Bab V Hasil dan Analisis Pengujian Direct Shear Test

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab V Hasil dan Analisis Pengujian Direct Shear Test"

Transkripsi

1 Bab V Hasil dan Analisis Pengujian Direct Shear Test V.1 Hasil Pengujian Terhadap Sampel Yang Dibuat Di Laboratorium Pengujian Direct Shear dilakukan dengan menggeser secara langsung sampel dua lapis bituminuous material. Prosedur pelaksanaan pengujian dari Direct Shear ini secara lengkap disajikan pada Lampiran B yang dibuat mengacu kepada ASTM Standard (ASTM, 006). Pembacaan dial proving ring dilakukan pada interval pergeseran (flow) yang sudah ditentukan sebelumnya dan dibaca pada dial flow. Pembacaan dial proving ring ini dilakukan sampai suatu kondisi pembacaan dial yang tidak naik lagi atau menurun. Kondisi ini adalah kondisi failure pada sampel. Pembacaan interval pergeseran tersebut dapat dilihat pada Tabel V.1 Tabel V.1 Interval Pembacaan Pergeseran No Rentang Pembacaan Pergeseran (mm) Interval Pembacaan Pergeseran (mm) 1 0,0 0,5 0,0 0,5 1,0 0,05 3 1,0,0 0,10 4,0 dst 0,5 Untuk mengakomodir rentang pembacaan ini, dial proving ring harus mempunyai akurasi 0,0001 inch sedangkan dial flow mempunyai akurasi 0,01 mm. Hasil bacaan dial proving ring kemudian dikalikan dengan kalibrasi dari proving ring tersebut, yaitu sebesar 8,4319 Lbf per 0,0001 inch. Dengan luas bidang geser sampel tertentu maka didapat nilai shear stress nya yang dapat dikonversi dalam satuan MPa. Dari deretan nilai shear stress yang terjadi pada suatu pergeseran tertentu, diplotkan pada sumbu kartesian yang ordinatnya adalah shear stress (MPa) dan absisnya adalah displacement (mm), sehingga jejaknya terlihat pada Gambar V.1. 80

2 AG1-0.7 Shear Stress (MPa) 0.4 y = x y = 0.00x x x x x - 9E-05 max(.034, 0.669) Displacement (mm) Gambar V.1 Kurva Shear Stress-Displacement Dari jejak shear stress dan displacement ini kemudian ditentukan persamaan polinomialnya dengan metoda regresi linier. Dengan menggunakan persamaan ini, Bond Stiffness ditentukan dari bagian linier pada awal kurva dan didapat persamaan garis lurus dengan regresi linear. Kemiringan garis lurus ini merupakan nilai dari Bond Stiffness. Sedangkan nilai maksimum dari persamaan polinomial adalah nilai Bond Strength nya. Dari sampel yang seluruhnya dibuat di laboratorium dibuat variasi berdasarkan faktor-faktor eksperimental yang diduga dapat menjadi parameter kondisi bonding seperti yang terlihat pada Tabel V.. Tabel V. Variasi Pengujian Direct Shear untuk sampel yang fully fabricated No Faktor Level 1 Tipe Campuran Beraspal (Lapis Atas) AC-WC ; AC-BC Jenis Tackcoat CSS-1 ; MC800 3 Kadar tackcoat (ltr/m ) 0; 0,1; 0,; 0,3; 0,4; 0,5 4 Suhu ( o C ) 8; 40; 60 81

3 Dari berbagai macam variasi seperti yang terlihat pada Tabel V., jika masingmasing variasi ada tiga dan dua sampel, maka didapat total sampel sebanyak : (xx6x)x3 + (xx6x1)x = 19 buah. Dengan prosedur pengujian seperti terlihat pada Lampiran B, setiap sampel diuji Direct Shear untuk mendapatkan nilai Bond Strength dan Bond Stiffness. Secara lengkap nilai Bond Strength dan Bond Stiffness di tampilkan pada Tabel V.3 dan Tabel V.4. Beberapa sel-sel pada tabel-tabel tersebut terlihat tidak ada rekaman hasilnya, karena telah mengalami failure lebih dahulu pada saat kotak geser dan beban dipasangkan ke sampelnya. Tabel V.3 Nilai Bond Strength (MPa) hasil Pengujian Direct Shear 8

4 Tabel V.4 Nilai Bond Stiffness (MPa/m) hasil Pengujian Direct Shear Nilai-nilai Bond Strength seperti yang terlihat pada Tabel V.3 jika dibuat histogramnya dapat ditampilkan pada Gambar V. dan Gambar V.3. Terlihat pada Gambar V. dan Gambar V.3, untuk setiap kadar tack coat kenaikan temperatur pengujian akan menyebabkan menurunnya nilai Bond Strength. Sedangkan faktor kadar tack coat terlihat tidak menunjukkan pola keteraturan yang dapat menyimpulkan bagaimana pengaruh faktor ini terhadap nilai Bond Strength. Dari kondisi ini dapat dianalisis, bahwa agak sulit menentukan kadar yang optimum dari aplikasi tackcoat pada sampel yang pembuatannya di overlay diatas lapisan beraspal yang baru (fresh pavement). 83

5 Bond Strength AC-WC+AC-WC Tack Coat Emulsi Suhu Rendah Suhu Menengah Suhu Tinggi Bond Strength (MPa) Kadar Tackcoat (l/m ) 1 Bond Strength AC-WC+AC-WC Tack Coat Cutback Suhu Rendah Suhu Menengah Suhu Tinggi 1 Bond Strength (MPa) Kadar Tackcoat (l/m ) Gambar V. Grafik Nilai Bond Strength pada Lapis (AC-WC)+(AC-WC) 1.4 Bond Strength AC-WC+AC-BC Tack Coat Emulsi Suhu Rendah Suhu Menengah Suhu Tinggi 1. Bond Strength (MPa) Kadar Tackcoat (l/m ) Bond Stiffness (MPa/m) Bond Strength AC-WC+AC-BC Tack Coat Cutback Suhu Rendah Suhu Menengah Suhu Tinggi Kadar Tackcoat (l/m) Gambar V.3.Grafik Nilai Bond Strength pada Lapis (AC-WC)+(AC-BC) 84

6 Setidaknya ada dua faktor yang membuat kondisi tersebut terjadi. Faktor yang pertama adalah faktor rongga udara permukaan yang cukup besar dibandingkan perkerasan lama yang terlihat dari nilai VIM nya yang mengalami penurunan pada perkerasan lama yang sudah melayani lalu lintas. Faktor yang kedua adalah adanya penambahan kadar tack coat dari kandungan aspal perkerasan baru yang memberikan kontribusi terhadap kadar tack coat pada saat dipadatkan dalam kondisi panas. Kedua faktor ini akan dapat diatasi apabila lapisan atas sampel di gelar diatas lapisan perkerasan lama (old pavement) untuk mengetahui pengaruh faktor kadar tack coat terhadap nilai Bond Strength. Kondisi ini juga dialami pada penelitian mengenai evaluasi Bond Strength oleh tim Auburn University yang menerapkan kadar tack coat sampai dengan 0,4 ltr/m. (West et al., 005). Berbeda dengan kondisi diatas, Soendiarto (004) yang melakukan penelitian Bond Strength pada perkerasan komposit menyimpulkan bahwa kadar tackcoat optimum yang menghasilkan Bond Strength maksimum terjadi pada kadar tack coat 0,3 ltr/m untuk aspal cutback RC-70 dan 0,4 ltr/m untuk aspal emulsi CRS-1. Hachiya dan Sato (1997) melakukan penelitian untuk tack coat aspal emulsi pada tingkat aplikasi 0, ltr/m ; 0,4 ltr/m dan 0,6 ltr/m. Hachiya menyimpulkan bahwa bond strength terbesar dihasilkan pada kadar tack coat 0, ltr/m, hal ini dapat terjadi karena perbedaan faktor proses evaporasi, karena makin kecil kadarnya maka makin cepat proses evaporasinya. Hal yang paling memastikan menurunnya bond strength adalah faktor terkontaminasinya tack coat terhadap debu selama masa konstruksinya. Bagaimanapun, material tack coat emulsi yang dimodifikasi dengan rubber akan menghasilkan bonding yang kuat sehingga cocok untuk perkerasan lapangan terbang. Satu hal yang menarik terlihat pada Gambar V. dan V.3, bahwa pada kadar tack coat 0 ltr/m (tanpa aplikasi tack coat), nilai bond strength yang terjadi mempunyai nilai yang cukup tinggi. Hal ini dapat dijelaskan bahwa kadar aspal pada lapisan beraspal terutama pada lapis perkerasan baru akan berkontribusi sebagai lapis pengikat 85

7 (tackcoat) sehingga menghasilkan bonding pada interface antar lapis perkerasan beraspal tersebut Untuk nilai Bond Stiffness seperti yang ditunjukkan pada Tabel V.4 jika dibuat grafik histogram dapat dilihat pada Gambar V AC-WC+AC-WC Tack Coat Emulsi Suhu Rendah Suhu Menengah Suhu Tinggi 600 AC-WC+AC-WC Tack Coat Cutback Suhu Rendah Suhu Menengah Suhu Tinggi Bond Stiffness (MPa/m) Bond Stiffness (MPa/m) Kadar Tackcoat (l/m) Kadar Tackcoat (l/m) AC-WC+AC-BC Tack Coat Emulsi AC-WC+AC-BC Tack Coat Cutback Bond Stiffness (MPa/m) Suhu Rendah Suhu Menengah Suhu Tinggi Kadar Tackcoat (l/m ) Bond Stiffness (MPa/m) Suhu Rendah Suhu Menengah Suhu Tinggi Kadar Tackcoat (l/m ) Gambar V.4 Grafik Nilai Bond Stiffness hasil Pengujian Direct Shear Karena nilai Bond Stiffness tidak mempunyai nilai yang unik untuk setiap interpretasi dari kurva Shear Stress-Displacement, maka hipotesis pengaruh kadar tackcoat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan nilai Bond Stiffness yang sesuai. Oleh karena itu, seperti yang terlihat pada Gambar V.4 nilai Bond Stiffness 86

8 mempunyai kelebihan pola keteraturan dibandingkan nilai Bond Strength seperti yang telah didiskusikan sebelumnya. V. Faktor yang paling berpengaruh terhadap nilai Bond Strength Dari berbagai macam faktor yang sudah dikembangkan pada penelitian ini, pertanyaan yang seringkali perlu dijawab adalah faktor-faktor manakah yang paling berpengaruh pada nilai-nilai paramater bonding. Untuk menganalisis faktor-faktor yang paling berpengaruh dalam suatu percobaan multi factor seperti yang dilakukan pada penelitian ini maka suatu pendekatan yang disebut factorial design of experiments dapat digunakan untuk menganalisis perilaku ini. (Kennedy dan Neville, 1976). Yang dimaksud dengan Design of Experiments (DOE) adalah suatu metode statistik yang digunakan untuk membantu mengidentifikasi faktor-faktor mana yang mungkin berpengaruh terhadap suatu variabel pada suatu proses tertentu. (PMI, 004). Setiap faktor dalam design of experiment mempunyai taraf yang akan diuji apakah masing-masing taraf yang diberikan mempunyai perbedaan (difference) yang signifikan sehingga perubahan taraf yang terjadi untuk suatu faktor akan berpengaruh terhadap variabel yang ditinjau. Perbedaan (difference) yang ditinjau dalam kasus ini adalah dalam hal nilai variance nya, karena masing-masing taraf mempunyai nilai standard deviasi yang berbeda. Untuk menguji tingkat signifikansi perbedaan dari dua variance digunakan pengujian F (F test). Karena pada design of experiments pengujian signifikansi terhadap perbedaan variance melibatkan banyak faktor dengan taraf yang bervariasi maka F test yang dilakukan terhadap berbagai macam variance ini disebut metoda Analysis of Variance atau ANOVA (Kennedy dan Neville, 1976). Untuk lebih memperjelas metoda ini terutama perbedaannya dengan analisis korelasi, pada sub bab berikut akan diuraikan tentang konsep analisis korelasi dan perbedaannya dengan analisis varians. 87

9 V..1 Analisis Korelasi dan Analisis Varians. Teknik didalam analisis korelasi seringkali kali dipakai untuk menunjukkan seberapa erat hubungan antara suatu nilai dengan faktor yang mempengaruhinya, atau dalam terminologi model matematis seringkali digunakan istilah hubungan antara variabel terikat (dependent variables) dengan variabel bebasnya (independent variabel). Oleh karena itu Sembiring (003) mengatakan bahwa analisis korelasi berkaitan erat dengan analisis regresi dan amat sering digunakan dalam penelitian. Misalkan (x 1,y 1 ), (x,y ),,(x n, y n ) pasangan data terok yang diperoleh dari dua peubah acak X dan Y. Pertanyaan yang ingin dijawab adalah bagaimana eratnya hubungan (linier) antara X dan Y. Disini tidak dipersoalkan hubungan kausal (sebab-akibat) dalam korelasi kendati hal itu merupakan masalah yang perlu dijawab akhirnya. Untuk menunjukkan korelasi antara X dan Y salah satu parameter yang digunakan adalah kovarians (s xy ) yang dinyatakan dengan persamaan berikut : s xy 1 = ( xi x)( yi y) n 1 (V.1) Kovarians mengukur besar dan arah hubungan linier antara dua peubah. Bila kovarians positif maka kedua peubah berubah searah, artinya bila X membesar maka Y juga membesar dan sebaliknya. Kovarians yang negatif berarti kedua peubah berubah berlawanan, bila yang satu membesar maka yang lainnya mengecil. Sayangnya konsep yang sangat berguna ini sulit menafsirkannya karena kedua peubah mungkin mempunyai satuan yang berlainan dan nilai kovarians tidak terbatas. Karena itu diperlukan ukuran yang lebih mudah menafsirkannya. Ukuran itu diperoleh dengan membakukan kovarians, yaitu membaginya dengan simpangan baku masing-masing peubah. Bila sx dan sy simpangan baku terok dari X dan Y maka koefisien korelasi antara X dan Y, r xy, adalah : r xy = s s x xy ( xi =. s y i x)( y y) [ ( x x). ( y y) ] 1/ i i (V.) 88

10 Dengan persamaan (V.) maka nilai r xy berada pada nilai -1 r xy 1 sehingga dapat dengan mudah menafsirkannya. Bila hubungan linier antara X dan Y sempurna maka r xy = ±1; +1 bila hubungan tersebut searah dan -1 bila berlawanan arah. Tiadanya hubungan linier antara X dan Y ditandai dengan r xy = 0. Walpole dan Myers (1989) menekankan bahwa koefisien korelasi antar dua peubah adalah menunjukkan suatu hubungan linier antara keduanya. Bila terdapat hubungan kuadratis yang erat antara X dan Y seperti pada Gambar V.5(b) koefisien korelasi sebesar nol akan diperoleh yang menunjukkan hubungan tak linier. Jika diperoleh suatu nilai koefisien korelasi sampel yang dekat dengan nol akan diperoleh data-data yang tampil tersebar acak seperti pada Gambar V.5(a) yang menunjukkan kecilnya hubungan sebab akibat. Gambar V.5 Diagram pencar untuk nilai korelasi nol (Walpole dan Myers, 1989) Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa analisis korelasi adalah dipakai untuk mengukur erat tidaknya hubungan linier antara suatu faktor dengan suatu nilainilai yang diamati sehingga analisis ini kurang tepat dipakai untuk mengetahui faktorfaktor mana yang signifikan berpengaruh terhadap suatu nilai yang diamati. Untuk 89

11 maksud hal ini West et al. (005) mengusulkan untuk menggunakan analisis varians (Analysis of Variance-ANOVA) untuk mengetahui faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap nilai Bond Strength dari suatu percobaan Direct Shear. Analisis varians adalah suatu metode untuk membagi suatu varians dari data percobaan yang diamati kedalam bagian-bagian yang berbeda, setiap bagian terhubung dengan suatu faktor yang diketahui. Dari sini dapat diperkirakan besarnya pengaruh yang dihasilkan dari berbagai faktor yang berbeda dan dapat ditentukan apakah bagian khusus dari suatu varians lebih besar dari suatu ekspektasi tertentu dalam suatu pengujian hipotesis nol (null hypothesis) (Ferguson, 1981). Jika suatu varians dipahami sebagai rata-rata dari kuadrad deviasi, maka analisis varians berarti suatu teknik untuk menganalisis atau menguraikan seluruh varians atas bagian-bagiannya yang bermakna (Walpole dan Myers, 1989). Hal ini digunakan untuk penerapan pengujian terhadap signifikansi suatu data. Metoda ini secara detil diuraikan pada sub bab berikut. V.. Analisis varians pada percobaan multifaktor Pada percobaan multifaktor suatu rancangan percobaan terdiri dari beberapa faktor yang seringkali diinginkan untuk diteliti seberapa penting pengaruh faktor-faktor tersebut pada suatu respons. Menurut Walpole dan Myers (1989), istilah faktor dipakai dalam arti yang luas untuk menyatakan setiap hal yang mempengaruhi percobaan, seperti suhu, waktu atau tekanan yang mungkin berubah dari suatu usaha ke usaha lainnya. Taraf suatu faktor didefinisikan sebagai tingkat atau jenis yang digunakan dalam percobaan yang terkait faktor yang ditinjau. Dalam setiap hal ini, tidak hanya menentukan apakah faktor-faktor berpengaruh pada respons saja yang penting tapi juga menentukan apakah terdapat interaksi antara faktor-faktor tersebut yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai yang diamati. 90

12 Interaksi antar faktor terkait dengan apakah perubahan suatu faktor berpengaruh terhadap faktor lainnya untuk suatu nilai yang diamati. Untuk lebih memperjelas konsep interaksi, tinjau Gambar V.6. Pada Gambar V.6 terlihat dua faktor yaitu A dan B masing-masing mempunyai dua taraf yaitu A1, A dan B1, B terhadap nilai rata-rata (means) dari data yang diamati. Jika faktor A dan B tidak berinteraksi maka perubahan taraf untuk faktor A akan seiring dengan perubahan taraf faktor B untuk suatu nilai means tertentu, hal ini ditunjukkan dengan sejajarnya kedua garis perubahan taraf masing-masing faktor seperti terlihat pada Gambar V.6(a). (a) Tidak ada interaksi (b) Ada interaksi Gambar V.6 Pengertian interaksi antar dua faktor (Edwards, 1979) Sebaliknya jika faktor A dan faktor B mempunyai interaksi maka kedua garis perubahan taraf akan berpotongan seperti yang terlihat pada Gambar V.6(b). Dalam ANOVA pengujian hipotesis yang dilakukan menggunakan uji F. Syarat pengujian F adalah kelompok data yang akan diuji mempunyai rata-rata yang sama tetapi berbeda dalam standard deviasinya atau variansnya. Rumus dari nilai F adalah : (Kennedy dan Neville, 1976). 91

13 F = s s 1 (V.3) s 1 dan s adalah berturut-turut varians dari sampel 1 dan sampel yang dibandingkan perbedaannya dan s 1 > s. Karena definisi dari varians adalah rata-rata dari kuadrad deviasi maka rumus-rumus dalam ANOVA diturunkan dari definisi ini yang dinyatakan dalam persamaan berikut (Kennedy dan Neville, 1976) : Jumlah kuadrad deviasi = ( x) ( x x) = x n (V.4) Jumlah kuadrad deviasi seringkali disebut dengan Sum of Square of Deviation atau disingkat Sum of Square (SS). Sesuai dengan definisi varians diatas maka varians adalah rata-rata dari Sum of Square (Mean of Sum of Square) seringkali disingkat dengan Mean Square (MS), oleh karena itu persamaan (V.3) dapat dituliskan menjadi: F = MS MS 1 (V.5) MS 1 adalah varians dari satu faktor yang ditinjau, sedangkan MS adalah varians dari total setiap faktor secara terpisah. MS biasanya merupakan selisih dari varians total sampel dengan varians dari semua faktor yang ada. Dalam analisis varians untuk percobaan faktorial biasanya direpresentasikan dalam bentuk tabel ANOVA yang dapat dilihat pada Tabel V.5. yang secara tipikal melibatkan suatu design of experiment dengan dua faktor. Untuk faktor yang lebih dari dua dapat dikembangkan dari tabel tersebut. 9

14 Faktor Sum of Square (SS) Tabel V.5 Tabel ANOVA Degree of Freedom A SS A a-1 B SS B b-1 (A*B) interaksi SS (A*B) (a-1)(b-1) Error SS E ab(n-1) Total SS T abn-1 Mean Square (MS) SS A MS A = a 1 SS B MS B = b 1 SS ( A* B) MS ( A * B) = ( a 1)( b 1) SS E MS E = ab( n 1) f F MS f A = MS MS f B = MS MS ( A* B ) = A E B E MS ( A* B ) E Jika data pengamatan percobaan secara tipikal terlihat pada Tabel V.6 maka rumusrumus yang berkaitan dengan nilai-nilai Sum of Square dapat dilihat pada persamaan(v.6) sampai dengan persamaan (V.10). Tabel V.6 Tabel data tipikal hasil percobaan multifaktor A B 1 b Jumlah 1 T 11 T 1 T 1b. T 1. T 1 T T b. T. a T a1 T a T ab T a. Jumlah T.1 T. T.b T.. SS SS a T SS SS b = A B a b n i= 1 j= 1 k = 1 = = a i= 1 b T bn i.. T.. Tijk (V.6) abn T.. (V.7) abn T. j = 1 T (V.8).. an abn j a b Tij T T i.. j i= 1 j= 1 i= 1 j= 1 T.. (V.9) = n bn an abn = SS SS SS SS (V.10) ( A* B) + SS E T A B ( A* B) 93

15 Contoh perhitungan rinci yang melibatkan Tabel V.5 dan persamaan (V.6) sampai (V.10) dapat ditemukan pada buku karangan Kennedy dan Neville (1976). Analisis selanjutnya dari ANOVA adalah menganalisis hasil perhitungan nilai F (F hitung ) dan membandingkannya dengan nilai F pada level of confidence (α) tertentu atau dengan kata lain nilai F pada probabilitas (1-α). Hasil uji F ini digunakan untuk menyimpulkan suatu hipotesis tidak ada perbedaan sebagai null hyphotesis dan terdapat perbedaan yang signifikan sebagai hipotesis tandingannya. Dengan suatu confidence level (α) tertentu maka null hypothesis akan ditolak apabila nilai F hitung yang menghasilkan probabilitas α lebih kecil dari probabilitas (1-α) artinya terdapat perbedaan rata-rata (means) yang signifikan antara berbagai taraf yang ditinjau, sehingga faktor yang terkait sangat berpengaruh terhadap nilai variabel yang diamati. Sebaliknya jika α lebih besar dari (1-α) maka null hypothesis diterima artinya tidak ada perbedaan rata-rata (means) sehingga faktor yang terkait tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai variabel yang diamati, seperti yang terlihat pada Gambar V.7. Gambar V.7 Distribusi F untuk α lebih besar dari (1-α) 94

16 Terlihat pada Gambar V.7, pada confidence level 95% atau probabilitas 5% maka nilai F nya untuk derajad kebebasan 10 dan 0 adalah sebesar.35. Dari perhitungan varians didapat F hitung =.5, maka dengan derajad kebebasan 10 dan 0 didapat probabilitas α yang lebih besar dari 5% sehingga null hypothesis ditolak. Untuk menghitung nilai F hitung yang menghasilkan probabilitas α serta besaran lainnya dalam tabel ANOVA (Tabel V.5) maka program SPSS 13 dapat digunakan untuk membantu menganalisisnya. V..3 Perhitungan ANOVA untuk Bond Strength Pengujian Direct Shear yang dilakukan terhadap sampel yang fully fabricated melibatkan berbagai macam faktor dan taraf seperti yang terlihat pada Tabel V.7 berikut. Tabel V.7 Faktor dan Taraf dari percobaan Direct Shear Faktor Mix_Type Tack_Type Tack_Rate Temperature Taraf (AC-WC)+(AC-WC) (AC-WC)+(AC-BC) CSS-1 MC ,1 0, 0,3 0,4 0, Derajad Kebebasan Hasil percobaan Direct Shear dalam nilai parameter Bond Strength terangkum pada Tabel V.3. Pertama-tama harus diperiksa terlebih nilai rata-rata dan standar deviasi dari pengelompokan data sesuai faktor dan taraf pada Tabel V.7 yang hasilnya dapat dirangkum pada Tabel V.8. Analisis varians terhadap Bond Stiffness tidak dilakukan 95

17 karena belum terdapat nilai yang unik dari suatu pengujian Direct Shear yang sudah dikerjakan. Nilai Bond Stiffness yang didapatkan masih berada dalam suatu rentang tertentu, yang pemilihan nilainya diambil dari hipotesa kecenderungan pengaruhnya terhadap faktor tertentu. Tabel V.8. Nilai Means, Standar Deviasi dan COV untuk setiap pengelompokan data untuk faktor-faktor utama Faktor Mix_Type Tack_Type Tack_Rate Temperature Taraf Rata-rata (MPa) Parameter Statistik Bond Strength Standar Deviasi COV *) (AC-WC) 0,879 0,13 4,3% + (AC-WC) ,857 (AC-WC) 0,835 0,7 7,% + (AC-BC) CSS-1 0,883 0,38 7,0% 0,856 0,856 MC-800 0,89 0,199 4,1% 0,0 0,899 0,16 4,0% 0,1 0,86 0,65 3,1% 0, 0,816 0,186,8% 0,855 0,855 0,3 0,857 0,16 18,9% 0,4 0,89 0,57 8,8% 0,5 0,84 0,31 7,5% 8 1,01 0,60 5,5% 40 0,763 0,845 0,10 0,845 13,4% 60 0,750 0,105 14,0% 8,3% 31,5% 8,1% 30,% *) COV = Coefficient of Variance, merupakan rasio antara Standard Deviasi dengan Means (rata-rata) Terlihat pada Tabel V.8 semua average means mempunyai nilai yang sama dan average standar deviasi mempunyai nilai yang berbeda, sehingga pengujian F dapat digunakan untuk analisis varians. Selanjutnya analisis varians dilakukan dengan melengkapi sel-sel pada Tabel ANOVA sesuai Tabel V.5. Pertama-tama dihitung Sum of Square Total (SS T ) dengan menggunakan persamaan (V.6), yaitu : 96

18 SS T = ( 0,979) + ( 0,937) ( 0,641) ( 146,41) = 8,301 Berikutnya dihitung Sum of Square dari masing-masing faktor yang dimulai dari faktor utama yang pertama yaitu Mix_Type, yaitu : 171 [( 0,979) + ( 0,937) ( 0,641) ] ( 1,00) + ( 1,560) ( 0,641) 83 [ ] ( 146,41) SS Mix _ Type = + = ,096 Selanjutnya dengan cara yang sama dihitung Sum of Square dari faktor-faktor yang lain beserta interaksinya. Perhitungan Sum of Square yang terakhir adalah untuk Sum of Square Error dengan persamaan (V.10), yaitu : SS E = SST SS All Factors = 8,301 4,896 = 3,405 Bagian yang terakhir dari analisis varians adalah pengujian signifikansi dari varians setiap faktor yang ditinjau. Pengujian yang dilakukan adalah menggunakan pengujian F sehingga harus dihitung nilai F hitung sesuai persamaan (V.5). Nilai F hitung ini dengan menggunakan distribusi F dapat ditentukan probabilitasnya, α. Nilai probabilitas, α, ini kemudian dibandingkan dengan probabilitas (1-α) dari confidence level α tertentu. West et al. (005) mengusulkan confidence level untuk pengujian signifikansi suatu faktor tehadap nilai-nilai Bond Strength adalah sebesar 95%, sehingga untuk penelitian ini menggunakan confidence level 95%. 0,096 Sebagai contoh untuk faktor Mix_Type nilai F hitung adalah : F hitung = =, 79 0,0344 Dengan F hitung,79 dan derajad kebebasan 1 dan 99 maka dengan distribusi F dapat ditentukan nilai probabilitas α = 9,8%. Nilai ini lebih besar dari probabilitas 5% pada level of confidence 95%, sehingga null hypothesis diterima yang berarti varians dari faktor Mix_type tidak ada perbedaan yang signifikan pada confidence level 95% dan taraf yang dibuat tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai Bond Strength. 97

19 Prosedur ANOVA yang sudah dilakukan pada penjelasan ini secara mudah dapat dikerjakan dengan bantuan program komputer SPSS 13 yang secara lengkap Tabel ANOVA dapat disajikan pada Tabel V.9 Tabel V.9 Hasil ANOVA untuk Bond Strength dengan program SPSS 13 Faktor Sum of Squares (SS) DoF Mean Square (MS) F hitung Prob. (α ) Significance? Mix_Type 0, ,096,79 9,79% Tidak Tack_Type 0, ,134 3,883 5,16% Tidak Tack_Rate 0, ,03 0,917 47,33% Tidak Temperature,61 1,311 38,109 0,00% Ya Mix_Type * Tack_Type 0, ,050 1,468,85% Tidak Mix_Type * Tack_Rate 0,9 5 0,058 1,696 14,7% Tidak Tack_Type * Tack_Rate 0, ,009 0,58 93,50% Tidak Mix_Type * Tack_Type * Tack_Rate 0, ,009 0,70 9,86% Tidak Mix_Type * Temperature 0,101 0,050 1,468 3,54% Tidak Tack_Type * Temperature 0,018 0,009 0,58 77,3% Tidak Mix_Type * Tack_Type * Temperature 0,09 0,014 0,40 65,84% Tidak Tack_Rate * Temperature 0, ,03 0,918 5,01% Tidak Mix_Type * Tack_Rate * Temperature 0, ,056 1,615 11,31% Tidak Tack_Type * Tack_Rate * Temperature 0, ,014 0,40 94,30% Tidak Mix_Type * Tack_Type * Tack_Rate * Temperature 0, ,005 0,14 99,90% Tidak Error 3, ,034 Total 8, Berdasarkan analisis pada Tabel V.9, dengan level of confidence 95% terlihat bahwa hanya ada satu faktor yang berpengaruh terhadap nilai Bond Strength yaitu faktor temperatur, sedangkan faktor yang lainnya mempunyai probabilitas α lebih besar dari 5% sehingga varians dari faktor yang ditinjau tidak mempunyai perbedaan yang signikan atau faktor yang terkait tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai Bond Strength. Pernyataan ini mendukung penjelasan pada sub bab V.1 bahwa dalam percobaan laboratorium menggunakan sampel dari campuran beraspal yang 98

20 dibuat di laboratorium (freshly bituminuous mix) agak sulit menentukan kadar tackcoat yang optimum sehingga terlihat pada ANOVA faktor tack rate tidak berpengaruh pada nilai Bond Strength. Akan tetapi pada kenyataannya kuantitas tack coat yang dihamparkan haruslah optimum tidak kurang dan juga tidak berlebihan, sesuai penelitian yang telah dilakukan peneliti sebelumnya (Soendiarto, 006 ; Hachiya dan Sato, 1998). Oleh karena itu dengan penelitian ini, apabila ingin mengetahui kadar tack coat yang optimum tidak direkomendasikan menggunakan sampel dari material beraspal yang baru dibuat (fresh). Oleh karena itu pada percobaan berikutnya digunakan sampel dari coring lapangan (old pavement) seperti yang dijelaskan pada sub bab V.3. Untuk faktor temperatur tetap memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai Bond Strength sesuai hasil ANOVA diatas. Oleh karena itu perilaku kondisi bonding antar lapis perkerasan di lapangan akan sangat tergantung kepada temperatur perkerasan. Pada temperatur yang tinggi nilai Bond Strength akan rendah sehingga daya lekat antar lapis perkerasan juga akan berkurang. Perlu penelitian yang ekstensif di lapangan untuk memastikan hubungan antara nilai Bond Strength yang rendah akibat kenaikan temperatur perkerasan yang akan menyebabkan kerusakan struktur perkerasan jalan. Analisis dengan pendekatan statistik yang telah dilakukan untuk kondisi data penelitian yang telah dihasilkan cukup sampai pada faktor yang berpengaruh terhadap design of experiment yang dilakukan. Jika data yang dihasilkan mendukung (kecukupan data, variabilitas sampel) maka analisis dapat dilanjutkan ke pemodelan matematis dari Bond Strength sebagai variabel dependent dan faktor-faktor yang berpengaruh sebagai variabel independent nya dengan menggunakan analisis regresi dengan banyak variabel. Untuk kasus diatas terlihat hanya satu faktor yang berpengaruh signifikan yaitu faktor temperatur, sehingga melibatkan faktor lainnya yang diindikasikan secara kuat berpengaruh (misalnya faktor kadar tack coat) belum dapat dilakukan dengan baik. 99

21 V.3 Hasil Pengujian Terhadap Sampel Kombinasi dari Lapangan dan Laboratorium Pada percobaan ini akan dievaluasi pengaruh dari beberapa faktor terhadap kondisi bonding antar lapis perkerasan beraspal dengan berbagai macam kondisi pengujian Direct Shear pada beban normal dan temperatur pengujian tertentu. Faktor-faktor tersebut adalah terkait dengan kadar tackcoat (0, 0,1; 0,; 0,3; 0,4; 0,5 ltr/m ) dan temperatur pengujian (8 o C, 40 o C, 60 o C). Sample pengujian secara skematik dapat dilihat pada Gambar V.8. Gambar V.8 Skematik Sampel Pengujian Untuk sampel bagian bawah digunakan lapis perkerasan lama (old pavement) yang didapat dari pengambilan sampel blok 40x40cm di lapangan pada ruas Palimanan Jatibarang, kemudian dipotong sisi-sisinya menjadi 30x30cm dan tebal 5cm seperti terlihat pada Gambar V.9. Gambar V.9 Sampel Blok yang sudah dipotong sisi-sisinya 100

22 Dari rencana pembuatan sampel seperti diuraikan diatas, dibuat variasi untuk pengujian Direct Shear seperti yang tercantum pada Tabel V.10. Tabel V.10 Variasi Pengujian Direct Shear No Faktor Level 1 Tipe Campuran Beraspal (Lapis Atas) AC-WC Jenis Tackcoat CSS-1 3 Kadar tackcoat (ltr/m ) 0; 0,1; 0,; 0,3; 0,4; 0,5 4 Suhu ( o C ) 8; 40; 60 Secara lengkap nilai Bond Strength dan Bond Stiffness di tampilkan pada Tabel V.11 dan Tabel V.1. Tabel V.11 Nilai-nilai Bond Stiffness (MPa/m) Tabel V.1 Nilai-nilai Bond Strength (MPa) 101

23 Variasi pemberian tack coat dilakukan mulai dari kadar 0,1 ltr/m ; 0, ltr/m ; 0,3 ltr/m ; 0,4 ltr/m ; 0,5 ltr/m ; dan tanpa pemberian tack coat. Dengan analisis regresi yang terlihat pada Gambar V.10 dan Gambar V.11 bahwa persamaan kuadrad yang dihasilkan menunjukkan kecenderungan penambahan kadar tack coat yang berlebihan akan menurunkan nilai Bond Stiffness dan Bond Strength. 100 Pengaruh Kadar Tackcoat dan Temperatur pada Bond Stiffness Bond Stiffness (MPa/m) y = x x R = 0.98 y = x x R = y = x x R = Kadar Tackcoat (l/m) : Suhu 8 C..... : Suhu 40 C : Suhu 60 C Gambar V.10 Pengaruh Kadar tack coat terhadap Bond Stiffness Dari kurva ini terlihat bahwa pemberian kadar tackcaot 0,3 ltr/m sampai dengan 0,4 ltr/m akan menghasilkan nilai Bond Stiffness dan Bond Strength yang maksimum pada tiga temperatur yang berbeda, 8 o C, 40 o C dan 60 o C. 10

24 1. Pengaruh Kadar Tackcoat dan Temperatur pada Bond Strength 1.0 Bond Strength (MPa) y = x x R = y = -.38x x R = y = x x R = Kadar Tackcoat (l/m) : Suhu 8 C..... : Suhu 40 C : Suhu 60 C Gambar V.11 Pengaruh Kadar tack coat terhadap Bond Strength V.4 Analisis Internal Friction pada Interface Antar Lapis Perkerasan Beraspal Faktor friksi pada interface antar lapisan beraspal juga berpengaruh terhadap kondisi bonding antar lapisan beraspal. Pada material beraspal mempunyai besaran mekanis yang menggabungkan kedua aspek kohesi, yaitu ketahanan material terhadap geser tanpa adanya tegangan tambahan dan aspek internal friction, yaitu ketahanan material terhadap geser akibat adanya tegangan tambahan, misalnya normal, yang diterapkan pada material (RRL, 196). Untuk memperkirakan besar internal friction pada interface antar lapisan beraspal, persamaan Coulomb seperti terlihat pada persamaan V.11, dapat disusun dari percobaan Triaxial atau Direct Shear dengan beban normal yang bervariasi. 103

25 τ = n C + σ tan φ (V.11) Dengan memvariasikan beban normal dari 0; 60; 15; 185; dan 50 kg, didapat nilai Bond Strength terkait penerapan Beban Normal tersebut seperti terlihat pada Tabel V.13. Tabel V.13 Nilai Bond Strength untuk Tegangan Normal yang bervariasi Tegangan Bond Strength (MPa) Beban (kg) Normal (MPa) ,00 0,063 0,16 0,138 0,04 0,8 0, ,1 0,396 0,351 0,398 0,671 0,713 0, ,5 0,597 0,688 0,674 0,794 0,749 0, ,37 0,745 0,86 0,674 1,109 0, ,50 0,78 0,870 0,790 1,050 1,196 0,989 Grafik Bond Strength vs Tegangan Normal. Bond Strength (MPa) y = x R = Tegangan Normal (MPa) Gambar V.1 Faktor Internal Friction pada Interface Dari grafik pada Gambar V.1, nilai kohesi dari interface ini adalah sebesar MPa dan sudut gesernya, φ=55.79 o. Makin besar sudut geser ini maka makin besar pula kontribusi internal friction terhadap nilai Bond Strengthnya. 104

26 V.5 Rentang Nilai Bond Stiffness dan Bond Strength Dari pengujian sampel yang full fabricated seperti yang telah diuraikan pada subbab V.1, terlihat nilai-nilai Bond Stiffness yang didapat relatif berada pada rentang MPa/m untuk lapisan AC-WC dan rentang MPa/m untuk lapisan AC- BC. Rentang ini masih berada pada kondisi intermediate dengan mengacu pada studi teoritis yang dilakukan Hakim (00) yang menggunakan program BISAR dimana didapat rentang Bond Stiffness (K s ) sebagai berikut : De bonding Ks<100 MPa/m ; Intermediate Case:100 Ks<10,000 MPa/m;Full Bonding:Ks 10,000 MPa/m Untuk menyelidiki lebih jauh apakah pengujian Direct Shear akan menghasilkan nilai Bond Stiffness pada rentang yang lebih tinggi, perlu dipersiapkan sampel lain yang diperkirakan mempunyai daya lekat yang kuat, yaitu sampel hasil coring baik untuk kondisi monolit maupun yang multilayer. Tabel V.14 Nilai Bond Stiffness dan Bond Strength dari Sampel Coring No STA Nama Lajur Bond Stiffness (MPa/m) Bond Strength (MPa) MULTILAYERED CEPAT IWT 1.05,1 1, CEPAT IWT 907,5 1, CEPAT OWT 1.039,8 1, CEPAT OWT-X 565,1 1, CEPAT OWT-Y 878,3 1, CEPAT OWT-X 907,1 1, CEPAT OWT-Y 50,8 1, LAMBAT IWT 660,8 1, LAMBAT OWT-X 1.069,7 1, CEPAT OWT 618,0 1, LAMBAT IWT 699,5 1, LAMBAT OWT 57,1 1, CEPAT IWT 778,5 0, LAMBAT IWT-X 987,4 1, LAMBAT IWT-Y 774,8 0,955 MONOLIT CEPAT OWT 1.191,5 1, LAMBAT OWT 1.07,6 1,79 Catatan : IWT = Inner Wheel Track OWT = Outer Wheel Track X=Lapis Atas Y=Lapis Bawah 105

27 Pengambilan sampel coring seperti yang telah diuraikan pada sub bab IV.9, kemudian diuji dengan Direct Shear yang hasilnya dapat ditampilkan pada Table V.14. Jika seluruh hasil pengujian Direct Shear seperti yang disajikan pada Tabel V.3, Tabel V.4 sebagai kategori fresh pavement, dan Tabel V.14 sebagai kategori old pavement dan monolit, kemudian dikumpulkan dan dikelompokkan berdasarkan pertimbangan bahwa fresh pavement dan old pavement sebagai sampel lapis perkerasan yang dibuat di laboratorium dan in situ adalah tidak mungkin mencapai kondisi daya lekat yang full bonding karena kondisi ini adalah kondisi ideal. Keduanya mempunyai mempunyai daya lekat yang partial bonding. Kondisi yang partial bonding ini dapat dikelompokkan lagi berdasarkan tingkat penyebaran data hasil pengujian Direct Shear. Sedangkan kondisi ideal yang full bonding hanya dapat dicapai untuk lapis perkerasan yang monolit terutama sampel hasil coring di lapangan. Tabel V.15 Batas-batas nilai Bond Stiffness dan Bond Strength sesuai kategori Bond Stiffness (MPa/m) Fresh Pavement (Full Fabricated) Old Pavement (Coring) Monolit Pavement (Coring) Rata-rata Standar Deviasi Batas Atas Batas Bawah Jumlah Sampel Bond Strength (MPa) Fresh Pavement (Full Fabricated) Old Pavement (Coring) Monolit Pavement (Coring) Rata-rata Standar Deviasi Batas Atas Batas Bawah Jumlah Sampel

28 Pada Gambar V13 dan Gambar V.14 disajikan data scattered nilai Bond Stiffness dan Bond Strength dari semua pengujian Direct Shear pada studi ini, terutama untuk temperatur pengujian standar (8 o C). Rata-rata dan standard deviasi yang menghasilkan batas atas dan batas bawah yang secara lengkap terlihat pada Tabel V.15. Gambar V.13 Data scattered nilai-nilai Bond Stiffness Gambar V.14 Data scattered nilai-nilai Bond Strength 107

29 Dengan mengambil nilai-nilai batas atas dan batas bawah dari masing-masing jenis sampel seperti pada Tabel V.15 dan mengambil rata-rata dari batas-batas yang overlap, maka dapat ditentukan rentang Bond Stiffness dan Bond Strength yang merupakan parameter bonding hasil uji laboratorium seperti terlihat pada Tabel V.16. Tabel V.16 Rentang kondisi bonding hasil pengujian Direct Shear No Bond Stiffness (Ks) (MPa/m) Bond Strength (Bs) (MPa) Kondisi Bonding Partial Bonding (Weak) 407 < Ks < Bs 1. Partial Bonding (Medium) < Ks 1, < Bs 1.7 Partial Bonding (Strong) 4 > 1,063 > 1.7 Full Bonding V.6 Pemanfaatan batas kondisi bonding pada kajian struktur perkerasan lentur Saat ini, sebagian besar desain perkerasan lentur jalan raya mengasumsikan bahwa daya lekat yang sangat kuat (full bond) terjadi antar lapis perkerasan. Daya lekat (bonding) yang lemah antar lapis perkerasan beraspal adalah salah satu penyebab dari berbagai kerusakan perkerasan jalan. Pengelupasan perkerasan jalan yang seringkali terjadi pada titik percepatan lalu lintas, pengereman kendaraan, kendaraan berbelok adalah masalah yang banyak terjadi terkait lemahnya daya lekat (bonding) antar lapisan beraspal. Banyak peneliti mempercayai bahwa jenis kerusakan ini terjadi karena tingginya tegangan horizontal dan kurangnya adhesi dan bonding pada interface antar lapisan beraspal (Hachiya dan Sato, 1998). Kondisi daya lekat ini tidak diketahui dan berada pada rentang mulai daya lekat yang sangat kuat (full adhesion) sampai dengan tidak adanya daya lekat sama sekali (zero adhesion), tergantung pada material properties dan kualitas konstruksinya. 108

30 Besarnya nilai kapasitas daya lekat untuk menahan tegangan geser pada interface agar tidak terjadi slippage maupun pengelupasan lapis perkerasan adalah sangat diperlukan untuk perencanaan struktur perkerasan. Lokasi di persimpangan jalan tempat kendaraan berbelok, mengerem dan mempercepat adalah lokasi yang sangat kritis untuk mengetahui kapasitas daya lekat lapisnya agar tidak terjadi kerusakan jalan. Pentingnya mengetahui daya lekat antar lapis perkerasan dengan parameter Bond Strength dan Bond Stiffness sebagai kuantifikasi untuk analisis struktur lanjutan yang melibatkan faktor bonding sangat diperlukan. Batas-batas kondisi seperti yang sudah ditemukan pada penelitian ini setidaknya dapat menjadi preliminary analysis untuk melibatkannya dalam desain struktur perkerasan lentur. 109

Bab VI Model Makroskopis Bonding Antar Lapis Perkerasan Beraspal Hasil Percobaan Direct Shear

Bab VI Model Makroskopis Bonding Antar Lapis Perkerasan Beraspal Hasil Percobaan Direct Shear Bab VI Model Makroskopis Bonding Antar Lapis Perkerasan Beraspal Hasil Percobaan Direct Shear VI.1 Pengertian Model Makroskopis Bonding Antar Lapis Perkerasan Beraspal Model makroskopis adalah model yang

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang Permasalahan

I.1 Latar Belakang Permasalahan Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Permasalahan Daya lekat (bonding) yang lemah antar lapis perkerasan beraspal adalah salah satu penyebab dari berbagai kerusakan perkerasan jalan. Pengelupasan perkerasan

Lebih terperinci

Bab VII Kesimpulan, Kontribusi Penelitian dan Rekomendasi

Bab VII Kesimpulan, Kontribusi Penelitian dan Rekomendasi Bab VII Kesimpulan, Kontribusi Penelitian dan Rekomendasi VII.1 Kesimpulan Penelitian ini mencakup penyelidikan kondisi bonding antar lapis perkerasan beraspal dengan menggunakan pendekatan teoritis maupun

Lebih terperinci

ANALISIS KONDISI BONDING ANTAR LAPISAN BERASPAL SECARA TEORITIS DAN PENGUJIAN DI LABORATORIUM

ANALISIS KONDISI BONDING ANTAR LAPISAN BERASPAL SECARA TEORITIS DAN PENGUJIAN DI LABORATORIUM ANALISIS KONDISI BONDING ANTAR LAPISAN BERASPAL SECARA TEORITIS DAN PENGUJIAN DI LABORATORIUM Eri Susanto Hariyadi Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipil Sekolah Pasca Sarjana Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

Bab IV Persiapan Pengujian Laboratorium Untuk Mengukur Kondisi Bonding Antar Lapis Perkerasan

Bab IV Persiapan Pengujian Laboratorium Untuk Mengukur Kondisi Bonding Antar Lapis Perkerasan Bab IV Persiapan Pengujian Laboratorium Untuk Mengukur Kondisi Bonding Antar Lapis Perkerasan IV.1 Rencana Pelaksanaan Bagan alir penelitian seperti yang terlihat pada Gambar I.1 terdiri dari berbagai

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Kondisi Bonding Antar Lapis Perkerasan Sebuah struktur perkerasan jalan terdiri dari beberapa lapis material yang berbeda yang menghasilkan suatu tingkat daya lekat (adhesion)

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DATA Pengumpulan data yang dilakukan dibatasi hanya di dalam wilayah Jabodetabek. Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer maupun data sekunder. Data primer meliputi kriteria drainase

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. disebut dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel

BAB 2 LANDASAN TEORI. disebut dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Regresi Regresi dalam statistika adalah salah satu metode untuk menentukan tingkat pengaruh suatu variabel terhadap variabel yang lain. Variabel yang pertama disebut

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. disebut dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel

BAB 2 LANDASAN TEORI. disebut dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Regresi Regresi dalam statistika adalah salah satu metode untuk menentukan tingkat pengaruh suatu variabel terhadap variabel yang lain. Variabel yang pertama disebut

Lebih terperinci

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1 VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1 Dosen Pada Jurusan Teknik Sipil Universitas Udayana E-mail : agusariawan17@yahoo.com

Lebih terperinci

VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) ABSTRAK

VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) ABSTRAK Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010 VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1 Dosen

Lebih terperinci

Mata Kuliah: Statistik Inferensial

Mata Kuliah: Statistik Inferensial ANALISIS REGRESI DAN KORELASI LINIER 1 OUTLINE Bagian I Statistik Induktif Metode dan Distribusi Sampling Pengertian Korelasi Sederhana Teori Pendugaan Statistik Pengujian Hipotesa Sampel Besar Uji Signifikansi

Lebih terperinci

Regresi dengan Microsoft Office Excel

Regresi dengan Microsoft Office Excel Regresi dengan Microsoft Office Excel Author: Junaidi Junaidi 1. Pengantar Dalam statistik, regresi merupakan salah satu peralatan yang populer digunakan, baik pada ilmu-ilmu sosial maupun ilmu-ilmu eksak.

Lebih terperinci

SESI 13 STATISTIK BISNIS

SESI 13 STATISTIK BISNIS Modul ke: SESI 13 STATISTIK BISNIS Sesi 13 ini bertujuan agar Mahasiswa dapat mengetahui teori Analisis Regresi dan Korelasi Linier yang berguna sebagai alat analisis data Ekonomi dan Bisnis. Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Lokasi pengambilan sampel tanah berasal dari proyek jembatan pengarengan jalan tol Cinere Jagorawi Sesi II, Depok, Jawa Barat. Untuk pengujian pemodelan matras dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Penyelidikan tanah dilakukan untuk mendapat analisis geoteknik yang baik dan benar. Berbagai macam alat pengujian dirancang untuk mempermudah pekerjaan penyelidikan,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 14 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Analisis Regresi Kata regresi (regression) diperkenalkan pertama kali oleh Francis Dalton pada tahun 1886. Menurut Dalton, analisis regresi berkenaan dengan studi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Agregat Penelitian ini menggunakan agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya yang berlokasi di Kecamatan Bongomeme. Agregat dari lokasi ini kemudian diuji di Laboratorium Transportasi

Lebih terperinci

DESAIN EKSPERIMEN TERSARANG

DESAIN EKSPERIMEN TERSARANG DESAIN EKSPERIMEN TERSARANG PENDAHULUAN 1-1. Latar Belakang Bab ini memperkenalkan desain eksperimental yaitu desain yang bersarang. Desain ini cukup luas aplikasinya dalam penggunaan industri. Desain

Lebih terperinci

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN: SAMBUNGAN KAYU MANGIUM 17 TAHUN DAN APLIKASI PADA BALOK SUSUN

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN: SAMBUNGAN KAYU MANGIUM 17 TAHUN DAN APLIKASI PADA BALOK SUSUN 81 V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN: SAMBUNGAN KAYU MANGIUM 17 TAHUN DAN APLIKASI PADA BALOK SUSUN 1. Hasil Densifikasi Kayu Mangium Pemadatan kayu mangium telah dilakukan terhadap 24 lempengan papan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. berkenaan dengan studi ketergantungan dari suatu varibel yaitu variabel tak bebas (dependent

BAB 2 LANDASAN TEORI. berkenaan dengan studi ketergantungan dari suatu varibel yaitu variabel tak bebas (dependent BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Regresi Istilah regresi pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galton. Menurut Galton, analisis regresi berkenaan dengan studi ketergantungan dari suatu varibel yaitu

Lebih terperinci

Pertemuan Ke-12. Analysis of Varians (anova)_m. Jainuri, M.Pd

Pertemuan Ke-12. Analysis of Varians (anova)_m. Jainuri, M.Pd Pertemuan Ke-1 1 Pendahuluan Statistik parametrik yang digunakan untuk mencari perbedaan atau persamaan dua rata-rata adalah Uji-t, dan analysis of varians (anova/ anova) digunakan untuk mencari perbedaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu variasi persentase limbah

Lebih terperinci

Kuat Geser Tanah. Mengapa mempelajari kekuatan tanah? Shear Strength of Soils. Dr.Eng. Agus Setyo Muntohar, S.T., M.Eng.Sc.

Kuat Geser Tanah. Mengapa mempelajari kekuatan tanah? Shear Strength of Soils. Dr.Eng. Agus Setyo Muntohar, S.T., M.Eng.Sc. Kuat Geser Tanah Shear Strength of Soils Dr.Eng. gus Setyo Muntohar, S.T., M.Eng.Sc. Mengapa mempelajari kekuatan tanah? Keamanan atau kenyamanan struktur yang berdiri di atas tanah tergantung pada kekuatan

Lebih terperinci

Hipotesis adalah suatu pernyataan tentang parameter suatu populasi.

Hipotesis adalah suatu pernyataan tentang parameter suatu populasi. PERTEMUAN 9-10 PENGUJIAN HIPOTESIS Hipotesis adalah suatu pernyataan tentang parameter suatu populasi. Apa itu parameter? Parameter adalah ukuran-ukuran. Rata-rata penghasilan karyawan di kota binjai adalah

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR Senja Rum Harnaeni 1), Isyak Bayu M 2) 1) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ALAT MARSHALL UNTUK MENGUJI MODULUS ELASTISITAS BETON ASPAL

PENGGUNAAN ALAT MARSHALL UNTUK MENGUJI MODULUS ELASTISITAS BETON ASPAL PENGGUNAAN ALAT MARSHALL UNTUK MENGUJI MODULUS ELASTISITAS BETON ASPAL Sri Widodo, Ika Setyaningsih Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta E-mail : swdd.ums@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB III. Tahap penelitian yang dilakukan terdiri dari beberapa bagian, yaitu : Mulai. Perancangan Sensor. Pengujian Kesetabilan Laser

BAB III. Tahap penelitian yang dilakukan terdiri dari beberapa bagian, yaitu : Mulai. Perancangan Sensor. Pengujian Kesetabilan Laser BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3. 1. Tahapan Penelitian Tahap penelitian yang dilakukan terdiri dari beberapa bagian, yaitu : Mulai Perancangan Sensor Pengujian Kesetabilan Laser Pengujian variasi diameter

Lebih terperinci

LABORATORIUM UJI BAHA JURUSAN TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

LABORATORIUM UJI BAHA JURUSAN TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG REFERENSI Modul Praktikum Lab Uji Bahan Politeknik Negeri I. TUJUAN 1. Mengetahui kekuatan tanah terhadap gaya horizontal, dengan cara menetukan harga kohesi (c) dari sudut geser dalam ( ϕ ) dari suatu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian 2.1.1 Material Geosintetik Penggunaan material geosintetik pada proyek perbaikan tanah semakin luas, material geosintetik yang telah teruji kekuatannya

Lebih terperinci

TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG KORELASI BESAR DIAMETER PONDASI MODEL TIANG PANCANG PIPA TERBUKA TERHADAP KAPASITAS TEKAN DAN TINGGI SUMBAT DALAM TANAH PASIR DENGAN KEPADATAN RELATIF TERTENTU DAVID SULASTRO NRP : 0521018 Pembimbing :

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB 4 PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB 4 PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 41 Hasil Uji Statistik 411 Statistik Deskriptif Pada bagian ini akan dibahas mengenai hasil pengolahan data statistik deskriptif dari variabel-variabel yang diteliti Langkah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Agregat Penelitian ini menggunakan agregat kasar, agregat halus, dan filler dari Clereng, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Hasil pengujian agregat ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN 3.1 KEGIATAN PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan meliputi studi eksperimental laboratorium dan studi literatur terhadap beberapa penelitian yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Statistik Deskriptif Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laba Bersih dan Arus Kas Operasi sebagai variabel independen (X) dan Dividen Kas sebagai

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Agregat Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1. Tabel 5.1 Hasil pengujian agregat kasar dan halus No Jenis Pengujian Satuan Hasil Spesifikasi

Lebih terperinci

BAB 2. Istilah regresi pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galton. Menurut Galton,

BAB 2. Istilah regresi pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galton. Menurut Galton, 10 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Regresi Istilah regresi pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galton. Menurut Galton, analisis regresi berkenaan dengan studi ketergantungan dari suatu varibel

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC)

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC) PENGARUH PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC) Kiftheo Sanjaya Panungkelan Oscar H. Kaseke, Mecky R. E. Manoppo Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN digilib.uns.ac.id BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Metodologi Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan kegiatan pengujian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Analisis regresi (regressison analysis) merupakan suatu teknik untuk membangun persamaan

BAB II LANDASAN TEORI. Analisis regresi (regressison analysis) merupakan suatu teknik untuk membangun persamaan BAB II LANDASAN TEORI 21 Konsep Dasar Analisis Regresi Analisis regresi (regressison analysis) merupakan suatu teknik untuk membangun persamaan dan menggunakan persamaan tersebut untuk membuat perkiraan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA 4.1 Hasil dan Analisa Pengujian Aspal Aspal yang digunakan pada penelitian ini adalah aspal keras yang mempunyai nilai penetrasi 60/70, serat alam berupa sabut kelapa, Asbuton

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Istilah regresi pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galton. Menurut Galton,

BAB 2 LANDASAN TEORI. Istilah regresi pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galton. Menurut Galton, 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Regresi Istilah regresi pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galton. Menurut Galton, analisis regresi berkenaan dengan studi ketergantungan dari suatu varibel yaitu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Istilah regresi pertama kali digunakan oleh Francis Galton. Dalam papernya yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Istilah regresi pertama kali digunakan oleh Francis Galton. Dalam papernya yang 13 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Regresi Istilah regresi pertama kali digunakan oleh Francis Galton. Dalam papernya yang terkenal Galton menemukan bahwa meskipun terdapat tendensi atau kecenderungan

Lebih terperinci

Ho merupakan hipotesa awal sedangkan merupakan hipotesis alternatif atau hipotesis kerja 2. Rumus One sample t-test

Ho merupakan hipotesa awal sedangkan merupakan hipotesis alternatif atau hipotesis kerja 2. Rumus One sample t-test UJI T-TEST (PENGANTAR STATISTIK LANJUT) A. Uji T-Test satu sampel (One sampel t- test). 1. Dasar teori. Pengujian rata-rata satu sampel dimaksudkan untuk menguji nilai tengah atau rata-rata populasi µ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan dan pertumbuhan penduduk sangat pesat. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk sehingga muncul banyak kendaraan-kendaraan

Lebih terperinci

Naskah Publikasi Ilmiah. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil. diajukan oleh :

Naskah Publikasi Ilmiah. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil. diajukan oleh : ANALISIS PENGARUH REKATAN ANTAR LAPIS PERKERASAN TERHADAP UMUR RENCANA PERKERASAN JALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALITIS (STUDI KASUS : RUAS JALAN TOL SEMARANG) Naskah Publikasi Ilmiah untuk memenuhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi yang menyangkut pergerakan orang dan barang pada hakekatnya sudah dikenal secara alamiah sejak manusia ada di bumi, meskipun pergerakan tersebut masih dilakukan

Lebih terperinci

UJI CALIFORNIA BEARING RATIO (CBR) ASTM D1883

UJI CALIFORNIA BEARING RATIO (CBR) ASTM D1883 1. LINGKUP Percobaan ini mencakup pengukuran nilai CBR di laboratorium untuk tanah yang dipadatkan berdasarkan uji kompaksi. 2. DEFINISI California Bearing Ratio (CBR) adalah rasio dari gaya perlawanan

Lebih terperinci

ANOVA SATU ARAH Nucke Widowati Kusumo Projo, S.Si, M.Sc

ANOVA SATU ARAH Nucke Widowati Kusumo Projo, S.Si, M.Sc ANOVA SATU ARAH Nucke Widowati Kusumo Proo, S.Si, M.Sc It s about: Ui rata-rata untuk lebih dari dua populasi Ui perbandingan ganda (ui Duncan & Tukey) Output SPSS PENDAHULUAN Ui hipotesis yang sudah kita

Lebih terperinci

No. Job : 07 Tgl :12/04/2005 I. TUJUAN

No. Job : 07 Tgl :12/04/2005 I. TUJUAN I. TUJUAN II. LABORATORIUM UJI TANAH POLITEKNIK NEGERI BANDUNG Jl. Gegerkalong Hilir Ds. Ciwaruga Kotak Pos 6468 BDCD Tlp. (022) 2013789, Ext.266 Bandung Subjek : Pengujian Tanah di Laboratorium Judul

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG 4.1.1. Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu Proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong dilakukan mulai dari kisaran kadar

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Pengukuran Massa Jenis Pupuk

Lampiran 1 Prosedur Pengukuran Massa Jenis Pupuk LAMPIRAN 49 50 Lampiran 1 Prosedur Pengukuran Massa Jenis Pupuk 1. Timbang berat piknometer dan air (ma). 2. Hitung suhu air. 3. Haluskan pupuk dan masukkan ke dalam piknometer. 4. Timbang berat piknometer,

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG KORELASI ANTARA KEPADATAN RELATIF TANAH PASIR TERHADAP KAPASITAS TEKAN DAN TINGGI SUMBAT PADA MODEL PONDASI TIANG PANCANG PIPA TERBUKA DENGAN DIAMETER TERTENTU YANWARD M R K NRP : 0521026 Pembimbing :

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo terdiri dari hasil pengujian agregat, pengujian

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta ANALISIS PENGARUH KONDISI BONDING PADA PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODA AUSTROADS (Studi Kasus : Ruas Jalan Jatibarang Palimanan) Linda Aisyah 1,Eri Susanto

Lebih terperinci

Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (Revisi 3)

Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (Revisi 3) BAB III LANDASAN TEORI A. Parameter Marshall Alat Marshall merupakan alat tekan yang di lengkapi dengan proving ring yang berkapasitas 22,5 KN atau 5000 lbs. Proving ring dilengkapi dengan arloji pengukur

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkersana ini merupakan campuran

BAB III LANDASAN TEORI. perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkersana ini merupakan campuran BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Aspal Beton Menurut Sukirman (2007) aspal beton merupakan salah satu jenis lapis perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkersana ini merupakan campuran merata antara

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. dangkal, sehingga air mudah di gali (Ruslan H Prawiro, 1983).

BAB 2 LANDASAN TEORI. dangkal, sehingga air mudah di gali (Ruslan H Prawiro, 1983). BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Air Minum Semua makhluk hidup membutuhkan air, maka tempat yang tersedia air tentu penuh dengan makhluk hidup, kecuali air tersebut sudah sangat tercemar. Manusia juga

Lebih terperinci

UJI KUAT GESER LANGSUNG TANAH

UJI KUAT GESER LANGSUNG TANAH PRAKTIKUM 02 : Cara uji kuat geser langsung tanah terkonsolidasi dan terdrainase SNI 2813:2008 2.1 TUJUAN PRAKTIKUM Pengujian ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam pengujian laboratorium geser

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAFTAR

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mempermudah dalam penyusunan tugas akhir, dibuat suatu alur

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mempermudah dalam penyusunan tugas akhir, dibuat suatu alur BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Untuk mempermudah dalam penyusunan tugas akhir, dibuat suatu alur sistematika. Adapun alur sistematika yang digunakan dalam penyusunan ini adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum Variabel bebas yaitu variasi prosentase slag 60%, 80%,100% (data primer); 0%,20%,40% (data sekunder). Variabel terikat yaitu berat, berat jenis, kuat tekan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Regresi pertama kali dipergunakan sebagai konsep statistik pada tahun 1877 oleh Sir francis

BAB 2 LANDASAN TEORI. Regresi pertama kali dipergunakan sebagai konsep statistik pada tahun 1877 oleh Sir francis BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Regresi Regresi pertama kali dipergunakan sebagai konsep statistik pada tahun 1877 oleh Sir francis Galton. Galton melakukan studi tentang kecenderungan tinggi badan anak.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. disebut dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel

BAB 2 LANDASAN TEORI. disebut dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel BAB LANDASAN TEORI.1 Pengertian Regresi Regresi dalam statistika adalah salah satu metode untuk menentukan tingkat pengaruh suatu variabel terhadap variabel yang lain. Variabel yang pertama disebut dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN 4.. Prosedur Penelitian. 4... Tahap Persiapan Menyiapkan alat-alat dan bahan yang digunakan untuk melakukan eksperimen. Yaitu ampere meter, volt meter, function generator,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Populasi dan Sampel Populasi adalah kelompok besar individu yang mempunyai karakteristik umum yang sama atau kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan hal yang berhubungan dengan analisis data yang berhasil dikumpulkan, hasil pengolahan data dan pembahasan dari hasil pengolahan data yang

Lebih terperinci

BAB II METODE ANALISIS DATA. memerlukan lebih dari satu variabel dalam membentuk suatu model regresi.

BAB II METODE ANALISIS DATA. memerlukan lebih dari satu variabel dalam membentuk suatu model regresi. 10 BAB II METODE ANALISIS DATA 2.1 Pengertian Regresi Berganda Banyak data pengamatan yang terjadi sebagai akibat lebih dari dua variabel, yaitu memerlukan lebih dari satu variabel dalam membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Sebelum tahun 1920-an, desain perkerasan pada dasarnya adalah penentuan ketebalan bahan berlapis yang akan memberikan kekuatan dan perlindungan untuk tanah dasar

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KUAT TARIK TIDAK LANGSUNG BETON ASPAL BERGRADASI RAPAT DAN BERGRADASI SENJANG

PERBANDINGAN KUAT TARIK TIDAK LANGSUNG BETON ASPAL BERGRADASI RAPAT DAN BERGRADASI SENJANG PERBANDINGAN KUAT TARIK TIDAK LANGSUNG BETON ASPAL BERGRADASI RAPAT DAN BERGRADASI SENJANG Pipit Novita NRP : 9821027 Pembimbing : Wimpy Santosa, ST, M.Eng, MSCE, Ph.D FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X

Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X KAJIAN CAMPURAN PANAS AGREGAT ( AC-BC ) DENGAN SEMEN SEBAGAI FILLER BERDASARKAN UJI MARSHALL Oleh: Hendri Nofrianto*), Zulfi Hendra**) *) Dosen, **) Alumni Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil Dan

Lebih terperinci

Perangkat Lunak Untuk Pengolah Data. Nur Edy

Perangkat Lunak Untuk Pengolah Data. Nur Edy Perangkat Lunak Untuk Pengolah Data Nur Edy Outline PERTEMUAN I Definisi Jenis perangkat lunak pengolah angka Fungsi-fungsi Microsoft Excel untuk pengolahan data sederhana Membuat Grafik dengan Mikrosoft

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. tahun terakhir yaitu tahun 2001 sampai dengan tahun Data yang. diambil adalah data tahun 2001 sampai 2015.

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. tahun terakhir yaitu tahun 2001 sampai dengan tahun Data yang. diambil adalah data tahun 2001 sampai 2015. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskriptif Sampel dan Data Penelitian ini menggunakan 30 data, sampel yang diamati selama 15 tahun terakhir yaitu tahun 2001 sampai dengan tahun 2015. Data yang diambil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah 1. Kadar Air Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan sebanyak dua puluh sampel dengan jenis tanah yang sama

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pikir Penelitian ini ditujukan untuk membuktikan apakah ada hubungan dan pengaruh dari tingkat suku bunga kredit, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 34 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Statistik Deskriptif Analisis data yang dilakukan dalam bab ini pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Bagian pertama merupakan analisis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif menjelaskan tentang informasi karakteristik variabelvariabel dan data penelitian. Data yang digunakan pada tabel statistik deskriptif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat sehari-hari. Kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat sehari-hari. Kegiatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan penduduk yang tinggi memberikan tantangan tersendiri bagi pelayanan fasilitas umum yang dapat mendukung mobilitas penduduk. Salah satu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa Padusan Agrowisata

BAB III METODE PENELITIAN. secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa Padusan Agrowisata BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Padusan Agrowisata Pacetyang berlokasi di Desa Pacet, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto. Pemilihan lokasi ini ditentukan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Statistik Deskriptif Untuk memberikan gambaran dan informasi mengenai data variabel dalam penelitian ini maka digunakanlah tabel statistik deskriptif. Tabel

Lebih terperinci

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR Senja Rum Harnaeni 1, Arys Andhikatama 2 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Statistik Menurut Sofyan (2013) pengertian statistik berasal dari bahasa Latin, yaitu status yang berarti negara dan digunakan untuk urusan negara. Pada mulanya, statistik

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR Michael Kevindie Setyawan 1, Paravita Sri Wulandari 2, Harry Patmadjaja

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Regresi Istilah regresi pertama kali digunakan oleh Francis Galton. Dalam papernya yang terkenal Galton menemukan bahwa meskipun terdapat tendensi atau kecenderungan bahwa

Lebih terperinci

GRAFIK PENGGABUNGAN AGREGAT

GRAFIK PENGGABUNGAN AGREGAT Persentase Lolos (%) GRAFIK PENGGABUNGAN AGREGAT Nomor Saringan 00 30 8 3/8 / 3/4 90 80 70 60 50 40 30 0 0 0 No 00 No. 30 No.8 "3/8" /" 3/4" Grafik Pasir Grafik abu Batu Grafik kasar Garis Diagonal ANALISA

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Klasifikasi Metode Dependensi dan Interdependensi Analisis Multivariat

Gambar 2.1 Klasifikasi Metode Dependensi dan Interdependensi Analisis Multivariat Bab Landasan Teori.1 Analisis Multivariat Analisis statistik multivariat merupakan metode dalam melakukan penelitian terhadap lebih dari dua variable secara bersamaan. Dengan menggunakan teknik analisis

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI.1 Analisis Regresi Linier Analisis regresi merupakan teknik yang digunakan dalam persamaan matematik yang menyatakan hubungan fungsional antara variabel-variabel. Analisis regresi linier

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilakukan di DAS Kali Krukut dan dimulai dari bulan Februari hingga Juni 2012. Daerah Pengaliran Sungai (DAS) Krukut memiliki luas ±

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN. Penggunaan analisis statistik deskriptif untuk memberikan gambaran data yang akan

BAB 4 ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN. Penggunaan analisis statistik deskriptif untuk memberikan gambaran data yang akan BAB 4 ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN 1.1 Analisis Hasil Penelitian 1.1.1 Analisis Deskriptif Statistik Penggunaan analisis statistik deskriptif untuk memberikan gambaran data yang akan dijadikan sampel

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN INTERPRETASI

BAB V ANALISA DAN INTERPRETASI 59 BAB V ANALISA DAN INTERPRETASI Berdasarkan informasi dari pengolahan data yang telah ada, dapat dilakukan analisa dan interpretasi mengenai data-data yang telah diolah. 5.1 Analisa Standard Nasional

Lebih terperinci

BAB IV REGRESI LINIER BERGANDA. Tujuan Pengajaran: Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat:

BAB IV REGRESI LINIER BERGANDA. Tujuan Pengajaran: Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat: Supawi Pawenang, 2011, Ekonometrika Terapan, IDEA Press Jogja BAB IV REGRESI LINIER BERGANDA Tujuan Pengajaran: Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat: Mengetahui kegunaan dan spesifikasi model

Lebih terperinci

Pertemuan 8 STATISTIKA INDUSTRI 2 08/11/2013. Introduction to Linier Regression. Introduction to Linier Regression. Introduction to Linier Regression

Pertemuan 8 STATISTIKA INDUSTRI 2 08/11/2013. Introduction to Linier Regression. Introduction to Linier Regression. Introduction to Linier Regression Pertemuan 8 STATISTIKA INDUSTRI 2 TIN 4004 Outline: Regresi Linier Sederhana dan Korelasi (Simple Linier Regression and Correlation) Referensi: Montgomery, D.C., Runger, G.C., Applied Statistic and Probability

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP MODULUS ELASTISITAS DAN ANGKA POISSON BETON ASPAL LAPIS AUS DENGAN BAHAN PENGISI KAPUR

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP MODULUS ELASTISITAS DAN ANGKA POISSON BETON ASPAL LAPIS AUS DENGAN BAHAN PENGISI KAPUR PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP MODULUS ELASTISITAS DAN ANGKA POISSON BETON ASPAL LAPIS AUS DENGAN BAHAN PENGISI KAPUR Arselina Wood Ward Wiyono Fakultas Teknik, UNTAD Jln. Soekarno-Hatta KM. 9 Tondo Palu

Lebih terperinci

BAB VI UJI PRASYARAT ANALISIS

BAB VI UJI PRASYARAT ANALISIS BAB VI UJI PRASYARAT ANALISIS A. Uji Normalitas 1. Dengan Kertas Peluang Normal Buatlah daftar distribusi frekuensi kumulatif kurang dari berdasarkan sample yang ada dan gambarkan ogivenya. Pindahkan ogive

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI MODULUS ELASTIS LAPISAN BERASPAL MENGGUNAKAN HAMMER TEST

ESTIMASI NILAI MODULUS ELASTIS LAPISAN BERASPAL MENGGUNAKAN HAMMER TEST ESTIMASI NILAI MODULUS ELASTIS LAPISAN BERASPAL MENGGUNAKAN HAMMER TEST Slamet Widodo Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Jl. Prof. Hadari Nawawi, Pontianak 78124 slamet@engineer.com Abstract Surface

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW)

PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW) PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW) Vonne Carla Pangemanan Oscar H. Kaseke, Mecky R. E. Manoppo Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Textile dan Otomotif yang terdaftar di BEI periode tahun

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Textile dan Otomotif yang terdaftar di BEI periode tahun BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisa Penelitian ini menggunakan data skunder berupa laporan keuangan audit yang diperoleh dari website resmi Bursa Efek Indonesia (BEI) yaitu www.idx.co.id.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan Setelah dilakukan pengujian di laboratorium, hasil dan data yang diperoleh diolah dan dianalisis sedemikian rupa untuk didapatkan kesimpulan sesuai tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum dan Subyek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMK Tarunatama Getasan yang beralamat di Jalan Raya Salatiga-Kopeng KM. 09 Kecamatan Getasan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. digunakan sebagai konsep statistik pada tahun 1877 oleh Sir Francis Galton. Dia

BAB 2 LANDASAN TEORI. digunakan sebagai konsep statistik pada tahun 1877 oleh Sir Francis Galton. Dia 10 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Regresi Dalam ilmu statistika teknik yang umum digunakan untuk menganalisa hubungan antara dua variabel atau lebih adalah analisa regresi linier. Regresi pertama

Lebih terperinci