EFEKTIVITAS ANESTETIKUM KOMBINASI MEDETOMIDIN DENGAN KETAMIN PADA KUCING LOKAL (Felis domestica) INDONESIA DEDI NUR ARIPIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFEKTIVITAS ANESTETIKUM KOMBINASI MEDETOMIDIN DENGAN KETAMIN PADA KUCING LOKAL (Felis domestica) INDONESIA DEDI NUR ARIPIN"

Transkripsi

1 EFEKTIVITAS ANESTETIKUM KOMBINASI MEDETOMIDIN DENGAN KETAMIN PADA KUCING LOKAL (Felis domestica) INDONESIA DEDI NUR ARIPIN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas Anestetikum Kombinasi Medetomidin dengan Ketamin pada Kucing Lokal (Felis domestica) Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2015 Dedi Nur Aripin NIM B

4

5 ABSTRAK DEDI NUR ARIPIN. Efektivitas Anestetikum Kombinasi Medetomidin dengan Ketamin pada Kucing Lokal (Felis domestica) Indonesia. Dibimbing oleh WASMEN MANALU dan ANDRIYANTO Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas anestetikum kombinasi medetomidin dengan ketamin pada kucing lokal (Felis domestica). Sebanyak dua puluh ekor kucing yang telah dewasa kelamin dengan bobot badan 3-5 kg dibagi menjadi empat perlakuan dan masing-masing perlakuan menggunakan lima ekor kucing sebagai ulangan. Kelompok tersebut ialah kucing percobaan yang tidak mendapatkan anestesi (Kontrol), kucing percobaan yang disuntik ketamin dengan dosis 20 mg/kg BB (perlakuan 1), kucing percobaan yang disuntik medetomidin dengan dosis 0.15 mg/kg BB (perlakuan 2), dan kucing percobaan yang disuntik dengan medetomidin dosis 0.1 mg/kg BB dan sesaat setelahnya disuntik dengan ketamin dosis 10 mg/kg BB (perlakuan 3). Sediaan anestetikum diberikan pada kucing secara intramuskuler (IM). Parameter yang diamati terdiri atas onset, durasi, frekuensi napas, frekuensi jantung, dan suhu rektal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi anestesi medetomidin-ketamin memiliki efektivitas yang lebih baik jika dibandingkan dengan anestesi ketamin maupun medetomidin. Anestesi kombinasi medetomidinketamin memiliki onset yang lebih cepat sekitar 3 menit dibandingkan medetomidin dan sekitar 8 menit dibandingkan ketamin. Kucing yang disuntik kombinasi medetomidin-ketamin memiliki durasi yang lebih lama sekitar 78 menit dibandingkan medetomidin dan sekitar 172 menit dibandingkan ketamin. Anestesi kombinasi medetomidin-ketamin menghasilkan tekanan yang minimal terhadap kondisi fisiologis tubuh yang meliputi fungsi pernapasan, fungsi jantung, dan suhu tubuh. Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini ialah kombinasi medetomidin-ketamin efektif digunakan sebagai alternatif sediaan anestesi pada kucing lokal. Kata kunci: anestesi, ketamin, kombinasi, kucing, medetomidin

6 ABSTRACT DEDI NUR ARIPIN. Effectivity of Anesthetic Combination of Medetomidine with Ketamine in Indonesian Local Cats (Felis domestica). Supervised by WASMEN MANALU and ANDRIYANTO. This study aimed to determine the effectivity of anesthetics combination of medetomidine with ketamine in local cat (Felis domestica). Twenty adult cats with body weights ranged 3-5 kg were divided into five groups consisted of five cats each and each group was given different treatments. The first group was control group that did not receive anesthesia. The second group consisted of cats injected with ketamine at a dose of 20 mg/kg BW (treatment 1). The third group consisted of cats injected with medetomidine at a dose of 0.15 mg/kg BW (treatment 2). The fourth group consisted of cats injected with medetomidine at a dose of 0.1 mg/kg BW and shortly thereafter injected with ketamine at a dose of 10 mg/kg (treatment 3). The anestheticum was administered by intramuscular (IM) injection. The observed parameters were onset, duration, respiratory rate, heart rate, and rectal temperature. Results of this study showed that the anesthetic combination of medetomidine-ketamine had a better effectivity when compared to ketamine and medetomidine. Anesthetic combination of medetomidine-ketamine has a faster onset as compared to medetomidine (about 3 minutes) and ketamine (about 8 minutes). Cats injected with anesthetic combination of medetomidine-ketamine had a longer duration as compared to medetomidine (about 78 minutes) and ketamine (about 172 minutes). Anesthetic combination of medetomidine-ketamine produced a minimal depression of the physiological conditions such as the functions of breathing, heart function, and body temperature. Conclusion in this study is the combination of medetomidine-ketamin can be effectively used as an alternative anesthesia in local cats. Keywords: anesthesia, cats, combination, ketamine, medetomidine

7 EFEKTIVITAS ANESTETIKUM KOMBINASI MEDETOMIDIN DENGAN KETAMIN PADA KUCING LOKAL (Felis domestica) INDONESIA DEDI NUR ARIPIN Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

8

9 Judul Skripsi Nama NIM : Efektivitas Anestetikum Kombinasi Medetomidin dengan Ketamin pada Kucing Lokal (Felis domestica) Indonesia : Dedi Nur Aripin : B Disetujui oleh Prof Dr Ir Wasmen Manalu Pembimbing I Drh Andriyanto, MSi Pembimbing II Diketahui oleh Drh Agus Setiyono, MS PhD APVet Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Tanggal Lulus:

10

11 PRAKATA Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Efektivitas Anestetikum Kombinasi Medetomidin dengan Ketamin pada Kucing Lokal (Felis domestica) Indonesia. Tulisan ini menjelaskan tentang pengaruh anestetikum kombinasi medetomidin dengan ketamin pada onset dan durasi anestesi, serta pengaruhnya pada frekuensi napas, frekuensi jantung, dan suhu tubuh pada kucing lokal. Penulis menyadari bahwa penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada: 1. Orang tua penulis ayahanda Mustakim dan ibunda Gege Nurhayati yang telah membesarkan dan merawat penulis dengan penuh kasih sayang serta menjadi sumber motivasi paling besar untuk penyelesaian skripsi ini. 2. Kakak penulis Noor Janah dan adik penulis Septiadi Yusuf S, M. Rizky Ramadhan yang selalu memberikan dukungan dan semangat untuk penyelesaian skripsi ini. 3. Prof Dr Ir Wasmen Manalu dan Drh Andriyanto, MSi selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk memberi masukan serta saran yang berarti selama proses penyelesaian penulisan skripsi ini. 4. Drh Aulia Andi Mustika, MSi dan Drh Ridi Arif yang telah memberikan saran yang berarti selama proses penyelesaian penulisan skripsi ini. 5. Drh Adi Winarto, PhD selaku dosen pembimbing akademik selama berkuliah di Fakultas Kedokteran Hewan IPB 6. Beasiswa Bidikmisi yang diberikan oleh DIKTI yang sangat meringankan penulis dalam menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor. 7. Bapak Dikdik dan Bapak Angga yang selalu membantu dalam proses penelitian. 8. Teman-teman Ganglion (FKH 48). Terima kasih untuk kebersamaannya selama ini. 9. Gusti Habiby SN dan Pramesti Nugraheni, sahabat seperjuangan penulis selama melaksanakan kegiatan penelitian dan penulisan tugas akhir. Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca. Bogor, September 2015 Dedi Nur Aripin

12

13 viii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR ix PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan 2 Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Kucing Lokal 2 Anestesia 3 Medetomidin 3 Ketamin 4 Onset dan Durasi 5 METODE 6 Waktu dan Tempat Penelitian 6 Alat dan Bahan 6 Prosedur Penelitian 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 SIMPULAN 13 SARAN 14 DAFTAR PUSTAKA 14 RIWAYAT HIDUP 17

14 ix DAFTAR TABEL 1 Rataan onset (rasa nyeri, tonus otot, kesadaran, refleks pedal, pupil, dan onset sempurna) pada berbagai waktu pengamatan 8 2 Rataan durasi (rasa nyeri, tonus otot, kesadaran, refleks pedal, pupil, dan durasi total) pada berbagai waktu pengamatan 9 DAFTAR GAMBAR 1 Struktur kimia medetomidin (C13H16N2) 3 2 Struktur kimia ketamin HCl (C13H16ClNO.HCl) 5 3 Hubungan antara frekuensi napas dan waktu 11 4 Hubungan antara frekuensi jantung dan waktu 12 5 Hubungan antara suhu dan waktu 13

15 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kucing merupakan hewan peliharaan yang populer di Indonesia, selain hewan lainnya, seperti anjing, burung, dan hewan eksotik (Purwantoro 2010). Kucing banyak dijadikan sebagai hewan peliharaan untuk pemenuhan kesenangan ataupun hobi pemiliknya. Hal ini dikarenakan kucing memiliki sifat yang manja, bentuk tubuh yang menggemaskan, perilaku yang lucu ketika bercanda, dan memiliki rambut yang halus (Suwed dan Rodame 2011). Pada pemeliharaannya, banyak ditemukan kasus penyakit pada kucing. Penanganan yang dilakukan terhadap penyakit pada kucing dapat berupa tindakan nonbedah maupun tindakan bedah. Tindakan bedah, seperti kastrasi maupun ovariohisterektomi, umum dilakukan pada kucing dalam usaha untuk mengurangi populasi, selain itu juga sebagai terapi penyakit yang ada di dalam organ reproduksi (Noviana et al. 2006). Tindakan bedah dalam upaya terapi tidak bisa dilepaskan dari pemberian anestetikum kepada pasien yang akan dibedah. Pemberian anestetikum merupakan tahapan penting sebelum melakukan tindakan bedah karena tindakan bedah belum dapat dilakukan bila anestetikum belum diberikan. Pemberian anestetikum dimaksudkan untuk menghilangkan kesadaran dan rasa sakit, relaksasi otot serta mengurangi timbulnya konvulsi otot (Sardjana 2003). Pemilihan anestetikum yang ideal mutlak diperlukan dan menunjang tindakan bedah sehinga tindakan bedah dapat dilakukan dengan aman tanpa menimbulkan gangguan sistem vital tubuh pasien. Ada beberapa kriteria untuk menentukan suatu anestetikum ideal. Anestetikum ideal harus memenuhi kriteria anestesi, yaitu sedasi, analgesi, relaksasi, ketidaksadaran, aman untuk sistem vital tubuh, ekonomis, dan mudah diaplikasikan baik di lapangan maupun di ruang operasi (Swarayana 2015). Menurut Thurman et al. (1996), anestetikum ideal tidak bergantung pada metabolisme untuk aksi dan eliminasinya, memiliki onset induksi cepat, pergantian kedalaman anestesi singkat, pemulihan cepat, tidak menekan fungsi kardiopulmoner, tidak mengiritasi jaringan, tidak mahal, stabil, serta tidak memerlukan peralatan khusus untuk administrasi obat tersebut. Suatu anestetikum tidak dapat memiliki semua kriteria tersebut sehingga pemilihan suatu anestetikum harus disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi. Untuk memperoleh suatu anestetikum yang ideal dapat dilakukan dengan cara mengkombinasikan sediaan obat anestesi. Pada praktik penanganan kesehatan hewan kesayangan dengan tindakan pembedahan umumnya menggunakan kombinasi ketamin dengan xylazin sebagai sediaan obat anestesi. Hanya saja penggunaan kombinasi ini masih dirasa kurang efektif mengingat kombinasi xylazin dengan ketamin menekan fungsi pernapasan, fungsi jantung, dan suhu tubuh (Kilic 2004; Yudaniayanti et al. 2010; Sudisma et al. 2012) sehingga perlu dilakukan kembali penelitian tentang kombinasi anestetikum. Salah satu yang dapat dilakukan adalah penelitian mengkombinasikan medetomidin dengan ketamin.

16 2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas anestetikum kombinasi medetomidin dan ketamin dengan menggunakan kucing lokal (Felis domestica) Indonesia sebagai hewan percobaan. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh anestetikum kombinasi medetomidin dengan ketamin pada onset dan durasi anestesi, serta pengaruhnya pada frekuensi napas, frekuensi jantung, dan suhu tubuh pada kucing lokal. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna bagi dokter hewan dan pendidikan kedokteran hewan tentang pilihan kombinasi anestesi medetomidin dengan ketamin sebagai anestesi yang ideal untuk menunjang tindakan bedah. TINJAUAN PUSTAKA Kucing Lokal Kucing merupakan hewan predator yang berukuran kecil dan termasuk dalam Ordo Carnivora (pemakan daging), termasuk mamalia crepuscular yang telah berasosiasi dengan manusia. Kucing peliharaan hidup dalam simbiosis mutualisme dengan manusia. Dalam hubungannya dengan manusia, kucing menggunakan variasi vokalisasi dan tipe bahasa tubuh untuk komunikasi, meliputi meowing, purring, hissing, growling, squeaking, chirping, clicking, dan grunting (Rahman 2008). Kucing lokal (Felis domestica) merupakan salah satu dari beberapa hewan kesayangan yang sering dijadikan peliharaan. Hal tersebut dikarenakan kucing memiliki daya adaptasi yang baik, perilaku yang lucu ketika bercanda, sifat manja, rambut yang halus, dan karakter yang unik bila dibandingkan dengan hewan kesayangan lain. Klasifikasi kucing lokal menurut Fowler (1993) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Carnivora Subordo : Conoidea Famili : Felidae Subfamili : Felinae Genus : Felis Spesies : Felis domestica

17 3 Anestesia Anestesi dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan kondisi sedasi, analgesi, relaksasi, dan penekanan refleks yang optimal dan adekuat untuk dilakukan tindakan dan prosedur diagnostik atau pembedahan tanpa menimbulkan gangguan hemodinamik, respiratorik, dan metabolik yang dapat mengancam (Adams 2001; Miller 2010). Pada hewan, anestesi umumnya digunakan untuk alasan menghilangkan rasa dan sensasi terhadap suatu rangsangan yang merugikan (rasa sakit), melakukan pengendalian hewan (restraint), membantu melakukan diagnosis atau proses pembedahan, keperluan penelitian biomedis, mencegah kekejangan otot, dan untuk melakukan euthanasia (Adams 2001). Stadium anestesi dibagi menjadi empat, yaitu stadium induksi, stadium eksitasi, stadium pembedahan, dan stadium paralisis medular. Stadium induksi dimulai dari pemberian agen anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran, indra penciuman dan rasa nyeri hilang, ada kemungkinan mengalami mimpi serta halusinasi pendengaran dan penglihatan. Pada stadium eksitasi atau delirium terjadi kehilangan kesadaran akibat penekanan korteks serebri, eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pernapasan tidak teratur, inkontinensia urin, muntah, midriasis, hipertensi, dan takikardia. Stadium pembedahan merupakan stadium yang menandakan dimulainya prosedur operasi. Stadium paralisis medular merupakan tahap toksik dari anestesi yang ditandai dengan paralisis otot dada, pulsus cepat, dan pupil dilatasi (Boulton dan Colin 1994; Munaf 2008). Medetomidin Medetomidin merupakan agonis alpha 2-adrenoseptor dengan rumus ((4- [2,3]dimethylphenylethyl)-1H-imidazole). Molekul medetomidin memiliki dua stereoisomer, yaitu D-stereoisomer dan L-stereoisomer. D-stereoisomer adalah komponen aktif yang dapat mempengaruhi sistem saraf dan kardiovaskuler, sedangkan L-stereoisomer tidak aktif (Schmeling et al. 1991). Medetomidin digunakan sebagai obat penenang dengan efek yang ditimbulkan berupa analgesik, relaksasi otot, dan efek anxiolytic (Rioja 2013). Pemberian medetomidin pada hewan dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pada sistem kardiovaskuler, sistem pulmonari, gastrointestinal, dan sistem endokrin. Pemberian medetomidin pada hewan dapat mengakibatkan terjadinya muntah dan hewan mengalami hipotermia (Cullen 1996). Gambar 1. Struktur kimia medetomidin (C13H16N2) ( 2015)

18 4 Efek sedatif medetomidin ini dimediasi oleh adanya pusat alpha 2- adrenoseptor yang banyak terdapat di lokus coeruleus otak (Correa-Sales et al. 1992). Diketahui dari berbagai studi tentang autoradiografik menunjukkan bahwa pada lokus coeruleus ditemukan neurons noradrenergik dalam jumlah besar. Lokus coeruleus banyak dilewati oleh jalur saraf yang mentransmisikan impuls ke otak depan dan sistem limbik. Stimulasi terhadap alpha 2-adrenoseptor di lokus coeruleus menyebabkan hiperpolarisasi neuron sehingga terjadi hambatan transmisi impuls dan menghasilkan efek sedasi (Cullen 1996). Agonis alpha 2-adrenoseptor (medetomidin) menghasilkan efek analgesia dengan cara menstimulasi reseptor di berbagai lokasi jalur rasa sakit pada spinal dan tingkat supraspinal (Pertovaara et al. 1991; Akbar et al. 2014). Berbagai studi tentang radioligand menunjukkan adanya pengikatan alpha 2 dengan konsentrasi tinggi pada tanduk dorsal dari spinal cord (terdapat sinapsis serabut nosiseptif) dan batang otak, di mana modulasi dari sinyal nosiseptif akan dimulai (Cullen 1996). Agonis alpha 2-adrenoseptor dapat mempengaruhi fungsi kardiovaskuler dengan cara menstimulasi reseptor pusat dan perifer. Stimulasi terhadap reseptor ditemukan pada bagian yang berbeda di otak, termasuk nukleus dari traktus solitarius yang menjadi pusat utama dalam kontrol otonom (Hayashi dan Maze 1993), peningkatan aktivitas nervus vagus dan penurunan aktivitas saraf simpatik yang menghasilkan efek bradikardia dan hipotensi (Cullen 1996). Hipotermia dapat terjadi akibat tertekannya reseptor noradrenergik di hipotalamus oleh agonis alpha 2-adrenoseptor. Diketahui dari hasil penelitian, pembiusan anjing dengan medetomidin mengakibatkan terjadinya sedikit penurunan suhu rektal (Cullen dan Reynoldson 1993; Pettifer dan Dyson 1993). Ketamin Ketamin HCl merupakan golongan phencyclidine dengan rumus 2-(0- chlorophenil)-2-(methylamino)-cyclohexanone hydrochloride (Adams 2001). Ketamin ialah larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar, dan mempunyai tingkat keamanan yang lebar. Ketamin termasuk ke dalam golongan nonbarbiturat dan merupakan disosiatif anestesi, yaitu pada dosis rendah sebagai preanestesi dan pada dosis lebih tinggi sebagai anestesi umum. Ketamin merupakan anestetikum yang mempunyai sifat analgesik, anestetik, dan kataleptik dengan kerja singkat (Gunawan et al. 2009; Azizpour dan Hassani 2012). Ketamin mempunyai sifat menghilangkan rasa sakit yang kuat serta reaksi anestesinya tidak menyebabkan ngantuk (Kul et al. 2001). Ketamin menghasilkan pengaruh anestesi melalui mekanisme aksi secara antagonis terhadap reseptor N methyl D aspartate (NMDA). Afinitas ketamin sangat tinggi pada reseptor NMDA sehingga menghasilkan pengaruh analgesik yang sangat kuat (Stawicki 2007; Kurdi et al. 2014). Sebagai antagonis NMDA, ketamin menghambat refleks nosiseptik spinal, yaitu menghambat konduksi rasa nyeri ke talamus dan daerah korteks. Ketamin merangsang sistem kardiovaskuler yang mengakibatkan peningkatan denyut jantung, tekanan darah, dan meningkatkan curah jantung, yang dimediasi terutama melalui sistem saraf simpatik (Kolawole 2001). Ketamin memiliki efek minimal terhadap pusat pernapasan dan menghasilkan relaksasi

19 5 pernapasan dengan cara mempengaruhi berbagai reseptor dan otot bronkhial. Pembiusan dengan menggunakan ketamin mengakibatkan terjadinya peningkatan salivasi dan tonus otot (Kurdi et al. 2014). Gambar 2. Struktur kimia ketamin HCl (C13H16ClNO.HCl) (daily med.nlm.nih.gov 2015) Onset dan Durasi Waktu induksi (onset) adalah waktu yang diukur dari awal penyuntikan sampai awal terjadinya anestesia. Dikenal dua waktu induksi, waktu induksi 1 adalah waktu antara anestetikum diinjeksikan sampai keadaan hewan tidak dapat berdiri. Waktu induksi 2 adalah waktu antara anestetikum diinjeksikan sampai keadaan hewan tidak ada refleks pedal atau hewan sudah tidak merasakan sakit (stadium operasi) (Swarayana 2015). Waktu induksi dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk kelarutan anestetikum dalam lemak. Faktor lain yang mempengaruhi adalah seperti kemudahan untuk berdifusi melalui jaringan ikat. Pemberian anestetikum secara IM atau subkutan (SC) langsung masuk interstitium jaringan otot atau kulit ke pembuluh darah kapiler kemudian memasuki peredaran darah sistemik. Anestetikum larut lemak masuk ke dalam darah kapiler dengan melintasi membran sel endotel secara difusi pasif. Hanya anestetikum yang larut air masuk darah melalui celah antarsel endotel bersama air, dengan kecepatan yang berbanding terbalik dengan besar molekulnya (Gunawan et al. 2009). Durasi anestesi adalah waktu yang diukur dari mulai kejadian anestesi sampai hewan mulai sadar (ada gerakan), ada respons rasa sakit, dan ada suara dari hewan, dan ada refleks. Durasi anestesi harus cukup lama sehingga cukup waktu untuk melakukan tindakan operasi (Swarayana 2015). Secara umum, durasi kerja berkaitan dengan kelarutan anestetikum dalam lemak. Anestesi lokal dengan kelarutan lemak tinggi mempunyai durasi yang lebih panjang karena lebih lama diekskresikan dari dalam darah. Waktu pemulihan adalah waktu antara ketika hewan memiliki kemampuan merasakan nyeri bila saraf di sekitar jari kaki ditekan atau mengeluarkan suara sampai hewan memiliki kemampuan untuk duduk sternal, berdiri atau jalan. Waktu pemulihan ini bergantung pada panjang anestesi, kondisi hewan, jenis hewan, jenis anestetikum yang diberikan dan rute pemberiannya, dan temperatur tubuh hewan (McKelvey dan Hollingshead 2003).

20 6 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai dengan bulan Maret tahun 2015 di kandang Unit Pengelola Hewan Laboratorium, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Alat dan Bahan Penelitian ini menggunakan hewan coba kucing lokal Indonesia. Kucing yang digunakan berjenis kelamin jantan dengan kondisi normal secara fisiologis. Anestetikum yang digunakan ialah medetomidin (Medetin, Dong Bang) dan ketamin (Ketamine 10% inj, Kepro, Holland). Pakan yang digunakan bentuk pakan kering (Whiskas, Mars Inc., US), pemberian air minum (Aqua, Danone, FR) secara ad libitum, obat cacing (Combantrin, Pfizer, CA) untuk eliminasi cacing, dan disinfektan kandang. Alat yang digunakan ialah timbangan, syringe (1 ml), kapas beralkohol, termometer, stetoskop, senter kecil, pinset syrurgis, kandang kucing, tempat pakan kucing, litter box, kantong plastik, sarung tangan, dan masker. Prosedur Penelitian Persiapan Kucing Kucing yang digunakan dalam penelitian ini adalah kucing yang telah dewasa kelamin dengan bobot badan 3-5 kg. Kucing yang telah disiapkan diperiksa kondisi kesehatannya, pemeriksaan yang utama adalah pemeriksaan fisiologis kucing. Kucing yang telah diperiksa kesehatannya diaklimatisasi terlebih dahulu selama dua minggu sehingga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan kandang penelitian. Selama aklimatisasi, kucing diberikan obat cacing supaya terjaga kesehatannya dan fit digunakan untuk penelitian. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan lima ulangan. Sebanyak dua puluh ekor kucing yang telah dewasa kelamin digunakan dalam penelitian ini, dibagi menjadi empat perlakuan dan lima ulangan. Perlakuan tersebut ialah kucing yang tidak diberikan sediaan anestetikum, kucing yang diberikan sediaan anestetikum ketamin, kucing yang diberikan sediaan anestetikum medetomidin, dan kucing yang diberikan sediaan anestetikum kombinasi medetomidin-ketamin. Pemberian Sediaan Anestetikum Sediaan anestetikum diberikan pada kucing secara intramuskuler (IM). Kelompok kontrol ialah kucing percobaan yang tidak mendapatkan anestesi. Kelompok perlakuan pertama ialah kucing percobaan yang disuntik ketamin

21 7 dengan dosis 20 mg/kg BB. Kelompok perlakuan kedua ialah kucing percobaan yang disuntik medetomidin dengan dosis 0.15 mg/kg BB. Perlakuan ketiga ialah kucing percobaan yang disuntik dengan medetomidin dosis 0.1 mg/kg BB dan sesaat setelahnya disuntik dengan ketamin dosis 10 mg/kg BB. Sebelum diberikan perlakuan, kucing percobaan dipuasakan selama 12 jam. Parameter yang Diamati Parameter yang diamati dalam penelitian ini ialah onset (rasa nyeri, tonus otot, kesadaran, refleks pedal, dan pupil) dan durasi (rasa nyeri, tonus otot, kesadaran, refleks pedal, dan pupil) dari sediaan anestetikum. Penelitian ini juga mengamati pengaruh pemberian sediaan anestetikum pada kondisi fisiologis kucing, seperti frekuensi napas, frekuensi jantung, dan suhu rektal. Pengamatan dan Pengambilan Data Pengambilan data onset dan durasi sediaan anestetikum dilakukan dengan mengamati rasa nyeri, tonus otot, kesadaran, refleks pedal, dan pupil. Rasa nyeri diamati dengan mencubit telinga kucing dengan pinset syrurgis dan tonus otot diamati dengan melihat kemampuan kucing melakukan kontraksi otot untuk berdiri maupun bergerak. Kesadaran diamati dengan melihat perilaku kucing dan kemampuannya dalam menanggapi rangsangan. Refleks pedal diamati dengan mencubit ujung jari kucing dengan pinset syrurgis kemudian diamati reaksinya dan pupil diamati dengan melihat adanya reaksi terhadap rangsangan cahaya. Pengamatan terhadap rasa nyeri, tonus otot, kesadaran, refleks pedal, dan pupil dilakukan setiap tiga menit sekali yang dimulai pada saat sebelum pemberian perlakuan sampai dengan kucing sadar (recovery kembali). Kondisi fisiologis kucing yang diamati adalah ferkuensi napas, frekuensi jantung, dan suhu rektal. Frekuensi napas dilakukan secara visual dengan memperhatikan gerakan inspirasi dan ekspirasi di bagian abdominal selama satu menit. Frekuensi jantung diukur dengan auskultasi mempergunakan stetoskop yang diletakkan pada apeks jantung di rongga dada sebelah kiri atau merasakan pulsus arteri pada arteri femoralis selama satu menit. Suhu rektal diamati dengan menempatkan termometer pada bagian rektal kucing. Pengamatan kondisi fisiologis kucing dilakukan setiap sepuluh menit yang dimulai pada saat sebelum pemberian perlakuan sampai dengan kucing sadar (recovery kembali). Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan one way ANOVA metode Duncan untuk melihat perbedaan pada setiap perlakuan. Analisis data dilakukan menggunakan program Microsoft Excel 2013 dan IBM SPSS Statistics 20.

22 8 HASIL DAN PEMBAHASAN Tindakan bedah dalam upaya terapi sangat bergantung pada pemberian anestetikum kepada pasien. Hal tersebut dikarenakan tindakan bedah belum dapat dilakukan bila anestetikum belum diberikan. Pemberian anestetikum bertujuan untuk menciptakan kondisi sedasi, analgesi, relaksasi, dan penekanan refleks yang optimal untuk dilakukan tindakan dan prosedur diagnostik atau pembedahan (Adams 2001; Miller 2010). Tindakan bedah dapat ditunjang dengan pemberian anestetikum yang ideal sehingga dapat berlangsung dengan aman tanpa mengganggu fungsi vital tubuh. Suatu anestetikum dikatakan ideal apabila memenuhi kriteria, yaitu memiliki waktu induksi (onset) cepat, pergantian kedalaman anestesi singkat, pemulihan cepat, tidak menekan fungsi kardiopulmoner, tidak mengiritasi jaringan, tidak mahal, stabil, serta tidak memerlukan peralatan khusus untuk administrasi obat tersebut (Thurman et al 1996; Swarayana 2015). Data hasil pengamatan rataan onset (rasa nyeri, tonus otot, kesadaran, refleks pedal, pupil, dan onset sempurna) disajikan pada Tabel 1. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian sediaan anestesi ketamin, medetomidin, dan kombinasi medetomidin-ketamin tidak berpengaruh pada refleks pupil dan memiliki pengaruh yang berbeda secara nyata pada waktu mulai hilangnya rasa nyeri, tonus otot, kesadaran, refleks pedal, dan onset sempurna. Hasil ini juga menunjukkan bahwa pemberian sediaan anestesi ketamin tidak berpengaruh pada refleks pedal kucing dan pemberian sediaan anestesi medetomidin tidak berpengaruh pada rasa nyeri kucing. Selain itu, kelompok kucing yang diberikan sediaan anestesi kombinasi medetomidin-ketamin memiliki onset sempurna yang lebih cepat sekitar 3 menit dibandingkan medetomidin dan sekitar 8 menit dibandingkan ketamin. Tabel 1. Rataan onset (rasa nyeri, tonus otot, kesadaran, refleks pedal, pupil, dan onset sempurna) pada berbagai waktu pengamatan (menit ke-) Kontrol Ketamin Medetomidin Medetomidin- P<0.05 Ketamin 1 Rasa nyeri 90.00±0.00 c 11.40±5.37 b 90.00±0.00 c 4.80±4.02 a Tonus 90.00±0.00 b 9.60±4.93 a 6.00±4.24 a 4.80±4.02 a Refleks Pedal 90.00±0.00 b 90.00±0.00 b 7.20±3.42 a 4.80±4.02 a Kesadaran 90.00±0.00 c 10.80±5.45 b 6.00±4.24 ab 4.80±4.02 a Pupil 90.00±0.00 a 90.00±0.00 a 90.00±0.00 a 90.00±0.00 a Onset Sempurna 90.00±0.00 c 12.00±5.61 b 7.20±3.42 ab 4.80±4.02 a Keterangan: huruf superskript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada P<0.05 Ketamin menghasilkan efek yang bervariasi pada tonus otot, umumnya ketamin menyebabkan tidak adanya perubahan tonus otot atau dapat meningkatkan tonus otot. Ketamin tidak menghilangkan refleks pinnal dan pedal,

23 9 maupun refleks pupil, korneal, laringal, atau faringal (Plumb 1999). Medetomidin memiliki efek sedasi, relaksasi pada otot, dan menghilangkan refleks tubuh, tetapi hewan masih berespons terhadap adanya stimulasi rasa nyeri (Burside et al. 2013). Onset sempurna yang lebih cepat pada pemberian sediaan anestesi kombinasi medetomidin-ketamin ini disebabkan oleh adanya interaksi obat yang saling mempengaruhi sehingga obat diabsorbsi dengan cepat (Pertiwi 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Akbar et al. (2015) menunjukkan bahwa pemberian sediaan anestesi medetomidin dan kombinasi medetomidin-ketamin pada kucing memiliki pengaruh yang berbeda secara nyata pada onset kerja obat. Pemberian sediaan anestesi kombinasi medetomidin-ketamin memiliki onset yang lebih cepat dibandingkan dengan pemberian sediaan anestesi hanya medetomidin saja. Grint dan Pamela (2008) juga melaporkan bahwa onset sediaan kombinasi medetomidin-ketamin lebih cepat jika dibandingkan dengan midazolam-ketamin yang diberikan pada kelinci. Sementara dalam penelitian yang dilakukan Kilic (2004) tentang perbandingan kombinasi anestesi medetomidin-ketamin dengan xylazin-ketamin menunjukkan bahwa pengaruh anestesi tidak berbeda secara nyata pada onset kerja obat yang diuji pada kelinci. Durasi anestesi adalah waktu yang diukur dari mulai kejadian anestesi sampai hewan mulai sadar (ada gerakan), ada respons rasa sakit, ada suara dari hewan, dan ada refleks (Swarayana 2015). Data hasil pengamatan rataan durasi (rasa nyeri, tonus otot, kesadaran, refleks pedal, pupil, dan durasi total) disajikan pada Tabel 2. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian sediaan anestesi ketamin, medetomidin, dan kombinasi medetomidin-ketamin memiliki pengaruh yang berbeda secara nyata pada rataan durasi (rasa nyeri, tonus otot, kesadaran, refleks pedal, dan durasi total). Durasi hilangnya rasa nyeri pada kucing yang diberikan sediaan anestesi kombinasi medetomidin-ketamin lebih lama sekitar 72 menit dibandingkan dengan kucing yang hanya diberikan sediaan anestesi ketamin saja. Hasil ini juga menunjukkan bahwa kelompok kucing yang diberikan sediaan anestesi kombinasi medetomidin-ketamin memiliki durasi yang lebih lama sekitar 78 menit dibandingkan medetomidin dan sekitar 172 menit dibandingkan ketamin. Tabel 2. Rataan durasi (rasa nyeri, tonus otot, kesadaran, refleks pedal, pupil, dan durasi total) pada berbagai waktu pengamatan (menit) Kontrol Ketamin Medetomidin Medetomidin- P<0.05 Ketamin 1 Rasa nyeri 0.00±0.00 a 16.80±7.53 a 0.00±0.00 a 90.00±28.06 b Tonus 0.00±0.00 a 39.60±10.26 b ±10.19 c ±32.91 d Refleks Pedal 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a ±36.80 b ±44.77 c Kesadaran 0.00±0.00 a 34.80±13.18 b ±10.19 c ±32.91 d Pupil 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a Durasi Total 0.00±0.00 a 36.60±12.07 b ±17.57 c ±32.91 d Keterangan: huruf superskript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada P<0.05 Ketamin merupakan anestetikum yang mempunyai sifat analgesik, anestetik, dan kataleptik dengan kerja singkat (Gunawan et al. 2009; Azizpour dan

24 10 Hassani 2012). Ketamin dapat menghambat konduksi rasa nyeri ke talamus dan daerah korteks dengan mekanisme aksi secara antagonis terhadap reseptor N methyl D aspartate (NMDA) (Kurdi et al. 2014). Waktu hilangnya rasa nyeri dan durasi total yang lebih lama disebabkan oleh adanya potensiasi efek depresan ketamin yang dikombinasi dengan medetomidin karena medetomidin berfungsi sebagai sedatif dan analgesia. Efek sedatif terjadi karena medetomidin menghambat transmisi impuls yang melewati lokus coeruleus dengan cara menstimulasi reseptor alpha 2-adrenoseptor (Cullen 1996). Medetomidin menghasilkan efek analgesi yang minimal, efek analgesi ini terjadi akibat stimulasi reseptor alpha 2-adrenoseptor di tanduk dorsal spinal kord dan batang otak (Cullen 1996; Akbar et al. 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Kilic (2004) menunjukkan bahwa waktu hilangnya rasa nyeri yang dihasilkan oleh sediaan anestesi kombinasi medetomidin-ketamin lebih panjang dibandingkan dengan anestesi kombinasi xylazin-ketamin yang diuji pada kelinci. Akbar et al. (2015) melaporkan bahwa pemberian anestesi medetomidin dan kombinasi medetomidin-ketamin pada kucing memiliki pengaruh yang berbeda secara nyata pada durasi kerja obat, di mana anestesi kombinasi medetomidin-ketamin menghasilkan durasi kerja yang lebih lama. Pemberian kombinasi anestesi medetomidin-ketamin diketahui menghasilkan relaksasi otot dan penghilangan refleks yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian anestesi ketamin (Lee et al. 2010). Efektivitas dan keamanan suatu sediaan anestesi dapat diketahui dengan melakukan pengamatan terhadap kondisi fisiologis tubuh. Parameter fisiologis yang terpenting diamati selama periode anestesi ini ialah frekuensi napas, frekuensi denyut jantung, dan suhu tubuh (Adams 2001). Pengamatan terhadap parameter fisiologis kucing dalam penelitian ini dilakukan setiap interval 10 menit dan hasil pengamatan disajikan dalam bentuk grafik. Pernapasan bertujuan untuk mempertahankan konsentrasi O2, CO2, dan ion hidrogen dalam cairan tubuh sehingga fungsi jaringan tubuh dapat terus berlangsung. Pengaturan fungsi pernapasan dilakukan oleh medulla oblongata dan pons yang merupakan pusat pernapasan. Di dalam substansi retikularis medulla oblongata terdapat pengaturan inspirasi dan ekspirasi yang mengatur irama dasar pernapasan, sedangkan kecepatan dan irama pernapasan terdapat di dalam pons (Frandson 1992). Pengamatan pada frekuensi napas selama anestesi berlangsung dilakukan untuk mengetahui gambaran kualitas fungsi pernapasan. Berdasarkan grafik garis pada Gambar 3 dapat diketahui bahwa pemberian sediaan anestesi ketamin, medetomidin, dan kombinasi medetomidin-ketamin mengakibatkan terjadinya penurunan frekuensi napas pada kucing. Penurunan frekuensi napas ini disebabkan oleh tertekannya pusat pengatur pernapasan di otak. Ketamin memiliki efek minimal pada pusat pernapasan dan mengasilkan relaksasi pernapasan dengan cara mempengaruhi berbagai reseptor dan otot bronkhial (Kurdi et al. 2014). Penurunan frekuensi napas pada pemberian medetomidin disebabkan oleh kerja medetomidin yang menekan sistem saraf pusat dengan cara menstimulasi reseptor alpha 2-adrenoseptor (Sinclair 2003). Penurunan frekuensi napas terjadi secara signifikan pada pemberian kombinasi medetomidin-ketamin. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya interaksi obat yang

25 11 saling menguatkan untuk menekan pusat pernapasan. Gambar 3. Hubungan antara frekuensi napas per menit pada kucing perlakuan pada berbagai waktu pengamatan ( Kucing kontrol, Kucing yang disuntik ketamin, Kucing yang disuntik medetomidin, Kucing yang disuntik kombinasi medetomidin-ketamin) Pengamatan frekuensi denyut jantung dapat menggambarkan kualitas fungsi kardiovaskuler yang bertugas mengangkut O2 dan nutrien ke seluruh jaringan tubuh, membawa limbah metabolisme dan mempertahankan homeostasis seluler (Cunningham 2002). Penurunan denyut jantung pada kondisi teranestesi adalah normal, akibat adanya pengaruh sebagian besar anestetikum yang dapat menekan denyut jantung dan fungsi miokardiak. Hanya beberapa anestetikum yang dapat meningkatkan denyut jantung, seperti atropin, ketamin, dan tiletamin (McKelvey dan Hollingshead 2003). Hasil pengamatan frekuensi denyut jantung pada Gambar 4, menunjukkan bahwa pemberian anestesi ketamin mengakibatkan peningkatan frekuensi denyut jantung, sementara pemberian anestesi medetomidin dan kombinasi medetomidin-ketamin mengakibatkan penurunan frekuensi denyut jantung. Pada pemberian anestesi kombinasi medetomidin-ketamin, efek depresi kardiovaskuler oleh medetomidin diimbangi dengan peningkatan fungsi kardiovaskuler oleh ketamin sehingga penurunan frekuensi denyut jantung tidak sesignifikan pada pemberian medetomidin saja. Ketamin mengakibatkan peningkatan frekuensi denyut jantung disebabkan oleh sifat simpatomimetik ketamin yang bekerja menghambat saraf parasimpatis pada sistem saraf pusat dengan neurotransmitter noradrenalin (Katzung 2002). Kerja ketamin meningkatkan aliran darah otak dan pemakaian oksigen sehingga

26 12 terjadi stimulasi general dari pusat vasomotor dan perifer untuk melepaskan norepinephrin yang membuat frekuensi jantung lebih tinggi (Lumb dan Jones 1996). Medetomidin mempengaruhi fungsi kardiovaskuler dengan cara menstimulasi reseptor pusat dan perifer. Medetomidin memiliki sifat parasimpatomimetik yang bekerja menghambat saraf simpatis pada sistem saraf. Medetomidin menstimulasi tonus vagus yang menyebabkan terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah dan meningkatkan pelepasan asetilkolin dari saraf parasimpatis yang terdapat pada jantung sehingga terjadi bradikardia dan hipotensi (Cullen 1996; Gargiulo et al. 2012). Gambar 4. Hubungan antara frekuensi jantung per menit pada kucing perlakuan pada berbagai waktu pengamatan ( Kucing kontrol, Kucing yang disuntik ketamin, Kucing yang disuntik medetomidin, Kucing yang disuntik kombinasi medetomidin-ketamin) Berdasarkan grafik garis pada Gambar 5 diketahui bahwa pemberian sediaan anestesi ketamin dan kombinasi medetomidin-ketamin menyebabkan peningkatan suhu kemudian mengalami penurunan suhu yang tidak berbeda dari keadaan awal. Pemberian sediaan anestesi medetomidin menyebabkan terjadinya penurunan suhu tubuh hewan dari keadaan awal. Peningkatan suhu tubuh dapat disebabkan oleh penggunaan ketamin yang mempunyai efek meningkatkan metabolisme dan kerja jantung (Hellyer 1996). Metabolisme tubuh yang meningkat menyebabkan peningkatan produksi panas tubuh dan pemindahan panas tubuh akan berlangsung baik dengan meningkatnya kerja jantung. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Cunningham (2002) bahwa jantung dan pembuluh darah memegang peranan yang sangat penting untuk pemindahan panas di dalam tubuh.

27 13 Gambar 5. Hubungan antara suhu rektal pada kucing perlakuan pada berbagai waktu pengamatan ( Kucing kontrol, Kucing yang disuntik ketamin, Kucing yang disuntik medetomidin, Kucing yang disuntik kombinasi medetomidin-ketamin) Penurunan suhu tubuh dapat disebabkan oleh abnormalitas termoregulasi selama hewan teranestesi. Muir et al. (2000) menyatakan bahwa abnormalitas termoregulasi terjadi akibat produksi panas tubuh yang menurun, penekanan pada susunan saraf pusat, terjadi vasodilatasi, penyuntikan cairan dengan suhu rendah, dan kapasitas tubuh yang terbuka terhadap kontak lingkungan. Medetomidin menyebabkan penurunan suhu tubuh dengan cara menekan reseptor noradrenergik di hipotalamus. Dalam penelitian yang dilakukan Akbar et al. (2015) menyatakan bahwa medetomidin menyebabkan terjadinya penurunan suhu tubuh pada kucing secara signifikan. SIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah kombinasi anestesi medetomidin-ketamin memiliki efektivitas yang lebih baik jika dibandingkan dengan anestesi ketamin maupun medetomidin. Anestesi kombinasi medetomidin-ketamin memiliki onset yang lebih cepat dan durasi yang lebih lama. Anestesi kombinasi medetomidin-ketamin menghasilkan tekanan yang minimal terhadap kondisi fisiologis tubuh yang meliputi fungsi pernapasan, fungsi jantung, dan suhu tubuh.

28 14 SARAN Perlu dilakukan penelitian serupa dengan menambah parameter yang diamati dan menggunakan alat monitoring fungsi vital tubuh untuk memudahkan proses pengamatan dan memperoleh hasil yang akurat terhadap fungsi jantung, pernapasan, dan suhu tubuh. Perlu juga dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas anestetikum kombinasi medetomidin dengan ketamin pada berbagai tingkatan dosis anestesi. DAFTAR PUSTAKA Adams HR Veterinary Pharmacology and Therapeutics. Ames (US): Iowa State Pr. Akbar H, Muhammad AK, Shehla GB, Mansur UDA, Humaira MK, Aftab AA Comparative efficacy of medetomidine HCl and lignocaine HCl as epidural anesthetic in buffalo calves. Pak Vet J. 34(3): Akbar H, Muhammad AK, Shehla GB, Mansur UDA, Muhammad N, Aftab AA, Humaira MK Efficacy of medetomidine hydrochloride alone and in combination with ketamine hydrochloride for surgical anesthesia in cats. Pak Vet J. 35(2): Azizpour A and Y Hassani Clinical evaluation of general anaesthesia in pigeons using a combination of ketamine and diazepam. J S Afr Vet Assoc. 83: Boulton TB, Colin EB Anestesiologi. Edisi 10. Jakarta (ID): EGC Burnside WM, Paul AF, Angus IC, Aurelie AT A comparison of medetomidine and its active enantiomer dexmedetomidine when administered with ketamine in mice. BMC Veterinary Research. 9: Correa-Sales C, Rabin BC, Maze M A hypnotic response to dexmedetomidine, an α2-agonist, is mediated in the locus coeruleus. Anesthesiology. 76: Cullen LK, Reynoldson JA Xylazine or medetomidine premedication before propofol anaesthesia. Veterinary Record. 132: Cullen LK Medetomidine sedation in dogs and cats : a review of its pharmacology, antagonism and dose. Br Vet J. 152: Cunningham JG Veterinary Physiology. Edisi 3. Philadelphia (US): WB Saunders Company. Fowler ME Zoo and Wild Animal Medicine. Philadelphia (US): W.B Saunders Company. Frandson RD Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Gargiulo S, Greco A, Gramanzini M, Esposito S, Affuso A, Brunetti A, Vesce G Mice anesthesia, analgesia and care, part i: anesthetic considerations in preclinical research. ILAR J. 53:55-69.

29 Grint NJ, Pamela JM A comparison of ketamine midazolam and ketamine medetomidine combinations for induction of anaesthesia in rabbits. Veterinary Anaesthesia and Analgesia. 35: Gunawan GS, Rianto SN, Elysabeth, editor Farmakologi dan Terapi. Jakarta (ID): Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hayashi Y, Maze M Alpha 2 adrenoceptor agonists and anaesthesia. British Journal of Anaesthesia. 71: Hellyer PW General anaesthesia for dog and cats. Ved Med. 91: Katzung BG Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 8. Jakarta (ID): EGC Kilic N A comparison between medetomidine-ketamine and xylazineketamine anaesthesia in rabbits. Turk J Vet Anim Sci. 28: Kolawole IK Ketamine hydrochloride: a useful but frequently misused drug. Niger J Surg Res. 3: Kul M, Koe Y, Alkan F, Ogurtan Z The effects of xylazine-ketamine and diazepam-ketamine on arterial blood pressure and blood gases in dog. OJVR 4: Kurdi MS, Kaushic AT, Radhika SD Ketamine: current applications in anesthesia, pain, and critical care. Anesthesia: Essays and Researches. 8(3): Lee VK, Flynt KS, Haag LM, Taylor DK Comparison of the effects of ketamine, ketamine-medetomidine and ketaminemidazolam on physiologic parameters and anesthesiainducedstress in rhesus (macaca mulatta) and cynomolgus (macaca fascicularis) macaques. J Am Assoc Lab Anim Sci. 49: Lumb WV, Jones EW Veterinary Anesthesia. Edisi 3. Philadelphia (US): Lea and Febriger. McKelvey D, Hollingshead KW Veterinary Anesthesia and Analgesia. Missouri (US): Mosby. Miller RD Miller s Anesthesia. Edisi 7. Philadelphia (US): Churchill Living Elsevier. Muir WW, Hubbell JAE, Skarda RT, Bednarski RM Veterinary Anesthesia. Edisi 3. Missouri (US): Mosby Munaf S Kumpulan Kuliah Farmakologi. Palembang (ID): EGC. Noviana D, Gunanti, Ni RFHJ Pengaruh anestesi terhadap saturasi oksigen (spo 2 ) selama operasi ovariohisterektomi kucing. J Sain Vet. 24(2): Pertiwi RE Perbandingan gambaran klinis antara kombinasi atropin sulfasxylazine-ketamine dan atropin sulfas-midazolam-ketamine pada kucing [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Pertovaara A, Kaupila T, Jyajarvi E, Kalso E Involvement of supraspinal and spinal segmental alpha-2-drenergic mechanisms in the medetomidine induced antinoception. Neuroscience. 44: Pettifier GR, Dyson DH Comparison of medetomidine and fentanyldroperidol in dogs: sedation, analgesia, arterial blood gases and lactate levels. Canadian Journal of Veterinary Research. 57: Plumb DC Veterinary Drugs Handbook. Edisi 3. Ames (US): Iowa State University Pr. Purwantoro A Breeding Aneka Kucing Ras. Jakarta (ID): Gramedia 15

30 16 Rahman A Morfogenetika kucing rumah (felis domesticus) di desa jagobayo kecamatan lais bengkulu utara bengkulu. Jurnal Exacta. 6(2):1-12. Rioja E, Giacomo G, Alexander V Clinical use of a low-dose medetomidine infusion in healthy dogs undergoing ovariohysterectomy. CVJ. 54: Sardjana IKW Penggunaan zoletil dan ketamine untuk anestesia pada felidae. Berk Penel Hayati. 9: Schmeling WI, Kampine JP, Roerig DL, Warlter DC The effects of the stereoisomers of α2-adrenergic agonist medetomidine on systemic and coronary hemodynamics in consious dogs. Anesthesiology. 75: Sinclair MD A review of the physiological effects of alpha-2- agonists related to the clinical use of medetomidine in small animal practice. Canadian Veterinary Journal. 44: Stawicki SP Common sedative agents. OPUS 12 Scientist. 1:8-9. Sudisma IGN, Setyo W, Dondin S, Harry S Anestesi infus gravimetrik ketamin dan propofol pada anjing. J Vet. 13(2): Suwed MA, Rodame MN Panduan Lengkap Kucing. Jakarta (ID): Penebar Swadaya Swarayana IMI Pemeliharaan status teranestesi dengan kombinasi xilasinketamin secara subkutan pada anjing [Tesis]. Bali (ID): Universitas Udayana Thurman JC, Tranquille WJ, Benson CJ Lumb and Jones Veterinary Anaesthesia. Baltimore (US): Williams and Wilkins. Yudaniayanti IS, Erfan M, Anwar M Profil penggunaan kombinasi ketamin-xylazine dan ketamin-midazolam sebagai anestesi umum terhadap gambaran fisiologis tubuh pada kelinci jantan. Vet Med. 3(1):

31 17 RIWAYAT HIDUP Dedi Nur Aripin lahir pada 17 Juli 1994 di Kotabaru, Kalimantan Selatan dari pasangan Bapak Mustakim dan Ibu Gege Nurhayati. Penulis merupakan putra kedua dari empat bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kotabaru, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, pada tahun 2011 dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Institut Pertanian Bogor, Fakultas Kedokteran Hewan melalui jalur SNMPTN Undangan. Selama mengikuti perkuliahan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam beberapa organisasi dan kepanitiaan yang diselenggarakan. Organisasi yang diikuti penulis di antaranya Paguyuban Bidikmisi IPB sebagai Ketua Divisi Akademik dan Keilmiahan, Badan Eksekutif Mahasiswa FKH-IPB sebagai anggota Departemen PSDM, dan Himpunan Profesi Ruminansia FKH-IPB sebagai anggota Divisi Pendidikan. Kepanitiaan yang diikuti penulis di antaranya Tutorial Bidikmisi IPB sebagai Ketua Pelaksana, Pelatihan Penulisan Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa Bidikmisi sebagai Ketua Pelaksana, Semarak Bidikmisi IPB sebagai Ketua Divisi Humas, Bidikmisi Turun Desa sebagai Ketua Divisi Danus dan Sponsorship, Masa Perkenalan Fakultas sebagai Divisi Acara, dan AFC FKH- IPB sebagai anggota Divisi Acara. Penulis merupakan salah seorang mahasiswa penerima Beasiswa Bidikmisi di FKH-IPB. Penulis terlibat sebagai asisten praktikum pada mata kuliah Anatomi Veteriner. Selain itu, penulis juga aktif dalam kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa.

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Anestesi merupakan tahapan yang sangat penting dan strategis pada tindakan pembedahan, karena pembedahan tidak dapat dilakukan bila belum dilaksanakan anestesi. Sejarah membuktikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Anestesi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen anestesi seperti obat analgesik yang dapat menghilangkan rasa sakit, sementara obat-obat

Lebih terperinci

ANESTESI INFUS GRAVIMETRIK PADA ANJING (The Gravimetric Infuson Anaesthesia in Dogs)

ANESTESI INFUS GRAVIMETRIK PADA ANJING (The Gravimetric Infuson Anaesthesia in Dogs) ANESTESI INFUS GRAVIMETRIK PADA ANJING (The Gravimetric Infuson Anaesthesia in Dogs) I Gusti Ngurah Sudisma 1), Setyo Widodo 2), Dondin Sajuthi 2), Harry Soehartono 2), Putu Yudhi Arjentinia 1) 1) Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anjing merupakan hewan peliharaan yang paling populer hampir di seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga memiliki jiwa pengabdian

Lebih terperinci

Perubahan Klinik Pada Anjing Lokal Selama Teranestesi Ketamin Dengan Berbagai Dosis Premedikasi Xilazin Secara Subkutan

Perubahan Klinik Pada Anjing Lokal Selama Teranestesi Ketamin Dengan Berbagai Dosis Premedikasi Xilazin Secara Subkutan Perubahan Klinik Pada Anjing Lokal Selama Teranestesi Ketamin Dengan Berbagai Dosis Premedikasi Xilazin Secara Subkutan (THE CLINICAL CHANGES IN LOCAL DOG DURING ANESTHETIZED BY KETAMINE WITH VARIOUS DOSE

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 Variabel yang diamati : Gambar 5 Alur penelitian terhadap babi A, B, dan C 1. Gejala pada saat periode induksi 2. Onset anestesi 3. Durasi anestesi 4. Temperatur tubuh ( o C) 5. Frekuensi denyut jantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anestesi digunakan secara luas dalam bidang kedokteran hewan seperti menghilangkan nyeri dan kesadaran pada tindakan pembedahan, pengendalian hewan (restraint), keperluan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah pemberian obat-obatan sebelum tindakan anestesi umum dengan tujuan utama menenangkan pasien, menghasilkan induksi anestesi yang halus, mengurangi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Latar belakang. hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Latar belakang. hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Anestesi adalah hilangnya rasa sakit yang disertai atau tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Babi Lokal (Sus domestica) Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Babi Lokal (Sus domestica) Indonesia 2 TINJAUAN PUSTAKA Babi Lokal (Sus domestica) Indonesia Babi merupakan hewan monogastrik berasal dari Eurasia yang memiliki bentuk hidung khas sebagai ciri hewan tersebut, yaitu berhidung lemper. Babi

Lebih terperinci

Hipotermia dan Waktu Pemulihannya dalam Anestesi Gas Isofluran dengan Induksi Ketamin-Xylazin pada Anjing

Hipotermia dan Waktu Pemulihannya dalam Anestesi Gas Isofluran dengan Induksi Ketamin-Xylazin pada Anjing Jurnal Veteriner Maret 2016 Vol. 17 No. 1 : 1-6 pissn: 1411-8327; eissn: 2477-5665 DOI: 10.19087/jveteriner.2016.17.1.1 Terakreditasi Nasional SK. No. 15/XI/Dirjen Dikti/2011 online pada http://ejournal.unud.ac.id/php.index/jvet.

Lebih terperinci

POTENSI KOMBINASI ANESTETIKUM XYLAZIN- MEDETOMIDIN PADA KUCING LOKAL (Felis domestica) GUSTI HABIBY SURYA NATA

POTENSI KOMBINASI ANESTETIKUM XYLAZIN- MEDETOMIDIN PADA KUCING LOKAL (Felis domestica) GUSTI HABIBY SURYA NATA POTENSI KOMBINASI ANESTETIKUM XYLAZIN- MEDETOMIDIN PADA KUCING LOKAL (Felis domestica) GUSTI HABIBY SURYA NATA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi. Obat analgesik akan menghilangkan rasa sakit, sementara obat tranquilliser akan menenangkan hewan

Lebih terperinci

Buletin Veteriner Udayana Vol. 2 No.1. :21-27 ISSN : Pebruari 2010

Buletin Veteriner Udayana Vol. 2 No.1. :21-27 ISSN : Pebruari 2010 PERBANDINGAN EFEK PEMBERIAN ANESTESI XYLAZIN-KETAMIN HIDROKLORIDA DENGAN ANESTESI TILETAMIN-ZOLAZEPAM TERHADAP CAPILLARY REFILL TIME (CRT) DAN WARNA SELAPUT LENDIR PADA ANJING (COMPARISON EFFECT OF XYLAZINE-KETAMINE

Lebih terperinci

WAKTU INDUKSI, LAMA KERJA DAN PEMULIHAN ANESTESI KETAMIN DENGAN BERBAGAI DOSIS PREMEDIKASI XILAZIN SECARA SUBKUTAN PADA ANJING LOKAL SKRIPSI.

WAKTU INDUKSI, LAMA KERJA DAN PEMULIHAN ANESTESI KETAMIN DENGAN BERBAGAI DOSIS PREMEDIKASI XILAZIN SECARA SUBKUTAN PADA ANJING LOKAL SKRIPSI. WAKTU INDUKSI, LAMA KERJA DAN PEMULIHAN ANESTESI KETAMIN DENGAN BERBAGAI DOSIS PREMEDIKASI XILAZIN SECARA SUBKUTAN PADA ANJING LOKAL SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Persyaratan

Lebih terperinci

Buletin Veteriner Udayana Vol. 2 No.2. : ISSN : Agustus 2010

Buletin Veteriner Udayana Vol. 2 No.2. : ISSN : Agustus 2010 PERBANDINGAN WAKTU INDUKSI, DURASI DAN PEMULIHAN ANESTESI DENGAN PENAMBAHAN PREMEDIKASI ATROPIN-XYLAZIN DAN ATROPIN- DIAZEPAM UNTUK ANESTESI UMUM KETAMIN PADA BURUNG MERPATI (COLUMBA LIVIA) (THE COMPARISON

Lebih terperinci

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi umum merupakan teknik yang sering dilakukan pada berbagai macam prosedur pembedahan. 1 Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi anestesi. 2 Idealnya induksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan belum bisa dilakukan tanpa anestesi (Hall dan Clarke, 1983).

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan belum bisa dilakukan tanpa anestesi (Hall dan Clarke, 1983). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anestesi adalah tahapan yang sangat penting pada prosedur pembedahan. Prosedur awal pembedahan harus didahului dengan pemberian anestesi karena pembedahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 32 HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Fisik Keseluruhan anjing yang dipergunakan pada penelitian diperiksa secara klinis dan dinyatakan sehat sesuai dengan klasifikasi status klas I yang telah ditetapkan

Lebih terperinci

Gambaran Total Eritrosit, Kadar Hemoglobin, Nilai Hematokrit Terhadap Xilazin-Ketamin pada Anjing Lokal secara Subkutan

Gambaran Total Eritrosit, Kadar Hemoglobin, Nilai Hematokrit Terhadap Xilazin-Ketamin pada Anjing Lokal secara Subkutan Gambaran Total Eritrosit, Kadar Hemoglobin, Nilai Hematokrit Terhadap Xilazin-Ketamin pada Anjing Lokal secara Subkutan (OVERVIEW NUMBER OF ERYTHROCYTES, HEMOGLOBIN, HEMATOCRIT VALUE TOWARD XYLAZINE-KETAMINE

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Darah 2.1.1. Hematologi Darah Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan dan anestesi merupakan suatu kondisi yang dapat memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani pembedahan sudah tentunya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan 71 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Data penggunaan bahan anestetika diperoleh dari kuesioner yang diedarkan secara acak kepada 87 Dokter Hewan praktek melalui survei secara acak dari tempat

Lebih terperinci

ABSTRAK EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL KUNYIT

ABSTRAK EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL KUNYIT ABSTRAK EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL KUNYIT (Curcuma domestica Val.) DAN EKSTAK ETANOL KENCUR (Kaempferia galanga Linn.) PADA MENCIT SWISS WEBSTER JANTAN DENGAN METODE HOT PLATE Thomas Utomo, 1210023,

Lebih terperinci

GAMBARAN DARAH ANJING (TOTAL ERITROSIT, KADAR HEMOGLOBIN DAN HEMATOKRIT) YANG DIINJEKSI XILASIN- KETAMIN SECARA SUBKUTAN SKRIPSI

GAMBARAN DARAH ANJING (TOTAL ERITROSIT, KADAR HEMOGLOBIN DAN HEMATOKRIT) YANG DIINJEKSI XILASIN- KETAMIN SECARA SUBKUTAN SKRIPSI GAMBARAN DARAH ANJING (TOTAL ERITROSIT, KADAR HEMOGLOBIN DAN HEMATOKRIT) YANG DIINJEKSI XILASIN- KETAMIN SECARA SUBKUTAN SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai

Lebih terperinci

Jurnal Kajian Veteriner Desember 2015 Vol. 3 No. 2 :: ISSN :

Jurnal Kajian Veteriner Desember 2015 Vol. 3 No. 2 :: ISSN : Jurnal Kajian Veteriner Desember 2015 Vol. 3 No. 2 :: 113-119 ISSN : 2356-4113 PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANESTETIKUM ANTARA ZOLETIL- ACEPROMACIN DAN KETAMIN- ACEPROMACIN PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

Lebih terperinci

PEMBERIAN BERBAGAI DOSIS PREMEDIKASI XILAZIN PADA ANJING LOKAL YANG DIANESTESI KETAMIN SECARA SUBKUTAN TERHADAP GAMBARAN LEUKOSIT SKRIPSI

PEMBERIAN BERBAGAI DOSIS PREMEDIKASI XILAZIN PADA ANJING LOKAL YANG DIANESTESI KETAMIN SECARA SUBKUTAN TERHADAP GAMBARAN LEUKOSIT SKRIPSI PEMBERIAN BERBAGAI DOSIS PREMEDIKASI XILAZIN PADA ANJING LOKAL YANG DIANESTESI KETAMIN SECARA SUBKUTAN TERHADAP GAMBARAN LEUKOSIT SKRIPSI Oleh Komang Sri Adiari NIM. 1009005059 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

Lebih terperinci

ELEKTROKARDIOGRAM ANJING DOMESTIK YANG DIBERIKAN KOMBINASI XILASIN DAN KETAMIN SECARA SUBKUTAN SEBAGAI PEMELIHARA ANESTESI SKRIPSI

ELEKTROKARDIOGRAM ANJING DOMESTIK YANG DIBERIKAN KOMBINASI XILASIN DAN KETAMIN SECARA SUBKUTAN SEBAGAI PEMELIHARA ANESTESI SKRIPSI ELEKTROKARDIOGRAM ANJING DOMESTIK YANG DIBERIKAN KOMBINASI XILASIN DAN KETAMIN SECARA SUBKUTAN SEBAGAI PEMELIHARA ANESTESI SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Temperatur Tubuh Temperatur tubuh didefinisikan sebagai derajat panas tubuh. Temperatur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Temperatur Tubuh Temperatur tubuh didefinisikan sebagai derajat panas tubuh. Temperatur BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Temperatur Tubuh Temperatur tubuh didefinisikan sebagai derajat panas tubuh. Temperatur tubuh hewan merupakan keseimbangan antara produksi panas tubuh yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

PERBEDAAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH ARTERI RERATA ANTARA PENGGUNAAN DIAZEPAM DAN MIDAZOLAM SEBAGAI PREMEDIKASI ANESTESI

PERBEDAAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH ARTERI RERATA ANTARA PENGGUNAAN DIAZEPAM DAN MIDAZOLAM SEBAGAI PREMEDIKASI ANESTESI PERBEDAAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH ARTERI RERATA ANTARA PENGGUNAAN DIAZEPAM DAN MIDAZOLAM SEBAGAI PREMEDIKASI ANESTESI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Melissa Donda

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoariae (Berg.) Roscoe) TERHADAP GAMBARAN KLINIS PRE DAN POST OPERASI PADA KELINCI YANG DIINDUKSI TUMOR HERYUDIANTO VIBOWO FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam detak per menit atau beats per minute (bpm). Frekuensi denyut jantung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam detak per menit atau beats per minute (bpm). Frekuensi denyut jantung BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fisiologis Sistem Kardiovaskuler dan Pernafasan (Kardiorespirasi) 2.1.1. Heart Rate/Frekuensi Denyut Jantung Heart rate adalah jumlah detak jantung per satuan waktu, biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau potensi kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau potensi kerusakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rasa sakit didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman dan suatu pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau potensi kerusakan tubuh (Levine, 2012), oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap prosedur pembedahan harus menjalani anestesi dan melalui tahap pasca bedah, maka setiap pasien yang selesai menjalani operasi dengan anestesi umum

Lebih terperinci

Buletin Veteriner Udayana Vol. 4 No.1. :9-15 ISSN : Pebruari 2012

Buletin Veteriner Udayana Vol. 4 No.1. :9-15 ISSN : Pebruari 2012 Perbandingan Anestesi Xylazin-Ketamin Hidroklorida dengan Anestesi Tiletamin- Zolazepam terhadap Frekuensi Denyut Jantung dan Pulsus Anjing Lokal (COMPARISON EFFECT OF ANESTHESIA XYLAZINE-KETAMINE HYDROCHLORIDE

Lebih terperinci

Dinamika Leukosit Akibat Xilazin pada Anjing Lokal yang Dianestesi Ketamin secara Subkutan

Dinamika Leukosit Akibat Xilazin pada Anjing Lokal yang Dianestesi Ketamin secara Subkutan Dinamika Leukosit Akibat Xilazin pada Anjing Lokal yang Dianestesi Ketamin secara Subkutan (DYNAMICS OF LEUKOCYTE AFFECTED BY XYLAZINE ON LOCAL DOGS ANESTHETIZED WITH KETAMINE SUBCUTANEOUSLY) Komang Sri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber energi hewan dan tumbuhan. Glukosa merupakan bahan bakar universal

BAB I PENDAHULUAN. sumber energi hewan dan tumbuhan. Glukosa merupakan bahan bakar universal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Glukosa darah atau sering disebut gula darah adalah salah satu gula monosakarida dan salah satu sumber karbon terpenting yang digunakan sebagai sumber

Lebih terperinci

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

ABSTRAK. Ardelia Emily, Pembimbing I: Sylvia Soeng, dr., M.Kes., PA(K) Pembimbing II: Endang Evacuasiany, Dra, Apt., MS.

ABSTRAK. Ardelia Emily, Pembimbing I: Sylvia Soeng, dr., M.Kes., PA(K) Pembimbing II: Endang Evacuasiany, Dra, Apt., MS. ABSTRAK EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia Linn) dan EKSTRAK ETANOL DAUN SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees) PADA MENCIT SWISS WEBSTER JANTAN YANG DIINDUKSI RANGSANG TERMIS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali (Bibos sondaicus) merupakan hasil domestikasi banteng liar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali (Bibos sondaicus) merupakan hasil domestikasi banteng liar 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali (Bibos sondaicus) merupakan hasil domestikasi banteng liar (Bibos banteng) yang mempunyai kekhasan tertentu bila dibandingkan dengan sapi-sapi lainnya.

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPRES HANGAT DI SUPRA PUBIK TERHADAP PEMULIHAN KANDUNG KEMIH PASCA PEMBEDAHAN DENGAN ANESTESI SPINAL DI RSUD BATANG

PENGARUH KOMPRES HANGAT DI SUPRA PUBIK TERHADAP PEMULIHAN KANDUNG KEMIH PASCA PEMBEDAHAN DENGAN ANESTESI SPINAL DI RSUD BATANG PENGARUH KOMPRES HANGAT DI SUPRA PUBIK TERHADAP PEMULIHAN KANDUNG KEMIH PASCA PEMBEDAHAN DENGAN ANESTESI SPINAL DI RSUD BATANG Skripsi ARI WIJAYANTO NIM : 11.0758.S TAUFIK NIM : 11.0787. S PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

POTENSI HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP HATI TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL QAMARUDDIN ARYADI

POTENSI HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP HATI TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL QAMARUDDIN ARYADI POTENSI HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP HATI TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL QAMARUDDIN ARYADI PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

PROFIL LEMAK DARAH DAN RESPON FISIOLOGIS TIKUS PUTIH YANG DIBERI PAKAN GULAI DAGING DOMBA DENGAN PENAMBAHAN JEROAN SKRIPSI AZIZ BAHAUDIN

PROFIL LEMAK DARAH DAN RESPON FISIOLOGIS TIKUS PUTIH YANG DIBERI PAKAN GULAI DAGING DOMBA DENGAN PENAMBAHAN JEROAN SKRIPSI AZIZ BAHAUDIN PROFIL LEMAK DARAH DAN RESPON FISIOLOGIS TIKUS PUTIH YANG DIBERI PAKAN GULAI DAGING DOMBA DENGAN PENAMBAHAN JEROAN SKRIPSI AZIZ BAHAUDIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

ABSTRAK. PENGARUH AROMATERAPI SANDALWOOD (Santalum album) TERHADAP KECEPATAN PEMULIHAN FREKUENSI DENYUT NADI SETELAH AKTIVITAS FISIK BERAT

ABSTRAK. PENGARUH AROMATERAPI SANDALWOOD (Santalum album) TERHADAP KECEPATAN PEMULIHAN FREKUENSI DENYUT NADI SETELAH AKTIVITAS FISIK BERAT ABSTRAK PENGARUH AROMATERAPI SANDALWOOD (Santalum album) TERHADAP KECEPATAN PEMULIHAN FREKUENSI DENYUT NADI SETELAH AKTIVITAS FISIK BERAT Livia Dwi Buana, Tjoeng, 2015 Pembimbing I : Stella Tinia Hasianna,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk melihat onset, durasi, kematian dan tahapan anestesi Acepromazine (ACP). Selanjutnya, hasil penelitian dengan menggunakan ACP yang diberikan secara

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK EKSTRAK RIMPANG JAHE (Zingiberis rhizoma) SEBAGAI ANALGETIK PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS-WEBSTER

ABSTRAK. EFEK EKSTRAK RIMPANG JAHE (Zingiberis rhizoma) SEBAGAI ANALGETIK PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS-WEBSTER ABSTRAK EFEK EKSTRAK RIMPANG JAHE (Zingiberis rhizoma) SEBAGAI ANALGETIK PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS-WEBSTER Vanny Aprilyany, 2006, Pembimbing I : Jo.Suherman, dr., MS., AIF Pembimbing II : Rosnaeni,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya Nyeri bukan hanya suatu modalitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang tua. 1 Berdasarkan data pada Agustus 2010, terdapat pasien anak berusia 2-12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak-anak mempunyai kondisi berbeda dengan orang dewasa pada saat pra bedah sebelum masuk

Lebih terperinci

ABSTRAK. Pembimbing II: Lusiana Darsono, dr., M.Kes

ABSTRAK. Pembimbing II: Lusiana Darsono, dr., M.Kes ABSTRAK EFEK ANTIPIRETIK INFUSA CACING TANAH (Lumbrofebrin Lumbricus terrestris) TERHADAP MENCIT JANTAN GALUR Swiss Webster YANG DIINDUKSI VAKSIN CAMPAK Daniel Saputra, 2007; Pembimbing I : Meilinah Hidayat,

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK ANALGETIK EKSTRAK ETANOL SAMBILOTO (Andrographis paniculata, (Burm f) Nees) PADA MENCIT BETINA GALUR Swiss-Webster

ABSTRAK. EFEK ANALGETIK EKSTRAK ETANOL SAMBILOTO (Andrographis paniculata, (Burm f) Nees) PADA MENCIT BETINA GALUR Swiss-Webster ABSTRAK EFEK ANALGETIK EKSTRAK ETANOL SAMBILOTO (Andrographis paniculata, (Burm f) Nees) PADA MENCIT BETINA GALUR Swiss-Webster Fitriyani Yunita, 2007, Pembimbing I Pembimbing II : Sugiarto Puradisastra,

Lebih terperinci

Bagian Anestesesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado

Bagian Anestesesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado PERBANDINGAN LAJU NADI PADA AKHIR INTUBASI YANG MENGGUNAKAN PREMEDIKASI FENTANIL ANTARA 1µg/kgBB DENGAN 2µg/kgBB PADA ANESTESIA UMUM 1 Kasman Ibrahim 2 Iddo Posangi 2 Harold F Tambajong 1 Kandidat Skripsi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENGARUH ANESTESI KETAMIN- XYLAZIN DAN KETAMIN-ZOLETIL TERHADAP FISIOLOGIS KUCING LOKAL (Felis domestica) SKRIPSI

PERBANDINGAN PENGARUH ANESTESI KETAMIN- XYLAZIN DAN KETAMIN-ZOLETIL TERHADAP FISIOLOGIS KUCING LOKAL (Felis domestica) SKRIPSI PERBANDINGAN PENGARUH ANESTESI KETAMIN XYLAZIN DAN KETAMINZOLETIL TERHADAP FISIOLOGIS KUCING LOKAL (Felis domestica) SKRIPSI PRISKHA FLORANCIA PIRADE O111 10 119 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Lampiran 1 Klasifikasi status pasien pada prosedur anestesi menurut American Society of Anaesthesiologist (ASA)

Lampiran 1 Klasifikasi status pasien pada prosedur anestesi menurut American Society of Anaesthesiologist (ASA) LAMPIRAN 73 74 Lampiran 1 Klasifikasi status pasien pada prosedur anestesi menurut American Society of Anaesthesiologist (ASA) Katagori Kondisi Fisik Contoh kondisi klinik Hewan normal (sehat klinis) Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang The International Association for The Study of Pain menggambarkan rasa sakit sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan dihubungkan dengan

Lebih terperinci

Gambaran Darah Anjing Yang Diinjeksi Xilasin-Ketamin Secara Subkutan

Gambaran Darah Anjing Yang Diinjeksi Xilasin-Ketamin Secara Subkutan Gambaran Darah Anjing Yang Diinjeksi Xilasin-Ketamin Secara Subkutan (DESCRIPTION BLOOD OF DOG XYLAZINE-KETAMINE INJECTED SUBCUTANEOUSLY) Rosni Lumban Gaol 1, I Gusti Ngurah Sudisma 2, Ida Bagus Komang

Lebih terperinci

REGULASI PERNAPASAN Pusat Pernapasan. Pusat pernapasan adalah beberapa kelompok neuron yang terletak di sebelah bilateral medula oblongata dan pons.

REGULASI PERNAPASAN Pusat Pernapasan. Pusat pernapasan adalah beberapa kelompok neuron yang terletak di sebelah bilateral medula oblongata dan pons. REGULASI PERNAPASAN Pusat Pernapasan Pusat pernapasan adalah beberapa kelompok neuron yang terletak di sebelah bilateral medula oblongata dan pons. Organisasi pusat pernapasan Daerah ini dibagi menjadi

Lebih terperinci

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI SISTEM SARAF SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI 1. SEL SARAF SENSORIK. 2. SEL SARAF MOTORIK. 3. SEL SARAF INTERMEDIET/ASOSIASI. Sel Saraf Sensorik Menghantarkan impuls (pesan) dari reseptor ke sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein banyak terkandung dalam kopi, teh, minuman cola, minuman berenergi, coklat, dan bahkan digunakan juga untuk terapi, misalnya pada obatobat stimulan, pereda nyeri,

Lebih terperinci

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar.

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar. Pengertian Sistem saraf adalah sistem yang mengatur dan mengendalikan semua kegiatan aktivitas tubuh kita seperti berjalan, menggerakkan tangan, mengunyah makanan dan lainnya. Sistem Saraf tersusun dari

Lebih terperinci

PROFIL TRIGLISERIDA DAN KOLESTEROL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG GULAI DAGING DOMBA SKRIPSI ETIK PIRANTI APRIRIA

PROFIL TRIGLISERIDA DAN KOLESTEROL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG GULAI DAGING DOMBA SKRIPSI ETIK PIRANTI APRIRIA PROFIL TRIGLISERIDA DAN KOLESTEROL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG GULAI DAGING DOMBA SKRIPSI ETIK PIRANTI APRIRIA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK ANALGESIK INFUSA KULIT KAYU RAPAT (Parameria laevigata (Juss.) Moldenke) PADA MENCIT JANTAN YANG DIINDUKSI RANGSANG TERMIK

ABSTRAK. EFEK ANALGESIK INFUSA KULIT KAYU RAPAT (Parameria laevigata (Juss.) Moldenke) PADA MENCIT JANTAN YANG DIINDUKSI RANGSANG TERMIK ABSTRAK EFEK ANALGESIK INFUSA KULIT KAYU RAPAT (Parameria laevigata (Juss.) Moldenke) PADA MENCIT JANTAN YANG DIINDUKSI RANGSANG TERMIK Imelda Christiana, 2012, Pembimbing I : Endang Evacuasiany, Dra.,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Domba Indocement Citeureup, Bogor selama 10 minggu. Penelitian dilakukan pada awal bulan Agustus sampai pertengahan bulan Oktober

Lebih terperinci

Kata kunci : brotowali, daun pepaya, induksi termik, analgesik

Kata kunci : brotowali, daun pepaya, induksi termik, analgesik ABSTRAK EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL BATANG BROTOWALI (Tinospora crispa) DAN EKSTRAK ETANOL DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) PADA MENCIT Swiss Webster JANTAN Arvin Manuel, 2015. Pembimbing I : Endang Evacuasiany,

Lebih terperinci

KELOMPOK A3: EVRIS HIKMAT. S OMAN SETIYANTO GEDE EKO DARMONO SITI NUR HIDAYATI VERONIKA JULIE RIZKA PUTRI IKA ERTI

KELOMPOK A3: EVRIS HIKMAT. S OMAN SETIYANTO GEDE EKO DARMONO SITI NUR HIDAYATI VERONIKA JULIE RIZKA PUTRI IKA ERTI KELOMPOK A3: EVRIS HIKMAT. S OMAN SETIYANTO GEDE EKO DARMONO SITI NUR HIDAYATI VERONIKA JULIE RIZKA PUTRI IKA ERTI Ovariohisterectomy merupakan tindakan bedah atau operasi pengangkatan organ reproduksi

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL BUNGA CENGKEH (Caryophylli flos) PADA MENCIT BETINA GALUR Swiss-Webster

ABSTRAK. EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL BUNGA CENGKEH (Caryophylli flos) PADA MENCIT BETINA GALUR Swiss-Webster ABSTRAK EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL BUNGA CENGKEH (Caryophylli flos) PADA MENCIT BETINA GALUR Swiss-Webster Fanny Rusaydimanto, 2006, Pembimbing I : Sugiarto Puradisastra, dr., M.Kes. Pembimbing II :

Lebih terperinci

PENAMBAHAN DAUN KATUK

PENAMBAHAN DAUN KATUK PENAMBAHAN DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr) DALAM RANSUM PENGARUHNYA TERHADAP SIFAT REPRODUKSI DAN PRODUKSI AIR SUSU MENCIT PUTIH (Mus musculus albinus) ARINDHINI D14103016 Skripsi ini merupakan

Lebih terperinci

PENGUJIAN LETHAL DOSIS (LD50) EKSTRAK ETANOL BIJI BUAH DUKU ( Lansium domesticum Corr) PADA MENCIT (Mus musculus) Oleh : Supriyono

PENGUJIAN LETHAL DOSIS (LD50) EKSTRAK ETANOL BIJI BUAH DUKU ( Lansium domesticum Corr) PADA MENCIT (Mus musculus) Oleh : Supriyono PENGUJIAN LETHAL DOSIS (LD50) EKSTRAK ETANOL BIJI BUAH DUKU ( Lansium domesticum Corr) PADA MENCIT (Mus musculus) Oleh : Supriyono FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRACT SUPRIYONO.

Lebih terperinci

FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL

FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL Tugas Anestesi FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL disusun oleh ASTRI NURFIDAYANTI 110.2004.036 FK UNIVERSITAS YARSI KEPANITERAAN KLINIK PERIODE 14 FEBRUARI-19 MARET 2011 DEPARTEMEN ANESTESI DAN REANIMASI RUMAH

Lebih terperinci

STUDI HEMATOLOGIS DAN HISTOPATOLOGIS ORGAN PADA TIKUS YANG DIINDUKSI KUININ SEBAGAI UJI POTENSI METABOLIK ANGKAK HANIFAH RAHMI

STUDI HEMATOLOGIS DAN HISTOPATOLOGIS ORGAN PADA TIKUS YANG DIINDUKSI KUININ SEBAGAI UJI POTENSI METABOLIK ANGKAK HANIFAH RAHMI STUDI HEMATOLOGIS DAN HISTOPATOLOGIS ORGAN PADA TIKUS YANG DIINDUKSI KUININ SEBAGAI UJI POTENSI METABOLIK ANGKAK HANIFAH RAHMI PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

Profil Tekanan Intra Okuler Penggunaan Kombinasi Ketamin-Xylazin dan Ketamin Midazolam pada Kelinci

Profil Tekanan Intra Okuler Penggunaan Kombinasi Ketamin-Xylazin dan Ketamin Midazolam pada Kelinci Vol. 1, No. 1, Juli 2012 VetMedika J Klin Vet Profil Tekanan Intra Okuler Penggunaan Kombinasi Ketamin-Xylazin dan Ketamin Midazolam pada Kelinci The Profil of Intraocular Pressure Using Combination Ketamine-Xylazine

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT

PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT i PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT (Persea americana Mill) TERHADAP GAMBARAN UREUM DAN KREATININ PADA TIKUS PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI ETILEN GLIKOL AKHMAD FUADI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF

PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

Fakultas Kedokteran Universitas Jember 2015

Fakultas Kedokteran Universitas Jember 2015 PRAKTIKUM FARMAKOLOGI OBAT MIOTIKUM DAN MIDRIATIKUM ILMU PENYAKIT MATA LAPORAN PRAKTIKUM Oleh Latifatu Choirunisa NIM 132010101013 Cahya Kusumawardani NIM 132010101030 Ngurah Agung Reza Satria Nugraha

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK HIPNOTIK EKSTRAK ETANOL KANGKUNG (Ipomoea aquatica FORSK.) PADA MENCIT SWISS WEBSTER JANTAN YANG DIINDUKSI FENOBARBITAL

ABSTRAK. EFEK HIPNOTIK EKSTRAK ETANOL KANGKUNG (Ipomoea aquatica FORSK.) PADA MENCIT SWISS WEBSTER JANTAN YANG DIINDUKSI FENOBARBITAL ABSTRAK EFEK HIPNOTIK EKSTRAK ETANOL KANGKUNG (Ipomoea aquatica FORSK.) PADA MENCIT SWISS WEBSTER JANTAN YANG DIINDUKSI FENOBARBITAL Isept Setiawan, 2011, Pembimbing I : Dra. Endang Evacuasiany, MS., AFK.,

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SKRIPSI SRINOLA YANDIANA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA

GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA 1 GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 2 GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dengan ditemukannya agen inhalasi yang baru, desflurane dan sevoflurane, muncul permasalahan baru yang dikenal dengan agitasi pulih sadar. Agitasi pulih sadar didefinisikan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4 Pengamatan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4 Pengamatan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Tingkah Laku Ikan Selama Proses Pemingsanan Pengamatan perubahan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan dilakukan setiap 15 menit dengan percobaan trial and run

Lebih terperinci

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTARA LIDOKAIN 0,50 mg/kgbb DENGAN LIDOKAIN 0,70 mg/kgbb UNTUK MENGURANGI NYERI PENYUNTIKAN PROPOFOL SAAT INDUKSI ANESTESIA

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTARA LIDOKAIN 0,50 mg/kgbb DENGAN LIDOKAIN 0,70 mg/kgbb UNTUK MENGURANGI NYERI PENYUNTIKAN PROPOFOL SAAT INDUKSI ANESTESIA PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTARA LIDOKAIN 0,50 mg/kgbb DENGAN LIDOKAIN 0,70 mg/kgbb UNTUK MENGURANGI NYERI PENYUNTIKAN PROPOFOL SAAT INDUKSI ANESTESIA Stefhany Rama Mordekhai L. Laihad Iddo Posangi Fakultas

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN I DAN II PENGARUH RUTE PEMBERIAN DAN VARIASI BIOLOGIK TERHADAP EFEK OBAT

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN I DAN II PENGARUH RUTE PEMBERIAN DAN VARIASI BIOLOGIK TERHADAP EFEK OBAT LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN I DAN II PENGARUH RUTE PEMBERIAN DAN VARIASI BIOLOGIK TERHADAP EFEK OBAT Disusun oleh: KELOMPOK 3 Kelas C2 Kamis Pagi Avi Rahmadiah 1306376995 Ertika Festya 1306480420

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap pembedahan, dilakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk baik menghilangkan rasa nyeri yang kemudian disebut dengan anestesi. Dan keadaan hilangnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN menggunakan washer(air keran) yang berfungsi untuk membersihkan dari sisasisa perak bromida pada film dengan waktu pencucian 30-40 menit dan selanjutnya film dikeringkan. Analisis sampel Pembacaan radiograf

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Temperatur Tubuh Peningkatan temperatur tubuh dapat dijadikan indikator terjadinya peradangan di dalam tubuh atau demam. Menurut Kelly (1984), temperatur normal tubuh sapi

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Oleh. Made Pratiwi Putri Pradnyani FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

SKRIPSI. Diajukan Oleh. Made Pratiwi Putri Pradnyani FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 EFEKTIVITAS PARTISI N-HEKSANA BUAH PARE (Momordica charantia) TERHADAP PENURUNAN GULA DARAH DIABETIK EKSPERIMENTAL TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) SKRIPSI Diajukan Oleh Made Pratiwi Putri Pradnyani

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. utama (aceh, pesisir, madura dan bali). Sapi bali merupakan hasil domestikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. utama (aceh, pesisir, madura dan bali). Sapi bali merupakan hasil domestikasi 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali (Bibos sondaicus) merupakan satu dari empat bangsa sapi lokal utama (aceh, pesisir, madura dan bali). Sapi bali merupakan hasil domestikasi banteng liar

Lebih terperinci

UJI ANTIDIARE JAMU DNR PADA MENCIT PUTIH JANTAN NETTY FEBRIYANTI SUGIARTO

UJI ANTIDIARE JAMU DNR PADA MENCIT PUTIH JANTAN NETTY FEBRIYANTI SUGIARTO UJI ANTIDIARE JAMU DNR PADA MENCIT PUTIH JANTAN NETTY FEBRIYANTI SUGIARTO 0606040886 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN FARMASI DEPOK 2008 UJI ANTIDIARE JAMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propofol telah digunakan secara luas untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum. Obat ini mempunyai banyak keuntungan seperti mula aksi yang cepat dan pemulihan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Vivi Lingga, 2007 Pembimbing Utama : Sugiarto Puradisastra, dr.m.kes Pembimbing kedua : Pinandojo Djojosoewarno, dr., Drs., AIF.

ABSTRAK. Vivi Lingga, 2007 Pembimbing Utama : Sugiarto Puradisastra, dr.m.kes Pembimbing kedua : Pinandojo Djojosoewarno, dr., Drs., AIF. ABSTRAK PENGARUH EKSTRAK ETANOL HERBA PEGAGAN (Centella asiatica (L). Urban) PADA DOSIS HIPNOTIK TERHADAP AKTIVITAS LOKOMOTOR MENCIT BETINA GALUR Swiss Webster Vivi Lingga, 2007 Pembimbing Utama : Sugiarto

Lebih terperinci

PERBANDINGAN RESPON HEMODINAMIK DAN TINGKAT KESADARAN PASCA PEMAKAIAN ISOFLURAN DAN SEVOFLURAN PADA OPERASI MAYOR DI DAERAH ABDOMEN SKRIPSI

PERBANDINGAN RESPON HEMODINAMIK DAN TINGKAT KESADARAN PASCA PEMAKAIAN ISOFLURAN DAN SEVOFLURAN PADA OPERASI MAYOR DI DAERAH ABDOMEN SKRIPSI PERBANDINGAN RESPON HEMODINAMIK DAN TINGKAT KESADARAN PASCA PEMAKAIAN ISOFLURAN DAN SEVOFLURAN PADA OPERASI MAYOR DI DAERAH ABDOMEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Pemeriksaan Fisik dan Jantung Hasil pemeriksaan fisik yang meliputi suhu tubuh, frekuensi nafas dan frekuensi jantung menunjukkan bahwa kelima hewan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

TESIS PEMELIHARAAN STATUS TERANESTESI DENGAN KOMBINASI XILASIN-KETAMIN SECARA SUBKUTAN PADA ANJING

TESIS PEMELIHARAAN STATUS TERANESTESI DENGAN KOMBINASI XILASIN-KETAMIN SECARA SUBKUTAN PADA ANJING TESIS PEMELIHARAAN STATUS TERANESTESI DENGAN KOMBINASI XILASIN-KETAMIN SECARA SUBKUTAN PADA ANJING I MADE INDRAYADNYA SWARAYANA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015! TESIS PEMELIHARAAN

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Ruang Lingkup, Tempat dan Waktu Penelitian. 2. Ruang lingkup tempat : Laboratorium Biologi Universitas Negeri

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Ruang Lingkup, Tempat dan Waktu Penelitian. 2. Ruang lingkup tempat : Laboratorium Biologi Universitas Negeri BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup, Tempat dan Waktu Penelitian 1. Ruang lingkup keilmuwan : Anestesiologi 2. Ruang lingkup tempat : Laboratorium Biologi Universitas Negeri Semarang 3. Ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pestisida mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk membunuh jasad

BAB I PENDAHULUAN. Pestisida mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk membunuh jasad BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang dikenal sebagai negara agraris. Sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Kebiasaan petani dalam menggunakan pestisida

Lebih terperinci

EVALUASI EFEK KOMBINASI MEDETOMIDIN- ACEPROMAZIN SEBAGAI AGEN ANESTESI GENERAL PADA KUCING LOKAL PRAMESTI NUGRAHENI

EVALUASI EFEK KOMBINASI MEDETOMIDIN- ACEPROMAZIN SEBAGAI AGEN ANESTESI GENERAL PADA KUCING LOKAL PRAMESTI NUGRAHENI EVALUASI EFEK KOMBINASI MEDETOMIDIN- ACEPROMAZIN SEBAGAI AGEN ANESTESI GENERAL PADA KUCING LOKAL PRAMESTI NUGRAHENI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya dan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi motorik dan sensorik yang berdampak pada timbulnya

Lebih terperinci

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS TRAMADOL DENGAN KOMBINASI TRAMADOL + KETOLORAC PADA PENANGANAN NYERI PASCA SEKSIO SESAREA

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS TRAMADOL DENGAN KOMBINASI TRAMADOL + KETOLORAC PADA PENANGANAN NYERI PASCA SEKSIO SESAREA PERBANDINGAN EFEKTIVITAS TRAMADOL DENGAN KOMBINASI TRAMADOL + KETOLORAC PADA PENANGANAN NYERI PASCA SEKSIO SESAREA 1 Ayu Y.S Fajarini 2 Lucky Kumaat, 2 Mordekhai Laihad 1 Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL HERBA JOMBANG (Taraxacum officinale Weber et Wiggers) TERHADAP MENCIT BETINA GALUR Swiss Webster

ABSTRAK. EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL HERBA JOMBANG (Taraxacum officinale Weber et Wiggers) TERHADAP MENCIT BETINA GALUR Swiss Webster ABSTRAK EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL HERBA JOMBANG (Taraxacum officinale Weber et Wiggers) TERHADAP MENCIT BETINA GALUR Swiss Webster R. Suci Indra Purnama, 2007 Pembimbing I : Diana K Jasaputra, dr.,

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 6.1 Data Hasil Penelitian Uji perbandingan antara keempat kelompok sebelum perlakuan menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok kontrol adalah

Lebih terperinci

KAJIAN PATOLOGI HATI KELINCI HIPERLIPIDEMIA : DENGAN DAN TANPA PEMBERIAN ANTIHIPERLIPIDEMIA LILIAN DEVANITA

KAJIAN PATOLOGI HATI KELINCI HIPERLIPIDEMIA : DENGAN DAN TANPA PEMBERIAN ANTIHIPERLIPIDEMIA LILIAN DEVANITA KAJIAN PATOLOGI HATI KELINCI HIPERLIPIDEMIA : DENGAN DAN TANPA PEMBERIAN ANTIHIPERLIPIDEMIA LILIAN DEVANITA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK LILIAN DEVANITA. Kajian Patologi

Lebih terperinci