I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN Latar Belakang"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi, seringkali dikaitkan tidak hanya sebagai penciri tingkat pendapatan yang lebih tinggi bagi suatu perekonomian atau mekanisme yang berkelanjutan dalam meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Tetapi juga dikaitkan sebagai mekanisme mujarab untuk mendorong perluasan kesempatan kerja guna mengatasi pengangguran, karena dengan pertumbuhan ekonomi, berarti memberikan peluang bagi semua jenis usaha untuk menciptakan pekerjaan. Bahkan secara eksplisit, hukum Okun 1) (Okun s law) menyebutkan bahwa pengangguran berbanding terbalik dengan pertumbuhan ekonomi. Alasan lainnya adalah di dasarkan pada mekanisme transformasi struktur produksi dan struktur tenaga kerja yang menyertai pertumbuhan ekonomi, seperti yang diungkapkan oleh Fisher (1953) dalam Juanda (2001) bahwa pertumbuhan ekonomi biasanya disertai dengan pergeseran permintaan dari sektor primer ke sektor sekunder kemudian ke sektor tersiar. Selanjutnya pergeseran tersebut akan diikuti oleh pergeseran struktur produksi, melalui pergeseran kesempatan kerja dan alokasi dana dari sektor primer ke sektor sekunder kemudian ke sektor tersier. Akan tetapi, tampaknya pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak sertamerta akan di ikuti oleh perluasan kesempatan kerja dan pengurangan pengangguran. Seperti halnya yang terjadi di Sulawesi Selatan, di mana dalam dua dekade terahkir ( ), daerah ini memiliki kinerja pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi yakni tumbuh rata-rata 5.88 persen per tahun. Kinerja ini melampaui rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional dan wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang masing-masing tumbuh sekitar 4.70 persen dan 5.25 persen per tahun dalam kurun waktu yang sama. Namun kenyataan lain juga menunjukkan bahwa pengangguran di daerah ini, dari tahun ketahun menunjukkan trend peningkatan dan semakin memprihatinkan. Bahkan pada tahun 2003, Sulawesi Selatan 1) Hukum Okun dari Arthur M.Okun (1983) menyatakan bahwa laju pengangguran (U t ) berbanding terbalik dengan selisih laju pertumbuhan ekonomi (g t ) terhadap laju pertumbuhan dalam kondisi normal (g t ), atau : U t = -q(g t - g t ) + e t di mana q adalah konstanta positif dan e t adalah factor-faktor lain yang secara agregat bersifat acak dengan rataan nol. Dapat dibaca di Mankiw (2003) dan Siregar (2006)

2 2 memiliki skor tertinggi tingkat pengangguran di Indonesia yakni mencapai persen (Sakernas, 2003). Penomena growth-unemployment puzzle yang terjadi di Sulawesi Selatan ini boleh jadi terkait dengan kinerja pertumbuhan ekonomi yang tidak mampu menciptakan transformasi struktural sesuai pola normal, seperti yang ditekankan oleh Cooper (2005) bahwa peningkatan kinerja ekonomi sangat ditentukan oleh keberhasilan menjalankan transformasi struktural. Transformasi struktural baru dapat dikatakan berhasil apabila kenaikan peranan industri manufaktur dan kenaikan ekspor disertai dengan berkurangnya tenaga kerja di sektor pertanian, karena secara sinifikan diserap oleh sektor industri manufaktur. Bahkan menurut Siregar (2006) bahwa pertumbuhan ekonomi yang cepat barulah merupakan syarat keharusan (necessary condition) bagi pengurangan laju pengangguran, tetapi hal itu dipandang belum cukup (not sufficient). Syarat kecukupannya adalah peningkatan kualitas pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Peningkatan kualitas yang dimaksud antara lain ialah pertumbuhan ekonomi harus dinikmati secara merata oleh segenap produsen dan berkelanjutan (sustainable). Menurutnya, laju pengangguran akan dapat diturunkan secara cepat apabila pertumbuhan ekonomi dipacu pada sektor padat karya. Sektor-sektor yang dimaksud adalah terutama sektor pertanian dalam arti luas dan industri pertanian (agroindustri). Tidak berhasilnya transformasi struktural seperti yang ditekankan oleh Cooper, serta tidak terpenuhinya syarat kecukupan (sufficient condition) dari pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan, tampaknya menjadi jawaban terhadap puzzle pertumbuhan-pengangguran di daerah ini. Hal ini terlihat dari kinerja pertumbuhan ekonomi, di mana sektor industri manufaktur mengalami loncatan pertumbuhan yang memukau, terutama pada periode awal proses industrialisasi di Indonesia, yang diawali pada pertengahan tahun 1980 an. Pertumbuhan industri manufaktur dalam periode , tumbuh rata-rata persen pertahun, sementara sektor pertanian yang menampung lebih dari separuh total tenaga kerja hanya tumbuh sekitar 4.17 persen pertahun dalam periode yang sama. Sebagai konsekuensi logis dari disvarietas pertumbuhan ini, menyebabkan terjadinya pergeseran dalam struktur perekonomian. Kontribusi sektor industri manufaktur

3 3 meningkat secara signifikan dari sekitar 3.99 persen tahun 1985 menjadi sekitar persen tahun Sedangkan kontribusi sektor pertanian mengalami kemerosotas secara signifikan pula yakni dari persen tahun 1985 menjadi sekitar persen tahun Akan tetapi transformasi struktur ekonomi tersebut tidak diikuti oleh transformasi struktur tenaga kerja secara seimbang. Sektor industri manufaktur yang meningkat tajam kontribusinya dalam struktur ekonomi, memiliki kemampuan kecil dalam menyerap tenaga kerja. Pada tahun 1985 sektor ini tercatat hanya menampung tenaga kerja sekitar 5.18 persen dari total tenaga kerja dan dalam kurun waktu hampir dua dekade, peranannya dalam menyerap tenaga kerja hanya meningkat tipis yakni menjadi sekitar 5.52 persen tahun Sebaliknya sektor pertanian yang kontribusinya dalam struktur ekonomi menurun tajam, namun jumlah tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya di sektor ini tidak banyak berubah, yakni sebesar persen pada tahun 1985 menjadi tahun Dampaknya adalah kesenjangan produktivitas tenaga kerja antar sektoral dan regional menjadi tidak dapat dihindari, sehingga memperburuk kondisi ketenaga kerjaan di daerah ini, yang tergambar dari angga pengangguran yang semakin memprihatinkan. Pengangguran yang tinggi di daerah ini, tidak hanya disebabkan adanya semacam bottleneck dalam pasar tenaga kerja yang menyertai transformasi strukturalnya, tetapi juga diperparah oleh inflasi tinggi pada era krisis ekonomi tahun 1998, serta dipicu oleh banyaknya migran-eksodus dari berbagai daerah rawan konflik di tanah air, yang dimulai dari krisis Timur-Timur (Timor Leste) tahun 1998, kemudian konflik Ambon dan Maluku Utara, Poso serta Papua tahun Tingkat pengangguran yang tinggi dapat menjadi beban yang berat bagi pembangunan itu sendiri karena dapat mengganggu kestabilan sosial, ekonomi dan politik. Banyaknya pengangguran tidak hanya menyebabkan rata-rata pendapatan masyarakat rendah dan menimbulkan kesenjangan, tetapi juga dapat mendorong meningkatnya angka kriminalitas tinggi. Bahkan dapat mendorong mewabahnya ekonomi siluman (underground-economy), sehingga penerimaan pajak pemerintah menjadi kecil. Dengan demikian pengangguran yang tinggi

4 4 sekaligus dapat menyebabkan terjadinya kontraksi pertumbuhan ekonomi. Karena itu upaya mengatasi pengangguran di daerah ini dipandang merupakan sesuatu yang urgen. Karena itu, arah pembangunan ekonomi Sulawesi Selatan ke depan diharapkan tidak hanya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi saja, tapi juga harus mampu mendorong perluasan kesempatan kerja yang tinggi pula, guna mengatasi persoalan pengangguran. Sasaran-sasaran ini, sesungguhnya terkait erat dan saling mempengaruhi satu sama lain secara timbal balik. Pertumbuhan ekonomi yang berbasis pada peningkatan investasi guna mendorong perluasan kapasitas usaha dan produksi dapat mendorong perluasan kesempatan kerja. Sebaliknya penurunan angka pengangguran yang berarti pula meningkatnya partisipasi angkatan kerja tentunya dapat memberikan kontiribusi signifikant dalam pertumbuhan ekonomi (output), seperti yang telah dimodelkan oleh Solow dalam Todaro (2000) bahwa pertumbuhan output bergantung pada tiga faktor penting yakni kuantitas dan kualitas tenaga kerja, penambahan barang modal (physical capital) serta penyempurnaan teknologi. Penelitian ini diarahkan untuk mengkaji sumber-sumber pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan baik dari sisi demand-nya maupun dari sisi supply-nya termasuk kemajuan teknologi (didasarkan pada pertumbuhan total factor productivity) 2) dan dampaknya terhadap keragaan pasar tenaga kerja di daerah ini. Dengan memadukan kedua hal tersebut, maka studi ini nantinya diharapkan dapat memberikan arahan konstruktif dalam rangka menentukan arah kebijakan strategis yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi tinggi dan sekaligus mampu mendorong perluasan kesempatan kerja sehingga angka pengangguran di Sulawesi Selatan dapat diminimalkan Perumusan Masalah Secara umum pasar tenaga kerja memang selalu dipengaruhi oleh dua sisi yakni sisi penawaran tenaga kerja (labor supply) dan sisi permintaan tenaga kerja 2). TFP (total factor productivity) adalah jumlah pertumbuhan yang tersisa (residu) setelah dikurangkan dengan kontribusi pertumbuhan masing-masing factor produksi yang terukur (tenaga kerja dan modal). TFP, seringkali digunakan sebagai ukuran kemajuan teknologi atau peningkatan efisiensi tenaga kerja (Mankiw, 2003)

5 5 (labor demand). Perubahan yang tidak seimbangan dari kedua sisi pasar tenaga kerja tersebut, akan menghasilkan ketidak seimbangan pasar tenaga kerja pula. Perubahan sisi penawaran tenaga kerja dipengaruhi oleh tingkat partisipasi angkatan kerja dan migrasi, (Ruby, 2003). Sedangkan perubahan sisi permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor ekonomi, termasuk sumber-sumber pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Menurut Kasliwal, (1995) ketidak seimbangan pasar tenaga kerja yang bermuara pada pengangguran merupakan pencerminan dari terjadinya exccess supply dalam pasar tenaga kerja. Angka pengangguran di Sulawesi Selatan meningkat dari tahun ketahun dan semakin memprihatinkan, bahkan pada tahun 2003, daerah ini memiliki skor tertinggi dalam tingkat pengangguran di Indonesia yakni mencapai persen. Peningkatan tajam angka pengangguran di daerah ini terutama terjadi pasca krisis ekonomi tahun Berikut ini disajikan beberapa indikator makro pasar tenaga kerja di Sulawesi Selatan. Tabel 1. Beberapa indikator makro pasar tenaga kerja di Sulawesi Selatan dan Indonesia tahun Indikator Pasar Kerja di Tahun Sul-Sel & Indonesia Sulawesi Selatan Penduduk (juta) Angkatan Kerja (juta) Tenaga Kerja (juta) Pengangguran (Ribu) Angka Pengangguran (%) Tenaga Kerja Men. Sektor Pertanian (% thd. Tot) Industri (% thd. Tot) Jasa (% thd. Tot) Indonesia Angka Pengangguran (%) Tenaga Kerja Men. Sektor Pertanian (% thd. Tot) Industri (% thd. Tot) Jasa (% thd. Tot) Sumber : BPS : Sakernas , Sulawesi Selatan dalam angka dan statistik Indonesia dalam berbagai penerbitan

6 6 Berbagai faktor yang menyebabkan sehingga angka pengangguran di Sulawesi Selatan tinggi bahkan cenderung meningkat antara lain sebagai berikut : (1) Dalam dua dekade terkhir ( ) Angkatan kerja (labor supply) tumbuh sekitar 3.78 persen per tahun yang berarti lebih besar dari pertumbuhan kesempatakan kerja (labor demand) dengan pertumbuhan hanya sekitar 2.50 persen per tahun. Kesenjangan pertumbuhan yang semakin melebar dari kedua sisi pasar tenaga kerja ini bermuarah pada semakin tingginya angka pengangguran. Pertumbuhan yang besar pada sisi angkatan kerja selain didorong oleh pertumbuhan populasi sekitar 1.38 persen pertahun, juga disebabkan oleh banyaknya arus migrasi masuk terutama sejak tahun Arus migrasi ini umumnya merupakan migran-eksodus yang berasal dari berbagai daerah rawan konflik di Kawasan Timur Indonesia dimulai konflik Tim-Tim di penghujung tahun 1998, kemudian konflik Ambon, Maluku Utara, Poso, dan Papua dari tahun (2) Sektor industri yang diharapkan menjadi leading sektor perekonomian ternyata tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk menyerap tenaga kerja, yakni hanya sekitar 5.80 persen tahun Sementara di sisi lain sektor pertanian dengan produktivitas tenaga kerja yang rendah, sudah jenuh dengan surplus tenaga kerja, sehingga peluang angkatan kerja baru untuk terserap dalam pasar tenaga kerja sangat tipis yang kemudian perdampak pada pengangguran tinggi. Kesenjangan daya tampung tenaga kerja yang disertai kesenjangan produktivitas tenaga kerja yang tajam antara sektor industri dan sektor pertanian sekaligus menunjukkan adanya semacam Bottleneck dalam pasar tenaga di Sulawesi Selatan. Sehingga memperburuk kondisi ketenaga kerjaan dan menyebabkan semakin tingginya angka pengangguran di daerah ini. (3) Pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Selatan tidak bersumber pada fundamental ekonomi yang kuat. Sektor produksi terutama sektor industri sangat tergantung pada impor (lihat Gambar 1, ekspor-impor total defisit). Akibatnya sistem ekonomi rentang terhadap goncangan global seperti era krisis ekonomi tahun 1998, sehingga berdampak pada semakin tingginya

7 7 pengangguran. Rapuhnya struktur perekonomian ini, tentunya juga terkait dengan kebijakan insetif (subsidi dan protektif) selama ini, sehingga sektor industri dalam negeri kurang kompetitif dengan dunia luar. (4) Dari aspek sumber pertumbuhan ekonomi, khususnya dari segi permintaan output agregat, pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Selatan masih di dorong oleh komponen konsumsi yang pada tahun 2003 memiliki kontribusi sekitar persen sedangkan investasi hanya sekitar persen, demikian pula aspek eksternal dimana secara total ekspor-impor masih defisit Share (%) (6.99) - (10.00) Kons.RT Kons. Nirlaba Kons. Pem. Pemb. Modal Perubahan Stok (X-M) Antar Neg. (X-M) Antar Prop. Gambar 1 Kontribusi komponen permintaan agregat terhadap PDRB Sulawesi Selatan, Tahun 2003 Pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh oleh konsumsi masyarakat bukanlah pertumbuhan yang dapat mengurangi tekanan pasar tenaga kerja. Pertumbuhan ekonomi yang dapat mengurangi tekanan pasar tenaga kerja haruslah berbasiskan pada investasi yang mengarah kepada perluasan kapasitas usaha dan produksi. (5) Pertumbuhan perekonomian Sulawesi Selatan, dilihat dari sisi supply, menunjukkan bahwa pertumbuhan PDRB lebih responsif terhadap perumbuhan modal (investasi) dibandingkan terhadap pertumbuhan faktor produksi tenaga kerja. Penomena ini tampaknya bertentangan dengan

8 8 mitos dalam perekonomian selama ini, yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi akan selalu diikuti perluasan kesempatan kerja Pertumbuhan (%) (5.33) (10.00) (20.00) (20.61) (30.00) 1. Pertumbuhan PDRB 2. Pertumbuhan Investasi 3. Pertumbuhan Tenaga Kerja Gambar 2 Pertumbuhan PDRB, investasi dan tenaga kerja di Sulawesi Selatan, Tahun Pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh pertumbuhan modal (investasi) yang tidak disertai pertumbuhan tenaga kerja, setidaknya menjelaskan tiga poin utama yakni. Pertama : sektor produksi padat modal lebih berkembang dibandingkan sektor produksi padat pekerja. Lebih berkembangnya sektor produksi padat modal dibanding sektor yang padat pekerja, tentu tidak banyak membantu dalam mengurangi tekanan pasar tenaga kerja. Kedua: harga relatif dari penggunaan modal lebih murah dibandingkan penggunaan tenaga kerja, yang berarti pula bahwa produktifitas modal lebih tinggi dibandingkan produktifitas tenaga kerja, sehingga pengusaha cenderung menggunakan modal lebih banyak dibanding menggunakan tenaga kerja. Rendahnya produktivitas tenaga kerja ini menyebabkan permintaan tenaga kerja pun tidak berkembang. Ketiga: penggunaan modal secara intensif mendorong peningkatan teknologi yang secara umum menghemat tenaga kerja. Berikut skematis kerangka perumusan masalah.

9 9 Kebijakan : Insentif : Subsidi dan Proteksi Menjaga inflasi dan suku bunga rendah Transformasi Struktural (Eko. & TK) Pertanian Industri Lainnya Kebijakan Kompetitif Desa Kesenjangan Produktivitas dan Pengangguran Kota Permintaan Output Agregat Pasar Tenaga kerja Penawaran Output Agregat Kons. Msy. Kons. Pem Investasi Ekspor-Impor Pertumbuhan Output Agregat (PDRB) Tenaga Kerja. Modal Teknologi Padat modal VS Padat Pekerja Kesempatan kerja Produktivitas TK Peningkatan Pertumbuhan dan pengurangan pengangguran Gambar 3. Kerangka perumusan masalah pasar tenaga kerja dan pertumbuh ekonomi di Sulawesi Selatan Berdasarkan uraian panjang diatas, maka persoalan pengangguran secara garis besarnya terkait dengan dua permasalahan pokok, yakni permasalahan yang berkaitan dengan pasar tenaga kerja (point 1-2) dan permasalahan yang berkaitan dengan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi (point 3 5). Dengan mengkaji secara dalam kedua pokok masalah trsebut, maka penelitian ini diharapkan dapat memberi arah dalam rangka mengatasi pengangguran di Sulawesi Selatan yang sekaligus dapat mendorong pertumbuhan ekonomi serta penyesuaian arah industrialisasi di Indonesia pada umunya. Adapun rincian rumusan masalah yang akan di kaji dalam studi ini adalah sebagai berikut :

10 10 1. Seberapa besar kontribusi faktor produksi tenaga kerja, modal dan teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Selatan? 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan keragaan pasar tenaga kerja, seperti : kesempatan kerja, angkatan kerja, pengangguran, upah riil, migrasi tenaga kerja, dan produktifitas tenaga kerja di Sulawesi Selatan? 3. Apakah upah riil di Sulawesi Selatan bersifat kaku (rigid)? 4. Bagaimana dampak perubahan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baik dari sisi permintaan maupun dari sisi penawaran output agregat terhadap kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan? 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis keragaan pasar tenaga kerja dan kaitannya dengan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sulawesi Selatan. Secara khusus penelitian ini diarahkan untuk menjawab beberapa tujuan sebagai berikut : 1. Menghitung total factor productivity (TFP) di Sulawesi Selatan, TFP sektor pertanian, TFP sektor industri dan TFP sektor lainnya di Sulawesi Selatan. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan keragaan pasar tenaga kerja di Sulawesi Selatan yang meliputi angkatan kerja, kesempatan kerja, pengangguran, dan upah riil, migrasi tenaga kerja dan produktivitas tenaga kerja. 3. Menganalisis indikator tingkat kekakuan upah riil sektoral di wilayah pedesaan dan di wilayah perkotaan Sulawesi Selatan. 4. Menganalisis dampak perubahan : konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, perubahan ekspor, impot, pendapatan asli daerah (PAD), dan kemajuan teknologi terhadap kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini terdiri dari tiga point utama yakni sebagai berikut : (1) Dari segi pengembangan ilmu : studi ini akan menggunakan pendekatan makro dan mikro ekonomi dalam menkaji mengenai pasar tenaga kerja dan

11 11 pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Selatan. Dari aspek model analisis, studi ini akan menggunakan pemodelan ekonometrika dalam bentuk persamaan simultan. Dalam model tersebut sumber-sumber pertumbuhan baik dari sisi permintaan agregat maupun dari sisi penawarannya diinternalisasikan dalam pemodelan pasar tenaga kerja. Dengan demikian studi ini diharapkan dapat memperkaya kajian ketenaga kerjaan di Indonesia pada umumnya (2) Dari segi informasi: dapat dijadikan bahan informasi yang dapat menjelaskan keragaan pasar tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Selatan serta berbagai hambatan pembangunan dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi dan mengatasi pengangguran di Sulawesi Selatan. Studi ini sekaligus dapat dijadikan acuan untuk penitian selanjutnya. (3) Dari segi terapan: dapat menjadi bahan pertimbangan bagi penentu kebijakan untuk merumuskan langkah strategis dalam rangka menanggulangi pengangguran, dan pemulihan ekonomi serta penyesuaian arah pergeseran struktural (industrialisasi) di Sulawesi Selatan khususnya dan Indonesia pada umumnya Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingkup analisis dalam penelitian ini adalah skala regional. Penelitian ini menggunakan model ekonometrika. Dalam mengkaji model, tenaga kerja didisagregasi berdasarkan wilayah kota dan desa serta didisagregasi menurut klasifikasi tiga sektor, yaitu sektor pertanian, industri pengolahan dan sektor lainnya. Sektor pertanian yang dimaksudkan adalah pertanian dalam arti luas yang meliputi sub sektor tanaman pangan, perikanan, peternakan, perkebunan dan kehutanan. Sektor industri pengolahan mencakup industri pengolahan tampa migas. Sektor lainnya mencakup, sektor bangunan termasuk pertambangan dan penggalian, listrik, gas, dan air bersih, pengangkutan dan komunikasi, perdagangan, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, administrasi pemerintah dan pertahanan, serta jasa-jasa lainnya. Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini adalah: Model analisa ekonometrika hanya menggunakan indikator-indikator makro seperti nilai tambah

12 12 bruto sektoral, investasi, upah riil, inflasi dan PDRB. Jenis migrasi yang dianalisis adalah migrasi masuk kabupaten/kota yang diagregasi pada tingkat Provinsi di Sulawesi Selatan. Data tenaga kerja seperti kesempatan kerja, angkatan kerja dan pengangguran yang dianalisis adalah data berdasarkan hasil Sakernas (BPS, tahun ). Selain itu, penelitian ini memiliki keterbatasan dalam kajian mikro, sehingga perilaku dari berbagai komponen pelaku pasar tenaga kerja tidak dapat dikaji secara mendalam.

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 19/05/14/Th.XI, 10 Mei PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas y-on-y Triwulan I Tahun sebesar 5,93 persen Ekonomi Riau dengan migas pada triwulan I tahun mengalami kontraksi sebesar 1,19

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Kemajuan perekonomian daerah antara lain diukur dengan: pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 09/02/61/Th. XIII, 10 Februari 2010 PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT TAHUN 2009 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2009 meningkat 4,76 persen dibandingkan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang, mengikuti pertumbuhan pendapatan nasional, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini. Hal yang dibahas pada bab ini adalah: (1) keterkaitan penerimaan daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 21/05/14/Th.XII, 5 Mei PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas Triwulan I Tahun mencapai 7,51 persen Ekonomi Riau termasuk migas pada triwulan I tahun, yang diukur dari kenaikan Produk Domestik

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,08 PERSEN No. 11/02/61/Th. XVII, 5 Februari 2014 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 24/05/14/Th.XV, 5 Mei 2014 PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau termasuk migas pada triwulan I tahun 2014, yang diukur dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000, mengalami

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Isu-isu Pokok Pembangunan Ekonomi Daerah... 2 1.1.2 Tujuan... 5 1.1.3 Keluaran... 5

Lebih terperinci

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Boks I Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Gambaran Umum Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini menghadapi risiko yang meningkat seiring masih berlangsungnya krisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN BPS PROVINSI MALUKU No. 01/05/81/Th.XV, 05 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN PDRB Maluku pada triwulan IV tahun 2013 bertumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola. baik di daerah pedesaan dan perkotaan. Dualisme kota dan desa yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola. baik di daerah pedesaan dan perkotaan. Dualisme kota dan desa yang terdapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola perekonomian yang cenderung memperkuat terjadinya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang bermuara kepada

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 No. 19/05/31/Th. X, 15 Mei 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2008 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Migrasi merupakan perpindahan orang dari daerah asal ke daerah tujuan. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan dengan kedua daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Kewenangan Pemerintah Daerah menjadi sangat luas dan strategis setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013 i ANALISIS PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 ii KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas terbitnya publikasi Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 23/05/61/Th. XIII, 10 Mei 2010 PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT TRIWULAN I TAHUN 2010 Kinerja perekonomian Kalimantan Barat pada triwulan I-2010 dibandingkan triwulan IV-2009,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Ekonomi Pembangunan Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 38/08/14/Th.XIV, 2 Agustus 2013 PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas Triwulan II Tahun 2013 mencapai 2,68 persen Ekonomi Riau termasuk migas pada triwulan II tahun 2013, yang diukur dari

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/05/72/Thn XIV, 25 Mei 2011 PEREKONOMIAN SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2011 MENGALAMI KONTRAKSI/TUMBUH MINUS 3,71 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th.XI, 5 Februari 2013 Ekonomi Jawa Timur Tahun 2012 Mencapai 7,27 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan pencapaian kesejahteraan tersebut dapat diukur dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam bab landasan teori ini di bahas tentang teori Produk Domestik Regional Bruto, PDRB per kapita, pengeluaran pemerintah dan inflasi. Penyajian materi tersebut

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA

PEREKONOMIAN INDONESIA PEREKONOMIAN INDONESIA Modul ke: TRANSFORMASI STRULTURAL Matsani, S.E, M.M EKONOMI BISNIS Fakultas Program Studi AKUNTANSI www.mercubuana.ac.id TRANSFORMASI STRUKTURAL. Transformasi struktural berarti

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus

I. PENDAHULUAN. mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bidang ketenagakerjaan merupakan salah satu hal yang sangat esensial dalam usaha memajukan perekonomian bangsa. Usaha yang dimaksud dalam bidang ini adalah penyediaan

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 26/05/73/Th. VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN I 2014 BERTUMBUH SEBESAR 8,03 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang terpadu merupakan segala bentuk upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi yang ditunjang oleh kegiatan non ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang erekonomian Jawa Barat 10 tahun pasca krisis ekonomi 1997 menunjukkan suatu pertumbuhan yang cukup menakjubkan. Proses recovery akibat krisis yang berkepanjangan tampaknya

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa 72 V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 06 /11/33/Th.I, 15 Nopember 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PDRB JAWA TENGAH TRIWULAN III TH 2007 TUMBUH 0,7 PERSEN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Tengah pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengangguran merupakan satu dari banyak permasalahan yang terjadi di seluruh negara di dunia, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini terjadi karena

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Indonesia sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi suatu daerah atau suatu negara selalu diarahkan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Indonesia sebagai sebuah negara dimana

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA No. 18/05/31/Th. XI, 15 Mei 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2009 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2009 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA No. 52/ V / 15 Nopember 2002 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA INDONESIA TRIWULAN III TAHUN 2002 TUMBUH 2,39 PERSEN Indonesia pada triwulan III tahun 2002 meningkat sebesar 2,39 persen terhadap triwulan II

Lebih terperinci

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT L A P O R A N K A J I A N INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT K E R J A S A M A P R O D I P E R E N C A N A A N W I L A Y A H S E K O L A H P A S C A S A R A J A N A U N I V E R S I T A S S

Lebih terperinci

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia =============================================================================== Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia !" #$ %$#&%!!!# &%!! Tujuan nasional yang dinyatakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti pertumbuhan pendapatan perkapita, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah pada periode

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH No.12/02/33/Th.VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN PDRB JAWA TENGAH TAHUN 2012 MENCAPAI 6,3 PERSEN Besaran PDRB Jawa Tengah pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius

I. PENDAHULUAN. menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sampai era tahun 1980-an, para analis ketenagakerjaan pada umumnya menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius (Depnakertrans, 2004a).

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TRIWULAN II-2013

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TRIWULAN II-2013 No. 37/08/91/Th. VII, 02 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TRIWULAN II-2013 Besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan II-2013 mencapai Rp 11.972,60 miliar, sedangkan menurut harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena global. Permasalahan ketimpangan bukan lagi menjadi persoalan pada negara dunia ketiga saja. Kesenjangan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 30/08/31/Th.IX, 15 AGUSTUS 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan II tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB atas

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 08/02/34/Th. XI, 16 Februari 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007 BPS PROVINSI D.K.I. JAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007 No. 17/05/31/Th.IX, 15 MEI 2007 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang sangat erat, jumlah penduduk menentukan efisiensi perekonomian dan kualitas dari tenaga kerja itu

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dimensi masalah ketenagakerjaan bukan hanya sekedar keterbatasan lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih serius dengan penyebab

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha)

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha) PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha) 2005-2008 Nomor Katalog BPS : 9205.11.18 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 20 cm x 27 cm : vii + 64 Lembar Naskah : Seksi Neraca

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 27/05/34/Th.XVI, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN Kinerja pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian yang diperlukan bagi terciptanya pertumbuhan yang terus menerus. Pembangunan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TAHUN 2013 No. 09/02/91/Th. VIII, 05 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TAHUN 2013 Ekonomi Papua Barat tahun 2013 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) meningkat sebesar 9,30

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sangat terkait erat dengan pembangunan sosial masyarakatnya. Pada awalnya pembangunan ekonomi lebih diprioritaskan pada pertumbuhannya saja, sedangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN No. 44/08/34/Th. XV, 2 Agustus 2013 Pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Definisi Pendapatan Pendapatan merupakan jumlah dari seluruh uang yang diterima seorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB II METODOLOGI Dalam penyusunan publikasi Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Lamandau dipakai konsep dan definisi yang selama ini digunakan oleh BPS di seluruh Indonesia. Konsep dan definisi tersebut

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 38/08/61/Th. XIII, 5 Agustus 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN II TAHUN 2010 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kalimantan Barat triwulan II-2010 menurun

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI B A B BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berbagai upaya ditempuh untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan antarwilayah Dalam konteks pembanguan saat ini,

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA Abstract Inflasi dan pengangguran adalah masalah pelik yang selalu dihadapi oleh Negara Indonesia terkait belum berkualitasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2001, maka setiap daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam

BAB I PENDAHULUAN. 2001, maka setiap daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada konteks ekonomi makro, tolak ukur keberhasilan perekonomian suatu daerah antara lain adalah Pendapatan daerah, tingkat kesempatan kerja dan tingkat

Lebih terperinci