BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Penggunaan lahan Sub DAS Cisadane Hulu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Penggunaan lahan Sub DAS Cisadane Hulu"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Sub DAS Cisadane Hulu Sub Daerah Aliran Sungai Cisadane Hulu merupakan bagian dari DAS Cisadane yang terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian hilir, tengah, dan hulu. DAS Cisadane dimulai dari Gunung Salak di bagian selatan Kabupaten Bogor menuju ke Laut Jawa. Menurut Departemen Pertanian (1992), daerah Cisadane Hulu termasuk tipe iklim Af (iklim hujan tropis lembab) dalam klasifikasi iklim Koppen. Panjang sungai Cisadane adalah sekitar 80 km dan merupakan salah satu sungai utama di provinsi Banten dan Jawa Barat. Penggunaan lahan pada Sub DAS Cisadane Hulu secara detil dapat terlihat luasannya pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Penggunaan lahan Sub DAS Cisadane Hulu Jenis Landuse Luas (ha) Persentase (%) Pertanian lahan kering Hutan Sawah Pemukiman Semak belukar Perkebunan Rawa Pertambangan Tanah terbuka Lapangan udara Total Sumber : BPDAS Ciliwung-Cisadane (2007) Penggunaan lahan paling besar dari total luas wilayah Sub DAS Cisadane (37.22%) adalah pertanian lahan kering yang antara lain terletak di sebagian besar Caringin, Cijeruk, Bogor selatan, Leuwiliang, Nanggung, Rumpin, dan Ciomas, sebagian Dramaga dan Ciampea, serta sebagian kecil Bogor barat, Megamendung, Cibungbulang, dan Taman Sari. Landuse kedua terbesar (27.40%) adalah hutan yang banyak berlokasi di daerah kaki

2 Gunung Salak dan Pangrango seperti kecamatan Cisarua, Megamendung, Ciawi, sebagian Nanggung dan Pamijahan, serta sebagian kecil Ciampea, Cijeruk, Taman Sari, Rumpin, dan Caringin. Luasan sawah sebesar 21.21% dari total DAS mendominasi daerah Cibungbulang, Ciampea, sebagian Pamijahan, sebagian Leuwiliang dan Dramaga. Sebaran penggunaan lahan (landuse) pada Sub DAS Cisadane Hulu dapat dilihat pada Gambar 8. Jenis tanah yang ada pada Sub DAS Cisadane hulu terdapat pada Tabel 3. Tabel 3. Jenis tanah Sub DAS Cisadane Hulu. Jenis tanah Luas (ha) Persentase (%) Kompleks latosol merah kekuningan latosol coklat p Asosiasi latosol coklat dan regosol kelabu Andosol coklat kekuningan Kompleks latosol merah kekuningan latosol coklat k Latosol coklat Kompleks regosol kelabu dan litosol Podsolik merah Asosiasi latosol coklat kemerahan dan latosol coklat Asosiasi andosol coklat dan regosol coklat Asosiasi Aluvial coklat Kompleks rensina litosol dan brown forest soil Total Daerah Aliran Sungai Cisadane Hulu memiliki mayoritas jenis tanah Kompleks Latosol Merah Kekuningan Latosol coklat p, yaitu 27.66% dan terdapat pada wilayah Cibungbulang, Ciampea, Caringin, Dramaga, Kota Bogor, serta sebagian Caringin dan Rumpin. Penutupan jenis tanah pada Sub DAS Cisadane Hulu dapat dilihat pada Gambar 9.

3 Gambar 8. Landuse Sub DAS Cisadane Hulu tahun 2008

4 Gambar 9. Sebaran jenis tanah Sub DAS Cisadane Hulu

5 B. Simulasi SWAT SWAT membutuhkan banyak input data yang sebagian besar masih belum dapat terpenuhi karena terbatasnya data yang tersedia pada Sub DAS Cisadane Hulu. Oleh karena itu, input data jenis landuse lokal disesuaikan dengan input data jenis landuse global yang diperkirakan mendekati jenis landuse lokal. Input data landuse global telah tersedia di dalam database SWAT dalam bentuk Microsoft access (mwswat.mdb) yang telah terintegrasi dalam software SWAT. Penyesuaian input data landuse lokal dengan landuse global) dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Penyesuaian jenis landuse lokal dengan landuse global Tanaman/landcover (crop data) Penggunaan lahan (Landuse) Kode SWAT (LANDUSE_ID) Keterangan Jenis Tanaman/Landcover dalam SWAT Hutan FRST Forest-mixed Pertanian lahan kering AGRR Agricultural Land-Row Crops Sawah RICE Rice Semak belukar SHRB Shrubland Perkebunan CRIR Irrigated Cropland and Pasture Rawa WETF Wetland-forested Tanah terbuka TNTB Pasture Kode SWAT Keterangan Jenis Urban dalam Urban (urban data) (IUNUM) SWAT Lapangan udara UTRN Transportation Pemukiman URMD Residential-High Density Pertambangan UCOM Commercial Penyesuaian input data tanah lokal dan input data tanah global dilakukan sesuai yang telah dilakukan sebelumnya oleh Junaidi (2009). Data jenis tanah yang telah disesuaikan terdapat pada Lampiran 10. Simulasi SWAT terdiri dari tahapan-tahapan. Pada tahap pertama (Step 1), keluarannya adalah : 1. Pembentukan batas (delineasi) DAS dan pembagian DAS menjadi beberapa Sub DAS yang dibentuk berdasarkan topografi yang terbaca pada peta DEM. Setiap Sub DAS akan saling berhubungan, yaitu aliran sungai dari suatu Sub DAS akan mengalir menuju ke Sub DAS berikutnya.

6 2. Aliran sungai (Main channel/ /reach) yaitu saluran utama yang terdapat pada setiap Sub DAS. Reach dari setiap Sub DAS akan mengalir menuju outlet yang telah ditentukan. Tampilan output pembagian Sub DAS Cisadane Huluu pada step 1 dapat dilihat pada Gambar 10. Batubeulah Keterangan : Batas Sub DAS Cisadane Hulu hasil delineasi ( ) Outlet sungai ( ) Batas Sub DAS Cisadane Hulu BPDAS Bogor ( ) Aliran sungai/reach ( ) Gambar 10. Pembagian Sub DAS Cisadane Hulu Pada step 1, DAS akan terbagi menjadi beberapa Sub DAS dimana setiap Sub DAS akan memilikii satu aliran sungai utama (reach). Outlet sungai Cisadane daerah Batubeulah terletak pada titik pertemuan aliran- SOIL_ID aliran sungai (reach). Pada step 2, SWAT akan membaca LANDUSE_ID dan yang telah ditambahkan pada peta raster landuse dan tanah. Input slope juga dibutuhkan pada tahap ini dimana input slope akan dilakukan berdasarkan kategori slope Arsyad (2006). Pada step 2, Sub DAS yang sebelumnya telah terbentuk pada step 1 akan diberi penomoran. Pada masing-masinjuga beberapa HRU. Tampilan output Sub DAS tersebut telah terbentuk pembentukan HRU pada step 2 dapat dilihat pada Gambar 11.

7 Batubeulah Keterangan : Batas Sub DAS ( ) 1, 2, 3, 57 (nomor Sub DAS) Outlet sungai Batas HRU ( ( ) ) Aliran sungai/reach ( ) Gambar 11. Pembagian Sub DAS menjadi HRU Pada step 2, diperoleh 57 Sub DAS dengan 723 Hydrogical Response Unit (HRU). HRU adalah bagian dari wilayah Sub DAS yang memiliki keunikan dalam hal landuse, jenis tanah, ataupun manajemen lahan. Manajemen lahan pada kali ini tidak digunakan sebagai input. Berbeda dengan Sub DAS, antar HRU akan diasumsikan tidak ada hubungan satu dengan yang lainnya. Keluaran seperti runoff dengan sedimen, unsur hara, dan lainnya akan dikalkulasikan pada masing-masing HRU. Prediksi keluaran dari setiap Sub DAS dapat dihitung secara akurat karena terlebih dahulu dihitung pada setiap HRU, kemudian dijumlahkan sebagai keluaran satu Sub DAS. Outlet sungai Batubeulah terletak pada sub DAS nomor 57. Keluaran dari step 2 dari Sub DAS Cisadane Hulu dapat dilihat pada SWAT report yang telah dirangkum pada Tabel 5.

8 Tabel 5. Landuse dan jenis tanah pada report SWAT Kode Landuse Jenis Landuse Luas (ha) % dari Sub DAS Cisadane Hulu FRST Hutan URMD Pemukiman RICE Sawah AGRR Pertanian Lahan Kering SHRB Semak belukar Total Kode Tanah Jenis Tanah Luas (ha) % dari Sub DAS Cisadane Hulu KRLBFS Kompleks rensina litosol dan brown forest soil AAC Asosiasi aluvial coklat ALCK Asosiasi latosol coklat kemerahan dan latosol coklat ALCRK Asosiasi latosol coklat dan Regosol kelabu KLMKLCK Kompleks latosol merah kekuningan latosol coklat k PM Podsolik merah Asosiasi andosol coklat & AACRC regosol coklat ACK Andosol coklat kekuningan LC Latosol coklat KRKL Kompleks regosol kelabu & litosol KLMKLCP Kompleks latosol merah Kekuningan latosol coklat p Total Interval slope (%) Luas (ha) % dari Sub DAS Cisadane Hulu Total Pada simulasi step 2, terdapat perubahan pada luasan DAS yang terdelineasi sehingga berpengaruh terhadap luasan landuse dan luas tanah. Hal ini dikarenakan kurang tingginya resolusi peta DEM yang digunakan sehingga SWAT tidak dapat membentuk (mendelineasi) batas DAS dengan baik. Hasil delineasi DAS yang lebih baik pada model SWAT akan

9 diperoleh bila DEM yang digunakan memiliki resolusi yang lebih kecil, misalnya resolusi 30 m 30 m. Luas landuse, tanah, dan slope yang lebih kecil dari threshold yang telah diinput pada step 2 akan diabaikan (10% landuse, 5% tanah, dan 5% slope). Pada Tabel 5, luasan DAS hasil simulasi diperoleh sebesar ha sedangkan luas awal DAS adalah sebesar ha. Luasan landuse yang terbesar setelah disimulasi adalah AGRR yang merupakan LANDUSE_ID dari pertanian lahan kering dengan persentase 39.5% dari luas total DAS yang dapat dibentuk. Luasan tanah yang terbesar dalam simulasi SWAT adalah KLMKLCP yang merupakan SOIL_ID dari Kompleks Latosol Merah Kekuningan latosol coklat p dengan persentase 28.2%. Berdasarkan peta DEM yang telah diinput, SWAT akan menghitung slope yang ada pada DAS berdasarkan interval yang telah diinput sebelumnya. Sub Daerah Aliran Sungai Cisadane didominasi oleh interval slope 3% 8% yaitu 26.44% dari total luas DAS. Report pada SWAT juga berisi keterangan hasil simulasi pada tingkat Sub DAS yang terbentuk dari total luasan Sub DAS Cisadane Hulu. Outlet sungai Batubeulah terdapat pada Sub DAS nomor 57. Report SWAT pada Sub DAS 57 terdapat pada Tabel 6.

10 Tabel 6. Report SWAT pada Sub DAS 57 Kode Landuse Jenis Landuse Luas (ha) % dari Sub DAS 57 % dari Sub DAS Cisadane Hulu AGRR Pertanian lahan kering Total Sub DAS % dari Kode Luas Jenis Tanah Sub DAS Tanah (ha) 57 KLMKLCP % dari Sub DAS Cisadane Hulu Kompleks latosol merah kekuningan latosol coklat p AAC Asosiasi aluvial coklat Nomor HRU Total Sub DAS % dari Luas % dari Sub DAS Interval slope Sub DAS (ha) Cisadane Hulu Total Sub DAS HRU % dari Luas % dari Sub DAS Sub DAS (ha) Cisadane Hulu AGRR/KLMKLCP/ AGRR/KLMKLCP/ AGRR/KLMKLCP/ AGRR/KLMKLCP/ AGRR/AAC/ Total Sub DAS Sub DAS nomor 57 memiliki luasan 47.4 ha atau hanya 0.06% dari luas total DAS. Landuse pada Sub DAS 57 adalah pertanian lahan kering (AGRR) yaitu sebesar 100% dari luas total Sub DAS 57. Sebagian besar jenis tanah di Sub DAS 57 adalah KLMKLCP yaitu sebesar 92.16% dari luas total Sub DAS 57. Areal Sub DAS 57 sebanyak 41.18% memiliki kemiringan (slope) dengan interval 8% 15%. Pada Sub DAS 57, terbentuk lima HRU, yaitu HRU nomor 719 sampai dengan 723 dengan kombinasi landuse, tanah, dan slope yang spesifik. Pada step 3, SWAT akan mensimulasi semua input data iklim yang telah ada untuk memperoleh output yang diinginkan. Lima stasiun iklim (weather station) yang terdiri dari lima file harian.pcp dan satu file.tmp

11 akan dibaca oleh SWAT. Adapun data iklim lainnya berupa data radiasi surya dan data kecepatan anginn yang sebenarnya juga dibutuhkan dalam SWAT akan dibangkitkan dengan menggunakan file weather generator (.wgn). File.wgn berisi data rata-rata tahunan dari curah hujan, temperatur, penyinaran matahari, kecepatan angin, dan titik embun dari stasiun iklim Dramaga dari tahun Pada step 3 ini, keluaran output yang diinginkan adalah debit sungai Cisadane pada outlet Batubeulah. Output debit (FLOW_OUT) akan disimulasi secara bulanan untuk kemudian dibandingkan dengan debit di lapangan (debit observed). Sebaran okasi stasiun iklim pada step 3 terdapatt pada Gambar 12. Batubeulah Keterangan : Batas Sub DAS hasil delineasi ( Outlet sungai ( ) Batas HRU ( ) ) 1, 2, 3, 57 (nomor Sub DAS) Aliran sungai/reach ( ) Stasiun Iklim ( ) Gambar 12. Sebaran stasiun iklim Sub DAS Cisadane Hulu Keunggulan pada software SWAT 1.5 dibandingkan versi terdahulunya adalah terdapat tambahan step 4 yang dapat digunakan untuk memvisualisasikan output simulasi yang diinginkan. Visualisasi output ditandai dengan gradasi warna. Pada step 4, akan dipilih output berupa debit

12 rata-rata bulanan dari masing-masing Sub DAS (FLOW_OUT). Tampilan output visualisasi nilai debit padaa step 4 dapat dilihat pada Gambar 13. Batubeulah Keterangan : Batas Sub DAS hasil delineasi ( ) 1, 2, 3, 57 (nomor Sub DAS) Outlet sungai Batas HRU ( ( ) ) Aliran sungai/reach ( ) Visualisasi nilai debit rata-rata bulanan simulasi : m 3 /detik Gambar 13. Visualisasi debit rata-rata bulanan setiap Sub DAS Bila dibandingkan dengann peta landuse pada Gambar 8, dapat dilihat bahwa secara umum Sub DAS yang memiliki debit rata-rata bulanan terbesar adalah Sub DAS yang terletak di sekitar outlet dan serta sebagian besar merupakan daerah pemukiman dan pertanian (Sub DAS 44, 46, 48, 49, 52, 54, 55, 56, dan 57).

13 C. ANALISIS DEBIT Step 4 merupakan aplikasi tambahan pada software MapWindow SWAT. Pada step 4, Sub DAS yang memiliki gradasi warna paling gelap merupakan daerah Sub DAS yang memiliki debit rata-rata bulanan paling besar. Pada tampilan step 4 (Gambar 13) ditunjukkan bahwa daerah Sub DAS 57 memiliki nilai debit rata-rata bulanan yang paling besar, yaitu lebih besar dari 61.9 m 3 /det. Penyebab utama dari besarnya debit pada Sub DAS 57 adalah karena DAS yang berbentuk radial. Menurut Sosrodarsono dan Takeda (2006), dapat dilihat bahwa Sub DAS Cisadane Hulu termasuk ke dalam kategori DAS berbentuk radial dimana bentuk DAS melebar dan anak-anak sungai mengalir dengan arah yang terkonsentrasi di satu titik, yaitu menuju outlet Batubeulah. Akibatnya, debit dari bagian Sub DAS lainnya sampai pada titik outlet yang ada pada Sub DAS 57 pada saat yang hampir bersamaan. Dampak yang ditimbulkan dapat dilihat secara jelas pada Sub DAS 57 yang menerima akumulasi debit yang dikirimkan dari Sub DAS lainnya. Tahap tambahan yang merupakan tahap terakhir dari simulasi SWAT adalah menampilkan debit hasil simulasi (FLOW_OUT) dan kemudian dibandingkan dengan debit di lapangan (debit observasi). Tahap ini dilakukan dengan menggunakan SWAT Ploth and Graph. Debit simulasi outlet Batubeulah menggunakan SWAT pada Sub DAS 57 dirunning secara bulanan dengan periode 1 Januari 2008 sampai dengan 31 Desember Debit hasil simulasi akan dibandingkan dengan debit terukur pada outlet sungai Batubeulah. Tampilan hasil dari SWAT Ploth and Graph dapat dilihat pada Gambar 14.

14 Debit (m3/det) Debit Simulasi (m3/det) Debit Observasi (m3/det) Gambar 14. Debit simulasi dan debit observasi SWAT Ploth and Graph Perbandingan debit rata-rata bulanan yang telah dilakukan dengan menggunakan SWAT Ploth and Graph menghasilkan koefisien determinasi (R 2 ) sebesar dan Nash-Sutcliffe Index (NSI) sebesar Dengan kedua nilai tersebut, dapat disimpulkan bahwa simulasi yang telah dilakukan dengan menggunakan SWAT dikategorikan memuaskan karena nilai debit hasil simulasi telah hampir mendekati nilai debit pada keadaan sebenarnya. Nilai debit rata-rata bulanan hasil simulasi SWAT selama tahun 2008 adalah sebesar m 3 /detik dan nilai yang ada di lapangan (observed) adalah sebesar m 3 /detik. Nilai debit rata-rata bulanan hasil simulasi dengan observasi terdapat pada Lampiran 9. Gambar 15 berikut menunjukkan kaitan antara debit simulasi dan debit observasi dengan besarnya hujan yang dihasilkan oleh SWAT.

15 160 0 Debit (m3/det) HUjan (mm) \1 2008\2 2008\3 2008\4 2008\5 2008\6 2008\7 2008\8 2008\9 2008\ \ \ Presipitasi (mm) Debit Simulasi (m3/det) Debit Observasi (m3/det) Gambar 15. Hubungan debit dengan presipitasi Pada Gambar 15 di atas dapat dilihat bahwa kenaikan besar hujan akan mempengaruhi besarnya debit. Nilai hujan yang tinggi akan berdampak pada besarnya nilai debit yang terjadi pada lahan. Debit simulasi SWAT memiliki nilai yang sedikit lebih tinggi, sedangkan pada debit observasi nilainya cenderung seragam dan tidak begitu menunjukkan perlonjakan nilai yang drastis sebagai pengaruh dari curah hujan yang ada. Simulasi dengan menggunakan SWAT dapat semakin mendekati keadaan di lapangan apabila tersedia input data yang cukup. Input data antara lain berkaitan dengan sifat fisik tanaman/landcover, luasan wilayah kedap air suatu wilayah dan kedekatannya dengan saluran pembuangan, jumlah padatan yang dapat terbawa oleh air, sifat fisik tanah, jenis pengelolaan lahan dan nilai dari proses fisik yang dilakukan, dimensi saluran, serta masih banyak lagi. Semua data tersebut di Indonesia pada saat ini belum banyak diperhatikan untuk disediakan. Dan untuk menghasilkan data tersebut dibutuhkan waktu yang cukup lama mengingat wilayah yang cukup luas dan terkadang nilai data yang dibutuhkan didapat secara empiris sehingga memerlukan waktu yang tidak sebentar. Mengingat adanya keterbatasan data tersebut, data yang digunakan pada simulasi ini menggunakan data global yang telah tersedia dalam database SWAT.

16 Kekurangannya adalah, pada dasarnya setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga simulasi sulit untuk mencapai nilai sangat dekat dengan nilai sebenarnya di lapangan bila dilakukan dengan pendekatan yang kurang maksimal. Dalam suatu pemodelan hidrologi, diperlukan proses kalibrasi dan validasi agar model tersebut dapat digunakan. Namun, kalibrasi dan validasi model tidak dilakukan pada penelitian ini.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Fisik Sub DAS Cisadane Hulu Daerah Legokmuncang Secara geografis Sub DAS Cisadane Hulu terletak pada 106 o 44 24 106 o 56 24 BT dan 006 o 35 60 006 o 46 48 LS. Sub

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

SKRIPSI APLIKASI SOFTWARE MWSWAT DALAM ANALISIS DEBIT ALIRAN SUNGAI PADA SUB DAS CISADANE HULU DAERAH BATUBEULAH. Oleh : WINA FARADINA K F

SKRIPSI APLIKASI SOFTWARE MWSWAT DALAM ANALISIS DEBIT ALIRAN SUNGAI PADA SUB DAS CISADANE HULU DAERAH BATUBEULAH. Oleh : WINA FARADINA K F SKRIPSI APLIKASI SOFTWARE MWSWAT DALAM ANALISIS DEBIT ALIRAN SUNGAI PADA SUB DAS CISADANE HULU DAERAH BATUBEULAH Oleh : WINA FARADINA K F14051537 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN Analisis debit Sungai Cidanau dilakukan untuk mendapatkan ketersediaan air pada DAS Cidanau. Hal ini dilakukan untuk menggambarkan perubahan yang terjadi pada jumlah air yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian berada di sub-das Citarum Hulu, Kecamatan Bandung, Provinsi Jawa Barat seperti yang tampak pada Gambar 3 (BAPPEDA Provinsi Jawa Barat dan peta

Lebih terperinci

Lampiran 1. Dinamika cuaca tahun 2004 di Stasiun Sigimpu

Lampiran 1. Dinamika cuaca tahun 2004 di Stasiun Sigimpu 114 Lampiran 1. Dinamika cuaca tahun 2004 di Stasiun Sigimpu 3 Suhu Udara ( o C) 28.00 26.00 24.00 2 2 10 9 Kelembaban Udara Relatif (%) 8 7 6 5 4 1.60 1.40 Kecepatan Angin (m/s) 1.20 0.80 0.60 0.40 0.20

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 3 Peta Lokasi Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran.

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 3 Peta Lokasi Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran. 25 BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran (KST) terletak di Sub DAS Kali Madiun Hulu. Secara geografis Sub-sub DAS KST berada di antara 7º 48 14,1 8º 05 04,3 LS

Lebih terperinci

3.1 WAKTU DAN TEMPAT 3.2 ALAT DAN BAHAN

3.1 WAKTU DAN TEMPAT 3.2 ALAT DAN BAHAN III. METODOLOGI 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilakukan di Sub DAS Cisadane hulu dengan menggunakan outlet sungai daerah Batubeulah. Sub DAS Cisadane Hulu secara geografis terletak pada 106 28 53.61-106

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Curah Hujan Data curah hujan sangat diperlukan dalam setiap analisis hidrologi, terutama dalam menghitung debit aliran. Hal tersebut disebabkan karena data debit aliran untuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi DAS Cipasauran IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Daerah Aliran Sungai Cipasauran secara geografis terletak pada 06 13 51-06 17 33 LS dan 105 49 50-105 56 40 BT, dan termasuk dalam zona 48 UTM. DAS Cipasauran

Lebih terperinci

ANALISIS KOEFISIEN ALIRAN PERMUKAAN PADA BERBAGAI BENTUK PENGGUNAAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SWAT

ANALISIS KOEFISIEN ALIRAN PERMUKAAN PADA BERBAGAI BENTUK PENGGUNAAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SWAT Jurnal Teknik Pertanian Lampung Vol.7, No. 1: 1-8 ANALISIS KOEFISIEN ALIRAN PERMUKAAN PADA BERBAGAI BENTUK PENGGUNAAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SWAT ANALYSIS OF SURFACE RUNOFF COEFFICIENT ON VARIOUS

Lebih terperinci

ANALISIS WILAYAH KONSERVASI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KURANJI DENGAN APLIKASI SWAT

ANALISIS WILAYAH KONSERVASI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KURANJI DENGAN APLIKASI SWAT ANALISIS WILAYAH KONSERVASI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KURANJI DENGAN APLIKASI SWAT Fadli Irsyad 1 dan Eri Gas Ekaputra 1 1 Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Univ. Andalas, Padang 25163 *

Lebih terperinci

PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK

PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK DAS Cisadane Hulu merupakan salah satu sub DAS Cisadane yang

Lebih terperinci

V. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR

V. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR V. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR 5.1. Simulasi di Sub DAS Cisadane Hulu Validasi model dilakukan dengan menggunakan data debit sungai harian tahun 2008 2010. Selanjutnya disusun 10 alternatif

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Morfometri Sungai Berdasarkan hasil pengukuran morfometri DAS menggunakan software Arc-GIS 9.3 diperoleh panjang total sungai di Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Sekayu

Lebih terperinci

Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan

Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan IV.1 Bagan Alir Metodologi Penelitian Bagan alir metodologi penelitian seperti yang terlihat pada Gambar IV.1. Bagan Alir Metodologi Penelitian menjelaskan tentang

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Karakteristik Biofisik 4.1.1 Letak Geografis Lokasi penelitian terdiri dari Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua, Kabupaten Bogor yang terletak antara 6⁰37 10

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Geomorfologi Daerah Aliran Sungai Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung memiliki Stasiun Pengamatan Aliran Sungai (SPAS) yang merupakan satu-satunya alat pendeteksi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Curah Hujan DAS Citarum Hulu Tahun 2003

Lampiran 1. Curah Hujan DAS Citarum Hulu Tahun 2003 LAMPIRAN 34 Lampiran 1. Curah Hujan DAS Citarum Hulu Tahun 2003 Bulan Cikapundung Citarik Cirasea Cisangkuy Ciwidey mm Januari 62,9 311 177 188,5 223,6 Februari 242,1 442 149 234 264 Maret 139,3 247 190

Lebih terperinci

Analisis Kondisi Hidrologi Daerah Aliran Sungai Kedurus untuk Mengurangi Banjir Menggunakan Model Hidrologi SWAT

Analisis Kondisi Hidrologi Daerah Aliran Sungai Kedurus untuk Mengurangi Banjir Menggunakan Model Hidrologi SWAT JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN : 2337-3539 (2301-9271 Print) C-107 Analisis Kondisi Hidrologi Daerah Aliran Sungai Kedurus untuk Mengurangi Banjir Menggunakan Model Hidrologi SWAT Santika

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di DAS Ciliwung Hulu dan Cisadane Hulu. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2009 dan selesai pada

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

PENDUGAAN DEBIT ALIRAN SUNGAI CILIWUNG DI BENDUNG KATULAMPA MENGGUNAKAN SOFTWARE ARCSWAT PUTRI RODUA MARBUN

PENDUGAAN DEBIT ALIRAN SUNGAI CILIWUNG DI BENDUNG KATULAMPA MENGGUNAKAN SOFTWARE ARCSWAT PUTRI RODUA MARBUN PENDUGAAN DEBIT ALIRAN SUNGAI CILIWUNG DI BENDUNG KATULAMPA MENGGUNAKAN SOFTWARE ARCSWAT PUTRI RODUA MARBUN DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Letak dan Batas Letak suatu wilayah adalah lokasi atau posisi suatu tempat yang terdapat di permukaan bumi. Letak suatu wilayah merupakan faktor yang sangat

Lebih terperinci

III.BAHAN DAN METODE. Gambar 1. Lokasi Penelitian (DAS Ciliwung Hulu)

III.BAHAN DAN METODE. Gambar 1. Lokasi Penelitian (DAS Ciliwung Hulu) III.BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di DAS Ciliwung Hulu yang secara geografi terletak pada 6 o 38 01 LS 6 o 41 51 LS dan 106 o 50 11 BT 106 o 58 10 BT. Penelitian

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan bencana alam yang paling sering terjadi di dunia. Hal ini juga terjadi di Indonesia, dimana banjir sudah menjadi bencana rutin yang terjadi setiap

Lebih terperinci

Gambar 1. Siklus hidrologi (Ward et al, 1995)

Gambar 1. Siklus hidrologi (Ward et al, 1995) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hidrologi Cabang ilmu yang mempelajari tentang air disebut sebagai Hidrologi. Hidrologi berasal dari bahasa Yunani yaitu kata hydro (air) dan loge (ilmu) (Ward et al, 1995).

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

VI. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

VI. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 18 VI. KODII UMUM DARAH PLITIA 4.1 Letak dan Lokasi Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibukotanya adalah Cibinong. Kabupaten Bogor dengan luas wilayah

Lebih terperinci

Analisis Debit Sungai dengan Menggunakan Model SWAT pada DAS Cipasauran, Banten

Analisis Debit Sungai dengan Menggunakan Model SWAT pada DAS Cipasauran, Banten , Oktober 2015 Tersedia online OJS pada: Vol. 3 No. 2, p 113-120 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jtep P-ISSN 2407-0475 E-ISSN 2338-8439 DOI: 10.19028/jtep.03.2.113-120 Technical Paper Analisis Debit

Lebih terperinci

Analisis Perubahan Tutupan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Neraca Air dan Sedimentasi Danau Tempe

Analisis Perubahan Tutupan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Neraca Air dan Sedimentasi Danau Tempe Tahun Penelitian 2005 Perubahan tutupan lahan DAS inlet Danau Tempe akan sangat menentukan waktu umurguna danau karena adanya penurunan produksi air dan peningkatan sedimentasi. Artinya, umurguna danau

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH Bab ini akan memberikan gambaran wilayah studi yang diambil yaitu meliputi batas wilayah DAS Ciliwung Bagian Hulu, kondisi fisik DAS, keadaan sosial dan ekonomi penduduk, serta

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Peta lokasi penelitian (PA-C Pasekan)

Gambar 4.1 Peta lokasi penelitian (PA-C Pasekan) BAB IV METODELOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di sub DAS Kali Pabelan wilayah Gunung Merapi di Jawa Tengah, batas hilir dibatasi oleh sabo dam PA-C Pasekan yang terletak

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di DAS Citarum hulu dengan luas DAS sebesar 12.000 km 2. Sungai Citarum yang berhulu di gunung Wayang, Kabupaten Bandung (1700 m

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis LS dan BT. Beriklim tropis dengan

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis LS dan BT. Beriklim tropis dengan III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Geografis Secara geografis Kabupaten Tebo terletak diantara titik koordinat 0 52 32-01 54 50 LS dan 101 48 57-101 49 17 BT. Beriklim tropis dengan ketinggian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tata Guna Lahan Tata guna lahan merupakan upaya dalam merencanakan penyebaran penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi

Lebih terperinci

KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU. Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK

KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU. Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK Sistem agroforestry merupakan integrasi antara beberapa aspek ekologis dan ekonomis.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Daerah Penelitian Daerah aliran sungai (DAS) Saba secara geografik terletak pada 8 O 10 30 8 O 20 30 LS dan 114 O 55 30 115 O 4 30 BT dan termasuk pada zona 50S UTM.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

Bab V Analisa dan Diskusi

Bab V Analisa dan Diskusi Bab V Analisa dan Diskusi V.1 Pemilihan data Pemilihan lokasi studi di Sungai Citarum, Jawa Barat, didasarkan pada kelengkapan data debit pengkuran sungai dan data hujan harian. Kalibrasi pemodelan debit

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Metode dalam penelitian ini adalah Studi Pustaka yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku atau laporanlaporan yang ada hubungannya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Daur Hidrologi. B. Daerah Aliran Sungai

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Daur Hidrologi. B. Daerah Aliran Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Daur Hidrologi Persediaan air segar dunia hampir seluruhnya didapatkan dalam bentuk hujan sebagai hasil dari penguapan air laut. Proses proses yang tercakup dalam peralihan uap

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum, Geografis dan Iklim Kabupaten Bogor Secara geografis Kabupaten Bogor terletak antara 6º18 0-6º47 10 Lintang Selatan dan 106º 23 45-107º 13 30 Bujur

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Administrasi Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perbandingan Peta Topografi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perbandingan Peta Topografi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perbandingan Peta Topografi 1. DEM dan Kontur RBI Perbandingan peta topografi antara data DEM dan Kontur RBI disajikan dalam bentuk degredasi warna yang diklasifikasikan menjadi

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data Data yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir ini merupakan data sekunder. Data-data yang diperlukan antara lain, data hujan, peta daerah tangkapan air, peta

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kompilasi dan Kontrol Kualitas Data Radar Cuaca C-Band Doppler (CDR) Teknologi mutakhir pada radar cuaca sangat berguna dalam bidang Meteorologi untuk menduga intensitas curah

Lebih terperinci

Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah 2013 BAB I PENDAHULUAN

Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah 2013 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Profil Daerah 1. Letak Geografis Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu kabupaten di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Karanganyar ± 77.378,64 ha terletak antara

Lebih terperinci

Gambar 3. Hasil simulasi debit Sumberjaya Lampung. Gambar 4. Hasil simulasi debit di Mae Chaem Thailand

Gambar 3. Hasil simulasi debit Sumberjaya Lampung. Gambar 4. Hasil simulasi debit di Mae Chaem Thailand tidak dicantumkan nilai koefisien determinasinya hanya dari pola grafik yang teratur. Di DAS Sumberjaya dengan total luas 404 km 2 menggunakan tiga skenario, yaitu seluruh DAS merupakan lahan hutan, seluruh

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL TINGKAT BAHAYA EROSI DI WILAYAH DAS CISADANE KABUPATEN BOGOR (S

ANALISIS SPASIAL TINGKAT BAHAYA EROSI DI WILAYAH DAS CISADANE KABUPATEN BOGOR (S ANALISIS SPASIAL TINGKAT BAHAYA EROSI DI WILAYAH DAS CISADANE KABUPATEN BOGOR (Spatial Analysis of Erosion Danger Level at Cisadane Watershed Area Bogor District)* Oleh/By : Tuti Herawati Pusat Litbang

Lebih terperinci

Gambar 1. Peta DAS penelitian

Gambar 1. Peta DAS penelitian Gambar 1. Peta DAS penelitian 1 1.1. Proses Penentuan Model Kemiringan Lereng Kemiringan lereng ditentukan berdasarkan informasi ketinggian dan jarak pada data DEM yang berbasis raster (piksel). Besarnya

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan beberapa kota dan kabupaten seperti Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air BAB I PENDAHULUAN I. Umum Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya.

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak dan Luas Daerah penelitian mencakup wilayah Sub DAS Kapuas Tengah yang terletak antara 1º10 LU 0 o 35 LS dan 109 o 45 111 o 11 BT, dengan luas daerah sekitar 1 640

Lebih terperinci

EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Firman Farid Muhsoni Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo JL. Raya Telang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perbandingan Data Elevasi 1. DEM dan Kontur BIG Perbandingan antara data elevasi DEM dan Kontur BIG disajikan dalam perbandingan 100 titik tinjauan elevasi yang tersebar merata

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Sebagai suatu sistem, DAS dapat dipandang dari dua arah yakni satu sistem hidrologi dan satu ekosistem alami. Sebagai satu sistem hidrologi, DAS merupakan suatu

Lebih terperinci

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 217 ISBN: 978 62 361 72-3 PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Esa Bagus Nugrahanto Balai Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Opak Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.1 menunjukan bahwa luas

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH Oleh : Sri Harjanti W, 0606071834 PENDAHULUAN Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu kesatuan wilayah tata air dan ekosistem yang di dalamnya

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH

KEADAAN UMUM WILAYAH 40 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Biofisik Kawasan 4.1.1 Letak dan Luas Kabupaten Murung Raya memiliki luas 23.700 Km 2, secara geografis terletak di koordinat 113 o 20 115 o 55 BT dan antara 0 o 53 48 0

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Daerah Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan sub DAS Ciliwung hulu yang memiliki luas ± 14,964 Ha. Daerah ini dalam koordinat geografis terletak antara 6 0 37 48

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengelolaan DAS di Indonesia telah dimulai sejak tahun 70-an yang diimplementasikan dalam bentuk proyek reboisasi - penghijauan dan rehabilitasi hutan - lahan kritis. Proyek

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH

KEADAAN UMUM WILAYAH KEADAAN UMUM WILAYAH Letak dan Tipe Penggunaan Lahan Keadaan Biofisik Sub DAS Cisadane Hulu dengan luas wilayah 23.739,4 ha merupakan bagian dari DAS Cisadane (156.043 ha), terletak di 106 44 106 56 LS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Hidrologi sebagai cabang ilmu yang basisnya adalah pengukuran Fenomena Alam, dihadapkan pada tantangan bagaimana memodelkan atau memprediksi proses hidrologi pada

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Intepretasi Variabel BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Langkah paling awal dalam penelitian ini adalah penentuan lokasi penelitian. Lokasi penelitian ini ditentukan dengan membuat peta daerah aliran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan banyak digunakan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, selain itu lahan

Lebih terperinci

ANALISIS ALIRAN PERMUKAAN MENGGUNAKAN MODEL SWAT DI DAS BILA SULAWESI SELATAN

ANALISIS ALIRAN PERMUKAAN MENGGUNAKAN MODEL SWAT DI DAS BILA SULAWESI SELATAN ANALISIS ALIRAN PERMUKAAN MENGGUNAKAN MODEL SWAT DI DAS BILA SULAWESI SELATAN (The Analysis of Surface Runoff Using SWAT Model in Bila Watershed, South Sulawesi) IQRIMA STADDAL TENAGA PENGAJAR PROGRAM

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 45 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Lokasi Administrasi Secara geografis, Kabupaten Garut meliputi luasan 306.519 ha yang terletak diantara 6 57 34-7 44 57 Lintang Selatan dan 107 24 3-108 24 34 Bujur Timur.

Lebih terperinci

ANALISIS DEBIT PADA DAS AIR DINGIN MENGGUNAKAN MODEL SWAT ABSTRAK

ANALISIS DEBIT PADA DAS AIR DINGIN MENGGUNAKAN MODEL SWAT ABSTRAK ANALISIS DEBIT PADA DAS AIR DINGIN MENGGUNAKAN MODEL SWAT Nika Rahma Yanti 1, Rusnam 2, Eri Gas Ekaputra 2 1 Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian, Kampus Limau Manis-Padang 25163 2 Dosen Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Penggunaan Lahan 5.1.1. Penggunaan Lahan di DAS Seluruh DAS yang diamati menuju kota Jakarta menjadikan kota Jakarta sebagai hilir dari DAS. Tabel 9 berisi luas DAS yang menuju

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret-Agustus 2015 9 ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fak. Teknik, Universitas

Lebih terperinci

SIMULASI DAMPAK PENGGUNAAN LAHAN AGROFORESTRY BERBASIS TANAMAN PANGAN PADA HASIL AIR DAN PRODUKSI PANGAN (Studi Kasus DAS Cisadane, Jawa Barat)

SIMULASI DAMPAK PENGGUNAAN LAHAN AGROFORESTRY BERBASIS TANAMAN PANGAN PADA HASIL AIR DAN PRODUKSI PANGAN (Studi Kasus DAS Cisadane, Jawa Barat) SIMULASI DAMPAK PENGGUNAAN LAHAN AGROFORESTRY BERBASIS TANAMAN PANGAN PADA HASIL AIR DAN PRODUKSI PANGAN (Studi Kasus DAS Cisadane, Jawa Barat) Edy Junaidi dan Mohamad Siarudin Balai Penelitian Teknologi

Lebih terperinci

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 Prosedur analisis citra untuk penggunaan tanah 1. Pra-pengolahan data atau pengolahan awal yang merupakan restorasi citra 2. Pemotongan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

Pemodelan kejadian banjir daerah aliran sungai Ciliwung hulu dengan menggunakan data radar

Pemodelan kejadian banjir daerah aliran sungai Ciliwung hulu dengan menggunakan data radar e-issn 2597-9949 JGLITrop Vol.1, No.1, Agustus 2017 2017 Departemen Geografi FMIPA UI Journal homepage: http://jglitrop.ui.ac.id Pemodelan kejadian banjir daerah aliran sungai Ciliwung hulu dengan menggunakan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Kecamatan Leuwiliang Penelitian dilakukan di Desa Pasir Honje Kecamatan Leuwiliang dan Desa Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan pertanian

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F14101089 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR FANNY

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

VI. DISKUSI UMUM DAN PEMBAHASAN

VI. DISKUSI UMUM DAN PEMBAHASAN VI. DISKUSI UMUM DAN PEMBAHASAN 6.1. Pemodelan dan Aplikasi Model SWAT Analisis sensitivitas dan ketidakpastian (uncertainty) dalam proses kalibrasi model SWAT adalah tahapan yang paling penting. Dalam

Lebih terperinci

STUDI PEMANTAUAN LINGKUNGAN EKSPLORASI GEOTHERMAL di KECAMATAN SEMPOL KABUPATEN BONDOWOSO dengan SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

STUDI PEMANTAUAN LINGKUNGAN EKSPLORASI GEOTHERMAL di KECAMATAN SEMPOL KABUPATEN BONDOWOSO dengan SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI PEMANTAUAN LINGKUNGAN EKSPLORASI GEOTHERMAL di KECAMATAN SEMPOL KABUPATEN BONDOWOSO dengan SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ALDILA DEA AYU PERMATA - 3509 100 022 JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian 8 3 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada lahan kebun pala milik pengurus Forum Pala Aceh di Kecamatan Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh, Indonesia.

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Wilayah Bodetabek Sumber Daya Lahan Sumber Daya Manusia Jenis tanah Slope Curah Hujan Ketinggian Penggunaan lahan yang telah ada (Land Use Existing) Identifikasi Fisik Identifikasi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sub DAS Cikapundung 4.1.1 Letak dan luas Daerah Sungai Cikapundung terletak di sebelah utara Kota Bandung Provinsi Jawa Barat, dan merupakan bagian hulu Sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Biru terletak di Kabupaten Wonogiri, tepatnya di Kecamatan Purwantoro dan Kecamatan Bulukerto. Lokasinya terletak di bagian lereng

Lebih terperinci

Tahun Penelitian 2005

Tahun Penelitian 2005 Sabtu, 1 Februari 27 :55 - Terakhir Diupdate Senin, 1 Oktober 214 11:41 Tahun Penelitian 25 Adanya peningkatan intensitas perubahan alih fungsi lahan akan berpengaruh negatif terhadap kondisi hidrologis

Lebih terperinci