HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 32 HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Fisik Keseluruhan anjing yang dipergunakan pada penelitian diperiksa secara klinis dan dinyatakan sehat sesuai dengan klasifikasi status klas I yang telah ditetapkan oleh American Society of Anaesthesiologist (ASA), yaitu anjing yang sehat dan bebas dari penyakit seperti parasit interna maupun eksterna (Lumb dan Jones 1996; Muir et al. 2000; McKelvey dan Hollingshead 2003). Pemeriksaan respirasi, kardiovaskuler, status dehidrasi, dan refleks-refleks secara keseluruhan menunjukkan hasil yang baik dan 18 ekor anjing layak dipergunakan untuk perlakuan penelitian. Hasil pemeriksaan rata-rata 18 ekor anjing yang dipergunakan pada penelitian seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Rata-rata Hasil Pemeriksaan 18 ekor Anjing yang Dipergunakan untuk Penelitian Parameter Pemeriksaan Berat badan Umur anjing Denyut jantung Respirasi Suhu tubuh Turgor kulit Refleks-refleks Rata-rata Hasil Pemeriksaan (18 ekor anjing) 10 ± 1 kg 19 ± 2 bulan 105± 9 kali/menit 20 ± 4 kali/menit 38,4 ± 0,4 0 C Baik Baik Pemberian Preanestesi dan Induksi Anestesi Penelitian tahap pertama dilakukan untuk melihat gambaran elektrokardiogram (EKG) anjing yang diberikan kombinasi preanestesi atropin sulfat xylazin HCl dan induksi anestesi ketamin HCl, propofol, dan kombinasi ketamin HCl-propofol. Penelitian dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok I, II, dan III yang diberikan preanestesi kombinasi atropin sulfat dosis 0,03 mg/kgbb xylazin HCl dosis 2 mg/kgbb secara intramuskular (IM) dan 10 menit

2 33 kemudian masing-masing diinduksi secara intravena (IV) dengan ketamin HCl dosis 4 mg/kgbb (kelompok I), propofol dosis 4 mg/kgbb (kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl dosis 4 mg/kgbb propofol dosis 4 mg/kgbb (kelompok III). Pengambilan data dilakukan sebelum perlakuan atau menit ke-0 dan setiap 10 menit sampai menit ke-90. Parameter yang diamati adalah amplitudo gelombang P, R, dan T; interval gelombang QRS, PQ, QT masing-masing pada sadapan II; serta denyut jantung dan aksis jantung. Nilai rata-rata dan simpangan baku (ratarata ± SD) dari hasil penelitian seperti ditunjukkan pada Tabel 4.

3 30 Tabel 4 Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±sd) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R, amplitudo gelombang T, interval gelombang QRS, interval PQ, interval QT, denyut jantung, dan aksis jantung sebelum teranestesi; preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl; induksi anestesi ketamin HCl, propofol, dan kombinasinya Parameter Amplitudo Gelombang P (mv) Amplitudo Gelombang R (mv) Amplitudo Gelombang T (mv) Interval Gelombang QRS (detik) Interval PQ (detik) Interval QT (detik) Denyut Jantung (kali/menit) Aksis Jantung (derajat) Perlakuan Waktu Pengamatan (menit) Klp I 0,16±0,02 0,14±0,03 0,12±0,02 0,15±0,04 0,16±0,05 0,18±0,06 0,19±0,05 0,19±0,02 0,19±0,03 0,16±0,04 Klp II 0,14±0,04 0,12±0,04 0,10±0,03 0,12±0,05 0,11±0,06 0,13±0,02 0,12±0,03 0,14±0,02 0,11±0,03 0,11±0.05 Klp III 0,08±0,02 0,06±0,04 0,04±0,05 0,10±0,03 0,14±0,01 0,15±0,03 0,12±0,05 0,13±0,05 0,12±0,04 0,09±0,03 Klp I 1,63±0,14 1,39±1,00 1,63±0,51 1,72±0,53 1,73±0,48 1,69±0,53 1,80±0,41 1,81±0,34 1,77±0,29 1,80±0,30 Klp II 1,62±0,60 1,46±0,73 1,25±0,68 1,13±0,60 1,21±0,69 1,20±0,72 1,23±0,72 1,31±0,76 1,34±0,74 1,48±0,72 Klp III 1,48±0,86 1,08±0,58 1,19±0,66 1,62±0,61 1,29±0,43 1,31±0,54 1,13±0,79 1,06±0,82 1,25±0,61 1,24±0,61 Klp I -0,36±0,17-0,23±0,17-0,13±0,24-0,12±0,23-0,07±0,31-0,08±0,34-0,13±0,29-0,04±0,32-0,08±0,27-0,22±0,17 Klp II -0,25±0,20-0,23±0,14-0,09±0,20-0,10±0,19-0,11±0,18-0,19±0,12-0,10±0,15-0,11±0,15-0,11±0,16-0,22±0,16 Klp III -0,08±0,12-0,03±0,20-0,08±0,19 0,13±0,26 0,13±0,27 0,12±0,26-0,06±0,13-0,04±0,13-0,07±0,12-0,08±0,11 Klp I 0,05±0,01 0,04±0,02 0,04±0,00 0,04±0,01 0,05±0,01 0,04±0,01 0,04±0,01 0,05±0,00 0,05±0,01 0,05±0,00 Klp II 0,05±0,00 0,05±0,00 0,05±0,00 0,05±0,01 0,04±0,00 0,04±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,00 0,05±0,00 Klp III 0,04±0,01 0,04±0,01 0,04±0,00 0,04±0,00 0,04±0,01 0,04±0,01 0,05±0,00 0,05±0,01 0,04±0,01 0,04±0,01 Klp I 0,09±0,06 0,08±0,05 0,09±0,06 0,10±0,07 0,10±0,07 0,12±0,02 0,11±0,01 0,11±0,01 0,12±0,01 0,11±0,02 Klp II 0,11±0,01 0,09±0,01 0,12±0,02 0,14±0,04 0,13±0,01 0,13±0,01 0,13±0,01 0,13±0,02 0,12±0,01 0,12±0,01 Klp III 0,07±0,05 0,05±0,06 0,06±0,07 0,06±0,06 0,08±0,06 0,11±0,01 0,10±0,00 0,13±0,01 0,08±0,06 0,08±0,05 Klp I 0,15±0,01 0,15±0,01 0,22±0,01 0,24±0,06 0,23±0,01 0,17±0,01 0,23±0,02 0,18±0,01 0,23±0,01 0,22±0,03 Klp II 0,19±0,01 0,20±0,01 0,21±0,01 0,19±0,02 0,20±0,00 0,22±0,01 0,21±0,01 0,21±0,02 0,20±0,02 0,19±0,01 Klp III 0,22±0,04 0,22±0,03 0,20±0,01 0,21±0,01 0,21±0,01 0,22±0,02 0,22±0,02 0,22±0,02 0,23±0,04 0,22±0,05 Klp I 107±14,24 87±11,20 95±12,28 97±18,04 98±17,26 111±12,62 93±18,34 85±16,91 84±11,96 81±19,28 Klp II 112±11,25 93±17,10 83±16,77 105±18,50 95±15,13 114±16,50 96±12,39 87±11,41 85±16,44 91±7,09 Klp III 105±16,88 67±12,43 106±15,99 105±17,33 118±14,45 94±9,98 90±12,07 81±14,85 84±12,26 91±7,80 Klp I 72±4,76 66±4,62 72±8,16 76±9,22 75±9,60 75±10,78 76±6,13 75±5,68 76±4,57 78±5,35 Klp II 67±12,36 62±15,00 62±12,77 62±12,26 62±13,48 62±14,45 62±14,90 63±12,39 63±13,18 65±12,23 Klp III 74±8,81 76±5,45 74±7,72 77±9,11 76±5,97 76±8,04 76±8,29 79±3,00 79±2,99 79±2,36

4 35 Amplitudo Gelombang P Gelombang P merupakan gambaran perubahan arus listrik jantung pada saat terjadi depolarisasi atrium. Rangsangan normal untuk depolarisasi atrium berasal dari nodus sinus. Besarnya arus listrik yang berhubungan dengan eksitasi nodus sinus terlalu kecil untuk dapat terlihat pada EKG. Gelombang P dalam keadaan normal berbentuk melengkung dan arahnya ke atas pada kebanyakan hantaran. Nilai normal amplitudo gelombang P pada anjing adalah maksimum 0,4 mv (Nelson 2003; Tilley et al. 2008). Gambaran hasil pengamatan seperti ditunjukkan pada Gambar 13. Gelombang P (mv) 0,22 0,2 0,18 0,16 0,14 0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0, Waktu (menit) Kelompok I Kelompok II Kelompok III Gambar 13 Perubahan rata-rata gelombang P sadapan II sebelum teranestesi, setelah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl dan induksi anestesi ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III) Pada kelompok I, setelah pemberian preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl terjadi penurunan amplitudo P dari 0,16±0,02 mv ke 0,14±0,03 mv, begitu pula pada kelompok II dari 0,14±0,04 mv ke 0,12±0,04 mv, dan pada kelompok III dari 0,08±0,02 mv ke 0,06±0,04 mv. Secara umum penurunan amplitudo pada 10 menit pertama relatif sama yaitu 0,02 mv. Penurunan masih berlanjut setelah pemberian anestesi pada menit ke-10. Pada kelompok I turun sampai 0,12±0,02 mv, pada kelompok II sampai 0,10±0,03 mv, dan kelompok III sampai 0,04±0,05 mv pada menit ke-20. Penurunan gelombang P pada preanestesi berlangsung

5 36 selama 20 menit pertama dengan pola dan kekuatan yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl memberikan pengaruh terhadap depolarisasi atrium. Xylazin HCl yang merupakan golongan alpha-2 adrenergic receptor agonist bekerja melalui mekanisme penghambatan tonus syaraf simpatik yang dapat menyebabkan relaksasi otot, konduksi impuls dan denyut jantung, relaksasi saluran cerna, dan sedasi. Pemberian xylazin HCl seolah-olah dapat menyebabkan terjadinya penghambatan konduksi listrik pada atrioventrikular (AV block). Terjadinya AV block dapat menyebabkan keterlambatan penyebaran konduksi listrik di atrium (Avdosko et al. 2010). Pemberian atropin sulfat yang merupakan antimuskarinik, digunakan untuk mengurangi sekresi bronkial serta mencegah kejadian aritmia terutama bradikardia karena prosedur anestesi. Pemakaian atropin sulfat dosis tinggi dapat mengakibatkan peningkatan frekuensi jantung. Atropin sulfat dapat mencegah terjadinya penghambatan konduksi listrik di atrium (Conti-Patara et al. 2009; O Grady dan O Sullivan 2004). Perubahan gelombang P tiap tahap anestesi terlihat setelah menit ke-20. Pada kelompok I, setelah pemberian anestesi ketamin HCl terjadi kenaikan menjadi 0,15±0,04 mv pada menit ke-30 dengan kenaikan tertinggi terjadi pada menit ke-60 sampai dengan menit ke-80 sebesar 0,19±0,05 mv, 0,19±0,02 mv, dan 0,19±0,03 mv. Rata-rata peningkatan pada kelompok I adalah sebesar 0,07 mv dan pada menit ke-90 amplitudo gelombang P kelompok I sebesar 0,16±0,04 mv. Pada kelompok II, setelah pemberian anestesi ketamin HCl mengalami peningkatan menjadi 0,12±0,05 mv menit ke-30 dengan kenaikan tertinggi pada menit ke-70 sebesar δ 0,04 mv (0,14±0,02 mv) dan pada saat anjing siuman sebesar 0,11±0.05 mv. Pada kelompok III, setelah pemberian anestesi terjadi kenaikan yang tajam pada menit ke-30 sebesar 0,06 mv (0,10±0,03 mv) dengan kenaikan tertinggi pada menit ke-50 sebesar 0,09 mv(0,15±0,03 mv), kemudian terjadi penurunan sampai dengan anjing siuman pada menit ke-90 sebesar 0,09±0,03 mv (0,05 mv). Setelah dianestesi dengan ketamin HCl dan kombinasi ketamin HCl propofol, terjadi kenaikan amplitudo gelombang P. Ketamin HCl dapat menstimulasi pelepasan norepineprin pada syaraf simpatik dan menghambat

6 37 perangsangan pada syaraf vagus (Adams 2001). Perangsangan syaraf simpatik dan penghambatan pada syaraf vagus dapat mengakibatkan peningkatan denyut jantung (kronotropik positif), peningkatan konduksi impuls (dromotropik positif), dan peningkatan kontraksi otot jantung (inotropik positif). Pemberian anestesi propofol memberikan sedikit pengaruh terhadap kenaikan amplitudo gelombang P. Pemberian anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol perlu diwaspadai pengaruhnya terhadap kenaikan gelombang P yang tajam dibandingkan pemberian anestesi ketamin HCl maupun propofol segera setelah menit ke-20 terlampaui. Perbedaan potensial aksi pada syaraf akibat pengaruh pemberian anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol seolah-olah mengakibatkan terjadinya AV block menyebabkan terkumpulnya impuls listrik dan akan segera mencetuskan impuls listrik cukup besar yang akan menyebar ke seluruh dinding atrium. Kekuatan impuls listrik atrium yang berasal dari nodus sinoatrial (NSA) lebih besar dibandingkan pengaruh anestesi yang diberikan, setelah menit ke-30 terlampaui. Ini berarti bahwa stabilitas EKG pada ketiga kelompok dapat terlihat setelah pemberian anestesi baik dengan ketamin HCl, propofol, maupun kombinasinya. Amplitudo Gelombang R Amplitudo gelombang R menunjukkan kekuatan listrik saat terjadi depolarisasi ventrikel. Kekuatan listrik pada dinding ventrikel berasal dari nodus atrioventrikular (NAV), berkas His, dan serabut Purkinje. Amplitudo gelombang R juga merupakan amplitudo gelombang QRS, yang dibentuk bersama-sama oleh gelombang Q, R, dan gelombang S. Amplitudo gelombang R cukup besar karena banyak massa otot yang harus dilalui oleh impuls listrik. Hasil yang diperoleh dari pengamatan penelitian seperti ditunjukkan pada Gambar 14.

7 38 Gelombang R (mv) 2,2 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0, Waktu (menit) Kelompok I Kelompok II Kelompok III Gambar 14 Perubahan rata-rata amplitudo gelombang R sadapan II sebelum teranestesi dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl dan dan induksi induksi anestesi anestesi ketamin ketamin HCl, HCl propofol, (kelompok dan kombinasi I), propofol in Cl (kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III) Pada kelompok I, setelah preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl terjadi penurunan amplitudo gelombang R dari 1,63±0,14 mv ke 1,39±1,00 mv, begitu pula pada kelompok II dari 1,62±0,60 mv ke 1,46±0,73 mv, dan pada kelompok III dari 1,48±0,86 mv ke 1,08±0,58 mv. Setelah pemberian anestesi masingmasing kelompok memberikan gambaran yang berbeda, kelompok I mengalami peningkatan menjadi 1,63±0,51 mv dengan kenaikan tertinggi terjadi pada menit ke-70 (1,81±0,34 mv) sampai anjing siuman pada menit ke-90 dengan amplitudo gelombang R sebesar 1,80±0,30 mv. Begitu pula dengan kelompok III terjadi peningkatan pada menit ke-20 (1,19±0,66 mv) sampai menit ke-50 (1,31±0,54 mv), dan menit ke-90 dengan amplitudo gelombang R sebesar 1,48±0,72 mv. Sedangkan pada kelompok II, setelah pemberian anestesi propofol, penurunan amplitudo gelombang R masih berlanjut sampai dengan menit ke-30 (1,13±0,60 mv), yang kemudian perlahan meningkat sampai anjing siuman pada menit ke-90 dengan amplitudo gelombang R sebesar 1,48±0,72 mv. Penurunan amplitudo gelombang R pada menit ke-0 sampai menit ke-10 disebabkan pemberian preanestesi atropin sulfat xylazin HCl. Atropin sulfat xylazin HCl dapat menghambat konduksi listrik pada ventrikel jantung dan serabut Purkinje. Penghambatan konduksi listrik diventrikel digambarkan dengan

8 39 menurunnya kekuatan impuls listrik di ventrikel (Carareto et al. 2008). Kestabilan EKG mulai terlihat pada menit ke-20 terlampaui, yaitu pada saat pemberian induksi anestesi, terutama pada pemberian anestesi ketamin HCl dan kombinasi ketamin HCl-propofol. Kestabilan amplitudo gelombang R diperoleh setelah menit ke-30 terlampaui dengan induksi anestesi propofol. Penghambatan konduksi listrik tidak terlalu berpengaruh karena besarnya kekuatan impuls listrik yang bersumber dari NSA dan nodus atrioventrikuler (NAV), sehingga berkas His dan serabut Purkinje tidak terpengaruh oleh perbedaan potensial aksi pada sistem syaraf yang menginervasi jantung akibat pengaruh pemberian anestesi. Otot jantung mampu berkontraksi sendiri akibat aliran listrik dari NSA sebagai pacemaker, NAV, berkas His, dan serabut Purkinje. Sedangkan sistem syaraf hanya dapat memodifikasi aliran listrik pada jantung, sehingga perubahan potensial aksi pada sistem syaraf akibat perlakuan anestesi belum mampu memodifikasi aliran listrik pada ventrikel jantung yang bersumber dari NAV, berkas His, dan serabut Purkinje. Interval Gelombang QRS Gelombang QRS dibentuk bersama-sama oleh gelombang Q, R, dan S. Standar penamaan kompleks QRS adalah jika defleksi pertama ke bawah (defleksi negatif) disebut gelombang Q, defleksi pertama ke atas (defleksi positif) disebut sebagai gelombang R, dan defleksi ke bawah pertama yang mengikuti defleksi ke atas disebut sebagai gelombang S (Thaler 2009). Interval gelombang QRS menggambarkan adanya depolarisasi yang terjadi pada ventrikel. Impuls listrik di ventrikel menyebar cukup cepat dengan lamanya interval gelombang QRS pada anjing normal adalah antara 0,04 sampai 0,05 detik (Nelson 2003; Tilley et al. 2008). Repolarisasi atrium terjadi selama masa depolarisasi ventrikel. Tetapi besarnya gelombang QRS tersebut akan menutupi gambaran pemulihan atrium yang tercatat pada sadapan EKG. Hasil pengamatan interval gelombang QRS seperti ditunjukkan pada Gambar 15.

9 40 Interval Kompleks QRS (detik) 0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0, Waktu (menit) Kelompok I Kelompok II Kelompok III Gambar 15 Perubahan rata-rata interval gelombang QRS sadapan II sebelum teranestesi dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl dan induksi anestesi ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III) Pada kelompok I, setelah preanestesi terjadi penurunan interval gelombang QRS dari 0,05±0,01 detik ke 0,04±0,02 detik. Sedangkan pada kelompok II tidak terjadi perubahan interval gelombang QRS sampai dengan menit ke-30, begitu pula pada kelompok III tidak terjadi perubahan interval gelombang QRS sampai dengan menit ke-50. Hal ini berarti pemberian preanestesi kombinasi atropin sulfat-xylazin HCl tidak mempengaruhi waktu depolarisasi pada ventrikel. Pada kelompok I dan II setelah menit ke-30 sampai dengan menit ke-60 terjadi ketidakstabilan interval gelombang QRS dan baru mencapai kestabilan setelah menit ke-60 sampai dengan anjing siuman pada menit ke-90 dengan interval gelombang QRS masing-masing 0,05±0,00 detik (kelompok I) dan 0,05±0,00 detik (kelompok II). Sedangkan pada kelompok III terjadi peningkatan interval gelombang QRS pada menit ke-60 dari 0,04±0,01 ke 0,05±0,00 detik dan turun kembali ke 0,04±0,01 detik pada menit ke-80. Perubahan interval gelombang QRS pada kelompok I dan II menunjukkan bahwa pemberian anestesi ketamin HCl dan propofol dapat memberikan ketidakstabilan gambaran interval gelombang QRS terlihat pada menit ke-30. Setelah menit ke-60 terlampaui, gambaran interval gelombang QRS terlihat kembali stabil. Pada kelompok III,

10 41 ketidakstabilan gambaran interval gelombang QRS terlihat pada menit ke-60 dan kembali stabil setelah menit ke-70 terlampaui. Gambaran interval gelombang QRS dapat dipengaruhi oleh kondisi teranestesi sempurna baik dengan induksi ketamin HCl, propofol, dan kombinasinya. Namun karena impuls listrik yang dihasilkan oleh NSA begitu kuat dan sangat cepat dilewatkan ke NAV melalui berkas His menuju ke serabut Purkinje yang akan mengadakan kontak dengan seluruh sel-sel ventrikel untuk dialiri impuls listrik maka kestabilan gambaran interval gelombang QRS dapat tercapai. Di ventrikel sendiri juga tersebar sel-sel Pacemaker yang dapat menghasilkan impuls listrik sendiri. Interval Gelombang PQ Interval gelombang PQ atau kadang disebut interval gelombang PR diukur dari permulaan gelombang P hingga awal kompleks QRS. Dalam interval ini mencakup penghantaran impuls listrik melalui atrium (depolarisasi atrium) dan hambatan impuls melalui nodus atrioventrikular (NAV). Interval gelombang PQ pada anjing normal adalah berkisar antara 0,06 sampai 0,13 detik (Nelson 2003; Tilley et al. 2008). Perpanjangan interval gelombang PQ yang abnormal menandakan adanya gangguan hantaran impuls (AV block). Gambaran hasil pengamatan pada interval PQ seperti pada Gambar 16. 0,18 0,15 Interval PR (detik) 0,12 0,09 0,06 0, Waktu (detik) Kelompok I Kelompok II Kelompok III Gambar 16 Perubahan rata-rata interval PQ sadapan kedua sebelum teranestesi dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat sulfat-xylazin HCl dan induksi anestesi ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)

11 42 Pada kelompok I, setelah preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl terjadi penurunan interval gelombang PQ dari 0,09±0,06 detik ke 0,08±0,05 detik, begitu pula pada kelompok II dari 0,11±0,01 detik ke 0,09±0,01 detik, dan pada kelompok III dari 0,07±0,05 detik ke 0,05±0,06 detik. Rata-rata penurunan interval gelombang PQ pada 10 menit pertama adalah 0,01-0,02 detik. Pemberian xylazin HCl dapat menyebabkan terjadinya penghambatan pada NAV dan menyebabkan terjadinya keterlambatan konduksi listrik di atrium dan perpanjangan interval gelombang PQ. Seolah-olah terjadi AV block setelah pemberian xylazin HCl yang menyabkan terjadinya penurunan interval gelombang PQ (Avdosko et al. 2010; Conti-Patara et al. 2009). Setelah 10 menit pertama terlampaui, yaitu setelah dianestasi dengan ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasinya (kelompok III) terjadi peningkatan interval gelombang PQ pada ketiga kelompok, yaitu masing-masing 0,01 detik pada kelompok I, 0,02 detik pada kelompok II, dan 0,01 detik pada kelompok III. Peningkatan interval gelombang PQ masih terjadi pada kelompok I dan II sampai dengan anjing siuman pada menit ke-90. Pada kelompok III, terjadi peningkatan interval gelombang PQ yang tajam pada menit ke-70 sebesar 0,13±0,01 detik, dan menit ke-80 kembali turun 0,05 detik sampai dengan anjing siuman pada menit ke-90 dengan interval gelombang PQ sebesar 0,08±0,05 detik. Peningkatan interval gelombang PQ terjadi setelah pemberian anestesi baik dengan ketamin HCl, propofol, maupun kombinasinya yang terjadi pada ketiga kelompok pengamatan. Anjing yang teranestesi dengan kombinasi ketamin HCl-propofol, setelah menit ke-70 akan berusaha memperoleh kestabilan terhadap waktu depolarisasi atrium yang ditunjukkan dengan kembali menurunnya nilai interval gelombang PQ sesuai dengan kondisi sebelum induksi anestesi. Ini menunjukkan pemberian induksi anestesi baik dengan ketamin HCl, propofol, maupun kombinasi ketamin HCl-propofol cenderung dapat meningkatkan durasi interval gelombang PQ walaupun masih pada kisaran normal. Aktivitas ketamin HCl dapat secara langsung menstimulasi pusat adrenergik dan secara tidak langsung menghambat pengambilan catecholamine terutama norepineprin. Ketamin HCl dapat mengubah aktivitas listrik jantung dengan memperpanjang interval gelombang PQ, tetapi tidak mempengaruhi

12 43 bentuk gelombang EKG (Adams 2001). Hal ini berarti bahwa pemberian induksi anestesi belum menyebabkan perubahan yang signifikan terhadap waktu depolarisasi atrium dan perlambatan impuls listrik yang melalui NAV. Perubahan potensial aksi pada sistem syaraf akibat anestesi tidak mampu memodifikasi aliran listrik pada dinding atrium jantung. Interval Gelombang QT Interval gelombang QT diukur dari awal kompleks QRS sampai akhir gelombang T yang merupakan lamanya waktu depolarisasi dan repolarisasi oleh ventrikel. Interval gelombang QT bervariasi sesuai dengan frekuensi jantung. Rata-rata interval gelombang QT pada anjing normal adalah 0,15 0,25 detik (Nelson 2003; Tilley et al. 2008). Gambaran hasil dari pengamatan seperti ditunjukkan pada Gambar 17. Interval QT (detik) 0,27 0,24 0,21 0,18 0,15 0,12 0,09 0,06 0, Waktu (menit) Kelompok I Kelompok II Kelompok III Gambar 17 Perubahan rata-rata interval QT sadapan II sebelum teranestesi dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl dan induksi anestesi ketamin HCl(kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III). Pada kelompok I, setelah preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl sampai dengan menit ke-10 tidak terjadi perubahan yaitu 0,15±0,01 detik, begitu pula dengan kelompok III sebesar 0,22±0,04 detik. Sedangkan pada kelompok III terjadi sedikit peningkatan interval gelombang QT dari 0,19±0,01 detik ke

13 44 0,20±0,01 detik. Hal ini menunjukkan bahwa preanestesi dengan atropin sulfatxylazin HCl tidak memberikan pengaruh terhadap lamanya waktu depolarisasi dan repolarisasi ventrikel. Perubahan interval gelombang QT tiap tahap anestesi terlihat setelah menit ke-20. Pada kelompok I setelah dianestesi dengan ketamin HCl terjadi peningkatan interval gelombang QT menjadi 0,22±0,01 detik sampai dengan menit ke-40 (0,23±0,01 detik) dan setelah menit ke-40 terlihat ketidakstabilan interval gelombang QT sampai dengan anjing siuman pada menit ke-90 sebesar 0,22±0,03 detik. Pada kelompok II setelah dianestesi dengan propofol terjadi penurunan interval gelombang QT pada menit ke-30 sebesar 0,21±0,01 detik dan setelah menit ke-30 terlampaui, gambaran interval gelombang QT relatif stabil sampai dengan anjing siuman pada menit ke-90 sebesar 0,19±0,01 detik. Begitu pula dengan kelompok III, setelah dianestesi terjadi sedikit penurunan interval gelombang QT pada menit ke-20 sebesar 0,21±0,01 detik, kemudian gambaran interval gelombang QT relatif stabil sampai dengan anjing siuman pada menit ke- 90 dengan interval gelombang QT sebesar 0,22±0,05 detik. Peningkatan interval gelombang QT setelah dianestesi dengan ketamin HCl berarti bahwa ketamin HCl menyebabkan terjadinya perlambatan repolarisasi ventrikel sedangkan perlakuan dengan anestesi propofol dan kombinasi ketamin HCl-propofol tidak menyebabkan perubahan repolarisasi ventrikel. Perlakuan anestesi dengan ketamin HCl dapat mempengaruhi waktu yang dibutuhkan jantung untuk berdenyut terutama pada saat terjadinya repolarisasi ventrikel (interval gelombang QT), sedangkan kemampuan atau kekuatan jantung untuk berdenyut tidak terpengaruh. Perpanjangan interval gelombang QT dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain obat-obatan antiaritmia, hipnotik dan penenang; gangguan keseimbangan elektrolit seperti hipokalemia, hipomagnesemia, dan hipokalsemia; serta oleh penyakit seperti gagal jantung kongestif, infark, dan miokarditis; dan lain-lainnya seperti hipertensi dan hipotermia (Karim dan Kabo 2002).

14 45 Amplitudo Gelombang T Amplitudo gelombang T menggambarkan kekuatan impuls listrik pada saat repolarisasi ventrikel. Gelombang T berkaitan dengan kejadian iskemia miokardium serta hiperkalemia (peningkatan kadar kalium serum) yang akan mempertinggi dan mempertajam puncak gelombang T. Tinggi gelombang T pada anjing normal adalah tidak lebih dari 1/3 R (Nelson 2003; Tilley et al. 2008). Pada anjing defleksi gelombang T dapat ke bawah (defleksi negatif), ke atas (defleksi positif), maupun bifasik (Tilley et al. 2008). Hasil pengamatan terhadap tinggi gelombang T terlihat seperti pada Gambar 18. Gelombang T (mv) 0,4 0,3 0,2 0,1 0-0,1-0,2-0,3-0,4-0, Waktu (menit) Kelompok I Kelompok II Kelompok III Gambar 18 Perubahan rata-rata amplitudo gelombang T sadapan kedua sebelum teranestesi dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl dan induksi anestesi ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III) Pada kelompok I, setelah pemberian preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl terjadi kenaikan amplitudo gelombang T dari -0,36±0,17 mv ke -0,23±0,17 mv pada menit ke-10. Demikian pula halnya dengan kelompok II terjadi kenaikan amplitudo gelombang T dari -0,25±0,20 mv ke -0,23±0,14 mv, dan kelompok III terjadi kenaikan amplitudo gelombang T dari -0,08±0,12 mv ke -0,03±0,20 mv. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian preanestesi kombinasi atropin sulfatxylazin HCl dapat mempengaruhi kekuatan impuls listrik pada saat repolarisasi ventrikel sehingga menyebabkan kenaikan amplitudo gelombang T.

15 46 Setelah pemberian anestesi ketamin HCl, pada kelompok I, kenaikan amplitudo gelombang T masih berlanjut sampai dengan menit ke-40 sebesar -0,07±0,31 mv. Dari menit ke-50 (-0,08±0,34 mv) perlahan terjadi penurunan amplitudo gelombang T sampai dengan menit ke-70 sebesar -0,04±0,32 mv. Pada menit ke-80 terjadi kenaikan gelombang T -0,08±0,27 mv dan terjadi penurunan kembali pada menit ke-90 sebesar -0,22±0,17 mv. Pada kelompok II, setelah pemberian anestesi propofol, kenaikan amplitudo gelombang T masih berlanjut sampai dengan menit ke-20 sebesar -0,09±0,20 mv. Setelah menit ke-20 terlampaui, perlahan terjadi penurunan amplitudo gelombang T sampai dengan menit ke-50 sebesar -0,19±0,12 mv, kemudian terjadi peningkatan amplitudo gelombang T pada menit ke-60 sebesar -0,10±0,15 mv, dan perlahan mengalami penurunan setelah menit ke-60 terlampaui sampai dengan menit ke-90 sebesar -0,22±0,16 mv. Sedangkan pada kelompok III, setelah pemberian induksi anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol terjadi penurunan amplitudo gelombang T pada menit ke-20 sebesar -0,08±0,19 mv, kemudian terjadi kenaikan amplitudo gelombang T setelah menit ke-20 terlampaui sebesar 0,13±0,26 mv. Penurunan amplitudo gelombang T kembali terjadi setelah menit ke-50 terlampaui sebesar -0,06±0,13 mv sampai dengan hewan siuman pada menit ke-90 dengan amplitudo gelombang T sebesar -0,08±0,11 mv. Setelah induksi anestesi, terlihat bahwa pemberian anestesi baik dengan ketamin HCl maupun propofol dan kombinasi ketamin HCl-propofol memberikan gambaran amplitudo gelombang T yang relatif stabil. Pada pemberian anestesi dengan kombinasinya perlu diwaspadai setelah menit ke-20 terlampaui sampai dengan menit ke-50. Kekuatan impuls listrik pada saat repolarisasi ventrikel tidak dipengaruhi oleh pemberian induksi anestesi ketamin HCl, propofol, dan kombinasi ketamin HCl-propofol. Denyut Jantung Denyut jantung merupakan jumlah denyut per menit (beat per minute - bpm). Jumlah denyut jantung dapat diperoleh dari EKG dengan menghitung jumlah gelombang R selama satu menit. Jumlah rata-rata denyut jantung pada

16 47 anjing normal adalah bpm (Nelson 2003; Tilley et al. 2008). Hasil pengamatan dapat digambarkan seperti ditunjukkan pada Gambar 19. Denyut Jantung (beat per minute) Waktu (menit) Kelompok I Kelompok II Kelompok III Gambar 19 Perubahan rata-rata denyut jantung sebelum teranestesi dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl dan induksi anestesi ketamin HCl(kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III) Pada kelompok I, setelah preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl terjadi penurunan denyut jantung dari 107±14,24 bpm ke 87±11,20 bpm, begitu pula pada kelompok II dari 112±11,25 bpm ke 93±17,10 bpm, dan kelompok III dari 105±16,88 bpm ke 67±12,43 bpm. Semua kelompok pada menit ke-0 sampai menit ke-10, terlihat mengalami penurunan denyut jantung. Xylazin HCl termasuk golongan dari α 2 -adrenoceptor agonist yang dapat menyebabkan terjadinya beberapa mekanisme reaksi seperti merangsang tonus pada syaraf vagus, tertekannya pacemaker secara langsung, dan tertekannya sistem konduksi jantung (Atalan et al dan Kinjavdekar et al. 1999). Pemberian xylazin HCl dapat menekan sistem kardiovaskuler dan menyebabkan penurunan tekanan darah (Ozkan et al. 2010). Perangsangan syaraf vagus mengakibatkan pelepasan hormon asetilkolin pada ujung syaraf vagus, yang menyebabkan penurunan denyut jantung, penurunan konduksi impuls, dan penurunan kontraksi otot jantung. Untuk menghindari penurunan denyut jantung terlalu rendah, digunakan atropin sulfat yang dapat menghambat pelepasan hormon asetilkolin. Pemberian atropin sulfat

17 48 dapat juga digunakan untuk mengurangi efek yang tidak diharapkan karena pemberian xylazin HCl, diantaranya mengurangi efek muntah dan hipersalivasi. Setelah dianestesi, penurunan masih terjadi pada kelompok II yaitu pada menit ke-20 sebesar 83±16,77 bpm, namun pada kelompok I dan III terjadi kenaikan denyut jantung yaitu masing-masing 95±12,28 bpm (kelompok I) dan 106±15,99 bpm (kelompok III). Masing-masing kelompok perlakuan mencapai kestabilan denyut jantung setelah menit ke-20 terlampaui. Ini berarti kestabilan denyut jantung diperoleh setelah pemberian anestesi baik dengan ketamin HCl, propofol, maupun kombinasi ketamin HCl-propofol. Ketamin HCl dapat bekerja sebagai inotropik positif, yaitu dapat meningkatkan kontraksi otot jantung. Propofol tidak menimbulkan pengaruh terhadap denyut jantung (Mohamadnia et al. 2008). Propofol mempunyai onset kerja yang cepat yaitu kurang dari satu menit dan metabolisme tubuh terhadap propofol juga sangat cepat, sehingga kurang baik dipergunakan untuk anestesi dalam jangka waktu panjang jika sekali aplikasi dan dalam bentuk pemberian tunggal (Plumb 2005; Tsai et al. 2007). Sehingga untuk aplikasi dengan propofol perlu dikombinasikan dengan ketamin HCl guna memperoleh kestabilan yang lebih baik terhadap denyut jantung. Aksis Jantung Aksis jantung merupakan vektor rata-rata baik dari depolarisasi atrium maupun ventrikel dapat digunakan untuk mengetahui abnormalitas perluasan jantung yang diperoleh dari hasil sadapan ekstremitas, baik yang disebabkan oleh perubahan posisi jantung atau oleh gangguan pada konduksi jantung. Aksis jantung anjing normal ada pada kisaran 40 o 100 o (Nelson 2003; Tilley et al. 2008). Gambaran rata-rata aksis jantung seperti ditunjukkan pada Gambar 20.

18 49 Aksis Jantung (derajat) Waktu (menit) Kelompok I Kelompok II Kelompok III Gambar 20 Perubahan rata-rata aksis jantung sebelum teranestesi dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl dan induksi anestesi ketamin HCl(kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III) Setelah pemberian preanestesi kombinasi atropin sulfat-xylazin HCl, kelompok III mempunyai gambaran yang berbeda dengan kelompok I dan II. Pada kelompok I, terjadi penurunan rata-rata aksis jantung dari 72±4,76 derajat ke 66±4,62 derajat. Begitu pula dengan kelompok II terjadi penurunan rata-rata aksis jantung dari 67±12,36 derajat ke 62±15,00 derajat. Sedangkan pada kelompok III, terjadi kenaikan rata-rata aksis jantung dari 74±8,81 derajat ke 76±5,45 derajat. Hal ini berarti bahwa pemberian preanestesi kombinasi atropin sulfat-xylazin HCl tidak mempengaruhi rata-rata aksis jantung. Setelah pemberian anestesi baik dengan ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III) yaitu setelah menit ke-20 terlampaui, terlihat adanya kestabilan gambaran ratarata aksis jantung anjing. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian preanestesi sulfat-xylazin HCl dan induksi anestesi ketamin HCl, propofol, dan kombinasi ketamin HCl-propofol tidak mempengaruhi rata-rata aksis jantung, yang berarti juga tidak menyebabkan terjadinya kelainan yang mengakibatkan perluasan jantung.

19 50 Pemberian Preanestesi, Induksi, dan Pemeliharaan Anestesi Penelitian kedua dilakukan untuk melihat gambaran EKG anjing yang diberikan pemeliharaan anestesi dengan tetes infus intravena (IV) secara gravimetrik. Anjing terlebih dahulu diberikan preanestesi kombinasi atropin sulfat (0,03 mg/kgbb) xylazin HCl (2 mg/kgbb) secara IM, 10 menit kemudian diinduksi dengan kombinasi ketamin HCl (4 mg/kgbb) propofol (4 mg/kgbb) secara IV, dan 10 menit kemudian dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesi dengan metode tetes infus IV secara gravimetrik masing-masing dengan ketamin HCl (0,4 mg/kgbb/menit), propofol (0,4 mg/kgbb/menit), dan kombinasi ketamin HCl (0,4 kg/kgbb/menit) propofol (0,4 mg/kgbb/menit). Infus IV ini diberikan sampai menit ke-120. Pengukuran EKG diambil dari menit ke-0 sampai dengan menit ke-140. Parameter yang diamati adalah tinggi gelombang P, R, dan T; interval gelombang QRS, PQ, dan QT; serta denyut jantung dan aksis jantung. Nilai rata-rata dan simpangan baku dari hasil penelitian kedua seperti ditunjukkan pada Tabel 5.

20 41 Tabel 5 Parameter Amplitudo Gelombang P Amplitudo Gelombang R Amplitudo Gelombang T Interval Gelombang QRS Interval Gelombang PQ Interval Gelombang QT Denyut Jantung Aksis Jantung Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata ± SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R, amplitudo gelombang T, interval gelombang QRS, interval PQ, interval QT, denyut jantung, dan aksis jantung sebelum teranestesi, selama preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl, induksi anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol, dan pemeliharaan anestesi tetes infus intravena secara gravimetrik dengan ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III) Perlakuan Waktu Pengamatan (menit) Klp I 0,14±0,06 0,12±0,07 0,12±0,03 0,15±0,03 0,15±0,03 0,15±0,03 0,16±0,03 0,14±0,03 0,15±0,03 0,15±0,02 0,14±0,03 0,14±0,03 0,15±0,03 0,15±0,04 0,14±0,03 Klp II 0,13±0,03 0,11±0,06 0,10±0,05 0,14±0,04 0,15±0,04 0,13±0,04 0,12±0,03 0,15±0,02 0,14±0,01 0,12±0.01 0,12±0,01 0,12±0,01 0,13±0,02 0,13±0,04 0,12±0,03 Klp III 0,18±0,06 0,16±0,03 0,15±0,03 0,18±0,03 0,19±0,03 0,19±0,03 0,19±0,03 0,19±0,03 0,19±0,03 0,18±0,04 0,18±0,04 0,17±0,03 0,17±0,04 0,17±0,04 0,17±0,03 Klp I 1,71±0,44 1,70±0,50 1,66±0,45 1,94±0,47 1,85±0,50 1,93±0,43 1,98±0,44 1,89±0,44 1,79±0,41 1,71±0,43 1,67±0,46 1,63±0,53 1,74±0,42 1,66±0,38 1,69±0,36 Klp II 1,43±0,13 1,38±0,17 1,32±0,25 1,62±0,28 1,18±0,50 1,51±0,23 1,47±0,25 1,49±0,20 1,44±0,19 1,45±0,16 1,52±0,15 1,44±0,30 1,44±0,16 1,41±0,13 1,34±0,10 Klp III 1,47±0,83 1,41±0,99 1,38±0,70 1,71±0,18 1,28±0,48 1,21±0,12 1,09±0,12 1,24±0,12 1,21±0,12 1,27±0,73 1,34±0,14 0,88±0,20 1,23±0,19 1,23±0,42 1,21±0,80 Klp I -0,14±0,09-0,10±0,08-0,10±0,15-0,12±0,17-0,11±0,16-0,07±0,22-0,14±0,18-0,15±0,21-0,15±0,21-0,14±o,22-0,15±0,22-0,16±0,19-0,13±0,14-0,13±0,17-0,11±0,11 Klp II -0,23±0,16-0,11±0,23-0,05±0,28-0,14±0,25-0,13±0,20-0,13±0,17-0,16±0,13-0,16±0,14-0,17±0,11-0,15±0,15-0,14±0,14-0,15±0,14-0,17±0,13-0,21±0,17-0,23±0,15 Klp III -0,28±0,25-0,26±0,09-0,24±0,10-0,22±0,07-0,22±0,08-0,27±0,07-0,18±0,18-0,21±0,18-0,23±0,18-0,27±0,14-0,24±0,21-0,25±0,20-0,23±0,22-0,14±0,20-0,12±0,23 Klp I 0,04±0,00 0,04±0,00 0,04±0,00 0,04±0,00 0,04±0,00 0,04±0,01 0,05±0,01 0,04±0,00 0,05±0,00 0,04±0,01 0,05±0,01 0,06±0,01 0,04±0,00 0,06±0,01 0,07±0,01 Klp II 0,05±0,01 0,04±0,01 0,05±0,01 0,04±0,01 0,05±0,01 0,04±0,01 0,04±0,01 0,04±0,00 0,04±0,01 0,04±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 Klp III 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,06±0,01 0,06±0,01 0,06±0,01 0,06±0,01 Klp I 0,11±0,01 0,11±0,01 0,12±0,02 0,11±0,01 0,10±0,02 0,12±0,01 0,12±0,01 0,12±0,01 0,12±0,01 0,11±0,01 0,11±0,01 0,11±0,01 0,11±0,01 0,11±0,01 0,11±0,01 Klp II 0,11±0,02 0,11±0,01 0,12±0,02 0,11±0,03 0,12±0,02 0,12±0,01 0,12±0,01 0,12±0,01 0,12±0,01 0,12±0,01 0,11±0,00 0,11±0,02 0,12±0,01 0,11±0,01 0,12±0,01 Klp III 0,11±0,00 0,11±0,01 0,12±0,01 0,12±0,01 0,12±0,01 0,12±0,02 0,13±0,02 0,12±0,02 0,12±0,02 0,12±0,02 0,13±0,02 0,13±0,02 0,13±0,02 0,13±0,02 0,13±0,02 Klp I 0,20±0,02 0,20±0,03 0,21±0,10 0,13±0,10 0,12±0,10 0,14±0,02 0,21±0,09 0,18±0,09 0,19±0,09 0,19±0,12 0,15±0,04 0,23±0,04 0,23±0,04 0,19±0,10 0,22±0,06 Klp II 0,20±0,01 0,21±0,02 0,22±0,02 0,22±0,01 0,21±0,02 0,22±0,02 0,22±0,01 0,23±0,01 0,23±0,01 0,22±0,02 0,23±0,01 0,21±0,03 0,19±0,04 0,21±0,03 0,21±0,04 Klp III 0,21±0,02 0,22±0,01 0,22±0,02 0,22±0,02 0,21±0,05 0,24±0,02 0,24±0,01 0,24±0,02 0,22±0,02 0,22±0,01 0,23±0,02 0,21±0,05 0,19±0,10 0,21±0,05 0,21±0,05 Klp I 125±14,48 70±38,60 113±20,92 99±28,98 104±29,38 98±16,51 91±21,83 92±17,06 91±19,69 91±20,76 91±19,59 90±18,80 93±12,59 96±11,36 101±14,14 Klp II 118±16,68 72±35,85 115±39,03 89±16,40 87±18,31 82±14,60 82±23,81 88±24,60 81±17,63 74±8,15 68±5,54 68±6,11 76±12,51 82±13,88 87±9,27 Klp III 120±11,21 65±13,45 116±21,00 93±25,80 97±28,77 88±41,49 85±21,84 80±13,82 75±11,91 70±11,00 73±11,94 70±13,57 76±13,95 78±15,06 85±11,74 Klp I 72±7,90 65±7,27 74±6,15 76±9,37 72±4,75 65±7,53 69±12,27 69±12,37 70±11,91 70±11,48 70±11,82 69±11,37 68±14,14 69±13,65 70±15,46 Klp II 61±4,72 63±6,52 65±9,31 66±8,68 64±8,70 62±5,90 61±6,60 61±6,20 60±7,01 58±6,86 55±5,49 59±8,52 58±7,28 59±8,35 60±8,11 Klp III 75±4,72 76±6,52 80±9,31 75±8,68 79±8,70 67±5,60 68±6,60 70±6,20 70±7,01 71±6,86 68±5,49 68±8,52 76±7,28 76±8,35 65±8,11

21 52 Amplitudo Gelombang P Hasil pengamatan terhadap nilai amplitudo gelombang P seperti ditunjukkan pada Gambar 21. Pada kelompok I, setelah diberikan preanestesi kombinasi atropin sulfat xylazin HCl, amplitudo gelombang P mengalami penurunan dari 0,14±0,06 mv ke 0,12±0,07 mv. Begitu pula pada kelompok II dari 0,13±0,03 mv ke 0,11±0,06 mv dan pada kelompok III dari 0,18±0,06 mv ke 0,16±0,03 mv. Secara umum penurunan amplitudo gelombang P pada 10 menit pertama relatif sama yaitu 0,02 mv. Setelah pemberian anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol terutama pada kelompok II terjadi penurunan amplitudo gelombang P sampai dengan 0,10±0,05 mv dan kelompok III turun sampai dengan 0,15±0,03 mv. Sedangkan pada kelompok I menit ke-20 amplitudo gelombang P relatif sama dengan menit ke-10 yaitu sebesar 0,12±0,03 mv. Penurunan nilai amplitudo gelombang P ini dapat disebabkan karena pengaruh pemberian xylazin HCl yang dipergunakan sebagai preanestesi. Xylazin HCl seolah-olah dapat menyebabkan terjadinya penghambatan pada atrioventrikular (AV block). Terjadinya penghambatan pada atrioventrikular dapat menyebabkan terjadinya keterlambatan pada konduksi listrik di atrium jantung (Avdosko et al. 2010). 0,25 Gelombang P (mv) 0,2 0,15 0,1 0, Waktu (menit) Kelompok I Kelompok II Kelompok III Gambar 21 Perubahan rata-rata amplitudo gelombang P sadapan II sebelum teranestesi dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl, induksi anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol, dan pemeliharaan anestesi dengan ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)

22 53 Setelah menit ke-20, yaitu setelah pemberian pemeliharaan anestesi dengan tetes infus IV secara gravimetrik terlihat perubahan amplitudo gelombang P. Pada kelompok I, setelah pemberian pemeliharaan anestesi dengan tetes infus IV secara gravimetrik dengan ketamin terjadi kenaikan amplitudo gelombang P menjadi 0,15±0,03 mv dengan kenaikan tertinggi terjadi pada menit ke-60 sebesar 0,16±0,03 mv. Pada menit ke-70 mengalami penurunan sebesar 0,14±0,03 mv. Setelah menit ke-70 terlampaui, gambaran amplitudo gelombang P terlihat relatif stabil sampai dengan menit ke-140 sebesar 0,14±0,03 mv. Pada kelompok II, setelah pemberian propofol sebagai pemelihara anestesi dengan tetes infus IV secara gravimetrik terlihat ketidakstabilan amplitudo gelombang P sampai dengan menit ke-80. Terjadi kenaikan amplitudo gelombang P pada menit ke-30 sampai dengan menit ke-40 berturut-turut adalah 0,13±0,04 mv dan 0,15±0,04 mv. Pada menit ke-50 sampai dengan menit ke-60 terjadi penurunan amplitudo gelombang P sebesar 0,13±0,04 mv dan 0,12±0,03 mv, kemudian pada menit ke-70 mengalami kenaikan sebesar 0,15±0,02 mv. Setelah menit ke- 70 terlampaui, terjadi penurunan amplitudo gelombang P sebesar 0,14±0,01 mv sampai dengan menit ke-140 sebesar 0,12±0,03 mv. Pada kelompok III, setelah pemberian kombinasi ketamin-propofol sebagai pemeliharaan anestesi dengan tetes infus IV secara gravimetrik gambaran amplitudo gelombang P relatif lebih stabil dibandingkan dengan pemberian ketamin atau propofol saja. Setelah pemberian pemeliharaan anestesi dengan kombinasi ketamin-propofol, yaitu pada menit ke-20, terjadi peningkatan amplitudo gelombang P pada menit ke-30 menjadi 0,18±0,03 mv dengan kenaikan tertinggi terjadi pada menit ke-40 sampai dengan menit ke-80 yaitu dengan amplitudo gelombang P berturut-turut sebesar 0,19±0,03 mv, 0,19±0,03 mv, 0,19±0,03 mv, 0,19±0,03 mv, dan 0,19±0,03 mv. Setelah menit ke-80 terlampaui, secara perlahan terjadi penurunan amplitudo gelombang P sampai dengan menit ke-140 menjadi 0,17±0,03 mv. Kenaikan amplitudo gelombang P berhubungan dengan kenaikan denyut jantung yang disebabkan karena pemberian ketamin HCl. Ketamin HCl mempunyai pengaruh dapat meningkatkan denyut jantung, sehingga nilai amplitudo gelombang P juga dapat meningkat (Avdosko et. al 2010). Ketamin juga dapat menstimulasi pelepasan norepineprin pada syaraf simpatik dan

23 54 menghambat perangsangan pada syaraf vagus (Adams 2001). Perangsangan syaraf simpatik dan penghambatan pada syaraf vagus dapat mengakibatkan peningkatan denyut jantung, peningkatan konduksi impuls listrik jantung, dan peningkatan kontraksi otot jantung. Pemberian tetes infus IV secara gravimetrik dengan propofol memberikan dinamika listrik jantung yang lebih dinamis dibandingkan dengan pemberian ketamin HCl maupun kombinasi ketamin HClpropofol. Pemberian kombinasi ketamin HCl-propofol mampu memberikan kestabilan listrik jantung yang paling baik. Amplitudo Gelombang R Amplitudo gelombang R adalah besarnya kekuatan arus listrik saat terjadinya depolarisasi ventrikel. Arus listrik ventrikel berasal dari NAV yang kemudian menyebar ke berkas His dan serabut Purkinje. Amplitudo gelombang R terlihat paling besar pada gambaran EKG karena banyaknya massa otot yang dilalui oleh impuls listrik yang dipergunakan untuk mendepolarisasi otot ventrikel. Hasil pengamatan amplitudo gelombang R seperti ditunjukkan pada Gambar 22. 2,5 Gelombang R (mv) 2 1,5 1 0, Waktu (menit) Kelompok I Kelompok II Kelompok III Gambar 22 Perubahan rata-rata amplitudo gelombang R sadapan II sebelum teranestesi dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl, induksi anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol, dan pemeliharaan anestesi dengan ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)

24 55 Pada kelompok I, setelah pemberian preanestesi kombinasi atropin sulfatxylazin HCl terjadi penurunan amplitudo gelombang R dari 1,71±0,44 mv ke 1,70±0,50 mv, demikian pula dengan kelompok II dari 1,43±0,13 mv ke 1,38±0,17 mv, dan kelompok III dari 1,47±0,83 mv ke 1,41±0,99 mv. Penurunan amplitudo gelombang R masih berlanjut setelah pemberian anestesi pada menit ke-10. Pada menit ke-20, kelompok I turun sampai dengan 1,66±0,45 mv, kelompok II 1,32±0,25 mv, dan kelompok III 1,38±0,70 mv. Penurunan amplitudo gelombang R dari menit ke-0 sampai dengan menit ke-20 disebabkan karena pengaruh pemberian preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl. Kombinasi atropin sulfat-xylazin HCl menyebabkan penghambatan konduksi listrik di ventrikel jantung dan serabut Purkinje, yang digambarkan dengan penurunan kekuatan impuls listrik di ventrikel (Carareto et al. 2008). Setelah pemberian pemeliharaan anestesi tetes infus IV secara gravimetrik, baik pada kelompok I, II, dan III pada menit ke-30 terjadi kenaikan amplitudo gelombang R, yaitu masing-masing menjadi 1,94±0,47 mv pada kelompok I, 1,62±0,28 mv pada kelompok II, dan 1,71±0,18 mv pada kelompok III. Kemudian pada menit ke-40 masing-masing kelompok mengalami penurunan amplitudo gelombang R menjadi 1,85±0,50 mv pada kelompok I, 1,18±0,50 mv pada kelompok II, dan 1,28±0,48 mv pada kelompok III. Setelah menit ke-40 terlampaui, gambaran masing-masing kelompok terlihat berbeda. Pada kelompok I, setelah menit ke-40 terlampaui, terjadi kenaikan amplitudo gelombang R secara perlahan dengan kenaikan tertinggi terjadi pada menit ke-60 sebesar 1,98±0,44 mv dan kemudian kembali turun sampai dengan menit ke-140 menjadi 1,69±0,36 mv. Pada kelompok II, terjadi kenaikan amplitudo gelombang R pada menit ke- 50 menjadi 1,51±0,23 mv dan secara perlahan menurun sampai dengan menit ke- 140 menjadi sebesar 1,34±0,10 mv. Sedangkan pada kelompok III, setelah menit ke-40 terlampaui, tetap terjadi penurunan amplitudo gelombang R sampai dengan menit ke-60 menjadi sebesar 1,09±0,12 mv, kemudian perlahan mengalami kenaikan sampai dengan menit ke-100 menjadi 1,34±0,14 mv. Pada menit ke-110 terjadi penurunan sebesar 0,88±0,20 mv, kemudian kembali naik menjadi 1,23±0,19 mv pada menit ke-120 dan relatif stabil sampai dengan menit ke-140 sebesar 1,21±0,80 mv.

25 56 Setelah pemberian tetes infus IV secara gravimetrik baik dengan ketamin HCl, propofol, dan kombinasinya mempunyai dinamika yang hampir sama pada 20 menit pertama. Setelah menit ke-40 terlampaui masing-masing kelompok perlakuan mengalami gambaran amplitudo gelombang R yang berbeda-beda. Secara umum gambaran amplitudo gelombang R yang diperoleh adalah relatif stabil. Pada pemberian kombinasi ketamin HCl-propofol perlu diwaspadai pada menit ke-110 dimana terjadi penurunan amplitudo gelombang R, namun pada menit selanjutnya kembali naik dan mencapai kestabilan. Perbedaan potensial aksi syaraf karena pemberian kombinasi ketamin HCl-propofol seolah-olah menyebabkan terkumpulnya impuls listrik jantung dan akan segera mencetuskan impuls listrik yang cukup besar pada dinding ventrikel jantung. Interval Gelombang QRS Interval gelombang QRS dibentuk dari gelombang Q, gelombang R, dan gelombang S. Interval gelombang QRS menggambarkan terjadinya depolarisasi pada ventrikel. Hasil pengamatan interval gelombang QRS seperti ditunjukkan pada Gambar 23. Interval QRS (detik) 0,08 0,07 0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0, Waktu (menit) Kelompok I Kelompok II Kelompok III Gambar 23 Perubahan rata-rata interval gelombang QRS sadapan II sebelum teranestesi dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl, induksi anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol, dan pemeliharaan anestesi dengan ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)

26 57 Pada kelompok I, setelah pemberian preanestesi kombinasi atropin sulfatxylazin HCl, induksi anestesi dengan kombinasi ketamin HCl-propofol, dan pemeliharaan anestesi dengan tetes infus IV secara gravimetrik dengan ketamin HCl, interval gelombang QRS relatif stabil dari menit ke-10 sampai dengan menit ke-50 sebesar 0,04±0,00 detik. Setelah menit ke-50 terlampaui gambaran interval gelombang QRS terlihat tidak stabil sampai dengan menit ke-140. Pada kelompok II, dari menit ke-10 sampai dengan menit ke-40 interval gelombang QRS terlihat tidak stabil. Setelah menit ke-40 terlampaui, terlihat kestabilan interval gelombang QRS yaitu sebesar 0,04±0,01 detik, kemudian pada menit ke-100 mengalami kenaikan menjadi 0,05±0,01 detik dan stabil sampai dengan menit ke- 140 sebesar 0,05±0,01 detik. Sedangkan pada kelompok III, kestabilan interval gelombang QRS terlihat dari menit ke-10 sampai dengan menit ke-100 yaitu sebesar 0,05±0,01 detik, kemudian mengalami kenaikan pada menit ke-110 menjadi 0,06±0,01 detik dan stabil kembali sampai dengan menit ke-140 sebesar 0,06±0,01 detik. Pada kelompok I dan II terlihat gambaran gelombang QRS yang kurang stabil dibandingkan dengan kelompok III. Hal ini disebabkan karena jantung mengalami aritmia jantung, yang ditandai dengan denyut jantung yang tidak beraturan akibat dari pemberian ketamin HCl atau propofol. Aritmia pada ventrikel jantung dapat disebabkan karena adanya wandering pacemaker pada ventrikel. Wandering pacemaker ditimbulkan oleh sekelompok sel yang dapat bertindak sebagai pacemaker selain NSA, sehingga menimbulkan pergeseran lokasi sumber arus listrik jantung. Wadering pacemaker diakibatkan karena pengaruh syaraf vagus. Perangsangan oleh syaraf vagus menyebabkan terjadinya kromotropik negatif, inotropik negatif, dan dromotropik negatif sehingga merangsang sel-sel pacemaker selain NSA untuk menghasilkan impuls listrik jantung. Kombinasi ketamin HCl-propofol dapat mengurangi kejadian aritmia pada jantung. Impuls listrik yang dihasilkan oleh NSA begitu kuat dan sangat cepat dilewatkan ke NAV sehingga akan melakukan kontak dengan seluruh sel-sel ventrikel untuk dialiri impuls listrik, maka kestabilan gambaran interval gelombang QRS dapat tercapai.

27 58 Interval Gelombang PQ Interval gelombang PQ menggambarkan adanya penghantaran impuls listrik melalui atrium saat depolarisasi atrium serta terjadinya hambatan impuls listrik melalui NAV. Interval gelombang PQ awal (menit ke-0) yang diperoleh adalah 0,11±0,01, 0,11±0,02, dan 0,11±0,00. Hasil pengamatan nilai interval PQ seperti ditunjukkan pada Gambar 24. Interval PQ (detik) 0,16 0,14 0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0, Waktu (menit) Kelompok I Kelompok II Kelompok III Gambar 24 Perubahan rata-rata interval PQ sadapan II sebelum teranestesi dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl, induksi anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol, dan pemeliharaan anestesi dengan ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III) Pada kelompok I, setelah pemberian preanestesi kombinasi atropin sulfatxylazin HCl interval gelombang PQ terlihat stabil dari 0,11±0,01 detik ke 0,11±0,01 detik. Demikian pula halnya dengan kelompok II dari 0,11±0,02 detik ke 0,11±0,01 detik, dan kelompok III dari 0,11±0,00 detik ke 0,11±0,01 detik. Setelah pemberian anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol terjadi kenaikan interval gelombang PQ, yaitu sampai dengan 0,12±0,02 detik pada kelompok I, 0,12±0,02 detik pada kelompok II, dan 0,12±0,01 detik pada kelompok III. Setelah menit ke-20 terlampaui, yaitu setelah pemberian pemeliharaan anestesi dengan infus IV secara gravimetrik masing-masing dengan ketamin HCl, propofol, dan kombinasinya, gambaran interval gelombang PQ terlihat bervariasi. Pada kelompok I, setelah menit ke-20 terlampaui terjadi penurunan interval gelombang PQ pada menit ke-30 dan berlanjut sampai dengan menit ke-40

TINJAUAN PUSTAKA Fisioanatomi Jantung

TINJAUAN PUSTAKA Fisioanatomi Jantung 5 TINJAUAN PUSTAKA Fisioanatomi Jantung Anatomi jantung terdiri dari empat ruang yaitu atrium kanan dan kiri, serta ventrikel kanan dan kiri yang dipisahkan oleh septum. Jantung dibungkus oleh suatu lapisan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STABILITAS ELEKTROKARDIOGRAM PADA ANJING DOMESTIK YANG DIANESTESI ANTARA KETAMIN, PROPOFOL DAN KOMBINASINYA I PUTU GEDE YUDHI ARJENTINIA

PERBANDINGAN STABILITAS ELEKTROKARDIOGRAM PADA ANJING DOMESTIK YANG DIANESTESI ANTARA KETAMIN, PROPOFOL DAN KOMBINASINYA I PUTU GEDE YUDHI ARJENTINIA PERBANDINGAN STABILITAS ELEKTROKARDIOGRAM PADA ANJING DOMESTIK YANG DIANESTESI ANTARA KETAMIN, PROPOFOL DAN KOMBINASINYA I PUTU GEDE YUDHI ARJENTINIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Lampiran 1 Klasifikasi status pasien pada prosedur anestesi menurut American Society of Anaesthesiologist (ASA)

Lampiran 1 Klasifikasi status pasien pada prosedur anestesi menurut American Society of Anaesthesiologist (ASA) LAMPIRAN 73 74 Lampiran 1 Klasifikasi status pasien pada prosedur anestesi menurut American Society of Anaesthesiologist (ASA) Katagori Kondisi Fisik Contoh kondisi klinik Hewan normal (sehat klinis) Tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 4 ruang yaitu atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan kanan, serta memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 4 ruang yaitu atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan kanan, serta memiliki BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Jantung Berdasarkan struktur anatomi, jantung hewan mamalia terbagi menjadi 4 ruang yaitu atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan kanan, serta memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Adaptasi hewan (kelompok AP,AIS,AIP) Torakotomi (kelompok AP,AIS,AIP) H + 2 H+2 H - 14 H-14 Teranestesi sempurna H Awal recovery H+7 Pengambilan darah simpan 30% total darah (kelompok AP) Post transfusi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Anestesi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen anestesi seperti obat analgesik yang dapat menghilangkan rasa sakit, sementara obat-obat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan 71 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Data penggunaan bahan anestetika diperoleh dari kuesioner yang diedarkan secara acak kepada 87 Dokter Hewan praktek melalui survei secara acak dari tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jantung Elektrofisiologi jantung Aktivitas listrik jantung merupakan perubahan permeabilitas membran sel,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jantung Elektrofisiologi jantung Aktivitas listrik jantung merupakan perubahan permeabilitas membran sel, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jantung 2.1.1. Elektrofisiologi jantung Aktivitas listrik jantung merupakan perubahan permeabilitas membran sel, yang menyebabkan terjadinya pergerakan ion yang keluar-masuk

Lebih terperinci

INTERPRETASI ELEKTROKARDIOGRAFI STRIP NORMAL HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA SULAWESI UTARA

INTERPRETASI ELEKTROKARDIOGRAFI STRIP NORMAL HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA SULAWESI UTARA INTERPRETASI ELEKTROKARDIOGRAFI STRIP NORMAL HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA SULAWESI UTARA PENDAHULUAN Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari rekaman aktivitas listrik jantung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dua ruang yaitu atrium kiri (sinister) dan kanan (dexter), dan dua ventrikel sinister

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dua ruang yaitu atrium kiri (sinister) dan kanan (dexter), dan dua ventrikel sinister BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomifisiologi Jantung Anjing Secara anatomi, jantung anjing memiliki empat ruang yang terbagi atas dua ruang yaitu atrium kiri (sinister) dan kanan (dexter), dan dua ventrikel

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Anestesi merupakan tahapan yang sangat penting dan strategis pada tindakan pembedahan, karena pembedahan tidak dapat dilakukan bila belum dilaksanakan anestesi. Sejarah membuktikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke seluruh tubuh dimana pada saat memompa jantung otot-otot jantung (miokardium) yang bergerak. Untuk fungsi tersebut, otot

Lebih terperinci

Laporan Pendahuluan Elektrokardiogram (EKG) Oleh Puji Mentari

Laporan Pendahuluan Elektrokardiogram (EKG) Oleh Puji Mentari Laporan Pendahuluan Elektrokardiogram (EKG) Oleh Puji Mentari 1106053344 A. Pengertian Tindakan Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu pencatatan grafis aktivitas listrik jantung (Price, 2006). Sewaktu impuls

Lebih terperinci

KONSEP DASAR EKG. Rachmat Susanto, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.MB (KV)

KONSEP DASAR EKG. Rachmat Susanto, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.MB (KV) KONSEP DASAR EKG Rachmat Susanto, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.MB (KV) TIU Setelah mengikuti materi ini peserta mampu memahami konsep dasar EKG dan gambaran EKG normal. TIK Setelah mengikuti materi ini peserta

Lebih terperinci

ANESTESI INFUS GRAVIMETRIK PADA ANJING (The Gravimetric Infuson Anaesthesia in Dogs)

ANESTESI INFUS GRAVIMETRIK PADA ANJING (The Gravimetric Infuson Anaesthesia in Dogs) ANESTESI INFUS GRAVIMETRIK PADA ANJING (The Gravimetric Infuson Anaesthesia in Dogs) I Gusti Ngurah Sudisma 1), Setyo Widodo 2), Dondin Sajuthi 2), Harry Soehartono 2), Putu Yudhi Arjentinia 1) 1) Bagian

Lebih terperinci

TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT INTERPRETASI DASAR EKG

TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT INTERPRETASI DASAR EKG TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT INTERPRETASI DASAR EKG Disusun untuk memenuhi tugas mandiri keperawatan gawat darurat Dosen Setiyawan S.Kep.,Ns.,M.Kep. Disusun oleh : NUGKY SETYO ARINI (P15037) PRODI D3

Lebih terperinci

Normal EKG untuk Paramedis. dr. Ahmad Handayani dr. Hasbi Murdhani

Normal EKG untuk Paramedis. dr. Ahmad Handayani dr. Hasbi Murdhani Normal EKG untuk Paramedis dr. Ahmad Handayani dr. Hasbi Murdhani Anatomi Jantung & THE HEART Konsep dasar elektrokardiografi Sistem Konduksi Jantung Nodus Sino-Atrial (SA) - pada pertemuan SVC dg atrium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anestesi digunakan secara luas dalam bidang kedokteran hewan seperti menghilangkan nyeri dan kesadaran pada tindakan pembedahan, pengendalian hewan (restraint), keperluan

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN FUNGSI SISTEM KARDIOVASKULER

STRUKTUR DAN FUNGSI SISTEM KARDIOVASKULER STRUKTUR DAN FUNGSI SISTEM KARDIOVASKULER Tujuan Pembelajaran Menjelaskan anatomi dan fungsi struktur jantung : Lapisan jantung, atrium, ventrikel, katup semilunar, dan katup atrioventrikular Menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein banyak terkandung dalam kopi, teh, minuman cola, minuman berenergi, coklat, dan bahkan digunakan juga untuk terapi, misalnya pada obatobat stimulan, pereda nyeri,

Lebih terperinci

JANTUNG 4 RUANG POMPA ATRIUM KA/KI, VENTRIKEL KA/KI SISTEM HANTAR KHUSUS YANG MENGHANTARKAN IMPULS LISTRIK DARI ATRIUM KE VENTRIKEL : 1.

JANTUNG 4 RUANG POMPA ATRIUM KA/KI, VENTRIKEL KA/KI SISTEM HANTAR KHUSUS YANG MENGHANTARKAN IMPULS LISTRIK DARI ATRIUM KE VENTRIKEL : 1. ELEKTROKARDIOGRAFI ILMU YANG MEMPELAJARI AKTIFITAS LISTRIK JANTUNG ELEKTROKARDIOGRAM (EKG) SUATU GRAFIK YANG MENGGAMBARKAN REKAMAN LISTRIK JANTUNG NILAI DIAGNOSTIK EKG PADA KEADAAN KLINIS : ARITMIA JANTUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anjing merupakan hewan peliharaan yang paling populer hampir di seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga memiliki jiwa pengabdian

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Anatomi Jantung

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Anatomi Jantung 4 BAB II TEORI DASAR 2.1. Jantung Jantung merupakan otot tubuh yang bersifat unik karena mempunyai sifat membentuk impuls secara automatis dan berkontraksi ritmis [4], yang berupa dua pompa yang dihubungkan

Lebih terperinci

SOP ECHOCARDIOGRAPHY TINDAKAN

SOP ECHOCARDIOGRAPHY TINDAKAN SOP ECHOCARDIOGRAPHY N O A B C FASE PRA INTERAKSI TINDAKAN 1. Membaca dokumentasi keperawatan. 2. Menyiapkan alat-alat : alat echocardiography, gel, tissu. 3. Mencuci tangan. FASE ORIENTASI 1. Memberikan

Lebih terperinci

Ditulis pada Rabu, 20 September :47 WIB oleh damian dalam katergori Pemeriksaan tag EKG, ECG, pemeriksaan, elektromedis

Ditulis pada Rabu, 20 September :47 WIB oleh damian dalam katergori Pemeriksaan tag EKG, ECG, pemeriksaan, elektromedis - V1 di garis parasternal kanan sejajar dengan ICS 4 berwarna merah Elektrokardiografi (EKG) Ditulis pada Rabu, 20 September 2017 08:47 WIB oleh damian dalam katergori Pemeriksaan tag EKG, ECG, pemeriksaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontraksi sel otot jantung untuk menyemprotkan darah dipicu oleh potensial aksi yang menyapu ke seluruh membrane sel otot. Jantung berkontraksi, atau berdenyut secara

Lebih terperinci

ADVANCED ECG INTERPRETATION ARITMIA DISRITMIA. Oleh : Bambang Sutikno

ADVANCED ECG INTERPRETATION ARITMIA DISRITMIA. Oleh : Bambang Sutikno ADVANCED ECG INTERPRETATION ARITMIA Oleh : Bambang Sutikno DISRITMIA Kelainan/gangguan dalam kecepatan, irama, tempat asal impuls, atau gangguan konduksi yang menyebabkan perubahan dalam urutan normal

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian tentang profil nilai fisiologis kardiorespirasi dan suhu tubuh Macaca fascicularis tersedasi (nilai rataan denyut jantung, nafas, suhu tubuh dan EKG) pada perbedaan

Lebih terperinci

Intro. - alifis.wordpress.com

Intro. - alifis.wordpress.com Intro. Manusia tidak bisa melihat, merasa, mencium atau menyadari keberadaan listrik dengan inderanya, baik untuk muatan maupun untuk medan listriknya. Baru pada akhir abad 18 hal-hal mengenai listrik

Lebih terperinci

Kontrol Dari Kecepatan Denyut Jantung

Kontrol Dari Kecepatan Denyut Jantung Kontrol Dari Kecepatan Denyut Jantung Pacemaker akan menyebabkan jantung berdenyut ± 100X permenit, dalam kenyataannya jantung akan berdenyut antara 60-140 kali permenit tergantung kebutuhan. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN 57 MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Bagian Bedah Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Bagian Fisiologi Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id 40 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab IV ini dibahas tentang rangkaian proses pengolahan data EKG. Bagian pertama dibahas proses pengambilan data EKG dan hasil ekstraksi fitur EKG

Lebih terperinci

A. Pengukuran tekanan darah secara tidak langsung

A. Pengukuran tekanan darah secara tidak langsung Materi 3 Kardiovaskular III A. Pengukuran tekanan darah secara tidak langsung Tujuan a. Mengukur tekanan darah arteri dengan cara palpasi b. Mengukur tekanan darah arteri dengan cara auskultasi Dasar Teori

Lebih terperinci

ANATOMI JANTUNG MANUSIA

ANATOMI JANTUNG MANUSIA ANATOMI JANTUNG MANUSIA Sistem kardiovaskuler merupakan sistem yang memberi fasilitas proses pengangkutan berbagai substansi dari, dan ke sel-sel tubuh. Sistem ini terdiri dari organ penggerak yang disebut

Lebih terperinci

ELEKTROKARDIOGRAM ANJING DOMESTIK YANG DIBERIKAN KOMBINASI XILASIN DAN KETAMIN SECARA SUBKUTAN SEBAGAI PEMELIHARA ANESTESI SKRIPSI

ELEKTROKARDIOGRAM ANJING DOMESTIK YANG DIBERIKAN KOMBINASI XILASIN DAN KETAMIN SECARA SUBKUTAN SEBAGAI PEMELIHARA ANESTESI SKRIPSI ELEKTROKARDIOGRAM ANJING DOMESTIK YANG DIBERIKAN KOMBINASI XILASIN DAN KETAMIN SECARA SUBKUTAN SEBAGAI PEMELIHARA ANESTESI SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai

Lebih terperinci

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,

Lebih terperinci

Jurnal Einstein 2 (3) (2014): Jurnal Einstein. Available online

Jurnal Einstein 2 (3) (2014): Jurnal Einstein. Available online Jurnal Einstein Available online http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/einstein RANCANG BANGUN INSTRUMENTASI ELEKTROKARDIOGRAFI BERBANTUAN PC MENGGUNAKAN SOUNDSCOPE Evi Ulandari dan Ridwan Abdullah

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian B. Tujuan tindakan C. Indikasi, kontra indikasi, dan komplikasi tindakan Indikasi tindakan Kontraindikasi

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian B. Tujuan tindakan C. Indikasi, kontra indikasi, dan komplikasi tindakan Indikasi tindakan Kontraindikasi BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu sinyal yang dihasilkan oleh aktivitas listrik otot jantung. EKG ini merupakan rekaman informasi kondisi jantung yang diambil dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan belum bisa dilakukan tanpa anestesi (Hall dan Clarke, 1983).

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan belum bisa dilakukan tanpa anestesi (Hall dan Clarke, 1983). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anestesi adalah tahapan yang sangat penting pada prosedur pembedahan. Prosedur awal pembedahan harus didahului dengan pemberian anestesi karena pembedahan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA

UNIVERSITAS GADJAH MADA UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN Jl. Farmako Sekip Utara Yogyakarta Buku 2: RKPM Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan Modul Pembelajaran Pertemuan ke-12 Modul

Lebih terperinci

Sinyal ECG. ECG Signal 1

Sinyal ECG. ECG Signal 1 Sinyal ECG ECG Signal 1 Gambar 1. Struktur Jantung. RA = right atrium, RV = right ventricle; LA = left atrium, dan LV = left ventricle. ECG Signal 2 Deoxygenated blood Upper body Oxygenated blood Right

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan campuran dari beberapa bahan pokok lilin yaitu gondorukem, damar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan campuran dari beberapa bahan pokok lilin yaitu gondorukem, damar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Paparan asap pembakaran lilin batik 2.1.1 Lilin batik Lilin batik (malam) adalah bahan yang digunakan untuk menutup permukaan kain mengikuti gambar motif batik, sehingga permukaan

Lebih terperinci

KELISTRIKAN DALAM TUBUH. MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Mekanika dan Keelektromagnetan yang dibina oleh Bapak Sutarman dan Ibu Erni Yulianti

KELISTRIKAN DALAM TUBUH. MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Mekanika dan Keelektromagnetan yang dibina oleh Bapak Sutarman dan Ibu Erni Yulianti KELISTRIKAN DALAM TUBUH MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Mekanika dan Keelektromagnetan yang dibina oleh Bapak Sutarman dan Ibu Erni Yulianti Oleh Off A Ghufron Nurpatriya Krisna () Rifka Amilia

Lebih terperinci

Cara Kerja Sistem Saraf Simpatik dan Parasimpatik loading...

Cara Kerja Sistem Saraf Simpatik dan Parasimpatik loading... Cara Kerja Sistem Saraf Simpatik dan Parasimpatik loading... Saraf simpatik dan parasimpatik termasuk ke dalam sistem saraf tak sadar. Saraf simpatik berpangkal pada sumsum tulang belakang (medula spinalis)

Lebih terperinci

dampak autotransfusi preoperatif, intraoperatif sederhana, dan intraoperatif pencucian terhadap aktivitas listrik jantung.

dampak autotransfusi preoperatif, intraoperatif sederhana, dan intraoperatif pencucian terhadap aktivitas listrik jantung. 2 dampak autotransfusi preoperatif, intraoperatif sederhana, dan intraoperatif pencucian terhadap aktivitas listrik jantung. TINJAUAN PUSTAKA Autotransfusi Darah untuk transfusi dibedakan menjadi dua tipe,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensial permukaan tubuh (Sumber: Clark Jr, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensial permukaan tubuh (Sumber: Clark Jr, 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya seluruh fungsi dan aktivitas tubuh melibatkan listrik. Tubuh manusia menghasilkan sinyal listrik dari hasil aksi elektrokimia sel-sel tertentu dan listrik

Lebih terperinci

KETERAMPILAN DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN ELEKTROKARDIOGRAFI (EKG)

KETERAMPILAN DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN ELEKTROKARDIOGRAFI (EKG) KETERAMPILAN DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN ELEKTROKARDIOGRAFI (EKG) Buku Pedoman Keterampilan Klinis FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2017 LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS KETERAMPILAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi umum merupakan teknik yang sering dilakukan pada berbagai macam prosedur pembedahan. 1 Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi anestesi. 2 Idealnya induksi

Lebih terperinci

Penemuan klinis penting yang boleh dikaitkan dengan kejadian palpitasi :

Penemuan klinis penting yang boleh dikaitkan dengan kejadian palpitasi : PENDAHULUAN ANAMNESIS PEMERIKSAAN FISIK Ventrikel takikardia umumnya mencerminkan tingkat ketidakstabilan hemodinamik. Tandatanda gagal jantung kongestif ialah hipotensi, hipoksemia, distensi vena jugularis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infark miokard akut mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibart suplai darah yang tidak adekuat, sehingga aliran darah koroner

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakhea merupakan hal yang rutin dilakukan pada anastesi umum. Namun tindakan laringoskopi dan intubasi tersebut dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah pemberian obat-obatan sebelum tindakan anestesi umum dengan tujuan utama menenangkan pasien, menghasilkan induksi anestesi yang halus, mengurangi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Latar belakang. hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Latar belakang. hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Anestesi adalah hilangnya rasa sakit yang disertai atau tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Darah 2.1.1. Hematologi Darah Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang

Lebih terperinci

AKTIFITAS LISTRIK JANTUNG. Potensial Aksi Pada Jantung

AKTIFITAS LISTRIK JANTUNG. Potensial Aksi Pada Jantung AKTIFITAS LISTRIK JANTUNG Potensial Aksi Pada Jantung Pendahuluan Jantung : Merupakan organ vital Fungsi Jantung : Memompakan darah ke seluruh tubuh. Jantung terletak pada rongga dada sebelah kiri. Batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi seorang anestesiologis, mahir dalam penatalaksanaan jalan nafas merupakan kemampuan yang sangat penting. Salah satu tindakan manajemen jalan nafas adalah tindakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi. Obat analgesik akan menghilangkan rasa sakit, sementara obat tranquilliser akan menenangkan hewan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Masyarakat telah mengetahui bahwa kebiasaan. berolah raga adalah cara yang efektif untuk menjaga

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Masyarakat telah mengetahui bahwa kebiasaan. berolah raga adalah cara yang efektif untuk menjaga BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masyarakat telah mengetahui bahwa kebiasaan berolah raga adalah cara yang efektif untuk menjaga kesehatan. Gerak tubuh yang pasif dapat meningkatkan faktor risiko

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Pemeriksaan Fisik dan Jantung Hasil pemeriksaan fisik yang meliputi suhu tubuh, frekuensi nafas dan frekuensi jantung menunjukkan bahwa kelima hewan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB VII SISTEM SYARAF MANUSIA

BAB VII SISTEM SYARAF MANUSIA BAB VII SISTEM SYARAF MANUSIA Dalam tubuh manusia, semua sistem bekerja secara serentak dan terkoordinasi serta sepenuhnya serasi untuk suatu tujuan yang pasti, yakni agar tubuh tetap hidup. Gerakan terkecil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jantung merupakan salah satu organ terpenting dalam tubuh manusia. Jantung yaitu organ otot (muskular) berongga yang memompa darah lewat pembuluh darah sehingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 Variabel yang diamati : Gambar 5 Alur penelitian terhadap babi A, B, dan C 1. Gejala pada saat periode induksi 2. Onset anestesi 3. Durasi anestesi 4. Temperatur tubuh ( o C) 5. Frekuensi denyut jantung

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang fisiologi dan ergonomi. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan menggunakan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang fisiologi dan ergonomi. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan menggunakan BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang fisiologi dan ergonomi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini telah dilakukan di kelompok pengrajin batik tulis

Lebih terperinci

Elektrokardiogram Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang Teranestesi Kombinasi Ketamin-Silasin

Elektrokardiogram Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang Teranestesi Kombinasi Ketamin-Silasin Jurnal Ilmu dan Kesehatan Hewan, Februari 2015 Vol 3 No 1: 11-16 Elektrokardiogram Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang Teranestesi Kombinasi Ketamin-Silasin Electrocardiogram of Long Taied Macaque

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA

UNIVERSITAS GADJAH MADA UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN Jl. Farmako Sekip Utara Yogyakarta Buku 2: RKPM Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan Modul Pembelajaran Pertemuan ke-9 Modul

Lebih terperinci

terdapat perbedaan elektrik dari gangguan irama yang ditemukan. 1 Diagnosis atrial flutter dan atrial fibrilasi biasanya berdasarkan pengawasan irama

terdapat perbedaan elektrik dari gangguan irama yang ditemukan. 1 Diagnosis atrial flutter dan atrial fibrilasi biasanya berdasarkan pengawasan irama BAB I PENDAHULUAN Atrial flutter merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan gangguan irama jantung (aritmia). Atrial flutter berkaitan dengan kondisi kardiovaskular dan dapat menyebabkan kematian. Angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kasus keracunan pestisida organofosfat.1 Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kasus keracunan pestisida organofosfat.1 Menurut World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan pestisida secara luas berdampak pada meningkatnya kasus, yakni sebanyak 80% kasus pestisida merupakan kasus pestisida.1 Menurut World Health Organization

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propofol adalah obat anestesi intravena yang sangat populer saat ini

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propofol adalah obat anestesi intravena yang sangat populer saat ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propofol adalah obat anestesi intravena yang sangat populer saat ini dikarenakan memiliki waktu mula kerja, durasi dan waktu pulih sadar yang singkat. 1,2 Disamping

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. 6.1 Korelasi antara paparan arus listrik dosis bertingkat dengan jumlah titik hiperkontraksi serabut otot jantung

BAB 6 PEMBAHASAN. 6.1 Korelasi antara paparan arus listrik dosis bertingkat dengan jumlah titik hiperkontraksi serabut otot jantung BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Korelasi antara paparan arus listrik dosis bertingkat dengan jumlah titik hiperkontraksi serabut otot jantung Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi bermakna antara

Lebih terperinci

Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin

Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin Identifikasi Karakter Temporal dan Potensial Listrik Statis dari Kompleks QRS dan Segmen ST Elektrokardiogram (EKG) Pada Penderita dengan Kelainan Jantung Hipertrofi Ventrikel Kiri Hariati 1, Wira Bahari

Lebih terperinci

KETERAMPILAN DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN ELEKTROKARDIOGRAFI (EKG)

KETERAMPILAN DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN ELEKTROKARDIOGRAFI (EKG) KETERAMPILAN DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN ELEKTROKARDIOGRAFI (EKG) Buku Pedoman Keterampilan Klinis FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016 LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS KETERAMPILAN

Lebih terperinci

Curah jantung. Nama : Herda Septa D NPM : Keperawatan IV D. Definisi

Curah jantung. Nama : Herda Septa D NPM : Keperawatan IV D. Definisi Nama : Herda Septa D NPM : 0926010138 Keperawatan IV D Curah jantung Definisi Kontraksi miokardium yang berirama dan sinkron menyebabkan darah dipompa masuk ke dalam sirkulasi paru dan sistemik. Volume

Lebih terperinci

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI Conducted by: Jusuf R. Sofjan,dr,MARS 2/17/2016 1 Jantung merupakan organ otot

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propofol telah digunakan secara luas untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum. Obat ini mempunyai banyak keuntungan seperti mula aksi yang cepat dan pemulihan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam detak per menit atau beats per minute (bpm). Frekuensi denyut jantung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam detak per menit atau beats per minute (bpm). Frekuensi denyut jantung BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fisiologis Sistem Kardiovaskuler dan Pernafasan (Kardiorespirasi) 2.1.1. Heart Rate/Frekuensi Denyut Jantung Heart rate adalah jumlah detak jantung per satuan waktu, biasanya

Lebih terperinci

OBAT OBAT EMERGENSI. Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt.

OBAT OBAT EMERGENSI. Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt. OBAT OBAT EMERGENSI Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt. PENGERTIAN Obat Obat Emergensi adalah obat obat yang digunakan untuk mengembalikan fungsi sirkulasi dan mengatasi keadaan gawat darurat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segmen ST yang persisten dan peningkatan biomarker nekrosis miokardium.

BAB I PENDAHULUAN. segmen ST yang persisten dan peningkatan biomarker nekrosis miokardium. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMAEST) adalah sindrom klinis yang ditandai dengan gejala khas iskemia miokardium disertai elevasi segmen ST yang persisten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Kegiatan olahraga sekarang ini telah benar-benar. menjadi bagian masyarakat kita, baik pada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Kegiatan olahraga sekarang ini telah benar-benar. menjadi bagian masyarakat kita, baik pada masyarakat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kegiatan olahraga sekarang ini telah benar-benar menjadi bagian masyarakat kita, baik pada masyarakat atau golongan sosial ekonomi rendah sampai menengah ke atas.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Temperatur Tubuh Temperatur tubuh didefinisikan sebagai derajat panas tubuh. Temperatur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Temperatur Tubuh Temperatur tubuh didefinisikan sebagai derajat panas tubuh. Temperatur BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Temperatur Tubuh Temperatur tubuh didefinisikan sebagai derajat panas tubuh. Temperatur tubuh hewan merupakan keseimbangan antara produksi panas tubuh yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

Ekstraksi Parameter Temporal Sinyal ECG Menggunakan Difference Operation Method

Ekstraksi Parameter Temporal Sinyal ECG Menggunakan Difference Operation Method 194 Ekstraksi Parameter Temporal Sinyal ECG Menggunakan Difference Operation Method Abdul Yasak *, Achmad Arifin Jurusan Teknik Elektro, ITS Surabaya 60 Phone : (62 31) 594 7302, Fax : (62 31) 593 1237

Lebih terperinci

listrik Gaya fundamental Berkas Elektron Sinar - X Hukum Coloumb Induksi Tabung Katoda Tabung Televisi Isolator dan konduktor Sistem Syaraf

listrik Gaya fundamental Berkas Elektron Sinar - X Hukum Coloumb Induksi Tabung Katoda Tabung Televisi Isolator dan konduktor Sistem Syaraf listrik Gaya fundamental Berkas Elektron Hukum Coloumb Sinar - X Induksi Tabung Katoda Isolator dan konduktor Tabung Televisi Mesin penginduksi Sistem Syaraf Medan Listrik Potensial listrik Ikan Listrik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya peningkatan tekanan pengisian (backward failure), atau kombinasi

BAB I PENDAHULUAN. adanya peningkatan tekanan pengisian (backward failure), atau kombinasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal jantung terjadi ketika jantung tidak dapat memompa darah ke seluruh tubuh dengan jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan metabolik tubuh (forward failure), atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi yang pesat mempermudah manusia dalam mencapai kebutuhan hidup. Hal tersebut telah merambah segala bidang termasuk dalam bidang kedokteran.

Lebih terperinci

Citra Rosyidah, 1 Ilhamjaya Patellongi, 1 A. Mushawwir Taiyeb, 2

Citra Rosyidah, 1 Ilhamjaya Patellongi, 1 A. Mushawwir Taiyeb, 2 PENGARUH PROGRAM PRA STUDI TARUNA TERHADAP DENYUT JANTUNG DAN HIPERTROFI VENTRIKEL KIRI PADA TARUNA AKADEMI TEKNIK DAN KESELAMATAN PENERBANGAN MAKASSAR EFFECTS OF STUDENT PRE STUDY PROGRAM AGAINST HEART

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat kaitannya. Pasien dengan diabetes mellitus risiko menderita penyakit kardiovaskular meningkat menjadi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. 1. Dosen Pembimbing 2. Pembimbing Lapangan 3. Bagian Lab TelkoMedika 4. TelkoMedika

KATA PENGANTAR. 1. Dosen Pembimbing 2. Pembimbing Lapangan 3. Bagian Lab TelkoMedika 4. TelkoMedika ABSTRAK Kerja Praktik merupakan suatu program kurikuler yang dirancang untuk menciptakan pengalaman kerja tertentu bagi mahasiswa di Universitas Telkom yang menempuh perkuliahan selama enam semester. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan dan anestesi merupakan suatu kondisi yang dapat memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani pembedahan sudah tentunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber energi hewan dan tumbuhan. Glukosa merupakan bahan bakar universal

BAB I PENDAHULUAN. sumber energi hewan dan tumbuhan. Glukosa merupakan bahan bakar universal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Glukosa darah atau sering disebut gula darah adalah salah satu gula monosakarida dan salah satu sumber karbon terpenting yang digunakan sebagai sumber

Lebih terperinci

ANALISIS ELEKTROKARDIOGRAM AUTOTRANSFUSI DARAH PADA BABI LOKAL INDONESIA (Sus domestica) SEBAGAI MODEL UNTUK MANUSIA KHANSAA MIRAJZIANA

ANALISIS ELEKTROKARDIOGRAM AUTOTRANSFUSI DARAH PADA BABI LOKAL INDONESIA (Sus domestica) SEBAGAI MODEL UNTUK MANUSIA KHANSAA MIRAJZIANA ANALISIS ELEKTROKARDIOGRAM AUTOTRANSFUSI DARAH PADA BABI LOKAL INDONESIA (Sus domestica) SEBAGAI MODEL UNTUK MANUSIA KHANSAA MIRAJZIANA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN

Lebih terperinci

0.1% kasus di rumah sakit di Amerika Serikat dengan usia rata-rata 67 tahun dan lakilaki

0.1% kasus di rumah sakit di Amerika Serikat dengan usia rata-rata 67 tahun dan lakilaki 1. Definisi Atrial flutter merupakan bentuk aritmia berupa denyut atrium yang terlalu cepat akibat aktivitas listrik atrium yang berlebihan ditandai dengan denyut atrial rata-rata 250 hingga 350 kali per

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Macaca fascicularis (Anonim )

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Macaca fascicularis (Anonim ) 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Biologi Macaca fascicularis Sistematika monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) adalah : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Primata Famili

Lebih terperinci

STRUKTUR JANTUNG RUANG JANTUNG KATUP JANTUNG tiga katup trikuspidalis dua katup bikuspidalis katup mitral Katup pulmonal Katup aorta Arteri Koroner

STRUKTUR JANTUNG RUANG JANTUNG KATUP JANTUNG tiga katup trikuspidalis dua katup bikuspidalis katup mitral Katup pulmonal Katup aorta Arteri Koroner Pengertian Kardiovaskuler Sistem Kardiovaskuler yaitu sistem peredaran darah di dalam tubuh. Sistem Kardiovaskuler terdiri dari darah,jantung dan pembuluh darah. Jantung terletak di dalam mediastinum di

Lebih terperinci

GANGGUAN IRAMA JANTUNG ( ARITMIA / DISRITMIA )

GANGGUAN IRAMA JANTUNG ( ARITMIA / DISRITMIA ) GANGGUAN IRAMA JANTUNG ( ARITMIA / DISRITMIA ) I. Pendahuluan Istilah disritmia dan aritmia pada dasarnya mempunyai maksud yang sama, meskipun disritmia diartikan sebagai abnormalitas irama jantung sedangkan

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGARUH PEMBERIAN KAFEIN ORAL TERHADAP INTERVAL EKG

ABSTRAK PENGARUH PEMBERIAN KAFEIN ORAL TERHADAP INTERVAL EKG ABSTRAK PENGARUH PEMBERIAN KAFEIN ORAL TERHADAP INTERVAL EKG Vika Fransiska, 2008. Pembimbing : Jo Suherman, dr., MS., AIF Endang Evacuasiany, dra., Apt., MS., AFK Latar Belakang : Kafein banyak terkandung

Lebih terperinci

KANAL ION SEBAGAI TARGET AKSI OBAT YENI FARIDA S.FARM., M.SC.,APT

KANAL ION SEBAGAI TARGET AKSI OBAT YENI FARIDA S.FARM., M.SC.,APT KANAL ION SEBAGAI TARGET AKSI OBAT YENI FARIDA S.FARM., M.SC.,APT Kanal ion Peran penting kanal ion dalam sel adalah : 1. transport ion 2. pengaturan potensi listrik di membrane sel 3. signaling sel (kanal

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang fisiologi dan farmakologitoksikologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan Desa Kepakisan

Lebih terperinci

DASAR-DASAR SISTEM SYARAF DAN JARINGAN SYARAF

DASAR-DASAR SISTEM SYARAF DAN JARINGAN SYARAF DASAR-DASAR SISTEM SYARAF DAN JARINGAN SYARAF Sistem syaraf bertanggung jawab dalam mempertahankan homeostasis tubuh (kesetimbangan tubuh, lingkungan internal tubuh stabil) Fungsi utamanya adalah untuk:

Lebih terperinci

ELEKTROKARDIOGRAM MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) YANG TERANESTESI KOMBINASI KETAMIN-SILASIN SKRIPSI

ELEKTROKARDIOGRAM MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) YANG TERANESTESI KOMBINASI KETAMIN-SILASIN SKRIPSI ELEKTROKARDIOGRAM MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) YANG TERANESTESI KOMBINASI KETAMIN-SILASIN SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana

Lebih terperinci

JANTUNG dan PEREDARAN DARAH. Dr. Hamidie Ronald, M.Pd, AIFO

JANTUNG dan PEREDARAN DARAH. Dr. Hamidie Ronald, M.Pd, AIFO JANTUNG dan PEREDARAN DARAH Dr. Hamidie Ronald, M.Pd, AIFO Jantung merupakan organ utama dalam system kardiovaskuler. Jantung dibentuk oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang memproduksi 2 hormon yaitu tiroksin (T 4 ) dan triiodotironin (T 3

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang memproduksi 2 hormon yaitu tiroksin (T 4 ) dan triiodotironin (T 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelenjar tiroid merupakan salah satu kelenjar dalam sistem endokrin manusia yang memproduksi 2 hormon yaitu tiroksin (T 4 ) dan triiodotironin (T 3 ) yang dikontrol

Lebih terperinci