IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Teguh Hadiman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Daerah Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan sub DAS Ciliwung hulu yang memiliki luas ± 14,964 Ha. Daerah ini dalam koordinat geografis terletak antara Lintang Selatan dan Bujur Timur, termasuk dalam zona 48 UTM seperti dapat dilihat pada Gambar 4. Sub DAS Ciliwung Hulu berada pada wilayah administrasi Kabupaten dan Kota Bogor. Kabupaten Bogor mencakup beberapa kecamatan, yakni : Kecamatan Ciawi, Kecamatan Cisarua, dan Kecamatan Megamendung. Sedangkan Kota Bogor hanya mencakup Kecamatan Kota Bogor Timur dan Kecamatan Kota Bogor Selatan Gambar 4. Posisi Sub DAS Ciliwung Hulu (BPDAS Ciliwung Cisadane, 2007) DAS Ciliwung Hulu dibagi menjadi tujuh Sub DAS yaitu (1) Sub DAS Tugu, (2) Sub DAS Cisarua, (3) Sub DAS Cibogo, (4) Sub DAS Cisukabirus, (5) Sub DAS Ciesek, (6) Sub DAS Ciseuseupan, (7) Sub DAS Kalulampa. Hulu sungai Ciliwung terdiri dari 10 anak sungai besar dengan ratusan anak sungai kecil. Anak sungai utama antara lain: Citamiang, Cimegamendung, Cilember, Ciesek, Cisarua, Cibogo, Cisukabirus, dan Ciseuseupan. Bentuk DAS Ciliwung Hulu secara keseluruhan menyerupai kipas dengan anak anak sungai mengalir ke sungai utama dari bagian kanan dan kiri. Anak anak sungai pada DAS 18
2 Ciliwung Hulu mengalir, terkonsentrasi di suatu titik di sekitar Katulampa dengan bentuk outlet menyerupai leher botol. B. Iklim Berdasarkan kalisifikasi iklim Koppen yakni pengklasifikasian berdasarkan temperatur dan curah hujan harian dan bulanan, iklim Sub DAS Ciliwung Hulu masuk dalam kategori iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin muson dan mempunyai dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Musim kemarau berlangsung singkat tetapi jumlah curah hujan pada musim kemarau tetap besar sehingga dapat menunjang adanya hutan hujan tropis yang tetap hijau sepanjang tahun (Trewartha, 1954). Salah satu data yang digunakan sebagai masukan model hidrologi SWAT adalah data iklim. Unsur unsur iklim yang digunakan sebagai masukan antara lain: curah hujan, temperature, kelembaban nisbi, radiasi matahari dan kecepatan angin. Data curah hujan diperoleh dari pos pengukuran curah,hujan Gadog, Gunung Mas, Pasir Munjang, dan Panjang serta stasiun meteorologi Citeko. Sedangkan data unsur unsur iklim yang lainnya hanya diperoleh dari stasiun meteorologi Citeko. Berdasarkan hasil pengukuran di stasiun Meteorologi Citeko diperoleh data suhu maksimum rata rata sebesar C sedangkan suhu minimum rata rata sebesar C dan kelembaban nisbi 81% sampai 89% dengan radiasi surya terendah terjadi pada bulan Januari (15.67%) dan tertinggi pada bulan September (56.89%). Kecepatan Angin sepanjang tahun tidak seragam dengan rerata 0.81 m/s. Curah hujan tahunan dapat mencapai 3000 mm. Musim hujan terjadi pada Oktober sampai April mengikuti sistem moonson. Bulan terbasah biasanya terjadi pada bulan Januari sedangkan bulan terkering terjadi pada bulan Agustus. Data rerata hujan bulanan dapat dilihat pada gambar di bawah ini Curah hujan (mm) rerata curah hujan bulanan(mm) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Bulan Gambar 5. Grafik Rerata curah hujan bulanan (sumber : Arsip Stasiun Meteorologi Citeko) Suatu ciri penting sifat hujan di kawasan DAS Ciliwung Hulu adalah intensitas yang tinggi, terjadi pada waktu singkat dalam sebaran waktu yang sempit. Waktu turunnya hujan adalah pada siang hari menjelang malam yaitu 60% sampai 80%, hujan terjadi antara (Tim peneliti jurusan biologi FMIPA-IPB, 1992) 19
3 C. Tanah dan Topografi Berdasarkan peta tanah tinjau skala 1:250,000 (LPT) dalam Hamdan (2010) terdapat beberapa jenis tanah yang dominan di DAS Ciliwung Hulu yaitu latosol, regosol, dan andosol dengan uraian sebagai berikut: 1. Latosol Tanah ini berbahan induk batuan vulkanik yang bersifat intermedier yaitu batuan dengan kadar Mg dan Fe cukup tinggi. Umumnya latosol bersolum dalam, ph agak tinggi dan kepekaan terhadap erosi rendah. 2. Regosol Jenis tanah regosol umumnya belum jelas membentuk diferensiasi horizon meskipun pada tanah regosol tua, horizon sudah mulai terbentuk horizon A 1 lemah berwarna kelabu, mengandung bahan yang belum atau masih baru mengalami pelapukan. Tekstur tanah biasa kasar, struktur keras atau remah, konsistensi lepas sampai gembur dan ph 6 7. Makin tua umur tanah struktur dan konsistensi padat, bahkan seringkali membentuk padas dengan drainase dan porositas terhambat. Umumnya jenis tanah ini belum membentuk agregrat sehinga peka terhadap erosi. Umumnya cukup mengandung unsur P dan K yang masih segar dan belum siap diserap tanaman tapi kekurangan unsur N (Darmawijaya, 1990). 3. Andosol Istilah andosol berasal dari kata jepang ando yang berarti hitam atau kelam. Tanah andosol adalah tanah yang berwarna hitam kelam, sangat sarang (porous), mengandung bahan organik dan lempung (clay) tipe amorf, terutama alofan serta sedikit silika, alumina atau hidroxida besi. Tanah ini tersebar di daerah vulkanik sekitar samudera Pasifik, mulai dari kepulauan Jepang, Filipina, Indonesia, Papua Nugini, Selandia Baru, Pantai Barat Amerika Selatan, Amerika Tengah, kepulauan Hawaii, sampai Alaska (Darmawijaya, 1990). Berdasarkan peta jenis tanah yang diperoleh dari Balai Pengelolaan DAS Ciliwung - Cisadane, jenis tanah yang ada di daerah penelitian adalah (i) Kompleks latosol merah kekuningan latosol coklat (ii) Latosol coklat (iii) Asosiasi Andosol coklat & regosol coklat dan (iv) Asosiasi latosol coklat kemerahan & latosol coklat. Proporsi luas jenis tanah pada DAS Ciliwung dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 6. Sedangkan karakteristik masing masing tanah dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 2. Jenis tanah dan luasannya di DAS Ciliwung Hulu No. 1 Jenis Tanah Kompleks latosol merah kekuningan latosol coklat p Luas Ha % Latosol Coklat Asosiasi Andosol coklat & regosol coklat Asosiasi latosol coklat kemerahan & latosol coklat Sumber : Hasil simulasi MW-SWAT Jumlah
4 Hulu sungai Ciliwung berada di kaki pegunungan dengan ketinggian berkisar antara dari permukaan laut. Batas Topografi DAS Ciliwung Terletak di punggung punggung bukit dan puncak Gambar 6. Peta tanah Sub DAS Ciliwung Hulu (BPDAS Ciliwung Cisadane, 2007) Gunung Gede, Gunung Pangrango, Gunung Megamendung dan Gunung Hambalang dengan bendungan Katulampa sebagai outletnya. Bentuk topografi kasar sangat kasar, bentuk lereng terjal sampai sangat Tabel 3. Kelas lereng dan luasannya di DAS Ciliwung Hulu Luas No. Kelas lereng Ha % > Jumlah Sumber : hasil deliniasi peta DEM dengan peta batas DAS menggunakan MW-SWAT 21
5 terjal, dengan aliran air turbulen dan mengalir sepanjang tahun. Presentase kelas lereng pada di DAS Ciliwung Hulu ditunjukan pada tabel 3. D. Penggunaan Lahan Kondisi penggunaan lahan, dalam hal ini tingkat penutupan lahan (land cover) merupakan indikator penting dalam mengenali kondisi keseluruhan DAS. Hal ini berkaitan dengan terpeliharanya daerah resapan air, pengurangan aliran permukaan serta pengendalian erosi saat musim penghujan dan mencegah kekeringan saat musim kemarau. Hasil simulasi SWAT menunjukan bahwa Sub DAS Ciliwung Hulu dibagi menjadi enam jenis tutupan lahan yaitu hutan, semak belukar, perkebunan teh, pertanian lahan kering atau tegalan, pemukiman dan lahan terbuka. Proporsi luas penggunaan lahan pada DAS Ciliwung Hulu dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 7. Gambar 7. Peta penggunaan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 2008 (Arsip BPDAS Ciliwung Cisadane, 2008) 22
6 Kawasan hutan yang ada di DAS Ciliwung bagian hulu sebagian besar merupakan hutan lindung yang berstatus hutan negara. Kawasan hutan ini didominasi oleh vegetasi hasil suksesi alami. Pada wilayah hutan lindung, penyebaran vegetasinya tidak merata, sehingga terdapat daerah gundul (tanah kosong) yang perlu segera direhabilitasi. Kawasan pertanian di DAS Ciliwung bagian hulu, didominasi oleh persawahan yang hampir seluruhnya menggunakan sistem pengairan dan hanya sedikit yang menggunakan sistem tadah hujan. Perkebunan yang ada di wilayah ini didominasi oleh perkebunan teh dan cengkeh (Balai Pengelolaan DAS Citarum Ciliwung, 2003). Tabel 4. Jenis penggunaan lahan dan proporsi luasnya pada DAS Ciliwung Hulu Luas No. Penggunaan lahan Ha % 1 Hutan Semak belukar Perkebunan teh Pertanian lahan kering Pemukiman Lahan terbuka Jumlah Sumber : Hasil simulasi MW-SWAT E. Simulasi MW-SWAT Soil ad Water Assesment Tool (SWAT) adalah model hidrologi yang dikembangkan untuk memprediksi pengaruh pengelolaan lahan terhadap hasil air, sedimen, muatan pestisida dan kimia hasil pertaniaan. Untuk menjalankan model diperlukan data berupa data spasial (peta-peta) dan data atribut. Peta-peta yang digunakan oleh SWAT adalah peta DEM, peta penggunaan lahan, dan peta jenis tanah. Data atribut yang diperlukan sebagai masukan SWAT adalah data iklim, dan data debit sungai Ciliwung. Simulasi MW-SWAT terdiri dari empat tahap, yaitu: 1. Proses DEM (Watershed Delineation) Proses DEM merupakan pengolahan peta DEM dan peta Batas DAS Ciliwung hulu untuk delinasi DAS Ciliwung Hulu secara otomatis. Pada proses ini akan diperoleh perhitungan topografi secara lengkap, peta jaringan sungai, batas DAS, jumlah Sub DAS dan letak outlet. Pada tahap ini harus dipastikan bahwa unit elevasi harus dalam satuan meter. Berdasarkan hasil delinasi menggunakan peta DEM yang berasal dari SRTM (US Geological Survey) dan peta batas DAS Ciliwung Hulu yang berasal dari BPDAS dengan menggunakan ukuran watershed delineation 15 km 2 dan penambahan satu titik outlet di koordinat pengukuran debit Katulampa, maka DAS Ciliwung Hulu terbagi menjadi 7 Sub DAS dengan total luas wilayah 13, Ha. DAS Ciliwung hulu memiliki beberapa outlet, dalam penelitian ini outlet yang digunakan adalah outlet yang berada di SPAS Katulampa. Pada simulasi menggunakan MW-SWAT outlet ini berada pada Sub DAS 7. Dari hasil deliniasi ada pengurangan luas DAS Ciliwung Hulu yakni seluas 1, Ha. Hal ini disebabkan delinasi merupakan pembentukan DAS dari aliran terluar dan semua anak sungai akan mengalir pada outlet yang telah ditentukan yaitu outlet 23
7 Katulampa. Sehingga anak sungai yang tidak terhubung atau masuk ke outlet Katulampa tidak termasuk DAS penelitian seperti yang terlihat pada Gambar 8. katulampa 1,2,3, Nomor Sub DAS Batas DAS outlet Aliran sungai Batas Sub DAS hasil deliniasi N Scale in kilometers Gambar 8. Hasil deliniasi Sub DAS Ciliwung Hulu menggunakan model MW-SWAT 2. Pembentukan HRU HRU merupakan unit analisis hidrologi yang mempunyai karakteristik tanah dan penggunaan lahan yang spesifik, sehingga dapat dipisahkan antara satu HRU dengan yang lainya. Pembentukan Hydrological Response Units (HRUs) sebagai unit analisis dilakukan dengan cara tumpang tindih (overlay) antara peta tanah dan peta penggunaan lahan. Jumlah HRU yang terbentuk oleh model dengan menggunakan threshold by percentage (dimana untuk landuse menggunakan threshold 20%, untuk jenis tanah menggunakan threshold 10%, dan kemiringan lereng menggunakan threshold 5%) sebanyak 80 HRU dalam 7 sub-basin. DAS Ciliwung hulu memiliki beberapa outlet, dalam penelitian ini outlet yang digunakan adalah outlet yang berada di SPAS Katulampa. Pada simulasi menggunakan MW-SWAT outlet ini berada pada Sub DAS Set up and Run Setelah Hydrological Response Units (HRUs) terbentuk maka langkah selanjutnya adalah menjalankan model SWAT. Dalam operasi SWAT, unit lahan yang terbentuk dihubungkan dengan data iklim sesuai dengan file database yang telah disediakan. Periode simulasi juga ditentukan pada 24
8 tahap ini. Pada penelitian ini periode yang digunakan adalah tahun untuk kalibrasi dan tahun untuk validasi. Data iklim dikumpulkan dalam file stnlist.txt dan wgn. File stnlist.txt terdiri dari file yang berisi data curah hujan (file pcp) dan data temperatur (file tmp). Data temperatur hanya berasal dari stasiun meteorologi Citeko saja karena stasiun lain (Gadog, Pasir Muncang, Panjang, Gunung Mas, dan Katulampa) hanya melakukan pengukuran curah hujan saja. Data iklim lain seperti radiasi matahari, kelembaban dan kecepatan angin juga hanya diambil dari stasiun meteorologi Citeko. Data data iklim ini dikumpulkan pada file wgn. Nilai radiasi matahari pada file wgn diperoleh dari hasil penelitian Mohamad Hamdan (2010) Analisis Debit Aliran Sungai Sub DAS Ciliwung Hulu Menggunakan MWSWAT. Nilai radiasi matahari yang digunakan pada penelitian tersebut cukup rendah dengan nilai radiasi maksimum sebesar MJ/m 2. Nilai radiasi rata rata di Indonesia adalah 24.3 MJ/m 2 (Manalu, 2002) 4. Visualisasi Hasil Pada tahap ini, visualisai hasil diinginkan dapat dilihat. Pada penelitian ini output yang ditampilkan adalah debit aliran sungai harian. Visualisasi digambarkan dengan perubahan warna menurut nilai output parameter yang dipilih. Hasil dari simulasi MW-SWAT juga dapat ditampilkan menggunakan SWAT plot and graph. Pada SWAT plot and graph hasil simulasi berupa debit aliran sungai Sub DAS Ciliwung Hulu ditampilkan dalam bentuk grafik. SWAT plot and graph juga dapat digunakan untuk membandingkan debit hasil simulasi MW-SWAT dengan debit hasil pengukuran di SPAS Katulampa sehingga dapat diperoleh nilai validitas model. Dalam SWAT plot and graph kriteria yang digunakan untuk menilai validitas model adalah koefisien determinasi (R 2 ) dan Nash- Sutcliffe Model Effisiensi (E NS ). Van Liew dan Garbrech (2003) dalam Junaedi (2009) menggolongkan hasil simulasi menjadi tiga kelompok yaitu hasil simulasi dikatakan baik jika nilai Nash-Sutcliffe 0.75, memuaskan jika nilai nilai 0.36 < Nash-Sutcliffe < 0.75, dan dinyatakan kurang memuaskan jika nilai Nash-Sutcliffe < sedangkan menurut Santi et al. (2001) dalam Junaedi (2009) hasil simulasi dikatakan baik jika nilai E NS dan R 2 adalah E NS 0.5 dan R Debit hasil simulasi MW-SWAT tahun jika dibandingkan dengan debit hasil observasi pada SPAS Katulampa menunjukan nila E NS sebesar dan nilai R 2 sebesar Jadi hasil simulasi MW-SWAT masuk kriteria kurang memuaskan sehingga perlu dilakukan proses kalibrasi dan validasi. F. Kalibrasi dan Validasi Kalibrasi dan validasi model MWSWAT dilakukan dengan menggunakan software SUFI2.SWAT- CUP. Kalibrasi model dilakukan dengan cara membandingkan debit harian Sub DAS Ciliwung Hulu yang keluar dari outlet (SPAS) Katulampa dengan debit harian hasil simulasi model SWAT dari tahun Sedangkan validasi menggunakan data debit harian tahun Kalibrasi perlu dilakukan pada model MW-SWAT karena banyaknya keterbatasan dalam model hidrologi ini. Keterbatasan model terjadi karena adanya penyederhanaan sehingga banyak kejadian alam pada daerah aliran sungai yang tidak bisa diwakili oleh model. Beberapa keterbatasan yang tidak dapat diwakili oleh model MW-SWAT adalah longsor, efek konstruksi besar seperti jembatan, jalan dan bendungan yang mengakibatkan sedimentasi, dan pembuangan limbah pabrik ke aliran sungai. Software SUFI2.SWAT-CUP terdiri dari tiga bagian penting yaitu calibration inputs, executable files, dan calibration outputs. Calibration output merupakan kumpulan data data yang digunakan sebagai masukan proses kalibrasi, terdiri dari par_inf.sf2, observed.sf2, SUFI2_extract_rch.def, var_file_rch.sf2, dan SUFI2_swEdit.def. Executable files berisi file file yang digunakan untuk 25
9 memberikan perintah melakukan proses kalibrasi, terdiri dari SUFI2_pre.bat, SUFI2_run.bat, SUFI2_post.bat dan SUFI2_extract.bat. Hasil dari proses kalibrasi kemudian dapat dilihat pada Calibration outputs yang terdiri dari 95ppu.sf2, Dotty plots, Best_par.sf2, Best_sim.sf2, Goal.sf2, New_pars.sf2, Summary Stat.sf2, dan Sensitivity. Tabel 5. Parameter parameter yang digunakan sebagai masukan dalam proses kalibrasi No. Parameter Definisi Rentang nilai 1 CN2.mgt Initial SCS runoff curve number for moisture condition II CH_L1.sub Longest tributary channel length in subbasin (km) CH_S1.sub Average slope of tributary channels (m/m) (-0.236) Effective hydraulic conductivity in tributary channel CH_K1.sub ( ) alluvium (m/m) 5 CH_W1.sub Average width of tributary channels (m) SLSUBBSN.hru Average slope length OV_N.hru Manning s n value for overland flow SLSOIL.hru Slope length for lateral subsurface flow (m) GW_DELAY.gw Groundwater delay time (days) Threshold depth of water in the shallow aquifer required GWQMN.gw ( ) for return flow to occur (mm H 2 O) 11 ALPHA_BF.gw Baseflow alpha factor (days) Threshold depth of water in shallow aquifer for revap or REVAPMN.gw ( ) percolation to the deep aquifer to occur (mm H 2 O) 13 GW_REVAP.gw Groundwater revap coefficient RCHRG_DP.gw Deep aquifer percolation fraction GW_SPYLD.gw Specific yield of the shallow aquifer (m 3 /m 3 ) SOL_K().sol Saturated hydraulic conductivity (mm/hr) SOL_BD().sol Moist bulk density (Mg/m 3 or g/cm 3 ) Potential or maximum crack flow of the soil profile SOL_CRK().sol expressed as a fraction of the total soil volume. 19 CNOP().mgt SCS runoff curve number for moisture condition III CH_N11().sub Manning s n value for the tributary channels ESCO.hru Soil evaporation compensation factor SFTMP.bsn Snowfall temperature ( 0 C) SMFMN.bsn Melt factor for snow on December 21 (mm H 2 O/ 0 C-day) TIMP.bsn Snow pack temperature lag factor CH_N2.rte Manning s n for the main channel Effective hydraulic conductivity in main channel alluvium CH_K2.rte (mm/hr) 27 CO2.sub Carbon dioxide concentration (ppmv) CANMX.hru Maximum canopy storage (mm H 2 O) EPCO.hru Plant uptake compensation factor
10 Parameter parameter yang bisa digunakan sebagai masukan proses kalibrasi hanya parameter yang ada pada file absolute_swat_value.txt seperti yang dapat dilihat pada lampiran 1. Dalam file tersebut juga terdapat range nilai absolut dari setiap parameter. Range nilai ini yang digunakan sebagai nilai awal dari parameter masukan kalibrasi. Menurut Kohnke dan Bertrand (1959) dalam Soesanto (1995), air yang keluar dari suatu DAS dapat terdiri dari bermacam bentuk yaitu: limpasan permukaan (surface runoff), limpasan bawah permukaan (subsurface runoff), aliran air bawah tanah (groundwater flow) dan akan berkumpul menjadi aliran sungai atau steam flow. Dalam sistem Hidrologi suatu DAS, jumlah limpasan yang terjadi terdiri suatu DAS jumlah limpasan yang terjadi terdiri dari curah hujan di atas permukaan sungai (chanel precipitation), aliran permukaan (overland flow), aliran bawah permukaan (interflow), dan aliran bawah permukaan (groundwater flow). Oleh karena itu, parameter - parameter yang digunakan sebagai masukan kalibrasi adalah parameter yang berkaitan dengan limpasan permukaan (surface runoff), limpasan bawah permukaan (subsurface runoff), aliran air bawah tanah (groundwater flow). Karakteristik tanah Daerah Aliran Sungai juga digunakan sebagai parameter masukan kalibrasi. Struktur dan tekstur tanah merupakan faktor faktor yang menentukan kapasitas infiltrasi, maka karakteristik limpasan sangat dipengaruhi oleh jenis tanah daerah pengaliran. Parameter parameter yang digunakan sebagai masukan dalam proses kalibrasi pada awalnya berjumlah 33 parameter. Range nilai parameter parameter masukan kalibrasi yang digunakan adalah range nilai maksimal yang ada pada file absolute_swat_value.txt. Parameter parameter ini dikumpulkan dalam file par_inf.sf2. Setelah proses iterasi akan diperoleh range nilai parameter yang baru. Range nilai yang baru ini digunakan sebagai range nilai masukan untuk proses iterasi selanjutnya jika nilai P-value dan R-factor dari model belum optimum. Range nilai parameter yang baru ini dapat dilihat pada Calibration ouput pada bagian new_pars.sf2. Debit (m 3 /s) Hari ke- Gambar 9. Grafik hasil kalibrasi data debit Sungai Sub DAS Ciliwung Hulu tahun
11 Selain itu jumlah parameter masukan juga dapat dikurangi sesuai dengan nilai sensitifitasnya. Hanya parameter parameter yang dianggap sensitif mempengaruhi nilai output yang akan digunakan sebagai parameter masukan pada iterasi selanjutnya. Nilai sensitifitas parameter masukan dapat dilihat pada Calibration outputs pada bagian sensitivity. Data debit harian hasil observasi dari SPAS Katulampa tahun juga digunakan sebagai masukan kalibrasi. Data ini dimasukan dalam file observed.sf2. Data hasil observasi ini digunakan sebagai data pembanding data debit harian hasil simulasi SWAT-CUP sehingga nilai P-value dan R-factor dapat diperoleh. SUFI2_extract_rch.def berisi data data yang akan di-extract dari MWSWAT. var_file_rch.sf2 berisi nama variabel yang akan dikalibrasi. Sedangkan SUFI2_swEdit.def berisi banyaknya jumlah simulasi dalam satu kali iterasi. Pada penelitian ini dalam satu kali iterasi dilakukan 500 kali simulasi. Hasil dari proses kalibrasi data debit tahun menggunakan SUFI2.SWAT-CUP dapat dilihat pada Calibration outputs. File 95ppu.sf2 berisi hasil proses kalibrasi dalam bentuk grafik seperti yang terlihat pada Gambar 9. Luasan grafik berwarna hijau (95PPU) menunjukan debit hasil simulasi SUFI2.SWAT-CUP. Garis berwarna merah menunjukan hasil simulasi terbaik (best estimation) dan garis biru menunjukan data hasil observasi di SPAS Katulampa. Menurut Abbaspour (2007), model dianggap valid jika lebih dari 80% data hasil observasi perpotongan dengan luasan grafik 95PPU (P-value > 0.8). Selain itu, rata rata selisih nilai antara batas bawah (pada level 2.5%) dan batas atas (pada level 97.5%) grafik 95PPU lebih kecil dari stadar deviasi data hasil observasi (R-fator < 1). Hasil kalibrasi menunjukan bahwa 88% data hasil observasi berpotongan dengan 95PPU (P-value = 0.88). Kemudian proses kalibrasi juga menghasilkan nilai R-fator sebesar Pada penelitian ini dalam satu kali iterasi dilakukan 500 simulasi. Dari 500 simulasi yang dilakukan simulasi nomor 187 pada iterasi 12 dianggap sebagai simulasi terbaik karena menghasilkan nilai debit paling mendekati dengan nilai debit hasil observasi di SPAS Katulampa. Hal ini dibuktikan dengan nilai koefisien determinasi (R 2 ) dan Nash-Sutcliffe Model Effi- Debit (m 3 /s) Hari ke- Gambar 10. Grafik hasil validasi data debit Sungai Sub DAS Ciliwung Hulu tahun
12 siensi (E NS ) dari simulasi nomor 187 yang memuaskan. Nilai Sutcliffe Model Effisiensi (E NS ) dari hasil simulasi nomor 187 sebesar 0.51 dan nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0.51.Nilai P-value, R- factor, koefisien determinasi (R 2 ), dan Nash-Sutcliffe Model Effisiensi (E NS ) yang optimum ini dicapai setelah melakukan 12 iterasi. Pada iterasi pertama rentang nilai parameter parameter masukan merupakan rentang nilai maksimal yang ada pada file absolute_swat_value.txt. Kemudian pada iterasi selanjutkan rentang nilai parameter masukan yang digunakan berasal dari New_pars.sf2 yang berasal dari hasil kalibrasi proses iterasi sebelumnya. Jumlah parameter masukan juga berkurang dari 33 parameter menjadi 29 parameter karena ada 4 parameter yang dianggap tidak sensitif mempengaruhi nilai output. Rentang nilai parameter parameter masukan pada iterasi 12 yang menghasilkan debit hasil simulasi mendekati nilai debit observasi dapat dilihat pada Tabel 5. Rentang nilai parameter - parameter inilah yang digunakan sebagai masukan pada proses validasi. Debit (m 3 /s) debit 2004 debit 2005 debit 2006 debit 2007 debit 2008 debit Hari ke- Gambar 11. Debit Sungai Sub DAS Ciliwung Hulu Validasi dilakukan dengan menggunakan data debit harian Sub DAS Ciliwung Hulu tahun Hasil dari proses validasi dapat dilihat pada Gambar 10. Proses validasi menunjukan hasil yang kurang memuaskan, hanya 53% data hasil observasi berpotongan dengan luasan 95PPU dengan nilai R- factor sebesar Pada proses validasi hanya dilakukan satu kali iterasi dan dalam satu iterasi terdiri dari 500 simulasi. Dari 500 simulasi tersebut, simulasi nomor 238 dianggap sebagai simulasi terbaik. Namun, nilai koefisien determinasi (R 2 ) dan Nash-Sutcliffe Model Effisiensi (E NS ) hasil simulasi tersebut juga kurang memuaskan, yaitu nilai koefisien determinasi (R 2 ) hanya sebesar 0.11 dan nilai Nash- Sutcliffe Model Effisiensi (E NS ) hanya sebesar Hal ini bisa terjadi karena pada bulan Januari tahun 2009 terjadi debit sungai yang luar biasa ekstrim seperti yang terlihat pada Gambar 11. Rata rata debit pada tahun 2009 adalah m 3 /s, jauh diatas rata rata debit tahun sebelumnya yang hanya mencapai kisaran 6 14 m 3 /s. Menurut Suripin (2004), sistem hidrologi kadang kadang dipengaruhi oleh peristiwa peristiwa yang luar biasa (ekstrim), seperti hujan lebat, banjir, dan kekeringan. Besaran 29
13 peristiwa ekstrim berbanding terbalik dengan frekuensi kejadiannya, peristiwa yang luar biasa ekstrim kejadiannya sangat langka. Validasi kemudian kembali dilakukan dengan asumsi debit observasi bulan Januari tahun 2009 yang memiliki nilai ekstrim diganti dengan rata rata nilai debit observasi bulan Januari tahun 2007 dan Hasil dari proses validasi ini lebih baik dari proses sebelumnya. Nilai P-value dan R-factor yang dihasilkan masing masing adalah 0.56 dan 0.64 seperti yang terlihat pada Gambar 12. Pada proses validasi ini juga hanya dilakukan satu kali iterasi yang terdiri dari 500 simulasi. Dari 500 simulasi tersebut, simulasi nomor 384 dianggap merupakan simulasi terbaik. Nilai koefisien determinasi (R 2 ) dan Nash-Sutcliffe Model Effisiensi (E NS ) juga lebih baik dari proses validasi sebelumnya. Nilai koefisien determinasi (R 2 ) dan Nash-Sutcliffe Model Effisiensi (E NS ) dari proses validasi ini masing masing adalah 0.59 dan Debit (m 3 /s) Hari ke- Gambar 12. Grafik hasil validasi data debit Sungai Sub DAS Ciliwung Hulu tahun dengan asumsi debit bulan Januari 2009 menggunakan nilai rata rata debit bulan Januari 2007 dan 2008 Hasil dari keseluruhan proses penelitian dari simulasi sampai validasi dapat dilihat pada Tabel 6. Meskipun nilai P-value hasil validasi kurang dari 80% namun menurut Abbaspour (2007) model harus dievaluasi ketika nilai P-value kurang dari 50%. Nilai P-value hasil validasi adalah 56%. Van Liew dan Garbrech (2003) dalam Junaedi (2009) menggolongkan hasil simulasi menjadi tiga kelompok yaitu hasil simulasi dikatakan baik jika nilai Nash-Sutcliffe 0.75, memuaskan jika nilai nilai 0.36 < Nash-Sutcliffe < 0.75, dan dinyatakan kurang memuaskan jika nilai Nash-Sutcliffe < sedangkan menurut Santi et al. (2001) dalam Junaedi (2009) hasil simulasi dikatakan baik jika nilai E NS dan R 2 adalah E NS 0.5 dan R Hasil penelitian ini menunjukan bahwa hasil simulasi SWAT cukup memuaskan untuk 30
14 digunakan memprediksi debit Sungai Sub DAS Ciliwung Hulu dengan asumsi tidak terjadi debit ekstrim seperti pada bulan Januari Tabel 6. Statistik hasil penelitian Simulasi Kalibrasi Validasi I Validasi II P value R factor R E NS Keterangan: Kalibrasi menggunakan data debit tahun Validasi I mengunakan data debit tahun Validasi II menggunakan data debit tahun tetapi debit ekstrim pada bulan Januari 2009 diganti dengan nilai rata rata debit bulan Januari tahun 2007 dan
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Daerah Penelitian Daerah aliran sungai (DAS) Saba secara geografik terletak pada 8 O 10 30 8 O 20 30 LS dan 114 O 55 30 115 O 4 30 BT dan termasuk pada zona 50S UTM.
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi DAS Cipasauran IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Daerah Aliran Sungai Cipasauran secara geografis terletak pada 06 13 51-06 17 33 LS dan 105 49 50-105 56 40 BT, dan termasuk dalam zona 48 UTM. DAS Cipasauran
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Fisik Sub DAS Cisadane Hulu Daerah Legokmuncang Secara geografis Sub DAS Cisadane Hulu terletak pada 106 o 44 24 106 o 56 24 BT dan 006 o 35 60 006 o 46 48 LS. Sub
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Curah Hujan Data curah hujan sangat diperlukan dalam setiap analisis hidrologi, terutama dalam menghitung debit aliran. Hal tersebut disebabkan karena data debit aliran untuk
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Penggunaan lahan Sub DAS Cisadane Hulu
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Sub DAS Cisadane Hulu Sub Daerah Aliran Sungai Cisadane Hulu merupakan bagian dari DAS Cisadane yang terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian hilir, tengah,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29
Lebih terperinciIV. KALIBRASI DAN VALIDASI MODEL SWAT
IV. KALIBRASI DAN VALIDASI MODEL SWAT 4.1. Kalibrasi dan validasi di Sub DAS Cisadane Hulu Aplikasi model SWAT di Indonesia belum banyak dilakukan, sehingga untuk menguji dan mengetahui tingkat penerimaan
Lebih terperinciGambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.
25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Karakteristik Biofisik 4.1.1 Letak Geografis Lokasi penelitian terdiri dari Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua, Kabupaten Bogor yang terletak antara 6⁰37 10
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN Analisis debit Sungai Cidanau dilakukan untuk mendapatkan ketersediaan air pada DAS Cidanau. Hal ini dilakukan untuk menggambarkan perubahan yang terjadi pada jumlah air yang
Lebih terperinci3.1 WAKTU DAN TEMPAT 3.2 ALAT DAN BAHAN
III. METODOLOGI 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilakukan di Sub DAS Cisadane hulu dengan menggunakan outlet sungai daerah Batubeulah. Sub DAS Cisadane Hulu secara geografis terletak pada 106 28 53.61-106
Lebih terperinciKUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU. Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK
KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK Sistem agroforestry merupakan integrasi antara beberapa aspek ekologis dan ekonomis.
Lebih terperinciBAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH
BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH Bab ini akan memberikan gambaran wilayah studi yang diambil yaitu meliputi batas wilayah DAS Ciliwung Bagian Hulu, kondisi fisik DAS, keadaan sosial dan ekonomi penduduk, serta
Lebih terperinciPETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi
Lebih terperinciPENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK
PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK DAS Cisadane Hulu merupakan salah satu sub DAS Cisadane yang
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Morfometri Sungai Berdasarkan hasil pengukuran morfometri DAS menggunakan software Arc-GIS 9.3 diperoleh panjang total sungai di Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Sekayu
Lebih terperinciPengembangan Modul Padi Sawah untuk Analisis Hasil Air (Water Yield) menggunakan SWAT
Lampiran 6 Artikel no.1 Prosiding Seminar Nasional PERTETA 2015 Pengembangan Modul Padi Sawah untuk Analisis Hasil Air (Water Yield) menggunakan SWAT Asep Sapei 1*, Yuli Suharnoto 1, Sutoyo 1 dan Eri Stiyanto
Lebih terperinciKONDISI UMUM 4.1 Aspek Fisik Wilayah Administrasi
IV KONDISI UMUM 4.1 Aspek Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung secara geografis terletak pada 6º 05 51-6º 46 12 Lintang Selatan (LS) dan 106º 47 09-107º 0 0 Bujur Timur
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM. Gambar 3 Peta Lokasi Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran.
25 BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran (KST) terletak di Sub DAS Kali Madiun Hulu. Secara geografis Sub-sub DAS KST berada di antara 7º 48 14,1 8º 05 04,3 LS
Lebih terperinciMODEL HIDROLOGI UNTUK ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP POTENSI KETERSEDIAN AIR DI DAERAH ALIRAN SUNGAI ( DAS ) SIAK
MODEL HIDROLOGI UNTUK ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP POTENSI KETERSEDIAN AIR DI DAERAH ALIRAN SUNGAI ( DAS ) SIAK Muhammad Iqbal 1), Sigit Sutikno 2), Ari Sandhyavitri 2) 1) Mahasiswa
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Daur Hidrologi. B. Daerah Aliran Sungai
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Daur Hidrologi Persediaan air segar dunia hampir seluruhnya didapatkan dalam bentuk hujan sebagai hasil dari penguapan air laut. Proses proses yang tercakup dalam peralihan uap
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi
IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga
Lebih terperinciGambar 2. Peta lokasi penelitian
III. METODE PEELITIA A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Sub DAS Ciliwung Hulu dari bulan Juni sampai bulan Desember 2010. Secara geografis lokasi Sub DAS Ciliwung Hulu terletak antara 6
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data Data yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir ini merupakan data sekunder. Data-data yang diperlukan antara lain, data hujan, peta daerah tangkapan air, peta
Lebih terperinciMODEL HIDROLOGI UNTUK ANALISIS KETERSEDIAAN AIR DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TAPUNG KIRI MENGGUNAKAN DATA SATELIT ABSTRACT
MODEL HIDROLOGI UNTUK ANALISIS KETERSEDIAAN AIR DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TAPUNG KIRI MENGGUNAKAN DATA SATELIT Fian Syauqi 1), Sigit Sutikno 2), Ari Sandhyavitri 2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil,
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di DAS Citarum hulu dengan luas DAS sebesar 12.000 km 2. Sungai Citarum yang berhulu di gunung Wayang, Kabupaten Bandung (1700 m
Lebih terperinciAnalisis Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Ketersedian Air Di Daerah Aliran Sungai (Das ) Siak, Provinsi Riau
Volume 13, No. 2, April 215, 146 157 Analisis Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Ketersedian Air Di Daerah Aliran Sungai (Das ) Siak, Provinsi Riau Ari Sandhyavitri, Sigit Sutikno, Muhammad Iqbal
Lebih terperinciGambar 9. Peta Batas Administrasi
IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur
Lebih terperinciLuas (Ha) L ms (km) h10. aws (%) L c (km) ars (%) h 85 (m) SubDAS. (m)
Tabel 4.5 Parameter morfometri DAS Ciliwung bagian hulu Luas L ms (km) L c (km) aws (%) h 10 (m) h 85 (m) Cibogo 1270,1 6,81 5,78 7,37 532 904 5,46 Ciesek 2514,7 11,15 7,06 11,81 458 1244 7,05 Cisarua
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Geomorfologi Daerah Aliran Sungai Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung memiliki Stasiun Pengamatan Aliran Sungai (SPAS) yang merupakan satu-satunya alat pendeteksi
Lebih terperinciANALISIS WILAYAH KONSERVASI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KURANJI DENGAN APLIKASI SWAT
ANALISIS WILAYAH KONSERVASI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KURANJI DENGAN APLIKASI SWAT Fadli Irsyad 1 dan Eri Gas Ekaputra 1 1 Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Univ. Andalas, Padang 25163 *
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian berada di sub-das Citarum Hulu, Kecamatan Bandung, Provinsi Jawa Barat seperti yang tampak pada Gambar 3 (BAPPEDA Provinsi Jawa Barat dan peta
Lebih terperinciDAS Ciliwung Hulu dibagi menjadi tujuh Sub DAS yaitu (I) Sub DAS Tugu, (2)
. DESKRlPSl DAEUAH PENELITIAN Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu terletak pada posisi 6D02'-6"55' Lintang Selatan, dan pada posisi 06 3S'-0700' Sujur Timur sefta berada pada ketinggian 333-3.002
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Banjaran merupakan anak sungai Logawa yang mengalir dari arah
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi Studi Sungai Banjaran merupakan anak sungai Logawa yang mengalir dari arah Utara ke arah Selatan dan bermuara pada sungai Serayu di daerah Patikraja dengan
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59
Lebih terperinciIII.BAHAN DAN METODE. Gambar 1. Lokasi Penelitian (DAS Ciliwung Hulu)
III.BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di DAS Ciliwung Hulu yang secara geografi terletak pada 6 o 38 01 LS 6 o 41 51 LS dan 106 o 50 11 BT 106 o 58 10 BT. Penelitian
Lebih terperinciPENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG
Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN
Lebih terperinciKONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak
Lebih terperinciBAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang
BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah
Lebih terperinciGambar 3. Hasil simulasi debit Sumberjaya Lampung. Gambar 4. Hasil simulasi debit di Mae Chaem Thailand
tidak dicantumkan nilai koefisien determinasinya hanya dari pola grafik yang teratur. Di DAS Sumberjaya dengan total luas 404 km 2 menggunakan tiga skenario, yaitu seluruh DAS merupakan lahan hutan, seluruh
Lebih terperinciPENDUGAAN DEBIT ALIRAN SUNGAI CILIWUNG DI BENDUNG KATULAMPA MENGGUNAKAN SOFTWARE ARCSWAT PUTRI RODUA MARBUN
PENDUGAAN DEBIT ALIRAN SUNGAI CILIWUNG DI BENDUNG KATULAMPA MENGGUNAKAN SOFTWARE ARCSWAT PUTRI RODUA MARBUN DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang
1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung
Lebih terperinciPemodelan kejadian banjir daerah aliran sungai Ciliwung hulu dengan menggunakan data radar
e-issn 2597-9949 JGLITrop Vol.1, No.1, Agustus 2017 2017 Departemen Geografi FMIPA UI Journal homepage: http://jglitrop.ui.ac.id Pemodelan kejadian banjir daerah aliran sungai Ciliwung hulu dengan menggunakan
Lebih terperinciBab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan
Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan IV.1 Bagan Alir Metodologi Penelitian Bagan alir metodologi penelitian seperti yang terlihat pada Gambar IV.1. Bagan Alir Metodologi Penelitian menjelaskan tentang
Lebih terperinciBAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Opak Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.1 menunjukan bahwa luas
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI
BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir
Lebih terperinciANALISIS DEBIT PADA DAS AIR DINGIN MENGGUNAKAN MODEL SWAT ABSTRAK
ANALISIS DEBIT PADA DAS AIR DINGIN MENGGUNAKAN MODEL SWAT Nika Rahma Yanti 1, Rusnam 2, Eri Gas Ekaputra 2 1 Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian, Kampus Limau Manis-Padang 25163 2 Dosen Fakultas Teknologi
Lebih terperinci2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.
Lebih terperinciKARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas
III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas wilayah Kabupaten Kuningan secara keseluruhan mencapai 1.195,71
Lebih terperinciMODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI
MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI Puji Harsanto 1, Jaza ul Ikhsan 2, Barep Alamsyah 3 1,2,3 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jalan Lingkar Selatan,
Lebih terperinciHIDROLOGI DAS CILIWUNG DAN ANDILNYA TERHADAP BANJIR JAKARTA 1
HIDROLOGI DAS CILIWUNG DAN ANDILNYA TERHADAP BANJIR JAKARTA 1 Hidayat Pawitan Laboratorium Hidrometeorologi Geomet IPB Jl. Raya Pajajaran, Bogor 16144 hpawitan@indo.net.id Abstrak Hidrologi DAS Ciliwung
Lebih terperinciKONDISI UMUM WILAYAH KAJIAN
IV. Tabel 4. Skenario perubahan penggunaan lahan Komposisi *Awal (%) Skenario 1 (%) Skenario 2 (%) Hutan 21.6 35 55.8 Perkebunan 31.6 27.3 13.8 Pemukiman 25.8 25.8 26.8 Tegalan 11.6 2.5 1.5 Sawah 9.4 9.4
Lebih terperinciANALISIS KOEFISIEN ALIRAN PERMUKAAN PADA BERBAGAI BENTUK PENGGUNAAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SWAT
Jurnal Teknik Pertanian Lampung Vol.7, No. 1: 1-8 ANALISIS KOEFISIEN ALIRAN PERMUKAAN PADA BERBAGAI BENTUK PENGGUNAAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SWAT ANALYSIS OF SURFACE RUNOFF COEFFICIENT ON VARIOUS
Lebih terperinciPENDUGAAN KEHILANGAN TANAH DAN SEDIMEN AKIBAT EROSI MENGGUNAKAN MODEL "ANSWERS" DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CILIWUNG HULU, KATULAMPA.
.,., -., 2.,..' :, :.?
Lebih terperinciAnalisis Kondisi Hidrologi Daerah Aliran Sungai Kedurus untuk Mengurangi Banjir Menggunakan Model Hidrologi SWAT
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN : 2337-3539 (2301-9271 Print) C-107 Analisis Kondisi Hidrologi Daerah Aliran Sungai Kedurus untuk Mengurangi Banjir Menggunakan Model Hidrologi SWAT Santika
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di DAS Ciliwung Hulu. Penelitian dilakukan selama 7 bulan dimulai pada bulan September 2005 hingga bulan Maret 2006. Bahan dan
Lebih terperinciBAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Merden Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.3 menunjukan bahwa luas DTA
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Penggunaan Lahan 5.1.1. Penggunaan Lahan di DAS Seluruh DAS yang diamati menuju kota Jakarta menjadikan kota Jakarta sebagai hilir dari DAS. Tabel 9 berisi luas DAS yang menuju
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu
Lebih terperinciKEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Letak dan Batas Letak suatu wilayah adalah lokasi atau posisi suatu tempat yang terdapat di permukaan bumi. Letak suatu wilayah merupakan faktor yang sangat
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE
BAB III LANDASAN TEORI A. Metode MUSLE Metode MUSLE (Modify Universal Soil Loss Equation) adalah modifikasi dari metode USLE (Soil Loss Equation), yaitu dengan mengganti faktor erosivitas hujan (R) dengan
Lebih terperinciAnalisis Debit Sungai dengan Menggunakan Model SWAT pada DAS Cipasauran, Banten
, Oktober 2015 Tersedia online OJS pada: Vol. 3 No. 2, p 113-120 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jtep P-ISSN 2407-0475 E-ISSN 2338-8439 DOI: 10.19028/jtep.03.2.113-120 Technical Paper Analisis Debit
Lebih terperinciANALISIS RESPON HIDROLOGI TERHADAP PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH DI SUB DAS LENGKONG MENGGUNAKAN MODEL SWAT
J. Tanah Lingk., 16 (1) April 2014: 16-23 ISSN 1410-7333 ANALISIS RESPON HIDROLOGI TERHADAP PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH DI SUB DAS LENGKONG MENGGUNAKAN MODEL SWAT Hydrological Response Analysis for
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,
Lebih terperinciPEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis Penghitungan Komponen Penduduk
V PEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis 5.1.1 Penghitungan Komponen Penduduk Kependudukan merupakan salah satu komponen yang penting dalam perencanaan suatu kawasan. Faktor penduduk juga memberi pengaruh yang
Lebih terperinciV. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR
V. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR 5.1. Simulasi di Sub DAS Cisadane Hulu Validasi model dilakukan dengan menggunakan data debit sungai harian tahun 2008 2010. Selanjutnya disusun 10 alternatif
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh
Lebih terperinciKONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok
IV. KONDISI UMUM 4.1 Lokasi Administratif Kecamatan Beji Secara geografis Kecamatan Beji terletak pada koordinat 6 21 13-6 24 00 Lintang Selatan dan 106 47 40-106 50 30 Bujur Timur. Kecamatan Beji memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan (catchment area) seluas 142,11 Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air
Lebih terperinciVI. DISKUSI UMUM DAN PEMBAHASAN
VI. DISKUSI UMUM DAN PEMBAHASAN 6.1. Pemodelan dan Aplikasi Model SWAT Analisis sensitivitas dan ketidakpastian (uncertainty) dalam proses kalibrasi model SWAT adalah tahapan yang paling penting. Dalam
Lebih terperinciKEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Administrasi Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perbandingan Peta Topografi
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perbandingan Peta Topografi 1. DEM dan Kontur RBI Perbandingan peta topografi antara data DEM dan Kontur RBI disajikan dalam bentuk degredasi warna yang diklasifikasikan menjadi
Lebih terperinciBAB IV ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu :
BAB IV ANALISA DATA Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu : 4.1 ANALISA CURAH HUJAN Dalam menganalisa curah hujan, stasiun yang dipakai adalah stasiun yang langsung berhubungan
Lebih terperinciAPLIKASI POTHOLE UNTUK LAHAN SAWAH PADA SIMULASI DEBIT PROGRAM SWAT (KASUS SUB DAS CIMANUK HULU) AGUNG TRINANDA
APLIKASI POTHOLE UNTUK LAHAN SAWAH PADA SIMULASI DEBIT PROGRAM SWAT (KASUS SUB DAS CIMANUK HULU) AGUNG TRINANDA DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Data 5.1.1 Analisis Curah Hujan Hasil pengolahan data curah hujan di lokasi penelitian Sub-DAS Cibengang sangat berfluktuasi dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai sebuah negara kepulauan yang secara astronomis terletak di sekitar garis katulistiwa dan secara geografis terletak di antara dua benua dan dua samudra, Indonesia
Lebih terperinciPENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F
PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN
Lebih terperinciKARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi
III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
32 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis DEM Pembuatan DEM (Digital Elevation Model) dilakukan dari dua data yang berbeda yaitu dari Peta Rupa Bumi (topografi) dan data SRTM. Hal ini perlu dilakukan karena
Lebih terperinciMisal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det
DEBIT ANDALAN Debit Andalan (dependable discharge) : debit yang berhubungan dgn probabilitas atau nilai kemungkinan terjadinya. Merupakan debit yg kemungkinan terjadinya sama atau melampaui dari yg diharapkan.
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.
IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Debit Sungai Gerakan air di permukaan bumi dapat ditelusuri melalui siklus hidrologi, yang mencakup penguapan air dari permukaan bumi ke atmosfer kemudian kembali lagi ke permukaan
Lebih terperinciANALISIS DEBIT SUNGAI DENGAN MODEL SWAT DI DAS BATANGHARI HILIR, PROVINSI JAMBI BETRIA ZAHARA
ANALISIS DEBIT SUNGAI DENGAN MODEL SWAT DI DAS BATANGHARI HILIR, PROVINSI JAMBI BETRIA ZAHARA DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015 PERNYATAAN
Lebih terperinciEXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN
EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DESEMBER, 2014 KATA PENGANTAR Sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 21/PRT/M/2010
Lebih terperinciBAB V ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu :
37 BAB V ANALISA DATA Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu : 5.1 METODE RASIONAL 5.1.1 Analisa Curah Hujan Dalam menganalisa curah hujan, stasiun yang dipakai adalah stasiun yang
Lebih terperinciDAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1
DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR..... ii DAFTAR ISI...... iv DAFTAR TABEL..... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN.... 1 A. Latar Belakang Masalah 1 B. Rumusan Masalah. 7 C. Tujuan Penelitian......
Lebih terperinciGambar 1. Siklus hidrologi (Ward et al, 1995)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hidrologi Cabang ilmu yang mempelajari tentang air disebut sebagai Hidrologi. Hidrologi berasal dari bahasa Yunani yaitu kata hydro (air) dan loge (ilmu) (Ward et al, 1995).
Lebih terperinciSTUDI HIDROLOGI BERDASARKAN CLIMATE CHANGES MENGGUNAKAN MODEL SWAT DI DAERAH TANGKAPAN AIR WADUK JATILUHUR
STUDI HIDROLOGI BERDASARKAN CLIMATE CHANGES MENGGUNAKAN MODEL SWAT DI DAERAH TANGKAPAN AIR WADUK JATILUHUR Budi Darmawan Supatmanto 1) Sri Malahayati Yusuf 2) 1 UPT Hujan Buatan - BPPT, Jalan MH Thamrin
Lebih terperinciGambar 1. Siklus Hidrologi (Ward, 1967)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Siklus Hidrologi Siklus hidrologi didefinisikan sebagai suksesi tahapan-tahapan yang dilalui air dari atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer (Seyhan, 1977). Sumber tenaga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air
BAB I PENDAHULUAN I. Umum Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya.
Lebih terperinciBab V Analisa dan Diskusi
Bab V Analisa dan Diskusi V.1 Pemilihan data Pemilihan lokasi studi di Sungai Citarum, Jawa Barat, didasarkan pada kelengkapan data debit pengkuran sungai dan data hujan harian. Kalibrasi pemodelan debit
Lebih terperinciKARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di
IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,
Lebih terperinciBAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di DAS Ciliwung Hulu dan Cisadane Hulu. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2009 dan selesai pada
Lebih terperinciLampiran 1. Peta Penutupan Lahan tahun 1990
LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Peta Penutupan Lahan tahun 1990 50 Lampiran 2. Peta Penutupan Lahan tahun 2001 51 Lampiran 3. Peta Penggunaan Lahan tahun 2010 52 53 Lampiran 4. Penampakan citra landsat untuk masing-masing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Biru terletak di Kabupaten Wonogiri, tepatnya di Kecamatan Purwantoro dan Kecamatan Bulukerto. Lokasinya terletak di bagian lereng
Lebih terperinci