Pengantar Fisika Zat Padat BAB 1 PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengantar Fisika Zat Padat BAB 1 PENDAHULUAN"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN Fisika Zat Padat adalah bagian dari ilmu fisika yang mempelajari struktur dan berbagai sifat fisika dari suatu bahan (zat) dalam fasa padat. Fasa padat adalah suatu fasa dimana atom-atomnya menempati posisi yang tetap. Kebanyakan elemen kimia pada suhu ruang adalah bahan dengan fase padat. Secara umum, terdapat dua jenis zat padat yaitu kristal dan amorf. Kristal adalah satu jenis zat padat yang memiliki struktur kimia dengan tingkat keteraturan dan kesetangkupan yang tinggi (long range order) pada seluruh volumenya. Sedangkan amorf adalah jenis zat padat dimana strukturnya tidak memiliki keteraturan dan kesetangkupan yang tinggi pada seluruh volumenya. Pada buku ajar ini, akan dibahas zat padat berjenis kristal dengan tingkat keteraturan dan kesetangkupan yang tinggi. Sifat-sifat fisis yang akan dibahas meliputi berbagai struktur kristal, gaya ikat dan ikatan atom di dalam kristal serta kisi kristal. Dibahas pula konsep panas jenis sebagai fungsi dari suhu menurut Einstein dan Debye, konsep elektron bebas dalam kristal, teori pita energi dan penerapan teori pita energi ini pada bahan semikonduktor serta menghubungkan teori pita energi dengan dinamika elektron dalam logam. Pada akhir bagian buku ini, dibahas sekilas tentang konsep kemagnetan serta berbagai contoh bahan magnet serta aplikasinya. Kompetensi yang ingin dicapai setelah mempelajari buku ajar ini adalah memiliki kemampuan untuk menganalisis struktur, sifat dan perilaku elektron dalam suatu zat padat. Untuk mencapai kompetensi di atas, pembaca diharapkan dapat: Menjelaskan konsep struktur kristal. Menjelaskan konsep gaya ikat dan ikatan atom dalam kristal. Menjelaskan konsep panas jenis sebagai fungsi dari suhu menurut Einstein dan Debye. Menjelaskan konsep elektron bebas dalam kristal. Menunjukkan teori pita energi dan berbagai model yang mendasarinya. Menerapkan teori pita energi pada bahan semikonduktor. Menerapkan dan menghubungkan teori pita energi dengan dinamika elektron dalam logam. Menunjukkan konsep kemagnetan dan aplikasinya. 1

2 Organisasi dari materi pengantar fisika zat padat, diperlihatkan dalam Gambar 1.1. TPU : Setelah menyelesaikan mata kuliah Pengantar Fisika Zat Padat, mahasiswa akan dapat menganalisis struktur, sifat dan perilaku elektron dalam suatu zat padat dengan benar ( C-4, P-4, A-4 ). Menerapkan dan menghubungkan teori pita energi dinamika elektron dalam logam (C-4, P-3, A-4) Menerapkan teori pita energi pada bahan semikonduktor Menunjukkan konsep kemagnetan dan aplikasinya (C-3, P-3, A-3) Menunjukkan teori pita energi dan berbagai model yang mendasarinya (C-3, P-3, A-3) Menjelaskan konsep elektron bebas dalam kristal (C-2, P-3, A-3) Menjelaskan konsep panas jenis sebagai fungsi dari suhu menurut Einstein dan Debye (C-2, P-3, A-2) Menjelaskan konsep struktur krista menjelaskan konsep Menjelaskan konsep gaya ikat dan ikatan atom dalam kristal Fisika Modern Gambar 1.1: Organisasi materi Pengantar Fisika Zat Padat 2

3 BAB 2 STRUKTUR KRISTAL 2. 1 Kisi Kristal Zat padat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kristal dan amorf. Kristal adalah zat padat yang memiliki struktur yang terdiri dari atom dan gugus-gugusnya dengan tingkat keteraturan dan kesetangkupan yang tinggi. Sedangkan zat padat yang atom-atomnya tidak memiliki tingkat keteraturan disebut amorf. Kristal yang ideal adalah kristal yang memiliki struktur kristal dengan tingkat kesetangkupan unit atom yang tak berhingga dalam seluruh volume kristalnya serta tidak memiliki cacat geometrik. Unit atom yang dimaksud dapat berupa atom tunggal atau kumpulan dari beberapa atom yang disebut basis. Basis tersebut melekat pada posisi-posisi tertentu dengan titik-titik posisi yang disebut kisi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa struktur dari sebuah Kristal merupakan penjumlahan antara kisi dengan basisnya (Struktur Kristal = Kisi + Basis). Contoh sederhana penjumlahan kisi dengan basis yang menghasilkan struktur kristal digambarkan pada Gambar 2.1. Gambar 2.1: Contoh terbentuknya struktur kristal yang berasal dari penjumlahan kisi dan basis. Kumpulan kisi khusus yang semua kisinya memiliki pola geometri yang sama disiebut kisi Bravais. Pola susunan kisi pada kisi Bravais ini dapat dibedakan menjadi tiga sesuai dengan tingkat dimensinya yaitu kisi satu dimensi, kisi dua dimensi dan kisi tiga dimensi. Kisi satu dimensi yaitu pola pengulanagn kisi yang berada pada satu garis lurus satu dimensi baik pada arah sumbu x, y atau z. 3

4 Kisi dua dimensi yaitu pola pengulangan kisi pada dua dimensi. Pada umumnya terdapat 5 jenis pola pengulangan pada kisi dua dimensi ini yaitu kisi genjang, kisi bujur sangkar, kisi heksagonal, kisi segi panjang dan kisi segi panjang berpusat. Kisi tiga dimensi yaitu pola pengulangan kisi dalam ruang tiga dimensi (space lattice). Terdapat 7 sistem kristal dalam ruang tiga dimensi yaitu triklinik, monoclinik, orthorhombik, tetragonal, kubik, trigonal dan heksagonal. Tabel 1 memperlihatkan 7 sistem kristal dalam ruang tiga dimensi beserta geometri selnya. Panjang, lebar dan tinggi dari sistem kristal ini dituliskan dengan simbol a, b dan c. Sedangkan sudut-sudutnya dituliskan dengan simbol, dan. Tabel 1: Tujuh sistem kristal dalam ruang tiga dimensi beserta geometri selnya. Sistem kristal Unit sel Sudut Triklinik a b c Monoklinik a b c = = 90 o Orthorhombik a b c = = = 90 o Tetragonal a = b c = = = 90 o Kubik a = b = c = = = 90 o Trigonal a = b = c = = < 120 o, 90 o Heksagonal a = b c = = 90 o, = 120 o Di dalam ruang tiga dimensi, terdapat 5 tipe dasar pengulangan kisi yaitu kisi primitive (P), kisi body-centered (I), kisi base-centered (C), kisi face-centered (F), kisi rhombohedral primitive (R). Berikut adalah penjelasan dari ke-5 tipe dasar kisi tersebut. 1. Kisi Primitive (P) Kisi Primitive (P) adalah tipe kisi dimana titik-titik kisi hanya terdapat pada titik-titik sudut kristal. Tipe kisi primitive terdapat pada hampir semua sistem krisal yaitu sistem kristal triklinik, monoklinik, orthorhombik, tetragonal, kubik, heksagonal. 4

5 2. Kisi Body-centered (I) Kisi Body-centered (I) adalah tipe kisi dimana titik-titik kisi terletak pada setiap sudut kristal ditambah titik pada pusat sel. Tipe kisi ini terdapat pada sistem kristal monoklinik, orthorombik, tetragonal dan kubik. 3. Kisi Base-centered (C) Kisi Base-centered (C) adalah tipe kisi dimana titik-titik kisi terletak pada setiap sudut kristal ditambah dua titik pada permukaan atas dan bawah setiap sel. Tipe kisi ini hanya terdapat pada sisitem kristal orthorombik. 4. Kisi Face-centered (F) Kisi Face-centered (F) adalah tipe kisi dimana titik-titik kisi terletak pada setiap sudut kristal ditambah dengan titik-titik pada semua pusat bidang permukaan kristal. Tipe kisi ini terdapat pada sistem kristal orthorombik dan kubik. 5. Kisi Rhombohedral primitive (R) Kisi Rhombohedral primitive (R) adalah tipe kisi dimana titik-titik kisi terletak pada setiap sudut kristal yang khusus berbentuk rhombohedral. Tipe kisi ini hanya terdapat pada sisitem kristal trigonal. Jika kita hitung dari variasi sistem kristal dan tipe kisi, jumlah kisi Bravais pada sistem tiga dimensi adalah 14 jenis. Tabel 2 memperlihatkan 14 jenis kisi Bravais lengkap dengan gambar berdasarkan pembagian sistem kristal dan tipe kisinya. Sistem kristal Triklinik dan Heksagonal hanya memiliki tipe kisi P. Sistem kristal Monoklinik dan Tetragonal memiliki dua tipe kisi yaitu tipe P dan I. Sistem kristal Orthorombik memiliki kemungkinan 4 tipe kristal yaitu P, I, C dan F. Sistem kristal Kubik memiliki 3 tipe kristal yaitu P, I dan F, sedangkan sistem kristal Trigonal memiliki satu tipe kristal yaitu tipe R. 5

6 Tabel 2: 14 jenis gambar kisi Bravais beserta kelompok sistem kristal dan tipe kisinya. Sistem Kristal Primitive (P) Body-centered (I) Base-centered (C) Face-centered (F) Rhombohedral primitive (R) Triklinik Monoklinik Orthorhombik Tetragonal Kubik Trigonal Heksagonal 6

7 2.2 Geometri Kisi Kristal dan Kisi Resiprok Arah orientasi bidang yang dibentuk dari titik-titik kisi Bravais sangat menetukan sifat dari suatu kristal. Oleh sebab itu diperlukan sistem penomoran yang dapat merepresentasikan setiap bidang yang ada pada suatu kristal. Seorang ilmuwan Inggris yaitu W. H. Miller memperkenalkan sistem pengkodean bidang kristal yang kemudian diberi nama indeks Miller. Indeks Miller merupakan suatu pengkodean, pendefinisian atau penamaan untuk melihat orientasi dari suatu permukaan. Indeks Miller mendefinisikan set permukaan yang paralel antara satu dengan yang lainnya. Indeks Miller tidak mendefinisikan bidang berdasarkan koordinat, tapi melihat keseluruhan orientasi bidang. Hal ini menyebabkan bidang yang memiliki arah orientasi yang sama akan tergabung dalam satu kelompok yang sama. Misalnya arah suatu titik dari titik asal (0, 0, 0) adalah (a, b, c). Jika kita memiliki bidang lain yang jarak dari titik asalnya 2 kali dari (a, b, c) maka dapat ditulis (2a, 2b, 2c). Arah bidang ini akan sama dengan arah bidang (a, b, c). Sehingga arah bidang (1, 0, 0) akan memiliki implikasi yang sama dengan arah bidang (2, 0, 0) atau (3, 0, 0). Indeks miller ditulis dalam kurung tanpa menggunakan symbol koma. Setiap arah orientasi bidang dikodekan dengan tiga jenis integer yaitu (h k l). Proses penggkodean menggunakan aturan indeks Miller ini dilakukan dengan proses pembalikkan domain posisi menjadi domain orientasi. Proses pembalikkan domain ini menghasilkan suatu nilai kisi yang disebut kisi resiprok (kisi balik). Kisi resiprok inilah yang kemudian menggambarkan arah orientasi dari setiap bidang pada kristal. Cara menentukan indeks Miller adalah sebagai berikut: 1. Menenentukan titik potong antara bidang yang bersangkutan dengan sumbu-sumbu (x, y, z) atau sumbu-sumbu primitif dalam satuan konstanta kisi (a, b, c) 2. Menentukan kebalikan (resiprok) dari titik potong antara bidang dengan sumbu-sumbu tersebut. 3. Menentukan tiga bilangan bulat (terkecil) yang mempunyai perbandingan yang sama 4. Indeks Miller diperoleh dari proses bagian 3 diatas dengan indeks (h k l) 5. Bila terdapat nilai h, k, atau l yang negatif, maka indeks tersebut dituliskan dengan garis di atasnya (h k l), artinya h bernilai negatif. Contoh penentuan indeks Miller untuk bidang pada Gambar 2.2 adalah sebagai berikut 7

8 Gambar 2.2: Bidang yang memotong sumbu x, y, z masing-masing pada skala 2, 2 dan Menentukan titik potong antara bidang dengan sumbu x, y, z. Bidang ABC memotong sumbu-sumbu: 2 di titik A untuk sumbu x, 2 di titik B sumbu y, 3 di titik C sumbu z. Maka titik potong antara bidang dengan sumbu x, y, z (intercept) dapat dituliskan sebagai: (2, 2, 3). 2. Menentukan resiprok dari intercept di atas adalah ( 1, 1, 1 ) Menentukan tiga bilangan bulat terkecil dari bilangan resiprok diatas. Misal masingmasing dikali dengan bilangan bulat 6, maka resiprok diatas menjadi (3, 3, 2). Maka Indeks Miller untuk bidang pada Gambar 2.2 adalah (3 3 2). Contoh lain untuk bidang kubus sederhana seperti diperlihatkan pada Gambar 2.3 adalah sebagai berikut: Gambar 2.2: Bidang BCGF yang memotong sumbu y. 8

9 1. Perpotongan bidang BCGF dengan sumbu x, y, z adalah di sumbu x, 1 di sumbu y, di sumbu z 2. Resiproknya: 1, 1, 1 = 0, 1, Tiga bilangan bulat terkecil dari bilangan resiprok 0, 1, 0 adalah (0, 1, 0) 4. Indeks Millernya: (0 1 0) Tanda {0 1 0} menyatakan kumpulan bidang-bidang yang sejajar dengan bidang (0 1 0). Sama halnya dengan Bidang ADHE yang sejajar dengan bidang BCGF, maka indeks bidang ADHE adalah {0 1 0} begitu juga dengan bidang ABCD sejajar dengan bidang EFGH, maka bidang ABCD adalah {0 0 1}, dan seterusnya. Jadi, apabila bidangnya menempel di sumbu, indeksnya akan sama dengan indeks bidang yang sejajar dengannya. Menentukan dhkl dhkl adalah jarak antar bidang pada suatu kristal. Resiprok untuk dhkl ini disimbolkan oleh G hkl. Persamaan resiprok ruang untuk dhk dalam arah n adalah sebagai berikut: G hkl = 2πn hkl d hkl Persamaan dhkl untuk kristal dengan sistem orthogonal dapat dijabarkan sebagai persamaan berikut ini: 1 d 2 = h2 a 2 + k2 b 2 + l2 c 2 Sedangkan persamaan dhkl untuk kristal dengan sisitem kubik adalah: Contoh soal: 1 d 2 = h2 + k 2 + l 2 a 2 Suatu unit cell berbentuk kubik memiliki nilai indeks Miller (1 1 0) dan panjang a=5,2 A (0,52 nm). Tentukan nilai dhkl nya! Jawab: 1 d 2 = h2 + k 2 + l 2 a 2 d 2 = (0,52) d hkl = 0, m. 9

10 2.3 Difraksi Sinar X Difraksi sinar-x (X-ray difractions/xrd) merupakan metode karakterisasi yang memanfaatkan sifat dari sinar-x yang memiliki panjang gelombang nm untuk mengidentifikasi arah bidang kisi pada suatu kristal dengan cara mengamati interferensi konstruktif yang dihasilkan pada sudut tertentu. Sinar-X merupakan radiasi elektromagnetik yang memiliki energi tinggi sekitar 200 ev sampai 1 MeV. Difraksi sinar- X juga dapat digunakan untuk menentukan ukuran partikel. Difraksi sinar-x terjadi ketika suatu basis dalam suatu kristal teradiasi secara koheren, menghasilkan interferensi konstruktif pada sudut tertentu. Dasar dari penggunaan difraksi sinar-x untuk mempelajari arah bidang kisi kristal adalah berdasarkan persamaan Bragg : n λ = 2 d sin θ ; n = 1,2, λ adalah panjang gelombang sinar-x yang digunakan, d adalah jarak antara dua bidang kisi, θ adalah sudut antara sinar datang dengan bidang normal, dan n adalah bilangan bulat yang disebut sebagai orde interferensi. Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-x dijatuhkan pada suatu bahan kristal, maka bidang kristal itu akan mendifraksikan sinar-x kristal tersebut. Sinar yang didifraksikan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah puncak difraksi pada sudut θ tertentu. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel, makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang telah didapatkan dari data pengukuran kemudian dicocokkan dengan standar difraksi sinar-x untuk hampir semua jenis material. Standar ini dikenal sebagai JCPDS (Joint Committee on Powder Difraction Standards). Gambar 2.4 meperlihatkan proses hamburan pada Kristal berdasarkan hokum Bragg. Gambar 2.4: Proses hamburan pada kristal berdasarkan hukum Bragg 10

11 XRD difraktometer memiliki 3 buah komponen utama, yaitu pembangkit sinar-x, tempat bahan (sample holder) dan detektor. Prinsip kerja difraktometer sinar-x dimulai ketika pembangkit sinar-x menghasilkan radiasi ektromagnetik, yang kemudian ditembakkan ke bahan yang akan diuji. Sinar-X yang dihamburkan bahan akan ditangkap oleh detektor yang kemudian dioleh menjadi beberapa informasi yang dapat diintrepertasikan dan dihitung untuk mendapatkan informasi struktur kristal dari bahan tersebut. Dari proses pengukuran yang dilakukan, dapat diperoleh beberapa informasi antara lain sebagai berikut: 1. Posisi puncak difraksi pada sudut θ tertentu, jarak antar bidang (dhkl), struktur kristal dan orientasi dari sel satuan (dhkl) struktur kristal dan orientasi dari sel satuan. 2. Intensitas relatif puncak difraksi, memberikan gambaran tentang posisi atom dalam sel satuan. 3. Bentuk puncak difraksi 4. Jarak antar bidang (dhkl) Contoh data hasil XRD untuk bahan superkonduktor dipelihatkan pada Gambar 2.5. Intensity (arb. units) Gambar 2.5: Contoh data XRD untuk bahan superkonduktor 11

12 Contoh soal perhitungan sudut Bragg pada suatu sistem kristal pada suatu percobaan. Hitunglah sudut bragg pada kristal kubik dengan unit cell a = 6 A, untuk bidang (2 2 1) dengan panjang gelombang 1,54 A. Jawab: 1 d 2 = h2 + k 2 + l 2 a 2 d 2 (6) 2 = d hkl = 2 A 2d sinθ = n sinθ = n 2d Untuk n=1 sinθ = 1 1,54A 2 2A = 0,385 θ = 22,64 Untuk n=2 sinθ = 2 1,54A 2 2A = 0,77 θ = 50,35 Jadi sudut Bragg untuk Kristal ini adalah θ 1 = 22,64 dan θ 2 = 50,35 Daftar Bacaan: Birkholz, M., 2006, Thin Film Analysis by X-Ray Scattering. WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim. Kittel, C., 2005, Introduction to Solid State Physics, John Wiley and Sons, Inc, 8 th edition. 12

13 BAB 3 GAYA IKAT 3.1 Gaya ikat Pada umumnya zat padat merupakan zat yang memiliki struktur yang stabil. Kestabilan struktur zat padat ini disebabkan oleh susunan atom-atom dalam kristal berada pada kedudukan dengan enrgi potensial sistem minimum. Pada banyak atom, nilai energi potensial minimum dapat dengan cepat terpenuhi dengan cara barikatan dengan atom lain. Sebagai contoh kristal Natrium Clorida (NaCl) memiliki struktur yang lebih stabil dibandingkan dengan sekumpulan atom-atom bebas dari Na dan Cl. Hal ini menunjukkan bahwa energi atom-atom bebas penyusun kristal lebih besar daripada energi kristalnya. Ikatan antar atom sangat berhubungan erat dengan jarak antar atom dan besarnya energi yang diperlukan untuk mengikat atom-atom tersebut. Energi yang diperlukan untuk mengikat dua atau lebih atom dinamakan energi ikat. Energi ikat ini sebenarnya adalah pendekatan untuk menggambarkan gaya ikat antar atom. Seperti halnya dalam bahasan fisika klasik, dua atom akan saling mengikat jika gaya tarik menarik antar dua atom tesebut. Selain itu adanya gaya tolak antar atom karena jenis muatan dan adanya larangan pauli, berkontribusi pada energi potensial yang terbentuk dalam kristal pada saat terjadi ikatan atom. Besarnya energi potensial yang berasal dari gaya tarik dan gaya tolak antar atom dituliskan dengan persamaan Vr = energi potensial total a = konstanta tarik menarik b = konstanta tolak-menolak r = jarak antar atom V r = a r m + b r n m, n = konstanta karakteristik jenis ikatan dan tipe struktur. Nilai m adalah 1 untuk jenis ion dan m = 6 untuk jenis molekul. Konstanta n tergantung dari konfigurasi elektron. Konstanta ini disebut juga eksponen Born. Misal untuk unsur He yang konfigurasi elektronnya 1s 2, nilaki konstanta n adalah 5. Sedangkan Ne dengan konfigurasi 2s 2 2p 6, 13

14 nilai konstanta n adalah 7. Nilai konstanta n unsur lain dapat diperoleh dari berbagai referensi. V tarik = a rm disebut juga Vtarik yaitu energi potensial yang terkait dengan gaya tarik antar atom. V tolak = b rn disebut juga Vtolak yaitu energi potensial yang terkait dengan gaya tolak antar atom. Gambar 3.1: Kurva perubahan energi potensial (V) terhadap jarak antar antar atom (r). Gambar 3.1 memperlihatkan kurva perubahan energi potensial terhadap jarak antar atom. Ikatan yang paling stabil antar atom terjadi pada saat energi potensial minimum yaitu pada posisi ro. Pada saat r lebih besar dari ro, kedua atom saling tarik. Sedangkan pada saat r lebih kecil dari ro, kedua atom akan saling menolak. Jarak ro dikenal pula dengan istilah jarak interatomik setimbang. Gaya tarik dan gaya tolak akan saling menghilangkan pada kedudukan ro yang merupakan keadaan setimbang. 3.2 Ikatan Atom dalam Kristal Ikatan kristal merupakan ikatan hasil interaksi antara atom, khususnya elektron terluar dari atom-atom bersangkutan. Seperti telah disebutkan pada bagian 3.1, terbentuknya ikatan 14

15 atam antar dua atau lebih atom ditentukan oleh keadaan yang dapat menghasilkan nilai energi potensial yang minimum. Beberapa cara untuk mendapatkan nilai energi potensial minimum adalah sebagai berikut : 1) Penyesuaian jenis muatan total yang dimiliki masing-masing atom 2) Penyesuaian konfigurasi elektron paling luar dari masing-masing atom 3) Penempatan atom-atom pembentuk kristal menurut susunan orbital atom yang memiliki keberkalaan dan kesatangkupan dalam ruang tiga dimensi yang berukuran tidak berhingga. Ikatan kristal terbagi dua kategori yaitu katagori ikatan utama atau primer dan katagori ikatan sekunder. Kategori ikatan utama adalah jenis ikatan yang sangat kuat. Ikatan utama ini terdiri dari tiga macam ikatan yaitu ikatan ionik, ikatan kovalen, dan ikatan logam. Katagori ikatan sekunder yaitu ikatan hydrogen dan ikatan van der waals. Konfigurasi yang stabil dari gas mulia menjadi konfigurasi yang cenderung untuk dicapai oleh unsurunsur lain dalam membentuk ikatan atom Katagori Ikatan Utama Ikatan Ionik Ikatan ionik terbentuk dari hasil interaksi elektrostatik antara atom/ion yang memiliki muatan yang berbeda yaitu ion positif dan negatif. Contoh ikatan ionik yaitu kristal NaCl yang terbentuk dari interaksi elektrostatik antara ion Na + dengan Cl -. Kation (Na + ) bereaksi dengan anion (Cl - ) membentuk Natrium Klorida (NaCl) yang bermuatan netral. NaCl memiliki kofigurasi elektron yang lebih stabil dibandingkan dengan kedua ion pembentuknya. Persamaan sederhana reaksi kimianya adalah sebagai berikut: Na + + Cl - NaCl Ikatan ionik biasanya terjadi antara atom-atom yang mudah melepaskan elektron (logam-logam golongan utama) dengan atom-atom yang mudah menerima elektron (terutama golongan VIA den VIIA). Contoh lain ikatan ionik adalah CaCl2, MgBr2, BaO dan FeS Ikatan Kovalen Ikatan kovalen atau disebut juga ikatan homopolar adalah ikatan yang terbentuk karena adanya pemakaian bersama pasangan elektron. Terbentuknya ikatan kovalen karena adanya kecenderungan dari berbagai atom untuk mencari keadaan stabil dimana energi 15

16 potensialnya paling minimum. Konfigurasi yang paling stabil itu adalah konfigurasi elektron gas mulia. Oleh sebab itu beberapa atom saling berikatan untuk membentuk konfigurasi elektron gas mulia. Contoh paling sederhana adalah ikatan antara dua atom H. Atom H memiliki konfigurasi elektron 1s 1. Satu elektron dari masing-masing atom H saling berbagi untuk mendapatkan konfigurasi paling stabil 1s 2 seperti diperlihatkan pada Gambar 3.2. Gambar 3.2: Contoh ikatan kovalen pada molekul hidrogen (H2). Konfigurasi elektron yang dihasilkan setelah terbentuknya ikatan menyebabkan ikatan kovalen pada suatu molekul atau kristal sangat kuat. Contoh kristal yang terbentuk dari ikatan kovalen adalah ZnS, GaSh, InAs dan SiC Ikatan logam Ikatan logam hampir mirip dengan ikatan valensi. Ikatan logam terbentuk akibat adanya elektron valensi yang merupakan elektron bebas yang dapat bergerak di seluruh kristal. Elektron bebas ini dapat bertindak sebagai pengikat antar kation yang berada berdekatan pada suatu kristal. Namun demikian, ikatan logam ini bukanlah ikatan yang berarah seperti halanya ikatan kovalen. Ikatan logam merupakan ikatan yang tidak berarah. Hal ini disebabkan elektron bebas yang bergerak dapat menempati posisi dimanapun pada kristal. Unsur-unsur pada table periodik pada umumnya adalah logam yang dapat menjadi molekul yang besar berupa padatan. Bila dua atom logam saling mendekat, maka akan terjadi tumpah tindih antara orbital-orbitalnya sehingga membentuk suatu orbital molekul. Semakin banyak atom logam yang saling berinteraksi, maka semakin banyak tumpang tindih orbital yang akan terjadi Katagori Ikatan Sekunder Ikatan Hidrogen 16

17 Ikatan hidrogen terjadi ketika sebuah atom hidrogen yang memiliki satu buah elektron berikatan dengan atom lain seperti atom N, O, atau F yang mempunyai pasangan elektron bebas. Hidrogen dan atom N atau O atau F akan berinteraksi membentuk suatu ikatan hidrogen dengan besar energi ikatan sekitar 0,1 ev. Kekuatan ikatan hidrogen ini dipengaruhi oleh perbedaan elektronegativitas antara atom-atom dalam molekul tersebut. Semakin besar perbedaannya, semakin besar ikatan hidrogen yang terbentuk. Pada air (H2O), terjadi dua ikatan hidrogen pada tiap molekulnya. Akibatnya jumlah total ikatan hidrogennya lebih besar daripada asam florida (HF) Ikatan Van Der Waals Atom-atom gas mulia (He, Ne, Ar, Kr, Xe) dapat membentuk suatu ikatan kristal lemah. Ikatan kristal tersebut terjadi akibat adanya interaksi elektrostatis anatara dipoledipole listrik yang muncul karena adanya distorsi yang sangat kecil pada distribusi elektronnya. Interaksi antar dipole inilah yang menghasilkan gaya tarik-menarik antar atom gas mulia yang disebut gaya Van der waals. Gaya ini sangat lemah, namun demikian, keberadaan gaya ini menyebabkan munculnya ikatan atom yang disebut ikatan Van der waals. Selain pada gas mulia, ikatan ini juga ditemukan pada beberapa ikatan molekul organic. 17

18 BAB 4 KAPASITAS PANAS 4.1 Getaran Termal Kristal dan Kuantitas Energinya Pada Bab 2, telah dibahas bahwa kristal tersusun oleh basis atom-atom yang diam pada posisinya di titik kisi. Sesungguhnya, diatas suhu mutlak 0 K, atom-atom dan kisi tersebut tidaklah diam, tetapi bergetar pada posisi kesetimbangannya. Getaran atom-atom dan kisi diatas suhu mutlak tersebut adalah sebagai akibat dari energi termal yang dimiliki atom-atom terkait dengan gejala termal. Sifat termal kristal tersebut di dekati secara teori melalui studi tentang kapasitas panas zat padat pada volume tetap (CV). Nilai CV sebagai fungsi dari suhu dianalisis dan dijelaskan dengan berbagai eksperimen, teori dan model. Kapasitas panas suatu zat padat dapat dirumuskan sebagai perubahan energi terhadap suhu yang dapat dituliskan dengan persamaan : C V = E T Analisis nilai Cv berdasarkan kuantitas dari energinya pertama kali dikemukan oleh Dulong dan Petit tahun Dulong dan Petit meninjau getaran atom-atom dan kisi zat padat sebagai osilator harmonik. Satu getaran atom dan kisi identik dengan sebuah osilator harmonik. Osilator harmonik merupakan suatu konsep dalam mekanika klasik yang menggambarkan sebuah massa m yang terkait pada sebuah pegas dengan tetapan pegas k. Untuk osilator harmonik satu-dimensi, energinya dapat dirumuskan : E = E k + E p E = 1 2 mv kx2 Energi rata-rata untuk setiap energi pada kaidah klasik dirumuskan sebagai 1 k 2 BT sehinga energi total rata-ratanya menjadi E = 1 k 2 BT + 1 k 2 BT= k B T dengan kb adalah tetapan Boltzmann dan T adalah suhu osilator. Selanjutnya, karena atomatom dalam kristal membentuk susunan tiga-dimensi, maka setiap kilomol kristal mamiliki NA atom yang berosilasi dalam tiga-dimensi, sehingga energi dalamnya adalah sebagai berikut E = N A ( 1 2 mv x kx mv y ky mv z kz2 ) 18

19 E = N A ( 1 2 k BT k BT k BT k BT k BT k BT) E = 3N A k B T = 3RT R adalah konstanta gas yang berasal dari N A k B. Dengan demikian kapasitas panasnya adalah : C V = de dt = 3R Hasil ini menunjukkan bahwa kapasitas panas zat padat tidak bergantung pada suhu dan berharga 3R. Jika hasil ini dibandingkan dengan hasil percobaan, dapat diketahui bahwa nilai 3R untuk kapasitas panas zat padat, hanya berlaku untuk suhu tinggi. Sedangkan untuk suhu rendah, hasi percobaan menunjukkan adanya kebergantungan nilai kapasitas panas terhadap suhu. Beberapa teori dan model kemudian muncul untuk menjelaskan kebergantungan nilai Cv terhadap suhu padaa suhu rendah. 4.2 Kapasitas Panas Menurut Einstein Einstein pada tahun 1907 mengemukakan teori tentang kapasitas panas dengan menganggap getaran atom-atom dan kisi dalam kristal sebagai osilator-osilator bebas yang bergetar tanpa saling mempengaruhi. Energi masing-masing osilator dirumuskan sebagai energi diskrit E n = n h 2π ω E = nħω E. En adalah energi osilator, n adalah bilangan bulat 0, 1, 2, 3 dan seterusnya, h adalah tetapan planck dan ω E adalah frekuensi sudut dari setiap osilator. Pada tingkat dasar n = 0, energi osilator E0 = 0. Tingkat berikutnya n = 1, 2 dan seterusnya. Sesuai dengan persamaan energi diskrit diatas, perbedaan energi antar tingkat adalah hω. Einstein merumuskan bahwa sebaran energi osilator mengikuti rumusan distribusi Boltzman. dirumuskan sebagai berikut : Sebaran energi osilator untuk harga energi yang diperkenankan f(e n ) exp( E n k B T ) Persamaan diatas menyatakan kebolehjadian keadaan dimana energinya dapat ditempati. Pada keseimbangan termal, energi rata-rata osilator dengan menggunakan sebaran distribusi Boltzman dinyatakan oleh : E = n=1 nħω E exp( nħω E k B T ) n=1 exp( nħω E k B T ) 19

20 E = ħω E exp( ħω E k B T ) 1 Selanjutnya, untuk satu mol osilator tiga-dimensi memiliki energi dalam : E = 3N A E = 3N A ħω E exp( ħω E k B T ) 1 Dengan menggunakan persamaan untuk kapasitas panas Sehingga kapasitas panasnya : Sehingga C V = de dt C V = 3N d( A ħω E exp( ħω ) E k B T ) 1 dt C V = 3R ( ħω E k B T ) 2 ħω exp( E k B T ) {exp( ħω E k B T ) 1} 2 Dalam model Einstein, didefinisikan suhu karakteristik Einstein ( Θ E ) yang dirumuskan sebagai Θ E ħω E k B, sehingga persamaan C V dapat dituliskan kembali menjadi C V = 3R ( Θ E T ) 2 Θ exp( E T ) {exp( Θ E T ) 1} NilaiC V menurut persamaan ini dirumuskan sebagai fungsi dari suhu. Hal ini akan menghasilkan kurva yang secara kualitatif mendekati kurva eksperimen dalam Gambar 4.1. Untuk suhu yang sangat tinggi, Θ E T 1 atau Θ E T 2 0, maka C V 3R. Hasil pada suhu tinggi sesuai dengan rumusan klasik Dulong-Petit dan sesuai pula dengan hasil percobaan. Untuk T 0 maka C V 0. Hasil percobaan untuk suhu mendekati 0, menghasilkan nilai kapasitas panas yang mendekati 0 pula. Untuk T yang rendah, Θ E T 1, maka C V 3R ( Θ E T ) 2 Θ exp( E T ) {exp( Θ E T )} 2 2 3R (Θ E T ) exp( Θ E T ) 20

21 Perhitungan nilai C V untuk suhu rendah ini tidak menghasilkan data yang sama dengan hasil percobaan. Hal ini menunjukkan model perumusan C V menurut Einstein masih perlu perbaikan konsep. Gambar 3.1 Kapasitas panas berdasarkan model Einstein (garis putus-putus). Titik-titik bulat merupakan data percobaan nilai kapasitas panas untuk intan (diamond) [A. Einstein, Ann. Physik 22, 180 (1907)] 4.3 Kapasitas Panas Menurut Debye Dalam model Einstein, atom-atom dianggap bergetar secara independen dari atom di sekitarnya. Debye kemudian merumuskan bahwa gerakan atom sebenarnya tidaklah independen melainkan saling berinteraksi satu atom dengan atom lainnya. Interaksi antar atom tersebut diibaratkan sebagai gelombang mekanik yang menjalar dalam medium zat padat sehingga dengan anggapan tersebut, atom-atom akan bergerak secara kolektif. Frekuensi getaran atom dianggap bervariasi dari ω = 0 sampai dengan batas tertentu yaitu ω= ωd. Batas frekuensi ωd disebut frekuensi potong Debye. Anggapan ini mengubah persamaan dasar Cv menjadi mode osilasi yang kapasitas panas bergantung pada frekuensi yang tersebar antara ω = 0 sampai ω= ωd. Energi total getaran atom pada kisi menurut model Debye ini diberikan oleh ungkapan : ω D E = E (ω)g(ω) dω 0 E (ω)adalah energi rata-rata osilator yang merupakan fungsi dari frekuensi dalam selang antara ω = 0 dan ω = ωd, g(ω) adalah kerapatan moda getar (density of state) yang memenuhi persamaan ω D 0 g(ω) dω = 3N A 21

22 Jika kerapatan moda getar berupa gelombang yang merambat dalam dua arah, maka rapat moda getar per satuan volume bahan untuk setiap selang frekuensi adalah g(ω) = ω 2 2π 2 v φ 3 v merupakan kecepatan fasa dari gelombang yang dapat dijabarkan dengan kecepatan logitudinal (vl) dan kecepatan transversal (vt), sehingga rapat moda getar per satuan volume bahan untuk setiap selang frequensi adalah ω Sehingga D g(ω) 0 dω = 3N A = Jika kedua ruas dikali dengan 3 ω2 D 3, maka Jadi bentuk baru dari g(ω) adalah sehingga g(ω)d(ω) dapat pula dituliskan g(ω) = 3ω2 2π 2 [ 1 v L v T 3 ] ω 3ω 2 D 0 [ 1 2π 2 v3 + 2 L v T 3] dω 3N A = 3 D 3 6π 2 [ 1 3 v L v ] T 3N A 3 ω2 3 = 3 3 D D 6π 2 [ 1 3 v L v ] 3 ω2 3 T D 9N A ω 2 D 3 = 3ω2 2π 2 [ 1 v L v T 3 ] = g(ω) g(ω) = 9N A ω 2 D 3, g(ω)d(ω) = 9N A ω 2 dengan mendefinisikan energi rata-rata osilator adalah Energi total menjadi D 3 d(ω), ħ E (ω) = ħ [ek BT 1] ω D E = E (ω)g(ω) dω 0 ω D ħ E = 9N A 3 ω 2 dω ħ D 0 [ek BT 1] 22

23 Kapasitas panas dengan rumusan Debye ini dituliskan C V = 9N A ħ 2 C V = de dt ω D D 3 k B T 2 0 ħ ω4 ek B T ħ 2 [ek BT 1] Dengan memisalkan x ħ dan k B T D ħ D yang disebut juga suhu Debye, maka k B C V = 9N A ħ 2 D 3 k B T 2 ( k BT ħ ) 5 D T D T 0 x4 e x dω [e x 1] 2 dx C V = 9R ( T 3 ) x4 e x D [e x 1] 2 dx Pada suhu tinggi yaitu T D, e x 1 + x, sehingga D T 0 x4 e x [e x 1] 2 dx = x 2 0 D T 0 dx = 1 3 ( D T ) 3 C V = 9R ( T ) 3 D D T 0 x 4 e x [e x 1] 2 dx=9r ( T D ) ( D T )3 = 3R Dengan penyederhanaan persamaan tersebut maka nilai kapasitas panas adalah C V = 3R yang sesuai dengan model klasik Dulong-Petit maupun Einstein pada suhu tinggi. Pada suhu rendah (T D ), D akan mendekati tak hingga ( D ) sehingga C V T 3. Hasil ini sangat cocok dengan hasil percobaan baik untuk Cu, Ag, Pb, C maupun material lain yang diujicobakan. 4.4 Perambatan Gelombang dalam Kristal dan Konsep Fonon Seperti telah dijelaskan pada Bagian 4.3 bahwa model dan teori yang dikemukakan oleh Debye tentang kapasitas panas suatu zat padat menghasilkan nilai yang sesuai dengan hasil percobaan. Model yang dikembangkan oleh Debye terutama menyangkut pada getaran termal atom-atom dalam kristal merupakan getaran kolektif yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Sebaran energi yang digunakan untuk 23

24 menganalisis getaran kolektif tersebut dihitung dengan menggunakan distribusi Bose- Einstein. Konsep kapasitas panas pada suatu zat padat atau kristal yang dikemukakan pada Bagian 4.1 sampai 4.3 ini lebih menonjolkan pada konsep getaran atau energi yang bersumber dari kalor atau panas (suhu) yang tersimpan dalam kristal. Konsep getaran kisi pada kristal dapat pula disebabkan oleh hal lain seperti gelombang elektromagnetik ataupun gelombang suara. Namun demikian konsep getaran kisi pada kristal baik yang disebabkan panas (getaran termal) ataupun sebab lain adalah sama. Konsep-konsep getaran ini dapat menyebabkan terjadinya perambatan getaran yang digambarkan sebagai perambatan gelombang dalam kristal. Getaran kisi dan perambatannya dalam kristal memunculkan suatu istilah baru yaitu fonon. Fonon adalah suatu paket energi yang menggambarkan pergerakan dari getaran (perambatan gelombang) dari suatu kisi yang bergetar dengan frekuensi yang sama yang ditinjau dari sudut pandang mekanika kuantum. Seperti telah diketahui, pada mekanika klasik, perambatan getaran dengan frekuensi yang sama hanya dipandang sebagai peristiwa perambatan gelombang biasa. Namun pada tinjauan mekanika kuantum, perambatan getaran biasa dipandang memiliki dualisme sifat yaitu gelombang (wave-like) dan partikel (particle-like). particle-like inilah yang merupakan inti darikonsep fonon. Bila dihubungkan dengan model Debye, energi fonon ini terkuantisasi dalam bentuk E n = nħω E Dalam hal ini dapat dibayangkan bahwa rambatan gelombang mekanik atau gelombang suara identik sengan adanya aliran arus fonon yang membawa energi dan momentum dalam jumlah tertentu. Jika membahas masalah perambatan fonon, akan sangat mudah membayangkan fonon sebagai suatu gas pada suatu ruang tertentu. Pada setiap daerah dalam ruang selalu terdapat fonon yang bergerak acak ke segala arah. Penggunaan model gas ini memungkinkan munculnya lintasan bebas rata-rata fonon dan tumbukkan antar fonon. 24

25 BAB 5 ELEKTRON BEBAS Seperti telah dijelaskan pada Bab 2, sebuah kristal tersusun dari kisi dan basis yang merupakan atom baik berupa atom tunggal ataupun molekul. Secara umum setiap jenis atom mengandung elektron-elektron yang mengelilingi sebuah inti seperti yang dijelaskan dalam model atom Bohr. Elektron-elektron tersebut dapat dikatagorikan menjadi dua yaitu elektron yang terikat erat pada ikatan atom-atom dan elektron bebas yang lebih dikenal dengan nama elektron valensi. Elektron bebas ini dapat bergerak secara bebas di seluruh kristal. Elektron yang bebas bergerak tersebut dinamakan elektron bebas. Sedangkan elektron yang tidak dapat bergerak bebas, yaitu elektron yang terikat dalam atom maupun ikatan antar atom disebut elektron terikat atau elektron domestik. Keberadaan elektron bebas pada sebuah kristal menjadi salah satu faktor yang harus dipertimbangkan pada perhitungan kapasitas panas suatu zat padat. Teori-teori kapasitas panas yang dibahas pada Bab 4 sesungguhnya membahas kapasitas panas zat padat yang tergolong non logam dimana elektron-elektron yang menyusun atom-atomnya secara umum tergolong ke dalam elektron domestik. Untuk golongan zat padat yang digolongkan sebagai logam dimana elektron bebas sangat dominan sebagai penyusun kristal tersebut, teori perhitungan kapasitas panasnya harus dirumuskan ulang dengan mempertimbangkan keberadaan elektron bebas tersebut. Seperti halnya pada pembahasan kapasitas panas pada Bab 4, keberadaan elektron bebas yang mempengaruhi berbagai sifat suatu kristal akan ditinjau berdasarkan teori klasik yang disebut elektron bebas klasik dan teori kuantum yang disebut elektron bebas terkuantisasi. 5.1 Elektron Bebas Klasik Besarnya kapasitas panas pada suhu tinggi atau suhu ruang yagn diungkapkan baik oleh Dulong-Petit, Einstein maupun oleh Debye adalah Cv = 3R. Asumsi yang digunakan untuk mendapatkan persamaan tersebut adalah bahwa getaran kisi dalam suatu krisal memiliki energi termal tertentu. Paket energi dari getaran kisi yang terkuantisasi dikenal dengan nama fonon. Nilai Cv yang dijabarkan oleh Dulong-Petit, Einstein dan Debye tersebut 25

26 sebenarnya belum memasukkan nilai energi termal yang tersimpan dalam gerak termal elektron bebas. Atau dengan kata lain Cv tersebut hanya memperhitungkan kehadiran fonon sehingga kapasitas panas logam dengan memperhitungkan kehadiran elektron dan fonon dapat ditulis sebagai berikut : C V = C V_fonon + C V_elektron Cv yang berasal dari kontribusi fonon pada suhu tinggi adalah C V_fonon = 3R. Sedangkan Cv yang berasal dari kontribusi elektron dapat dijabarkan dari energi rata-rata elektron pada suhu T dengan jumlah elektron valensi yang disumbangkan oleh satu atom pada kristal dilambangkan oleh Z v dituliskan dengan persamaan sebagai berikut: E = Z v 3 2 N Ak B T = 3 2 Z vrt C V_elektron dapat dirumuskan sebagai berikut C V_elektron = de dt = 3 2 Z vr. Sehingga Cv yang berasal dari kontribusi fonon dan elektron adalah C V = C V_fonon + C V_elektron = 3R RZ v = ( Z v ) R Nilai Cv tersebut menunjukkan bahwa kapasitas panas suatu kristal yang memiliki elektron bebas (yang dapat dikatagorikan sebagai logam) 50 % lebih tinggi dari kristal yang tidak memiliki elektron bebas (yang dapat dikatagorikan sebagai isolator). Pada kenyataanya, pada suhu tinggi atau suhu ruang, kapasitas panas suatu logam tidaklah berharga satu setengah kali dari harga kapasitas panas bahan isolator melainkan hampir sama berharga 3R. Hal ini menunjukkan bahwa kajian kapasitas panas klasik tersebut belum tepat menggambarkan kontribusi dari elektron bebas terhadap kapasitas panas suatu logam. 5.2 Elektron Terkuantisasi Untuk menjelaskan fenomena fisika khususnya konsep kapasitas panas yang dihubungkan dengan keberadaan elektron bebas dalam kristal, konsep fisika kuantum sangat diperlukan dijabarkan secara jelas dan terperinci. Dua konsep kuantum yang sangat penting dalam pembahasan elektron bebas dalam suatu kristal atau zat padat adalah konsep kuantisasi energi elektron bebas dan konsep larangan pauli yang dapat membedakan satu jenis elektron dengan elektron lainnya berdasarkan bilangan kuantum yang melekat pada setiap elektron tersebut. 26

27 Elektron bebas yang secara kuantum dipandang memiliki sifat dualistic sebagai benda dan gelombang dapat bebas bergerak dalam seluruh volume kristal sebagai gelombang debroglie. Syarat batas Born-von Karmann yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut: e ik xl + e ik yl + e ik zl = 1 L adalah rusuk kristal dan kx, ky, kz adalah vektor propagasi gelombang pada arah x, y dan z. Masing-masing vektor propagasi tersebut dapat dijabarkan sebagai: k x = n x 2π L, k y = n y 2π L, k z = n z 2π L, dengan n x, n y, n z adalah bilangan 0, ±1, ±2, Energi elektron dalam ruang k dapat dituliskan sebagai: m 0 adalah massa elektron bebas. E n = ħ2 2m 0 (k x 2 + k y 2 + k z 2 ) Jumlah keadaan elektron persatuan volume dengan energi antara E dan (E + E) adalah Jadi rapat keadaan elektron adalah g(e) E = 1 2π 2 (2m 0 ħ 2 )3 2 E 1 2 E g(e) = 1 2π 2 (2m 0 ħ 2 )3 2 E 1 2 Konsep rapat elektron ini adalah salah satu konsep penting ketika akan merumuskan kapasitas panas yang berasal dari kontribusi elektron bebas. Larangan Pauli Larangan Pauli menyatakan bahwa tidak ada dua atau lebih elektron dalam satu sistem memiliki energi dan bilangan kuantum yang tepat sama. Larangan Pauli dapat dijabarkan dengan tepat oleh statistic Fermi Dirac yaitu f(e) = exp( E E F k B T ) 27

28 Statistik Fermi Dirac ini memunculkan konsep energi Fermi yang merupakan jumlah energi yang dimiliki suatu kristal pada keadaan 0 K. Pada T = 0 K, f (E) = 1. Sedangkan pada T selain 0, nilai dapat ditutunkan dari persamaan di atas. Jumlah elektron per satuan volume pada T = 0 dituliskan sebagai n = 1 3π 2 (2m 0E F0 ħ 2 ) 3 2 Energi total yang dimiliki elektron pada T = 0 dapat dituliskan sebagai E k E = g(e)f(e)de 0 Karena g(e)de = 1 2π 2 (2m 0 ħ 2 )3 2 E 1 2 de, Maka E k E = 1 2π 2 (2m 0 ħ 2 )3 2 E 1 2 de 0 = 1 5π 2 (2m ħ 2 )3 2 E F0 Dengan mensubstitusikan nilai n = 1 3π 2 (2m 0E F0 ħ 2 ) 3 2 maka akan diperoleh E = 3 5 ne F0 Dari persamaan tersebut dapat terlihat bahan elektron dengan harga energi sekitar EF dapat berperan pada analisis C V_elektron. Dalam analisis selanjutnya perlu tinjauan lebih detail tentang fungsi Fermi-Dirac tentang energi. Hal ini disebabkan dalam bahasan energi kinetik elektron bebas fungsi Fermi Dirac terdapat dalam persamaan energi kinetik yang dituliskan dengan persamaan sebagai berikut: E k E e = (1 f(e))g(e)(e F E)dE + f(e)g(e)(e F E)dE 0 C V_elektron = de e dt E k 28 E k df = ( dt )g(e)(e F E)dE + df dt g(e)(e F E)dE 0 E k

29 Pada suhu rendah k BT E F 1 m C V_elektron = ( df dt )g(e)(e E F)dE 0 df dt = E E F k B T 2 E E F e k B T E E F (1 + e k BT ) 2 Dengan memisalkan x = E E F k B T bebas dapat disederhanakan menjadi C V_elektron = g(e)k B 2 T maka persamaan kapasitas panas hasil kontribusi elektron x 2 e x dx = π2 (e x +1) 2 g(e)k 3 B 2 T= π2 2 k B 2E F T Sehingga C V = C V_fonon + C V_elektron = BT 3 + AT, dengan A dan B adalah konstanta yang diperoleh dari perumusan C V_elektron dan C V_fonon 5.3 Perilaku Elektron Bebas dalam Logam Walaupun model elektron bebas klasik tidak dapat merumuskan dengan benar konsep kapasitas panas, namun model ini berhasil menjelaskan pengaruh keberadaan elektron bebas tersebut terhadap sifat listrik seperti nilai tahanan jenis listrik (konduktivias termal) dari bahan yang memiliki elektron bebas di dalam kristal pembentuknya. Elektron bebas yang bergerak sepanjang sebuah bahan yang memiliki panjang L dan luas penampang A akan memunculkan konsep arus listrik (I). Dalam bahan yang mengalir alru listrik akan timbul medan listrik E. Arus listik yang mengalir dalam suatu penampang tersebut memunculkan nilai kerapatan yang dituliskan sebagai J = I A Hukum Ohm yang menyatakan memperlihatkan hubungan antara kerapatan arus listrik dengan medan listrik yang timbul dituliskan dalam bentuk persamaan: J = σ. E σ adalah besaran yang menunjukkan konduktivitas dari bahan. Besarnya konduktivitas adalah berbanding terbalik dengan nilai hambatan (resistivitas) : σ = 1. ρ 29

30 Nilai hambatan suatu bahan sangat ditentukan geometri dari bahan itu sendiri. Resistivitas merupakan besaran pembanding antara nilai resistansi dengan faktor geometri dari suatu bahan. R = ρ L A Resistivitas Listrik Seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa resistivitas listrik berbanding terbalik dengan nilai konduktivitasnya. Hambatan yang memunculkan nilai resistivitas dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu pertama adanya vibrasi kisi yang menyebabkan tumbukan antara elekton bebas dengan fonon, kedua adanya ketidakmurnian (impuritas). Jadi nilai resistivitas dapat dituliskan sebagai penjumlahan antara kedua komponen tersebut. = f + i Pada suhu rendah (T<<) nilai resistivitas hanya bergantung pada nilai impuritas bahan. Gambar 5.1 memperlihatkan grafik ketergantungan nilai resistivitas terhadap suhu untuk bahan logam dengan tingkat ketidakmurnian tertentu. Resistivitas menurun seiring dengan menurunnya suhu yang menunjukkan kontribusi dari fonon juga menurun. Pada suhu 0 K, hanya kontribusi dari ketidakmurnian yang berpengeruh pada nilai resistivitas. Gambar 5.1: Grafik ketergantungan nilai resistivitas terhadap suhu untuk bahan logam dengan tingkat ketidakmurnian tertentu. 30

31 BAB 6 TEORI PITA ENERGI Model elektron bebas yang dijelaskan pada Bab 5, dapat memberikan penjelasan yang baik terhadap kapasitas panas dan hambatan listrik bahan logam. Namun demikian, seiring dengan perkembangan teknologi dan penemuan berbagai bahan yang memiliki sifat listrik yang berbeda-beda, model ini tidak memberikan penjelasan yang jelas terhadap berbagai hasil percobaan seperti perbedaan besar konduktivitas atau resistivitas pada logam (konduktor), semikonduktor dan isolator. Nilai konduktivitas bahan berada pada rentang m -1 untuk jenis konduktor sampai dengan m -1 untuk bahan isolator. Rentang yang cukup lebar dari nilai resisivitas ini perlu dikaji lebih detail dan tidak bisa diterangkan hanya dengan model elektron bebas seperti pada Bab 5. Pada bab ini akan dibahas beberapa keadaan elektron dalam kristal yang dapat menjelaskan berbagai keadaan zat padat. Model atau teori yang paling cocok untuk menjelaskan rentang yang cukup lebar dari nilai resistivitas bahan disebut teori pita energi. 6.1 KONSEP PITA ENERGI Hal yang paling sederhana yang menyebabkan model elektron bebas tidak dapat menjelaskan rentang yang lebar dari nilai resistivitas bahan adalah dikarenakan penyederhanaan tentang keadaan atom/kristal beserta perilaku elektron valensi. Menurut model elektron bebas, atom/kristal tidak memiliki energi potensial yang dapat menghalangi pergerakan elektron valensi sehingga elektron valensi ini bebas bergerak dalam kristal dan hanya dibatasi oleh permukaan kristal itu sendiri. Tetapi pada kenyaataannya, energi potensial pada suatu atom/kristal merupakan fungsi posisi elektron yang dapat bernilai 0 sampai dengan tak hingga tergantung dari jenis bahannya. Artinya, nilai energi potensial ini bergantung pada posisi elektron tersebut di dalam kristal diukur relatif terhadap inti atom. Di samping itu, energi potensial itu juga mungkin timbul akibat adanya elektronelektron konduksi lainnya di dalam kristal itu. Jadi keadaan energi potensial yang sebenarnya di dalam kristal adalah sangat komplek. Oleh karena itu, beberapa pendekatan dilakukan untuk menjelaskan perilaku dan keadaan elektron bebas dalam kristal. Salah satu pendekatan untuk menjelaskan perilaku dan keadaan elektron bebas dalam kristal itu adalah bahwa energi potensial dari atom-atom dalam kristal merupakan fungsi yang periodik dengan perioda sebesar konstanta tertentu. Asumsi ini juga 31

32 menganggap bahwa energi potensial akibat elektron-elektron lainnya dalam kristal selain elektron valensi adalah konstan. Energi potensial yang periodik itu merupakan landasan dari teori pita energi dalam zat padat. Selanjutnya, perilaku elektron di dalam potensial ini dijelaskan menjabarkan fungsi gelombang elektron dengan menggunakan pendekatan satu elektron. Fungsi gelombang ini mengambarkan kemungkinan gerak elektron di dalam energi potensial listrik periodik tertentu yang kemudian dapat secara langsung diketahui daerah-daerah yang dapat diduduki oleh elektron dan yang dilarang untuk diduduki oleh elektron ini. Daerah-daerah tersebut kemudian digambarkan sebagai pita-pita energi dan celah energi yang masing-masing menggambarkan daerah yang dapat diduduki dan tidak dapat diduduki oleh elektron. Untuk memahami teori dan konsep pita energi, perlu dipelajari teorema dan fungsi Bloch, model Kronig-Penney dan model elektron hampir bebas. 6.2 TEOREMA DAN FUNGSI BLOCH Salah satu bagian penting dari teori pita energi yang dapat menyempurnakan bahasan perilaku elektron dalam kristal adalah munculnya besaran energi potensial yang dapat membatasi pergerakan dari elektron. Felix Bloch adalah ilmuwan swiss yang mencetuskan gagasan adanya potensial periodik dan memodifikasi fungsi gelombang elektron bebas dengan fungsi potensial periodik tersebut. Bloch menyelesaikan persamaan gelombang Schrodinger dengan memasukkan syarat bagi fungsi potensial U(r )yang memiliki sifat periodik seperti yang terdapat dalam kristal. Persamaan Schrodinger untuk elektron yang bergerak dalam energi potensial yang nilainya tetap (U0) dan satu dimensi dapat ditulis dalam bentuk persamaan berikut: d 2 (x) dx 2 + 2m 2 (E U 0 ) (x) = 0 Sedangkan jika terdapat potensial periodik U(r )seperti yang digagas Bloch, maka bentuk persamaan Schrodinger untuk satu elektron yang berada dalam potensial periodik tersebut pada arah r adalah sebagai berikut: d 2 (r ) dr 2 + 2m 2 2 d 2 (E U(r )) (r ) = 0 [ + U(r )] (r ) = E (r ) 2m dr2 32

33 Bloch menunjukkan bahwa solusi persamaan Schrodinger adalah fungsi gelombang yang memiliki periodisitas kisi u(r ) yang dituliskan sebagai berikut: (r ) = u(r )e ikr fungsi gelombang tersebut dinamakan fungsi Bloch. Fungsi tersebut harus memenuhi syarat batas periodik yaitu: u(r + a) = u(r ) dan (r + a) = (r ) Dengan a adalah vektor translasi kisi. Ini berarti fungsi gelombang harus sama pada titik-titik yang secara fisis adalah ekivalen dalam kisi kristal. Faktor e ikr dalam fungsi Bloch adalah merupakan bentuk persamaan gelombang datar, dengan k adalah vektor gelombang. 6.3 MODEL KRONIG - PENEY Kronig- Penney memperkenalkan model sumur potensial kotak yang merupakan potensial periodik yang dapat menyelesaikan persamaan Schrodinger dalam satu dimensi berikut: Gambar 6.1 Model sumur potensial kotak yang digagas oleh Kronig-Penney [C. Kittle, Introduction to Solid State Physics, pp 168] 33

34 Sumur potensial persegi dengan Uo = 0 memiliki lebar a, dipisahkan oleh penghalang energi yang lebarnya b dan tinggi Uo. Luas penghalang b Uo, berubah dari tak berhngga sampai nol. Sebagian dari fungsi gelombang bergetar dalam kolam dan meluruh secara eksponensial dalam penghalang. Persamaan Schrodinger umum dapat dibagi menjadi dua bagian: d 2 (x) dx 2 + 2m 2 (E U 0 ) (x) = 0 Untuk daerah 0 < x < a Untuk daerah -b < x< 0 d 2 (x) dx 2 + 2m 2 d 2 (x) dx 2 + 2m 2 (E) (x) = 0 (E U 0 ) (x) = 0 Kedua persamaan di dua daerah tersebut berulang secara periodik diseluruh x. Untuk memudahkan penulisan, dua buah besaran rill yang memiliki dimensi vektor gelombang di lambangkan oleh dan sebagai berikut: 2 = 2m 2 E 2 = 2m 2 (U 0 E) Sehingga persamaan Schrodinger untuk dua daerah pada sumur potensial tersebut adalah sebagai berikut: Untuk daerah 0 < x < a Untuk daerah -b < x< 0 d 2 (x) dx (x) = 0 d 2 (x) dx 2 2 (x) = 0 34

35 Bentuk penyelesaian dari persamaan ini adalah sebagai berikut: Untuk daerah 0 < x < a Untuk daerah -b < x< 0 = Ae i x + Be i x = Ce i x + De i x Selanjutnya, dengan membuat asumsi penyederhanaan U o dan b 0 sehingga hasil kali dari Uob menjadi tertentu dan dapat disesuaikan dan periodisitas kisi menjadi a. Dengan menggunakan syarat batas berikut : ( b < x < 0) = (a < x < a + b) Maka diperoleh A + B = C + D i (A B) = (C D) Pada x = a, maka dapat dirumuskan persamaan pada batas sumur potensial a dan b sebagai berikut: Ae i a + Be i a = (Ce b + De b )e ik(a+b) i (Ae i a Be i a ) = (Ce b De b )e ik(a+b) Sehingga dapat dutuliskan kembali [ 2 2 ] sinh b sin a + cosh b cos a = cos k(a + b) 2 Dengan penyederhanaan kasus U o, b 0 dan >>, b << 1 serta P = 2 ba diperoleh bentuk persamaan: P sin a + cos a = cos ka a 35 2

36 Dengan k = ± π a dapat digambarkan bentuk grafik untuk menggambarkan persamaan tersebut sebagai berikut: P sin a + cos a a a Gambar 6.2 Grafik fungsi persamaan P sin a + cos a = cos ka dari model sumur potensial kotak a yang digagas oleh Kronig-Penney [C. Kittle, Introduction to Solid State Physics, pp 170] Nilai dari cos ka yang dapat diselesaikan adalah cos ka = ±1, sehingga persamaaan untuk grafik yang memiliki niai lebih dari 1 atau kurang dari -1, maka grafik tersebut tidak akan memiliki bentuk penyelesaian. Dengan kata lain daerah pada Gambar 6.2 yang berada diatas 1 atau di bawah -1 adalah daerah terlarang yang kemudian disebut sebagai band gap. Sedangkan daerah diantara 1 dan -1 adalah daerah yang diperbolehkan terdapat elektron didalamnya. 6.4 MODEL ELEKTRON HAMPIR BEBAS 36

37 BAB 7 BAHAN SEMIKONDUKTOR Semikonduktor merupakan material zat padat yang memiliki harga resistivitas antara Ω.cm. Terdapat dua jenis tipe semikonduktor yaitu semikonduktor intrinsik dan semikonduktor ekstrinsik. Semikonduktor intrinsik merupakan semikonduktor murni tanpa atom pengotor,sedangkan semikonduktor ekstrinsik merupakan semikonduktor yang telah diberi atom pengotor. Pemberian atom pengotor pada semikonduktor dapat menyebabkan munculnya dominasi muatan pembawa.bila konsentrasi elektron lebih banyak dari konsentrasi hole maka akan terbentuk semikonduktor tipe-n demikian pula sebaliknya bila hole lebih banyak dari elektron maka akan terbentuk semikonduktor tipe-p. Material Semikonduktor Bila ditinjau dari sifat listriknya, suatu bahan zat padat dapat dikelompokan menjadi beberapa bagian: 1. Bahan isolator yang memiliki harga resistivitas antara Ω.cm 2. Bahan semikonduktor yang memiliki harga resistivitas antara Ω.cm 3. Bahan konduktor yang memiliki harga resistivitas 10-5 Ω.cm Salah satu cara untuk menunjukkan perbedaan antara konduktor, semikonduktor, dan isolator yaitu dengan penggambaran tingkat-tingkat energi dalam bentuk pita energi untuk elektron-elektron dalam bahan. Penggambaran pita energi untuk masing-masing material tersebut ditunjukkan pada gambar 1 berikut. Gambar 1 Pita energi dari (a) isolator, (b) semikonduktor, dan (c) Konduktor 37

38 Ketiga jenis bahan tersebut banyak dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan komponen- komponen elektronik, misalnya bahan isolator banyak digunakan sebagai lapisan dielektrik pada kapasitor metal-oksida-semikonduktor, bahan semikonduktor digunakan sebagai lapisan aktif pada komponen-komponen elektronik maupun komponen optoelektronik sedangkan konduktor sering digunakan untuk pembuatan kontak pada komponen elektronik. Setiap bahan semikonduktor memiliki karakteristik fisis tertentu sehingga dalam aplikasinya harus merujuk pada karakteristik fisisnya tersebut sebagai contoh untuk aplikasi sensor sinar ultraviolet yang tingkat sensitifitasnya tinggi tentu kita harus memilih bahan yang memiliki energi gap yang cukup lebar seperti semikonduktor galium nitrida dengan energi gap sekitar 3,4 ev. Kita bisa juga menggunakan bahan silikon untuk aplikasi sensor ultraviolet namun divais ini kurang sensitif dibandingkan bahan galium nitrida. Pada awal perkembangannya bahan semikonduktor yang pertama kali dieksplorasi adalah Germanium, namun sampai saat ini bahan semikonduktor yang banyak diteliti untuk bahan baku pembuatan divais elektronik maupun optoelektronik adalah Silikon dengan pertimbangan bahan silikon cukup melimpah di alam ini dan harganya relatif murah. Selain silikon material lain yang banyak dipelajari dan diteliti adalah material paduan dari golongan II-VI atau III-V dalam tabel periodik (gambar 1) baik binary (paduan 2 unsur) maupun ternary (paduan 3 unsur) seperti ZnO, GaN, AlN, InN, GaAs, GaSb, AlGaN, AlGaSb, GaNAs dan sebagainya dimana materialmaterial paduan tersebut masing-masing memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri baik dari sifat listrik maupun sifat optiknya yang aplikasinya dapat disesuaikan dengan karakteristik fisisnya masing-masing. 38

39 Gambar 2 Unsur-unsur yang banyak digunakan sebagai bahan semikonduktor Model Ikatan atom pada bahan Semikonduktor Kristal semikonduktor tersusun dari atom-atom yang letaknya saling berdekatan dan saling berikatan satu sama lain membentuk suatu ikatan kristal yang disebut ikatan kovalen. Sebagai ilustrasi dari model ikatan kristal tersebut, di bawah ini digambarkan terbentuknya ikatan kristal pada bahan Silikon. Gambar 3a menunjukan ilustrasi ikatan kovalen dari atom Silikon pada kondisi temperature nol Kelvin, untuk kasus ini setiap atom Silikon menyumbangkan satu elektron untuk tiap pasangan ikatan kovalen. Apabila kristal semikonduktor tersebut diberi energi termal dengan kata lain temperaturnya dinaikan, maka penambahan energi termal tersebut dapat menyebabkan putusnya ikatan kovalen, hal ini dapat membangkitkan pasangan elektron-hole dimana elektron tersebut dapat bebas dari keadaan valensi ke keadaan konduksi sedangkan kekosongan yang ditinggalkan elektron akan menjadi hole seperti nampak pada gambar 3b. 39

40 (a) (b) Gambar 3 Gambaran ikatan kovalen atom silikon pada kondisi (a) temperatur nol Kelvin, (b) pada temperatur di atas nol Kelvin 40

41 Model Pita Energi Semikonduktor Setiap atom penyusun kristal semikonduktor memiliki sejumlah elektron valensi pada kulit terluarnya yang menempati keadaan valensi (gambar 4b), keadaan elektron valensi ini memiliki tingkat energi yang besarnya EV. Elektron valensi ini berkontribusi pada pembentukan ikatan kovalen antara atom-atom penyusun kristal semikonduktor. Sedangkan keadaan dimana elektron sudah terbebas dari ikatan kovalen disebut keadaan konduksi dengan tingkat Energi EC (gambar 4a). Apabila kristal semikonduktor tersebut temperaturnya dinaikan maka akan ada penambahan energi termal yang menyebabkan terputusnya ikatan kovalen yang terbentuk. Pemutusan ikatan kovalen ini akan menghasilkan elektron bebas yang sudah dalam keadaan konduksi dengan tingkat energi EC. Pada gambar 4c diilustrasikan keadaan elektron konduksi dimana setelah terjadinya pemutusan ikatan kovalen, elektron valensi pada tingkat energi EV akan berpindah kekeadaan konduksi dengan tingkat Energi EC. Selisih antara tingkat energi konduksi dengan tingkat energi valensi ini dinamakan energi celah pita (energi gap) dimana energi gap tersebut merupakan energi minimal yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan kovalen pada kristal semikonduktor. (a) (b) (c) Gambar 4. Model pita energi bahan semikonduktor 41

42 Tabel 1 Energi gap bahan semikonduktor Tipe Semikonduktor Berdasarkan pergerakan pembawa muatan dalam semikonduktor ada tiga cara yaitu: 1. Eksitasi elektron (semikonduktor instrinsik), 2. Impurity (Semikonuktor ekstrinsik), dan 3. Semikonduktor nonstoikiometri. 1.Eksitasi Elektron (semikonduktor intrinsik). Dalam semikonduktor besar celah pita terlarang (band gap) sedemikian rupa sehingga elektron dapat melompati band gap dari pita valensi ke pita konduksi dengan energi minimum yang dibutuhkan sama dengan energi gap. 42

43 Gambar 5. Energi gap dalam golongan IV (skematik) Pada Gambar 5 terlihat energi gap untuk C (intan), Si, Ge, dan Sn. Jumlah pembawa muatan dalam bahan tersebut dalam satu golongan semakinnkebawah akan semakin meningkat, akibatnya konduktivitas pun akan meningkat seperti yang ditunjukan pada Tabel 2. konduktivitas ini merupakan sifat dari bahan dan tidak ditimbulkan oleh ketidakmurnian (impurity). Oleh karena itu disebut semikonduktor intrinsic. Tabel 2. Energi gap dalam semikonduktor elementer. Elemen Enegi gap (ev) T=20 o C Konduktivitas C (intan) 6 o < Si Ge x Ketiga unsur dalam golongan IV tersebut (Si, Ge, dan Sn) merupakan satu- satunya unsur yang bersifat semikonduktor dan memiliki struktur Kristal yang sama. Selain itu ada pula senyawa campuran golongan III ( B, Al, GA, In) dengan golongan V (N, P, As, Sb) memiliki sifat sebagai semikonduktor dan memiliki srtruktur yang sama misalnya SiC,AlSb, GaN,InAs, Zns dan contoh senyawa lainnya (van Vlack, 1994). Pada material semikonduktor khususnya semikonduktor intrinsik, eksitasi elektron terjadi melewati bandgap dari pita valensi ke pita konduksi. Contohnya pada pembentukan ikatan atom Si (silikon). Senyawa silikon memiliki band gap sebesar 1,12 ev. Jika senyawa silikon tersebut diberi energi termal atau diberi energi cahaya yang lebih besar atau sama dengan 1,12 ev, maka elektron dari tingkat valensi akan tereksitasi ke tingkat konduksi. 43

44 Gambar 6. Diagram pita energi pada silikon 2. Impurity (semikonduktor ekstrinsik). Ketidakmurnian dalam semikonduktor akan mempengruhi jumlah pembawa muatan dalam semikonduktor sehingga akan mengubah konduktivitasnya. Pemberian pengotor (dopant) dapat menyebabkan munculnya tingkat energi baru dalam energi gap. Perubahan tingkat energi ini dapat digolongkan menjadi dua bagian tingkat energi yaitu tingkat akseptor dan tingkat donor. Tingkat akseptor merupakan tingkat energi yang muncul di ujung atas tingkat valensi, karena dapat menerima elektron yang meninggalkan pita valensi. Sedangkan tingkat donor merupakan tingkat energi yang muncul di ujung bawah pita konduksi, karena tingkat ini dapat memberikan elektron ke tingkat konduksi. Gambar 7. Pemberian dopant pada struktur band gap semikonduktor memunculkan tingkat energi baru yaitu tingkat donor dan tingkat akseptor Adanya pengotor (dopan) dapat mengubah nilai konduktivitas dan resistivitasnya. Tipe N 44

45 Jika ke dalam semikonduktor transisi (intrinsik) ditambahkan dengan atom dari golongan V, maka dalam semikonduktor tersebut akan terdapat elektron yang berlebih, sehingga elektron yang berlebih tersebut akan bertindak sebagai donor contohnya adalah SiP, GeAs, ZnO dan yang lainnya. Oleh karena itu semikonduktor yang memiliki elektron yang berlebih dikenal dengan semikonduktor tipe-n. Gambar 8. semikonduktor tipe-n Elektron bebas sebagian besar terjadi karena doping, dan sebagian kecil lainnya bersama hole karena generation akibat agitasi termal. Elektron bebas menjadi pembawa muatan mayoritas dan hole sebagai pembawa muatan minoritas. Semikonduktor tipe P Akan tetapi sebaliknya jika ke dalam semikonduktor transisi ditambahkan dengan atom dari golongan III, hal itu akan mengakibatkan dalam semikonduktor menjadi kekurangan elektron sehingga membuat semikonduktor menjadi lebi posistip contohnya adalah SiB, GeAl dan yang lainnya. Semikonduktor jenis ini dikenal dengan semikonduktor tipe-p. Gambar 9. semikonduktor tipe-p Hole sebagian besar terjadi karena doping, dan sebagian kecil lainnya bersama 45

46 elektron bebas karena generation akibat agitasi termal. Hole menjadi pembawa muatan mayoritas dan elektron bebas sebagai pembawa muatan minoritas. Untuk semikonduktor ekstriksik baik tipe-n maupun tipe-p konduktivitas ekstrinsik tidak akan naik terus menerus dengan kenaikan temperatur dan akan dijumpai pada suatu keadaan dimana nilai konduktivitanya konstan. Hal itu diakibatkan karena proses pengurasan donor dan penjenuhan akseptor. 3. Semikonduktor Nonstokiometri. Pada keadaan ini hampir mirip dengan semikonduktor ekstrinsik, hanya saja disebabkan oleh ketidakmurnian hal yang lainnya yaitu pengaruh dari cacat sebagai hasil dari stoikiomeri. Elektron dan hole semikonduktor nonstoikiometri tereksitasi dalam pita konduksi dan valensi sebagai hasil reduksi dan oksidasi. Pada cacat yang diakibatkan oleh stoikiomerti kristal akan menimbulkan celah pita terlarang antara pita valensi dan konduksi. Celah pita terlarang tersebut akan bertidak sebagai perangkap elektron atau hole. Elektron dan hole yang berada pada celah pita terlarang dapat loncat ke pita konduksi jika mendapat energi tambahan walaupun energinya lebih kecil dari energi gap (Reka Rio, 1999) Tipe arus listrik pada Semikonduktor Keberadaan elektron dan hole pada semikonduktor akan mempengaruhi karakteristik listrik pada bahan tersebut. Ada dua jenis arus listrik yang terjadi pada semikonduktor yaitu arus hanyut (drift) dan arus difusi. 1. Arus Hanyut (Drift) Ketika semikonduktor diberi medan listrik E, maka partikel-partikel bermuatan dalam semikonduktor tersebut akan bergerak (hanyut) dengan laju yang berbanding lurus dengan medan listriknya. 2. Arus Difusi Arus difusi terjadi akibat adanya perbedaan konsentrasi muatan pembawa. Arus difusi akan mengalir dari daerah yang berkonsentrasi tinggi ke daerah yang memiliki konsentrasi rendah Band gap 46

47 Pergerakan pembawa muatan intrinsik Proses transport dalam bahan semikonduktor 47

48 BAB 8 DINAMIKA ELEKTRON DALAM LOGAM Dalam bab ini kita akan mencurahkan perhatian kita pada elektron dan kebebasan geraknya diantara atom-atom.logam dengan ikatannya yang lemah dengan elektron valensi, merupakan konduktor listrik dan penghantar panas yang baik. Konduktivitas ini terjadi karena hanya diperlukan energi sedikit saja untuk mengaktifkan elektron yang terdelokalisir kelevel konduksi. Sebaliknya, elektron memerlukan energi yang cukup besar untuk mengatasi sela energi yang besar dalam isolator. Semikonduktor mempunyai sela energi yang lebih besar dari pada isolator, sehingga terdapat sejumlah elektron untuk konduksi 1.1. Pembawa muatan Berbagai bahan yang dapat digunakan oleh ahli tehnik dan ilmuwan mempunyai konduktivitas (tahanan, karena = 1/ ) dengan nilai yang berbeda-beda. Pada gambar 5.1 kita lihat bahwa umumnya bahan dibagi dalam tiga golongan : Konduktor, semikonduktor dan isolator. Logam masuk golongan pertama, karena memiliki elektron yang terdelokalisir yang bebas bergerak melalui seluruh struktur. Keramik dan bahan polimer yang memiliki elektron yang terikat dengan kuat dan ion-ion yang tidak berdifusi termasuk kelompok isolator. Fungsinya ialah mengisolir konduktor yang berdekatan. Belum lama berselang hanya kedua ujung spektrum dianggap berguna. Namun sekarang bagian tengah, kelompok semikonduktor menjadi sangat penting, bahkan merupakan pokok bahasan dalam bab ini 48

49 Gambar 1.1. Spektrum konduktivitas (dan tahanan), Semikonduktor komersil terletak antara dan 10-4 ohm -1 m -1. Orbital molekul LCAO Fungsi gelombang elektron dalam suatu atom disebut orbital atom. Karena kebolehjadian menemukan elektron dalam orbital molekul sebanding dengan kuadrat fungsi gelombang, peta elektron nampak seperti fungsi gelombang. Suatu fungsi gelombang mempunyai daerah beramplitudo positif dan negatif yang disebut cuping (lobes). Tumpang tindih cuping positif dengan positif atau negatif dengan negatif dalam molekul akan memperkuat satu sama lain membentuk ikatan, tetapi cuping positif dengan negatif akan meniadakan satu sama lain tidak membentuk ikatan. Besarnya efek interferensi ini mempengaruhi besarnya integral tumpang tindih dalam kimia kuantum. 49

50 Dalam pembentukan molekul, orbital atom bertumpang tindih menghasilkan orbital molekul yakni fungsi gelombang elektron dalam molekul. Jumlah orbital molekul adalah jumlah atom dan orbital molekul ini diklasifikasikan menjadi orbital molekul ikatan, non-ikatan, atau antiikatan sesuai dengan besarnya partisipasi orbital itu dalam ikatan antar atom. Kondisi pembentukan orbital molekul ikatan adalah sebagai berikut [Syarat pembentukan orbital molekul ikatan] (1) Cuping orbital atom penyusunnya cocok untuk tumpang tindih. (2) Tanda positif atau negatif cuping yang bertumpang tindih sama. (3) Tingkat energi orbital-orbital atomnya dekat. Kasus paling sederhana adalah orbital molekul yang dibentuk dari orbital atom A dan B dan akan dijelaskan di sini. Orbital molekul ikatan dibentuk antara A dan B bila syarat-syarat di atas dipenuhi, tetapi bila tanda salah satu orbital atom dibalik, syarat ke-2 tidak dipenuhi dan orbital molekul anti ikatan yang memiliki cuping yang bertumpang tindih dengan tanda berlawanan yang akan dihasilkan ( Gambar 2.15). Tingkat energi orbital molekul ikatan lebih rendah, sementara tingkat energi orbital molekul anti ikatan lebih tinggi dari tingkat energi orbital atom penyusunnya. Semakin besar selisih energi orbital ikatan dan anti ikatan, semakin kuat ikatan. Bila tidak ada interaksi ikatan dan anti ikatan antara A dan B, orbital molekul yang dihasilkan adalah orbital non ikatan. Elektron menempati orbital molekul dari energi terendah ke energi yang tertinggi. Orbital molekul terisi dan berenergi tertinggi disebut HOMO (highest occupied molecular orbital) dan orbital molekul kosong berenergi terendah disebut LUMO (lowest unoccupied molecular orbital). Ken'ichi Fukui (pemenang Nobel 1981) menamakan orbital-orbital ini orbital-orbital terdepan (frontier). Bila dua fungsi gelombang dari dua atom dinyatakan dengan φa dan φb, orbital molekul adalah kombinasi linear orbital atom (linear combination of the atomic orbitals (LCAO)) diungkapkan sebagai ψ = CAφA + CBφB hanya orbital-orbital atom kulit elektron valensi yang digunakan dalam metoda orbital molekul sederhana. Pembentukan orbital molekul diilustrasikan di bawah ini untuk kasus sederhana molekul dua atom. Semua tingkat di bawah HOMO terisi dan semua tingkat di atas LUMO kosong. Dalam molekul hidrogen, H2, tumpang tindih orbital 1s masing-masing atom hydrogen membentuk orbital ikatan σg bila cupingnya mempunyai tanda yang sama dan 50

51 antiikatan σu bila bertanda berlawanan, dan dua elektron mengisi orbital ikatan σg (Gambar 2.18). Dalam molekul dua atom periode dua, dari litium Li2 sampai flourin F2, bila sumbu z adalah sumbu ikatan, 1σg dan 1σu dibentuk oleh tumpang tindih orbital 2s dan 2σg dan 2σu dari orbital 2pz dan 1πu dan 1πg dari 2px, dan 2py. Tingkat energi orbital molekul dari Li2 sampai N2 tersusun dalam urutan 1σg < 1σu < 1πu < 2σg < 1πg < 2σu dan elektron menempati tingkat-tingkat ini berturut-turut dari dasar. Contoh untuk molekul N2 dengan 10 elektron valensi ditunjukkan di Gambar Karena urutan orbital agak berbeda di O2 dan F2, yakni orbital 2σg lebih rendah dari 1πu, orbital molekul untuk O2, diilustrasikan di Gambar Elektron ke-11 dan 12 akan mengisi orbital 1πg yang terdegenerasi dalam keadaan dasar dan spinnya paralel sesuai aturan Hund dan oleh karena itu oksigen memiliki dua elektron tidak berpasangan. Orbital molekul dua atom yang berbeda dibentuk dengan tumpang tindih orbital atom yang tingkat energinya berbeda. Tingkat energi atom yang lebih elektronegatif umumnya lebih rendah, dan orbital molekul lebih dekat sifatnya pada orbital atom yang tingkat energinya lebih dekat. Oleh karena itu, orbital ikatan mempunyai karakter atom dengan ke-elektronegativan lebih besar, dan orbital anti ikatan mempunyai karakter atom dengan ke-elektronegativan lebih kecil. Misalnya, lima orbital molekul dalam hidrogen fluorida, HF, dibentuk dari orbital 1s hidrogen dan orbital 2s dan 2p fluor, sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar Orbital ikatan 1σ mempunyai karakter fluorin, dan orbital 3σ anti ikatan memiliki karakter 1s hidrogen. Karena hidrogen hanya memiliki satu orbital 1s, tumpang tindih dengan orbital 2p fluor dengan karakter π tidak efektif, dan orbital 2p fluor menjadi orbital nonikatan. Karena HF memiliki delapan elektron valensi, orbital nonikatan ini menjadi HOMO. Dalam karbon monoksida, CO, karbon dan oksigen memiliki orbital 2s dan 2p yang menghasilkan baik ikatan sigma dan pi, dan ikatan rangkap tiga dibentuk antar atomnya. Walaupun 8 orbital molekulnya dalam kasus ini secara kualitatif sama dengan yang dimiliki molekul yang isoelektronik yakni N2 dan 10 elektron menempati orbital sampai 3σ, tingkat energi setiap orbital berbeda dari tingkat energi molekul nitrogen. Orbital ikatan 1σ memiliki karakter 2s oksigen sebab oksigen memiliki ke-elektronegativan lebih besar. Orbital antiikatan 2π dan 4σ memiliki karakter 2p karbon ( Gambar 2.22). 51

52 Metoda VB dikembangkan lebih lanjut oleh ilmuwan Amerika termasuk John Clarke Slater ( ) dan Linus Carl Pauling ( ). Namun, kini metoda orbital molekul (molecular orbital, MO) jauh lebih populer. Konsep dasar metoda MO dapat dijelaskan dengan mudah dengan mempelajari molekul tersederhana, ion molekul H2+ Gambar 3.7 Ion molekul hidrogen. Spesi ini adalah molekul terkecil, terdiri atas dua proton dan satu elektron. Fungdi gelombang sistem ini didaptkan dengan mensubstitusi potensialnya kedalam persamaan Bila elektronnya di sekitar inti 1, pengaruh inti 2 dapat diabaikan, dan orbitalnya dapat didekati dengan fungsi gelombang 1s hidrogen di sekitar inti 1. 52

53 Demikian pula, bila elektronnya di sekitar inti 2, pengaruh inti 1 dapat diabaikan, dan orbitalnya dapat didekati dengan fungsi gelombang 1s hidrogen di sekitar inti 2. Kemudian kombinasi linear dua fungsi gelombang 1s dikenalkan sebagai orbital molekul pendekatan bagi orbital molekul H2. Untuk setiap elektron 1 dan 2, orbital berikut didapatkan. φ+(1) = a[1s1(1) + 1s2(1)] φ+(2) = a[1s1(2) + 1s2(2)] (3.4) Orbital untuk molekul hidrogen haruslah merupakan hasilkali kedua orbital atom ini. Jadi, Ψ+(1, 2) = φ+(1) φ+(2) = a[1s1(1) + 1s2(1)] x a[1s1(2) + 1s2(2)] = a2[1s1(1) 1s1(2) + 1s1(1) 1s2(2) + 1s1(2)1s2(1) + 1s2(1) 1s2(2)] (3.5) Orbital ini melingkupi seluruh molekul, dan disebut dengan fungsi orbital molekul, atau secara singkat orbital molekul. Seperti juga, orbital satu elektron untuk atom disebut dengan fungsi orbital atom atau secara singkat orbital atom. Metoda untuk memberikan pendekatan orbital molekul dengan melakukan kombinasi linear orbital atom disebut dengan kombinasi linear orbital atom (linear combination of atomic orbital, LCAO). Elektron-elektron dalam kristal logam Kalau kita membayangkan atom-atom dikumpulkan dan ditata membentuk struktur kristal, maka ketika jarak antara atom-atom terdekat mendekati jarak antar atom yang khas pada logam, elektron-elektron terluar tidak lagi mengacu ke atomnya masing-masing. Begitu elektron-elektron terluar tidak lagi terikat ke atomnya masing-masing melainkan bergerak bebas di seluruh logam, maka menurut Prinsip Kekecualian Pauli, elektronelektron tadi tidak dapat memprtahankan perangkat bilangan kuantum yang sama seperti masih merupakan bagian dari atom-atom. Akibatnya, elektron-elektron bebas tidak lagi bisa memiliki lebih dari dua elektron dengan spin berlawanan untuk suatu energi tertentu. Energi-energi elektron bebas itu didistribusikan ke suatu rentang yang terus meningkat sejalan proses pembentukan logam oleh atom-atom. Jika atom-atom dimaksudkan untuk membentuk struktur logam yang 53

54 mantap, energi purata (mean energi) elektron-elektron bebas harus lebih rendah disbanding energi tingkat elektron ketika atom-atom masih bebas. Gambar 2.4 memperlihatkan pelebaran tingkat atomatik sejak atom-atom masih mulai berhimpun dengan yang lain, serta penurunan energi elektron-elektron sebagai akibatnya. Besar penurunan energi purata elektron-elektron terluar inilah yang menentuka kemantapan logam. Dalam hal ini, yang disebut jarak keseimbangan (equilibrium spacing) antara atom-atom dalam suatu logam adalah jarak yang apabila dikurangi lagi akan menyebabkan bertambahnya gaya tolak-menolak ion-ion positif yang saling didekatkan itu, sehingga gaya tolak-menolak tadi akan lebih besar dibanding penurunan energi elektron purata yang disebabkannya. Kecepatan berkelompok dan Massa Efektif. Sesungguhnya baik massa elektron maupun massa hole dalam persamaanpersamaan di atas adalah merupakan massa efektif untuk masing-masing partikel. Apakah massa efektif itu? Untuk menjawabnya marilah kita ikuti uraian di bawah ini. Kecepatan kelompok (group velocity) biasa didefinisikan sebagai berikut: vg = dw/dk, (1) dimana w adalah frekuensi sudut, dan k adalah vektor gelombang. Kita mengetahui bahwa frekuensi sudut yang dikaitkan dengan energi adalah sebagai berikut: w = E/h (2) dimana E merupakan fungsi k, sehingga kecepatan kelompok menjadi : vg = (1/h) de/dk (3) Jika kita diferensialkan persamaan (3) terhadap waktu (t), kita akan memperoleh : 54

55 Kita dapat mengaitkan dk/dt dengan gaya listrik yang bekerja pada sebuah elektron bebas sebagai berikut. Usaha yang dilakukan pada sebuah elektron oleh medan listrik dalam selang waktu dt adalah: de = F. ds (6) dimana de adalah usaha, F = vektor gaya listrik yang berkerja pada elektron, dan ds adalah vektor perpindahan dalam selang waktu dt. Gaya listrik F biasa ditulis sebagai berikut: F = -e.e, (7) dimana e adalah muatan listrik elektron, dan e adalah medan listrik, sehingga persamaan (6) menjadi : de = -e. e. ds. (8) Tetapi ds adalah sama dengan hasil kali antara kecepatan kelompok vg dengan selang waktu dt. Jadi usaha yang dilakukan pada elektron tersebut adalah: de = -e. e. vg. dt. (9) Kita tahu bahwa de = (de/dk) dk (10) dan dari persamaan (3) kita tahu bahwa de/dk = h vg, sehingga persamaan (10) menjadi: de = h. vg. dk (11) Karena persamaan (9) sama dengan persamaan (11), maka Anda dapat memahami bahwa: 55

56 Sekarang cobalah substitusikan persamaan (13) ke dalam persamaan (5). Anda akan memperoleh hasil sebagai berikut: Cobalah Anda amati persamaan (15)! Anda lihat bahwa karena F = gaya, dan (d/dt)vg sama dengan percepatan, maka sisanya dari persamaan (43) haruslah sama dengan massa, supaya memenuhi persamaan kedua Newton, yaitu F = m. a. Jadi, dari persamaan (43) kita dapat mendefinisikan massa lain yang biasa disebut sebagai massa efektif sebagai berikut: Ingat bahwa tidak boleh diganti menjadi dk2/d2e. Permukaan Fermi Dalam struktur metalik, elektron-elektron bebas dengan demikian harus dianggap menempati serangkaian tingkat energi distrik (unik) dengan selang yang sangat rapat. Tiap tingkat energi atomik yang mengurai menjadi sebuah pita memiliki banyak tingkat energi yang sama dengan banyaknya N atom dalam sepotong logam. Seperti yang dinyatakan sebelum ini, suatu tingkat energi tidak boleh ditempati oleh lebih dari dua elektron dengan spin berlawanan. 56

57 Oleh sebab itu, setiap pita paling banyak hanya dapat memiliki 2N elektron. jelaslah, dalam keadaan energi paling rendah suatu logam, semua tingkat energi rendah telah terisi. Sela energi antara tingkat-tingkat yang berturuttan tidak tetap melainkan mengecil sejalan dengan naiknya tingkat energi. Dari segi kerapatan keadaan elektron N (E) ini biasanya dinyatakan sebagai fungsi energi E. Besaran N(E)dE menginformasikan banyaknya tingkat energi dalam suatu ionterval energi de yang sangat kecil, dan untuk elektron bebas besaran ini membentuk fungsi parabola energi seperti yang tampak dalam Gambar 2.5. Karena setiap tempat hanya dapat ditempati dua elektron, energi elektron yang menempati suatu tingkat energi rendah tidak dapat diperbesar kecuali bila diberi tambahan energi yang cukup untuk melompat ke tingkat kosong di bagian pita sebelah atas. Lebar energi pita-pita umumnya sekitar 5 atau 6 elektron volt*, karena ini cukup besar energi yang dibutuhkan oleh logam untuk mengeksitasikan elektronnya yang berada di tingkat bawah. Energi sebesar itu tidak tersedia pada temperatur normal, dan hanya elektron dengan energi mendekati yang terdapat pada bagian atas pita (disebut tingkat atau permukaan Fermi) dapat dieksitasikan sehingga karena itu hanya sedkit elektron bebas pada logam yang dapat ambil bagian dalam proses-proses thermal. Energi pada tingkat Fermi EF bergantung pada banyaknya elektron N per unit volume V, dapat dihitung denga rumus (h2/8m) x (3Nπ V)2/3. Bila, maka jumlah tingkat energi yang terisi penuh oleh elektron pada, n= N/2 dimana N adalah jumlah elektron dan angka 2 menunjukan spin elektron (spin up dan spin down), sebesar : Energi tersebut dinamakan energi Fermi, yaitu tingkat energi tertinggi yang ditempati elektron pada suhu T = 0K (pada keadaan dasar, yang elektronnya terisi penuh). Jika suhu T > 0K, maka: elektron akan mampu bertransisi (loncat) ke tingkat energi yang lebih tinggi. sedangkan elektron yang lainnya, pada waktu yang bersamaan, tidak dapat bertransisi ke tingkat energi yang lebih tinggi, hal ini terjadi dikarenakan berlakunya prinsip ekslusi Pauli. 57

58 Dari persamaan-persamaan diatas, dapat disimpulkan bahwa semakin banyak gelombang yang terbentuk, maka akan semakin tinggi tingkat energinya. Gambar Energi Fermi Figure 13. The free elektron Fermi surface of Fig. 11, as viewed in the reduced zone scheme. The shaded areas represent occupied states. Parts of the Fermi surface fall in the second, third, and fourth zones. The fourth zone is not shown. The firs zone is shown entirely occupied. 8.1.Metode LCAO 8.2.Dinamika elektron dalam logam 58

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam Elektron Bebas Beberapa teori tentang panas jenis zat padat yang telah dibahas dapat dengan baik menjelaskan sifat-sfat panas jenis zat padat yang tergolong non logam, akan tetapi untuk golongan logam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Anda harus dapat

PENDAHULUAN Anda harus dapat PENDAHULUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Teori Pita Energi yang mencakup : asal mula celah energi, model elektron hampir bebas, model Kronig-Penney, dan persamaan sentral. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron PENDAHUUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron bebas dalam satu dimensi dan elektron bebas dalam tiga dimensi. Oleh karena itu, sebelum mempelajari modul

Lebih terperinci

Bab 6. Elektron Dalam Zat Padat (Teori Pita Energi)

Bab 6. Elektron Dalam Zat Padat (Teori Pita Energi) Bab 6 Elektron Dalam Zat Padat (Teori Pita Energi) Teori Pita Energi Untuk Zat Padat (Model Untuk Teori Pita Energi) Berdasarkan daya hantar listrik, zat padat dibedakan menjadi tiga jenis : Logam dan

Lebih terperinci

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) Fisika Zat Padat Pendahuluan halaman 1 dari 9 GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) MATA KULIAH : FISIKA ZAT PADAT PENDAHULUAN KODE/BOBOT : PAF 225 / 2 SKS DESKRIPSI SINGKAT : Dalam pembelajaran iniakan

Lebih terperinci

MOLEKUL, ZAT PADAT DAN PITA ENERGI MOLEKUL ZAT PADAT PITA ENERGI

MOLEKUL, ZAT PADAT DAN PITA ENERGI MOLEKUL ZAT PADAT PITA ENERGI MOLEKUL, ZAT PADAT DAN PITA ENERGI MOLEKUL ZAT PADAT PITA ENERGI edy wiyono 2004 PENDAHULUAN Pada umumnya atom tunggal tidak memiliki konfigurasi elektron yang stabil seperti gas mulia, maka atom atom

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Kristal Semikonduktor yang mencakup:

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Kristal Semikonduktor yang mencakup: PENDAHULUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Kristal Semikonduktor yang mencakup: kristal semikonduktor intrinsik dan kristal semikonduktor ekstrinsik. Oleh karena itu, sebelum mempelajari modul

Lebih terperinci

Getaran Dalam Zat Padat BAB I PENDAHULUAN

Getaran Dalam Zat Padat BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Getaran atom dalam zat padat dapat disebabkan oleh gelombang yang merambat pada Kristal. Ditinjau dari panjang gelombang yang digelombang yang digunakan dan dibandingkan

Lebih terperinci

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) UNIVERSITAS DIPONEGORO

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) UNIVERSITAS DIPONEGORO GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) UNIVERSITAS DIPONEGORO SPMI- UNDIP GBPP 10.09.04 PAF 219 Revisi ke - Tanggal 13 September 2013 Dikaji Ulang Oleh Ketua Program Studi Fisika Dikendalikan Oleh GPM

Lebih terperinci

4. Buku teks: Introduction to solid state physics, Charles Kittel, John Willey & Sons, Inc.

4. Buku teks: Introduction to solid state physics, Charles Kittel, John Willey & Sons, Inc. Pengantar. Target: mahasiswa undergraduate menjelang tingkat akhir atau mahasiswa graduate tanpa latar belakang fisika zat padat. 2. Penjelasan Mata kuliah: tujuan perkuliahan ini adalah untuk memberikan

Lebih terperinci

U = Energi potensial. R = Jarak antara atom

U = Energi potensial. R = Jarak antara atom IKATAN KRISTAL Zat padat merupakan zat yang memiliki struktur yang stabil Kestabilan sruktur zat padat disebabkan oleh adanya interaksi antara atom membentuk suatu ikatan kristal Sebagai contoh: Kristal

Lebih terperinci

BENDA WUJUD, SIFAT DAN KEGUNAANNYA

BENDA WUJUD, SIFAT DAN KEGUNAANNYA BENDA WUJUD, SIFAT DAN KEGUNAANNYA Benda = Materi = bahan Wujud benda : 1) Padat 2) Cair 3) Gas Benda Padat 1. Mekanis kuat (tegar), sukar berubah bentuk, keras 2. Titik leleh tinggi 3. Sebagian konduktor

Lebih terperinci

Yang akan dibahas: 1. Kristal dan Ikatan pada zat Padat 2. Teori Pita Zat Padat

Yang akan dibahas: 1. Kristal dan Ikatan pada zat Padat 2. Teori Pita Zat Padat ZAT PADAT Yang akan dibahas: 1. Kristal dan Ikatan pada zat Padat 2. Teori Pita Zat Padat ZAT PADAT Sifat sifat zat padat bergantung pada: Jenis atom penyusunnya Struktur materialnya Berdasarkan struktur

Lebih terperinci

FONON I : GETARAN KRISTAL

FONON I : GETARAN KRISTAL MAKALAH FONON I : GETARAN KRISTAL Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendahuluan Fisika Zat Padat Disusun Oleh: Nisa Isma Khaerani ( 3215096525 ) Dio Sudiarto ( 3215096529 ) Arif Setiyanto ( 3215096537

Lebih terperinci

tak-hingga. Lebar sumur adalah 4 angstrom. Berapakah simpangan gelombang elektron

tak-hingga. Lebar sumur adalah 4 angstrom. Berapakah simpangan gelombang elektron Tes Formatif 1 Petunjuk: Jawablah semua soal di bawah ini pada lembar jawaban yang disediakan! =============================================================== 1. Sebuah elektron ditempatkan dalam sebuah

Lebih terperinci

Karakterisasi XRD. Pengukuran

Karakterisasi XRD. Pengukuran 11 Karakterisasi XRD Pengukuran XRD menggunakan alat XRD7000, kemudian dihubungkan dengan program dikomputer. Puncakpuncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi

Lebih terperinci

Silabus dan Rencana Perkuliahan

Silabus dan Rencana Perkuliahan Silabus dan Rencana Perkuliahan Matakuliah : Pend,Fisika Zat Padat Kode : FI 362 SKS : 3 sks Semester : Semua Nama Dosen : WD, dkk Standar Kompotensi : Menguasai pengetahuan tentang Pendahuluan Fisika

Lebih terperinci

LATIHAN UJIAN NASIONAL

LATIHAN UJIAN NASIONAL LATIHAN UJIAN NASIONAL 1. Seorang siswa menghitung luas suatu lempengan logam kecil berbentuk persegi panjang. Siswa tersebut menggunakan mistar untuk mengukur panjang lempengan dan menggunakan jangka

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) : Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Mata Kuliah/ Kode : Pendahuluan Fisika Zat Padat/ GFI 10442

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) : Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Mata Kuliah/ Kode : Pendahuluan Fisika Zat Padat/ GFI 10442 RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi : Pendidikan Fisika Mata Kuliah/ Kode : Pendahuluan Fisika Zat Padat/ GFI 10442 Jumlah SKS : 3 SKS Semester : 6

Lebih terperinci

BAB FISIKA ATOM. Model ini gagal karena tidak sesuai dengan hasil percobaan hamburan patikel oleh Rutherford.

BAB FISIKA ATOM. Model ini gagal karena tidak sesuai dengan hasil percobaan hamburan patikel oleh Rutherford. 1 BAB FISIKA ATOM Perkembangan teori atom Model Atom Dalton 1. Atom adalah bagian terkecil dari suatu unsur yang tidak dapat dibagi-bagi 2. Atom-atom suatu unsur semuanya serupa dan tidak dapat berubah

Lebih terperinci

Bab 1 ZAT PADAT IKATAN ATOMIK DALAM KRISTAL

Bab 1 ZAT PADAT IKATAN ATOMIK DALAM KRISTAL Bab 1 ZAT PADAT IKATAN ATOMIK DALAM KRISTAL Kekristalan Zat Padat Zat padat dapat dibedakan menjadi: Kristal yaitu bila atom atau molekul penyusun tersusun dalam bentuk pengulangan kontinu untuk rentang

Lebih terperinci

BAB - III IKATAN KRISTAL

BAB - III IKATAN KRISTAL BAB - III IKATAN KISTAL Pertanyaan yang harus dawab pada dalam bab ini adalah : Apakah yang menyebabkan sebuah kristal tetap bersatu? Jawab : Interaksi yang paling besar bertanggung awab untuk teradi kohesi

Lebih terperinci

KIMIA FISIKA KESETIMBANGAN CAIR-UAP & PADAT-UAP. Prof. Heru Setyawan Jurusan Teknik Kimia FTI ITS

KIMIA FISIKA KESETIMBANGAN CAIR-UAP & PADAT-UAP. Prof. Heru Setyawan Jurusan Teknik Kimia FTI ITS KIMIA FISIKA KESETIMBANGAN CAIR-UAP & PADAT-UAP Prof. Heru Setyawan Jurusan Teknik Kimia FTI ITS 2 Kesetimbangan Fasa Satu Komponen Perubahan fasa yang terjadi ketika cairan yang dipanaskan dalam wadah

Lebih terperinci

WUJUD ZAT. SP-Pertemuan 1

WUJUD ZAT. SP-Pertemuan 1 WUJUD ZAT SP-Pertemuan 1 WUJUD ZAT (PADATAN) SP-Pertemuan 1 Padatan: Suatu susunan satuan (atom atau molekul) yang tersusun sangat teratur dan diikat oleh gaya tertentu Tergantung sifat gaya: Ikatan kovalen:

Lebih terperinci

Chap. 8 Gas Bose Ideal

Chap. 8 Gas Bose Ideal Chap. 8 Gas Bose Ideal Model: Gas Foton Foton adalah Boson yg tunduk kepada distribusi BE. Model: Foton memiliki frekuensi ω, rest mass=0, spin 1ħ Energi E=ħω dan potensial kimia =0 Momentum p = ħ k, dengan

Lebih terperinci

BAB I STRUKTUR KRISTAL

BAB I STRUKTUR KRISTAL BAB I STRUKTUR KRISTAL Sebagian besar materi fisika zat padat adalah kristal dan elektron di dalamnya, fisika zat padat mulai dikembangkan awal abad ke, mengikuti penemuan difraksi sinar-x oleh kristal.

Lebih terperinci

IKATAN KIMIA DALAM BAHAN

IKATAN KIMIA DALAM BAHAN IKATAN KIMIA DALAM BAHAN Sifat Atom dan Ikatan Kimia Suatu partikel baik berupa ion bermuatan, inti atom dan elektron, dimana diantara mereka, akan membentuk ikatan kimia yang akan menurunkan energi potensial

Lebih terperinci

Bab V Ikatan Kimia. B. Struktur Lewis Antar unsur saling berinteraksi dengan menerima dan melepaskan elektron di kulit terluarnya. Gambaran terjadinya

Bab V Ikatan Kimia. B. Struktur Lewis Antar unsur saling berinteraksi dengan menerima dan melepaskan elektron di kulit terluarnya. Gambaran terjadinya Bab V Ikatan Kimia Sebagian besar unsur yang ada di alam mempunyai kecenderungan untuk berinteraksi (berikatan) dengan unsur lain. Hal itu dilakukan karena unsur tersebut ingin mencapai kestabilan. Cara

Lebih terperinci

KB 2. Nilai Energi Celah. Model ini menjelaskan tingkah laku elektron dalam sebuah energi potensial yang

KB 2. Nilai Energi Celah. Model ini menjelaskan tingkah laku elektron dalam sebuah energi potensial yang KB. Nilai Energi Celah 1. Model Kronig-Penney Model ini menjelaskan tingkah laku elektron dalam sebuah energi potensial yang periodik, dengan menganggap energi potensial periodik itu merupakan deretan

Lebih terperinci

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1]

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1] BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Momen Magnet Sifat magnetik makroskopik dari material adalah akibat dari momen momen magnet yang berkaitan dengan elektron-elektron individual. Setiap elektron dalam atom mempunyai

Lebih terperinci

TUGAS 4 FISIKA ZAT PADAT. Penurunan Rumus Amplitudo Hamburan. Oleh : Aldo Nofrianto ( /2014 ) Pendidikan Fisika A. Dosen Pengampu Mata kuliah

TUGAS 4 FISIKA ZAT PADAT. Penurunan Rumus Amplitudo Hamburan. Oleh : Aldo Nofrianto ( /2014 ) Pendidikan Fisika A. Dosen Pengampu Mata kuliah TUGAS 4 FISIKA ZAT PADAT Penurunan Rumus Amplitudo Hamburan Oleh : Aldo Nofrianto ( 14033047/2014 ) Pendidikan Fisika A Dosen Pengampu Mata kuliah Drs. Hufri, M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

MATERI II TINGKAT TENAGA DAN PITA TENAGA

MATERI II TINGKAT TENAGA DAN PITA TENAGA MATERI II TINGKAT TENAGA DAN PITA TENAGA A. Tujuan 1. Tujuan Umum Mahasiswa memahami konsep tingkat tenaga dan pita tenaga untuk menerangkan perbedaan daya hantar listrik.. Tujuan Khusus a. Mahasiswa dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron PENDAHULUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron bebas dalam satu dimensi dan elektron bebas dalam tiga dimensi. Oleh karena itu, sebelum mempelajari modul

Lebih terperinci

BAB II A. KONSEP ATOM

BAB II A. KONSEP ATOM BAB II STRUKTURR DAN IKATAN ATOM BAB II STRUKTURR DAN IKATAN ATOM A. KONSEP ATOM Semua material tersusun oleh atom atom. Setiap atom terdiri dari inti atom(nukleus) dan elektron seperti ditunjukkann pada

Lebih terperinci

kimia REVIEW I TUJUAN PEMBELAJARAN

kimia REVIEW I TUJUAN PEMBELAJARAN KTSP kimia K e l a s XI REVIEW I TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami teori atom mekanika kuantum dan hubungannya dengan bilangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Gelombang dan klasifikasinya. Gelombang adalah suatu gangguan menjalar dalam suatu medium ataupun tanpa medium. Dalam klasifikasinya gelombang terbagi menjadi yaitu :. Gelombang

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN JUDUL MATA KULIAH : FISIKA DASAR NOMOR KODE / SKS : FIS 101 / 3(2-3) DESKRIPSI SINGKAT : Mata kuliah Fisika Dasar ini diberikan di TPB untuk membekali seluruh mahasiswa

Lebih terperinci

BAB 3 IKATAN KRISTAL. 3.1 Macam-Macam Ikatan Kristal

BAB 3 IKATAN KRISTAL. 3.1 Macam-Macam Ikatan Kristal BAB 3 IKATAN KRISTAL Zat padat berdasarkan susunan atomnya dapat diklasifikasikan atas kristal dan amorf. Sebuah kristal mempunyai susunan atom yang teratur sehingga dapat berbentuk kubus, tetragonal atau

Lebih terperinci

Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd)

Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd) Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd) Spektroskopi difraksi sinar-x (X-ray difraction/xrd) merupakan salah satu metoda karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan

Lebih terperinci

Mengenal Sifat Material. Teori Pita Energi

Mengenal Sifat Material. Teori Pita Energi Mengenal Sifat Material Teori Pita Energi Ulas Ulang Kuantisasi Energi Planck : energi photon (partikel) bilangan bulat frekuensi gelombang cahaya h = 6,63 10-34 joule-sec De Broglie : Elektron sbg gelombang

Lebih terperinci

01 : STRUKTUR MIKRO. perilaku gugus-gugus atom tersebut (mungkin mempunyai struktur kristalin yang teratur);

01 : STRUKTUR MIKRO. perilaku gugus-gugus atom tersebut (mungkin mempunyai struktur kristalin yang teratur); 01 : STRUKTUR MIKRO Data mengenai berbagai sifat logam yang mesti dipertimbangkan selama proses akan ditampilkan dalam berbagai sifat mekanik, fisik, dan kimiawi bahan pada kondisi tertentu. Untuk memanfaatkan

Lebih terperinci

Dualisme Partikel Gelombang

Dualisme Partikel Gelombang Dualisme Partikel Gelombang Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung agussuroso10.wordpress.com, agussuroso@fi.itb.ac.id 19 April 017 Pada pekan ke-10 kuliah

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH ILMU MATERIAL UMUM THERMAL PROPERTIES

TUGAS MATA KULIAH ILMU MATERIAL UMUM THERMAL PROPERTIES TUGAS MATA KULIAH ILMU MATERIAL UMUM THERMAL PROPERTIES Nama Kelompok: 1. Diah Ayu Suci Kinasih (24040115130099) 2. Alfiyan Hernowo (24040115140114) Mata Kuliah Dosen Pengampu : Ilmu Material Umum : Dr.

Lebih terperinci

PERUBAHAN SIFAT MELALUI STRUKTUR ATOM

PERUBAHAN SIFAT MELALUI STRUKTUR ATOM PERUBAHAN SIFAT MELALUI STRUKTUR ATOM 1.1 STRUKTUR ATOM Setiap atom terdiri dari inti yang sangat kecil yang terdiri dari proton dan neutron, dan di kelilingi oleh elektron yang bergerak. Elektron dan

Lebih terperinci

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J 1. Bila sinar ultra ungu, sinar inframerah, dan sinar X berturut-turut ditandai dengan U, I, dan X, maka urutan yang menunjukkan paket (kuantum) energi makin besar ialah : A. U, I, X B. U, X, I C. I, X,

Lebih terperinci

LAMPIRAN C CCT pada Materi Ikatan Ion

LAMPIRAN C CCT pada Materi Ikatan Ion LAMPIRAN C CCT pada Materi Ikatan Ion 1 IKATAN ION A. KECENDERUNGAN ATOM UNTUK STABIL Gas mulia merupakan sebutan untuk unsur golongan VIIIA. Unsur unsur ini bersifat inert (stabil). Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

FISIKA MODERN. Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika,, FMIPA, IPB

FISIKA MODERN. Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika,, FMIPA, IPB FISIKA MODERN Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika,, FMIPA, IPB 1 MANFAAT KULIAH Memberikan pemahaman tentang fenomena alam yang tidak dapat dijelaskan melalui fisika klasik Fenomena alam yang berkaitan

Lebih terperinci

1. Aturan Aufbau. Konfigurasi Elektron. 1s, 2s, 2p, 3s, 3p, 4s, 3d, 4p, 5s, 4d, 5p, 6s, 4f, 5d, 6p, 7s, 5f, 6d, 7p,

1. Aturan Aufbau. Konfigurasi Elektron. 1s, 2s, 2p, 3s, 3p, 4s, 3d, 4p, 5s, 4d, 5p, 6s, 4f, 5d, 6p, 7s, 5f, 6d, 7p, Ingattt.. Tabel SPU Konfigurasi Elektron Struktur Lewis t 1. Aturan Aufbau Konfigurasi Elektron 1s, 2s, 2p, 3s, 3p, 4s, 3d, 4p, 5s, 4d, 5p, 6s, 4f, 5d, 6p, 7s, 5f, 6d, 7p, Lanjutan 2. Aturan Hund orbital

Lebih terperinci

ATOM BERELEKTRON BANYAK

ATOM BERELEKTRON BANYAK ATOM BERELEKTRON BANYAK A. MODEL ATOM BOHR * Keunggulan Dapat menjelaskan adanya : 1. Kestabilan atom. Spektrum garis pada atom hidrogen (deret Lyman, Balmer, Paschen, Brackett, Pfund) * Kelemahan Tidak

Lebih terperinci

FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON

FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON Rif ati Dina Handayani 1 ) Abstract: Suatu partikel yang bergerak dengan momentum p, menurut hipotesa

Lebih terperinci

BAGIAN 1 PITA ENERGI DALAM ZAT PADAT

BAGIAN 1 PITA ENERGI DALAM ZAT PADAT 1.1. Partikel bermuatan BAGIAN 1 PITA ENERGI DALAM ZAT PADAT - Muatan elektron : -1,6 x 10-19 C - Massa elektron : 9,11 x 10-31 kg - Jumlah elektron dalam setiap Coulomb sekitar 6 x 10 18 buah (resiprokal

Lebih terperinci

Mekanika Kuantum. Orbital dan Bilangan Kuantum

Mekanika Kuantum. Orbital dan Bilangan Kuantum Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Mendeskripsikan struktur atom dan sifat-sifat periodik serta struktur molekul dan sifat-sifatnya. Menerapkan teori atom mekanika kuantum untuk menuliskan konfigurasi

Lebih terperinci

Struktur atom merupakan satuan dasar materi yang terdiri dari inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang mengelilinginya.

Struktur atom merupakan satuan dasar materi yang terdiri dari inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang mengelilinginya. Struktur atom merupakan satuan dasar materi yang terdiri dari inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang mengelilinginya. Inti atom mengandung campuran proton (bermuatan positif) dan neutron

Lebih terperinci

+ + MODUL PRAKTIKUM FISIKA MODERN DIFRAKSI SINAR X

+ + MODUL PRAKTIKUM FISIKA MODERN DIFRAKSI SINAR X A. TUJUAN PERCOBAAN 1. Mempelajari karakteristik radiasi sinar-x 2. Mempelajari pengaruh tegangan terhadap intensitas sinar x terdifraksi 3. Mempelajari sifat difraksi sinar-x pada kristal 4. Menentukan

Lebih terperinci

IKATAN KIMIA MAKALAH KIMIA DASAR

IKATAN KIMIA MAKALAH KIMIA DASAR IKATAN KIMIA MAKALAH KIMIA DASAR dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh nilai mata kuliah kimia dasar Oleh : AZKA WAFI EL HAKIM ( NPM : 301014000 ) HELGA RACHEL F ( NPM : 3010140014 ) MUHAMMAD

Lebih terperinci

SUSUNAN ATOM DALAM. 1. Irfa Hambali 2. Rezki Al Khairi. 4. Junedi Ramdoner 5. Priselort D. 7. Venti Nuryati

SUSUNAN ATOM DALAM. 1. Irfa Hambali 2. Rezki Al Khairi. 4. Junedi Ramdoner 5. Priselort D. 7. Venti Nuryati SUSUNAN ATOM DALAM BENDA PADAT 1. Irfa Hambali 2. Rezki Al Khairi 3. M. Cakra Megasakti 4. Junedi Ramdoner 5. Priselort D 6. Joko Prianto 7. Venti Nuryati Anggota Kelompok 1 Joko Prianto Irfa Hambali Rezki

Lebih terperinci

Copyright all right reserved

Copyright  all right reserved Latihan Soal UN SMA / MA 2011 Program IPA Mata Ujian : Fisika Jumlah Soal : 20 1. Gas helium (A r = gram/mol) sebanyak 20 gram dan bersuhu 27 C berada dalam wadah yang volumenya 1,25 liter. Jika tetapan

Lebih terperinci

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER)

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) Oleh: Kusnanto Mukti / M0209031 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012 I. Pendahuluan

Lebih terperinci

kimia KONFIGURASI ELEKTRON

kimia KONFIGURASI ELEKTRON K-13 Kelas X kimia KONFIGURASI ELEKTRON Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami konfigurasi elektron kulit dan subkulit. 2. Menyelesaikan

Lebih terperinci

STRUKTUR ATOM. Perkembangan Teori Atom

STRUKTUR ATOM. Perkembangan Teori Atom STRUKTUR ATOM Perkembangan Teori Atom 400 SM filsuf Yunani Demokritus materi terdiri dari beragam jenis partikel kecil 400 SM dan memiliki sifat dari materi yang ditentukan sifat partikel tersebut Dalton

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR BAB VI IKATAN KIMIA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR BAB VI IKATAN KIMIA No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 7 BAB VI IKATAN KIMIA Sebagian besar partikel materi adalah berupa molekul atau ion. Hanya beberapa partikel materi saja yang berupa atom. 1)

Lebih terperinci

HAND OUT FISIKA KUANTUM MEKANISME TRANSISI DAN KAIDAH SELEKSI

HAND OUT FISIKA KUANTUM MEKANISME TRANSISI DAN KAIDAH SELEKSI HAND OUT FISIKA KUANTUM MEKANISME TRANSISI DAN KAIDAH SELEKSI Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisika Kuantum Dosen Pengampu: Drs. Ngurah Made Darma Putra, M.Si., PhD Disusun oleh kelompok 8:.

Lebih terperinci

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07)

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07) PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07) 1. Gambar di samping ini menunjukkan hasil pengukuran tebal kertas karton dengan menggunakan mikrometer sekrup. Hasil pengukurannya adalah (A) 4,30 mm. (D) 4,18

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensial Coulomb untuk Partikel yang Bergerak Dalam bab ini, akan dikemukakan teori-teori yang mendukung penyelesaian pembahasan pengaruh koreksi relativistik potensial Coulomb

Lebih terperinci

DASAR PENGUKURAN LISTRIK

DASAR PENGUKURAN LISTRIK DASAR PENGUKURAN LISTRIK OUTLINE 1. Objektif 2. Teori 3. Contoh 4. Simpulan Objektif Teori Contoh Simpulan Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu: Menjelaskan dengan benar mengenai energi panas dan temperatur.

Lebih terperinci

PAKET SOAL 1.c LATIHAN SOAL UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2011/2012

PAKET SOAL 1.c LATIHAN SOAL UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2011/2012 UJI COBA MATA PELAJARAN KELAS/PROGRAM ISIKA SMA www.rizky-catatanku.blogspot.com PAKET SOAL 1.c LATIHAN SOAL UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2011/2012 : FISIKA : XII (Dua belas )/IPA HARI/TANGGAL :.2012

Lebih terperinci

B. HUKUM-HUKUM YANG BERLAKU UNTUK GAS IDEAL

B. HUKUM-HUKUM YANG BERLAKU UNTUK GAS IDEAL BAB V WUJUD ZAT A. Standar Kompetensi: Memahami tentang ilmu kimia dan dasar-dasarnya serta mampu menerapkannya dalam kehidupan se-hari-hari terutama yang berhubungan langsung dengan kehidupan. B. Kompetensi

Lebih terperinci

MODUL KIMIA SMA IPA Kelas 10

MODUL KIMIA SMA IPA Kelas 10 SMA IPA Kelas Atom Bagian terkecil dari materi yang sudah tidak dapat dibagi lagi disebut atom (berasal dari bahasa Yunani atomos yang berarti tidak dapat dibagi lagi). Namun, berakhir pendapat tersebut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN RADIOAKTIVITAS TUJUAN

PENDAHULUAN RADIOAKTIVITAS TUJUAN PENDAHULUAN RADIOAKTIVITAS TUJUAN Maksud dan tujuan kuliah ini adalah memberikan dasar-dasar dari fenomena radiaktivitas serta sumber radioaktif Diharapkan agar dengan pengetahuan dasar ini kita akan mempunyai

Lebih terperinci

Ikatan dan Isomeri. Prof. Dr. Jumina Robby Noor Cahyono, S.Si., M.Sc.

Ikatan dan Isomeri. Prof. Dr. Jumina Robby Noor Cahyono, S.Si., M.Sc. Ikatan dan Isomeri Prof. Dr. Jumina Robby Noor Cahyono, S.Si., M.Sc. Susunan Elektron dalam Atom Mulai dikenalkan oleh Rutherford: Atom terdiri atas inti yg kecil & padat dan dikelilingi oleh elektron-elektron

Lebih terperinci

Fisika Dasar I (FI-321)

Fisika Dasar I (FI-321) Fisika Dasar I (FI-31) Topik hari ini Getaran dan Gelombang Getaran 1. Getaran dan Besaran-besarannya. Gerak harmonik sederhana 3. Tipe-tipe getaran (1) Getaran dan besaran-besarannya besarannya Getaran

Lebih terperinci

BAB 2 STRUKTUR ATOM PERKEMBANGAN TEORI ATOM

BAB 2 STRUKTUR ATOM PERKEMBANGAN TEORI ATOM BAB 2 STRUKTUR ATOM PARTIKEL MATERI Bagian terkecil dari materi disebut partikel. Beberapa pendapat tentang partikel materi :. Menurut Democritus, pembagian materi bersifat diskontinyu ( jika suatu materi

Lebih terperinci

Komponen Materi. Kimia Dasar 1 Sukisman Purtadi

Komponen Materi. Kimia Dasar 1 Sukisman Purtadi Komponen Materi Kimia Dasar 1 Sukisman Purtadi Pengamatan ke Arah Pandangan Atomik Materi Konservasi Massa Komposisi Tetap Perbandingan Berganda Teori Atom Dalton Bagaimana Teori Dalton Menjelaskan Hukum

Lebih terperinci

SOAL UN FISIKA DAN PENYELESAIANNYA 2005

SOAL UN FISIKA DAN PENYELESAIANNYA 2005 2. 1. Seorang siswa melakukan percobaan di laboratorium, melakukan pengukuran pelat tipis dengan menggunakan jangka sorong. Dari hasil pengukuran diperoleh panjang 2,23 cm dan lebar 36 cm, maka luas pelat

Lebih terperinci

BAB I PRINSIP-PRINSIP DIFRAKSI SINAR-X

BAB I PRINSIP-PRINSIP DIFRAKSI SINAR-X BAB I PRINSIP-PRINSIP DIFRAKSI SINAR-X I. PENDAHULUAN Sejarah mengenai difraksi sinar-x telah berjalan hampir satu abad ketika tulisan ini disusun. Tahun 191 adalah awal dari studi intensif mengenai difraksi

Lebih terperinci

#2 Dualisme Partikel & Gelombang (Sifat Partikel dari Gelombang) Fisika Modern Eka Maulana, ST., MT., MEng. Teknik Elektro Universitas Brawijaya

#2 Dualisme Partikel & Gelombang (Sifat Partikel dari Gelombang) Fisika Modern Eka Maulana, ST., MT., MEng. Teknik Elektro Universitas Brawijaya #2 Dualisme Partikel & Gelombang (Sifat Partikel dari Gelombang) Fisika Modern Eka Maulana, ST., MT., MEng. Teknik Elektro Universitas Brawijaya Kerangka materi Tujuan: Memberikan pemahaman tentang sifat

Lebih terperinci

PEMBAHASAN SOAL PRA UAN SOAL PAKET 2

PEMBAHASAN SOAL PRA UAN SOAL PAKET 2 PEMBAHASAN SOAL PRA UAN SOAL PAKET 2 Soal No 1 Pada jangka sorong, satuan yang digunakan umumnya adalah cm. Perhatikan nilai yang ditunjukkan skala utama dan skala nonius. Nilai yang ditunjukkan oleh skala

Lebih terperinci

Struktur Atom. Struktur atom merupakan satuan dasar materi yang terdiri dari inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang

Struktur Atom. Struktur atom merupakan satuan dasar materi yang terdiri dari inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang Struktur atom merupakan satuan dasar materi yang terdiri dari inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang mengelilinginya. Inti atom mengandung campuran proton (bermuatan positif) dan neutron

Lebih terperinci

XV. PENDAHULUAN FISIKA MODERN

XV. PENDAHULUAN FISIKA MODERN XV - 1 XV. PENDAHULUAN FISIKA MODERN 15.1 Pendahuluan. Pada akhir abad ke-xix dan awal abad ke-xx semakin jelas bahwa fisika (konsepkonsep fisika) memerlukan revisi atau perubahan/penyempurnaan. Hal ini

Lebih terperinci

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut : METODE X-RAY Kristalografi X-ray adalah metode untuk menentukan susunan atom-atom dalam kristal, di mana seberkas sinar-x menyerang kristal dan diffracts ke arah tertentu. Dari sudut dan intensitas difraksi

Lebih terperinci

Fisika EBTANAS Tahun 1996

Fisika EBTANAS Tahun 1996 Fisika EBTANAS Tahun 1996 EBTANAS-96-01 Di bawah ini yang merupakan kelompok besaran turunan A. momentum, waktu, kuat arus B. kecepatan, usaha, massa C. energi, usaha, waktu putar D. waktu putar, panjang,

Lebih terperinci

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1994

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1994 ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1994 BAGIAN KEARSIPAN SMA DWIJA PRAJA PEKALONGAN JALAN SRIWIJAYA NO. 7 TELP (0285) 426185) 1. Dua buah bola A dan B dengan massa m A = 3 kg;

Lebih terperinci

MAKALAH IKATAN KRISTAL

MAKALAH IKATAN KRISTAL Pendahuluan Fisika Zat Padat MAKALAH IKATAN KRISTAL KELOMPOK I Nama Mahasiswa 1. NURHIDAYAH 2. ELYNA WAHYUNITA 3. AMIN RAIS 4. ANDI SRI WAHYUNI 5. ARMITA CAHYANI Kelas : FISIKA A JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

Lebih terperinci

MAKALAH PITA ENERGI. Di susun oleh, Pradita Ajeng Wiguna ( ) Rombel 1. Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fisika dan Teknologi Semikonduktor

MAKALAH PITA ENERGI. Di susun oleh, Pradita Ajeng Wiguna ( ) Rombel 1. Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fisika dan Teknologi Semikonduktor MAKALAH PITA ENERGI Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fisika dan Teknologi Semikonduktor Di susun oleh, Pradita Ajeng Wiguna (4211412011) Rombel 1 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

PERTEMUAN KEEMPAT FISIKA MODERN TEORI KUANTUM TENTANG RADIASI ELEKTROMAGNET TEKNIK PERTAMBANGAN UNIVERSITAS MULAWARMAN

PERTEMUAN KEEMPAT FISIKA MODERN TEORI KUANTUM TENTANG RADIASI ELEKTROMAGNET TEKNIK PERTAMBANGAN UNIVERSITAS MULAWARMAN PERTEMUAN KEEMPAT FISIKA MODERN TEORI KUANTUM TENTANG RADIASI ELEKTROMAGNET TEKNIK PERTAMBANGAN UNIVERSITAS MULAWARMAN TEORI FOTON Gelombang Elektromagnetik termasuk cahaya memiliki dwi-sifat (Dualisme)

Lebih terperinci

Fisika EBTANAS Tahun 1994

Fisika EBTANAS Tahun 1994 Fisika EBTANAS Tahun 1994 EBTANAS-94-01 Diantara kelompok besaran di bawah ini yang hanya terdiri dari besaran turunan saja adalah A. kuat arus, massa, gaya B. suhu, massa, volume C. waktu, momentum, percepatan

Lebih terperinci

UN SMA IPA 2008 Fisika

UN SMA IPA 2008 Fisika UN SMA IPA 008 Fisika Kode Soal P67 Doc. Version : 0-06 halaman 0. Tebal pelat logam diukur dengan mikrometer skrup seperti gambar Tebal pelat logam adalah... (A) 4,8 mm (B) 4,90 mm (C) 4,96 mm (D) 4,98

Lebih terperinci

Gaya Antarmolekul dan Cairan dan Padatan

Gaya Antarmolekul dan Cairan dan Padatan Presentasi Powerpoint Pengajar oleh Penerbit ERLANGGA Divisi Perguruan Tinggi dimodifikasi oleh Dr. Indriana Kartini Bab V Gaya Antarmolekul dan Cairan dan Padatan Fasa merupakan bagian homogen suatu sistem

Lebih terperinci

SELEKSI MASUK UNIVERSITAS INDONESIA

SELEKSI MASUK UNIVERSITAS INDONESIA SELEKSI MASUK UNIVERSITAS INDONESIA KEMAMPUAN IPA Matematika IPA Biologi Fisika Kimia IPA Terpadu 37 Universitas Indonesia 013 Kode Naskah Soal: 37 FISIKA Gunakan Petunjuk A dalam menjawab soal nomor 5

Lebih terperinci

KIMIA FISIKA I TC Dr. Ifa Puspasari

KIMIA FISIKA I TC Dr. Ifa Puspasari KIMIA FISIKA I TC20062 Dr. Ifa Puspasari TEORI KINETIK GAS (1) Dr. Ifa Puspasari Apa itu Teori Kinetik? Teori kinetik menjelaskan tentang perilaku gas yang didasarkan pada pendapat bahwa gas terdiri dari

Lebih terperinci

Gambar dibawah memperlihatkan sebuah image dari mineral Beryl (kiri) dan enzim Rubisco (kanan) yang ditembak dengan menggunakan sinar X.

Gambar dibawah memperlihatkan sebuah image dari mineral Beryl (kiri) dan enzim Rubisco (kanan) yang ditembak dengan menggunakan sinar X. EKO NURSULISTIYO Gambar dibawah memperlihatkan sebuah image dari mineral Beryl (kiri) dan enzim Rubisco (kanan) yang ditembak dengan menggunakan sinar X. Struktur gambar tersebut disebut alur Laue (Laue

Lebih terperinci

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan 1. Sebuah benda dengan massa 5 kg yang diikat dengan tali, berputar dalam suatu bidang vertikal. Lintasan dalam bidang itu adalah suatu lingkaran dengan jari-jari 1,5 m Jika kecepatan sudut tetap 2 rad/s,

Lebih terperinci

Latihan Soal UN Fisika SMA. 1. Dimensi energi potensial adalah... A. MLT-1 B. MLT-2 C. ML-1T-2 D. ML2 T-2 E. ML-2T-2

Latihan Soal UN Fisika SMA. 1. Dimensi energi potensial adalah... A. MLT-1 B. MLT-2 C. ML-1T-2 D. ML2 T-2 E. ML-2T-2 Latihan Soal UN Fisika SMA 1. Dimensi energi potensial adalah... A. MLT-1 B. MLT-2 ML-1T-2 ML2 T-2 ML-2T-2 2. Apabila tiap skala pada gambar di bawah ini = 2 N, maka resultan kedua gaya tersebut adalah...

Lebih terperinci

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996 ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996 BAGIAN KEARSIPAN SMA DWIJA PRAJA PEKALONGAN JALAN SRIWIJAYA NO. 7 TELP (0285) 426185) 1. Kelompok besaran berikut yang merupakan besaran

Lebih terperinci

kimia Kelas X REVIEW I K-13 A. Hakikat Ilmu Kimia

kimia Kelas X REVIEW I K-13 A. Hakikat Ilmu Kimia K-13 Kelas X kimia REVIEW I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami hakikat ilmu kimia dan metode ilmiah. 2. Memahami teori atom dan

Lebih terperinci

Fungsi distribusi spektrum P (λ,t) dapat dihitung dari termodinamika klasik secara langsung, dan hasilnya dapat dibandingkan dengan Gambar 1.

Fungsi distribusi spektrum P (λ,t) dapat dihitung dari termodinamika klasik secara langsung, dan hasilnya dapat dibandingkan dengan Gambar 1. Fungsi distribusi spektrum P (λ,t) dapat dihitung dari termodinamika klasik secara langsung, dan hasilnya dapat dibandingkan dengan Gambar 1. Hasil perhitungan klasik ini dikenal sebagai Hukum Rayleigh-

Lebih terperinci

Ikatan Kimia & Larutan

Ikatan Kimia & Larutan Ikatan Kimia & Larutan Review ATOMIC STRUCTURE 2 Atomic number the number of protons in an atom 4 Atomic mass the number of protons and neutrons in an atom number of electrons = number of protons ATOMIC

Lebih terperinci

Disusun oleh : MIRA RESTUTI PENDIDIKAN FISIKA (RM)

Disusun oleh : MIRA RESTUTI PENDIDIKAN FISIKA (RM) Disusun oleh : MIRA RESTUTI 1106306 PENDIDIKAN FISIKA (RM) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2013 Kompetensi Dasar :

Lebih terperinci

D. 80,28 cm² E. 80,80cm²

D. 80,28 cm² E. 80,80cm² 1. Seorang siswa melakukan percobaan di laboratorium, melakukan pengukuran pelat tipis dengan menggunakan jangka sorong. Dari hasil pengukuran diperoleh panjang 2,23 cm dan lebar 36 cm, maka luas pelat

Lebih terperinci