METODOLOGI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "METODOLOGI PENELITIAN"

Transkripsi

1 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di DAS Citarum hulu dengan luas DAS sebesar km 2. Sungai Citarum yang berhulu di gunung Wayang, Kabupaten Bandung (1700 m dpl) melewati dasar cekungan dan mengalir ke Waduk Saguling dan bermuara di pantai Utara Jawa. Wilayah cekungan bandung ini berada pada koordinat 107 BT and 6 32 LS dimana outlet dari sungai citarum ini adalah outlet nanjung yang berada pada koordinat 6 57' LS ' BT. Penelitian akan dilaksanakan bulan Januari sampai Juni Gambar 2. Lokasi daerah penelitian

2 Alat dan Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : peta tanah DAS Citarum Hulu skala 1: , peta landuse (sumber : BAPPEDA Kabupaten Bandung) skala 1: , DEM (Digital Elevation Model) dengan Resolusi 30 m x 30 m untuk wilayah Citarum dan data karakteristik tanah. Peralatan yang digunakan adalah seperangkat komputer dengan perangkat lunak MapWindow46SR, MWSWAT versi 1.9, Arc View version 3.3 with extension : Spatial Analysis 2.0 dan Image Analysis, Global Mapper dan Miscrosoft Office Metode Pelaksanaan Pengumpulan data Pada tahap kegiatan pengumpulan data terdiri dari beberapa kegiatan: 1. Persiapan Persiapan merupakan rangkaian awal suatu kegiatan penelitian. Hal-hal yang perlu dipersiapkan : a) Peta-peta dasar Peta-peta yang perlu dipersiapkan adalah : 1) Peta DEM yang berasal dari DEM (Digital Elevation Model) dengan resolusi 30mx30m untuk wilayah Citarum, berasal dari 2) Peta landuse seri 1994, 1997, 2001, dan 2005 berasal dari BAPPEDA Kabupaten Bandung skala 1: ) Peta jenis tanah DAS Citarum skala 1 : berasal dari Balai Besar Penelitian Tanah dan Agroklimat tahun b) Jenis data sekunder yang diperlukan Jenis data sekunder yang diperlukan merupakan data biofisik lahan yang disesuaikan dengan masukan data (input) yang diperlukan model SWAT. Data sekunder yang dibutuhkan adalah data debit aliran sungai bulanan dan harian dari tahun , data curah hujan ( ) dan data karakteristik tanah. Semua data sekunder bersumber dari Balai Besar Wilayah Sungai Citarum, Pusat Penelitian dan Pengembangan Air, Balai Pendayagunaan Sumberdaya Air Wilayah Sungai Citarum-Bandung, Badan Perencanaan dan

3 19 Pembangunan Daerah Kabupaten Bandung serta Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat-Bogor. 2. Pengelompokan data Data-data hasil inventarisasi disusun berdasarkan masukan model pada model SWAT berupa : a) Data iklim Data iklim yang dibutuhkan berupa data harian yang terbentuk time series yang terdiri dari data curah hujan (mm), temperatur maksimum dan minimum, radiasi matahari (MJ/m 2 /hari) serta kecepatan angin (m/dt). Stasiun lokasi penakar hujan telah diketahui koordinat dan elevasinya. Penyiapan data iklim harus disesuaikan dengan metode prediksi evapotranspirasi pontensial yang digunakan pada model. Model SWAT sendiri menyediakan tiga model prediksi yaitu metode Penman- Monteith, Priestley-Taylor dan Hargreaves. Pada penelitian ini data curah hujan berasal dari 5 stasiun penakar hujan (tahun ) disajikan pada Gambar 15 dan metode perhitungan evapotranspirasi pontensial menggunakan perhitungan Penman-Monteith. b) Karakteristik tanah Karaktersitik tanah diperlukan adalah sifat fisika tanah untuk masing-masing horizon meliputi kedalaman efektif (mm) dan infiltrasi tanah, ketebalan horizon (mm), tekstur tanah, bulk density (g/cm 3 ), kapasitas menahan air (mm H 2 O/mm tanah), Saturated hydraulic conductivity, kandungan fraksi batuan (%), nilai erodibilitas tanah dan kandungan bahan organic (%). c) Karakteristik sungai Karakteristik sungai yang diamati adalah karakteristik saluran sungai yang ada di wilayah penelitian. Pengamatan karakteristik sungai ini menentukan kekasaran manning saluran pada Tabel 1, konduktivitas hidroulik efektif tanah pada saluran pada Tabel 2.

4 20 Tabel 1. Karakteristik saluran terbuka untuk menentukan nilai kekasaran manning No berdasarkan Chow (1959). Karakteristik Saluran 1. Sudah dikeruk atau digali 2. a) Terpelihara, lurus dan seragam b) Terpelihara, berkelok dan tidak seragam c) Tidak terpelihara dan banyak tanaman liar Nilai Kekasaran Manning Rata-rata Range a) Sedikit tanaman dan berbatu b) Banyak pohon dan berbatu Sumber : Neitsch et al, 2005 Tabel 2. Konduktivitas hidrolik efektif tanah pada saluran terbuka berdasarkan No Lane (1983) Material Dasar 1 Kecepatan kehilangan sangat cepat 2 Kecepatan kehilangan cepat 3 Kecepatan kehilangan rendah 4 Kecepatan kehilangan rendah Sumber : Neitsch et al, 2005 Karakteristik Material Dasar Tidak ada kerikil dan pasir dengan ukuran besar Sedikit mengandung krikil dan pasir Campuran krikil dan pasir dengan kandungan liatdebu sedang Campuran krikil dan pasir dengan kandungan liatdebu tinggi Konduktivitas Hidrolik (mm/jam) Pemasukan data Data Input yang disiapkan pada tahap pengumpulan data dimasukan ke dalam file-file data input (SWAT Input File). Terdapat 17 file data input yang terkait dengan analisis hidrologi seperti disajikan pada Tabel 3. File PCP, TMP, SLR, HMD dan SOL disiapkan dengan memasukan data iklim dan tanah ke dalam parameter setiap file.

5 21 Sedangkan file FIG, CIO, COD, BSN, SUB, HRU, MGT, GW, dan RTE terbentuk setelah prosedur pengolahan data dijalankan. Tabel 3. File-file input dan fungsinya pada Model SWAT Nama File Fungsi FIG Mendefinisikan jaringan hidrologi DAS CIO Mengontrol file parameter DAS COD Menentukan waktu simulasi BSN Mengontrol parameter input PCP File data curah hujan TMP File data temperatur maksimum dan minimum harian SLR File data radiasi matahari harian HMD File data kelembaban udara harian CROP File parameter penutup lahan/pertumbuhan tanaman URBAN File data lahan terbangun SUB Mengontrol parameter input ditingkat Sub DAS WGN File input generator iklim RTE File input saluran utama : mengontrol parameter pergerakan air dan sedimen di tingkat Sub DAS HRU Mengontrol parameter ditingkat HRU MGT File input pengelolaan : skenario pengelolaan dan penutupan lahan SOL File karakteristik tanah GW File air bawah tanah Sumber : Neitsch et al (2005) Prosedur input data untuk file-file pada level DAS sebagai berikut: 1. File-file PCP dan TMP disusun dalam format miscrosoft Access. File-file ini disusun menggunakan format yang telah ditentukan oleh model SWAT dimana setiap file terdiri dari 2 bentuk yaitu : a) File berisi lokasi stasiun Pada file ini terdiri dari judul, id, name, XPR (latitude), YPR (longitude) dan elevation.

6 22 b) File berisi besarnya data masing-masing stasiun Pada file ini terdiri dari judul, tanggal dan besarnya data (PCP dan TMP). Sedangkan data hujan, temperatur maksimum-minimum, radiasi matahari dan kecepatan angin untuk membangun file yang disetting dalam data SWAT. Data yang diperlukan untuk generator iklim: a. Rata-rata temperatur udara maksimum harian setiap bulan ( C) b. Rata-rata temperatur udara minimum harian setiap bulan ( C) c. Standar deviasi temperatur udara maksimum harian setiap bulan ( C) d. Standar deviasi temperatur udara minimum harian setiap bulan ( C) e. Rata-rata curah hujan bulanan (mm) f. Standar deviasi curah hujan bulanan (mm) g. Koefesien skewnes curah hujan bulanan h. Probabilitas hari basah mengikuti hari kering tiap bulan i. Probabilitas hari kering mengikuti hari basah tiap bulan j. Rata-rata jumlah hari hujan tiap bulan k. Rata-rata curah hujan yang jatuh lebih dari 30 menit tiap bulan l. Rata-rata radiasi sinar matahri harian tiap bulan (MJ/m 2 /hari) m. Rata-rata temperatur titik embun harian tiap bulan ( C) n. Rata-rata kecepatan bulanan tiap bulan (m/detik) 2. Karakteristik tanah dan Hydrology Soil Group (HSG) Tipe dan karakteristik tanah di daerah penelitian berdasarkan hasil penelitian tanah (Puslittanak) pada tahun 1993 untuk tanah skala semi detail. HSG sebagai dasar analisis untuk tektur tanah dan kemampuan infiltrasi dan sangat berpengaruh pada aliran permukaan untuk tiap tipe jenis penggunaan lahan yang berbeda. Tipe dan karakteristik tanah disajikan pada Lampiran 6 dan 7.

7 23 Tabel 4. Hydrograph Soil Groups (HSG) Hydrology Soil Keterangan Laju infiltrasi (cm/hour) Groups (HSG) A Dalam pasir, debu beragregat B Dangkal, pasir berlempung C Liat berlempung, pasir berlempung dangkal D Tanah yang megembang pada waktu basah, liat sangat tinggi >60%, tanah yang dipengaruhi oleh garam Tabel 5. Karakteristik tanah untuk input SWAT KODE SWAT NLAYERS HYDGRP SOL_ZMX (mm) TEXTURE Keterangan Jumlah horizon Group hidrologi tanah (berdasarkan penamaan kriteria dari SCS (Soil Conservation Service)) Kedalaman maksimum perakaran tanaman pada profil tanah (mm) Tekstur tanah pada semua lapisan pada profil tanah. Data ini tidak diproses dalam model SOL_Z Ketebalan setiap horizon pada profil tanah dari permukaan tanah (mm) SOL_BD Bulk density (Mg/m 3 atau gr/cm 3 ) SOL_AWC Kapasitas menahan air pada setiap lapisan (mm H 2 O/mm tanah) SOL_CBN CLAY Kandungan bahan organik tanah (% berat tanah) Kandungan liat tanah (% berat tanah SILT ROCK K_USLE Kandungan debut tanah (%berat tanah) Kandungan fraksi batuan (% berat tanah) Nilai erodibilitas tanah menurut USLE (m 3 -ton cm)

8 24 5. Karakteristik penggunaan lahan Penggunaan lahan yang ada di wilayah penelitian dalam model ini dilakukan dengan pendekatan dengan menggunakan database yang telah disediakan SWAT yang terdapat dalam file CROP dan URBAN dengan melakukan koreksi terhadap nilai leaf areal index (LAI), kekasaran meanings (n), curve number menurut SCS (CN) dan nilai pengelolaan tanaman menurut USLE (c). Perubahan beberapa parameter disesuaikan dengan hasil survei lapang pada daerah penelitian. Klasifikasi peta landuse dari tahun 1994, 1997, 2001 dan 2005 dapat dilihat pada Gambar 3, 4, 5 dan 6. Gambar 3. Peta landuse tahun 1994

9 25 (b) Gambar 4. Peta landuse tahun 1997 Gambar 5. Peta landuse tahun 2001

10 26 Gambar 6. Peta landuse tahun Analisis Data Tahap Analisis data terdiri dari identifikasi perubahan penggunaan lahan, analisis debit sungai dengan menggunakan model SWAT dan analisis debit model hasil kalibrasi SWAT terhadap penggunaan lahan 1994, 1997 dan A. Identifikasi Perubahan penggunaan lahan Pola perubahan penggunaan lahan diidentifikasi dengan cara overlay peta landuse Citarum Hulu tahun 1994 dengan peta landuse 1997, kemudian overlay landuse 1997 dengan Landuse 2001 dengan Proses overlay peta tersebut menggunakan program Arcview 3.3. Proses identifikasi perubahan lahan disajikan pada Gambar 7.

11 27 Landuse Landuse Landuse Landuse Perubahan Landuse Perubahan Landuse Perubahan Landuse Perubahan Landuse Gambar 7. Proses identifikasi perubahan lahan B. Analisis Debit Sungai menggunakan model MWSWAT Pada tahap ini, telah dilakukan pengolahan analisis debit aliran dengan menggunakan data lokal daerah penelitian. Analisis debit aliran yang akan di simulasikan adalah debit aliran permukaan runoff, aliran lateral dan aliran dasar. Prosedur analisis debit aliran adalah sebagai berikut : a) Deliniasi Daerah penelitian Deliniasi daerah penelitian dilakukan menggunakan DEM STRM 30 x 30 m dengan bantuan program Map Window. Daerah penelitian akan dideliniasi dari DEM secara otomatis berdasarkan topografi alaminya, begitu pula dengan jaringan hidrologinya. SWAT membagi DAS menjadi beberapa Sub DAS dimana setiap Sub DAS mempunyai jaringan utama. Metode yang digunakan dalam proses deliniasi DAS adalah metode treshold. Besar kecilnya treshold yang digunakan akan menentukan jumlah jaringan sungai yang terbentuk kemudian, jaringan sungai tersebut akan menentukan banyaknya Sub DAS yang terbentuk dalam DAS. Deliniasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.

12 28 Gambar 8. Kotak dialog watershed delineation b) Pembentukan HRU HRU merupakan unit analisis hidrologi yang dibentuk berdasarkan karakteristik tanah dan penggunaan lahan yang spesifik. HRU diperoleh melalui overlay peta tanah dan penggunaan lahan. Satu sub DAS terdiri dari beberapa HRU. Proses pembentukannya dapat diihat pada Gambar 9. Pembuatan HRU ( Create Hidrology Response Unit) - Interval slope menurut Arsyad (2006) - Peta raster landuse dan peta raster tanah format sistem koordinat proyeksi UTM. - Treshold dari presentase total luasan landuse 10%, jenis tanah sebesar 5% dan slope sebesar 5% yang memiliki persentase luasan yang lebih kecil dari treshold yang ditentukan akan diabaikan.

13 29 Gambar 9. Kotak dialog pembentukan HRUs c) Penggabungan HRUs dengan data iklim Tahap penggabungan HRUs dengan data iklim dilakukan setelah satuan analisis terbentuk. Pada tahap ini harus ditentukan periode simulasi terlebih dahulu kemudian memasukan data iklim. Gambar 10. Kotak dialog penggabungan HRUs dan iklim

14 30 d) Simulasi Proses simulasi dijalankan setelah proses penggabungan HRU dengan data iklim selesai dilakukan. Kemudian simulasi hidrologi tersebut dijalankan berdasarkan periode harian. Persamaan yang digunakan di dalam SWAT untuk memprediksi aliran permukaan adalah metode SCS Curve Number. Dimana Q surf adalah jumlah aliran permukaan pada hari I (mm). R day adalah jumlah curah hujan pada hari ke I (mm). Ia adalah kehilangan akibat resapan permukaan, intersepsi dan infiltrasi (mm) dan S adalah parameter retensi (mm). Paramater retensi dihitung berdasarkan persamaan berikut : Dimana CN curve number (bilangan kurva), Curve Number (CN) diturunkan dari analisis spasial dimana peta tanah dikonversi menjadi Hydrology Soil Group dan dioverlay dengan peta penutupan lahan masing masing tahun. CN digunakan untuk memprediksi nilai runoff atau infiltrasi dan Ia adalah 0.2 S (berdasarkkan hasil penelitian), sehingga persamaan perhitungan aliran menjadi : Qsurf = Persamaan untuk menghitung aliran lateral adalah : Dimana Qlat adalah jumlah air lateral yang masuk ke sungai utama pada hari ke I (mm), SW iy,excess adalah kelebihan air pada lapisan tanah (mm), K sat adalah saturated hydraulic conductivity (mm/jam), slp adalah lereng (m/m), Ød adalah porositas tanah (mm/mm) dan L hill adalah panjang lereng (m). Kelebihan air pada lapisan tanah dihitung dengan persamaan : SW iy,excess = SW ly - FC ly SW iy,excess = 0 jika SW ly > FC ly jika SW ly < FC Dimana SWly adalah kandungan air tanah(mm) dan FC ly adalah kapasitas lapang (mm). Aliran bawah tanah atau base flow (Qgw) dihitung dari persamaan : ly

15 31 Dimana K sat adalah hydraulic conductivity (mm/hari), = adalah jarak antar sub DAS ke saluran utama (m) dan adalah tinggi muka air tanah (m). e) Output SWAT Hasil debit model SWAT yang menggunakan peta landuse pada tahun 2001 dan curah hujan tahun 2001 dapat divisualiasi dalam gradasi warna. Output yang dipilih berupa debit rata-rata bulanan pada tahun Output SWAT tersimpan dalam file-file output (SWAT Output File) yang terdiri dari file BSB, SBS dan RCH. File BSB berisi informasi sub DAS, file SBS berisi informasi masing-masing HRU dan RCH berisi informasi pada masing-masing sungai utama dalam sub DAS. Informasi yang terdapat pada masing-masing sub DAS dan HRU dihasilkan selama periode simulasi dan terdiri dari area (km 2 ), jumlah curah hujan (mm), kandungan air tanah (mm), perkolasi (mm), aliran permukaan (mm), aliran lateral (mm) dan aliran dasar (mm). f) Kalibrasi dan Validasi Model SWAT Kalibrasi dan pengujian model bertujuan agar output model yang digunakan hasilnya mendekati dengan output dari DAS yang diuji. Kalibrasi dilakukan terhadap nilai debit dengan cara membandingkan antara hasil prediksi dengan hasil observasi (hasil pengukuran stasiun pengamat arus sungai (SPAS di lapangan) dimana perbandingan tersebut menggunakan kriteria stastistik. Data hasil observasi yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari SPAS Nanjung dari tahun Model SWAT telah menyediakan 500 parameter untuk simulasi, tapi tidak semua parameter digunakan untuk daerah Citarum Hulu sesuai dengan waktu dan ketersediaan data. Pemilihan dan penyesuaian parameter ini dilakukan dengan proses kalibrasi manual. Setelah dilakukan kalibrasi terhadap parameter model, dilakukan pengujian model (validasi). Validasi dilakukan terhadap landuse tahun 1994, 1997 dan Prosedur kalibrasi dan validasi untuk aliran permukaan dapat dilihat pada Gambar 11.

16 32 Analisis Debit tahun 2001 Kalibrasi Parameter Model SWAT Evaluasi statistik tidak ya Validasi dengan landuse 1994,1997 dan 2005 selesai Gambar 11. Prosedur kalibrasi dan validasi aliran Debit sungai dengan model SWAT Perbandingan debit hasil simulasi dengan debit hasil observasi dilakukan dengan menggunakan SWAT Ploth and Graph. Pada SWAT Ploth and Graph akan digunakan koefesien determinasi (R 2 ) dan Nash-Sutcliffe Index (NSI). Koefesien determinasi menunjukan seberapa dekatnya nilai yang dihasilkan oleh simulasi dengan nilai yang sesungguhnya di lapangan. Koefesien mendekati satu menandakan nilai hasil simulasi memilki nilai yang cukup dekat dengan nilai sesungguhnya. Persamaan koefesein determinasi adalah sebagai berikut : Nash-Sutclifffe Index (NSI) digunakan untuk mengevaluasi model pada SWAT ploth dan Graph. Persamaan Nash-Sutcliffe Index (NSI) adalah sebagai berikut :

17 33 Keterangan : Q obs = debit observasi (m 3 /det) Qcal,i = debit hasil simulasi (m 3 /det) = debit Simulasi rata-rata (m /det) = debit observasi rata-rata (m /det) 3 3 Range nilai NSI adalah antara sampai dengan 1. Kategori simulasi berdasarkan nilai NSI (Van Liew et al, 2005 dalam Stehr, 2009) adalah sebagai berikut : Layak jika 0.75 Memuaskan jika 0.36 NSI < 0.75 Kurang Memuaskan jika < 0.36 C. Analisis Debit Sungai dengan Model SWAT Hasil Kalibrasi terhadap Penggunaan Lahan 1994, 1997 dan 2001 Analisis debit terhadap penggunaan lahan tahun 1994, 1997 dan 2001 dilakukan dengan menggunakan model SWAT hasil kalibrasi. Analisis dilakukan dengan menggunakan curah hujan tahun 2005 sebagai input tetap. Pada análisis ini diasumsikan bahwa : 1. Parameter penggunaan lahan (sebagai parameter input ) nilainya berubah 2. Parameter yang lain yaitu tanah dan curah hujan nilainya tetap

18 34 Mulai - Tanah - Iklim Pengumpulan Pengelompokan Pemasukan - Landuse data data Data - Debit Tata Guna tahun 2001 Peta dan karakteristik tanah tahun 1993 Iklim tahun 2001 Debit tahun 2001 HRUs Simulasi Model SWAT Debit Observasi 2001 Debit Model 2001 Kalibrasi model Swat tahun 2001 Tidak Evaluasi Statistik Landuse tahun 1994, 1997, 2001 Analisis Debit dengan model hasil kalibrasi dan curah hujan 2005 Ya Validasi model Swat untuk landuse 1994, 1997, dan 2005 Selesai Gambar 12. Diagram BAB alir IV Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN Analisis debit Sungai Cidanau dilakukan untuk mendapatkan ketersediaan air pada DAS Cidanau. Hal ini dilakukan untuk menggambarkan perubahan yang terjadi pada jumlah air yang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian berada di sub-das Citarum Hulu, Kecamatan Bandung, Provinsi Jawa Barat seperti yang tampak pada Gambar 3 (BAPPEDA Provinsi Jawa Barat dan peta

Lebih terperinci

3.1 WAKTU DAN TEMPAT 3.2 ALAT DAN BAHAN

3.1 WAKTU DAN TEMPAT 3.2 ALAT DAN BAHAN III. METODOLOGI 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilakukan di Sub DAS Cisadane hulu dengan menggunakan outlet sungai daerah Batubeulah. Sub DAS Cisadane Hulu secara geografis terletak pada 106 28 53.61-106

Lebih terperinci

Dimana: Tmxbulan. Dimana: Tmnbulan

Dimana: Tmxbulan. Dimana: Tmnbulan VII. LAMPIRAN Lampiran 1. Tahapan pembuatan parameter-parameter pembangkit data iklim harian Proses pembuatan parameter-parameter pembangkit data iklim harian dapat dilakukan secara manual dengan menghitung

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta lokasi penelitian

Gambar 2. Peta lokasi penelitian III. METODE PEELITIA A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Sub DAS Ciliwung Hulu dari bulan Juni sampai bulan Desember 2010. Secara geografis lokasi Sub DAS Ciliwung Hulu terletak antara 6

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Penggunaan lahan Sub DAS Cisadane Hulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Penggunaan lahan Sub DAS Cisadane Hulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Sub DAS Cisadane Hulu Sub Daerah Aliran Sungai Cisadane Hulu merupakan bagian dari DAS Cisadane yang terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian hilir, tengah,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Fisik Sub DAS Cisadane Hulu Daerah Legokmuncang Secara geografis Sub DAS Cisadane Hulu terletak pada 106 o 44 24 106 o 56 24 BT dan 006 o 35 60 006 o 46 48 LS. Sub

Lebih terperinci

Gambar 1. Siklus Hidrologi (Ward, 1967)

Gambar 1. Siklus Hidrologi (Ward, 1967) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Siklus Hidrologi Siklus hidrologi didefinisikan sebagai suksesi tahapan-tahapan yang dilalui air dari atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer (Seyhan, 1977). Sumber tenaga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pengolahan data sekunder menggunakan hasil study screening dan laporan monitoring evaluasi BPDAS Brantas tahun 2009 2010. Analisis data dilakukan sejak bulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012 di Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS) Cikadu Kecamatan Arjasari Kabupaten

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Daur Hidrologi. B. Daerah Aliran Sungai

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Daur Hidrologi. B. Daerah Aliran Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Daur Hidrologi Persediaan air segar dunia hampir seluruhnya didapatkan dalam bentuk hujan sebagai hasil dari penguapan air laut. Proses proses yang tercakup dalam peralihan uap

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran (KST); Sub DAS Kali Madiun, DAS Solo. Sebagian besar Sub-sub DAS KST secara administratif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Siklus hidrologi dapat digambarkan sebagai proses sirkulasi air dari lahan, tanaman, sungai, danau, laut serta badan air lainnya yang ada di permukaan bumi menuju

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Sub-DAS Cibengang yang secara geografis terletak di ketinggian 1130 mdpl dengan koordinat 06º57 56,6 lintang selatan dan 107º53 23,2 bujur

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi DAS Cipasauran IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Daerah Aliran Sungai Cipasauran secara geografis terletak pada 06 13 51-06 17 33 LS dan 105 49 50-105 56 40 BT, dan termasuk dalam zona 48 UTM. DAS Cipasauran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gabungan antara karakteristik hujan dan karakteristik daerah aliran sungai

BAB I PENDAHULUAN. Gabungan antara karakteristik hujan dan karakteristik daerah aliran sungai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Curah hujan tidak bekerja sendiri dalam membentuk limpasan (runoff). Gabungan antara karakteristik hujan dan karakteristik daerah aliran sungai (DAS) sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

SKRIPSI PEMODELAN HIDROLOGI DENGAN MW-SWAT 1.5SR DI SUB DAS CISADANE HULU DAERAH LEGOKMUNCANG. Oleh : DITA YULIATI HARAKITA F

SKRIPSI PEMODELAN HIDROLOGI DENGAN MW-SWAT 1.5SR DI SUB DAS CISADANE HULU DAERAH LEGOKMUNCANG. Oleh : DITA YULIATI HARAKITA F SKRIPSI PEMODELAN HIDROLOGI DENGAN MW-SWAT 1.5SR DI SUB DAS CISADANE HULU DAERAH LEGOKMUNCANG Oleh : DITA YULIATI HARAKITA F14051663 2010 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS DEBIT PADA DAS AIR DINGIN MENGGUNAKAN MODEL SWAT ABSTRAK

ANALISIS DEBIT PADA DAS AIR DINGIN MENGGUNAKAN MODEL SWAT ABSTRAK ANALISIS DEBIT PADA DAS AIR DINGIN MENGGUNAKAN MODEL SWAT Nika Rahma Yanti 1, Rusnam 2, Eri Gas Ekaputra 2 1 Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian, Kampus Limau Manis-Padang 25163 2 Dosen Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

III.BAHAN DAN METODE. Gambar 1. Lokasi Penelitian (DAS Ciliwung Hulu)

III.BAHAN DAN METODE. Gambar 1. Lokasi Penelitian (DAS Ciliwung Hulu) III.BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di DAS Ciliwung Hulu yang secara geografi terletak pada 6 o 38 01 LS 6 o 41 51 LS dan 106 o 50 11 BT 106 o 58 10 BT. Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS WILAYAH KONSERVASI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KURANJI DENGAN APLIKASI SWAT

ANALISIS WILAYAH KONSERVASI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KURANJI DENGAN APLIKASI SWAT ANALISIS WILAYAH KONSERVASI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KURANJI DENGAN APLIKASI SWAT Fadli Irsyad 1 dan Eri Gas Ekaputra 1 1 Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Univ. Andalas, Padang 25163 *

Lebih terperinci

PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK

PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK DAS Cisadane Hulu merupakan salah satu sub DAS Cisadane yang

Lebih terperinci

Analisis Kondisi Hidrologi Daerah Aliran Sungai Kedurus untuk Mengurangi Banjir Menggunakan Model Hidrologi SWAT

Analisis Kondisi Hidrologi Daerah Aliran Sungai Kedurus untuk Mengurangi Banjir Menggunakan Model Hidrologi SWAT JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN : 2337-3539 (2301-9271 Print) C-107 Analisis Kondisi Hidrologi Daerah Aliran Sungai Kedurus untuk Mengurangi Banjir Menggunakan Model Hidrologi SWAT Santika

Lebih terperinci

Analisis Debit Sungai dengan Menggunakan Model SWAT pada DAS Cipasauran, Banten

Analisis Debit Sungai dengan Menggunakan Model SWAT pada DAS Cipasauran, Banten , Oktober 2015 Tersedia online OJS pada: Vol. 3 No. 2, p 113-120 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jtep P-ISSN 2407-0475 E-ISSN 2338-8439 DOI: 10.19028/jtep.03.2.113-120 Technical Paper Analisis Debit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Daerah Penelitian Daerah aliran sungai (DAS) Saba secara geografik terletak pada 8 O 10 30 8 O 20 30 LS dan 114 O 55 30 115 O 4 30 BT dan termasuk pada zona 50S UTM.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang

PENDAHULUAN. tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah permukaan bumi sebagai tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang mempunyai

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DESEMBER, 2014 KATA PENGANTAR Sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 21/PRT/M/2010

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daur Hidrologi

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daur Hidrologi I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Jakarta adalah sebuah provinsi sekaligus ibukota Indonesia. Kedudukannya yang khas baik sebagai ibukota negara maupun sebagai ibukota daerah swantantra, menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan

Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan IV.1 Bagan Alir Metodologi Penelitian Bagan alir metodologi penelitian seperti yang terlihat pada Gambar IV.1. Bagan Alir Metodologi Penelitian menjelaskan tentang

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 7 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan berdasarkan data sekunder DAS Brantas tahun 2009-2010 dan observasi lapang pada bulan Februari Maret 2012 di Stasiun Pengamat

Lebih terperinci

ANALISIS CURAH HUJAN DAN DEBIT MODEL SWAT DENGAN METODE MOVING AVERAGE DI DAS CILIWUNG HULU

ANALISIS CURAH HUJAN DAN DEBIT MODEL SWAT DENGAN METODE MOVING AVERAGE DI DAS CILIWUNG HULU Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Vol. 7 No. 2 (Agustus 2017): 98-106 ANALISIS CURAH HUJAN DAN DEBIT MODEL SWAT DENGAN METODE MOVING AVERAGE DI DAS CILIWUNG HULU Analysis of Rainfall and

Lebih terperinci

STUDI HIDROLOGI BERDASARKAN CLIMATE CHANGES MENGGUNAKAN MODEL SWAT DI DAERAH TANGKAPAN AIR WADUK JATILUHUR

STUDI HIDROLOGI BERDASARKAN CLIMATE CHANGES MENGGUNAKAN MODEL SWAT DI DAERAH TANGKAPAN AIR WADUK JATILUHUR STUDI HIDROLOGI BERDASARKAN CLIMATE CHANGES MENGGUNAKAN MODEL SWAT DI DAERAH TANGKAPAN AIR WADUK JATILUHUR Budi Darmawan Supatmanto 1) Sri Malahayati Yusuf 2) 1 UPT Hujan Buatan - BPPT, Jalan MH Thamrin

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Untuk mencapai tujuan penelitian ini, metoda analisis yang digunakan dibagi dalam lima bagian yaitu (a) analisis kondisi DAS Bekasi Hulu; (b) analisis hidrologi DAS Bekasi Hulu; (c)

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito Hulu Kabupaten Murung Raya, secara geografis terletak antara 113 o 20 115 o 55 BT dan antara

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian mengenai sebaran bahaya erosi serta respon aliran ini adalah :

1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian mengenai sebaran bahaya erosi serta respon aliran ini adalah : BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan salah satu batasan proses dalam siklus hidrologi. Sebagai salah satu batasan dalam suatu siklus, DAS memiliki input (hujan dan

Lebih terperinci

Gambar 6. Peta Kecamatan di DAS Sunter.

Gambar 6. Peta Kecamatan di DAS Sunter. 8 Gambar 5. Peta Tutupan lahan DAS Sunter (BPDAS Ciliwung-Cisadane 4.6.2 Kecamatan di DAS Sunter Daerah Aliran Sungai (DAS) Sunter memiliki beberapa kecamatan seperti yang terlihat pada gambar 6. Kecamatan

Lebih terperinci

PREDIKSI PERUBAHAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI AKIBAT PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN SEBAGAI USAHA MITIGASI BANJIR DI MANADO

PREDIKSI PERUBAHAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI AKIBAT PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN SEBAGAI USAHA MITIGASI BANJIR DI MANADO PREDIKSI PERUBAHAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI AKIBAT PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN SEBAGAI USAHA MITIGASI BANJIR DI MANADO Cindy Jeane Supit Jeffry Dantje Mamoto Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

PENDUGAAN DEBIT ALIRAN SUNGAI CILIWUNG DI BENDUNG KATULAMPA MENGGUNAKAN SOFTWARE ARCSWAT PUTRI RODUA MARBUN

PENDUGAAN DEBIT ALIRAN SUNGAI CILIWUNG DI BENDUNG KATULAMPA MENGGUNAKAN SOFTWARE ARCSWAT PUTRI RODUA MARBUN PENDUGAAN DEBIT ALIRAN SUNGAI CILIWUNG DI BENDUNG KATULAMPA MENGGUNAKAN SOFTWARE ARCSWAT PUTRI RODUA MARBUN DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian yaitu:

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian yaitu: BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Nopember 2011 di Stasiun Pengamat Arus Sungai Sub DAS Sibarasok Gadang, DAS Antokan, yang terletak di

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Curah Hujan Data curah hujan yang terekam pada alat di SPAS Cikadu diolah menjadi data kejadian hujan harian sebagai jumlah akumulasi curah hujan harian dengan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pikir Penelitian DAS merupakan wilayah yang dibatasi punggung bukit (pemisahan topografi) dimana menampung air hujan, sedimen dan unsur hara yang jatuh dan mengalirkan kelebihannya

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA Ronaldo Toar Palar L. Kawet, E.M. Wuisan, H. Tangkudung Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Morfometri Sungai Berdasarkan hasil pengukuran morfometri DAS menggunakan software Arc-GIS 9.3 diperoleh panjang total sungai di Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Sekayu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 18 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2006 - Agustus 2006 di wilayah daerah aliran sungai (DAS) Dodokan (34.814 ha) dengan plot pengambilan sampel difokuskan

Lebih terperinci

Gambar 1. Siklus hidrologi (Ward et al, 1995)

Gambar 1. Siklus hidrologi (Ward et al, 1995) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hidrologi Cabang ilmu yang mempelajari tentang air disebut sebagai Hidrologi. Hidrologi berasal dari bahasa Yunani yaitu kata hydro (air) dan loge (ilmu) (Ward et al, 1995).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu. Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu. Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Wilayah Kerja Perum Jasa Tirta II yang mempunyai luas 1.364.072 ha, terutama pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Hulu yang merupakan Daerah

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Permukaan 2.2. Proses Terjadinya Aliran Permukaan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Permukaan 2.2. Proses Terjadinya Aliran Permukaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Permukaan Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan tanah menuju saluran sungai. Sebagian dari aliran permukaan akan terinfiltrasi ke dalam tanah dan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan membandingkan hasil transformasi hujan-debit dan GR2M dengan debit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. DAS sebagai suatu sistem hidrologi

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. DAS sebagai suatu sistem hidrologi 6 TINJAUAN PUSTAKA DAS Sebagai suatu Sistem Berdasakan pendekatan hidrologis, DAS merupakan wilayah yang dibatasi punggung bukit (pemisahan topografi) yang mempunyai bentuk dan sifat alam yang khas dimana

Lebih terperinci

KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU. Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK

KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU. Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK Sistem agroforestry merupakan integrasi antara beberapa aspek ekologis dan ekonomis.

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS DEBIT ALIRAN SUNGAI SUB DAS CILIWUNG HULU MENGGUNAKAN MW-SWAT. Oleh : MOHAMAD HAMDAN F

SKRIPSI ANALISIS DEBIT ALIRAN SUNGAI SUB DAS CILIWUNG HULU MENGGUNAKAN MW-SWAT. Oleh : MOHAMAD HAMDAN F SKRIPSI ANALISIS DEBIT ALIRAN SUNGAI SUB DAS CILIWUNG HULU MENGGUNAKAN MW-SWAT Oleh : MOHAMAD HAMDAN F14050223 2010 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR ANALISIS

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian 8 3 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada lahan kebun pala milik pengurus Forum Pala Aceh di Kecamatan Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh, Indonesia.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Curah Hujan Data curah hujan sangat diperlukan dalam setiap analisis hidrologi, terutama dalam menghitung debit aliran. Hal tersebut disebabkan karena data debit aliran untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Siklus hidrologi (hydrological cycle) merupakan rangkaian proses perubahan fase dan pergerakan air dalam suatu sistem hidrologi (Hendrayanto 2009). Menurut

Lebih terperinci

EROSI DAN SEDIMENTASI

EROSI DAN SEDIMENTASI EROSI DAN SEDIMENTASI I. PENDAHULUAN Konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai

Lebih terperinci

Gambar 1. Peta DAS penelitian

Gambar 1. Peta DAS penelitian Gambar 1. Peta DAS penelitian 1 1.1. Proses Penentuan Model Kemiringan Lereng Kemiringan lereng ditentukan berdasarkan informasi ketinggian dan jarak pada data DEM yang berbasis raster (piksel). Besarnya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi i Universitas Lampung

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi i Universitas Lampung III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi i Universitas Lampung pada bulan Juli - September 2011. 3.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang

Lebih terperinci

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7)

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7) 7 Persamaan-persamaan tersebut kemudian dikonversi menjadi persamaan volumetrik (Persamaan 5) yang digunakan untuk mendapatkan nilai kadar air tanah dalam % volume. 3.3.5 Pengukuran Curah Hujan dan Tinggi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON

KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON Christy C.V. Suhendy Dosen Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon e-mail: cherrzie@yahoo.com ABSTRACT Changes in land use affects water availability

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA 4.1 Tinjauan Umum 4.2 Data Geologi dan Mekanika Tanah

BAB IV ANALISA DATA 4.1 Tinjauan Umum 4.2 Data Geologi dan Mekanika Tanah BAB IV ANALISA DATA 4.1 Tinjauan Umum Gagasan untuk mewujudkan suatu bangunan harus didahului dengan survey dan investigasi untuk mendapatkan data yang sesuai guna mendukung terealisasinya sisi pelaksanaan

Lebih terperinci

VI. DISKUSI UMUM DAN PEMBAHASAN

VI. DISKUSI UMUM DAN PEMBAHASAN VI. DISKUSI UMUM DAN PEMBAHASAN 6.1. Pemodelan dan Aplikasi Model SWAT Analisis sensitivitas dan ketidakpastian (uncertainty) dalam proses kalibrasi model SWAT adalah tahapan yang paling penting. Dalam

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SEDIMEN DAN VOLUME KEHILANGAN AIR PADA EMBUNG

BAB V ANALISIS SEDIMEN DAN VOLUME KEHILANGAN AIR PADA EMBUNG V-1 BAB V ANALISIS SEDIMEN DAN VOLUME KEHILANGAN AIR PADA EMBUNG 5.1. Analisis Sedimen dengan Metode USLE Untuk memperkirakan laju sedimentasi pada DAS S. Grubugan digunakan metode Wischmeier dan Smith

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Daerah aliran sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi oleh punggungpunggung gunung atau pegunungan dimana air hujan yang jatuh di daerah tersebut akan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA Kriteria Perencanaan Hidrolika Kriteria perencanaan hidrolika ditentukan sebagai berikut;

BAB IV ANALISA Kriteria Perencanaan Hidrolika Kriteria perencanaan hidrolika ditentukan sebagai berikut; BAB IV ANALISA Analisa dilakukan berdasarkan data-data yang diperoleh. Data tersebut berupa data hasil pengamatan dilapangan dan data lain baik termasuk gambar guna memberikan gambaran kondisi wilayah.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN

KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN 4.1 Topografi dan Tata Sungai DAS Citarum Hulu merupakan suatu cekungan yang dikelilingi oleh pegunungan Tangkuban Perahu di daerah utara dengan puncaknya antara lain Gunung

Lebih terperinci

MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI

MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI Puji Harsanto 1, Jaza ul Ikhsan 2, Barep Alamsyah 3 1,2,3 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jalan Lingkar Selatan,

Lebih terperinci

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng 124 Bab VI Kesimpulan Lokasi penelitian, berupa lahan pertanian dengan kondisi baru diolah, tanah memiliki struktur tanah yang remah lepas dan jenis tanah lempung berlanau dengan persentase partikel tanah

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Peninjauan terhadap keadaan wilayah sub-das Citarum Hulu dimaksudkan untuk memberikan informasi umum tentang lokasi penelitian. Ada 6 karakteristik DAS

Lebih terperinci

Surface Runoff Flow Kuliah -3

Surface Runoff Flow Kuliah -3 Surface Runoff Flow Kuliah -3 Limpasan (runoff) gabungan antara aliran permukaan, aliran yang tertunda ada cekungan-cekungan dan aliran bawah permukaan (subsurface flow) Air hujan yang turun dari atmosfir

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Siklus hidrologi

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Siklus hidrologi TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Asdak (2002), mendefinisikan hidrologi sebagai suatu kajian ilmu yang memelajari tentang air (pada fase gas, fase cair maupun fase padat) yang berada di dalam tanah

Lebih terperinci

Bab V Analisa dan Diskusi

Bab V Analisa dan Diskusi Bab V Analisa dan Diskusi V.1 Pemilihan data Pemilihan lokasi studi di Sungai Citarum, Jawa Barat, didasarkan pada kelengkapan data debit pengkuran sungai dan data hujan harian. Kalibrasi pemodelan debit

Lebih terperinci

Karakteristik Fisika dan Kimia Tanah. Coklat kehitaman. Specific gravity Bobot isi 0.91

Karakteristik Fisika dan Kimia Tanah. Coklat kehitaman. Specific gravity Bobot isi 0.91 77 BAB V Hasil dan Pembahasan Pada bab ini diuraikan hasil hasil penelitian berupa hasil pengamatan, perhitungan formula limpasan air permukaan, perhitungan formula prediksi erosi dan perhitungan program

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Rancangan Penulisan

BAB III METODOLOGI Rancangan Penulisan BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Metodologi penelitian adalah semacam latar belakang argumentatif yang dijadikan alasan mengapa suatu metode penelitian dipakai dalam suatu kegiatan penelitian. Metodologi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Data 5.1.1 Analisis Curah Hujan Hasil pengolahan data curah hujan di lokasi penelitian Sub-DAS Cibengang sangat berfluktuasi dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di DAS Ciliwung Hulu dan Cisadane Hulu. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2009 dan selesai pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Way Semangka

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Way Semangka 40 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Way Semangka dan Way Semung, Wonosobo Kabupaten Tanggamus. DAS Sungai Way Semaka mempunyai

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Januari 2015 di Jurusan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Januari 2015 di Jurusan 31 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014- Januari 2015 di Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Stasiun Klimatologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 189 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dari uraian pada Bab V, memperhatikan tujuan penelitian, kerangka permasalahan, dan batasan-batasan yang dikemukakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 36 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Rencana Sistem Informasi Perencanaan sistem informasi merupakan langkah awal dari pengkajian sistem informasi. Berdasarkan perencanaan sistem informasi yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Opak Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.1 menunjukan bahwa luas

Lebih terperinci

Teknik Konservasi Waduk

Teknik Konservasi Waduk Teknik Konservasi Waduk Pendugaan Erosi Untuk memperkirakan besarnya laju erosi dalam studi ini menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) atau PUKT (Persamaan umum Kehilangan Tanah). USLE

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Parameter Infiltrasi Metode Horton Tabel hasil pengukuran laju infiltrasi double ring infiltrometer pada masingmasing lokasi dapat dilihat pada Lampiran A. Grafik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Sebagai suatu sistem, DAS dapat dipandang dari dua arah yakni satu sistem hidrologi dan satu ekosistem alami. Sebagai satu sistem hidrologi, DAS merupakan suatu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN... iii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iv. KATA PENGANTAR... v. DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN... iii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iv. KATA PENGANTAR... v. DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii PERNYATAAN... iii LEMBAR PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN.... xii INTISARI...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hidrologi Siklus hidrologi menunjukkan gerakan air di permukaan bumi. Selama berlangsungnya Siklus hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air dan tanah memiliki keterkaitan yang sangat erat, pada saat air hujan sampai ke permukaan bumi, sebagian akan masuk ke dalam tanah (infiltrasi) untuk menjadi bagian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa Sumber Brantas Kota Batu Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember

Lebih terperinci