MAKALAH TAMBANG TERBUKA TAHAPAN PERTAMBANGAN BATUBARA OLEH :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MAKALAH TAMBANG TERBUKA TAHAPAN PERTAMBANGAN BATUBARA OLEH :"

Transkripsi

1 MAKALAH TAMBANG TERBUKA TAHAPAN PERTAMBANGAN BATUBARA OLEH : - BAYU TOTONAFO L. DBD MARSIANUS J.T.R DBD ADHAM RAMADHAN S.P DBD APRIADITYA CANDRA DBD RONALD SAMBORA DBD DOMIGO BOKIT ERLAN SUGIARTO CHRISROLAND ANGGIE A.P AMRULLAH DBD DBD DBD DBD KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS PALANGKA RAYA FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN PALANGKA RAYA 2015 KATA PENGANTAR 1

2 2 Puji syukur pada kasih dan karunia Tuhan Yang Maha Esa atas segala penyertaan-nya dalam pembuatan Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Penulis menyadari dalam Makalah terdapat kekurangan dan kejanggalan serta jauh dari kesempurnaan, baik dalam penulisan maupun dalam penyajian. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan Makalah ini. Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan tugas ini. Harapan penulis, semoga Makalah yang telah disusun ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Palangka Raya, April 2015 Penyusun DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... 2 i

3 3 KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii BAB I BAB II Tahapan Kegiatan Pendahuluan... 1 Penyelidikan Umum (Prospeksi) Pendahuluan Rincian Kegiatan Penyelidikan Umum (Prospeksi) Penelusuran Tebing tebing ditepi Sungai dan Lereng lereng Bukit... BAB III Penyelidikan Dengan Sumur Uji (Test Pit) Penyelidikan Dengan Parit Uji (Trench)... 7 Eksplorasi Pendahuluan Metode Pengambilan Contoh Pengeboran Inti (Core Drilling) Penggalian Sumur Uji (Test Pit) atau Sumuran Dalam (Test BAB IV Shaft) Penggalian Terowongan Buntu Study Kelayakan Pendahuluan Aspek Kajian Study Kelayakan Aspek Kajian Teknis Aspek Kajian Nonteknis... 14

4 Kajian Pasar Kajian kelayakan ekonomis Kajian kelayakan lingkungan, berbentuk AMDAL dan UKL UPL BAB V Perencanaan Pengertian Perencanaan Fungsi Perencanaan Tujuan Perencanaan Tambang Masalah Perencanaan Tambang Ruang Lingkup Perencanaan Tambang Penentuan batas dari pit Perancangan pushback Penjadwalan produksi Perencanaan tambang berdasarkan urutan waktu Pemilihan alat Perhitungan ongkos-ongkos operasi dan kapital Tahapan Dalam Perencanaan Studi Konseptual Pra Studi Kelayakan Studi Kelayakan Biaya Perencanaan Akurasi dari Estimasi Tonase dan kadar Unjuk kerja Biaya Harga dan perolehan Checklist Data Awal yang Harus Dikumpukan... 24

5 Topografi Kondisi iklim (Climate condition) Air Struktur Geologi Air Tambang Permukaan Tipe/Jenis Batuan (Bijih, overburden) Lokasi untuk Konsentrator Tailing Pond (daerah) Jalan Power Smelting Kepemilikan lahan Pemerintah Kondisi ekonomi Lokasi Pembuangan (waste) : tambang, rumah sakit, perumahan Aksessibilitas dari kota utama ke luar Metode mendapatka informasi BAB VI Penambangan Tambang Terbuka Tahapan Kegiatan Tambang Terbuka... a. Pembabatan dan Pembersihan Lahan... b. Pengupasan Tanah Penutup... c. Penambangan atau Penggalian Bahan Bahan Galian... c.1. Strip Mining... c.2. Contour Mining... c.3. Area Mining... c.4. Auger Mining... c.5. Box Cut Mining Tambang Bawah Tanah Tahapan Kegiatan Tambang Bawah Tanah... a. Pembabatan dan Pembersihan Lahan... b. Pengupasan Tanah Penutup... c. Penambangan atau Penggalian Bahan Galian... d. Metode Penambangan Bawah Tanah untuk Endapan Batubara BAB VII Pencucian Batubara Proses Pencucian Batubara

6 Macam Macam Alat Pencucian Batubara Jig Dense Medium Separator (DMS) Hydrocyclone Concentration Tables Froth Flotation Washing Plant 1. Tahap preparasi Tahap Pra pencucian Tahap pencucian dan pengurangan kandungan air BAB VIII Pengolahan Batubara Pendahuluan Pengolahan Bahan Galian (PBG) Kominusi atau Reduksi Ukuran (Comminutin) Pemisahan Berdasarkan Ukuran (Sizing) a. Pengayakan/Penyaringan (Screening/Sieving) b. Klasifikasi (Classification) c. Peningkatan Kadar atau Konsentrasi (Concentration).. 57 c.1. Pemilahan (Sorting) c.2. Konsentrasi Gravitasi (Gravity Concentration) Pengurangan Kadar Air/Pengawa-airan (Dewatering) a. Cara Pengentalan/Pemekatan (Thickening) b. Cara Penapisan/Pengawa-airan(Filtration) c. Pengeringan (Drying) Penanganan Material (Material Handling) a. Penanganan Material Padat Kering (Dry Solid Handling) b. Penanganan Lumpur (Slurry Handling) c. Penanganan/Pembuangan Ampas (Tailing Disposal) BAB IX Pasca Tambang (Reklamasi) Pendahuluan Tahapan Tahapan Reklamasi Penataan Lahan Pengendalian Erosi dan Sedimentasi Perbaikan Kualitas Tanah Revegatasi Pengelolaan Air Asam Tambang

7 7 DAFTAR PUSTAKA Bab I Tahapan Kegiatan Usaha Pertambangan 1.1.Pendahuluan Kegiatan dalam usaha pertambangan meliputi tugas-tugas yang dilakukan untuk mencari, mengambil bahan galian dari dalam kulit bumi, kemudian mengolah sampai bisa bermanfaat bagi manusia. Secara garis besar tahap-tahap kegiatan dalam usaha pertambangan adalah sebagai berikut: Setiap melakukan tahap-tahap kegiatan usaha pertambangan, pengusaha harus memiliki surat keputusan pemberian Kuasa pertambangan (KP) Surat izin Penambangan Daerah (SIPD) yang sesuai dengan tahap kegiatan yang dilakukan. * Peta Topografi Prospeksi * Geologi * Peta Temuan *Percontoh Batuan * Mineralogi * Geofisika * Geokimia * Pemboran Inti Eksplorasi *Jumlah&Sifat Cadangan * Kadar endapan * Sumur Uji (tes pit) *Sifat

8 2 fisik,kimia,mekanik * Stratigrafi & Litologi * Terowongan buntu (adit) Studi Kelayakan * Penentuan Sasaran * Layak/tidak layak (target) produksi ditambang? * Pemilihan metoda *Kerusakan lingkungan penambangan dapat ditangani * Pemilihan peralatan : Dokumen Amdal, RKL,macam dan ukurannya RPL * Evaluasi teknis & ekonomis Layak Tambang Tidak Layak Tambang (mineable) (unmineable) Masuk Arsip * Ada Agunan * Jaminan * Jual Saham Mencari Dana kepercayaan * Pinjaman Bank * Uang Sendiri * Penentuan sasaran produksi * Pemilihan metoda penambangan & batas penambangan Rekacipta Tambang * Penentuan macam & ukuran peralatan * Analisis kemantapan lereng * Peta rancangan kemajuan * Tata letak sarana & prasana tambang

9 3 A A * Pengupasan tanah penutup * Medan kerja awal * Pembangunan sarana * Sumuran dalam prasarana tambang * Terowongan buntu Persiapan Penambangan * Geologi & pemercontohan Penambangan * Pemetaan kemajuan tambang * Produksi bijih * Re-vegetasi * Pemberaian, pemuatan & penangkutan * Energi, bahan kerja, suku cadang * Pengelolaan & pemantauan lingkungan Pengolahan Bahan Galian * Konsentrat * Pengecilan ukuran & Klasifikasi * Pencucian & konsentrasi * Pengelolaan & pemantauan Lingkungan * Proses ekstraktif metalurgi * Pemurnian logam Metalurgi * Paduan logam * Logam murni

10 4 * Pengelolaan & pemantauan Lingkungan Pemasaran * Pengangkutan * Promosi * Penelitian & pengembangan produksi Gambar 2. Tahap kegiatan pada industri pertambangan (Sumber : Catatan kuliah perencanaan tambang)

11 5 Bab II Penyelidikan Umum (Prospeksi) 2.1. Pendahuluan Industri pertambangan selalu dimulai dengan kegiatan penyelidikan umum atau prospeksi, yaitu segala macam kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh indikasi adanya endapan bahan galian (sumberdaya mineral) yang kemudian dengan data dan bukti-bukti mengenai keberadaan endapan bahan galian tersebut lokasinya dipetakan. Dengan lain perkataan penyelidikan umum atau prospeksi bertujuan untuk menemukan lokasi adanya endapan bahan galian. Menurut Undang-undang No.11 tahun 1967 (UU No.11/1967) tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan pada Pasal 2 disebutkan bahwa penyelidikan umum adalah penyelidikan secara geologi umum atau geofisika di daratan, perairan dan dari udara, segala sesuatu dengan maksud untuk membuat peta geologi umum atau untuk menetapkan tandatanda adanya bahan galian pada umumnya. Bila telah ditemukan bukti-bukti yang kuat mengenai keberadaan suatu endapan bahan galian, maka akan dilanjutkan dengan kegiatan eksplorasi (exploration). Kegiatan penyelidikan umum atau prospeksi dan eksplorasi tersebut akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup, namun berhubung kegiatan prospeksi dan eksplorasi itu cepat berpindah tempat atau jarang berlangsung lama di satu tempat tertentu, walaupun kadang-kadang dapat sampai 10 tahun bahkan

12 6 berlangsung hampir sepanjang umur tambang, sedangkan daerah yang tercemar dan rusak tidak luas, maka dampak negatifnya kurang penting atau tidak berarti (not significant) untuk diperhitungkan, karena pada umumnya dengan mudah dan cepat dapat ditangani (di-reklamasi/rehabilitasi/restorasi) Rincian Kegiatan Penyelidikan Umum (Prospeksi) Metode yang biasa dipakai dalam penyelidikan umum atau prospeksi adalah : Penelusuran Tebing tebing ditepi Sungai dan Lereng lereng Bukit Kegiatan ini berusaha untuk menemukan singkapan (outcrop) yang bisa memberi petunjuk keberadaan suatu endapan bahan galian. Bila ditemukan singkapan yang menarik dan menunjukkan tanda-tanda adanya mineralisasi, maka letak dan kedudukan itu diukur dan dipetakan. Juga diambil contoh batuannya (rock samples) secara sistematis untuk diselidiki di laboratorium agar dapat diketahui data apa yang tersimpan di dalam contoh batuan itu Penyelidikan Dengan Sumur Uji (Test Pit) Untuk memperoleh bukti mengenai keberadaan suatu endapan bahan galian di bawah tanah dan mengambil contoh batuan (rock samples)-nya biasanya digali sumur uji (test pit) dengan mempergunakan peralatan sederhana seperti cangkul, linggis, sekop, pengki, dsb. Bentuk penampang sumur uji bisa empat persegi panjang, bujur sangkar, bulat atau bulat telur (ellip) yang kurang sempurna (lihat Gambar 3). Tetapi bentuk penampang yang paling sering dibuat adalah empat persegi panjang; ukurannya berkisar antara 75 x 100 m sampai 150 x 200 m. Sedangkan kedalamannya tergantung dari kedalaman endapan bahan galiannya atau batuan dasar (bedrock)nya dan kemantapan (kestabilan) dinding sumur uji. Bila tanpa penyangga kedalaman sumur uji itu berkisar antara 4-5 m. Agar dapat diperoleh gambaran yang representatif mengenai bentuk dan letak endapan bahan secara garis besar, maka digali beberapa sumur uji

13 7 dengan pola yang teratur seperti empat persegi panjang atau bujur sangkar (pada sudut-sudut pola tersebut digali sumur uji) dengan jarak-jarak yang teratur pula ( m), kecuali bila keadaan lapangan atau topografinya tidak memungkinkan. Dengan ukuran, kedalaman dan jarak sumur uji yang terbatas tersebut, maka volume tanah yang digali juga terbatas dan luas wilayah yang rusak juga sempit. em pat persegi panjang bujur sangkar bula t bula t te lu r (ellip ) Gambar 3. Macam bentuk penampang sumur uji Penyelidikan Dengan Parit Uji (Trench) Pada dasarnya maksud dan tujuannya sama dengan penyelidikan yang mempergunakan sumur uji. Demikian pula cara penggaliannya. Yang berbeda adalah bentuknya ; parit uji digali memanjang di permukaan bumi dengan bentuk penampang trapesium (lihat Gambar 4) dan kedalamannya 2-3 m, sedang panjangnya tergantung dari lebar atau tebal singkapan endapan bahan galian yang sedang dicari dan jumlah (volume) contoh batuan (samples) yang ingin diperoleh. Berbeda dengan sumur uji, bila jumlah parit uji yang dibuat banyak dan daerahnya mudah dijangkau oleh peralatan mekanis, maka penggalian parit uji dapat dilakukan dengan dragline atau hydraulic excavator (back hoe).

14 8 0,8-1,5 m 2-3 m 45 o -80 o Gambar 4. Bentuk penampang parit uji Untuk menemukan urat bijih yang tersembunyi di bawah material penutup sebaiknya digali dua atau lebih parit uji yang saling tegak lurus arahnya agar kemungkinan untuk menemukan urat bijih itu lebih besar. Bila kebetulan kedua parit uji itu dapat menemukan singkapan urat bijihnya, maka jurusnya (strike) dapat segera ditentukan. Selanjutnya untuk menentukan bentuk dan ukuran urat bijih yang lebih tepat dibuat parit-parit uji yang saling sejajar dan tegak lurus terhadap jurus urat bijihnya (lihat Gambar 5). sejajar tegak lurus Gambar 5. Arah penggalian parit uji

15 9 Bab III Ekplorasi 3.1. Pendahuluan Bila telah ditemukan bukti-bukti yang kuat mengenai keberadaan suatu endapan bahan galian, maka akan dilanjutkan dengan kegiatan eksplorasi (exploration) yang bertujuan untuk memperoleh bukti nyata yang dapat memastikan keberadaan endapan bahan galian tersebut secara meyakinkan. Menurut UU No.11/1967 pada Pasal 2 disebutkan bahwa eksplorasi adalah segala penyelidikan geologi pertambangan untuk menetapkan lebih teliti/seksama adanya dan sifat letakan bahan galian. Jadi data dan informasi tentang endapan bahan galian yang diperoleh dari kegiatan eksplorasi harus lengkap dan rinci yang meliputi bentuk (lensa, silindris, dll), ukuran (panjang, lebar dan tebal), letak (dimana, berapa kedalamannya), kedudukan (mendatar, miring atau vertikal), jumlah cadangan (m3 atau ton), mutu atau kadar mineral berharganya, keadaan geologi (struktur stratigrafi, dll), sifat-sifat fisik-mekanik-kimia-mineralogi baik endapan bahan galian maupun material penutupnya, dst. Dengan demikian data dan informasi yang diperoleh dari suatu kegiatan eksplorasi merupakan inventarisasi sumberdaya mineral, yaitu gambaran

16 10 rinci secara kualitatif dan kuantitatif cadangan (reserve/resource/stock) dari suatu sumberdaya mineral Metode Pengambilan Contoh Dalam upaya untuk memperoleh bukti-bukti nyata yang rinci dan meyakinkan, maka harus mampu mengambil contoh-contoh (samples) dari endapan bahan galian yang berada di dalam tanah. Cara-cara pengambilan contoh itu adalah dengan melakukan : Pengeboran Inti (Core Drilling) Untuk memperoleh inti bor, maka alat bor putar (rotary drill) harus dilengkapi dengan mata bor berlubang (hollow drill bit), tabung inti bor (core barrel) dan penangkap inti bor (core catcher). Arah pengeboran dapat vertikal maupun horisontal, tetapi yang paling sering adalah pengeboran vertikal hingga mencapai batuan dasar (bedrock) dengan pola pengeboran dan jarak bor (spasi) yang teratur, sehingga akan diperoleh sejumlah inti bor yang representatif. Dengan demikian bentuk, letak atau posisi endapan bahan galiannya dapat diketahui dengan pasti. Bila kesemua inti bor itu telah selesai diselidiki di laboratorium, maka akan diketahui pula mutu atau kadar mineral berharganya dan sifat-sifat fisik, mekanik, kimia, mineraloginya secara lengkap Penggalian Sumur Uji (Test Pit) atau Sumuran Dalam (Test Shaft) Bila daerah penyelidikan relatif datar, maka dibuat sejumlah sumur uji untuk endapan bahan galian yang diperkirakan dangkal, atau sumuran dalam bila diperkirakan letak endapan bahan galiannya cukup dalam (>5 m). Penggalian kedua macam sumur itu harus memakai pola yang teratur (sistematis), misalnya pola empat persegi panjang atau bujur sangkar dengan jarak yang teratur pula, misalnya 100 x 200 m atau 100 x 100 m yang

17 11 kemudian dapat dibuat semakin rapat bila seandainya menginginkan data atau contoh (samples) yang lebih banyak. Kedalaman sumur uji atau sumuran dalam harus mampu mencapai batuan dasar (bedrock)nya agar dapat diketahui variasi ketebalan dan bentuk endapan bahan galiannya. Contoh tanah atau batuan yang terkumpul kemudian dianalisis di laboratorium. Jika jumlah kedua sumuran itu banyak dan ukuran penampangnya besar, maka volume tanah atau batuan yang tergali juga besar. Oleh sebab itu bila maksud dan tujuan penggalian kedua sumur itu sudah tercapai, maka tanah atau batuan hasil galian itu harus ditimbunkan kembali ke dalam sumur yang bersangkutan Penggalian Terowongan Buntu Kalau topografi daerah penyelidikan berbukit-bukit, maka untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai keadaan endapan bahan galiannya dapat dilakukan dengan menggali sejumlah terowongan buntu (adit) di lereng-lereng bukit. Penggaliannya juga harus menggunakan pola yang teratur dengan jarak-jarak yang teratur. Awalnya jarak (spasi) horisontal dan vertikal terowongan buntu boleh sedikit jarang, misalnya 100 x 100 m atau 100 x 200 m. Jika ternyata endapan bahan galian itu menunjukkan mutu atau kadar mineral berharga yang meyakinkan (promising), maka jarak pengalian terowongan buntu itu dapat dibuat lebih rapat. Volume tanah atau batuan yang tergali bisa sedikit, tetapi bisa juga banyak tergantung dari jumlah dan ukuran terowongan buntu yang digali. Harus diupayakan agar tanah atau batuan hasil galian itu tidak meluncur terlalu jauh di lereng bukit yang bersangkutan agar tidak mencemari lingkungan hidup dan pada waktunya nanti bisa lebih mudah ditimbunkan kembali kedalaman terowongan buntu.

18 12 Bab IV Study Kelayakan 4.1. Pendahuluan Studi kelayakan selain merupakan salah satu kewajiban normatif yang harus dipenuhi dan prasyarat untuk memperoleh IUP Operasi Produksi. Sesungguhnya apabila dipahami secara benar, studi kelayakan merupakan dokumen penting yang berguna bagi berbagai pihak, khususnya bagi pelaku usaha, pemerintah, dan investor atau perbankan. Dengan demikian, dokumen studi kelayakan bukan hanya seonggok tumpukan kertas yang di dalamnya memuat konsep, perhitungan angka-angka dan gambargambar semata, tetapi merupakan dokumen yang sangat berguna bagi manajemen dalam mengambil keputusan strategik apakah rencana tambang tersebut layak untuk dilanjutkan atau tidak. Ruang lingkup dalam penyusunan studi kelayakan meliputi beberapa aspek yaitu aspek teknis, K3, lingkungan, ekonomi, sosial, pasca tambang, dan aspek lainnya. Hal-Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan studi kelayakan Kajian keadaan bahan galian/ cadangan kajian geoteknik

19 13 kajuan geohidrologi kajian penambangan kajian pengolahan/pemurnian kajian pengangkutan kajian K3 kajian lingkungan hidup kajian pengembangan masyrakat kajian pasca tambang kajian ekonomi Hal lain yang harus dipahami adalah, studi kelayakan bukan hanya mengkaji secara teknis, atau membuat prediksi/ proyeksi ekonomis, juga mengkaji aspek nonteknis lainnya, seperti aspek sosial, budaya, hukum, dan lingkungan. Studi kelayakan selain berguna dalam mengambil keputusan jadi atau tidaknya rencana usaha penambangan itu dijalankan, juga berguna pada saat kegiatan itu jadi dilaksanakan, yaitu: 1. Dokumen studi kelayakan berfungsi sebagai acuan pelaksanaan kegiatan, baik acuan kerja di lapangan, maupun acuan bagi staf manajemen di dalam kantor; 2. Berfungsi sebagai alat kontrol dan pengendalian berjalannya pekerjaan;

20 14 3. Sebagai landasan evaluasi kegiatan dalam mengukur prestasi pekerjaan, sehingga apabila ditemukan kendala teknis ataupun nonteknis, dapat segera ditanggulangi atau dicarikan jalan keluarnya; 4. Bagi pemerintah, dokumen studi kelayakan, merupakan pedoman dalam melakukan pengawasan, baik yang menyangkut kontrol realisasi produksi, kontrol keselamatan dan kesehatan kerja, kontrol pengendalian aspek lingkungan, dan lain-lain Aspek Kajian Study Kelayakan Adapun aspek-aspek yang menjadi kajian dalam studi kelayakan adalah: Aspek kajian teknis, meliputi: 1. Kajian hasil eksplorasi, berkaitan dengan aspek geologi, topografi, sumur uji, parit uji, pemboran, kualitas endapan, dan jumlah cadangan; 2. Hasil kajian data-data eksplorasi tersebut, sebagai data teknis dalam menentukan pilihan sistem penambangan, apakah tambang terbuka, tambang bawah tanah, atau campuran. Dalam perencanaan sistem penambangan dilakukan juga kajian aspek teknis lainnya, meliputi: o Kajian geoteknik dan hidrologi; o Kajian pemilihan jenis dan kapasitas slat produksi; o Proyeksi produksi tambang dan umur tambang; o Jadwal penambangan, berkaitan dengan sistem shift kerja; o Tata letak sarana utama dan sarana penunjang;

21 15 o Penyediaan infrastukturtambang, meliputi pembuatan kantor, perumahan, jalan, dan lain-lain, 3. Kajian pemilihan sistem pengolahan bahan galian Aspek kajian nonteknis, meliputi: 1. Kajian peraturan perundang-undangan yang terkait aspek ketenagakerjaan, aturan K3, sistem perpajakan dan retribusi, aturan administrasi pelaporan kegiatan tambang, dan lain-lain; 2. Kajian aspek sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat, meliputi kajian aspek hukum adat yang berlaku, pola perilaku dan kebiasaan masyarakat setempat Kajian pasar Berkaitan dengan supply and demand, dapat dianalisis dari karakteristik pasar, potensi, dan pesaing pasar (melalui analisis terhadap kebutuhan pasar dan supply yang telah berjalan, maupun dari analisis substitusi produk). Selain itu hal yang paling penting adalah karakteristik dan standarisasi produk di pasaran Kajian kelayakan ekonomis Adalah perhitungan tentang kelayakan ekonomis, berupa estimasi-estimasi dengan mempergunakan beberapa metode pendekatan. Secara umum, metode pendekatan dimaksud biasanya melalui analisis Net Present Value (NPV), Benefit Cos Ratio (BCR), Profitability Index (PI), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period Kajian kelayakan lingkungan, berbentuk AMDAL dan UKL-UPL.

22 16 Kajian lingkungan untuk industri pertambangan merupakan kegiatan yang wajib AMDAL, karena baik dari sisi intensitas, ruang lingkup kegiatan, maupun dari sisi operasional dan pengolahan bahan galian merupakan kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan dampak serius terhadap lingkungan. Mencermati uraian di atas, memberikan gambaran bahwa studi kelayakan pertambangan merupakan studi yang cukup kompleks, oleh karena itu harus dilakukan secara cermat dan integratif dari setiap aspek yang berhubungan langsung dengan kegiatan penambangan. Karena kegiatan penambangan adalah salah satu kegiatan yang mempunyai sensitivitas sangat tinggi, terutama yang berkaitan dengan masalah aspek sosial budaya masyarakat setempat. Walaupun pada umumnya kegiatan tambang berada di tengah hutan, tetapi untuk beberapa tahun terakhir ini, boleh dikatakan bahwa kegiatan usaha tambang relatif berdekatan dengan pemukiman penduduk, sehingga sering bersinggungan dengan kepentingan masyarakat setempat. Bab V Perencanaan

23 Pengertian Perencanaan Banyak sekali definisi yang dicetuskan mengenai perencanaan ditinjau dari berbagai sudut pandangan dan tujuan. Salah satu diantaranya adalah sebagai berikut : Perencanaan adalah penentuan persyaratan teknik pencapaian sasaran kegiatan serta urutan teknik pelaksanaan dalam berbagai macam anak kegiatan yang harus dilaksanakan untuk pencapaian tujuan dan sasaran kegiatan. Perencanaan adalah salah satu tahapan kegiatan dalam proses manajemen. Perencanaan tambang : - Bagaimana kita bisa membuat rancangan tambang (mencapai ultimate pit limit) dalam jangka waktu tertentu secara aman dan menguntungkan. - Bagaimana menentukan tahapan penambangan. Perencanaan berhubungan dengan waktu. Aspek perencanaan tambang yang tidak berkaitan dengan masalah geometrik meliputi perhitungan kebutuhan alat dan tenaga kerja, perkiraan biaya kapital dan biaya operasi. Perancangan tambang : - istilah perancangan tambang biasanya dimaksudkan sebagai bagian dari proses perencanaan tambang yang berkaitan dengan masalah-masalah geometrik. Di dalamnya termasuk perancangan batas akhir penambangan, tahapan (pushback), urutan penambangan tahunan/ bulanan, penjadwalan produksi dan waste dump. - bagaimana menentukan ultimate pit limit. Perancangan tidak berhubungan dengan waktu Fungsi Perencanaan Fungsi perencanaan tergantung dari jenis perencanaan yang digunakan dan sasaran yang dituju, tetapi secara umum fungsi perencanaan dapat dikatakan antara lain sebagai berikut :

24 Pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan dalam pencapaian tujuan Perkiraan terhadap masalah pelaksanaan, kemampuan, harapan, hambatan dan kegagalannya mungkin terjadi Usaha untuk mengurangi ketidakpastian Kesempatan untuk memilih kemungkinan terbaik Penyusunan urutan kepentingan tujuan Alat pengukur atau dasar ukuran dalam pengawasan dan penilaian Cara penggunaan dan penempatan sumber secara berdaya guna dan berdaya hasil Tujuan Perencanaan Tambang Tujuan dari pekerjaan perencanaan tambang adalah membuat suatu rencana produksi tambang untuk sebuah cebakan bijih yang akan : menghasilkan tonase bijih pada tingkat produksi yang telah ditentukan dengan biaya yang semurah mungkin menghasilkan aliran kas (cash flow) yang akan memaksimalkan beberapa kriteria ekonomik seperti rate of return atau net present value Masalah Perencanaan Tambang Masalah perencanaan tambang merupakan masalah yang kompleks karena merupakan problem geometrik tiga dimensi yang selalu berubah dengan waktu. Geometri tambang bukan satu-satunya parameter yang berubah dengan waktu. Parameter-parameter ekonomi penting yang lain pun sering merupakan fungsi waktu pula Ruang Lingkup Perencanaan Tambang Agar perencanaan tambang dapat dilakukan dengan lebih mudah, masalah ini biasanya dibagi menjadi tugas-tugas sebagai berikut :

25 Penentuan batas dari pit Menentukan batas akhir dari kegiatan penambangan (ultimate pit limit) untuk suatu cebakan bijih. Ini berarti menentukan berapa besar cadangan bijih yang akan ditambang (tonase dan kadarnya) yang akan memaksimalkan nilai bersih total dari cebakan bijih tersebut. Dalam penentuan batas akhir dari pit, nilai waktu dari uang belum diperhitungkan Perancangan pushback Merancang bentuk-bentuk penambangan (minable geometries) untuk menambang habis cadangan bijih tersebut mulaid ari titik masuk awal hingga ke batas akhir dari pit. Perancangan pushback atau tahap-tahap penambangan ini membagi ultimate pit menjadi unit-unit perencanaan yang lebih kecil dan lebih mudah dikelola. Hal ini akan membuat masalah perancangan tambang tiga dimensi yang kompleks menjadi lebih sederhana. Pada tahap ini elemen waktu sudah mulai dimasukkan ke dalam rancangan penambangan karena urut-urutan penambangan pushback telah mulai dipertimbangkan Penjadwalan produksi Menambang bijih dan lapisan penutupnya (waste) di atas kertas, jenjang demi jenjang mengikuti urutan pushback, dengan menggunakan tabulasi tonase dan kadar untuk tiap pushback yang diperoleh dari tahap 2). Pengaruh dari berbagai kadar batas (cut off grade) dan berbagai tingkat produksi bijih dan waste dievaluasi dengan menggunakan kriteria nilai waktu dari uang, misalnya net present value. Hasilnya akan dipakai untuk menentukan sasaran jadwal produksi yang akan memberikan tingkat produksi dan strategi kadar batas yang terbaik Perencanaan tambang berdasarkan urutan waktu Dengan menggunakan sasaran jadwal produksi yang dihasilkan pada tahap 3), gambar atau peta-peta rencana penambangan dibuat untuk setiap periode waktu (biasanya per tahun). Peta-peta ini menunjukkan dari bagian

26 20 mana di dalam tambang datangnya bijih dan waste untuk tahun tersebut. Rencana penambangan tahunan ini sudah cukup rinci, di dalamnya sudah termasuk pula jalan angkut dan ruang kerja alat, sedemikian rupa sehingga merupakan bentuk yang dapat ditambang. Peta rencana pembuangan lapisan penutup (waste dump) dibuat pula untuk periode waktu yang sama sehingga gambaran keseluruhan dari kegiatan penambangan dapat terlihat Pemilihan alat Berdasarkan peta-peta rencana penambangan dan penimbunan lapisan penutup dari tahap 4) dapat dibuat profil jalan angkut untuk setiap periode waktu. Dengan mengukur profil jalan angkut ini, kebutuhan armada alat angkut dan alat muatnya dapat dihitung untuk setiap periode (setiap tahun). Jumlah alat bor untuk peledakan serta alat-alat bantu lainnya (dozer, grader, dll.) dihitung pula Perhitungan ongkos-ongkos operasi dan kapital Dengan menggunakan tingkat produksi untuk peralatan yang dipilih, dapat dihitung jumlah gilir kerja (operating shift) yang diperlukan untuk mencapai sasaran produksi. Jumlah dan jadwal kerja dari personil yang dibutuhkan untuk operasi, perawatan dan pengawasan dapat ditentukan. Akhirnya, ongkos-ongkos operasi, kapital dan penggantian alat dapat dihitung Tahapan Dalam Perencanaan Tahapan dalam perencanaan menurut LEE (1984) dan Taylor (1977) dapat terbagi tiga tahap, yaitu : Studi Konseptual. Studi pada tahap pekerjaan awal ini merepresentasikan suatu transformasi dari suatu ide proyek kedalam usulan investasi yang luas dengan menggunakan metoda-metoda perbandingan dari definisi ruang lingkup dan

27 21 teknik-teknik estimasi biaya untuk mengidentifikasikan suatu kesempatan investasi yang potensial. Biaya modal dan biaya operasi biasanya didekati dengan perkiraan nisbah yang menggunakan data historik. Studi ini akan menekankan pada aspek investasi yang utama dari usulan penambangan yang memungkinkan. Persiapan studi ini pada umumnya adalah pekerjaan dari satu atau dua insinyur. Hasil dari studi ini dilaporkan sebagai evaluasi awal. Studi ini sering juga disebut order of magnitudes studies atau scoping studies. Pada umumnya berdasarkan data sementara/tak lengkap dan yang keabsahannya masih diragukan. Hasilnya biasanya merupakan suatu dokumen intern dan tidak disebarluaskan di luar perusahaan yang bersangkutan. Di samping meninjau kemungkinan diteruskannya proyek ini, tujuan lainnya adalah menentukan topik yang harus dievaluasi secara mendalam pada studi yang lebih rinci di masa yang akan datang Pra Studi Kelayakan Studi ini adalah suatu pekerjaan pada tingkat menengah (intermedia) dan secara normal tidak untuk mengambil keputusan. Studi ini mempunyai obyektif didalam penentuan apakah konsep proyek tersebut menjustifikasi suatu analisis detail oleh suatu studi kelayakan (apakah studi kelayakan diperlukan) dan apakah setiap aspek dari proyek adalah kritis dan memerlukan suatu investigasi yang mendalam melalui suatu studi pendukung. Studi ini harus dipandang sebagai suatu tahap menengah antara studi konseptual yang tidak mahal dan suatu studi kelayakan yang relatif mahal. beberapa dari studi ini dibuat oleh suatu tim (terdiri 2 & 3 orang). Kedua atau ketiga orang ini mempunyai akses ke konsultan dalam berbagai bidang, selain dapat berupa usaha dari multi group.

28 22 Data yang digunakan lebih lengkap dan kualitasnya lebih baik.beberapa pekerjaan paling tidak telah dilakukan untuk semua aspek penting dari proyek seperti pengujian metalurgi bijih, geoteknik, lingkungan, dsb. Bagi perusahaan tambang besar, studi pra-kelayakan ini cenderung masih dianggap sebagai dokumen intern. Perusahaan yang lebih kecil sering menggunakan dokumen ini untuk mencari dana di pasar modal untuk membiayai studi-studi selanjutnya Studi Kelayakan Sering pula disebut sebagai bankable feasibility study. Hasilnya merupakan suatu bankble document yang hampir selalu ditujukan untuk mencari modal untuk membiayai proyek tersebut. Karena itu, dokumen yang dihasilkan ini biasanya disebarluaskan pula di luar perusahaan. Semua aspek utama harus dibahas dalam tahap ini. Hampir semua aspek tambahan harus dibahas pula Biaya Perencanaan Biaya perencanaan (Lee, 1984) bervariasi bergantung kepada ukuran dan faktor alamiah proyek, tipe dari studi yang dilakukan, jumlah alternatif yang harus diteliti dan sejumlah faktor lain. Atau bisa dinyatakan dalam persamaan berikut : Biaya = f (ukuran & sifat dari proyek, jenis studi, jumlah alternatif yang diinvestigasi, dll). Dalam rangka menghitung biaya atau bagian teknik dari studi tidak termasuk seperti ongkos pemilikan seperti ongkos pengeboran eksplorasi, uji metalurgi, lingkungan dan studi hukum, atau studi pendukung lainnya, biasanya dinyatakan sebagai persentase dari biaya modal dari proyek : Studi konseptual = 0,1-0,3 % dari biaya total Studi pra kelayakan = 0,2-0,8 % dari biaya total Studi kelayakan = 0,5-1,5 % dari biaya total

29 Akurasi dari Estimasi Tonase dan Kadar Pada tahap studi kelayakan, karena pengambilan sampel yang banyak dan pemeriksaan yang berulang, kadar rata-rata dari penambangan dari beberapa tonase yang diumumkan, disukai karena diketahui memiliki limit yang dapat diterima, katakanlah 5%, dan diturunkan dari metoda statistik yang standar. Walaupun tonase yang pasti dari bijih mungkin untuk tambang terbuka diketahui jika pemboran eksplorasi dari permukaan, dalam kenyataannya tonase ultimat dari banyak endapan bervariasi karena ia tergantung pada biaya harga dihubungkan dengan panjang waktu proyek. Dua standar yang penting yang dapat didefinisikan untuk sebagian besar tambang terbuka adalah : 1. Cadangan minimum bijih harus sebanding untuk keperluan yang dibutuhkan untuk seluruh tahun Cash Flow yang diproyeksikan dalam laporan studi kelayakan haruslah diketahui dengan akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. 2. Sebuah tonase ultimat yang potensial, diproyeksikan berlanjut dan optimistik, seharusnya dikalkulasikan dengan baik untuk mendefinisikan area tambahan yang berpengaruh untuk penambangan, dan dimana dumping area serta abngunan pabrik musti diletakkan Unjuk kerja Unit-unit dari penambangan open pit sudah memiliki rate unjuk kerja yang stabil dan biasanya dicapai jika bekerja dalam organisasi yang baik dan pengorganisasian alat (misal Shovel dan Truck) secara tepat. Unjuk kerja akan terganggu jika pekerjaan tambahan (pengupasan tanah penutup dalam sebuah pit) tidak mencukupi. Pemeliharaan harus dilakukan dan pekerjaan ini harus dijadwalkan secara baik dan disediakan dalam laporan studi kelayakan Biaya

30 24 Beberapa mata biaya, terutama ongkos oeprasi di lapangan, hanya berbeda sedikit dari tiap tambang dan dapat diketahui secara detail. Beberapa mungkin unik atau sukar untuk diperkirakan. Umumnya akurasi dalam modal atau estimasi biaya operasi kembali kepada akurasi dalam kuantitas, kuota yang ada atau unit harga, kecukupan ketentuan untuk ongkos tidak langsung dan overhead. Tendensi terakhir menunjukkan adanya batas yang meningkat. Akurasi dari modal dan estimasi dari biaya operasi meningkat ketika proyek meningkat dari studi konseptual ke pra kelayakan dan tahap studi kelayakan. Normalnya range yang bisa diterima untuk akurasi diberikan sebagai berikut : Faktor kesalahan dari studi konseptual + 30% dari biaya total Faktor kesalahan dari pra studi kelayakan + 20% dari biaya total Faktor kesalahan dari studi kelayakan + 10% dari biaya total Harga dan perolehan Pendapatan selama umur tambang adalah kategori utama dari uang. Itu harus membayar seluruhnya, termasuk pembayaran kembali dari investasi awal dari uang. Krena pendapatan adalah dasar yang terbesar dalam mengukur faktor ekonomi tambang sehingga lebih sensitif mengubah penerimaan daripada mengubah faktor-faktor lain dari jenis-jenis pengeluaran. Penerimaan ditentukan oleh kadar, recovery, dan harga dari produk metal. Oleh karenanya, harga adalah: (a) sejaun ini sangat sulit untuk estimasi dan (b) suatu jumlah yang besar diluar dari kontrol estimator. Walaupun mengabaikan inflasi, harga pembelian secara lebar bervariasi terhadap waktu. kecuali komoditi yang bisa dikontrol dengan tepat, mereka mengarah untuk mengikuti bentuk siklus. Departemen pemasaran harus menginformasikan hubungan suplai dan permintaan dan pergerakan harga metal. Mereka dapat juga menyediakan harga rata-rata metal di luar negeri dalam harga dolar sekarang, baik

31 25 kemungkinan maupun konservatif. Harga terakhir berkisar 80% dari kemungkinan atau lebih. Idealnya, walaupun pada harga konservatif, harus tetap menguntungkan Checklist Data Awal yang Harus Dikumpulkan Pada awal tahap perencanaan untuk setiap proyek (tambang) yang baru, terdapat banyak faktor dari berbagai jenis yang harus dipertimbangkan. Beberapa faktor tersebut dapat dengan mudah diperoleh, sedangkan beberapa faktor lain diperoleh dengan suatu keharusan melakukan studi yang mendalam (misalnya geometri pit). Untuk menghindari ketidaklengkapan data, maka sebaiknya dibuat suatu checklist (rebel, 1975, Field Work Program Checklist for New Properties ). Checklist Item Topografi a. USGS maps 1 : : 1000 b. Special Aerial or lamd survey establish control stations Kondisi iklim (Climate condition) a. Ketinggian b. Temperatur rata-rata bulanan sudah cukup. c. Prespitasi (untuk penirisan) rata-rata presipitasi tahunan rata-rata curah hujan bulanan rata-rata Run-off (keadaan normal dan flood/banjir) d. Angin, maks, tercatat dalam arah. e. Kelembaban. f. Delay. g. Awan, fog.

32 Air a. Sumber : mata air, sungai, danau, bor. b. Ketersediaan : hukum, kepemilikan, biaya. c. Kuantitas : ketersediaan perbulan, kesempatan aliran, kemungkinan lokasi bendungan. d. Kualitas : sampel, perubahan-perubahan kualitas, efek kontaminasi. e. Sewage Disposal Methode Struktur Geologi a. Dalam daerah tambang. b. Disekeliling daerah tambang. c. Kemungkinan gempa bumi. d. Akibat pada slope (maks. slope). e. Estimasi dan kondisi fondasi Air Tambang a. Kedalaman. b. Konduktivitas. c. Metode Penirisan Permukaan a. Vegetasi : tipe, metode pembabatan, biaya. b. Kondisi yang tidak biasa : danau, endapan deposit, pohon-pohon besar Tipe/Jenis Batuan (Bijih, overburden) a. Sample untuk uji kemampuan dibor. b. Fragmentasi : Hardness, derajat pelapukan, bidang-bidang diskontinu, kecocokan untuk jalan Lokasi untuk Konsentrator.

33 27 a. Lokasi tambang, Haul up hill, down hill. b. Preparasi lokasi (cut, fill). c. Proses air : gravitasi, pompa. d. Tailing Disposal. e. Fasilitas pemeliharaan Tailing Pond (daerah) a. Lokasi pipa. b. Alamiah, bendungan, danau. c. Pond overflow Jalan a. Peta jalan b. Informasi jalan-jalan yang ada : lebar, permukaan, batas maksimum beban batas maksimum load sesuai musim pemeliharaan. c. Jalan yang dibuat (harus) oleh perusahaan panjang profile cut and file jembatan pengkondisian tanah, dll Power a. Ketersediaan (PLN) : kilovolt, jarak (terdekat), biaya. b. Kabel ke SIB. c. Lokasi sub station.

34 28 d. Kemungkinan untuk power station sendiri Smelting a. Ketersediaan pabrik. b. Metode pengapalan : jarak, alat angkut, awak, reet, dll. c. Biaya. d. Aspek terhadap lingkungan. e. Rel KA, dok Kepemilikan lahan a. Kepemilikan : begara, pribadi. b. Tata guna lahan. c. Harga tanah. d. Jenis oplians : sewa, beli, dll Pemerintah a. Suasana politik. b. Hukum, UU pertambangan. c. Keadaan lokal Kondisi ekonomi a. Industri utama yang ada, berpengaruh ke infrastruktur. b. Kesediaan tenaga kerja. c. Skala penggalian. d. Struktur pajak. e. Ketersediaan sarana, toko, rumah sakit, sekolah, rumah. f. Ketersediaan material, termasuk bensin, semen, gravel. g. Pembelian Lokasi Pembuangan (waste) : tambang, rumah sakit, perumahan a. Jarak.

35 29 b. Profil jalan. c. Kekungkinan proses lebih lanjut Aksessibilitas dari kota utama ke luar a. Metode transportasi. b. Realibilitas dan transportasi yang tersedia. c. Komunikasi Metode mendapatkan informasi a. Past records (pemerintah). b. Memelihara alat-alat komunikasi c. Mengunpulkan conto. d. Pengukuran dan pengamatan lokasi lapangan. e. Survey lapangan f. Layout pabrik. g. Check untuk load informasi h. Check hukum lokal. I. Personal inquiry dan observasi suasana politik dan ekonomi. j. Peta-peta. k. Cost inquiries. l. Material. m. Membuat utility, avaliability, inquiries. Bab VI Penambangan

36 Tambang Terbuka Metode tambang terbuka merupakan kegiatan penambangan yang diterapkan terhadap endapan bahan galian yang terletak di dekat permukaan bumi. Dengan demikian kegiatan penambangan langsung berhubungan dengan udara bebas, akibatnya : (a) Kondisi kerja dan keselamatan kerja lebih baik. (b) Segala macam peralatan dari yang kecil sampai yang besar dapat dipakai, sehingga produksinya bisa besar. (c) Segala jenis bahan peledak dapat dimanfaatkan dan dapat diperoleh nisbah peledakan (blasting ratio) yang tinggi. Tetapi segi negatifnya adalah : (a) Merusak lingkungan hidup. (b) Susah mencari tempat untuk menimbun material penutup (overburden) yang tidak mengganggu kegiatan penambangan dan memperparah kerusakan lingkungan, karena volume material yang akan ditimbun sangat banyak Tahapan Kegiatan Tambang Terbuka Secara garis besar tahapan kegiatan penambangan pada tambang terbuka adalah sebagai berikut : (a) Pembabatan dan pembersihan lahan (land clearing). (b) Pengupasan tanah penutup (stripping). (c) Penambangan atau penggalian bahan galian (mining). a. Pembabatan dan Pembersihan Lahan Yang dimaksud dengan pembabatan adalah pembersihan daerah yang akan ditambang dari semak-semak, pepohonan dan tanah maupun bongkah-bongkah batu yang menghalangi pekerjaan-pekerjaan

37 31 selanjutnya. Tanah pucuk yang subur (humus) harus ditimbun di tempat tertentu, lalu ditanami rerumputan dan semak-semak agar tidak mudah tererosi, sehingga kelak dapat dipakai untuk reklamasi bekas-bekas tambang. Pembabatan ini bisa dilakukan dengan : a. Tenaga manusia yang menggunakan alat-alat sederhana seperti kapak, gergaji, arit, cangkul dan lain-lain. b. Menggunakan alat-alat mekanis yaitu buldoser dengan rooter / ripper, rake blade, rantai dan lain-lain. b. Pengupasan Tanah Penutup Pengupasan tanah penutup dimaksudkan untuk membuang tanah penutup (overburden) agar endapan bahan galiannya terkupas dan mudah untuk ditambang. Ada beberapa macam cara pengupasan tanah penutup yang banyak diterapkan, yaitu : (a) Back filling digging method Pada cara ini tanah penutup dibuang ke tempat yang endapan bijih atau batubaranya sudah digali. Peralatan yang banyak digunakan adalah power shovel atau dragline. Bila digunakan hanya satu buah peralatan mekanis, power shovel atau dragline saja, disebut single stripping shovel/dragline dan bila menggunakan lebih dari satu buah power shovel/dragline disebut tandem stripping shovel/dragline (lihat Gambar 1 dan 2).

38 32 Gambar 1. Back filling digging method dengan power shovel Gambar 2. Back filling digging method dengan dragline

39 33 Cara back filling digging method cocok untuk tanah penutup yang : - Tidak diselingi oleh berlapis-lapis endapan batubara atau endapan bijih (satu lapis). - Material atau batuannya lunak. - Letaknya mendatar (horizontal). (b) Benching system Pada pengupasan tanah dengan sistem jenjang (benching system) ini pada waktu mengupas tanah penutup sekaligus sambil membuat jenjang (lihat Gambar 3). Sistem ini cocok untuk : - Tanah penutup yang tebal. - Bahan galian atau lapisan batubara yang juga tebal. Gambar 3. Benching system

40 34 c. Penambangan atau Penggalian Bahan Bahan Galian Adalah kegiatan pengambilan endapan bahan galian termasuk batubara dari dalam kulit bumi dan dibawa ke permukaan bumi untuk dimanfaatkan atau untuk diproses selanjutnya. Beberapa sistem tambang terbuka untuk penambangan batubara adalah : c.1. Strip Mining Strip mining pada umumnya digunakan untuk endapan batubara yang memiliki kemiringan endapan (dip) kecil atau landai dimana sistem penambangan yang lain sulit untuk diterapkan karena keterbatasan jangkuan alat-alat (lihat Gambar 4). Selain itu endapan batubaranya harus tebal, terutama bila lapisan tanah penutupnya juga tebal. hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan perbandingan yang masih ekonomis anatara jumlah tanah penututp yang harus dikupas dengan jumlah batubara yang dapat digali (economic stripping ratio) Gambar 4. Strip mining

41 35 c.2. Contour Mining Sistem penambangan ini biasanya diterapkan untuk cadangan batubara yang tersingkap di lereng pegunungan atau bukit (lihat Gambar 5). Kegiatan penambangan diawali dengan pengupasan tanah penutup di daerah singkapan (outcrap) di sepanjang lereng mengikuti garis kontur, kemudian diikuti dengan penggalian endapan batubaranya. Penggalian kemudian dilanjutkan ke arah tebing sampai mancapai batas penggalian yang masih ekonomis, mengingat tebalnya tanah penutup yang harus dikupas untuk mendapatkan batubaranya. Karena keterbatasannya daerah yang biasanya digali, maka daerah menjadi sempit tetapi panjang sehingga memerlukan alat-alat yang mudah berpindah-pindah. Umur tambang bisanya pendek. Gambar 5. Contour mining

42 36 Kerugian sistem ini ialah : (a) Keterbatasannya jumlah cadangan yang ekonomis untuk ditambang karena tebalnya tanah penutup yang harus dikupas. (b) Tempat kerjanya sempit. (c) Tebing (highwall) yang terbentuk bisa terlalu tinggi sehingga menyebabkan kemantapan lerengnya rendah. (d) Juga mudah terjadi kelongsoran pada timbunan tanah buangan (timbunan tanah penutup). c.3. Area Mining Sistem ini pada umumnya diterapkan untuk endapan batubara yang letaknya kurang lebih horizontal (mendatar) serta daerahnya juga merupakan dataran (lihat Gambar 6). Gambar 6. Area mining

43 37 Kegiatan penambangan dimulai dengan pengupasan tanah penutup dengan cara membuat paritan besar yang biasanya disebut box cut dan tanah penutupnya dibuang ke daerah yang tidak di tambang. Setelah endapan batubara dari galian pertama diambil, kemudian disusul dengan pengupasan berikutnya yang sejajar dengan pengupasan pertama dan tanah penutupnya ditimbun atau dibuang ke tempat bekas penambangan atau penggalian yang pertama (back filling digging method). Demikianlah selanjutnya penggalian demi penggalian dilanjutkan sampai penggalian yang terakhir. Penggalian yang terakhir akan meninggalkan lubang memanjang yang di satu sisi lainnya oleh tanah penutup yang tidak digali. Seirama dengan kemajuan penambangan, secara bertahap timbunan tanah penutup juga diratakan. c.4. Auger Mining Untuk menambang endapan batubara yang tipis dan tersingkap di lereng bukit dapat dipakai auger head miner (lihat Gambar 7) yang memiliki auger berdiameter inchi (71-91cm). Kemudian alat ini diperbaiki menjadi twin auger (lihat Gambar 20) yang berdiameter inchi (50-71 cm) dengan kedalaman penggalian efektif 5 ft (1,5 m). Pada saat penambangan alat ini ditempatkan dibagian pinggir lombong (stope). Auger yang satu diletakkan di dasar lombong, sedang auger yang kedua dinaikkan sehingga alat tersebut digerakkan kesamping ke arah pinggir lombong diseberangnya dengan ditarik kabel yang diikatkan pada 2 buah jangkar penopang di kiri-kanan alat. Gerakan kesamping itu dilakukan berulang-ulang sambil diikuti dengan gerakan maju. Batubara

44 38 yang tergali diterima oleh chain conveyor pengumpul untuk diangkat ke luar lombong. Gambar 7. Cara kerja auger miner c.5. Box Cut Mining Sebenarnya yang dimaksud dengan box cut adalah suatu lubang galian awal pada daerah yang efektif datar yang tak memiliki daerah pembuangan tanah penutup, sehingga tanah penutup terpaksa dibuang kesamping lubang galian awal (lihat Gambar 8). Kemudian lubang galian awal ini dikembangkan menjadi kawasan penambangan yang lebih baik dengan berbagai cara. Pengembangan box cut itu adalah yang disebut advance benching system. Bila tanah penutupnya lunak, maka dapat dipakai dragline atau back hoe sebagai alat-gali sehingga box cutnya dapat diperluas menjadi medan kerja (front) yang memanjang. Batubara yang telah terkupas kemudian ditambang dengan peralatan khusus, misalnya dengan pemboran dan peledakan atau penggarukan (ripping), kemudian dimuatkan ke alat-angkut untuk dibawa keluar tambang.

45 39 Gambar Contoh box cut mining Tambang Bawah Tanah Metode tambang bawah tanah atau tambang dalam adalah kegiatan penambangan yang diterapkan terhadap endapan-endapan bahan galian yang tak menguntungkan bila ditambang dengan metode tambang terbuka, karena sulit dijangkau dari permukaan bumi. Segi positif dari penambangan ini adalah : (a) Kerusakan (pencemaran) lingkungan hidup yang ditimbulkan relatif kecil. (b) Tidak perlu menyediakan tempat penimbunan material hasil penggalian yang terlalu luas. (c) Endapan bahan galian yang letaknya sangat dalam masih tetap dapat ditambang dengan menguntungkan.

46 40 Sedangkan segi negatifnya adalah : (a) Kondisi kerjanya berat dan keselamatan kerjanya memerlukan perhatian khusus. (b) Produksi tambang relatif kecil karena peralatan yang dipakai hanya yang berukuran kecil. (c) Penggunaan bahan peledak boros dan harus memiliki kualifikasi tinggi Tahapan Kegiatan Tambang Bawah Tanah Secara garis besar tahapan kegiatan penambangan pada tambang bawah tanah adalah sebagai berikut : (a) Pembabatan dan pembersihan lahan (land clearing). (b) Persiapan penambangan (development). (c) Penambangan atau penggalian bahan galian (mining). a. Pembabatan dan Pembersihan Lahan Yang dikerjakan sama dengan yang dilakukan di tambang terbuka, tetapi luas daerah yang dibersihkan jauh lebih sedikit karena hanya sekedar untuk keperluan bangunan-bangunan sarana tambang (mine facilities) seperti kantor, bengkel, garasi, tempat penampung/penyimpanan bahan bakar dan air, poliklinik, dan lain-lain. b. Persiapan Penambangan Yang dimaksud adalah pekerjaan untuk membuat lubang masuk (entry) seperti lubang sumuran (shaft) atau terowongan buntu (edit), dan lubang-lubang bukaan lain seperti drift, crosscut, raise, winze, ore pass, dll. Tujuan dari pekerjaan ini adalah untuk menyiapkan lubang-lubang bukaan yang nantinya akan dapat membantu memperlancar kegiatan penambangan.

47 41 c. Penambangan atau Penggalian Bahan Galian Yaitu kegiatan pengambilan endapan bahan galian termasuk batubara dari dalam kulit bumi dan diangkut ke permukaan bumi untuk dimanfaatkan atau untuk diproses lebih lanjut. Ditinjau dari segi kekerasan batuan dan tingkat produksi yang diinginkan, maka penambangannya dapat dilaksanakan dengan : (a) Peralatan non mekanis seperti linggis, belincong, tatah, cangkul, dll. (b) Alat-alat mekanis seperti load haul dumper (LHD), continuous loader, overhead shovel loader, dll. (c) Pemboran dan peledakan yang dibantu dengan alat muat dan alat angkut mekanis. d. Metode Penambangan Bawah Tanah untuk Endapan Batubara Metode penambangan bawah tanah untuk endapan batubara menurut sistem penyanggaannya dibagi atas 2 (dua) golongan, yaitu : (a) Room and pillar methods Cocok untuk endapan batubara yang : - Cukup tebal, yaitu antara 3-6 meter. Cleat-nya tidak banyak, sehingga tidak terlalu mudah runtuh. Tidak banyak disisipi tanah liat (clay bands). Penambangannya dimulai dengan membuat setidak-tidaknya dua buah main entry yang biasanya setiap main entry terdiri dari beberapa kompartemen. Blok batubara yang diapit oleh kedua main entry maupun yang berada di kiri-kanannya selanjutnya dibagi menjadi blok-blok yang lebih kecil atau panels dengan membuat drift dan cross cuts. Pada blok-blok yang lebih kecil itulah kemudian dibuat rooms dan pillars secara teratur. Penggaliannya dapat dilakukan dengan pemboran dan peledakan atau dengan memakai continuous miner. Hasil galiannya kemudian

48 42 diangkut ke luar dengan ban berjalan (belt conveyor) atau lori yang ditarik dengan lokomotif. Arah penambangan dapat maju (advancing) yang berarti menjauhi main entry ataupun sebaliknya mundur (retreating) yang mendekati main entry. Gambar 9. Room and pillar (b) Longwall methods. Diterapkan untuk endapan batubara yang : (a) Ketebalannya sedang, yaitu antaar 2-4 meter. (b) Memiliki banyak cleat, tetapi tidak boleh terlalu mudah runtuh. Oleh sebab itu penyangga harus segera dipasang di dekat medan kerja (front) penambangan. Persiapan dan penambangannya sama dengan room and pillar, tetapi medan kerja dibuat panjang, kadang-kadang dapat mencapai 330 meter. Bilamana lombong sudah terlalu lebar (> 15 m), biasanya ditimbun dengan material pengisi guna

49 43 mencegah agar atap tidak mudah runtuh. Arah penggalian dapat advancing ataupun retreating. Sistem long wall kini juga mengalami perubahan, yaitu menjadi short wall mining, yaitu yang semula medan kerjanya antara meter menjadi hanya meter. Cara penambangannya sama seperti pada long wall, hanya ukuran medan kerjanya lebih pendek. Gambar 10. Long wall mining

50 44 Bab VII Pencucian Batubara 7.1. Proses Pencucian Batubara Pencucian ialah usaha yang dilkakukan untuk memperbaiki kualitas batubara, agar batubara tersebut memenuhi syarat penggunaan tertentu. Termasuk didalamnya pembersihan untuk mengurangi impurities anorganik.karakteristik batubara dan impurities yang utama ditinjau dari segi pencucian secara mekanis ialah komposisi ukuran yang disebut size consist, perbedaan berat jenis dari material yang dipisahkan, kimia permukaan, friability relatif dari batubara dan impuritiesnya serta kekuatan dan kekerasan. Ada beberapa cara. Contoh sulfur, sulfur adalah zat kimia kekuningan yang ada sedikit di batubara, pada beberapa batubara yang ditemukan di Ohio, Pennsylvania, West Virginia dan eastern states lainnya, sulfur terdiri dari 3 sampai 10 % dari berat batu bara, beberapa batu bara yang ditemukan di Wyoming, Montana dan negara-negara bagian sebelah barat lainnya sulfur hanya sekitar 1/100ths (lebih kecil dari 1%) dari berat batubara. Penting bahwa sebagian besar sulfur ini dibuang sbelum mencapai cerobong asap. Satu cara untuk membersihkan batubara adalah dengan cara mudah memecah batubara ke bongkahan yang lebih kecil dan mencucinya. Beberapa sulfur yang ada sebagai bintik kecil di batu bara disebut sebagai "pyritic sulfur " karena ini dikombinasikan dengan besi menjadi bentuk iron pyrite, selain itu dikenal sebagai "fool's gold dapat dipisahkan dari batubara. Secara khusus pada proses satu kali, bongkahan batubara dimasukkan ke dalam tangki besar yang terisi air, batubara mengambang ke permukaan ketika kotoran sulfur tenggelam. Fasilitas pencucian ini dinamakan "coal preparation plants" yang membersihkan batubara dari pengotor-pengotornya.

51 44 Tidak semua sulfur bisa dibersihkan dengan cara ini, bagaimanapun sulfur pada batubara adalah secara kimia benar-benar terikat dengan molekul karbonnya, tipe sulfur ini disebut "organic sulfur," dan pencucian tak akan menghilangkannya. Beberapa proses telah dicoba untuk mencampur batubara dengan bahan kimia yang membebaskan sulfur pergi dari molekul batubara, tetapi kebanyakan proses ini sudah terbukti terlalu mahal, ilmuan masih bekerja untuk mengurangi biaya dari prose pencucian kimia ini. Kebanyakan pembangkit tenaga listrik modern dan semua fasilitas yang dibangun setelah 1978 telah diwajibkan untuk mempunyai alat khusus yang dipasang untuk membuang sulfur dari gas hasil pembakaran batubara sebelum gas ini naik menuju cerobong asap. Alat ini sebenarnya adalah "flue gas desulfurization units," tetapi banyak orang menyebutnya "scrubbers" karena mereka men-scrub (menggosok) sulfur keluar dari asap yang dikeluarkan oleh tungku pembakar batubara. Dalam pencucian batubara, yang harus dipertimbangkan ialah metode pencucian mana yang akan diterapkan untuk mempersiapakan batubara sesuai keperluan pasar, dan apakah pencucian masih diperlukan, karena pada prinsipnya batubara dapat dijual langsung setelah ditambang. Kenyataannya penjualan langsung setelah ditambang tidak berarti produser memperoleh keuntungan maksimum. Oleh karena itu dalam memutuskan ini perlu dimasukan juga pertimbangan komersial.untuk menentukan kesesuaian alat yang digunakan dalam mencuci batubara syarat yang diperlukan adalah ukuran butir dari batubara yang akan dicuci, spesifik gravity dan kapasitas produksi yang digunakan. Alat-alat tersebut antara lain dapat dipilih Dense Medium Separation, Concentration Table, Jig dan Flotasi. Dalam proses pencucian batubara untuk memisahkan dari mineral pengotor, dipakai berbagai jenis peralatan konsentrasi berdasarkan sifat-sifat batubara dari mineral pengotor. Perbedaan tersebut dapat berupa sifat fisik

52 45 atau mekanik dari butiran tersebut, seperti halnya berat jenis, ukuran, warna, gaya sentripetal, gaya sentrifugal ataupun desain peralatan itu sendiri. Pencucian batubata dilakukan karena batubara hasil penambangan bukanlah batubara yang bersih, tetapi masih banyak mengandung material pengotor. Pengotor batubara dapat berupa pengotor homogen yang terjadi di alam saat pembentukan batubara itu sendiri, yang disebut dengan Inherent Impurities, maupun pengotor yang dihasilkan dari operasi penambangan itu sendiri, yang disebut extraneous impurities. Dengan demikian pencucian batubara bertujuan untuk memisahkan dari material pengotornya dalam upaya meningkatkan kualitas batubara sehingga nilai panas berrtambah dan kandungan air serta debu berkurang. Batubara yang terlalu banyak pengotor cenderung akan menurunkan kualitas batubara itu sendiri sehingga tidak dapat diandalkan dalam upaya penjualan ke konsumen. Pada umumnya persyaratan pasar menghendaki kandungan abu tidak lebih dari 10 %, dan pada umumya menghendaki nilai panas yang berkisar antara kcal/kg. Batubara dari tambang terbuka dan tambang dalam harus dipisahkan terlebih dahulu dari material pengotornya yang ditimbun terlebih dahulu di Coal Yard. Dengan bantuan Whell Looader, raw coal dimuat ke hopper, umpan dari hopper ini dipisahkan melalui grizzly, sehingga batubara yang memiliki ukuran diatas 75 mm akan dimuat ke Picking Belt yang selanjutnya akan dipisahkan dari material pengotornya melalui hand picking secara manual, sedangkan batubara yang berukuran -75 mm akan dijadikan umpan pencucian.

53 Macam-Macam Alat Pencucian Batubara Jig Pencucian dengan alat ini didasarkan pada perbedaan spesific gravity. Proses yang dilakukan Jig ini adalah adanya stratifikasi dalam bed sewaktu adanya air hembusan. Kotoran cenderung tenggelam dan batubara bersih akan timbul di atas. Basic jig, Baum jig sesuai digunakan untuk pencucian batubara ukuran besar, walaupun Baum Jig dapat melakukan pencucian pada batubara ukuran besar tetapi lebih efektif melakukan pencucian pada ukuran mm dengan spesifik gravity 1,5 1,6. Modifikasi Baum jig adalah Batac jig yang biasa digunakan untuk batubara ukuran halus. Untuk batubara ukuran sedang, prinsipnya sama yaitu pulsing (tekanan) air hembusan berasal dari samping atau dari bawah bed. Untuk menambah bed atau mineral keras yang digunakan untuk meningkatkan stratifikasi dan menghindari percampuran kembali, mineral yang digunakan biasanya adalah felspar yang berupa lump silica dengan ukuran 60 mm Dense Medium Separator (DMS) Dense medium ini juga dioperasikan berdasarkan perbedaan spercific gravity. Menggunakan medium pemisahan air, yaitu campuran magnetite dan air. Medium campuran ini mempunyai spesific gravity antara batubara dan pengotornya. Slurry magnetite halus dalam air dapat mencapai densitas relatif sekitar 1,8 ukuran batubara yang efektif untuk dilakukan pencucian adalah 0,5 150 mm dengan Spesifik gravity 1,3 1,9 type dense-medium separator yang digunakan dapat berupa bath cyclone dan cylindrical centrifugal. Untuk cylinder centrifugal separator digunakan untuk pencucian batubara ukuran besar dan sedang.

54 47 Dense medium cyclone bekerja karena adanya kecepatan dense medium, batubara dan pengotor oleh gaya centrifugal. Batubara bersih ke luar menuju ke atas dan pengotornya menuju ke bawah. Gambar 2 menunjukkan contoh dense medium bath dan dense medium cyclone. Faktor penting dalam operasi berbagai dense medium sistem didasarkan pada magnetite dan efisiensi recovery magnetite yang digunakan lagi Hydrocyclone Hydrocyclone adalah water based cyclone dimana partkelpartikel berat mengumpul dekat dengan dinding cyclone dan kemudian akan ke luar lewat cone bagian bawah. Partikel-partikel yang ringan (partikel bersih) mennuju pusat dan kemudian ke luar lewat vortex finder. Diameter cyclone sangat berpengaruh terhadap efektifitas pemisahan. Kesesuaian ukuran partikel batubara yang akan dicuci adalah 0,5 150 cm dengan spesifik gravity 1,3 1, Concentration Tables Proses konsentrasi table adalah konsentrasi dengan meja miring terdiri dari rib-rib (tulang-tulang) bergerak ke belakang dan maju terus menerus dengan arah yang horisontal. Partikel-partikel batubara bersih (light coal) bergerak ke bawah table, sedangkan partikel-partikel kotor (heavy partical) merupakan partikel yang tidak diinginkan terkumpul dalam rib dan bergerak ke bagian akhir table. Batubara ukuran halus dapat dicuci dengan alat ini secara murah tetapi kapasitasnya kecil dan hanya efektif untuk melakukan pencucian pada batubara dengan spesific gravity lebih besar 1,5 dengan ukuran partikel batubara yang dicuci 0,5 15mm Froth Flotation

55 48 Froth Flotation merupakan metode pencucian batubara yang banyak digunakan untuk ukuran batubara halus. Froth flotation cell digunakan untuk membedakan karakteristik permukaan batubara. Campuran batubara dan air dikondisikan dengan reagen kimia supaya gelembung udara melekat pada batubara dan mengapung sampai ke permukan, sementara itu partikel-partikel yang tidak diinginkan akan tenggelam. Gelembung udara naik ke atas melalui slurry di dalam cell dan batubara bersih terkumpul dalam gelembung busa berada di atas. Kesesuaian ukuran butir batubara yang dicuci < 0,5 mm dengan spesifik gravity 1, Washing Plant Proses pencucian batubara pada washing plant dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Tahap preparasi Tahap preparasi umpan (persiapan umpan) pada pencucian perlu dilakukan dengan tujuan : a. memperoleh ukuran butir yang cocok dengan desain peralatan pencucian b. supaya kotoran mudah terliberasi dari tubuh batubara. Dalam tahap preparasi kegiatan yang dilakukan pemisahan Raw Coal kasar (+75 mm) pemisahan raw coal kasar ini terjadi di Chain Conveyor yang dibawahnya di pasang grizzly yang berukuran 75 mm. 2. Tahap Pra pencucian Tujuan dari tahap ini adalah menghilangkan material pengotor yang melekat pada batubara dan mengurangi batubara yang berukuran -0,5 mm. Dalam tahap pencucian kegiatan yang dilakukan meliputi :

56 49 a. Prewetting (pembahasan awal) b. Descliming 3. Tahap pencucian dan pengurangan kandungan air Tahap pencucian ini terjadi di dalam baum jig dan hydrocyclone a. Baum Jig Batubara pretreatment yang berukuran -75 mm dialirkan ke baum jig melalui lubang umpan (jig fedd sluice). Pada baum jig, umpan mengalami konsentrat gaya berat, sehingga diperoleh tiga macam produk yaitu : 1. Batubara tercuci Batubara tercuci hasil konsentrasi gaya berat berukuran -75 mm + 0,5 mm diteruskan ke dalam static screen dan double deck vibrating screen untuk dikurangi kandungan airnya, serta dilakukan pemisahan ukuran partikelnya. Double deck vibrating screen mempunyai lubang bukaan sebelah atas 5 mm dan lubang bukaan sebelah bawah 0,5 mm, sehingga terjadi pemisahan ukuran batubra tercuci setelah melewati double deck vibrating screen sebagai berikut : a. batubara tercuci ukuran -75 mm + 5 mm batubara tercuci ukuran -75 mm + 5 mm ini diangkut oleh belt conveyor. b. Batubara tercuci ukuran -5 mm + 0,5 mm batubara tercuci ukuran -5 mm + 0,5 mm ini dibawa oleh belt conveyor dan selanjutnya bersama produk kasat di bawa ke storage. c. Batubara tercuci ukuran -0,5 mm

57 50 batubara tercuci ukuran -0,5 mm ini ditampung pada dua macam sumuran (sump). Untuk yang lolos dari descliming screen ditampung effluent sump, sedangkan yang lolos dari sizing screen ditampung pada main sump. Batubara yang masuk ke effluent sump, bersama-sama dengan air dipompakan ke effluent cyclone dan yang masuk ke main sump dipompakan ke classifying cyclone untuk kemudian diproses lebih lanjut pada unit pencucian berikutnya. 2. Produk menengah (middling) Produk menengah dari baum jig diangkut dengan elevator A. dan ditumpahkan ke dalam bak penampung kotoran (discard bin) 3. Batuan pengotor (Discard) Batuan pengotor dari pengotor produk baum jg diangkut dengan elevator B yang kemudian ditumpahkan ke dalam discard bin. Selanjutnya produk menengah dan produk pengotor ini dibuang ke tempat pembuangan dengan alat angkut truck. b. Hydrocyclone Umpan (feed) dari hydrocyclone berasal dari effluent sump dan main sump. Material yang masuk ke dalam hyrocylone tersebut akan mengalami konsentrasi gaya karena adanya gaya sentrifugal yang terjadi di dalam cyclone, sehingga akan menghasilkan produk limpahan atas (overflow) dan produk limpahan bawah (under flow). Limpahan bawah tersebut selanjutnya akan menjadi umpanm pada slurry screen.

58 51 Produk limpahan atas dari hydrocyclone selanjutnya diproses pada peralatan sebagai berikut : 1. Head box Pada head box produk limpahan atas dari cyclone tersebut terbagi lagi menjadi dua macam produk, yaitu produk limpahan atas dari head box yang dipompakan lagi pada lounder untuk dipakai pencucian kembali dan produk limpahan bawah yang selanjutnya dialirkan ke thickener. 2. Bak pengendap (thickener) Over flow dari cyclone dialirkan ke bak penampungan (thickener). Material yang masuk ke thickener merupakan material pengotoryang telah bercampur membentuk lumpur, walau pada kenyataannya masih banyak produk batubara umuran 0,5 mm yang terbawa bersama kotorannya. Didalam thickener dengan bantuan flocculant terjadi proses pengendapan.

59 52 Bab VIII Pengolahan Batubara 8.1. Pendahuluan Yang dimaksud dengan bahan galian adalah bijih (ore), mineral industri (industrial minerals) atau bahan galian Golongan C dan batu bara (coal). Pengolahan bahan galian (mineral beneficiation/mineral processing/mineral dressing) adalah suatu proses pengolahan dengan memanfaatkan perbedaan-perbedaan sifat fisik bahan galian untuk memperoleh produkta bahan galian yang bersangkutan. Khusus untuk batu bara, proses pengolahan itu disebut pencucian batu bara (coal washing) atau preparasi batu bara (coal preparation). Pada saat ini umumnya endapan bahan galian yang ditemukan di alam sudah jarang yang mempunyai mutu atau kadar mineral berharga yang tinggi dan siap untuk dilebur atau dimanfaatkan. Oleh sebab itu bahan galian tersebut perlu menjalani pengolahan bahan galian (PBG) agar mutu atau kadarnya dapat ditingkatkan sampai memenuhi kriteria pemasaran atau peleburan. Keuntungan yang bisa diperoleh dari proses PBG tersebut antara lain adalah : a. Mengurangi ongkos angkut. b. Mengurangi ongkos peleburan. c. Mengurangi kehilangan (losses) logam berharga pada saat peleburan. d. Proses pemisahan (pengolahan) secara fisik jauh lebih sederhana dan menguntungkan daripada proses pemisahan secara kimia.

60 Pengolahan Bahan Galian (PBG) Tahap-tahap utama dalam proses PBG terdiri dari : Kominusi atau Reduksi Ukuran (Comminutin) Kominusi atau pengecilan ukuran merupakan tahap awal dalam proses PBG yang bertujuan untuk : a. Membebaskan / meliberasi (to liberate) mineral berharga dari material pengotornya. b. Menghasilkan ukuran dan bentuk partikel yang sesuai dengan kebutuhan pada proses berikutnya. c. Memperluas permukaan partikel agar dapat mempercepat kontak dengan zat lain, misalnya reagen flotasi. Kominusi ada 2 (dua) macam, yaitu : a. Peremukan / pemecahan (crushing) Peremukan adalah proses reduksi ukuran dari bahan galian / bijih yang langsung dari tambang (ROM = run of mine) dan berukuran besar-besar (diameter sekitar 100 cm) menjadi ukuran cm bahkan bisa sampai ukuran 2,5 cm. Peralatan yang dipakai antara lain adalah : a. Jaw crusher b. Gyratory crusher c. Cone crusher d. Roll crusher e. Impact crusher f. Rotary breaker g. Hammer mill b. Penggerusan / penghalusan (grinding) Penggerusan adalah proses lanjutan pengecilan ukuran dari yang sudah berukuran 2,5 cm menjadi ukuran yang lebih halus.

61 54 Pada proses penggerusan dibutuhkan media penggerusan yang antara lain terdiri dari : a. Bola-bola baja atau keramik (steel or ceramic balls). b. Batang-batang baja (steel rods). c. Campuran bola-bola baja dan bahan galian atau bijihnya sendiri yang disebut semi autagenous mill (SAG). d. Tanpa media penggerus, hanya bahan galian atau bijihnya yang saling menggerus dan disebut autogenous mill. Peralatan penggerusan yang dipergunakan adalah : a. Ball mill dengan media penggerus berupa bola-bola baja atau keramik. b. Rod mill dengan media penggerus berupa batangbatang baja. c. Semi autogenous mill (SAG) bila media penggerusnya sebagian adalah bahan galian atau bijihnya sendiri. d. Autogenous mill bila media penggerusnya adalah bahan galian atau bijihnya sendiri. Disamping itu kominusi, baik peremukan maupun penggerusan, bisa terdiri dari beberapa tahap, yaitu : - Tahap pertama / primer (primary stage) - Tahap kedua / sekunder (secondary stage) - Tahap ketiga / tersier (tertiary stage) - Kadang-kadang ada tahap keempat / kwarter (quaternary stage) Pemisahan Berdasarkan Ukuran (Sizing) Setelah bahan galian atau bijih diremuk dan digerus, maka akan diperoleh bermacam-macam ukuran partikel. Oleh sebab itu harus dilakukan pemisahan berdasarkan ukuran partikel agar sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan pada proses pengolahan yang berikutnya. a. Pengayakan / Penyaringan (Screening / Sieving)

62 55 Pengayakan atau penyaringan adalah proses pemisahan secara mekanik berdasarkan perbedaan ukuran partikel. Pengayakan (screening) dipakai dalam skala industri, sedangkan penyaringan (sieving) dipakai untuk skala laboratorium. Produk dari proses pengayakan/penyaringan ada 2 (dua), yaitu: - Ukuran lebih besar daripada ukuran lubang-lubang ayakan (oversize). - Ukuran yang lebih kecil daripada ukuran lubang-lubang ayakan (undersize). Saringan (sieve) yang sering dipakai di laboratorium adalah : a. Hand sieve b. Vibrating sieve series / Tyler vibrating sive c. Sieve shaker / rotap d. Wet and dry sieving Sedangkan ayakan (screen) yang berskala industri antara lain : a. Stationary grizzly b. Roll grizzly c. Sieve bend d. Revolving screen e. Vibrating screen (single deck, double deck, triple deck, etc.) f. Shaking screen g. Rotary shifter b. Klasifikasi (Classification) Klasifikasi adalah proses pemisahan partikel berdasarkan kecepatan pengendapannya dalam suatu media (udara atau air). Klasifikasi dilakukan dalam suatu alat yang disebut classifier. Produk dari proses klasifikasi ada 2 (dua), yaitu :

63 56 - Produk yang berukuran kecil/halus (slimes) mengalir di bagian atas disebut overflow. - Produk yang berukuran lebih besar/kasar (sand) mengendap di bagian bawah (dasar) disebut underflow. Proses pemisahan dalam classifier dapat terjadi dalam tiga cara (concept), yaitu : a. Partition concept b. Tapping concept c. Rein concept Hal ini dapat berlangsung apabila sejumlah partikel dengan bermacam-macam ukuran jatuh bebas di dalam suatu media atau fluida (udara atau air), maka setiap partikel akan menerima gaya berat dan gaya gesek dari media. Pada saat kecepatan gerak partikel menjadi rendah (tenang/laminer), ukuran partikel yang besar-besar mengendap lebih dahulu, kemudian diikuti oleh ukuran-ukuran yang lebih kecil, sedang yang terhalus (antara lain slimes) akan tidak sempat mengendap. Peralatan yang umum dipakai dalam proses klasifikasi adalah : a. Scrubber b. Log washer c. Sloping tank classifier (rake, spiral & drag) d. Hydraulic bowl classifier e. Hydraulic clindrical tank classifier f. Hydraulic cone classifier g. Counter current classifier h. Pocket classifier i. Hydrocyclone j. Air separator k. Solid bowl centrifuge

64 57 l. c. Elutriator Peningkatan Kadar atau Konsentrasi (Concentration) Agar bahan galian yang mutu atau kadarnya rendah (marginal) dapat diolah lebih lanjut, yaitu diambil (di-ekstrak) logamnya, maka kadar bahan galian itu harus ditingkatkan dengan proses konsentrasi. Sifat-sifat fisik mineral yang dapat dimanfaatkan dalam proses konsentrasi adalah : - Perbedaan berat jenis atau kerapatan untuk proses konsentrasi gravitasi dan media berat. - Perbedaan sifat kelistrikan untuk proses konsentrasi elektrostatik. - Perbedaan sifat kemagnetan untuk proses konsentrasi magnetik. - Perbedaan sifat permukaan partikel untuk proses flotasi. Proses peningkatan kadar itu ada bermacam-macam, antara lain : c.1. Pemilahan (Sorting) Bila ukuran bongkahnya cukup besar, maka pemisahan dilakukan dengan tangan (manual), artinya yang terlihat bukan mineral berharga dipisahkan untuk dibuang. c.2. Konsentrasi Gravitasi (Gravity Concentration) Yaitu pemisahan mineral berdasarkan perbedaan berat jenis dalam suatu media fluida, jadi sebenarnya juga memanfaatkan perbedaan kecepatan pengendapan mineral-mineral yang ada. Ada 3 (tiga) cara pemisahan secara gravitasi bila dilihat dari segi gerakan fluidanya, yaitu : - Fluida tenang, contoh dense medium separation (DMS) atau heavy medium separation (HMS). - Aliran fluida horisontal, contoh sluice box, shaking table dan spiral concentration.

65 58 - Aliran fluida vertikal, contoh jengkek (jig). Bila jumlah partikel (mineral) di dalam fluida relatif sedikit, maka akan terjadi pengendapan bebas (free settling). Tetapi bila jumlah partikel banyak gerakannya akan terhambat sehingga terbentuk stratifikasi yang terdiri dari 3 (tiga) tahap sebagai berikut : a. Hindered settling classification ; klasifikasi pengendapannya terhalang. b. Differential acceleration pada awal pengendapan ; artinya partikel yang berat mengendap lebih dahulu. c. Consolidation trickling pada akhir pengendapan ; partikelpartikel kecil berusaha mengatur diri di antara partikelpartikel besar sesuai dengan berat jenisnya. Produk dari proses konsentrasi gravitasi ada 3 (tiga), yaitu : - Konsentrat (concentrate) yang terdiri dari kumpulan mineral berharga dengan kadar tinggi. - Amang (middling) yaitu konsentrat yang masih kotor. - Ampas (tailing) yang terdiri dari mineral-mineral pengotor yang harus dibuang. Peralatan konsentrasi gravitasi yang banyak dipakai adalah : a. Jengkek (jig) dengan bermacam-macam rekacipta (design). b. Meja goyang (shaking table). c. Konsentrator spiral (Humprey spiral concentrator). d. Palong / sakan (sluice box) Pengurangan Kadar Air/Pengawa-airan (Dewatering)

66 59 Kegiatan ini bertujuan untuk mengurangi kandungan air yang ada pada konsentrat yang diperoleh dengan proses basah, misalnya proses konsentrasi gravitasi dan flotasi. Cara-cara pengawa-airan ini ada 3 (tiga), yaitu : a. Cara Pengentalan / Pemekatan (Thickening) Konsentrat yang berupa lumpur dimasukkan ke dalam bejana bulat. Bagian yang pekat mengendap ke bawah disebut underflow, sedangkan bagian yang encer atau airnya mengalir di bagian atas disebut overflow. Kedua produk itu dikeluarkan secara terus menerus (continuous). Peralatan yang biasa dipakai adalah : a. Rake thickener. b. Deep cone thickener. c. Free flow thickener. b. Cara Penapisan / Pengawa-airan (Filtration) Dengan cara pengentalan kadar airnya masih cukup tinggi, maka bagian yang pekat dari pengentalan dimasukkan ke penapis yang disertai dengan pengisapan, sehingga jumlah air yang terisap akan banyak. Dengan demikian akan dapat dipisahkan padatan dari airnya. Peralatan yang dipakai adalah : a. Vacuum (suction) filters yang terdiri dari : - intermitten, misalnya Moore leaf filter. - Continuous ada beberapa tipe, yaitu : * bentuk silindris / tromol (drum type), misalnya : Oliver filter, Dorrco filter. * bentuk cakram (disk type) berputar, contohnya : American filter.

67 60 * bentuk lembaran berputar (revolving leaf type), contohnya : Oliver filter. * bentuk meja (desk type), misalnya : Caldecott sand table filter. b. c. Pressure filter, misalnya : - Merrill plate and frame filter - Kelly pressure filter - Burt revolving filter Pengeringan (Drying) Yaitu proses untuk membuang seluruh kandung air dari padatan yang berasal dari konsentrat dengan cara penguapan (evaporization/evaporation). Peralatan atau cara yang dipakai ada bermacam-macam, yaitu: a. Hearth type drying/air dried/air baked, yaitu pengeringan yang dilakukan di atas lantai oleh sinar matahari dan harus sering diaduk (dibolak-balik). b. Shaft drier, ada dua macam, yaitu : - tower drier, material (mineral) yang basah dijatuhkan di dalam saluran silindris vertikal yang dialiri udara panas (80o - 100o). - rotary drier, material yang basah dialirkan ke dalam silinder panjang yang diputar pada posisi agak miring dan dialiri udara panas yang berlawanan arah. c. Film type drier (atmospheric drum drier) ; silinder baja yang di dalamnya dialiri uap air (steam). Jarang dipakai. d. Spray drier, material halus yang basah dan disemburkan ke dalam ruangan panas ; material yang kering akan terkumpul di bagian bawah ruangan. Cara ini juga jarang dipakai.

68 Penanganan Material (Material Handling) Bahan galian (mineral/bijih) yang mengalami PBG harus ditangani dengan cepat dan seksama, baik yang berupa konsentrat basah dan kering maupun yang berbentuk ampas (tailing). a. Penanganan Material Padat Kering (Dry Solid Handling) Bila masih berupa bahan galian hasil penambangan (ROM), maka harus ditumpuk di tempat yang sudah ditentukan yang di sekelilingnya telah dilengkapi dengan saluran penyaliran (drainage system). Tetapi jika sudah berupa konsentrat, maka harus disimpan di dalam gudang yang tertutup sebelum sempat diproses lebih lanjut. b. Penanganan Lumpur (Slurry Handling) Bila lumpur itu sudah mengandung mineral berharga yang kadarnya tinggi, maka dapat segera dimasukkan ke pemekat (thickener) atau penapis (filter). Jika masih agak kotor (middling), maka harus diproses dengan alat khusus yang sesuai. c. Penanganan / Pembuangan Ampas (Tailing Disposal) Kegiatan ini yang paling sulit penanganannya karena : a. Jumlahnya (volumenya) sangat banyak, antara 70% - 90% dari material yang ditambang. b. Kadang-kadang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3). c. Sulit mencarikan lahan yang cocok untuk menimbun ampas bila metode penambangan timbun-balik (back fill mining method) tak dapat segera dilakukan, sehingga kadang-kadang harus dibuatkan kolam pengendap. Oleh sebab itu pembuangan ampas ini seringkali menjadi komponen kegiatan penambangan yang meminta pemikiran khusus sepanjang umur tambang. Bab IX

69 63 Pasca Tambang (Reklamasi) 9.1. Pendahuluan Lahan-lahan tambang mineral dan batubara dapat berada pada kawasan hutan ataupun areal penggunaan lain (APL). Status kawasan ini akan menentukan tujuan utama penggunaan lahan dari reklamasi lahan bekas tambang: dihutankan kembali, ditanami tanaman perkebunan, ditanami tanaman pangan, menjadi areal peternakan atau perikanan, lokasi ekowisata, lahan basah, dan lain-lain. Untuk menentukan penggunaan lahan tersebut aspek tataruang perlu dipertimbangkan dengan seksama, yang dalam pelaksanaannya perlu juga mempertimbangkan kebutuhan masyarakat, kepentingan Pemda, kepemilikan lahan, dan lain-lain. Proses penambangan, khususnya pada tambang permukaan, akan menghilangkan semua vegetasi di lokasi yang akan ditambang, seperti pohon, termasuk semak-belukar, berpindahnya menghilangkan perakaran tanaman, hewan fungsi-fungsi liar. kawasan benih, Proses mikroorganisme, ini tentunya bervegetasi tersebut, akan seperti menyediakan berbagai hasil hutan, tempat hidup hewan liar, pangan, dan kawasan penyerap air atau sumber air, dan lain-lain. Oleh sebab itu lahanlahan bekas tambang harus direklamasi. Dalam UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara disebutkan bahwa reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Bila kegiatan reklamasi ini dikelola dengan baik, maka seiring dengan waktu hutan hasil reklamasi dapat berfungsi kembali melalui suksesi hutan yang merupakan proses alami. Tanaman-tanaman pioner yang toleran terhadap kemasaman, kesuburan tanah

70 64 dan kelembaban akan terbentuk pada tahap awal reklamasi. Tanah di lokasi reklamasi dengan berjalannya waktu dan pertumbuhan tanaman pioner juga kualitasnya akan meningkat, melalui peningkatan kadar bahan organik tanah hasil dekomposisi serasah. Peningkatan kualitas tanah akan meningkatkan juga populasi flora-fauna makro dan mikro. Selanjutnya terbentuk habitat untuk kehidupan hewan liar dan kayu-kayu jenis lokal non-pioner dapat berkembang lebih baik Tahapan Tahapan Reklamasi Penataan Lahan Reklamasi lahan bekas tambang dimulai dengan penataan lahan yang menyangkut recounturing/regrading/resloping lubang bekas tambang dan pembuatan saluran-saluran drainase untuk memperoleh bentuk wilayah dengan kemiringan stabil. Seringkali target yang ingin dicapai pada tahun pertama proses ini adalah lahan dengan kemiringan landai yang permukaannya rata serta ditumbuhi dengan vegetasi yang lebat. Sayangnya reklamasi lahan cara ini sering menghasilkan tanahtanah dengan tingkat kepadatan tinggi akibat grading berlebihan dengan menggunakan alat-alat berat (Gambar 1). Pemadatan tanah dalam rangka reklamasi lahan dapat saja dilakukan bila berdasarkan kajian pemadatan tersebut memang diperlukan untuk menjamin stabilitas lereng. Namun perlu diketahui bahwa pemadatan tanah ini akan menghambat pertumbuhan akar, menghambat sirkulasi udara, meningkatkan laju aliran permukaan dan mengurangi laju infiltrasi. Kondisi ini sangat berbeda dengan kondisi pada tanah-tanah alami di lingkungan hutan yang memiliki tingkat kepadatan rendah atau gembur sehingga memberikan ruang agar tanaman dapat berakar lebih dalam dan berkembang tanpa rintangan. Pada lahan-lahan reklamasi, pertumbuhan tanaman reklamasi

71 65 berumur sama umumnya lebih baik pada daerah-daerah sisi lereng dibandingkan daerah datar. Salah satu penyebab utamanya adalah tanah di daerah datar lebih padat dibandingkan tanah di daerah sisi lereng. Untuk menghindari pemadatan yang berlebihan tersebut maka jika memungkinkan gunakan bulldozer kecil dalam kegiatan grading dan batasi lalulintas hanya pada daerah tertentu. Tanah yang telanjur padat akibat lalulintas alat-alat berat harus digemburkan kembali dengan menggunakan excavator (Gambar 2). Gambar 1. Pemadatan tanah akibat penggunaan alat-alat berat

72 66 Gambar 2. Penggemburan kembali tanah padat dengan excavator Pengendalian Erosi dan Sedimentasi Daerah sebelah barat Indonesia umumnya memiliki curah hujan yang tinggi. Kondisi ini menyebabkan peluang terjadinya erosi dan sedimentasi pada lahan-lahan bekas tambang yang baru ditata sangat besar. Untuk mengatasi hal ini, maka pencegahan erosi dan sedimentasi harus dilakukan dengan cara mengatur sudut dan panjang lereng serta dikombinasikan dengan penggunaan mulsa. Energi aliran air permukaan yang menimbulkan erosi harus diminimalkan dengan mendesain lereng selandai dan/atau sependek mungkin. Lahan-lahan reklamasi sering memiliki 2 tipe lereng, yaitu lereng landai tetapi panjang, dan lereng curam tetapi pendek. Pada lereng landai dan panjang perlu dibuat guludan, sedangkan pada sisi lereng yang pendek tetapi curam dibuatkan teras atau bench (Gambar 3).

73 67 Gambar 3. Pencegahan erosi pada lereng landai, panjang dan lereng pendek, curam Penggunaan mulsa untuk menutupi lahan-lahan reklamasi yang masih terbuka sangat dianjurkan untuk mengurangi erosi. Mulsa akan mengurangi efek energi butiran air hujan yang akan menghancurkan agregat tanah menjadi butiran-butiran yang lebih halus dan hanyutnya lapisan atas permukaan tanah. Berbagai bahan dapat dijadikan sebagai mulsa, seperti jerami padi, jerami alang-alang, janjang kosong kelapa sawit, tetapi yang paling baik adalah mulsa vegetatif dari tanaman yang tergolong land cover crop (LCC). LCC ini selain mampu mencegah erosi juga dapat membantu mempercepat peningkatan kesuburan tanah melalui pengikatan N oleh bintil akar dan penambahan bahan organik. Beberapa jenis LCC memiliki sifat menjalar, seperti: Centrosema pubescens, Calopoginium mucunoides, Calopogonium caeruleum, Psopocarphus polustris, Desmodium ovalifolium, Mucuna conchinchinensis, Pueraria javanica, Pueraria phascoloides. Jenis LCC lainnya merupakan tipe pelindung, seperti: Flemingia congesta, Crotalaria anagyroides, Tephrosia vogelii, Caliandra callothyrsus, Caliandra tetragona. Penanaman LCC sebaiknya dilakukan pada saat awal musim hujan.

74 68 Perawatan tanaman perlu dilakukan dengan pemupukan terutama pada lahan yang tidak subur yang ditunjukkan oleh pertumbuhan tanaman yang kurang baik. Pupuk NPK perlu ditebarkan pada tanaman cover crop yang mulai tumbuh. Pertumbuhan cover crop terutama yang sifatnya menjalar dapat melilit tanaman utama. Untuk itu perlu dilakukan pemeliharaan dengan memotong LCC yang melilit agar tanaman utama tidak terganggu pertumbuhannya. Pengendalian erosi dan sedimentasi agar lebih efektif selain menggunakan LCC juga perlu ditunjang dengan membuat bangunanbangunan konservasi yang sesuai dengan kondisi, seperti gulud, teras, check dam, drop structure, dan lain-lain Perbaikan Kualitas Tanah Tahap selanjutnya dari kegiatan penataan lahan reklamasi adalah penebaran tanah pucuk. Tanah pucuk yang ditebarkan seyogyanya adalah tanah-tanah pucuk yang masih segar, yang biasanya masih mengandung flora-fauna makro dan mikro serta benih-benih dan sisa-sisa berbagai akar tanaman yang kemudian akan tumbuh menjadi bibit-bibit yang baik. Tahapan penebaran tanah pucuk seringkali menjadi SOP yang wajib dilaksanakan. Padahal kondisi lapang kadangkala tidak memungkinkan tahapan ini dilakukan karena ketiadaan tanah pucuk. Dalam kondisi tersebut material overburden dapat dimanfaatkan sebagai media tanam dengan catatan material tersebut memiliki sifatsifat kimia dan fisik yang kondusif untuk pertumbuhan tanaman dan perakaran yang dalam serta tidak mengandung material yang berpotensi meracuni tanaman, seperti adanya senyawa pirit. Analisis kimia dan fisik tanah di laboratorium adalah kunci agar dapat diberikan rekomendasi perbaikan kualitas tanah.

75 69 Seperti diketahui bahwa lokasi-lokasi tambang di Indonesia umumnya berada pada tanah-tanah yang tidak subur. Oleh karena itu, perbaikan kualitas media tanam khususnya pada tanah lapisan atas perlu dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan revegetasi. Pemberian bahan organik dalam bentuk kompos dikombinasikan dengan pupuk dasar NPK merupakan kunci pokok perbaikan lapisan atas tanah. Pada tanah-tanah yang tergolong sangat masam hingga masam pemberian kapur pertanian perlu dilakukan untuk meningkatkan ph tanah dan ketersediaan unsur-unsur lainnya, seperti P dan berbagai unsur mikro Revegetasi Lahan-lahan bekas tambang umumnya memiliki iklim mikro yang tidak mendukung pertumbuhan tanaman. Oleh sebab itu pada tahap pertama kegiatan revegetasi lahan bekas tambang harus ditanami terlebih dahulu dengan tanaman-tanaman pioner cepat tumbuh yang mampu beradaptasi cepat dengan kondisi lingkungan. Beberapa jenis tanaman cepat tumbuh yang umum digunakan untuk revegetasi adalah sengon laut (Albizzia falcata), akasia (Acasia mangium, Acasia crassicarpa), lamtoro (Leucaena glauca), turi (Sesbania grandiflora), gamal (Gliricidia sepium), dll. Kriteria tanaman pioner cepat tumbuh adalah: (1) tumbuh cepat & mampu tumbuh pada tanah kurang subur, (2) tidak mengalami gugur daun pada musim tertentu, (3) tidak bersaing dalam kebutuhan air dan hara dengan tanaman pokok, (4) tidak menjadi inang penyakit, tahan akan angin dan mudah dimusnahkan, (5) sebaiknya dapat bernilai ekonomis. Setelah tanaman pioner cepat tumbuh sudah berkembang dengan baik, maka tanaman lokal untuk memperkaya variasi jenis tumbuhan hutan dapat segera ditanam. Tanaman lokal adalah tanaman

76 70 yang sudah tumbuh secara alami di sekitar daerah penambangan. Jenisjenis tanaman lokal dapat dilihat pada Rona Awal Laporan Amdal. Bibit tanaman lokal dapat diperoleh dari bibit kecil di hutan sekitar daerah penambangan. Selain untuk tanaman kehutanan, sesuai dengan status lahannya, lahan bekas tambang dapat digunakan untuk tanaman perkebunan, tanaman pangan, tanaman hortikultura, maupun tanaman padi sawah. Pemilihan penggunaan lahan sangat tergantung dari kondisi geobiofisik lahan dan rencana tataruang penggunaan lahan. Untuk tanaman perkebunan, karet merupakan tanaman yang relatif mudah tumbuh di lahan marjinal seperti lahan-lahan bekas tambang Pengelolaan Air Asam Tambang Pengelolaan terpadu air asam tambang (AAT) umumnya menyangkut beberapa aktivitas, seperti pengembangan model geokimia overburden/batuan limbah, pencegahan timbulnya AAT melalui pengkapsulan material yang berpotensi menghasilkan asam (PAF) dan metode perlakuan aktif (netralisasi) atau pasif (melalui proses biologi, geokimia, dan gravitasi). Pengelolaan overburden dengan tujuan pengkapsulan materi PAF dianggap sebagai cara paling baik untuk menghindari timbulnya AAT (Gambar 4). Bila diperlukan metode ini dikombinasikan dengan metode pengapuran untuk menetralisir effluent masam agar sesuai dengan baku mutu (Gambar 5).

77 71 Gambar 4. Standar overburden dumping Gambar 5. Pengapuran AAT Pengelolaan material PAF yang tidak mengikuti standar selain akan menimbulkan AAT yang mencemari lingkungan perairan sekitar tambang juga bila ditebarkan di lahan reklamasi akan menyebabkan lahan menjadi sangat masam sehingga sulit ditanami. Tabel 1 menyajikan hasil analisis tanah di salah satu lokasi lahan reklamasi bekas tambang yang mengandung material PAF.

Metode Tambang Batubara

Metode Tambang Batubara Metode Tambang Batubara Sistem Penambangan Batubara Sistem penambangan batubara ada 3, yaitu: - Penambangan Terbuka (Open Pit Mining) - Penambangan Bawah Tanah (Underground Mining) - Penambangan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai macam bahan galian, yang kemudian bahan galian tersebut dimanfaatkan oleh industry pertambangan untuk memnuhi kebutuhan

Lebih terperinci

KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN. Oleh : Tim Penyusun

KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN. Oleh : Tim Penyusun KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN Oleh : Tim Penyusun 1. PENDAHULUAN Pemanfaatan bahan galian sebagai sumber

Lebih terperinci

Tambang Terbuka (013)

Tambang Terbuka (013) Tambang Terbuka (013) Abdullah 13.31.1.350 Fakultas Teknik Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Pejuang Republik Indonesia Makassar 2013 Pendahuluan Aturan utama dari eksploitasi tambang adalah memilih

Lebih terperinci

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN Oleh : Tim Penyusun 1. PENDAHULUAN Kegiatan usaha pertambangan harus dilakukan secara optimal, diantaranya termasuk melakukan

Lebih terperinci

Istilah-istilah dalam Tambang Bawah Tanah

Istilah-istilah dalam Tambang Bawah Tanah Istilah-istilah dalam Tambang Bawah Tanah 1.Shaft Shaft adalah suatu lubang bukaan vertical atau miring yang menghubungkan tambang bawah tanah dengan permukaan bumi dan berfungsi sebagai jalan pengangkutan

Lebih terperinci

Gophering Adalah metode penambangan yang tidak sistematis, umumnya dilakukan secara tradisional / manual. Dipakai untuk endapan tersebar dengan nilai

Gophering Adalah metode penambangan yang tidak sistematis, umumnya dilakukan secara tradisional / manual. Dipakai untuk endapan tersebar dengan nilai Gophering Adalah metode penambangan yang tidak sistematis, umumnya dilakukan secara tradisional / manual. Dipakai untuk endapan tersebar dengan nilai sedang-tinggi Bijih dan batuan samping cukup kuat,

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DI INDONESIA. pemanfaatan sumber daya alam tambang (bahan galian) yang terdapat dalam bumi

BAB II PENGATURAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DI INDONESIA. pemanfaatan sumber daya alam tambang (bahan galian) yang terdapat dalam bumi BAB II PENGATURAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DI INDONESIA A. Pengertian Kegiatan Usaha Pertambangan Usaha pertambangan merupakan kegiatan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam tambang

Lebih terperinci

Proposal Kerja Praktek Teknik Pertambangan Universitas Halu Oleo

Proposal Kerja Praktek Teknik Pertambangan Universitas Halu Oleo A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi sumber daya alam khususnya sumber daya mineral. Dalam pekembangannya, telah berbagai macam teknik dan teknologi yang dipergunakan

Lebih terperinci

[TAMBANG TERBUKA ] February 28, Tambang Terbuka

[TAMBANG TERBUKA ] February 28, Tambang Terbuka Tambang Terbuka I. Pengertian Tambang Terbuka Tambang Terbuka (open pit mine) adalah bukaan yang dibuat dipermukaan tanah, betujuan untuk mengambil bijih dan akan dibiarkan tetap terbuka (tidak ditimbun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil bahan galian berharga dari lapisan bumi. Perkembangan dan peningkatan teknologi cukup besar, baik dalam

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB vi vii ix xi xiii I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang.... 1 1.2 Perumusan Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman RINGKASAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman RINGKASAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI RINGKASAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

Draft Bahan Kuliah Perencanaan dan permodelan Tambang

Draft Bahan Kuliah Perencanaan dan permodelan Tambang Draft Bahan Kuliah Perencanaan dan permodelan Tambang Versi : 00.2008 Oleh : NURHAKIM, ST, MT PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2008 PRAKATA Alhamdulillah, La haula

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. IV. HASIL PENELITIAN Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) vii

DAFTAR ISI. IV. HASIL PENELITIAN Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) vii DAFTAR ISI RINGKASAN... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

CARA PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN

CARA PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN CARA PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN keberadaan UU No.32 Tahun 2009 KHLS (Kajian Lingkungan hidup Strategis) Tata ruang Baku mutu lingkungan Kreteria baku kerusakan lingkungan Amdal UKL-UPL Perizinan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG KRITERIA KERUSAKAN LAHAN PENAMBANGAN SISTEM TAMBANG TERBUKA DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN STUDI KELAYAKAN, EKSPLOITASI DAN PRODUKSI

PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN STUDI KELAYAKAN, EKSPLOITASI DAN PRODUKSI LAMPIRAN XIII b KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR :1453 K/29/MEM/2000 TANGGAL : 3 November 2000 PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN STUDI KELAYAKAN, EKSPLOITASI DAN PRODUKSI A. FORMAT LAPORAN

Lebih terperinci

2-D Dynamic Programming atau PIT LIMIT DESIGN

2-D Dynamic Programming atau PIT LIMIT DESIGN 2-D Dynamic Programming atau metode Lerchs-Grossmann PIT LIMIT DESIGN Data yang digunakan adalah data teknoekonomik (termasuk sudut lereng) dengan metode blok bijih Istilah perancangan tambang (Adisoma,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi penambangan batubara PT Milagro Indonesia Mining secara administratif terletak di Desa Merdeka Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Metode Penambangan 5.2 Perancangan Tambang Perancangan Batas Awal Penambangan

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Metode Penambangan 5.2 Perancangan Tambang Perancangan Batas Awal Penambangan BAB V PEMBAHASAN 5.1 Metode Penambangan Pemilihan metode penambangan Block Cut Open Pit Mining dikarenakan seam batubara mempunyai kemiringan yang cukup signifikan yaitu sebesar 10-15 sehingga batas akhir

Lebih terperinci

PERANCANGAN SEQUENCE PENAMBANGAN BATUBARA UNTUK MEMENUHI TARGET PRODUKSI BULANAN (Studi Kasus: Bara 14 Seam C PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur)

PERANCANGAN SEQUENCE PENAMBANGAN BATUBARA UNTUK MEMENUHI TARGET PRODUKSI BULANAN (Studi Kasus: Bara 14 Seam C PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur) PERANCANGAN SEQUENCE PENAMBANGAN BATUBARA UNTUK MEMENUHI TARGET PRODUKSI BULANAN (Studi Kasus: Bara 14 Seam C PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur) Dadang Aryanda*, Muhammad Ramli*, H. Djamaluddin* *)

Lebih terperinci

Artikel Pendidikan 23

Artikel Pendidikan 23 Artikel Pendidikan 23 RANCANGAN DESAIN TAMBANG BATUBARA DI PT. BUMI BARA KENCANA DI DESA MASAHA KEC. KAPUAS HULU KAB. KAPUAS KALIMANTAN TENGAH Oleh : Alpiana Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Mataram

Lebih terperinci

Sistem Penambangan Bawah Tanah (Edisi I) Rochsyid Anggara, ST. Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah

Sistem Penambangan Bawah Tanah (Edisi I) Rochsyid Anggara, ST. Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah Sistem Penambangan Bawah Tanah (Edisi I) Rochsyid Anggara, ST Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah Ditinjau dari sistem penyanggaannya, maka metode penambangan bawah tanah (Underground mining)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan industri pertambangan batu andesit penting sekali di sektor konstruksi,

BAB I PENDAHULUAN. Peranan industri pertambangan batu andesit penting sekali di sektor konstruksi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan penduduk yang semakin pesat berdampak pada pembangunan. Peranan industri pertambangan batu andesit penting sekali di sektor konstruksi, terutama dalam pembangunan

Lebih terperinci

1. PERANCANGAN PIT DAN PUSHBACK

1. PERANCANGAN PIT DAN PUSHBACK 1. PERANCANGAN PIT DAN PUSHBACK 1.1 PENGANTAR 1. Pembahasan akan ditekankan pada perancangan geometri yang dapat ditambang dengan masukan dari geometri pit yang dihasilkan oleh program floating cone. 2.

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN EKSPLORASI BAHAN GALIAN

PENYELIDIKAN EKSPLORASI BAHAN GALIAN PENYELIDIKAN EKSPLORASI BAHAN GALIAN ISTILAH DAN DEFINISI Beberapa istilah dan definisi yang digunakan diambil dari acuan-acuan, yang dimodifikasi sesuai kebutuhan, yaitu : Bahan galian, segala jenis bahan

Lebih terperinci

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran K-13 Geografi K e l a s XI BARANG TAMBANG INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami kegiatan pertambangan. 2. Memahami

Lebih terperinci

MAKALAH PENGEBORAN DAN PENGGALIAN EKSPLORASI

MAKALAH PENGEBORAN DAN PENGGALIAN EKSPLORASI MAKALAH PENGEBORAN DAN PENGGALIAN EKSPLORASI Disusun Oleh : ERWINSYAH F1B3 13 125 TEKNIK JURUSAN PERTAMBANGAN FAKULTAS ILMU TEKNOLOGI KEBUMIAN UNIVERSITAS HALUOLEO 2017 KATA PENGANTAR Dengan mengucap syukur

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PRODUKTIVITAS BULLDOZER PADA AKTIVITAS DOZING DI PT. PAMAPERSADA NUSANTARA TABALONG KALIMANTAN SELATAN

PERHITUNGAN PRODUKTIVITAS BULLDOZER PADA AKTIVITAS DOZING DI PT. PAMAPERSADA NUSANTARA TABALONG KALIMANTAN SELATAN PERHITUNGAN PRODUKTIVITAS BULLDOZER PADA AKTIVITAS DOZING DI PT. PAMAPERSADA NUSANTARA TABALONG KALIMANTAN SELATAN Hj. Rezky Anisari rezky_anisari@poliban.ac.id Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Analisis Investasi Tambang Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan endapan bahan galian yang meliputi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Klasifikasi Sumberdaya Dan Cadangan Batubara Badan Standarisasi Nasional (BSN) telah menetapkan pembakuan mengenai Klasifikasi Sumberdaya Mineral dan Cadangan SNI No. 13-6011-1999.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik

BAB I PENDAHULUAN. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Nikel laterit adalah produk residual pelapukan kimia pada batuan ultramafik. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1453 K/29/MEM/2000 TANGGAL : 3 November 2000

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1453 K/29/MEM/2000 TANGGAL : 3 November 2000 LAMPIRAN IX KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1453 K/29/MEM/2000 TANGGAL : 3 November 2000 PEDOMAN TATA CARA PENGAWASAN LINGKUNGAN SERTA KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA BIDANG PERTAMBANGAN

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih model lereng stabil dengan FK

BAB V PEMBAHASAN. lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih model lereng stabil dengan FK 98 BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan analisis terhadap lereng, pada kondisi MAT yang sama, nilai FK cenderung menurun seiring dengan semakin dalam dan terjalnya lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Penentuan dan Pemilihan Pit Potensial Penentuan dan pemilihan pit potensial merupakan langkah awal dalam melakukan evaluasi cadangan batubara. Penentuan pit potensial ini diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Maksud dan Tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geoteknik merupakan suatu ilmu terapan yang peranannya sangat penting, tidak hanya dalam dunia pertambangan akan tetapi dalam berbagai bidang seperti teknik sipil

Lebih terperinci

Metode Tambang Batubara

Metode Tambang Batubara Metode Tambang Batubara 1. SISTEM PENAMBANGAN BATUBARA Sistem penambangan batubara ada 3, yaitu: - Penambangan Terbuka - Penambangan Bawah Tanah - Penambangan dengan Auger 1.1 Penambangan batubara terbuka

Lebih terperinci

SISTEM PENAMBANGAN BAWAH TANAH (Edisi II) Rochsyid Anggara, ST. Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah

SISTEM PENAMBANGAN BAWAH TANAH (Edisi II) Rochsyid Anggara, ST. Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah SISTEM PENAMBANGAN BAWAH TANAH (Edisi II) Rochsyid Anggara, ST Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah B. SUPORTED STOPE METHOD 1. Cut and Fill Adalah suatu metode penambangan dengan jalan mengambil

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG PADA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN TANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

SISTEM TAMBANG TERBUKA

SISTEM TAMBANG TERBUKA SISTEM TAMBANG TERBUKA A. JENIS-JENIS METODE PENAMBANGAN Secara garis besar metode penambangan dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu : 1) Tambang terbuka (surface mining). 2) Tambang dalam/tambang bawah

Lebih terperinci

Aplikasi Teknologi Informasi Untuk Perencanaan Tambang Kuari Batugamping Di Gunung Sudo Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Aplikasi Teknologi Informasi Untuk Perencanaan Tambang Kuari Batugamping Di Gunung Sudo Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Aplikasi Teknologi Informasi Untuk Perencanaan Tambang Kuari Batugamping Di Gunung Sudo Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta R. Andy Erwin Wijaya 1, Dianto Isnawan 2 1 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

EKSPLORASI ENDAPAN BIJIH NIKEL LATERIT

EKSPLORASI ENDAPAN BIJIH NIKEL LATERIT EKSPLORASI ENDAPAN BIJIH NIKEL LATERIT I. PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan galian merupakan salah satu sumber daya alam non hayati yang keterjadiannya disebabkan oleh proses proses geologi. Berdasarkan

Lebih terperinci

KCMI ( Kode Cadangan Mineral Indonesia )

KCMI ( Kode Cadangan Mineral Indonesia ) KCMI ( Kode Cadangan Mineral Indonesia ) Perkembangan dunia menuntut adanya transparansi, standarisasi dan accountability termasuk di dalam dunia eksplorasi dan pertambangan mineral dan batubara di Indonesia.

Lebih terperinci

PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN

PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN RISWAN 1, UYU SAISMANA 2 1,2 Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya mineral yang ada di alam merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui kembali (non-renewable), dengan kata lain industri pertambangan selalu

Lebih terperinci

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN PENDAHULUAN Masalah utama yang timbul pada wilayah bekas tambang adalah perubahan lingkungan. Perubahan kimiawi berdampak terhadap air tanah dan air permukaan. Perubahan

Lebih terperinci

PEDOMAN INI MASIH MERUPAKAN DRAFT, KAMI MOHON AGAR KEPADA BAPAK/IBU/SAUDARA DAPAT MEMBERIKAN MASUKAN BERKAITAN DENGAN PENYEMPURNAAN PEDOMAN INI.

PEDOMAN INI MASIH MERUPAKAN DRAFT, KAMI MOHON AGAR KEPADA BAPAK/IBU/SAUDARA DAPAT MEMBERIKAN MASUKAN BERKAITAN DENGAN PENYEMPURNAAN PEDOMAN INI. CATATAN : PEDOMAN INI MASIH MERUPAKAN DRAFT, KAMI MOHON AGAR KEPADA BAPAK/IBU/SAUDARA DAPAT MEMBERIKAN MASUKAN BERKAITAN DENGAN PENYEMPURNAAN PEDOMAN INI. ATAS MASUKAN/SARAN YANG DISAMPAIKAN, KAMI UCAPKAN

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN GEOLOGI Oleh : Asep Bahtiar P, ST. MT

STUDI KELAYAKAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN GEOLOGI Oleh : Asep Bahtiar P, ST. MT STUDI KELAYAKAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN GEOLOGI 2010 Oleh : Asep Bahtiar P, ST. MT Dasar Hukum Pasal 8 UU Kepmen Esdm 1453 K/29/MEM/ 2000, Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan Pasal 9 Kepmen Esdm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu kegiatan yang penting dilakukan oleh suatu perusahaan, karena untuk

BAB I PENDAHULUAN. suatu kegiatan yang penting dilakukan oleh suatu perusahaan, karena untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pertambangan memiliki cakupan yang sangat luas, yaitu dimulai dari tahapan eksplorasi, kajian kelayakan, pengembangan dan perencanaan tambang, penambangan,

Lebih terperinci

BAB VI POLA EKSTRAKSI AKTUAL DAN ANALISA EKONOMI PENAMBANGAN PASIR BESI

BAB VI POLA EKSTRAKSI AKTUAL DAN ANALISA EKONOMI PENAMBANGAN PASIR BESI BAB VI POLA EKSTRAKSI AKTUAL DAN ANALISA EKONOMI PENAMBANGAN PASIR BESI 6. 1 Pola Ekstraksi Aktual Pasir Besi Kabupaten Tasikmalaya Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pasir besi di Kabupaten Tasikmalaya

Lebih terperinci

PENGARUH KESTABILAN LERENG TERHADAP CADANGAN ENDAPAN BAUKSIT

PENGARUH KESTABILAN LERENG TERHADAP CADANGAN ENDAPAN BAUKSIT PENGARUH KESTABILAN LERENG TERHADAP CADANGAN ENDAPAN BAUKSIT Oleh Eddy Winarno; Wawong Dwi Ratminah Program Teknik Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta Abstrak Optimalisasi Keberhasilanan Penambangan Terbuka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi saat ini sudah semakin maju, hal ini juga berkaitan erat dengan perkembangan peta yang saat ini berbentuk digital. Peta permukaan bumi

Lebih terperinci

BAB IV PENAMBANGAN 4.1 Metode Penambangan 4.2 Perancangan Tambang

BAB IV PENAMBANGAN 4.1 Metode Penambangan 4.2 Perancangan Tambang BAB IV PENAMBANGAN 4.1 Metode Penambangan Cadangan Batubara yang terdapat dalam daerah penambangan Sangasanga mempunyai kemiringan umum sekitar 10-15 dan dengan cropline yang berada di sisi barat daerah

Lebih terperinci

DESAIN TAMBANG PERTEMUAN KE-3

DESAIN TAMBANG PERTEMUAN KE-3 DESAIN TAMBANG PERTEMUAN KE-3 Penambangan dengan sistem tambang terbuka menyebabkan adanya perubahan rona/bentuk dari suatu daerah yang akan ditambang menjadi sebuah front penambangan Setelah penambangan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara yang mempunyai sumber daya alam yang sangat besar, Indonesia mempunyai kesempatan untuk mengembangkan segala potensi yang ada yang seyogyanya

Lebih terperinci

Metode Perhitungan Cadangan. Konsep Dasar

Metode Perhitungan Cadangan. Konsep Dasar Metode Perhitungan Cadangan Konsep Dasar Konversi Unit 1 inch = 2,54 cm 1 karat = 200 mgram 1 m = 3,281 feet 1 mile = 1.609 km 1 ha = 10.000 m 2 1 acre = 0,404686 ha 1 cc = 0,061 cinch 1 kg = 2,2046 pound

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara 4 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009, pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA Penentuan pit optimal dalam simulasi perencanaan tambang Bab 3 berikut akan dibantu software NPV Scheduler dan datamine studio dengan tujuan akhir yaitu mendapatkan suatu

Lebih terperinci

Peraturan Reklamasi dan Pascatambang

Peraturan Reklamasi dan Pascatambang Peraturan Reklamasi dan Pascatambang Ir. Bambang Susigit, MT KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA DIREKTORAT TEKNIK DAN LINGKUNGAN MINERAL DAN BATUBARA Contents

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain

BAB I PENDAHULUAN. lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perencanaan sistem tambang terbuka, analisis kestabilan lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain tambang yang aman dan ekonomis.

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERENCANAAN TAMBANG 3.1 PENGERTIAN

KONSEP DASAR PERENCANAAN TAMBANG 3.1 PENGERTIAN KONSEP DASAR PERENCANAAN TAMBANG 3.1 PENGERTIAN Perencanaan adalah penentuan persyaratan dalan mencapai sasaran,kegiatan serta urutan teknik pelaksanaan berbagai macam kegiatan untuk mencapai suatu tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang rinci dan pasti untuk mencapai tujuan atau sasaran kegiatan serta urutan

BAB I PENDAHULUAN. yang rinci dan pasti untuk mencapai tujuan atau sasaran kegiatan serta urutan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rancangan adalah penentuan persyaratan, spesifikasi dan kriteria teknik yang rinci dan pasti untuk mencapai tujuan atau sasaran kegiatan serta urutan teknis pelaksanaannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Potensi ketidakstabilan yang terjadi pada batuan di sekitar lubang bukaan tambang bawah tanah biasanya akan selalu membutuhkan penanganan khusus terutama atas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Pengawasan eksplorasi bahan galian BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia. Pengawasan eksplorasi bahan galian BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional SNI 13-6675-2002 Standar Nasional Indonesia Pengawasan eksplorasi bahan galian ICS 73.020 Badan Standardisasi Nasional BSN Daftar Isi Daftar Isi... i Prakata... iii Pendahuluan... iv 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan yang baik agar

BAB I PENDAHULUAN. Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan yang baik agar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan yang baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik dari segi materi maupun waktu. Dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Alat Berat Alat berat adalah peralatan mesin berukuran besar yang didesain untuk melaksanakan fungsi konstruksi seperti pengerjaan tanah (earthworking) dan memindahkan

Lebih terperinci

Disampaikan pada acara:

Disampaikan pada acara: GOOD MINING PRACTICE Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Evaluasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Perhitungan Kontribusi Penurunan Beban Pencemaran Lingkungan Sektor Pertambangan DIREKTORAT TEKNIK

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 93

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 93 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... v ABSTRAK... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1

Lebih terperinci

PEMETAAN GEOLOGI. A. Peta Geologi. B. Pemetaan Geologi

PEMETAAN GEOLOGI. A. Peta Geologi. B. Pemetaan Geologi PEMETAAN GEOLOGI A. Peta Geologi Peta geologi merupakan suatu sarana untuk menggambarkan tubuh batuan, penyebaran batuan, kedudukan unsur struktur geologi dan hubungan antar satuan batuan serta merangkum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergerak di sektor pertambangan batubara dengan skala menengah - besar.

BAB I PENDAHULUAN. bergerak di sektor pertambangan batubara dengan skala menengah - besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT Milagro Indonesia Mining adalah salah satu perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan batubara dengan skala menengah - besar. Lokasi penelitian secara administratif

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Endapan Batubara Penyebaran endapan batubara ditinjau dari sudut geologi sangat erat hubungannya dengan penyebaran formasi sedimen yang berumur Tersier yang terdapat secara luas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Alat Berat Alat berat adalah peralatan mesin berukuran besar yang didesain untuk melaksanakan fungsi konstruksi seperti pengerjaan tanah (earthworking) dan memindahkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perencanaan Tambang (Mine Plan) Ada berbagai macam perencanaan antara lain : a. Perencanaan jangka panjang, yaitu suatu perencanaan kegiatan yang jangka waktunya lebih dari 5

Lebih terperinci

Rencana Penataan Lahan Bekas Kolam Pengendapan Timah Di Pit Tb 1.42 Pemali PT.Timah (Persero) Tbk, Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Rencana Penataan Lahan Bekas Kolam Pengendapan Timah Di Pit Tb 1.42 Pemali PT.Timah (Persero) Tbk, Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Rencana Penataan Lahan Bekas Kolam Pengendapan Timah Di Pit Tb 1.42 Pemali PT.Timah (Persero) Tbk, Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Ika Tri Novianti Siregar, Riko Suryanata, Indri Febriyanti,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Penyusunan Basis Data Assay

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Penyusunan Basis Data Assay BAB V PEMBAHASAN 5.1 Penyusunan Basis Data Assay Basis data Assay dan data informasi geologi adalah data data dasar di dalam proses permodelan dan estimasi sumberdaya bijih. Prosedur awal setelah data

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.138, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. Reklamasi. Pasca Tambang. Prosedur. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5172) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

TEMPAT PENIMBUNAN STOCK PILE AND WASTE DUMP

TEMPAT PENIMBUNAN STOCK PILE AND WASTE DUMP TEMPAT PENIMBUNAN STOCK PILE AND WASTE DUMP Jenis tempat penimbunan STOCK PILE AND WASTE DUMP TEMPAT PENIMBUNAN 1. WASTE DUMP LOKASI PEMBUANGAN OVERBURDEN ATAU MATERIAL KADAR RENDAH DAN ATAU MATERIAL BUKAN

Lebih terperinci

Oleh: Uyu Saismana 1 ABSTRAK. Kata Kunci : Cadangan Terbukti, Batugamping, Blok Model, Olistolit, Formasi.

Oleh: Uyu Saismana 1 ABSTRAK. Kata Kunci : Cadangan Terbukti, Batugamping, Blok Model, Olistolit, Formasi. PERHITUNGAN CADANGAN TERBUKTI DAN PENJADWALAN PENAMBANGAN BATUGAMPING MENGGUNAKAN METODE BLOK MODEL PADA CV. ANNISA PERMAI KECAMATAN HALONG KABUPATEN BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Oleh: Uyu Saismana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tugas Akhir adalah mata kuliah wajib dalam kurikulum pendidikan tingkat sarjana (S1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

TAHAP PELAKSANAAN PEKERJAAN TANAH

TAHAP PELAKSANAAN PEKERJAAN TANAH TEKNIK PELAKSANAAN BANGUNAN AIR Pertemuan #3 TAHAP PELAKSANAAN PEKERJAAN TANAH ALAMSYAH PALENGA, ST., M.Eng. RUANG LINGKUP 1. PELAKSANAAN PEKERJAAN TANAH 2. PELAKSANAAN PEKERJAAN GEOTEKNIK (pertemuan selanjutnya).

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kajian Geoteknik Analisis kemantapan lereng keseluruhan bertujuan untuk menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada sudut dan tinggi tertentu. Hasil dari analisis

Lebih terperinci

KONSEP PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KONSERVASI BAHAN GALIAN

KONSEP PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KONSERVASI BAHAN GALIAN KONSEP PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KONSERVASI BAHAN GALIAN Oleh Teuku Ishlah dan Mangara P.Pohan Subdit Konservasi Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral Pendahuluan

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PEDOMAN TEKNIS EKSPLORASI BIJIH BESI PRIMER. Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi

PENYUSUNAN PEDOMAN TEKNIS EKSPLORASI BIJIH BESI PRIMER. Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi PENYUSUNAN PEDOMAN TEKNIS EKSPLORASI BIJIH BESI PRIMER Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi Latar Belakang Besi. merupakan bahan logam penting yang banyak memberikan sumbangan pada perkembangan peradaban

Lebih terperinci

Variabel yang mempengaruhi pekerjaan land clearing yaitu :

Variabel yang mempengaruhi pekerjaan land clearing yaitu : TAHAPAN KEGIATAN PERTAMBANGAN BATU BARA Dalam proses penambangan batubara ada banyak proses yang perlu dilakukan. dalam penambangan batubara juga tidak boleh ditinggalkan aspek lingkungan, agar setelah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. PACIFIC GLOBAL UTAMA (PT. PGU) bermaksud untuk. membuka tambang batubara baru di Desa Pulau Panggung dan Desa

BAB I PENDAHULUAN. PT. PACIFIC GLOBAL UTAMA (PT. PGU) bermaksud untuk. membuka tambang batubara baru di Desa Pulau Panggung dan Desa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT. PACIFIC GLOBAL UTAMA (PT. PGU) bermaksud untuk membuka tambang batubara baru di Desa Pulau Panggung dan Desa Tanjung Lalang, Kecamatan Tanjung Agung Kabupaten

Lebih terperinci

MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI,

MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI, Keputusan Menteri Pertambangan Dan Energi No. 1211 k Tahun 1995 Tentang : Pencegahan Dan Penaggulangan Perusakan Dan Pencemaran Lingkungan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Umum MENTERI PERTAMBANGAN DAN

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 43 Tahun 1996 Tentang : Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha Atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas Di Dataran MENTERI NEGARA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBUATAN STUDI KELAYAKAN DRAINASE PERKOTAAN

TATA CARA PEMBUATAN STUDI KELAYAKAN DRAINASE PERKOTAAN TATA CARA PEMBUATAN STUDI KELAYAKAN DRAINASE PERKOTAAN 1. PENDAHULUAN Seiring dengan pertumbuhan perkotaan yang amat pesat di Indonesia, permasalahan drainase perkotaan semakin meningkat pula. Pada umumnya

Lebih terperinci

KISI KISI PROFESIONAL dan PEDAGOGIK UKG TEKNIK GEOLOGI PERTAMBANGAN TAHUN 2015 PPPPTK BBL MEDAN

KISI KISI PROFESIONAL dan PEDAGOGIK UKG TEKNIK GEOLOGI PERTAMBANGAN TAHUN 2015 PPPPTK BBL MEDAN No KISI KISI PROFESIONAL dan PEDAGOGIK UKG TEKNIK GEOLOGI PERTAMBANGAN TAHUN 2015 PPPPTK BBL MEDAN Kompetensi Utama KOMPETENSI INTI GURU STANDAR KOMPETENSI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN/KELAS/KEAHLIAN/BK

Lebih terperinci

BAB II TANAH DASAR (SUB GRADE)

BAB II TANAH DASAR (SUB GRADE) BAB II TANAH DASAR (SUB GRADE) MAKSUD Yang dimaksud dengan lapis tanah dasar (sub grade) adalah bagian badna jalan yang terletak di bawah lapis pondasi (sub base) yang merupakan landasan atau dasar konstruksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

Penggalian dengan menggunakan metode kerja yang menjamin stabilitas kemiringan lereng samping dan tidak membahayakan

Penggalian dengan menggunakan metode kerja yang menjamin stabilitas kemiringan lereng samping dan tidak membahayakan METODE PELAKSANAAN Proyek Normalisasi Kali Sunter Paket I 1. Kisdam dan Dewatering Dilaksanakan pada bangunan yang memerlukan kisdam dan pengeringan dengan sebelumnya dilakukan perhitungan dimensi kisdam/struktur

Lebih terperinci

METODE TAMBANG BAWAH TANAH

METODE TAMBANG BAWAH TANAH METODE PENAMBANGAN METODE TAMBANG BAWAH TANAH SHRINKAGE STOPING PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN JURUSAN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN GOWA 2014 KATA PENGANTAR Puji dan syukur

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan salah satu penghasil batubara terbesar di Indonesia. Deposit batubara di Kalimantan Timur mencapai sekitar 19,5 miliar ton

Lebih terperinci

Penambangan Bijih Nikel di Pomalaa

Penambangan Bijih Nikel di Pomalaa Penambangan Bijih Nikel di Pomalaa Segmen usaha nikel ANTAM terdiri dari komoditas feronikel dan bijih nikel, yang dihasilkan dari tambang-tambang nikel di Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara serta pabrikpabrik

Lebih terperinci