HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan"

Transkripsi

1 71 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Data penggunaan bahan anestetika diperoleh dari kuesioner yang diedarkan secara acak kepada 87 Dokter Hewan praktek melalui survei secara acak dari tempat praktek Dokter Hewan di Rumah Sakit Hewan, Klinik Hewan, dan Praktek Umum. Survei dilakukan di daerah Jawa dan Bali dengan jumlah responden 87 tempat praktek dari 110 kuesioner yang diedarkan. Dari evaluasi kuesioner diperoleh informasi bahwa penggunaan metode anestesi yang lebih banyak dipilih adalah metode anestesi secara injeksi, yaitu sebesar 81%, sedangkan anestesi inhalasi hanya 10,5%, dan anestesi gabungan sebesar 8,5%. Penanganan pasien dengan melakukan pembedahan diluar ruangan operasi atau eksitu mencapai 43%. Jenis anestetika yang paling banyak digunakan adalah injeksi kombinasi ketamine HCl-xylazine HCl kurang lebih 85%, sedangkan anestesi inhalasi dengan isofluran hanya 15%. Kendala yang ditemukan apabila menggunakan anestesi injeksi adalah status teranestesi tidak stabil dan memerlukan pengulangan pemberian anestetikum pada saat operasi sedang berlangsung mencapai 45%, sedangkan pemulihan lama, tidak mulus, dan mempunyai efek samping kejang dan muntah mendekati 32,5%. Hal ini berdampak pada ketenangan proses operasi mengalami gangguan sekitar 22,5%. Penggunaan anestesi inhalasi dengan isofluran juga menimbulkan kendala seperti penggunaaan instalasi yang rumit mencapai 48,5%, keterbatasan penggunaan mesin anestesi inhalasi untuk operasi hewan dilapangan kurang lebih 41%, dan keterbatasan jenis operasi yang dapat dilakukan sekitar 10,5% karena tidak dapat digunakan untuk penangan bronkhoskopi dan laringoskopi. Sebagian besar para Dokter Hewan praktek sangat mengharapkan adanya anestesi yang menghasilkan durasi panjang menjangkau 65,4% dan adanya anestetikum yang praktis, aman, serta ekonomis sekitar 34,6%, seperti disajikan pada Tabel 8.

2 72 Tabel 8 Data hasil edaran kuesioner kepada Dokter Hewan Praktek di Jawa dan Bali dengan responden 87 tempat praktek Dokter Hewan dari 110 kuesioner yang diedarkan (79%) Parameter Jenis Prosentase Metode anestesi Injeksi Inhalasi Gabungan Jenis anestetikum Injeksi ketamine HCl dan xylazine HCl Inhalasi isofluran Tempat pelaksanaan operasi Lapangan (outdoor) Ruangan (indoor) Kendala selama operasi Metode Injeksi : Ulangan pembiusan Siuman tidak mulus (smooth) Gangguan operasi Metode Inhalasi : Instalasi rumit Keterbatasan di lapangan Keterbatasan jenis operasi Keinginan praktisi Durasi pemeliharaan panjang Aman dan praktis Catatan : Prosentase yang diperoleh hanya merupakan penilaian individu terhadap pertanyaan, tidak menjelaskan alasan pemilihan. 81,0 10,5 8,5 85,0 15,0 43,0 57,0 45,0 32,5 22,5 48,5 41,0 10,5 65,4 34,6 Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan di atas, diperlukan inovasi untuk mendapatkan jenis anestetikum dan metode anestesi yang praktis untuk operasi dilapangan, aman untuk sistem vital, ekonomis, dan mempunyai durasi yang panjang sehingga menghasilkan anestesi yang lebih stabil dan tindakan operasi dapat berjalan dengan tenang. Penelitian Tahap Pertama Studi ini dilakukan tanpa tindakan operasi. Penelitian tahap pertama untuk mendapatkan keterpilihan kombinasi preanestesi dan induksi anestesi pada anjing, yaitu : grup 1, 2, dan grup 3 dipreanestesi dengan atropine sulfate dosis 0,03

3 73 mg/kgbb xylazine HCl dosis 2 mg/kgbb secara intramuskuler dan 10 menit kemudian diinduksi secara intravena masing-masing dengan ketamine HCl dosis 4 mg/kg BB, propofol dosis 4 mg/kg BB, dan kombinasi ketamine HCl dosis 4 mg/kg BB - propofol dosis 4 mg/kg BB. Grup 4, 5, dan grup 6 dipreanestesi atropine sulfate dosis 0,03 mg/kgbb midazolam dosis 0,2 mg/kgbb secara intramuskuler dan 10 menit kemudian masing-masing diinduksi secara intravena dengan ketamine HCl dosis 4 mg/kg BB, propofol dosis 4 mg/kg BB, dan kombinasi ketamine HCl dosis 4 mg/kg BB - propofol dosis 4 mg/kg BB. Pengukuran parameter dilakukan sebelum perlakuan atau menit ke-0 dan setiap 10 menit sampai menit ke-80. Parameter yang diamati adalah waktu anestesi dan respon fisiologis hewan terutama perubahan sistem kardiovaskuler dan respirasi. Waktu Anestesi Grup 1 menunjukkan waktu induksi sekitar 9,25 ± 3,30 menit, durasi anestesi 17,5 ± 3,87 menit, dan waktu pemulihan 38,00 ± 12,36 menit. Grup 2 menunjukkan waktu induksi lebih cepat, yaitu 2,25 ± 0,50 menit, durasi singkat, sekitar 22,50 ± 5,91 menit, dan waktu pemulihan mencapai 39,75 ± 9,03 menit. Grup 3 menunjukkan waktu induksi yang cepat, menpai 2,75 ± 0,50 menit, durasi lebih lama, yaitu 30,50 ± 9,39 menit, dan waktu pemulihan 31,25 ± 7,32 menit. Grup 4 dan 5 menunjukkan waktu induksi, durasi, dan waktu pemulihan yang tidak dapat ditentukan karena hanya menghasilkan sedasi ringan, sedangkan analgesia dan relaksasi tidak terjadi, sehingga hewan tidak memenuhi syarat disebut teranestesi. Sedangkan grup 6 menunjukkan waktu induksi sekitar 2,25 ± 0,57 menit, durasi 9,00 ± 2,58 menit, dan waktu pemulihan 22,50 ± 8,58 menit. Data tiap grup ditunjukkan pada Tabel 9.

4 74 Tabel 9 Nilai rata-rata ± simpangan baku (rata-rata ± SD) waktu induksi, durasi, dan waktu pemulihan selama perlakuan preanestesi dan induksi anestesi pada anjing Perlakuan Waktu (menit) Anestesi Induksi Durasi Pemulihan Grup 1 a, α 9,25 ± 3,30 17,50 ± 3,87 38,00 ± 12,36 Grup 2 b, β 2,25 ± 0,50 b, α β 22,50 ± 5,91 39,75 ± 9,03 Grup 3 b, β 2,75 ± 0,50 a, α 30,50 ± 9,39 31,25 ± 7,32 Grup 4 NA NA NA Grup 5 NA NA NA Grup 6 b, β 2,25 ± 0,57 9,00 ± 2,58 22,50 ± 8,58 b, β γ a, α β c, γ b, β Keterangan : Pada baris (waktu anestesi) sama, huruf (a,b,c,d) yang berlainan menunjukkan berbeda nyata (P<0,05), huruf (α,β, δ, γ) yang berlainan menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01). NA= not applicable (hanya sedasi ringan). a, α ab, α β Waktu induksi grup 1 sangat nyata (P<0,01) lebih lama dibandingkan dengan grup lainnya. Grup 2, 3, dan grup 6 menunjukkan waktu induksi yang singkat dan tidak berbeda nyata (P>0,05). Durasi anestesi grup 3, nyata (P<0,05) lebih lama dibandingkan dengan grup 2, bahkan sangat nyata (P<0,01) lebih lama dibandingkan dengan grup 1 dan 6. Waktu pemulihan grup 1, 2, dan 3 tidak berbeda (P>0,05), grup 6 nyata lebih cepat (P<0,05) dibandingkan grup 1 dan 2, dan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan grup 3. Grup 4 dan 5 tidak dapat diukur waktu induksi, durasi, dan waktu pemulihannya karena tidak menunjukkan adanya anestesi. Grup 4, 5, dan grup 6 menunjukkan sedasi ringan, hewan tidak mengalami analgesia, tidak mengalami relaksasi atau tidak terimobolisasi, dan tidak kehilangan kesadaran, sehingga hewan tidak memenuhi syarat untuk disebut teranestesi. Sedangkan grup 1, 2, dan grup 3 menunjukkan sedasi yang baik, analgesia, dan relaksasi serta immobilisasi yang sempurna. Durasi anestesi pada grup 4 adalah 0 menit, grup 5 juga 0 menit, dan grup 6 sekitar 9,00 ± 2,58 menit, sangat pendek dibandingkan grup 1, 2, dan 3, masing-masing mencapai 17,50 ± 3,87 menit, 22,50 ± 5,91 menit, dan 30,50 ± 9,39 menit. Gambaran waktu induksi, durasi, dan waktu pemulihan yang ditunjukkan oleh grup 1, 2, dan 3 lebih baik dari pada gambaran yang ditunjukkan grup 4, 5, dan 6, memberikan kejelasan bahwa faktor xylazine HCl berperanan penting dalam preanestesi. Xylazine HCl memiliki kemampuan menekan sistem syaraf pusat, bekerja pada aktivasi reseptor postsinap α 2 -adrenoseptor dengan

5 75 dampak pada pengurangan pelepasan norepineprin dan dopamin (Adams 2001; McKelvey dan Hollingshead 2003). Sedangkan midazolam bekerja pada polisinaps di medula spinalis lebih kuat dibandingkan sebagai neurotransmitter inhibitor di SSP (Brander et all. 1991). Potensi midazolam secara intramuskular menghasilkan peningkatkan relaksasi otot dan analgesik lebih ringan dibandingkan dengan xylazine HCl. Disamping itu dosis midazolam yang diberikan belum cukup meningkatkan relaksasi otot maupun analgesia. Bishop (1996), menyatakan bahwa jika midazolam tidak efektif, harus diberikan secara intavena dan dosisnya dapat ditingkatkan sampai 15mg/kg BB. Selain daripada itu, bioavailibilitas midazolam pada pemberian intramuskuler sangat tidak baik dalam penyiapan status teranestesi (Katzung, 1992). Terungkap pula bahwa Sudisma et al. (2001), menyimpulkan bahwa diazepam yang satu golongan dengan midazolam, bila dikombinasikan dengan ketamine HCl untuk anestesi pada anjing secara intramuskular akan menghasilkan anestesi yang tidak sempurna. Induksi anestesi dengan ketamine HCl, propofol, atau kombinasi ketamine HCl dan propofol menghasilkan waktu anestesi yang berbeda. Grup 1 menunjukkan waktu induksi lebih lama dibandingkan dengan grup 2 masing masing 9,25 ± 3,30 menit dan 2,25 ± 0,50 menit. Durasi yang ditunjukkan oleh grup 1 lebih singkat dibandingkan dengan grup 2 masing masing 17,50 ± 3,87 menit dan 20,50 ± 5,91 menit. Sedangkan waktu pemulihan yang ditunjukkan oleh grup 1 tidak berbeda dengan grup 2, masing-masing 38,00 ± 12,36 menit dan 39,75 ± 9,03 menit. Grup 3 menunjukkan waktu induksi lebih cepat, sekitar 2,75 ± 0,50 menit, waktu durasi anestesi lebih lama, kurang lebih 30,50 ± 9,39 menit, dan waktu pemulihan lebih singkat, yaitu 31,25 ± 7,32 menit, dibandingkan dengan grup 1 maupun grup 2. Gambaran durasi dan waktu pemulihan yang ditunjukkan oleh grup 3 lebih baik dari pada gambaran yang ditunjukkan grup 1 dan grup 2, memberikan kejelasan bahwa faktor kombinasi ketamine HCl dan propofol memberikan pengaruh yang positif terhadap waktu anestesi. Kombinasi ketamine HCl dan propofol menghasilkan waktu pemulihan cepat dan lembut, induksi lembut, dan fungsi psikomotor cepat kembali saat pemulihan dibandingkan dengan pemberian tanpa dikombinasikan (VanNatta

6 76 dan Rex 2006; Holmeister et al. 2008; Muhammad et al. (2009). Propofol menghasilkan pengaruh anestesi dengan mekanisme yang bekerja pada reseptor GABA A dan sering digunakan sebagai induksi anestesi karena mempunyai mula kerja dan waktu pengeluaran dari tubuh yang cepat (Stoelting 1999). Pengaruh anestesi dan efek samping propofol sangat berhubungan dengan dosis dan keuntungan penggunaaan propofol dapat diperoleh dengan cara mengkombinasikan dengan agen anestesi lain seperti ketamin (McKelvey dan Hollingshead 2003). Ketamin mempunyai tempat kerja yang berbeda dengan propofol. Mekanisme ketamin menghasilkan anestesi bekerja secara antagonis dengan reseptor N-methyl-Daspartate (NMDA), mempunyai pengaruh antinociseptik, analgesik, dan mampu meningkatkan pengaruh anestesi apabila dikombinasikan dengan propofol (Lerche et al. 2000). Propofol adalah agen sedasi dan relaksasi, sedangkan ketamine HCl adalah agen analgesik, sehingga kombinasi ketamine-propofol menghasilkan anestesi yang memenuhi komponen anestesi, yaitu sedasi, analgesi, dan relaksasi. Kombinasi ketamine-propofol dapat saling melengkapi dan memberikan pengaruh positif terhadap hasil anestesi yang ditimbulkan. Denyut Jantung Grup 1 menunjukkan penurunan denyut jantung pada menit ke-10, selanjutnya terjadi peningkatan denyut jantung yang sangat tajam pada menit ke-20, kemudian menurun dari menit ke-40 sampai menit ke-80, tetapi tidak berbeda dengan nilai awal. Grup 2 dan 3 juga menunjukkan pola yang sama dengan grup 1, yaitu menurun pada menit ke-10, kemudian meningkat tajam pada menit ke-10, dan kembali menurun mendekati nilai normal pada menit ke-40 sampai akhir perlakuan. Tetapi, grup 4, 5, dan grup 6 menunjukkan pola yang berlawanan, terjadi peningkatan denyut jantung pada menit ke-10, selanjutnya menurun pada menit ke-30 sampai menit ke- 80. Grup 4 dan 6 menunjukkan peningkatan denyut jantung yang sangat nyata (P<0,01) pada menit ke-20 dibandingkan dengan nilai awal, selanjutnya menurun mendekati nilai awal sampai menit ke-80. Sedangkan grup 5 menunjukkan penurunan

7 77 denyut jantung yang sangat nyata (P<0,01) dari menit ke-20 sampai menit ke-80, seperti disajikan pada Tabel 10 dan Gambar 14. Denyut Jantung (x/menit) AXK Grup 1 AXP Grup 2 AXKP Grup 3 AMK Grup 4 AMP Grup 5 AMKP Grup Waktu (menit) Gambar 14 Perubahan rata-rata denyut jantung selama perlakuan kombinasi preanestesi dan induksi anestesi pada anjing. Gambaran denyut jantung yang ditunjukkan oleh grup 1, 2, dan 3 lebih baik daripada gambaran yang ditunjukkan grup 4, 5, dan 6, memperlihatkan bahwa xylazine HCl dan modazolam berpengaruh sangat berbeda terhadap denyut jantung. Kombinasi preanestesi atropine sulfate-xylazine HCl menyebabkan penurunan denyut jantung pada menit ke-10, sedangkan kombinasi preanestesi atropine sulfate - midazolam menyebabkan peningkatan denyut jantung. Xylazine HCl mempunyai potensi bekerja lebih cepat dibandingkan atropine sulfate, sehingga xylazine HCl berpengaruh sangat kuat menurunkan denyut jantung. Potensi xylazine HCl yang termasuk golongan α2-adrenergik agonis menyebabkan menurunnya transmisi simpatik dari susunan syaraf pusat, tertekannya pacemaker secara langsung, tertekannya konduksi, terhambatnya pelepasan noradrenalin dari ujung syaraf simpatik, peningkatan pelepasan acetylcholine dari syaraf parasimpatik, dan meningkatnya tonus vagal (Rossi dan Junqueira 2003). Xylazine HCl menyebabkan aktivitas simpatik menurun dan aktivitas vagal meningkat (Rand et al dalam Kul 2001). Sedangkan midazolam mempunyai potensi lebih rendah bekerja

8 78 mempengaruhi jantung, sehingga potensi atropine sulfate untuk meningkatkan denyut jantung terlihat sangat nyata (Muir et al. 2000). Induksi anestesi dengan ketamine HCl, propofol, maupun kombinasi ketamine HCl-propofol menghasilkan pengaruh perubahan denyut jantung anjing yang tidak berbeda dengan sebelum perlakuan. Gambaran denyut jantung terlihat lebih stabil setelah dilakukan induksi anestesi, menunjukkan bahwa propofol menimbulkan pengaruh yang tidak nyata terhadap denyut jantung. Mohamadnia et al. (2008), menyatakan bahwa propofol tidak menimbulkan pengaruh terhadap denyut jantung. Begitu pula penelitian Belo et al. (1994), bahwa propofol menyebabkan penurunan tekanan darah tetapi tidak menyebabkan perubahan pada denyut jantung. Ketamine HCl sebagai induksi anestesi juga menyebabkan perubahan yang tidak nyata pada denyut jantung anjing karena pengaruh preanestesi xylazine HCl sangat kuat menurunkan denyut jantung, sehingga pengaruh ketamine HCl meningkatkan denyut jantung tidak terlihat nyata. Kombinasi ketamine HCl -propofol sebagai induksi anestesi juga tidak menyebabkan perubahan yang nyata pada denyut jantung. Kombinasi ketamine HCl-propofol memberikan pengaruh kestabilan yang baik terhadap denyut jantung. Pengaruh anestesi dan efek samping propofol adalah depresi kardiovaskuler, efek samping propofol sangat berhubungan dengan dosis dan keuntungan penggunaaan propofol dapat diperoleh dengan cara mengkombinasikan dengan agen anestesi lain seperti ketamine HCl, sehingga pengaruh depresi kardiovaskuler akibat propofol dapat dikurangi (McKelvey dan Hollingshead 2003). Respirasi Respirasi pada hewan adalah usaha mengambil udara atau gas inspirasi dalam jumlah yang sama dengan yang dikeluarkan melalui ekspirasi. Volume udara atau gas yang masuk dan keluar saluran respirasi disebut volume tidal, sedangkan jumlah inspirasi atau ekspirasi yang dilakukan setiap menitnya disebut frekuensi respirasi per menit atau respiratory rate. Nilai frekuensi respirasi normal pada anjing adalah kali per menit, dalam keadaan teranestesi dengan kedalaman sedang akan mencapai 8-20 kali per menit, dan dalam keadaan pemeliharaan anestesi biasanya

9 79 kurang dari 8 kali per menit. Keadaan respirasi di bawah normal disebut hipoventilasi dan sebaliknya adalah hiperventilasi. Grup 1, 2, dan grup 3 menunjukkan pola penurunan nilai respirasi pada menit ke-10 dan terus menurun sampai menit ke-20, selanjutnya terjadi peningkatan nilai respirasi sampai menit ke- 80 dan tidak berbeda dengan nilai awal. Grup 4, 5, dan grup 6 menunjukkan pola peningkatan nilai respirasi pada menit ke-10, bahkan grup 4 terus menunjukkan peningkatan sampai menit ke-20, selanjutnya terjadi pola penurunan nilai respirasi mendekati nilai awal sampai menit ke-80. Sedangkan grup 6 menunjukkan gambaran pola perubahan nilai respirasi yang tidak stabil, meningkat tajam pada menit ke-10, kemudian turun tajam pada menit ke-20 dan kembali meningkat tajam pada menit ke- 40 dan 50, selanjutnya turun mendekati nilai awal. Kestabilan nilai respirasi mendekati nilai awal terjadi mulai menit ke-60 sampai 80. Data tiap grup disajikan pada Tabel 10 dan Gambar 15. Respirasi (x/menit) AXK Grup 1 AXP Grup 2 AXKP Grup 3 AMK Grup 4 AMP Grup 5 AMKP Grup Waktu (menit) Gambar 15 Perubahan rata-rata respirasi selama perlakuan kombinasi preanestesi dan induksi anesthesia pada anjing. Gambaran respirasi yang ditunjukkan grup 1, 2, dan grup 3 menurun dan lebih stabil dibandingkan gambaran yang ditunjukkan oleh grup 4, 5, dan 6 yang meningkat dan tidak sabil. Pemberian xylazine HCl menyebabkan terjadi relaksasi otot-otot diantara tulang iga dan perut yang dapat mengembang-kempiskan rongga dada

10 80 sewaktu terjadi respirasi, karena xylazine HCl tergolong muscle relaxant (Adams 2001; Bishop 1996). Respirasi menurun karena tertekannya otot-otot pernapasan oleh xylazine HCl dan pengaruh α2-adrenergik agonis dari xylazine HCl. Xylazine HCl termasuk golongan α2-adrenergik agonis, dikombinasikan dengan atropine sulfate sebagai preanestesi menyebabkan terjadinya sedasi dan tertekannya respirasi (Rossi dan Junqueira 2003). Atropine sulfate juga memungkinkan terjadinya dilatasi bronchial pada anjing yang mengalami sedasi (Ko et al. 2001), sehingga penggunaan kombinasi preanestesi atropine sulfate dan xylazine HCl menyebabkan penurunan nilai rata-rata respirasi. Grup 4, 5, dan grup 6 menunjukkan peningkatan respirasi pada menit ke-10, disebabkan karena preanestesi midazolam menyebabkan sedikit penekanan pada respirasi dan penekanan respirasi oleh midazolam bersifat sementara, sehingga penggunaan kombinasi preanestesi dengan atropine sulfate memberikan pengaruh yang dominan terhadap peningkatan respirasi (Lumb dan Jones 1996). Sedangkan grup 6 menunjukkan pola perubahan nilai respirasi yang tidak stabil, karena midazolam tidak menghasilkan preanestesi yang baik sehingga pengaruh ketamine HCl dan propofol tidak menghasilkan induksi yang baik. Grup 1, 2, dan 3 menunjukkan penurunan respirasi yang sangat tajam pada menit ke-20, karena pengaruh xylazine HCl dan propofol. Efek samping utama yang sangat dihindari dari propofol adalah penekanan sistem respirasi (Stawicki 2007). Propofol menyebabkan depresi respirasi terutama apabila diberikan secara cepat dengan dosis yang tinggi (Franks 2008; Miler 2010; Stawicki 2007). Semua grup yang menerima perlakuan xylazine HCl dan propofol menunjukkann penurunan gambaran respirasi pada menit ke-20, kecuali grup 4 menunjukkan peningkatan. Nilai respirasi pada menit ke-20 yang ditunjukkan oleh grup 2 sangat rendah, sedangkan nilai respirasi oleh grup 3 lebih tinggi dibandingkan grup 2. Kombinasi ketamine HCl -propofol mampu mengurangi tekanan respirasi dibandingkan hanya dengan induksi propofol saja. Propofol menghasilkan pengaruh menghilangkan kesadaran dan depresi respirasi terutama apabila diberikan secara cepat dengan dosis yang tinggi (Franks 2008; Miler 2010; Stawicki 2007). Efek samping penggunaaan propofol adalah apnea (Stawicki 2007). Propofol menyebabkan apnea karena

11 81 pemberian yang cepat (Maddison et al. 2002; Andrews et al. 1997; Mohamadnia et al. 2008). Kombinasi ketamine HCl -propofol mampu mengurangi pengaruh buruk peopofol terhadap respirasi. Nilai respirasi pada menit ke-30 sampai menit ke-80, mulai satabil mendekati nilai awal, terjadi pemulihan nilai rata-rata respirasi mendekati nilai stabil seperti pada awal sebelum perlakuan. Sedangkan ketamine HCl tidak memberikan pengaruh yang berbahaya terhadap frekuensi respirasi (Haskin et al 1985).

12 82 Tabel 10 Nilai rata-rata ± simpangan baku (rata-rata ± SD) denyut jantung, frekuensi respirasi, suhu rektal, dan nilai saturasi O 2 selama perlakuan kombinasi preanestesi atropine sulfate -xylazine HCl atau atropine sulfate -midazolam dan induksi ketamine HCl dan atau propofol pada anjing Jenis Pengamatan Denyut Jantung (x/menit) Respirasi (x/menit)) Suhu Rektal ( o C) Saturasi O 2 (%) Perlakuan Waktu Pengamatan (menit) Grup 1 99±16 46±15** 103 ±27 75±33 114± ±18 94 ±14 86±15 78±17 Grup 2 104± 9 71±18* 110 ±35 123±24 107± 7 89 ± 3 87 ± 9 82±10 82±10 Grup 3 99±13 59±16** 120 ±14* 96±14 100± 9 96 ±13 85 ±11 80±13 80±16 Grup 4 100±12 153± ±15** 170±55* 154± ± ±26 123±30 118±26 Grup 5 119± 8 120± ± 4** 102± 7** 101± 7** 91 ± 1** 98 ± 3** 100± 2** 100± 1** Grup 6 91± 8 134± 6* 158 ±35** 121±41 122± ± ±22 99±17 91±10 Grup 1 19±2 13± 4 11 ± 5** 12± 3* 15±2 17 ±3 21 ±5 21±5 19±2 Grup 2 21±4 17± 4 9 ± 4** 16± 4 14±3 16 ±7 13 ±7 14±6 14±6 Grup 3 21±1 17± 2 10 ± 4** 14± 1* 13±4* 16 ±4 16 ±5 16±5 16±5 Grup 4 18±3 20± 2 24 ± 6** 17± 1 18±2 18 ±2 13 ±1 14±2 16±2 Grup 5 16±5 18± 2 11 ± 1 10± 2** 15±3 14 ±3 14 ±2 14±3 16±2 Grup 6 23±8 30±11 16 ±17 21±11 34±6 33 ±1 16 ±5 16±4 15±5 Grup 1 38,7±0,4 38,5±0,7 38,7 ±0,6 38,6±0,6 38,3±0,7 38,1 ±0,7 37,9 ±0,8 37,8±0,9 37,6±1,0 Grup 2 38,4±0,5 38,0±0,3 37,6 ±0,4* 37,2±0,6** 37,1±0,6** 36,8 ±0,6** 37,1 ±,05** 37,1±0,5** 37,1±0,5** Grup 3 39,2±0,5 39,1±0,6 38,8 ±0,7 38,6±0,8 38,5±0,7 38,1 ±0,7 37,9 ±0,7* 37,7±0,6* 37,7±0,5* Grup 4 38,2±0,6 37,8±0,8 37,8 ±0,9 38,0±0,6 38,0±0,6 37,9 ±0,5 37,9 ±0,5 37,8±0,6 37,8±0,5 Grup 5 38,8±0,4 38,7±0,3 38,5 ±0,3 38,4±0,3 38,4±0,3 38,3 ±0,2 38,2 ±0,2* 38,2±0,2* 38,2±0,1* Grup 6 38,3±0,5 38,0±1,1 38,1 ±0,6 38,0±0,8 38,0±0,7 38,0 ±0,7 37,9 ±0,6 37,8±0,7 37,7±0,6 Grup 1 98±0,6 96±1,5 97 ±1,7 95±2,2 95±2,2 97 ±0,5 97 ±0,5 97±0,5 98±0,6 Grup 2 96±2,0 89±3,3 81 ±12,1** 93±1,0 94±1,7 93 ±1,0 89 ±5,1 94±1,5 94±1,5 Grup 3 97±2,0 90±1,0* 90 ±7,2* 89±5,7* 93±1,9 93 ±2,6 93 ±1,9 93±1,9 93±1,9 Grup 4 98±0,8 97±3,0 96 ±2,5 95±2,9 95±2,9 95 ±2,9 95 ±2,9 95±2,9 95±2,9 Grup 5 98±0,5 93±1,2** 93 ±1,2** 88±2,1** 90±0,5** 91 ±1,0** 92 ±0,0** 94±1,0** 96±1,0** Grup 6 97±1,2 97±1,2 95 ±1,2* 95±1,0* 95±1,0* 94 ±1,6** 94 ±1,0* 95±1,2* 95±1,0 Keterangan : Pada kolom (perlakuan) sama, * = berbeda nyata (P<0,05), ** = berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan nilai awal (menit ke-0).

13 83 Suhu Rektal Grup 1 menunjukkan pola penurunan suhu rektal. Pola penurunan suhu terjadi pada menit ke-10 setelah penyuntikan sampai akhir anestesi. Grup 2, 3, 4, 5, dan grup 6 juga menunjukkan pola penurunan suhu rektal. Penurunan suhu yang tajam dan berbeda dengan nilai awal ditunjukkan oleh grup 2 pada menit ke-20 dan terus menurun sangat tajam dari menit ke-30 sampai menit ke-80, seperti disajikan pada Tabel 10 dan Gambar 16. Suhu ( C) 40,00 39,50 39,00 38,50 38,00 37,50 37,00 36,50 AXK Grup 1 AXP Grup 2 AXKP Grup 3 AMK Grup 4 AMP Grup 5 AMKP Grup 6 36, Waktu (menit) Gambar 16 Perubahan rata-rata suhu rektal selama perlakuan kombinasi preanestesi dan induksi anestesi pada anjing. Terjadi penurunan suhu yang ditunjukkan oleh grup 1, 2, dan 3, begitu pula grup 4, 5, dan 6, bahkan terjadi penurunan yang sangat tajam ditunjukkan oleh grup 2. Keadaan teranestesi menyebabkan laju metabolisme tubuh menurun sehingga proses pembentukan energi tubuh yang menghasilkan panas juga akan menurun. Xylazine HCl dan propofol menyebabkan sedasi, penurunan metabolisme, relaksasi otot, dan tertekannya susunan syaraf pusat, serta menyebabkan penekanan termoregulasi yang lebih lama (Rossi dan Junqueira 2003). Agen anestesi seperti xylazine HCl, midazolam, propofol, dan ketamine HCl secara umum menekan pusat pengaturan suhu. Penambahan induksi dengan propofol menyebabkan penurunan suhu berlanjut, karena propofol menyebabkan penurunan cardiak output, penurunan

14 84 tekanan darah, terjadi fase dilatasi arteri dan vena, menyebabkan relaksasi pembuluh darah sehingga terjadi penurunan suhu tubuh lebih tajam, serta menekan pusat pengaturan suhu di hipotalamus, sehingga anjing kehilangan kemampuan untuk mengatur suhu (Karsli et al. 1999). Propofol mempunyai potensi mendepresi respirasi dan menyebabkan penurunan metabolik (Seymour dan Novakovski 2007), sehingga menyebabkan penurunan suhu tubuh lebih tajam. Selain pengaruh agen anestesi, hilangnya panas tubuh pada hewan selama teranestesi juga disebabkan karena penempatan hewan diatas meja operasi stainles steel dan ruangan operasi yang menggunakan pendingin ruangan atau airconditioning dengan pengaturan suhu yang rendah, di bawah 24 o C. Periode anestesi lama lebih dari 30 menit juga dapat menyebabkan penurunan suhu tubuh (Warren 1983; Muir et al. 2000). Abnormalitas termoregulasi yang menyebabkan penurunan suhu tubuh selama hewan teranestesi disebabkan karena kehilangan panas akibat produksi yang menurun, penekanan pada susunan syaraf pusat, terjadi vasodilatasi, penurunan produksi panas oleh aktivitas otot, penyuntikan cairan dengan suhu rendah, dan kapasitas tubuh yang terbuka terhadap kontak lingkungan (Muir et al. 2000). Penurunan suhu yang ditunjukkan oleh semua grup masih berada pada batas normal suhu rektal anjing dalam kondisi teranestesi, yaitu diatas 35 o C. Saturasi Oksigen (O 2 ) Saturasi oksigen adalah oksigen yang berikatan dengan hemoglobin dalam darah. Prosen saturasi menggambarkan perbandingan volume oksigen yang berikatan dengan hemoglobin dari keseluruhan oksigen dalam tubuh, ikatan hemoglobin dengan oksigen dalam keadaan normal mencapai 95%. Nilai normal saturasi oksigen adalah 95% atau sama dengan tekanan oksigen arteri (PaO2) sekitar mmhg. Apabila saturasi turun menjadi 90%, berarti tekanan oksigen arteri menjadi sekitar 60 mmhg, terjadi hipoksia. Apabila nilai oksimetri menunjukkan 85% selama 60 detik, telah terjadi hipoksia yang serius. Grup 1 menunjukkan penurunan nilai saturasi oksigen mulai menit ke-10 sampai akhir anestesi. Grup 2, 3, 4, 5, dan 6 juga menunjukkan penurunan saturasi oksigen mulai menit ke-10 sampai akhir anestesi.

15 85 Penurunan yang sangat tajam ditunjukkan oleh grup 2 pada menit ke-10 dan 20, kemudian meningkat pada menit ke-30 sampai menit ke-80 mendekati nilai awal. Sedangkan grup lainnya menunjukkan penurunan saturasi oksigen tetapi tidak berbeda nyata dengan nilai awal dan mulai menit ke-50 sampai 80, terjadi saturasi oksigen yang satabil mendekati nilai awal. Data tiap grup ditunjukkan pada Gambar 17. Saturasi O2 (%) AXK Grup 1 AXP Grup 2 AXKP Grup 3 AMK Grup 4 AMP Grup 5 AMKP Grup Waktu (menit) Gambar 17 Perubahan rata-rata saturasi oksigen selama perlakuan kombinasi preanestesi dan induksi anestesi pada anjing. Penurunan saturasi oksigen ditunjukkan oleh grup 1, 2, dan 3, begitu pula grup 4, 5, dan 6. Obat-obat anestesi menyebabkan relaksasi otot bronkhial dan penurunan tingkat oksigenasi darah (Ismail et al. 2010). Preanestesi xylazine HCl menyebabkan penurunan saturasi oksegen akibat menurunnya respirasi, karena tertekannya otot-otot pernapasan oleh xylazine HCl dan pengaruh α2-adrenergik agonis dari xylazine HCl. Xylazine HCl termasuk golongan α2-adrenergik agonis, dikombinasikan dengan atropine sulfate sebagai preanestesi menyebabkan terjadinya sedasi dan tertekannya respirasi (Rossi dan Junqueira 2003), sehingga saturasi oksigen juga menurun. Atropine sulfate juga memungkinkan terjadinya dilatasi bronchial pada anjing yang mengalami sedasi (Ko et al. 2001), selanjutnya Baniadam et al. (2007), menyebutkan bahwa xylazine HCl menyebabkan penurunan saturasi oksigen, sehingga kombinasi preanestesi atropine sulfate-xylazine HCl menyebabkan

16 86 penurunan nilai rata-rata respirasi dan penurunan saturasi oksigen. Induksi dengan propofol menimbulkan efek samping utama yang sangat dihindari berupa penekanan sistem respirasi, sehingga menurunkan nilai saturasi oksegen (Stawicki 2007). Propofol menyebabkan depresi respirasi terutama apabila diberikan secara cepat dengan dosis yang tinggi (Franks 2008; Miler 2010; Stawicki 2007). Nilai saturasi oksegen yang ditunjukkan oleh grup 2 menurun sangat tajam pada menit ke-10 dan lebih tajam pada menit ke-20, setelah dilakukan induksi dengan propofol. Tekanan Darah Tekanan Darah Sistol (Systole Arterial Pressure/SAP) Systolic arterial pressure (SAP) atau tekanan darah sistol adalah tekanan darah tertinggi yang dihasilkan karena kontraksi ventrikel yang memompa darah ke aorta dan arteri besar. Tekanan darah dapat diukur secara kasar melalui palpasi pulsus, tetapi untuk mendapatkan tekanan darah yang akurat harus dilakukan dengan alat pengukur tekanan darah. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan secara langsung pada pembuluh darah arteri (invasive) atau secara tidak langsung menggunakann cuff tekanan darah yang ditempelkan pada arteri (noninvasive). Tekanan darah sistol normal pada anjing adalah 120 mmhg ( mmhg). Grup 1, 2, dan grup 3 menunjukkan peningkatan tekanan darah sitol pada menit ke 20, 30 dan 40 selanjutnya menurun mendekati nilai awal sampai menit ke-80. Sedangkan grup 4, 5, dan grup 6 menunjukkan penurunan nilai SAP sampai menit ke-50, selanjutnya meningkat mendekati nilai awal sampai menit ke-80. Grup 1, 2, dan grup 3, maupun grup 4, 5, dan grup 6 menunjukkan tekanan darah yang stabil dan mendekati nilai awal mulai menit ke-50 sampai 80, seperti ditunjukkan pada Gambar 18.

17 87 SAP (mmhg) Waktu (menit) AXK Grup 1 AXP Grup 2 AXKP Grup 3 AMK Grup 4 AMP Grup 5 AMKP Grup 6 Gambar 18 Perubahan nilai rata-rata tekanan darah sistol (systole arterial pressure, SAP) selama perlakuan kombinasi preanestesi dan induksi anestesi pada anjing. Grup 1, 2, dan grup 3 menunjukkan peningkatan nilai SAP sampai menit ke- 40, selanjutnya menurun, sedangkan grup 4, 5, dan grup 6 menunjukkan penurunan, selanjutnya meningkat, memberikan kejelasan bahwa preanestesi xylazine HCl menyebabkan peningkatan tekanan arteri atau hipertensi pada awal pemberian dan diikuti dengan penurunan atau hipotensi akibat tertekannya syaraf pusat (Muir et al. 2000). Peningkatan nilai SAP juga disebabkan karena adanya atropine sulfate pada kombinasi preanestesi atropine sulfate-xylazine HCl. Alibhai et al. (1996), menyebutkan bahwa atropine sulfate dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, terjadi bersama-sama dengan meningkatnya denyut jantung. Pengaruh atropine sulfate yang dikombinasikan dengan golongan α2-adrenergik seperti xylazine HCl akan menghasilkan lama kerja sekitar 60 menit, sehingga meningkatnya tekanan darah akan terjadi selama 60 menit setelah penyuntikan atropine sulfate. Sedangkan adanya kecenderungan penurunan nilai SAP disebabkan karena pengaruh xylazine HCl yang menstimulasi reseptor adrenergik, menyebabkan pelepasan norepineprin dan pengaruh simpatomimetik dari ketamine HCl ditutupi oleh aktivitas simpatolitik dari xylazine HCl (Wixson et al. 1987). Kombinasi xylazine HCl dan ketamine HCl juga akan menginduksi penurunan tekanan darah arteri. Grup 4, 5, dan grup 6 menunjukkan penurunan tekanan darah sistol akibat penggunaan midazolam, yang bekerja memperkuat kerja GABA sebagai

18 88 neurotransmiter inhibitori utama pada otak, mampu menekan reflekss-refleks polisinaps dan berpengaruh terhadap medulla spinalis (Brander et al. 1991). Midazolam bekerja pada reseptor benzodiazepin dengan cara meningkatkan pengikatan GABA pada reseptor GABA A, sehingga menimbulkan penghambatan SSP (Stawicki 2007). Efek samping penggunaan midazolam adalah hipotensi, bradikardi, depresi respirasi, kerusakan fungsi motor, dan koma (Stawicki 2007). Selanjutnya, penurunan tekanan darah juga disebabkan karena efek samping penggunaaan propofol yang menyebabkan apnea dan penurunan tekanan darah (Stawicki 2007). Propofol menyebabkan turunnya tekanan darah karena secara langsung menyebabkan vasodilatasi pada vena dan arteri serta menyebabkan relaksasi pembuluh darah (Karsli et al. 1999). Propofol menyebabkan rendahnya tekanan darah sistol (SAP) dan tekanan darah rata-rata (MAP) tanpa menimbulkan pengaruh pada denyut jantung (Belo et al dalam Mohamadnia et al. 2008). Tekanan Darah Diastol (Diastole Arterial Pressure/DAP Diastolic arterial pressure (DAP) atau tekanan darah diastol adalah tekanan darah terendah yang merupakan tekanan sisa pada saat jantung berada pada tahap istirahat atau relaksasi sebelum kontraksi berikutnya. Pengukuran tekanan darah diastol dapat dilakukan secara langsung pada pembuluh darah arteri (invasive) atau secara tidak langsung menggunakann cuff tekanan darah yang ditempelkan pada arteri (noninvasive). Tekanan darah diastol normal pada anjing adalah 80 mmhg (50-90 mmhg). Grup 1, 2, dan grup 3 menunjukkan peningkatan nilai tekanan darah diastol (diastole arterial pressure, DAP) dari menit ke-20 sampai menit ke-40, selanjutnya menurun mendekati nilai awal sampai menit ke-80. Grup 4, 5, dan grup 6 menunjukkan penurunan nilai DAP yang sangat nyata sampai menit ke-30, selanjutnya terjadi peningkatan sampai menit ke-70 dan pada menit ke-80 terjadi penurunan, seperti disajikan pada Tabel 11 dan Gambar 19.

19 89 DAP (mmhg) Grup AXK1 Grup AXP 2 Grup AXKP3 Grup AMK4 Grup AMP5 Grup AMKP Waktu (menit) Gambar 19 Perubahan nilai rata-rata tekanan darah diastol (diastole arterial pressure DAP) selama perlakuan kombinasi preanestesi dan induksi anestesi pada anjing. Grup 1, 2, dan grup 3 menunjukkan peningkatan nilai DAP pada menit ke-20 sampai 40, sedangkan grup 4, 5, dan 6 menunjukkan penurunan, menggambarkan bahwa adanya perbedaan pengaruh yang sangat nyata antara preanestesi xylazine HCl dengan preanestesi midazolam. Xylazine HCl menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri pada awal pemberian, kemudian diikuti dengan penurunan tekanan darah arterial karena tertakannya syaraf pusat oleh xylazine HCl. Peningkatan tekanan darah juga disebabkan karena pengaruh atropine sulfate yang terjadi bersama-sama dengan meningkatnya denyut jantung (Ko et al. 2001). Meningkatnya nilai DAP juga disebabkan karena terjadi fase eksitasi pada awal pemberian anestesi, sedangkan pengaruh penurunan nilai DAP pada menit ke-50 sampai 80 juga disebabkan karena pengaruh xylazine HCl yang menyebabkan relaksasi otot pada pembuluh darah dan menurunnya denyut jantung. Xylazinee HCl bekerja melalui mekanisme yang menghambat tonus simpatik karena xylazine mengaktivasi reseptor postsinap α 2 - adrenoseptor sehingga menyebabkan relaksasi otot, penurunan denyut jantung, dan penurunan tekanan darah melalui penghambatan transmisi impuls intraneural pada susunan syaraf pusat (Adams 2001). Grup 4, 5, dan grup 6 menunjukkan penurunan tekanan darah diastol akibat penggunaan midazolam, yang bekerja memperkuat kerja GABA sebagai

20 90 neurotransmiter inhibitori utama pada otak, mampu menekan reflekss-refleks polisinaps dan berpengaruh terhadap medulla spinalis (Brander et al. 1991). Midazolam bekerja pada reseptor benzodiazepin dengan cara meningkatkan pengikatan GABA pada reseptor GABA A, sehingga menimbulkan penghambatan SSP (Stawicki 2007). Efek samping penggunaan midazolam adalah hipotensi dan bradikardi (Stawicki 2007). Tekanan Darah Rata-rata (Mean Arterial Pressure/MAP) Mean arterial pressure (MAP) atau tekanan darah rata-rata adalah tekanan rata-rata siklus jantung dan merupakan tekanan darah yang paling penting yang berhubungan dengan anestesi, karena merupakan indikator paling baik untuk mengetahui aliran darah pada organ dalam. Mean arterial pressure dapat diketahui secara langsung pada alat ukur atau dengan menghitung menggunakan rumus berdasarkan nilai SAP dan DAP. Tekanan darah rata-rata normal pada anjing adalah mmhg, atau dalam keakaan teranestesi kurang lebih mmhg. Grup 1, 2, dan grup 3 menunjukkan peningkatan nilai MAP dari menit ke-10 sampai menit ke-40, selanjutnya menurun mendekati nilai awal sampai menit ke-80. Sedangkan grup 4, 5, dan grup 6 menunjukkan pola penurunan nilai MAP dari menit ke-10 sampai menit ke-30, selanjutnya meningkat mendekati nilai awal sampai menit ke-80, seperti ditunjukkan pada Gambar 20.

21 91 MAP (mmhg) AXK Grup 1 AXP Grup 2 AXKP Grup 3 AMK Grup 4 AMP Grup 5 AMKP Grup Waktu (menit) Gambar 20 Perubahan nilai rata-rata tekanan darah rata-rata (mean arterial pressure,map) selama perlakuan kombinasi preanestesi dan induksi anestesi pada anjing. Meningkatnya tekanan darah rata-rata (MAP) pada menit ke-10 sampai menit ke-40 yang ditunjukkan oleh grup 1, 2, dan grup 3 karena terjadinya fase eksitasi dan pengaruh xylazine HCl yang menyebabkan hipertensi pada tahap awal. Meningkatnya nilai MAP juga akibat dari atropine sulfate dan terjadi peningkatan tekanan darah bersama-sama dengan meningkatnya denyut jantung. Pulsus alternans juga dapat terjadi pada anjing yang diberikan atropine sulfate. Pulsus alternans ditandai dengan terjadinya pergantian antara pulsus kuat dan lemah sebelum terjadi irama jantung yang mantap dan tetap (Ko et al. 2001). Selanjutnya, menurunnya MAP yang ditunjukkan oleh grup 1, 2, dan 3 pada menit ke-50 sampai 80, disebabkan oleh pengaruh xylazine HCl yang menyebabkan relaksasi otot, menurunnya denyut jantung dan tertekannya syaraf pusat. Perubahan tekanan darah juga dapat disebabkan oleh perubahan dosis kombinasi atropine sulfate, xylazine HCl, dan ketamine HCl yang digunakan. Hal ini juga disebutkan oleh Ko et al. (2001) bahwa terjadinya perubahan pada tekanan darah tergantung pada dosis penggunaan atropine sulfate, xylazine HCl dan ketamine HCl. Selanjutnya, penurunan tekanan darah juga disebabkan karena efek samping penggunaaan propofol yang menyebabkan apnea (Stawicki 2007). Propofol menyebabkan turunnya tekanan darah karena secara langsung menyebabkan vasodilatasi pada vena dan arteri serta menyebabkan relaksasi

22 92 pembuluh darah (Karsli et al. 1999). Propofol menyebabkan rendahnya tekanan darah sistol (SAP) dan tekanan darah rata-rata (MAP) tanpa menimbulkan pengaruh pada denyut jantung (Belo et al dalam Mohamadnia et al. 2008). Sedangkan penurunan nilai MAP yang ditunjukkan oleh grup 4, 5, dan grup 6 dari menit ke-10 sampai menit ke-30, karena midazolam dapat memperkuat kerja GABA yang merupakan neurotransmiter inhibitori utama pada otak, mampu menekan reflekss-refleks polisinaps dan berpengaruh terhadap medulla spinalis (Brander et al. 1991). Midazolam bekerja pada reseptor benzodiazepin dengan cara meningkatkan pengikatan GABA pada reseptor GABA A, sehingga menimbulkan penghambatan SSP yang menyebabkan hipotensi, bradikardi, depresi respirasi, kerusakan fungsi motor, dan koma. (Stawicki 2007) End Tidal CO 2 (ET CO 2 ) Respirasi pada hewan akan mengambil udara atau gas inspirasi dalam jumlah yang sama dengan yang dikeluarkan atau ekspirasi. Volume udara atau gas yang masuk dan keluar saluran respirasi disebut volume tidal, sedangkan end tidal CO atau ET CO 2 adalah volume atau tekanan gas CO 2 yang dikeluarkan pada akhir ekspirasi. End tidal CO 2 dapat diukur menggunakan adapter tube yang dipasang pada ujung tracheal tube yang dimasukkan pada saluran pernapasan. Nilai ET CO 2 normal pada anjing adalah mmhg, keadaan hipercapnia terjadi apabila nilainya di atas normal dan hipocapnia apabila nilanya dibawah normal. Nilai ET CO 2 yang ditunjukkan oleh grup 4 dan 5 tidak dapat diukur, karena anjing hanya mengalami sedasi ringan, tidak mengalami analgesi dan relaksasi. Grup 1, 2, 3, dan grup 6 menunjukkan tidak adanya perubahan nilai ET CO 2 sampai menit ke-40, selanjutnya terjadi penurunan dari menit ke-50 sampai menit ke-70, tetapi masih pada batas normal. Grup 2 dan 6 menunjukkan penurunan yang nyata, sedangkan pada grup 1 dan 3 menunjukkan penurunan yang sangat nyata, seperti disajikan pada Tabel 11 dan Gambar 21. 2

23 93 ET CO 2 Respirasi (mmhg) AXK Grup 1 AXP Grup 2 AXKP Grup 3 AMK Grup 4 AMP Grup 5 AMKP Grup 6 Waktu (menit) Gambar 21 Perubahan nilai rata-rata end tidal CO 2 (ET CO 2 ) respirasi selama perlakuan kombinasi preanestesi dan induksi anestesi pada anjing. (grup 4 dan 5 tidak ada data, hanya sedasi ringan). Tidak adanya perubahan nilai ET CO 2 selama perlakuan anestesi sampai menit ke-40, disebabkan karena perlakuan anestesi belum mengakibatkan perubahan terhadap volume tidal dan nilai ET CO 2. Greene dan Thurmon (1988) menyebutkan bahwa tidak ditemukan perubahan tekanan O 2 dan CO 2 setelah penyuntikan xylazine HCl pada anjing. Begitu pula Allen et al. (1986) mendapatkan bahwa anestesi kombinasi xylazine HCl dan ketamine HCl tidak menyebabkan perubahan pada tekanan CO 2 dan O 2. Hal ini menunjukkan bahwa volume tidal sangat ditentukan oleh kedalaman respirasi. Respirasi yang lebih dalam dengan frekuensi yang lebih rendah akan dapat mempertahankan volume tidal dan jumlah gas CO 2 respirasi. Penurunan nilai ET CO2 yang terjadi pada menit ke-50 sampai menit ke-70 disebabkan karena xylazine HCl menyebabkan penurunan suhu dan propofol juga menyebabkan penurunan suhu, sehingga menyebabkan penurunan suhu lebih tajam dan ET CO 2 juga menurun lebih tajam. Turunnya suhu tubuh karena turunnya metabolisme, menurunnya curah jantung (cardiac output), dan menurunya respirasi akibat anestesi sehingga menyebabkan menurunnya gas CO 2. Tubuh berusaha mempertahankan homeostasis supaya tetap normal dengan cara metabolisme anaerobik dan terjadi alkalosis respirasi yang ditandai dengan penurunan tekanan

24 94 CO 2 respirasi (Woodrow 2004). Apabila kondisi tekanan oksigen darah menurun, akan terjadi rangsangan untuk stimulasi pernapasan atau hiperventilasi yang menyebabkan tekanan CO 2 respirasi akan menurun (Aditama 1987). Penurunan ET CO 2 juga disebabkan karena terhambatnya volume respirasi akibat relaksasi otot-otot pernafasan pada hewan yang teranestesi dan karena terganggunya volume respirasi akibat pemasangan endotracheal tube pada saluran respirasi.

25 95 Tabel 11 Nilai rata-rata ± simpangan baku (rata-rata ± SD) tekanan darah tidak langsung (NIBP : SAP, DAP, MAP) dan CO 2 respirasi selama perlakuan kombinasi preanestesi atropine sulfate -xylazine HCl atau atropine sulfate -midazolam dan induksi ketamine HCl dan atau propofol pada anjing Jenis Pengamatan Perlakuan SAP (mmhg) DAP (mmhg) MAP (mmhg) CO 2 Respirasi (mmhg) Waktu Pengamatan (menit) Grup 1 137±22 131± ±29 150±19 173±18* 173 ±20* 150 ±11 140±13 137±15 Grup 2 123± 8 147± ±30 165±24 148± ± ±25 109±22 112±19 Grup 3 142±14 140± ±12** 182±15** 162± ± ± 2 130±12 128±11 Grup 4 123±15 83±36** 142 ±19 94±27* 137± ± ±10 123± 4 127± 8 Grup 5 126± 4 112± 8* 110 ± 7** 114± 5* 119± ± ± 2 118±11 103± 5** Grup 6 123±14 137± 5* 116 ± 5 98±15** 98± 3** 96 ± 3** 116 ± 5 115±14 103±12* Grup 1 74±28 77± ±31 107±31 126±14** 124 ±15** 110 ± 8 100±17 97±18 Grup 2 65± 4 102±30* 104 ±28* 125±27** 114±34* 90 ±22 70 ±18 55±14 55±14 Grup 3 91± 8 86± ±13** 126±11** 120±17* 99 ± ± 6 87±24 94±10 Grup 4 80± 4 61±15 65 ±26 41±17** 63±17 59 ± 1 65 ± 4 70± 7 54± 8* Grup 5 74±14 66±11 50 ±10** 45± 5** 62± 4* 67 ± 3 64 ± 4 70± 2 45± 5** Grup 6 58± 7 69±5* 53 ± 9 35± 2** 63± 2 47 ± 3** 63 ± 4 68± 4* 49± 8* Grup 1 103±33 99± ±51 127±20 139± ±9 128 ±11 117±13 115±17 Grup 2 84±10 117± ±25 151±22** 132±28* 97 ±35 93 ±22 88±22 88±22 Grup 3 119± 3 115± ±15* 147±17* 145± ± ± 4 101±20 107± 8 Grup 4 93± 9 71±18 90 ±19 59±26** 106±16 98 ± ± 7* 118±15 113±15 Grup 5 92± 6 79± 3** 71 ± 7** 72± 3** 75± 5** 80 ± 4** 79 ± 2** 81± 7** 74± 5** Grup 6 75± 2 94±17* 87 ±10 73±17 84± 4 82 ± 5 83 ± 5 115±13** 112±14** Grup 1 40,5±6,4 41,2±2.5 40,8 ±2,2 41,2±3,0 35,5±1,7 32,0 ±5,4* 29,3 ±7,9** 22,8±3,5** NA Grup 2 40,5±6,4 36,8±1,2 37,3 ±2,2 37,3±0,5 37,3±1,5 35,0 ±2,0* 35,3 ±2,2* 35,3±2,2* NA Grup 3 40,5±6,4 41,8±1,0 41,5 ±1,3 41,3±1,3 37,3±1,3 34,3 ±1,5** 33,8 ±2,5** 33,8±2,5** NA Grup 4 NA NA NA NA NA NA NA NA NA Grup 5 NA NA NA NA NA NA NA NA NA Grup 6 40,5±6,4 41,8±1,3 42,3 ±2,1 38,0±1,6 33,5±4,4 31,5 ±6,6* 31,5 ±6,6* 31,5±6,6* NA Keterangan : SAP = Systole Arterial Pressure (tekanan darah sistol), DAP = Diastole Arterial Pressure (tekanan darah diastol), MAP = Mean Arterial Pressure (tekanan darah rata-rata). NA= not applicable (sedasi ringan, tidak diukur) ; Pada kolom (perlakuan) sama, * = berbeda nyata (P<0,05), ** = berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan nilai awal (menit ke-0).

26 96 Elektrokardiogram (EKG) Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu rekaman keadaan yang menggambarkan konduksi listrik jantung. Rekaman konduksi listrik jantung sangat umum digunakan secara klinis untuk mendiagnosa disfungsi listrik jantung. Depolarisasi atrial, depolarisasi ventrikel, dan repolarisasi ventrikel akan menyebabkan depleksi voltase yang khas dalam bentuk gelombang pada elektrokardiogram. Alat elektrokardiograf dapat digunakan untuk melihat gambaran elektrokardiogram dan denyut jantung. Gelombang EKG ditandai dengan satu seri defleksi atau gelombang, dengan perjanjian bahwa suatu potensial positif menghasilkan defleksi ke atas dan suatu potensial negatif menghasilkan defleksi ke bawah. Amplitudo Gelombang P Amplitudo gelomgang P, menunjukkan kukuatan listrik pada saat terjadi depolarisasi atau kontraksi atrium yang dinyatakan dalam milli Volt (mv). Gelombang untuk repolarisasi atrium tidak terlihat pada EKG, karena tertutup oleh gelombang Q, R, dan S. Nilai normal gelombang P pada anjing adalah maksimum 0,4 mv dengan durasi maksimum sekitar 0,04 detik. Gelombang P yang ditunjukkan oleh grup 1 selama preanestesi dan induksi anestesi tidak mengalami perubahan dari nilai normal sebelum dianestesi, yaitu sekitar 0,17 ± 0,03 mv. Begitu pula grup 2, 3, 4, 5, dan grup 6 selama teranestesi nilai gelombang P tidak mengalami perubahan dari nilai normalnya masing-masing, yaitu 0,12 ± 0,05 mv, 0,18 ± 0,03 mv, 0,16 ± 0,01 mv, 0,16 ± 0,01 mv, dan 0,16 ± 0,02 mv. Nilai gelombang P tiap grup disajikan pada tabel 12. Amplitudo gelombang P yang ditunjukkan oleh grup 1, 2, dan grup 3 maupun grup 4, 5, dan 6 selama teranestesi, mengalami perubahan yang tidak berbeda dengan nilai awal. Amplitudo gelombang P tidak mengalami perubahan selama perlakuan. Perlakuan anestesi belum menyebabkan perubahan terhadap aliran listrik jantung pada saat terjadi depolarisasi atrium, sehingga amplitudo depolarisasi antrium tidak menunjukkan perubahan yang berbeda nyata. Perubahan amplitudo gelombang P

27 97 juga tidak terpola secara jelas dan tidak berbeda nyata selama perlakuan anestesi, menunjukkan bahwa perlakuan preanestesi dan induksi anestesi pada grup 1, 2, dan grup 3, maupun grup 4, 5, dan grup 6 tidak menunjukkan perubahan depolarisasi atrium. Kekuatan listrik pada atrium yang bersumber dari nodus sinoatrial (SA node) dan penyebarannya pada dinding atrium, tidak terpengaruh oleh perubahan aksi potensial pada sistim syaraf akibat perlakuan anestesi. Tetapi ada kecenderungan amplitudo gelombang P menunjukkan penurunan pada grup 4, karena pengaruh frekuensi jantung yang lebih tinggi sehingga kekuatan jantung berdenyut akan menurun bersamaan dengan meningkatnya frekuensi denyut jantung. Amplitudo Gelombang R Gelombang Q, R, dan gelombang S, bersama-sama merupakan komplek QRS. Amplitudo komplek QRS atau disebut gelombang R menunjukkan depolarisasi atau kontraksi ventrikel yang dinyatakan dalam milli Volt (mv). Ketetapan pada komplek QRS adalah setiap awal defleksi negatif ditunjukkan oleh Q, setiap defleksi positif yang disertai dengan atau tanpa didahului oleh Q, ditunjukkan oleh R, dan setiap defleksi negatif yang mengikuti R, ditunjukkan oleh S. Nilai normal gemombang R pada anjing adalah maksimum 3 mv. Grup 1 menunjukkan perubahan nilai amplitudo gelombang R selama teranestesi tidak berbeda dengan nilai normal sebelum dianestesi, yaitu sekitar 1,93 ± 0,66 mv. Begitu pula grup 2, 3, 4, 5, dan grup 6 selama teranestesi tidak mengalami perubahan nilai amplitudo gelombang R dari nilai normalnya masing-masing, yaitu 1,71 ± 0,84 mv, 2,06 ± 0,56 mv, 1,16 ± 0,55 mv, 1,16 ± 0,60 mv, dan 1,16 ± 0,56 mv. Nilai amplitudo gelombang R tiap grup disajikan pada tabel 12.

28 98 Tabel 12 Nilai rata-rata ± simpangan baku (rata-rata ± SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II gelombang P dan gelombang R selama perlakuan kombinasi preanestesi atropine sulfate -xylazine HCl atau atropine sulfate -midazolam dan induksi ketamine HCl dan atau propofol pada anjing Jenis Pengamatan Perlakuan Waktu Pengamatan (menit) Grup 1 0,17±0,03 0,18±0,04 0,11 ±0,04 0,13±0,10 0,20±0,05 0,23 ±0,05 0,20 ±0,03 0,19±0,04 0,15±0,11 Gelombang P (mv) Grup 2 0,12±0,05 0,13±0,10 0,10 ±0,10 0,16±0,07 0,17±0,07 0,14 ±0,05 0,15 ±0,05 0,19±0,06 0,19±0,06 Grup 3 0,18±0,03 0,15±0,03 0,17 ±0,06 0,15±0,07 0,17±0,02 0,16 ±0,01 0,17 ±0,01 0,14±0,03 0,15±0,05 Grup 4 0,16±0,01 0,17±0,03 0,20 ±0,04 0,10±0,07 0,10±0,02 0,11 ±0,01 0,09 ±0,01 0,09±0,02 0,09±0,02 Grup 5 0,16±0,01 0,16±0,02 0,16 ±0,02 0,16±0,03 0,16±0,03 0,16 ±0,03 0,16 ±0,02 0,16±0,02 0,16±0,02 Grup 6 0,16±0,02 0,16±0,03 0,16 ±0,03 0,16±0,03 0,16±0,01 0,16 ±0,01 0,16 ±0,02 0,16±0,02 0,16±0,02 Grup 1 1,93±0,66 2,08±0,56 2,18 ±0,54 2,20±0,43 2,14±0,49 2,30 ±0,45 2,32 ±0,40 1,93±0,89 2,31±0,37 Gelombang R (mv) Grup 2 1,71±0,84 1,76±0,76 1,87 ±0,89 1,81±0,78 1,85±0,87 1,70 ±1,05 1,61 ±1,05 1,63±1,05 1,63±1,05 Grup 3 2,06±0,56 1,91±0,64 1,72 ±0,55 1,90±0,74 1,88±0,72 1,91 ±0,69 1,98 ±0,74 2,03±0,66 2,01±0,67 Grup 4 1,16±0,55 0,99±0,44 1,36 ±0,45 1,72±0,54 1,68±0,60 1,73 ±0,65 1,62 ±0,70 1,62±0,60 1,62±0,60 Grup 5 1,16±0,60 1,16±0,54 1,16 ±0,60 1,36±0,56 1,36±0,60 1,16 ±0,56 1,16 ±0,60 1,16±0,54 1,16±0,54 Grup 6 1,16±0,56 1,26±0,60 1,16 ±0,56 1,16±0,54 1,16±0,56 1,16 ±0,54 1,26 ±0,60 1,16±0,56 1,26±0,56 Keterangan : Pada kolom (perlakuan) sama, * = berbeda nyata (P<0,05), ** = berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan nilai Awal (menit ke-0).

29 Perubahan amplitudo gelombang R selama teranestesi yang ditunjukkan oleh sgrup 1, 2, dan grup 3 maupun grup 4, 5, dan grup 6 tidak berbeda nyata dengan nilai awal, bahwa depolarisasi yang terjadi pada ventrikel jantung tidak dipengaruhi oleh semua kombinasi anestesi. Kekuatan listrik pada dinding ventrikel jantung yang bersumber dari nodus atrio ventrikel (AV node), berkas his, dan serabut purkintje tidak terpengaruh oleh perubahan aksi potensial pada sistim syaraf pada jantung akibat perlakuan anestesi. Otot jantung mampu berkontraksi sendiri akibat aliran listrik dari nodus sino-atrial sebagai pace maker, nodus atrio-ventrikel, berkas his, dan serabut purkinje. Sedangkan sistim syaraf hanya dapat memodifikasi aliran listrik pada jantung, sehingga perubahan aliran listrik atau aksi potensial pada sistim syaraf akibat perlakuan anestesi belum mampu mengubah kekuatan aliran listrik pada ventrikel jantung yang bersumber dari nodus atrio-ventrikel, berkas his dan serabut purkinje. Komplek QRS Interval komplek QRS menunjukkan lamanya atau waktu untuk depolarisasi atau kontraksi ventrikel yang dinyatakan dalam detik. Nilai komplek QRS normal pada anjing adalah 0,04 0,05 detik. Perubahan komplek QRS yang ditunjukkan oleh grup 1, 2, dan grup 3 maupun grup 4, 5, dan grup 6 tidak berbeda dengan nilai awalnya masing-masing, yaitu 0,04 ± 0,01 detik, seperti ditunjukkan pada Tabel 13. Lama waktu yang diperlukan untuk terjadinya depolarisasi pada ventrikel jantung tidak terpengaruh oleh semua kombinasi anestesi. Perubahan durasi komplek QRS juga tidak menunjukkan pola yang jelas. Perubahan aksi potensial sistim syaraf akibat perlakuan anestesi, tidak mampu memodifikasi aliran listrik pada ventrikel jantung. Otot jantung mampu berkontraksi sendiri akibat aliran listrik dari nodus sino-atrial sebagai pace maker, nodus atrio-ventrikel, berkas his, dan serabut purkinje.

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Anestesi merupakan tahapan yang sangat penting dan strategis pada tindakan pembedahan, karena pembedahan tidak dapat dilakukan bila belum dilaksanakan anestesi. Sejarah membuktikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 32 HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Fisik Keseluruhan anjing yang dipergunakan pada penelitian diperiksa secara klinis dan dinyatakan sehat sesuai dengan klasifikasi status klas I yang telah ditetapkan

Lebih terperinci

ANESTESI INFUS GRAVIMETRIK PADA ANJING (The Gravimetric Infuson Anaesthesia in Dogs)

ANESTESI INFUS GRAVIMETRIK PADA ANJING (The Gravimetric Infuson Anaesthesia in Dogs) ANESTESI INFUS GRAVIMETRIK PADA ANJING (The Gravimetric Infuson Anaesthesia in Dogs) I Gusti Ngurah Sudisma 1), Setyo Widodo 2), Dondin Sajuthi 2), Harry Soehartono 2), Putu Yudhi Arjentinia 1) 1) Bagian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN 57 MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Bagian Bedah Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Bagian Fisiologi Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Anestesi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen anestesi seperti obat analgesik yang dapat menghilangkan rasa sakit, sementara obat-obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam detak per menit atau beats per minute (bpm). Frekuensi denyut jantung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam detak per menit atau beats per minute (bpm). Frekuensi denyut jantung BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fisiologis Sistem Kardiovaskuler dan Pernafasan (Kardiorespirasi) 2.1.1. Heart Rate/Frekuensi Denyut Jantung Heart rate adalah jumlah detak jantung per satuan waktu, biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anjing merupakan hewan peliharaan yang paling populer hampir di seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga memiliki jiwa pengabdian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anestesi digunakan secara luas dalam bidang kedokteran hewan seperti menghilangkan nyeri dan kesadaran pada tindakan pembedahan, pengendalian hewan (restraint), keperluan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 4 ruang yaitu atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan kanan, serta memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 4 ruang yaitu atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan kanan, serta memiliki BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Jantung Berdasarkan struktur anatomi, jantung hewan mamalia terbagi menjadi 4 ruang yaitu atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan kanan, serta memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi umum merupakan teknik yang sering dilakukan pada berbagai macam prosedur pembedahan. 1 Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi anestesi. 2 Idealnya induksi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pemeriksaan Klinis dan Tekanan Darah

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pemeriksaan Klinis dan Tekanan Darah METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai bulan Desember 00 di Bagian Bedah dan Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan belum bisa dilakukan tanpa anestesi (Hall dan Clarke, 1983).

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan belum bisa dilakukan tanpa anestesi (Hall dan Clarke, 1983). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anestesi adalah tahapan yang sangat penting pada prosedur pembedahan. Prosedur awal pembedahan harus didahului dengan pemberian anestesi karena pembedahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein banyak terkandung dalam kopi, teh, minuman cola, minuman berenergi, coklat, dan bahkan digunakan juga untuk terapi, misalnya pada obatobat stimulan, pereda nyeri,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Latar belakang. hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Latar belakang. hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Anestesi adalah hilangnya rasa sakit yang disertai atau tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 Variabel yang diamati : Gambar 5 Alur penelitian terhadap babi A, B, dan C 1. Gejala pada saat periode induksi 2. Onset anestesi 3. Durasi anestesi 4. Temperatur tubuh ( o C) 5. Frekuensi denyut jantung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Pemeriksaan Fisik dan Jantung Hasil pemeriksaan fisik yang meliputi suhu tubuh, frekuensi nafas dan frekuensi jantung menunjukkan bahwa kelima hewan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

Kontrol Dari Kecepatan Denyut Jantung

Kontrol Dari Kecepatan Denyut Jantung Kontrol Dari Kecepatan Denyut Jantung Pacemaker akan menyebabkan jantung berdenyut ± 100X permenit, dalam kenyataannya jantung akan berdenyut antara 60-140 kali permenit tergantung kebutuhan. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propofol telah digunakan secara luas untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum. Obat ini mempunyai banyak keuntungan seperti mula aksi yang cepat dan pemulihan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah pemberian obat-obatan sebelum tindakan anestesi umum dengan tujuan utama menenangkan pasien, menghasilkan induksi anestesi yang halus, mengurangi

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN FUNGSI SISTEM KARDIOVASKULER

STRUKTUR DAN FUNGSI SISTEM KARDIOVASKULER STRUKTUR DAN FUNGSI SISTEM KARDIOVASKULER Tujuan Pembelajaran Menjelaskan anatomi dan fungsi struktur jantung : Lapisan jantung, atrium, ventrikel, katup semilunar, dan katup atrioventrikular Menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi seorang anestesiologis, mahir dalam penatalaksanaan jalan nafas merupakan kemampuan yang sangat penting. Salah satu tindakan manajemen jalan nafas adalah tindakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang tua. 1 Berdasarkan data pada Agustus 2010, terdapat pasien anak berusia 2-12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak-anak mempunyai kondisi berbeda dengan orang dewasa pada saat pra bedah sebelum masuk

Lebih terperinci

SOP ECHOCARDIOGRAPHY TINDAKAN

SOP ECHOCARDIOGRAPHY TINDAKAN SOP ECHOCARDIOGRAPHY N O A B C FASE PRA INTERAKSI TINDAKAN 1. Membaca dokumentasi keperawatan. 2. Menyiapkan alat-alat : alat echocardiography, gel, tissu. 3. Mencuci tangan. FASE ORIENTASI 1. Memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dua ruang yaitu atrium kiri (sinister) dan kanan (dexter), dan dua ventrikel sinister

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dua ruang yaitu atrium kiri (sinister) dan kanan (dexter), dan dua ventrikel sinister BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomifisiologi Jantung Anjing Secara anatomi, jantung anjing memiliki empat ruang yang terbagi atas dua ruang yaitu atrium kiri (sinister) dan kanan (dexter), dan dua ventrikel

Lebih terperinci

A. Pengukuran tekanan darah secara tidak langsung

A. Pengukuran tekanan darah secara tidak langsung Materi 3 Kardiovaskular III A. Pengukuran tekanan darah secara tidak langsung Tujuan a. Mengukur tekanan darah arteri dengan cara palpasi b. Mengukur tekanan darah arteri dengan cara auskultasi Dasar Teori

Lebih terperinci

Perubahan Klinik Pada Anjing Lokal Selama Teranestesi Ketamin Dengan Berbagai Dosis Premedikasi Xilazin Secara Subkutan

Perubahan Klinik Pada Anjing Lokal Selama Teranestesi Ketamin Dengan Berbagai Dosis Premedikasi Xilazin Secara Subkutan Perubahan Klinik Pada Anjing Lokal Selama Teranestesi Ketamin Dengan Berbagai Dosis Premedikasi Xilazin Secara Subkutan (THE CLINICAL CHANGES IN LOCAL DOG DURING ANESTHETIZED BY KETAMINE WITH VARIOUS DOSE

Lebih terperinci

INTERPRETASI ELEKTROKARDIOGRAFI STRIP NORMAL HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA SULAWESI UTARA

INTERPRETASI ELEKTROKARDIOGRAFI STRIP NORMAL HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA SULAWESI UTARA INTERPRETASI ELEKTROKARDIOGRAFI STRIP NORMAL HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA SULAWESI UTARA PENDAHULUAN Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari rekaman aktivitas listrik jantung

Lebih terperinci

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Fisioanatomi Jantung

TINJAUAN PUSTAKA Fisioanatomi Jantung 5 TINJAUAN PUSTAKA Fisioanatomi Jantung Anatomi jantung terdiri dari empat ruang yaitu atrium kanan dan kiri, serta ventrikel kanan dan kiri yang dipisahkan oleh septum. Jantung dibungkus oleh suatu lapisan

Lebih terperinci

KETERPILIHAN DAN KEBAKUAN DOSIS ANESTESI KETAMINE DAN PROPOFOL MENGGUNAKAN METODE GRAVIMETRIK PADA ANJING I GUSTI NGURAH SUDISMA

KETERPILIHAN DAN KEBAKUAN DOSIS ANESTESI KETAMINE DAN PROPOFOL MENGGUNAKAN METODE GRAVIMETRIK PADA ANJING I GUSTI NGURAH SUDISMA KETERPILIHAN DAN KEBAKUAN DOSIS ANESTESI KETAMINE DAN PROPOFOL MENGGUNAKAN METODE GRAVIMETRIK PADA ANJING I GUSTI NGURAH SUDISMA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Darah 2.1.1. Hematologi Darah Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan dan anestesi merupakan suatu kondisi yang dapat memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani pembedahan sudah tentunya

Lebih terperinci

MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I

MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I Hemodinamik Aliran darah dalam sistem peredaran tubuh kita baik sirkulasi magna/ besar maupun sirkulasi parva/ sirkulasi dalam paru paru. Monitoring

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propofol adalah obat anestesi intravena yang sangat populer saat ini

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propofol adalah obat anestesi intravena yang sangat populer saat ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propofol adalah obat anestesi intravena yang sangat populer saat ini dikarenakan memiliki waktu mula kerja, durasi dan waktu pulih sadar yang singkat. 1,2 Disamping

Lebih terperinci

KONSEP DASAR EKG. Rachmat Susanto, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.MB (KV)

KONSEP DASAR EKG. Rachmat Susanto, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.MB (KV) KONSEP DASAR EKG Rachmat Susanto, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.MB (KV) TIU Setelah mengikuti materi ini peserta mampu memahami konsep dasar EKG dan gambaran EKG normal. TIK Setelah mengikuti materi ini peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke seluruh tubuh dimana pada saat memompa jantung otot-otot jantung (miokardium) yang bergerak. Untuk fungsi tersebut, otot

Lebih terperinci

TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT INTERPRETASI DASAR EKG

TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT INTERPRETASI DASAR EKG TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT INTERPRETASI DASAR EKG Disusun untuk memenuhi tugas mandiri keperawatan gawat darurat Dosen Setiyawan S.Kep.,Ns.,M.Kep. Disusun oleh : NUGKY SETYO ARINI (P15037) PRODI D3

Lebih terperinci

Laporan Pendahuluan Elektrokardiogram (EKG) Oleh Puji Mentari

Laporan Pendahuluan Elektrokardiogram (EKG) Oleh Puji Mentari Laporan Pendahuluan Elektrokardiogram (EKG) Oleh Puji Mentari 1106053344 A. Pengertian Tindakan Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu pencatatan grafis aktivitas listrik jantung (Price, 2006). Sewaktu impuls

Lebih terperinci

STRUKTUR JANTUNG RUANG JANTUNG KATUP JANTUNG tiga katup trikuspidalis dua katup bikuspidalis katup mitral Katup pulmonal Katup aorta Arteri Koroner

STRUKTUR JANTUNG RUANG JANTUNG KATUP JANTUNG tiga katup trikuspidalis dua katup bikuspidalis katup mitral Katup pulmonal Katup aorta Arteri Koroner Pengertian Kardiovaskuler Sistem Kardiovaskuler yaitu sistem peredaran darah di dalam tubuh. Sistem Kardiovaskuler terdiri dari darah,jantung dan pembuluh darah. Jantung terletak di dalam mediastinum di

Lebih terperinci

AKTIFITAS LISTRIK JANTUNG. Potensial Aksi Pada Jantung

AKTIFITAS LISTRIK JANTUNG. Potensial Aksi Pada Jantung AKTIFITAS LISTRIK JANTUNG Potensial Aksi Pada Jantung Pendahuluan Jantung : Merupakan organ vital Fungsi Jantung : Memompakan darah ke seluruh tubuh. Jantung terletak pada rongga dada sebelah kiri. Batas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi. Obat analgesik akan menghilangkan rasa sakit, sementara obat tranquilliser akan menenangkan hewan

Lebih terperinci

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI Conducted by: Jusuf R. Sofjan,dr,MARS 2/17/2016 1 Jantung merupakan organ otot

Lebih terperinci

Intro. - alifis.wordpress.com

Intro. - alifis.wordpress.com Intro. Manusia tidak bisa melihat, merasa, mencium atau menyadari keberadaan listrik dengan inderanya, baik untuk muatan maupun untuk medan listriknya. Baru pada akhir abad 18 hal-hal mengenai listrik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakhea merupakan hal yang rutin dilakukan pada anastesi umum. Namun tindakan laringoskopi dan intubasi tersebut dapat menimbulkan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian tentang profil nilai fisiologis kardiorespirasi dan suhu tubuh Macaca fascicularis tersedasi (nilai rataan denyut jantung, nafas, suhu tubuh dan EKG) pada perbedaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Adaptasi hewan (kelompok AP,AIS,AIP) Torakotomi (kelompok AP,AIS,AIP) H + 2 H+2 H - 14 H-14 Teranestesi sempurna H Awal recovery H+7 Pengambilan darah simpan 30% total darah (kelompok AP) Post transfusi

Lebih terperinci

Normal EKG untuk Paramedis. dr. Ahmad Handayani dr. Hasbi Murdhani

Normal EKG untuk Paramedis. dr. Ahmad Handayani dr. Hasbi Murdhani Normal EKG untuk Paramedis dr. Ahmad Handayani dr. Hasbi Murdhani Anatomi Jantung & THE HEART Konsep dasar elektrokardiografi Sistem Konduksi Jantung Nodus Sino-Atrial (SA) - pada pertemuan SVC dg atrium

Lebih terperinci

Lampiran 1 Klasifikasi status pasien pada prosedur anestesi menurut American Society of Anaesthesiologist (ASA)

Lampiran 1 Klasifikasi status pasien pada prosedur anestesi menurut American Society of Anaesthesiologist (ASA) LAMPIRAN 73 74 Lampiran 1 Klasifikasi status pasien pada prosedur anestesi menurut American Society of Anaesthesiologist (ASA) Katagori Kondisi Fisik Contoh kondisi klinik Hewan normal (sehat klinis) Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap pembedahan, dilakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk baik menghilangkan rasa nyeri yang kemudian disebut dengan anestesi. Dan keadaan hilangnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Temperatur Tubuh Temperatur tubuh didefinisikan sebagai derajat panas tubuh. Temperatur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Temperatur Tubuh Temperatur tubuh didefinisikan sebagai derajat panas tubuh. Temperatur BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Temperatur Tubuh Temperatur tubuh didefinisikan sebagai derajat panas tubuh. Temperatur tubuh hewan merupakan keseimbangan antara produksi panas tubuh yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

PENGUKURAN TANDA VITAL Oleh: Akhmadi, SKp

PENGUKURAN TANDA VITAL Oleh: Akhmadi, SKp PENGUKURAN TANDA VITAL Oleh: Akhmadi, SKp Pengukuran tanda vital merefleksikan indicator fungsi tubuh untuk mempertahankan mekanisme homeostatis dalam rentang yang normal. Adanya perubahan dari pola yang

Lebih terperinci

SISTEM CARDIO VASCULAR

SISTEM CARDIO VASCULAR SISTEM CARDIO VASCULAR SISTEM CARDIO VASKULAR PENDAHULUAN ANATOMI JANTUNG FUNGSI UTAMA DAN MANFAAT DENYUT JANTUNG SIFAT OTOT JANTUNG GERAKAN JANTUNG FUNGSI JARINGAN VASKULAR ANATOMI JARINGAN VASKULAR DARAH

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Babi Lokal (Sus domestica) Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Babi Lokal (Sus domestica) Indonesia 2 TINJAUAN PUSTAKA Babi Lokal (Sus domestica) Indonesia Babi merupakan hewan monogastrik berasal dari Eurasia yang memiliki bentuk hidung khas sebagai ciri hewan tersebut, yaitu berhidung lemper. Babi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensial permukaan tubuh (Sumber: Clark Jr, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensial permukaan tubuh (Sumber: Clark Jr, 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya seluruh fungsi dan aktivitas tubuh melibatkan listrik. Tubuh manusia menghasilkan sinyal listrik dari hasil aksi elektrokimia sel-sel tertentu dan listrik

Lebih terperinci

FISIOLOGI MANUSIA PENGUKURAN SECARA TAK LANGSUNG TEKANAN DARAH ARTERI

FISIOLOGI MANUSIA PENGUKURAN SECARA TAK LANGSUNG TEKANAN DARAH ARTERI FISIOLOGI MANUSIA PENGUKURAN SECARA TAK LANGSUNG TEKANAN DARAH ARTERI Muhammad Reza Jaelani LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI II I. Acara Latihan Pengukuran Secra Tak Langsung Tekanan Darah Arteri pada Orang

Lebih terperinci

ELEKTROKARDIOGRAM ANJING DOMESTIK YANG DIBERIKAN KOMBINASI XILASIN DAN KETAMIN SECARA SUBKUTAN SEBAGAI PEMELIHARA ANESTESI SKRIPSI

ELEKTROKARDIOGRAM ANJING DOMESTIK YANG DIBERIKAN KOMBINASI XILASIN DAN KETAMIN SECARA SUBKUTAN SEBAGAI PEMELIHARA ANESTESI SKRIPSI ELEKTROKARDIOGRAM ANJING DOMESTIK YANG DIBERIKAN KOMBINASI XILASIN DAN KETAMIN SECARA SUBKUTAN SEBAGAI PEMELIHARA ANESTESI SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Anestesi

TINJAUAN PUSTAKA Anestesi 9 TINJAUAN PUSTAKA Anestesi Istilah anestesi dimunculkan pertama kali oleh dokter Oliver Wendell Holmes (1809-1894) berkebangsaan Amerika, diturunkan dari dua kata Yunani : An berarti tidak, dan Aesthesis

Lebih terperinci

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Mempunyai kekhususan karena : Keadaan umum pasien sangat bervariasi (normal sehat menderita penyakit dasar berat) Kelainan bedah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memompa dengan kuat dan arteriol yang sempit sehinggga darah mengalir

BAB I PENDAHULUAN. yang memompa dengan kuat dan arteriol yang sempit sehinggga darah mengalir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan suatu meningkatnya tekanan darah di dalam arteri. Hipertensi dihasilkan dari dua faktor utama yaitu jantung yang memompa

Lebih terperinci

5. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang dinamakan... a. pleura b. bronkus c. alveolus d. trakea

5. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang dinamakan... a. pleura b. bronkus c. alveolus d. trakea 1. Terjadinya inspirasi pada proses pernapasan manusia adalah karena diafragma.... a. melengkung, tulang rusuk dan dada terangkat b. melengkung, tulang rusuk dan dada turun c. mendatar, tulang rusuk dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan pembanguan adalah semakin

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan pembanguan adalah semakin 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pembanguan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan

Lebih terperinci

TESIS PEMELIHARAAN STATUS TERANESTESI DENGAN KOMBINASI XILASIN-KETAMIN SECARA SUBKUTAN PADA ANJING

TESIS PEMELIHARAAN STATUS TERANESTESI DENGAN KOMBINASI XILASIN-KETAMIN SECARA SUBKUTAN PADA ANJING TESIS PEMELIHARAAN STATUS TERANESTESI DENGAN KOMBINASI XILASIN-KETAMIN SECARA SUBKUTAN PADA ANJING I MADE INDRAYADNYA SWARAYANA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015! TESIS PEMELIHARAAN

Lebih terperinci

ADVANCED ECG INTERPRETATION ARITMIA DISRITMIA. Oleh : Bambang Sutikno

ADVANCED ECG INTERPRETATION ARITMIA DISRITMIA. Oleh : Bambang Sutikno ADVANCED ECG INTERPRETATION ARITMIA Oleh : Bambang Sutikno DISRITMIA Kelainan/gangguan dalam kecepatan, irama, tempat asal impuls, atau gangguan konduksi yang menyebabkan perubahan dalam urutan normal

Lebih terperinci

Anestesi Infus Gravimetrik Ketamin dan Propofol pada Anjing

Anestesi Infus Gravimetrik Ketamin dan Propofol pada Anjing Jurnal Veteriner Juni 2012 Vol. 13 No. 2: 189-198 ISSN : 1411-8327 Anestesi Infus Gravimetrik Ketamin dan Propofol pada Anjing (THE GRAVIMETRIC INFUSION ANAESTHESIA WITH KETAMINE AND PROPOFOL IN DOGS)

Lebih terperinci

SISTEM SIRKULASI PADA HEWAN AIR

SISTEM SIRKULASI PADA HEWAN AIR SISTEM SIRKULASI PADA HEWAN AIR Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA Prinsip dasar sistem sirkulasi Hanya dapat berlangsung jika ada pompa (satu atau lebih) dan saluran di mana darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap sebuah pelumpuh otot yang ideal yang dapat memberikan kondisi intubasi yang ideal dalam durasi

Lebih terperinci

Curah jantung. Nama : Herda Septa D NPM : Keperawatan IV D. Definisi

Curah jantung. Nama : Herda Septa D NPM : Keperawatan IV D. Definisi Nama : Herda Septa D NPM : 0926010138 Keperawatan IV D Curah jantung Definisi Kontraksi miokardium yang berirama dan sinkron menyebabkan darah dipompa masuk ke dalam sirkulasi paru dan sistemik. Volume

Lebih terperinci

BAB IV TEKANAN DAN ALIRAN DARAH

BAB IV TEKANAN DAN ALIRAN DARAH BAB IV TEKANAN DAN ALIRAN DARAH Tekanan darah adalah tekanan yang disebabkan oleh desakan darah pada dinding pembuluh darah. Pada umumnya tekanan darah lebih dikenal dengan tekanan darah arteri, misalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dengan ditemukannya agen inhalasi yang baru, desflurane dan sevoflurane, muncul permasalahan baru yang dikenal dengan agitasi pulih sadar. Agitasi pulih sadar didefinisikan

Lebih terperinci

Sinyal ECG. ECG Signal 1

Sinyal ECG. ECG Signal 1 Sinyal ECG ECG Signal 1 Gambar 1. Struktur Jantung. RA = right atrium, RV = right ventricle; LA = left atrium, dan LV = left ventricle. ECG Signal 2 Deoxygenated blood Upper body Oxygenated blood Right

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STABILITAS ELEKTROKARDIOGRAM PADA ANJING DOMESTIK YANG DIANESTESI ANTARA KETAMIN, PROPOFOL DAN KOMBINASINYA I PUTU GEDE YUDHI ARJENTINIA

PERBANDINGAN STABILITAS ELEKTROKARDIOGRAM PADA ANJING DOMESTIK YANG DIANESTESI ANTARA KETAMIN, PROPOFOL DAN KOMBINASINYA I PUTU GEDE YUDHI ARJENTINIA PERBANDINGAN STABILITAS ELEKTROKARDIOGRAM PADA ANJING DOMESTIK YANG DIANESTESI ANTARA KETAMIN, PROPOFOL DAN KOMBINASINYA I PUTU GEDE YUDHI ARJENTINIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

SISTEM PEREDARAN DARAH DAN KARDIOVASKULAS

SISTEM PEREDARAN DARAH DAN KARDIOVASKULAS SISTEM PEREDARAN DARAH DAN KARDIOVASKULAS ALAT PEREDARAN DARAH JANTUNG PEMBULUH DARAH KAPILER DARAH JANTUNG JANTUNG ATAU HEART MERUPAKAN SALAH SATU ORGAN YANG PENTING DALAM KELANGSUNGAN HIDUP KITA. TELAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber energi hewan dan tumbuhan. Glukosa merupakan bahan bakar universal

BAB I PENDAHULUAN. sumber energi hewan dan tumbuhan. Glukosa merupakan bahan bakar universal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Glukosa darah atau sering disebut gula darah adalah salah satu gula monosakarida dan salah satu sumber karbon terpenting yang digunakan sebagai sumber

Lebih terperinci

DASAR TEORI Siklus jantung terdiri atas periode sistol (konstraksi dan pengosongan isi) dan diastol (relaksasi dan pengisian jantung) bergantian.

DASAR TEORI Siklus jantung terdiri atas periode sistol (konstraksi dan pengosongan isi) dan diastol (relaksasi dan pengisian jantung) bergantian. DASAR TEORI Siklus jantung terdiri atas periode sistol (konstraksi dan pengosongan isi) dan diastol (relaksasi dan pengisian jantung) bergantian. Kontraksi terjadi akibat penyebaran eksisitas seluruh jantung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan suatu tindakan yang sering dilakukan pada anestesi umum untuk mengurangi atau menumpulkan respon

Lebih terperinci

SISTEM PEREDARAN DARAH PADA MANUSIA

SISTEM PEREDARAN DARAH PADA MANUSIA SISTEM PEREDARAN DARAH PADA MANUSIA Organ Sistem Peredaran darah: darah, jantung, dan pembuluh. 1. Darah, tersusun atas: a. Sel-sel darah: 1) Sel darah merah (eritrosit) 2) Sel darah putih (leukosit) 3)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein dalam coklat di dapat dari biji cacao yang hanya tumbuh di daerah tropis, sedangkan kafein dalam kopi didapatkan dari biji coffe Arabica dan coffe Robusta. Kafein

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALatihan Soal 5.1

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALatihan Soal 5.1 SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALatihan Soal 5.1 1. Urutan organ pernapasan yang benar dari dalam ke luar adalah... paru-paru, tenggororkan mulut paru-paru kerongkongan, hidung

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : Yunita Ekawati J Kepada : FAKULTAS KEDOKTERAN

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : Yunita Ekawati J Kepada : FAKULTAS KEDOKTERAN PERBANDINGAN ANTARA PEMASANGAN TOURNIQUET UNILATERAL DAN BILATERAL PADA EXTREMITAS INFERIOR UNTUK MENGURANGI PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA ANESTESI SPINAL DI RSO. Prof. Dr. R. SOEHARSO SURAKARTA SKRIPSI

Lebih terperinci

Ditulis pada Rabu, 20 September :47 WIB oleh damian dalam katergori Pemeriksaan tag EKG, ECG, pemeriksaan, elektromedis

Ditulis pada Rabu, 20 September :47 WIB oleh damian dalam katergori Pemeriksaan tag EKG, ECG, pemeriksaan, elektromedis - V1 di garis parasternal kanan sejajar dengan ICS 4 berwarna merah Elektrokardiografi (EKG) Ditulis pada Rabu, 20 September 2017 08:47 WIB oleh damian dalam katergori Pemeriksaan tag EKG, ECG, pemeriksaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal jantung adalah sindroma klinis yang kompleks yang timbul akibat kelainan struktur dan atau fungsi jantung yang mengganggu kemampuan ventrikel kiri dalam mengisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi yang pesat mempermudah manusia dalam mencapai kebutuhan hidup. Hal tersebut telah merambah segala bidang termasuk dalam bidang kedokteran.

Lebih terperinci

ANATOMI JANTUNG MANUSIA

ANATOMI JANTUNG MANUSIA ANATOMI JANTUNG MANUSIA Sistem kardiovaskuler merupakan sistem yang memberi fasilitas proses pengangkutan berbagai substansi dari, dan ke sel-sel tubuh. Sistem ini terdiri dari organ penggerak yang disebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jantung dalam terminologi sederhana, merupakan sebuah pompa yang terbuat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jantung dalam terminologi sederhana, merupakan sebuah pompa yang terbuat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jantung Jantung dalam terminologi sederhana, merupakan sebuah pompa yang terbuat dari otot. Jantung merupakan salah satu organ terpenting dalam tubuh manusia yang berperan dalam

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian B. Tujuan tindakan C. Indikasi, kontra indikasi, dan komplikasi tindakan Indikasi tindakan Kontraindikasi

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian B. Tujuan tindakan C. Indikasi, kontra indikasi, dan komplikasi tindakan Indikasi tindakan Kontraindikasi BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu sinyal yang dihasilkan oleh aktivitas listrik otot jantung. EKG ini merupakan rekaman informasi kondisi jantung yang diambil dengan

Lebih terperinci

BAB IV PEMERIKSAAN PULSUS DAN PEREDARAN DARAH PERIFER

BAB IV PEMERIKSAAN PULSUS DAN PEREDARAN DARAH PERIFER BAB IV PEMERIKSAAN PULSUS DAN PEREDARAN DARAH PERIFER A. PENDAHULUAN Pemeriksaan pulsus, vena superfisial, kapiler dan bilamana dikaitkan dengan pemeriksaan jantung sekaligus mempunyai arti yang sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jantung Elektrofisiologi jantung Aktivitas listrik jantung merupakan perubahan permeabilitas membran sel,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jantung Elektrofisiologi jantung Aktivitas listrik jantung merupakan perubahan permeabilitas membran sel, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jantung 2.1.1. Elektrofisiologi jantung Aktivitas listrik jantung merupakan perubahan permeabilitas membran sel, yang menyebabkan terjadinya pergerakan ion yang keluar-masuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang The International Association for The Study of Pain menggambarkan rasa sakit sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan dihubungkan dengan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Anatomi Jantung

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Anatomi Jantung 4 BAB II TEORI DASAR 2.1. Jantung Jantung merupakan otot tubuh yang bersifat unik karena mempunyai sifat membentuk impuls secara automatis dan berkontraksi ritmis [4], yang berupa dua pompa yang dihubungkan

Lebih terperinci

Hipotermia dan Waktu Pemulihannya dalam Anestesi Gas Isofluran dengan Induksi Ketamin-Xylazin pada Anjing

Hipotermia dan Waktu Pemulihannya dalam Anestesi Gas Isofluran dengan Induksi Ketamin-Xylazin pada Anjing Jurnal Veteriner Maret 2016 Vol. 17 No. 1 : 1-6 pissn: 1411-8327; eissn: 2477-5665 DOI: 10.19087/jveteriner.2016.17.1.1 Terakreditasi Nasional SK. No. 15/XI/Dirjen Dikti/2011 online pada http://ejournal.unud.ac.id/php.index/jvet.

Lebih terperinci

FISIOLOGI PEMBULUH DARAH. Kuntarti, SKp

FISIOLOGI PEMBULUH DARAH. Kuntarti, SKp FISIOLOGI PEMBULUH DARAH Kuntarti, SKp Overview Struktur & Fungsi Pembuluh Darah Menjamin keadekuatan suplay materi yg dibutuhkan jaringan tubuh, mendistribusikannya, & membuang zat sisa metabolisme Sebagai

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MONITORING HEMODINAMIK RUMAH SAKIT

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MONITORING HEMODINAMIK RUMAH SAKIT STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MONITORING HEMODINAMIK RUMAH SAKIT Tanggal terbit: Disahkan oleh: Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Ns. Hikayati, S.Kep., M.Kep. NIP. 19760220 200212 2 001 Pengertian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 56 BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional dengan uji kuantitatif analitik yang membandingkan dua kelompok penelitian, yaitu kelompok isofluran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Semua bentuk kegiatan manusia selalu memerlukan dukungan dari kebugaran jasmani,sehingga masalah kemampuan fisik/jasmani merupakan faktor dasar bagi setiap aktivitas manusia. 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung, jaringan arteri, vena, dan kapiler yang mengangkut darah ke seluruh tubuh. Darah membawa oksigen dan nutrisi penting untuk

Lebih terperinci

JANTUNG dan PEREDARAN DARAH. Dr. Hamidie Ronald, M.Pd, AIFO

JANTUNG dan PEREDARAN DARAH. Dr. Hamidie Ronald, M.Pd, AIFO JANTUNG dan PEREDARAN DARAH Dr. Hamidie Ronald, M.Pd, AIFO Jantung merupakan organ utama dalam system kardiovaskuler. Jantung dibentuk oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyesuaian dari keperawatan, khususnya keperawatan perioperatif. Perawat

BAB 1 PENDAHULUAN. penyesuaian dari keperawatan, khususnya keperawatan perioperatif. Perawat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan yang pesat di bidang pembedahan dan anestesi menuntut penyesuaian dari keperawatan, khususnya keperawatan perioperatif. Perawat perioperatif mempunyai peranan

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

FARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM

FARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM FARMAKOTERAPI ASMA H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM Pendahuluan Etiologi: asma ekstrinsik diinduksi alergi asma intrinsik Patofisiologi: Bronkokontriksi akut Hipersekresi mukus yang tebal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap prosedur pembedahan harus menjalani anestesi dan melalui tahap pasca bedah, maka setiap pasien yang selesai menjalani operasi dengan anestesi umum

Lebih terperinci