HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 10 Variabel yang diamati : Gambar 5 Alur penelitian terhadap babi A, B, dan C 1. Gejala pada saat periode induksi 2. Onset anestesi 3. Durasi anestesi 4. Temperatur tubuh ( o C) 5. Frekuensi denyut jantung per menit 6. Frekuensi respirasi per menit Prosedur Analisis Data Hasil pengukuran dinyatakan dalan rataan dan simpangan baku. Data diolah menggunakan SAS ( SAS Institute Inc.). Perbedaan antar kelompok dan dalam satu kelompok perlakuan diuji secara statistik melalui analisa ragam (Analyse of Variant/ANOVA) dan dilanjutkan dengan pengujian Duncan pada selang kepercayaan 95% (α=0,05). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisa terhadap variabel-variabel yang diamati menunjukkan adanya perbedaan pada kelompok perlakuan. Data temperatur tubuh, frekuensi denyut jantung, frekuensi respirasi dan gejala saat induksi kelompok C tidak dianalisa karena kombinasi anestetikum yang digunakan tidak dapat mencapai stadium anestesi. Onset dan Durasi Anestesi Anestesi yang ideal yaitu memiliki onset cepat dan durasi panjang (Gunawan et al. 2009). Data hasil penelitian nilai rataan onset dan durasi anestesi ditunjukkan pada Tabel 1.

2 Tabel 1 Nilai rataan onset dan durasi anestesi pada kelompok babi (menit) No Parameter Kelompok A Kelompok B Kelompok C 1 Onset 5,7±2,39 a 6,8±2,38 a - 2 Durasi 42,6±19,60 a 52,3±17,74 a - Keterangan: Huruf superscript (a) pada baris yang sama menyatakan tidak adanya perbedaan nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan. (-) = tidak teranestesi. Berdasarkan hasil uji Duncan diketahui bahwa rataan nilai onset dan durasi anestesi kelompok A tidak berbeda nyata dengan kelompok B (P>0,05). Hal ini karena anestetikum yang digunakan memiliki karakteristik dan rute pemberian yang sama (IM). Ketamin, xylazin, dan zoletil (Tiletamin-zolazepam) merupakan bahan kimia larut lemak (Gunawan et al. 2009). Bahan kimia larut lemak akan berdifusi secara langsung melalui membran sel kapiler tanpa harus melewati pori-pori sehingga dapat merembes ke semua area membran kapiler. Kecepatan transport zat larut lemak lebih cepat dari pada zat yang tidak larut lemak (Guyton dan John 2007). Anestetikum yang diberikan secara IM akan langsung masuk ke interstitium jaringan otot atau lemak, melewati pembuluh darah kapiler menuju darah sistemik. Bahan kimia yang larut lemak lebih lama dieksresikan dari dalam darah, karena harus diubah menjadi polar (larut air) terlebih dahulu agar dapat diekresikan melalui ginjal atau empedu. Bahan kimia yang akan dibawa oleh darah ke seluruh tubuh merupakan bahan kimia yang terikat pada protein plasma yaitu albumin. Tempat ikatan pada protein plasma tersebut terbatas, sehingga bahan kimia pada dosis terapi akan menggeser obat lain yang terikat pada tempat ikatan yang sama. Bahan kimia yang tergeser ini akan lebih banyak yang bebas, sehingga akan keluar dari pembuluh darah dan menimbulkan efek farmakologik atau dieliminasi dari dalam tubuh (Gunawan et al. 2009). Hasil penelitian menunjukkan nilai onset dan durasi anestesi lebih lama dibandingkan temuan Ko et al. dalam Gunanti et al. (2011) yang membuktikan bahwa kombinasi zoletil-ketamin-xylazin memiliki induksi yang cepat dan babi akan tertidur dengan posisi lateral rekumbensi dengan selang waktu 2,27±0,6 menit setelah injeksi secara IM. Pada kombinasi zoletil 4,4 mg/kg BB, ketamin 2,2 mg/kg BB dan xylazin 2,2 mg/kg BB ini durasi analgesia yaitu 36,0±12,2 menit. Perbedaan yang terjadi pada jenis hewan yang digunakan perlu mendapat perhatian dalam pemilihan anestetikum yang digunakan. Studi lebih lanjut diperlukan untuk menilai keefektifan dosis kombinasi zoletil-ketamin-xylazin yang digunakan terhadap babi lokal Indonesia. Berdasarkan temuan Gunanti et al. (2011), onset anestesi pada babi lokal menggunakan anestetikum kombinasi zoletil-ketamin-xylazin adalah 3-5 menit dan durasi anestesinya adalah menit. Hasil tersebut lebih cepat dari pada hasil yang didapat pada penelitian, hal ini karena dosis kombinasi anestetikum yang digunakan Gunanti et al. (2011) lebih besar dari pada dosis yang digunakan dalam penelitian. Pada kelompok C tidak tercapai stadium anestesi, babi hanya tersedasi, masih memiliki reflek rahang, reflek mata dan masih bisa merasakan sakit. Pemberian kombinasi anestetikum ini harus segera ditambahkan dengan maintenance, bahkan pada beberapa babi harus ditambahkan anestetikum lain 11

3 12 seperti kombinasi zoletil-ketamin-xylazin agar babi dapat teranestesi. Hal ini karena dosis yang digunakan belum cukup sehingga kadar anestetikum yang berikatan dengan reseptornya belum mampu untuk menimbulkan anestesi pada babi. Mekanisme kerja suatu anestetikum merupakan ikatan antara neurotransmiter dengan reseptornya sehingga akan mempengaruhi kanal ion. Temperatur Tubuh Rentang normal temperatur tubuh babi menurut McCurnin dan Joanna (2006) adalah 38,3-39,5 o C. Nilai rataan temperatur tubuh pada kedua perlakuan ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai rataan temperatur tubuh pada kelompok babi ( o C) Waktu Kelompok A Kelompok B 0 37,33±1,12 a,x 37,97±1,04 a,x 15 35,83±0,46 b,x 36,57±0,70 ab,x 30 35,27±0,64 b,x 36,00±1,00 ab,x 45 34,97±0,81 b,x 35,97±1,20 ab,x 60 34,77±0,72 b,x 35,63±1,38 b,x Keterangan: Huruf superscript (a, ab, b) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata (p<0,05) antar nilai rataan frekuensi respirasi setiap 15 menit. Huruf superscript (x) pada baris yang sama menyatakan tidak adanya perbedaan nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan. Hasil penelitian pada Tabel 2 menunjukkan bahwa kelompok A mengalami penurunan temperatur tubuh yang berbeda nyata pada menit ke-0 dengan menit ke-15 s/d 60, sedangkan pada kelompok B penurunan temperatur tubuh yang berbeda nyata terjadi pada menit ke-0 dengan menit ke-60 berdasarkan hasil uji Duncan (P>0,05). Namun demikian, hasil perhitungan rataan nilai temperatur tubuh babi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antar perlakuan. Perbedaan nyata pada kelompok A karena kombinasi ketamin-xylazin pada dosis tersebut bekerja menekan pusat termoregulator yaitu di bagian anterior hipotalamus. Hal ini sejalan dengan Plumb (2005) yang menyatakan bahwa ketamin merupakan anestetikum yang dapat menekan hipotalamus sehingga menyebabkan penurunan temperatur tubuh. Namun menurut Riebold et al. (1995) penggunaan ketamin sebagai anestetikum pada babi diduga dapat menyebabkan temperatur tubuh yang meningkat. Hal ini karena dipengaruhi oleh suhu ruangan, apabila suhu ruangan dingin maka suhu tubuh akan menurun, tetapi apabila suhu ruangan panas maka temperatur tubuh juga akan meningkat. Penelitian ini dilakukan pada ruang yang dingin, sehingga hal inilah yang menjadi salah satu penyebab penurunan temperatur tubuh pada kedua kelompok perlakuan. Penurunan temperatur tubuh yang terjadi pada kelompok A juga dipengaruhi oleh pemberian xylazin, xylazin dapat menekan mekanisme termoregulasi sehingga dapat menyebabkan hipotermia (Plumb 2005). Kelompok B mengalami penurunan nilai temperatur tubuh yang berbeda nyata pada menit ke-0 dengan menit ke-60, hal ini karena pada menit ke-60 kombinasi zoletil-ketamin-xylazin menekan pusat termoregulator lebih kuat. Zoletil merupakan kombinasi dari tiletamin dan zolazepam dengan perbandingan

4 1:1. Tiletamin memiliki efek farmakologis serupa dengan ketamin, namun efek yang ditimbulkan tiletamin sangat spesifik pada setiap spesies (Lumb dan Jones 2007). Menurut Gunawan et al. (2009) zolazepam tidak mampu menghasilkan tingkat depresi saraf sekuat golongan barbiturat atau anestesi umum. Menurut Lee dan Myung (2012) pada babi temperatur rektal akan meningkat setelah pemberian zoletil namun tidak signifikan, sehingga kombinasi pada kelompok B dapat mempertahankan temperatur tubuh lebih stabil. Penurunan temperatur tubuh pada kelompok B sejalan dengan studi yang dilakukan Gunanti et al. (2011) dimana babi dianestesi menggunakan kombinasi anestetikum zoletil-ketamin-xylazin (zoletil 8 mg/kg BB, ketamin 6 mg/kg BB dan xylazin 2 mg/kg BB) pada saat operasi laparoskopi. Temperatur tubuh yang diukur yaitu 35, o C. Pada kondisi ini babi mengalami hipotermia, hal ini disebabkan karena terjadi penekanan kerja hipotalamus terhadap respon suhu darah yang dingin. Selain itu penurunan temperatur tubuh juga disebabkan karena paparan suhu dingin pada waktu lama, ketidakmampuan dalam menjaga kehilangan panas dan ketidakmampuan dalam menciptakan panas, serta pada saat operasi tidak menggunakan sumber panas ekstra untuk menjaga suhu tubuh hewan. Xylazin yang dikombinasikan dengan agen anestetikum dapat mendepres sistem saraf pusat dan mekanisme termoregulasi sehingga dapat menyebabkan hipotermia (Plumb 2005). Xylazin merupakan sedativum yang bekerja sebagai α 2 adrenergik agonis yang menyebabkan terjadinya inhibisi aktifitas saraf simpatis. Inhibisi aktifitas pada saraf simpatis menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah di kulit (Ganiswara et al. 1995). Hal ini akan meningkatkan kecepatan pemindahan panas ke kulit yang merupakan mekanisme untuk menurunkan panas tubuh (Cunningham 2002; Guyton dan John 2007). Frekuensi Denyut Jantung Hasil perhitungan frekuensi denyut jantung babi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan. Rentang normal frekuensi denyut jantung babi menurut McCurnin dan Joanna (2006) adalah per menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok A dan kelompok B mengalami penurunan nilai yang tidak berbeda nyata setiap tahapan pengamatan berdasarkan uji Duncan (P>0,05). Tabel 3 Nilai rataan frekuensi denyut jantung pada kelompok babi (per menit) Waktu Kelompok A Kelompok B 0 77,33±31,07 a,x 76,00±22,27 a,x 15 72,00±24.33 a,x 72,00±10,58 a,x 30 76,00±10,58 a,x 65,33±10,07 a,x 45 61,33±19,73 a,x 64,00±8,00 a,x 60 74,67±19,73 a,x 60,00±16,00 a,x 75 72,00±24,98 a,x 64,00±4,00 a,x Keterangan: Huruf superscript (a) pada kolom yang sama menyatakan tidak adanya perbedaan nyata (p<0,05) antar nilai rataan frekuensi jantung setiap 15 menit. Huruf superscript (x) pada baris yang sama menyatakan tidak adanya perbedaan nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan. 13

5 14 Ketamin pada sistem kardiovaskular dapat meningkatkan frekuensi denyut jantung (Plumb 2005) dan tekanan darah (Thurmon et al. 1996). Peningkatan frekuensi denyut jantung dan tekanan darah ini terjadi karena ketamin merangsang sistem saraf pusat secara langsung sehingga menyebabkan aliran simpatis meningkat (Thurmon et al. 1996; Guyton dan John 2007). Efek kardiovaskular yang ditimbulkan oleh ketamin dapat diminimalkan dengan pemberian sebelumnya benzodiazepin (zolazepam) atau α 2 agonis (xylazin) (Thurmon et al. 1996). Hal inilah yang menyebabkan penurunan frekuensi denyut jantung pada kelompok A tidak signifikan. Tiletamin merupakan anestetikum yang memiliki efek kardiorespiratori mirip dengan ketamin (Gwendolyn 2008; Thurmon et al. 1996). Pemberian tiletamin akan meminimalkan hipotensi akibat efek xylazin melalui kemampuannya merangsang saraf simpatis (Thurmon et al. 1996). Hal inilah yang menyebabkan penurunan frekuensi denyut jantung pada kelompok B tidak signifikan. Menurut Lee dan Myung (2012) anestesi menggunakan tiletaminzolazepam memiliki efek kardiorespirasi yang stabil. Penggunaannya pada babi menyebabkan frekuensi denyut jantung menurun setelah 5 menit induksi. Sedangkan menurut Thurmon et al. (1996) pemberian zoletil dan xylazin pada babi menyebabkan peningkatan frekuensi denyut jantung diikuti dengan penurunan frekuensi denyut jantung setelah 45 menit induksi di bawah nilai normal. Menurut Gunanti et al. (2011) penggunaan kombinasi anestetikum zoletilketamin-xylazin pada babi saat laparoskopi menunjukkan bahwa frekuensi denyut jantung babi berada dalam kisaran normal, yaitu 68,3±12,6 per menit. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dimana nilai rataan frekuensi denyut jantung babi berada dalam rentang nilai normal. Dengan demikian kombinasi anestetikum yang digunakan pada prosedur yang dilakukan pada babi tidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung babi. Xylazin bekerja sebagai agonis reseptor α 2 adrenergik. Reseptor α 2 ini terletak di ujung saraf adrenergik dan pada sel efektor di otak. Selain itu reseptor α 2 juga terdapat pada membran prasinaps yang berfungsi dalam umpan balik negatif pelepasan norepinephrine (NE). Aktivasi reseptor α 2 pascasinaps dalam otak dapat menyebabkan berkurangnya perangsangan yang kemudian menyebabkan penurunan frekuensi denyut jantung (Adams 2001). Hal ini karena efektivitas pompa jantung dikendalikan oleh saraf simpatis dan parasimpatis yang sangat banyak menginervasi jantung (Guyton dan John 2007). Frekuensi Respirasi Hasil pengukuran frekuensi respirasi pada babi menunjukkan perubahan setiap pemeriksaan. Hasil penelitian pada Tabel 4 menunjukkan bahwa kelompok A dan B tidak mengalami penurunan nilai frekuensi respirasi yang berbeda nyata berdasarkan uji Duncan (P>0,05). Hal ini karena kombinasi anestetikum yang digunakan mempertahankan fungsi respirasi yang stabil. Pernyataan tersebut sesuai dengan Lee dan Myung (2012) yang menyatakan bahwa zoletil memiliki efek yang stabil terhadap respirasi. Selain itu depresi respirasi terjadi hanya pada dosis tinggi ketamin dan tiletamin (Thurmon et al. 1996). Namun nilai rataan

6 frekuensi respirasi kelompok A berbeda nyata dengan kelompok B. Hal ini karena pada kelompok A dosis ketamin yang digunakan lebih tinggi dari pada kelompok B, sehingga penekanan yang terjadi pada respirasi lebih besar. Tabel 4 Nilai rataan frekuensi respirasi pada kelompok babi (per menit) Waktu Kelompok A Kelompok B 0 57,33±6,11 a,y 54,67±18,04 a,x 15 50,67±10,07 a,y 65,33±8,33 a,x 30 48,00±10,58 a,y 60,00±10,58 a,x 45 52,00±12,00 a,y 58,67±14,05 a,x 60 49,33±12,86 a,y 52,00±13,86 a,x Keterangan: Huruf superscript (a) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata (p<0,05) antar nilai rataan frekuensi respirasi setiap 15 menit. Huruf superscript (x,y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan. Ketamin sebagai anestetikum pada dosis biasa tidak menyebabkan penekanan respirasi yang signifikan sedangkan penggunaannya pada dosis yang tinggi menyebabkan terjadinya depresi respirasi (Plumb 2005). Pada babi, ketamin menyebabkan respirasi yang terengah-engah (tachypnoe). Untuk meminimalkan hal tersebut maka pemberian ketamin sebagai anestetikum pada babi dikombinasikan dengan diazepam atau xylazin (Thurmon et al. 1996). Xylazin menyebabkan penekanan respirasi (Adams 2001). Tiletamin dapat menyebabkan depresi respirasi apabila digunakan dalam dosis tinggi (Plumb 2005), hal ini terjadi juga apabila dikombinasikan dengan zolazepam pada dosis tinggi (Lee dan Myung 2012). Namun menurut Thurmon et al. (1996) pada kebanyakan spesies, tiletamin menyebabkan peningkatan frekuensi respirasi setelah injeksi. Pada babi frekuensi respirasi meningkat pada awalnya, namun akan kembali normal setelah 15 menit. Data hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa babi dalam keadaan tachypnoe. Menurut Riebold et al. (1995) babi dalam keadaan teranestesi memiliki frekuensi respirasi per menit. Keadaan tachypnoe terjadi karena peningkatan PaCO 2 dalam sirkulasi, akibat anestetikum yang digunakan menekan reseptor saraf aferen dan eferen, serta mengurangi kontraksi otot (Slatter 2003). Maka sebagai kompensasi untuk mencukupi kebutuhan O 2 tubuh, paru-paru bekerja lebih sehingga frekuensi respirasi akan meningkat. Respirasi yang cepat pada babi juga dapat terjadi karena babi mengalami hypoxemia. Hypoxemia dapat disebabkan karena rendahnya pemasukan O 2, hypoventilasi, dan O 2 dalam vena yang rendah. Apabila O 2 yang ditranspor ke jaringan rendah maka cardiac output akan menurun. Akibat hal tersebut maka jaringan akan merespon dengan cara mengambil lebih banyak O 2 dari darah, dengan menurunkan kandungan O 2 dalam vena balik paru-paru (Slatter 2003). Peningkatan respirasi yang terjadi juga merupakan akibat dari stres karena anestesi atau tindakan bedah yang dilakukan. Menurut Gunanti et al frekuensi respirasi babi teranestesi menggunakan kombinasi anestetikum zoletil-ketamin-xylazin selama dan sebelum operasi laparoskopi berlangsung relatif tidak berubah dan masih dalam rataan normal yaitu 41,3±14,1 per menit. Frekuensi respirasi dipengaruhi oleh suhu lingkungan, ukuran tubuh, umur, kepenuhan saluran cerna, dan kondisi kesehatan. 15

7 16 Gejala Saat Periode Induksi Anestesi Tingkah laku hewan adalah respon atau ekspresi hewan oleh adanya rangsangan atau agen yang mempengaruhinya. Gejala-gejala pada babi sebelum teranestesi dapat dilihat pada Tabel 5. Tahapan anestesi umum secara ideal dimulai dari keadaan terjaga atau sadar kemudian terjadi kelemahan dan mengantuk (sedasi), hilangnya respon nyeri (analgesia), tidak bergerak dan relaksasi (immobility), tidak sadar, koma dan kematian karena dosis berlebih (Gunawan et al. 2009). Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa setiap anestetikum dapat menimbulkan gejala induksi yang beragam. Pada kelompok A rata-rata babi kehilangan keseimbangannya setelah satu menit induksi. Babi terlihat diam berdiri dan cenderung disudut kandang seolah mengantuk. Perbedaan signifikan terjadi pada kelompok A, babi yang terjatuh masih mampu untuk berdiri sebelum akhirnya terjatuh lagi. Babi terlihat sudah tidak ada perlawanan sebelum akhirnya tidak sadar. Gejala yang terlihat ini berjalan kasar dan babi terlihat tidak tenang saat memasuki stadium anestesi. Idealnya, sikap yang berlebihan dan merontaronta harus dihindari selama induksi, karena hal ini sangat tidak menyenangkan untuk hewan dan hal ini merupakan predisposisi aritmia jantung (McKelvey dan Wayne 2003). Tabel 5 Gejala pada babi sebelum teranestesi Aktivitas Waktu (menit) Urinasi* 0 - Hilang keseimbangan 1 1 Defekasi* 1 1 A B Diam menunduk, Hilang keseimbangan, telinga naik* - 1 Kepala naik-turun* - 1 Jatuh 2 2 Berdiri lagi 2 - Tonus otot kaki hilang 3 2 Tidak ada perlawanan 3 2 Reflek palpebrae hilang 4 4 Telinga naik* 5 - Mata menutup* 10 2 Keterangan: (-)= tidak terjadi pada kelompok babi, *=pada individu tertentu. Pada kelompok B babi terlihat diam menunduk seperti pusing atau mengantuk setelah induksi anestesi dan mulai kehilangan keseimbangan pada menit pertama. Babi mulai kehilangan keseimbangan, ditandai dengan gerakan babi yang secara spontan sudah tidak mampu lagi menopang tubuh pada keempat kakinya secara kuat. Babi akan terjatuh pada menit kedua, mata mulai menutup dan sudah tidak ada perlawanan. Pada kelompok ini babi yang terjatuh tidak

8 bangun kembali, hal ini berbeda nyata dengan kelompok A yaitu babi yang terjatuh masih dapat berdiri kembali sebelum akhirnya terjatuh kembali dan memasuki stadium anestesi. Kelompok B terlihat menunjukkan gejala yang lebih halus saat memasuki stadium anestesi. Pada kombinasi anestetikum kelompok ini terdapat xylazin dan zolazepam yang bersifat muscle relaxan, sehingga relaksasi otot yang terjadi lebih baik dibandingkan kelompok A. 17 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kombinasi zoletil-ketamin-xylazin dan ketamin-xylazin dosis maksimal sebagai anestetikum pada babi lokal (Sus domestica) memiliki efektifitas sama. Penilaian ini berdasarkan pada durasi anestesi yang lebih panjang, rataan nilai temperatur tubuh ( o C) yang lebih stabil, dan gejala pada peride induksi yang lebih halus pada kombinasi zoletil-ketamin-xylazin. Sedangkan pada kombinasi ketamin-xylazin dosis maksimal memiliki onset anestesi yang lebih cepat, rataan nilai frekuensi jantung dan respirasi yang lebih baik dari pada kelompok zoletilketamin-xylazin. Anestetikum kombinasi ketamin-xylazin dengan (ketamin 10 mg/kg BB dan xylazin 1 mg/kg BB) tidak efektif sebagai anestetikum pada babi lokal (Sus domestica) Indonesia. Saran Saran yang diajukan berdasarkan penelitian ini adalah metode yang digunakan dapat dimodifikasi menggunakan alat monitoring saturasi respirasi sehingga didapatkan hasil yang lebih akurat lagi. Selain itu perlu dilakukan penambahan jumlah hewan coba yang digunakan. DAFTAR PUSTAKA Adams HR Veterinary Pharmacology and Therapeutics. Ames: Iowa State Press. Altman J Observational Study of Behavior: Sampling Methods. Chicago: University of Chicago. [Anonim] Babi. [6 Januari 2012]. Booth NH Drugs Acting on the Central Nervous System, In Booth, N. H. dan Keith R. Banson ed. Veterinary Pharmacology dan Theurapeutics 5 th edition. The Iowa State University Press/Ames. UAA. Pp ; ; Cattet Marc A CCWHC Technical Bulletin: Drug Residues in Wild Meat- Addressing A Public Health Concern. Canadian Cooperative Wildlife

TINJAUAN PUSTAKA. Babi Lokal (Sus domestica) Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Babi Lokal (Sus domestica) Indonesia 2 TINJAUAN PUSTAKA Babi Lokal (Sus domestica) Indonesia Babi merupakan hewan monogastrik berasal dari Eurasia yang memiliki bentuk hidung khas sebagai ciri hewan tersebut, yaitu berhidung lemper. Babi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk melihat onset, durasi, kematian dan tahapan anestesi Acepromazine (ACP). Selanjutnya, hasil penelitian dengan menggunakan ACP yang diberikan secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Latar belakang. hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Latar belakang. hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Anestesi adalah hilangnya rasa sakit yang disertai atau tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Anestesi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen anestesi seperti obat analgesik yang dapat menghilangkan rasa sakit, sementara obat-obat

Lebih terperinci

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang tua. 1 Berdasarkan data pada Agustus 2010, terdapat pasien anak berusia 2-12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak-anak mempunyai kondisi berbeda dengan orang dewasa pada saat pra bedah sebelum masuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Temperatur Tubuh Peningkatan temperatur tubuh dapat dijadikan indikator terjadinya peradangan di dalam tubuh atau demam. Menurut Kelly (1984), temperatur normal tubuh sapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anjing merupakan hewan peliharaan yang paling populer hampir di seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga memiliki jiwa pengabdian

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4 Pengamatan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4 Pengamatan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Tingkah Laku Ikan Selama Proses Pemingsanan Pengamatan perubahan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan dilakukan setiap 15 menit dengan percobaan trial and run

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi umum merupakan teknik yang sering dilakukan pada berbagai macam prosedur pembedahan. 1 Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi anestesi. 2 Idealnya induksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan olahraga sudah menjadi bagian dari aktivitas sehari-hari. Olahraga banyak diminati oleh masyarakat karena dikenal memiliki berbagai manfaat untuk menjaga kesehatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Pemeriksaan Fisik dan Jantung Hasil pemeriksaan fisik yang meliputi suhu tubuh, frekuensi nafas dan frekuensi jantung menunjukkan bahwa kelima hewan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Anestesi merupakan tahapan yang sangat penting dan strategis pada tindakan pembedahan, karena pembedahan tidak dapat dilakukan bila belum dilaksanakan anestesi. Sejarah membuktikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tekanan darah merupakan faktor yang sangat penting pada sistem sirkulasi, perubahan tekanan darah akan mempengaruhi homeostasis di dalam tubuh. Tekanan darah diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anestesi digunakan secara luas dalam bidang kedokteran hewan seperti menghilangkan nyeri dan kesadaran pada tindakan pembedahan, pengendalian hewan (restraint), keperluan

Lebih terperinci

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: FARMAKOKINETIK Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: Absorpsi (diserap ke dalam darah) Distribusi (disebarkan ke berbagai jaringan tubuh) Metabolisme (diubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Identifikasi Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Identifikasi Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Musik merupakan kebutuhan manusia secara universal yang tidak pernah berdiri sendiri lepas dari masyarakat (Boedhisantoso, 1982). Konfusius mengatakan, Jika musik terdengar

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Minyak Buah Makasar terhadap Denyut Jantung Itik Cihateup Fase Grower

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Minyak Buah Makasar terhadap Denyut Jantung Itik Cihateup Fase Grower 26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Minyak Buah Makasar terhadap Denyut Jantung Itik Cihateup Fase Grower Hasil pengamatan denyut jantung itik Cihateup fase grower yang diberi minyak buah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 32 HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Fisik Keseluruhan anjing yang dipergunakan pada penelitian diperiksa secara klinis dan dinyatakan sehat sesuai dengan klasifikasi status klas I yang telah ditetapkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan Berdasarkan hasil penimbangan BB monyet ekor panjang, penambahan nikotin cair pada kedua kelompok pakan terdapat kecenderungan penurunan BB dibandingkan sebelum diberi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah pemberian obat-obatan sebelum tindakan anestesi umum dengan tujuan utama menenangkan pasien, menghasilkan induksi anestesi yang halus, mengurangi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan 71 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Data penggunaan bahan anestetika diperoleh dari kuesioner yang diedarkan secara acak kepada 87 Dokter Hewan praktek melalui survei secara acak dari tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Temperatur Tubuh Temperatur tubuh didefinisikan sebagai derajat panas tubuh. Temperatur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Temperatur Tubuh Temperatur tubuh didefinisikan sebagai derajat panas tubuh. Temperatur BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Temperatur Tubuh Temperatur tubuh didefinisikan sebagai derajat panas tubuh. Temperatur tubuh hewan merupakan keseimbangan antara produksi panas tubuh yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya MAPPING CONCEPT PENGATURAN SIRKULASI Salah satu prinsip paling mendasar dari sirkulasi adalah kemampuan setiap jaringan untuk mengatur alirannya sesuai dengan kebutuhan metaboliknya. Terbagi ke dalam pengaturan

Lebih terperinci

MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I

MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I Hemodinamik Aliran darah dalam sistem peredaran tubuh kita baik sirkulasi magna/ besar maupun sirkulasi parva/ sirkulasi dalam paru paru. Monitoring

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Darah 2.1.1. Hematologi Darah Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indikasi tindakan seksio sesaria pada wanita hamil berkisar antara 15 sampai 20% dari seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan

Lebih terperinci

Jurnal Kajian Veteriner Desember 2015 Vol. 3 No. 2 :: ISSN :

Jurnal Kajian Veteriner Desember 2015 Vol. 3 No. 2 :: ISSN : Jurnal Kajian Veteriner Desember 2015 Vol. 3 No. 2 :: 113-119 ISSN : 2356-4113 PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANESTETIKUM ANTARA ZOLETIL- ACEPROMACIN DAN KETAMIN- ACEPROMACIN PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waktu reaksi adalah waktu yang diperlukan seseorang untuk menjawab sesuatu rangsangan secara sadar dan terkendali, dihitung mulai saat rangsangan diberikan sampai dengan

Lebih terperinci

KELOMPOK A3: EVRIS HIKMAT. S OMAN SETIYANTO GEDE EKO DARMONO SITI NUR HIDAYATI VERONIKA JULIE RIZKA PUTRI IKA ERTI

KELOMPOK A3: EVRIS HIKMAT. S OMAN SETIYANTO GEDE EKO DARMONO SITI NUR HIDAYATI VERONIKA JULIE RIZKA PUTRI IKA ERTI KELOMPOK A3: EVRIS HIKMAT. S OMAN SETIYANTO GEDE EKO DARMONO SITI NUR HIDAYATI VERONIKA JULIE RIZKA PUTRI IKA ERTI Ovariohisterectomy merupakan tindakan bedah atau operasi pengangkatan organ reproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan dan anestesi merupakan suatu kondisi yang dapat memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani pembedahan sudah tentunya

Lebih terperinci

ANTAGONIS KOLINERGIK. Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS

ANTAGONIS KOLINERGIK. Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS ANTAGONIS KOLINERGIK Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS PENDAHULUAN Antagonis kolinergik disebut juga obat peng hambat kolinergik atau obat antikolinergik. Yang paling bermanfaat

Lebih terperinci

ANESTESI INFUS GRAVIMETRIK PADA ANJING (The Gravimetric Infuson Anaesthesia in Dogs)

ANESTESI INFUS GRAVIMETRIK PADA ANJING (The Gravimetric Infuson Anaesthesia in Dogs) ANESTESI INFUS GRAVIMETRIK PADA ANJING (The Gravimetric Infuson Anaesthesia in Dogs) I Gusti Ngurah Sudisma 1), Setyo Widodo 2), Dondin Sajuthi 2), Harry Soehartono 2), Putu Yudhi Arjentinia 1) 1) Bagian

Lebih terperinci

Buletin Veteriner Udayana Vol. 2 No.1. :21-27 ISSN : Pebruari 2010

Buletin Veteriner Udayana Vol. 2 No.1. :21-27 ISSN : Pebruari 2010 PERBANDINGAN EFEK PEMBERIAN ANESTESI XYLAZIN-KETAMIN HIDROKLORIDA DENGAN ANESTESI TILETAMIN-ZOLAZEPAM TERHADAP CAPILLARY REFILL TIME (CRT) DAN WARNA SELAPUT LENDIR PADA ANJING (COMPARISON EFFECT OF XYLAZINE-KETAMINE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein banyak terkandung dalam kopi, teh, minuman cola, minuman berenergi, coklat, dan bahkan digunakan juga untuk terapi, misalnya pada obatobat stimulan, pereda nyeri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan belum bisa dilakukan tanpa anestesi (Hall dan Clarke, 1983).

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan belum bisa dilakukan tanpa anestesi (Hall dan Clarke, 1983). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anestesi adalah tahapan yang sangat penting pada prosedur pembedahan. Prosedur awal pembedahan harus didahului dengan pemberian anestesi karena pembedahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecemasan Pada Anak-Anak Pembedahan dan anestesi dapat menimbulkan stres emosional pada anak dan orang tua. Hal ini dapat terjadi pada saat preoperatif dan post operatif. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi dikenal luas sebagai penyakit kardiovaskular, merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering ditemukan di masyarakat modern

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Identifikasi Masalah Apakah minyak Lavender menurunkan frekuensi denyut jantung.

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Identifikasi Masalah Apakah minyak Lavender menurunkan frekuensi denyut jantung. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aromaterapi adalah penggunaan minyak atsiri sebagai terapi atau tujuan kesehatan (Buckle, 2003). Praktik penggunaan aromaterapi sebenarnya sudah dikenal sejak zaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi seorang anestesiologis, mahir dalam penatalaksanaan jalan nafas merupakan kemampuan yang sangat penting. Salah satu tindakan manajemen jalan nafas adalah tindakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3). BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Nilai Rendemen Ekstrak Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3). 2. Deskripsi Organoleptik Ekstrak Ekstrak berbentuk kental, berasa pahit, berwarna hitam

Lebih terperinci

HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT. JULAEHA, M.P.H., Apt

HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT. JULAEHA, M.P.H., Apt HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT JULAEHA, M.P.H., Apt FISIONEUROLOGI OBAT SSP Obat SSP menekan / menstimulasi seluruh atau bagian tertentu dari SSP. Jika terdapat penekanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Adaptasi hewan (kelompok AP,AIS,AIP) Torakotomi (kelompok AP,AIS,AIP) H + 2 H+2 H - 14 H-14 Teranestesi sempurna H Awal recovery H+7 Pengambilan darah simpan 30% total darah (kelompok AP) Post transfusi

Lebih terperinci

Farmakologi. Pengantar Farmakologi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM. Farmakodinamik. ., M.Med.Ed. normal tubuh. menghambat proses-proses

Farmakologi. Pengantar Farmakologi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM. Farmakodinamik. ., M.Med.Ed. normal tubuh. menghambat proses-proses dr H M Bakhriansyah, M.Kes.,., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses kimia, terutama terikat pada molekul

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi

Pengantar Farmakologi dr H M Bakhriansyah, M.Kes., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses kimia, terutama terikat pada molekul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi. Obat analgesik akan menghilangkan rasa sakit, sementara obat tranquilliser akan menenangkan hewan

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi Keperawatan

Pengantar Farmakologi Keperawatan Pengantar Farmakologi Keperawatan dr H M Bakhriansyah, M.Kes.,., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses

Lebih terperinci

ANOREKSIA. Keluhan yang paling sering disampaikan oleh pemilik anjing dan kucing

ANOREKSIA. Keluhan yang paling sering disampaikan oleh pemilik anjing dan kucing 1 ANOREKSIA Keluhan yang paling sering disampaikan oleh pemilik anjing dan kucing yang membawa hewan kesayangannya ke klinik hewan adalah hewannya tidak mau makan atau makannya hanya sedikit. Banyak proses

Lebih terperinci

Para-aminofenol Asetanilida Parasetamol Gambar 1.1 Para-aminofenol, Asetanilida dan Parasetamol (ChemDraw Ultra, 2006).

Para-aminofenol Asetanilida Parasetamol Gambar 1.1 Para-aminofenol, Asetanilida dan Parasetamol (ChemDraw Ultra, 2006). BAB 1 PENDAHULUAN Demam dapat disebabkan gangguan pusat pengaturan suhu tubuh pada hipotalamus dari kerusakan atau ketidakmampuan untuk menghilangkan peningkatan produksi panas. Keadaan suhu tubuh di atas

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 16 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1. Kadar Glukosa Darah Berdasarkan hasil pengukuran kadar glukosa darah mencit sebelum dan setelah pemberian alloxan, rata-rata kadar glukosa darah mencit sebelum pemberian

Lebih terperinci

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Farmakokinetik - 2 Mempelajari cara tubuh menangani obat Mempelajari perjalanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Aktivitas Fisik a. Definisi Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik

Lebih terperinci

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Perbandingan antara Sistem syaraf Somatik dan Otonom Sistem

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap sebuah pelumpuh otot yang ideal yang dapat memberikan kondisi intubasi yang ideal dalam durasi

Lebih terperinci

OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT

OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT Pendahuluan Obat adalah zat yang dapat memberikan perubahan dalam fungsi-fungsi biologis melalui aksi kimiawinya. Pada umumnya molekul-molekul obat berinteraksi dengan molekul

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar glukosa, kolesterol, dan trigliserida pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) pada setiap tahapan adaptasi, aklimasi, dan postaklimasi dapat dilihat pada Tabel 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses belajar memerlukan proses memori (daya ingat), yang terdiri dari tiga tahap ; yaitu mendapatkan informasi (learning), menyimpannya (retention), dan mengingat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam detak per menit atau beats per minute (bpm). Frekuensi denyut jantung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam detak per menit atau beats per minute (bpm). Frekuensi denyut jantung BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fisiologis Sistem Kardiovaskuler dan Pernafasan (Kardiorespirasi) 2.1.1. Heart Rate/Frekuensi Denyut Jantung Heart rate adalah jumlah detak jantung per satuan waktu, biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi, tetapi juga dari aktivitas atau latihan fisik yang dilakukan. Efek akut

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi, tetapi juga dari aktivitas atau latihan fisik yang dilakukan. Efek akut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan tubuh manusia tidak hanya tergantung dari jenis makanan yang dikonsumsi, tetapi juga dari aktivitas atau latihan fisik yang dilakukan. Efek akut aktivitas

Lebih terperinci

SISTEM SARAF SEBAGAI SISTEM PENGENDALI TUBUH

SISTEM SARAF SEBAGAI SISTEM PENGENDALI TUBUH SISTEM SARAF SEBAGAI SISTEM PENGENDALI TUBUH dr. Sawitono Amin Singgih, PFK Departemen Ilmu Faal FKUI Pendahuluan Tubuh manusia dapat dilihat sebagai suatu sistem yang dapat berubah-ubah kinerjanya bergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Elektrolit terdiri dari kation dan anion. Kation ekstraseluler utama adalah natrium (Na + ), sedangkan kation

BAB I PENDAHULUAN. lain. Elektrolit terdiri dari kation dan anion. Kation ekstraseluler utama adalah natrium (Na + ), sedangkan kation BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cairan tubuh adalah cairan suspense sel di dalam tubuh yang memiliki fungsi fisiologis tertentu.cairan tubuh merupakan komponen penting bagi cairan ekstraseluler,

Lebih terperinci

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu :

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu : Peresepan obat pada lanjut usia (lansia) merupakan salah satu masalah yang penting, karena dengan bertambahnya usia akan menyebabkan perubahan-perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik. Pemakaian obat

Lebih terperinci

SISTEM SIRKULASI PADA HEWAN AIR

SISTEM SIRKULASI PADA HEWAN AIR SISTEM SIRKULASI PADA HEWAN AIR Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA Prinsip dasar sistem sirkulasi Hanya dapat berlangsung jika ada pompa (satu atau lebih) dan saluran di mana darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan gigi adalah proses pembedahan yang memberikan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan gigi adalah proses pembedahan yang memberikan tantangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi adalah proses pembedahan yang memberikan tantangan luar biasa terhadap mekanisme hemostasis tubuh karena jaringan di dalam mulut memiliki vaskularisasi

Lebih terperinci

MEKANISME PENGATURAN KARDIOVASKULAR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARDIAK OUTPUT DAN HUKUM STERLING

MEKANISME PENGATURAN KARDIOVASKULAR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARDIAK OUTPUT DAN HUKUM STERLING MEKANISME PENGATURAN KARDIOVASKULAR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARDIAK OUTPUT DAN HUKUM STERLING Anggi Faizal Handuto 22020111130034 Nunung Hidayati 22020111130086 Nurul Imaroh 22020111130044 Nur Alifah

Lebih terperinci

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu)

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu) 14 (polidipsia), banyak kencing (poliuria). Atau di singkat 3P dalam fase ini biasanya penderita menujukan berat badan yang terus naik, bertambah gemuk karena pada fase ini jumlah insulin masih mencukupi.

Lebih terperinci

Lampiran 1 Klasifikasi status pasien pada prosedur anestesi menurut American Society of Anaesthesiologist (ASA)

Lampiran 1 Klasifikasi status pasien pada prosedur anestesi menurut American Society of Anaesthesiologist (ASA) LAMPIRAN 73 74 Lampiran 1 Klasifikasi status pasien pada prosedur anestesi menurut American Society of Anaesthesiologist (ASA) Katagori Kondisi Fisik Contoh kondisi klinik Hewan normal (sehat klinis) Tidak

Lebih terperinci

Sistem Ekskresi Manusia

Sistem Ekskresi Manusia Sistem Ekskresi Manusia Sistem ekskresi merupakan sistem dalam tubuh kita yang berfungsi mengeluarkan zatzat yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh dan zat yang keberadaannya dalam tubuh akan mengganggu

Lebih terperinci

FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL

FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL Tugas Anestesi FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL disusun oleh ASTRI NURFIDAYANTI 110.2004.036 FK UNIVERSITAS YARSI KEPANITERAAN KLINIK PERIODE 14 FEBRUARI-19 MARET 2011 DEPARTEMEN ANESTESI DAN REANIMASI RUMAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kompres 1. Kompres hangat Adalah memberikan rasa hangat pada daerah tertentu dengan menggunakan kantung berisi air hangat yang menimbulkan rasa hangat pada bagian

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi

Pengantar Farmakologi Pengantar Farmakologi Kuntarti, S.Kp, M.Biomed 1 PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com 4 Istilah Dasar Obat Farmakologi Farmakologi klinik Terapeutik farmakoterapeutik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Indonesia selama ini banyak dilakukan dengan sistem semi intensif.

I PENDAHULUAN. Indonesia selama ini banyak dilakukan dengan sistem semi intensif. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik merupakan hewan yang terbiasa hidup di kolam air untuk minum dan berenang dalam upaya menurunkan suhu tubuh. Sistem pemeliharaan itik di Indonesia selama ini banyak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rataan volume urin (ml) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rataan volume urin (ml) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini terdiri atas volume urin, persentase ekskresi urin, kerja diuretik, aktivitas diuretik, ph, kadar natrium, dan kalium urin. Selanjutnya, hasil penelitian disajikan

Lebih terperinci

PERUBAHAN FISIOLOGIS KARENA LATIHAN FISIK Efek latihan a. Perubahan biokhemis b. Sistem sirkulasi dan respirasi c. Komposisi badan, kadar kholesterol

PERUBAHAN FISIOLOGIS KARENA LATIHAN FISIK Efek latihan a. Perubahan biokhemis b. Sistem sirkulasi dan respirasi c. Komposisi badan, kadar kholesterol PERUBAHAN FISIOLOGIS KARENA LATIHAN FISIK Efek latihan a. Perubahan biokhemis b. Sistem sirkulasi dan respirasi c. Komposisi badan, kadar kholesterol dan trigliceride tekanan darah, dan aklimatisasi pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 11 Adaptasi (kelompok AP,AIS,AIP) H H + 2 H - 14 Pengambilan darah simpan (kelompok AP) pre post Perdarahan 30% via splenektomi + autotransfusi (kelompok AP,AIS,AIP) H + 7 Panen (kelompok AP,AIS,AIP) Gambar

Lebih terperinci

Perubahan Klinik Pada Anjing Lokal Selama Teranestesi Ketamin Dengan Berbagai Dosis Premedikasi Xilazin Secara Subkutan

Perubahan Klinik Pada Anjing Lokal Selama Teranestesi Ketamin Dengan Berbagai Dosis Premedikasi Xilazin Secara Subkutan Perubahan Klinik Pada Anjing Lokal Selama Teranestesi Ketamin Dengan Berbagai Dosis Premedikasi Xilazin Secara Subkutan (THE CLINICAL CHANGES IN LOCAL DOG DURING ANESTHETIZED BY KETAMINE WITH VARIOUS DOSE

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian tentang profil nilai fisiologis kardiorespirasi dan suhu tubuh Macaca fascicularis tersedasi (nilai rataan denyut jantung, nafas, suhu tubuh dan EKG) pada perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi menurut JNC 7 adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmhg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmhg. Hipertensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap pembedahan, dilakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk baik menghilangkan rasa nyeri yang kemudian disebut dengan anestesi. Dan keadaan hilangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan suatu tindakan yang sering dilakukan pada anestesi umum untuk mengurangi atau menumpulkan respon

Lebih terperinci

ANSIOLITIK/SEDATIVE - HIPNOTIKA

ANSIOLITIK/SEDATIVE - HIPNOTIKA ANSIOLITIK/SEDATIVE - HIPNOTIKA Disusun Oleh : Nama Mahasiswa : Linus Seta Adi Nugraha Nomor Mahasiswa : 09.0064 Tgl. Praktikum : 9 Mei 2011 Hari Praktikum : Senin Dosen Pembimbing : Margareta Retno Priamsari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein dalam coklat di dapat dari biji cacao yang hanya tumbuh di daerah tropis, sedangkan kafein dalam kopi didapatkan dari biji coffe Arabica dan coffe Robusta. Kafein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propofol telah digunakan secara luas untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum. Obat ini mempunyai banyak keuntungan seperti mula aksi yang cepat dan pemulihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keracunan merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh bahan organik ataupun bahan anorganik yang masuk ke dalam tubuh sehingga menyebabkan tidak normalnya mekanisme

Lebih terperinci

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI Oleh : Furkon Nurhakim INTERVENSI PASCA OPERASI PASE PASCA ANESTHESI Periode segera setelah anesthesi à gawat MEMPERTAHANKAN VENTILASI PULMONARI Periode

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oksigen dalam darah. Salah satu indikator yang sangat penting dalam supply

BAB I PENDAHULUAN. oksigen dalam darah. Salah satu indikator yang sangat penting dalam supply BAB I PENDAHULUAN Darah memerlukan oksigen untuk dapat berfungsi dengan baik. Kekurangan oksigen dalam darah bisa membuat tubuh mengalami masalah serius. Selain olahraga dan transfusi darah, nutrisi tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memori disimpan di otak dengan mengubah sensitivitas dasar transmisi hipnotis antar neuron sebagai akibat dari aktivitas neuron sebelumnya. Jaras terbaru atau yang

Lebih terperinci

FISIOLOGI PEMBULUH DARAH DAN PENGATURAN TEKANAN DARAH

FISIOLOGI PEMBULUH DARAH DAN PENGATURAN TEKANAN DARAH FISIOLOGI PEMBULUH DARAH DAN PENGATURAN TEKANAN DARAH ARTERI Membawa darah dari jantung ke seluruh jaringan tubuh Katup (-) Arteriol : arteri terkecil Anastomosis : persatuan cabang cabang arteri END ARTERI

Lebih terperinci

HIPOKALSEMIA DAN HIPERKALSEMIA. PENYEBAB Konsentrasi kalsium darah bisa menurun sebagai akibat dari berbagai masalah.

HIPOKALSEMIA DAN HIPERKALSEMIA. PENYEBAB Konsentrasi kalsium darah bisa menurun sebagai akibat dari berbagai masalah. 1. Hipokalsemia HIPOKALSEMIA DAN HIPERKALSEMIA Hipokalsemia (kadar kalsium darah yang rendah) adalah suatu keadaan dimana konsentrasi kalsium di dalam darah kurang dari 8,8 mgr/dl darah. PENYEBAB Konsentrasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian Berdasarkan pengambilan data selama penelitian yang berlangsung mulai pukul 06.00 sampai pukul 16.00 WIB, data yang diperoleh menunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk serta semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap tahunnya. Konsumsi protein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bentuk-bentuk sediaan tembakau sangat bervariasi dan penggunaannya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bentuk-bentuk sediaan tembakau sangat bervariasi dan penggunaannya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tembakau merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia. Bentuk-bentuk sediaan tembakau sangat bervariasi dan penggunaannya juga sangat bervariasi.

Lebih terperinci

Obat2 Sistem Saraf Otonom. I Dewa Gede Supartama, S. Farm., Apt

Obat2 Sistem Saraf Otonom. I Dewa Gede Supartama, S. Farm., Apt Obat2 Sistem Saraf Otonom I Dewa Gede Supartama, S. Farm., Apt Pendahuluan Sistem Saraf Manusia Sistem Saraf Pusat (SSP) Sistem Saraf Tepi (perifer) Otak Medula Spinalis SS Somatik SS Otonum Simpatis Parasimpatis

Lebih terperinci

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI SISTEM SARAF SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI 1. SEL SARAF SENSORIK. 2. SEL SARAF MOTORIK. 3. SEL SARAF INTERMEDIET/ASOSIASI. Sel Saraf Sensorik Menghantarkan impuls (pesan) dari reseptor ke sistem

Lebih terperinci

PENGANTAR FARMAKOLOGI

PENGANTAR FARMAKOLOGI PENGANTAR FARMAKOLOGI FARMAKOLOGI : PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - DIAGNOSIS - PENGOBATAN GEJALA PENYAKIT FARMAKOTERAPI : CABANG ILMU PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - PENGOBATAN FARMAKOLOGI KLINIK : CABANG

Lebih terperinci