sangat pesat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara dan dapat dikatakan sebagai pusat dari sistem perekonomian negara. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip prinsip hukum, maupun doktrin doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang sedang dihadapi. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia dan kepentingan manusia tersebut harus terlindungi, sehingga hukum harus ditegakkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 64 BAB III METODE PENELITIAN Menurut Peter Mahmud, Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perorangan saja, akan tetapi juga bisa terdapat pada instansi-instansi swasta dan

BAB I PENDAHULUAN. perorangan saja, akan tetapi juga bisa terdapat pada instansi-instansi swasta dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian dunia yang semakin menyatu dan meningkatnya interdependensi global seperti sekarang telah membuat sistem perekonomian nasional kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah norma atau peraturan mengikat bagi sebagian atau seluruh masyarakat yang harus dipatuhi untuk mewujudkan suatu tatanan kemasyarakatan. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris adalah Pejabat umum yang diangkat oleh Pemerintah untuk membantu masyarakat umum dalam hal membuat perjanjian-perjanjian yang ada atau timbul dalam masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain untuk membantu memenuhi kebutuhannya sehari-hari, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan luas wilayah laut terbesar di dunia. Dengan luas wilayah lautan yang kurang lebih 3,1 juta km 2 sering terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi sasaran utamanya adalah terciptanya landasan yang kuat bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan suatu negara yang masyarakatnya sangat majemuk. Istilah masyarakat majemuk mempunyai arti yang sama dengan istilah masyarakat plural

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH BAB I PENDAHULUAN

PELAKSANAAN PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH BAB I PENDAHULUAN 1 PELAKSANAAN PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap negara tentu harus memiliki tujuan, karena tujuan negara merupakan pedoman atau arah dalam penyelenggaraan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3) Negara Indonesia merupakan negara hukum. Hukum mempunyai peranan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanahkan beberapa kewajiban negara, salah satu yang penting adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur publik yang artinya hukum pidana mengatur hubungan antara warga dengan negara dan menitikberatkan kepada kepentingan umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang membentang dari Sabang sampai Merauke terbagi dalam provinsi- provinsi yang berjumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan lembaga yang menangani kasus tindak pidana korupsi di Indonesia maupun di Negara-negara lain. Pemberantasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak dapat dipungkiri bahwa tanah merupakan salah satu anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki peran penting dalam kehidupan makhluk

Lebih terperinci

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013 LAMPIRAN PASAL-PASAL RUU KUHAP PELUMPUH KPK Pasal 3 Pasal 44 Bagian Kedua Penahanan Pasal 58 (1) Ruang lingkup berlakunya Undang-Undang ini adalah untuk melaksanakan tata cara peradilan dalam lingkungan

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan hubungan dengan orang lain. Hubungan tersebut menimbulkan hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan di bidang komunikasi dan informasi dalan era globalisasi ini telah

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan di bidang komunikasi dan informasi dalan era globalisasi ini telah 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan di bidang pengetahuan dan teknologi yang ditunjang dengan kemajuan di bidang komunikasi dan informasi dalan era globalisasi ini telah menyebarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya. Pertumbuhan ekonomi Indonesia terbaru diukur berdasarkan besaran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang terus berusaha untuk mengadakan pembangunan diberbagai bidang. Pemerintah melakukan usaha pembangunan tersebut dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Untuk memperoleh data atau bahan yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian hukum dengan metode yang lazim digunakan dalam metode penelitian hukum dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan ekonomi adalah usaha yang dilakukan orang, kelompok atau negara dalam bidang ekonomi untuk menghasilkan pendapatan dalam rangka memenuhi kebutukan hidup.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang banyak, baik itu SDA yang dapat diperbaharui maupun SDA yang tidak dapat diperbaharui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak dan kepemilikan atas tanah yang pelaksanaannya memiliki aturan dan persyaratan serta prosedur tersendiri.

Lebih terperinci