UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA JALAN JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 13 MARET 8 MEI 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA JALAN JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 13 MARET 8 MEI 2013"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA JALAN JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 13 MARET 8 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NURUL FAUZIAH HAQ, S. Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA JALAN JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 13 MARET 8 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker NURUL FAUZIAH HAQ, S. Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013 ii

3 HALAMAN PENGESAHAN Laporan Praktek Kerja Profesi ini diajukan oleh : Nama/NPM : Nurul Fauziah Haq, S.Farm. / Program Studi : Apoteker Fakultas Farmasi UI Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Aventis Pharma Jalan jend. A. Yani, Pulomas Jakarta Periode 13 Maret 8 Mei 2013 Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker, Fakultas farmasi, Universitas Indonesia. Ditetapkan di : Depok Tanggal : 29 Juni 2013 iii

4 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur hanyalah untuk Tuhan YME atas limpahan nikmat, rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker dan penyusunan laporan ini tepat waktu. Pada kesempatan yang terbatas ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada : 1. Mr. Rajesh Kamat selaku Head of Industrial Affair PT Aventis Pharma atas izin dan kesempatan yang diberikan sehingga terlaksananya Prkatek Kerja Profesi Apoteker di PT Aventis Pharma. 2. Dra. Yeni Suciani, Apt selaku Head of Industrial Quality and Compliance (IQC) atas bimbingan, kesempatan, dan fasilitas yang telah diberikan untuk melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Aventis Pharma. 3. Nina Kurniawaty, S.Si, Apt., selaku Quality Assurance Manager PT Aventis Pharma atas bimbingan dalam pengerjaan laporan tugas umum dan tugas khusus, serta pembelajaran selama Praktek Kerja Profesi Apoteker. 4. Dra. Rica Sri Rahmawati, Apt selaku Production Manager atas pembelajaran selama Praktek Kerja Profesi Apoteker. 5. Asih Putri Ana, S.Si, Apt., selaku Quality Control Supervisor PT Aventis Pharma atas bimbingan dalam pengerjaan tugas khusus serta pembelajaran selama Praktek Kerja Profesi Apoteker. 6. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S. selaku Dekan Fakultas Farmasi UI yang telah memberi ijin dan kesempatan untuk melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 7. Dr. Harmita, Apt, selaku Ketua Program Profesi Apoteker yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 8. Sutriyo,S.Si., M.Si, Apt, selaku pembimbing yang selalu memberikan bimbingan, saran dan wawasan selama penulisan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini. 9. Seluruh karyawan di PT Aventis Pharma, khususnya di bagian Quality Control (Mas Dasep, Kak Vident, Hafid, Mba Wiwin, Mba Amie, Mba Diah, Pak Yusuf,dan Pak Makmurani ) dan Quality Assurance (Mas Bambang, Kak iv

5 Kathie,Kak Resti, Kak Syandi, dan Ibu Ika) atas ilmu, arahan dan bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan PKPA ini. 10. Seluruh dosen dan staf tata usaha Fakultas Farmasi UI atas ilmu dan bantuan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan di Program Profesi Apoteker. 11. Keluarga tercinta atas kesabarannya, kasih sayang, dukungan, perhatian dan doanya untuk menyelesaikan pendidikan profesi Apoteker dengan sebaik mungkin. 12. Rekan-rekan PKPA di PT Aventis Pharma (Kiki, Suci, Ayu, Ka Tami, Indra, Ikha, Anggun, dan Oishan) yang telah berbagi ilmu, pengalaman dan juga menghibur selama pelaksanaan PKPA. 13. Seluruh sahabat dan teman Program Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi UI yang telah memberikan dukungan dan semangat. Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Tidak ada yang penulis harapkan selain sebuah keinginan agar laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya. Penulis 2013 v

6 HALAMAN PERNYATAN PERSETUJUAN PUBLIKASI LAPORAN PRAKTEK KERJA UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Nurul Fauziah Haq NPM : Program Studi : Apoteker Fakultas : Farmasi Jenis karya : Karya Akhir demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya akhir saya yang berjudul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Aventis Pharma Jalan Jend. A. Yani, Pulomas Jakarta Periode 13 Maret 8 Mei 2013 beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini berhak menyimpan, mengalih media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 29 Juli 2013 Yang menyatakan ( Nurul Fauziah Haq ) vi

7 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI LAPORAN PRAKTEK KERJA UNTUKKEPENTINGAN AKADEMIS...vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Industri Farmasi Cara Pembuatan Obat yang Baik... 5 BAB 3 TINJAUAN UMUM PT AVENTIS PHARMA Sejarah PT Aventis Pharma Visi dan Misi PT Aventis Pharma Lokasi dan Sarana Produksi Karyawan Sanofi Group Indonesia Struktur Organisasi Sanofi Group Indonesia Produk PT Aventis Pharma BAB 4 TINJAUAN KHUSUS DIVISI INDUSTRIAL AFFAIRS Industrial Quality and Compliance Department Production Department Technical Services Department Health, Safety, and Environment Department Plant Logistics Department Purchasing Department BAB 5 PEMBAHASAN Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Pengawasan Mutu Inspeksi Diri dan Audit Internal Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian Dokumentasi vii

8 5.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Kualifikasi dan Validasi BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN viii

9 DAFTAR TABEL Tabel 1. Klasifikasi ruangan PT Aventis Pharma Tabel 2. Spesifikasi pemeriksaan portable water, purified water dan purified water MilliQ plus Tabel 3. Jenis jenis Air Handling Unit Tabel 4. Tingkatan Occupational Exposure Band (OEB) Tabel 5. Kategori produk PT Aventis Pharma berdasarkan OEB Tabel 6. Parameter baku mutu air kategori D Tabel 7. Karakteristik yang berlaku untuk identifikasi, pengujian terhadap impuritas dan prosedur penetapan kadar ix

10 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur organisasi PT Aventis Pharma Lampiran 2. Struktur organisasi Industrial Affairs Lampiran 3. Struktur organisasi Departemen Industrial Quality and Compliance Lampiran 4. Diagram pengambilan keputusan terhadap hasil di luar spesifikasi Lampiran 5. Contoh contoh label Lampiran 6. Alur pemeriksaan bahan baku Lampiran 7. Persyaratan jumlah bakteri, total koliform, dan koliform tinja pada Lampiran 8. masing masing jenis air Pembagian iklim, tipe pemeriksaan, kondisi penyimpanan dan waktu pemeriksaan pada uji stabilitas Lampiran 9. Skema purified water plant Lampiran 10. Alur pengumpulan dan penyimpanan MSDS bahan produk PT Aventis Pharma Lampiran 11. Alur penanganan limbah Lampiran 12. Skema waste water treatment plant Lampiran 13. Denah warehouse x

11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dan hak bagi setiap warga negara. Pembangunan kesehatan masyarakat juga merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional. Kesehatan sangat erat kaitannya dengan dunia obatobatan. Penyediaan obat adalah kewajiban pemerintah, institusi pelayanan kesehatan baik publik dan swasta. Industri farmasi di Indonesia turut andil dalam peningkatan kualitas kesehatan masyarakat dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas obat yang diproduksi. Sebagai produk dari industri farmasi, obat yang beredar tentunya harus dapat dijamin keamanan, khasiat dan mutunya. Oleh karena itu diperlukan suatu pedoman yang meliputi seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu sehingga setiap obat yang dihasilkan selalu memenuhi ketentuan mutu yang telah ditetapkan. Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) adalah pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB menyangkut keseluruhan aspek produksi dan pengendalian mutu. Semua industri farmasi harus menerapkan CPOB dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Sumber daya manusia menjadi faktor penting dalam pembentukkan dan penerapan sistem pemastian mutu. Oleh karena itu penyediaan personil yang terkualifikasi dengan kapasitas yang memadahi menjadi faktor penting dan merupakan tanggung jawab industri farmasi. Seorang apoteker merupakan kunci dalam penerapan segala aspek yang tercantum dalam CPOB. Apoteker tidak hanya membutuhkan pengetahuan teoritis, tetapi juga pengalaman bergelut langsung di lapangan. Untuk mewujudkan hal tersebut dijalin kerjasama dengan industri farmasi untuk menyelenggarakan praktek kerja apoteker. Berdasarkan hal tersebut, seorang calon Apoteker harus dapat memahami tanggung jawab profesinya secara nyata. Melalui teori yang dibekali sebelumnya, calon Apoteker diharapkan memiliki pemahaman awal sebelum menerapkannya 1

12 2 di dunia kerja nyata. Pemahaman tersebut dapat dibentuk melalui sebuah praktek kerja profesi di industri farmasi dan akan lebih dipahami oleh calon Apoteker. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI mengadakan kerjasama dengan PT Aventis Pharma dalam menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) agar dapat menjadi sarana pembelajaran di industri farmasi bagi para calon Apotekernya. Praktek kerja profesi ini dijalankan dari periode 13 Maret 8 Mei Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker di industri farmasi bertujuan untuk mengetahui penerapan ketentuan CPOB di industri Farmasi, khususnya pada PT Aventis Pharma, serta untuk mengetahui tugas dan tanggung jawab apoteker di industri Farmasi terutama sebagai penanggung jawab produksi, pemastian mutu, dan pengawasan mutu.

13 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri farmasi Menurut peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No HK tahun 2012, industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Sedangkan obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia, sedangkan bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Setiap industri farmasi wajib memiliki izin usaha dari Menteri Kesehatan. Izin usaha industri farmasi diberikan kepada pemohon yang telah siap berproduksi sesuai dengan persyaratan CPOB. Untuk mendapatkan izin usaha industri farmasi, sebelumnya harus melalui tahap persetujuan prinsip. Persetujuan prinsip ini diberikan kepada industri farmasi untuk melakukan persiapan-persiapan dan usaha pembangunan, pengadaan dan pemasangan instalasi peralatan. Persetujuan prinsip tersebut berlaku selama jangka waktu 3 tahun dan setiap tahun perusahaan yang bersangkutan menyampaikan informasi kemajuan pembangunan proyeknya kepada Kepala Badan pengawas Obat dan Makanan. Bagi industri farmasi yang melakukan penambahan kapasitas produksi atau penambahan bentuk sediaan tidak memerlukan izin perluasan. Izin industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama perusahaan industri farmasi yang bersangkutan berproduksi. Izin usaha industri farmasi yang diberikan dapat berlaku untuk seterusnya selama perusahaan industri farmasi yang bersangkutan berproduksi dan tidak melanggar ketentuan yang telah ditetapkan dalam surat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/MENKES/SK/V/

14 Persyaratan usaha industri farmasi Usaha industri farmasi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas. b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat. c. Memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). d. Memiliki secara tetap paling sedikit tiga orang apoteker warga negara Indonesia (WNI) masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu. e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung ataupun tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi Izin Usaha Industri Farmasi dapat dicabut dengan alasan: a. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan pemindahtanganan hak milik Izin Usaha Industri Farmasi; dan atau b. Perluasan tanpa memiliki izin sesuai dengan ketentuan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan; dan atau c. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi tidak menyampaikan informasi industri farmasi secara berturut-turut tiga kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar; dan atau d. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan; dan atau e. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku atau obat palsu; dan atau f. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam Izin Usaha Industri Farmasi yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan.

15 5 2.2 Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Cara pembuatan obat yang baik, yang selanjutnya disingkat CPOB, adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu yang bertujuan untuk menjamin bahwa produk obat dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan penggunaannya. CPOB merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar sifat dan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan yang dikehendaki. Bila perlu dapat dilakukan penyesuaian dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap dicapai. Selain itu, CPOB merupakan bagian dari sistem pemastian mutu yang mengatur dan memastikan obat diproduksi dan mutunya dikendalikan secara konsisten sehingga produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai tujuan penggunaan poduk disamping persyaratan lainnya. Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi, dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja, namun obat dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat. Pedoman ini juga dimaksudkan untuk digunakan oleh industri farmasi sebagai dasar pengembangan aturan internal sesuai kebutuhan. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan, dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Ruang lingkup CPOB 2012 meliputi: manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, proses produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap

16 6 obat, penarikan kembali obat dan obat kembalian, dokumentasi, pembuatan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi Manajemen mutu Di setiap industri farmasi perlu adanya manajemen yang bertanggung jawab agar obat yang dihasilkan sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi), dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah, atau tidak efektif. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya suatu Kebijakan Mutu, yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok, dan para distributor. Unsur dasar manajemen mutu adalah: a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya. b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Konsep dasar pemastian mutu, cara pembuatan obat yang baik (CPOB), pengawasan mutu, dan manajemen risiko mutu adalah aspek manajemen mutu yang saling terkait. Pemastian mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan memengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Karena itu pemastian mutu mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain di luar pedoman ini, seperti desain dan pengembangan produk. CPOB merupakan bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk. Sedangkan pengawasan mutu merupakan bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan

17 7 pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan, serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok, sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Selain itu dalam manajemen mutu juga dijelaskan mengenai manajemen risiko mutu yang merupakan suatu proses sistematis untuk melakukan penilaian, pengendalian, dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk. Hal ini dapat diaplikasikan secara proaktif maupun retrospektif (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya. Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil hendaklah tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindarkan risiko terhadap mutu obat. Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk serta mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai. Hendaklah aspek penerapan CPOB tidak ada yang terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum pada uraian tugas. Personil kunci dalam industri farmasi terdiri dari kepala bagian produksi, kepala bagian pengawas mutu, dan kepala bagian manajemen mutu. Posisi personil kunci dalam industri farmasi dirancang sedemikian rupa sehingga bagian produksi dan bagian pengawasan mutu, maupun bagian manajemen mutu

18 8 dipimpin oleh orang yang berlainan, yang tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain (independen). Masing-masing hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana cukup yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Personil kunci tidak boleh mempunyai kepentingan lain di luar organisasi pabrik, yang dapat menghambat atau membatasi tanggung jawabnya atau yang dapat menimbulkan pertentangan kepentingan pribadi atau finansial. Kepala bagian produksi, pengawasan mutu, dan manajemen mutu hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat, dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional. Masing-masing kepala bagian produksi, pengawasan mutu dan manajemen mutu (pemastian mutu) memiliki tanggung jawab bersama dalam menerapkan semua aspek yang berkaitan dengan mutu, yang berdasarkan peraturan Badan POM mencakup: a. Otorisasi prosedur tertulis dan dokumen lain, termasuk amandemen. b. Pemantauan dan pengendalian lingkungan pembuatan obat. c. Higiene pabrik. d. Validasi proses. e. Pelatihan. f. Persetujuan dan pemantauan terhadap pemasok bahan. g. Persetujuan dan pemantauan terhadap pembuat obat berdasarkan kontrak. h. Penetapan dan pemantauan kondisi penyimpanan bahan dan produk. i. Penyimpanan catatan. j. Pemantauan pemenuhan terhadap persyaratan CPOB. k. Inspeksi, penyelidikan, dan pengambilan sampel untuk pemantauan faktor yang mungkin berdampak terhadap mutu produk (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Bangunan dan fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan

19 9 desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindarkan pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air, serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap pencemaran tersebut. Bangunan dan fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi, dan dirawat sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah, serta masuk dan bersarang serangga, burung, binatang pengerat, kutu atau hewan lain. Hendaklah tersedia prosedur untuk pengendalian binatang pengerat dan hama. Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area penyimpanan, koridor, dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki bila perlu. Perbaikan dan perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak memengaruhi mutu obat pasokan. Adapun kegiatan-kegiatan yang hendaknya dilakukan di area yang ditentukan antara lain penerimaan bahan, karantina barang masuk, penyimpanan bahan awal dan bahan pengemas, penimbangan dan penyerahan bahan atau produk, pengolahan, pencucian peralatan, penyimpanan peralatan, penyimpanan produk ruahan, pengemasan, karantina produk jadi sebelum memperoleh pelulusan akhir, pengiriman produk, dan laboratorium pengawasan mutu (Badan Pengawas Obat dan Makanan 2012) Peralatan Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan

20 10 tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets, dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran, dan hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk. Pada prinsipnya pengadaan peralatan harus mempertimbangkan apakah sesuai dengan penggunaan dengan produksi/ pengujian obat dan apakah terbuat dari material yang memenuhi syarat dan aman dalam penggunaannya. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara, atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi, atau absorbsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu, atau kemurnian di luar batas yang ditentukan. Peralatan hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering. Peralatan pencucian dan pembersihan hendaklah dipilih dan digunakan agar tidak menjadi sumber pencemaran. Peralatan untuk mengukur, menimbang, mencatat, dan mengendalikan hendaklah dikalibrasi dan diperiksa pada interval waktu tertentu dengan metode yang ditetapkan. Catatan yang memadai dari pengujian tersebut hendaklah disimpan. Filter cairan yang digunakan untuk proses produksi hendaklah tidak melepaskan serat ke dalam produk. Filter yang mengandung asbes tidak boleh digunakan walaupun sesudahnya disaring kembali menggunakan filter khusus yang tidak melepaskan serat. Pipa air suling, air deionisasi, dan bila perlu pipa air lain untuk produksi hendaklah disanitasi sesuai prosedur tertulis. Prosedur tersebut hendaklah berisi rincian batas cemaran mikroba dan tindakan yang harus dilakukan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Sanitasi dan higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber

21 11 pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Program higiene yang rinci hendaklah dibuat dan diadaptasikan terhadap berbagai kebutuhan di dalam area pembuatan. Program tersebut hendaklah mencakup prosedur yang berkaitan dengan kesehatan, praktik higiene, dan pakaian pelindung personil. Prosedur hendaklah dipahami dan dipatuhi secara ketat oleh setiap personil yang bertugas di area produksi dan pengawasan. Program higiene hendaklah dipromosikan oleh manajemen dan dibahas secara luas selama sesi pelatihan. Semua personil hendaklah menerapkan higiene perorangan yang baik. Hendaklah mereka dilatih mengenai penerapan higiene perorangan. Semua personil yang berhubungan dengan proses pembuatan hendaklah memerhatikan tingkat higiene perorangan yang tinggi. Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik.hendaklah ada prosedur tertulis yang menunjukkan penanggung jawab untuk sanitasi serta menguraikan dengan cukup rinci mengenai jadwal, metode, peralatan dan bahan pembersih yang harus digunakan untuk pembersihan sarana dan bangunan. Prosedur tertulis terkait hendaklah dipatuhi. Segala praktek tidak higienis di area pembuatan atau area lain yang dapat berdampak merugikan terhadap mutu produk, hendaklah dilarang. Prosedur sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala agar cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Produksi Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa menjamin produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Adapun aspek produksi yang diatur pada CPOB meliputi: a. Bahan awal Pembelian bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan dan bila memungkinkan, langsung dari

22 12 produsen. Pada tiap penerimaan hendaklah dilakukan pemeriksaan visual tentang kondisi umum, keutuhan wadah dan segelnya, ceceran, dan kemungkinan adanya kerusakan bahan dan tentang kesesuaian catatan pengiriman dengan label dari pemasok. Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian pengawasan mutu. Label yang menunjukkan status bahan awal hendaklah ditempelkan hanya oleh personil yang ditunjuk oleh kepala bagian pengawasan mutu. b. Validasi proses Perubahan signifikan terhadap proses pembuatan termasuk perubahan peralatan atau bahan yang dapat memengaruhi mutu produk dan atau reprodusibilitas proses hendaklah divalidasi. c. Pencegahan pencemaran silang Risiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, gas, uap, percikan, atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator. Tingkat risiko pencemaran ini tergantung dari jenis pencemar dan produk yang tercemar. Di antara pencemar yang paling berbahaya adalah bahan yang dapat menimbulkan sensitisasi kuat, preparat biologis yang mengandung mikroba hidup, hormon tertentu, bahan sitotoksik, dan bahan lain berpotensi tinggi. Produk yang paling terpengaruh oleh pencemaran adalah sediaan parenteral, sediaan yang diberikan dalam dosis besar dan atau sediaan yang diberikan dalam jangka waktu yang panjang. d. Sistem penomoran bets/ lot Hendaklah tersedia sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran bets/ lot dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/ lot produk antara, produk ruahan, atau produk jadi dapat diidentifikasi. e. Penimbangan dan penyerahan Penimbangan atau penghitungan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi serta rekonsiliasi yang lengkap. f. Pengembalian

23 13 Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar dan direkonsiliasi. g. Operasi pengolahan produk antara dan produk ruahan Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang tertulis. Tiap penyimpangan hendaklah dipertanggungjawabkan dan dilaporkan. h. Bahan dan produk kering Untuk mengatasi masalah pengendalian debu dan pencemaran silang yang terjadi pada saat penanganan bahan dan produk kering, perhatian khusus hendaklah diberikan pada desain, pemeliharaan, serta penggunaan sarana dan peralatan. Apabila layak, hendaklah dipakai sistem pembuatan tertutup atau metode lain yang sesuai. i. Produk cair, krim, dan salep (nonsteril) Produk cair, krim, dan salep mudah terkena kontaminasi terutama terhadap mikroba atau cemaran lain selama proses pembuatan. Oleh karena itu, tindakan khusus harus diambil untuk mencegah kontaminasi. Untuk melindungi produk terhadap kontaminasi disarankan memakai sistem tertutup untuk pengolahan dan transfer. j. Bahan pengemas Pengadaan, penanganan, dan pengawasan bahan pengemas primer dan bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain hendaklah diberi perhatian yang sama seperti terhadap bahan awal. Tiap penerimaan atau tiap bets bahan pengemas primer hendaklah diberi nomor yang spesifik atau penandaan yang menunjukkan identitasnya. k. Kegiatan pengemasan Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan, dan mutu produk akhir yang dikemas. l. Pengawasan selama proses

24 14 Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian, atau pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi karakteristik produk dalam proses. m. Bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan, dan dikembalikan Bahan dan produk yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang jelas dan disimpan terpisah di area terlarang (restricted area). Bahan atau produk tersebut hendaklah dikembalikan kepada pemasoknya atau bila dianggap perlu, diolah ulang atau dimusnahkan. Langkah apa pun yang diambil hendaklah lebih dulu disetujui oleh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) dan dicatat. n. Karantina dan penyerahan produk jadi Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengemasan bets memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan. o. Catatan pengendalian pengiriman obat Sistem distribusi hendaklah didesain sedemikian rupa untuk memastikan produk yang pertama masuk didistribusikan lebih dahulu. Penyimpangan terhadap konsep first-in first-out (FIFO) atau first-expire first-out (FEFO) hendaklah hanya diperbolehkan untuk jangka waktu yang pendek dan hanya atas persetujuan manajemen yang bertanggung jawab. p. Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi Semua bahan dan produk hendaklah disimpan secara rapi dan teratur untuk mencegah risiko kecampurbauran atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan. Bahan dan produk hendaklah disimpan dengan kondisi lingkungan yang sesuai. Penyimpanan yang memerlukan kondisi

25 15 khusus hendaklah disediakan. Kondisi penyimpanan obat dan bahan hendaklah sesuai dengan yang tertera pada penandaan berdasarkan hasil uji stabilitas (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Pengawasan mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tetapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan, dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk, serta metode pengujiannya (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Inspeksi diri, audit mutu, dan audit & persetujuan pemasok Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara objektif. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu

26 16 dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar, independen, atau suatu tim yang dibentuk khusus, untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) hendaklah bertanggung jawab bersama bagian lain yang terkait untuk memberi persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Jika audit diperlukan, audit tersebut hendaklah menetapkan kemampuan pemasok dalam pemenuhan standar CPOB (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti, sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Semua keluhan dan laporan keluhan hendaklah diteliti dan dievaluasi dengan cermat, kemudian diambil tindak lanjut yang sesuai dan dibuatkan laporan. Tindakan penarikan kembali dilakukan segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan. Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan, kerusakan, daluwarsa, masalah keabsahan, atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah, atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu, dan jumlah obat yang bersangkutan. Pabrik hendaklah membuat prosedur untuk menahan, menyelidiki, dan menganalisis obat yang dikembalikan serta menetapkan apakah obat tersebut dapat diproses kembali atau harus dimusnahkan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.

27 17 Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk/ formula pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, serta laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting. Dokumen hendaklah didesain, disiapkan, dikaji, dan didistribusikan dengan cermat. Dokumen hendaklah disetujui, ditandatangani, dan diberi tanggal oleh personil yang sesuai dan diberi wewenang. Dokumen hendaklah dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu mutakhir. Bila suatu dokumen direvisi, hendaklah dijalankan suatu sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara tidak sengaja (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui, dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu). Semua pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak termasuk usul perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan lain hendaklah sesuai dengan izin edar untuk produk bersangkutan. Kontrak yang dibuat hendaknya mengizinkan pemberi kontrak untuk mengaudit sarana dari penerima kontrak. Dalam hal analisis berdasarkan kontrak, pelulusan akhir harus diberikan oleh kepala bagian manajemen mutu pemberi kontrak (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).

28 Kualifiksi dan validasi CPOB menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di industri farmasi. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengruhi mutu produk divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah merupakan dokumen yang singkat, tepat, dan jelas. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data sebagai berikut: kebijakan validasi; struktur organisasi kegiatan validasi; ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; format dokumen; format protokol dan laporan validasi; perencanaan dan jadwal pelaksanaan; pengendalian perubahan; dan acuan dokumen yang digunakan. Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan. Laporan harus dibuat mengacu pada protokol kualifikasi dan atau protokol validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan, dan rekomendasi perbaikan. Tiap perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam protokol hendaklah didokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai. Kualifikasi terdiri dari: a. Kualifikasi desain b. Kualifikasi instalasi c. Kualifikasi operasional d. Kualifikasi kinerja Sedangkan validasi terdiri dari: a. Validasi proses b. Validasi pembersihan c. Validasi metode analisis d. Validasi ulang (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).

29 BAB 3 TINJAUAN UMUM PT AVENTIS PHARMA 3.1 Sejarah PT Aventis Pharma PT Aventis Pharma merupakan perusahaan farmasi global yang merupakan hasil penggabungan/merger antara dua perusahaan besar kimiafarmasi yaitu PT Rhone Poulenc dengan PT Hoechst Marion Roussel Indonesia. PT Hoechst Marion Roussel Indonesia (merupakan pendahulu PT Aventis Pharma) berasal dari Hoechst Indonesia yang berdiri pada tahun Kemudian, PT Hoechst Indonesia melakukan pengembangan menjadi PT. Hoechst Pharmaceutical Indonesia pada tahun Kemudian tahun 1972 dilakukan produksi tablet novalgin untuk pertama kalinya. Pada tahun 1996 Hoechst Pharmaceutical Indonesia mengakuisisi Marion Merrel Dow, yaitu suatu perusahaan farmasi Amerika Serikat dan bersamaan dengan itu Hoechst AG mendirikan perusahaan divisi farmasinya, yaitu Hoechst Marion Roussel Indonesia. Karena perubahan tersebut, setahun kemudian PT HPI berubah nama menjadi PT Hoechst Marion Roussel Indonesia. Pada akhir tahun 1999 Hoechst Marion Roussel Indonesia bergabung dengan Rhone- Poulenc Rorer, suatu perusahaan kimia-farmasi Perancis, membentuk Aventis SA (suatu Holding Company) yang berkedudukan di Strassbourg, Perancis. Aventis SA mempunyai anak-anak perusahaan baru, antara lain Aventis Pharma AG yang berkedudukan di Frankfrut, Jerman. Di Indonesia, penggabungan antara PT Hoechst Marion Roussel Indonesia dengan PT Rhone-Poulenc Rorer diresmikan pada tahun 2001 dengan nama PT Aventis Pharma. Pada bulan Mei tahun 2007, PT. Aventis Pharma mendapatkan sertifikat ISO dan OHSAS Pada bulan Januari sampai Maret 2010, PT Aventis Pharma mendapatkan sertifikasi TGA. Setelah bergabung dengan Sanofi Synthelabo di tahun 2004, nama perusahaan berubah menjadi Sanofi-Aventis, untuk kemudian berubah lagi menjadi Sanofi di tahun Sanofi Group Indonesia terdiri atas 2 (dua) badan hukum yaitu : PT Aventis Pharma dan PT Sanofi Aventis Indonesia. 19

30 Visi dan Misi PT Aventis Pharma (Sanofi Aventis, 2012) Visi PT Aventis Pharma Visi PT Aventis Pharma adalah menjadi perusahaan terkemuka yang didorong oleh inovasi, mampu memanfaatkan kesempatan-kesempatan dalam bidang ilmu kehidupan (Life Sciences) yang tengah berkembang pesat saat ini, bertekad untuk berperan utama dalam peningkatan kualitas kehidupan manusia dan turut bersumbangsih kepada pembangunan dunia, khususnya dengan mengatasi dan menangani berbagai penyakit melalui teknik diagnosa, terapi vaksin, dan cara pengobatan yang inovatif Misi PT Aventis Pharma Misi PT Aventis Pharma yaitu Aventis Pharma adalah perusahaan farmasi global yang memiliki tekad untuk memberi arti bagi para pasien, pemilik saham, karyawan, dan masyarakat luas dengan menemukan, mengembangkan, dan memasarkan produk-produk farmasi inovatif yang akan dapat memenuhi kebutuhan medis yang belum teratasi serta menuju pelayanan kesehatan dengan biaya lebih rendah. Perusahaan juga mempunyai tekad untuk menjadi pemimpin dalam era di mana perubahan-perubahan terjadi dengan cepat di industri ini. 3.3 Lokasi dan Sarana Produksi (Sanofi Aventis, 2012) PT Aventis Pharma Site berlokasi di Jalan Jendral Ahmad Yani, Pulo Mas Jakarta, berdiri di atas tanah seluas m 2 atau 150 x 250 m, dan berupa lapangan rumput seluas m 2. Di kawasan ini terdapat beberapa gedung utama: 1. Factory building yang terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian produksi (processing dan packaging) dan warehouse, seluas 3160 m2. Peluasan warehouse dibangun dan diperbaiki mengukuti synergi project factory upgrade (SPFU). Factory building terdiri dari dua lantai yaitu: a. Ground floor yang digunakan untuk warehouse, solid processing, cream and ointment processing, primary and secondary packaging, dan aktivitas penunjang lainnya. Warehouse memiliki satu incoming airlock dan satu outgoing airlock. Antara warehouse dan area processing terdapat dua airlock

31 21 untuk transfer material. Di antara warehouse dan secondary packaging terdapat dua airlock, yaitu airlock untuk mentransfer secondary packaging material dari warehouse ke secondary packaging area dan untuk mentransfer finished goods dari secondary packaging area ke warehouse. Layout dan design di ground floor diatur sedemikian rupa untuk menyediakan alur kerja dan urutan lalu lintas bahan satu arah untuk menghindari resiko mixed up. b. First floor terutama digunakan untuk fasilitas-fasilitas seprti loker, ruang ganti pakaian, dan technical area. 2. Office building 1, seluas 540 m Office building 2, seluas 540 m Multi purpose building, digunakan untuk office, bagian quality operation seluas 450 m Energy building and workshop, seluas 485 m Karyawan Sanofi Group Indonesia Dari karyawan di 100 negara, lebih dari 700 orang karyawan PT Aventis Pharma berada di Indonesia, mereka berprestasi bersama mendukung dan membentuk Aventis Pharma untuk menjadi salah satu perusahaan farmasi terkemuka di dunia. PT Aventis Pharma mengangkat calon-calon karyawan dari lulusan terbaik dan berbakat dari berbagai universitas dan institusi pendidikan lain di Indonesia. Mereka kemudian mendapat kesempatan untuk dilatih diberbagai disiplin industri, seperti teknik, kesehatan, keuangan, pemasaran, dan teknologi informasi. Perusahaan juga mendorong budaya kewirausahawan yang berorientasi pada pasar dan yang diinspirasi oleh fleksibilitas, kerjasama, dan pembuatan keputusan berdasarkan data, bukan tradisi. Kelangsungan kegiatan operasi merupakan hal yang diutamakan di PT Aventis Pharma. Demikian juga dengan pengakuan terhadap kepentingan yang sejajar antara pelanggan dan kesejahteraan karyawan. Disamping mempertahankan hubungan yang baik dengan serikat pekerja, kesejahteraan karyawan juga dijamin oleh berbagai program menarik, seperti penggantian biaya kesehatan karyawan, kompensasi yang kompetitif, bonus, serta paket tunjangan hari tua. Penghargaan diberikan berdasarkan keberhasilan individu dan tim.

32 22 Semua ini menciptakan lingkungan kerja yang menyajikan tantangan sekaligus produktif dan membanggakan. 3.5 Struktur Organisasi Sanofi Group Indonesia (Sanofi Aventis, 2013) Sanofi Group Indonesia dipimpin oleh seorang Presiden Direktur yang membawahi 13 Divisi, yaitu: a. National Sales b. Marketing c. Strategy Development and Diabetes d. Oncology Unit e. Communication and Public Affairs f. Finance and Accounting g. Business Development h. Human Resources i. Medical and Regulatory j. Senior Legal k. Industrial Affairs l. Vaccine m. Country Compliance Bagan struktur organisasi Sanofi Group Indonesia dapat dilihat pada Lampiran Produk PT Aventis Pharma PT Aventis Pharma dikenal sebagai perusahaan farmasi yang menghasilkan obat-obat sesuai dengan kebutuhan bidang kesehatan di Indonesia. Aventis Pharma Global akan mendukung dan mempertahankan predikat tersebut melalui penerapan teknologi tinggi dalam pengembangan solusi untuk menghadapi berbagai penyakit yang diderita masyarakat Indonesia. Melalui penelitian di bidang kardiovaskuler, penyakit infeksi, asma, alergi, diabetes, radang sendi, kanker serta di bidang vaksin dan protein terapetik (therapeutic proteins), PT Aventis Pharma yakin bahwa produk-produk yang dihasilkan akan memainkan peranan penting dalam membantu masyarakat Indonesia mengatasi masalah kesehatan di Indonesia.

33 23 Produk PT Aventis Pharma diperoleh dengan berbagai cara, antara lain dengan memproduksi obat tersebut menggunakan fasilitas produksi yang tersedia, kontrak dengan perusahaan farmasi lain (toll manufacturing), dan mengimpor baik produk ruahan untuk dikemas akhir (re-pack) maupun produk jadi yang telah dikemas namun masih memerlukan pelabelan (penempelan stiker). Produk PT Aventis Pharma secara garis besar dapat dibagi menjadi enam, yaitu: 1. Produk yang diproduksi sendiri di pabrik (Jakarta site) untuk keperluan lokal (dalam negeri) dan eksport (luar negeri). 2. Produk impor dari Aventis Global yang dikemas ulang (repackaging) di pabrik (Jakarta site) 3. Produk impor yang berupa finished goods. 4. Produk yang bulk-nya diimpor dan kemudian dikemas di pabrik (Jakarta site) untuk keperluan lokal dan ekspor. 5. Produk toll manufacturing yang dibuat oleh PT Boehringer-Ingelheim Indonesia untuk PT Aventis Pharma. PT Aventis Pharma telah menghasilkan serangkaian obat-obat inovatif untuk pengobatan pasien yang menderita beraneka ragam penyakit serius. Hal ini terlaksana berkat dukungan dari sumber daya yang profesional, manajemen dan pimpinan perusahaan yang penuh komitmen, serta dengan research and development anggaran terbesar di industri farmasi. Upaya riset Aventis Pharma difokuskan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan medis yang belum teratasi dan diarahkan pada 7 bidang utama, yaitu: 1. Anti infeksi, dengan pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan jamur. 2. Radang sendi/tulang, dengan pengobatan untuk radang sendi dan osteoporosis. 3. Kardiologi/thrombosis, untuk pengobatan infark jantung, penyakit jantung koroner dan kelainan jantung lainnya. 4. Sistem saraf pusat, untuk pengobatan berbagai penyakit degeneratif otak dan tulang belakang.

34 24 5. Metabolisme, untuk pengobatan diabetes dan penyakit metabolisme lainnya 6. Onkologi, untuk pengobatan tumor ganas. 7. Respiratori, untuk pengobatan asma dan alergi.

35 BAB 4 TINJAUAN KHUSUS DIVISI INDUSTRIAL AFFAIRS Berdasarkan struktur organisasi, Divisi Industrial Affairs (Industrial Affairs/IA Division) berada langsung dibawah Presiden Direktur PT Aventis Pharma, yang dikepalai oleh Head of Industrial Affairs Division. Berikut ini adalah departemen yang dibawahi oleh IA Division: a. Industrial Quality and Compliance Department b. Production Department c. Technical Services Department (TSD) d. Health, Safety, and Environment Department (HSE Dept.) e. Plant Logistic Department f. Purchasing Department Struktur organisasi Industrial Affairs Division dapat dilihat pada Lampiran Industrial Quality and Compliance Department (Aventis Pharma, 2012) Industrial Quality and Compliance (IQC) Department adalah salah satu bagian dari IA Division yang bertanggung jawab terhadap pengendalian mutu menyeluruh dalam arti pengendalian mutu terhadap produk yang dihasilkan sejak bahan awal, produk setengah jadi (termasuk In Process Control/IPC), sampai dengan produk jadi yang siap digunakan, termasuk didalamnya penilaian terhadap pemasok dan distributor. Untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan serta menjamin ketelitian pemeriksaan perlu dilakukan pengecekan, validasi, dan kalibrasi dari alat dan ruangan yang digunakan untuk memeriksa produk. IQC Department juga perlu melakukan pemeriksaan stabilitas untuk memonitor secara tidak langsung mutu obat yang telah beredar. Departemen ini dipimpin oleh seorang Head of IQCyang membawahi dua unit kerja, yaitu Quality Assurance Unit (QA Unit) dan Quality Control Unit (QC Unit). Struktur organisasi dari IQC Department dapat dilihat pada Lampiran 5. Berikut ini penjelasan mengenai QA Unit dan QC Unit. 25

36 Quality Assurance Unit (Unit Pemastian Mutu) Unit ini bertanggung jawab dalam menjamin mutu suatu produk mulai dari pemesanan bahan baku dan kemasan obat sampai obat siap dikonsumsi konsumen, termasuk didalamnya pemilihan pemasok dan distributor. Sistem mutu di PT Aventis Pharma ditetapkan berdasarkan CPOB, Aventis Global Quality Standards dan Global IQC Directive. Pengendalian mutu dilakukan terhadap semua faktor yang dapat mempengaruhi mutu obat yaitu mulai dari bahan awal, bahan pengemas, proses pembuatan, bangunan, peralatan, dan personalia. Unit ini dipimpin oleh seorang QA Manager yang bertanggung jawab kepada Head of IQC. Aspek-aspek yang ditangani oleh unit ini adalah: Penanganan personel Unit Pemastian Mutu bertanggung jawab terhadap koordinasi perencanaan dan penyelenggaraan pelatihan karyawan bidang operasional. Menurut CPOB, seluruh karyawan yang langsung ikut serta dalam kegiatan obat dan yang karena tugasnya mengharuskan mereka masuk ke daerah pembuatan obat hendaklah dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya maupun mengenai prinsip CPOB. Sejalan dengan hal itu, standar Health, Safety, and Environment juga mensyaratkan pelatihan yang memadai bagi seluruh karyawan di bidang HSE (HSE Department). Secara garis besar pelatihan dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Pelatihan dasar, meliputi teori dan praktek CPOB, pengenalan mikroorganisme, keselamatan kerja, dan lain-lain. b. Pelatihan tambahan, misalnya keluar masuk di cold storage room yang ada di warehouse, pelatihan khusus tentang pengoperasian suatu alat/mesin. Tanggung jawab lain QA adalah untuk memastikan bahwa program pelatihan yang disiapkan sesuai dengan aturan-aturan pemerintah maupun Global HSE Standard serta memonitor pelaksanaannya. Pelatihan dilakukan secara kontinu untuk menjamin personel terbiasa dengan persyaratan CPOB yang berkaitan dengan tugasnya dan untuk menjaga agar sistem yang telah ditetapkan berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

37 27 Setiap awal tahun masing-masing departemen harus merencanakan program pelatihan untuk satu tahun mendatang untuk departemennya yang mencakup topik pelatihan, waktu pelaksanaan, peserta, serta instrukturnya. Pelatihan yang dilakukan diutamakan untuk prosedur tetap (protap) baru atau protap yang diubah atau direvisi karena suatu temuan pada saat inspeksi diri atau temuan pada suatu failure investigation (penyelidikan terhadap kegagalan), kecelakaan kerja, dan sebagainya. Khusus untuk karyawan baru selain mengikuti pelatihan dasar mengenai teori dan praktek dari CPOB atau HSE, mereka juga harus menerima pelatihan yang sesuai atau berkaitan dengan tugasnya baik umum maupun khusus. Untuk mengevaluasi efektifitas dari pelatihan, dilakukan dengan pelatihan pemahaman karyawan terhadap materi pelatihan dengan menggunakan metode scoring (berdasarkan hasil tertulis) maupun dengan pengamatan langsung terhadap karyawan dalam melaksanakan SOP tersebut. Contohnya: pada saat pelatihan pengunaan alat tertentu, karyawan langsung diminta untuk mendemonstrasikan cara menggunakan alat. Hal ini kemudian dinilai oleh pelatih Penanganan dan pengaturan sistem dokumentasi Tugas QA Unit adalah menangani dokumen yang berlaku, baik dalam hal penyimpanannya, fotokopi dokumen induk, serta penanganan dokumen yang sudah tidak berlaku. Dokumen adalah segala sesuatu berupa catatan tertulis atau tercetak, seperti instruksi, raw data, formulir, panduan dan kebijakan yang berhubungan dengan proses pengembangan, pembuatan, pemeriksaan, distribusi obat, yang diperlukan untuk pemenuhan persyaratan CPOB, Sanofi Aventis directives dan peraturan pemerintah yang berhubungan yang digunakan di PT Aventis Pharma. Dokumennya antara lain adalah General Manufacturing Instruction, Test method (produk, bahan baku dan bahan pengemas), Test Method Validation, Stability Study, Global IQC Directive, Global HSE, Drug Surveillance Action Plan (DSAP), dan dokumen registrasi. Termasuk di dalamnya pula adalah dokumen pembuatan obat yang merupakan bagian manajemen sistem informasi yang meliputi spesifikasi, prosedur pembuatan, metode pemeriksaan, serta laporan lain yang diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi

38 28 seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat atau seluruh dokumen yang dipersyaratkan dalam CPOB. Jenis dokumen ada 2 macam, yaitu: a. Batch related document, contohnya: PPI (Prosedur pengolahan atau pengemasan induk); catatan pengolahan/pengemasan bets; Spesifikasi dan catatan hasil pemeriksaan bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, obat jadi (termasuk kromatogramnya); raw data; test method, protap, catatan distribusi obat. b. Non batch related document, contohnya: kualifikasi dan validasi, penelitian terhadap kegagalan (FIR), catatan pembersihan dan sanitasi, program stabilitas, pengendalian hama, audit, registrasi, change control, gambar tekhnik, pemeriksaan dan kalibrasi alat, penanganan keluhan dan obat kembalian, pemantauan lingkungan, log book, pelatihan pegawai, technical agreement, dan dokumen lainnya Menyusun dan mengendalikan prosedur tetap (protap) Menurut CPOB dan ketentuan dari Global IQC Directives maupun Global Health Safety and Environment (HSE) untuk setiap kegiatan yang dilakukan hendaklah disiapkan suatu prosedur tertulis berupa Protap. Prosedur Tetap (Protap), atau yang juga dikenal sebagai Standard Operating Procedure (SOP), adalah prosedur tertulis yang telah disahkan oleh pejabat berwenang dan berisi instruksi untuk pelaksanaan tugas yang tidak khusus berkaitan dengan suatu produk atau bahan tertentu, tetapi lebih bersifat umum, misalnya pengoperasian, pemeliharaan dan pembersihan mesin, kalibrasi, validasi, pembersihan gudang dan pengendalian kondisi lingkungan, pengambilan contoh (sampling), dan inspeksi diri. Protap dimaksudkan untuk: a. Memastikan bahwa semua proses setiap kali dilakukan dengan cara yang sama oleh petugas. b. Memastikan bahwa proses dilakukan sesuai dengan ketentuan CPOB dan HSE. c. Memudahkan pengendalian proses baru atau perubahan dari proses yang telah berlaku. d. Membantu melatih karyawan baru.

39 29 Protap ada dua macam, yaitu: 1) Protap umum, yang berisi hal-hal umum a) Berguna untuk menjelaskan dan mendokumentasikan sistem QA pada IA Division dalam bidang CPOB dan HSE. b) Suatu bagian dari buku pedoman dari sistem penjaminan mutu atau protap panduan mutu. c) Sangat tidak cocok digunakan sebagai protap di lapangan meskipun berbagai operasi yang dilukiskan adalah bersifat umum. 2) Protap khusus, yang berisi hal-hal khusus a) Berguna untuk menjelaskan dan mendokumentasikan sistem QA dan HSE dalam masing-masing lingkungan departemen dan lingkungan kelompok pada IA Division. b) Mengatur seluruh kegiatan yang berkaitan dengan CPOB dan HSE yang bersifat spesifik bagi departemen atau kelompok unit tertentu. c) Bermanfaat sebagian untuk digunakan sebagai protap di lapangan apabila protap tersebut merinci departemen terkait. Pada dasarnya tiap protap dibuat oleh departemen atau unit yang bersangkutan dengan bekerjasama dan berkonsultasi dengan IQC Department atau QA Unit dan departemen lain yang berhubungan. IQC Department bertanggung jawab mengkoordinir penyiapan, penerbitan, dan implementasi semua protap yang ada. Protap dikaji ulang minimal setiap tiga tahun sekali. Protap diperiksa oleh QA Manager, Department Manager yang bersangkutan dan Department Manager yang berkaitan, serta disetujui oleh Head of IQC Department. Bila penerbitan protap dimaksudkan untuk mengganti protap yang telah ada, maka Department Manager yang bersangkutan harus menarik dokumen lama dan salinannya dengan Formulir Penarikan Salinan Protap. Salinan protap kemudian dimusnahkan seluruhnya dengan membuat Berita Acara Pemusnahan Protap, sedangkan protap asli disimpan dalam dokumen khusus. Protap yang berhubungan dengan produk selama sepuluh tahun dan protap yang tidak berhubungan dengan produk selama 2 edisi. Selama lima tahun sebelum akhirnya dimusnahkan oleh QA Unit. Formulir

40 Penarikan Salinan Protap dan Berita Acara Pemusnahan Protap dilampirkan pada protap asli yang berlaku Validasi Menurut CPOB, validasi berarti suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa setiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan, atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. a. Validasi proses Menurut Aventis Pharma, validasi proses adalah cara pemastian dan memberi pembuktian terdokumentasi bahwa proses berlangsung dalam parameter desain yang telah ditentukan mampu dan dapat dipercaya menghasilkan produk sesuai dengan kualitas yang diinginkan dan memiliki tingkat keterulangan yang tinggi. Validasi proses dilakukan dengan cara yang berbeda tergantung pada status produk, yaitu dapat dilakukan dengan cara: 1) Prospective Validasi yang dilakukan terhadap produk baru sebelum dipasarkan atau bila ada perubahan (pada pabrik atau proses pembuatan) yang akan mempengaruhi kualitas produk. Untuk validasi ini, minimal dilakukan terhadap 3 bets sebelum produk tersebut dipasarkan (bila memungkinkan). Biarpun produk baru, tetapi bila dalam 1 tahun jumlah bets kurang dari 3, dapat dilakukan secara concurent, asalkan disertai dengan dokumen pengkajian resiko. 2) Concurrent Validasi ini hampir sama dengan validasi prospective kecuali pemasaran produk tidak menunggu proses validasi hingga selesai, validasi dilanjutkan selama produksi secara rutin.validasi ini dilakukan bila terdapat perubahan yang direncanakan yang sedikit berpengaruh terhadap produk. Validasi concurent ini diperbolehkan jika jumlah bets yang diproduksi sedikit. 3) Retrospective Validasi yang didasarkan pada pengumpulan data yang diperoleh dalam proses produksi dan pemeriksaan pada produk yang sudah dipasarkan/dibuat. Validasi dari proses ini tetap memerlukan protokol yang memanfaatkan data

41 31 historis sehingga bukti terdokumentasi. Jenis validasi ini tidak dianjurkan untuk digunakan. 4) Revalidasi Validasi yang dilakukan secara internal dalam bentuk evaluasi kembali. Revalidasi dapat dilakukan jika terjadi perubahan: a) Bahan baku (sifat fisik misalnya viskositas, ukuran partikel, dan lain-lain). b) Pabrik pembuat bahan baku. c) Bahan pengemas primer, misal botol, alutube. d) Proses, misalnya waktu pencampuran, suhu pengeringan. e) Peralatan, misalnya alat menjadi otomatis. f) Area produksi dan sistem penunjang, misalnya tata letak berubah. Validation Steering Team yang telah dibentuk akan menyusun protokol validasi untuk produk yang akan divalidasi. Protokol validasi merupakan bagian dari validasi yang berupa panduan kerja dalam melakukan validasi. Tim validasi bekerja sama dengan departemen yang bersangkutan akan menyusun rincian kegiatan validasi mencakup kualifikasi peralatan (Installation/Operational/Performance Qualification), validasi metode analisis, dan pelatihan karyawan yang terlibat dalam kegiatan validasi. Kegiatan validasi akan dilakukan oleh departemen yang bersangkutan, dimonitor, dan didokumentasikan oleh tim validasi. Setiap akhir validasi harus dibuat suatu laporan validasi sebagai pertanggungjawaban. Protokol validasi dibuat berdasarkan data-data dari laporan optimalisasi/pengembanagan produk (jika ada) atau prosedur pengolahan, dengan harus memperhatikan aspek penting dari suatu validasi sebagai berikut: a) Karakteristik produk b) Spesifikasi produk c) Desain pabrik dan keterbatasannya d) Desain proses, kemungkinan dan keterbatasannya e) Metoda analisis dan spesifikasi f) Mikrobiologi g) Pembersihan h) Quality Assurance

42 32 b. Validasi pembersihan untuk ruangan dan peralatan Ruangan dan peralatan setelah selesai digunakan untuk membuat atau mengemas akan segera dibersihkan. Untuk mendapatkan ruangan dan peralatan yang bersih dan memenuhi syarat yang sudah ditetapkan, maka cara pembersihan, deterjen, dan desinfektan yang digunakan, serta frekuensi desinfeksi harus sesuai dengan protap pembersihan dan sanitasi yang sudah ditetapkan. Untuk itu prosedur pembersihan dan sanitasi yang digunakan tersebut harus divalidasi. Validasi pembersihan ruangan dan peralatan bertujuan untuk memastikan dan membuktikan bahwa prosedur untuk pembersihan yang dilakukan sesuai dengan protap yang telah ditetapkan dapat menghilangkan residu bahan aktif dan deterjen serta mengurangi jumlah cemaran mikroba sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam melakukan validasi ini adalah: 1) Karakteristik bahan aktif 2) Desain ruangan atau peralatan 3) Jenis/tipe desinfektan yang digunakan 4) Prosedur pembersihan dan sanitasi 5) Metode analisis yang digunakan Head of IQC bersama QA manager akan menetapkan prioritas ruangan yang akan divalidasi berdasarkan jenis produk yang dibuat (sukar larut dalam air, dosis rendah, toksisitasnya lebih besar, sering dibuat). Di samping itu, ruangan baru dan lama perlu juga diperhatikan dalam prioritas. Untuk ruangan baru, harus dilakukan pembersihan sebelum digunakan dan proses harus diverifikasi. Siapkan prosedur pembersihan dan lakukan validasi. Sedangkan untuk ruangan lama, perhatikan apakah prosedur pembersihan dibedakan antara pembersihan setelah ganti bets atau ganti produk, mulai produksi / setelah pemeliharaan / pembersihan. Hal ini semua perlu diperhatikan dalam proses validasi Mengadakan audit terhadap pemasok (Vendor Audit) Pemasok yang dimaksud meliputi pabrik pembuat, pemasok bahan yang mempunyai gudang, atau pemasok yang tidak mempunyai gudang (sale agent /

43 33 broker). Penilaian terhadap pemasok dilakukan oleh tim yang terdiri dari wakil wakil Quality Assurance dan Purchasing, serta kepala tim adalah Quality Assurance Manager. Pada kasus tertentu anggota tim dapat diperluas dengan mengikutsertakan QC unit, Techinal Services Department dan Medical and Regulatory Affairs dan departemen lain yang terkait. Hal hal yang perlu dinilai dari pemasok adalah proses pengadaan bahan baku, proses pembuatan, perujukan dan pemeriksaan bahan baku dan produk jadi, penanganan sisa, dokumentasi, serta prosedur dan persyaratan. Sertifikasi pemasok dimulai dari urutan status not approved, approved, dan certified. Sertifikasi status not approved atau belum disetujui merupakan sertifikasi untuk pemasok yang baru yang akan dijadikan pemasok tetap. Sertifikasi status approved atau disetujui diberikan kepada pemasok yang telah memenuhi persyaratan menurut standar kualitas PT Aventis Pharma dan menjadi pemasok tetap. Sedangkan sertifikasi status certified atau tersertifikasi diberikan kepada pemasok tetap yang konsisten dalam hal kualitasnya. Pemasok dengan status belum disetujui, masih dalam tahap penilaian mengenai kualitas produk yang akan dipasok. Pada saat proses pre-approval, maka supplier harus menyerahkan minimum tiga bets material untuk diperiksa oleh Sanofi Aventis. Setelah pre-approval, status pemasok dapat meningkat menjadi approved supplier yang telah disetujui secara formal sebagai pemasok yang dapat memasok material atau servis tertentu. Untuk selanjutnya bahan awal hanya boleh didapatkan dari pemasok berstatus disetujui ini. Selanjutnya pemasok yang telah disetujui ini dimasukkan dalam Daftar Pemasok Disetujui atau List Approved Supplier. Apabila suatu pemasok yang disetujui menunjukkan kualitas serta kinerja yang konsisten, maka pemasok tersebut dapat ditingkatkan statusnya menjadi pemasok tersertifikasi atau certified supplier. Pemasok Tersertifikasi diputuskan melalui program evaluasi terhadap hasil analisa dan penerapan aspek kualitas, regulasi dan penilaian kinerja. Evaluasi tersebut dilakukan terhadap setiap pengiriman pemasok yang menggambarkan konsistensi pemasok untuk menghasilkan material yanng memenuhi syarat yang ditentukan. Penilaian ini dilakukan oleh divisi QA, QC, pembelian dan produksi. Pemasok yang dapat menjadi pemasok tersertifikasi adalah pemasok yang telah disetujui minimal

44 34 selama dua tahun dan telah mengirimkan minimal sepuluh bets. Evaluasi konsistensi supplier dalam mengirimkan material yang memenuhi syarat. Evaluasi ini harus didasarkan pula pada kriteria kritis seperti out of specification atau penyimpangan kritis lainnya yang dilaporkan selama sepuluh bets pengiriman terakhir. Pada proses peningkatan status menjadi Pemasok Tersertifikasi, harus dilakukan juga perbandingan antara metoda analisa pemasok dan Sanofi Aventis. Hasilnya harus menunjukkan bahwa supplier memiliki persamaan metoda analisa dengan Sanofi Aventis. Jika terdapat perbedaan, maka harus dilakukan validasi untuk membandingkan bahwa metoda tersebut dapat diterima oleh Sanofi Aventis. Hasil uji pemasok tersebut juga harus mendekati dengan hasil uji yang dilakukan oleh Sanofi Aventis Inspeksi diri (self inspection) Inspeksi diri adalah cara meninjau kembali seluruh tata kerja diri sendiri dari setiap segi yang mungkin berpengaruh terhadap produk. Tujuan dari inspeksi diri ini adalah untuk menilai apakah seluruh aspek produksi dan pengawasan mutu selalu memenuhi CPOB. Dalam melaksanakan inspeksi diri tidak cukup hanya mengenali cacat dan kelemahan, melainkan harus pula dapat menetapkan cara yang efektif untuk mencegah dan memperbaikinya. PT Aventis Pharma Indonesia mempunyai internal audit sistem (self inspection) untuk meyakinkan kesesuaian yang berhubungan dengan CPOB, GMP, regulatory requirement, dan Company Global Quality Standard. Inspeksi diri yang dilakukan meliputi: a. Inspeksi di bidang GMP 1. Inspeksi diri tri wulanan (quarterly GMP self inspection) Inspeksi ini dilakukan setiap 3 bulan sekali pada minggu kedua/ketiga bulan Januari, April, Juli, dan November. Tim ini terdiri dari Quality Assurance Manager (ketua tim), supervisor processing, supervisor packaging, supervisor Quality Control, supervisor TS & HSE, dan Quality Assurance inspector. Pada inspeksi ini dilakukan pemeriksaan terhadap lingkungan warehouse, production area (termasuk gowning) kelas 3 dan kelas 2, Technical System Departemen, dan Industrial Quality Compliance (Quality Assurance dan Quality Control).

45 35 2. Inspeksi diri Semester (IDS) Ruang Lingkup IDS yaitu aspek keselamatan kerja Aventis dengan mengacu pada GMP dan HSE Guideline. IDS dilakukan paling sedikit selama 3 hari. IDS dilakukan setiap 6 (enam) bulan pada bulan Juni dan Desember. Dalam pelaksanaan IDS terdapat anggota tetap dan anggota pendamping. Anggota tetap meliputi Head of IQC (sebagai ketua), QA Manager, HSE & TSD Manager, Production Manager, Plant Logistic Manager. Anggota pendamping meliputi QC supervisor, TSD supervisor, processing supervisor, packaging supervisor, dan warehouse supervisor. Pemeriksaan di lapangan dilakukan dengan urutan yaitu lingkungan pabrik, warehouse, processing, gowning area, packaging kelas 2 dan 3, technical services (purified water plant, AHU-areas, workshop, utilities dan sebagainya), purchasing, dan Information System. Jika selama IDS ada temuan penyimpangan maka dicatat dan selanjutnya berdasarkan temuan tersebut, QA akan menyusun GMP CAPA (Correction Action and Preventive Action) yang mencakup Observation, Corrective/Preventive Action, Dead-line dan Responsible Person. Setelah laporan IDS disetujui oleh IQC Manager, maka didistribusikan kepada Department Head dan Unit yang bersangkutan untuk ditindak lanjuti. 3. Audit CPOB (GMP audit) Audit CPOB (GMP Audit) dilakukan 1 kali dalam setahun pada minggu terakhir bulan November atau Desember. GMP audit mencakup seluruh aspek CPOB di seluruh unit dan pemeriksaan tersebut dilakukan berdasarkan GMP ASET (Annual Site Evaluation Tool). Pada GMP audit tidak harus mengevaluasi ke masing-masing area tetapi dapat dilakukan hanya pada pertemuan reguler. 4. Audit Global Quality dan atau Global HSE Global quality / HSE audit mencakup seluruh aspek CPOB / HSE yang ada di seluruh site Jakarta. Tim inspeksi biasanya diketuai oleh Head of IQCuntuk Global Quality Audit atau Supervisor HSE untuk Global HSE Audit, yang beranggotakan Kepala Divisi Industrial Affairs, Manager Produksi, Manager Plant Logistic, Manager TS/ HSE, dan Manager Quality Assurance. Laporan audit akan diterima maksimal dalam waktu 15 hari kerja.

46 36 5. Audit dari badan otoritas (Badan POM, Badan Sertifikasi ISO, dan lain-lain) Jadwal audit tergantung pada jadwal badan otoritas. Audit mencakup seluruh aspek CPOB atau aspek yang terkait serta hasil temuan sebelumnya dari badan otoritas yang bersangkutan. Anggota tim inspeksi badan otoritas didampingi oleh kepala departemen atau unit yang terkait. b. Inspeksi di bidang HSE Inspeksi yang diadakan 3 bulan sekali ini dilakukan untuk mengetahui apakah karyawan sudah bekerja memenuhi standar HSE perusahaan, dilakukan untuk melihat langsung ke lapangan penyesuaian antara training HSE yang pernah dilakukan dan pelaksanaannya sehari-hari sebagai suatu cara untuk menilai keberhasilan suatu training. Keluaran yang diharapkan adalah sebuah perbaikan yang terus menerus, sehingga yang tidak benar menjadi benar, dan yang sudah benar tetap dijaga agar pelaksanaannya selalu benar. Temuan di lapangan yang berkaitan dengan HSE dibagi menjadi 2 yaitu unsafe act dan unsafe condition. Tim inspeksi diri ini dilakukan oleh bagian HSE bersama pihak yang berkompeten dan berwenang di departemen tersebut, wakil dari TSD. Hasil inspeksi diri ini dicatat dan dilaporkan kemudian didistribusikan ke departemendepartemen terkait. Selain inspeksi triwulanan, HSE juga mengadakan dan mengupayakan self inspection yang diadakan sewaktu-waktu, atau temuan yang ditemukan ketika sedang berkunjung ke lapangan (langsung diberitahukan kepada Manager) Penolakan dan pelulusan terhadap obat jadi Obat jadi adalah bentuk sediaan obat yang telah selesai dikemas yang telah siap dipasarkan setelah lulus dari pemeriksaan. Pengambilan keputusan untuk meluluskan/menolak obat jadi dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan dan evaluasi yang meliputi hasil pemeriksaan selama proses pengolahan dan pengemasan, pemantauan lingkungan (jika ada), pemeriksaan produk ruahan, pemeriksaan kelengkapan bahan pengemas produk jadi, atau pemeriksaan dokumen catatan pengolahan dan pengemasan bets, serta dokumen-dokumen lain jika ada, seperti Failure Investigation Report atau Out of Specification (OOS).

47 37 Pelulusan atau penolakan obat jadi dilakukan oleh QA Manager dan disetujui oleh Head of IQC. Pemeriksaan yang harus dilakukan sebelum memutuskan status produk adalah sebagai berikut: a. Penyerahan Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) produk jadi lokal maupun impor yang telah disahkan oleh QC Supervisor kepada QA Manager. b. Pemeriksaan kelengkapan dokumen yang terkait dengan pelulusan, yang terdiri dari : Catatan Pengemasan dan atau pengolahan, Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) selama proses IPC pengolahan dan atau pengemasan, Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) produk ruahan QC, dan dokumen pendukung lain (jika ada), seperti data mikrobiologi, hasil pemantauan lingkungan, dokumen Out of Specification (OOS), Failure Investigation Report (FIR), dan hasil pemeriksaan validasi proses. c. QA Manager akan mengkaji kelengkapan dokumen dari obat jadi tersebut. d. Hasil pemeriksaan terhadap produk jadi tersebut dicatat pada formulir Daftar Pemeriksaan Pelulusan Produk Jadi. QA Manager akan memutuskan apakah produk jadi tersebut diluluskan atau ditolak, lalu menandatangani catatan pemeriksaan beserta tanggal pelulusan/penolakkan produk tersebut. Pelulusan/penolakan obat jadi juga dilakukan pada sistem SAP (System Application Product). Untuk produk jadi dari Toll Manufacturer, proses pelulusan/ penolakannya dilakukan dengan memeriksa Catatan Pengolahan Bets, Catatan Pengolahan Bets, dan Catatan Hasil Pemeriksaan Produk yang bersangkutan. Untuk produk jadi yang di-toll-kan di PT. Aventis Pharma, proses pelulusan/ penolakannya dilakukan dengan memeriksa Catatan Pengolahan Bets, Catatan Pengemasan Bets, Catatan Hasil Pemeriksaan Produk yang bersangkutan dan GMP Conformance Penanganan hasil uji di luar spesifikasi (Out of Specification / OOS) Mutu suatu produk ditentukan oleh yang membuat produk tersebut dalam arti tahapan proses pembuatan suatu produk akan sangat mempengaruhi hasil akhir dari mutu produk. Untuk menguji apakah produk yang dibuat memenuhi persyaratan, perlu dilakukan pemeriksaan di laboratorium baik secara kimia, fisika, maupun mikrobiologi. Ada kalanya hasil pemeriksaan suatu produk tidak

48 38 memenuhi persyaratan atau hasil pemeriksaan mendekati batas spesifikasi yang telah ditetapkan. Salah satu kemungkinan ketidaksesuaian tersebut diakibatkan oleh cara pemeriksaannya. Oleh karena itu, sebelum diambil keputusan akhir mengenai status produk yang bersangkutan perlu dilakukan penyelidikan yang seksama dimana ketidaksesuaian tersebut terjadi. Penyelidikan hasil di luar spesifikasi (Out of Specification/OOS) atau dapat juga dianggap sebagai atypical test result (Out of Trend / OOT) yang berlaku untuk hasil pemeriksaan kalibrasi alat dan pemeriksaan kalibrasi alat dan pemeriksaan stabilitas produk. Sumber ketidaksesuaian hasil harus diteliti secara sistematis. Apabila terjadi penyimpangan hasil di luar spesifikasi pada saat analisis maka hal yang harus dilakukan adalah segera menyiapkan laporan tertulis mengenai insiden/kegagalan yang terjadi baik kegagalan pemeriksaan secara kimia, fisika, atau mikrobiologi. Cara kerja pada saat mempersiapkan contoh untuk pemeriksaan, alat yang digunakan harus diperiksa kembali. Bila hasilnya masih menyimpang baik itu OOS dari pemeriksaan kimia, fisika, atau mikrobiologi maka dibuat laporan Failure Investigation Report (FIR). Tindak lanjut yang dapat diambil sesuai dengan hasil pemeriksaan yang didapat, antara lain: a. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama dan produk yang sudah released. b. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama oleh pemeriksa yang berbeda. c. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh baru oleh pemeriksa yang pertama (bila perlu). d. Membandingkan hasil pemeriksaan ulang diatas dengan persyaratan test method dan farmakope (EP, USP, dan FI). e. Contoh untuk pemeriksaan ulang tersebut diambil sebanyak 2 kali dari pemeriksaan normal. Apabila dianggap perlu, dilakukan pemeriksaan terhadap prosedur pengolahan bets produk yang bersangkutan. Apabila diduga penyimpangan tersebut berasal dari test method atau sebab-sebab lain yang tidak diketahui dapat dikonsultasikan dengan mother plant. Perincian urutan pengambilan keputusan

49 terhadap pemeriksaan di luar spesifikasi dapat dilihat pada Lampiran 6. Penyelidikan terhadap OOS harus diselesaikan maksimal 30 hari Penanganan Penyimpangan Penyimpangan adalah suatu kejadian atau pelanggaran yang tidak direncanakan terhadap suatu prosedur atau spesifikasi yang telah ditetapkan. Head of IQCdan QA Manager harus menilai dan memeriksa prosedur yang harus dilakukan menurut bidang dan tanggung jawabnya untuk memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Mereka yang bertanggung jawab agar proses penyelesaian berlangsung cepat dan kembali kepada pengirim untuk ditindak lanjuti. Menurut tingkat kekritisannya, penyimpangan dikategorikan menjadi: a. Critical Deviation Adalah kekurangan material, produk obat, alat kesehatan, sistem atau jasa yang dapat secara signifikan mempengaruhi kualitas, keamanan atau efikasi dari obat/alat kesehatan atau yang dapat menyebabkan kondisi yang mengancam jiwa. Pengertian lainnya adalah kekurangan apapun yang dapat menyebabkan produk obat/alat kesehatan menjadi non compliant atau menyebabkan terjadinya situasi yang dapat dikategorikan sebagai critical oleh badan regulasi. Contoh: kesalahan / penyimpangan dalam melaksanakan suatu tahap proses pembuatan, kesalahan dalam pemakaianbahan/material, kesalahan dalam penimbangan atau tercampur dengan bahan lain, hasil uji stabilitas diluar spesifikasi. b. Major Deviation Penyimpangan yang tidak termasuk kritikal, yang secara potensial dapat mempengaruhi kualitas, keamanan, efikasi atau pemenuhan persyaratan CPOB dari suatu produk obat atau alat kesehatan. Salah satu contoh major deviation adalah kesalahan dalam melaksanakan suatu protap misalnya protap sanitasi dan penyimpangan-penyimpangan yang tidak ditanggulangi secara sepihak tanpa mengikutsertakan atau memperoleh informasi tambahan dari depertemen lain seperti kesalahan pencetakan nomor bets, tanggal daluarsa, tapi produk belum diluluskan.

50 40 c. Minor Deviation Deviasi yang tidak termasuk kritikal atau major, yang secara potensial berdampak pada sistem GMP, utilities, peralatan, bahan, komponen, lingkungan atau dokumentasi, tetapi tidak mempengaruhi kualitas, keamanan atau efikasi dari produk obat atau alat kesehatan. Salah satu contoh minor deviation adalah batas penyimpanan maksimum produk terlampaui dan perekatan label tidak sempurna. Sedangkan menurut golongan, kegagalan atau penyimpangan dibagi menjadi dua yaitu: a. General Failure Semua penyimpangan yang terjadi di Site dan hal tersebut tidak berhubungan secara langsung dengan suatu produk tertentu, misalnya penyimpangan pada persiapan produk, penyimpangan sistem pengolahan air dan sebagainya. b. Batch deviation Semua penyimpangan yang terjadi pada proses pembuatan atau pengemasan suatu produk, misalnya kegagalan salah satu tahapan proses, pengemasan dan sebagainya. Apabila terjadi kegagalan, tindakan yang pertama kali diambil adalah penghentian proses dan produk tersebut dikarantina. Kegagalan tersebut kemudian dilaporkan ke Manager bagian bersangkutan diteruskan ke Head of IQC yang akan memeriksa dan mengevaluasi serta mengambil keputusan tindakan yang harus dilakukan. Terhadap semua penyimpangan, baik besar maupun kecil, akan diambil langkah selanjutnya oleh IQC Department. Bila dianggap perlu, IQC Department akan mengundang departemen yang bersangkutan dan departemen lain yang terkait untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul. Hasil penilaian terhadap langkah yang telah atau yang akan dilakukan oleh departemen produksi, departemen IQC, atau departemen lainnya yang terkait akan dikirimkan kembali ke departemen yang bersangkutan. Apabila proses dapat dilanjutkan, maka departemen produksi harus segera mencatat tindakan yang diambil pada catatan pengolahan bets / catatan pengemasan bets dari produk yang bersangkutan. Apabila produk tersebut dapat diolah ulang, departemen produksi harus segera

51 membuat prosedur pengolahan ulang atau apabila produk tersebut harus dihancurkan maka harus disiapkan proses penghancuran terhadap produk tersebut Pengkajian/penilaian tahunan terhadap produk (Annual Product Review/APR) Setiap tahun Departemen Produksi memproduksi berbagai macam sediaan farmasi baik berupa sediaan padat maupun sediaan semipadat. Data mengenai produk yang dihasilkan selama satu tahun, termasuk peralatan yang digunakan, proses produksi, cara dan hasil pemeriksaan dikumpulkan untuk dievaluasi sehingga dapat disimpulkan atau dihasilkan suatu saran yang berguna untuk mempertahankan atau memperbaiki mutu produk. Isi dari APR adalah: a. Gambaran dari suatu produk yang dibuat ditest b. Parameter kritis dalam In Process Control (IPC) c. Evaluasi dari semua batch yang tidak memenuhi syarat beserta investigasinya. d. Keluhan (Product Technical Complaint) e. Penarikan produk f. Produk kembalian g. Tren analisis dari data pelulusan beserta analisa data secara statistik h. Tren analisis dari data stabilitas i. Perubahan yang terjadi dari proses produksi, pengemasan, pemeriksaan dan lainnya (seperti supplier, peralatan, dan lain-lain) j. Status validasi yang dilakukan (validasi proses dan pengemasan) k. Rekomendasi dari hasi audit BPOM dan regulatory issue l. Formula m. Pengumpulan parameter kritis pada proses produksi n. Pengumpulan parameter kritis dari produk yang diperiksa di laboratorium o. Seluruh data yang akan dirangkum menjadi satu dalam raw data APR, dibuat grafik tren analisa dan diolah secara statistik p. Evaluasi dari APR berupa kesimpulan q. Tindakan selajutnya yang direncanakan sebagai akibat dari evaluasi

52 42 Penyiapan APR diselenggarakan pada semua produk. QA akan menggagas persiapan APR setiap 4 bulan sekali (akhir bulan April, Agustus, dan Desember) dengan membuat memo kepada departemen yang berkaitan. Tim kerja dari Production Department yaitu Procesing Supervisor dan Packaging Supervisor serta QC dan QA Manager bersama dengan Head of IQC bertanggung jawab untuk menyiapkan APR dalam bentuk tes kimia fisika dan bioanalisis. Tindakan-tindakan selanjutnya yang direncanakan sebagai hasil evaluasi dapat berupa peningkatan proses produksi, perbaikan formulasi, perbaikan metode pemeriksaan, review spesifikasi semi finished/finished product, revalidasi, atau penarikan obat jadi. Laporan annual product review kemudian diperiksa dan ditandatangani oleh Quality Assurance Manager, Production Manager, dan disetujui oleh Head of IQC dan diketahui oleh IA Head. Proses review dari APR harus selesai dalam waktu 60 hari dari waktu akhir tahun penilaian, sedangkan semua proses harus selesai dalam waktu 90 hari dari waktu akhir tahun penilaian Penanganan Obat Kembalian Obat kembalian adalah obat jadi yang kembali setelah diserahterimakan dari PT Aventis Pharma ke pihak ketiga (distributor, ekspedisi) dan dikembalikan ke gudang PT Aventis Pharma dengan alasan : a. Masalah keabsahan maupun salah kirim b. Penarikan produk dan atau pack size dari pasaran c. Kerusakan obat atau pengemasnya (setelah keluar dari gudang PT Aventis Pharma selama pengiriman/ penyimpanan d. Kelainan dari segi kualitas (baik kualitas obat maupun kualitas bahan pengemas). Sedangkan obat yang sudah kadaluarsa di distributor dan dikembalikan ke PT Aventis Pharma tidak termasuk ke dalam penggolongan obat kembalian karena pada prinsipnya PT Aventis Pharma tidak menerima pengembalian obat yang sudah kadaluarsa. Obat kembalian dapat berasal dari : a. Gudang yang diawasi oleh PT Aventis Pharma b. Gudang distributor yang diawasi oleh PT Aventis Pharma

53 43 c. Gudang distributor yang tidak diawasi oleh PT Aventis Pharma termasuk lembaga lain : rumah sakit, apotek dll. Penerimaan obat kembalian dapat diberikan langsung ke IQC departemen jika dalam jumlah kecil (sampai satu master box). Jika dalam jumlah besar maka produk untuk sementara dapat dititipkan di gudang Aventis Pharma Penanganan Keluhan Keamanan obat yang dikonsumsi masyarakat merupakan tanggung jawab setiap perusahaan farmasi. Keamanan obat erat kaitannya dengan masalah efek samping obat dan masalah kualitas obat. Oleh karena itu, keluhan yang menyangkut efek samping obat maupun keluhan kualitas obat harus diselidiki dan dievaluasi serta diambil tindak lanjut yang sesuai guna mencari penyelesaian yang sebaik mungkin. Keluhan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: a. Keluhan yang menyangkut Efek Samping Obat (ESO) b. Keluhan yang menyangkut Keuhan Teknis Kualitas Obat (KTKO). Untuk keluhan yang berhubungan dengan medis maka pelaporan ditujukan ke Medical and Regulatory Division sedangkan yang menyangkut pharmaceutical atau KTKO akan ditujukan ke IQC Department. Keluhan digolongkan menjadi: a. Kelas I Kerusakan pada produk yang dapat mengancam jiwa atau mengakibatkan resiko besar terhadap kesehatan. Misalnya kesalahan penempelan label dan tercampurnya satu produk dalam satu pengemas. b. Kelas II Kerusakan pada produk yang dapat menyebabkan sakit pada pasien dan menyebabkan kegagalan proses penyembuhannya. Misalnya kesalahan informasi pada leaflet, kontaminasi kimia maupun fisik. c. Kelas III Kerusakan pada produk yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang tidak major, hanya menimbulkan gangguan kesehatan minor pada pasien dalam hal penggunaan produk. Misalnya tidak rapatnya bahan pengemas, kesalahan penulisan expired date.

54 44 d. Kelas IV Kerusakan pada produk yang tidak mengancam jiwa manusia namun hanya menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien ketika menggunakan produk tersebut sehingga menyebabkan rusaknya nama baik perusahaan. Misalnya tablet pecah atau retak, hilangnya blister dalam folding box. Hasil penyelidikan mengenai asal keluhan, jenis keluhan, dan tindak lanjut dilaporkan ke Head of IQC atau Medical and Regulatory Division. Tindak lanjut yang dilakukan dapat berupa penggantian produk atau penarikan produk (recall). Penarikan obat jadi dapat dilakukan karena keinginan produsen (misalnya karena stabilitas obat tidak baik atau mau mengganti bahan pengemas) atau keinginan Badan POM. Produk kembalian yang ditarik akan disimpan di gudang. Penanganan selanjutnya dapat dihancurkan, dijadikan stok kembali (misalnya jika produk masih baik dan sudah diperiksa di QC), atau diolah kembali Penarikan Kembali Obat Jadi Penarikan kembali obat jadi biasanya disebabkan oleh : a. Adanya permasalahan kualitas, keamanan dan efikasi dari produk sanofi, misalnya terjadi deviasi, keluhan teknis kualitas obat, keluhan terkait reaksi obat yang tidak diinginkan, dll. b. Penyesuaian dengan kebijakan administratif dari pihak berwenang (pemerintah, Badan POM, dll). Penarikan kembali obat jadi harus dilakukan segera setelah evaluasi laporan dan bila perlu hasil pemeriksaan contoh per tinggal di Laboratorium Pengawasan Mutu selesai dilakukan. Selain cepat, penarikan obat jadi harus tuntas dalam arti semua obat yang telah terlanjur beredar di tingkat distributor, sub distributor maupun pengecer (Toko Obat, Apotek) dan dari pemakai langsung (Rumah Sakit, Dokter dsb) diusahakan untuk dapat ditarik kembali. Prosedur penarikan kembali obat jadi juga berlaku untuk vaksin, alat kesehatan, sampel medis, dan produk investigasional. Untuk produk toll-in, prosedur penarikan kembali obat jadi dilakukan berdasarkan quality agreement.

55 45 Penarikan kembali obat jadi (recall) diawali dengan peringatan pendahuluan yang berasal dari pihak internal atau eksternal (dapat berupa keluhan, deviasi, OOS, temuan audit dll). Apabila peringatan yang diterima memiliki potensi untuk dilakukannya penarikan kembali obat jadi, maka IQC departemen akan membentuk Alert Team bersama departemen lain yang terkait sesuai dengan jenis peringatan yang diterima, yaitu Quality Alert Team, Product Alert Team, dan atau Safety Alert Team. Distributor utama dan distributor regional diperintahkan untuk memberikan informasi dalam waktu kurang dari 3 (tiga) jam kepada PL & MSC departemen PT. Aventis Pharma mengenai jumlah obat yang diterima dari PT. Aventis Pharma, persediaan yang belum terjual/ tersisa, jumalh yang terjual, dan tujuan produk yang telah terjual Pengendalian terhadap perubahan (change control) Perubahan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang terjadi pada proses pembuatan atau pemeriksaan produk yang telah diproduksi,dapat meliputi tata cara pembuatan obat termasuk bahan bakunya, control test, protap, perubahan terhadap sistem pendukung seperti mesin, ruang, tata udara, dan sebagainya, serta mencakup juga bila terjadi perubahan supplier baik untuk bahan baku maupun bahan pengemas. Sasaran dari pengendalian terhadap perubahan ini adalah untuk menjamin bahwa perubahan yang dilakukan terhadap proses produksi, jenis bahan baku yang digunakan, termasuk sistem pendukung (alat, ruangan, mesin-mesin, prosedur pemeriksaan, cara penyimpanan), maupun perubahan protap yang mendukung proses secara keseluruhan tidak akan menimbulkan dampak negatif terhadap mutu produk yang dihasilkan maupun terhadap kondisi HSE. Pengendalian terhadap perubahan menguraikan persiapan dan pelaksanaan dari suatu perubahan yang berkaitan dengan segala aspek pengolahan, pengemasan, pemeriksaan, penyimpanan atau distribusi yang mempengaruhi mutu produk, GMP/CPOB termasuk kualifikasi/ validasi, HSE dan regulatori. Perubahan yang dimaksud juga meliputi bahan/ raw material (perubahan supplier, proses, spesifikasi dan lain lain), proses, formula, spesifikasi dan test method dari komponen, bulk dan finished goods, primary packaging, penyimpanan dan

56 46 pelabelan, alat kesehatan, peralatan, instrument, produk baru, utilitas dan fasilitas yang digunakan untuk mendukung dokumen GMP/ CPOB. Perubahan didokumentasikan dengan sistem manajemen perubahan (GIMC) yang merupakan suatu sistem komputerisasi yang akan digunakan untuk mengatur pembuatan perubahan. Sistem ini mengatur alur perubahan mulai dari pengajuan, evaluasi, hingga persetujuan perubahan. Rancangan perubahan dibuat oleh departemen yang bersangkutan yang akan mengadakan perubahan dan diinformasikan kepada IQC Department. IQC Department bersama-sama dengan departemen terkait akan merencanakan dan memutuskan tindakan apa yang harus dilakukan dalam menanggapi perubahan tersebut Penanganan obat di distributor Mutu produk obat jadi sangat dipengaruhi antara lain oleh cara penanganan mulai dari penerimaan, penyimpanan, dan penyerahan produk kepada konsumen. Penanganan obat di distributor meliputi masalah: a. Penerimaan obat jadi (disertai delivery note resmi) b. Penyimpanan obat jadi (harus sesuai kondisi yang dipersyaratkan) c. Pengiriman obat jadi (harus sesuai kondisi yang dipersyaratkan) d. Penanganan keluhan e. Penanganan bahan obat yang pecah atau tumpah f. Obat kembalian dan penarikan kembali obat jadi g. Penanganan Taxotere (penerimaan, pengiriman, dan penyimpanan) h. Pelatihan Audit pada distributor yang dilakukan secara berkala setiap 2 tahun sekali, kecuali jika dianggap segera perlu untuk dilakukan. Audit tersebut meliputi tata cara penerimaan, penyimpanan, dan pengiriman Penanganan transfer proses pengolahan dan atau pengemasan Transfer proses produksi adalah suatu jenis proses alih teknologi dan pembuatan dan atau pengemasan produk dari suatu pabrik ke pabrik lainnya. Transfer proses pengolahan dan pengemasan tersebut meliputi:

57 47 a. Golongan 1 Produk-produk Aventis Pharma yang sudah atau akan diproduksi dan telah dipasarkan, ditetapkan suatu produk Aventis Pharma sebagai produk induknya (mother plant). b. Golongan 2 Produk-produk Aventis Pharma yang ada saat ini diproduksi di beberapa negara/region, tetapi tidak mempunyai pabrik induk. Seperti Avil, Sofradex yang dilakukan antara Aventis Pharma ke Aventis Pharma lain, dari Aventis Pharma ke toll manufacturing Aventis Pharma, kontraktor ke kontraktor lain. c. Golongan 3 Produk yang hanya diproduksi atau dipasarkan oleh 1 pabrik Aventis Pharma di suatu negara/region. Transfer produk golongan 3 dikoordinasikan oleh regional manufacturing/ regional Quality Operations dan dilakukan antara Aventis Pharma ke Aventis Pharma, dari Aventis Pharma ke toll manufacturing Aventis Pharma, kontraktor ke kontraktor lain Quality Control Unit Quality Control Unit dikepalai oleh seorang Quality Control Supervisor. Unit ini bertanggung jawab kepada Head of IQC. QC Supervisor bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan pengendalian dalam kegiatan pengambilan contoh; pemeriksaan contoh bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan, dan produk jadi; memberikan pelatihan yang berhubungan dengan QC; menyusun, merevisi, serta memuktahirkan protap di QC; memeriksa dan memastikan kebersihan ruangan dan peralatan yang digunakan; serta melakukan uji stabilitas. Untuk melaksanakan pemeriksaan, QC membuat prosedur analisis yang disebut test method. Test method untuk bahan baku berasal dari Farmakope Indonesia, Farmakope Eropa, USP, Farmakope Perancis, dan prosedur dari mother site. Test method ditangani sama dengan prosedur tetap (protap) dan dibuat dalam Bahasa Indonesia agar mudah dalam pengendalian, pengawasan, serta memudahkan penelusuran apabila terjadi kesalahan. Prosedur pemeriksaan yang digunakan harus sudah divalidasi. Untuk prosedur dari farmakope tidak perlu divalidasi,

58 48 hanya perlu diverifikasi yaitu kesiapan penggunaan prosedur analisis tersebut sesuai dengan yang dipersyaratkan. Untuk prosedur yang berasal dari mother site walaupun sudah divalidasi tetapi perlu dilakukan validasi kembali. Dalam pelaksanaan tugasnya, QC Unit dibagi dalam 4 bagian, yaitu, Chemical and Physical Control (bahan baku, produk ruahan, produk jadi), Packaging Material and Other Material Control and Calibration, Microbiological Control dan Stability Study Chemical and physical control (Pengawasan secara kimia dan fisika) Bagian ini bertugas untuk melakukan pemeriksaan bahan baku, produk ruahan, produk jadi secara kimia dan fisika sesuai dengan spesifikasinya. a. Bahan baku (raw material) Bahan baku adalah semua bahan, baik yang berkhasiat maupun tidak, yang berubah maupun tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat di dalam produk ruahan. Setiap bahan baku yang datang harus selalu disertai dengan sertifikat analisisnya. Sertifikat analisis tersebut penting karena dipakai sebagai acuan pada pemeriksaan bahan tersebut. Bahan baku yang baru datang akan diperiksa sesuai dengan spesifikasi. Setelah itu dibuat slip penerimaan barang (Good Receipt Slip / GRS) oleh bagian gudang. Bahan baku tersebut akan masuk ke gudang dengan status quarantine. Gudang akan mengirimkan GRS ke bagian QC. Berdasarkan GRS yang diterima, QC melakukan pengambilan contoh (sampling) terhadap bahan tersebut. Pengambilan contoh untuk semua bahan aktif dan bahan penolong harus disertai dengan lembar permintaan material (Material Request Form). Pengambilan contoh bahan baku secara benar merupakan faktor/ langkah penting karena hanya dari contoh yang terjamin kebenarannya, informasi/ data pemeriksaan bahan baku dapat dipertanggungjawabkan. Pengambilan contoh dilakukan di bawah Laminar Air Flow (LAF) di ruang sampling yang berada di gudang pada suhu tidak lebih dari 25oC, perbedaan tekanan diatas 7,5 Pa dan kelembaban 30-60%. Wadah untuk contoh harus dilengkapi dengan data-data mengenai contoh yang diambil yang meliputi kode barang, nomor bets, tanggal kadaluarsa, dan tanggal pengambilan contoh. Wadah bahan baku yang telah

59 49 diambil contohnya harus disegel kembali secara khusus dan diberi label kuning SAMPLE TAKEN. Setelah proses sampling selesai, semua alat-alat yang telah digunakan untuk sampling dibungkus dengan plastik dan tempelkan label kotor/merah pada alat yang sudah digunakan untuk memberitahu agar dibersihkan. Hasil pemeriksaan fisika, kimia, maupun mikrobiologi bahan-bahan ditulis dalam suatu Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) dan kemudian dibuatkan formulir rangkap tiga TT755 yang menyatakan bahwa bahan baku yang diterima telah diluluskan (released) atau ditolak (rejected). CHP, formulir TT755, dan label RELEASED atau REJECTED diserahkan ke QC untuk diperiksa dan disahkan. Setelah diperiksa dan disahkan oleh QC Supervisor, formulir tersebut didistribusikan ke QC, Warehouse, Factory, Plant Logistic Department. Sedangkan label RELEASED atau REJECTED diserahkan ke analis untuk ditempelkan pada wadah bahan baku yang telah diperiksa/diambil contohnya. Label RELEASED (warna hijau) ditempelkan menutupi label QUARANTINE pada wadah bahan baku yang diluluskan dan jika bahan baku tidak memenuhi persyaratan maka ditempel label REJECTED (warna merah) beserta label yang menyatakan penanganan selanjutnya. Bahan baku yang ditolak (rejected) akan ditempatkan pada area rejected yang ada di gudang. Label RELEASED, SAMPLE TAKEN, QUARANTINE, dan REJECTED dapat dilihat pada Lampiran 7. Sebagian contoh bahan baku yang sudah dinyatakan lulus disimpan sebagai contoh pertinggal (retained sample) sebanyak yang diperlukan untuk pemeriksaan satu kali dan tiga kali pengulangan. Bahan baku yang tidak mencantumkan masa daluarsa dan masa simpannya tidak tertera di CA harus diperiksa ulang (retest) setiap 6 bulan atau 2 tahun sekali. Untuk bahan baku yang mencantumkan waktu uji ulang/masa simpan pada CA, pengujian ulang dilakukan sesuai waktu uji ulang tersebut dan untuk bahan baku yang mempunyai masa daluarsa tercantum pada CA tidak dilakukan uji ulang karena masa pakainya sesuai dengan masa daluarsa tersebut. Pengujian kembali dilakukan terhadap semua produk yang tidak mempunyai waktu daluarsa untuk semua bahan-bahan yang telah jatuh tempo tanggal uji ulangnya yang tersimpan di gudang. Pengambilan contoh untuk pengujian kembali dilakukan sesuai dengan yang

60 50 direkomendasikan pada Daftar Daluarsa Bahan dan Obat Jadi yang diterbitkan oleh QA setiap bulannya. Ketentuan yang harus diperhatikan dalam pengujian ulang yaitu: 1) Untuk bahan baku tanpa waktu daluwarsa dengan retest tiap 2 tahun sekali mempunyai masa pakai 8 tahun dengan kata lain pengujian kembali hanya dapat dilakukan maksimum 3 kali. 2) Untuk bahan baku tanpa waktu daluwarsa dengan retest tiap 6 bulan sekali mempunyai masa pakai 2 tahun dengan kata lain pengujian kembali hanya dapat dilakukan maksimum 3 kali. Pemeriksaan penuh (Full Analysis) diberlakukan untuk seluruh bahan baku yang akan diuji ulang baik yang berasal dari Mother Company maupun dari pemasok luar. Pada Form TT755 harus diberi catatan mengenai beberapa kali bahan baku tersebut telah diuji ulang sebagai informasi kepada bagian gudang Plant Logistic. Jika dari hasil pengujian ulang tersebut dinyatakan lulus, maka dibuatkan sertifikat analisisnya dan bahan boleh digunakan untuk produksi. Jika tidak lulus maka bahan tersebut harus dimusnahkan. Alur pemeriksaan bahan baku dapat dilihat pada Lampiran 8. b. Produk ruahan (semi finished goods) Produk ruahan adalah produk yang telah selesai diolah dan siap untuk dikemas. Terdapat 2 jenis produk ruahan di PT Aventis Pharma, yaitu produk ruahan hasil produksi PT Aventis Pharma sendiri dan produk ruahan impor. Pengambilan contoh dilakukan pada saat pembuatan berlangsung yaitu pada awal, tengah, dan akhir proses (oleh bagian produksi). Untuk semi finished goods impor, pengambilan contoh dilakukan di ruang sampling QC yang terdapat di gudang oleh petugas QC. Cara pengambilan contoh (sampling) sama dengan yang dilakukan pada bahan baku. Produk ruahan harus segera diperiksa sesuai dengan spesifikasi masing-masing produk yang telah ditetapkan dan hasilnya dicatat dalam CHP. Jika dalam pemeriksaan ditemukan hasil yang menyimpang dari spesifikasi, maka dilakukan penyelidikan terhadap hasil di luar spesifikasi (Out of Spesification/OOS). Pada produk setengah jadi impor yang belum dikemas dalam

61 kemasan primer dilakukan pemeriksaan sesuai dengan spesifikasi dan prosedur pemeriksaannya. Semua hasil pemeriksaan dicatat dalam CHP. 51 c. Produk jadi (finished goods) Produk jadi adalah produk yang telah melewati seluruh tahapan produksi, termasuk pengemasan, dan telah siap untuk didistribusikan. Terdapat dua macam produk jadi di PT Aventis Pharma yaitu produk jadi hasil produksi sendiri (lokal) dan produk jadi impor. Untuk produk jadi lokal, pengambilan contoh dilakukan pada proses pengemasan yaitu pada awal, tengah, dan akhir proses pengemasan. Terhadap produk jadi dilakukan pemeriksaan: 1) Tanggal penerimaan 2) Nomor batch lengkap 3) Jumlah contoh pertinggal 4) Waktu kadaluarsa 5) Informasi tentang produk, semi finished good, bahan pengemas 6) Kelengkapan kemasan (jumlah isi, cetakan, kode bets, dan tanggal kadaluarsa). Hasil pemeriksaan dicatat dalam CHP. Untuk obat jadi impor dilakukan pemeriksaan kelengkapan pengemas yang digunakan beserta sertifikat analisa (CoA) yang menyertainya. Penerbitan label released/rejected atau label penandaan lainnya untuk obat jadi impor harus diparaf oleh QC Supervisor Packaging Material and Other Material Control and Calibration Tugas dari bagian ini adalah mengambil contoh dan memeriksa bahan pengemas serta barang lain sesuai dengan spesifikasi dan prosedur yang telah ditetapkan. Barang lain yang diperiksa adalah bahan-bahan pelengkap yang tidak terlibat langsung dalam proses produksi obat, seperti masker, sarung tangan, dan sebagainya. Bahan pengemas digolongkan dalam 2 jenis, berdasarkan kontak atau tidaknya dengan produk, yaitu: a. Bahan pengemas primer (Primary Packaging Materials), yaitu bahan pengemas yang berhubungan langsung dengan produk seperti PVC-foil

62 52 untuk blister, alufoil untuk blister, cold forming foil, botol, dan tube aluminium. b. Bahan pengemas sekunder (Secondary Packaging Materials), yaitu bahan pengemas yang tidak bersentuhan langsung dengan produknya, seperti folding box, packing insert, label, dan lain-lain. Sebelum bahan dipesan, film untuk bahan pengemas tercetak disiapkan berdasarkan artwork yang disetujui. Setelah bahan pengemas dipesan, bagian ini akan melakukan sampling terhadap bahan pengemas yang datang. Pada waktu pengambilan contoh kemasan primer, dilakukan di ruang sampling di bawah LAF. Untuk kemasan sekunder pemeriksaannya dapat langsung dilakukan di gudang. Pengambilan contoh (sampling) kemasan dilakukan secara random sesuai dengan prosedur yang berlaku. Pemeriksaan packaging material meliputi pemeriksaan terhadap primary packaging material, packing insert, dan folding box. Hasil pemeriksaan dicatat di CHP dan proses selanjutnya sama dengan proses terhadap bahan baku. Sejumlah contoh bahan pengemas primer yang telah lulus disimpan sebagai contoh pertinggal sesuai dengan ketentuan lengkap dengan identitasnya Microbiological control Microbiological control bertanggung jawab dalam mendukung pengawasan mutu dalam hal mikrobiologi seperti permeriksaan mikrobiologi bahan baku, produk ruahan, dan produk jadi; pemeriksaan cemaran partikel dan mikroba di ruang produksi dan laboratorium mikrobiologi; serta pemeriksaan mutu air. Kegiatan yang dilakukan oleh bagian ini, antara lain: a. Pemeriksaan mikrobiologi bahan baku, produk ruahan, dan produk jadi Pemeriksaan bahan baku disini meliputi bahan baku yang berasal dari nabati (tepung jagung, sukrosa) serta bahan baku yang berasal dari hewani (gelatin). Bahan baku yang harus diuji mikrobiologinya, yaitu sugar crystal, maize starch, lactose, gummi arabicum, avicel ph 102, Mg stearat, glucose anhydrous, gelatine, talcum, starch syrup, pregelatinized starch, carestar snowflake, kollidon. Uji batas cemaran mikroba dilakukan terhadap produk-produk non steril, termasuk bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan, dan produk jadi yang tidak

63 53 mensyaratkan steril. Produk-produk tersebut harus bebas dari beberapa jenis mikroba seperti Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella sp., dan E. coli atau mikroba lain sesuai spesifikasi. b. Pemeriksaan cemaran partikel dan mikroba di ruang produksi dan laboratorium mikrobiologi Ruang produksi yang ada di PT Aventis Pharma adalah ruang produksi non steril. Ruang produksi ini diklasifikasikan menjadi ruang kelas 3, kelas 2, dan kelas 1. Setiap ruang memiliki persyaratan yang berbeda dalam hal jumlah partikel dan jumlah mikrobanya, seperti dapat dilihat pada Tabel 1. Pemeriksaan harus segera dilakukan jika terjadi hal-hal yang dapat menyebabkan kondisi ruangan berubah, misalnya perbaikan Air Handling Unit (AHU), perbaikan atau penggantian HEPA filter, dan lain-lain. Pemeriksaan cemaran yang dilakukan antara lain: 1) Pemeriksaan cemaran partikel Pemeriksaan cemaran partikel di udara dilakukan dengan menggunakan alat penghitung partikel yaitu particle counter HIAC-ROYCO 245A. Pemeriksaan tersebut dilakukan terhadap: a) Ruangan LAF dan ruangan-ruangan produksi b) HEPA filter 2) Pemeriksaan cemaran mikroba di udara Pemeriksaan cemaran mikroba di udara dilakukan secara: a) Passive settle plate (sedimentasi), dengan menggunakan lempeng agar yang dibiarkan 4 jam di ruangan. Tujuannya adalah untuk memonitor mikroba yang jatuh bebas dan mengendap di lantai. Media yang digunakan adalah TSA (Tryptone Soya Agar). Jumlah mikroba yang muncul merupakan indikasi kebersihan suatu ruangan. b) Active air sample dengan menggunakan alat MAS-100. MAS-100 digunakan untuk memantau jumlah mikroba yang ada di udara (per m3 udara) dengan cara menghisap sejumlah udara tertentu dan dihembuskan ke permukaan media padat (TSA) pada cawan petri

64 54 yang diletakkan dalam alat MAS. Penggunaan alat MAS di kawasan kelas 3 adalah selama 2 menit untuk 200 ml udara. 3) Pemeriksaan cemaran mikroba di permukaan Pemeriksaan cemaran mikroba di permukaan dilakukan secara apus (swab) dan atau secara tempel contact plate menggunakan swab test atau RODAC test. Pemeriksaan ini dilakukan pada permukaan lantai, meja, dinding, alat kerja, dan lain-lain. Hasil pemantauan jumlah mikroba dan partikel di ruangan produksi dicatat di lembar pemantauan bakteri dan partikel di udara area produksi; hasil pemantauan ruang mikrobiologi dicatat pada lembar pemantauan bakteri dan partikel di udara laboratorium mikrobiologi. Sedangkan hasil pemeriksaan masing-masing HEPA-filter dicatat pada lembar LAF vertikal ruang pengemasan, LAF horizontal laboratorium mikrobiologi, LAF untuk sampling. Hasil pemeriksaan yang sudah disahkan oleh Head of IQC disirkulasikan ke QA, TSD, dan departemen produksi sebagai informasi. Lembar hasil pemeriksaan tersebut kemudian disimpan sebagai arsip di laboratorium mikrobiologi. c. Pemeriksaan terhadap mutu air Dalam proses pembuatan obat, air merupakan salah satu bahan yang selalu digunakan dalam proses pengolahan, baik sebagai salah satu komponen produk maupun sebagai pencuci. Oleh sebab itu, air tersebut harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan, antara lain standar terhadap kadar kimia, cemaran partikel dan mikroba. Pemeriksaan mutu air dilakukan terhadap semua jenis air yang digunakan meliputi air sumur, PAM, potable water, purified water, dan purified water yang berasal dari MiliQ-plus. Pemeriksaan ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa air yang digunakan untuk proses pembuatan dan analisis obat sesuai dengan standar yang ditetapkan. Persyaratan pada masing-masing jenis air dapat dilihat pada Lampiran 9 dan Tabel 2. Jadwal pemeriksaan contoh air adalah: 3) Air PAM dilakukan sebulan sekali 4) Pemeriksaan air sumur dilakukan 6 bulan sekali 5) Pemeriksaan potable water seminggu sekali terhadap total cemaran mikrobanya dan sebulan sekali diperiksa secara kimia, total cemaran koliform, dan koliform tinja

65 55 6) Pemeriksaan terhadap purified water dilakukan setiap minggu secara kimia dan total cemaran mikroba Bila hasil pemeriksaan potable water, purified water melebihi alert dan action limit yang telah ditentukan, maka tindakan selanjutnya adalah menerbitkan OOS dan FIR, dengan melakukan evaluasi secara sistematis dan menyelidiki dimana, kapan, dan apa penyebab penyimpangan tersebut Stability Study Tujuan dilakukannya pemeriksaan stabilitas adalah untuk: a. Mengetahui perubahan dan penguraian bahan aktif sehingga dapat digunakan untuk menentukan batas waktu kadaluarsa atau batas waktu penyimpanannya. b. Memastikan bahwa produk yang dipasarkan stabil sampai tanggal daluarsa yang tercantum pada label. c. Memenuhi persyaratan registrasi obat jadi. d. Menentukan jenis kemasan yang tepat pada kondisi penyimpanan. e. Mengetahui apakah cara pembuatan dari setiap bets sama. Menurut Global Standar Aventis, dikenal 5 jenis pemeriksaan stabilitas, yaitu: 1) Tipe 0: Bets preformulasi Tipe 0 adalah bets untuk merancang formulasi produk baru. Stability study ini dilakukan untuk memutuskan komposisi akhir dari formula tersebut. Sampel disimpan dalam kondisi dipercepat (accelerated testing condition) selama 3 bulan. 2) Tipe I: Bets skala laboratorium Pemeriksaan awal terhadap stabilitas dari bahan aktif dan produk atau campuran dari excipient dan bahan aktif. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada kondisi dipercepat (accelerated testing condition) atau under stress. 3) Tipe II: Bets skala pilot Penyelidikan lanjutan atas stabilitas bahan aktif atau obat jadi setelah dilakukan scale up Production.

66 56 4) Tipe III: Bets komersial Pemeriksaan stabilitas dari bahan aktif atau obat jadi yang akan dipasarkan untuk mendapatkan atau mencari waktu daluarsanya. 5) Tipe IV: Post marketing studies Untuk pemeriksaan stabilitas rutin terhadap produk yang telah dipasarkan. Pemeriksaan dilakukan satu bets per tahun mulai dari 0 bulan kemudian setiap tahun hingga waktu kadaluarsa tercapai. 6) Tipe V: Follow up stability testing Yang dilakukan terhadap bahan aktif atau produk yang mengalami beberapa perubahan, misalnya perubahan bahan baku, perubahan proses, dan sebagainya. 7) Tipe khusus : Studi yang tidak termasuk dalam kategori di atas. Pada umumnya pemeriksaan stabilitas tipe 0, I, II, dan III dilakukan oleh mother plant, sedangkan tipe IV dan V dilakukan oleh Jakarta Site. Perubahan yang dimaksud pada uji stabilitas tipe V ada dua jenis yaitu minor changes dan major changes. Perubahan kecil (minor changes) merupakan perubahan yang tidak memberikan dampak berarti pada kestabilan obat, contohnya perubahan kecil pada sintesa bahan aktif, perubahan jumlah bahan pembantu sesuai dengan kisaran tertentu yang telah dipersyaratkan, perubahan pemasok bahan pembantu, dan lain sebagainya. Perubahan besar (major changes) merupakan perubahan yang secara potensial dapat memberikan dampak terhadap kestabilan obat, contohnya setiap perubahan baik kualitatif maupun kuantatif dari setiap bahan pembantu yang sedikit mengubah sifat obat, perubahan pemasok bahan aktif, dan lain sebagainya. Pembagian iklim, tipe pemeriksaan, kondisi penyimpanan dan waktu pemeriksaan pada uji stabilitas dapat dilihat pada Lampiran 10. Parameter pemeriksaan stabilitas yang dilakukan meliputi pemeriksaan wadah seperti keadaan botol, keutuhan segel, kondisi label, dan lain-lain; dan pemeriksaan sifat fisik dan kimia yang meliputi pemerian, berat rata-rata obat, waktu hancur, kekerasan, kadar air, keseragaman kadar, kemurnian, ph, dan lain-lain.

67 Production Department (Prosedur Tetap Production, 2010) Secara umum, Production Department dibagi menjadi dua unit yaitu Processing dan Packaging Processing Kegiatan di bagian Processing secara umum dibagi menjadi dua yaitu pengolahan untuk produk solid (tablet polos dan tablet salut selaput) dan pengolahan untuk produk semi solid (cream, ointment, suppositoria, dan ovule). Kegiatan ini berlangsung di kawasan kelas 3. Karyawan di kawasan kelas 3 memakai pakaian biru muda, penutup kepala putih, dan sepatu putih dan biru muda. Bangunan di bagian produksi PT Aventis Pharma Indonesia memiliki rancang bangun yang memudahkan pelaksanaan kerja, pembersihan, dan pemeliharaan, serta dilengkapi sarana kerja yang memadai sehingga dapat menghindari terjadinya kesalahan dan pencemaran silang yang mempengaruhi mutu obat, keselamatan, dan kesehatan kerja karyawan. Bangunan juga didesain untuk melindungi kegiatan maupun produk dari pengaruh cuaca, banjir, dan rembesan air tanah. PT Aventis Pharma Indonesia mengacu pada standar GMP tertinggi dari Amerika, Jepang, dan Eropa yang terdapat dalam standar GMP dari Aventis Pharma induk (Mother Company) yang dikenal sebagai Aventis Global Guidelines. Standar ini secara berkala selalu diperbaharui dan ditingkatkan dalam rangka meningkatkan kualitas proses dan produk yang dihasilkan oleh PT Aventis Pharma Indonesia. Bangunan PT Aventis Pharma Indonesia di ruang produksi, sebagian gudang, dan QC memiliki konstruksi sebagai berikut: a. Dinding: Hebel, yaitu batu bata putih ringan, anti api, diplester dengan campuran pasir dan semen dan cat dinding epoksi. b. Flavon/langit-langit: Eterpan board (anti api) dan cat acrylic paint. c. Lantai: beton bertulang dan cat epoksi mortar (anti gores, anti bakteri). Pada area kelas 3 dilapisi dengan cat epoksi sedangkan pada area kelas 2 dilapisi dengan cat acrylic paint. Lantai epoksi bangunan merupakan lantai kedap air yang digunakan untuk mencegah rembesan air tanah. Lantai tersebut harus dijaga supaya tidak tergores dan rusak karena dapat mengurangi fungsinya dan dapat menjadi tempat akumulasi debu/partikel. Upaya yang dilakukan untuk menghindari kerusakan pada lantai antara lain dengan

68 58 penggunaan sepatu khusus yang beralaskan karet. Bentuk-bentuk sudut pada dinding, langit-langit, maupun lantai sebaiknya dihilangkan dengan mengganti bentuk lengkungan yang mencegah terjadinya akumulasi debu/partikel sehingga memudahkan pembersihan. Ruangan produksi dibagi menjadi 2 lantai yaitu: a. First floor digunakan untuk kegiatan-kegiatan sosial (social activites) yaitu loker sebagai ruangan untuk ganti pakaian dan sepatu sebagai persiapan sebelum masuk ke area kelas 3 dan kelas 2. b. Ground floor digunakan sebagai area untuk Processing maupun Packaging. Persyaratan di ruang produksi meliputi kebersihan ruangan (jumlah partikel dan cemaran mikroba), suhu, RH, intensitas cahaya, serta perbedaan tekanan udara. Sebelum dipakai untuk kegiatan produksi ruangan harus bersih. Setiap ruangan yang telah dibersihkan diberi label BERSIH berwarna hijau, dan jika ruangan telah digunakan dipasang label UNTUK DIBERSIHKAN yang berwarna merah. Ruangan tersebut maksimal harus sudah dibersihkan dalam waktu 1 minggu, tetapi biasanya setelah digunakan ruangan segera dibersihkan. Pembersihan ruangan dilakukan oleh cleaner, akan tetapi pembersihan alat, mesin, dan utilitasnya dibersihkan oleh operator yang menggunakannya, untuk kemudian kode bersih itu ditandatangani oleh yang membersihkan dan disetujui bersih oleh foreman atau supervisor di bidang masing-masing (solid dan semisolid). Masa berlaku kode bersih berlaku adalah 1 bulan. Jika waktu tersebut terlampaui, maka alat,mesin, dan utilitasnya perlu dibersihkan kembali. Setiap kegiatan yang berkaitan dengan produksi baik itu Processing maupun Packaging harus selalu mengikuti pedoman yang disebut PPI (Prosedur Pengolahan / Pengemasan Induk) yang selalu diperbaharui secara berkala untuk disesuaikan dengan standar GMP, disesuaikan dengan alat yang dipunyai (jika ada alat baru), dan untuk menjaga keseragaman serta kualitas produk yang dihasilkan dari waktu ke waktu. Prosedur Pengolahan Induk berisi cara pembuatan atau pengolahan obat tahap demi tahap. PPI disusun oleh Supervisor perbagian (solid, semisolid, dan

69 59 packaging) yang diperiksa oleh Production Manager dan QA Supervisor serta disetujui oleh Head of IQC. Selain PPI, ada juga pedoman yang disebut Protap yang juga harus dilaksanakan oleh pihak yang bersangkutan. Kedua pedoman ini harus dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dipahami dan dilaksanakan oleh karyawan di bagian produksi. Sebelum digunakan, ruangan di Processing harus selalu dicek agar RH < 60%, temperatur < 25 C, dan perubahan tekanan (ΔP) minimal 7,5 Pa. Untuk memudahkan pemeriksaan kelengkapan dan kesiapan ruangan di masing-masing bagian produksi dibuatkan check list yang dijadikan 1 berkas dengan PPI produk yang akan dibuat. Pengecekan dilakukan oleh operator, dan ditandatangani / disetujui oleh foreman atau Supervisor bagian produksi. Setiap kali hendak melakukan produksi, maka dilakukan process order (PO) untuk memesan bahan yang diperlukan berdasarkan pada formula induk (bill of material/master recipe). PO yang diterbitkan diterima oleh warehouse yang akan menyiapkan material yang diperlukan. Material ini didatangkan dari warehouse melalui airlock dan disimpan sementara di material transit room. Warehouse merupakan ruangan kelas 1 sehingga airlock tersebut dilengkapi sistem interlock untuk meminimalkan kontaminasi ruangan produksi. Dalam material transit room, bahan baku yang diberikan dari gudang diperiksa jumlah, jenis, tanggal kadaluarsa, dan label released yang tertera. Selanjutnya dilakukan pengecekan bets. Setelah itu, dilakukan batch determination pada SAP, bahwa material sudah diambil dari batch yang dikirim. Stock adjustment dilakukan untuk memastikan jumlah bahan yang ada. Setelah batch determination selesai, maka PO direlease untuk kemudian dibuat Good Issue. Good Issue ini menggambarkan jumlah barang yang benar-benar digunakan. Setelah dihasilkan bulk product, dikeluarkan GRS untuk menginformasikan jumlah produk yang berhasil diproduksi. Pada tahap selanjutnya dilakukan konfirmasi working hour (labour hour dan machine hour) untuk memudahkan evaluasi terhadap produktivitas kegiatan produksi. Setelah proses produksi selesai, maka diberi keterangan TeCo (Technically Completed) pada sistem untuk menandai bahwa produksi produk tersebut telah diselesaikan.

70 Packaging Proses pengemasan berlangsung di kawasan kelas 3 dan kelas 2, yaitu kelas 3 untuk pengemasan primer dan kelas 2 untuk pengemasan sekunder. Karyawan di kawasan kelas 3 memakai pakaian biru muda, penutup kepala putih, sepatu putih dan biru muda. Karyawan di kawasan kelas 2, memakai pakaian biru tua dan penutup kepala putih serta sepatu biru. Loker bagi karyawan yang hendak ke area kelas 3 dan kelas 2 dibuat terpisah. Persiapan proses pengemasan perlu dilakukan dengan seksama agar tidak terjadi kekeliruan dalam penggunaan produk ruahan dan atau bahan pengemas, salah penandaan atau cross contamination antar produk maupun antar bets. Kegiatan pengemasan meliputi: a. Meminta konfirmasi pemeriksaan Catatan Pengemasan Bets ke Processing Supervisor b. Persiapan dokumen (Prosedur Pengemasan Induk) c. Permintaan bahan-bahan (Pengemas dan Produk Ruahan) d. Penanganan bahan pengemas dan produk ruahan e. Penanganan kunci lemari penyimpanan folding box dan packing insert f. Persiapan mesin dan peralatan g. Pemeriksaan jalur pengemasan h. Pengawasan dalam pengemasan Meminta konfirmasi pemeriksaan Catatan Pengemasan Bets ke Processing Supervisor Pastikan catatan pengolahan bets dan produk ruahan yang akan dikemas telah disahkan oleh Supervisor Processing produk yang bersangkutan dan Production Manager atau wakilnya Persiapan dokumen (Prosedur Pengemasan Induk) Siapkan Catatan Pengemasan Bets dari kopian prosedur pengemasan induk (PPI) untuk bets yang bersangkutan. Dalam Catatan Pengemasan Bets berisi tentang nama produk, jumlah bets, material yang dibutuhkan beserta jumlahnya, dan lain-lain. Pembuatan atau revisi dan sirkulasi Prosedur Pengemasan Induk dilakukan oleh bagian produksi. Penyimpanan Prosedur Pengemasan Induk asli

71 61 disimpan di ruang QA Manager dan setiap peminjaman atau fotokopi harus dengan izin QA Manager. Penggunaan dokumen tersebut harus dicatat dalam buku Catatan Pemakaian Prosedur Pengemasan Induk. Prosedur Pengemasan Induk disusun oleh Packaging Supervisor, diperiksa oleh Production Manager dan QA Manager, serta disetujui oleh Head of IQC Permintaan bahan-bahan (Pengemas dan Produk Ruahan) Permintaan bahan-bahan ke gudang dilakukan dengan mencetak material list dari SAP yang mencantumkan nama bahan, nomor kode bahan dan jumlah, serta diberikan keterangan tambahan nomor bets produk jadi yang akan dibuat dan nomor PO Penanganan bahan pengemas dan produk ruahan a. Bahan pengemas primer Bahan-bahan pengemas primer seperti tube dipindahkan ke dalam keranjang aluminium di ruang transit antara gudang dan ruang pengemasan kelas 3. Alufoil, PVC foil, cold forming, dan rotoplast dikeluarkan dari kardusnya, diperiksa keutuhan core dan pembungkus plastiknya kemudian dibawa ke ruang penyimpanan bahan pengemas primer di kawasan kelas 3. b. Bahan pengemas sekunder (cetakan) Tiap bahan pengemas yang diterima, diperiksa dan dipastikan telah diluluskan oleh bagian QC dengan penandaan label hijau RELEASED. Tiap bahan pengemas diperiksa dan dipastikan cetakan yang diterima telah dicocokkan dan sesuai dengan spesifikasi yang ada pada display bahan pengemas yang berlaku. Pada tahap ini juga dipastikan dan diperiksa bahwa jumlah setiap bahan sesuai dengan permintaan. Penerimaan bahan tersebut termasuk nomor betsnya dicatat dalam Catatan Pengemasan Bets. Bahan pengemas yang telah dikirimkan oleh bagian gudang diletakkan pada ruang Air Lock Secondary Packaging Material yang kemudian dipindahkan ke atas pallet plastik yang bersih dan diteruskan ke ruang persiapan untuk ditangani sesuai dengan instruksi Prosedur Pengemasan Induk. Hasil cetakan pertama (folding box dan master box) ditunjukkan pada Supervisor dan dimintakan paraf serta tanggal persetujuannya

72 62 oleh operator. Pembuatan folding box mengacu kepada persyaratan global PT Aventis Pharma. c. Produk ruahan Pada produk ruahan dilakukan pemeriksaan terhadap segel wadah. Wadah bagian terluar dibersihkan dan diperiksa batas waktu pengemasan yang tertera pada produk ruahan. Produk ruahan disimpan di bulk staging pada ruang kelas 1 sebelum dikemas Persiapan mesin dan peralatan Dilakukan pemeriksaan kebersihan alat dan mesin yang akan digunakan oleh Supervisor Pemeriksaan jalur pengemasan Jalur pengemasan dibersihkan dari sisa produk ruahan, bahan pengemas, dan dokumen bets sebelumnya. Label BERSIH berwarna hijau yang melekat pada mesin dan jalur diambil dan ditempelkan pada Catatan Pengemasan Bets yang bersangkutan. Pemeriksaan jalur pengemasan dilakukan untuk mencegah mix-up antar produk jadi dalam proses pengemasan dan juga untuk memeriksa kebenaran alat kontrol isi folding box Pengawasan dalam pengemasan Pengawasan dalam proses pengemasan bertujuan untuk mengontrol atau mencegah terjadinya kesalahan dalam setiap tahap dalam proses pengemasan. Hal-hal yang dilakukan dalam pengawasan tersebut meliputi: a. Pengawasan yang pertama kali dilakukan adalah pada saat ganti pakaian di ruang ganti. b. Pemeriksaan persiapan jalur pengemasan (Packaging line). Apabila dalam satu hari kerja jalur pengemasan dipakai untuk mengemas dua jenis produk berturut-turut, maka sebelum digunakan untuk produk kedua harus dilakukan pemeriksaan jalur pengemasannya. c. Pemeriksaan kesesuaian display dan catatan pengemasan produk yang meliputi nama produk, batch number, batch size, tanggal mulai

73 63 pengemasan, tanggal kadaluarsa, tanggal pengambilan contoh, dan tanggal selesai pengemasan. d. Pemeriksaan dalam proses pengemasan dilakukan minimal 3 kali setiap hari kerja dan apabila terjadi penyimpangan proses segera dihentikan dan dilaporkan kepada Supervisor dan jika tidak dapat diselesaikan dilaporkan kepada Production Manager dan QC untuk diambil langkah selanjutnya. e. Pemeriksaan kebocoran blister atau rotoplast dengan menggunakan leakage tester instrumen oleh bagian pengemasan. f. Pengambilan contoh bahan pengemas (folding box dan packing insert yang telah dicap) dan produknya di awal, tengah, dan akhir pada setiap hari pengemasan dengan mencatat jumlah contoh, tanggal pengambilan, dan paraf pada catatan pengemasan bets yang bersangkutan. Petugas QC akan mengambil contoh tersebut setiap harinya. Bagian pengemasan primer dibagi menjadi 4 jalur (line) yaitu line 1, line 2, line 3, dan line 4. a. Line 1 untuk pengemasan PVC alu dan alu alu blister Di kawasan kelas 3, dilakukan pengemasan primer menggunakan blister yang terbuat dari bahan PVC dan aluminium serta alumunium dan alumunium. Bagian atas blister yang datar disebut alupush terbuat dari aluminium dan bagian bawah (tempat tablet) disebut genotherm terbuat dari PVC atau cold forming foil terbuat dari aluminium. Mesin blister yang digunakan adalah Marchesini LB421. Mesin ini mempunyai sensor colour camera untuk memeriksa dan memastikan kebenaran serta kelengkapan blister. Sampah yang dihasilkan pada line ini ditimbang, diberi label dan dilaporkan. Sampah yang dihasilkan diberi label set-up waste untuk blister kosong yang telah dicetak; re-blister waste untuk blister yang telah sampai ke secondary packaging tetapi dikembalikan, kemudian isi diambil, dan dikemas kembali; running waste untuk sisa potongan blister pada tepian; dan reject waste untuk blister yang di-reject sebelum sampai ke secondary packaging. Pada kawasan kelas 2, tablet yang telah diblister dikemas dalam folding box ditambahkan packing insert dan dimasukan dalam folding box. Selanjutnya

74 64 folding box dicetak no bets dan expired date pada inkjet print. Masing-masing folding box ditimbang menggunakan Checkweigher. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kekurangan blister atau packing insert. Kemudian folding box dimasukkan ke dalam master box dan disegel sebelum dikirim ke bagian gudang. Sebelum masuk gudang, masing-masing master box ditimbang dengan timbangan Mettler Toledo yang kapasitas maksimalnya 30 kg. Hasil penimbangan harus memenuhi batas yang telah ditentukan. Jika tidak memenuhi batas maka master box dibuka kembali untuk memeriksa jumlah folding box-nya. Jika ada sisa tablet dalam blister yang tidak penuh dan dimasukkan dalam folding box, maka sisa tablet ini dilaporkan dan kemudian dihancurkan. Sedangkan pada master box yang tidak penuh, pada sisi luar folding box ditulis (incomplete) jumlah isi sebenarnya. b. Line 2 untuk pengemasan alu-alu blister Di kawasan kelas 3 dilakukan pengemasan primer yang semuanya terbuat dari aluminium. Bagian atas blister yang datar disebut alupush dan bagian bawah (tempat tablet) disebut cold forming foil. Mesin yang digunakan pada line ini adalah Uhlmann UPS 300/955. Mesin ini mempunyai sensor mekanik yang dapat mendeteksi blister yang kosong. Mesin ini dapat digunakan untuk mengemas berbagai obat dengan mengganti spare parts yang sesuai. Obat-obat yang dikemas dengan menggunakan mesin ini adalah Telfast 60, Telfast 120, Telfast 180, Telfast plus, Amaryl 1, Amaryl 2, Amaryl 3, Amaryl 4, Triatec 10, Triatec 5, dan Triatec 2,5. c. Line 3 untuk pengemasan PVC-alu blister Di kawasan kelas 3 dilakukan pengemasan pimer menggunakan bahan dari aluminium, PVC, atau tripleks. Bagian atas blister yang datar disebut alupush dan bagian bawah (tempat tablet) disebut cold forming foil. Mesin yang digunakan pada line ini adalah Uhlmann B1240. Mesin ini mempunyai kamera yang dapat mendeteksi blister yang kosong. Mesin ini dapat digunakan untuk mengemas berbagai obat dengan mengganti spare parts yang sesuai. Obat-obat yang dikemas dengan menggunakan mesin ini adalah Telfast 60, Telfast 120, Telfast 180, Telfast plus, Amaryl 1, Amaryl 2, Amaryl 3, Amaryl 4, Triatec 10, Triatec 5, dan Triatec 2,5.

75 65 d. Line 4 untuk pengisian krim ke dalam tube serta pengisian suppositoria/ovula ke dalam rotoplast Di kawasan kelas 3 dilakukan pengemasan pimer untuk krim. Mesin Axomatic Optima 900 digunakan untuk mengisikan krim ke dalam tube, untuk melipat bagian ujung tube yang kosong dan untuk mencatat penandaan berupa nomor bets dan tanggal daluarsa pada lipatan tube. Mesin ini berada di bawah LAF. 4.3 Technical Services Department (TSD) (Prosedur Tetap TSD, 2009) Technical Services Department (TSD) dipimpin oleh seorang manajer. Beberapa hal yang menjadi tanggung jawab TSD adalah kualifikasi peralatan, fasilitas, dan sistem penunjang (utility); Air Handling Unit (AHU); Water Generation Plant (WGP); serta perawatan fasilitas, peralatan, dan sarana penunjang Kualifikasi Peralatan, Fasilitas dan Sistem Penunjang (Utility) Kualifikasi adalah pembuktian secara tertulis yang menunjukkan bahwa suatu alat, fasilitas, sistem penunjang, komputer, dan proses pengemasan secara otomatis bekerja sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan sehingga secara konsisten dapat menghasilkan produk dengan standar mutu yang ditetapkan. Kualifikasi hanya dilakukan sekali yaitu pada saat awal penggunaan alat, mesin, maupun sarana penunjang. Kualifikasi mencakup: a. Design Qualification (DQ) Dokumen Design Qualification berisi tinjauan tentang persyaratan spesifik yang diinginkan user menyangkut desain alat, spesifikasi, konstruksi, dan hasil yang akan dicapai alat bersangkutan. Dokumen ini disusun sebelum alat bersangkutan dibeli. DQ hanya dilakukan untuk Prospective Qualification yaitu untuk alat atau sistem baru dan harus disiapkan sebelum Installation Qualification (IQ), tidak dilakukan untuk mesin lama. Ada beberapa hal yang harus diuraikan dalam DQ, yaitu:

76 66 1) User Requirement Specification (URS) URS berisi deskripsi detail dari user mengenai hal-hal apa saja yang diperlukan dalam proyeknya. Selain itu URS mengandung informasi yang diperlukan oleh perancang guna memulai deskripsi teknis yang ditemukan pada spesifikasi fungsional dan digunakan sebagai dasar untuk Performance Qualification (PQ). 2) Functional Specification (FS) FS berisi uraian teknis yang diperlukan untuk mencapai URS. FS diperlukan untuk menyiapkan Operation Qualification (OQ). 3) Technical Specification (TS). TS menjelaskan persyaratan yang harus dipenuhi dalam rangka mewujudkan FS, sehingga TS adalah FS yang lebih detail. TS memberi landasan dan daftar item yang harus diverifikasi saat IQ. Jika diperlukan, audit pemasok dilakukan untuk melengkapi DQ. DQ dibuat oleh tim TSD, unit IQC, dan pengguna alat tersebut. Setelah DQ terdefinisikan, dilakukan pengesahan DQ kemudian diikuti dengan FAT (Factory Acceptance Test). Dokumen FAT diperoleh dari pembuat alat tersebut. FAT adalah dokumen released dari produsen untuk meyakinkan bahwa alat/mesin/utilitas berjalan sebagaimana mestinya. Pada saat proses released tersebut, pihak pembeli, dalam hal ini PT Aventis Pharma Indonesia, diundang untuk datang. Saat FAT dapat dilakukan perubahan/modifikasi sesuai keinginan perusahaan. b. Installation Qualification (IQ) Installation Qualification adalah pembuktian secara tertulis bahwa peralatan bersangkutan dibuat dan dipasang dengan benar, semua komponen, serta sistemnya ada dan sesuai DQ. IQ menguji atribut statis dari suatu alat atau sistem. Dokumen IQ meliputi identifiers; engineering specification; utility and installation testing; instrument calibration; preventive maintenance; change parts, tooling and software; service documents; special procedures; serta final engineering drawings. Pemasangan instalasi dilakukan bersama dengan wakil/teknisi pemasok. Pada saat pemasangan mesin biasanya disertai dengan

77 pelatihan secara langsung dari teknisi pemasok tentang pemasangan, pemeliharaan, dan perbaikan. 67 c. Operation Qualification (OQ) Operation Qualification adalah pembuktian secara tertulis bahwa peralatan bersangkutan dapat beroperasi sesuai kriteria/desain yang telah ditentukan, yang kebenaran kerjanya dapat dibandingkan dari kriteria penerimaannya. OQ menguji atribut dinamis dari suatu alat atau sistem. Mesin tersebut dikualifikasi dalam keadaan dijalankan/running untuk mengetahui apakah mesin beroperasi sesuai fungsinya. d. Performance Qualification (PQ) Performance Qualification adalah pembuktian secara tertulis bahwa peralatan atau suatu product contact utility dapat secara konsisten memberikan kinerja yang baik. Hal ini dimaksudkan agar alat dapat menghasilkan produk sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Protokol PQ meliputi critical parameters, acceptance parameters and acceptable ranges, serta test methods/procedures to complete the test of critical parameters Air Handling Unit (AHU) Air Handling Unit (AHU) merupakan peralatan yang digunakan untuk mengkondisikan udara di dalam suatu ruangan. AHU digunakan agar semua parameter kritis dari kualitas udara dapat dikontrol sesuai dengan kelas ruangannya menurut Global Engineering Guideline. Parameter kritis dari kualitas suatu udara adalah suhu, tekanan, kelembaban (RH, air change per hour, jumlah partikel, dan jumlah mikroba. Technical Services Department merupakan divisi yang bertugas memonitor sistem AHU. AHU hanya diterapkan di pabrik (Warehouse, Processing, dan Packaging) dan tidak di ruangan kantor. Sistem yang mengontrol AHU adalah Building Management System (BMS). BMS merupakan sistem yang menempatkan sensor pada tiap ruangan dan AHU itu sendiri. Dari sistem ini akan dikontrol baik kondisi udara yang terdapat pada AHU serta yang dihasilkan di

78 68 ruangan. Ada 14 tipe AHU yang berada di area gudang dan di area produksi baik pengolahan (kawasan kelas 3) maupun pengemasan (kawasan kelas 3 dan kelas 2). Jenis-jenis AHU beserta ruang yang disuplai dapat dilihat pada Tabel 3. Setiap 6 bulan sekali dilakukan kualifikasi terhadap sistem AHU. Setiap ruangan mempunyai return line dan supply line yang berbeda sehingga selalu tersedia udara bersih dalam ruangan. Pada ruangan Processing dan Primary Packaging juga dilengkapi dengan exhauster yang berfungsi untuk membuang udara keluar (tidak mengalami resirkulasi). AHU yang ada merupakan AHU yang bertingkat dimana AHU yang pertama mengambil udara segar dari luar yang disebut dengan AHU-FA (AHU-Fresh Air), kemudian udara tersebut akan dialirkan ke AHU. AHU bertingkat dimaksudkan untuk mengurangi beban kerja AHU dalam mendinginkan udara sehingga akan meningkatkan masa kerja dari AHU tersebut. Udara pada AHU mengalir dari intake module kemudian didinginkan oleh cooling coil di dalam coil module. Sistem pendinginan pada cooling coil ini berasal dari chilled water. Akan tetapi ada juga AHU yang sumber dinginnya berasal dari refrigerant, sering juga disebut dengan Direct Expantion AHU (DX AHU). Tujuan pendinginan ini adalah untuk menurunkan suhu dan menurunkan kelembaban dengan mengembunkan uap air yang ada di dalam udara. Sensor suhu (Pt 100) dipasang pada pipa suplai dan return chilled water, sehingga perubahan suhu pada chilled water dapat dipantau/ dimonitor setiap saat sesuai dengan kebutuhan. Udara dihisap melalui fan module, setelah didinginkan oleh cooling coil kemudian didorong oleh supply fan untuk masuk ke ruangan-ruangan yang disuplai. Sebelum keluar, udara disaring untuk mengurangi partikel dan bakteri yang ada menggunakan filter. Udara yang masuk ke AHU akan mengalami penyaringan berkali-kali. Ada 3 jenis filter dalam sistem AHU, yaitu pre filter (efisiensi 30%), medium filter (efisiensi 80-95%) dan HEPA filter (efisiensi 99,995%). Tidak semua AHU dilengkapi dengan HEPA filter. AHU yang memiliki HEPA filter, yaitu AHU-02, AHU-03, AHU-04, AHU-05A, AHU-05B, AHU-06, dan AHU-DX03. Differential pressure dipasang pada medium filter dan HEPA filter untuk mengetahui besarnya perbedaan tekanan di filter dan memudahkan untuk mengetahui kondisi keabsahan filter tersebut.

79 Water Generation Plant (WGP) Dalam kegiatan industri yang dijalankan PT Aventis Pharma, terdapat berbagai macam tingkat air yang digunakan. Dalam proses produksi, pencucian, serta kegiatan lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan uji laboratorium, PT Aventis Pharma menggunakan purified water. Untuk uji laboratorium (kimia dan mikrobiologi) digunakan ultra purified water, hasil pengolahan purified water diperoleh dari alat Milli Q-Plus. Sumber utama purified water adalah potable water (air PAM yang telah melewati sand filter dan mengalami klorinasi). Sumber purified water dapat juga dari air sumur (well water) jika air PAM (drinking water) tidak mengalir. Purified water di area produksi disuplai dari water generation plant, sedangkan untuk laboratorium QC disuplai dari alat Milli RX 75. Pemeriksaan purified water dilakukan setiap hari Senin, salah satunya adalah pemeriksaan terhadap filter. Dalam sistem Water Generation Plant, ada 3 bagian penting yang semuanya berlangsung dan dikontrol secara otomatis (computerized), yaitu: a. Osmotron berkapasitas 500 L/jam, yaitu sistem pengolahan air melalui reverse osmosis (RO) dan electro de ionization (EDI). b. Water tank, yaitu tempat penampungan purified water setelah melalui RO. c. Loopo, yaitu sistem sirkulasi dan distribusi purified water dari water tank ke pengguna (user point). Tahap-tahap pengolahan purified water dapat dilihat pada Lampiran 11 dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Air mengalir dari sumber air ke WGP system (letaknya disamping ruang office di pharma factory dengan pintu khusus). Sumber air ada 2 yaitu air PAM/drinking water (akan diubah menjadi potable water) dan well water. Well water dipakai jika air PAM tidak mengalir. 2. Air akan menuju multimedia filter yang berfungsi untuk menyaring partikelpartikel besar. Filter ini memiliki mekanisme pembersihan secara otomatis (diprogram setiap jam 11 malam melalui metode backwashing). 3. Kemudian air akan disaring lagi dalam backwash filter (proses pembersihan diri terjadi secara otomatis dan kontinyu, diatur supaya air masuk dan kotoran langsung dibuang ke drain).

80 70 4. Air masuk ke dalam water softener yang di dalamnya terdapat resin. Di sini kesadahan air (water hardness) dikurangi dengan mekanisme pengikatan ion, sehingga kandungan ion dalam air berkurang (konduktivitas air belum diukur). Pada proses ini diinjeksikan NaCl sebagai pengikat ion, ion positif akan diikat oleh Na+ dan sebaliknya oleh Cl-. Terdapat 2 tanki softener pada proses ini, di dalamnya terdapat resin (mediator pengikat ion) yang perlu diregenerasi secara berkala. Dua tanki softener bertujuan untuk meringankan beban kerja (1 tanki sudah dapat memberikan kontribusi 100%, dengan adanya 2 tanki beban kerja itu dibagi). Ketika tanki 1 diregenerasi maka katup pada tanki 1 tertutup dan proses softening dilakukan oleh tanki yang lain. Air selalu mengalir dari tanki 1 ke tanki 2 karenanya perbandingan regenerasi tanki 1 dan tanki 2 adalah 3:1. Regenerasi dilakukan dengan mencuci ion-ion yang ada pada resin (resin berumur kerja 5 tahun). Air yang telah melalui water softener kemudian dideteksi tingkat kesadahannya dengan residual hardness meter. Tingkat konduktivitas air sampai tahap ini adalah sekitar 1400 μs/cm. Konduktivitas air PAM berkisar antara 1600 μs/ cm. Air yang telah mengalami water softening disebut soft water. 5. Soft water akan mengalir ke filter 5 μm. Disini terjadi penginjeksian sodium bisulfit yang digunakan untuk mengikat kelebihan ion Cl maupun Cl bebas. 6. Soft water akan mengalami proses RO. Disini terjadi proses desalinasi untuk menghilangkan kandungan garam dari soft water. Hasil RO dari soft water disebut permeate, sedangkan sisanya (concentrate) akan dibuang. Pada osmotron terdapat water conversion factor (WCF) yang mengatur perbandingan soft water dan permeate menjadi 75%. Semua air buangan yang ditampung dalam drain diolah di WWTP. Permeate memiliki nilai konduktivitas sebesar 10 μs /cm. 7. Permeate akan mengalami electric de ionization (EDI) dalam septron. Pada proses EDI terjadi pertukaran ion dengan bantuan stimulasi listrik (dengan sengaja dialirkan listrik pada air, sehingga molekul akan pecah menjadi ionion yang reaktif, selanjutnya air terstimulasi ini digunakan untuk mencuci permeate). RO dan EDI bertujuan untuk menurunkan konduktivitas air.

81 71 Hasil pengolahan permeate dalam septron disebut diluted purified water yang memiliki nilai konduktivitas sebesar 0,09 μs/cm3 (limit yang dipersyaratkan 1,3 μs/cm3), selanjutnya air akan ditampung dalam water tank. 8. Water tank dilengkapi dengan valve dan switch level. Jika water tank sudah penuh akan mengaktifkan switch level untuk menutup valve, sehingga purified water tidak masuk lagi ke dalam water tank. Air akan tersirkulasi kembali dan bergabung dengan soft water untuk diolah kembali (WCF yang tadinya 75% menjadi 90%). Mode operation system-nya berubah dari operation menjadi circulation dimana volume dan kecepatan pompa diatur (computerized). Purified water harus selalu mengalir dan kecepatan alirannya dijaga untuk menghindari pertumbuhan bakteri. 9. Purified water kemudian didistribusikan ke user points dengan loopo distribution system. Pada sistem ini terdapat heat and cooling exchanger yang berguna untuk mengubah suhu air sehingga sesuai dengan parameter purified water. Suhu setelah keluar dari water tank adalah 30 C, setelah dilewatkan dalam exchanger dan terjadi penyeimbangan kalor (asas Black) suhu menjadi 25 C. Pendingin dalam exchanger berasal dari chilled water (5 C). 10. Setelah beberapa waktu akan muncul lapisan biofilm di permukaan dalam pipa, dibersihkan dengan loopo sanitation system. Air dari water tank dipanaskan sampai 85 C selama 90 menit dalam exchanger dengan menggunakan superheated water (120 C bertekanan 6 bar dan berwujud cair). Ketika sanitasi dilakukan water tank berisi 24%, valve tidak boleh dibuka, sehingga mode yang berjalan adalah sirkulasi seperti ketika water tank penuh, chilled water valve tertutup otomatis, sementara di user points tidak boleh ada karyawan untuk alasan HSE. Proses sanitasi di loopo system ini dilakukan 2 kali setahun. 11. Pembersihan yang dilakukan di osmotron dilakukan dengan menggunakan H2O2 (desinfektan) yang diinjeksikan selama 15 menit ke pipa sebelum tanki softener, setelah air dibiarkan dalam keadaan diam selama 3 jam (ada waktu kontak dengan permukaan pipa/wadah/ro membrane/edi) agar proses

82 72 desinfeksi efektif. Setelah proses pencucian otomatis, air sisa pembersihan dibuang. Pembersihan osmotron juga dilakukan 2 kali setahun (Juni dan Desember). 12. Tanki NaOH 5% hanya diinjeksikan jika sumber air yang dipakai adalah well water karena banyak mengandung logam berat dan bakteri. NaOH diinjeksikan ke pipa sebelum membran 5 μm secara otomatis dan terusmenerus selama well water dipakai. Dengan well water maka WCF yang dipakai pada proses RO adalah 50% Perawatan Fasilitas, Peralatan, dan Sarana Penunjang (Utility) Semua fasilitas, peralatan, dan utility yang digunakan dalam kegiatan produksi perlu dirawat menurut sistem yang memadai. Sistem maintenance di PT Aventis Pharma dikontrol secara terkomputerasi dengan Maintenance Management System (MMS). Aplikasi MMS dinilai perlu untuk dilakukan perubahan karena aplikasi MMS merupakan program aplikasi yang lama yang sudah tidak kompatibel dengan sistem windows yang baru. Selain itu, pemakaian aplikasi MMS juga tidak bisa diperbaharui lagi sehingga mesin mesin terbaru tidak dapat dicantumkan informasi dan jadwal perawatannya. Hal lain yang dirasa kurang dari aplikasi MMS ini adalah adanya kekurangan dari versi MMS yang memiliki interval software yang masih dalam week basis. Interval ini menyebabkan tidak presisinya keterulangan schedule setelah beberapa lama. Untuk melengkapi kekurangan MMS, maka dikembangkan suatu sistem baru yang dapat menghasilkan hasil kerja yang lebih baik. Sistem ini dinamakan e- MMS adalah web aplikasi yang digunakan untuk melakukan penjadwalan maintenance terhadap machine yang ada. Aplikasi ini sedang dikembangkan agar siap untuk digunakan di PT. Aventis Pharma. Untuk itu, perlu adanya suatu proses validasi yang meyakinkan bahwa aplikasi ini dapat digunakan dan menghasilkan kinerja sesuai yang diinginkan. Alasan dilakukan pemeliharaan terhadap alat-alat maupun utility adalah agar: a. Alat maupun utility yang digunakan tidak membahayakan keselamatan kerja dari karyawan.

83 73 b. Alat maupun utility yang digunakan tetap menghasilkan produk dengan kualitas terjamin. c. Masa/umur penggunaan alat dan utility berlangsung lama. Maintenance alat maupun utility di perusahaan ada 2 macam yaitu: 1. Preventive maintenance, bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan sehingga mengurangi jumlah kerusakan alat maupun utility. 2. Break down maintenance, bertujuan untuk memperbaiki peralatan maupun utility yang rusak. 4.4 Health, Safety, and Enviroment Department (HSE Dept.) Health, Safety, and Enviroment (HSE) (Prosedur Tetap HSE, 2011) Health, Safety, and Enviroment (HSE) merupakan aspek yang mendasari semua kegiatan di PT Aventis Pharma selain CPOB. HSE PT Aventis Pharma Indonesia berada di bawah Industrial Affairs Division yang bertanggung jawab menangani masalah kesehatan (health), keselamatan (safety), dan lingkungan (environment) di PT Aventis Pharma. Sebelumnya departemen ini bernama EHS (Environment, Health, and Safety), kemudian diubah menjadi HSE karena di suatu industri farmasi pengolahan, timbulnya gangguan kesehatan bagi personel yang terkait merupakan kemungkinan yang terbesar dibandingkan kedua aspek HSE lainnya. HSE dikepalai oleh seorang supervisor yang membawahi bagian yang menangani lingkungan hidup dan kesehatan dan bagian yang menangani keselamatan kerja. Tujuan HSE adalah: a. Untuk menjamin kesehatan dan keselamatan kerja, mencegah dan menanggulangi segala macam bahaya yang mengancam seluruh karyawan, kontraktor, dan tamu. b. Untuk meminimalkan pencemaran lingkungan selama proses produksi dari mulai penanganan bahan baku hingga setelah produk jadi dihasilkan. c. Mencegah kontaminasi selama proses produksi terhadap personel terkait. d. Meminimalkan kontaminasi produk sampingan terhadap lingkungan. e. Mencegah kontaminasi terhadap produk baik dari lingkungan maupun karyawan.

84 74 Dasar yang digunakan oleh PT Aventis Pharma dalam melaksanakan HSE adalah Global HSE Standar, HSE guidelines, HSE key requirement, dan peraturan negara mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja (Depnaker), serta Upaya Kesehatan Kerja yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan (Depkes). K3 kemudian lebih dikenal sebagai LHK3 (Lingkungan Hidup, Kesehatan, dan Keselamatan Kerja). Berdasarkan global HSE, hierarki dokumen HSE dari tingkatan tertinggi sampai tingkatan terendah berturut-turut adalah sebagai berikut: a. Kebijakan HSE (HSE Policy) b. Persyaratan Utama (Key requirements) c. Standard (Standard) d. Panduan (Guidelines) e. Prosedur Tetap (Standard Operating Procedures/SOP) Semua dokumen tersebut kecuali Prosedur Tetap (Protap) disusun oleh Aventis Global untuk dilaksanakan di seluruh Aventis site. Sementara itu, protap disusun di masing-masing Aventis site untuk dilaksanakan di site yang bersangkutan. Key requirements HSE merupakan elemen esensial minimum yang harus diterapkan di suatu site. Standar HSE menjelaskan hal-hal yang perlu dilakukan oleh site saat menerapkan Key requirements. Guidelines adalah dokumen yang umumnya berisi informasi teknis dalam bentuk protap. Sasaran kebijakan program HSE di PT Aventis Pharma berpedoman pada prinsip pengembangan yang berkesinambungan yaitu: a. Secara aktif berusaha mencegah dampak yang merugikan terhadap udara, air tanah, sumber daya alam, dan kesehatan manusia. b. Menghindarkan terjadinya cedera pada semua karyawan, kontraktor, dan masyarakat sekitar. c. Memberi perhatian pada aspek HSE dalam perancangan pabrik, perancangan dan pengembangan produk baru, serta mengelola resiko HSE dari semua produk. d. Mengatasi dampak lingkungan yang timbul. e. Mengukur kinerja dan menyampaikan hasilnya secara terbuka untuk membangkitkan keyakinan dan pengakuan pada semua pihak yang berkepentingan.

85 75 Untuk menjamin realisasi tujuan HSE dan memastikan program-program HSE terselenggara, diperlukan sistem pengelolaan HSE yang komprehensif. Sistem managemen HSE mencakup pengembangan kebijakan, pengorganisasian, perencanaan dan implementasi, pengukuran kinerja, evaluasi kinerja, dan pengauditan. Proses sistem manajemen tersebut berlangsung secara berulang dan berkesinambungan Health (Kesehatan Kerja) Kebijakan yang dimiliki oleh PT Aventis Pharma dalam bidang kesehatan, yang menjadi tanggung jawab HSE adalah dalam pelaksanaan Industrial Hygiene (IH) dan Occupational Health (OH). Untuk melaksanakan IH, harus dilakukan terlebih dahulu identifikasi bahaya dan faktor yang dapat membahayakan keamanan pekerja dan alat kerja di tempat itu. Faktor resiko yang perlu diwaspadai adalah prosedur kerja, material, serta proses dan alat kerja yang dipakai. Upaya untuk melindungi pekerja terhadap bahaya kontaminasi produk adalah dengan exposure monitoring terutama terhadap bahan OEB level 3 dan 4. Tujuan exposure monitoring adalah untuk meyakinkan bahwa lingkungan kerja aman dan tidak mengganggu kesehatan, sehingga hak karyawan terhadap kesehatannya ketika tidak lagi bekerja di perusahaan ini dapat dijamin, serta terjadinya penyakit akibat kerja dan kontaminasi pada lingkungan oleh produk dapat dihindari. Langkah-langkah dalam exposure monitoring: a. Sampling, alat yang digunakan adalah sampling plump yang alirannya (flow) disesuaikan dengan wujud zat aktif yaitu high flow (2 L/menit) untuk dust, dan low flow (0,75 L/menit) untuk favour gas. Collecting media yang spesifik untuk menampung partikel bahan aktif dan filter untuk menyaring udara yang masuk sehingga udara bersih bisa dikeluarkan kembali. b. Hasil sampling dikirim ke Global Hygiene Laboratory di Bridgewater, Amerika Serikat. Selanjutnya, dilakukan program penanggulangan bahaya. Program ini harus jelas mencantumkan judul, tujuan, jadwal kegiatan, biaya, penanggung jawab, dan ukuran keberhasilannya (cara evaluasi). Setelah itu, program yang telah disusun tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan aspek komunikasi

86 76 (sosialisasi kepada karyawan) dan persyaratan administratif (meninjau kembali apakah persyaratan sertifikasi peralatan, kualifikasi operator, zoning daerah resiko tinggi, dan sebagainya telah dilaksanakan sesuai dengan standar yang berlaku). Pada akhir pelaksanaan program, dilakukan evaluasi yang mencakup aspek teknis dan mutu, biaya, serta waktu pelaksanaan. Penilaian terhadap suksesnya pelatihan dilakukan dengan diadakannya inspeksi diri sewaktu-waktu terhadap aspek HSE. Peningkatan self awareness karyawan terhadap HSE adalah dengan usaha safety talk, briefing, dan training. Dalam pemantauan kesehatan kerja perlu diperhatikan nilai ambang batas pemaparan yang lebih dikenal dengan istilah OEB (Occupational Exposure Band) dan OEL (Occupational Exposure Limit). Penggolongan OEB diperoleh dari OEL yang disederhanakan. Aventis mengkategorikannya berdasarkan konsentrasi paparan aktif yang dipercaya aman untuk kesehatan karyawan. OEB adalah paparan yang dapat diterima 8 jam kerja per hari atau 40 jam kerja seminggu. Dengan mengetahui nilai OEB suatu senyawa, kesehatan dan keamanan kerja karyawan dapat ditingkatkan. Tingkatan OEB dapat dilihat pada Tabel 4. Kategori produk PT Aventis Pharma berdasarkan OEB dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai ambang batas pemaparan lain yang harus diperhatikan adalah kebisingan dan paparan gas. Batas pemaparan suara yang dapat menyebabkan kebisingan adalah 85 db. Contohnya mesin GUK di bagian Packaging memiliki pemaparan suara 90 db sehingga diperlukan usaha noise reduction dengan menggunakan earpug dan earmuf. Paparan gas beracun banyak terjadi di laboratorium dan usaha untuk mengatasinya adalah dengan pembuatan protap, pelatihan penggunaan lemari asam, dan pemisahan jenis limbah cair di laboratorium Safety (Keselamatan kerja) Tanggung jawab HSE dalam bidang keselamatan (safety) sangat besar dalam rangka menjamin keselamatan pekerja, tamu, dan kontraktor. Program yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan keselamatan kerja antara lain: a. Pelaksanaan inspeksi diri dan risk assesment di tempat kerja. b. Penerapan hasil risk assesment. c. Penggunaan tangga dan pintu darurat.

87 77 d. Pengadaan sistem izin kerja dan izin penggunaan peralatan untuk semua pekerjaan yang dilakukan di lingkungan perusahaan. e. Sosialisasi program-program HSE dan pelatihan bagi karyawan. Tanggung jawab HSE diantaranya adalah menyiapkan fire protection untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran, antisipasi banjir, emergency preparedness, dan training. Yang termasuk dalam fire protection adalah smoke detector, fire extinguisher, hydrant, sprinkler, dan foam cart (untuk kebakaran yang disebabkan karena bahan kimia). Fasilitas lain adalah emergency exit di setiap ruangan untuk memudahkan orang keluar saat terjadi bahaya yang secara otomatis akan mengaktifkan alarm. Untuk mengantisipasi keluarnya air yang sudah terkontaminasi bahan berbahaya dan beracun (B3) dari gudang ke luar daerah gudang dipasang water barrier (Blobel Water Retention BL/BED-PM) di Warehouse. Pemasangan dilakukan di warehouse karena di tempat inilah sebagian besar inventory pabrik disimpan, sehingga jika terjadi kontaminasi pada daerah warehouse air tidak akan terbawa keluar area gudang. Emergency preparedness adalah suatu drill evakuasi (terhadap kebakaran dilakukan 3 bulan sekali) yang dilakukan sebagai latihan evakuasi jika suatu waktu tertentu terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di pabrik, seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, teror, atau sabotase, dan sebagainya. Untuk meningkatkan partisipasi seluruh departemen dalam menjaga keselamatan kerja, maka HSE mengadakan program LTI (Lost Time Injury) atau IWLT (Injury Without Lost Time). LTI adalah suatu cedera yang menyebabkan hilangnya hari kerja. Sedangkan IWLT adalah keadaan dimana cedera yang ditimbulkan tidak menyebabkan kehilangan hari kerja, walaupun membutuhkan medical treatment seperti dijahit, pingsan, dan lain-lain. Setiap departemen memiliki papan untuk mencantumkan jumlah hari yang telah dilewati tanpa terjadinya LTI dan jumlah hari tanpa IWLT. Sehingga bila ada bagian yang jumlah LTI atau IWLT-nya di atas rata-rata dapat langsung diketahui, dievaluasi, dan diambil langkah-langkah pencegahan yang paling sesuai. Training dilakukan untuk memperkenalkan aturan-aturan di pabrik sehingga dalam bekerja dapat terjamin keamanan dan keselamatan kerja. Training ini dilakukan terhadap karyawan baru dan kontraktor yang akan bekerja di pabrik. Kontraktor juga perlu

88 78 diberi training (safety orientation) karena pada suatu waktu terjadi persentase kecelakaan kerja kontraktor lebih tinggi daripada karyawan (misal pada saat renovasi pabrik). Program HSE untuk karyawan baru adalah dengan memberikan booklet tentang HSE dan pelatihan yang diadakan di bawah departemen masingmasing. Dalam HSE dikenal adanya hierarchy of control (hierarki pengendalian), dimana upaya yang dilakukan dalam mengendalikan seluruh aspek yang berhubungan dengan HSE dilakukan menurut prioritas utama terlebih dahulu. Apabila prioritas utama tidak mungkin diterapkan, baru dipertimbangkan untuk mengambil langkah berikutnya. Misalnya untuk mengurangi paparan bahan aktif yang berlebihan dapat dicari solusi dengan menerapkan hierarki pengendalian sebagai berikut: a. Eliminasi Prosedur ini dilakukan dengan menghilangkan faktor yang menjadi sumber permasalahan, misalnya menghilangkan bahan atau alat yang berbahaya. b. Subtitusi Prosedur ini dilakukan dengan mengganti faktor yang menjadi sumber permasalahan dengan bahan lain yang lebih aman. c. Engineering control Cara ini dilakukan dengan mengatur variabel mesin/peralatan menjadi lebih aman untuk digunakan, misalnya mendesain dan memodifikasi alat, merancang sebuah bentuk alat, mesin, dan sarana penunjang apapun yang bersifat ergonomis (penyesuaian terhadap anatomi tubuh dan kebiasaan bersikap dalam bekerja) yang dapat memudahkan suatu pekerjaan untuk dilakukan sehingga karyawan merasa nyaman dalam bekerja dan tidak mudah merasa lelah. d. Administrative control Dilakukan dengan cara menerapkan SOP atau mengatur waktu paparan pekerja terhadap faktor yang membahayakan, misalnya dengan mengatur shift kerja karyawan. e. Penggunaan alat pelindung diri (APD) Langkah ini dilakukan sebagai upaya terakhir yang dilakukan untuk melindungi karyawan atau bisa juga diterapkan sebagai solusi sementara pada saat

89 79 engineering approach masih didesain, misalnya penggunakan, earpug, masker, dan sarung tangan. Dalam rangka pengukuran kinerja HSE, pencegahan pengulangan kejadian setiap kecelakaan dan nyaris celaka harus diselidiki dan dilaporkan. Finding kecelakaan dibedakan menjadi 3 yaitu: a. Critical (harus diselesaikan hari itu juga) b. Major (diberi waktu 2 hari dalam penyelesaiannya) c. Minor Keselamatan kerja dipengaruhi oleh 2 aspek yaitu perilaku yang tidak aman dan lingkungan kerja yang tidak aman. Finding dalam perilaku kerja harus diselesaikan saat itu juga, sedangkan untuk kondisi kerja diselesaikan dalam waktu 2 hari. Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki berupa benturan antara dua massa/energi sehingga timbul kerusakan, cedera, dan kerugian. Near miss adalah suatu kejadian dimana dua massa/energi hampir bersentuhan sehingga tidak sampai menimbulkan kerugian fisik. Arti penting dari kejadian near miss adalah kecelakaan dapat terjadi dengan situasi dan kondisi yang sama dengan kejadian ini. Oleh karena itu dengan melakukan investigasi terhadap near miss dapat berguna untuk mencegah terjadi kecelakaan di kemudian hari. Prioritas kecelakaan yang perlu diinvestigasi adalah: 1. Jatuh dari ketinggian 2. Penanganan dan penggunaan bahan kimia, termasuk jika terjadi tumpahan bahan kimia. Tumpahan bahan kimia dapat tergolong keadaan darurat jika tumpahan bervolume 200 L atau lebih 3. Berhubungan dengan mesin dan alat kerja 4. Menyebabkan cedera berat 5. Kecelakaan berulang 6. Pelanggaran peraturan. Tim investigasi terdiri dari kepala unit/departemen tempat kejadian, staf HSE, Human Resource Administration, wakil serikat kerja, dan Technical Production/IQC sebagai pengkaji laporan. Laporan hasil investigasi dibuat paling lambat 2x24 jam setelah kejadian dan ditujukan kepada Depnaker dan Global/Regional Aventis. Laporan tersebut berupa:

90 80 a. Immediate reporting untuk kecelakaan besar. b. Real time reporting untuk Lost Time Injuries dan Injury Without Lost Time. c. Monthly reporting untuk karyawan dan kontraktor. Tim investigasi melakukan investigasi dengan sistematika sebagai berikut: a. Melakukan evaluasi menyeluruh di tempat kejadian (situasi tempat kerja, mesin dan alat kerja yang dipakai, prosedur kerja, dan urutan kejadian). b. Mengambil gambar/foto sebelum tempat kejadian dibersihkan. c. Membuat sketsa dan ukuran situasi di tempat kejadian. d. Mencatat semua saksi dan melakukan wawancara untuk evaluasi. Program lain dari HSE adalah: a. Menciptakan sistem pengumpulan Material Safety Data Sheet (MSDS) yang efektif dan efisien terhadap semua bahan kimia yang dipergunakan di kawasan Aventis Pharma b. Menetapkan sistem yang menjamin bahwa MSDS yang tersedia adalah valid dan MSDS yang berlaku tersebut tersimpan baik dan mudah ditemukan saat diperlukan oleh yang membutuhkan. Material Safety Data Sheet adalah suatu bentuk info tertulis yang pada umumnya memuat data mengenai identifikasi produk kimia dan perusahaan pembuat, identifikasi bahaya, pertolongan pertama pada kecelakaan, langkah penanganan bila terbuang ke lingkungan secara tidak sengaja, penanganan dan penyimpanannya, serta pengendalian pemaparan dan perlindungan dari personel. Selain itu MSDS juga berisi data mengenai sifat-sifat fisika dan kimia bahan, stabilitas dan reaktivitas, toksikologi, dan informasi lainnya. Alur pengumpulan dan penyimpanan MSDS bahan produk Aventis Pharma dapat dilihat pada Lampiran Environment (Lingkungan Hidup) Dalam bidang lingkungan, tanggung jawab HSE department adalah dalam hal: a. Environmental Management System (EMS) Meliputi seluruh sistem pendokumentasian standar lingkungan yang berada di PT Aventis Pharma Indonesia. Laporan implementasi Rencana Kegiatan

91 81 Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan lingkungan (RPL) disusun oleh perusahaan untuk dilaporkan ke Badan Pemeriksa Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) tiap 3 bulan sekali. b. Environmental Risk Assessment (ERA) Environmental Risk Assessment (ERA) merupakan program yang mencakup analisis dampak lingkungan hidup bagi seluruh karyawan PT Aventis Pharma. Program ini mencakup segala kegiatan dan aspek-aspeknya, fasilitas, dan lingkungan yang dapat memberikan dampak bagi kesehatan dan keselamatan karyawan. c. Waste Management System Merupakan usaha dalam pengelolaan sampah, dengan melakukan waste minimizing maupun reduction dengan cara eliminasi/reduksi, daur ulang, dan disposal (insinerasi atau ditanam). Limbah yang dihasilkan ini harus dikelola agar tidak mencemari lingkungan di sekitarnya. Jenis limbah dari PT Aventis Pharma adalah limbah padat, limbah cair, limbah suara, dan limbah gas. Alur penanganan limbah dapat dilihat pada Lampiran 13. Limbah padat ada dua macam, yaitu: 1. Limbah padat B3 Pengelolaan limbah padat B3 (misalnya hasil pemeriksaan laboratorium, produk expired, produk rejected, bahan padat yang kontak langsung dengan bahan obat maupun obat jadi, dan debu obat dari dust collector), dilakukan oleh PPLI (Prasadha Pamunah Limbah Industri). Limbah tersebut disimpan di waste storage, kemudian dibawa ke PPLI setelah 90 hari. 2. Limbah padat non B3 (bahan berbahaya dan beracun) Limbah padat non B3, misalnya sampah dari kantor, pengelolaannya adalah dengan dijual atau dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir oleh petugas seminggu 2 kali. Limbah cair ada tiga macam, yaitu: 1. Limbah cair B3 Limbah cair B3 seperti limbah dari laboratorium berupa zat organik, anorganik, alkohol, asam, garam, juga dari TSD seperti NaOH untuk pembuatan purified water, air aki, dan sodium metabisulfit dikelola di PPLI. Limbah cair B3 disimpan dalam waste storage. Limbah cair B3 yang beratnya <50 kg/hari boleh

92 82 disimpan lebih dari 90 hari, tetapi jika beratnya >50 kg/hari tidak boleh disimpan lebih dari 90 hari. 2. Limbah cair non B3 Limbah cair non B3 seperti limbah cair domestik (air cucian, septic tank, kantin, dan kantor) dikelola melalui IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau waste water treatment plant (WWTP), karena menurut peraturan pemerintah limbah cair harus diolah dulu sebelum dibuang. 3. Limbah cair berupa oli Limbah cair berupa oli yang digunakan untuk perawatan kompresor dan genset disimpan dalam waste storage untuk kemudian dikirimkan ke pengolah limbah PT Nirmala Tipa. Pengolah limbah cair yang lain adalah PT Dongwoo, tapi PT Dongwoo juga mengirimkan limbah padat hasil olahannya ke PPLI sebagai satu-satunya pengolah limbah B3 maupun non B3 baik cair maupun padat. Menurut Keputusan Gubernur Kepala DKI Jakarta No. 582/1995 tentang Penetapan Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai/Baku Badan Air Serta Baku Mutu Limbah Cair di Wilayah DKI Jakarta dan Keputusan Gubernur DKI Jakarta N0.299/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai/Badan Air Serta Baku Mutu Limbah Cair di Wilayah DKI Jakarta, maka ditetapkan buangan limbah cair PT Aventis Pharma Indonesia dibuang ke kali Sunter dimana peruntukannya adalah untuk pertanian dan usaha perkantoran. Buangan limbah cair tersebut sebelum dibuang harus diperiksa dan parameternya harus memenuhi persyaratan yang dapat dilihat pada Tabel 6. IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau WWTP (Waste Water Treatment Plant) digunakan untuk mengolah air (limbah cair non B3) sebelum dibuang ke lingkungan. Air yang berasal dari pabrik ini harus diolah terlebih dahulu karena masih mengandung zat-zat yang berbahaya yang dapat mencemari lingkungan. Bagan WWTP dapat dilihat pada Lampiran 14. Pada intinya, prinsip dari WWTP adalah sebagai berikut: 1) Limbah dari office building 1 dan 2 akan masuk ke dalam septic tank, kemudian airnya dialirkan masuk ke Collecting pit (CP) 1. Limbah dari Multi Purpose Building (MPB), Quality control (QC), dan Workshop akan masuk septic tank, kemudian airnya dialirkan masuk CP 2. Limbah dari

93 83 factory masuk ke dalam septic tank kemudian airnya dialirkan ke CP 3. Air dari CP 1, CP 2, dan CP 3 akan masuk dengan menggunakan switch level, jika tinggi permukaan cairan di masing-masing CP sudah mencapai batas maka pompa akan secara otomatis mengalirkan cairan ke equalization tank (di atasnya terdapat perforated screen/penyaring kotoran seperti daun, plastik, dan lain-lain). 2) Di equalization tank, dimana air dengan berbagai konsentrasi dan kondisi dari ketiga collecting pit tersebut mengalami ekualisasi sehingga parameter variatif dapat disetarakan untuk meringankan beban aerasi. Kapasitas equalization tank adalah 50 m3 dan aliran yang terjadi per harinya adalah 100 m3, proses ini memakan waktu 8 jam, sementara total pengolahan air adalah 24 jam. 3) Selanjutnya, air masuk ke dalam aeration tank dengan menggunakan switch level dimana terjadi aerasi untuk memberikan udara (oksigen) yang cukup bagi bakteri pengurai (sebagai syarat aerasi) dan menghilangkan bau. Dalam proses aerasi ini digunakan proses biologik aerobik dengan menggunakan bakteri aerob (pembiakan bakteri sebesar 50 m3 yang dibiakkan dan dibiarkan selama kurang lebih 10 jam). 4) Selanjutnya aliran limbah menuju sedimentation tank. Bakteri yang mati, kotoran, tanah, partikel padat akan tersedimentasi (proses overflow tanpa pompa) menjadi sludge dan diendapkan dalam sedimentation tank yang berbentuk kerucut di dasar, sludge mengendap ke bawah sementara air bersih berada di atas. Dari sedimentation tank, air akan dialirkan ke clean water tank yang sebelumnya telah mengalami klorinasi dengan hipoklorit NaOCl 12% untuk membunuh sisa bakteri yang belum tersedimentasi (kecepatan tetesan diatur) kemudian dialirkan ke sungai. Sebelum air dibuang ke sungai, harus dilakukan pemeriksaan BOD, COD, ph, total nitrogen, TSS (Total Suspended Solid), KMnO4, antibiotika, dan kadar fenol terlebih dahulu setiap 24 jam sekali. Pemeriksaan dilakukan menggunakan instrumen dan reagen khusus sesuai protap. 5) Sludge (lumpur) yang telah diendapkan dalam sedimentation tank akan masuk ke sludge tank dengan menggunakan pompa. Kemudian sludge

94 84 dikeringkan dalam sludge drying bed. Sludge kering selanjutnya dibawa ke PPLI untuk proses lebih lanjut. 6) Khusus untuk limbah cair yang berasal dari sisa mencuci alat yang mengandung antibiotik dipisahkan, kemudian diproses terlebih dahulu dalam pre-treatment tank untuk merusak struktur molekul antibiotik sehingga tidak mengganggu proses aerasi karena antibiotik dapat membunuh bakteri yang ditumbuhkan dalam aeration tank. 4.5 Plant Logistic Department (Prosedur Tetap Plant Logistic, 2010) Plant Logistic Department ini terdiri dari 2 bagian, yaitu warehouse dan planning. Planning membawahi Inter-company Section, Export Section, dan External manufacturing Section. Plant Logistic Department di PT Aventis Pharma Indonesia ini dapat dipahami fungsinya sebagai departemen yang menjembatani komunikasi antara bagian produksi dan pemasaran. Plant Logistic Department bertugas untuk melakukan perencanaan pengadaan material yang akan dipakai pada proses produksi obat, penyusunan jadwal proses produksi di pabrik, dan mengendalikan persediaan bahan baku dan produk jadi yang ada di gudang. Tugas Plant Logistic adalah menerima forecast yang telah dibuat oleh bagian pemasaran untuk kemudian dianalisis dengan mempertimbangkan prioritas, Plant Cycle Time, dan Track Record dari pemasaran, kemudian bersama bagian produksi menyusun rencana produksi. Demikian pula dengan pengadaan barang di gudang dibuat dengan dasar perkiraan (forecast) terhadap penjualan obat jadi atau distribusi obat jadi ke supplier atau Pedagang Besar Farmasi (PBF). Rencana produksi disusun berdasarkan kebutuhan pasar akan barang-barang, stok barang di gudang, dan berdasarkan jadwal penggunaan mesin untuk produksi obat lain. Forecast dari pemasaran tidak diterima begitu saja oleh Plant Logistic, pemasaran harus memberikan presentasi dan argumen yang kuat berkaitan dengan forecast yang dibuatnya serta estimasi kemampuannya untuk memasarkan produk. Karena tidak selamanya forecast yang diberikan pemasaran disertai kemampuan untuk memasarkannya, perlu bagi Plant Logistic untuk menganalisis lebih lanjut. Jumlah permintaan berdasarkan forecasting sangat tergantung dari kegiatan pemasaran bulan itu misalnya sedang ada kegiatan sosial atau advertising dimana

95 85 dimungkinkan jumlah penjualan besar yang harus ditunjang oleh produksi. Tetapi harus tetap dijaga untuk mencegah terjadinya over stock. Sosialisasi forecast dijabarkan dalam Sales and Operation Planning (S&OP) yang terbagi menjadi 2 level yaitu: a. S&OP Level Satu, merupakan pertemuan dengan pemasaran yang mempertimbangkan pengaruh eksternal (pemasaran) 1) S&OP level 1A Data permintaan atau forecast serta rencana penjualan didasarkan pada informasi stok dari distributor (ex distributor) 2) 2) S&OP level 1B Forecast didasarkan pada stok yang ada di factory (ex factory). b. S&OP Level Dua, merupakan pertemuan yang mempertimbangkan masalah internal secara umum, yang berkaitan dengan industrial pada bulan tertentu. Pertemuan ini bersifat strategik, yang dilakukan untuk mengoptimalkan faktor-faktor yang ada di produksi. S&OP level II merupakan meeting yang dihadiri oleh seluruh kepala dan Manager yang termasuk dalam Industrial Affairs dan dipimpin oleh Plant Logistic Department. Hasil pertemuan ini dibawa ke pertemuan mingguan dalam weekly meeting, dihadiri oleh production department, technical service department, industrial quality and complience. Pertemuan ini dipimpin oleh Plant Logistic untuk membahas penjabaran yang bersifat operasional untuk menetapkan weekly schedule. Plant Logistic memimpin pertemuan ini dengan membawa semua data yang dimiliki (posisi persediaan di gudang maupun di distributor, yang statusnya harus released) untuk kemudian membicarakan final forecasting yang harus dipenuhi oleh bagian produksi. Di sini juga dibicarakan isu-isu yang berkaitan dengan produksi, misalnya akan adanya mesin/ alat baru atau renovasi yang dapat menyebabkan kegiatan produksi berhenti dan pabrik juga kosong, juga jika ada trial terhadap mesin atau kondisi baru di pabrik dan kapan pabrik bisa beroperasi lagi. Jika ada masalah yang tidak bisa ditemukan solusinya, masalah dapat dibawa ke rapat S&OP.

96 Export Section, Inter-company Section Export Section Seksi ini menangani produk-produk yang akan diekspor ke berapa negara seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Filipina. Tujuan ekspor adalah selalu interco Aventis di negara-negara yang dimaksud. Kinerja seksi ini dilihat dari Customer Service Level (CSL). Jika delivery date (yang telah disepakati antara PT Aventis Pharma Jakarta site dan interco tujuan) di salah satu negara tersebut tidak tepat/terlambat akan berakibat menurunnya nilai CSL (missed). Customer Level Service dari PT Aventis Pharma Indonesia diukur oleh Aventis Global berdasarkan delivery date within minus 7 dalam bulan yang sama (working days). Jika keterlambatan terus terjadi, dapat mengakibatkan site Jakarta tidak lagi dipercaya oleh interco di negara-negara tersebut yang kemudian dapat mengalihkan pesanannya ke site Aventis lain selain Indonesia Intercompany Section Seksi ini melakukan tugasnya dalam hal procurement receptionist, dan menangani produk-produk yang didatangkan dari Aventis site yang lain (intercompany atau sering disebut sebagai interco) mulai dari pemesanan sampai dengan barang datang. Produk-produk yang sering didatangkan dari interco adalah active materials. Interco yang dituju sebagai produsen active materials yang dimaksud, merupakan site rujukan yang telah ditetapkan oleh mother company dalam rangka menjamin konsistensi mutu dan kualitas produk yang dihasilkan. Untuk produk yang dibeli dari pihak luar (third party) ditangani oleh Purchasing Department. Intercompany PT Aventis Pharma Indonesia antara lain: a. Aventis Limited India b. Aventis Pharma Deutschland GmbH c. Aventis Pharma Inc. Kansas City, USA d. Aventis Pharma SA e. Aventis Pharma Sp A, Scoppito Italia f. Aventis Pharma, Doma France g. Fison Pharmaceutical h. HMR Interphar

97 87 i. Hoescht Procurement Int. Trading & Services (HPI, T&S) j. Nippon Aventis Service Warehouse (Gudang) Gudang adalah tempat penerimaan, penyimpanan, dan distribusi barang berupa bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan, obat jadi, dan bahan lain yang dibutuhkan untuk membantu kelancaran proses produksi maupun proses pengemasan, yang mempunyai nilai ekonomis, sehingga perlu ditangani secara khusus agar barang yang disimpan tersebut senantiasa sesuai secara kuantitatif antara stok secara fisik (aktual) dengan stok secara administratif (stok di SAP). Mutu suatu produk sangat dipengaruhi oleh cara penanganan bahan awal, mulai dari penerimaan, penyimpanan, dan distribusi ke bagian pengolahan maupun pengemasan. Alur keluar masuknya barang di Warehouse PT Aventis Pharma diatur sedemikian rupa sehingga berjalan satu arah. Barang masuk dan barang keluar melalui pintu yang berbeda dan begitu barang masuk akan langsung berada di area karantina. Setiap ada penerimaan barang dari supplier, selalu dilakukan pengecekan fisik barang dan dokumen yang menyertainya termasuk ada tidaknya label supplier pada master box. Demikian juga untuk distribusi barang, baik internal (Processing, Packaging, QC) maupun eksternal (distributor), harus diperiksa kelengkapan dokumennya (Material Request Note dan Sales Order). Denah warehouse PT Aventis Pharma dapat dilihat pada Lampiran 15. Gudang PT Aventis Pharma termasuk dalam area kelas 1 (setara dengan kelas E pada CPOB 2006) yang menurut suhunya dibagi menjadi tiga daerah yaitu: Ruangan cold storage Ruangan ini mempunyai suhu antara 2-8 C. Ruangan ini digunakan untuk penyimpanan bahan-bahan yang tidak tahan terhadap suhu tinggi seperti vaksin (produk Aventis Pasteur). Jika pegawai masuk ke ruangan ini harus dilengkapi dengan pakaian khusus yang melindungi karyawan dari suhu ini. Ruangan ini dikunci dengan pengawasan khusus. Pada ruangan ini terdapat alat kontrol

98 khusus, dimana jika suhu di bawah 2 C atau di atas 8 C maka alarm akan berbunyi secara otomatis Ruangan cool storage Ruangan ini merupakan ruangan dengan suhu terkendali yaitu antara C. Ruangan dengan suhu ini terdapat dua area yaitu: a. Starting material cool storage untuk menyimpan raw material (bahan baku dan bahan pengemas primer) dan semi finished goods. b. Finished material cool storage untuk menyimpan produk jadi Ruangan dengan suhu kamar (ambient temperature) Ruangan ini mempunyai suhu sesuai dengan kondisi ruangan tanpa adanya pengendalian suhu. Ruangan yang temasuk pada kategori ruangan dengan suhu kamar adalah: a. Ruang penerimaan barang, dimana ruangan ini berfungsi untuk penerimaan barang dari distributor maupun supplier yang lain. b. Ruang pengeluaran barang, dimana ruangan ini berfungsi khusus untuk pengeluaran barang. c. Ruang khusus rejected material untuk menyimpan barang yang direject. Ruangan ini dibatasi dari ruangan lain dengan teralis besi dengan warna merah. Ruangan ini dikunci dengan pemegang kunci hanyalah orang-orang tertentu yang bertanggung jawab terhadap barang yang ada di dalamnya. d. Rak returned goods untuk menyimpan produk-produk kembalian yang dikarantina. e. Rak untuk pengemas sekunder, rak ini digunakan untuk menyimpan bahanbahan pengemas sekunder. Area ini dibagi menjadi area karantina dengan batas garis berwarna kuning dan area released dengan batas garis berwarna hijau. f. Lemari terkunci untuk menyimpan packing insert. Packing insert ini dimasukkan dalam lemari terkunci agar tidak tertukar satu dengan yang lain. g. Ruang transit 1 untuk mengirim bahan baku dari gudang ke bagian pengolahan (kawasan kelas 3).

99 89 h. Ruang transit 2 untuk mengirim produk ruahan dan pengemas primer dari gudang ke bagian pengemasan yang ada pada kawasan kelas 3. i. Ruang transit 3 untuk mengirim pengemas sekunder (folding box dan master box), packing insert, dan produk repacking dari gudang ke bagian pengemas di kawasan kelas 2. j. Ruang transit 4 untuk mengirim finished goods dari bagian pengemasan di kawasan kelas 2 ke bagian gudang untuk disimpan. Selain ruangan-ruangan tersebut masih ada ruang untuk pengambilan contoh atau disebut ruang sampling. Ruangan ini merupakan ruangan dengan kategori kelas 3, dimana suhu, tekanan, dan kelembabannya diatur sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan untuk ruang kelas 3 dan dilengkapi dengan LAF. Ruang sampling digunakan oleh bagian QC untuk mengambil contoh bahan baku dan bahan pengemas primer. Sedangkan untuk bahan baku yang disimpan di gudang ruang cold storage, pengambilan contoh dilakukan di ruangan cold storage. Sedangkan untuk pengambilan contoh pengemas sekunder dilakukan pada ruang dengan suhu kamar. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di gudang, antara lain: a. Penerimaan barang 1) Penerimaan barang dari pemasok Pada saat penerimaan barang dari pemasok, dilakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen, antara lain surat pengantar pemasok, invoice, CoA. Bahan yang tidak terdapat dalam Purchase Order (PO) dari PT Aventis Pharma hanya dapat diterima jika ada persetujuan dari Plant Logistic dan selanjutnya dibuatkan Goods Receipt Slip (GRS) ke dalam SAP setelah dibuatkan PO oleh purchasing. Bahan yang datang dicocokkan dengan PO, apakah sesuai dengan jumlah dan waktu pemesanan. Bahan yang datang diperiksa keutuhan kemasan dan kebenaran label yang melekat pada wadahnya, antara lain nama bahan, nomor batch atau lot dari pabrik atau supplier, nama pembuat/pemasok, jumlah bahan, nomor PO, tanggal kadaluwarsa. Untuk memeriksa kuantitasnya, dilakukan pemeriksaan berat atau jumlah dengan menimbang atau menghitung. Apabila terdapat dokumen yang tidak

100 90 lengkap, kemasan rusak, berat/jumlah tidak sesuai, harus memberitahukan ke Plant Logistic, IQC, dan purchasing, serta diinformasikan dalam GRS yang dibuat. Untuk bahan baku, produk ruahan, produk jadi impor, dan produk toll manufacturing diperiksa setiap wadahnya. Untuk bahan pengemas diperiksa sejumlah n+1, dengan n adalah jumlah wadah yang diterima. Dalam penerimaan bahan aktif, bulk, semi finished goods, dan finished goods harus dilakukan pemeriksaan silang oleh foreman. Untuk produk yang disimpan dalam gudang dingin dimasukkan ke gudang dingin dan diperiksa di sana. Surat pengantar dari pemasok ditandatangani dan diberi stempel perusahaan. Barang pengantar yang sudah diperiksa diberi label karantina dengan ketentuan: a) Untuk raw material, semi finished goods import dan packaging material siapkan label sesuai dengan jumlah wadah yang diterima. b) Untuk finished goods dan repacked semi finished goods, setiap pallet ditutup dengan penutup atau jaring kemudian diberi satu label per pallet. Tempatkan bahan pada area karantina atau rak karantina dengan memperhatikan persyaratan penyimpanan. Untuk barang yang belum diberi label karantina tetapi harus masuk ruang karantina karena alasan tertentu, misalnya: karena barang datang pada malam hari maka dapat dimasukkan atau disimpan di area karantina dan diberi label karantina sementara. Kemudian alamat bahan dicatat pada buku penerimaan atau karantina. 2) Penerimaan bahan dan produk jadi dari processing dan packaging Pemeriksaan dokumen yang menyertai penyerahan produk yaitu GRS. Produk jadi yang diserahkan harus ditutup dengan jaring untuk menghindari terjatuh atau bercampur/tertukar dengan produk jadi yang lain. Dilakukan pemeriksaan penandaan label pada wadah yang mencakup nama produk, nomor bets, berat bersih/jumlah satuan kemasan, label SAMPLE TAKEN dari QC, petunjuk penyimpanan khusus. Produk yang diterima diperiksa dengan menghitung atau menimbang satu persatu kemudian disimpan di rak penyimpanan.

101 91 3) Penerimaan obat kembalian Obat kembalian adalah obat jadi yang kembali setelah diserahterimakan dari PT Aventis Pharma ke pihak ke tiga (distributor, ekspedisi) dan dikembalikan lagi ke gudang PT Aventis Pharma dengan alasan: a) Masalah keabsahan atau salah kirim b) Penarikan produk dan/atau pack size dari pasaran c) Kerusakan obat dan pengemasnya (setelah keluar dari gudang PT Aventis Pharma) selama pengiriman atau penyimpanan d) Kelainan dari segi kualitas obat (kualitas obat/kualitas bahan pengemas) PT. Aventis Pharma menerima obat kembalian yang berasal dari gudang yang sudah diawasi oleh PT Aventis Pharma, gudang distributor yang sudah diawasi oleh PT Aventis Pharma, dan gudang distributor yang tidak diawasi oleh PT Aventis Pharma termasuk lembaga rumah sakit, apotek, dan lain-lain. Adapun prosedur dalam penanganan obat kembalian adalah: a) Surat pengantar dari distributor ditandatangani sebagai bukti bahwa barang telah diterima di gudang. b) Data dimasukkan dalam SAP kemudian dilakukan posting goods issue untuk mencatat obat kembalian yang diterima ke dalam SAP, selanjutnya penyerahan surat jalan berupa GRS sebagai bukti penerimaan obat kembalian kepada QC setelah ditambahkan semua informasi yang diperlukan QC. c) Tempelkan label QUARANTINE pada produk yang bersangkutan dan disimpan pada area karantina, terpisah dari produk lain (dalam keranjang yang terkunci) sesuai dengan kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan. b. Penyimpanan bahan dan produk jadi Sistem penyimpanan menggunakan zoning system, dimana material disimpan dengan memperhatikan: 1) Sebelum penyimpanan material, periksa petunjuk mengenai cara penyimpanan dengan melihat status, jenis material, dan suhu penyimpanan.

102 92 2) Tempatkan material pada rak penyimpanan sesuai jumlah yang diperlukan dan dilakukan pencatatan alamat rak bahan, nama produk, jumlah, nomor batch pada buku alamat (address card). 3) Pisahkan pallet berisi bahan yang sedang ditahan (blocked) dan ditempatkan pada area karantina sambil menunggu penanganan lanjut sesuai disposisi dari IQC Departemen atau Purchasing Department. 4) Tempatkan bahan yang ditolak (rejected) pada material rejected area. 5) Tempatkan debu produksi (garbage) pada waste area. 6) Penyimpanan produk Toll-in diberi tanda pada rak. c. Pengeluaran barang 1) Pengeluaran bahan baku Warehouse pharmacist/ foreman mencari dan menentukan bahan/bets yang akan dikeluarkan dengan prebatch determination pada sistem SAP. Untuk bahan baku yang akan diproses dan bahan pengemas, harus ada label RELEASED yang disahkan dengan adanya nomor CoA dan diparaf oleh QC Unit. Bahan yang lebih dulu waktu kadaluarsanya (First Expired First Out/FEFO) merupakan pilihan pertama yang lebih dulu dikeluarkan dan barang yang lebih dulu diterima (First In First Out/FIFO) merupakan pilihan kedua. Bilamana kedua hal di atas sama maka bahan dalam jumlah terkecil harus dikeluarkan lebih dahulu. Petugas mengambil bahan yang disimpan dengan mencari alamat di address card. Bahan-bahan dipisahkan sesuai dengan material list yang diterima dari bagian produksi (satu pallet diperuntukkan satu PO). Dari hasil catatan lakukan posting transfer dari warehouse oleh warehouse pharmacist atau wakilnya ke Production Supply Area (PSA). Penyerahan bahan hanya dapat dilakukan atas permintaan Supervisor atau foreman dengan menyertakan transfer slip yang telah ditandatangani oleh pelaksana dan mendapat paraf Supervisor dan foreman.

103 93 2) Pengeluaran produk ruahan dan bahan pengemas atas permintaan packaging/processing Warehouse pharmacist/ foreman mencari dan menentukan bahan/bets yang akan dikeluarkan dengan prebatch determination pada SAP. Untuk bahan baku yang akan diproses dan bahan pengemas, harus ada label RELEASED yang disahkan dengan adanya nomor CoA dan diparaf oleh QC Unit. Bahan yang lebih dahulu waktu kadaluarsanya (FEFO) merupakan pilihan pertama yang lebih dulu dikeluarkan dan barang yang lebih dulu diterima (FIFO) merupakan pilihan kedua. Jika mana kedua hal di atas sama maka bahan dalam jumlah terkecil harus dikeluarkan lebih dahulu. Petugas mengambil bahan yang disimpan dengan mencari alamat di address card. Bahan-bahan dipisahkan sesuai dengan material list yang diterima dari bagian produksi (satu pallet diperuntukkan satu process order). Penyerahan bahan hanya dapat dilakukan atas permintaan Supervisor atau foreman dengan menyertakan transfer slip yang telah ditandatangani oleh pelaksana dan mendapat paraf Supervisor dan foreman. Produk ruahan ex-import hanya boleh dikirim ke bagian Packaging setelah diluluskan IQC departemen dan ditempelkan label RELEASED. Produk ruahan ex-lokal boleh langsung dikirim tanpa menunggu label RELEASED kecuali ada produk yang berlabel QUARANTINE. 3) Pengeluaran produk jadi Pengeluaran produk jadi dapat terjadi untuk dijual, diserahkan ke bagian yang bertanggung jawab dalam distribusi, untuk diambil contohnya, dikembalikan ke bagian produksi untuk suatu proses tertentu, dan untuk dimusnahkan. Hanya yang berlabel released yang boleh dikeluarkan untuk dijual, diserahkan ke bagian yang bertanggung jawab dalam distribusi. Warehouse pharmacist atau wakilnya memerintahkan pengambilan produk jadi dengan mencatat Picking List yang dilengkapi alamat tempat penyimpanan produk. Bahan yang lebih dahulu waktu kadaluarsanya (FEFO) merupakan pilihan pertama yang lebih dahulu dikeluarkan dan barang yang lebih dahulu diterima (FIFO) merupakan

104 94 pilihan kedua. Bilamana kedua hal di atas sama maka bahan dalam jumlah terkecil harus dikeluarkan lebih dahulu. Surat jalan dibuat dan diparaf oleh Warehouse pharmacist/ wakilnya untuk menyerahkan produk jadi yang bersangkutan ke distributor. Di sini dilakukan pemeriksaan jumlah dan nomor betsnya. Pengiriman produk jadi ke distributor/ ekspor selama perjalanan harus memperhatikan kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan. Untuk produk yang harus disimpan pada suhu 2-8 C dikemas pada box dari styrofoam dan ditempatkan pada ice packed atau menggunakan sarana transportasi yang memiliki fasilitas pendingin sehingga persyaratan suhu terpenuhi. 4) Pengeluaran bahan di luar keperluan produksi dan penjualan Pengeluaran bahan untuk keperluan di luar produksi dan penjualan harus dibuat material request form yang disahkan oleh Supervisor atau kepala departemen dari departemen yang bersangkutan termasuk pengeluaran bahan Operating Supplies (OS) yang digunakan untuk keperluan produksi atau produk jadi untuk contoh pertinggal. d. Penanganan bahan yang tersimpan lama Bahan yang tersimpan lama di gudang dengan permintaan dari IQC untuk diretesting akan dipindahkan ke area karantina. Label karantina disiapkan sesuai informasi yang tertera pada label released. Barang ini setelah diuji oleh QC dan memenuhi syarat maka akan menjadi bahan released kembali dan jika tidak memenuhi syarat maka akan menjadi bahan rejected. e. Penanganan bahan yang tidak digunakan lagi Plant Logistic Department menerbitkan scrap form yang menyebutkan nama material, nomor material, dan jumlah material yang tidak digunakan lagi. Scrap form harus ditandatangani oleh Head of Industrial Affairs. Untuk bahan rusak selama penyimpanan di gudang, Plant Logistic Department akan membuat scrap form berdasarkan laporan dari gudang.

105 95 f. Penanganan bahan yang kadaluarsa Setiap satu bulan sekali IQC Department akan memberikan daftar produk yang kadaluarsa maupun produk-produk yang hampir kadaluarsa dan didistribusikan ke gudang. Setelah menerima daftar tersebut, bagian gudang akan mengganti label bahan tersebut dengan label QUARANTINE. Selanjutnya dari QC akan melakukan test ulang terhadap produk-produk tersebut apakah masih bisa dipakai lagi atau tidak. Apabila bagian QC menyatakan produk-produk tersebut masih memenuhi syarat maka akan kembali digunakan dengan diberi label RELEASED lagi. Akan tetapi jika hasil retest menyatakan sudah tidak memenuhi syarat maka produk-produk tersebut akan diberi label REJECTED. g. Penanganan bahan yang ditolak (rejected) Bahan yang di-rejected dari IQC Department, pada setiap kemasan diberi label REJECTED dan dipindahkan ke area rejected. Apabila bahan rejected merupakan tanggung jawab: 1) Perusahaan, maka bahan tersebut dikeluarkan dari stok dengan membuat scrap form. 2) Supplier/ vendor, maka dilakukan proses return to vendor. 3) Packaging material yang di-rejected harus dihancurkan oleh PT Aventis Pharma. h. Penanganan bahan yang tumpah Penanganan bahan yang tumpah secara umum adalah dengan mengumpulkannya dengan vacuum cleaner yang dilengkapi dengan HEPA filter (untuk bahan padat kering) dan menggunakan lap kering atau chemical absorbent (untuk bahan cair). Isi vacuum cleaner dimasukkan ke dalam wadah yang diberi label yang mencakup nama isi (generik), jumlah, dan tandai dengan untuk dikirim ke PPLI. Penanganan untuk bahan berbahaya seperti Claforan dan Taxotere ditangani sesuai dengan sifat masing-masing material.

106 96 i. Penanganan limbah Limbah pabrik diberi identitas dan status (untuk dimusnahkan) dan disimpan di tempat penyimpanan limbah. Limbah dan rejected material hanya boleh disimpan di waste/rejected area maksimal 90 hari dan selanjutnya harus sudah dimusnahkan atau dikirim ke PPLI. j. Inventory Stock Taking Stock Taking merupakan pengecekan jumlah dan jenis seluruh barang yang ada digudang. Tujuannya adalah untuk mengetahui adanya penyimpangan/perbedaan stock secara fisik dan administratif dan melakukan koreksi atas perbedaan stock tersebut, sehingga stock yang ada mencerminkan keadaan sebenarnya, serta untuk mencegah secara dini penyimpangan akibat salah guna dan dalam proses kerja. Kegiatan ini dilakukan minimal 1 tahun sekali. Jika terdapat perbedaan antara aktual dan SAP dilakukan adjustment yang dibuat oleh accounting Department dan didistribusikan ke Plant Logistic Department, warehouse unit. k. Pemeriksaan stock barang secara acak Pemeriksaan alamat bahan dan perhitungan stok barang secara acak minimal 5 item berbeda setiap hari untuk setiap Packaging material, raw material, dan finished good. l. Pelaksanakan program Health, Safety, and Environment (HSE) Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika bekerja di Warehouse, yaitu safety dan dilakukannya pemantauan lingkungan. Safety harus diperhatikan karena pekerjaan di warehouse selalu berhubungan dengan alat berat, untuk itu saat bekerja di warehouse harus memakai helm dan sepatu khusus. Selain itu, untuk proteksi dari suhu dingin, maka personel yang masuk ke cold storage harus memakai pakaian khusus. Untuk safety di warehouse sendiri, maka warehouse harus dilengkapi dengan hydrant, fire extinguisher, sprinkler (untuk mengatasi kemungkinan kebakaran), water barrier, dan emergency exit. Pemantauan lingkungan yang dilakukan adalah pemantauan suhu, kelembaban, dan tekanan.

107 Purchasing Department Selain bagian-bagian di atas, terdapat pula Purchasing Department yang terkait erat dengan divisi Industrial Affairs. Purcashing department dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggung jawab kepada Plant Director dan membawahi dua orang officers. Purchasing department bertanggung jawab terhadap pembelian (barang dan layanan) dan memastikan bahwa proses pembelian sesuai dengan prinsip-prinsip kebijakan perusahaan, peraturan setempat, dan standar etika. Barang-barang yang dibeli oleh purcashing meliputi: a. Stock Items Industrial Affairs (COGS) Stock item disebut juga inventory items atau COGS (cost of goods sold). Yang termasuk kategori barang-barang ini adalah bahan-bahan yang akan digunakan dalam produksi obat di Aventis Jakarta, berupa bahan baku obat dan bahan pengemas. Disebut stock items IA (Industrial Affairs) karena bahan-bahan ini hanya dipergunakan di bagian Industrial Affairs (factory). Dalam pembelian bahan tersebut, Purcashing Department juga bertanggung jawab dalam izin maupun surat impor yang diperlukan. Untuk barang-barang stock items ini proses pengadaannya melalui vendor evaluation dan audit yang dilakukan bersama dengan Quality Assurance. Pembelian barang-barang ini harus mengikuti daftar pemasok resmi yang dikeluarkan oleh Quality Assurance. b. Non Stock Items IA (non COGS) Yang termasuk dalam kategori ini adalah barang atau jasa yang diperlukan dalam Industrial Affairs namun bukan merupakan stock items. Contohnya adalah technical and spare parts, project/ machinery, factory and laboratory supplies. c. Non Stock Items Commercial Operations Barang dan jasa dalam kategori ini adalah barang yang diperlukan oleh bukan hanya Industrial Affairs Division tetapi juga oleh semua divisi dalam PT Aventis Pharma. Yang termasuk dalam kategori ini adalah barang dan jasa seperti travel dan hotel, stationery, office equipment, motor, dan mobil.

108 BAB 5 PEMBAHASAN PT Aventis Pharma yang telah beroperasi di Jakarta dan memproduksi produk-produk farmasi sejak Agustus PT Aventis Pharma berkewajiban memenuhi ketentuan Cara Pembutan Obat yang Baik (CPOB) yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Pedoman CPOB dan ditindaklanjuti dengan ditetapkannya SK Dirjen POM No /A/SK/XII/1989 tentang penerapan CPOB pada industri farmasi. Hal ini bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa produk obat yang dihasilkan selalu memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. PT Aventis Pharma Indonesia merupakan bagian dari Sanofi Global. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kualitas produk obat yang selalu konsisten PT Aventis Pharma selalu berpedoman kepada Global Quality Standard yaitu standar mutu yang ditetapkan oleh induk perusahaannya secara global dan dikombinasikan dengan standar mutu negara masing-masing. Jika di Indonesia, maka standar mutu yang digunakan adalah Farmakope Indonesia dan ketentuan CPOB. Namun karena beberapa produk yang diproduksi di PT Aventis Pharma ditujukan untuk pasar ekspor, maka terdapat beberapa standar lain seperti standar yang mengacu pada Euro Pharmacopea dan GMP TGA dan PT Aventis Pharma akan menyesuaikan dengan persyaratan yang dimiliki oleh negara tujuan ekspor. Dalam menentukan suatu pabrik memenuhi persyaratan CPOB atau tidak dapat dilihat melalui lima aspek utama yang menjadi pilar CPOB, yaitu: a. Spesifikasi Semua peralatan, bangunan, ruangan, bahan baku, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan proses pembuatan obat sampai terbentuk sediaan obat jadi yang siap dipasarkan harus memenuhi kriteria dan persyaratan yang telah ditetapkan. b. Prosedur Tetap (Standard Operating Procedure) Setiap pekerjaan yang dilakukan, yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan proses pembuatan obat, harus dilakukan mengikuti suatu standar tertentu untuk menjamin suatu keseragaman kerja. 98

109 99 c. Validasi Semua peralatan maupun prosedur tetap yang dipakai harus dapat dibuktikan kebenaran atau kesesuaiannya dengan persyaratan yang telah ditetapkan. d. Monitoring Sebelum melakukan proses produksi, harus selalu dilakukan pengecekan secara rutin terhadap semua aspek produksi untuk menjamin proses produksi terlaksana sesuai dengan persyaratan yang ditentukan. e. Dokumentasi Semua kegiatan yang dilakukan dalam penerapan CPOB tersebut, harus selalu dicatat atau didokumentasikan sebagai bukti bahwa hal tersebut memang benar telah dilakukan. PT Aventis Pharma telah memenuhi kelima pilar CPOB tersebut dalam setiap tahapan yang berhubungan dengan proses pembuatan obat. Untuk meyakinkan hal ini maka dapat dilihat secara garis besar melalui aspek hardware, software dan humanware yang tervalidasi dan terkualifikasi. Hardware terdiri dari equipment (peralatan), facility (bangunan), dan utility (air, listrik, AHU system). Setiap peralatan, bangunan, ruangan, bahan baku, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan proses pembuatan obat telah ditetapkan terlebih dahulu spesifikasi dan persyaratan yang diinginkan sebelum pengadaannya. Indikator dan sensor-sensor yang menjadi parameter pada peralatan, bangunan, dan ruangan telah dikalibrasi secara berkala. Peralatan, bangunan, dan ruangan dipastikan memenuhi persyaratan melalui proses kualifikasi dan validasi, sedangkan bahan baku dipastikan memenuhi persyaratan melalui pengujian di Quality Control. Hardware ini tidak bisa berjalan apabila tidak ada software sehingga diperlukan adanya software seperti prosedur tetap, manual instruction, dan lainlain. Selain itu, terdapat humanware yaitu personel atau manusia yang juga harus dikendalikan agar dapat menjamin kualitas produk tetap dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, industri farmasi harus menyediakan personel yang memenuhi kualifikasi tertentu serta terlatih melalui program pelatihan berkesinambungan dan seluruh prosedur tetap yang berlaku harus dilatihkan terlebih dahulu kepada

110 100 karyawan. Proses pelatihan, kualifikasi, validasi, spesifikasi dan lainnya yang berkaitan dengan mutu obat didokumentasikan dengan baik dan benar pada departemen Quality Assurance sehingga apabila diperlukan adanya proses investigasi dan penelusuran bukti dokumen dapat mudah dilakukan. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik Sebagaimana telah ditetapkan dengan keputussan Kepala BPOM Nomor HK Tahun 2006 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala BPOM Nomor HK Tahun 2010 sudah tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pembuatan obat dan bahan obat. Oleh karena itu ditetapkan Peraturan Kepala BPOM Nomor HK Tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yng Baik Tahun Perbedaan CPOB 2006 dan CPOB 2012, yaitu : a. Dari Segi Jumlah Bab Dan Aneks Jumlah bab CPOB sama-sama 12 bab, tetapi jumlah aneks pada CPOB 2006 adalah 7 aneks, sedangkan CPOB 2012 adalah 14 aneks, ada tambahan 7 aneks pada CPOB 2012, yaitu : 1. Aneks 8. Cara pembuatan bahan aktif obat yang baik 2. Aneks 9. Pembuatan Radiofarmaka, 3. Aneks 10. Penggunaan radiasi pengion dalam pembuat obat, 4. Aneks 11. Sampel pembanding dan sampel pertinggal, 5. Aneks 12. Cara penyimpanan dan pengiriman obat yang baik, 6. Aneks 13. Pelulusan parametris, 7. Aneks 14. Manajemen risiko mutu. b. Dari Segi Isi dalam Tiap Bab Isi dalam tiap bab ada yang berubah ada juga yang tidak ada perubahan. - Bab-bab yang tidak ada perubahan isi, yaitu : 1. Bab 2. Personalia 2. Bab 8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok 3. Bab 9. Produk Kembalian 4. Bab 10. Dokumentasi

111 Bab 11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak - Bab-bab yang ada perubahan isi, yaitu : 1. Bab 1. Manajemen Mutu 2. Bab 3. Bangunan dan Fasilitas 3. Bab 4. Peralatan 4. Bab 5. Sanitasi dan Higiene 5. Bab 6. Produksi 6. Bab 7. Pengawasan Mutu 7. Bab 12. Kualifikasi dan Validasi c. Dari Segi Perluasan atau Penambahan Sub Bab 1. Bab 1. Manajemen Mutu terdapat penambahan sub bab yaitu 1.6. Manajemen Risiko Mutu (penjelasannya terdapat pada aneks 14. Manajemen Resiko Mutu). 2. Bab 3. Bangunan dan Fasilitas terdapat penambahan sub bab yaitu 3.22, Klasifikasi Kebersihan Ruangan Pembuatan Obat. 3. Bab 5. Sanitasi dan Higiene dalam bagian prinsip pada bab ini terdapat tambahan ruang lingkup bahan pembersih dan disinfeksi. 4. Bab 7. Pengawasan Mutu terdapat penambahan sub bab Stabilitas On Going. d. Dari Segi Pendalaman Penjelasan Sub Bab 1. Bab 4. Peralatan terdapat penambahan penjelasan pada sub bab perawatan ( ). 2. Bab 6. Produksi terdapat penjelasan tambahan mengenai bahan awal, dan pengawasan pengemasan, produk kembalian. Selain itu, terdapat penjelasan tambahan pada penyimpanan dan pengiriman (penjelasan pada aneks 12. Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat yang Baik). 3. Bab 5. Sanitasi dan Higiene terdapat penambahan penjelasan pada sub bab validasi prosedur pembersihan dan sanitasi.

112 Bab 7. Pengawasan Mutu terdapat penambahan penjelasan sampel pertinggal (penjelasan pada aneks 11. Sampel Pembanding dan Sampel Pertinggal). 5. Bab 12. Kualifikasi dan Validasi terdapat penambahan penjelasan pada sub bab Validasi Metode Analisis. PT Aventis Pharma telah mendapatkan Sertifikat CPOB untuk seluruh produk atau bentuk sediaan yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh aspek CPOB yang tertuang di dalam Pedoman CPOB telah dipenuhi oleh PT Aventis Pharma Indonesia. Aspek CPOB ini telah dilakukan secara menyeluruh terhadap setiap tahapan dari proses pembuatan obat mulai dari pemilihan pemasok bahan awal sampai penilaian terhadap distributor yang akan menyalurkan produk PT Aventis Pharma hingga ke tangan konsumen.berikut ini adalah hasil pengamatan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker (13 Maret 8 Mei 2013) mengenai penerapan 12 aspek CPOB 2012 di PT Aventis Pharma. 5.1 Manajemen Mutu Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya dan memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) serta tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk mencapai tujuan ini melalui suatu kebijakan, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, dan pihak ketiga (pemasok) Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. Unsur dasar manajemen mutu adalah suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya. Tindakan yang sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi sehingga produk yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Dalam manajemen mutu terdapat manajemen resiko mutu yaitu suatu proses sistematis untuk melakukan penilaian,

113 103 pengendalian dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk, dimana harus memastikan bahwa evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan pengetahuan secara ilmiah, pengalaman dengan proses dan pada akhirnya terkait pada perlindungan pasien, dan juga tingkat usaha, formalitas dan dokumentasi dari proses manajemen risiko mutu sepadan dengan tingkat risiko. Berdasarkan pengamatan selama PKPA, PT Aventis Pharma telah menerapkan aspek manajeman mutu yang meliputi pengawasan dan pemastian mutu dengan konsep dasar CPOB. Dalam struktur organisasi PT Aventis Pharma, terdapat IQC Departement yang bertanggung jawab terhadap pengendalian mutu menyeluruh dalam arti pengendalian mutu terhadap produk yang dihasilkan sejak bahan awal, produk setengah jadi (termasuk In Process Control/IPC), sampai dengan produk jadi yang siap digunakan, termasuk didalamnya penilaian terhadap pemasok dan distributor. Penerapan sistem manajemen resiko mutu pada PT. Aventis Pharma belum sepenuhnya diterapkan. 5.2 Personalia Industri farmasi hendaklah memiliki personel yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai sehingga tiap personel tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindari resiko terhadap mutu obat. Industri farmasi juga harus memiliki struktur organisasi dengan pembagian tugas spesifik dan kewenangan dari masing-masing personel sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam penerapan CPOB. Berdasarkan CPOB, personalia dalam industri farmasi harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya, juga memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara profesional. Selain itu mereka harus mempunyai sikap dan kesadaran tinggi untuk mewujudkan CPOB. Dalam melaksanakan sistem manajemen mutu, PT. Aventis Pharma didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai. SDM dikelompokkan dalam bidang-bidang tertentu dan memiliki tugas serta tanggung jawab masing-masing. Dari struktur organisasi dapat dilihat bahwa Production Departement dan IQC Departement masing-masing dipimpin oleh apoteker yang berbeda dan tidak

114 104 saling bertanggung jawab satu dengan yang lain dan memiliki wewenang serta tanggung jawab yang penuh dalam melaksanakan tugasnya masing-masing. Seluruh personalia yang langsung ikut serta dalam kegiatan pembuatan obat dan yang karena tugasnya mengharuskan mereka masuk ke daerah pembuatan obat hendaklah dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya maupun mengenai prinsip CPOB. Pelatihan tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan dengan frekuensi yang memadai untuk menjamin agar personalia terbiasa dengan persyaratan CPOB yang berkaitan dengan tugasnya. Catatan pelatihan personalia mengenai CPOB harus disimpan dan efektivitas program pelatihan harus dinilai secara berkala. Dan setelah mengadakan pelatihan, prestasi personalia perlu dinilai untuk menentukan apakah mereka memiliki kualifikasi yang memadai untuk melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya. Pelatihan personel yang dilakukan oleh PT Aventis Pharma secara garis besar terdiri dari dua jenis, yaitu: a. Pelatihan umum CPOB Pelatihan ini mencakup teori dan praktek CPOB secara umum, pengenalan mikroorganisme, HSE, personnel hygiene, safety awareness dan prosedur. b. Pelatihan khusus CPOB Pelatihan ini diberikan sesuai dengan tugas spesifik yang diberikan pada personalia tersebut untuk dilaksanakan dalam area spesifik seperti area bersih, dan area steril, dll. QA Unit bertanggungjawab untuk memastikan bahwa program pelatihan yang disiapkan sesuai dengan persyaratan dari pemerintah ataupun Global Quality Standard dan juga memonitor pelaksanaan dari pelatihan tersebut selalu memenuhi persyaratan. Frekuensi pelatihan tergantung pada setiap departemen. Departemen harus yakin bahwa setiap karyawan mengerti mengenai ketentuan-ketentuan CPOB. Apabila terdapat perubahan prosedur tetap atau adanya prosedur tetap baru, maka pelatihan tambahan harus diatur oleh departemen yang bersangkutan. Para partisipan yang terlibat dalam prosedur, dilatih oleh supervisor divisi yang bersangkutan.

115 Bangunan dan Fasilitas PT Aventis Pharma telah ditunjang oleh gedung, sarana dan fasilitas yang memadai. Bangunan di PT Aventis Pharma didesain berdasarkan Sanofi Global Quality Standard dan Sanofi Global Engineering yang terdiri dari pabrik, kantor, gudang, dan laboratorium. Bangunan ini telah memiliki desain, ukuran dan letak yang memudahkan pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaannya. Desain dan tata letak ruang produksi dibangun dengan mengelompokkan kegiatan produksi sesuai jenis produk, sehingga dapat menghindari terjadinya kesalahan dan pencemaran silang yang mempengaruhi mutu obat, keselamatan dan kesehatan kerja. Selain itu, kegiatan produksi dapat berlangsung tanpa harus berhubungan dengan daerah di luar kegiatannya sehingga seluruh karyawan dan arus kerja dapat berjalan lancar, komunikasi dan pengawasan dapat berjalan secara efektif. Hal ini telah sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan dalam CPOB. Gedung produksi dan gudang dibuat terpisah tetapi terdapat beberapa akses keluar masuk yang ketat dari gudang ke ruang produksi dan sebaliknya. Area penyimpanan barang di gudang dikelompokkan berdasarkan status material yang bersangkutan (quarantine, released, atau rejected), suhu penyimpanan, dan tipe material (bahan baku, produk jadi, bahan pengemas). Ruangan gudang terdiri dari area penerimaan, pengeluaran, karantina, penyimpanan material (packaging material, raw material, semifinished product, dan finished product) dan ruang administrasi. Persyaratan ruang produksi meliputi kebersihan ruangan (terhadap partikel dan cemaran mikroba), suhu, kelembaban, intensitas cahaya, dan perbedaan tekanan udara. Pada ruang produksi PT Aventis Pharma, permukaan lantai, dinding, langit-langit dan pintu dibuat kedap air, tidak terdapat sambungan untuk mengurangi pelepasan atau pengumpulan partikel dan mencegah pertumbuhan mikroba. Lantai tersebut dilapisi dengan cat epoksi agar mudah dibersihkan dan untuk mencegah terjadinya perembesan air tanah. Lantai harus dijaga agar tidak tergores dan rusak karena dapat mengurangi fungsinya dan dapat menjadi tempat akumulasi debu serta kotoran. Untuk menghindari kerusakan pada lantai maka seluruh personalia yang berada di ruang tersebut harus menggunakan sepatu khusus yang beralaskan karet. Bentuk-bentuk sudut pada dinding, langit-langit

116 106 maupun lantai dihilangkan dan menggantinya menjadi bentuk lengkungan untuk mencegah akumulasi debu dan kotoran serta memudahkan pembersihan. Area di PT Aventis Pharma terbagi menjadi tiga kelas, yaitu ruang kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Ruang kelas 3 di PT Aventis Pharma lebih bersih dibanding ruang kelas 2, demikian pula ruang kelas 2 lebih bersih dibanding ruang kelas 1. Ruang kelas 3 setara dengan kelas kebersihan E yang digunakan sebagai ruang produksi (processing) dan pengemasan primer (primary packaging). Sementara itu, ruang kelas 2 yang setara dengan kelas kebersihan F merupakan ruang pengemasan sekunder (secondary packaging), dan ruang kelas 1 diperuntukkan untuk gudang. Pada ruang-ruang tertentu, terdapat airlock yang berfungsi untuk mencegah kontaminasi silang antar ruangan, seperti di ruang granulasi, tabletting, penyalutan, serta ruang antara gudang dan processing. Untuk proses pengolahan obat yang berbahaya, disediakan peralatan dan perlakuan khusus tersendiri. Contohnya adalah pada proses cetak tablet Rovamycine digunakan turret karena Rovamycine termasuk dalam kategori OEB (Occupational Exposure Band) 4. Selain itu, saat pengolahan Rovamycine, operator juga harus mengenakan pakaian khusus yang dapat melindungi dari pengaruh buruk Rovamycine yang sesuai dengan persyaratan HSE. Antara gudang dan area produksi terdapat ruang transit untuk memindahkan barang atau suplai bahan. Hal ini bertujuan untuk menghindari penyebaran debu dari gudang ke area produksi. Selain itu, terdapat gowning area untuk meminimalkan terjadinya pengotoran oleh partikel debu yang terbawa oleh karyawan. Di area produksi terdapat empat ruang transit, yaitu: 1. Ruang transit 1 untuk mengirim bahan baku dari gudang ke bagian processing yang ada di area kelas Ruang transit 2 untuk mengirim produk ruahan dan primary packaging material dari gudang ke bagian pengemasan primer yang ada di area kelas Ruang transit 3 untuk mengirim secondary packaging material dari gudang ke bagian pengemasan sekunder di area kelas Ruang transit 4 untuk mengirim finished product dari bagian packaging di area kelas 2 ke bagian gudang untuk disimpan.

117 107 Seluruh bangunan PT Aventis Pharma terawat dengan baik, senantiasa dalam keadaan rapi dan bersih serta dilengkapi dengan peralatan dan utilitas untuk menunjang pelaksanaan kegiatan dengan memprioritaskan pada terciptanya sanitasi, higiene, keamanan dan keselamatan kerja serta kelestarian lingkungan sekitar. Selain itu, setiap bangunan PT Aventis Pharma dilengkapi dengan pintu emergency untuk keadaan darurat. Pintu ini selalu ditutup rapat untuk mencegah pencemaran. Pintu emergency pada PT Aventis Pharma tidak dikunci dan tidak boleh ada barang-barang yang menghalangi pintu, sehingga pada keadaan darurat pintu ini dapat langsung dibuka. Untuk menjamin keamanan, maka pada setiap pintu emergency diberi segel berupa stiker, sehingga jika pintu pernah dibuka, segel akan rusak dan terdapat alarm yang terhubung dengan security. 5.4 Peralatan Semua peralatan di PT Aventis Pharma memiliki dokumen kualifikasi, prosedur tetap untuk operasional, pembersihan dan pemeliharaan, serta log book untuk kalibrasi dan pemakaian alat. Peralatan-peralatan tersebut ditempatkan dengan benar sehingga memudahkan pembersihan, perawatan dan perbaikan. Peralatan dipilih dan diletakkan sesuai dengan fungsinya. Peralatan juga dibersihkan secara teratur, sesuai prosedur pembersihan alat yang dirinci dalam prosedur tetap, untuk mencegah kontaminasi yang dapat merubah identitas, kualitas atau kemurnian suatu produk. Untuk proses pembersihan alat-alat produksi, dilakukan sendiri oleh operator alat tersebut. Pada pembersihan ruangan, PT Aventis Pharma melakukan kerja sama dengan perusahaan out source cleaning service. Validasi pembersihan dilakukan pada setiap peralatan yang critical untuk menyediakan verifikasi bahwa prosedur pembersihan tersebut reprodusibel. Tiap peralatan utama diberi nomor identifikasi. Nomor tersebut dipakai pada semua instruksi kerja dan pada catatan pengolahan dan pengemasan bets yang menunjukkan bahwa alat tersebut digunakan pada proses tertentu. Seluruh peralatan utama dan kritis yang digunakan harus dikualifikasi terlebih dahulu meliputi kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, dan kualifikasi kinerja. Cara kualifikasi di PT. Aventis Pharma telah diuraikan dalam prosedur tetap kualifikasi

118 108 peralatan. Setiap peralatan yang digunakan selalu dilengkapi catatan yang menerangkan pemeliharaan, penggunaan, kalibrasi, dan perbaikan dalam satu kesatuan pencatatan. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji, dan mencatat selalu diperiksa ketelitiannya secara teratur dan dikalibrasi berdasarkan jadwal dan prosedur tetap kalibrasi. Setiap peralatan yang akan digunakan untuk pengujian harus dipastikan bahwa jadwal kalibrasi peralatan tersebut masih berlaku, sehingga hasil yang diperoleh dari pengujian menggunakan peralatan tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan menunjukkan hasil yang sebenarnya. Untuk peralatan yang digunakan untuk proses produksi obat, sebelum digunakan harus dipastikan terlebih dahulu bahwa alat tersebut telah dibersihkan sebelumnya dan telah diberi label BERSIH. Hal ini bertujuan untuk menghindari kontaminasi produk oleh produk yang dibuat sebelumnya 5.5 Sanitasi dan Higiene Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam CPOB, PT Aventis Pharma menerapkan tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi, meliputi personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi dan setiap hal yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Mutu produk harus dijaga agar terbebas dari kontaminasi akibat pengaruh lingkungan maupun karyawan. Oleh karena itu, penerapan sanitasi dan higiene karyawan mutlak diperlukan dalam proses pembuatan obat. PT Aventis Pharma sangat memprioritaskan kesehatan dan keselamatan kerja karyawan dan lingkungannya agar terhindar dari paparan produk yang berbahaya. Untuk itu, PT Aventis Pharma melaksanakan seluruh kegiatannya menggunakan standar yang ditetapkan oleh HSE dengan berpedoman kepada Global HSE Standard, yaitu suatu standar yang bertujuan untuk meminimalkan bahaya paparan produk terhadap karyawan dan lingkungan. Tindakan nyata yang telah dilaksanakan oleh HSE adalah pelatihan yang menyangkut kesehatan, keselamatan kerja, dan lingkungan. Program sanitasi dan higiene personalia yang diterapkan antara lain program pemeriksaan kesehatan, dan penerapan kebersihan perorangan seperti cuci tangan sebelum memasuki ruang produksi, penggunaan pakaian bersih, serta kebiasaan higienis seperti

119 109 dilarang makan dan minum di ruang produksi. Di bidang kesehatan, setiap tahun dilaksanakan pemeriksaan kesehatan pada seluruh personalia untuk mengetahui hubungan antara jenis kegiatan yang dilakukan dengan perkembangan kesehatannya. Selain itu, PT Aventis Pharma juga menyediakan dokter umum pada setiap hari kerja, sehingga karyawan PT Aventis Pharma yang mengalami gangguan kesehatan dapat memeriksakan kesehatan dirinya sehari-hari. Evaluasi hasil pelaksanaan program HSE berdasarkan pada laporan terjadinya kecelakaan kerja. Sejak tanggal 1 September 2003 sampai 24 Mei 2012, processing telah bekerja selama 2513 hari, tanpa hilang hari kerja dan 2513 hari tanpa cedera, sedangkan unit packaging sejak tanggal 24 Agustus 2004 sampai 24 Mei 2012, telah bekerja selama 2783 hari, tanpa hilang hari kerja dan 4732 hari tanpa cedera. Di dalam ruang loker pria/wanita (berlokasi di lantai pertama), semua personel melepaskan pakaian dan sepatu yang dipakainya sejak dari rumah dan menyimpannya di dalam loker pakaian dan loker sepatu individual. Pada ruang loker melalui ruang pencucian, dimana mereka diharuskan untuk mencuci tangan mereka. Bagi pengunjung yang tidak memiliki baju dan sepatu individual, maka disediakan baju disposable dan shoe cover yang dibuang setiap kali dipakai. Untuk menjamin keamanan karyawan dan untuk menjamin perlindungan terhadap produk dari pencemaran, maka karyawan menggunakan pakaian pelindung badan yang bersih, dan juga alat pelindung diri seperti masker, sarung tangan dan kacamata. Masker, sarung tangan, dan kaca mata yang digunakan memiliki spesifikasi yang berbeda-beda untuk setiap produk. Spesifikasi perlengkapan pelindung diri untuk setiap produk yang sedang diproduksi pada suatu rungan tertentu tercantum pada bendera produksi yang ditempel di depan ruang produksi produk tersebut. Personel yang bekerja pada bagian processing menggunakan pakaian seragam (biru muda) sedangkan personel yang bekerja di ruang packaging menggenakan seragam kerja (biru tua). Perlengkapan ini dikenakan di gowning room sebelum karyawan memasuki daerah produksi atau laboratorium. Pada gowning room di daerah produksi terdapat wastafel untuk mencuci tangan. Kegiatan makan dan minum tidak boleh dilakukan di daerah produksi dan laboratorium. Bagi karyawan yang ingin makan dan minum dapat melakukan

120 110 kegiatan makan dan minum di kantin. Personel yang hendak meninggalkan area pekerjaannya, seperti makan siang, mereka harus mengganti pakaiannya dengan pakaian yang mereka pakai dari rumah dengan mengikuti prosedur kebalikan dari prosedur di atas. Ruangan-ruangan dan lemari untuk menyimpan pakaian bekerja yang bersih termasuk sepatu diatur sesuai dengan prosedur tetap yang ada. Pakaian kerja kotor dan lap pembersih kotor (yang dapat dipakai ulang) disimpan dalam wadah tertutup hingga saat pencucian, dan bila perlu, didisinfeksi atau disterilisasi. Di PT Aventis Pharma, bangunan dilengkapi dengan toilet, tempat cuci tangan dalam jumlah yang cukup dan letaknya terjangkau dari tempat kerja karyawan. Bagi karyawan yang hendak ke toilet, maka karyawan tersebut tidak boleh mengenakan pakaian dan sepatu pabrik. Semua peralatan yang digunakan, dibersihkan menurut prosedur yang telah ditetapkan serta dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih. Sebelum dipakai, kebersihannya harus selalu diperiksa ulang. Catatan mengenai pelaksanaan pembersihan dan sanitasi disimpan dengan baik. Selain itu, prosedur sanitasi dan higiene dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa hasil penerapan prosedur yang bersangkutan cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan. Selain itu, pakaian kerja kotor dan lap pembersih kotor (yang dapat dipakai ulang) disimpan dalam wadah tertutup hingga saat pencucian. 5.6 Produksi Proses produksi dilakukan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB agar dapat menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Mutu obat yang dihasilkan tidak hanya ditentukan pada hasil akhir analisa obat tetapi juga ditentukan sejak kedatangan material hingga proses produksi selesai, sehingga ada prosedur baku untuk tiap langkah proses beserta persyaratan yang harus diikuti seperti yang tercantum dalam prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk, sehingga mutu obat yang diproduksi dapat terjamin dan sesuai spesifikasi yang telah ditentukan. Pembelian bahan awal

121 111 hanya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan, dan bila memungkinkan, langsung dari produsen. Selama rekonsiliasi ditemukan perbedaan yang signifikan atau tidak normal antara jumlah produk ruahan dan bahan pengemas cetak dibandingkan terhadap jumlah unit yang diproduksi, maka sebelum diluluskan dilakukan investigasi dan pertanggungjawaban. Industri farmasi menyiapkan harus memiliki prosedur untuk penahanan, penyelidikan dan pengujian produk kembalian serta pengambilan keputusan apakah produk kembalian dapat diproses ulang atau harus dimusnahkan setelah dilakukan evaluasi secara kritis. Di PT Aventis Pharma, pembelian bahan awal hanya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan. Semua bahan awal yang digunakan dalam kegiatan produksi telah dinyatakan lulus oleh QC Unit. Pemindahan barang dari gudang ke area kelas 2 dan kelas 3 melewati ruang transit material menggunakan sistem airlock untuk menghindari pencemaran ke area produksi. Sebelum proses pengolahan, dilakukan check list terhadap suhu, kelembaban dan tekanan udara dan semua hasil pemeriksaan tersebut dicatat. Semua peralatan yang digunakan dalam proses produksi harus diperiksa sebelum digunakan. Selain itu juga dilakukan line clearance untuk mencegah mix up dari produk sebelumnya. Selama proses produksi maupun pengemasan selalu dilakukan In Process Control (IPC) sebagai suatu bentuk pengawasan mutu produk. IPC dilaksanakan melalui kerjasama antara Production Department dengan QC Unit. Parameter yang diperiksa selama proses IPC pada setiap produk memiliki rentang hasil dan jenis pemeriksaan yang berbeda. Rentang hasil dan jenis pemeriksaan produk, tercantum dalam prosedur pengolahan induk yang bersangkutan. Selama proses IPC, dilakukan evaluasi parameter-parameter kritis, diantaranya adalah keseragaman bobot, kekerasan, keregasan, waktu hancur, dan lain-lain. Sampling dilakukan oleh Production Department, sedangkan pemeriksaannya dilakukan bersama-sama oleh bagian produksi dan QC. Production Department hanya melakukan pemeriksaan keseragaman bobot, keregasan, kekerasan, dan waktu hancur, sedangkan pemeriksaan kadar zat aktif tablet dan uji disolusi dilakukan

122 112 oleh QC. Pemeriksaan oleh Production Department dilakukan di ruang IPC yang terletak di dalam pabrik dan dilakukan oleh opertaor yang sedang memproduksi produk tersebut. Setelah dilakukan pemeriksaaan IPC, maka opertaor akan menuliskan hasil pemeriksaannya pada prosedur pengolahan induk dan menempelkan print out mesin sebagai bukti bahwa operator telah melakukan pemeriksaan. Sedangkan pemeriksaan yang dilakukan oleh QC dilakukan pada laboratorium QC yang terletak di luar pabrik. Apabila pada suatu proses ditemukan adanya kelainan atau kegagalan maka harus diselidiki, diatasi, dan didokumentasikan. Proses pengemasan dilakukan di dua kelas, yaitu pengemasan primer dilakukan di area kelas 3, sedangkan pengemasan sekunder dilakukan di area kelas 2. Proses pengemasan dilaksanakan dengan pengawasan yang ketat untuk menjamin identitas, keutuhan, kelengkapan, dan kualitas produk yang telah dikemas. Sebelum pengemasan dimulai, dipastikan bahwa peralatan dan ruangan atau jalur pengemasan dalam keadaan bersih dan bebas dari produk lain yang tidak diperlukan dalam pengemasan. Penandaan pada label, dus ataupun komponen lain dengan nomor bets, tanggal kadaluarsa, dan informasi lain diawasi secara ketat pada setiap tahap pengemasan. Bentuk pengawasan mutu dalam pengemasan ini adalah pemeriksaan kebocoran blister yang dilakukan pada awal, tengah, dan akhir proses pengemasan. Pemeriksaan kebocoran pengemas ini dilakukan dengan menggunakan alat vakum, dengan cara merendam produk yang telah dikemas dalam methylene blue dalam sebuah bejana yang menyerupai desikator. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan bahwa produk obat tersebut tetap memenuhi spesifikasi yang ditentukan mulai dari pengemasan hingga dikonsumsi oleh konsumen. Sisa produk atau produk yang rusak selama pengemasan, dihitung, dicatat kemudian dihancurkan. Begitu pula dengan kemasan sekunder atau packing insert yang tersisa selama proses pengamasan. Selanjutnya, produk jadi dikirim ke gudang untuk dikarantina. Keputusan bahwa produk bersangkutan dapat dipasarkan atau tidak (released atau rejected) tergantung hasil pemeriksaan dari QC Unit.

123 Pengawasan Mutu Pengawasan mutu di PT Aventis Pharma secara menyeluruh dilakukan oleh IQC Department. Pengawasan mutu ini dilakukan terhadap bahan awal, produk setengah jadi sampai dengan produk jadi yang siap digunakan, termasuk di dalamnya penilaian terhadap pemasok dan distributor. IQC Department membawahi dua unit kerja, yaitu Quality Assurance Unit (QA Unit) dan Quality Control Unit (QC Unit). QA Unit bertanggung jawab penuh terhadap mutu obat yang dihasilkan mulai dari bahan awal, proses produksi, environment monitoring, dokumentasi, validasi, stabilitas, kualifikasi dan kalibrasi, penanganan penyimpangan dan hasil uji diluar spesifikasi, inspeksi diri dan audit internal, pengendalian terhadap perubahan, pelatihan personalia, audit pemasok, penanganan distribusi obat jadi, penangan keluhan dan penangan sample tertahan. Di lain hal, QC Unit bertanggung jawab penuh pada pemeriksaan spesifikasi bahan awal, produk antara dan produk jadi. QC Unit di PT Aventis Pharma telah memiliki sarana laboratorium pemeriksaan yang sangat baik. Laboratorium dilengkapi dengan peralatan yang lengkap. Ada tiga laboratorium di departemen ini, yaitu laboratorium kimia, laboratorium instrumen, dan laboratorium mikrobiologi. Dalam melakukan tugasnya, seluruh personel diwajibkan untuk memakai pakaian pelindung dan alat pengaman seperti masker, kacamata, dan sarung tangan yang disesuaikan dengan keperluannya. Di laboratorium kimia, pereaksi yang dibuat diberi label yang sesuai, seperti nama pereaksi, konsentrasi, waktu pembuatan, batas waktu penggunaan dan tanda tangan analis yang membuat pereaksi yang bersangkutan. Dengan demikian identitas seluruh pereaksi yang digunakan dapat diketahui dengan jelas guna menjamin kebenaran hasil pengujian. Selain itu, terdapat pula baku pembanding yang disimpan secara rapi menurut kondisi penyimpanannya. Pengawasan mutu terus dilakukan meskipun proses produksi telah selesai dilaksanakan yang diwujudkan dalam bentuk pemeriksaan hasil akhir dari masing-masing tahapan proses. Pemeriksaan ini dilakukan oleh QC yang didasarkan pada CoA yang menyertai pengiriman produk dan spesifikasi yang ditetapkan oleh PT Aventis Pharma. Hasil pemeriksaan dituangkan dalam Catatan

124 114 Hasil Pemeriksaan (CHP) dan pengesahan status produk dilakukan oleh QC Supervisor. QA Unit harus dapat menjamin bahwa obat yang dibuat dan dipasarkan telah memenuhi persyaratan CPOB, HSE dan Global Quality Standard. Mutu produk tidak hanya diperoleh dari serangkaian pengujian yang dilakukan terhadap produk akhir tetapi mutu harus dibentuk ke dalam produk sejak awal. Oleh karena itu, QA selalu mengontrol setiap langkah dalam proses produksi, melakukan analisa bila terjadi kegagalan, serta melakukan audit terhadap supplier dan semua aspek yang mempengaruhi mutu produk. Setelah dipasarkan, dilakukan pengawasan mutu dengan melakukan stabilitas on-going yang bertujuan untuk memantau mutu obat selama masa edar, dengan jumlah bets dan frekuensi pengujiannya adalah minimal satu bets per tahun dari produk yang dibuat untuk tiap kekuatan. Selain itu, sampel pembanding dan sampel pertinggal yang digunakan untuk uji stabilitas ini harus dipisahkan. Pada PT. Aventis Pharma hal tersebut sudah diterapkan. 5.8 Inspeksi Diri dan Audit Internal Inspeksi diri dilakukan untuk menilai kesesuaian antara seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu dalam industri farmasi dengan ketentuan CPOB, serta untuk mengevaluasi dan menentukan tindakan apa yang harus diambil sebagai langkah korektif jika terjadi suatu penyimpangan. Kegiatan ini harus dilakukan secara teratur untuk menjamin tercapainya kesesuaian secara kontinu. Inspeksi diri harus dilakukan oleh suatu tim auditor yang kompeten serta memahami peraturan atau regulasi yang terkait secara teoritis maupun praktis. Dengan adanya inspeksi diri, maka dapat dilakukan perbaikan terus menerus terhadap berbagai kelemahan dan memacu setiap departemen untuk selalu menerapkan dan meningkatkan kesadaran CPOB pada setiap personel. Standar yang digunakan untuk inspeksi adalah Quality Manual Aventis, GMP Internasional, serta CPOB yang ada di Indonesia. Semua prosedur, catatan, dan laporan inspeksi diri di PT Aventis didokumentasikan dan disimpan oleh QA Unit. Laporan inspeksi ini selanjutnya dilaporkan kepada IQC Manager. IQC Manager akan mengevaluasi laporan dan menetapkan tindakan perbaikan yang

125 115 diperlukan agar penyimpangan yang terjadi tidak terulang dimasa mendatang (Corrective Action Plan). Laporan inspeksi selanjutnya juga dilaporkan kepada Aventis Pharma Global yang selanjutnya akan melakukan penilaian terhadap PT Aventis Pharma Indonesia. 5.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian Keluhan terhadap produk obat dibagi menjadi dua, yaitu keluhan yang menyangkut Efek Samping Obat (ESO) dan menyangkut Keluhan Teknis Kualitas Obat (KTKO). Keluhan terhadap obat dapat berasal dari dalam maupun luar perusahaan. Keluhan dari dalam perusahaan dapat berasal dari semua pihak yang berhubungan dengan kegiatan manufaktur. Sedangkan keluhan dari luar perusahaan dapat berasal dari distributor, dokter, pasien, apoteker, Rumah Sakit (RS) atau klinik, pemerintah (Badan POM), dan media massa. Bila terdapat keluhan terhadap obat produksi PT Aventis Pharma, maka sampel obat segera diperiksa dan diadakan diskusi dengan departemen terkait untuk dilakukan perbaikan. Investigasi dan penyelesaian kasus harus diselesaikan dalam waktu satu bulan kemudian dibuat surat tanggapan atas keluhan kepada konsumen atau pelapor. Keluhan yang berhubungan dengan medis ditujukan ke Medical & Regulatory Division, sedangkan yang menyangkut KTKO ditujukan ke IQC Department. Tindak lanjut dari keluhan tersebut dapat berupa penggantian produk atau penarikan produk. Penarikan Kembali Obat Jadi (PKOJ) dilakukan bila ditemukan ada produk obat yang tidak memenuhi persyaratan mutu atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping obat yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan. Penarikan obat jadi ini dapat dilakukan atas keinginan produsen (misalnya karena stabilitas obat tidak baik) atau keinginan Badan POM (keluhan dari segi medis dan farmasi). PKOJ harus dilakukan segera setelah evaluasi laporan dan bila perlu setelah didapatkan hasil pemeriksaan contoh pertinggal (retained sample) di laboratorium QC. PKOJ diselidiki hingga tingkat mana produk tersebut ada pada jaringan distribusi. Tingkat PKOJ ditentukan berdasarkan luas dan jauhnya obat jadi tersebut beredar di pasaran, yakni:

126 116 a. Tingkat I : bila obat baru mencapai distributor pusat. b. Tingkat II : bila obat sudah mencapai sub-distributor (di daerah). c. Tingkat III : bila obat sudah didistribusikan dan sudah mencapai sarana pelayanan obat seperti apotek, rumah sakit, poliklinik dan toko obat. d. Tingkat IV : bila obat sudah didistribusikan secara luas dan telah mencapai konsumen seperti dokter, serta pemakai akhir yaitu pasien. Untuk mempermudah pelaksanaan PKOJ, PT Aventis Pharma melakukan audit kepada distributor yang akan dipilih. Hal ini dilakukan untuk menjaga mutu produk PT Aventis Pharma agar setelah keluar dari pabrik dapat terjamin mutunya saat sampai ke konsumen. Salah satu penilaiannya adalah distributor harus mempunyai suatu sistem distribusi yang baik artinya mengetahui kemana saja produk tersebut didistribusikan. Obat kembalian adalah obat jadi yang kembali setelah diserahterimakan dari PT Aventis Pharma ke pihak ketiga (distributor) dan dikembalikan ke gudang PT Aventis Pharma dengan alasan masalah keabsahan maupun salah kirim, penarikan produk dan atau pack size dari pasaran, kerusakan obat atau pengemasnya selama pengiriman atau penyimpanan dan kelainan dari segi kualitas obat maupun bahan pengemasnya. Obat yang sudah kadaluarsa di distributor dan dikembalikan ke PT Aventis Pharma tidak termasuk dalam penggolongan obat kembalian karena pada prinsipnya PT Aventis Pharma tidak menerima pengembalian obat yang sudah kadaluarsa. Ada prosedur tetap dalam menyelidiki dan menganalisis obat yang dikembalikan serta menetapkan apakah obat tersebut dapat diolah kembali atau dimusnahkan. Obat kembalian disimpan di gudang pada tempat khusus dan menunggu keputusan QC, apakah akan dikemas ulang, di-rework, atau dimusnahkan. Obat kembalian yang tidak dapat diolah kembali akan dimusnahkan dan dibuat Berita Acara Pemusnahan Dokumentasi Salah satu hal yang sangat fundamental dalam pengoperasian suatu perusahaan farmasi agar dapat memenuhi persyaratan CPOB adalah dokumentasi. Sistem dokumentasi yang dirancang atau digunakan hendaknya mengutamakan tujuannya yaitu menentukan, memantau atau mencatat mutu dari seluruh aspek

127 117 produksi dan pengendalian mutu. Dokumentasi ini diperlukan pula untuk memastikan bahwa setiap petugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakan, sehingga memperkecil risiko kekeliruan yang biasanya timbul apabila hanya mengandalkan komunikasi lisan. Hal ini dikarenakan sistem dokumentasi menggambarkan riwayat lengkap dari setiap bets atau lot suatu produk, sehingga memungkinkan penyelidikan serta penelusuran terhadap bets atau lot produk yang bersangkutan. Selain itu, sistem dokumentasi digunakan pula dalam pemantauan dan pengendalian kondisi lingkungan, perlengkapan, dan personalia. Semua kegiatan di setiap departemen PT Aventis Pharma sudah memiliki dokumentasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan fungsi dan tugasnya masing-masing. Semua dokumen disahkan oleh departemen terkait, atas persetujuan IQC Department. Semua dokumen mempunyai sistem penomoran yang memudahkan penelusuran apabila diperlukan, dan dijaga agar selalu aktual sehingga setiap dokumen ditinjau ulang secara berkala atau dilakukan perbaikan bila diperlukan yang diatur dalam protap penanganan dokumen. Protap asli disimpan, didistribusikan dan dipantau jika sewaktu-waktu terjadi perubahan oleh QA Unit. Segala bentuk modifikasi terhadap dokumen dikendalikan melalui prosedur change control. Semua dokumen secara jelas mempunyai judul, tujuan dan isi, serta semua dokumen harus dijaga dan didistribusikan secara confidential Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Adakalanya suatu produk disebabkan oleh suatu alasan tertentu (misalnya keterbatasan fasilitas) yang tidak dapat dibuat oleh pabrik milik PT Aventis Pharma, sehingga produk tersebut dibuat oleh pabrik lain yang ditunjuk. Dalam hal ini, semua kontraktor atau pabrik yang ditunjuk untuk membuat produk harus disetujui status GMP dan standar mutunya sebelum kontrak untuk memproduksi obat tersebut disetujui bersama. Terdapat beberapa kategori perjanjian kerjasama (kontrak). Kategori tersebut adalah kontrak dasar dan quality agreement. Pada quality agreement, di samping hal-hal yang mencakup perjanjian dasar, kontrak tersebut harus mencakup persetujuan tentang pharmaceutical quality. Persetujuan tersebut harus mencerminkan semua aktifitas GMP pada proses pengolahan,

128 118 pengemasan, analisa, penyimpanan, dan distribusinya baik yang mencakup keseluruhan aktifitas maupun sebagian. Ketentuan mengenai kerjasama kontrak ini diatur dalam prosedur tetap Contract Manufacturer. PT. Aventis Pharma menjalin kontrak kerjasama dengan PT Boehringer-Ingelheim Indonesia (PT BII). PT BII membuat produk toll manufacturing yang ditujukan untuk PT. Aventis Pharma untuk produk produk likuid karena PT Aventis Pharma tidak mempunyai fasilitas produksi likuid. PT Aventis Pharma menjalin kontrak dengan PT Indofarma, dimana PT Aventis Pharma membuat produk toll manufacturing untuk PT Indofarma Kualifikasi dan Validasi CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Validasi proses adalah salah satu jenis validasi yang dilakukan untuk memastikan dan memberi pembuktian terdokumentasi bahwa proses (berlangsung dalam parameter desain yang telah ditentukan) mampu dan dapat dipercaya menghasilkan produk sesuai dengan kualitas yang diinginkan dan memiliki tingkat keberulangan yang tinggi. Terdapat tiga jenis validasi proses, yaitu validasi prospektif, validasi konkuren dan validasi retrospektif. Di samping itu, juga dilakukan validasi pembersihan yang bertujuan untuk memastikan bahwa prosedur pembersihan yang dilakukan dapat menghilangkan residu bahan aktif dan deterjen serta mikroba sesuai persyaratan yang ditetapkan. Selain itu dilakukan juga kualifikasi, yaitu pembuktian secara tertulis berdasarkan data yang menunjukkan bahwa suatu peralatan, fasilitas sistem penunjang (utility) komputer dan proses pengemasan secara otomatis bekerja sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan sehingga secara konsisten dapat menghasilkan produk dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Validasi metode analisis umumya dilakukan terhadap empat jenis, yaitu uji identifikasi, uji kuantitatif kandungan impuritas, uji batas impuritas, dan uji kuantitatif zat aktif dalam sampel bahan aktif obat atau obat atau komponen

129 119 tertentu dalam obat. Tabel mengenai karakteristik yang berlaku untuk identifikasi, pengujian terhadap impuritas dan prosedur penetapan kadar terdapat pada Tabel 7. Kualifikasi terdiri atas empat tahap, yaitu Design Qualification (DQ), Instalation Qualification (IQ), Operational Qualification (OQ) dan Performance Qualification (PQ). Keempat tahapan kualifikasi dilakukan untuk peralatan dan sistem baru, sedangkan untuk peralatan dan sistem yang dimodifikasi tidak dilakukan tahap Design Qualification. Di PT Aventis Pharma telah dilakukan validasi dan kualifikasi terhadap aspek fasilitas, sistem, proses, dan peralatan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh PT Aventis Pharma dalam Global Quality Standard. Berdasarkan objek yang divalidasi, PT Aventis Pharma melakukan validasi terhadap proses produksi (process validation) dan pembersihan (cleaning validation) baik untuk ruangan maupun peralatan, serta validasi metode analisis. Semua aktivitas kualifikasi dan validasi dituangkan dalam Validation Master Plan (VPM). VPM harus dikaji ulang minimal dalam setiap dua tahun sekali atau jika ada perubahan jadwal secara signifikan.

130 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan a. PT Aventis Pharma secara umum telah menerapkan CPOB dengan baik dan mengacu pada Aventis Global Standard untuk menjamin kualitas produk yang digasilkan. b. Apoteker memiliki peran penting di industri farmasi sebagai pendorong dan pengarah dalam penerapan CPOB, serta yang berkaitan dengan mutu obat terutama pada posisi kunci, yaitu di bidang manufacturing (Production Departement) dan pengawasan mutu (Industrial Quality and Compliance Departement). PT Aventis Pharma telah memaksimalkan peran apoteker dengan baik pada posisi kunci. 6.2 Saran Penerapan aspek-aspek CPOB di PT Aventis Pharma perlu terus dipertahankan dan ditingkatkan untuk menjamin konsistensi mutu produk yang dihasilkan. Peningkatan kesadaran para karyawan akan pentingnya penerapan CPOB dalam segala aspek. 120

131 121 DAFTAR ACUAN Aventis Pharma. (2005). Prosedur Tetap Purchasing Department. Jakarta. Aventis Pharma. (2009). Prosedur Tetap Technical Service Department. Jakarta. Aventis Pharma. (2010). Prosedur Tetap Plant Logistic Department. Jakarta. Aventis Pharma. (2010). Prosedur Tetap Production Department : Processing and Packaging Unit. Jakarta. Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2011). Prosedur Tetap HSE Department. Jakarta. Aventis Pharma. (2012). Prosedur Tetap IQC Department : Quality Assurance & Quality Control Unit. Jakarta. Aventis Pharma. (2013). Sanofi Group Indonesia Organization.Jakarta. Aventis Pharma. (2013). Industrial Affairs Organization. Jakarta. Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik, Edisi Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan. Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2012). Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi. Jakarta. Sanofi Aventis. (2012). Sanofi Group Indonesia. diakses pada tanggal 13 Maret 2012

132 TABEL

133 122 Tabel 1. Klasifikasi ruangan PT. Aventis Pharma Kelas Kelas 3 Kelas 2 Kelas 1 Jumlah cemaran mikroorganisme (beroperasi) Sampel Sedimentasi Swab test/ udara rodac plate Limit (koloni/ m 3 ) Limit (koloni/ m 3 ) Limit (koloni/ m 3 ) Jumlah cemaran partikel HIAC ROYCO 245 A Tidak beroperasi Perbedaan tekanan udara Pergantian udara Beroperasi Pa Kali per jam Suhu C % RH Kelembaban 0,5 µm 5,0 µm , Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan 0 Sesuai kebutuhan - Sesuai kebutuhan Sesuai kebutuhan Sesuai Sesuai kebutuhan kebutuhan

134 123 Tabel 2. Spesifikasi pemeriksaan portable water, purified water dan purified water MilliQ Potable water Purified water Purified water MilliQ - plus Pemeriksaan Spesifikasi Pemeriksaan Spesifikasi Pemeriksaan Spesifikasi Pemerian Konduktivitas Jumlah terlarut zat Larutan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa 1,3 µs/cm 1000ms/L Pemerian Partikel ph Larutan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa Larutan harus jernih bebas partikel 5-7 Pemerian Partikel ph Konduktivitas Larutan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa Larutan jernih partikel 5-7 1,3 µs/cm harus bebas Seng Krom Aluminium Besi Kesadahan CaCO 3 Klorida 5,0 mg/ml 0,05mg/ml 0,2mg/ml 0,3 mg/ml 500mg/ml 250mg/ml Konduktivitas Resapan Zat yang mudah teroksidasi Klorida 1,3 µs/cm 0,05 mg/ml 0,01 mg/ml 0,01 mg/ml Larutan tetap berwarna merah muda 0,05mg/ml Zat yang mudah teroksidasi Klorida Nitrat Sulfat Larutan berwarna muda Larutan keruh 0,2 mg/ml Tidak warna biru tetap merah tidak terjadi Mangan Nitrat sebagai N Nitrit sebagai N ph Sianida Sulfat 0,1mg/ml 10,0mg/ml 1,0mg/ml 6,5 8,5 0,1 mg/ml 400mg/ml Nitrat Sulfat Ammonium Kalsium dan Magnesium Kalsium Logam Pb berat 0,5mg/ml Tidak terjadi kekeruhan 0,2mg/ml 0,1mg/ml Tidak terjadi warna biru Tidak terjadi kekeruhan Kalsium dan Magnesium Ammonium Logam Pb berat Zat padat total CO 2 Tidak warna biru 0,1mg/ml 0,1mg/ml 1mg/100 ml Campuran jernih terjadi tetap Sulfida 0,05mg/ml Zat padat total 0,3mg/100ml Tembaga Timbal 1,0 mg/ml 0,05mg/ml CO 2 Campuran jernih

135 124 Tabel 3. Jenis jenis AHU Jenis AHU Ruang yang Disuplai AHU FA 01 Mensuplai AHU 01, AHU 02, dan AHU 06 AHU FA 02 Mensuplai AHU 03, AHU 04, AHU 05A, AHU 05B AHU 01 Secondary packaging (area kelas 2) AHU 02 Corridor, staging bulk, workshop & tools, primary packaging material transit, staging primary packaging material transit, primary packaging line 1, primary packaging line 2, primary packaging line 3, primary packaging line 4, LAF, corridor class 3 between line 3 & 4, corridor class between line 1 & 2. AHU 03 Coating, technical area of coating, dirty container staging and washing AHU 04 Corridor production wet granulation, lubrication, washing, semisolid, sundry, office (processing), production manager, punches and die. AHU 05 A Weighing, remaining material, broken material, staging AHU 05 B IPC, tabletting korsch, tableting fette 1200, granulating and staging, filling suppository AHU 06 Gowning area AHU 07 dan 08 Warehouse DX AHU 01 Quarantine raw and packaging material cool storage (< 25 C) DX AHU 02 Released raw and packaging material cool storage (< 25 C) DX AHU 03 Airlock sampling area, sampling raw material, change room, airlock & personal entrance/ exit

136 125 Tabel 4. Tingkatan Occupational Exposure Band Kategori Nilai OEL (mcg/m 3 ) Karakteristik Senyawa OEB tidak berbahaya, tidak iritatif dan/atau memiliki aktivitas farmakologi yang rendah OEB berbahaya/iritatif dan/atau dengan aktivitas farmakologi sedang OEB agak toksik dan/atau dengan aktivitas farmakologi tinggi OEB toksik, mungkin korosif atau genotoksik dan/atau dengan aktivitas farmakologi sangat tinggi OEB 5 <1 sangat toksik, mungkin korosif atau genotoksik dan/atau dengan aktivitas farmakologi yang sangat tinggi Tabel 5. Kategori produk PT. Aventis Pharma berdasarkan OEB Kategori Contoh nama produk OEB 1 Batrafen (Ciclopirox olamine) Trental (Pentoxyfyline) OEB 2 Avil (Pheniramine maleat) Lasix (Furosemide) Novalgin (Metamizole sodium) Profenid suppo (Ketoprofen) Rulid (Roxithromycin) Urbason (Methyl prednisolon) OEB 3 Amaryl (glimepiride) Daonil (glyburide) Dermatop (prednicarbate) Esperson (desoximethasone) Flagyl forte, flagyl suppo (metronidazole) flagystatin ovule (metronidazole + nystatin) Frisium (clobazam) Triatec (ramipril) OEB 4 Rovamycin (spiramycine) OEB 5 -

137 126 Tabel 6. Parameter Baku Mutu Air Kategori D Parameter sintesis formulasi kadar max (mg/l) beban limbah max kadar max (mg/l) (kg/l) BOD (5 hari, 75 1, ºC) COD (bichromat) 100 2,5 100 TSS (padatan 60 1,5 60 tersuspensi total) fenol 0,5 0,0125 0,5 total nitrogen 30 0,75 30 ph zat organik 85 2, (KmnO4) tes antibiotik Tabel 7. karakteristik yang berlaku untuk identifikasi, pengujian terhadap impuritas dan prosedur penetapan kadar Parameter Validasi Identifikasi Pengujian Impuritas Penetapan Kadar Kuantitatif Batas - Disolusi* - Kandungan/Potensi Akurasi Presisi Ripitabilitas Presisi Intermediat Spesifikasi (2) Limit Deteksi Limit Kuantitas Linearitas Rentang (1) (3) (1) Keterangan : (-) Tidak dipersyaratkan. (+) Dipersyaratkan. (1) Dalam hal telah dilakukan test reprodusibiltas, maka presisi intermediat tidak dipersyaratkan. (2) Kekurangan spesifisitas dari salah satu prosedur analisis dapat dikompensasikan dengan prosedur analisis yang lain yang dapat menunjang. (3) Hanya diperlukan pada kasus tertentu. *) Hanya untuk mengetahui kadar zat terlarut.

138 LAMPIRAN

139 127 Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Aventis Pharma

140 128 Lampiran 2. Struktur Organisasi Industrial Affairs

141 129 Lampiran 3. Struktur Organisasi Industrial Quality & Compliance Head of Industrial Quality & Compliance IQC Admin Assistant QC Supervisor QA Manager Microbiology Analyst QC Analyst QA Officer QA Officer QC Analyst QC Analyst QA Officer QA Officer QC Analyst QC Analyst QC Analyst QC Officer QC Sampler QC Sampler

142 130 Lampiran 4. Diagram Pengambilan Keputusan Terhadap Hasil di Luar Spesifikasi Hasil TMS Periksa kondisi analisis (Gunakan daftar periksa) Ditemukan kesalahan Tidak ditemukan kesalahan Lakukan Perbaikan Investigasi Diperluas Hasil OOS tidak berlaku Cek Ulang Investigasi Batch Record/Prod atau kesalahan bets Periksa cara sampling (gunakan daftar periksa) Ditemukan Kesalahan Kesalahan tidak ditemukan Ditemukan Kesalahan Bets ditolak Evaluasi dan menentukan rancang strategi yang tepat Variabel: Persiapan contoh/ ganti analis/alat/ periksa contoh thd yang sudah diluluskan Lakukan Perbaikan Ditemukan Kesalahan Kesalahan tidak ditemukan Bets diluluskan Bets ditolak

143 131 Lampiran 5. Contoh-contoh Label

144 132 Lampiran 6. Alur Pemeriksaan Bahan Baku Penerimaan Bahan Baku Pemeriksaan dokumen fisik OK Label Quarantine Pembuatan dan distribusi GRS Penerimaan GRS oleh QC Pencatatan Data bahan Baku -Log book bahan baku -Log book pengujian ulang Persiapan Pengambilan Contoh -Input Voucher Quantitiy -Wadah dan etiket -Label Sampel Taken -Pakaian Pelindung Alat Pengambilan Contoh Pengujian Bahan Baku Pemeriksaan Hasil Pengujian Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Released -Label Released -Pemindahan Bahan Baku dari area karantina ke area released OOS Penyelidikan Perbaikan -Label Rejected -Pemindahan Bahan Baku dari area karantina ke area rejected Tidak Memenuhi Syarat Rejected Memenuhi Syarat Released

145 133 Lampiran 7. Persyaratan Jumlah Bakteri, Total Koliform, dan Koliform Tinja pada Masing-masing Jenis Air No. Jenis Cemaran Air Sumur Air PAM Portable Water Purified Water MiliQplus 1. Jumlah bakteri Tidak ditetapkan 100 (kol/ 100 (kol/ml) 100 (kol/ml) 100 (kol/ml) ml) 2. Total <10 0 (kol/ml) 0 (kol/ml) - - koliform 3. Koliform tinja (kol/ml) - - Keterangan: 1. Air sumur adalah air yang diperoleh langsung dari sumur artris tanpa pengolahan awal. Air sumur diperiksa setiap 6 bulan sekali. 2. Air PAM adalah air yang berasal dari olahan PAM city water. Air PAM diperiksa setiap 1 bulan sekali. 3. Potable water adalah air yang diperoleh dari pengolahan air sumur/pam. Air ini dapat digunakan sebagai bahan baku untuk purified water. Potable water diperiksa setiap 1 bulan sekali. 4. Purified water adalah air yang diperoleh dari hasil pengolahan potable water dengan cara deionisasi, reverse osmosis, polishing (mixed bed procedure), electro-deionisasi/kombinasi, reverse osmosis dengan electrto-deionisasi. Purified water diperiksa setiap 1 minggu sekali. 5. Purified water MiliQ-Plus adalah air yang diperoleh dari hasil pengolahan purified water dengan alat MiliQ-Plus.

146 134 Lampiran 8. Pembagian Iklim, Tipe Pemeriksaan, Kondisi Penyimpanan dan Waktu Pemeriksaan Pada Uji Stabilitas Pada dasarnya pembagian zona iklim dibagi atas: Zona iklim Zona I (sedang) Zona II (subtropis dengan kelembaban tinggi) Zona III (panas kering) Zona IV (panas lembab) Suhu ratarata tahunan <25 o C 25 o C 30 o C >30 o C Suhu nyata 25 o ±2 o C 25 o ±2 o C 30 o ±2 o C 30 o ±2 o C RH rata-rata 40%±5% 60%±5% 40%±5% 70% ± 5% 75% ± 5% * Post Marketing Studies (Tipe IV) Zona Iklim Kondisi Penyimpanan Suhu/RH Frekuensi Pengujian (bulan) II <25 o C/50%-90% * X X X x x x IV <30 o C (25 o -33 o C)/50-90% X X X x x x Catatan: a. Untuk perbandingan pengujian pada umumnya dilakukan follow up stability test pada climatic zone II dan IV. b. Periode pengujian tergantung pada daluarsa atau sesuai dengan rencana pemeriksaan yang dibuat c. Kondisi penyimpanan (suhu dan RH) sesuai dengan kondisi yang sebenarnya d. * ) sesuai dengan rata-rata data suhu dan kelembaban ruang penyimpanan contoh pertinggal Follow Up Stability Testing (Tipe V) Kondisi Sebenarnya Kondisi dipercepat Catatan: Zona iklim II IV Kondisi Suhu/RH Penyimpanan +25 o C ±2 o C /60±5% +30 o C ±2 o C /70±5% +30 o C ±2 o C /75±5% +40 o C ±2 o C /75±5% a. Pengujian dilakukan hingga batas waktu daluarsa b. Zona II : untuk produk yang akan dipasarkann di zona I dan II c. Zona IV : untuk produk yang akan dipasarkan di zona II dan IV Frekuensi pengujian (bulan) X x x x x x x x x x X x x x x x x x x

147 135 Lampiran 9. Skema Purified Water Plant Potable water or Well water Multimedia Filter CHIRST OSMOTRON 500 L / h Softener 1 Pump Sample Filter 5 μm High Presure Pump RO Electro Delonization Module C T Storage Tank 3000 L T,C F TOC Softener 2 CHRIST LOOPO Printer Y Drain Y Drain Y Drain Y Drain Recorder Superheated Water Chilled Water H2O2 for Desinfection NaCL for Regeneration Sodium Metabisulfit NaOH Duly with Well water Circulation Pump Y Drain Cooler / Heat Exchanger Superheated Water Chilled Water 8 7 U S U S Washung (411) FBD Filter Washing Corner U S U S Solution Preparation 440 Wetgra Nulation U S U S Coating Ex 434 Oinment U S U S Technical Area ofcoating 606 < 25 C U : User Point S : Sampling Point C : Conductivity T : Temperature F : Flow TOC : Total Organic Carbon Central Washing Corner 428

148 136 Lampiran 10. Alur pengumpulan dan penyimpanan MSDS bahan produk PT.Aventis Pharma Daftar Bahan (Masih diproduksi) Daftar Bahan (Produk Baru) Informasikan kepada HSE staff dan QA unit Cari MSDS dari intranet, internet/hse global Kirim copy MSDS ke QA Simpan file MSDS di folder I Simpan file elektronik MSDS Update daftar bahan kimia dan distribusikan ke manager departemen yang berkaitan Print MSDS Dilakukan oleh HSE staff

149 137 Lampiran 11. Alur penanganan limbah DOMESTIK B3 CAIR PADAT CAIR PADAT MCK SEPTIK TANK POND REMBESA KANTIN TEMPAT SAMPAH BAK PENAMPUNG SAMPAH DINAS KEBERSIHAN DKI CAIRAN KONTAM INASI BAHAN PRODUKSI, OLI EKAS/ CECERAN SOLAR BATERAI GENERATOR DEBU DUST COLLECTOR TIMBANG, CATAT DI CHP SIMPAN DALAM WADAH TIDAK MUDAH PECAH DAN TIDAK MUDAH BOCOR PRODUK REJECT, OBAT KEMBALIAN, RETAINED SAMPLE DAN OBAT JADI KADALUARSA WWTP PPLI 1. Label ; UNTUK DIMUSNAHKAN 2. Catatan tentang jenis dan karakteristik lim- bah, waktu limbah di- dihasilkan,nama pengankut limbah

150 138 Lampiran 12. Skema waste water treatment plant Office building, security, packaging, warehouse, Multi purpose building Production,purified water Antibiotik waste Collecting pit 1 Collecting pit 2 Collecting pit 3 Perforated bath stream Equalization tank Aeration tank Sedimentation tank Sludge Water Sludge tank Clean water tank Sludge drying bed River Connect to WWTP operator room for sampling purposes Dry sludge Effluent/water PPLI

151 139 Lampiran 13. Denah Warehouse

152 UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS KHUSUS LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. AVENTIS PHARMA JALAN JEND. A. YANI PULOMAS JAKARTA PERIODE 13 MARET 8 MEI 2013 PEMBUATAN DOKUMEN CHEMICAL AND MANUFACTURING CONTROL PRODUK TRIATEC UNTUK KEPERLUAN REGISTASI RENEWAL NURUL FAUZIAH HAQ, S.Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. AVENTIS PHARMA JAKARTA Disusun Oleh : Handi Hendra, S. Farm. NIM 103202016 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA JALAN JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 02 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA JALAN JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 02 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA JALAN JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 02 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ALLAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA JL. JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 5 FEBRUARI 28 MARET 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA JL. JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 5 FEBRUARI 28 MARET 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA JL. JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 5 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SUCI TRISNAENI,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ASTRAZENECA INDONESIA CIKARANG SITE JALAN TEKNO RAYA BLOK B1A B1B, CIKARANG, BEKASI JAWA BARAT PERIODE 6 JANUARI 21 FEBRUARI 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA JL. JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 17 JUNI 12 JULI 2013 DAN 5 30 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. terbentuk karena hasil penggabungan/ merger antara dua perusahaan besar kimia

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. terbentuk karena hasil penggabungan/ merger antara dua perusahaan besar kimia BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah Sebagai suatu perusahaan farmasi bertaraf global, PT Aventis Pharma terbentuk karena hasil penggabungan/ merger antara dua perusahaan besar kimia farmasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. AVENTIS PHARMA JAKARTA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. AVENTIS PHARMA JAKARTA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. AVENTIS PHARMA JAKARTA Disusun oleh : Irma Wani Polem., S. Farm NIM : 073202132 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA JALAN JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 2 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER EFI PUSPITASARI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA JALAN JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 9 APRIL 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA JALAN JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 9 APRIL 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA JALAN JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 9 APRIL 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER LUCKY ANDREAN SAPUTRA,

Lebih terperinci

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB { (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good Manufacturing Practices) 2006 adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan dalam CPOB

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL 3 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA

Lebih terperinci

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. PEMASTIAN MUTU (QUALITY ASSURANCE/QA) A. Pendahuluan Industri farmasi bertujuan untuk menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi 61 Bandung, di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari

Lebih terperinci

Produksi di Industri Farmasi

Produksi di Industri Farmasi Produksi di Industri Farmasi PRODUKSI istilah terkait Pembuatan Seluruh rangkaian kegiatan dalam menghasilkan suatu obat, meliputi produksi dan pengawasan mutu, mulai dari pengadaan bahan awal dan bahan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES JALAN RAYA BOGOR KM 51,5 CIMANDALA BOGOR PERIODE 5 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

Oleh : Bambang Priyambodo

Oleh : Bambang Priyambodo Oleh : Bambang Priyambodo SISTEMATIKA CPOB: 2012 merupakan penyempurnaan dari CPOB: 2006, mencakup revisi terhadap : Pedoman CPOB: 2006 Suplemen I Pedoman CPOB: 2006 tahun 2009 Aneks 8 : Cara Pembuatan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL KATA PENGANTAR Assalamu alaikum, wr, wb, Segala Puji senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT beserta junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rasulullah S.A.W yang telah melimpahkan rahmat, berkah, dan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG BANDUNG PERIODE 07 MARET 01 APRIL 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MOCHAMAD

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61,

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, Bandung di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : ERNITA, S. Farm 093202016 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 30 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AGATHA DWI

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI Disusun Oleh : Syabrina Naulita Pane, S.Farm. NIM 093202066 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : SRI ROMAITO HASIBUAN, S.Farm 093202065 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA JL. JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 5 MARET 30 APRIL 2014

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA JL. JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 5 MARET 30 APRIL 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA JL. JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 5 MARET 30 APRIL 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER VERIKA ASTRIANA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. AVENTIS PHARMA. PT. Aventis Pharma merupakan suatu Perusahaan Modal Asing (PMA)

BAB II TINJAUAN UMUM PT. AVENTIS PHARMA. PT. Aventis Pharma merupakan suatu Perusahaan Modal Asing (PMA) BAB II TINJAUAN UMUM PT. AVENTIS PHARMA 2.1 Sejarah PT. Aventis Pharma PT. Aventis Pharma merupakan suatu Perusahaan Modal Asing (PMA) dari Sanofi-Aventis Group. PT. Aventis Pharma merupakan hasil penggabungan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO.383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 16 JANUARI 2012-10 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan Disusun Oleh : Astrie Rezky, S. Farm. 093202004 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 Lembar

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO.383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 16 JANUARI 2012-10 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI, S.Farm 1106047215

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK 7 2013, No.122 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK PENDAHULUAN PRINSIP

Lebih terperinci

PERIODE XLV. Disusun Oleh: CLAUDIA ALVINA, S. Farm. NPM

PERIODE XLV. Disusun Oleh: CLAUDIA ALVINA, S. Farm. NPM LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA, Tbk. JL. RAYA PANDAAN KM. 48 PANDAAN PANDAAN-PASURUAN (07 SEPTEMBER 2015 13 OKTOBER 2015) PERIODE XLV Disusun Oleh: CLAUDIA ALVINA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES JALAN RAYA JAKARTA BOGOR KM 51,5 KEDUNGHALANG, BOGOR PERIODE 6 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER LOEDFIASFIATI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) 2.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Prafa merupakan salah satu perusahaan farmasi Indonesia yang mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian industri farmasi Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara

Lebih terperinci

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia 1. PNGERTIAN CPOTB Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, Tujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017 INDUSTRI No. Tanggal Topik/Pokok Bahasan Substansi materi Dosen I Selasa, 29 Agustus 2017 Pendahuluan -Ruang lingkup industri farmasi -Pemenuhan CPOB -Jenis-jenis industri farmasi -Ciri-ciri industri farmasi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.382, 2014 KEMENHAN. Peralatan Kesehatan. Lembaga Farmasi TNI. Standardisasi. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KALBE FARMA, Tbk. KAWASAN INDUSTRI DELTA SILICON JL. M.H. THAMRIN BLOK A3-1, LIPPO CIKARANG BEKASI PERIODE 01 APRIL - 30 MEI 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.794, 2014 KEMEN KP. Obat Ikan. Cara Pembuatan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PERMEN-KP/2014 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT IKAN YANG

Lebih terperinci

PERIODE XLVIII. DISUSUN OLEH: DIA AMBARSARI, S.Farm

PERIODE XLVIII. DISUSUN OLEH: DIA AMBARSARI, S.Farm LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA, Tbk. JL. RAYA PANDAAN KM. 48 PANDAAN PANDAAN-PASURUAN (10 APRIL 2017 12 MEI 2017) PERIODE XLVIII DISUSUN OLEH: DIA AMBARSARI, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 17 JUNI - 30 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/Menkes/SK/V/1990, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah industri

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya jaman masyarakat semakin sadar bahwa akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan. Kesehatan merupakan salah satu aspek terpenting untuk

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MERCK TBK. JL. TB. SIMATUPANG NO. 8 PASAR REBO JAKARTA TIMUR PERIODE 3 FEBRUARI 28 MARET 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA Tbk. JL. RAYA PANDAAN KM. 48 PANDAAN (10 APRIL MEI 2017)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA Tbk. JL. RAYA PANDAAN KM. 48 PANDAAN (10 APRIL MEI 2017) LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA Tbk. JL. RAYA PANDAAN KM. 48 PANDAAN (10 APRIL 2017 12 MEI 2017) PERIODE XLVIII DISUSUN OLEH: REYNANDA VIOLINA AGUS DAMAYANTI., S.Farm.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015) LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015) PERIODE XLV OLEH: CINDY HERIYANTI. H, S. Farm. (NPM: 2448715105) PROGRAM STUDI PROFESI

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. LAPI LABORATORIES KAWASAN INDUSTRI MODERN CIKANDE, SERANG, PERIODE 1 APRIL 29 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YESSICA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. MUTIFA MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. MUTIFA MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. MUTIFA MEDAN Disusun Oleh : Miss Naimah Abdunroni, S. Farm. 083202053 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 Lembar Pengesahan LAPORAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telah dirumuskan dalam UU RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, yang menyatakan bahwa kesehatan adalah suatu keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. FERRON PAR PHARMACEUTICALS JALAN JABABEKA VI BLOK J No. 2-3, CIKARANG, JAWA BARAT PERIODE 1 JULI 26 AGUSTUS 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen Perencanaan Penggunaan Pengadaan Dukungan Manajemen Distribusi Penyimpanan Menjamin tersedianya obat dgn mutu yang baik, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015) LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015) PERIODE XLV OLEH: RUS DWI CAHYANI, S. Farm. NPM: 2448715138 PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG Disusun Oleh : Eka Saputra, S. Farm. 073202020 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MATA PELAJARAN : KONSEP DASAR PENGAWASAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

BAB 1 MANAJEMEN MUTU

BAB 1 MANAJEMEN MUTU Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 BAB 1 MANAJEMEN MUTU PRINSIP Industri obat tradisional harus membuat obat tradisional sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA, Tbk. JL. RAYA PANDAAN KM. 48 PANDAAN PANDAAN-PASURUAN (18 APRIL 2016 27 MEI 2016) PERIODE XLVI DISUSUN OLEH: DANIEL ADIARTHA S.Farm.

Lebih terperinci

DOKUMENTASI

DOKUMENTASI DOKUMENTASI PENDAHULUAN Dokumentasi adalah suatu bukti yang dapat dipercaya pada penerapan/pemenuhan CPOTB. Mutu yang direncanakan adalah satu-satunya solusi untuk mengatasi keluhan yang terkait dengan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI JL. PULOGADUNG NO 6 JAKARTA (3 OKTOBER - 25 NOVEMBER 2011)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI JL. PULOGADUNG NO 6 JAKARTA (3 OKTOBER - 25 NOVEMBER 2011) LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI JL. PULOGADUNG NO 6 JAKARTA (3 OKTOBER - 25 NOVEMBER 2011) PERIODE XXXVII OLEH: NEHRU WIBOWO, S. Farm. NPM: 2448711103 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.06.11.5629 TAHUN 2011 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNG JL. PULOGADUNG NO. 6, JAKARTA PERIODE 16 JANUARI 09 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci