HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe-tipe Sel yang Tumbuh dan Berkembang dalam Kultur

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe-tipe Sel yang Tumbuh dan Berkembang dalam Kultur"

Transkripsi

1 yaitu tingkat proliferasi, PDT dan panjang akson-dendrit dianalisis menggunakan metoda statistik T-test dengan tingkat kepercayaan 95%. HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe-tipe Sel yang Tumbuh dan Berkembang dalam Kultur

2 Berdasarkan morfologi, sel-sel yang tumbuh dan berkembang dalam kultur primer terdiri dari dua tipe sel yaitu sel saraf dan sel-sel glia. Tipe sel saraf yang teramati dalam kultur adalah sel saraf bipolar dan sel saraf multipolar (Gambar 3). d a A a s d s B Gambar 3 Morfologi sel-sel saraf dalam kultur in vitro, a: akson, d: dendrit, s: badan sel. (A) Sel saraf multipolar. (B) Sel saraf bipolar. Pewarnaan HE. Bar: 10µm. Sel saraf umumnya memiliki morfologi badan sel yang besar dengan penjuluran akson dan dendrit. Morfologi sel saraf mudah diidentifikasi karena dicirikan oleh banyaknya penjuluran panjang yang khas (Junqueira & Carneiro 2005). Sel saraf bipolar memiliki inti sel bulat dengan satu penjuluran akson dan satu penjuluran dendrit. Sel saraf multipolar memiliki morfologi inti sel besar dengan beberapa penjuluran dendrit dan satu penjuluran akson. Penyusun utama jaringan saraf adalah sel saraf dan sel glia (Beresford 2001) dan sel saraf multipolar dan sel saraf bipolar merupakan jenis sel saraf yang sering ditemukan dalam susunan saraf pusat (Junqueira & Carneiro 2005; Cormack 2001). Tidak ditemukannya sel saraf unipolar dalam kultur karena biasanya sel ini berbentuk menyerupai sel saraf bipolar. Ditegaskan pula oleh Beitz dan Fletcher (2006) bahwa sel saraf unipolar berasal dari sel saraf bipolar dan setelah dewasa (mature) akan berkembang menjadi sel saraf bipolar. Sel-sel glia diidentifikasi dengan melihat morfologi, memiliki inti sel yang lebih gelap, dan ukuran yang relatif lebih kecil dari sel saraf. Sel glia yang teramati dalam kultur antara lain astrosit, oligodendrosit, dan mikroglia (Gambar 4). Sel glia terlihat lebih gelap dengan pewarnaan HE akan. Hal ini dikarenakan pada inti sel mengandung banyak kromatin (Beitz & Fletcher 2006). Astrosit

3 memiliki morfologi yang khas dengan penjuluran sitoplasma seperti bintang. Astrosit protoplasmik memiliki inti yang bulat berbeda dengan astrosit fibrous yang memiliki inti sedikit lebar dan memanjang. Oligodendrosit dapat diidentifikasi dari morfologinya yang menyerupai astrosit dengan jumlah penjuluran lebih sedikit dan kecil. Mikroglia memiliki inti sel kecil dan bulat dikelilingi dengan banyak penjuluran berukuran kecil. A B C D Gambar 4 Morfologi sel glia. (A) Astrosit protoplasmik. (B) Astrosit fibrous. (C) Oligodendrosit. (D) Mikroglia. Pewarnaan HE. Bar: 10µm. Beberapa sel glia seperti sel Schwann dan sel ependymal tidak ditemukan dalam pengamatan. Tidak ditemukannya pertumbuhan sel Schwann dalam kultur karena sel tipe ini ditemukan di susunan saraf perifer (Junqueira & Carneiro 2005). Sel-sel ependymal memiliki morfologi yang cukup berbeda dibandingkan sel glia lainnya akan tetapi sel ini juga tidak ditemukan di dalam kultur. Sel ini berbentuk seperti epitel kubus dan kadang memiliki silia (Junqueira & Carneiro 2005). Identifikasi dan karakterisasi sel ini berdasarkan penelitian Gabrion et al. (1998) dilakukan menggunakan transmission electron microscopy (TEM) dan teknik pewarnaan imunositokimia. Sel-sel glia yang ditemukan dalam kultur memiliki fungsi masing-masing yang spesifik. Astrosit berfungsi dalam memberi nutrisi sel saraf, mengontrol

4 sinyal antarneuron, mengatur ion dan metabolisme sel saraf, serta sebagai blood brain barrier (Cormack 2001). Oligodendrosit berfungsi dalam sintesis selubung myelin sedangkan mikroglia berfungsi sebagai makrofag dalam jaringan saraf (Junqueira & Carneiro 2005). Sel saraf berkembang dari progenitor saraf yang belum berdiferensiasi (Svendsen et al. 2001). Progenitor saraf atau neuroblast yang ditemukan dalam kultur memiliki morfologi bulat, bulat dengan disertai penjuluran pendek (bipolar neuroblast), serta berbentuk spindel yang memanjang (Gambar 5). Menurut Tzeng (2002) umumnya neuroblast di dalam kultur berbentuk bulat. Neuroblast akan berkembang menjadi sel saraf dan penjuluran neuroblast pada akhirnya akan membentuk akson dan dendrit (Kalverbour et al. 1999). Gambar 5 Morfologi neuroblast (tanda panah) dengan pengamatan secara natif. Bar: 10 µm. Sel saraf selain dikelilingi oleh berbagai sel glia juga dikelilingi oleh protein transmitter. Protein ini memiliki morfologi bulat, memiliki ukuran kecil, dan menempel pada sel saraf dengan jumlah cukup banyak (Gambar 6). Sel ini dibedakan dengan sel glia dengan melihat morfologi dan cara menempel pada sel saraf. Sel glia menempel pada sel saraf melalui penjuluran-penjulurannya sedangkan protein transmitter tidak memiliki penjuluran.

5 a s n d Gambar 6 Morfologi sel saraf dengan pengamatan secara natif, a: akson, d: dendrit, s: soma, n: inti sel, tanda panah: protein transmitter. Bar: 10 µm. Beberapa sel saraf ditemukan memiliki myelin. Myelin tampak seperti badan sel saraf namun berukuran kecil dan hanya terdapat pada akson (Gambar 7). Antar myelin dipisahkan oleh nodus Ranvier yang merupakan bagian akson yang tidak bermyelin (Agamanolis 2010). Myelin berfungsi untuk melindungi akson dan meningkatkan kecepatan impuls. Pada saraf perifer myelin dibentuk oleh sel Scwann sedangkan pada saraf pusat dibentuk oleh oligodendrosit (Agamanolis 2010). Gambar 7 Sel saraf bipolar dengan akson bermyelin (tanda panah hitam) yang dipisahkan oleh nodus Ranvier (tanda panah merah). Bar: 10 µm. Pertumbuhan Sel Saraf Tingkat Proliferasi dan Population Doubling Time. Jumlah sel yang tumbuh dalam medium mdmem dengan penambahan ITS secara nyata lebih banyak dibandingkan dengan medium mdmem (P<0,05). Demikian pula dengan

6 PDT yang dihasilkan pada medium mdmem+its lebih cepat dibandingkan tanpa penambahan ITS (Tabel 1). Tabel 1 Tingkat proliferasi sel yang tumbuh dalam medium mdmem dan mdmem+its Jumlah awal mdmem mdmem+its Jumlah akhir PDT Jumlah akhir PDT 9,0x10 4 6,2x10 5a ± ,9 ± 0,3 8,6x10 5b ± ,2 ± 0,2 Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05). Menurut Freshney (1994) insulin dalam suplemen ITS memiliki fungsi untuk meningkatkan penyerapan glukosa dan asam amino ke dalam sel. Efek mitogenik yang dihasilkan insulin dikarenakan pada sel terdapat reseptor terhadap insulin yaitu insulin-like growth factor receptor (reseptor IGF-1). Adanya transferin dan selenium juga membantu pertumbuhan sel menjadi lebih baik. Transferin diketahui sebagai protein pengangkut zat besi ke dalam sel. Protein ini juga dapat mengoptimalkan pertumbuhan sel melalui proses detoksifikasi terhadap peroksidase dan radikal bebas dalam medium (Freshney 1994). Selenium dalam medium digunakan sebagai antioksidan. Selenium dapat mengoptimalkan pertumbuhan sel melalui aktivasi glutathione peroxidase yang berfungsi dalam detoksifikasi dari radikal bebas. Suplemen ITS selain berfungsi dalam pertumbuhan sel juga dipakai untuk mengurangi penggunaan serum dalam medium (Freshney 1994). Population Doubling Time (PDT) adalah waktu yang diperlukan oleh populasi sel untuk menjadikan jumlahnya dua kali dari jumlah semula. Sel saraf yang dikultur dalam medium dengan dan tanpa ITS menunjukkan kisaran PDT yang normal. Menurut Martin (1994) sel saraf memiliki PDT sekitar 3-4 hari. Proliferasi sel yang cepat ditunjukkan dengan PDT yang rendah. Kultur sel saraf dalam medium dengan ITS menunjukkan nilai PDT yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan ITS ke dalam medium mampu meningkatkan proliferasi sel. Panjang Akson dan Dendrit. Panjang akson dalam medium mdmem berkisar dari µm dengan rata-rata 167,7 µm dan panjang dendrit 20,3-432

7 µm dengan rata-rata 102,5 µm. Panjang akson dalam medium mdmem+its berkisar dari 52,2-478,5µm dengan rata-rata 211,3 µm dan panjang dendrit 20,3-252,3 µm dengan rata-rata 115 µm. Panjang akson dan dendrit dalam medium mdmem dan mdmem+its tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Namun demikian secara rataan didapatkan angka lebih besar pada medium mdmem+its (Tabel 2). Tabel 2 Rataan panjang akson dan dendrit pada medium mdmem dan mdmem+its Parameter Ukuran panjang (µm ) dalam medium mdmem mdmem+its akson 167,7 ± 9,6 211,3 ± 36,4 dendrit 102,5 ± 6,6 115,0 ± 26,9 Akson dan dendrit dijadikan salah satu parameter ukuran pertumbuhan sel karena sel saraf yang mature dilihat dari ukuran akson dan dendrit yang dimilikinya. Isnaeni (2006) memaparkan bahwa penjuluran dendrit dan akson sangat bervariasi dalam ukuran dan bentuk. Hasil pengukuran menunjukkan panjang akson dan dendrit yang dihasilkan dari kultur sel saraf memiliki ukuran bervariasi yaitu berkisar antara µm. Menurut Korogod dan Dumont (2009) ukuran dendrit yang paling pendek pada tikus adalah 20,803 µm dan dapat mencapai panjang µm. Akson umumnya memiliki ukuran lebih panjang daripada dendrit meskipun beberapa neuron ditemukan memiliki ukuran akson yang pendek (Junqueira & Carneiro 2005). Sama seperti dendrit, ukuran akson yang dihasilkan dalam kultur juga bervariasi. Akson tikus berukuran kurang dari 1 mm dan dapat mencapai panjang 1 cm (Barres 1997). Ukuran akson yang dihasilkan dalam kultur relatif lebih pendek. Butler (2004) menyatakan bahwa pertumbuhan akson dan dendrit dapat menjadi lebih baik dengan penambahan NGF ke dalam kultur. Neuron cukup dapat teramati dengan pewarnaan HE namun penjuluran neuron tidak terwarnai jelas dengan HE (Agamanolis 2010). Akson dan dendrit dapat ditunjukkan dengan lebih jelas dengan pewarnaan silver (Agamanolis

8 2010). Umumnya pewarnaan silver yang digunakan untuk mewarnai akson dan dendrit adalah Bielschowsky stain (Agamanolis 2010). Komposisi Sel Saraf dan Glia. Hasil kultur in vitro menunjukkan bahwa komposisi rata-rata antara sel saraf dan glia tidak berbeda nyata yaitu masingmasing 47,8% dan 52,2%. (Tabel 3). Hasil pengamatan dengan menggunakan mikroskop menunjukkan jumlah sel saraf dan sel glia lebih banyak pada medium mdmem+its dibandingkan dengan dalam medium DMEM namun persentase sel-sel tersebut dalam kedua medium tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa sel yang dihasilkan memiliki komposisi yang sama tetapi berbeda tingkat kepadatannya. Tingkat kepadatan lebih tinggi dihasilkan pada medium mdmem+its. Tabel 3 Persentase sel saraf dan sel glia yang berkembang di dalam kultur (%) Jenis sel mdmem Medium mdmem+its Rata-rata Sel saraf 48,5 ± 10,3 47,16 ± 1,06 47,8 Sel glia 51,5 ± 10,3 52,84 ± 1,06 52,2 Sel glia memiliki persentase lebih banyak daripada sel saraf. Menurut Junqueira & Carneiro (2005) jumlah sel glia 10 kali lebih banyak dibandingkan dengan sel saraf dan mengisi jaringan saraf sebesar 90% (Beitz dan Fletcher 2006). Sel glia memiliki jumlah lebih banyak karena digunakan untuk membantu pertumbuhan sel saraf melalui absorbsi nutrisi secara optimal. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh jumlah sel glia sedikit lebih banyak daripada sel saraf yaitu 52,2%. Komposisi sel saraf dan sel glia memiliki persentase yang sama pada otak manusia. Pewarnaan HE kurang mampu menggambarkan sel glia secara jelas terutama untuk sel yang berukuran sangat kecil. Penggunaan imunositokimia dalam pewarnaan sel dapat membantu identifikasi sel glia secara jelas (Beitz & Fletcher 2006). Analisis Protein pada Kultur Sel Saraf Otak dengan Menggunakan SDS- PAGE

9 Hasil elektroforesis menunjukkan bahwa CM yang dikoleksi dari kultur sel saraf baik dari medium mdmem maupun mdmem+its menghasilkan tiga pita dengan perkiraan berat molekul (BM) +66, +55 dan +30 kda yang menunjukkan intensitas pita tebal (Gambar 8). Sampel CM medium dengan penambahan ITS menunjukkan intensitas warna yang lebih gelap pada gel elektroforesis yang mengindikasikan konsentrasi protein yang lebih tinggi. Hal ini selaras dengan hasil pada Tabel 1 yang menunjukkan bahwa jumlah sel yang tumbuh dalam mdmem+its lebih tinggi dibandingkan dengan dalam mdmem. Jumlah sel yang tinggi akan menghasilkan konsentrasi protein yang tinggi pula ,3 kda 55,4 kda 36,5 kda 21,5 kda 3,5 kda Gambar 8 Hasil SDS elektroforesis CM kultur sel saraf yang diwarnai dengan silver nitrat. (1) Unstained marker. (2) Sampel mdmem. (3) Sampel mdmem+its. Sel saraf menghasilkan berbagai macam protein diantaranya protein tau, protein MBP (myelin basic protein), dan protein PLP (proteolipid protein). Protein tau memiliki berat molekul cukup besar yaitu kda (Holzer 2002). Protein yang dihasilkan myelin memiliki berat molekul lebih ringan, misalnya protein MBP yang memiliki berat molekul 21,5 kda dan protein PLP dengan berat molekul 30 kda (Quarles et al. 2006). Growth factor yang dihasilkan oleh sel saraf antara lain nerve growth factor (NGF), glial derived neurotrophic factor (GDNF), nestin, dan glial fibrillary acidic protein (GFAP) dengan berat molekul

10 masing-masing 30 kda (Bocchini dan Angeletti 1969), 39 kda (Lin 1996), 240 kda, dan 52 kda (Jung et al. 2007). Berdasarkan berat molekul tersebut diperkirakan protein yang dihasilkan adalah NGF dan protein PLP, namun perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui secara pasti protein yang dihasilkan tersebut. Salah satu teknik identifikasi yang dapat dilakukan adalah western immunoblotting. Selanjutnya, untuk memisahkan protein dapat digunakan metode isoelectric focusing gel electrophoresis. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kultur sel saraf otak besar menghasilkan sel-sel saraf bipolar dan multipolar serta sel-sel glia berupa astrosit, oligodendrosit, dan mikroglia. Penambahan ITS ke dalam medium mampu meningkatkan proliferasi sel-sel yang berkembang dalam kultur dan menghasilkan protein dengan konsentrasi lebih banyak. Saran Kultur sel saraf menghasilkan protein yang diduga mengandung growth factor tertentu. Oleh karena itu diperlukan identifikasi, purifikasi, dan penghitungan konsentrasi protein tersebut. Peneguhan terhadap identifikasi sel-sel yang berkembang dalam kultur sel saraf dapat dilakukan dengan pewarnaan yang lebih spesifik yaitu imunositokimia. Peneguhan terhadap sekreta protein yang dihasilkan dapat menggunakan metode western immunoblotting.

KULTUR IN VITRO SEL-SEL OTAK BESAR (CEREBRUM) ANAK TIKUS VIVIT RIYACUMALA

KULTUR IN VITRO SEL-SEL OTAK BESAR (CEREBRUM) ANAK TIKUS VIVIT RIYACUMALA KULTUR IN VITRO SEL-SEL OTAK BESAR (CEREBRUM) ANAK TIKUS VIVIT RIYACUMALA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Morfologi Sel Fibroblas dalam Kultur In Vitro Hasil pengamatan kultur sel otot fetus tikus menunjukkan secara morfologi adanya dua bentuk sel, yakni sel fibrosit, berbentuk spindel

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tujuan

TINJAUAN PUSTAKA. Tujuan Dibandingkan dengan tipe sel lain seperti sel fibroblas dan epitel, kultur primer sel saraf otak lebih susah ditumbuhkan. Sel saraf berkembang dari progenitor saraf dan tidak mampu membelah ketika sudah

Lebih terperinci

Jaringan syaraf. Jaringan syaraf = Jaringan komunikasi. Mengubah rangsang menjadi impuls. Memberikan jawaban terhadap rangsang

Jaringan syaraf. Jaringan syaraf = Jaringan komunikasi. Mengubah rangsang menjadi impuls. Memberikan jawaban terhadap rangsang Jaringan syaraf Jaringan syaraf = Jaringan komunikasi Menerima rangsang Mengubah rangsang menjadi impuls Meneruskan impuls ke saraf pusat Memberikan jawaban terhadap rangsang Sel syaraf punya tonjolan

Lebih terperinci

Pertumbuhan dan Sekresi Protein Hasil Kultur Primer Sel-Sel Serebrum Anak Tikus

Pertumbuhan dan Sekresi Protein Hasil Kultur Primer Sel-Sel Serebrum Anak Tikus ISSN : 1411-8327 Pertumbuhan dan Sekresi Protein Hasil Kultur Primer Sel-Sel Serebrum Anak Tikus (IN VITRO GROWTH AND PROTEIN SECRETION OF NEWBORN RAT CEREBRAL PRIMARY CELLS CULTURE) Ita Djuwita 1*, Vivit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Proliferasi Berdasarkan Population Doubling Time (PDT) Population Doubling Time (PDT) adalah waktu yang diperlukan oleh populasi sel untuk menjadikan jumlahnya dua

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kehidupan modern dewasa ini menyebabkan tingkat stress yang tinggi, sehingga menjadi salah satu faktor pemicu berkembangnya berbagai macam penyakit yang memerlukan penanganan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini viabilitas sel diperoleh dari rerata optical density (OD) MTT assay dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Viabilitas sel (%) = (OD perlakuan / OD kontrol)

Lebih terperinci

HASIL. Tabel 1 Perbandingan berat abomasum, fundus, dan mukosa fundus dari domba di atas dan di bawah satu tahun

HASIL. Tabel 1 Perbandingan berat abomasum, fundus, dan mukosa fundus dari domba di atas dan di bawah satu tahun HASIL Ekstraksi Rennet dari Abomasum Domba di Atas dan di Bawah Satu Tahun Perbandingan antara berat abomasum, fundus, dan mukosa daerah kelejar fundus dapat dilihat seperti disajikan pada Tabel 1. Tabel

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sel pulpa yang merupakan hasil subkultur dari kultur primer sel pulpa gigi sehat. Gambaran mikroskopis kultur sel primer dan subkultur

Lebih terperinci

DIFERENSIASI EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI NEURON MENGGUNAKAN CONDITIONED MEDIUM RIRIS LINDIAWATI PUSPITASARI

DIFERENSIASI EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI NEURON MENGGUNAKAN CONDITIONED MEDIUM RIRIS LINDIAWATI PUSPITASARI DIFERENSIASI EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI NEURON MENGGUNAKAN CONDITIONED MEDIUM RIRIS LINDIAWATI PUSPITASARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN ORISINALITAS Dengan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sel-sel pulpa hasil subkultur dari kultur primer sel pulpa gigi sehat. Gambaran mikroskopis kultur sel primer dan subkultur sel-sel

Lebih terperinci

Jaringan Otot dan Saraf Sebuah Karya Presentasi Kelompok 4

Jaringan Otot dan Saraf Sebuah Karya Presentasi Kelompok 4 Jaringan Otot dan Saraf Sebuah Karya Presentasi Kelompok 4 DOSEN Pengampu : Eva Tyas Utami,S.Si,M.Si Disusun Oleh : Laili Nur Azizah Lutfi (131810401004) Novita Nur Kumala (161810401003) Desy Lutfianasari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. milyaran sel-sel neuron yang berorganisasi dengan berbagai macam jaringan. proses proliferasi pada sel saraf otak (Sloane, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. milyaran sel-sel neuron yang berorganisasi dengan berbagai macam jaringan. proses proliferasi pada sel saraf otak (Sloane, 2003). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem saraf merupakan struktur pusat pengaturan yang tersusun oleh milyaran sel-sel neuron yang berorganisasi dengan berbagai macam jaringan (Carlsson dkk, 2000).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahapan dalam siklus sel. Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surat an Nuh :

BAB I PENDAHULUAN. tahapan dalam siklus sel. Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surat an Nuh : 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri kehidupan sel ditandai dengan terjadinya proliferasi. Proliferasi merupakan pertumbuhan yang disebabkan oleh pembelahan sel yang aktif dan bukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tanaman mahkota dewa (Winarto 2009).

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tanaman mahkota dewa (Winarto 2009). TINJAUAN PUSTAKA Mahkota Dewa Di daerah Sumatera (Melayu), mahkota dewa dikenal dengan nama buah simalakama sedangkan di pulau Jawa mahkota dewa dikenal dengan nama makuto dewo (Habsari 2010). Sistematika

Lebih terperinci

DASAR-DASAR SISTEM SYARAF DAN JARINGAN SYARAF

DASAR-DASAR SISTEM SYARAF DAN JARINGAN SYARAF DASAR-DASAR SISTEM SYARAF DAN JARINGAN SYARAF Sistem syaraf bertanggung jawab dalam mempertahankan homeostasis tubuh (kesetimbangan tubuh, lingkungan internal tubuh stabil) Fungsi utamanya adalah untuk:

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 3. Sistem Koordinasi dan Alat InderaLatihan Soal 3.1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 3. Sistem Koordinasi dan Alat InderaLatihan Soal 3.1 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 3. Sistem Koordinasi dan Alat InderaLatihan Soal 3.1 1. Perhatikan gambar berikut! Sel yang ditunjukkan gambar diatas adalah... neuron nefron neurit nucleus Kunci Jawaban : A

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Vitamin E (α-tokoferol) dalam Media DMEM terhadap Konfluenitas Sel Ginjal Fetus Hamster yang Dikultur Primer Berdasarkan hasil penelitian dan analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Secara patologis hiperglikemia selama stroke iskemik memperburuk

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Secara patologis hiperglikemia selama stroke iskemik memperburuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Secara patologis hiperglikemia selama stroke iskemik memperburuk kerusakan otak. Hiperglikemia pada tikus Diabetes Mellitus (DM) akibat induksi streptozotocin,

Lebih terperinci

Efek Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap Proliperasi dan Diferensiasi Sel Otak Besar Anak Tikus Berumur 3 Hari in vitro

Efek Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap Proliperasi dan Diferensiasi Sel Otak Besar Anak Tikus Berumur 3 Hari in vitro Efek Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap Proliperasi dan Diferensiasi Sel Otak Besar Anak Tikus Berumur 3 Hari in vitro Min Rahminiwati Ita Djuwita Yunita Ardini Latifah K Darusman

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12 dianalisis menggunakan uji statistik analysis of variance (ANOVA) dan uji lanjut Duncan dengan taraf kepercayaan 5%. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Proliferasi Sel Tingkat Proliferasi Sel Berdasarkan

Lebih terperinci

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN JARINGAN DASAR HEWAN Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN Tubuh hewan terdiri atas jaringan-jaringan atau sekelompok sel yang mempunyai struktur dan fungsi

Lebih terperinci

Sel fungsional yang bekerja pada sistem saraf

Sel fungsional yang bekerja pada sistem saraf FISIOLOGI VETERINER Sistem Saraf merupakan serangkaian mekanisme kerja yang kompleks dan berkesinambungan, yang bertugas menghantarkan impuls listrik yang terbentuk akibat adanya suatu stimulus (rangsang).

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 28 BAB 5 HASIL PENELITIAN Sel galur HSC-3 dan HSC-4 yang telah dikultur dan jaringan mukosa mulut normal dilakukan purifikasi (ekstraksi) protein dengan menggunakan kit Trizol (Invitrogen) sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah membuktikan bahwa kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh sumber daya manusianya (SDM) dan SDM sangat ditentukan oleh pertumbuhan dan perkembangan sejak dini.

Lebih terperinci

Anesty Claresta

Anesty Claresta Anesty Claresta 102011223 Skenario Seorang perempuan berusia 55 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan berdebar sejak seminggu yang lalu. Keluhan berdebar ini terjadi ketika ia mengingat suaminya yang

Lebih terperinci

PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST

PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST i PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST (CM-REF) DENGAN DAN TANPA LEUKEMIA INHIBITORY FACTOR (LIF) DALAM MEDIUM TERHADAP TINGKAT PROLIFERASI DAN SIFAT PLURIPOTENSI MESENCHYMAL STEM CELL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses di berbagai Negara. Saat ini penggunaan terapi stem cell menjadi

BAB I PENDAHULUAN. proses di berbagai Negara. Saat ini penggunaan terapi stem cell menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penelitian mengenai Stem cell masih memasuki tahap proses di berbagai Negara. Saat ini penggunaan terapi stem cell menjadi terobosan baru dalam upaya pengobatan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek sitotoksik kitosan terhadap berbagai jenis sel kanker yang dilakukan secara eksperimental di dalam laboratorium. Sel kanker yang digunakan

Lebih terperinci

I. Tujuan Menentukan berat molekul protein dengan fraksinasi (NH 4 ) 2 SO 4 Teori Dasar

I. Tujuan Menentukan berat molekul protein dengan fraksinasi (NH 4 ) 2 SO 4 Teori Dasar I. Tujuan II. Menentukan berat molekul protein dengan fraksinasi (NH 4 ) 2 SO 4 Teori Dasar Penamabahan garam pada konsentrasi rendah dapat meningkatkan kelarutan protein (salting in). tetapi protein akan

Lebih terperinci

NEURON & HORMON. Unita Werdi Rahajeng Psikologi-FISIP UB

NEURON & HORMON. Unita Werdi Rahajeng Psikologi-FISIP UB NEURON & HORMON Unita Werdi Rahajeng Psikologi-FISIP UB unita@ub.ac.id www.unita.lecture.ub.ac.id SISTEM SARAF Sistem saraf tersusun oleh 2 tipe sel : 1. Neuron 2. Glia NEURON Neuron adalah sel khusus

Lebih terperinci

SISTEM SARAF MANUSIA

SISTEM SARAF MANUSIA SISTEM SARAF MANUSIA skema sistem saraf manusia m e li p u ti m e li p u ti m e li p u ti m e li p u ti m e li p u ti m e li p u ti SEL SARAF Struktur sel saraf neuron: Badan sel, Dendrit Akson Struktur

Lebih terperinci

Fraksinasi merupakan langkah awal untuk melakukan proses purifikasi. Prinsip fraksinasi menggunakan liquid IEF BioRad Rotofor yakni memisahkan enzim

Fraksinasi merupakan langkah awal untuk melakukan proses purifikasi. Prinsip fraksinasi menggunakan liquid IEF BioRad Rotofor yakni memisahkan enzim PEMBAHASAN Abomasum merupakan bagian dari lambung ruminansia yang memiliki kemampuan metabolisme enzimatis. Abomasum dijadikan sebagai bahan baku utama penghasil rennet karena didasarkan pada sel-sel penghasil

Lebih terperinci

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI SISTEM SARAF SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI 1. SEL SARAF SENSORIK. 2. SEL SARAF MOTORIK. 3. SEL SARAF INTERMEDIET/ASOSIASI. Sel Saraf Sensorik Menghantarkan impuls (pesan) dari reseptor ke sistem

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Pertumbuhan biomassa ikan selama 40 hari pemeliharaan yang diberi pakan dengan suplementasi selenium organik berbeda dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini: 250,00

Lebih terperinci

Otot rangka tersusun dari serat-serat otot yang merupakan unit. penyusun ( building blocks ) sistem otot dalam arti yang sama dengan

Otot rangka tersusun dari serat-serat otot yang merupakan unit. penyusun ( building blocks ) sistem otot dalam arti yang sama dengan MORFOLOGI Organisasi Otot rangka tersusun dari serat-serat otot yang merupakan unit penyusun ( building blocks ) sistem otot dalam arti yang sama dengan neuron yang merupakan unit penyusun sistem saraf.

Lebih terperinci

Optimization of Neuron cells Maturation and Differentiation

Optimization of Neuron cells Maturation and Differentiation Optimization of Neuron cells Maturation and Differentiation Choirunil Chotimah 1,4) *, Masruroh Rahayu 2) *, Gatot Ciptadi 3), Fatchiyah Fatchiyah 1) 1) Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1. 1 Pertumbuhan, Konversi Pakan, dan Kelangsungan Hidup Pada pemeliharaan 4 minggu pertama, biomassa ikan yang diberi pakan mengandung rgh belum terlihat berbeda

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium dan vitamin B1 yang efektif bila dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada proses perbanyakan tanaman

Lebih terperinci

ANATOMI SISTEM SARAF DAN PERANANNYA DALAM REGULASI KONTRAKSI OTOT RANGKA

ANATOMI SISTEM SARAF DAN PERANANNYA DALAM REGULASI KONTRAKSI OTOT RANGKA ANATOMI SISTEM SARAF DAN PERANANNYA DALAM REGULASI KONTRAKSI OTOT RANGKA Dr. LITA FERIYAWATI NIP. 132295736 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENDAHULUAN Sistim saraf manusia adalah suatu

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM SARAF

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM SARAF JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM SARAF Sistem saraf adalah sistem koordinasi (pengaturan tubuh) berupa penghantaran impul saraf ke susunan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi, IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan terhadap proses induksi akar pada eksplan dilakukan selama 12 minggu. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan pengaruh pada setiap perlakuan yang diberikan.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4 LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4 Disusun oleh : Ulan Darulan - 10511046 Kelompok 1 Asisten Praktikum : R. Roro Rika Damayanti (10510065)

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. penambah rasa makanan dengan L-Glutamic Acid sebagai komponen asam

1. PENDAHULUAN. penambah rasa makanan dengan L-Glutamic Acid sebagai komponen asam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Monosodium Glutamat (MSG) sudah lama digunakan diseluruh dunia sebagai penambah rasa makanan dengan L-Glutamic Acid sebagai komponen asam amino (Geha et al., 2000), dikarenakan

Lebih terperinci

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL Berbagai organel yang terdapat di dalam sitoplasma memiliki membran yang strukturnya sama dengan membran plasma. Walaupun tebal membran plasma hanya ± 0,1 μm, membran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ini berbentuk soliter dan dapat tumbuh secara acak di semua sel saraf.

BAB 1 PENDAHULUAN. ini berbentuk soliter dan dapat tumbuh secara acak di semua sel saraf. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Schwannoma adalah tumor yang berasal selubung myelin sel saraf. Tumor ini berbentuk soliter dan dapat tumbuh secara acak di semua sel saraf. Schwannoma telah dilaporkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Temulawak ( Curcuma xanthorhiza Roxb.

TINJAUAN PUSTAKA Temulawak ( Curcuma xanthorhiza Roxb. TINJAUAN PUSTAKA Temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb.) Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah tanaman asli Indonesia yang berkhasiat untuk menjaga kesehatan dari berbagai penyakit (Hembing 2010).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Energi Metabolis. makanan dalam tubuh, satuan energi metabolis yaitu kkal/kg.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Energi Metabolis. makanan dalam tubuh, satuan energi metabolis yaitu kkal/kg. 24 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Energi Metabolis Energi metabolis adalah energi yang digunakan untuk metabolisme zat-zat makanan dalam tubuh, satuan energi metabolis yaitu kkal/kg.

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini telah mengajukan izin kelayakan penelitian ke Komite Etik FK UII dengan nomor protokol 12/Ka.Kom.Et/70/KE/XII/2015. Hasil penelitian terhadap

Lebih terperinci

Mekanisme penyerapan Ca dari usus (Sumber: /16-calcium-physiology-flash-cards/)

Mekanisme penyerapan Ca dari usus (Sumber: /16-calcium-physiology-flash-cards/) 92 PEMBAHASAN UMUM Berdasarkan bukti empiris menunjukkan bahwa pegagan yang kaya mineral, bahan gizi dan bahan aktif telah lama digunakan untuk tujuan meningkatkan fungsi memori. Hasil analisa kandungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging

PENDAHULUAN. 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat produksi daging domba di Jawa Barat pada tahun 2016 lebih besar 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging domba dan kambing di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memicu timbulnya penyakit degeneratif termasuk kanker. Kandungan terbesar dalam

BAB I PENDAHULUAN. memicu timbulnya penyakit degeneratif termasuk kanker. Kandungan terbesar dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan alkohol sebagai minuman yang sudah tentu bertentangan dengan ajaran islam saat ini ada kecenderungan meningkat di masyarakat. Penggunaan alkohol terutama

Lebih terperinci

Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf

Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Pendahuluan Dasarnya : neurofarmakologi studi ttg obat yang berpengaruh terhadap jaringan saraf Ruang lingkup obat-obat SSP: analgetik, sedatif, antikonvulsan, antidepresan,

Lebih terperinci

FISIOLOGI VETERINER FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN 2018

FISIOLOGI VETERINER FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN 2018 FISIOLOGI VETERINER FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN 2018 Sistem Saraf merupakan serangkaian mekanisme kerja yang kompleks dan berkesinambungan, yang bertugas menghantarkan impuls listrik yang terbentuk akibat

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Test Seleksi Calon Peserta International Biology Olympiad (IBO) 2014 2 8 September

Lebih terperinci

Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf

Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Pendahuluan Dasarnya : neurofarmakologi studi ttg obat yang berpengaruh terhadap jaringan saraf Ruang lingkup obat-obat SSP: analgetik, sedatif, antikonvulsan, antidepresan,

Lebih terperinci

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. PROTEIN Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringanjaringan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

EFEK PEMBERIAN EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP PERTUMBUHAN SEL-SEL OTAK BESAR ANAK TIKUS SECARA IN VITRO YUNITA ARDINI

EFEK PEMBERIAN EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP PERTUMBUHAN SEL-SEL OTAK BESAR ANAK TIKUS SECARA IN VITRO YUNITA ARDINI EFEK PEMBERIAN EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP PERTUMBUHAN SEL-SEL OTAK BESAR ANAK TIKUS SECARA IN VITRO YUNITA ARDINI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Penuntun praktikum histologi cell and genetics

Penuntun praktikum histologi cell and genetics Penuntun praktikum histologi cell and genetics Pada praktikum ini Saudara akan melihat sajian Histologi di bawah mikroskop. Pada mikroskop ada 2 macam lensa, okuler dan objektif. Lensa okuler terletak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelompokan tanaman Hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap sampel daun untuk mengetahui ukuran stomata/mulut daun, dapat dilihat pada tabel 3. Pada tabel 3 ditunjukkan

Lebih terperinci

SYARAF. Gamaliel Septian Airlanda

SYARAF. Gamaliel Septian Airlanda SYARAF Gamaliel Septian Airlanda Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui bentuk fisik dan mekanisme molekuler yang terjadi dalam neuron beserta fungsinya dalam menghantarkan informasi Struktur dan Fungsi Neuron

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tumbuhan merupakan organisme yang tidak dapat bergerak bebas yang pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Tumbuhan merupakan organisme yang tidak dapat bergerak bebas yang pertumbuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuhan merupakan organisme yang tidak dapat bergerak bebas yang pertumbuhan dan perkembangannya sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan sekitar seperti suhu, kelembaban,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempertahankan integritas membran sel, sehingga kondisi sel tersebut

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempertahankan integritas membran sel, sehingga kondisi sel tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vitamin E dalam media kultur mempunyai peran penting, diantarannya adalah untuk mempertahankan integritas membran sel, sehingga kondisi sel tersebut seimbang dan dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 18 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sel Otak Sel otak merupakan bagian dari jaringan saraf yang dapat mengalami spesialisasi untuk menerima stimulus dan menghantarkan implus ke seluruh bagian tubuh (Sloane, 1994).

Lebih terperinci

EFEK PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP PERTUMBUHAN SEL-SEL OTAK BESAR ANAK TIKUS SECARA IN VITRO ANI MURTISARI

EFEK PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP PERTUMBUHAN SEL-SEL OTAK BESAR ANAK TIKUS SECARA IN VITRO ANI MURTISARI EFEK PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP PERTUMBUHAN SEL-SEL OTAK BESAR ANAK TIKUS SECARA IN VITRO ANI MURTISARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

IV. Hasil dan Pembahasan

IV. Hasil dan Pembahasan IV. Hasil dan Pembahasan 4.1. Keasaman Total, ph. Ketebalan Koloni Jamur dan Berat Kering Sel pada Beberapa Perlakuan. Pada beberapa perlakuan seri pengenceran kopi yang digunakan, diperoleh data ph dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap tubuh karena akan mengalami proses detoksifikasi di dalam organ tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap tubuh karena akan mengalami proses detoksifikasi di dalam organ tubuh. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alkohol merupakan zat kimia yang dapat menimbulkan berbagai dampak terhadap tubuh karena akan mengalami proses detoksifikasi di dalam organ tubuh. Penggunaan alkohol

Lebih terperinci

Makalah Biokimia Komponen Penyusun Sel Tumbuhan NUKLEUS. Oleh :

Makalah Biokimia Komponen Penyusun Sel Tumbuhan NUKLEUS. Oleh : Makalah Biokimia Komponen Penyusun Sel Tumbuhan NUKLEUS Oleh : Nama : Sherly Febrianty Surya Nim : G111 16 016 Kelas : Biokimia Tanaman C Dosen Pembimbing : DR. Ir. Muh. Riadi, MP. PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Lebih terperinci

BESAR/ CEREBRUM KECIL / CEREBELLUM OTAK DIENCEPHALON, MESENCEPHALON, PONS, MEDDULLA OBLONGATA BATANG OTAK SSP STB/ MEDULLA SPINALIS LCS

BESAR/ CEREBRUM KECIL / CEREBELLUM OTAK DIENCEPHALON, MESENCEPHALON, PONS, MEDDULLA OBLONGATA BATANG OTAK SSP STB/ MEDULLA SPINALIS LCS BESAR/ CEREBRUM OTAK KECIL / CEREBELLUM SSP BATANG OTAK DIENCEPHALON, MESENCEPHALON, PONS, MEDDULLA OBLONGATA STB/ MEDULLA SPINALIS LCS NERVI CRANIALIS = 12 PASANG SST SOMATIS NERVI SPINALIS = 31 PASANG

Lebih terperinci

BIOLOGI SEL. Chapter IV Sifat Membran Plasma (Transportasi pada Membran)

BIOLOGI SEL. Chapter IV Sifat Membran Plasma (Transportasi pada Membran) BIOLOGI SEL Chapter IV Sifat Membran Plasma (Transportasi pada Membran) Membran Molekul Besar Molekul Kecil Gas ION Ingat Fungsi Protein Transmembran?? Manakah Fungsi Transmembran pada Kasus Ini?? Sifat

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. tingkat waktu kematian terhadap kemampuan pergerakan silia cavitas nasi hewan

BAB 6 PEMBAHASAN. tingkat waktu kematian terhadap kemampuan pergerakan silia cavitas nasi hewan 42 BAB 6 PEMBAHASAN Penelitian ini mempunyai tujuan untuk melihat pengaruh perbedaan suhu dan tingkat waktu kematian terhadap kemampuan pergerakan silia cavitas nasi hewan coba post mortem. Penelitian

Lebih terperinci

Beberapa definisi berkaitan dengan elektroforesis

Beberapa definisi berkaitan dengan elektroforesis Prof.Dr..Ir.Krishna Purnawan Candra, M.S. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian FAPERTA UNMUL Beberapa definisi berkaitan dengan elektroforesis Elektroforesis : pergerakan partikel terdispersi secara relatif

Lebih terperinci

LEMBARAN SOAL. Mata Pelajaran : BIOLOGI Sat. Pendidikan : SMA Kelas / Program : XI IPA 1-2 ( SEBELAS IPA 1-2 )

LEMBARAN SOAL. Mata Pelajaran : BIOLOGI Sat. Pendidikan : SMA Kelas / Program : XI IPA 1-2 ( SEBELAS IPA 1-2 ) LEMBARAN SOAL Mata Pelajaran : BIOLOGI Sat. Pendidikan : SMA Kelas / Program : XI IPA 1-2 ( SEBELAS IPA 1-2 ) PETUNJUK UMUM 1. Tulis nomor dan nama Anda pada lembar jawaban yang disediakan 2. Periksa dan

Lebih terperinci

BAB II PENJALARAN IMPULS SARAF. Ganglia basalis merupakan bagian dari otak yang memiliki peranan penting antara lain

BAB II PENJALARAN IMPULS SARAF. Ganglia basalis merupakan bagian dari otak yang memiliki peranan penting antara lain BAB II PENJALARAN IMPULS SARAF 2.1 Ganglia basalis dan subthalamik nukleus Ganglia basalis merupakan bagian dari otak yang memiliki peranan penting antara lain dalam menghasilkan gerakan motorik terutama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut sesuai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut sesuai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi dan Perkecambahan Biji Hasil penelitian menunjukkan biji yang ditanam dalam medium MS tanpa zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mempelajari karakter protein IgG dari kolostrum sapi yang divaksin dengan vaksin AI H5N1. Standar yang digunakan sebagai pembanding pada penghitungan ukuran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rasio Kelamin Ikan Nilem Penentuan jenis kelamin ikan dapat diperoleh berdasarkan karakter seksual primer dan sekunder. Pemeriksaan gonad ikan dilakukan dengan mengamati

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Kultur Primer Cardiomyocyte Cardiomyocyte yang digunakan dalam kultur primer dikoleksi dari jantung mencit neonatal umur 1-3 hari. Pemakaian sumber jantung mencit neonatal dikarenakan

Lebih terperinci

Sistem Saraf dan Indra Serangga Dr. Akhmad Rizali

Sistem Saraf dan Indra Serangga Dr. Akhmad Rizali Sistem Saraf dan Indra Serangga Dr. Akhmad Rizali Materi: http://rizali.staff.ub.ac.id 1 Saraf Serangga Penyusun utama jaringan saraf adalah sel sel saraf yang disebut neuron (berfungsi sebagai "jalan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, IPB, dari bulan Oktober 2011 Mei 2012. Bahan Isolasi untuk memperoleh isolat B. thuringiensis

Lebih terperinci

SISTEM KOORDINASI RITA WAHYUNINGSIH SMA NEGERI 5 MATARAM

SISTEM KOORDINASI RITA WAHYUNINGSIH SMA NEGERI 5 MATARAM SISTEM KOORDINASI RITA WAHYUNINGSIH SMA NEGERI 5 MATARAM SISTEM KOORDINASI 1. SISTEM SARAF 2. SISTEM ENDOKRIN 3. SISTEM INDERA 4. SISTEM KOORDINASI PADA HEWAN SISTEM SARAF PADA MANUSIA Sistem saraf tersusun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Stem Cell

TINJAUAN PUSTAKA Stem Cell TINJAUAN PUSTAKA Stem Cell Stem cell atau stem cell, diprediksi memegang kunci untuk pengobatan beberapa penyakit yang pada saat ini tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan konvensional. Berkat kemajuan

Lebih terperinci

Jadi apa nutrisi ini kuat? Ini disebut fosfatidilkolin ("Foss-Fah-Tidal-KO-Leen").

Jadi apa nutrisi ini kuat? Ini disebut fosfatidilkolin (Foss-Fah-Tidal-KO-Leen). Jadi apa nutrisi ini kuat? Ini disebut fosfatidilkolin ("Foss-Fah-Tidal-KO-Leen"). Fosfatidilkolin adalah bentuk kompleks lemak. Ini lemak kompleks sangat penting untuk fungsi membran sel. Itu membuat

Lebih terperinci

Nutrisi dan penyakit Alzheimer: Peran merugikan dari diet karbohidrat tinggi

Nutrisi dan penyakit Alzheimer: Peran merugikan dari diet karbohidrat tinggi Nutrisi dan penyakit Alzheimer: Peran merugikan dari diet karbohidrat tinggi ABSTRAK Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak yang baru-baru ini kenaikan tingkat insiden memiliki implikasi yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ

Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ STRUKTUR TUBUH MANUSIA SEL (UNSUR DASAR JARINGAN TUBUH YANG TERDIRI ATAS INTI SEL/ NUCLEUS DAN PROTOPLASMA) JARINGAN (KUMPULAN SEL KHUSUS DENGAN BENTUK & FUNGSI

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Lampiran 2 Pembuatan Larutan PBS Lampiran 3 Prosedur Pewarnaan HE

Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Lampiran 2 Pembuatan Larutan PBS Lampiran 3 Prosedur Pewarnaan HE LAMPIRAN Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Medium kultur DMEM merupakan medium Dulbecco s Modified Eagle s Medium (DMEM; Sigma) yang telah dimodifikasi dengan penambahan asam amino non-esensial (AANE;

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Makroskopis Tulang Kelinci Implan terlihat jelas sebagai massa berbentuk padat berwarna putih pada bagian korteks hingga bagian medula tulang. Hasil pemeriksaan makroskopis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,

Lebih terperinci

EMBRIOGENESIS IN VIVO PADA BIJI MELINJO (Gnetum gnemon L.) DAN PENGARUH ASAM ABSISAT TERHADAP PERKEMBANGAN IN VITRO BAKAL EMBRIO

EMBRIOGENESIS IN VIVO PADA BIJI MELINJO (Gnetum gnemon L.) DAN PENGARUH ASAM ABSISAT TERHADAP PERKEMBANGAN IN VITRO BAKAL EMBRIO EMBRIOGENESIS IN VIVO PADA BIJI MELINJO (Gnetum gnemon L.) DAN PENGARUH ASAM ABSISAT TERHADAP PERKEMBANGAN IN VITRO BAKAL EMBRIO Oleh MASDIANA A. Amin NIM : 31193001 INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2000 EMBRIOGENESIS

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Danau Kakaban menyimpan berbagai organisme yang langka dan unik. Danau ini terbentuk dari air laut yang terperangkap oleh terumbu karang di sekelilingnya akibat adanya aktivitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang

Lebih terperinci

Sistem Saraf pada Manusia

Sistem Saraf pada Manusia Sistem Saraf pada Manusia Apa yang dimaksud dengn sistem saraf? Sistem saraf merupakan salah satu sistem koordinasi yang bertugas menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan direspon oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kultur jaringan hewan merupakan metode untuk memelihara sel hidup

BAB I PENDAHULUAN. Kultur jaringan hewan merupakan metode untuk memelihara sel hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kultur jaringan hewan merupakan metode untuk memelihara sel hidup atau memperbanyak sel dalam kondisi in vitro. Hasil dari kultur jaringan tersebut, selanjutnya dapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Xylitol (11, 12) Xylitol telah diketahui sebagai bahan kimia organik sejak tahun 1890. Pada tahun 1891, Emil Fischer, kimiawan berkebangsaan Jerman merupakan orang pertama yang

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Keberhasilan suatu penelitian kultur in vitro dipengaruhi oleh eksplan yang hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul dapat dicirikan

Lebih terperinci

CONDITIONED MEDIUM DARI KULTUR PRIMER SEL SYARAF Mus musculus

CONDITIONED MEDIUM DARI KULTUR PRIMER SEL SYARAF Mus musculus 17-168 CONDITIONED MEDIUM DARI KULTUR PRIMER SEL SYARAF Mus musculus Riris L. Puspitasari 1, Arief Boediono 2, Ferry Sandra 3 1 Program Studi Biologi Universitas Al Azhar Indonesia 2 Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci