BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Fisik Sub DAS Cisadane Hulu Daerah Legokmuncang Secara geografis Sub DAS Cisadane Hulu terletak pada 106 o o BT dan 006 o o LS. Sub Das Cisadane Hulu merupakan daerah aliran sungai yang paling hulu dari sungai Cisadane yang mengalir dari Gunung Pangrango ke arah barat laut dan dari Gunung Salak ke arah timur laut. Penelitian dilakukan di Sub DAS Cisadane hulu daerah Legokmuncang. Daerah Legokmuncang terletak pada 106 o 48 BT dan 006 o 38 LS. Luas daerah Legokmuncang adalah ha. Luasan ini adalah 12.76% dari luasan total Sub Das Cisadane Hulu yaitu ha. Daerah Legokmuncang mempunyai iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin muson yang dapat dibedakan antara musim penghujan dan musim kemarau. Stasiun iklim yang berada pada daerah Legokmuncang yaitu stasiun iklim dramaga dan citeko. Pos pengukuran hujan sekitar daerah Legokumcang yaitu pos hujan Cihideung, Pasir Jaya, Kahuripan, Karacak, Gadog, Gn. Mas, Katulampa, PS. Muncang, Panjang. Posisi masing-masing pos hujan seperti pada Gambar 9. Curah hujan harian minimum dan maksimun tahun 2008 sebesar 0 mm dan tertinggi sebesar mm. b c d e a Gambar 9. Posisi Pos Pengukuran Hujan, a). Pasir Jaya, b). Katulampa, c). Gadog, d). PS Muncang, e). Citeko 62

2 63 Gambar 10. Peta Sub DAS Cisadane Hulu Daerah Legokmuncang

3 1. Tataguna Lahan Berdasarkan data dari Balai Pengelolaan DAS Ciliwung-Cisadane (BP DAS Ciliwung-Cisadane), wilayah Sub Das Cisadane Hulu daerah Legokmuncang skala 1 : dijumpai tujuh jenis tataguna lahan (2008) yaitu hutan, pertanian, sawah, pemukiman, perkebunan, rawa, semak/belukar. Tabel 3. Jenis dan Luasan Tataguna Lahan Tahun 2008 No. Jenis Penggunaan Lahan Luasan ha % 1 Hutan lahan kering primer Hutan lahan kering sekunder Hutan tanaman Pertanian lahan kering campur Pertanian lahan kering Pemukiman Perkebunan Sawah Rawa Semak/belukar Total Dari tabel 3 tersebut terlihat bahwa jenis tataguna lahan yang mendominasi daerah Legokmuncang adalah pertanian lahan kering kering sebesar ha. Jenis tataguna lahan yang paling kecil luasannya adalah rawa sebesar ha. Peta tataguna lahan tahun 2008 di Sub DAS Cisadane Hulu daerah Legokmuncang dapat dilihat pada Gambar

4 65 Gambar 11. Peta Tataguna Lahan Tahun 2008 Sub DAS Cisadane Hulu Daerah Legokmuncang

5 2. Tanah Berdasarkan data dari Balai Pengelolaan DAS Ciliwung-Cisadane (BP DAS Ciliwung-Cisadane), wilayah Sub Das Cisadane Hulu daerah Legokmuncang skala 1 : , jenis tanah yang dijumpai ada lima jenis yaitu : 1). Andosol coklat kekuningan, 2). Asosiasi andosol coklat dan regosol coklat, 3). Kompleks latosol merah kekuningan latosol coklat putih, 4). Kompleks regosol kelabu dan litosol, 5). Latosol coklat. Tabel 4. Jenis dan Luasan Tanah Daerah Legokmuncang No. Keterangan Luasan ha % 1 Andosol Coklat Kekuningan Asosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat Kompleks Latosol Merah Kekuningan Latosol Coklat Putih Kompleks Regosol Kelabu dan Litosol Latosol Coklat Total Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa jenis tanah Latosol Coklat mendominasi daerah Legokmuncang ini dengan luasan sebesar ha. Pada laporan hasil penelitian Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1992) menyatakan bahwa jenis tanah Latosol ini pada lapisan atas berwarna gelap, kaya bahan organik, struktur tanah remah, konsistensi lekat dan plastis. Sifat fisik tanah ini cukup baik, permeabilitas agak lambat, dan tingkat kesuburan tanah adalah sedang. Sebagian tanah ini diusahakan sebagai tegalan dengan tanaman palawija. Jenis tanah ini memiliki faktor penghambat berupa kedalaman tanah dangkal, berbatu, dan kekeringan pada musim kemarau, erodibilitas tanah sangat rendah ( ). Jenis tanah Andosol merupakan jenis tanah kedua yang mendominasi daerah Legokmuncang setelah jenis tanah Latosol Coklat. Laporan hasil penelitian Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1992) menyatakan bahwa ciri utama jenis tanah Andosol adalah lapisan atas kaya dengan bahan organik 66

6 berwarna coklat gelap sampai coklat coklat kekuningan, memiliki tekstur sedang sampai agak kasar berpasir semu dan berbatu. Lapisan bawah berwarna coklat hingga coklat kekuningan, strukturnya lemah granular, dan memiliki konsistensi smeary atau rasa licin diantara jari-jari tangan. Tingkat kesuburan tanah ini cukup baik. Tanah ini mudah meresapkan air (porous), namun tanah ini berbatu sehingga mudah longsor karena stabilitas agregat rendah. Tanah ini berpotensi baik untuk tanaman palawija dan sayuran. 67

7 68 Gambar 12. Peta Tanah Sub DAS Cisadane Hulu Daerah Legokmuncang

8 B. Analisis Aliran Sungai Dengan Model SWAT Pada penelitian ini menggunakan beberapa software Open Source, diantaranya Global Mapper 7, Map Window 4.6, MW-SWAT 1.5SR, dan SWAT Plot and Graph. Pengolahan data ini dilakukan tiga proses, yaitu Geo-Processing, MW-SWAT Processing, dan Plotting dengan SWATPlot dan SWAT-Graph. Sebelum melakukan geo-processing, terlebih dahulu dilakukan pengubahan format DEM (Digital Elevation Model) dengan mengunakan Global Mapper Global Mapper 7 Penelitian ini menggunakan peta Digital Elevation Model (DEM) global. Sebelum peta DEM ini digunakan pada SWAT, maka diolah terlebih dahulu pada Global Mapper 7. Global Mapper 7 digunakan untuk mengubah format DEM dimana akan dieksport dari bentuk SRTM_58_14.zip ke bentuk Arc ACII Grid. Pada proses ini dilakukan pemotongan DEM berdasarkan batas DAS daerah penelitian yang akan diolah yaitu sub DAS Cisadane hulu daerah Legokmuncang. Hasil pengolahan ini disimpan dalam output grid (SRTM_58_14.asc) dan digunakan untuk tahap berikutnya, Geo-Processing. Gambar 13. DEM hasil pengolahan pada Global Mapper 7 69

9 2. Map Window 4.6SR (Tahap Geo-Processing) Tahap Geo-Processing digunakan Map Window 4.6SR. Pada tahap ini dilakukan pemfokusan daerah yang akan dianalisis. Pemfokusan ini dilakukan pada peta DEM, peta tanah 2008, peta tataguna lahan tahun Data-data dan semua proses pada tahap ini disimpan dalam satu folder untuk mempermudah akses data maupun hasil. 1. Peta DEM Pada proses pertama dalam Geo-Processing ini dilakukan penimpaan (overlay) peta yaitu antara peta au_basin_ii_r500m.shp (peta global) dan batas DAS Legokmuncang (Legokmuncang.shp). Kemudian dibuat poligon untuk pemfokusan daerah analisis. Poligon ini dibuat sesuai dengan ukuran batas DAS Legokmuncang namun poligon tersebut harus lebih besar dari batas DAS tersebut agar semua daerah pada batas DAS dapat terolah sehingga dapat teranalisis. Poligon yang telah dibuat ini disimpan dalam format (asc) dengan nama file (maskdem.asc). Selanjutnya penimpaan peta kembali yaitu DEM (SRTM_58_14.asc), lalu peta tersebut dipotong sesuai dengan bentuk poligon yang telah dibuat. Hasil potongan tersebut disimpan dalam format (.asc) dengan nama file (demtumpuk.asc). Selanjutnya dilakukan reproject grid dengan mengubah Category Projection dengan Projection Coordinate System dengan Group yaitu UTM-Wgs 1984 dan name yaitu WGS 1984 UTM Zone 48S. Lalu disimpan dalam format ASC (.asc). 2. Peta Lokal Pada proses Geo-Processing ini dilakukan juga pengolahan pada dua peta lokal tahun 2008 yaitu peta tanah, dan peta tata guna lahan. Peta Tanah Proses kedua pada Geo-Processing yaitu pengolahan peta tanah. Hal pertama yang dilakukan pada proses ini adalah pembuatan poligon (mask). Poligon ini dibuat sebagai cetakan untuk memotong peta tanah untuk pemfokusan daerah yang akan dianalisis. Poligon peta tanah ini dibuat lebih besar ukurannya dari daerah Legokmuncang. Setelah peta tanah dipotong berdasarkan ukuran poligon lalu 70

10 dilakukan penyamaan ID jenis tanah daerah Legokmuncang dengan jenis tanah pada database SWAT. ID jenis tanah dan karakteristik tanah yang pada database SWAT adalah jenis tanah dan karakteristik tanah pada daerah Legokmuncang. ID jenis tanah pada tabel atribut peta yang ditambahkan diberi nama SOIL_ID yang berisi kode nomor yang telah disesuaikan dengan global soil pada database SWAT seperti lampiran 1. Setelah penyamaan ID selesai dilakukan selanjutnya dilakukan reproject grid terhadap peta tanah tersebut. Hasil reproject grid untuk peta tanah lokal seperti pada Gambar Peta Tataguna Lahan Proses kedua pada Geo-Processing yaitu pengolahan peta tataguna lahan tahun Poligon peta tataguna lahan ini digunakan poligon yang telah dibuat seperti pada mask peta tanah. Setelah peta tataguna lahan dipotong berdasarkan ukuran poligon Setelah peta tataguna lahan dipotong berdasarkan ukuran poligon lalu dilakukan penyetaraan ID tataguna lahan daerah Legokmuncang dengan tataguna lahan pada database SWAT. ID tataguna lahan dan karakteristiknya yang pada database SWAT merupakan pendekatan dari file CROP dan URBAN. ID tataguna lahan pada tabel atribut peta yang ditambahkan diberi nama LANDUSE_ID yang berisi kode nomor yang telah disesuaikan dengan global landuse pada database SWAT seperti Lampiran 2. Setelah penyamaan ID selesai dilakukan selanjutnya dilakukan reproject grid terhadap peta tanah tersebut. Hasil reproject grid peta tataguna lahan seperti pada Gambar

11 72 Gambar 14. Peta Hasil Reproject Grid Peta Tanah Lokal

12 73 Gambar 15. Hasil Reproject Grid Peta Tataguna Lahan Lokal Tahun 2008

13 3. MW-SWAT 1.5SR Setelah tahapan Geo-Processing selesai, dilakukan tahap selanjutnya dengan MW-SWAT 1.5SR. Tahapan dengan MW-SWAT 1.5SR ini terdiri dari empat tahap diantaranya delineate watershed, pembentukan HRU (Hidrologic Respons Unit), pengaturan SWAT dan menjalankannya STEP 1 (Watershed Delination) Pada tahap pertama dilakukan delinasi aliran sungai (delineate watershed) pada batas sub DAS Legokmuncang. Pada tahap ini digunakan peta DEM hasil reproject yang telah dilakukan pada proses Geo-Processing. Peta DEM yang digunakan adalah peta dengan nama file demtumpuk_reprojected.asc. Pada tahapan ini dilakukan tiga kali running, pertama yaitu running setelah dilakukan fokus pada penutupan peta demtumuk_reprojected.asc dengan batas daerah Legokmuncang, kedua yaitu running setelah pengaturan pada pembentukan jaringan aliran sungai dan ketiga yaitu running setelah penentuan outlet aliran sungai pada daerah legokmunacang. Pada pembentukan jaringan aliran sungai dilakukan dengan Threshold Method, dimana dilakukan pengaturan cell dalam satuan sq.km (km 2 ). Pengaturan cell ini dilakukan untuk melihat pola jaringan aliran sungai sehingga didapatkan jaringan aliran sungai secara detail. Pengaturan cell ini dapat dilakukan beberapa kali sampai didapat jaringan aliran sungai terdetail untuk penentuan outlet aliran sungai. Ukuran cell ini juga berpengaruh terhadap jumlah sub basin (Sub DAS) dimana semakin kecil ukuran cell maka semakin banyak pula jumlah sub basin yang terbentuk. Selain itu, ukuran cell juga mempengaruhi kedetailan pada pembacaan koordinat pada stasiun iklim dan pos hujan. Pengaturan ukuran cell dengan ukuran cell 0.28 km 2, menghasilkan pola jaringan sungai yang lebih detail seperti pada Gambar

14 Sungai Batas Sub DAS Gambar 16. Pola Jaringan Aliran Sungai Setelah dilakukan pengaturan cell tersebut, dilakukan penentuan outlet aliran sungai. Outlet tersebut disimpan dalam file (outlet.shp). Letak outlet dipilih berdasarkan posisi koordinat pos hujan di lapangan yaitu pada posisi BT dan 6.33 LS seperti pada Gambar 17.a, namun pada posisi tersebut tidak terbentuk jaringan sungai karena posisi tersebut berada diluar batas DAS. Oleh sebab itu, maka posisi outlet disesuaikan dengan jaringan bersatunya percabangan aliran sungai yaitu pada koordinat BT dan LS seperti pada Gambar 17.b. Untuk simulasi ini, digunakan koordinat BT dan LS sebagai titik outlet aliran sungai. Berdasarkan Gambar 16 maka dapat diketahui bahwa posisi pos hujan daerah Legokmuncang kurang tepat karena pada posisi koordinat tersebut tidak terbentuk jaringan sungai. Pada Gambar 17 terlihat ada daerah yang tidak terdelinasi. Hal ini disebabkan oleh kurangnya resolusi DEM yang digunakan pada simulasi. Pada simulasi ini digunakan DEM dengan resolusi 90x90 meter. Agar semua daerah tersimulasi maka harus digunakan resolusi yang lebih kacil yaitu 30x30 meter. 75

15 a b Batas Sub-Sub DAS Outlet Batas Sub DAS Sungai Gambar 17. Posisi Koordinat Pos Hujan, a). koordinat di lapangan, b). Koordinat simulasi 3.2. STEP 2 (Pembentukan HRU) Setelah tahap satu berhasil dilakukan maka berlanjut ke tahap dua yaitu pembentukan HRU (Hidrologic Respons Unit). Pada tahap dua ini dilakukan overlay terhadap peta tataguna lahan, peta tanah dan DEM namun pengolahan peta yang dilakukan yaitu terhadap peta tataguna lahan dan peta tanah. Tahap ini merupakan pengelompokan lahan yang memiliki karakteristik penggunaan lahan dan tanah yang sama maka peta yang digunakan adalah peta tanah dan peta tataguna lahan yang telah di reproject grid. Pada tahap dua ini, dilakukan input data terhadap kelerengan (slope). Arsyad (2006) mengelompokan kecuraman lereng kedalam 7 kelompok, diantaranya : A = 0 sampai < 3 % (datar) B = > 3 sampai 8 % (landai atau berombak) C = > 8 sampai 15 % (agak miring atau bergelombang) D = > 15 sampai 30 % (miring atau berbukit) E = > 30 sampai 45 % (agak curam atau bergunung) 76

16 F = > 45 sampai 65 % (curam) G = > 65 % (sangat curam) Berdasarkan pengelompokan diatas, maka persentase kelerengan yang digunakan dalam simulasi yaitu 0%, 3%, 8%, 15%, 30%, 45%, 65%. Dalam menentukan jumlah HRU yang dibentuk, terdapat dua pilihan yaitu Single HRU dan Multiple HRUs. Pemilihan Single HRU hanya digunakan untuk masing-masing basin yang menghasilkan satu HRU sehingga memberikan informasi mengenai tanah, tataguna lahan dan range kelerengan hanya untuk basin tersebut. Multiple HRUs digunakan untuk pembentukan HRU pada seluruh basin dalam sub DAS daerah fokus (daerah Legokmuncang) sehingga terbentuk beberapa subbasin yang membentuk sejumlah HRU dalam satu sub DAS. Dipilih Multiple HRUs dan HRU threshold dengan persentase, selanjutnya dilakukan pengaturan persentase landuse, soil, dan slope. Pada setiap pengaturan persentase landuse, soil, dan slope yang dilakukan, akan menghasilkan jumlah HRU yang berbeda-beda. Threshold yang digunakan untuk landuse sebesar 10%, soil sebesar 5% dan slope sebesar 5%. Dengan jumlah persentase tersebut, maka terbentuk 1317 HRU dalam 237 sub basin. Titik outlet pada daerah Legokmuncang berada pada sub basin nomor 237. Dari hasil pengelompokan HRU ini luasan daerah yang terolah yaitu ha sedangkan luas daerah Legokmucang adalah ha. Ada sebesar ha daerah yang tidak terolah. Ini disebabkan karena pada tahap delinasi aliran sungai, tidak semua daerah terdelinasi sehingga tidak semua daerah terolah. HRU yang terbentuk oleh model untuk sub basin nomor 237 dapat dilihat pada Lampiran 9. Hasil pengelompokan HRU ini menghasilkan lima jenis penggunaan lahan yaitu rawa (WATR), hutan (FRST), perkebunan (APPL), pertanian (AGRR), dan pemukiman (URHD). Landuse yang mendominasi pada hasil simulasi ini adalah pertanian (AGRR) dengan luas ha. 77

17 Pada simulasi ini, terdapat tiga jenis penggunaan lahan yang diabaikan, daerah tersebut yaitu sawah (RICE), semak/belukar (LBLS), dan tanah terbuka (GRAS). Diabaikannya daerah ini karena masing-masing luas daerah tersebut kurang dari batas persentasi landuse yang telah ditentukan sebelumnya yaitu kurang dari 10%. Selain luasan yang kurang dari 10% dari total luas daerah, terabaikannya daerah tersebut karena landuse tersebut berada diluar batas daerah Legokmuncang. Untuk jenis tanah, simulasi membaca lima jenis tanah yaitu asosiasi andosol coklat dan regosol coklat, andosol coklat kekuningan, latosol coklat, kompleks regosol kelabu dan litosol, dan kompleks latosol merah kekuningan latosol coklat putih. Jenis tanah yang mendominasi daerah Legokmuncang yaitu latosol coklat dengan luas ha. Pada simulasi ini juga ada jenis tanah yang diabaikan yaitu kompleks rensina litosol dan brown forest soil, asosiasi latosol coklat dan regosol kelabu, asosiasi latosol coklat kemerahan dan latosol coklat. Jenis tanah tersebut diabaikan karena luas dari jenis tanah tersebut kurang dari 5% dan jenis tanah tersebut diluar area batas Sub DAS Cisadane Hulu daerah Legokmuncang. Hasil pengelompokan HRU peta tataguna lahan tahun 2008 seperti pada Gambar

18 HASIL PENGELOMPOKAN HRU STEP 2 Batas Sub-Sub DAS Sungai Outlet Batas HRU Gambar 18. Hasil Pengelompokan HRU Sub DAS Cisadane Hulu Daerah Legokmuncang 79

19 3.3. STEP 3 (SWAT Setup and Run) Setelah tahap dua ini selesai, tahap selanjutnya adalah tahap tiga yaitu SWAT Setup and Run. Pada tahap ini dilakukan pengaturan untuk periode untuk simulasi yaitu periode mulai simulasi dan periode akhir simulasi. Periode simulasi ini dimulai pada 1 Januari 2008 dan berakhir pada 31 Desember Selanjutnya dilakukan pemilihan untuk Weather Sources dimana didalamnya terdapat dua file yang harus dipilih yaitu file pada Weather Station File dan Weather Generator File. Weather Generator File merupakan file data generator iklim. Weather Station File merupakan file yang didalamnya terdapat daftar stasiun iklim yang dilengkapi dengan posisi lintang dan elevasi dari masing-masing stasiun iklim. Untuk daerah penelitian Legokmuncang digunakan data stasiun iklim dramaga dan stasiun iklim citeko. Selain data iklim dari kedua stasiun tersebut, digunakan juga data hujan (presipitasi). Data hujan yang digunakan yaitu data dari pos pengukuran hujan Cihideung, Pasir Jaya, Kahuripan, Karacak, Gadog, Gn. Mas, Katulampa, PS. Muncang, Panjang. Hasil simulasi pada tahap ini berupa debit output pada outlet daerah simulasi di sub basin nomor 237. Debit rata-rata output bulanan (FLOW_OUT) ini akan dibandingkan debit aktual (debit observed) pada SWAT Plot and Graph untuk pengujian model. Hasil simulasi juga menunjukan posisi pos hujan dan posisi stasiun iklim. Posisi pos hujan dan stasiun iklim yang ditampilkan pada Gambar 19 adalah posisi pos hujan Pasir Jaya, Katulampa, Gadog, PS Muncang dan stasiun iklim Citeko. Posisi pos hujan Cihideung, Kahuripan, Karacak, Panjang, Gn. Mas dan stasiun iklim Dramaga tidak tertampil pada gambar hasil simulasi karena posisi tersebut berada jauh dari daerah Legokmuncang. Namun data iklim dan data hujan dari masing-masing pos hujan dan stasiun iklim tersebut tetap terhitung dalam pemodelan hidroligi ini. 80

20 HASIL PENGOLAHAN STEP 3 Stasiun Iklim/Pos Hujan Batas Sub-Sub DAS Aliran Sungai Outlet Batas HRU Gambar 19. Hasil Pengolahan Step 3 81

21 Debit (m3/det) Hujan (mm) C. Analisis Debit Aliran Sungai Aktual dan Debit Aliran Sungai Simulasi Jumlah dan distribusi aliran sungai dipengaruhi oleh curah hujan, evapotranspirasi, dan karakteristik daerah tangkapan. Vegetasi penutup dan tipe penggunaan lahan akan kuat mempengaruhi aliran sungai sehingga adanya perubahan lahan akan berdampak pada aliran sungai (Sinukaban et al.,2000). Simulasi dijalankan pada periode 1 Januari Desember Berdasarkan hasil simulasi, curah hujan yang tinggi akan menyebabkan rata-rata debit yang tinggi, begitu pula sebaliknya curah hujan yang rendah akan menghasilkan rata-rata debit yang rendah. Curah hujan dan debit hasil simulasi tertinggi terjadi pada bulan November 2008 sebesar 788 mm dan m 3 /det. Curah hujan dan debit simulasi terendah terjadi pada bulan Agustus 2008 sebesar 33 mm dan m 3 /det. Curah hujan hasil simulasi pada wilayah Legokmuncang berkorelasi positif terhadap debit aliran simulasi daerah tersebut. Koefisien Determinasi (R 2 ) sebesar menunjukan adanya korelasi positif antara curah hujan dengan debit hasil simulasi. Korelatif positif ini berarti bahwa setiap kenaikan curah hujan maka debit juga akan mengalami peningkatan. Hubungan antara curah hujan dan debit hasil simulasi disajikan pada Gambar 20. Data tabel hubungan curah hujan dan debit hasil simulasi disajikan pada Lampiran P res ipitas i (mm) Debit S imulas i (m3/det) Debit Obs ervas i (m3/det) \1 2008\2 2008\3 2008\4 2008\5 2008\6 2008\7 2008\8 2008\9 2008\ \ \12 Gambar 20. Hubungan Curah Hujan Bulanan Terhadap Debit Bulanan 55

22 Grafik hubungan antara debit hasil simulasi dan debit aktual disajikan pada gambar 21. Data tabel hubungan antara debit hasil simulasi dan debit aktual disajikan pada Lampiran 8. Berdasarkan grafik tersebut, terlihat bahwa debit hasil simulasi dan debit pengukuran lapang memiliki hasil yang berbeda dimana debit hasil simulasi lebih tinggi dibandingkan debit pengukuran lapang. Untuk pengujian model hidrologi dengan SWAT maka debit hasil simulasi dan debit aktual dibandingkan dengan bantuan software SWAT Plot and Graph sehingga didapat nilai koefisien determinasi (R 2 ) dan koefisien Nash-Sutcliffe Model Efficiency (E NS ) sebagai parameter penguji model. Hasil plot menunjukan bahwa nilai R 2 dan E NS berturut-turut pada simulasi ini adalah dan Menurut Van Liew (2003), hasil simulasi menunjukan nilai E NS yang memuaskan karena berada pada interval 0.36<E NS <0.75. Moriasi et al. (2007) menyarankan bahwa nilai E NS 0.5 agar model hasil simulasi dapat memuaskan. Nilai E NS yang dihasilkan dari hasil simulasi tersebut masih dibawah 0.5. Hal ini dikarenakan belum dilakukannya proses kalibrasi. Kalibrasi dilakukan dengan cara trial-error sampai didapatkan E NS diatas 0.5. Debit Simulasi Debit Aktual Gambar 21. Grafik perbandingan antara Debit Simulasi dan Debit Aktual 56

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Penggunaan lahan Sub DAS Cisadane Hulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Penggunaan lahan Sub DAS Cisadane Hulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Sub DAS Cisadane Hulu Sub Daerah Aliran Sungai Cisadane Hulu merupakan bagian dari DAS Cisadane yang terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian hilir, tengah,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Curah Hujan Data curah hujan sangat diperlukan dalam setiap analisis hidrologi, terutama dalam menghitung debit aliran. Hal tersebut disebabkan karena data debit aliran untuk

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di DAS Ciliwung Hulu dan Cisadane Hulu. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2009 dan selesai pada

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN Analisis debit Sungai Cidanau dilakukan untuk mendapatkan ketersediaan air pada DAS Cidanau. Hal ini dilakukan untuk menggambarkan perubahan yang terjadi pada jumlah air yang

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data Data yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir ini merupakan data sekunder. Data-data yang diperlukan antara lain, data hujan, peta daerah tangkapan air, peta

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian berada di sub-das Citarum Hulu, Kecamatan Bandung, Provinsi Jawa Barat seperti yang tampak pada Gambar 3 (BAPPEDA Provinsi Jawa Barat dan peta

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi DAS Cipasauran IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Daerah Aliran Sungai Cipasauran secara geografis terletak pada 06 13 51-06 17 33 LS dan 105 49 50-105 56 40 BT, dan termasuk dalam zona 48 UTM. DAS Cipasauran

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Karakteristik Biofisik 4.1.1 Letak Geografis Lokasi penelitian terdiri dari Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua, Kabupaten Bogor yang terletak antara 6⁰37 10

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

3.1 WAKTU DAN TEMPAT 3.2 ALAT DAN BAHAN

3.1 WAKTU DAN TEMPAT 3.2 ALAT DAN BAHAN III. METODOLOGI 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilakukan di Sub DAS Cisadane hulu dengan menggunakan outlet sungai daerah Batubeulah. Sub DAS Cisadane Hulu secara geografis terletak pada 106 28 53.61-106

Lebih terperinci

Analisis Kondisi Hidrologi Daerah Aliran Sungai Kedurus untuk Mengurangi Banjir Menggunakan Model Hidrologi SWAT

Analisis Kondisi Hidrologi Daerah Aliran Sungai Kedurus untuk Mengurangi Banjir Menggunakan Model Hidrologi SWAT JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN : 2337-3539 (2301-9271 Print) C-107 Analisis Kondisi Hidrologi Daerah Aliran Sungai Kedurus untuk Mengurangi Banjir Menggunakan Model Hidrologi SWAT Santika

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 3 Peta Lokasi Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran.

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 3 Peta Lokasi Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran. 25 BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran (KST) terletak di Sub DAS Kali Madiun Hulu. Secara geografis Sub-sub DAS KST berada di antara 7º 48 14,1 8º 05 04,3 LS

Lebih terperinci

SKRIPSI PEMODELAN HIDROLOGI DENGAN MW-SWAT 1.5SR DI SUB DAS CISADANE HULU DAERAH LEGOKMUNCANG. Oleh : DITA YULIATI HARAKITA F

SKRIPSI PEMODELAN HIDROLOGI DENGAN MW-SWAT 1.5SR DI SUB DAS CISADANE HULU DAERAH LEGOKMUNCANG. Oleh : DITA YULIATI HARAKITA F SKRIPSI PEMODELAN HIDROLOGI DENGAN MW-SWAT 1.5SR DI SUB DAS CISADANE HULU DAERAH LEGOKMUNCANG Oleh : DITA YULIATI HARAKITA F14051663 2010 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

III.BAHAN DAN METODE. Gambar 1. Lokasi Penelitian (DAS Ciliwung Hulu)

III.BAHAN DAN METODE. Gambar 1. Lokasi Penelitian (DAS Ciliwung Hulu) III.BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di DAS Ciliwung Hulu yang secara geografi terletak pada 6 o 38 01 LS 6 o 41 51 LS dan 106 o 50 11 BT 106 o 58 10 BT. Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Lokasi Penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Lokasi Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada pada Daerah Tangkapan Air Banjarnegara, wilayah DAS Serayu, beberapa kabupaten yang masuk kedalam kawasan Daerah Tangkapan Air Banjarnegara

Lebih terperinci

PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK

PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK DAS Cisadane Hulu merupakan salah satu sub DAS Cisadane yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perbandingan Peta Topografi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perbandingan Peta Topografi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perbandingan Peta Topografi 1. DEM dan Kontur RBI Perbandingan peta topografi antara data DEM dan Kontur RBI disajikan dalam bentuk degredasi warna yang diklasifikasikan menjadi

Lebih terperinci

KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU. Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK

KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU. Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK Sistem agroforestry merupakan integrasi antara beberapa aspek ekologis dan ekonomis.

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Opak Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.1 menunjukan bahwa luas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Intepretasi Variabel BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Langkah paling awal dalam penelitian ini adalah penentuan lokasi penelitian. Lokasi penelitian ini ditentukan dengan membuat peta daerah aliran

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perbandingan Data Elevasi 1. DEM dan Kontur BIG Perbandingan antara data elevasi DEM dan Kontur BIG disajikan dalam perbandingan 100 titik tinjauan elevasi yang tersebar merata

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Metode dalam penelitian ini adalah Studi Pustaka yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku atau laporanlaporan yang ada hubungannya

Lebih terperinci

Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan

Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan IV.1 Bagan Alir Metodologi Penelitian Bagan alir metodologi penelitian seperti yang terlihat pada Gambar IV.1. Bagan Alir Metodologi Penelitian menjelaskan tentang

Lebih terperinci

Bab V Analisa dan Diskusi

Bab V Analisa dan Diskusi Bab V Analisa dan Diskusi V.1 Pemilihan data Pemilihan lokasi studi di Sungai Citarum, Jawa Barat, didasarkan pada kelengkapan data debit pengkuran sungai dan data hujan harian. Kalibrasi pemodelan debit

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Peta lokasi penelitian (PA-C Pasekan)

Gambar 4.1 Peta lokasi penelitian (PA-C Pasekan) BAB IV METODELOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di sub DAS Kali Pabelan wilayah Gunung Merapi di Jawa Tengah, batas hilir dibatasi oleh sabo dam PA-C Pasekan yang terletak

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng 124 Bab VI Kesimpulan Lokasi penelitian, berupa lahan pertanian dengan kondisi baru diolah, tanah memiliki struktur tanah yang remah lepas dan jenis tanah lempung berlanau dengan persentase partikel tanah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Morfometri Sungai Berdasarkan hasil pengukuran morfometri DAS menggunakan software Arc-GIS 9.3 diperoleh panjang total sungai di Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Sekayu

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH Oleh : Sri Harjanti W, 0606071834 PENDAHULUAN Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu kesatuan wilayah tata air dan ekosistem yang di dalamnya

Lebih terperinci

ANALISIS WILAYAH KONSERVASI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KURANJI DENGAN APLIKASI SWAT

ANALISIS WILAYAH KONSERVASI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KURANJI DENGAN APLIKASI SWAT ANALISIS WILAYAH KONSERVASI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KURANJI DENGAN APLIKASI SWAT Fadli Irsyad 1 dan Eri Gas Ekaputra 1 1 Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Univ. Andalas, Padang 25163 *

Lebih terperinci

Gambar 1. Siklus hidrologi (Ward et al, 1995)

Gambar 1. Siklus hidrologi (Ward et al, 1995) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hidrologi Cabang ilmu yang mempelajari tentang air disebut sebagai Hidrologi. Hidrologi berasal dari bahasa Yunani yaitu kata hydro (air) dan loge (ilmu) (Ward et al, 1995).

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 Prosedur analisis citra untuk penggunaan tanah 1. Pra-pengolahan data atau pengolahan awal yang merupakan restorasi citra 2. Pemotongan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas wilayah Kabupaten Kuningan secara keseluruhan mencapai 1.195,71

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Letak dan Batas Letak suatu wilayah adalah lokasi atau posisi suatu tempat yang terdapat di permukaan bumi. Letak suatu wilayah merupakan faktor yang sangat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis Penghitungan Komponen Penduduk

PEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis Penghitungan Komponen Penduduk V PEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis 5.1.1 Penghitungan Komponen Penduduk Kependudukan merupakan salah satu komponen yang penting dalam perencanaan suatu kawasan. Faktor penduduk juga memberi pengaruh yang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di DAS Citarum hulu dengan luas DAS sebesar 12.000 km 2. Sungai Citarum yang berhulu di gunung Wayang, Kabupaten Bandung (1700 m

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta lokasi penelitian

Gambar 2. Peta lokasi penelitian III. METODE PEELITIA A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Sub DAS Ciliwung Hulu dari bulan Juni sampai bulan Desember 2010. Secara geografis lokasi Sub DAS Ciliwung Hulu terletak antara 6

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN

KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN 4.1 Topografi dan Tata Sungai DAS Citarum Hulu merupakan suatu cekungan yang dikelilingi oleh pegunungan Tangkuban Perahu di daerah utara dengan puncaknya antara lain Gunung

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Administrasi Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Merden Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.3 menunjukan bahwa luas DTA

Lebih terperinci

SKRIPSI APLIKASI SOFTWARE MWSWAT DALAM ANALISIS DEBIT ALIRAN SUNGAI PADA SUB DAS CISADANE HULU DAERAH BATUBEULAH. Oleh : WINA FARADINA K F

SKRIPSI APLIKASI SOFTWARE MWSWAT DALAM ANALISIS DEBIT ALIRAN SUNGAI PADA SUB DAS CISADANE HULU DAERAH BATUBEULAH. Oleh : WINA FARADINA K F SKRIPSI APLIKASI SOFTWARE MWSWAT DALAM ANALISIS DEBIT ALIRAN SUNGAI PADA SUB DAS CISADANE HULU DAERAH BATUBEULAH Oleh : WINA FARADINA K F14051537 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Penutupan Lahan tahun 1990

Lampiran 1. Peta Penutupan Lahan tahun 1990 LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Peta Penutupan Lahan tahun 1990 50 Lampiran 2. Peta Penutupan Lahan tahun 2001 51 Lampiran 3. Peta Penggunaan Lahan tahun 2010 52 53 Lampiran 4. Penampakan citra landsat untuk masing-masing

Lebih terperinci

EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Firman Farid Muhsoni Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo JL. Raya Telang

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

V. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR

V. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR V. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR 5.1. Simulasi di Sub DAS Cisadane Hulu Validasi model dilakukan dengan menggunakan data debit sungai harian tahun 2008 2010. Selanjutnya disusun 10 alternatif

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Daerah Penelitian Daerah aliran sungai (DAS) Saba secara geografik terletak pada 8 O 10 30 8 O 20 30 LS dan 114 O 55 30 115 O 4 30 BT dan termasuk pada zona 50S UTM.

Lebih terperinci

ANALISIS DEBIT PADA DAS AIR DINGIN MENGGUNAKAN MODEL SWAT ABSTRAK

ANALISIS DEBIT PADA DAS AIR DINGIN MENGGUNAKAN MODEL SWAT ABSTRAK ANALISIS DEBIT PADA DAS AIR DINGIN MENGGUNAKAN MODEL SWAT Nika Rahma Yanti 1, Rusnam 2, Eri Gas Ekaputra 2 1 Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian, Kampus Limau Manis-Padang 25163 2 Dosen Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari 2009 sampai Januari 2010 yang berlokasi di wilayah administrasi Kabupaten Bogor. Analisis data dilaksanakan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi 3.2 Geologi dan Bahan Induk

KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi 3.2 Geologi dan Bahan Induk 11 KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi Desa Lamajang terletak di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Desa ini memiliki luas wilayah 1474 ha dengan batas desa

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH Bab ini akan memberikan gambaran wilayah studi yang diambil yaitu meliputi batas wilayah DAS Ciliwung Bagian Hulu, kondisi fisik DAS, keadaan sosial dan ekonomi penduduk, serta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Geomorfologi Daerah Aliran Sungai Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung memiliki Stasiun Pengamatan Aliran Sungai (SPAS) yang merupakan satu-satunya alat pendeteksi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut : R=.(3.1) : curah hujan rata-rata (mm)

BAB III LANDASAN TEORI. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut : R=.(3.1) : curah hujan rata-rata (mm) BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Curah hujan wilayah Menurut Triatmodjo (2010) stasiun penakar hujan hanya memberikan kedalaman hujan di titik di mana stasiun tersebut berada, sehingga hujan pada suatu luasan

Lebih terperinci

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian 19 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sepanjang sempadan Sungai Ciliwung, Kota Bogor (Gambar 7). Panjang Sungai Ciliwung yang melewati Kota Bogor sekitar 14,5 km dengan garis

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan beberapa kota dan kabupaten seperti Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Wilayah Bodetabek Sumber Daya Lahan Sumber Daya Manusia Jenis tanah Slope Curah Hujan Ketinggian Penggunaan lahan yang telah ada (Land Use Existing) Identifikasi Fisik Identifikasi

Lebih terperinci

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI BAB I KONDISI FISIK A. GEOGRAFI Kabupaten Lombok Tengah dengan Kota Praya sebagai pusat pemerintahannya merupakan salah satu dari 10 (sepuluh) Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara

Lebih terperinci

Lampiran 1. Curah Hujan DAS Citarum Hulu Tahun 2003

Lampiran 1. Curah Hujan DAS Citarum Hulu Tahun 2003 LAMPIRAN 34 Lampiran 1. Curah Hujan DAS Citarum Hulu Tahun 2003 Bulan Cikapundung Citarik Cirasea Cisangkuy Ciwidey mm Januari 62,9 311 177 188,5 223,6 Februari 242,1 442 149 234 264 Maret 139,3 247 190

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Penggunaan Lahan 5.1.1. Penggunaan Lahan di DAS Seluruh DAS yang diamati menuju kota Jakarta menjadikan kota Jakarta sebagai hilir dari DAS. Tabel 9 berisi luas DAS yang menuju

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan menegaskan bahwa air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Way Semangka

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Way Semangka 40 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Way Semangka dan Way Semung, Wonosobo Kabupaten Tanggamus. DAS Sungai Way Semaka mempunyai

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok IV. KONDISI UMUM 4.1 Lokasi Administratif Kecamatan Beji Secara geografis Kecamatan Beji terletak pada koordinat 6 21 13-6 24 00 Lintang Selatan dan 106 47 40-106 50 30 Bujur Timur. Kecamatan Beji memiliki

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20 Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-2 IV.7 Gelombang Menabrak Suatu Struktur Vertikal Pemodelan dilakukan untuk melihat perilaku gelombang ketika menabrak suatu struktur vertikal. Suatu saluran

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sub DAS Cikapundung 4.1.1 Letak dan luas Daerah Sungai Cikapundung terletak di sebelah utara Kota Bandung Provinsi Jawa Barat, dan merupakan bagian hulu Sungai

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

Luas (Ha) L ms (km) h10. aws (%) L c (km) ars (%) h 85 (m) SubDAS. (m)

Luas (Ha) L ms (km) h10. aws (%) L c (km) ars (%) h 85 (m) SubDAS. (m) Tabel 4.5 Parameter morfometri DAS Ciliwung bagian hulu Luas L ms (km) L c (km) aws (%) h 10 (m) h 85 (m) Cibogo 1270,1 6,81 5,78 7,37 532 904 5,46 Ciesek 2514,7 11,15 7,06 11,81 458 1244 7,05 Cisarua

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret 2016 - Agustus 2016 73 ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fak. Teknik,

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret-Agustus 2015 9 ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fak. Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian. Sungai Oyo. Dalam satuan koordinat Universal Transverse Mercator

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian. Sungai Oyo. Dalam satuan koordinat Universal Transverse Mercator 32 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian Daerah yang digunakan sebagai tempat penelitian merupakan wilayah sub DAS Pentung yang

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DESEMBER, 2014 KATA PENGANTAR Sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 21/PRT/M/2010

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 9 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan : Oktober November 2010 (Bogor). Pelaksanaan lapang (pra survei dan survei) : Desember 2010. Analisis Laboratorium : Januari Februari 2011.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumber daya alam merupakan suatu bentuk kekayaan alam yang pemanfaatannya bersifat terbatas dan berfungsi sebagai penunjang kesejahteraan makhluk hidup khususnya manusia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara 4.1.1 Kondisi Geografis Propinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, terletak di bagian selatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah 25 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah besar data

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE BAB III LANDASAN TEORI A. Metode MUSLE Metode MUSLE (Modify Universal Soil Loss Equation) adalah modifikasi dari metode USLE (Soil Loss Equation), yaitu dengan mengganti faktor erosivitas hujan (R) dengan

Lebih terperinci