BAB I PENDAHULUAN. (pentahapan) serta evaluasi suatu tambang terbuka yang modern.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. (pentahapan) serta evaluasi suatu tambang terbuka yang modern."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. SASARAN KULIAH 1) Mahasiswa diharapkan mensintesiskan dapat merangkum pengetahuan keekonomian yang telah perancangan (penentuan kerekayasaan diperoleh pit ke limit) dan dalam dan dan suatu perencanaan (pentahapan) serta evaluasi suatu tambang terbuka yang modern. 2) Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang : a. Falsafah perencanaan b. Pengertian cut off grade, stripping ratio dan kadar ekivalen c. Penaksiran cadangan bijih d. Perancangan batas penambangan (final/ultimate pit limit) e. Pentahapan tambang (mine phases/pushbacks) f. Penjadwalan produksi tambang (mine production schedule) g. Perancangan tempat penimbunan (waste dump design) h. Perhitungan kebutuhan alat dan i. Perhitungan capital and operating j. Evaluasi finansial tenaga kerja costs 1.2. PENGERTIAN PERENCANAAN I-1

2 Definisi Perencanaan Banyak sekali definisi yang dicetuskan mengenai perencanaan ditinjau dari berbagai sudut pandangan dan tujuan. Salah satu di antaranya adalah sebagai berikut. Perencanaan adalah penentuan persyaratan teknik pencapaian sasaran kegiatan serta urutan teknis pelaksanaan dalam berbagai macam anak kegiatan yang harus dilaksanakan untuk pencapaian tujuan dan sasaran kegiatan. Perencanaan adalah salah satu tahapan kegiatan dalam proses manajemen seperti terlihat pada Gambar 1.1. Perencanaan tambang : Bagaimana kita bisa membuat rancangan tambang (mencapai ultimate pit limit) dalam jangka waktu tertentu secara aman dan menguntungkan. Bagaimana menentukan tahapan penambangan. Perencanaan berhubungan dengan waktu. Perancangan tambang : Istilah perancangan tambang biasanya dimaksudkan sebagai bagian dari proses perencanaan tambang yang berkaitan dengan masalah-masalah geometrik. Di dalamnya termasuk perancangan batas akhir penambangan, tahapan (pushback), urutan penambangan tahunan/ bulanan, penjadwalan produksi dan waste dump. Bagaimana menentukan ultimate pit limit. Perancangan tidak berhubungan dengan waktu. Aspek perencanaan tambang yang tidak berkaitan dengan masalah geometri meliputi perhitungan kebutuhan alat dan tenaga kerja, perkiraan biaya kapital dan biaya operasi. I-2

3 Pada Gambar 1.2 ditunjukkan posisi perencanaan dalam suatu siklus dan pada Gambar 1.3 adalah tahapan kegiatan pada industri pertambangan. I-3

4 Gambar 1.1. Perencanaan Sebagai Salah Satu Tahapan Kegiatan Dalam Proses Manajemen I-4

5 Gambar 1.2. Mineral Supply Process (McKenzie, 1980) Arti Perencanaan Perencanaan dapat diartikan sebagai kegiatan berikut. 1) Penentuan tujuan dan sasaran kegiatan yang ingin dicapai. 2) Proses persiapan secara sistematik mengenai kegiatan yang akan dilakukan. 3) Cara mencapai tujuan dan sasaran dengan menggunakan sumber dan kemampuan yang tersedia secara berdaya guna dan berdaya hasil. 4) Pembahasan dari persoalan, kemungkinan dan kesempatan yang dapat terjadi yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan. 5) Penentuan dari tindakan yang akan diambil untuk mencapai tujuan berdasarkan analisa tujuan dan kesempatan. I-5

6 Prospeksi Peta topografi Geologi Mineralogi Geofisika Geokimia Peta temuan Percontoh batuan Pemboran inti Jumlah & sifat cadangan Sumur uji (tes pit) Eksplorasi Kadar endapan Terowongan buntu (adit) Sifat fisik, kimia, mekanik Stratigrafi & litologi Penentuan sasaran (target) produksi Pemilihan metoda Studi lingkungan penambangan Pemilihan peralatan : macam dan ukurannya Evaluasi teknis & ekonomis Layak/tidak layak ditambang? Kerusakan Kelayakan Layak Tambang Tambang (mineable) dapat ditangani Dokumen Amdal, RKL, RPL Tidak Layak (unmineable) Masuk Arsip Ada agunan Jual saham Jaminan Mencari Dana Pinjaman bank kepercayaan Uang sendiri Penentuan sasaran produksi Pemilihan metoda penambangan & batas penambangan Rekacipta Tambang Penentuan macam & ukuran peralatan rancangan I-6 Peta

7 Analisis kemantapan lereng kemajuan Tata letak sarana & prasarana tambang A A Pengupasan tanah penutup Pembangunan sarana prasarana tambang Persiapan Penambangan Geologi & pemercontohan Penambangan Pemetaan kemajuan tambang Pemberaian, pemuatan & penangkutan Energi, bahan kerja, suku cadang Pengelolaan & pemantauan lingkungan Pengecilan ukuran & Pengolahan klasifikasi Pencucian & konsentrasi Pengelolaan & pemantauan lingkungan Proses ekstraktif metalurgi Pemurnian logam Pengelolaan & pemantauan lingkungan Medan kerja awal Sumuran dalam Terowongan buntu Produksi bijih Re-vegetasi Konsentrat Bahan Galian Metalurgi Pengangkutan I-7 Paduan logam Logam murni

8 Promosi Penelitian & pengembangan produksi Pemasaran Gambar 1.3. Tahap Kegiatan Pada Industri Pertambangan Fungsi Perencanaan Fungsi perencanaan tergantung dari jenis perencanaan yang digunakan dalam sasaran yang dituju, tetapi secara umum fungsi perencanaan dapat dikatakan antara lain sebagai berikut. 1) Pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan dalam pencapaian tujuan. 2) Perkiraan terhadap masalah pelaksanaan, kemampuan, harapan, hambatan dan kegagalannya mungkin terjadi. 3) Usaha untuk mengurangi ketidakpastian. 4) Kesempatan untuk memilih kemungkinan terbaik. 5) Penyusunan urutan kepentingan tujuan. 6) Alat pengukur atau dasar ukuran dalam pengawasan dan penilaian. 7) Cara dan penggunaan dan penempatan sumber daya secara berdaya guna dan berdaya hasil Tujuan Perencanaan Tambang Tujuan dari pekerjaan perencanaan tambang adalah membuat suatu rencana produksi tambang untuk sebuah cebakan bijih yang akan : 1) Menghasilkan tonase bijih pada tingkat produksi yang telah ditentukan dengan biaya yang semurah mungkin. I-8

9 2) Menghasilkan aliran kas (cash flow) yang akan memaksimalkan beberapa kriteria ekonomik seperti rate of return atau net present value Masalah Perencanaan Tambang Masalah perencanaan tambang merupakan masalah yang kompleks karena merupakan problem geometrik tiga dimensi yang selalu berubah dengan waktu. Geometri tambang bukan satu-satunya parameter yang berubah dengan waktu. Parameterperameter ekonomi penting yang lain pun sering merupakan fungsi waktu pula. Berikut ini adalah parameter-parameter yang digunakan didalam perancangan tambang terbuka. I-9

10 Gambar 1.4. Open Pit Design Parameter (D.J. Charbonneau, 1991) Biaya Perencanaan Biaya perencanaan (Lee, 1984) bervariasi bergantung kepada ukuran dan faktor alamiah proyek, tipe dari studi yang dilakukan, jumlah alternatif yang harus diteliti dan sejumlah faktor lain. Atau bisa dinyatakan dalam persamaan berikut. Biaya = f (ukuran dan sifat dari proyek, jenis studi, jumlah alternatif yang diinvestigasi, dll) Dalam rangka menghitung biaya atau bagian teknik dari studi tidak termasuk seperti ongkos pemilikan, ongkos pengeboran eksplorasi, uji metalurgi, lingkungan dan studi hukum, atau studi pendukung lainnya, biasanya dinyatakan sebagai persentase dari biaya modal dari proyek : Studi konseptual = 0,1 0,3 % dari biaya total Studi pra kelayakan = 0,2 0,8 % dari biaya total Studi kelayakan = 0,5 1,5 % dari biaya total Gambar 1.5 memperlihatkan beberapa tahapan untuk melakukan suatu kegiatan tambang yang berhubungan dengan pengaruh biaya yang harus dikeluarkan. I - 10

11 Gambar 1.5. Pengaruh Tahapan Perencanaan Terhadap Biaya (Lee, 1984) Akurasi Dari Estimasi 1) Tonase dari kadar Pada tahap studi kelayakan, karena pengambilan sampel yang banyak dan pemeriksaan yang berulang, kadar rata-rata dari penambangan dari beberapa tonase yang diumumkan, disukai karena diketahui memiliki limit yang dapat diterima, katakanlah 5%, dan diturunkan dari metoda statistik yang standar. Walaupun tonase yang pasti dari bijih mungkin untuk tambang terbuka diketahui jika pemboran eksplorasi dari permukaan, dalam kenyataannya tonase ultimate dari banyak endapan bervariasi I - 11

12 karena ia tergantung pada biaya harga dihubungkan dengan panjang waktu proyek. Dua standar yang penting yang dapat didefinisikan untuk sebagian tambang terbuka adalah : a. Cadangan minimum bijih harus sebanding untuk keperluan yang dibutuhkan untuk seluruh tahun cash flow yang diproyeksikan dalam laporan studi kelayakan haruslah diketahui dengan akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. b. Sebuah tonase ultimate yang potensial, diproyeksikan berlanjut dan optimistik, seharusnya dikalkulasikan dengan baik untuk mendefinisikan area tambahan yang berpengaruh untuk penambangan dan dimana dumping area serta bangunan pabrik harus diletakkan. 2) Unjuk kerja Unit-unit dari penambangan open pit sudah memiliki rate unjuk kerja yang stabil dan biasanya dicapai jika bekerja dalam organisasi yang baik dan pengorganisasian alat (misal Shovel dan Truck) secara tepat. Unjuk kerja akan terganggu jika pekerjaan tambahan (pengupasan tanah penutup dalam sebuah pit) tidak mencukupi. Pemeliharaan harus dilakukan dan pekerjaan ini harus dijadwalkan secara baik dan disediakan dalam laporan studi kelayakan. 3) Biaya Beberapa mata biaya, terutama ongkos operasi dilapangan, hanya berbeda sedikit dari setiap tambang dan dapat diketahui secara detail. Beberapa mungkin unik atau sukar untuk diperkirakan. Umumnya akurasi dalam modal atau operasi estimasi biaya operasi kembali pada akurasi dalam kuantitas, I - 12

13 kuota yang ada atau unit harga, kecukupan ketentuan untuk ongkos tidak langsung dan overhead. Tendensi terakhir menunjukkan adanya batas yang meningkat. Akurasi dari modal dan estimasi dari biaya operasi meningkat ketika proyek meningkat dari studi konseptual ke pra kelayakan dan tahap studi kelayakan. Normalnya range yang bisa diterima untuk akurasi diberikan sebagai berikut. Faktor kesalahan dari studi konseptual + 30% dari biaya total Faktor kesalahan dari pra studi kelayakan + 20% dari biaya total Faktor kesalahan dari studi kelayakan + 10% dari biaya total 4) Harga dan perolehan Pendapatan selama umur tambang adalah kategori utama dari uang. Itu harus membayar seluruhnya, termasuk pembayaran kembali dari investasi awal dari uang, karena pendapatan adalah dasar yang terbesar dalam mengukur faktor ekonomi tambang sehingga lebih sensitif mengubah penerimaan daripada mengubah faktor-faktor lain dari jenis-jenis pengeluaran. Penerimaan ditentukan oleh kadar, recovery, dan harga dari produk metal. Oleh karenanya, harga adalah : (a) sejauh ini sangat sulit untuk diestimasi dan (b) suatu jumlah yang besar diluar dari kontrol estimator. Walaupun mengabaikan inflasi, harga pembelian secara lebar bervariasi terhadap waktu. Kecuali komoditi yang bisa dikontrol dengan tepat, mereka mengarah untuk mengikuti bentuk siklus. Departemen pemasaran harus menginformasikan hubungan suplai dan permintaan dan pergerakan harga metal. Mereka dapat juga menyediakan harga rata-rata metal di luar negeri dalam harga dolar sekarang, I - 13 baik kemungkinan naupun

14 konservatif. Harga terakhir berkisar 80% dari kemungkinan atau lebih. Idealnya, walaupun pada harga konservatif, harus tetap menguntungkan CHECKLIST DATA AWAL YANG HARUS DIKUMPULKAN Pada awal tahap perencanaan untuk setiap proyek (tambang) yang baru, terdapat banyak faktor dari berbagai jenis yang harus dipertimbangkan. Beberapa faktor tersebut dapat dengan mudah diperoleh, sedangkan beberapa faktor lain diperoleh dengan suatu keharusan melakukan studi yang mendalam (misalnya geometri pit). Untuk menghindari ketidaklengkapan data, maka sebaiknya dibuat suatu checklist (Rebel, 1975, Field Work Program Checklist for New Properties ). Checklist Item 1. Topografi a. USGS maps 1 : 500, 1 : 1000 b. Special Aerial or land survey establish control stations 2. Kodisi iklim (climate condition) a. Ketinggian b. Temperatur rata-rata bulanan sudah cukup c. Presipitasi (untuk penirisan) rata-rata presipitasi tahunan rata-rata curah hujan bulanan rata-rata run-off normal dan flood/banjir) d. Angin, maks, tercatat dalam arah e. Kelembaban I - 14 (keadaan

15 f. Delay g. Awan, fog 3. Air a. Sumber : mata air, sungai, danau, bor. b. Ketersediaan : hukum, kepemilikan, biaya. c. Kuantitas : ketersediaan perbulan, kesempatan aliran, kemung-kinan lokasi bendungan. d. Kualitas : sampel, perubahanperubahan kualitas, efek kontaminasi. e. Sewage Disposal Methode. 4. Struktur geologi a. Dalam daerah tambang b. Di sekeliling daerah tambang c. Kemungkinan gempa bumi d. Akibat pada slope (maks. slope) e. Estimasi dan kondisi fondasi 5. Air tambang a. Kedalaman b. Konduktivitas c. Metode Penirisan 6. Permukaan a. Vegetasi : tipe, metode pembabatan, biaya b. Kondisi yang tidak biasa : danau, endapan deposit, pohon-pohon besar 7. Tipe/jenis batuan (bijih, overburden) a. Sampel untuk uji kemampuan dibor b. Fragmentasi : hardness, derajat pelapukan, bidang-bidang diskontinu, kecocokan untuk jalan 8. Lokasi untuk konsentrator I - 15

16 a. Lokasi tambang, haul up hill, down hill b. Preparasi lokasi (cut, fill) c. Proses air : gravitasi, pompa d. Tailing disposal e. Fasilitas pemeliharaan 9. Tailing pond (daerah) a. Lokasi pipa b. Alamiah, bendungan, danau c. Pond overflow 1 Jalan a. Peta jalan b. Informasi jalan-jalan yang ada : lebar, permukaan, batas maksimum beban batas maksimum load sesuai musim pemelih araan c. Jalan yang dibuat (harus) oleh perusahaan panjang profile cut and fill jembatan pengkondisian tanah dll. 11. Power a. Ketersediaan (PLN) : kilovolt, jarak (terdekat), biaya b. Kabel ke SIB c. Lokasi sub station I - 16

17 d. Kemungkinan untuk power station sendiri 12. Smelting a. Ketersediaan pabrik b. Metode pengapalan : jarak, alat angkut, awak reet, dll. c. Biaya d. Aspek terhadap lingkungan e. Rel KA, dok. 13. Kepemilikan lahan a. Kepemilikan : negara, pribadi b. Tata guna lahan c. Harga tanah d. Jenis oplians : sewa, beli, dll. 14. Pemerintah a. Suasana politik b. Hukum, UU pertambangan c. Keadaan lokal 15. Kondisi ekonomi a. Industri utama yang ada, berpengaruh ke infrastruktur b. Kesediaan tenaga kerja c. Skala penggalian d. Struktur pajak e. Ketersediaan sarana, toko, rumah sakit, sekolah, rumah f. Ketersediaan bensin, semen, gravel g. Pembelian I - 17 material, termasuk

18 16. Lokasi pembuangan (waste) : tambang, rumah sakit, perumahan a. Jarak b. Profil jalan c. Kemungkinan proses lebih lajut 17. Aksesibilitas dari kota utama ke luar a. Metode transportasi b. Realibilitas dan transportasi yang tersedia c. Komunikasi 18. Metode mendapatkan informasi a. Past records (pemerintah) b. Memelihara alat-alat komunikasi c. Mengumpulkan conto d. Pengukuran dan pengamatan lokasi lapangan e. Survey lapangan f. Layout pabrik g. Check untuk load informasi h. Check hukum lokal i. Personal inquiry dan observasi suasana politik dan ekonomi j. Peta-peta k. Cost inquiries l. Material m. Membuat inquiries. I - 18 utility, avaliability,

19 PEKERJAAN RUMAH 1 Dalam perencanaan tambang, agar pekerjaan perencanaan dapat lebih mudah dilakukan maka masalah tersebut dibagi menjadi tugas-tugas seperti berikut. Penentuan Pit Limit Perancangan push back Penjadwalan Produksi Perencanaan Tambang berdasarkan urutan waktu Pemilihan alat Perhitungan Ongkos-ongkos Oprerasi dan Kapital. Tugas anda adalah memberikan mata kuliah apa saja yang menunjang tugas-tugas dalam gambarkan diagramnya. I - 19 penyelesaian tersebut, dan

20 BAB II PENAKSIRAN CADANGAN BIJIH (REVIEW) 2.1. PENTINGNYA PENAKSIRAN CADANGAN 1) Memberikan taksiran dari kuantitas (ton) dari cadangan bijih. 2) Memberikan perkiraan bentuk 3-dimensi dari cadangan bijih serta distribusi ruang (spatial) dari nilainya. Hal ini penting untuk menentukan urutan/tahapan penambangan, yang pada gilirannya akan mempengaruhi pemilihan peralatan dan NPV (Net Present Value) dari tambang. 3) Jumlah cadangan menentukan umur tambang. Hal ini penting dalam perancangan pabrik pengolahan dan kebutuhan infrastruktur lainnya. 4) Batas-batas kegiatan penambangan (pit limit) dibuat berdasarkan taksiran cadangan. Faktor ini harus diperhatikan dalam menentukan lokasi pembuangan tanah/batuan penutup dan tailing (waste dump & tailings impoundment), pabrik pengolahan bijih, bengkel dan fasilitas lainnya. Karena semua keputusan teknis di atas amat tergantung padanya, penaksiran cadangan merupakan salah satu tugas I - 20

21 terpenting dan berat tanggung jawabnya dalam mengevaluasi suatu proyek pertambangan. Harus pula diingat bahwa penaksiran cadangan menghasilkan suatu taksiran. Model cadangan yang kita buat adalah pendekatan dari realitas, berdasarkan data/informasi yang kita miliki, dan masih mengandung ketidakpastian PERSYARATAN DARI PENAKSIRAN CADANGAN 1) Suatu taksiran cadangan harus mencerminkan secara tepat kondisi geologis dan karakter/sifat dari mineralisasi. 2) Selain itu iapun harus sesuai dengan tujuan dari evaluasi. Suatu model cadangan bijih yang akan digunakan untuk perancangan tambang harus konsisten dengan metoda penambangan dan teknik perencanaan tambang yang akan diterapkan. 3) Taksiran yang baik harus berdasarkan pada data faktual yang diolah/diperlakukan secara objektif. Keputusan apaka suatu data akan dipakai/tidak dipakai harus diambil dengan tak semena-mena. Tidak boleh ada pembobotan data secara sewenang-wenang, pembobotan yang berbeda harus dengan dasar yang jelas. 4) Metoda penaksiran yang digunakan harus memberikan hasil yang dapat dicek/diperiksa. Tahap pertama setelah penaksiran cadangan diselesaikan adalah memeriksa taksiran kadar dari unit penambangan (blok) dengan data (komposit atau assay bor) yang ada di sekitarnya. Setelah penambangan dimulai, taksiran kadar dari model cadangan I - 21

22 kita harus cek ulang dengan kadar dan tonase hasil penambangan yang sesungguhnya ASPEK LEGAL/HUKUM DARI PENAKSIRAN CADANGAN Nilai suatu perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan berkaitan langsung dengan kuantitas dan kualitas cadangan mineral yang dimilikinya. Untuk perusahaan-perusahaan tambang yang sahamnya dijual-belikan kepada publik melalui pasar modal, badan pemerintah seperti SEC (Securities and Exchange Commission) di Amerika Serikat mementau dan mengawsi cadangan mineral mereka. 1) Dokumen yang berisi pernyataan jumlah cadangan bijih (10k document) harus diisi dan diperbaharui setiap tahun. 2) SEC juga memeriksa pernyataan mengenai jumlah cadangan yang dibuat dalam prospektus penawaran saham perusahaan. Formulir S-18 dari SEC merupakan dokumen yang digunakan dalam pendaftaran sekuritas. Butir 17A dari formulir ini layak diperhatikan, karena menyangkut juga definisi yang dipakai SEC untuk menentukan Proven and Probable Reserves (cadangan terbukti dan terkira sering pula disebut Measured and Indicated Reserves) 1) Cadangan (reserve) : Bagian dari cebakan mineral yang secara ekonomik dan secara hukum dapat ditambang atau diproduksi pada waktu perhitungan cadangan dilakukan. 2) Cadangan terbukti/terukur (proven/measured reserves) : Suatu cadangan yang : kuantitas atau jumlahnya dihitung dari data singkapan, sumur-sumur uji, galian atau lubang-lubang I - 22

23 bor, kualitas atau kadarnya dihitung dari hasil pengambilan percontoh secara detail, dan lokasi pengamatan, pengambilan percontoh dan pengukuran cukup dekat satu sama lain dan sifat-sifat geologinya cukup diketahui sehingga ukuran, bentuk, kedalaman, serta kadar mineral dari cadangan dapat ditentukan dengan pasti. 3) Cadangan terkira (probable/indicated reserves) Cadangan yang kuantitas dan kualitasnya dihitung dari data yang serupa dengan data pada cadangan terbukti, tetapi yang lokasi pengamatan, pengukuran dan pengambilan percontohnya berjarak lebih jauh satu sama lain atau yang jaraknya masih kurang cukup dekat. Tingkat keyakinan cadangan terkira ini, walaupun lebih rendah daripada untuk cadangan terbukti, masih cukup tinggi untuk menganggap adanya kesinambungan (kontinuitas) antara titik-titik pengamatan. 4) Harap diperhatikan bahwa SEC hanya mengakui klasifikasi cadangan Terbukti/Proven dan Terkira/Probable. Klasifikasi yang lebih rendah atau yang kurang pasti, seperti Mungkin/Possible tidak dianggap sebagai cadangan dan tak boleh dimasukkan kedalam prospektus yang ditawarkan. 5) Harap diperhatikan pula bahwa definisi di atas masih agak subyektif, sehingga memberikan fleksibilitas yang cukup kepada para ahli pertambangan/geologi dalam menafsirkannya. 6) Akhirnya, ada beberapa informasi tambahan yang perlu diperhatikan dalam mengisi formulir S-18 dari SEC ini. Dokumen-dokumen lain. I - 23

24 1) Revisi sistem Amerika Serikat yang diusulkan SME (A Guide for Reporting Exploration Information, Resources, and Reserves, Working Party #79, Society of Mining, Metallurgy, and Exploration, Inc., 1991). 2) Kode Australasia (Australasia Code for Reporting of Identified Mineral Resources and Ore Reserves, 1992). 3) Rekomendasi CIM (Recommendations on Reserve Definitions to the Canadian Institute of Mining, Metallurgy and Petroleum, prepared by the Mineral Economics Society of CIM, 1994). 4) Klasifikasi Cadangan/Sumberdaya Mineral oleh USBM/USGS (Principles of a Resource/Reserve Classification for Minerals, US Bureau of Mines and US Geological Survey, Circular 831, 1980) MODEL KOMPUTER 1) Model Blok Teratur (Regular Block Model) a) Cebakan bijih dan daerah sekitarnya dibagi menjadi unitunit yang lebih kecil atau blok-blok, yang memiliki ukuran (panjang, lebar dan tinggi) tertentu. Tinggi blok biasanya disesuaikan dengan tinggi jenjang penambangan. b) Tiap-tiap blok memiliki atribut-atribut seperti jenis batuan, jenis alterasi, jenis mineralisasi, kadar (bisa lebih dari satu mineral), kode topografi, dll. c) Model blok teratur adalah model komputer yang paling umum dipakai hingga saaat ini untuk tambang-tambang logam/bijih berbatuan keras. 2) a) Gridded Seam Model Untuk permodelan batubara dan cebakan-cebakan berlapis lainnya. I - 24

25 b) Cebakan mineral dan daerah sekitarnya dibagi menjadi sel-sel yang teratur, dengan lebar dan panjang tertentu. c) Adapun dimensi vertikalnya tidak dikaitkan dengan tinggi jenjang tertentu, melainkan dengan unit stratigrafi dari cebakan yang bersangkutan; pemodelan dilakukan dalam bentuk puncak, dasar dan ketebalan dari unit stratigrafi (lapisan batubara, dll). Kadar dari berbagai mineral atau variabel dimodelkan untuk setiap lapisan. 3) Model Blok Tak Teratur (Irregular Block Model) a) Beberapa paket perangkat lunak memungkinkan struktur data yang lebih canggih sehingga ukuran blok dalam model tak perlu harus sama. Blok-blok berukuran amat besar dapat digunakan dalam daerah-daerah tepi yang tidak termineralisasi, dimana informasi detail tidak diperlukan. Sebaliknya, blok-blok berukuran kecil dapat diterapkan didaerah mineralisasi bijih yang penting dimana detail amat diperlukan. b) Namun demikian, model semacam ini tidak mudah dipindahkan dari suatu perangkat lunak ke perangkat lunak yang lainnya DATA UTAMA 1) Geologi a) Hasil logging geologi dari data pemboran. b) Percontoh yang representatif dari program pemboran. i. Percontoh bor inti (split/skeletal core) ii. Percontoh bor RC dengan tempatnya (chip trays) c) Peta-peta geologi dari pemetaan permukaan, dll I - 25

26 2) Data Kadar (Assay Data) a) Sertifikat kadar (assay certificates) dari laboratorium b) Data assay biasanya digabung menjadi data komposit untuk tinggi jenjang tertentu untuk keperluan penaksiran kadar blok. Analisa statistik dapat dilakukan untuk assay dan/atau komposit. 3) Data Lokasi a) Data survai koordinat permukaan dari titik bor. b) Data survai bawah tanah dari kemiringan dan deviasi pemboran. 4) Peta-peta topografi 2.6. METODA-METODA PENAKSIRAN 1) Penaksiran Cadangan Secara Manual (Cross-Section) a) Masih kerap dilakukan pada tahap-tahap paling awal dari proyek. b) Hasil penaksiran secara manual ini dapat dipakai sebagai alat pembanding untuk mengecek hasil penaksiran yang lebih canggih menggunakan komputer. c) Hasil penaksiran secara manual ini tak dapat langsung digunakan dalam perencanaan tambang dengan bantuan komputer. 2) Metoda Poligon Ada dua metoda poligon yang berbeda : a) Penaksiran cadangan secara manual dengan metoda poligon daerah pengaruh pada dasarnya tak lagi dilakukan (usang). b) Sebaliknya, metoda poligon menggunakan percontoh terdekat untuk penaksiran kadar blok dalam model I - 26

27 (dimana setiap blok memperoleh kadar dari komposi terdekat) masih umum dilakukan. 3) Metoda Segitiga a) Penaksiran kadar blok dengan cara ini tidak dilakukan/sudah usang. b) Metoda ini penting dalam aplikasi pembuatan kontur dengan komputer 4) Metoda Jarak Terbalik (Inverse Distance Method) a) Suatu cara penaksiran merupakan kombinasi dimana linier kadar atau suatu harga blok rata-rata berbobot (weighted average) dari komposit lubang bor disekitar blok tersebut. Komposit yang dekat memperoleh bobot yang relatif lebih besar, sedangkan komposit yang jauh dari blok bobotnya relatif lebih kecil. b) Pilihan dari pangkat yang digunakan (ID1, ID2, ID3,...) berpengaruh terhadap hasil taksiran. Semakin tinggi pangkat yang digunakan hasilnya akan semakin mendekati metoda poligon komposit terdekat. c) Sifat/kelakuan anisotropik dari cebakan mineral dapat diperhitungkan (space warping ). d) 5) Merupakan metoda yang masih umum dipakai. Metoda Geostatistik dan Kriging a) Metoda inipun menggunakan kombinasi linier atau harga rata-rata berbobot (weighted average) dari komposit lubang bor di sekitar blok untuk menghitung kadar blok yang ditaksir. b) Pembobotan melainkan tidak semata-mata menggunakan berdasarkan korelasi statistik jarak, antar percontoh (data komposit) yang juga merupakan fungsi jarak. Karena itu, cara ini lebih canggih dan kelakuan anisotropik dapat dengan mudah dapat diperhitungkan. I - 27

28 c) Cara ini memungkinkan penafsiran data cebakan mineral atau cadangan bijih secara probabilistik. Selain itu, ia memungkinkan pula interpretasi statistik mengenai halhal seperti bias, estimation variance, dll. d) Berbagai varian/jenis penaksiran yang berdasarkan pada metoda kriging dan geostatistik dapat dilakukan. e) Merupakan metoda yang paling umum dipakai dalam penaksiran kadar blok dalam suatu model cadangan PEMERIKSAAN DARI SUATU MODEL CADANGAN MINERAL 1) Bandingkan peta-peta (penampang atas dan penampang melintang) dari data pemboran (assay/komposit) dengan peta-peta yang sama untuk model blok. Apakah kadar blok mengikuti kecenderungan kadar yang tampak pada data yang digunakan? Apakah kadar dalam model blok selalu lebih tinggi atau lebih rendah jika dibandingkan dengan data? Apakah kadar blok diekstrapolasi terlalu jauh ke daerah yang belum dibor? 2) Lakukan perbandingan secara statistik antara kadar blok dengan Beberapa kadar percontoh teknik seperti (komposit) yang digunakan. statistika dasar (rata-rata, simpangan baku, median, dll) dan perbandingan distribusi kadar/probability plot dapat dicoba. 3) Lakukan perhitungan cadangan secara terpisah, secara manual atau menggunakan komputer. Apakah taksiran ini sensitif terhadap parameter-parameter penaksiran seperti jarak pengaruh dalam mencari percontoh, kadar data yang tinggi atau kadar tertinggi yang diperbolehkan, dsb? I - 28

29 4) Untuk tambang yang sudah berjalan, satu cara yang dapat dikerjakan untuk mengetahui kinerja model cadangan adalah membandingkannya dengan produksi historis. Dua sumber data produksi adalah laporan produksi tambang (dari analisa lubang-lubang tembak) dan laporan pabrik pengolahan. 5) Lakukan pemeriksaan yang rinci terhadap data assay pemboran itu sendiri. Apakah data dari bor RC sesuai dengan data dari bor inti yang berdekatan. Pemeriksaan integritas data dapat pula dilakukan dengan melukakan assay ulang (biasanya di laboratorium yang berbeda) pemeriksaan assay terhadap komposit metalurgi, dll BEBERAPA HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN UNTUK BERBAGAI KOMODITAS 1) Tembaga (terutama untuk sistem porfiri) a) Zona mineralisasi : biasanya ada beberapa daerah dengan karakter yang berbeda misalnya sulfida, zona terlindi (leached), oksida, pengkayaan sekunder atau supergene, dan zona primer atau hypogene. i. Zona sulfida biasanya menghasilkan asam selama proses pelapukan, yang dapat melarutkan logam tembaga dan membawanya ke tempat lain. ii. Zona terlindi dicirikan oleh kadar total copper yang rendah, dan acid soluble copper merupakan bagian besar dari total copper. iii. dicirikan oleh Zona acid teroksidasi soluble biasanya copper yang persentasenya paling tidak 50% dari total copper. Mineraloginya terdiri dari malachit, azurit, dll. Merupakan target yang baik untuk proses pelindian I - 29

30 secara heap leaching tetapi tidak dapat diproses dengan flotasi. iv. b) Tidak Zona sekunder jarang didapati intrusi berkadar rendah disekitar titik pusat dari zona bijih/mineralisasi utama. Material ini sering harus dipisahkan. 2) Emas a) Mineralisasi emas diendapkan oleh cairan/fluida mediumnya menuruti hubungan antara temperatur dan tekanan. Garis yang membatasi zona-zona mineralisasi emas biasanya dapat ditarik. Kadar emas dalam model cadangan harus menghormati batas-batas mineralisasi yang ada. b) Analisa kadar emas seringkali amat sulit. Jika partikelpartikel emas bebas di dalam bijih mulai melampaui ukuran 100 mikron, replikasi atau pengulangan untuk memperoleh hasil yang sama biasanya sukar dicapai. Biasanya perlu dilakukan assay ulang dalam jumlah cukup besar. c) Jenis atau teknik pemboran yang berbeda (bor inti atau bor RC) seringkali memberikan hasil analisa assay yang berbeda. Kontaminasi pada hasil pemboran RC (reverse circulation) harus dicegah, terutama pada kedalaman di bawah muka air tanah. 3) Molibdenum Banyak cebakan moli primer yang memperlihatkan dengan jelas zona-zona kadar moli. Biasanya ini dapat dengan mudah dibuat garis-garis konturnya, baik dari penampang atas maupun dari penampang melintang. Kadar dalam model blok perlu merefleksikan hal ini. 4) Uranium I - 30

31 Penaksirancadangan bijih untuk komoditas ini amat kompleks. Sebaiknya anda panggil ahlinya; terlalu banyak sandungan yang akan menjatuhkan para pemula atau mereka yang belum berpengalaman. PEKERJAAN RUMAH 2 Topik : Pembobotan rata-rata Saudara memiliki dua stockpile bijih tembaga, yang terdiri dari supergene dan hypogene, sebagai berikut : Material Ton Total Peroleha Kadar Superge Bijih Tembaga 410 % n 85 % Konsentrat 22.7 % ne Hypogen % 92 % 26.7 % e 3 1. Berapakah total tonase bijih dan kadar tembaga rata-rata? 2. Berapakah perolehan rata-rata tembaga? 3. Berapakah kadar rata-rata konsentrat? I - 31

32 BAB III KADAR BATAS, NISBAH PENGUPASAN, DAN KADAR EKIVALEN 3.1. PERHITUNGAN KADAR BATAS (CUT-OFF GRADE) 1) Kadar Batas Pulang Pokok (Break Even Cut-Off Grade = BECOG) a) Dalam teori ekonomi, analisis pulang pokok terdiri dari penentuan nilai parameter yang diinginkan (misalnya : berapa jumlah produk yang harus dijual) sedemikian rupa sehinga pendapatan tepat sama dengan ongkos atau biaya yang dikeluarkan (keuntungan = nol) b) Dalam pertambangan, yang ingin kita ketahui adalah berapa kadar bijih yang menghasilkan angka yang sama antara pendapatan yang diperoleh dari penjualan bijih tadi dengan biaya yang dikeluarkan untuk menambang serta memprosesnya. Kadar ini dikenal dengan nama kadar batas pulang pokok atau break even cut-off grade. BECOG = c) Biasanya hanya biaya atau ongkos operasi langsung yang diperhitungkan dalam penentuan cut-off grade. Ongkosongkos kapital dan biaya tak langsung seperti penyusutan (depresiasi) pada umumnya tidak dimasukkan. Untuk keperluan perancangan batas akhir penambangan (pit design) asumsi yang diambil adalah bahwa umur tambang cukup panjang sehingga depresiasi tidak lagi merupakan faktor yang penting. Mengapa? I - 32

33 Karena pada tahap terakhir dari penambangan dimana batas lereng akhir dari tambang telah dicapai, kapital dan peralatan telah terdepresiasi secara penuh. 2) Kadar Batas Internal (Internal Cut-Off Grade = ICOG) a) Jika diasumsikan bahwa satu ton material pasti akan ditambang, berapa kadar minimum yang akan menghasilkan kerugian lebih kecil dari dua alternatif berikut : mengirimkan material hasil penambangan ke pabrik pemrosesan, atau mengirimkan material ini ke tempat pembuangan penambangan walau? (ingat bahwa bagaimanapun tetap ongkos harus dikeluarkan). b) Gunakan persamaan yang sama (seperti untuk BECOG), hanya dalam dimasukkan. hal Jadi ini ongkos untuk penambangan menghitung ICOG, tidak ongkos penambangan = nol. 3) Kadar Batas Proses a) Bila tingkat produksi dari pabrik pemrosesan bijih telah ditentukan, misalnya untuk pabrik flotasi bijih fluida, maka perhitungan cut-off grade harus memasukkan ongkos G&A. b) Sebaliknya, bila tingkat produksinya tidak tertentu seperti pada kasus pelindian bijih oksida di leach pad, argumen bahwa kadar batas dapat dihitung tanpa memasukan ongkos-ongkos G&A adalah argumen yang dapat diterima. Selama jangka waktu satu tahun pasti akan ada bijih yang berkadar lebih tinggi yang dapat menutupi biaya-biaya ini. c) Kadar batas ini kadang-kadang disebut kadar batas pengolahan (process cut-off), yakni kadar terendah yang dapat operasi menutupi biaya penambangan, pengolahan langsung. Dalam jika anda mempunyai pabrik I - 33

34 pengolahan (mill) dan tambang mengalami kekurangan bijih yang akut, maka process cut-off merupakan kadar terendah yang ini biasanya masih dapat dipertimbangkan untuk dapat dikirimkan ke pabrik Namun demikian, tujuan dari perencanaan tambang jangka panjang adalah menghindari keadaan tadi di atas NISBAH PENGUPASAN PULANG POKOK (BREAK EVEN STRIPPING RATIO =BESR) 1) Nisbah pengupasan didefinisikan sebagai nisbah dari jumlah material penutup (waste) terhadap jumlah material bijih (ore). Pada tambang bijih, nisbah ini biasanya dinyatakan dalam ton waste/ton ore. Di tambang batubara sering dipakai m3 waste/ ton batubara. SR = Untuk atau geometri SR = penambangan yang ditetapkan, nisbah pengupasan merupakan fungsi dari kadar batas. 2) Jika kadar bijih diketahui dan jika semua keuntungan bersih dari menambang bijih tersebut dipakai untuk mengupas tanah penutup (waste stripping), berapa jumlah tanah penutup yang dapat dikupas Inilah konsep BESR. BESR = Catatan : Nilai BESR adalah 0 pada titik BECOG (tidak dapat mendukung stripping). I - 34

35 Untuk harga komoditas, perolehan, ukuran pabrik, tingkat produksi dan ongkos tertentu, BESR merupakan fungsi linier dari kadar bijih. BESR merupakan masukan dalam metoda perancangan tambang secara manual PERHITUNGAN KADAR EKIVALEN 1) Bilamana dalam cebakan bijijh kita dapati lebih dari satu meneral (utama dan ikutan), biasanya perlu dipakai konsep dasar ekivalen untuk mengevaluasinya. 2) Pertama kali, kita definisikan dahulu NSR (Net Smelter Return) sebagai nilai kotor dari satu ton bijih setelah dikurangi dengan ongkos-ongkos smelting, refining, dan freight (SRF). 3) Tahap-tahap perhitungan kadar ekivalen (misalnya Cu ekivalen) adalah sebagai berikut. a) Hitung NSR dari 1 ton (atau 1 tonne) tembaga yang berkadar bijih 1 %. b) Hitung NSR dari 1 ton (atau 1 tonne) mineral ikutan, misalnya moly dengan kadar 1% (atau emas dengan kadar 1 oz/ton atau 1 g/tonne, dst). c) Hitung faktor ekivalensi sebagai nisbah (ratio) antara NSR untuk mineral ikutan terhadap NSR untuk mineral utama. d) Jadi kadar Cu Ekivalen = total Cu + Faktor x moly. e) Jika kadar total Cu dan kadar moly (emas, perak, dst) dalam blok diketahui, maka kadar Cu Ekivalen dari blok tersebut dapat dihitung. 4) Kadar ekivalen dapat pula dipahami atau didefinikan sebagai kadar yang menghasilkan gabungan nilai NSR dari semua mineral yang ada. I - 35

36 5) Kadang-kadang lebih mudah bagi kita untuk menggunakan nilai NSR dan bukan kadar ekivalen. T Hitung nilai NSR untuk suatu blok dan gunakan angka ini sebagai sebuah variabel kadar ekonomik untuk perencanaan tambang. T Kadar batas pulang pokok (BECOG) hanyalah mengandung ongkos-ongkos penambangan, pengolahan dan G&A. Perolehan mill dan smelter, ongkos-ongkos SRF dan harga komoditas sudah diperhitung-kan dalam NSR. PERHITUNGAN KADAR BATAS Contoh untuk Cu : Ongkos penambangan (mining cost) per ton material $ 75 Ongkos pengolahan (milling cost) per ton bijih $ 3.25 Ongkos G & A per ton bijih $ 25 per pound product $ 275 Perolehan pabrik (mill recovery) 94 % Smelting, refining, freight Perolehan smelter (smelter recovery) % Harga tembaga per pound $95 Penghasilan = Biaya (titik pulang pokok ; untuk satu ton bijih) Harga x Kadar x Mill Rec x Smlt Rec x 20 = Ongkos (Mine + Mill + G&A) + SRF x Kadar x Mill Rec x SMLT Rec x 20 Harga x Kadar x Mill Rec x Smlt Rec x 20 SRF x Kadar x Mill Rec x Smlt Rec x 20 = Ongkos (Mine + Mill + G&A) I - 36

37 (Harga SRF) x Kadar x Mill Rec x Smlt Rec x 20 = Ongkos (Mine + Mill + G&A) Kadar batas pulang pokok = = = 35 % Cu Catatan : Angka 20 adalah faktor konversi dari % ke pound (dengan satuan pound per persen. Untuk proyek dengan satuan metrik faktor konversinya adalah untuk logam mulia (mis : emas) tidak diperlukan faktor konversi karena satuannya sudah langsung dalam satuan produksi (oz/ton atau gram/ton). Tabel 3.1 Perhitungan Kadar Ekivalen Harga Komoditas Perolehan Pabrik Perolehan Smelter/Konverter Biaya Smelting Konversi per pound 1. Tembaga Moly $ % 96.1 % $ 324 $ % 99 % $ 81 Hitung nilai NSR dari 1 ton bijih dengan kadar 1% Cu ($ 90 - $ 324) (1%) (88) (961) (20 lb/%) = $ Hitung nilai NSR dari 1 ton bijih dengan kadar 1% Moly ($ $ 81) (1%) (70) (99) (20 lb/%) = $ Faktor Ekivalen = NSR Moly / NSR Tembaga $ 335 / $ 9.74 = Tembaga Ekivalen = Kadar Cu x Kadar Moly I - 37

38 Tabel 3.2 Perhitungan NSR dan BESR Cu Eq NSR I - 38 BESR

39 Gambar 3.1. Grafik Hubungan Antara BESR Dan NSR Dengan Kadar Cu Eq PEKERJAAN RUMAH 3 Topik : Perhitungan BECOG, ICOG, dan Faktor Eq I - 39

40 Data Ekonomik Awal untuk Cebakan KS Creek (dalam $US) Mining Cost Per Tonne Total Material Milling Cost Per Tonne Ore General and Administrative (G&A) Per Tonne $ 55 $ 2.10 $ 75 Ore Mill Recovery of Copper Mill Recovery of Gold Smelting, Freight, Refining (SFR) Per Pound 92 % 80 % $ 345 Payable Copper Smelter Payable (Recovery) of Copper Smelter Payable (Recovery) of Gold Copper Price Per Pound Gold Price Per Tr Oz and (Per Gram) Breakeven Cutoff Grade for Copper Internal Cutoff Grade for Copper Copper Equivalent = Total Copper +.?. x % 98 % $ 1.00 $ 375 ($ 12.06)??? Gold BAB IV PERTIMBANGAN DASAR RENCANA PENAMBANGAN 4.1. PERTIMBANGAN EKONOMIS Cut off Grade I - 40

41 Ada 2 pengertian tentang cut off grade, yaitu : a. Kadar endapan bahan galian terendah yang masih memberikan keuntungan apabila ditambang. b. Kadar rata-rata terendah dari endapan bahan galian yang masih memberikan keuntungan apabila endapan tersebut ditambang. Cut off grade inilah yang akan menentukan batas-batas atau besarnya cadangan, serta menentukan perlu tidaknya dilakukan mixing/blending Break Even Stripping Ratio (BESR) Untuk menganalisis kemungkinan sistem penambangan yang akan digunakan, apakah tambang terbuka ataukah tambang bawah tanah, maka dipelajari Break Even Stripping Ratio (BESR), yaitu perbandingan antara biaya penggalian endapan bijih (ore) dengan biaya pengupasan tanah penutup (overburden) atau merupakan perbandingan biaya penambangan bawah tanah dengan penambangan terbuka. BESR ini juga disebut over all stripping ratio. BESR = Misalnya biaya penambangan secara tambang bawah tanah = 2,00/ton ore, biaya penambangan secara tambang terbuka = 0,30/ton ore dan ongkos pengupasan tanah penutup = 0,35/ton waste. Maka untuk memilih salah satu sistem penambangan digunakan rumus BESR (1). BESR(1) = I - 41

42 Ini berarti bahwa hanya bagian endapan yang mempunyai BESR yang lebih rendah dari 4,86 yang dapat ditambang secara tambang terbuka dengan menguntungkan. Jadi 4,86 adalah BESR(1) tertinggi yang masih dibolehkan untuk operasi tambang terbuka dengan kondisi tersebut di atas. Setelah ditentukan bahwa akan digunakan sistem tambang terbuka, maka dalam rangka pengembangan rencana penambangan digunakan BESR (2) dengan rumus sebagai berikut. BESR(2) = BESR(2) ini juga disebut economic stripping ratio yang artinya berapa besar keuntungan yang dapat diperoleh bila endapan bijih itu ditambang secara tambang terbuka. Contoh perhitungan BESR (2) untuk bijih tembaga kadar 0,80%, 0,75% dan 0,60%Cu adalah sebagai berikut. Dari hasil perhitungan seperti terlihat pada Tabel 4.1 bila harga logam Cu = $0,35/lb, ternyata untuk bijih Cu (ore) dengan kadar 0,80% mempunyai BESR 1,5 : 1 dan kadar 0,60% Cu mempunyai BESR 0,6 :1. dengan demikian selanjutnya untuk harga metal $0,30/lb dan $0,35/lb Cu juga dihitung BESR-nya. Setelah masing-masing BESR dihitung untuk setiap kadar Cu dan untuk berbagai harga logam Cu, kemudian dapat dibuat grafik BESR vs kadar Cu (lihat Gambar 4.1). Dari grafik BESR (lihat Gambar 4.1) terlihat bahwa tinggi rendahnya BESR sangat dipengaruhi oleh : - kadar logam dari bijih yang akan ditambang - harga logam di pasaran Jadi pada dasarnya, jika terjadi kenaikan harga logam di pasaran, dapat mengakibatkan perluasan tambang karena cadangan I - 42

43 bertambah, sebaliknya jika harga logam turun maka jumlah cadangan akan berkurang. Tabel 4.1 Contoh Perhitungan Break Even Stripping Ratio (BESR) Kadar bijih, % Cu Smelter recovery, % Recovery Cu/ton ore, lb ONGKOS PRODUKSI Penambangan Miling, Dpr. & Gen. Cost Treatment etc. Ongkos produksi total ONGKOS PENGUPASAN Ongkos pengupasan /ton waste RECOVERY VALUE Harga jual per ton bijih 1. Untuk $ 0,25/lb Cu BESR 2. Untuk $ 0,30/lb Cu BESR 3. Untuk $ 0,35/lb Cu BESR 0,80 81,80 14,10 0,60 85,80 10,30 TON BIJIH $ 0,45 $ 1,25 $ 0,76 $ 2,46 $ $ $ $ $ 0,40 $ 0,40 $ 0,40 $ 3,53 2,5 : 1 $ 4,23 4,2 : 1 $ 4,94 6,0 : 1 $ 3,05 1,5 : 1 $ 4,23 3,0 : 1 $ 4,27 4,5 : 1 $ 2,58 0,6 : 1 $ 3,09 1,8 : 1 $ 3,61 3,2 : 1 $ $ $ $ I - 43 TIAP 0,45 1,25 0,85 2,55 0,70 83,02 12,20 0,45 1,25 0,65 2,35

44 Gambar 4.1. Contoh Grafik BESR 4.2. PERTIMBANGAN TEKNIS Ultimate pit slope Ultimate pit slope adalah batas akhir atau paling luar dari suatu tambang terbuka yang masih diperbolehkan, dan pada kemiringan ini jenjang masih tetap mantap (stabil). Jadi dalam menentukan kemiringan lereng suatu tambang harus ditinjau dari dua segi, yaitu : dari segi ekonomis masih menguntungkan dari segi teknis keamanannya bisa dijamin. Dengan demikian, maka faktor-faktor yang mempengaruhi kemiringan lereng (ultimate pit slope) suatu tambang adalah : BESR yang masih diperbolehkan Struktur geologi yang meliputi joint, bidang-bidang geser, patahan, dll. Ada air, yaitu kandungan air tanah di dalam lapisan-lapisan batuan. Unsur waktu. Hubungan antara ultimate pit slope dengan BESR dapat berubahubah tergantung dari harga metal di pasaran (lihat Gambar 4.2) Sistem penirisan Secara garis besar sistem penirisan tambang (drainage system) dapat dibagi menjadi 2 (dua) golongan yaitu : - sistem penirisan langsung (konvensional) - sistem penirisan tidak langsung (inkonvensional) 1) Sistem Penirisan Langsung I - 44

45 Adalah sistem penirisan dengan cara mengeluarkan (memompa) air yang sudah masuk ke dalam tambang. Gambar 4.2. Hubungan Antara Ultimate Pit Limit Dengan BESR Sistem penirisan langsung dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu : a) Penirisan dengan tunnel atau adit Cara penirisan ini hanya bisa diterapkan untuk tambang yang terletak di daerah pegunungan atau berbentuk bukit. Air yang masuk ke dalam tambang dikeluarkan dengan cara mengalirkan air dari dasar tambang ke luar tambang melalui terowongan (tunnel/adit). b) Penirisan dengan open sump Cara penirisan inilah yang pada umumnya banyak digunakan di tambang-tambang terbuka. Air yang masuk ke dalam tambang dikumpulkan ke suatu sumuran (sump) yang biasanya dibuat di dasar tambang dan dari sumuran tersebut kemudian air dipompa keluar tambang. 2) Sistem penirisan tak langsung I - 45

46 Adalah sistem penirisan dengan cara mencegah masuknya air ke dalam tambang (preventive drainage system) artinya dengan cara membuat beberapa lubang bor dibagian luar daerah penambangan atau di jenjang kemudian dari lubang-lubang bor tersebut air dipompa ke luar tambang. Ada beberapa macam cara penirisan tak langsung, yaitu : siemens methods small pipe with vacuum pump deep well pump method electro osmosis methods Ukuran Jenjang (bench dimension) Cara-cara pembongkaran akan mempengaruhi ukuran jenjang. Ada beberapa pendapat tentang ukuran jenjang itu, antara lain : 1) Menurut Head Quarter of US Army (pits and quarry tehnical bulletin) No : (5-352) W minimum = Y + Wt + Ls + G + Wb keterangan : W minimum : lebar jenjang minimum, m Y : lebar yang disediakan untuk pengeboran, m Wt : lebar yang disediakan untuk alat-alat, m Ls : panjang power shovel tanpa panjang boom, m G : floor cutting radius dari power shovel, m Wb : lebar untuk broken material, m 2) Menurut Lewis (elements mining) Tinggi jenjang adalah sebagai berikut. a. Untuk cara hydraulicking yang baik adalah 200 ft dan maksimum 600 ft. I - 46

47 b. Untuk dredging kedalaman ideal antara 50 ft-80 ft, tetapi ada yang sampai 130 m. c. Untuk open cut antara 12 ft 75 ft; yang baik adalah 30 ft. Sedangkan untuk tambang bijih dapat sampai 225 ft. Lebar jenjang disesuaikan dengan loading track, daerah operasi power shovel serta untuk peledakan, lebarnya antara 20 ft 76 ft, umumnya 50 ft dan yang ideal 30 ft. 3) Menurut L. Sheyyakov (mining of mineral deposits) Lebar jenjang tergantung pada metoda penggalian dan kekerasan mateial yang ditambang. a. Untuk material lunak B = (1,00 sampai 1,50) Ro + L + L1 + L2 keterangan : B = lebar jenjang, m Ro = digging radius dari alat muat, m L = jarak antara sisi jenjang (bench) dengan rel, 3-4 m L1 = lebar lori, 1,75 3,00 m L2 = jarak untuk menjaga agar tidak longsor, m b. Untuk material keras B = N + L + L1 + L2 keterangan : B = lebar jenjang, m N = lebar yang dibutuhkan untuk broken material, m Disini tidak disediakan lebar untuk alat-muat/gali karena dianggap alat muat bekerja disamping broken material. 4) Menurut Melinkov dan Chevnokoy (safety in open cast mining) a. Untuk lapisan yang lunak (soft strata) B = 2R + C + C1 + L I - 47

48 keterangan : B =lebar jenjang, m R =digging radius dari alat muat, m C =jarak sisi jenjang broken material ke garis tengah rel, m L=lebar yang disediakan untuk pengaman (safety), biasanya selebar dump truck, m b. Untuk lapisan yang keras (hard strata) B = a + C + C1 + L + A keterangan : B = lebar jenjang, m a = lebar untuk broken material, m A = lebar pemotongan pertama (awal), m 5) Menurut Popov (the working of mineral deposit) a. Tinggi jenjang dan kemiringannya (i) Kemiringan jenjang tergantung dari kandungan air pada material. Material yang relatif kering biasanya memungkinkan kemiringan jenjang yang lebih besar. (ii) Umumnya tinggi jenjang berkisar antara m, dengan kemiringan : untuk batuan beku : 70o - 80o untuk batuan sedimen : 50o - 60o untuk pasir kering : 40o - 50o untuk batuan yang argilaceous : 35o - 45o b. Lebar jenjang Lebar jenjang antara m, biasanya juga dibuat antara m. Jika memakai multi row bore hole. Lebar minimum untuk batuan keras : Vr = A + C + C1 + L + B keterangan : I - 48

49 Vr = lebar jenjang minimum, m A = lebar broken material, m C = jarak sisi timbunan ke sisi tengah rel, m C1= 0,50 lebar lori = 2 3 m B = lebar endapan yang diledakkan = 6 12 m L = lebar yang extraction disediakan untuk menjamin dari endapan pada jenjang di bawahnya. 6) Menurut Young (elements of mining) a. Tinggi jenjang Untuk tambang bijih besi antara ft Untuk tambang bijih tembaga ft Untuk limestone dapat sampai 200 ft b. Lebar jenjang Antara ft c. Kemiringan jenjang Antara 45o 65o 7) Menururt E. P. Pfleider (surface mining) Tinggi jenjang : L = Lm x Sf keterangan : L = tinggi jenjang, m Lm = maximum cutting height dan alat muat Sf = swell factor = 1/3 untuk cara corner cut dan = 0,50 untuk cara box cut 8) Menurut Hustrulid (open pit mine planning and design) Pada tambang terbuka, masing-masing jenjang memiliki permukaan bagian atas dan bagian bawah yang dipisahkan oleh jarak H yang disebut dengan tinggi jenjang. Kemudian permukaan sub-vertikal yang tersingkap dan disebut dengan I - 49

50 muka jenjang. Semuanya itu digambarkan dengan kaki lereng (toe), puncak (crest) dan sudut muka jenjang (face angle). Sudut muka jenjang ini dapat bervariasi tergantung dari karakteristik batuan, orientasi jenjang dan peledakan. Pada batuan keras sudut ini bervariasi antara Bagianbagian jenjang tersebut dapat digambarkan pada Gambar 4.3. Gambar 4.3. Bagian-Bagian Jenjang Menurut Hustrulid Permukaan jenjang yang tersingkap paling bawah disebut jenjang dasar (bench floor). Lebar jenjang ini adalah jarak antara crest dan toe yang diukur sepanjang permukaan jenjang bagian atas. Lebar bank adalah proyeksi horisontal dari muka jenjang. Terdapat beberapa tipe jenjang. Jenjang kerja adalah suatu jenjang dimana dilakukan proses penambangan. lebar yang digali dari jenjang kerja ini disebut cut. Lebar jenjang kerja (WB) didefinisikan sebagai jarak dari crest I - 50

51 pada jenjang dasar keposisi toe yang baru setelah cut digali (lihat Gambar 4.4). Setelah cut dipindahkan maka akan terlihat sisanya adalah sebagai jenjang pengaman atau jenjang penangkap (catch bench) dengan lebar SB. Tujuan pembuatan jenjang penangkap ini adalah : a. Untuk mengumpulkan material yang meluncur dari jenjang yang ada di atasnya b. Untuk memberhentikan pergerakan boulder yang bergerak ke bawah Kedua fungsi tersebut dapat digambarkan pada Gambar 4.5. Gambar 4.4. Penampang Jenjang Kerja I - 51

52 Gambar 4.5. Fungsi Jenjang Penangkap Secara umum lebar dari jenjang penangkap adalah 2/3 dari tinggi jenjang sedangkan pada akhir umur tambang lebar jenjang penangkap kadang-kadang dikurangi sampai kira-kira 1/3 dari tinggi jenjang. Kadang-kadang jenjang ganda (double benches) ditinggalkan sepanjang final pit seperti pada Gambar 4.6. Gambar 4.6. Jenjang Ganda Pada Final Pit Limit I - 52

53 Sebagai tambahan pada jenjang penangkap, tumpukan material bongkahan (berm) biasanya sering terdapat di sepanjang crest. Dengan terdapatnya tumpukan tersebut maka akan terbentuk suatu saluran antara tumpukan dan kaki lereng (toe) untuk menangkap batuan yang jatuh (falling rock). Menurut Call (1986) bahwa geometri jenjang penangkap direkomendasikan untuk didesain seperti pada Gambar 4.7 dan Tabel 4.2. Gambar 4.7. Geometri Jenjang Penangkap (Call, 1986) Tabel 4.2. Dimensi Jenjang Penangkap (Call, 1986) Bench height (m) Impact zone (m) Berm height (m) Berm width (m) Minimum berm width (m) Berikut ini adalah suatu lereng yang terdiri dari 5 jenjang (Gambar 4.8) dimana sudut lerengnya dibuat dari garis yang menghubungkan kaki lereng yang paling rendah sampai ke puncak lereng yang paling tinggi sehingga kemiringan lereng keseluruhannya (overall pit slope) dapat dihitung sebagai berikut. I - 53

54 (overall) = tan-1 = 54O Gambar 4.8. Sudut Lereng Keseluruhan Jika pada Gambar 4.9 terlihat bahwa pada jenjang ketiga terdapat jalan masuk yang berbelok (acces ramp) dengan lebar 100 ft maka kemiringan lerengnya menjadi : (overall) = tan-1 = 39.2O Apabila pada lereng tersebut terdapat jenjang kerja dengan lebar 125 ft pada jenjang 2 seperti pada Gambar 4.10 maka sudut lereng keseluruhan menjadi : I - 54

55 (overall) = tan-1 = 36.98O Gambar 4.9. Sudut Lereng Keseluruhan Dengan Adanya Ramp Jika ramp tersebut dibagi menjadi 2 bagian seperti pada Gambar 4.10 yang masing-masing ramp tersebut dapat digambarkan dengan sudut lereng. Sudut ini disebut sudut antar ramp (interramp angle). Dalam hal ini berlaku : IR1 = IR2 = tan-1 = 54O I - 55

56 Gambar 4.1 Sudut Lereng Antar Ramp (Interramp) I - 56

57 Gambar Sudut Lereng Keseluruhan Dengan Adanya Jenjang Kerja I - 57

58 BAB V PERANCANGAN BATAS AKHIR PENAMBANGAN (PIT LIMIT DESIGN) 5.1. KONSEP DASAR 1) Data yang ada : Model blok cebakan bijih Data tekno-ekonomik (termasuk sudut lereng) Pertanyaannya : Bagaimana menentukan batas akhir penambangan (bentuk/geometri dari final pit)? 2) Kadar Batas Pulang Pokok (Break Even Cut-off Grade) dan Nisbah Pengupasan Pulang Pokok (Break Even Stripping Ratio) : berdasarkan data ekonomik dan perolehan (recovery) kita dapat menghitung BECOG dan membuat suatu tabel yang menunjukkan BESR untuk berbagai kadar batas. 3) Beberapa algoritma perancangan (penentuan pit limit) a. Metoda penampang (Manual Cross Section / 2-D) b. Pemrograman dinamik 2 Dimensi (2-D Dynamic Programming atau Metoda Lerchs-Grossmann) c. Metoda Kerusut mengambang (Floating cone) 3-D d. Metoda tiga dimensi lainnya : Teori grafik (Graph theory) 3-D Dynamic programming Aliran Jaringan (Network Flow) I - 58

59 5.2. PERANCANGAN TAMBANG : DEFINISI DAN DASAR PEMIKIRAN 1) Istilah perancangan tambang biasanya dimaksudkan sebagai bagian dari proses perencanaan tambang yang berkaitan dengan masalah-masalah geometrik. Di dalamnya termasuk perancangan batas akhir penambangan, tahapan (pushback), urutan penambangan tahunan/ bulanan, penjadwalan produksi dan waste dump. 2) Aspek perencanaan tambang yang tidak berkaitan dengan masalah geometrik meliputi kebutuhan alat dan tenaga kerja, perkiraan biaya kapital dan biaya operasi. 3) Penentuan Batas Penambangan (final pit limit) a. Tujuan menentukan yang batas-batas ingin dicapai penambangan pada adalah suatu cebakan bijih (yakni jumlah cadangan dan kadarnya) yang akan memaksimalkan nilai bersih total dari cebakan bijih tersebut sebelum memasukkan faktor nilai waktu dari uang. i. Tidak diperhitungkannya nilai waktu dari uang akan menghasilkan bentuk pit yang paling besar untuk suatu set parameter ekonomik tertentu. ii. Dengan menambahkan faktor bunga (interest), besar pit akan berkurang. b. Mengapa faktor nilai waktu dari uang tidak dimasukkan? Beberapa alasan : i. Untuk proyek dengan jangka waktu panjang (misal : lebih dari 15 tahun), tahap-tahap penambangan terakhir akan memiliki dampak yang minimal terhadap tingkat pengembalian modal atau rate of return. I - 59

60 ii. Selain itu, untuk proyek yang berjangka waktu panjang seperti ini, cukup masuk akal bahwa faktor teknologi yang semakin canggih akan mengimbangi faktor nilai waktu dari uang. c. Walaupun butir (a) di atas merupakan tujuan yang paling umum, ada beberapa kasus terutama pada cebakan bijih dengan nisbah pengupasan yang tinggi dimana nilai waktu dari uang perlu dipertimbangkan pada tahap awal dari evaluasi. 4) Berapa banyak energi yang harus dicurahkan untuk menentukan batas penambangan? a. yang berjangka Pada fase kelayakan suatu proyek panjang, tahap-tahap penambangan terakhir akan memiliki dampak yang minimal terhadap rate of return. Karena itu, mencurahkan terlalu banyak waktu untuk perancangan batas penambangan barangkali kurang memiliki alasan yang kuat. i. Usaha yang tidak begitu memakan waktu dapat meliputi penggunaan program floating cone atau 3-D Lerchs-Grossmann untuk menentukan pit limit, dan melakukan pengecekan awal apakah hasilnya masuk akal. ii. Studi sensitivitas dengan melakukan perubahan-perubahan kecil pada parameter pokok seperti sudut lereng, harga komodits, ongkos-ongkos, dan lain-lain. Akan membantu dalam pemilihan skenario untuk dasar perancangan. b. Untuk proyek penambangan dengan jangka waktu yang relatif singkat, misalnya kurang dari 15 tahun, diperlukan energi dan waktu lebih banyak untuk I - 60

61 menentukan batas penambangan, terutama bila lereng akhir (final pit walls) akan dibuat pada tahap-tahap awal. Usaha yang lebih serius dapat meliputi perancangan dua geometri pit yang berbeda, lengkap dengan jalan angkutnya dan dengan lereng akhir pada berbagai posisi yang berlainan, kemudian dipilih alternatif mana yang terbaik. c. Pada tahap-tahap belakangan, khususnya ketika lereng akhir dengan nisbah pengupasan yang relatif besar akan dibuat, energi yang besar perlu dicurahkan untuk perancangan pit limit ini. Studi kelayakan yang memakan waktu beberapa bulan dapat dilakukan. Beberapa alternatif rancangan dapat dibuat untuk melihat detail dari penjadwalan produksi, kebutuhan alat serta ongkos-ongkos Metoda Penampang 2 Dimensi 1) Penentuan batas penambangan secara manual membutuhkan pertimbangan-pertimbangan yang sifatnya subyektif. Dua orang yang berbeda mungkin akan memperoleh batas-batas penambangan (pit limit) yang tidak persisi sama. 2) Deskripsi metoda penampang (2-D manual cross-sectional method) a. Mulai dengan model blok (skala horisontal = skala vertikal). Tentukan sudut lereng keseluruhan. Hitung BECOG dan buat tabel yang menunjukkan BESR untuk berbagai kadar batas. b. Untuk setiap penampang tentukan batas penambangan (trial pit limit) pada sudut lereng tersebut. Tentukan posisi lereng akhir dimana BESR kumulatif dari I - 61

62 blok-blok bijih akan dapat membayar pengupasan tanah penutupnya. c. Pindahkan trial pit limit dari penampang vertikal (cross section) ke horisontal (level/plan map). Dalam memindahkan rancangan pit, hanya titik-titik pada level dimana terjadi perubahan rancangan yang berarti perlu dipindahkan. Level atau jenjang yang penting meliputi bagian atas dan bawah dan lereng yang panjang, dan jenjang dimana sudut lereng berubah. Tidak semua titik pada setiap jenjang perlu dipindahkan. d. Buat penampang kontur horisontal. batas penambangan Rancangan batas pada akhir penambangan harus cukup halus. Menghubungkan setiap titik secara kaku pada level map tidak akan memberikan hasil yang diinginkan. Beberapa titik pada level map ini mungkin harus diabaikan. e. Untuk penampang-penampang (sections) di dekat ujung cebakan bijih, sudut lereng dapat dibuat sedikit lebih landai. f. terdapat Kuantitas di dalam dan batas kadar cadangan penambangan yang dapat ditabulasikan dari jumlah, berat dan kadar blok di tiaptiap jenjang. 3) Asumsi Implisit metoda penampang 2-D a. Walau bagaimanapun, penambangan di bagian tengah dari cadangan pasti akan terjadi. Kita hanya perlu menetapkan batas penambangan yang paling luar saja. b. Cebakan bijih memiliki bentuk cukup memanjang ke arah yang tegak lurus dari penampang-penampang vertikal yang digunakan. I - 62

63 4) Pedoman pokok dalam menentukan batas penambangan a. Setiap blok bijih yang akan ditambang harus dapat membayar atau mendukung pengupasan (stripping) dirinya sendiri. b. Jika sebuah blok bijih dapat ditambang karena kontribusi dari blok-blok bijih lain yang terletak diatasnya (dan pada jalur penambangan blok ini), maka blok bijih ini harus ditambang. Kontribusi dijumlahkan, jadi dari rata-rata tiap-tiap untuk blok dapat beberapa blok diperbolehkan. c. Jika dua blok bijih yang terpisah satu sama lain dapat ditambang karena kontribusi simultan dari pengupasan waste yang sama, maka kedua blok ini harus ditambang. d. Tidak ada blok waste yang boleh ditambang kecuali bila ia terletak pada jalur penambangan dari suatu blok bijih yang terletak di bawahnya Pemrograman Dinamik 2-D (Metoda Lerchs- Grossman) 1) Pemrograman Linier vs. Pemrograman Dinamik a. Pemrograman linier (linier programing) dirancang untuk proses suatu tahap. Biasanya di dalamnya tidak terlibat elemen waktu atau urut-urutan berdasarkan waktu (one shot decision). T (D,S) S Masukan keluaran S S Return R1 Solusi optimal (yaitu nilai-nilai keputusan) dengan mengikuti algoritma simplex. Tujuan : mengoptimalkan R1. I - 63 diperoleh

64 b. Pemrograman dinamik (dynamic programming) ditujukan untuk proses beberapa tahap (multi-stage process). Biasanya keputusan-keputusan melibatkan yang elemen waktu berurutan dari (sequential decisions). Critical Path Method atau CPM adalah suatu contoh baik. Proses multi tahap merupakan uatu masalah dimana keputusan yang berurutan harus diambil, dansetiap keputusan akan mempengaruhi ruang lingkup pengambilan keputusan berikutnya. Tujuan : secara tepat mengoptimalkan R = n RI dengan memilih i=1 nilai-nilai variabel keputusan. Solusi optimal diperoleh dengan mengikuti prinsip Optimalitas Dinamik dari Bellman yang intinya: apapun yang telah kita lakukan dimasa yang lalu, keputusan-keputusan mendatang harus optimal relatif terhadap situasi saat ini. Solusi optimal ini merupakan suatu kumpulan-kumpulan keputusan yang berurutan, misalnya sebuah kebijakan (policy) 2) Pemrograman Dinamik 2- Dimensi (Metoda Lerchs-Grossman) Memiliki motivasi bahwa pada dasarnya penentuan batas penambangan yang optimum menggunakan penampang (2D cross section) mudah dilakukan. 3) Asumsi-asumsi dasar a. Nilai ekonomik tiap blok diketahui/dapat dihitung. I - 64

65 b. Sudut lereng keseluruhan diberikan sebagai masukan. c. (nilai Tujuan : memaksimalkan keuntungan total material yang ditambang dikurangi ongkos penambangan) 4) Algoritma a. Sudut lereng i. Jika ukuran blok dalam model sudah pasti, tentukan jumlah blok ke atas dan ke bawah untuk setiap blok (pada penampang) yang paling mendekati kendala sudut lereng. ii. Jika ukuran blok masih dapat diatur, pilihlah sedemikian rupa sehingga geometri ukuran blok sesuai dengan sudut lereng. b. Hitung nilai ekonomik dari tiap blok, yaitu pendapatan dari nilai jual dikurangi ongkos penambangan blok tersebut, ongkos pengolahan dan ongkos G&A (general & administrative costs = overhead). Nilai ekonomik ini kita sebut sebagai nilai pertama dari blok atau mij. Pada penampang 2-dimensi, blok (i,j) terletak pada baris i dan kolom j. c. Hitung jumlah nilai ekonomik dari blok-blok yang berada di satu kolom dengan blok (i,j). Ini kita definisikan sebagai nilai kedua dari blok atau Mij. i Mij = mkj k=1 d. Pada penampang kita tambahkan baris 0, lalu hitung nilai ketiga dari blok atau Pij sebagai berikut. Poj = 0 Kemudian, untuk tiap kolom mulai dari kolom 1 : Pij = Mij + max (Pi+k,j-1) I - 65 untuk k = -1,0,1

66 e. Beri tanda panah untuk menandai maksimum dari blok (i,j) ke blok (i+k,j-1) tanda panah ini harus mengarah dari kanan ke kiri. i. Untuk kolom pertama (j = 1), buatlah Pij = Mij ii. Pij mewakili nilai paling besar yang dapat diperoleh dari penambangan blok (i,j) dan semua blok di atasnya, serta blok-blok di sebelah kirinya f. Pilih jalur optimal (yang akan menandai kontur permukaan tambang atau batas penambangan) dengan mencari kolom j yang memiliki nilai P ij positif dan terbesar di permukaan (di baris 1). i. Kontur batas penambangan akan diperoleh dengan mengikuti arah anak panah dari kanan ke kiri, mulai dari blok ini. ii. Jika nilai Pij di permukaan (baris 1) semua negatif, berarti tidak ada blok yang ekonomik untuk ditambang pada penampang yang bersangkutan. Langkah-langkah tersebut di atas dapat direpresentasikan sebagai berikut. Gambar 5.1. Geometri Badan Bijih Untuk Contoh Lerchs-Grossman 2-D (Hustrulid & Kutcha,1995) I - 66

67 Gambar 5.2. Nilai Ekonomik Mula-Mula dari Setiap Model Blok (Hustrulid & Kutcha,1995) Gambar 5.3. Nilai Ekonomik Akhir dari Setiap Model Blok (Hustrulid & Kutcha,1995) Gambar 5.4. Perhitungan dari Penjumlahan Kumulatif Untuk Kolom 6 (Hustrulid & Kutcha,1995) I - 67

68 Gambar 5.5. Kumulatif Penjumlahan Yang Lengkap (Hustrulid & Kutcha,1995) Gambar 5.6. Prosedur Penentuan Arah Nilai Kumulatif Maksimum dan Minimum (Hustrulid & Kutcha,1995) I - 68

69 Gambar 5.7. Pergerakan Proses penjumlahan Pada Kolom 7 (Hustrulid & Kutcha,1995) Gambar 5.8. Penentuan Pit dan Nilai Total Dengan Anak Panah (Hustrulid & Kutcha,1995) I - 69

70 Gambar 5.9. Nilai Blok Individu Untuk Dua Bagian Pit (Hustrulid & Kutcha,1995) Gambar 5.1 Proses Penjumlahan Pada Seluruh Bagian (Hustrulid & Kutcha,1995) Gambar Penentuan Pit Yang Optimum (Hustrulid & Kutcha,1995) Gambar Perpaduan Batas akhir Pit Yang Optimum Pada Blok Model (Hustrulid & Kutcha,1995) I - 70

71 Metoda Kerucut Mengambang (Floating Cone 3Dimensi) 1) Tujuan a. Menentukan batas akhir satu tambang terbuka (ultimate pit limit) dengan menggunakan analisis ekonomik pulang pokok (break even economic analysis). b) Sasaran yang ingin dicapai dalam penentuan batas akhir penambangan mengharuskan batas akhir tersebut dihitung menggunakan dasar ekonomik pulang pokok. c) Keuntungan dari menambang tahapan bijih terakhir harus tepat membayar biaya pengupasan lapisan penutupnya. 2) Masukan Data Yang diperlukan a) Model Blok Cadangan Bijih i. Model komputer yang membagi cebakan bijih menjadi blok-blok yang seragam ii. Tiap blok memiliki informasi tentang tofografi, geologi dan taksiran kadar mineral iii. Informasi yang disimpan dalam tiap blok cukup untuk menghitung nilai ekonomiknya dari data ekonomi yang ada b) Data Ekonomik i. Harga komoditas (Cu, Au, Ag, Mo,... dll) ii. Semua ongkos-ongkos yang berkaitan dengan penambangan dan pengolahan bijih : Ongkos penambangan per ton bijih Ongkos penambangan/pengupasan per ton lapisan penutup Ongkos pengolahan (penggerusan, milling/leaching) per ton bijih Perolehan (recovery) dari proses pengolahan I - 71

72 Ongkos peleburan, pemurnian dan pengangkutan (SRF) per unit produk akhir komoditas Perolehan (recovery) dari peleburan dan pemurnian Ongkos umum dan administrasi (G&A) per ton bijih Ongkos royalti c) Data Sudut Lereng i. Satu sudut lereng yang sama untuk pit, atau ii. Sudut lereng yang bervariasi dengan zona-zona di pit d) Lebar Pit Bottom Minimum cukup untuk ruang kerja peralatan 3) Algoritma floating cone bekerja dalam dua tahap : a) Pada tahap pertama, taksiran kadar blok dan parameter ekonomik (harga komoditas, ongkos penambangan dan pengolahan, perolehan dan royalti) digunakan untuk membuat suatu model blok ekonomik. Setiap blok memiliki nilai moneter, blok bijih nilainya positif dan blok lapisan penutup (waste) negatif. Nilai uang ini mewakili keuntungan bersih dari penambangan blok yang bersangkutan. b) Pada tahap kedua analisis kerucut mengambang dilakukan terhadap blok-blok dalam model, dari atas ke bawah. Dasar (bagian lancip) dari suatu kerucut terbalik diletakkan di pusat setiap blok bijih (blok yang nilainya positif) i. Suatu analisis ekonomik kemudian dilakukan dengan menjumlahkan nilai uang dari seluruh blok di dalam kerucut terbalik ini. Jika hasilnya positif, semua blok ini harus ditambang/dikeluarkan dari model dan tidak lagi diperhitungkan dalam analisis berikutnya. ii. Kerucut ini digerakkan secara sistematis dalam model blok hingga semua material yang ekonomis habis ditambang. Kerucut dimulai dari atas dan bergerak ke I - 72

73 bawah, kemudian mulai lagi dari atas model blok untuk mengambil blok-blok yang mungkin sekarang menjadi ekonomis karena pengupasan material waste oleh blok-blok bijih di bawahnya. Ini akan berlangsung hingga tak ada lagi material yang dapat ditambang. iii. Dinding lereng dari kerucut ini memililki sudut yang sama dengan sudut lereng tambang yang ditentukan. iv. Jari-jari penambangan minimum atau lebar minimum pada pit bottom merupakan salah satu masukan. Biasanya jari-jari ini dibuat berukuran 1,5 kali ukuran blok, sehingga lebar minimum di pit bottom adalah 9 blok (cukup untuk beroperasinya peralatan). v. Analisis kerucut mengambang ini menggunakan pendekatan blok utuh terdekat. Jadi, jika pusat blok berada di dalam kerucut maka seluruh blok itu dianggap berada dalam kerucut. vi. Sembarang bentuk pit dapat didekati dengan membuat kerucut-kerucut overlapping satu sama lain. Overlap dimungkinkan karena blok-blok yang ditambang pada kerucut sebelumnya berubah statusnya menjadi blok udara, sehingga tidak lagi diperhitungkan berikutnya. Jika dalam semua analisis kerucut ekonomik terbalik kerucut ini kita gabungkan, sebuah geometri pit akan terbentuk. Selubung paling luardari bentu pit ini berada pada posisi pulang pokok relatif terhadap data masukan (input) yang kita berikan. 4) Aspek lain : Penerapan metoda kerucut mengambang untuk perancangan penahapan penambangan (pushback) a) Jika harga komomditas diturunkan, BECOG akan naik dan BESR akan turun. Geometri kerucut mengambang yang I - 73

74 diperoleh akan menjadi lebih kecil dan cadangan tertambangnya lebih kecil pula. b) Jika harga komoditas terus diturunka, akan diperoleh suatu serial geometri pit (bentuk/geometri open pit dari besar ke kecil). Proses penambangannya akan mentargetkan dulu blok-blok dengan potensi keuntungan paling besar (untuk harga komoditas paling rendah). Blokblok yang merupakan target berikutnya secara bertahap akan ditambang hingga batas akhir dari pit tercapai (pada harga komoditas yang diproyeksikan) c) Serial geometri ini menjadi indikator atau pedoman urutan pengambilan bijih. Hal ini amat berguna dalam merancang tahap-tahap penambangan (phase/pushback design). Berikut ini adalah cara mengoptimasi pit limit dengan cara floating cone 3D dengan data nilai ekonomik dari setiap blok model yang sama dengan pada Lerch-Grossman 2D. Gambar Nilai Ekonomik Model Blok Untuk Floating Cone (Hustrulid & Kutcha,1995) I - 74

75 Gambar Keadaan Setelah Membuat Floating Cone 2 Baris (Hustrulid & Kutcha,1995) Gambar Keadaan Setelah Membuat Floating Cone 3 Baris (Hustrulid & Kutcha,1995) I - 75

76 Gambar Keadaan Setelah Membuat Floating Cone 4 Baris (Hustrulid & Kutcha,1995) Gambar Keadaan Setelah Membuat Floating Cone 5 Baris (Hustrulid & Kutcha,1995) Gambar Keadaan Setelah Membuat Floating Cone 6 Baris (Hustrulid & Kutcha,1995) Pada Gambar 5.18 terlihat bahwa hasil penentuan pit yang optimum dengan cara floating cone memberikan hasil yang sama dengan cara Lerchs-Grossman. Contoh Soal : I - 76

77 Dengan menggunakan pendekatan kerucut mengambang (floating cone) yang benar, hitunglah keuntungan bersih yang akan diperoleh dari penampang tambang terbuka di bawah ini. Tunjukan pula blok-blok yang akan ditambang/tidak akan ditambang. Permukaan 45o sudut lereng nilai blok 1 = Rp. 80 juta nilai blok 2 = Rp. 100 juta nilai blok 3 = Rp. 20 juta Ongkos Penggalian/penambangan = Rp. 10 juta/blok Catatan : Nilai blok adalah gross income dikurangi biaya pengolahan dan biaya tak langsung, tetapi penambangan. Jawaban : Blok yang ditambang Blok yang tidak ditambang I - 77 tidak termasuk biaya

78 Net profit penggalian/penambangan = nilai blok 1 + nilai blok 2 - ongkos = 80 juta juta - (12 x 10 juta) = 180 juta 120 juta = 60 juta PEKERJAAN RUMAH 4 Topik : Penentuan Ultimate Pit Limit dengan Metode Manual Buatlah Resume mengenai Metode Penampang 2 Dimensi Secara Manual. PEKERJAAN RUMAH 5 Topik : Penentuan Ultimate Pit Limit dengan Metode Lerchs-Grossman I - 78

79 Suatu penampang blok model dengan Net Value untuk tiap-tiap blok sebagai berikut Tulis prosedur dasar untuk penggunaan metode Dynamic Programming (Lerchs-Grossman) bagi penentuan Ultimate Pit Limit! 2. Berikan komentar atas hasil yang diperoleh! PEKERJAAN RUMAH 6 Topik : Evaluasi Ekonomi Pit dengan metode Kerucut Mengambang (Floating Cone) Wakil Direktur operasi suatu perusahaan pertambangan emas skala kecil meminta Saudara untuk memeriksa kembali pit yang dihasilkan oleh I - 79

80 stafnya dengan mennggunakan metode floating cone. Data-data ekonomi yang digunakan untuk floating cone adalah sebagai berikut : Biaya penambangan per total ton Biaya pengolahan per ton bijih Biaya Umum dan Administrasi per ton bijih Perolehan emas Harga emas per troy ounce Kemiringan lereng $ 591 $ 1.80 $ % $ Saudara melakukan perhitungan menggunakan metode floating cone dengan parameter yang sama dan mendapatkan geometri pit yang lebih kecil. Gambar 1 menunjukkan pit klien anda dan gambar 2 menunjukkan hasil perhitungan anda. Dengan perbandingan sebagai berikut: Perbandingan Hasil Floating Cone. Pit klien Pit anda Dengan Cutoff Grade 007 oz/ton Kton bijih Emas (oz/ton) Total Kton Saudara sangat yakin bahwa hasil perhitungan saudara betul, tetapi perlu didemonstrasikan secara analitis pada kasus ini. Anda memutuskan untuk melakukan suatu analisis ekonomi pada material pada pit dan pada selisih perbedaannya. 1. Lakukan analisis ekonomi pada material pit dan increment dengan melengkapi tabel terlampir. Kadar selisih adalah 0144 oz/ton. Darimana kadar selisih tersebut berasal? 2. Apakah pit klien anda memiliki geometri yang layak pada harga emas $ 400? Jika ya mengapa? Dan jika tidak mengapa? Pit klien Kton bijih Kadar emas (oz/ton) Emas yang dikandung (koz) Perolehan pengolahan Emas yang diperoleh (koz) Kton total yang ditambang Harga emas ($ per troy oz) Pendapatan kotor ($x1000) Biaya penambangan per total I - 80 Pit anda Selisih

81 ton Biaya pengolahan per ton bijih Biaya umum & administrasi per ton bijih Biaya penambangan total ($x1000) Biaya pengolahan total ($x1000) Biaya umum & administrasi total ($x1000) Biaya total ($x1000) Keuntungan bersih ($x1000) Biaya total per oz yang diperoleh ($) I - 81

82 Gambar 1. Pit Klien I - 82

83 Gambar 2. Pit Anda BAB VI I - 83

84 PENJADWALAN PRODUKSI 6.1. PENDAHULUAN 1) Suatu penjadwalan produksi tambang menyatakan, dalam periode waktu pemindahan (misalnya material tahun), total yang ton bijih, akan kadar dan dihasilkan oleh tambang tersebut. 2) Sasarannya mencapai adalah menghasilkan beberapa suatu sasaran/kriteria jadwal ekonomik untuk seperti memaksimumkan Net Present Value (NPV) atau Rate Of Return (ROR). Kriteria lain di antaranya dapat menghasilkan suatu kuantitas material semurah mungkin, dll. 3) Fokus kita adalah perencanaan jangka panjang. Kita akan menghasilkan suatu jadwal produksi dan kemudian menentukan kebutuhan peralatan untuk mengoperasikan jadwal tersebut. Pada penjadwalan jangka pendek fokusnya mungkin berbeda; dengan kendala jumlah peralatan, kita menentukan jadwal yang terbaik. 4) Selama proses penjadwalan, evaluasi beberapa alternatif sering dilakukan. 5) Data masukan dasar adalah penyataan tonase dari tahaptahap penambangan yaitu tabulasi ton dan kadar per jenjang dari material yang akan ditambang untuk tiap tahap ASUMSI AWAL YANG DIPERLUKAN UNTUK MENGEMBANG-KAN SUATU JADWAL 1) Tingkat produksi bijih untuk tiap periode waktu a. Dapat ditentukan dengan studi perbandingan tingkat produksi. I - 84

85 b. Tingkat produksi dapat berubah dengan waktu. 2) Cut off grade untuk tiap periode waktu. Beberapa jadwal sering dibuat untuk mengevaluasi strategi cutt off grade yang berbeda. 3) Dua butir di atas akan mempengaruhi jadwal pengupasan tanah penutup PENGAMATAN TERHADAP TABULASI CADANGAN PER JENJANG UNTUK TIAP TAHAP 1) Jenjang atas biasanya terdiri dari tanah penutup yang harus dikupas 2) Jenjang dasar umumnya terdiri kebanyakan dari bijih. Bijih ini merupakan sumber yang akan menjaga kelangsungan pabrik pengolahan 3) Pada elevasi berapa akan terjadi peralihan dari tanah penutup ke bijih? 4) Suatu kriteria dalam nisbah kupas. Pada jenjang ke berapa nisbah kupas akan lebih rendah dari nisbah kupas rata-rata? 6.4. KEBUTUHAN PENGUPASAN PRA PRODUKSI 1) Berapa banyak material/tanah penutup yang harus dikupas selama masa pra-produksi? 2) Jumlah minimum adalah material/tanah penutup yang harus dipindahkan dari pushback/tahap pertama sehingga pushback ini akan menjadi sumber penambangan bijih untuk produksi tahun pertama. 3) Proses penjadwalan dapat mengindikasikan jumlah material/tanah penutup yang disebut diatas, jadi mungkin perlu dilakukan pengupasan pada pushback kedua, dan seterusnya. I - 85

86 4) Material bijih yang ditambang selama pra-produksi biasanya ditumpuk di dekat crusher dan menjadi bagian dari bijih untuk tahun pertama PENENTUAN JADWAL PENGUPASAN MATERIAL PENUTUP 1) Jadwalkan bijih dari tahap-tahap penambangan (pushback) sesuai urutannya. Untuk tiap periode waktu, kumulatif waste dibagi dengan jumlah tahun. Hasilnya memberikan tingkat produksi rata-rata yang diperlukan untuk memperoleh bijih. 2) Tabulasikan waste (atau material total) berdasarkan tahun. 3) Puncak pemindahan waste berhubungan dengan pra- pengupasan yang dibutuhkan pada setiap tahap. Kita ingin meratakan jadwal produksi waste dengan pemindahan tanah penutup ini jauh dimuka, misalnya mulai pengupasan pushback sebelum bijih diperlukan. a. Untuk tiap periode waktu, kumulatif waste dibagi dengan produksi jumlah waste tahun. Hasilnya rata-rata yang memberikan tingkat diperlukan untuk memperoleh bijih. b. Hitung nilai kumulatif waste maksimum dibagi dengan jumlah tahun. Hasilnya adalah tingkat produksi waste per tahun untuk penjadwalan yang baik dan rata. c. Penjadwalan pertama adalah untuk melampaui puncak tertinggi kemudian mengatur kembali persoalan tersebut untuk puncak berikutnya KESEIMBANGAN JADWAL I - 86

87 1) Saat ini kita telah mempunyai tingkat produksi bijih dan pemindahan material total berdasarkan perioda waktu. 2) Langkah berikutnya adalah menambang dari tahap bijih utama dan dari tahap yang memerlukan pengupasan selama satu periode waktu untuk mencapai sasaran produksi a. Persoalannya adalah akan ada waste di dalam bijih dan sebagian bijih terdapat di dalam material waste. b. Harus diseimbangkan sehingga jumlah bijih dari semua sumber mencapai target pula. i. trial and error (metode coba-coba) ii. simultaneous equations (menggunakan persamaan serentak) 3) Setelah bijih dan waste (atau material total) dari tiap tahap ditentukan untuk suatu periode waktu, kadar untuk tahun itu dapat ditentukan sebagai ton rata-rata berbobot untuk bijih yang ditambang KOMENTAR LAIN-LAIN 1) Kebutuhan bijih tahun pertama harus dikurangi sehingga jumlah bijih yang dikumpulkan selama pra-produksi dan yang ditambang selama tahun pertama sama dengan sasaran pabrik tahun pertama. 2) Untuk pabrik yang besar, adalah biasa mengurangi sasaran produksi tahun pertama misalnya 75% dari kapasitas. 3) Adalah sangat sulit mencegah kesalahan numerik. Lakukan pengecekan sebanyak mungkin, antara lain : a. Bila suatu tahap/pushback selesai, pastikan bahwa material yang ditargetkan setiap tahun untuk tahap tersebut sama jumlahnya dengan jumlah material tahap tersebut untuk bijih dan waste I - 87

88 b. Buat suatu tabel untuk tiap tahun yang memperlihatkan material berdasarkan pushback 4) Selama proses penjadwalan mungkin terdapat batasan penambangan lain yang tidak diperhitungkan a. Total ton yang dapat ditambang dari suatu tahap selama satu tahun. b. Total jumlah jenjang yang dapat ditambang dari satu tahap selama satu tahun PETA TAMBANG 1) Setelah proses penjadwalan dilakukan, maka akan sangat mudah membuat gambar konseptual tentang keadaan tambang pada akhir setiap tahun. 2) Kita akan mengetahui jenjang mana yang ditambang dari tiap tahap selama satu tahun dan kita mempunyai rancangan untuk tiap tahap. 3) Adalah penting membuat peta agar kita dapat mengetahui apakah jadwal yang telah dibuat dapat dilaksanakan. a. Check akses ke daerah yang diperlukan. b. Pastikan bahwa suatu jumlah material yang sangat banyak tidak harus keluar dari satu jalan angkut STRATEGI KADAR BATAS (CUT OFF GRADE STRATEGY) 1) Dapat ditunjukkan bahwa untuk suatu tambang yang mempunyai batas keuntungan yang cukup memadai, jadwal yang terbaik (di dalam pengertian pemaksimuman NPV atau ROI) akan dimulai pada cut off yang lebih tinggi dari break even selama tahun-tahun awal dan menurun ke internal cut off grade pada saat menuju ke akhir umur tambang. I - 88

89 2) Kan Lane menjelaskan mengapa hal ini terjadi pada teori ekonomik dari cut off grades. 3) Tambang dengan umur yang pendek dan keuntungan yang margin akan mulai pada strategi internal cut off grade pada wal dan tetap pada kadar batas ini untuk keseluruhan umum tambang. 4) Dengan sebuah program yang secara cepat dapat mengevaluasi jadwal, strategi cutoff yang terbaik dapat ditentukan dengan cara trial and error. 5) Rule of Thumb yang lain adalah mencoba mencapai penghasilan sekitar dua kali biaya operasi untuk 4 atau 5 tahun pertama dari umur tambang. Hal ini akan memberikan pengembalian modal yang cepat (quick pay off capital). Kelemahan metoda manual, jika ada parameter rancangan yang berubah, maka prosesnya harus diulang kembali. Kelemahan lain adalah tiap pit dapat dirancang per penampang, tetapi jika telah digabung dan dihaluskan, hasilnya tidak menggambarkan pit secara keseluruhan dengan baik. Penggunaan metoda komputer dapat menangani jumlah data dan alternatif yang lebih banyak dibandingkan dengan metoda manual. Komputer merupakan alat yang baik untuk memisahkan, memproses dan menunjukkan data dari proyek penambangan. Penggunaan metoda komputer dapat dibagi atas dua kelompok : a. Computer assisted methods Perhitungan dilakukan komputer di bawah pengawasan langsung desainer. rancangan Komputer tetapi tidak hanya mengerjakan melakukan rancangan seluruh perhitungan dengan pengawasan desainer terhadap prosesnya. Contohnya akan I - 89

90 diberikan pada metoda Lerch-Grossman pada 2 dimensi dan metoda incremental pit expansion pada 3 dimensi. b. Automated methods Metoda ini sangat baik dalam merancang ultimate pit untuk memberikan pembatasan-pembatasan fisik dan ekonomi tanpa campur tangan insinyur. Satu kategori dari automated mehods adalah melibatkan teknik mengoptimalkan secara matematis dengan menggunakan program linear, program dinamik, atau aliran kerja. Kategori kedua menggunakan metoda seperti floating cone methods, tetapi belum tentu merupakan metoda yang paling optimal. Semakin murahnya biaya memproses dengan komputer maka lebih baik digunakan automated methods untuk masa mendatang. Karakter lain yang membedakan tipe metode komputer adalah penggunaan salah satu dari blok secara keseluruhan dari penambangan. Dalam metode blok keseluruhan, setiap blok ditambang sebagai satu unit atau ditinggalkan secara utuh, sedangkan dalam metoda blok pembagian satu bagian dari blok dapat ditambang. Setiap tipe memiliki keuntungan sendiri. Berikut ini adalah contoh penjadwalan produksi dari suatu penambangan bijih yang dapat memberikan nilai NPV optimum. Contoh Soal : Berdasarkan hasil interpretasi geologi dan perencanaan tambang diperoleh gambaran blok penambangan bijih sebagai berikut. W O W O W O W O W O W O W O W O W O W O keterangan :W = waste O = ore Berdasarkan hasil kajian kelayakan awal diperoleh data bahwa : net value tiap ore blok adalah US$ 2.0 I - 90

91 biaya untuk menambang waste tiap blok adalah US$ 1.0 laju produksi per tahun adalah 5 blok interest rate diasumsikan 10 % (present value factor : 1/ (1+1)0) Berdasarkan hasil perencanaan diperoleh 3 (tiga) skenario penjadwalan produksi sebagai berikut. 1) Pengupasan 5 blok waste diikuti oleh penambangan 5 blok ore 2) Pre-stripping selama 1 tahun kemudian dilanjutkan oleh penambangan 3 blok ore/tahun dan pengupasan 2 blok waste/tahun. 3) Pengupasan waste diupayakan lebih dulu 1 blok dibandingkan penambangan ore. Tugas kita adalah menentukan skenario penjadwalan produksi yang mana diantara 3 (tiga) skenario diatas yang akan diterapkan dengan langkah-langkah sebagai berikut. a. Menggambarkan kemajuan penambangan blok tiap skenario tiap tahun. b. Menghitung besarnya Net Present Value untuk tiap skenario. c. Berdasarkan nilai Net Present Value penambangan yang akan diterapkan. I - 91 tentukan skenario

92 Gambar 6.1. Tahapan Penambangan Skenario 1 (Hustrulid & Kutcha,1995) NPV = -$5 -$5 (1.10)1 $10 + (1.10)3 + (1.10)2 $10 + (1.10)4 = -$ $ $ $6.83 = $5.66 Gambar 6.2. Tahapan Penambangan Skenario 2 (Hustrulid & Kutcha,1995) NPV = -$5 (1.10)1 + $4 (1.10)2 + $4 + (1.10)3 $7 (1.10)4 = -$ $ $ $4.78 = $6.56 I - 92

93 Gambar 6.3. Tahapan Penambangan Skenario 3 (Hustrulid & Kutcha,1995) NPV = $1 (1.10)1 + $2.50 (1.10)2 + $ (1.10)3 $4 (1.10)4 = $91 + $ $ $2.73 = $7.59 I - 93

94 Dengan melihat nilai NPV untuk setiap skenario, maka skenario penambangan bijih yang akan diterapkan adalah skenario ke-3 dengan nilai NPV yang paling besar. PEKERJAAN RUMAH 7 Topik: Penjadwalan Produksi Tabel di bawah ini menunjukkan banyaknya bijih dan waste pada jenjang untuk 3 fase suatu tambang terbuka. Gambar terlampir menunjukkan geometri bijih dan waste. Buat jadwal produksi untuk badan bijih tersebut. Tandai gambar tersebut untuk menunjukkan jenjang yang mana yang ditambang dari setiap fase pada periode fase tersebut. Gunakan kriteria berikut ini: 1. Tingkat produksi bijih yang diinginkan adalah 7 unit per tahun untuk jangka waktu proyek 10 tahun. 2. Pada tahap pra produksi tidak melakukan penambangan bijih tetapi harus dapat menambang bijih mulai pada tahun Seluruh fase harus ditambang berdasarkan urutan jenjang. Anda tidak dapat menambang bijih pada fase 2 dari jenjang 7 sebelum waste pada jenjang 1-6 ditambang. 4. Buat jadwal pemindahan waste sebaik mungkin (setelah target pemindahan waste dari tahap pra produksi tercapai). I - 94

95 Data Tonase Fase Penambangan Fase 1 Fase 2 Fase 3 Total Jenjan g Biji h Wast e Bijih Wast e Bijih Waste Bijih Waste Total Jadwal Produksi Penambangan menunjukkan Distribusi Material Per Fase Per Tahun Fase 1 Fase 2 Fase 3 Total Tahun PP Total Biji h Waste Bijih Waste Bijih Wast e Biji h Wast e I - 95

96 I - 96

97 BAB VII PERANCANGAN PIT DAN PUSHBACK 7.1. PENDAHULUAN 1) Pembahasan akan ditekankan pada perancangan geometri yang dapat ditambang dengan masukan geometri pit yang dihasilkan oleh program floating cone. I - 97

98 2) Dinding-dinding diperhalus, lereng dan dari jalan tambang masuk (pit ke walls) tambang harus harus diperhitungkan dalam perencanaan. 3) Dalam bab ini kita akan membahas pula sudut lereng dan jalan angkut. 4) Perancangan pentahapan tambang (mining phases/pushback) akan dibahas pula SUDUT LERENG 1) Geometri Jenjang T Geometri jenjang terdiri dari tinggi jenjang, sudut lereng jenjang tunggal, dan lebar dari jenjang penangkap (catch bench). Rancangan geoteknik jenjang biasanya dinyatakan dalam bentuk parameter-parameter untuk ketiga aspek ini. T Tinggi jenjang : Biasanya alat muat yang digunakan harus mampu pula mencapai pucuk atau bagian atas jenjang. Jika tingkat produksi atau faktor lain mengharuskan ketinggian jenjang tertentu, alat muat yang akan digunakan harus disesuaikan pula ukurannya. c. Sudut lereng jenjang : penggalian oleh alat gali mekanis seperti loader atau shovel di permukaan jenjang pada umumnya akan menghasilkan sudut lereng antara derajat. Sudut lereng yang lebih curam biasanya memerlukan peledakan pre-splitting. d. Lebar jenjang penangkap : ditentukan oleh pertimbangan keamanan. Tujuannya adalah menangkap batu-batuan yang jatuh. Perlu bulldozer kecil atau grader untuk membersihkan catch bench ini secara berkala. T Di beberapa tambang terkadang digunakan konfigurasi multi-jenjang (double/triple bench), pada umumnya untuk jenjang I - 98

99 yang tingginya 5-8 meter. Dalam hal ini jenjang perangkap dibuat setiap dua atau tiga jenjang. Tujuannya adalah untuk menerjalkan sudut lereng keseluruhan. Jenjang penangkap ini biasanya dibuat lebih lebar dibandingkan untuk jenjang tunggal. T Dalam operasi di pit, pengontrolan sudut lereng biasa dilakukan dengan menandai lokasi pucuk jenjang (crest) yang diinginkan menggunakan bendera kecil. Operator shovel diperintahkan untuk menggali sampai mangkuknya mencapai lokasi bendera tersebut. Lokasi lubang-lubang tembak dapat pula menjadi pedoman. 2) Sudut lereng inter-ramp vs. overall a. Sudut lereng antar-jalan (inter-ramp slope angle) adalah sudut lereng gabungan beberapa jenjang diantara dua jalan angkut. Inilah yang dihasilkan oleh ahli-ahli geoteknik sewaktu mereka menetapkan sudut lereng jenjang tunggal (face angle) dan lebar jenjang penangkap (catch bench) b. Sudut lereng keseluruhan (overall slope angle) adalah sudut yang sebenarnya dari dinding pit keseluruhan, dengan memperhitungkan jalan angkut, jenjang penangkap dan semua profil lain di pit wall. c. Penggambaran dengan metoda garis tengah (centerline drawings) i. Ada beberapa cara menggambarkan lokasi jenjang dalam peta tambang. Satu alternatif adalah dengan menggambar garis ketinggian kaki (toe) dan puncak jenjang (crest) menggunakan dua jenis garis, misalnya tipis/tebal, putus-putus/penuh atau dua warna yang berbeda. Gambar peta yang dihasilkan cenderung lebih rumit. ii. Alternatif yang lebih sederhana adalah menggunakan ketinggian titik tengah jenjang (bench centerlines) I - 99

100 untuk mewakili suatu jenjang. Dengan demikian hanya diperlukan satu garis saja untuk menggambarkan suatu jenjang di peta. Letak kontur ini tepat di tengahtengah antara lokasi toe dan crest. iii. Di luar pit, garis-garis kontur ditandai dengan elevasi sebenarnya. Di dalam pit, jenjang digambarkan pada lokasi titik tengahnya (mid bench) tetapi ditandai dengan elevasi kaki jenjang (bench toe). Pada kenyataannya, label ini mengacu kepada dataran (misalnya elevasi catch bench) diantara dua centerlines. iv. Garis kontur titik tengah (bench centerlines) ini memotong jalan angkut di tengah-tengah antara dua jenjang (separo jalan antar jenjang) JALAN ANGKUT 1) Letak jalan keluar tambang a. Untuk suatu tambang yang baru, penting diperhitungkan dimana letak jalan-jalan keluar dari tambang. Biasanya kita ingin akses yang baik ke lokasi pembuangan tanah penutup (waste dump) dan peremuk bijih (crusher). b. Topografi merupakan faktor yang penting. Akan sulit sekali bagi truk untuk keluar dari pit ke medan yang curam. 2) Lebar jalan a. Tergantung pada lebar alat angkut, biasanya 4 kali lebar truk. b. Lebar jalan seperti di atas memungkinkan lau lintas dua arah, ruangan untuk truk yang akan menyusul, juga cukup untuk selokan penyaliran dan tanggul pengaman. Untuk truk tambang yang paling besar saat ini (240 ton) lebar jalan biasanya m. I - 100

101 3) Kemiringan jalan a. Jalan angkut di jalan tambang biasanya dirancang pada kemiringan 8% atau 10% b. Untuk tambang-tambang yang besar, kemiringan jalan 8% paling umum. Ini akan memberikan fleksibilitas yang lebih besar dalam pembuatannya, serta memudahkan dalam pengaturan masuk ke jenjang tanpa menjadi terlalu terjal di beberapa tempat. c. Untuk jalan-jalan angkut yang panjang, kemiringan 10% adalah kemiringan maksimum yang masih praktis. Tambang-tambang kecil banyak yang dirancang dengan kemiringan jalan 10%. 4) Rancangan spiral vs. switchback a. Pada umumnya switchback ingin dihindari sebisa mungkin, karena cenderung melambatkan laulintas. Juga ban akan lebih cepat aus dan perawatan ban akan lebih besar lagi. Faktor lain adalah keamanan. b. Tetapi jika ada sisi tambang yang jauh lebih rendah dari dinding lainnya di sekeliling pit, switchback di sisi ini sering lebih murah daripada membuat jalan angkut spiral mengelilingi dinding pit. c. Jika switchback harus dipakai, buatlah cukup panjang sehingga dibagian sebelah dalam dari tikungan kemiringannya tidak terlalu terjal. 5) Pertimbangan Keamanan a. Di lokasi jalan tambang dapat dibuat belokan tanjangan darurat (runaway ramps) untuk menghentikan truk yang tak terkontrol, bila geometri pit memungkinkan. Melakukan pengupasan ekstra yang besar hanya untuk membuat fasilitas ini tidak umum dilakukan. I - 101

102 b. Tanggul pemisah di tengahjalan dapat dibuat beberapa tempat untuk tujuan ini. Straddle berm semacam ini murah biayanya. 6) Dampak penggalian untuk membuat jalan a. Baik di batuan bijih atau waste, material yang diatasnya menjadi jalan tambang (atau yang harus digali untuk membuat jalan), volumenya luar biasa besarnya. Dampak ekonomik dari pembuatan jalan tambang cukup berarti. b. Sering ada kecenderungan untuk membuat studi kelayakan awal dengan tahap-tahap penambangan tanpa memperhitungkan jumlah material untuk membuat jalan angkut. Kesalahan yang diperoleh biasanya cukup besar. Dampak jalan angkut pada tahap-tahap awal penambangan (yaitu tahap-tahap yang menghasilkan uang untuk mengembalikan modal) biasanya jauh lebih besar daripada dampaknya pada rancangan akhir penambangan TAHAPAN TAMBANG (MINING PHASES/PUSHBACK) 1) Definisi, Filosofi, Metodologi T Pushback (minable adalah geometries) bentuk-bentuk yang penambangan menunjukkan bagaimana suatu pit akan ditambang, dari titik masuk awal hingga ke bentuk akhir pit. Nama-nama lain adalah phases, slices, stages. T Tujuan utama dari pentahapan ini adalah untuk membagi seluruh volume yang ada dalam pit ke dalam unit-unit perencanaan yang lebih kecil sehingga lebih mudah ditangani. c. Dengan demikian, problem perancangan tambang 3Dimensi yang amat kompleks ini dapat disederhanakan. I - 102

103 Selain itu, elemen waktu dapat mulai diperhitungkan dalam rancangan ini karena urutan penambangan tiaptiap pushback merupakan pertimbangan penting. d. Pushback ini biasanya dirancang mengikuti urutan penambangan dengan algoritma floating cone untuk berbagai skenario harga komoditas. Bentuk pushback ini tidak akan sama persis sama dengan geometri yang dihasilkan floating cone karena kendala operasi seperti lebar pushback minimum dll. e. Tahapan-tahapan penambangan yang dirancang secara baik akan memberikan akses ke semua daerah kerja, dan menyediakan ruang kerja yang cukup untuk operasi peralatan yang efisien. 2) Kriteria perancangan a. Harus cukup lebar agar peralatan tambang dapat bekerja dengan baik. Untuk truk dan shovel besar yang ada sekarang, lebar pushback minimum adalah meter. Untuk loader dan truk berukuran sedang 60 meter sudah cukup lebar. Jumlah shovel yang diperkirakan akan bekerja bersama-sama pada sebuah pushback juga mempengaruhi lebar minimum ini. b. Tak kurang pentingnya untuk memperlihatkan paling tidak satu jalan angkut untuk setiap pushback, untuk memperhitungkan jumlah material yang terlibat dan memungkinkan akses keluar. Jalan angkut ini harus menunjukkan pula akses ke seluruh pemuka kerja. c. Perlu diperhatikan bahwa penambahan jalan pada suatu pushback akan mengurangi lebar daerah kerja (sebanyak lebar jalan) di bawah lokasi jalan tersebut. Jika beberapa jalan atau switchback akan dimasukkan ke suatu pushback, lebar awal di sebelah atas harus ditambah untuk memberi ruangan ekstra. I - 103

104 d. Perlu diperhatikan pula bahwa tambang kita tidak akan pernah sama bentuknya dengan rancangan tahap-tahap penambangan (phase design). Ini karena dalam kenyatannya, beberapa pushback akan aktif pada waktu yang sama (dikerjakan secara bersamaan). 3) Penampilan Rancangan a. Peta penampang horisontal tampak atas (plan/level map) memperlihatkan bentuk pit pada akhir tiap tahap. Bila mungkin tandai setiap perubahan. b. Peta penampang horisontal yang menunjukkan batas seluruh pushback pada satu atau dua elevasi jenjang. c. Peta penampang vertikal tampak samping (cross-section) yang menunjukkan geometri seluruh pushback sering berguna pula. Suatu tabel yang memberikan jumlah ton bijih, kadarnya, jumlah material total dan nisbah pengupasan untuk setiap pushback (Tabel 7.1). Tabulasi jumlah dan kadar material per jenjang untuk tiap pushback diperlukan untuk penjadwalan produksi (Tabel 7.2). I - 104

105 Tabel 7.1. Tabulasi Material Setiap Tahapan Untuk Tiap Tahunnya TABULATION OF ORE TONS PER PHASE PER YEAR I - 105

106 Year 0 Phase Phase 2 Phase 3 Phase 4 Phase 5 Phase TOTAL Phase TABULATION OF WASTE TONS PER PHASE PER YEAR Year 0 Phase Phase 2 Phase 3 Phase 4 Phase 5 Phase TOTAL I Phase

107 TABULATION OF TOTAL TONS PER PHASE PER YEAR Year 0 Phase Phase 2 Phase 3 Phase 4 Phase 5 Phase TOTAL Phase Tabel 7.2. Tabulasi Jumlah dan Kadar Material Per jenjang Untuk Tiap Tahapan Ore Ktonnes Cu Eq Total Coppe r ,000 0,000 0,000 1,051 1, ,811 0,687 0,242 0,242 4,090 5, ,997 0,683 0,209 0,209 7, ,714 0,725 0,213 0,213 7, Total 9,522 0,705 0,217 0, ,324 0,801 0,214 0, , ,000 0,000 0, ,710 0,234 0,234 1,206 1, ,161 0,622 0,167 0,167 2,215 3, ,212 0,709 0,202 0,202 3,508 4, ,239 0,797 0,219 0,219 5,448 6, ,161 0,901 0,250 0,250 4,958 6, Total 6,678 0,762 0,213 0, Year Phase 1 PP Bench Ktonnes I Gold g/t Waste Ktonnes Total Ktonnes Bench Fraction

108 Example of Bench Average Mining Ratio Year 1: Ore Target Year Phase Bench 6,678 Waste Target : 18, Ore Ktonnes 6114 Waste Ktonnes 4377 Bench Fraction x Cumulative Ore y I Cumulative Waste 4377

109 Ore : x y = 6678 Waste : x y = x = 2166, y = 6273 Berikut ini adalah beberapa contoh pushback untuk suatu tambang I - 109

110 Gambar 7.1. Mining Phase 1 (American Gold Resources, 1996) I - 110

111 Gambar 7.2. Mining Phase 2 (American Gold Resources, 1996) I - 111

112 Gambar 7.3. Mining Phase 3 (American Gold Resources, 1996) I - 112

113 Gambar 7.4. Mining Phase 4 (American Gold Resources, 1996) I - 113

114 Gambar 7.5. Final Pit (American Gold Resources, 1996) I - 114

115 PEKERJAAN RUMAH 8 Topik : Ramp Design Buatlah desain jalan (ramp design) dari suatu pit seperti terlihat pada gambar dibawah ini. Jelaskanlah tahap-tahap pembuatan jalan tersebut (lihatlah buku Open Pit Mine Planing and Design, Hustrulid & Kutcha, 1995) Keadaan awal : I - 115

116 BAB VIII WASTE DUMP DAN STOCKPILE 8.1. PENDAHULUAN 1) Suatu waste dump adalah suatu daerah dimana suatu operasi tambang terbuka dapat membuang material kadar rendah dan/atau material bukan bijih yang harus digali dari pit untuk memperoleh bijih/material kadar tinggi. 2) Stockpile digunakan untuk menyimpan material yang akan digunakan pada saat yang akan datang. a. Bijih kadar rendah yang dapat diproses pada saat yang akan datang. b. Tanah penutup atau tanah pucuk yang dapat digunakan untuk reklamasi. 3) Rancangan waste dump sangat penting untuk perhitungan keekonomian. Lokasi dan bentuk dari waste dump dan stockpile akan berpengaruh terhadap jumlah gilir truk yang diperlukan, demikian pula biaya operasi dan jumlah truk dalam satu armada yang diperlukan. 4) Daerah yang diperlukan untuk waste dump pada umumnya luasnya 2-3 kali dari daerah penambangan (pit). a. berkembang b. Material yang telah dibongkar (loose material) % dibandingkan dengan material in situ. Sudut kemiringan untuk suatu dump umumnya tidak dapat umumnya lebih landai dari pit. c. Material pada ditumpuk setinggi kedalaman dari pit. 5) Berdasarkan alasan politik, banyak perusahaan menjauhi nama waste dumps. Istilah yang disukai adalah waste rock storage area, rock piles, dan lain-lain. I - 116

117 8.2. JENIS DUMP 1) Valley Fill/Crest Dumps a. Dapat diterapkan di daerah ayng mempunyai topografi curam. Dumps dibangun pada lereng. b. Elevasi puncak (dump crest) ditetapkan pada awal pembuatan dump. Truk membawa muatannya ke elevasi ini dan membuang muatannya ke lembah di bawahnya. Elevasi crest ini dipertahankan sepanjang umur tambang. c. Dump dibangun pada angle of repose. d. Membangun suatu dump ke arah atas (dalam beberapa lift) pada daerah yang topografinya curam biayanya mahal. Dumping akan mulai pada kaki (toe) dari dump final yang berarti pengangkutan truk yang panjang pada awal proyek. e. Diperlukan usaha yang cukup besar untuk pemadatan yang memenuhi persyaratan reklamasi. 2) Terraced Dump/Dump yang dibangun ke atas (dalam lift) a. Dapat diterapkan jika topografi tidak begitu curam pada lokasi dump. b. Dump dibangun dari bawah ke atas. Dalam lift biasanya m tingginya. c. Ada untung ruginya dari segi ekonomi antara jarak horizontal untuk perluasan lift terhadap kapan memulai suatu lift baru. d. Lift-lift berikutnya terletak lebih ke belakang sehingga sudut lereng keseluruhan (overall slope angle) mendekati yang dibutuhkan untuk reklamasi PEMILIHAN LOKASI 1) Tergantung pada beberapa faktor: I - 117

118 a. Lokasi dan ukuran pit sebagai fungsi waktu. b. Topografi. c. Volume waste rock sebagai fungsi waktu dan sumber. d. Batas KP/CoW. e. Jalur penirisan yang ada. f. Persyaratan reklamasi. g. Kondisi pondasi. h. Peralatan penanganan material. 2) Selama rancangan detail dapat dipertimbangkan beberapa lokasi yang berbeda untuk perbandingan faktor ekonomik PARAMETER RANCANGAN 1) Angle of Repose a. Batuan kering run of mine umumnya mempunyai angle of repose antara derajat. b. Sudut ini dipengaruhi oleh tinggi dump, ketidakteraturan bongkah batuan, kecepatan dumping. c. Dapat dibuat pengukuran pada suatu lereng (bongkah-bongkah alami/talus) yang ada di daerah tersebut. 2) Faktor Pengembangan (Swell Factor) a. Pada batuan keras, faktor pengembangan pada umumnya antara 30 dan 45%. Satu meter kubik in situ akan mengembang menjadi 1,3 1,45 meter kubik material lepas (loose). b. Pengukuran bobot isi loose dapat dilakukan. c. Dengan waktu, material dapat dikompakkan dari 5 15%. Material yang dibuang dengan truk akan menjadi lebih kompak daripada material yang dibuang oleh ban berjalan (belt conveyor stackes). I - 118

119 3) Tinggi Lift/Jarak Setback a. Hanya berlaku untuk dump yang dibangun ke atas (dengan lift). b. Tinggi lift umumnya adalah meter. c. Rancangan jarak setback sedemikian rupa sehingga sudut kemiringan keseluruhan rata-rata (average overall slope angle) adalah 2H:1V (27 derajat) sampai 2.5H:1V (22 derajat) untuk memudahkan reklamasi. 4) Jarak Dari Pit Limit a. Jarak minimum adalah ruangan yang cukup untuk suatu jalan antara pit limit dan kaki dump (dump toe). Kestabilan pit akibat dump harus diperhitungkan. b. Jarak yang sama atau lebih besar dari kedalaman pit akan mengurangi resiko yang berhubungan dengan kestabilan lereng pit. 5) Makalah Bonhet/Kunze (Surface Mining Bab 5.6) merekomendasikan sedikit tanjakan ke arah dump crest dengan alasan penirisan dan keamanan. a. Limpasan air hujan menjauhi crest. b. Truk harus menggunakan tenaga mesin untuk menuju ke crest dan bukan meluncur bebas. Juga akan mengurangi resiko alat/ kendaraan yang diparkir meluncur jatuh dari puncak waste dump (crest) PERHITUNGAN VOLUME 1) Penampang Horizontal a. Ukur luas daerah pada kaki (toe) dan puncak (crest) dari setiap lift. Rata-ratanya adalah luas lift. b. Tinggi lift memberikan dimensi ke tiga dan volume untuk lift. I - 119

120 c. Jumlahkan volume untuk tiap lift untuk memperoleh volume total dump. 2) Penampang Vertikal a. Buat beberapa penampang melintang dengan jarak yang sama melalui dump. b. Ukur luas pada tiap penampang. c. Luas ini dianggap sama sehingga separuh jalan ke penampang berikutnya pada kedua sisi untuk memperoleh dimensi ke tiga dan volume untuk setiap penampang. d. Jumlahkan volume tiap-tiap penampang untuk memperoleh volume total dump. 3) Rancangan Dump adalah dengan cara coba-coba (Trial and Error) a. Gambar rancangan dump secara coba-coba dan hitung volumenya. Bandingkan dengan volume dump yang diperlukan. b. Sesuaikan rancangan dan ukur kembali sampai volume yang diinginkan dicapai. Umumnya 2 3 kali dicoba sudah cukup. Perbedaan antara ukuran yang diperlukan dan rancangan sampai 5% umumnya dapat diterima REKLAMASI 1) Untuk memenuhi syarat lingkungan pada umumnya dump akan dirancang dengan kemiringan 2H:1V atau 2.5H:1V. a. Stabilitas jangka panjang. b. Memudahkan penanaman kembali (revegetasi). 2) Mungkin harus ditimbun dengan topsoil atau overburden. I - 120

121 3) Mungkin harus memelihara saluran air dan kolam pengendapan sedimen. 4) Harus memantau air dari dump (masalah air asam tambang, dll) KOMENTAR LAIN 1) Biasanya satu track dozer ditugasi pada waste dump yang aktif. a. Menjaga dump tetap bersih dan memelihara kemiringan. b. Sering truk menimbun dekat dengan crest dan dozer mendorong material melalui crest. c. Membebaskan truk dan peralatan lain yang terperangkap. 2) Dump yang besar memerlukan perhitungan rekayasa geoteknik yang cukup. a. Penentuan kestabilan pondasi. b. Kecepatan maksimum dari kemajuan dump. c. Pengaruh air. Bagaimana membuang material ke jalur penirisan. d. Masalah gempa bumi pada daerah seismik yang aktif. 3) Jika rencana tambang mengijinkan, penimbunan kembali ke daerah yang sudah habis ditambang banyak memberi keuntungan (dilakukan misalnya di Gn. Muro). a. Umumnya pengangkutan jarak pendek. b. Mengurangi dampak visual dari aktivitas tambang. 4) Menjadwalkan penempatan material penjadwalan produksi umum dilakukan. I pada dump sesuai

122 BAB IX EVALUASI FINANSIAL 9.1. PENDAHULUAN 1) Tujuan dari suatu usaha bisnis dalam ekonomi pasar bebas adalah memberikan pengembalian finansial (financial return) kepada para pemilk usaha, konsisten dengan tujuan dari perusahaan. Perusahaan itu sendiri bisa berupa perusahaan publik atau milik individu. 2) Tujuan evaluasi finansial adalah untuk menentukan apakah pengembalian finansial yang cukup dapat diperoleh dari suatu proyek. Salah satu hal yang mungkin dapat diperoleh dari suatu proyek. Salah satu hal yang mungkin ingin I - 122

123 dievaluasi adalah bagaimana sebaiknya mengalokasikan dana perusahaan di beberapa proyek yang saling bersaing untuk mendapatkan dana. 3) Aspek-aspek evaluasi finansial spesifik untuk pertambangan : a. Intensitas kapital b. Masa pra-produksi yang panjang c. Resiko besar 4) Sumberdaya tak terbarukan penghasilan diperoleh dengan mengambil/ menjual aset (cadangan) NILAI WAKTU DARI UANG 1) Dalam ekonomi pasar bebas, nilai waktu dari uang terletak di jantung dari semua transaksi financial. 2) Bunga (interest) adalah sewa yang dibayar untuk pemakaian uang. a. FV = PV (1+i)n b. PV = FV / (1+i) PV = Present Value n FV = Future Value 9.3. MENENTUKAN TINGKAT BUNGA (DISCOUNT RATE) 1) Walaupun telah ada kesepakatan tentang perlunya konsep nilai waktu dari uang, pemilihan atau penentuan tingkat bunga yang pantas sering menjadi bahan diskusi dan perdebatan. 2) Komponen utama dari Discount Rate a. Base Opportunity Cost b. Transaction Cost c. Increment resiko berbagai tingkat i. Penggantian peralatan di tambang yang sedang beroperasi ii. Program ekspansi di tambang yang sedang beroperasi I - 123

124 iii. Pengembangan tambang baru, komoditas sama, di negara yang sama iv. Pengembangan tambang baru, komoditas lain dan/atau di negara lain. d. Increment Inflasi Jika digunakan evaluasi constant dollar, komponen inflasi harus dikeluarkan dari discount rate PERHITUNGAN INFLASI 1) Tiga cara mendasar untuk memasukkan inflasi dalam statement aliran kas : a. Constant dollar, tanpa perubahan untuk inflasi : i. Semua ongkos/biaya dan penghasilan dihitung untuk waktu itu ii. Ongkos dan penghasilan dianggap akan terinflasi pada tingkat yang sama iii. Ongkos kapital dan pajak biasanya terlalu kecil dari seharusnya b. Semua variabel diinflasikan ke awal proyek, setelah itu tetap konstan. i. Digunakan keuangan karena oleh beberapa memperhitungkan institusi inflasi untuk dari yang ongkos kapital tersebut. ii. Pajak masih terlalu kecil seharusnya. c. Semua variabel diinflasikan selama jangka waktu proyek. i. Dalam teorinya paling realistik ii. Harus mengasumsikan tingkat inflasi per tahun untuk tiap variabel. I - 124

125 2) Tanpa memperhitungkan inflasi akan membuat pajak terlalu kecil. Depresiasi dan deflesi dihitung pada awal proyek yang tidak terpengaruh oleh inflasi. Pengaruh netto dari inflasi ialah mengurangi kredit pajak dari keduanya UKURAN KINERJA 1) Payback Period 2) Net Present Value 3) Internal Rate of Return 9.6. ANALISIS SENSITIVITAS 1) Problem utama dengan analisis finansial ialah mencoba memprediksikan hasil dari banyak parameter. 2) Dalam analisis sensitivitas tiap variabel yang penting untuk evaluasi (kadar bijih, perolehan, ongkos kapital, ongkos operasi, harga komoditas) diubah-ubah untuk menentukan pengaruhnya terhadap ukuran kinerja ANALISIS RESIKO 1) Mirip dengan analisis sensitivitas, distribusi probabilitas hanya di sini suatu dibuat untuk parameter-parameter yang penting. 2) Simulasi Monte Carlo dipakai untuk membuat suatu distribusi ukuran kinerja (lihat artikel 4.3 Financial Analysis dalam surface Mining) Berikut ini adalah contoh perhitungan evaluasi finansial dari suatu tambang. Contoh Soal : I - 125

126 Suatu konsultan tambang diminta untuk mengkaji kelayakan suatu endapan porfiri gold-copper. Berdasarkan hasil studi kelayakan awal (pre-feasibility study) telah diperoleh data-data sebagai berikut : A. Data produksi Dengan mempertimbangkan tingkat produksi dan topografi daerah penambangan maka diputuskan untuk melakukan penambangan secara tambang terbuka, dengan data-data : - ore : 3500 Kton/tahun - gold grade : 0207 oz/tahun - copper grade : 6 % - perbandingan waste to ore : 5.5 (tahun 1-3); 4.0 (tahun 4); dan - umur 3.0 (tahun 5) : 5 tahun Catatan: Pada tahun ke-0 hanya memproduksi waste sebesar Ktons B. Data Pengolahan Dengan mempertimbangkan karakteristik mineral yang ada maka diputuskan bahwa metoda pengolahan yang digunakan adalah dengan metoda flotasi, dengan data-data : - mill recovery of gold : 80% - mill recovery of copper : 92% C. Data Ekonomi Dengan mempertimbangkan supply-demand pasar logam, teknologi penambangan dan pengolahan serta kondisi makro ekonomi maka data-data dasar yang digunakan untuk analisis ekonomi adalah : - Mining cost : US$ 55 per tonne I - 126

127 - Milling cost : US$ 1.8 per tonne - General & Administration cost : US$ 5 per tonne - Copper price : US$ 1.0 per pound - Gold price : US$ 400 per troy ounce - Smelter payable of copper : 96% - Smelter payable of gold : 98% - SRF per pound payable copper : US$ Plant and infrastructure capital : US$ Akusisi lahan : US$ Discount rate : 15% - Present value factor : 1/(1+i)n - Ekskalasi biaya : 1% - Ekskalasi pendapatan : 1% - Pajak perusahaan : 20% - Royalti : 2% dari revenue Tugas kita sebagai mining engineer yang bekerja pada konsultan tersebut adalah menghitung kelayakan penambangan dengan menyusun langkah perhitungan sebagai berikut : 1) Menghitung (untuk tahun 1) : a. Break Even Cut off Grade for Copper b. Internal Cut off Grade for Copper c. Copper Equivalent 2) Menghitung Net Present Value (NPV) selama umur tambang setelah pajak. Berdasarkan hasil perhitungan yang kita lakukan tentukan apakah skenario penambangan yang telah disusun layak untuk diterapkan atau tidak? Catatan : 1 ton = 2000 pound ; 1 ounce = 9114 troy ounce Jawaban : Tabel 9.1. Data Ekonomik Awal Untuk Cebakan Bijih (dalam US$ ) I - 127

128 Mining cost per tonne Total material Milling cost per tonne Ore General & Administration cost per tonne ore Mill recovery of gold Mill recovery of copper SRF per pound payable copper Smelter payable (Recovery) of copper Smelter payable (Recovery) of gold Copper price per pound Gold price per troy ounce (per gram) Breakeven Cut off Grade for copper Internal Cut off Grade for Copper Copper Equivalent US$ 55 US$ 1.8 US$ 5 80% 92% US$ % 98% US$ 1.0 US$ 400 ($12.86)??? Perhitungan : a. BECOG Penghasilan = Biaya Price x Gradex Mill Rec x Smelter Rec x 20 = Cost (Mine+Mill+G&A) + SRF x Grade x Mill Rec x Smelter Rec x 20 (Price-SRF) x Grade x Mill Rec x Smel. Rec x 20 = Cost (mine + Mill + G&A) Cost Cost (mine + Mill + G&A) BECOG= = (Price-SRF) x Mill Rec x Smelter Rec x 20 ($55 + $ $50) ($1.00 -$345) x 92 x 96 x 20 = 246 % Catatan : Angka 20 adalah faktor konversi dari % ke pound (dengan satuan pound %) b. ICOG Rumusnya sama dengan BECOG namun ongkos penambangannya tidak ikut diperhitungkan. ICOG = Cost (Mill + G&A) I - 128

129 (Price-SRF) x Mill Rec x Smelter Rec x 20 ( $ $50) = ($1.00 -$345) x 92 x 96 x 20 = 20 % c. Copper Equivalent Tabel 9.2. Data Pengolahan Bijih Price Mill Rec Smelter Rec SRF Copper Gold $ 1.00/lb 98% 96% $345 $ 12.86/gr 80% 98% - 1) Hitung nilai NSR (Net Smelter Return) dari 1 ton bijih dengan kadar 1% Cu. ($1.00/lb - $345/lb) x (1%) x 92 x 96 x 20 lb/% = $ ) Hitung nilai NSR (Net Smelter Return) dari 1 ton bijih dengan kadar 1 gr/ton Au. ($ 12.86/gr) x 1 gr x (80) x (98) = $ 108 Faktor Eq = Faktor Eq = = 871 3) Copper Equivalent = total Cu x Gold Discount rate : 15% Gold price : 400 US$/tr oz Copper price : 1 US$/lb Process Rec of Gold : 80% Process Rec of Copper : 92% I - 129

130 Present Value Factors at 15 % interest Year Factor Year Waste : ore Tabel 9.3. Hasil Perhitungan NPV Total Year Economic Parameter Ore (ktons) PP Waste (ktons) Total (ktons) Recovereed Gold (koz) Grade Copper (%) Grade Gold (ktons) Recovered Copper (ktons) Gross Revenue ($ x 1000) Mining Cost per total ton Total Mining Cost ($ x 1000) Processing Cost Per ton ore Total Processing Cost 0 G&A Cost per ton ore 5 Total G&A Cost per ton ore Plant and Infrastructure Capital Akuisisi Lahan Royalti Taxable Income ($ x 1000) Tax (20%) Cash flow I - 130

131 PEKERJAAN RUMAH 9 Proyek 1 Topik : Perhitungan NPV Proyek Hitung pre-tax cash flow untuk tiap tahun dengan jadwal produksi dan parameter ekonomi sebagi berikut. Juga hitung NPV untuk proyek menggunakan tingkat bunga 15%. Jadwal Produksi Penambangan Tahun Kton Emas Emas Kton Ktol total PP TOTA bijih (oz/t) 0,000 0,072 0,074 0,068 0,060 0,063 0,059 0,067 (oz) waste L 1 0 Parameter Ekonomi Biaya penambangan per total ton Biaya pengolahan per ton bijih Biaya umum & administrasi per $ 0,85 $ 3,10 $ tahun (termasuk PP) ($x1000) Perolehan pengolahan Harga emas per troy oz Modal pabrik dan infrastruktur 80 % $ 400 $ 3000 ($x1000) Tingkat suku bunga 15 % Buat asumsi yang layak untuk modal awal tambang. Modal penggantian pealatan tidak diperhitungkan. Present Value Factor pada tingkat suku bunga 15 %. Faktor = 1/ (1+i)n. Tahu I

132 n Fakto 1,00 0,87 0,75 0,65 0,57 0,49 r , Hitunglah NPV proyek dengan data-data Ekonomi di atas. 2. Dikerjakan dalam bentuk tabel sebagai berikut. 3. Paramet er Ekonomi k PP NPV pada 15% BAB XI ONGKOS OPERASI TAMBANG I Total

133 11.1. KOMPONEN UTAMA 1) Tenaga Kerja 2) Suku Cadang dan Bahan Habis a. Penggantian karena rusak atau aus b. Bahan bakar c. Bahan peledak dan aksesorinya d. Oli, pelumas, filter ONGKOS OPERASI BIASA DINYATAKAN UNTUK TIAP UNIT OPERASI 1) Pemboran a. Ongkos suku cadang dan bahan habis yang terkait dengan operasi dan perawatan alat bor lubang tembak. Meliputi ongkos mata bor, batang bor dan aksesori lainnya. b. Ongkos tenaga kerja (operator alat bor dan asistennya serta sebagian dari personel perawatan alat). 2) Peledakan a. Ongkos suku cadang dan bahan habis yang terkait dengan operasi peledakan. b. Ongkos tenaga kerja (juru ledak dan asistennya). a. Ongkos suku cadang dan bahan habis yang terkait 3) Pemuatan dengan operasi dan perawatan alat muat (shovel, loader). b. Ongkos tenaga kerja (operator shovel, loader dan sebagian dari personel perawatan alat). I - 133

134 4) Pengangkutan a. Ongkos suku cadang dan bahan habis yang terkait dengan operasi dan perawatan alat angkut (truk). b. Ongkos tenaga kerja (operator truk dan sebagian dari personel perawatan alat). 5) Kegiatan Pendukung Utama a. Ongkos suku cadang dan bahan habis yang terkait dengan operasi dan perawatan alat pendukung utama (bulldozer, grader, truk air) b. Ongkos tenaga kerja alat-alat tersebut (operator dan sebagian dari personel perawatan alat). 6) Kegiatan Penunjang Tambang a. Ongkos suku cadang dan bahan habis yang terkait dengan operasi dan perawatan alat penunjang kegiatan tambang (alat bor kecil, truk bahan peledak, alat gali kecil, dll juga suplai untuk bagian engineering dan operasi). Sebagai patokan (rule of thumb) dapat digunakan angka US$ 01 per total ton. b. Ongkos tenaga kerja personel tambang yang terkait (juru pompa, kru servis dan tenaga kerja umum). 7) Perawatan Umum a. Ongkos suku cadang dan bahan habis yang terkait dengan pemeliharaan alat pendukung perawatan tambang (truk bahan bakar, truk pelumas, crane, dll juga suplai untuk bagian perawatan, bengkel dan gudang). Sebagai patokan (rule of thumb) dapat digunakan angka US$ 01 per total ton. b. Ongkos tenaga kerja personel perawatan seperti teknisi ban, kru bahan bakar/pelumas dan tenaga kerja umum. c. Termasuk pula biaya servis oleh kontraktor atau agen. Dapat diperkirakan sebagai persentase dari ongkos tenaga kerja perawatan total. I - 134

135 8) General dan Administrative (G & A) Gaji pegawai di bidang-bidang umum dan administrasi (biasanya disebut dengan biaya upah overhead) ditambah dengan tunjangan-tunjangan lainnya PARAMETER PENTING DALAM PENAKSIRAN ONGKOS/BIAYA 1) Tingkat Upah Pekerja a. Perlu data tentang tingkat upah yang berlaku untuk keahlian ekivalen yang diperlukan oleh operasi penambangan. b. Tambahan tunjangan-tunjangan lain di luar gaji besarnya tergantung pada peraturan yang berlaku. Di Amerika Serikat berkisar sekitar 35%; di beberapa negara lain dapat lebih tinggi. c. Tingkat upah ini dikalikan dengan jumlah personel yang dihitung sebelumnya dalam bab Kebutuhan Tenaga Kerja. 2) Harga diesel (untuk bahan bakar dan campuran bahan peledak ANFO) hingga ke tambang. 3) Biaya listrik (untuk peralatan shovel dan bor listrik). 4) Harga bahan peledak sampai ke tambang. 5) Jumlah gilir yang dijadwalkan untuk tiap jenis alat (dari Perhitungan Kebutuhan Peralatan Tambang) ONGKOS OPERASI ALAT PER GILIR Berdasarkan pada biaya operasi per jam dan jumlah aktual jam pemakaian alat per gilir ONGKOS PELEDAKAN I - 135

136 Ongkos bahan peledak dan aksesorinya yang dibutuhkan untuk suatu pola peledakan tipikal, dibagi dengan jumlah ton batuan yang dihasilkan. 1) Alternatif lain untuk memperkirakan biaya aksesori peledakan adalah dengan menggunakan persentase dari ongkos bahan peledak. Persentase untuk suplai aksesori bahan peledak ini berkisar dari 2-3% untuk tinggi jenjang dan spasi (jarak antar lubang tembak) yang besar, hingga 33% untuk jenjang dan spasi kecil. 2) Suplai aksesori lainnya ini meliputi primer, booster, detonating cord, dll. Contoh ongkos operasi tambang : Tabel Ongkos Operasi Tambang Selama 25 Tahun I - 136

DEFINISI RUMUS - APLIKASI NISBAH KUPAS COG BECOG - ICOG

DEFINISI RUMUS - APLIKASI NISBAH KUPAS COG BECOG - ICOG DEFINISI RUMUS - APLIKASI NISBAH KUPAS COG BECOG - ICOG CUTOFF GRADE, CUT-OFF GRADE (KADAR BATAS) STRIPPING RATIO (NISBAH KUPAS) KADAR EKIVALEN BREAK EVEN CUTOFF GRADE (BECOG) INTERNAL CUTOFF GRADE (ICOG)

Lebih terperinci

Draft Bahan Kuliah Perencanaan dan permodelan Tambang

Draft Bahan Kuliah Perencanaan dan permodelan Tambang Draft Bahan Kuliah Perencanaan dan permodelan Tambang Versi : 00.2008 Oleh : NURHAKIM, ST, MT PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2008 PRAKATA Alhamdulillah, La haula

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA Penentuan pit optimal dalam simulasi perencanaan tambang Bab 3 berikut akan dibantu software NPV Scheduler dan datamine studio dengan tujuan akhir yaitu mendapatkan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu kegiatan yang penting dilakukan oleh suatu perusahaan, karena untuk

BAB I PENDAHULUAN. suatu kegiatan yang penting dilakukan oleh suatu perusahaan, karena untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pertambangan memiliki cakupan yang sangat luas, yaitu dimulai dari tahapan eksplorasi, kajian kelayakan, pengembangan dan perencanaan tambang, penambangan,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Penentuan dan Pemilihan Pit Potensial Penentuan dan pemilihan pit potensial merupakan langkah awal dalam melakukan evaluasi cadangan batubara. Penentuan pit potensial ini diperlukan

Lebih terperinci

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN Oleh : Tim Penyusun 1. PENDAHULUAN Kegiatan usaha pertambangan harus dilakukan secara optimal, diantaranya termasuk melakukan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB vi vii ix xi xiii I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang.... 1 1.2 Perumusan Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

2-D Dynamic Programming atau PIT LIMIT DESIGN

2-D Dynamic Programming atau PIT LIMIT DESIGN 2-D Dynamic Programming atau metode Lerchs-Grossmann PIT LIMIT DESIGN Data yang digunakan adalah data teknoekonomik (termasuk sudut lereng) dengan metode blok bijih Istilah perancangan tambang (Adisoma,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Klasifikasi Sumberdaya Dan Cadangan Batubara Badan Standarisasi Nasional (BSN) telah menetapkan pembakuan mengenai Klasifikasi Sumberdaya Mineral dan Cadangan SNI No. 13-6011-1999.

Lebih terperinci

KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN. Oleh : Tim Penyusun

KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN. Oleh : Tim Penyusun KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN Oleh : Tim Penyusun 1. PENDAHULUAN Pemanfaatan bahan galian sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Maksud dan Tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geoteknik merupakan suatu ilmu terapan yang peranannya sangat penting, tidak hanya dalam dunia pertambangan akan tetapi dalam berbagai bidang seperti teknik sipil

Lebih terperinci

Aplikasi Teknologi Informasi Untuk Perencanaan Tambang Kuari Batugamping Di Gunung Sudo Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Aplikasi Teknologi Informasi Untuk Perencanaan Tambang Kuari Batugamping Di Gunung Sudo Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Aplikasi Teknologi Informasi Untuk Perencanaan Tambang Kuari Batugamping Di Gunung Sudo Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta R. Andy Erwin Wijaya 1, Dianto Isnawan 2 1 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Tambang Terbuka (013)

Tambang Terbuka (013) Tambang Terbuka (013) Abdullah 13.31.1.350 Fakultas Teknik Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Pejuang Republik Indonesia Makassar 2013 Pendahuluan Aturan utama dari eksploitasi tambang adalah memilih

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman RINGKASAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman RINGKASAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI RINGKASAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

BAB IX EVALUASI FINANSIAL

BAB IX EVALUASI FINANSIAL BAB IX EVALUASI FINANSIAL 9.1. PENDAHULUAN 1) Tujuan dari suatu usaha bisnis dalam ekonomi pasar bebas adalah memberikan pengembalian finansial (financial return) kepada para pemilk usaha, konsisten dengan

Lebih terperinci

PENGARUH KESTABILAN LERENG TERHADAP CADANGAN ENDAPAN BAUKSIT

PENGARUH KESTABILAN LERENG TERHADAP CADANGAN ENDAPAN BAUKSIT PENGARUH KESTABILAN LERENG TERHADAP CADANGAN ENDAPAN BAUKSIT Oleh Eddy Winarno; Wawong Dwi Ratminah Program Teknik Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta Abstrak Optimalisasi Keberhasilanan Penambangan Terbuka

Lebih terperinci

1. PERANCANGAN PIT DAN PUSHBACK

1. PERANCANGAN PIT DAN PUSHBACK 1. PERANCANGAN PIT DAN PUSHBACK 1.1 PENGANTAR 1. Pembahasan akan ditekankan pada perancangan geometri yang dapat ditambang dengan masukan dari geometri pit yang dihasilkan oleh program floating cone. 2.

Lebih terperinci

PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN

PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN RISWAN 1, UYU SAISMANA 2 1,2 Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik

BAB I PENDAHULUAN. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Nikel laterit adalah produk residual pelapukan kimia pada batuan ultramafik. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik

Lebih terperinci

METODA-METODA DALAM PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA

METODA-METODA DALAM PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA METODA-METODA DALAM PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA Cadangan batubara (coal reserves) merupakan hal penting dalam menentukan penambangan endapan dengan ekonomis. Tingkat kepastian cadangan terestimasi menentukan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pendahuluan

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pendahuluan BAB II DASAR TEORI 2.1 Pendahuluan Optimasi merupakan proses menjadikan sesuatu keluaran lebih efektif/lebih sempurna dengan melakukan penyesuaian pada masukkan. Jika optimasi itu merupakan proses, maka

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. IV. HASIL PENELITIAN Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) vii

DAFTAR ISI. IV. HASIL PENELITIAN Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) vii DAFTAR ISI RINGKASAN... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

KCMI ( Kode Cadangan Mineral Indonesia )

KCMI ( Kode Cadangan Mineral Indonesia ) KCMI ( Kode Cadangan Mineral Indonesia ) Perkembangan dunia menuntut adanya transparansi, standarisasi dan accountability termasuk di dalam dunia eksplorasi dan pertambangan mineral dan batubara di Indonesia.

Lebih terperinci

Artikel Pendidikan 23

Artikel Pendidikan 23 Artikel Pendidikan 23 RANCANGAN DESAIN TAMBANG BATUBARA DI PT. BUMI BARA KENCANA DI DESA MASAHA KEC. KAPUAS HULU KAB. KAPUAS KALIMANTAN TENGAH Oleh : Alpiana Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Mataram

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil bahan galian berharga dari lapisan bumi. Perkembangan dan peningkatan teknologi cukup besar, baik dalam

Lebih terperinci

Metode Perhitungan Cadangan. Konsep Dasar

Metode Perhitungan Cadangan. Konsep Dasar Metode Perhitungan Cadangan Konsep Dasar Konversi Unit 1 inch = 2,54 cm 1 karat = 200 mgram 1 m = 3,281 feet 1 mile = 1.609 km 1 ha = 10.000 m 2 1 acre = 0,404686 ha 1 cc = 0,061 cinch 1 kg = 2,2046 pound

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Estimasi Sumber Daya Bijih Besi Eksplorasi adalah suatu rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mencari sumberdaya bahan galian atau endapan mineral berharga dengan meliputi

Lebih terperinci

Metode Tambang Batubara

Metode Tambang Batubara Metode Tambang Batubara Sistem Penambangan Batubara Sistem penambangan batubara ada 3, yaitu: - Penambangan Terbuka (Open Pit Mining) - Penambangan Bawah Tanah (Underground Mining) - Penambangan dengan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Metode Penambangan 5.2 Perancangan Tambang Perancangan Batas Awal Penambangan

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Metode Penambangan 5.2 Perancangan Tambang Perancangan Batas Awal Penambangan BAB V PEMBAHASAN 5.1 Metode Penambangan Pemilihan metode penambangan Block Cut Open Pit Mining dikarenakan seam batubara mempunyai kemiringan yang cukup signifikan yaitu sebesar 10-15 sehingga batas akhir

Lebih terperinci

[TAMBANG TERBUKA ] February 28, Tambang Terbuka

[TAMBANG TERBUKA ] February 28, Tambang Terbuka Tambang Terbuka I. Pengertian Tambang Terbuka Tambang Terbuka (open pit mine) adalah bukaan yang dibuat dipermukaan tanah, betujuan untuk mengambil bijih dan akan dibiarkan tetap terbuka (tidak ditimbun

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN EKSPLORASI BAHAN GALIAN

PENYELIDIKAN EKSPLORASI BAHAN GALIAN PENYELIDIKAN EKSPLORASI BAHAN GALIAN ISTILAH DAN DEFINISI Beberapa istilah dan definisi yang digunakan diambil dari acuan-acuan, yang dimodifikasi sesuai kebutuhan, yaitu : Bahan galian, segala jenis bahan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Hasil Simulasi NPV Scheduler Skenario (1)

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Hasil Simulasi NPV Scheduler Skenario (1) BAB V PEMBAHASAN Bab pembahasan ini dibagi menjadi tiga bagian pembahasan. Pembahasan yang pertama ialah hasil simulasi NPV Scheduler, berikutnya akan membahas analisis hasil berupa perbandingan dari simulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya mineral yang ada di alam merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui kembali (non-renewable), dengan kata lain industri pertambangan selalu

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perencanaan Tambang (Mine Plan) Ada berbagai macam perencanaan antara lain : a. Perencanaan jangka panjang, yaitu suatu perencanaan kegiatan yang jangka waktunya lebih dari 5

Lebih terperinci

Klasifikasi Sumberdaya Mineral dan Cadangan

Klasifikasi Sumberdaya Mineral dan Cadangan STANDAR NASIONAL INDONESIA AMANDEMEN 1 - SNI 13-4726-1998 ICS 73.020 Klasifikasi Sumberdaya Mineral dan Cadangan BADAN STANDARDISASI NASIONAL-BSN Latar Belakang Endapan mineral (bahan tambang ) merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi di bidang pertambangan memerlukan jumlah dana yang sangat besar agar investasi yang akan dikeluarkan tersebut menguntungkan. Komoditas endapan mineral yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergerak di sektor pertambangan batubara dengan skala menengah - besar.

BAB I PENDAHULUAN. bergerak di sektor pertambangan batubara dengan skala menengah - besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT Milagro Indonesia Mining adalah salah satu perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan batubara dengan skala menengah - besar. Lokasi penelitian secara administratif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. PACIFIC GLOBAL UTAMA (PT. PGU) bermaksud untuk. membuka tambang batubara baru di Desa Pulau Panggung dan Desa

BAB I PENDAHULUAN. PT. PACIFIC GLOBAL UTAMA (PT. PGU) bermaksud untuk. membuka tambang batubara baru di Desa Pulau Panggung dan Desa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT. PACIFIC GLOBAL UTAMA (PT. PGU) bermaksud untuk membuka tambang batubara baru di Desa Pulau Panggung dan Desa Tanjung Lalang, Kecamatan Tanjung Agung Kabupaten

Lebih terperinci

PERANCANGAN SEQUENCE PENAMBANGAN BATUBARA UNTUK MEMENUHI TARGET PRODUKSI BULANAN (Studi Kasus: Bara 14 Seam C PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur)

PERANCANGAN SEQUENCE PENAMBANGAN BATUBARA UNTUK MEMENUHI TARGET PRODUKSI BULANAN (Studi Kasus: Bara 14 Seam C PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur) PERANCANGAN SEQUENCE PENAMBANGAN BATUBARA UNTUK MEMENUHI TARGET PRODUKSI BULANAN (Studi Kasus: Bara 14 Seam C PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur) Dadang Aryanda*, Muhammad Ramli*, H. Djamaluddin* *)

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Penyusunan Basis Data Assay

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Penyusunan Basis Data Assay BAB V PEMBAHASAN 5.1 Penyusunan Basis Data Assay Basis data Assay dan data informasi geologi adalah data data dasar di dalam proses permodelan dan estimasi sumberdaya bijih. Prosedur awal setelah data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meilani Magdalena/

BAB I PENDAHULUAN. Meilani Magdalena/ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sistem porfiri merupakan suatu endapan hipotermal yang dicirikan oleh stockwork yang tersebar (disseminated) dalam massa batuan yang besar yang berhubungan

Lebih terperinci

SISTEM TAMBANG TERBUKA

SISTEM TAMBANG TERBUKA SISTEM TAMBANG TERBUKA A. JENIS-JENIS METODE PENAMBANGAN Secara garis besar metode penambangan dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu : 1) Tambang terbuka (surface mining). 2) Tambang dalam/tambang bawah

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Perancangan Desain Pit Tambang Bijih Besi di PT. Juya Aceh Mining di Desa Ie Mierah dan Alue Dawah, Kecamatan Bahbarot, Kabupaten Aceh Barat Daya, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Investasi di bidang pertambangan memerlukan jumlah dana yang sangat besar. Agar investasi yang akan dikeluarkan tersebut menguntungkan, maka komoditas endapan bahan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Endapan Batubara Penyebaran endapan batubara ditinjau dari sudut geologi sangat erat hubungannya dengan penyebaran formasi sedimen yang berumur Tersier yang terdapat secara luas

Lebih terperinci

Istilah-istilah dalam Tambang Bawah Tanah

Istilah-istilah dalam Tambang Bawah Tanah Istilah-istilah dalam Tambang Bawah Tanah 1.Shaft Shaft adalah suatu lubang bukaan vertical atau miring yang menghubungkan tambang bawah tanah dengan permukaan bumi dan berfungsi sebagai jalan pengangkutan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih model lereng stabil dengan FK

BAB V PEMBAHASAN. lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih model lereng stabil dengan FK 98 BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan analisis terhadap lereng, pada kondisi MAT yang sama, nilai FK cenderung menurun seiring dengan semakin dalam dan terjalnya lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan industri pertambangan batu andesit penting sekali di sektor konstruksi,

BAB I PENDAHULUAN. Peranan industri pertambangan batu andesit penting sekali di sektor konstruksi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan penduduk yang semakin pesat berdampak pada pembangunan. Peranan industri pertambangan batu andesit penting sekali di sektor konstruksi, terutama dalam pembangunan

Lebih terperinci

Modul Responsi. TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan. Asisten: Agus Haris W, ST

Modul Responsi. TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan. Asisten: Agus Haris W, ST Modul Responsi TE-323, Metode Perhitungan Cadangan Asisten: Agus Haris W, ST DEPARTEMEN TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS ILMU KEBUMIAN DAN TEKNOLOGI MINERAL INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2005 I. PENDAHULUAN Perhitungan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA Data yang digunakan merupakan data dari PT. XYZ, berupa peta topografi dan data pemboran 86 titik. Dari data tersebut dilakukan pengolahan sebagai berikut : 4.1 Analisis Statistik

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Endapan nikel laterit di Pulau Gee terbentuk akibat dari proses pelindian pada batuan ultrabasa. Air hujan yang mengandung CO 2 dari udara meresap ke bawah sampai ke

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Analisis Investasi Tambang Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan endapan bahan galian yang meliputi

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Tata cara umum penyusunan laporan eksplorasi bahan galian BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia. Tata cara umum penyusunan laporan eksplorasi bahan galian BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional SNI 13-6606-2001 Standar Nasional Indonesia Tata cara umum penyusunan laporan eksplorasi bahan galian ICS 73.020 Badan Standardisasi Nasional BSN Daftar isi Prakata.. Pendahuluan. 1. Ruang Lingkup 2. Acuan...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. PT. Berau Coal merupakan salah satu tambang batubara dengan sistim penambangan

BAB 1 PENDAHULUAN. PT. Berau Coal merupakan salah satu tambang batubara dengan sistim penambangan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian PT. Berau Coal merupakan salah satu tambang batubara dengan sistim penambangan terbuka di Kalimantan Timur Indonesia yang resmi berdiri pada tanggal 5 April

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penambangan (mining) dapat dilakukan dengan menguntungkan bila sudah jelas

BAB I PENDAHULUAN. Penambangan (mining) dapat dilakukan dengan menguntungkan bila sudah jelas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penambangan (mining) dapat dilakukan dengan menguntungkan bila sudah jelas diketahui berapa besar cadangan mineral (mineral reserves) yang ditemukan. Cadangan ini

Lebih terperinci

Gophering Adalah metode penambangan yang tidak sistematis, umumnya dilakukan secara tradisional / manual. Dipakai untuk endapan tersebar dengan nilai

Gophering Adalah metode penambangan yang tidak sistematis, umumnya dilakukan secara tradisional / manual. Dipakai untuk endapan tersebar dengan nilai Gophering Adalah metode penambangan yang tidak sistematis, umumnya dilakukan secara tradisional / manual. Dipakai untuk endapan tersebar dengan nilai sedang-tinggi Bijih dan batuan samping cukup kuat,

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERENCANAAN TAMBANG 3.1 PENGERTIAN

KONSEP DASAR PERENCANAAN TAMBANG 3.1 PENGERTIAN KONSEP DASAR PERENCANAAN TAMBANG 3.1 PENGERTIAN Perencanaan adalah penentuan persyaratan dalan mencapai sasaran,kegiatan serta urutan teknik pelaksanaan berbagai macam kegiatan untuk mencapai suatu tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertambangan, khususnya batubara merupakan salah satu komoditas yang penting untuk memenuhi kebutuhan energi yang semakin meningkat. Batubara saat ini menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karakteristik dari suatu endapan mineral dipengaruhi oleh kondisi pembentukannya yang berhubungan dengan sumber panas, aktivitas hidrotermal, karakteristik

Lebih terperinci

Sistem Penambangan Bawah Tanah (Edisi I) Rochsyid Anggara, ST. Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah

Sistem Penambangan Bawah Tanah (Edisi I) Rochsyid Anggara, ST. Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah Sistem Penambangan Bawah Tanah (Edisi I) Rochsyid Anggara, ST Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah Ditinjau dari sistem penyanggaannya, maka metode penambangan bawah tanah (Underground mining)

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Batubara merupakan salah satu sumber energi alternative disamping minyak dan gas bumi. Dipilihnya batubara sebagai sumber energi karena batubara relatif lebih murah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sistem penambangan adalah suatu cara atau teknik yang dilakukan untuk membebaskan atau mengambil endapan bahan galian yang mempunyai arti ekonomis dari batuan induknya

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN ANTARA METODE POLIGON DAN INVERSE DISTANCE PADA PERHITUNGAN CADANGAN Ni PT. CIPTA MANDIRI PUTRA PERKASA KABUPATEN MOROWALI

STUDI PERBANDINGAN ANTARA METODE POLIGON DAN INVERSE DISTANCE PADA PERHITUNGAN CADANGAN Ni PT. CIPTA MANDIRI PUTRA PERKASA KABUPATEN MOROWALI STUDI PERBANDINGAN ANTARA METODE POLIGON DAN INVERSE DISTANCE PADA PERHITUNGAN CADANGAN Ni PT. CIPTA MANDIRI PUTRA PERKASA KABUPATEN MOROWALI Sri Widodo 1, Anshariah 2, Fajar Astaman Masulili 2 1. P ro

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Perancangan (Design) Pit Ef Pada Penambangan Batubara di PT Milagro Indonesia Mining Desa Sungai Merdeka, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi

Lebih terperinci

DESAIN TAMBANG PERTEMUAN KE-3

DESAIN TAMBANG PERTEMUAN KE-3 DESAIN TAMBANG PERTEMUAN KE-3 Penambangan dengan sistem tambang terbuka menyebabkan adanya perubahan rona/bentuk dari suatu daerah yang akan ditambang menjadi sebuah front penambangan Setelah penambangan

Lebih terperinci

EKSPLORASI ENDAPAN BIJIH NIKEL LATERIT

EKSPLORASI ENDAPAN BIJIH NIKEL LATERIT EKSPLORASI ENDAPAN BIJIH NIKEL LATERIT I. PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan galian merupakan salah satu sumber daya alam non hayati yang keterjadiannya disebabkan oleh proses proses geologi. Berdasarkan

Lebih terperinci

MineScape Mine Planning and Design Software

MineScape Mine Planning and Design Software MineScape Mine Planning and Design Software MineScape dikembangkan untuk memenuhi berbagai tuntutan dalam industri pertambangan dan digunakan oleh lebih dari 100 perusahaan pertambangan di Indonesia. Minescape

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Pengertian Batubara Batubara adalah akumulasi material organik yang berasal dari sisasisa tumbuhan yang telah melalui proses kompaksi, ubahan kimia dan proses metamorfosis oleh

Lebih terperinci

MAKALAH TAMBANG TERBUKA TAHAPAN PERTAMBANGAN BATUBARA OLEH :

MAKALAH TAMBANG TERBUKA TAHAPAN PERTAMBANGAN BATUBARA OLEH : MAKALAH TAMBANG TERBUKA TAHAPAN PERTAMBANGAN BATUBARA OLEH : - BAYU TOTONAFO L. DBD 112 013 MARSIANUS J.T.R DBD 112 066 ADHAM RAMADHAN S.P DBD 112 076 APRIADITYA CANDRA DBD 112 112 RONALD SAMBORA DBD 112

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya mineral merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal inilah yang melatarbelakangi adanya pencarian lokasi sumber mineral baru. Setelah adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perhitungan cadangan merupakan sebuah langkah kuantifikasi terhadap suatu sumberdaya alam. Perhitungan dilakukan dengan berbagai prosedur/metode yang didasarkan pada

Lebih terperinci

Proposal Kerja Praktek Teknik Pertambangan Universitas Halu Oleo

Proposal Kerja Praktek Teknik Pertambangan Universitas Halu Oleo A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi sumber daya alam khususnya sumber daya mineral. Dalam pekembangannya, telah berbagai macam teknik dan teknologi yang dipergunakan

Lebih terperinci

Kestabilan Geometri Lereng Bukaan Tambang Batubara di PT. Pasifik Global Utama Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan

Kestabilan Geometri Lereng Bukaan Tambang Batubara di PT. Pasifik Global Utama Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Kestabilan Geometri Lereng Bukaan Tambang Batubara di PT. Pasifik Global Utama Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan 1 Zulkifli Yadi 1 Prodi Pertambangan,

Lebih terperinci

PEMETAAN GEOLOGI. A. Peta Geologi. B. Pemetaan Geologi

PEMETAAN GEOLOGI. A. Peta Geologi. B. Pemetaan Geologi PEMETAAN GEOLOGI A. Peta Geologi Peta geologi merupakan suatu sarana untuk menggambarkan tubuh batuan, penyebaran batuan, kedudukan unsur struktur geologi dan hubungan antar satuan batuan serta merangkum

Lebih terperinci

BIJIH BESI OLEH : YUAN JAYA PRATAMA ( ) KEOMPOK : IV (EMPAT) GENESA BIJIH BESI

BIJIH BESI OLEH : YUAN JAYA PRATAMA ( ) KEOMPOK : IV (EMPAT) GENESA BIJIH BESI BIJIH BESI OLEH : YUAN JAYA PRATAMA (12 02 0034) KEOMPOK : IV (EMPAT) GENESA BIJIH BESI Proses terjadinya cebakan bahan galian bijih besi berhubungan erat dengan adanya peristiwa tektonik pra-mineralisasi.

Lebih terperinci

BAB IV PENAMBANGAN 4.1 Metode Penambangan 4.2 Perancangan Tambang

BAB IV PENAMBANGAN 4.1 Metode Penambangan 4.2 Perancangan Tambang BAB IV PENAMBANGAN 4.1 Metode Penambangan Cadangan Batubara yang terdapat dalam daerah penambangan Sangasanga mempunyai kemiringan umum sekitar 10-15 dan dengan cropline yang berada di sisi barat daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan modal yang maksimal. Kebutuhan modal yang maksimal. menyebabkan perusahaan tambang berusaha agar kegiatan penambangan

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan modal yang maksimal. Kebutuhan modal yang maksimal. menyebabkan perusahaan tambang berusaha agar kegiatan penambangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bidang pertambangan merupakan salah satu bidang usaha yang membutuhkan modal yang maksimal. Kebutuhan modal yang maksimal menyebabkan perusahaan tambang berusaha agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dewasa ini Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dewasa ini Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan yang baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik dari segi materi maupun waktu.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Statistik Univarian

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Statistik Univarian BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Statistik Univarian Analisis statistik yang dilakukan yaitu analisis statistik univarian untuk ketebalan batubara. Analisis statistik ini dilakukan untuk melihat variasi ketebalan

Lebih terperinci

SARI ABSTRACT PENDAHULUAN

SARI ABSTRACT PENDAHULUAN ESTIMASI SUMBERDAYA NIKEL LATERIT DENGAN METODE INVERSE DISTANCE WEIGHTING (IDW) PADA PT. VALE INDONESIA, Tbk. KECAMATAN NUHA PROVINSI SULAWESI SELATAN Rima Mustika 1, Sri Widodo 2, Nurliah Jafar 1 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Alterasi hidrotermal adalah suatu proses kompleks yang meliputi perubahan mineralogi, tekstur, dan komposisi kimia yang terjadi akibat interaksi larutan hidrotermal

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Pengawasan eksplorasi bahan galian BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia. Pengawasan eksplorasi bahan galian BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional SNI 13-6675-2002 Standar Nasional Indonesia Pengawasan eksplorasi bahan galian ICS 73.020 Badan Standardisasi Nasional BSN Daftar Isi Daftar Isi... i Prakata... iii Pendahuluan... iv 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai macam bahan galian, yang kemudian bahan galian tersebut dimanfaatkan oleh industry pertambangan untuk memnuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Maksud dan Tujuan Maksud penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar kesarjanaan di Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik Mineral, Universitas Trisakti,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain

BAB I PENDAHULUAN. lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perencanaan sistem tambang terbuka, analisis kestabilan lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain tambang yang aman dan ekonomis.

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN GEOLOGI Oleh : Asep Bahtiar P, ST. MT

STUDI KELAYAKAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN GEOLOGI Oleh : Asep Bahtiar P, ST. MT STUDI KELAYAKAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN GEOLOGI 2010 Oleh : Asep Bahtiar P, ST. MT Dasar Hukum Pasal 8 UU Kepmen Esdm 1453 K/29/MEM/ 2000, Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan Pasal 9 Kepmen Esdm

Lebih terperinci

TEMPAT PENIMBUNAN STOCK PILE AND WASTE DUMP

TEMPAT PENIMBUNAN STOCK PILE AND WASTE DUMP TEMPAT PENIMBUNAN STOCK PILE AND WASTE DUMP Jenis tempat penimbunan STOCK PILE AND WASTE DUMP TEMPAT PENIMBUNAN 1. WASTE DUMP LOKASI PEMBUANGAN OVERBURDEN ATAU MATERIAL KADAR RENDAH DAN ATAU MATERIAL BUKAN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Genesa Batubara Dua tahap penting yang dapat di bedakan untuk mempelajari genesa batubara adalah gambut dan batubara. Dua tahap ini merupakan hasil dari suatu proses yang berurutan

Lebih terperinci

MAKALAH PENGEBORAN DAN PENGGALIAN EKSPLORASI

MAKALAH PENGEBORAN DAN PENGGALIAN EKSPLORASI MAKALAH PENGEBORAN DAN PENGGALIAN EKSPLORASI Disusun Oleh : ERWINSYAH F1B3 13 125 TEKNIK JURUSAN PERTAMBANGAN FAKULTAS ILMU TEKNOLOGI KEBUMIAN UNIVERSITAS HALUOLEO 2017 KATA PENGANTAR Dengan mengucap syukur

Lebih terperinci

Prodi Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung Jl. Tamansari No. 1 Bandung

Prodi Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung Jl. Tamansari No. 1 Bandung Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Penjadwalan Tambang (Mine Scheduling) untuk Mencapai Target Produksi Batubara 25.000 Ton/Bulan di PT Milagro Indonesia Mining Desa Bukit Merdeka Kecamatan

Lebih terperinci

GEOTEKNIK TAMBANG DASAR DASAR ANALISIS GEOTEKNIK. September 2011 SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA.

GEOTEKNIK TAMBANG DASAR DASAR ANALISIS GEOTEKNIK. September 2011 SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA. SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA. GEOTEKNIK TAMBANG DASAR DASAR ANALISIS GEOTEKNIK September 2011 SUPANDI, ST, MT supandisttnas@gmail.com GEOTEKNIK TAMBANG Jurusan : Teknik Geologi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I. PENDAHULUAN

DAFTAR ISI... RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I. PENDAHULUAN DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I. PENDAHULUAN Halaman 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Permasalahan... 2 1.3 Tujuan

Lebih terperinci

RANCANGAN TEKNIS DESAIN PUSH BACK PADA PENAMBANGAN BATUBARA PIT 10 DAN PIT 13 PT. KAYAN PUTRA UTAMA COAL KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR

RANCANGAN TEKNIS DESAIN PUSH BACK PADA PENAMBANGAN BATUBARA PIT 10 DAN PIT 13 PT. KAYAN PUTRA UTAMA COAL KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN TEKNIS DESAIN PUSH BACK PADA PENAMBANGAN BATUBARA PIT 10 DAN PIT 13 PT. KAYAN PUTRA UTAMA COAL KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR Oleh : Diyah Ayu Purwaningsih 1 dan Mamas 2 ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI

BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI Hasil pengolahan data yang didapat akan dibahas dan dianalisis pada bab ini. Analisis dilakukan untuk mengetahui kondisi bawah permukaan secara geometri yang berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kajian Geoteknik Analisis kemantapan lereng keseluruhan bertujuan untuk menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada sudut dan tinggi tertentu. Hasil dari analisis

Lebih terperinci

MAKALAH MANAJEMEN TAMBANG KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN MINERAL

MAKALAH MANAJEMEN TAMBANG KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN MINERAL MAKALAH MANAJEMEN TAMBANG KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN MINERAL Oleh: KELOMPOK IV 1. Edi Setiawan (1102405/2011) 2. Butet Sesmita (1102414/2011) 3. Irpan Johari (1102419/2011) 4. Reynold Montana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang rinci dan pasti untuk mencapai tujuan atau sasaran kegiatan serta urutan

BAB I PENDAHULUAN. yang rinci dan pasti untuk mencapai tujuan atau sasaran kegiatan serta urutan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rancangan adalah penentuan persyaratan, spesifikasi dan kriteria teknik yang rinci dan pasti untuk mencapai tujuan atau sasaran kegiatan serta urutan teknis pelaksanaannya

Lebih terperinci

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA 3.1 Kebutuhan Peta dan Informasi Tinggi yang Teliti dalam Pekerjaan Eksplorasi Tambang Batubara Seperti yang telah dijelaskan dalam BAB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT Freeport Indonesia merupakan salah satu industri pertambangan tembaga

BAB I PENDAHULUAN. PT Freeport Indonesia merupakan salah satu industri pertambangan tembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah PT Freeport Indonesia merupakan salah satu industri pertambangan tembaga dan emas terbesar di Indonesia saat ini. PT Freeport Indonesia menerapkan dua sistem

Lebih terperinci