HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Farida Lanny Tedja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Kultur Primer Cardiomyocyte Cardiomyocyte yang digunakan dalam kultur primer dikoleksi dari jantung mencit neonatal umur 1-3 hari. Pemakaian sumber jantung mencit neonatal dikarenakan kultur primer cardimyocyte neonatal mengandung lebih banyak selsel prekursor dan memiliki kemampuan proliferasi yang lebih tinggi dibandingkan yang berasal dari cardiomyocyte mencit dewasa. Selain itu, keuntungan lain dari penggunaan cardiomyocyte dari mencit neonatal adalah kestabilan dari fenotipnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan cardiomyocyte dari mencit dewasa (Wang et al. 1999). Berdasarkan hal tersebut, diharapkan conditioned medium yang dikoleksi dari kultur primer cardiomyocyte neonatal memiliki kemampuan yang lebih baik dalam pengarahan ESC menjadi cardiomyocyte dibandingkan dengan cardiomyocyte mencit dewasa. Sebanyak 70 mencit neonatal, yang berasal dari 10 induk, dikoleksi jantungnya. Isolasi cardiomyocyte dilakukan menurut Lin et al. (2005). Total cardiomyocyte yang didapat adalah 3,9 juta sel/ml DMEM yang kemudian dibagi ke dalam 6 cawan petri 35 mm yang telah dilapisi gelatin sebelumnya dan ditambahkan media kultur primer cardiomyocyte hingga 2 ml. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dua hari setelah penanaman awal, hampir seluruh cardiomyocyte telah melekat pada cawan petri dan secara spontan berdenyut akibat depolarisasi gelombang yang diinisiasi oleh pacemaker. Adapun struktur dari cardiomyocyte memiliki sedikit perbedaan dengan cardiomyocyte mencit dewasa yang sudah memiliki ikatan myofibril yang lebih baik serta bentuk sel yang memanjang. Setelah 48 jam, medium kultur tersebut diganti dengan medium kultur bebas serum dan dikultur selama 24 jam. Kemudian kultur primer cardiomyocyte tersebut dikultur dalam medium kultur yang diinduksi LIF dengan konsentrasi 0 dan 10 ng/ml. Total conditioned medium yang didapat pada tiap pemberian LIF adalah masing-masing sebanyak 24 ml (CML 0 dan CML 10 ). Tiap jenis CM tersebut kemudian difilter dengan filter 0.22 µm dan disimpan pada suhu 4 o C sebelum digunakan untuk perlakuan pada pengarahan ESC.
2 24 Penyediaan Embryonic Stem Cells Koleksi Blastosis dan Isolasi Inner Cell Mass Untuk mendapatkan sumber ESC, yaitu ICM pada embrio tahap blastosis, dilakukan koleksi embrio pada hari ke-3.5 setelah penyuntikan hormon hcg. Dari hasil koleksi, terdapat embrio yang belum mencapai tahap blastosis (Tabel 2). Jumlah Embrio Tabel 2 Persentase Rata-rata Perolehan Blastosis dan ICM Blastosis (%) Blastosis (24 jam kultur) (%) Blastosis yg Diimmunosurgery (%) ICM yang Dikultur (%) Persentase rata-rata blastosis yang didapat pada tiap pengulangan adalah 43.88% dari total embrio yang dikoleksi. Setelah seluruh embrio yang dikoleksi dikultur selama 24 jam, persentase blastosis meningkat menjadi 72.71%. Oleh karena itu isolasi ICM dilakukan 24 jam setelah proses koleksi embrio. Menurut Nagy et al. (2003), pada hari ke-3.5 days postcoitum (dpc) embrio mencit mencapai tahap blastosis. Namun dengan adanya perkembangan embrio pada tiap individu yang tidak sama maka embrio yang didapat pada hari ke-3.5 dpc bervariasi dari embrio tahap morula hingga blastosis ekspan. Sebelum dilakukan isolasi ICM, terlebih dahulu seluruh blastosis yang telah dikoleksi dihilangkan zona pellucida-nya. Proses menghilangkan zona pellucida dilakukan dengan inkubasi blastosis dalam enzim pronase 0.25% selama 7-10 menit. Waktu yang diperlukan untuk menghilangkan zona pellucida pada tiap blastosis menunjukkan perbedaan, tergantung pada ketebalan dari zona pellucida. Menurut Nagy et al. (2003), blastosis pada umumnya memiliki zona pellucida dengan ketebalan sekitar 7 µm. Namun pada blastosis hasil koleksi didapatkan ketebalan zona pellucida yang tidak seragam. Perbedaan ketebalan zona pellucida tersebut berkaitan dengan tahapan dari blastosis itu sendiri. Dalam perkembangannya blastosis memiliki tiga tahapan perkembangan, yaitu blastosis awal, blastosis, dan blastosis ekspan. Ketika blastosis mencapai tahapan ekspan, akan terjadi penipisan dari zona pellucida (Montag et al. 2000). Hal tersebut
3 25 berhubungan dengan mendekatinya proses implantasi pada perkembangan in vivo, pada saat ini sel-sel trofoblas akan mensintesis enzim yang menyerupai tripsin yang akan mencerna lapisan glikoprotein dari zona pellucida (Nagy et al. 2003). Hasil kerja enzim pronase selama proses pelisisan zona pellucida diamati di bawah miskroskop untuk melihat keberadaan zona peluucida. Blastosis yang sudah tidak dilapisi zona pellucida segera dipindahkan ke drop yang berisi DMEM plus FBS untuk menghentikan kerja enzim pronase. b b a b Gambar 5 Inkubasi blastosis dalam pronase: (a) lisisnya zona pellucida dari blastosis eksplan, (b) zona pellucida yang belum lisis. Pronase 0.25% selama 7 menit. Bar = 50 µm. Setelah proses penghilangan zona pellucida, selanjutnya dilakukan isolasi ICM dengan menggunakan metode immunosurgery (Gambar 6). Pada proses immunosurgery, rabbit anti-mouse antibody dan complement sera from guinea pig terlebih dahulu dilarutkan dalam medium DMEM tanpa FBS dengan perbandingan 1:3, dan waktu inkubasi tiap serum adalah 90 menit. Konsentrasi serum dan waktu inkubasi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil optimasi dari beberapa konsentrasi serum dan waktu inkubasi. Saat blastosis diinkubasi dalam rabbit anti-mouse antibody, antibodi tersebut akan mengenali sel-sel trofoblas dan akan berikatan dengannya. Ikatan tersebut kemudian akan dilisiskan oleh complement sera from guinea pig, sehingga hanya akan tersisa ICM saja ( Nagy et al. 2003). Hasil immunosurgery didapatkan 95.95% ICM atau
4 ICM dari tiap ulangan yang kemudian dikultur dalam medium kultur ESC yang diinduksi dengan LIF untuk mempertahankan sifat pluripotensinya serta tetap berproliferasi. a. b. c. d. Gambar 6 Proses immunosurgery: (a) blastosis dengan zona pellucida, (b) blastosis setelah inkubasi dengan pronase 0.25%, (c) lisisnya trofoblas setelah immunosurgery, (d) ICM. Bar = 50 µm. Kultur Inner Cell Mass dan Uji Pluripotensi Hasil pengamatan selama 7 hari kultur ICM menunjukkan bahwa rata-rata terdapat 25 koloni ICM yang terbentuk dari penanaman 150 ICM di awal kultur (Gambar 7). Hal tersebut diakibatkan terjadinya penggabungan antara ICM yang satu dengan yang lain membentuk koloni. Selain itu, rendahnya ICM yang berkembang dalam kultur bisa jadi diakibatkan kerusakan ICM pada saat proses isolasinya. Kerusakan ICM pada metode immunosurgery umumnya terjadi pada blastosis yang selama proses penghilangan zona pellucida mengalami pengkerutan, yang mengindikasikan bahwa ikatan antara sel trofoblas sudah terputus. Ketika blastosis yang demikian diinkubasi pada kedua serum yang
5 27 digunakan dalam metode immunosurgery, maka kedua serum tersebut selain melisiskan trofoblas yang ada di bagian luar juga akan dapat masuk ke dalam blastosis dan menyebabkan kerusakan ICM. a. b. 50 µm 250 µm Gambar 7 Kultur ICM: (a) hari ke-0, (b) hari ke-7) Hasil ICM di atas selanjutnya dikultur dengan menggunakan medium kultur yang diberi tambahan 20ng/ml LIF. Seperti telah diketahui bahwa pada kultur ESC mencit, LIF memiliki peranan untuk menjaga sel tetap berproliferasi tanpa berdiferensiasi. Hal ini dikarenakan adanya ikatan LIF dengan reseptorreseptor spesifiknya pada sel punca (LIFR dan gp130) yang memicu terjadinya aktivasi dari faktor transkripsi STAT3, yang berperan penting dalam menjaga kelangsungan proliferasi ESC dari mencit secara in vitro (Wobus et al. 2005; Pan & Thomson 2007). Adapun penambahan LIF dalam medium kultur ESC dengan konsentrasi di atas rata-rata (biasanya 10ng/ml) dilakukan untuk mengatasi kekurangan suplai LIF dalam medium yang biasanya terpenuhi oleh feeder layer yang digunakan, yaitu mouse embryonic fibroblast (MEF) (Xu et al. 2005). Fungsi MEF untuk mensekresikan faktor pertumbuhan yang penting untuk proliferasi dan mempertahankan pluripotensi dari ESC (bfgf dan LIF), pada penelitian ini digantikan dengan penambahan konsentrasi LIF dalam medium kultur untuk menjaga kelangsungan proliferasi ESC tanpa berdiferensiasi. Sedangkan fungsi MEF sebagai substrat tempat sel melekat sehingga sel dapat berproliferasi dengan baik (Heng et al. 2004), dalam penelitian ini digantikan oleh gelatin tipe B yang berasal dari kulit sapi, merupakan substansi protein yang berasal dari kolagen, protein alami yang ada di tendon, ligamen, dan jaringan
6 28 hewan mamalia. Gelatin mampu untuk membentuk lapisan gel yang kuat, trasnparan, dan fleksibel, serta mampu berperan sebagai substrat tempat sel melekat sehingga sel dapat berproliferasi dengan baik (Ulloa-Montoya et al. 2005). Hasil ESC yang didapat terlebih dahulu diuji terhadap tingkat pluripotensi yang ada sebelum dilakukan pengarahan. Uji pluripotensi dari ICM yang telah berproliferasi dilakukan dengan menggunakan pewarnaan alkaline phosphatase (AP). Hasil yang didapat adalah sebanyak 94.12% dari 11 koloni ICM yang telah dikultur selama 7 hari menunjukkan hasil yang positif terhadap pewarnaan AP, yaitu berwarna merah (Gambar 8). Hal tersebut menunjukkan bahwa ESC masih bersifat pluripoten dan belum berdiferensiasi. a. b. Gambar 8 Hasil pewarnaan alkaline phosphatase terhadap koloni ICM; (a) Negatif, (b) Positif. Bar = 50 µm. Menurut Wei et al. (2005), ESC mencit yang belum berdiferensiasi memiliki enzim AP yang tinggi dan dengan melakukan inkubasi dalam larutan AP akan menginduksi enzim AP untuk mengkatalisis substrat yang terkandung dalam larutan AP (naphtol AS-MX phosphate dan Fast Red TR Salt), sehingga akan menimbulkan warna merah pada koloni sel tersebut (mengindikasikan ESC tersebut masih bersifat pluripoten). Terdapatnya beberapa koloni ICM yang menunjukkan hasil negatif terhadap pewarnaan AP mengindikasikan rendahnya enzim AP yang terkandung dalam koloni ICM tersebut.
7 29 Pengarahan Embryonic Stem Cells Menjadi Cardiomyocyte-like Cells Pengamatan Area Berdenyut Proses diferensiasi dimulai saat hasil tripsinasi koloni ICM dikultur dalam medium kultur ESC tanpa LIF, ditandai dengan terbentuknya embryoid bodies (EB) pada hari ke-2 setelah dimulainya diferensiasi. Pembentukan EB dapat dilakukan dengan metode kultur ESC secara hanging drop atau dengan mengkultur ESC yang telah ditripsinasi dalam petri yang telah dilapisi dengan gelatin 0.1%. Di dalam EB, seluruh derivat dari ketiga lapisan kecambah terbentuk (Bader et al. 2000). Namun tentu saja jumlah dari tiap jenis sel tidak banyak (Boheler et al. 2002). Upaya meningkatkan jumlah cardiomyocyte yang terbentuk dari EB, maka diberikan medium perlakuan pada kultur EB dimulai dari hari ke-3 setelah dimulainya diferensiasi. Pengamatan hasil pengarahan ESC menjadi cardiomyocyte-like cells (CLC) dilakukan setelah hari ke-7 hingga hari ke-14 diferensiasi, yang ditandai dengan terdapatnya area berdenyut, baik dalam koloni maupun pada bagian outgrowth dari koloni ESC tersebut (Gambar 9). Munculnya area berdenyut pada pengarahan ESC merupakan salah satu keistimewaan dari sel cardiomyocyte yang dapat diamati secara langsung dengan bantuan kamera video (Sony, SSC- DC398p, Japan) yang menghubungkan mikroskop inverted (Olympus, IX70, Japan), yang memiliki Hoffman Modulation optics, dengan monitor. Kontraksi yang terjadi tidak diaktifkan oleh adanya impuls dari syaraf, seperti pada otot rangka, akan tetapi kontraksi terjadi akibat depolarisasi gelombang yang diinisiasi oleh pacemaker. Ion dan sinyal elektrik tersebut akan menyebar dari sel cardiomyocyte yang satu ke yang lain melalui intercalated discs, yang merupakan penghubung antara sel cardiomyocyte yang satu dengan yang lain. Hal ini menyebabkan terjadinya denyutan yang bersamaan dalam satu koloni ESC yang terdapat sel-sel cardiomyocyte di dalamnya (Boheler et al. 2002; Becker et al. 2006).
8 30 a a b b 20 µm Gambar 9 Koloni ESC yang membentuk EB pada hari ke-9 diferensiasi; (a) EB, (b) Outgrowth. Hasil pengamatan area berdenyut pada diferensiasi ESC menunjukkan area berdenyut pada koloni ESC yang diberi perlakuan DMEM+CML 0 dan DMEM+CML 10 muncul lebih awal bila dibandingkan dengan perlakuan DMEM. Selain itu, terdapat perbedaan letak area berdenyut pada tiap perlakuan, yaitu pada koloni ESC yang diberi perlakuan DMEM tidak ditemukan koloni yang memiliki area berdenyut, hanya bagian outgrowth saja yang berdenyut, yang menunjukkan terjadinya diferensiasi spontan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Heo et al. (2005), ESC yang dibiarkan berdiferensiasi tanpa penambahan penambahan faktor apapun menunjukkan terjadinya diferensiasi spontan ESC menjadi cardiomyocyte. Diferensiasi spontan tersebut ditandai dengan adanya ekspresi dari gen-gen yang spesifik pada perkembangan jantung, yang mulai meningkat pada minggu pertama dan kedua kultur diferensiasi ESC. Namun, jumlah cardiomyocyte yang didapatkan dari diferensiasi spontan tersebut sangatlah sedikit. Sehingga banyak penelitian untuk mengembangkan beberapa metode pengarahan ESC mencit menjadi cardiomyocyte, antara lain dengan penambahan faktor pertumbuhan (seperti retinoic acid, activin-a, epidermal growth factor, dan fibroblast growth factor (Schuldiner et al. 2000), transforming growth factor-β dan bone morphogenic protein 2 (Behfar et al. 2002), dimethy sulfoxide (Singla et al. 2005), cardiogenol C (Parker 2004)) dan atau penggunaan conditioned medium (Miwa et
9 31 al. 2003). Metode pengarahan tersebut dilakukan untuk meningkatkan jumlah cardiomyocyte hasil dari pengarahan ESC. Secara keseluruhan, jumlah rata-rata cardiomyocyte-like cells (CLC) yang ditemukan pada setiap perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (Tabel 3). Menurut Boheler et al. (2002), terbentuknya berbagai jenis sel dari hasil kultur ESC dikarenakan sifat pluripotensi dari ESC tersebut. Dalam perkembangan embrio secara in vivo, ICM akan berkembang menjadi berbagai macam jenis sel yang termasuk dalam ketiga lapis kecambah. Setelah proses diferensiasi dimulai, maka akan terbentuk suatu agregat yang menyerupai embrio (EB), yang dalam perkembangannya dapat mengarah pada sel-sel ektoderm, endoderm, dan mesoderm. Selama perkembangan EB, cardiomyocyte terletak di antara lapisan epitel dan lapisan basal dari sel-sel mesenkimal. Kultur EB lebih lanjut akan membentuk berbagai jenis sel tubuh, termasuk cardiomyocyte. Tabel 3 Pengamatan Area Berdenyut pada Diferensiasi ESC Menjadi Cardiomyocyte-like Cells (CLC) Perlakuan Hari Muncul Area Berdenyut Jumlah Rata-rata Koloni ESC Rata-rata CLC (%) Koloni+Out -growth Outgrowth Jumlah Ratarata CLC (%) DMEM+CML a a a DMEM+CML b a b DMEM a c Supercript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) antara jumlah area berdenyut yang ditemukan Jumlah rata-rata CLC hasil pengarahan ESC mencit yang diberi perlakuan DMEM+CML 10 menunjukan hasil yang secara nyata lebih baik dibandingkan dengan kedua perlakuan yang lainnya (P<0.05). Hal ini mengindikasikan bahwa penambahan LIF pada kultur primer cardiomyocyte memiliki peranan dalam meningkatkan kualitas dari CM yang dihasilkan, sehingga CM memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengarahkan ESC menjadi CLC. Seperti telah diketahui bahwa pada kultur primer cardiomyocyte dari mencit neonatal, LIF berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan cardiomyocyte (Kodama et al. 1997). Hal ini dikarenakan adanya ikatan LIF
10 32 dengan reseptor-reseptor spesifiknya pada cardiomyocyte, yaitu LIFR dan gp130. Menurut Kodama et al. (2000), LIF berpengaruh positif terhadap perkembangan sel cardiomyocyte melalui 3 lintasan sinyal transduksi yang dipicu oleh aktivasi gp130. Lintasan yang pertama terjadi karena adanya ikatan antara LIF dengan reseptornya yang mengaktivasi JAK, diikuti dengan fosforilasi dari gp130, menghasilkan binding sites untuk protein-protein daerah Src-homology 2 (SH2), seperti growth factor receptor bound protein 2 (GRB2). Hal ini merupakan titik awal dari urutan aktivasi Ras/Raf/MEK/ERK/p90RSK. Lintasan berikutnya adalah melalui STAT yang juga merupakan daerah SH2 yang memiliki faktor yang mampu untuk berikatan dengan fosforilasi gp130. Ikatan tersebut akan mengalami fosforilasi dan translokasi ke dalam nukleus. Lintasan ketiga dipicu oleh aktivasi gp130 pada fosforilasi dan aktivasi dari phosphatidylinositide 3- kinase (PI3K). PI3K mengaktifkan Akt kinase dan berperan penting dalam sintesis protein melalui p70 S6 kinase (p70s6k). Adanya ketiga lintasan tersebut menghasilkan peningkatan sintesis protein dan volume dari cardiomyocyte yang diinduksi LIF dalam kulturnya, sehingga CM yang dihasilkan akan lebih berkualitas dibandingkan dengan CM dari kultur primer tanpa induksi LIF. Kemampuan Ekspresi Gen Cardiomyocyte Analisa lebih lanjut dari CLC, dilakukan analisis cdna dari koloni sel yang memiliki area berdenyut. Hasil RT-PCR menunjukkan terdapatnya ekspresi Nkx2.5 dan α-mhc, namun terdapat perbedaan ketebalan pita dari tiap perlakuan. Pengarahan ESC yang diberi perlakuan DMEM+CML 10 dan DMEM+CML 0 menunjukkan pita dari ekspresi Nkx2.5 dan α-mhc yang lebih tebal bila dibandingkan dengan hasil pengarahan ESC yang diberi DMEM (Gambar 10). Hal ini mengindikasikan bahwa penambahan CM pada medium kultur pengarahan ESC meningkatkan pengarahan ESC mencit menjadi cardiomyocyte, dilihat dari ketebalan pita yang menunjukkan lebih banyaknya koloni ESC yang mengandung gen dan faktor transkripsi yang spesifik pada jantung, dibandingkan dengan koloni ESC yang diberi perlakuan medium kultur pengarahan tanpa penambahan CM.
11 33 Nkx2.5 (345bp) α-mhc (288bp) Kontrol DMEM DMEM+CM DMEM+CML Gambar 10 Ekspresi Nkx2.5 dan α-mhc pada Koloni ESC dengan Area Berdenyut Berdasarkan hasil di atas, kultur primer cardiomyocyte yang diinduksi LIF menghasilkan CM yang lebih berkualitas dibandingkan tanpa induksi LIF, karena diduga mengandung lebih banyak faktor-faktor pertumbuhan yang menunjang dan kondusif untuk pengarahan ESC menjadi CLC. Selain itu, pemberian CM pada medium kultur pengarahan ESC juga dapat meningkatkan pengarahan ESC mencit menjadi cardiomyocyte bila dibandingkan dengan medium kultur pengarahan saja, dikarenakan kandungan di dalam CM yang lebih mendekati kondisi in vivo dari cardiomyocyte.
TINJAUAN PUSTAKA Myocardial Infarction
4 TINJAUAN PUSTAKA Myocardial Infarction Pada saat ini, kerusakan pada jantung (myocardial infarction) banyak diderita oleh penduduk di hampir seluruh dunia. Pada tahun 2005, diperkirakan lebih dari 17
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE PENELITIAN
17 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, dan Laboratorium Terpadu, Fakultas Kedokteran
Lebih terperinciPOTENSI LEUKEMIA INHIBITORY FACTOR DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN CONDITIONED MEDIUM UNTUK PENGARAHAN EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI CARDIOMYOCYTE
POTENSI LEUKEMIA INHIBITORY FACTOR DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN CONDITIONED MEDIUM UNTUK PENGARAHAN EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI CARDIOMYOCYTE DWI AGUSTINA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciDIFERENSIASI EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI NEURON MENGGUNAKAN CONDITIONED MEDIUM RIRIS LINDIAWATI PUSPITASARI
DIFERENSIASI EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI NEURON MENGGUNAKAN CONDITIONED MEDIUM RIRIS LINDIAWATI PUSPITASARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN ORISINALITAS Dengan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. b c
4 TINJAUAN PUSTAKA Pankreas Pankreas adalah organ yang memiliki 2 fungsi yang berbeda, yaitu menghasilkan hormon dan mensekresikan enzim. Organ tersebut terdiri dari 3 komponen utama, yaitu jaringan eksokrin
Lebih terperinciMATERI DAN METODE PENELITIAN
18 MATERI DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Stem Cell
TINJAUAN PUSTAKA Stem Cell Stem cell atau stem cell, diprediksi memegang kunci untuk pengobatan beberapa penyakit yang pada saat ini tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan konvensional. Berkat kemajuan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kehidupan modern dewasa ini menyebabkan tingkat stress yang tinggi, sehingga menjadi salah satu faktor pemicu berkembangnya berbagai macam penyakit yang memerlukan penanganan
Lebih terperinciPENGEMBANGAN METODE KULTUR EMBRYONIC STEM CELLS DARI EMBRIO HASIL FERTILISASI DAN PRODUKSINYA DARI EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT THOMAS MATA HINE
PENGEMBANGAN METODE KULTUR EMBRYONIC STEM CELLS DARI EMBRIO HASIL FERTILISASI DAN PRODUKSINYA DARI EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT THOMAS MATA HINE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Lebih terperinciEMBRIOGENESIS DAN INDUKSI EMBRIO (BAGIAN I) LABORATORIUM EMBRIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Indikator pencapaian: Definisi dan tahapan embriogenesis (pembelahan, blastulasi,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Vitamin E (α-tokoferol) dalam Media DMEM terhadap Konfluenitas Sel Ginjal Fetus Hamster yang Dikultur Primer Berdasarkan hasil penelitian dan analisis
Lebih terperinciKEMAMPUAN CONDITIONED MEDIUM DARI KULTUR PRIMER PANKREAS DEWASA DALAM MENGARAHKAN (DIFERENSIASI) EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI SEL BETA PANKREAS
KEMAMPUAN CONDITIONED MEDIUM DARI KULTUR PRIMER PANKREAS DEWASA DALAM MENGARAHKAN (DIFERENSIASI) EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI SEL BETA PANKREAS DINI BUDHIARKO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciPENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST
i PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST (CM-REF) DENGAN DAN TANPA LEUKEMIA INHIBITORY FACTOR (LIF) DALAM MEDIUM TERHADAP TINGKAT PROLIFERASI DAN SIFAT PLURIPOTENSI MESENCHYMAL STEM CELL
Lebih terperinciMetode Isolasi Jumlah ICM Total sel ICM Profil sel ICM
ISSN : 1411-8327 Produksi Embryonic Stem Cells dari Inner Cell Mass Blastosis yang Diisolasi dengan Metode Enzimatik dan Immunosurgery (PRODUCTION OF EMBBRYONIC STEM CELLS FROM INNER CELL MASS OF BLASTOCYST
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. proses di berbagai Negara. Saat ini penggunaan terapi stem cell menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penelitian mengenai Stem cell masih memasuki tahap proses di berbagai Negara. Saat ini penggunaan terapi stem cell menjadi terobosan baru dalam upaya pengobatan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Rancangan Percobaan Metode Penelitian Koleksi Blastosis
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari September 2006 sampai dengan Mei 2007, di Laboratorium Embriologi dan Laboratorium Histologi, Departemen Anatomi, Fisiologi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. misalnya sel otot, sel darah, sel otak atau sel jantung. Stem cell berfungsi sebagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stem cell merupakan sel yang belum terdiferensiasi dan mempunyai potensi yang tinggi untuk berkembang menjadi jenis sel berbeda di dalam tubuh misalnya sel otot, sel
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Morfologi Sel Fibroblas dalam Kultur In Vitro Hasil pengamatan kultur sel otot fetus tikus menunjukkan secara morfologi adanya dua bentuk sel, yakni sel fibrosit, berbentuk spindel
Lebih terperinciJARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN
JARINGAN DASAR HEWAN Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN Tubuh hewan terdiri atas jaringan-jaringan atau sekelompok sel yang mempunyai struktur dan fungsi
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Superovulasi Koleksi Sel Telur
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2011 s.d. Februari 2012. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Embriologi Departemen Anatomi Fisiologi dan
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
12 dianalisis menggunakan uji statistik analysis of variance (ANOVA) dan uji lanjut Duncan dengan taraf kepercayaan 5%. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Proliferasi Sel Tingkat Proliferasi Sel Berdasarkan
Lebih terperinciBAB 5 HASIL PENELITIAN
25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini viabilitas sel diperoleh dari rerata optical density (OD) MTT assay dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Viabilitas sel (%) = (OD perlakuan / OD kontrol)
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Proliferasi Berdasarkan Population Doubling Time (PDT) Population Doubling Time (PDT) adalah waktu yang diperlukan oleh populasi sel untuk menjadikan jumlahnya dua
Lebih terperinciDR.ETI YERIZEL,MS FK-UNIBA
DR.ETI YERIZEL,MS FK-UNIBA Dikenal di Dunia Kedokteran sejak th 1950 Ditemukan sel penyusun sum-sum tulang yg mampu membentuk seluruh jenis sel darah di dalam tubuh manusia, selanjutnya disebut Stem cell
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Tipe-tipe Sel yang Tumbuh dan Berkembang dalam Kultur
yaitu tingkat proliferasi, PDT dan panjang akson-dendrit dianalisis menggunakan metoda statistik T-test dengan tingkat kepercayaan 95%. HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe-tipe Sel yang Tumbuh dan Berkembang dalam
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Vitamin E (α-tocoferol) dalam Media DMEM (Dulbeccos Modified Eagles Medium) terhadap Konfluen Sel Paru-Paru Fetus Hamster Kultur Primer Berdasarkan hasil
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Disosiasi Sel Testikular Ikan Gurame Berdasarkan kriteria ukuran sel spermatogonia ikan gurame (5-15 µm) menurut Mauluddin (2009), jumlah dan persentase sel spermatogonia
Lebih terperinciEMBRIOGENESIS DAN INDUKSI EMBRIO (BAGIAN II) LABORATORIUM EMBRIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Indikator pencapaian: Definisi dan tahapan embriogenesis (pembelahan, blastulasi,
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. ahli medis, bahkan orang awam diseluruh penjuru dunia. Sesuai dengan kata yang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini, stem sel telah menjadi topik utama pembicaraan banyak ilmuwan, ahli medis, bahkan orang awam diseluruh penjuru dunia. Sesuai dengan kata yang menyusunnya
Lebih terperinciEMBRIOGENESIS DAN INDUKSI EMBRIO (BAGIAN I) LABORATORIUM EMBRIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Indikator pencapaian: Definisi dan tahapan embriogenesis (pembelahan, blastulasi,
Lebih terperinciDIFERENSIASI EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI NEURON MENGGUNAKAN CONDITIONED MEDIUM RIRIS LINDIAWATI PUSPITASARI
DIFERENSIASI EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI NEURON MENGGUNAKAN CONDITIONED MEDIUM RIRIS LINDIAWATI PUSPITASARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN ORISINALITAS Dengan
Lebih terperinciSel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran
Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran yang menonjol ke luar sel Melalui permukaan sel ini,
Lebih terperinciRuang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA. Transfer Inti Sel Somatis
3 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan oosit mencit hasil superovulasi dengan penyuntikan hormon PMSG dan hcg secara intraperitonial. Produksi embrio kloning menggunakan teknik TISS yang
Lebih terperinciPOLA DISTRIBUSI DAN PRODUKSI ENERGI MITOKONDRIA SEL-SEL TROFOBLAS BLASTOSIS MENCIT(Mus musculus albinus) ROZA HELMITA
POLA DISTRIBUSI DAN PRODUKSI ENERGI MITOKONDRIA SEL-SEL TROFOBLAS BLASTOSIS MENCIT(Mus musculus albinus) ROZA HELMITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kultur jaringan hewan merupakan metode untuk memelihara sel hidup
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kultur jaringan hewan merupakan metode untuk memelihara sel hidup atau memperbanyak sel dalam kondisi in vitro. Hasil dari kultur jaringan tersebut, selanjutnya dapat
Lebih terperinciPENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST
i PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST (CM-REF) DENGAN DAN TANPA LEUKEMIA INHIBITORY FACTOR (LIF) DALAM MEDIUM TERHADAP TINGKAT PROLIFERASI DAN SIFAT PLURIPOTENSI MESENCHYMAL STEM CELL
Lebih terperinci1. Pendahuluan ISOLASI SEL PUNCA MESENKIM DARI KULTUR FIBROBLAS KULIT MANUSIA MENGGUNAKAN SISTEM PEMURNIAN BERBASIS MAGNET
Prosiding SNaPP2015 Kesehatan pissn 2477-2364 eissn 2477-2356 ISOLASI SEL PUNCA MESENKIM DARI KULTUR FIBROBLAS KULIT MANUSIA MENGGUNAKAN SISTEM PEMURNIAN BERBASIS MAGNET 1 Indra Kusuma, 2 Siska A. Kusumastuti,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel Langerhans di epidermis, yakni sel efektor imunogen pada kulit, penurunan daya
Lebih terperinciPERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PADA HEWAN
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PADA HEWAN Standar Kompetensi: Memahami konsep tumbuh kembang tumbuhan, hewan, dan manusia Kompetensi Dasar: Memahami konsep tumbuh kembang hewan Click to edit Master subtitle
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bioteknologi reproduksi merupakan teknologi unggulan dalam memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di dalamnya pemanfaatan proses rekayasa fungsi
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. digunakan adalah penelitian Posttest Only Control Design ( Gliner,2000 ) dengan kultur in
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian Eksperimental, dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian Posttest Only Control Design ( Gliner,2000
Lebih terperinciURAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan
URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan kloning pada organisme multiseluler melalui kultur sel tunggal.
Lebih terperinciBAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB III KERANGKA BERIKIR, KONSE AN HIOTESIS ENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Fakta menunjukkan bahwa proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel Langerhans di epidermis, yakni sel efektor imunogen
Lebih terperinciJARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA
JARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menjelaskan pengertian dan fungsi jaringan embrional 2. Menjelaskan ciri dan fungsi jaringan epitelium 3. Menjelaskan ciri dan fungsi jaringanjaringan
Lebih terperinciFolikulogenesis dan ovum ternak
. MATERI PRAKTIKUM 4 : J0A09 6 JUNI 206 dari 6 Folikulogenesis dan ovum ternak TUJUAN PRAKTIKUM : ) Mahasiswa memahami pengertian tentang Folikulogenesis 2) Mahasiswa dapat melihat dan menemukan sel telur
Lebih terperinciSel Kumulus Sebagai Feeder Layer pada Kultur Stem Cells Embrionic Mencit
ISSN : 1411-8327 Sel Kumulus Sebagai Feeder Layer pada Kultur Stem Cells Embrionic Mencit (CUMULUS CELLS AS FEEDER LAYER IN CULTURE OF MOUSE EMBRYONIC STEM CELLS) Thomas Mata Hine 1, Arief Boediono 2,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tahapan dalam siklus sel. Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surat an Nuh :
13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri kehidupan sel ditandai dengan terjadinya proliferasi. Proliferasi merupakan pertumbuhan yang disebabkan oleh pembelahan sel yang aktif dan bukan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. SURAT PERNYATAAN... iii. PRAKATA... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii SURAT PERNYATAAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... x DAFTAR SINGKATAN... xi INTISARI... xiv BAB I PENDAHULUAN...
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi
TINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi Fertilisasi merupakan proses bertemunya sel sperma dengan sel telur. Sel telur diaktivasi untuk memulai perkembangannya dan inti sel dari dua gamet akan bersatu untuk menyempurnakan
Lebih terperinciBAB 5 HASIL PENELITIAN
BAB 5 HASIL PENELITIAN Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sel-sel pulpa hasil subkultur dari kultur primer sel pulpa gigi sehat. Gambaran mikroskopis kultur sel primer dan subkultur sel-sel
Lebih terperinciBAB 2 SEL PUNCA. Biologi sel punca merupakan bidang baru yang maju dan sangat pesat
BAB 2 SEL PUNCA Biologi sel punca merupakan bidang baru yang maju dan sangat pesat dengan penemuan-penemuan baru yang dilaporkan dari seluruh dunia. Selama bertahun-tahun para peneliti telah mencari cara
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimental murni laboratoris in vitro. B. Sampel Penelitian Subjek penelitian ini adalah Human Dermal Fibroblast,
Lebih terperinciProduksi Embryonic Stem Cell (Esc) Line dari Blastosis Mencit dengan Metode Immunosurgery
NaskahAsli Produksi Embryonic Stem Cell (Esc) Line dari Blastosis Mencit dengan Metode Immunosurgery Ratih Rinendyaputri 1, Nike Susanti 2 1-2 Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Balitbangkes,
Lebih terperinciTRANSDUKSI SINYAL PADA TINGKAT SEL
TRANSDUKSI SINYAL PADA TINGKAT SEL Tranduksi sinyal Adalah proses perubahan bentuk sinyal yang berurutan, dari sinyal ekstraseluler sampai respon dalam komunikasi antar sel Tujuan: Untuk berlangsungnya
Lebih terperinciREAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)
REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI Oleh : Rini Rinelly, 1306377940 (B8A) REAKSI ANTIGEN DAN ANTIBODI Pada sel B dan T terdapat reseptor di permukaannya yang berguna untuk
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan Penelitian. Metode Penelitian
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2010 sampai dengan Januari 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Embriologi Departemen Anatomi Fisiologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor (PGFs) sebagai mediator biologis dalam proses regenerasi periodontal. Bahan-bahan tersebut
Lebih terperinciGambar di nomerin de... : Neurulasi primer (Gilbert, 2003)
Neurulasi Pembentukan Aksis (Sumbu) Pembentukan Sistem Saraf Pusat Mamalia Ada empat tahapan perubahan dari sel pluripoten yaitu epiblast menjadi sel prekursor sel saraf atau disebut neuroblas, yaitu:
Lebih terperinciSkeletal: Otot: Sendi: Fasia Hubungan sistem muskuloskeletal dengan reproduksi wanita
Skeletal: Struktur jaringan tulang Klasifikasi tulang Tulang tengkorak, rangka dada, tulang belakang, panggul, ekstremitas atas dan bawah Sendi: Klasifikasi berdasarkan gerakan Klasifikasi berdasarkan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Promoter -Aktin Ikan Mas Promoter -Aktin dari ikan mas diisolasi dengan menggunakan metode PCR dengan primer yang dibuat berdasarkan data yang ada di Bank Gen. Panjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk mempertahankan integritas membran sel, sehingga kondisi sel tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vitamin E dalam media kultur mempunyai peran penting, diantarannya adalah untuk mempertahankan integritas membran sel, sehingga kondisi sel tersebut seimbang dan dapat
Lebih terperinciPOLA DISTRIBUSI DAN PRODUKSI ENERGI MITOKONDRIA SEL-SEL TROFOBLAS BLASTOSIS MENCIT(Mus musculus albinus) ROZA HELMITA
POLA DISTRIBUSI DAN PRODUKSI ENERGI MITOKONDRIA SEL-SEL TROFOBLAS BLASTOSIS MENCIT(Mus musculus albinus) ROZA HELMITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS
Lebih terperinciSTEM CELL SEL PUNCA FIKES UMM
STEM CELL SEL PUNCA FIKES UMM History 1908 kata stem cell diperkenalkan oleh Alexander Maksimov 1981 isolasi stem cell pada embrio 1998 aplikasi sel punca untuk kloning 2007 nobel tentang sel punca dan
Lebih terperinciPERKEMBANGAN KOLONI PRIMER EMBRYONIC STEM CELL (ESC) MENCIT PASCA VITRIFIKASI INNER CELL MASS (ICM) *
Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 41, No. 3, 2013: 171-178 PERKEMBANGAN KOLONI PRIMER EMBRYONIC STEM CELL (ESC) MENCIT PASCA VITRIFIKASI INNER CELL MASS (ICM) Ratih Rinendyaputri* 1 dan Arief Boediono 2 1 Pusat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi dan gangguan kekebalan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi dan gangguan kekebalan tubuh karena sistem imun spesifik dan non spesifik belum matang dengan sempurna sehingga periode
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi hiperurisemia pada populasi manusia cukup tinggi. Studi di Amerika tahun 2011 menunjukkan bahwa prevalensi hiperurisemia sebesar 21,2% pada pria dan 21,6%
Lebih terperinciSignal Transduction. Dr. Sri Mulyaningsih, Apt
Signal Transduction Dr. Sri Mulyaningsih, Apt Konsep umum signal transduction Komunikasi sel Tipe-tipe reseptor Molecular signaling Komunikasi antar sel Umumnya diperantarai oleh molekul sinyal ekstraseluler
Lebih terperinciProses kehamilan: Fertilisasi Nidasi (Implantasi) Plasentasi. Proses Kehamilan - 2
Proses kehamilan: Fertilisasi Nidasi (Implantasi) Plasentasi Proses Kehamilan - 2 Kehamilan peristiwa yang terjadi mulai dari fertilisasi (konsepsi) hingga bayi lahir. Proses kehamilan meliputi : Fertilisasi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut sesuai
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi dan Perkecambahan Biji Hasil penelitian menunjukkan biji yang ditanam dalam medium MS tanpa zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut
Lebih terperinciGASTROPATI HIPERTENSI PORTAL
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka konseptual VIRUS SEL KUFFER SIMVASTATIN NFkβ IL 6 TNF α IL 1β TGF β1 HEPATOSIT CRP FIBROSIS ECM D I S F U N G S I E N D O T E L KOLAGEN E SELEKTIN inos
Lebih terperinciGb. 5.12. STRUKTUR FOSPOLIPID (Campbell, 1999:72)
Gb. 5.12. STRUKTUR FOSPOLIPID (Campbell, 1999:72) Rumus Umum Asam Amino (Campbell, 1999: 73) H H O N C C H R OH GUGUS AMINO GUGUS KARBOKSIL Tabel 5.1 Gambaran Umum Fungsi Protein (Campbell, 1999: 74) JENIS
Lebih terperinciBAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. Penanaman sel ke 96-wells plate. Uji Viabilitas Sel
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. 4.2 Alur Penelitian Kultur Sel dari Penyimpanan Nitrogen Cair Inkubasi selama 48 jam dalam inkubator dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyembuhan luka merupakan proses yang dinamis, meliputi empat fase, yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan luka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memicu timbulnya penyakit degeneratif termasuk kanker. Kandungan terbesar dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan alkohol sebagai minuman yang sudah tentu bertentangan dengan ajaran islam saat ini ada kecenderungan meningkat di masyarakat. Penggunaan alkohol terutama
Lebih terperinciCATATAN SINGKAT IMUNOLOGI
CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.
7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gingiva merupakan bagian dari mukosa rongga mulut yang menutupi tulang alveolar pada kedua rahang dan mengelilingi leher gigi (Reddy, 2008). Perlukaan pada gingiva sering
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak kacang kedelai hitam (Glycine soja) terhadap jumlah kelenjar dan ketebalan lapisan endometrium
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba
Lebih terperinci(G Protein-coupled receptor) sebagai target aksi obat
Reseptor terhubung protein G (G Protein-coupled receptor) sebagai target aksi obat merupakan keluarga terbesar reseptor permukaan sel menjadi mediator dari respon seluler berbagai molekul, seperti: hormon,
Lebih terperinciDr. HAKIMI, SpAK. Dr. MELDA DELIANA, SpAK. Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA
Dr. HAKIMI, SpAK Dr. MELDA DELIANA, SpAK Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA 1 Dilepas ke sirkulasi seluruh tubuh Mengatur fungsi jaringan tertentu Menjaga homeostasis Berada dalam plasma, jaringan interstitial
Lebih terperinciIII. SINYAL TRANSDUKSI
III. SINYAL TRANSDUKSI III.a. pengantar jalur sinyal Sel-sel mengatur aktivitasnya utk beradaptasi dg perubahan kondisi lingkungan Organisme yg hidup bebas (spt ragi dan bakteri) merespon perubahan suhu,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terhadap tubuh karena akan mengalami proses detoksifikasi di dalam organ tubuh.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alkohol merupakan zat kimia yang dapat menimbulkan berbagai dampak terhadap tubuh karena akan mengalami proses detoksifikasi di dalam organ tubuh. Penggunaan alkohol
Lebih terperinciMekanisme penyerapan Ca dari usus (Sumber: /16-calcium-physiology-flash-cards/)
92 PEMBAHASAN UMUM Berdasarkan bukti empiris menunjukkan bahwa pegagan yang kaya mineral, bahan gizi dan bahan aktif telah lama digunakan untuk tujuan meningkatkan fungsi memori. Hasil analisa kandungan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada saat diisolasi dari ikan, sel trophont menunjukan pergerakan yang aktif selama 4 jam pengamatan. Selanjutnya sel parasit pada suhu kontrol menempel pada dasar petri dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan terhadap proses induksi akar pada eksplan dilakukan selama 12 minggu. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan pengaruh pada setiap perlakuan yang diberikan.
Lebih terperincihttp://aff.fkh.ipb.ac.id Lanjutan EMBRIOGENESIS DAN INDUKSI EMBRIO (BAGIAN II) LABORATORIUM EMBRIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Konsep Organiser, yang menjelaskan tentang proses
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25 tahun ini bertambah 2 kali lipat. Penderita DM mempunyai resiko terhadap penyakit kardiovaskular 2 sampai 5
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. buruk, dan memerlukan biaya perawatan yang mahal. 1 Jumlah pasien PGK secara
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan masalah kesehatan yang mendunia dengan angka kejadian yang terus meningkat, mempunyai prognosis buruk, dan memerlukan biaya
Lebih terperincileukemia Kanker darah
leukemia Kanker darah Pendahuluan leukemia,asal kata dari bahasa yunani leukos-putih,haima-darah. leukemia terjadi ketika sel darah bersifat kanker yakni membelah tak terkontrol dan menggangu pembelahan
Lebih terperinci] 2 (Steel dan Torrie, 1980)
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental dengan metode post test only control group design. B. Tempat Penelitian Tempat pemeliharaan dan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan,
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan, Viabilitas, dan Abnormalitas Kultur Primer Sel Paru-Paru Fetus Hamster Yang Dipapar Etanol
Lebih terperinciEMBRIOGENESIS IN VIVO PADA BIJI MELINJO (Gnetum gnemon L.) DAN PENGARUH ASAM ABSISAT TERHADAP PERKEMBANGAN IN VITRO BAKAL EMBRIO
EMBRIOGENESIS IN VIVO PADA BIJI MELINJO (Gnetum gnemon L.) DAN PENGARUH ASAM ABSISAT TERHADAP PERKEMBANGAN IN VITRO BAKAL EMBRIO Oleh MASDIANA A. Amin NIM : 31193001 INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2000 EMBRIOGENESIS
Lebih terperinciPENGEMBANGAN METODE KULTUR EMBRYONIC STEM CELLS DARI EMBRIO HASIL FERTILISASI DAN PRODUKSINYA DARI EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT THOMAS MATA HINE
PENGEMBANGAN METODE KULTUR EMBRYONIC STEM CELLS DARI EMBRIO HASIL FERTILISASI DAN PRODUKSINYA DARI EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT THOMAS MATA HINE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses kesembuhan fraktur dimulai segera setelah tulang mengalami kerusakan, apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis dan biologis
Lebih terperinciKULTUR STEM CELL SEBAGAI TERAPI SEL PENYAKIT DIABETES MELITUS (DM) Romdah Romansyah, S.Pd, M.Pd., FKIP, Universitas Galuh Ciamis, Jawa Barat.
KULTUR STEM CELL SEBAGAI TERAPI SEL PENYAKIT DIABETES MELITUS (DM) Romdah Romansyah, S.Pd, M.Pd., FKIP, Universitas Galuh Ciamis, Jawa Barat Abstrak Kultur stem cell dalam terapi sel penyakit diabetes
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi adalah salah satu tindakan bedah minor yang dilakukan oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan perlukaan (Wray dkk.,
Lebih terperinciBASIC STEM CELL. Pembimbing : Dr. Safrizal Rahman, M.Kes, sp.ot,
BASIC STEM CELL Pembimbing : Dr. Safrizal Rahman, M.Kes, sp.ot, Introducing stem cells A life story Stem cell merupakan sel yang belum berdeferensiasi dan mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk berkembang
Lebih terperinciPOTENSI TRANSDIFERENSIASI SEL FIBROBLAS MENJADI SEL SARAF SECARA IN VITRO
P-ISSN : 1978-225X; E-ISSN : 2502-5600 POTENSI TRANSDIFERENSIASI SEL FIBROBLAS MENJADI SEL SARAF SECARA IN VITRO Transdifferentiation Potency of Fibroblast Cell to Neuron Cell in Vitro Ekayanti M. Kaiin
Lebih terperinci