TINJAUAN PUSTAKA Myocardial Infarction

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Myocardial Infarction"

Transkripsi

1 4 TINJAUAN PUSTAKA Myocardial Infarction Pada saat ini, kerusakan pada jantung (myocardial infarction) banyak diderita oleh penduduk di hampir seluruh dunia. Pada tahun 2005, diperkirakan lebih dari 17 juta orang yang menderita kerusakan bahkan kematian dari cardiomyocyte (sel otot jantung) tersebut meninggal karena serangan jantung (NIH 2001; WHO 2007). Myocardial infarction terjadi akibat kerusakan permanen otot jantung pada bagian tertentu dari jantung yang diakibatkan penyakit coronary artery. Penyakit ini merupakan penyempitan pembuluh darah arteri yang mengalirkan darah ke cardiomyocyte akibat adanya penimbunan lemak dan pengapuran pada pembuluh darah tersebut (Gambar 1). Tidak tercukupinya suplai darah dan oksigen ke cardiomyocyte secara terus-menerus akan menyebabkan kerusakan bahkan kematian dari cardiomyocyte. Cardiomyocyte yang telah mati tidak dapat melakukan regenerasi kembali, sehingga hal tersebut akan mempengaruhi kerja jantung dan dapat meningkatkan disfungsi jantung karena berkurangnya cardiomyocyte yang membantu jantung berfungsi (NIH 2001; NHLBI 2008). Berbagai cara telah dilakukan untuk mengatasi myocardial infarction, seperti prosedur pembedahan, terapi pengobatan, serta pencangkokkan organ. Namun lebih dari setengah pasien yang didiagnosis mengalami gagal jantung meninggal 5 tahun kemudian setelah diagnosis awal (Ryan et al. 1999; Smits et al. 2005). Langkah yang kini banyak dilakukan untuk memperbaiki kerusakan jaringan pada jantung adalah dengan menghambat kematian cardiomyocyte dan melakukan transplantasi cardiomyocyte pada daerah jantung yang mengalami infarct. Salah satu sumber cardiomyocyte untuk transplantasi sel yang digunakan pada para penderita gagal jantung berasal dari sel punca, dimana dengan kondisi tertentu dapat berkembang menjadi sel-sel khusus yang sehat dan dapat berfungsi dengan baik menggantikan sel-sel yang rusak atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya (Boheler et al. 2002; Mummery et al. 2002).

2 5 Gambar 1 Myocardial infarction: (A) jantung yang mengalami kerusakan cardiomyocyte dan (B) penyempitan pembuluh darah arteri yang menyebabkan kerusakan cardiomyocyte (NHLBI 2008). Embryonic Stem Cells Sel punca adalah sel pembangun setiap organ dan jaringan tubuh kita; merupakan sel yang belum berdiferensiasi dan dengan kondisi tertentu dapat berproliferasi serta berdiferensiasi menjadi berbagai tipe sel dengan fungsi khusus (NIH 2001). Dengan demikian, karakteristik penting yang membedakan sel punca dengan tipe sel tubuh lainnya adalah kemampuan berproliferasi dalam periode waktu yang panjang, dan dapat diinduksi untuk berkembang menjadi tipe sel tertentu (Fischbach & Fischbach 2004). Saat ini terdapat tiga jenis sel punca, yaitu embryonic stem cells (ESC), adult stem cells (ASC), dan embryonic germ cells. Dari ketiga jenis sel punca tersebut, yang paling banyak digunakan dalam penelitian biomedis adalah ESC dan ASC. Embryonic stem cells diperoleh dari inner cell mass (ICM) yang terdapat pada embrio stadium blastosis. Sel-sel ini bersifat pluripoten atau memiliki kemampuan untuk berkembang menjadi semua tipe sel penyusun tubuh fetus dan organisme dewasa (Wobus & Boheler 2005). Adult stem cells adalah sel-sel yang belum berdiferensiasi yang terdapat pada jaringan yang telah berdiferensiasi, seperti sumsum tulang, otak, ataupun pada jaringan tubuh

3 6 organisme dewasa lainnya. Sel-sel tersebut dapat berproliferasi dalam tubuh dan membuat klon yang identik dengan mereka selama kehidupan organisme, atau menjadi khusus untuk menghasilkan tipe sel dari jaringan asal (Guasch & Fuchs 2005). Beberapa jaringan dewasa yang telah dilaporkan mengandung sel punca adalah retina, hati (Rafii & Lyden 2003), ginjal (Lakshmipathy et al. 2004), otak, kulit, usus, pankreas (Guasch & Fuchs 2005), dan sumsum tulang (Cedar et al. 2007). Sel punca juga telah ditemukan pada umbilical cord blood dan plasenta (Bornstein et al. 2005). Pada organ lain, seperti jantung, tidak ditemukan sel punca (Hughes 2002). Beberapa dari ASC tersebut bersifat multipoten, yakni dapat berdiferensiasi menjadi beberapa tipe sel tertentu. Penggunaan ESC memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan ASC, yaitu sifatnya yang pluripoten, jumlahnya yang banyak sehingga mudah untuk dikembangkan dalam kultur, serta kecilnya penolakan dari sistem immun tubuh penderita. Selain itu, sel-sel tersebut memiliki kemampuan untuk memperbanyak diri tanpa batasan dengan karyotype yang relatif stabil (Xu et al. 2002; Gallo et al. 2006). Penelitian terhadap ESC dari mencit telah dilakukan sejak tahun 1981 dengan dilaporkannya keberhasilan Evans dan Kaufman mengisolasi sel punca dari embrio mencit. Sel-sel tersebut diketahui dapat berproliferasi dalam jangka waktu yang lama dan memiliki kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi berbagai tipe sel. Sejak saat itulah ESC mencit menjadi salah satu sumber yang diperlukan untuk penelitian biomedis (Downing & Battey 2007). Hingga saat ini, pemanfaatan ESC mencit sebagai model penelitian terapi penyakit degeneratif, dimana perlakuan diberikan pada beberapa hewan percobaan, telah mengalami kemajuan yang pesat. Hasil dari penelitian ESC mencit untuk terapi penyakit degeneratif yang telah dilakukan meliputi penyakit myocardial infarction, hati (Guasch & Fuchs 2005), Alzheimer, diabetes, dan Parkinson (Doss et al. 2004). Penelitian-penelitian tersebut dijadikan dasar untuk pengembangan ESC dari manusia yang nantinya dapat diterapkan pada manusia (Yu & Thomson 2006).

4 7 Isolasi Inner Cell Mass sebagai Sumber Embryonic Stem Cells Sumber ESC mencit diperoleh dengan mengisolasi ICM dari embrio stadium blastosis, yaitu pada hari ke-4 perkembangan embrio mencit (Wobus & Boheler 2005). Pada perkembangan embrionik, stadium blastosis terbentuk saat terdapat rongga di antara sel-sel morula yang berisi cairan yang disebut blastosol. Blastosis tersusun oleh dua jenis sel, yaitu trofektoderm yang terdapat pada bagian luar dan ICM pada bagian dalam, serta terdapat lapisan yang menyelimuti blastosis yang disebut zona pellucida (ZP) (Gambar 2). Inner cell mass digambarkan sebagai suatu koloni dengan ukuran sel yang kecil, memiliki nukleus berukuran besar, dan sitoplasma yang sedikit. Pada perkembangannya, trofektoderm akan menghasilkan sel-sel trofoblas, yang selanjutnya akan berkembang menjadi plasenta. Sedangkan ICM akan berkembang menjadi semua jaringan tubuh embrio, dan juga jaringan non trofoblas yang menunjang perkembangan embrio (jaringan ekstraembrionik, termasuk kantung kuning telur, allantois, dan amnion) (NIH 2001; Park et al. 2004; Kim et al. 2005). b c a d Gambar 2 Bagian-bagian embrio mencit stadium blastosis: (a) ICM, (b) trofoblas, (c) blastosol, (d) ZP. Bar = 40 µm. Terdapat beberapa metode isolasi ICM yang telah dikenal dan dilakukan oleh para peneliti hingga saat ini, yaitu metode immunosurgery (Lee et al. 2005), pembedahan mikro atau microsurgery (Georgiades & Rossant 2006), enzimatik (Schoonjans et al. 2003), dan dengan menggunakan sinar laser (Tanaka et al. 2006). Perbedaan dari tiap-tiap metode tersebut adalah alat dan bahan yang digunakan, serta waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan ICM. Bahan utama

5 8 pada metode immunosurgery yaitu rabbit anti-mouse antibody (untuk ESC dari embrio mencit) atau rabbit anti-human antibody (untuk ESC dari embrio manusia) dan complement sera from guinea pig. Pada metode microsurgery diperlukan mikromanipulator dan keterampilan dalam penggunaan alat tersebut. Metode isolasi ICM secara enzimatik dilakukan dengan cara menginkubasi blastosis tanpa ZP dalam larutan tripsin 0.25%. Sedangkan untuk isolasi ICM dengan sinar laser, selain dibutuhkan mikromanipulator juga dibutuhkan peralatan laser yang harganya cukup mahal, biasanya metode ini digunakan pada blastosis yang berasal dari manusia (Agustina et al. 2008). Pada metode immunosurgery, microsurgery, dan enzimatik, diperlukan proses penghilangan ZP terlebih dahulu untuk mempermudah dalam proses isolasi ICM. Zona pellucida merupakan lapisan material ekstraselular yang disintesis selama perkembangan oosit dan memiliki ketebalan sekitar 7 µm (Nagy et al. 2003). Bahan yang biasanya digunakan untuk menghilangkan ZP blastosis adalah enzim pronase dengan konsentrasi % (Oh et al. 2005). Pada penelitian yang menggunakan blastosis manusia, penggunaan pronase biasanya digantikan dengan tyrode s acid (Cowan et al. 2004). Hal ini dilakukan untuk mengurangi kontak blastosis dengan bahan-bahan yang berasal dari hewan. Namun penggunaan tyrode memerlukan penanganan yang cepat agar blastosis tidak terlalu lama terpapar dengan larutan asam tersebut. Setelah ZP lisis akibat kontak dengan tryode acid, blastosis dicuci beberapa kali untuk menghilangkan sisa-sisa asam yang tertinggal (Skottman & Hovatta 2006). Blastosis yang telah dihilangkan ZP-nya, baik dengan menggunakan enzim pronase ataupun tyrode s acid, selanjutnya dapat dilakukan isolasi ICM. Isolasi ICM menggunakan metode immunosurgery (Gambar 3), merupakan metode isolasi ICM dengan menggunakan antibodi yang hanya mengenali trofoblas. Mula-mula dilakukan inkubasi blastosis tanpa ZP dalam rabbit anti-mouse antibody kemudian dilanjutkan dengan inkubasi dalam complement sera from guinea pig. Immunosurgery dapat melisiskan sel-sel trofoblas sehingga sel-sel ICM yang terdapat di dalamnya dapat dengan mudah diisolasi. Inner cell mass tersebut kemudian dikultur dan dikembangkan dengan

6 9 kondisi tertentu sehingga menghasilkan ESC yang bersifat pluripoten (Solter & Knowles 1975; Nagy et al. 2003; Park et al. 2004). a. b. c. Gambar 3 Metode immunosurgery untuk mengisolasi ICM dari blastosis mencit: (a) blastosis diinkubasi dalam rabbit anti-mouse serum, (b) diinkubasi dengan guinea pig complement, (c) sel-sel trofoblas (TE) akan lisis dan ICM dapat diisolasi (Nagy et al. 2003). Kultur Embryonic Stem Cells Mencit Embryonic Stem Cells memiliki karakter yang spesifik yakni mampu untuk terus berproliferasi selama periode yang panjang dan tetap menjaga pluripotensinya (Doss et al. 2004). Oleh karena itu dibutuhkan suatu kondisi kultur yang kondusif untuk pertumbuhan ESC. Pada umumnya, medium kultur ESC yang biasanya digunakan adalah dulbecco s modified eagle s medium (DMEM) (Sigma, USA) yang diberi tambahan 10-20% fetal bovine serum (FBS) (Sigma, USA), 5 µl/ml penicillin-streptomycin (Sigma, USA), 1% nonessential amino acids (Sigma, USA), 0.1 mm β-mercaptoethanol, dan 10 ng/ml leukemia inhibitory factor (LIF). Penambahan LIF, sitokin yang tergabung dalam famili interleukin-6 (IL-6), pada kultur ESC mencit berperan untuk menjaga sel tetap berproliferasi tanpa berdiferensiasi. Hal ini dikarenakan adanya ikatan LIF dengan 2 bagian reseptor yang komplek, yaitu LIF receptor (LIFR) dan reseptor glikoprotein 130 (gp130). Adanya ikatan tersebut memicu terjadinya aktivasi dari factor transkripsi signal transducer and activator of transcription 3 (STAT 3), yang berperan penting dalam menjaga kelangsungan proliferasi ESC dari mencit secara in vitro (Pan & Thomson 2007).

7 10 Pada beberapa penelitian, mouse embryonic fibroblast (MEF) digunakan sebagai feeder layer dari kultur ESC. Selama kultur, MEF mensekresikan faktorfaktor pertumbuhan, seperti basic fibroblast growth factor (bfgf) dan LIF, yang penting untuk proliferasi dan mempertahankan sifat pluripotensi dari ESC. Namun, penggunaan feeder layer memiliki resiko terjadinya kontaminasi pada kultur ESC, karena terjadi kontak langsung antara feeder layer dengan ESC (Ulloa-Montoya et al. 2005). Pada beberapa penelitian, fungsi feeder layer telah digantikan oleh penggunaan conditioned medium yang diperoleh dari kultur primer fibroblast, penambahan faktor pertumbuhan (misalnya bfgf), atau kombinasi keduanya (Xu et al. 2005). Adapun penambahan LIF pada medium kultur ESC tanpa feeder layer tetap dilakukan, namun dengan konsentrasi yang lebih tinggi (Passier & Mummery 2003). Embryonic stem cells dikultur dalam inkubator CO 2 5% dan suhu 37 o C, dengan penggantian medium baru setiap dua hari sekali. Umumnya ESC dapat dikultur dalam jangka waktu yang lama dan dapat disubkultur hingga beberapa kali. Namun semakin lama ESC dikultur maka kemungkinan terjadinya perubahan genetik dan epigenetik akan semakin besar. Selain itu tingkat pluripotensi dari ESC akan semakin menurun seiring dengan lamanya kultur (Wobus & Boheler 2005). Uji Pluripotensi dari Embryonic Stem Cells Mencit Untuk mengetahui apakah ESC yang dikultur masih belum berdiferensiasi, maka dapat dilakukan pengujian dengan penanda yang spesifik pada ESC yang masih bersifat pluripoten. Penanda yang umumnya digunakan adalah Octamer-4 (Oct4), Nanog, Sox-2, Foxd3, stage-specific embryonic antigen 1 (SSEA1), dan reseptor yang berikatan dengan membran seperti gp130 (O Shea 2004; Keller 2005). Selain itu, ESC juga dapat diuji pluripotensinya dengan melihat tingkat aktivitas telomerase (Thomson et al. 1998) dan aktivitas enzim alkaline phosphatase-nya (Wei et al. 2005). Pewarnaan alkaline phosphatase merupakan salah satu uji pluripotensi ESC yang paling sederhana. Pewarnaan ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan enzim alkaline phosphatase dan merupakan indikator yang sensitif,

8 11 spesifik, dan kuantitatif dari ESC yang tingkat pluripotensinya masih tinggi (O Connor et al. 2008). Diferensiasi Embryonic Stem Cells menjadi Cardiomyocyte Menurut Boheler et al. (2002), ESC akan berdiferensiasi membentuk suatu koloni yang disebut embryoid bodies (EB) jika LIF ditiadakan dalam kultur ESC. Kemampuan tersebut disebabkan sifat pluripoten atau daya plastisitas yang dimilikinya (Wobus & Boheler 2005). Embryoid bodies merupakan sekumpulan atau agregat sel yang menyerupai embrio yang tersusun oleh derivat dari ketiga lapisan kecambah embrio, yaitu ektoderm, endoderm, dan mesoderm (Gambar 4). Menurut Baharvand et al. (2006), proses terjadinya diferensiasi dari sel punca dapat diketahui dengan adanya formasi dari EB, yang melanjutkan proliferasi dan diferensiasi menjadi berbagai jenis sel, termasuk cardiomyocyte. Gambar 4 Perkembangan ICM menjadi ESC dan pembentukan EB yang dapat berdiferensiasi menjadi seluruh jenis tipe sel yang termasuk dalam ketiga lapis kecambah (Doss et al. 2004).

9 12 Pengarahan ESC untuk dapat berdiferensiasi menjadi sel tipe tertentu dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diregulasi oleh faktor pertumbuhan yang sesuai. Sampai saat ini telah dilaporkan beberapa metode untuk mengarahkan perkembangan ESC mencit menjadi cardiomyocyte, antara lain dengan penambahan faktor pertumbuhan, seperti activin-a, epidermal growth factor (Schuldiner et al. 2000), retinoic acid, fibroblast growth factor (FGF), bone morphogenic proteins (BMP) 2 & 4, transforming growth factor (TGF) -β, nitric oxide, erythropoietin, ascorbic acid, dimethyl sulfoxide (DMSO), dan oxytocin (Singla & Sobel 2005), dan atau penggunaan conditioned medium (CM) (Miwa et al. 2003). Secara umum, CM diartikan sebagai medium yang telah digunakan dalam kultur sel tertentu. Diperkirakan CM mengandung faktor-faktor pertumbuhan yang disekresikan oleh sel-sel dalam kultur sebelumnya. Conditioned medium dilaporkan telah digunakan dalam beberapa penelitian, diantaranya penggunaan CM dari fibroblas untuk menggantikan feeder layer (Xu et al. 2005), CM dari neural stem cell untuk pengarahan sel punca menjadi neuron (Zhang et al. 2006), CM dari kultur primer cardiomyocyte tikus neonatal untuk pengarahan sel punca menjadi cardiomyocyte (Miwa et al. 2003). Conditioned medium yang dimaksud dalam penelitian ini adalah medium yang didapat dari kultur primer cardiomyocyte yang berasal dari jantung mencit umur 1-3 hari. Penggunaan CM tersebut pada kultur pengarahan ESC dapat meningkatkan cardiomyocyte yang terbentuk, karena di dalam CM terkandung sejumlah senyawa penting yang dihasilkan oleh cardiomyocyte dari kultur primer dan dapat menginduksi dan mendukung pengarahan ESC menjadi cardiomyocyte (Miwa et al. 2003).

10 13 Leukemia Inhibitory Factor Leukemia Inhibitory Factor (LIF) merupakan sitokin yang tergabung dalam famili interleukin-6 (IL-6) dan faktor pertumbuhan serta diferensiasi dengan aktivitas pleiotropik (Bader et al. 2000). Sitokin ini memiliki dua isoform, yaitu diffusible molecule (D-LIF) dan extracellular matrix-bound (M- LIF). Adapun reseptor LIF yang spesifik berikatan dengan LIF adalah LIFR-α, yang membentuk heterodimer dengan subunit yang umumnya spesifik pada seluruh reseptor dari anggota famili tersebut, yaitu subunit gp130. Ikatan tersebut akan memicu terjadinya aktivasi dari JAK/STAT (Janus kinase/signal transducer and activator of transcription) cascades (Bader et al. 2000; Wobus et al. 2005). Salah satu peranan LIF adalah bertindak sebagai faktor pertumbuhan di hematopoiesis, tulang, jaringan neuroektodermal, dan diperkirakan juga mempengaruhi tahapan perkembangan dari sistem kardiovaskular dalam cara yang berlawanan (Bader et al. 2000). Salah satu isoform LIF, yaitu M-LIF, diketahui berperan sebagai inhibitor diferensiasi mesodermal selama proses gastrulasi, sehingga sebelum proses gastrulasi biasanya terjadi penekanan terhadap jumlah LIF untuk mengatasi masalah tersebut. Selain itu, LIF juga bertindak sebagai inhibitor diferensiasi pada ESC mencit. Hal ini dikarenakan adanya ikatan LIF dengan LIFR dan gp130 yang memicu terjadinya aktivasi dari faktor transkripsi STAT3, yang berperan penting dalam menjaga kelangsungan proliferasi ESC dari mencit secara in vitro (Wobus et al. 2005; Pan & Thomson 2007). Pada kultur primer cardiomyocyte neonatal, terdapat peningkatan ekspresi dari M-LIF yang menyebabkan antiapoptotic serta peningkatan pertumbuhan dan perkembangan dari cardiomyocyte melalui jalur STAT3 (Kodama et al. 1997). Menurut Kodama et al. (2000), terdapat 3 lintasan sinyal transduksi dalam perkembangan cardiomyocyte yang dimediasi oleh gp130, yang menghasilkan peningkatan sintesis protein dari cardiomyocyte. Lintasan yang pertama terjadi karena adanya ikatan antara LIF dengan reseptornya yang mengaktivasi JAK, diikuti dengan fosforilasi dari gp130, menghasilkan binding sites untuk proteinprotein daerah Src-homology 2 (SH2), seperti growth factor receptor bound protein 2 (GRB2). Hal ini merupakan titik awal dari urutan aktivasi

11 14 Ras/Raf/MEK/ERK/p90RSK. Lintasan berikutnya adalah melalui STAT yang juga merupakan daerah SH2 yang memiliki faktor yang mampu untuk berikatan dengan fosforilasi gp130. Ikatan tersebut akan mengalami fosforilasi dan translokasi ke dalam nukleus. Lintasan ketiga dipicu oleh aktivasi gp130 pada fosforilasi dan aktivasi dari phosphatidylinositide 3-kinase (PI3K). PI3K mengaktifkan Akt kinase dan berperan penting dalam sintesis protein melalui p70 S6 kinase (p70s6k). Cardiomyocyte Cardiomyocyte merupakan sel otot jantung yang secara autoritmik membantu dalam kontraksi jantung untuk memompa darah dari dan keluar jantung. Secara in vivo, sel ini memiliki lima komponen utama, yaitu (1) membran plasma (sarkolema) dan T-tubules, untuk konduksi impuls, (2) sarcoplasmic reticulum, penyimpan kalsium yang diperlukan untuk pergerakan otot, (3) contractile elements, (4) mitokondria, dan (5) nukleus. Cardiomyocyte tidak multinucleate, bagian belakang tiap sel saling bergabung membentuk struktur yang disebut intercalated discs. Tiap cakram memiliki gap junctions yang secara elektrik berpasangan dengan sel-sel tetangganya. Terjadinya kontraksi spontan pada cardiomyocyte diatur oleh daerah pacemaker di bagian atrium kanan jantung. Daerah pacemaker ini akan menginduksi gelombang depolarisasi yang akan menyebar ke seluruh bagian jantung untuk menghasilkan denyut jantung (Boheler et al. 2002; Becker et al. 2006). Pada umumnya kultur primer cardiomyocyte yang digunakan sebagai sumber conditioned medium diisolasi dari jantung hewan yang baru dilahirkan (neonatal). Ketika dikultur, jantung neonatal lebih mudah terdispersi, mengandung lebih banyak sel-sel prekursor dan memiliki kemampuan proliferasi serta daya tahan yang lebih tinggi dibandingkan jantung hewan dewasa. Tingkat kesulitan untuk mendapatkan sel yang relatif mudah berproliferasi ini biasanya meningkat sejalan dengan meningkatnya umur hewan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: onset terjadinya diferensiasi, peningkatan bahan jaringan ikat fibrosa, dan bahan ekstra-selular (Unchern 1999).

12 15 Cardiomyocyte yang didapatkan dari pengarahan ESC dapat diidentifikasi secara langsung dengan kemunculan dari area berdenyut, biasanya dimulai dari hari ke-4 setelah dimulainya proses diferensiasi. Area berdenyut mengandung selsel yang mononukleat dan berbentuk batang, serta memiliki sel-sel yang saling berhubungan satu sama lain sama sepeti yang ditemukan pada cardiomyocyte yang berkembang di jantung secara in vivo. Terdapat 3 tahapan perkembangan cardiomyocyte dari pengarahan ESC, yaitu tahap awal (terbentuknya pacemakerlike cells atau primary myocardial-like cells), tahap menengah, dan tahap akhir (terbentuknya atrial-, ventricular-, nodal-, His-, dan Purkinje-like cells). Pada diferensiasi tahap awal, cardiomyocyte berbentuk kecil dan membulat. Namun seiring dengan tingkat kematangannya, cardiomyocyte tersebut akan memanjang dengan perkembangan myofibril dan sarkomer yang lebih baik (Boheler et al. 2002). Pada diferensiasi tahap akhir, akan ditemukan ikatan myofibril yang telah terbentuk dengan baik, dan juga sarkomer yang secara jelas telah dapat dibedakan antara A bands, I bands, dan Z disks. Secara keseluruhan, baik dari ukuran dan bentuknya, cardiomyocyte yang berasal dari pengarahan ESC telah dilaporkan memiliki kesamaan dengan cardiomyocyte pada hewan pengerat neonatal (Banach et al. 2003). Analisis RT-PCR pada sel-sel yang diisolasi dari EB dengan area yang berdenyut memeperlihatkan adanya ekspresi dari gen-gen dan faktor transkripsi yang spesifik pada jantung, seperti Nkx2.5, GATA-4, α, β myosin heavy chain (MHC), atrial natriuretic factor (ANF), cardiac troponin, myosin light chains (MLC) -1a, -1v, -2a, -2v, sarcomeric Ca 2+ -ATPase 2 (SERCA2), type 2 ryanodine receptor (RyR2), Na/Ca exchanger 1 (Nex1), calsequestrin (Csq), phospholamban, dan connexins 40, 43, dan 45 (Wei et al. 2005; Bidez 2006). Sama seperti pada perkembangan awal myocardial, mrna terlebih dahulu mengkode faktor transkripsi GATA-4 dan Nkx2.5 sebelum mengkode atrial natriuretic factor (ANF), MLC-2v, α- dan β-mhc, Na + -Ca + exchanger, dan phospholamban (Boheler et al. 2002). Pada perkembangan embrio in vivo, Nkx2.5 pertama kali diekspresikan antara hari ke-3 dan ke-6 days postcoitum (dpc), dan tetap terekspresi hingga jantung dewasa. Nkx2.5 merupakan faktor transkripsi yang mempengaruhi MLC-

13 16 2v, cardiac ankyrin repeat protein (CARP), dan HAND1, yang tidak akan terdeteksi apabila Nkx2.5 mengalami mutasi. Secara in vitro, Nkx2.5 terdeteksi setelah hari ke-2 dimulainya proses diferensiasi ESC. Sedangkan α-mhc secara in vitro akan mulai terekspresi pada hari ke-8 setelah dimulainya proses diferensiasi, sedangkan pada perkembangan embrio in vivo mulai terdeteksi pada hari ke-7.5 dpc (Bidez 2006).

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Kultur Primer Cardiomyocyte Cardiomyocyte yang digunakan dalam kultur primer dikoleksi dari jantung mencit neonatal umur 1-3 hari. Pemakaian sumber jantung mencit neonatal dikarenakan

Lebih terperinci

POTENSI LEUKEMIA INHIBITORY FACTOR DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN CONDITIONED MEDIUM UNTUK PENGARAHAN EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI CARDIOMYOCYTE

POTENSI LEUKEMIA INHIBITORY FACTOR DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN CONDITIONED MEDIUM UNTUK PENGARAHAN EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI CARDIOMYOCYTE POTENSI LEUKEMIA INHIBITORY FACTOR DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN CONDITIONED MEDIUM UNTUK PENGARAHAN EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI CARDIOMYOCYTE DWI AGUSTINA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 17 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, dan Laboratorium Terpadu, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. b c

TINJAUAN PUSTAKA. b c 4 TINJAUAN PUSTAKA Pankreas Pankreas adalah organ yang memiliki 2 fungsi yang berbeda, yaitu menghasilkan hormon dan mensekresikan enzim. Organ tersebut terdiri dari 3 komponen utama, yaitu jaringan eksokrin

Lebih terperinci

DIFERENSIASI EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI NEURON MENGGUNAKAN CONDITIONED MEDIUM RIRIS LINDIAWATI PUSPITASARI

DIFERENSIASI EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI NEURON MENGGUNAKAN CONDITIONED MEDIUM RIRIS LINDIAWATI PUSPITASARI DIFERENSIASI EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI NEURON MENGGUNAKAN CONDITIONED MEDIUM RIRIS LINDIAWATI PUSPITASARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN ORISINALITAS Dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Stem Cell

TINJAUAN PUSTAKA Stem Cell TINJAUAN PUSTAKA Stem Cell Stem cell atau stem cell, diprediksi memegang kunci untuk pengobatan beberapa penyakit yang pada saat ini tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan konvensional. Berkat kemajuan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. ahli medis, bahkan orang awam diseluruh penjuru dunia. Sesuai dengan kata yang

BAB I. PENDAHULUAN. ahli medis, bahkan orang awam diseluruh penjuru dunia. Sesuai dengan kata yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini, stem sel telah menjadi topik utama pembicaraan banyak ilmuwan, ahli medis, bahkan orang awam diseluruh penjuru dunia. Sesuai dengan kata yang menyusunnya

Lebih terperinci

PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST

PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST i PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST (CM-REF) DENGAN DAN TANPA LEUKEMIA INHIBITORY FACTOR (LIF) DALAM MEDIUM TERHADAP TINGKAT PROLIFERASI DAN SIFAT PLURIPOTENSI MESENCHYMAL STEM CELL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sel otot, sel darah, sel otak atau sel jantung. Stem cell berfungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sel otot, sel darah, sel otak atau sel jantung. Stem cell berfungsi sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stem cell merupakan sel yang belum terdiferensiasi dan mempunyai potensi yang tinggi untuk berkembang menjadi jenis sel berbeda di dalam tubuh misalnya sel otot, sel

Lebih terperinci

KEMAMPUAN CONDITIONED MEDIUM DARI KULTUR PRIMER PANKREAS DEWASA DALAM MENGARAHKAN (DIFERENSIASI) EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI SEL BETA PANKREAS

KEMAMPUAN CONDITIONED MEDIUM DARI KULTUR PRIMER PANKREAS DEWASA DALAM MENGARAHKAN (DIFERENSIASI) EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI SEL BETA PANKREAS KEMAMPUAN CONDITIONED MEDIUM DARI KULTUR PRIMER PANKREAS DEWASA DALAM MENGARAHKAN (DIFERENSIASI) EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI SEL BETA PANKREAS DINI BUDHIARKO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses di berbagai Negara. Saat ini penggunaan terapi stem cell menjadi

BAB I PENDAHULUAN. proses di berbagai Negara. Saat ini penggunaan terapi stem cell menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penelitian mengenai Stem cell masih memasuki tahap proses di berbagai Negara. Saat ini penggunaan terapi stem cell menjadi terobosan baru dalam upaya pengobatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sel punca sendiri merupakan sel yang mampu mereplikasi dirinya dengan cara beregenerasi, mempertahankan, dan replacing akhir diferensiasi sel. (Perin, 2006). Penelitian

Lebih terperinci

BASIC STEM CELL. Pembimbing : Dr. Safrizal Rahman, M.Kes, sp.ot,

BASIC STEM CELL. Pembimbing : Dr. Safrizal Rahman, M.Kes, sp.ot, BASIC STEM CELL Pembimbing : Dr. Safrizal Rahman, M.Kes, sp.ot, Introducing stem cells A life story Stem cell merupakan sel yang belum berdeferensiasi dan mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk berkembang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN 18 MATERI DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT STEM SEL JENIS STEM CELL Berdasarkan Potensi atau Kemampuan Berdiferensiasi Berdasarkan Sumbernya adult stem cell

SIFAT-SIFAT STEM SEL JENIS STEM CELL Berdasarkan Potensi atau Kemampuan Berdiferensiasi Berdasarkan Sumbernya adult stem cell SIFAT-SIFAT STEM SEL Stem cell adalah sel yang tidak/belum terspesialisasi yang mempunyai 2 sifat: 1. Kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi sel lain (differentiate). Dalam hal ini stem cell mampu berkembang

Lebih terperinci

EMBRIOGENESIS DAN INDUKSI EMBRIO (BAGIAN I) LABORATORIUM EMBRIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Indikator pencapaian: Definisi dan tahapan embriogenesis (pembelahan, blastulasi,

Lebih terperinci

Metode Isolasi Jumlah ICM Total sel ICM Profil sel ICM

Metode Isolasi Jumlah ICM Total sel ICM Profil sel ICM ISSN : 1411-8327 Produksi Embryonic Stem Cells dari Inner Cell Mass Blastosis yang Diisolasi dengan Metode Enzimatik dan Immunosurgery (PRODUCTION OF EMBBRYONIC STEM CELLS FROM INNER CELL MASS OF BLASTOCYST

Lebih terperinci

STEM CELL SEL PUNCA FIKES UMM

STEM CELL SEL PUNCA FIKES UMM STEM CELL SEL PUNCA FIKES UMM History 1908 kata stem cell diperkenalkan oleh Alexander Maksimov 1981 isolasi stem cell pada embrio 1998 aplikasi sel punca untuk kloning 2007 nobel tentang sel punca dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel

BAB I PENDAHULUAN. Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel Langerhans di epidermis, yakni sel efektor imunogen pada kulit, penurunan daya

Lebih terperinci

URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan

URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan kloning pada organisme multiseluler melalui kultur sel tunggal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Overweight dan obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan kemakmuran, akan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB III KERANGKA BERIKIR, KONSE AN HIOTESIS ENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Fakta menunjukkan bahwa proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel Langerhans di epidermis, yakni sel efektor imunogen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kehidupan modern dewasa ini menyebabkan tingkat stress yang tinggi, sehingga menjadi salah satu faktor pemicu berkembangnya berbagai macam penyakit yang memerlukan penanganan

Lebih terperinci

DR.ETI YERIZEL,MS FK-UNIBA

DR.ETI YERIZEL,MS FK-UNIBA DR.ETI YERIZEL,MS FK-UNIBA Dikenal di Dunia Kedokteran sejak th 1950 Ditemukan sel penyusun sum-sum tulang yg mampu membentuk seluruh jenis sel darah di dalam tubuh manusia, selanjutnya disebut Stem cell

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN METODE KULTUR EMBRYONIC STEM CELLS DARI EMBRIO HASIL FERTILISASI DAN PRODUKSINYA DARI EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT THOMAS MATA HINE

PENGEMBANGAN METODE KULTUR EMBRYONIC STEM CELLS DARI EMBRIO HASIL FERTILISASI DAN PRODUKSINYA DARI EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT THOMAS MATA HINE PENGEMBANGAN METODE KULTUR EMBRYONIC STEM CELLS DARI EMBRIO HASIL FERTILISASI DAN PRODUKSINYA DARI EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT THOMAS MATA HINE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

EMBRIOGENESIS DAN INDUKSI EMBRIO (BAGIAN I) LABORATORIUM EMBRIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Indikator pencapaian: Definisi dan tahapan embriogenesis (pembelahan, blastulasi,

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Katolik

Pendidikan Agama Katolik Pendidikan Agama Katolik Modul ke: 06Fakultas Psikologi MENSYUKURI ANUGERAH KEHIDUPAN Program Studi Psikologi Drs. Sugeng Baskoro, M.M KILAS BERITA : Di sebuah rumah sakit di London utara, para ilmuwan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap tubuh karena akan mengalami proses detoksifikasi di dalam organ tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap tubuh karena akan mengalami proses detoksifikasi di dalam organ tubuh. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alkohol merupakan zat kimia yang dapat menimbulkan berbagai dampak terhadap tubuh karena akan mengalami proses detoksifikasi di dalam organ tubuh. Penggunaan alkohol

Lebih terperinci

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran yang menonjol ke luar sel Melalui permukaan sel ini,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Proliferasi Berdasarkan Population Doubling Time (PDT) Population Doubling Time (PDT) adalah waktu yang diperlukan oleh populasi sel untuk menjadikan jumlahnya dua

Lebih terperinci

leukemia Kanker darah

leukemia Kanker darah leukemia Kanker darah Pendahuluan leukemia,asal kata dari bahasa yunani leukos-putih,haima-darah. leukemia terjadi ketika sel darah bersifat kanker yakni membelah tak terkontrol dan menggangu pembelahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buruk, dan memerlukan biaya perawatan yang mahal. 1 Jumlah pasien PGK secara

BAB I PENDAHULUAN. buruk, dan memerlukan biaya perawatan yang mahal. 1 Jumlah pasien PGK secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan masalah kesehatan yang mendunia dengan angka kejadian yang terus meningkat, mempunyai prognosis buruk, dan memerlukan biaya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. SURAT PERNYATAAN... iii. PRAKATA... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. SURAT PERNYATAAN... iii. PRAKATA... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii SURAT PERNYATAAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... x DAFTAR SINGKATAN... xi INTISARI... xiv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahapan dalam siklus sel. Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surat an Nuh :

BAB I PENDAHULUAN. tahapan dalam siklus sel. Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surat an Nuh : 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri kehidupan sel ditandai dengan terjadinya proliferasi. Proliferasi merupakan pertumbuhan yang disebabkan oleh pembelahan sel yang aktif dan bukan

Lebih terperinci

EMBRIOGENESIS DAN INDUKSI EMBRIO (BAGIAN II) LABORATORIUM EMBRIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Indikator pencapaian: Definisi dan tahapan embriogenesis (pembelahan, blastulasi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.2Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui fungsi stem cell Mahasiswa dapat mengetahui kegunaan stem cell pada tubuh manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.2Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui fungsi stem cell Mahasiswa dapat mengetahui kegunaan stem cell pada tubuh manusia STEM CELL BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latarbelakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan tentang kesehatan, penelitian dalam bidang stem cell mengalami kemajuan. Hal ini tidak terlepas dari upaya manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai distributor beban gaya yang bekerja pada tulang subkondral yang terletak

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai distributor beban gaya yang bekerja pada tulang subkondral yang terletak digilib.uns.ac.id 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kartilago artikuler merupakan satu jaringan yang unik dengan fungsi sebagai distributor beban gaya yang bekerja pada tulang subkondral yang

Lebih terperinci

PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST

PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST i PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST (CM-REF) DENGAN DAN TANPA LEUKEMIA INHIBITORY FACTOR (LIF) DALAM MEDIUM TERHADAP TINGKAT PROLIFERASI DAN SIFAT PLURIPOTENSI MESENCHYMAL STEM CELL

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker telah menjadi masalah kesehatan di dunia, termasuk di Indonesia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2014 menunjukkan kanker merupakan penyebab kematian

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12 dianalisis menggunakan uji statistik analysis of variance (ANOVA) dan uji lanjut Duncan dengan taraf kepercayaan 5%. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Proliferasi Sel Tingkat Proliferasi Sel Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi hiperurisemia pada populasi manusia cukup tinggi. Studi di Amerika tahun 2011 menunjukkan bahwa prevalensi hiperurisemia sebesar 21,2% pada pria dan 21,6%

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam

Lebih terperinci

drh. Herlina Pratiwi PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2014

drh. Herlina Pratiwi PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2014 drh. Herlina Pratiwi PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2014 SELAPUT EKSTRA EMBRIONIK: Beberapa selaput yang terbentuk pada masa perkembangan embrional yang berasal dari tubuh embrio, namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut organisasi kesehatan dunia WHO, kematian akibat PTM (Penyakit Tidak Menular) akan meningkat di seluruh dunia. Lebih dari dua per tiga (70%) populasi global

Lebih terperinci

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN JARINGAN DASAR HEWAN Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN Tubuh hewan terdiri atas jaringan-jaringan atau sekelompok sel yang mempunyai struktur dan fungsi

Lebih terperinci

Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA. Transfer Inti Sel Somatis

Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA. Transfer Inti Sel Somatis 3 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan oosit mencit hasil superovulasi dengan penyuntikan hormon PMSG dan hcg secara intraperitonial. Produksi embrio kloning menggunakan teknik TISS yang

Lebih terperinci

D. Kerangka Teori E. Kerangka Konsep F. Hipotesis... 36

D. Kerangka Teori E. Kerangka Konsep F. Hipotesis... 36 vi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR SINGKATAN... x INTISARI... xi ABSTRACT...

Lebih terperinci

Bioteknologi adalah teknik-teknik yang menggunakan organisme hidup atau substansi dari organisme-organisme tersebut untuk membuat atau mengubah

Bioteknologi adalah teknik-teknik yang menggunakan organisme hidup atau substansi dari organisme-organisme tersebut untuk membuat atau mengubah Bioteknologi adalah teknik-teknik yang menggunakan organisme hidup atau substansi dari organisme-organisme tersebut untuk membuat atau mengubah sebuah produk untuk menghasilkan barang atau jasa yang bermanfaat

Lebih terperinci

Dasar-dasar Stem Cell dan Potensi Aplikasinya dalam Ilmu Kedokteran

Dasar-dasar Stem Cell dan Potensi Aplikasinya dalam Ilmu Kedokteran TINJAUAN KEPUSTAKAAN Dasar-dasar Stem Cell dan Potensi Aplikasinya dalam Ilmu Kedokteran Virgi Saputra Business Development Corporate Department, PT Kalbe Farma Tbk. Jakarta, Indonesia ABSTRAK Minat terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuluh darah (Ruan, et al., 2013). Hiperglikemia tidak hanya meningkatkan resiko

BAB I PENDAHULUAN. pembuluh darah (Ruan, et al., 2013). Hiperglikemia tidak hanya meningkatkan resiko BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik kronik yang dikarakteristikan dengan hiperglikemia akibat gangguan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.

Lebih terperinci

Dr. HAKIMI, SpAK. Dr. MELDA DELIANA, SpAK. Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA

Dr. HAKIMI, SpAK. Dr. MELDA DELIANA, SpAK. Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA Dr. HAKIMI, SpAK Dr. MELDA DELIANA, SpAK Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA 1 Dilepas ke sirkulasi seluruh tubuh Mengatur fungsi jaringan tertentu Menjaga homeostasis Berada dalam plasma, jaringan interstitial

Lebih terperinci

III. SINYAL TRANSDUKSI

III. SINYAL TRANSDUKSI III. SINYAL TRANSDUKSI III.a. pengantar jalur sinyal Sel-sel mengatur aktivitasnya utk beradaptasi dg perubahan kondisi lingkungan Organisme yg hidup bebas (spt ragi dan bakteri) merespon perubahan suhu,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi

TINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi TINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi Fertilisasi merupakan proses bertemunya sel sperma dengan sel telur. Sel telur diaktivasi untuk memulai perkembangannya dan inti sel dari dua gamet akan bersatu untuk menyempurnakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikarenakan luka bakar menyebabkan cedera kronis yang bersifat nonhealing,

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikarenakan luka bakar menyebabkan cedera kronis yang bersifat nonhealing, BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Luka bakar merupakan salah satu cedera yang sangat beresiko. Hal ini dikarenakan luka bakar menyebabkan cedera kronis yang bersifat nonhealing, yang pada kondisi lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Darah merupakan komponen yang berfungsi dalam sistem transportasi pada tubuh hewan tingkat tinggi. Jaringan cair ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian cair yang disebut

Lebih terperinci

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang yang beralamat di jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan Kerja atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dekade terakhir perhatian dan penelitian dalam bidang sel mengalami kemajuan yang amat pesat. Hal ini terkait dengan upaya manusia untuk mengetahui dan mengobati

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retinoblastoma merupakan keganasan intraokular paling sering pada anak, yang timbul dari retinoblas immature pada perkembangan retina. Keganasan ini adalah keganasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. milyaran sel-sel neuron yang berorganisasi dengan berbagai macam jaringan. proses proliferasi pada sel saraf otak (Sloane, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. milyaran sel-sel neuron yang berorganisasi dengan berbagai macam jaringan. proses proliferasi pada sel saraf otak (Sloane, 2003). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem saraf merupakan struktur pusat pengaturan yang tersusun oleh milyaran sel-sel neuron yang berorganisasi dengan berbagai macam jaringan (Carlsson dkk, 2000).

Lebih terperinci

BAB 2 SEL PUNCA. Biologi sel punca merupakan bidang baru yang maju dan sangat pesat

BAB 2 SEL PUNCA. Biologi sel punca merupakan bidang baru yang maju dan sangat pesat BAB 2 SEL PUNCA Biologi sel punca merupakan bidang baru yang maju dan sangat pesat dengan penemuan-penemuan baru yang dilaporkan dari seluruh dunia. Selama bertahun-tahun para peneliti telah mencari cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan pertumbuhan yang cepat dan abnormal pada sel, tidak terkontrol, dan tidak terlihat batasan yang jelas dengan jaringan yang sehat serta mempunyai sifat

Lebih terperinci

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel ORGANISASI KEHIDUPAN Sel Sel adalah unit terkecil dari makhluk hidup. Ukuran sangat kecil untuk melihat harus dibantu dengan mikroskop. Kata sel berasal dari bahasa latin cellulae, yang berarti bilik kecil.

Lebih terperinci

KULTUR STEM CELL SEBAGAI TERAPI SEL PENYAKIT DIABETES MELITUS (DM) Romdah Romansyah, S.Pd, M.Pd., FKIP, Universitas Galuh Ciamis, Jawa Barat.

KULTUR STEM CELL SEBAGAI TERAPI SEL PENYAKIT DIABETES MELITUS (DM) Romdah Romansyah, S.Pd, M.Pd., FKIP, Universitas Galuh Ciamis, Jawa Barat. KULTUR STEM CELL SEBAGAI TERAPI SEL PENYAKIT DIABETES MELITUS (DM) Romdah Romansyah, S.Pd, M.Pd., FKIP, Universitas Galuh Ciamis, Jawa Barat Abstrak Kultur stem cell dalam terapi sel penyakit diabetes

Lebih terperinci

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka konseptual VIRUS SEL KUFFER SIMVASTATIN NFkβ IL 6 TNF α IL 1β TGF β1 HEPATOSIT CRP FIBROSIS ECM D I S F U N G S I E N D O T E L KOLAGEN E SELEKTIN inos

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memicu timbulnya penyakit degeneratif termasuk kanker. Kandungan terbesar dalam

BAB I PENDAHULUAN. memicu timbulnya penyakit degeneratif termasuk kanker. Kandungan terbesar dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan alkohol sebagai minuman yang sudah tentu bertentangan dengan ajaran islam saat ini ada kecenderungan meningkat di masyarakat. Penggunaan alkohol terutama

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PADA HEWAN

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PADA HEWAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PADA HEWAN Standar Kompetensi: Memahami konsep tumbuh kembang tumbuhan, hewan, dan manusia Kompetensi Dasar: Memahami konsep tumbuh kembang hewan Click to edit Master subtitle

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk PENDAHULUAN Latar Belakang Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk mikroorganisme. Gangguan atau kerusakan pada struktur anatomi kulit dengan hilangnya fungsi yang berturut-turut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Morfologi Sel Fibroblas dalam Kultur In Vitro Hasil pengamatan kultur sel otot fetus tikus menunjukkan secara morfologi adanya dua bentuk sel, yakni sel fibrosit, berbentuk spindel

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. suatu gejala yang sebagian besar dipicu oleh adanya Coronary Heart. arteri koroner yang merupakan produk dari coronary artery disease

I. Pendahuluan. suatu gejala yang sebagian besar dipicu oleh adanya Coronary Heart. arteri koroner yang merupakan produk dari coronary artery disease 1 I. Pendahuluan a. Latar Belakang Angina pectoris adalah rasa nyeri di bagian dada dan merupakan suatu gejala yang sebagian besar dipicu oleh adanya Coronary Heart Disease (CHD). Coronary heart disease

Lebih terperinci

Semarang, undip.ac.id Pengetahuan tentang sel punca sudah lama dikenal di

Semarang, undip.ac.id Pengetahuan tentang sel punca sudah lama dikenal di Semarang, undip.ac.id Pengetahuan tentang sel punca sudah lama dikenal di dunia biologi sel. Potensi penggunaan sel punca sangat luas, antara lain untuk memahami awal perkembangan embrio yang kompleks

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sel-sel pulpa hasil subkultur dari kultur primer sel pulpa gigi sehat. Gambaran mikroskopis kultur sel primer dan subkultur sel-sel

Lebih terperinci

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya SISTEM SIRKULASI Kompetensi Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya Suatu sistem yang memungkinkan pengangkutan berbagai bahan dari satu tempat ke tempat lain di dalam tubuh organisme Sistem

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Masalah. Fibrosis merupakan pembentukan jaringan parut yang berlebihan

BAB I. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Masalah. Fibrosis merupakan pembentukan jaringan parut yang berlebihan BAB I. PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Masalah Fibrosis merupakan pembentukan jaringan parut yang berlebihan terutama pada organ paru, pembuluh darah, jantung dan ginjal (Sakai et al., 1996). Di Amerika

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Vitamin E (α-tokoferol) dalam Media DMEM terhadap Konfluenitas Sel Ginjal Fetus Hamster yang Dikultur Primer Berdasarkan hasil penelitian dan analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health Organizaton (WHO) pada tahun 2000 diperkirakan sekitar 4 juta orang, jumlah tersebut diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Pada tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Pada tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kanker merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Pada tahun 2012 sebanyak 8,2 juta orang meninggal karena kanker dan 65% di antaranya terjadi di negara miskin dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur immunitas, inflamasi dan hematopoesis. 1 Sitokin adalah salah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bioteknologi reproduksi merupakan teknologi unggulan dalam memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di dalamnya pemanfaatan proses rekayasa fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Siklus Hidup C. trifenestrata Studi Perkembangan Embrio C. trifenestrata

PEMBAHASAN Siklus Hidup C. trifenestrata Studi Perkembangan Embrio C. trifenestrata PEMBAHASAN Siklus Hidup C. trifenestrata Tahapan hidup C. trifenestrata terdiri dari telur, larva, pupa, dan imago. Telur yang fertil akan menetas setelah hari kedelapan, sedang larva terdiri dari lima

Lebih terperinci

Gambar di nomerin de... : Neurulasi primer (Gilbert, 2003)

Gambar di nomerin de... : Neurulasi primer (Gilbert, 2003) Neurulasi Pembentukan Aksis (Sumbu) Pembentukan Sistem Saraf Pusat Mamalia Ada empat tahapan perubahan dari sel pluripoten yaitu epiblast menjadi sel prekursor sel saraf atau disebut neuroblas, yaitu:

Lebih terperinci

Pengertian Mitokondria

Pengertian Mitokondria Home» Pelajaran» Pengertian Mitokondria, Struktur, dan Fungsi Mitokondria Pengertian Mitokondria, Struktur, dan Fungsi Mitokondria Pengertian Mitokondria Mitokondria adalah salah satu organel sel dan berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit paru obstruksi kronik adalah salah satu penyebab kematian utama karena merokok (Barnes PJ., 2007). PPOK merupakan masalah kesehatan global yang menjadi penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah kondisi patologis yang ditandai adanya kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen periodontal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada wanita dengan insiden lebih dari 22% (Ellis et al, 2003) dan angka mortalitas sebanyak 13,7% (Ferlay

Lebih terperinci

1. Pendahuluan ISOLASI SEL PUNCA MESENKIM DARI KULTUR FIBROBLAS KULIT MANUSIA MENGGUNAKAN SISTEM PEMURNIAN BERBASIS MAGNET

1. Pendahuluan ISOLASI SEL PUNCA MESENKIM DARI KULTUR FIBROBLAS KULIT MANUSIA MENGGUNAKAN SISTEM PEMURNIAN BERBASIS MAGNET Prosiding SNaPP2015 Kesehatan pissn 2477-2364 eissn 2477-2356 ISOLASI SEL PUNCA MESENKIM DARI KULTUR FIBROBLAS KULIT MANUSIA MENGGUNAKAN SISTEM PEMURNIAN BERBASIS MAGNET 1 Indra Kusuma, 2 Siska A. Kusumastuti,

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. meningkat. Di Amerika Serikat angka kejadian SM telah mencapai 39%. SM

B A B I PENDAHULUAN. meningkat. Di Amerika Serikat angka kejadian SM telah mencapai 39%. SM B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kejadian obesitas meningkat dan telah mencapai tingkatan epidemi di seluruh dunia. Sejalan dengan itu angka kejadian sindroma metabolik (SM) juga meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan satu dari sekian banyak negara berkembang yang memiliki berbagai variasi penyakit menular dan tidak menular. Penyakit jantung merupakan salah satu

Lebih terperinci

Konsep dasar proses kloning manusia ini dapat dilihat pada Gambar 1. Seorang wanita mendonorkan sel telurnya untuk digunakan dalam proses kloning.

Konsep dasar proses kloning manusia ini dapat dilihat pada Gambar 1. Seorang wanita mendonorkan sel telurnya untuk digunakan dalam proses kloning. Saya, saya dan saya Wah, kesannya egois sekali! Saya, saya, dan saya Me, Myself, and I Ya, itulah yang terjadi kalau saya membuat fotokopi diri saya sendiri, alias kloning. Saya bisa berhadapan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian luka pada kecelakaan seiring waktu semakin meningkat. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO) melaporkan kecelakaan lalu lintas

Lebih terperinci

DIFERENSIASI EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI NEURON MENGGUNAKAN CONDITIONED MEDIUM RIRIS LINDIAWATI PUSPITASARI

DIFERENSIASI EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI NEURON MENGGUNAKAN CONDITIONED MEDIUM RIRIS LINDIAWATI PUSPITASARI DIFERENSIASI EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI NEURON MENGGUNAKAN CONDITIONED MEDIUM RIRIS LINDIAWATI PUSPITASARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN ORISINALITAS Dengan

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tubuh manusia secara fisiologis memiliki sistim pertahanan utama untuk melawan radikal bebas, yaitu antioksidan yang berupa enzim dan nonenzim. Antioksidan enzimatik bekerja

Lebih terperinci

Signal Transduction. Dr. Sri Mulyaningsih, Apt

Signal Transduction. Dr. Sri Mulyaningsih, Apt Signal Transduction Dr. Sri Mulyaningsih, Apt Konsep umum signal transduction Komunikasi sel Tipe-tipe reseptor Molecular signaling Komunikasi antar sel Umumnya diperantarai oleh molekul sinyal ekstraseluler

Lebih terperinci

Sel Punca sebagai Transformasi Alternatif Terapi

Sel Punca sebagai Transformasi Alternatif Terapi Wahyu Widowati dan Rahma Micho Widyanto Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha, Bandung Abstract Stem cells are cells that became the beginning of the growth to others cell that constract the

Lebih terperinci