Isu-isu Krusial Dalam Rancangan Undang-Undang Pemilu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Isu-isu Krusial Dalam Rancangan Undang-Undang Pemilu"

Transkripsi

1 2016 Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Serial Paper Catatan Kritis Isu-isu Krusial Dalam Rancangan Undang-Undang Pemilu Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Jl. Proklamasi No. 65, Jakarta Pusat

2 Catatan Kritis Sindikasi Pemilu dan Demokrasi-SPD Terhadap Isu-isu Krusial Dalam Rancangan Undang-Undang Pemilu Pembahasan Rancangan Undang-undang Pemilu yang saat ini sedang dilakukan oleh Pemerintah memasuki babak yang menentukan. Pada tahap ini, prosesnya relatif memadai untuk segera dilakukan pembahasan bersama-sama dengan DPR. Upaya Pemerintah dalam proses penyusunan RUU juga perlu diberikan apresiasi, karena terlihat membuka ruang bagi adanya masukan-masukan para pihak dan mengakomodasi berbagai masalah penting sebagaimana yang tercermin menjadi 13 isu krusial. Ibarat Tidak Ada Gading Yang Tak Retak, demikian juga halnya dengan isu-isu krusial dengan berbagai alternatif yang telah disusun tersebut. Sebelum memberikan respon dalam bentuk Catatan Kritis, ada satu aspek terpenting namun absen yang harusnya menjadi dasar pijakan bersama, yaitu misi undang-undang itu sendiri. Oleh karena itu, selain memberikan masukan dalam bentuk Catatan Kritis, perlu lebih dahulu untuk diungkapkan misi undang-undang pemilu, sehingga terdapat satu kriteria penilaian yang memenuhi standar. Demikian juga dengan Catatan Kritis yang saat ini hendak disampaikan, dia tidaklah dimaksudkan untuk merespon semua dari 13 isu krusial yang saat ini dimiliki oleh Pemerintah. Catatan Kritis ini membatasi penilaiannya pada seputar isu-isu krusial yang terkait erat dengan Sistem Pemilu dan Elemen-elemen Teknis (matematis) Pemilu yang mengikutinya. Jika berangkat dari 13 isu krusial yang saat ini disusun oleh pihak pemerintah, maka ada tiga misi utama UU Pemilu yang harus disampaikan, antara lain: 1. Penguatan sistem Presidensialisme Indonesia. Misi ini dilakukan melalui pelaksanaan penyelenggaraan pemilu legislatif (pileg) dan pemilu (pilpres) secara serentak. Melalui pemilu serentak, diharapkan partai politik calon presiden atau koalisi partai pengusung calon presiden dapat dominan di DPR, sehingga pemerintahan dapat berjalan efektif. 2. Menciptakan Sistem Kepartaian Yang Sederhana. Misi ini hendaknya dimaksudkan untuk menciptakan sebuah sistem kepartaian yang efektif dan sederhana, dimana kekuatan partai politik tersebar ke sejumlah partai politik yang dominan. Oleh karena itu, mengandaikan sederhana tidaknya sistem kepartaian berdasarkan berapa jumlah riil partai adalah keliru. Harusnya didasarkan pada jumlah efektif. Untuk itu perlu ukuran yang berpijak pada disiplin pemilu dengan berdasarkan rumusan formula yang disepakati para ahli dan bukan karena hitungan jari. Atau bahkan dengan utak-atik elemen teknis pemilu yang jika tidak disadari dengan bijak, akan berujung pada penciptaan berbagai halang rintang (threshold ekslusi) bagi partai politik melalui cara seolah-olah demokratis. Sekali lagi penyederhanaan sistem kepartaian tidak sama dengan penyingkiran kompetitor. 3. Proporsionalitas dan Derajat Keterwakilan Lebih Tinggi. Misi ini mengasumsikan bahwa perolehan suara setiap partai politik (persen) seimbang atau sama dengan perolehan kursinya di DPR (persen), karena proporsionalitas dan derajat keterwakilan lebih tinggi tersebut adalah cermin kekuatan dari tiap-tiap partai politik yang berkompetisi dalam pemilu. Dengan demikian, elemen teknis pemilu (matematis) Alokasi Kursi DPR/DPRD dan Pembentukan Daerah Pemilihan, Metode Penghitungan Suara-Kursi, dan Ambang Batas Parlemen (PT) - yang digunakan dalam sistem pemilu, hendaknya ditujukan untuk menjawab misi-misi tersebut. 2

3 Dalam rangka mewujudkan tiga misi UU Pemilu diatas, jika mendasar pada evaluasi empat kali penyelenggaraan pemilu paska-reformasi, ada beberapa catatan penting yang perlu mendapat perhatian khusus baik bagi Pembuat UU maupun seluruh pemerhati bidang kepemiluan. Beberapa catatan penting adalah sebagai berikut: Saran Jika alokasi kursi DPR dan DPR Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota tetap seperti 2014, maka misi dan tujuan dari Undang-undang Pemilu secara teoritis maupun empiris tidak akan tercapai. Hal ini diakibatkan oleh karena alokasi kursi DPR RI ke provinsi dan provinsi ke dapil yang terjadi sejak Pemilu 2004 lalu tidak memenuhi prinsip Satu Orang, Satu Suara, dan Satu nilai atau Opovov (one person, one vote, one value). Tidak singkronnya (tidak Opovov) antara nilai suara setiap pemilih antara pilpres dengan pileg, merupakan penyebab terjadinya disproporsionalitas dan menciderai prinsip keadilan keterwakilan pemilu demokratis yang telah dilakukan selama empat kali di Indonesia. Efek di atas selama ini masih pandang sebelah mata, namun ketika penyelenggaraan pemilu dilakukan secara serentak, dampaknya akan lain dan nyata. Oleh karena, adanya potensi konflik kelembagaan antara lembaga Kepresidenan dengan DPR. Hal ini selanjutnya akan berpengaruh terhadap efektivitas jalannya pemerintahan di masa mendatang. Untuk penciptaan Sistem Kepartaian Sederhana dan guna menghindari pemikiran dan pengambilan kebijakan yang bersifat arbitrer (mana suka), diperlukan suatu alat ukur yang memadai. Satu ukuran yang hingga saat ini disepakati oleh para sarjana pemilu untuk mengukur sederhana tidaknya sistem kepartaian sebuah negara, adalah dengan menghitung Jumlah Efektif Partai, yaitu dengan menggunakan indeks ENPP (effective number of parliamentary parties). Melalui indeks ini, ukuran sederhana tidaknya sistem kepartaian yang terbangun, didasarkan pada konsentrasi perolehan kursi partai politik yang ada di lembaga perwakilan. Dari ukuran tersebut, akan diketahui mana saja partai politik yang memiliki kekuatan dan potensi sebagai pembentuk pemerintahan ataupun fungsi penggertak dalam proses pengambilan keputusan politik. Alokasi kursi DPR dilakukan ulang dengan berdasarkan prinsip Opovov agar berkesesuaian dengan prinsip Opovov yang dianut dalam Pilpres. Preseden ini sebelumnya pernah terjadi pada Pemilu DPR tahun 1955, dimana alokasi kursi DPR ke setiap provinsi didasarkan pada prinsip Opovov, bahkan pada tingkat yang mendekati sempurna. Alokasi kursi DPR hendaknya dilakukan dengan menggunakan data yang berbasiskan sensus penduduk terakhir, dan hasil alokasi dapat dipergunakan setidaknya minimal dua kali pemilu. Sebagaimana diketahui, sensus penduduk di Indonesia dilakukan setiap 10 tahun sekali. Prinsip-prinsip alokasi kursi dapat melibatkan berbagai metode penghitungan yang tersedia dan dapat didasarkan pada berbagai misi dalam rangka penciptaan keadilan keterwakilan. Misalnya: mendekatkan rasio pemilih dengan penduduk, rasio penduduk yang berkepadatan tinggi dan rendah, ataupun memperpendek rasio ketimpangan keterwakilan antar provinsi dan sebagainya. Pada saat pemilu, keterpenuhan prinsip Opovov bisa ditempuh melalui cara penghitungan perolehan kursi parpol secara nasional terlebih dahulu, setelah itu baru dialokasikan ke provinsi dan daerah pemilihan (dapil). Proporsional daftar terbuka dengan besaran dapil seperti Pileg 2014 (3 s/d 10 kursi) menyulitkan harapan, sebab konstituen memilih caleg yang berkantong tebal atow 3

4 beken dan bukan parpol presiden. Tengok pengalaman Brazil sejak re-demokrasi di era 1980an yang selalu gagal menempatkan parpol presiden menjadi dominan di lembaga perwakilan bikameralnya. Rekomendasi Menggunakan proporsional daftar tertutup (tetap/baku), namun dengan mencantumkan nama-nama caleg dalam surat suara. Ataupun mengkawinkan proporsional daftar tertutup dengan Pilpres misalnya di Argentina. Menggunakan sistem proporsional dengan model pencalonan kombinasi terbuka dan tertutup. Cara penghitungan perolehan kursi dilakukan secara proporsional. Jika tetap hendak mempertahankan Proporsional Daftar Terbuka, maka mengubah besaran dapil menjadi kecil. Misalnya satu dapil berkursi 2 (dua) seperti di Cile, sehingga menjadi insentif bagi parpol untuk sejak awal berkoalisi, bahkan sebelum pemilu (pemilihan caleg juga merupakan hasil kesepakatan koalisi parpol). 4

5 TENTANG PILEG DAN PILPRES SERENTAK Penyelenggaraan pemilu secara serentak (pileg dan pilpres) merupakan satu instrumen politik yang secara efektif dapat menghasilkan pemerintahan yang kuat. Selain itu, skema keserentakan penyelenggaraan pilpres dan pileg juga dapat menghasilkan terwujudnya penyederhanaan sistem kepartaian secara alami dan demokratis. Ada satu aspek penting dari keserentakan penyelengaraan pemilu yang kerap diabaikan dalam konteks sistem presidensialime, di mana melalui pemilu serentak, tersedia mekanisme secara sah dan terlembaga baik bagi masyarakat pemilih maupun pemerintah untuk saling melakukan evaluasi terhadap efektif tidaknya berbagai kebijakan dan program-program pemerintahan. Manfaat lain yang juga akan didapatkan jika (pileg nasional tidak serentak dengan pileg daerah) antara lain; (a) mendidik masyarakat untuk membedakan isu nasional dan daerah, (b) hasil pemilu daerah dapat menjadi koreksi terhadap kebijakan pemerintah pusat, (c) masyarakat tidak berpemilu tiap lima tahun sekali, tapi minimal dua kali dalam 5 tahun, (d) memberdayakan KPU dan Bawaslu dengan diberi kewenangan/otonomi. Manfaat tersebut akan didapatkan, apabila penyelenggaraan pileg dan pilpres diserentakkan, dan diselingi dengan perbedaan waktu 2,5 tahun yang kemudian diikuti dengan pemilu DPRD dan Pilkada yang juga dilakukan secara serentak. TENTANG SISTEM PEMILU Berdasarkan daftar isu-isu krusial yang saat ini menjadi pembahasan di tim pemerintah, setidaknya telah mengakomodasi 4 alternatif sistem yang dapat dipergunakan. Untuk itu, dipandang penting untuk diajukan alternatif kelima, yaitu: Sistem Proporsional Tertutup di tingkat nasional dan provinsi, sedangkan Sistem Proporsional Daftar Terbuka diterapkan di tingkat kabupaten/kota. Sedangkan alternatif keenam, yaitu: Menggunakan Skema Pemilu 2014 (Daftar Terbuka dan Dapil Sama). Namun penghitungan suara dilakukan di tingkat provinsi setelah itu kursi baru dialokasikan ke dapil dan diduduki oleh calon terpilih berdasarkan suara terbanyak. Skema alternatif keenam ini dapat memberikan isentif baik bagi partai (pencalonan) maupun bagi caleg (berkampanye untuk partai), bukan untuk diri sendiri. Jika skema ini bisa diterapkan, maka proporsionalitas pemilu minimal di dalam tingkat provinsi akan terwujud. Khusus terkait dengan pilihan sistem pemilu, juga tidak disebutkan misi yang hendak dicapai. Jika masalah yang terpenting adalah akuntabilitas, sehingga memunculkan usulan pilihan Sistem Proporsional Daftar Terbuka, maka perlu diajukan beberapa pertanyaan seperti di bawah: a) Dapatkah seorang caleg terpilih (DPR RI) yang dipilih oleh lebih dari 125 ribu pemilih bertanggungjawab terhadap ratusan ribu jumlah konstituen? Hal ini tentu saja berbeda dengan caleg terpilih di tingkat kabupaten/kota, di mana jumlah konstituen yang harus diberikan pertanggungjawaban berjumlah ribuan atau puluhan ribu. b) Dengan mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW), maka legislator adalah anggota parlemen jenis delegate. Program Legislator adalah program partai, bukan program masyarakat di dapilnya. Artinya, akuntabilitas tetap kepada partai, bukan ke legislator. c) Jika harus akuntabel, terhadap bagian dapil mana caleg terpilih harus terikat akuntabilitasnya? Mari berimajinasi, dalam sebuah dapil berkursi 10 yang terdiri dari gabungan kabupaten/kota. Kepada wilayah mana harus akuntabel? d) Akuntabilitas itu hanya bisa ditagih 5 tahun sekali, jika sang legislator mencalonkan kembali. Dalam hal ini perlu studi tingkat keterpilihan legislator, apakah keterpilihan didominasi oleh faktor akuntabilitas ataukah karena kemampuan lainnya, seperti finasial misalnya. 5

6 e) Studi menyebutkan, dalam sistem presidensial macam Indonesia, yang berlaku adalah logika sistem parlementer. Dengan kata lain, Presiden perlu dukungan DPR, oleh karena itu mayoritas DPR hendaknya berpihak pada presiden. Jika begitu, maka akuntabilitasnya bukan pada legislator, melainkan pada presiden. f) Sistem pemilu campuran (proporsional dengan kombinasi pencalonan) menyertakan elemen akuntabilitas, sebab sebagian legislatornya dipilih dalam daftar terbuka. Elemen akuntabilitas dapat diharapkan pada dapil terbuka berkursi tunggal. Contoh DKI Jakarta dengan 21 kursi untuk DPR RI. Jika diterapkan model kombinasi pencalonan, sebagai ilustrasi maka dapat dibagi 10 kursi dalam satu dapil proporsional daftar tertutup, dan 11 dapil berkursi tunggal. Untuk 11 dapil berkursi tunggal, maka akuntabilitas akan lebih jelas. g) Selain itu, dalam daftar terbuka berkursi satu lebih rendah korupsinya ketimbang berkursi 10, sebab dalam kursi 10 caleg memiliki harapan untuk dipilih. h) Dalam hal Proporsional dengan Kombinasi Pencalonan, perlu dipikirkan secara serius cara perolehan suara setiap partai politik dan calon terpilihnya. Sebab, jika penghitungan suara kursi partai politik dilakukan dengan cara paralel, maka prinsip proporsional dari misi pemilu akan terabaikan. Jika misi sistem pemilu hendak memperkuat sistem kepartaian, maka di negara-negara yang sistem kepartaiannya belum melembaga, daftar terbuka cenderung memperlemah sistem kepartaian sebagai akibat dari tingginya persaingan antar caleg dalam tubuh satu partai (simak pengalaman Brazil). Dan caleg tidak menawarkan program parpol, melainkan dirinya sendiri. TENTANG AMBANG BATAS PERWAKILAN Khusus tentang Ambang Batas Parlemen, tujuannya memang jelas, yaitu untuk menyederhanakan sistem kepartaian. Namun berbagai studi juga menunjukkan bahwa penerapan Ambang Batas Parlemen yang tinggi sekalipun, seringkali tidak mencapai tujuannya. Justru pada sejumlah kasus mengancam lolos tidaknya partai-partai pengusung untuk terwakili di lembaga perwakilan. Terlebih lagi pada negara-negara yang sistem kepartaiannya masih belum melembaga. Data empat kali pelaksanaan Pemilu di Indonesia memperlihatkan bahwa, tingkat volatilitas sistem kepartaian masih tinggi. Volatilitas ini menunjukkan, sistem kepartaian kita masihlah belum ajeg atau dengan kata lain masih sangat rentan, karena jumlah pemilih yang mengidentifikasi dirinya dengan idiologi, platform ataupun program partai masih sangat rendah. Indikasi lainnya juga dapat dilihat dari tren penurunan perolehan suara partai pemenang pemilu dari satu pemilu ke pemilu berikutnya. Tren ini tidak saja dialami oleh semua partai pemenang, namun termasuk dialami juga oleh partai-partai menengah-kecil di Indonesia. Secara umum, berdasarkan data yang tersedia terlihat konsentrasi yang menjadi indikasi penting bagi penyederhanaan sistem kepartaian tidak terjadi, bahkan yang terjadi adalah sebaliknya yaitu gejala fragmentasi sistem kepartaian yang makin menguat, seperti yang diilustrasikan oleh grafik di bawah. 6

7 Aspek lain yang perlu diungkap adalah, selain penerapan Ambang Batas Parlemen yang diterapkan secara formal sebesar 3,5%, dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia juga terdapat ambang batas (threshold) yang lain. Misalnya, Ambang Batas Terselubung (matematis) yang disumbangkan oleh metode penghitungan suara-kursi parpol dan besaran kursi daerah pemilihan. Sebagai ilustrasi, dengan besaran kursi setiap dapil, baik DPR RI (3-10 kursi), DPRD Provinsi dan DPRD Kab/Kota (3-12 kursi), maka dengan cara penghitungan suara Hare/Niemeyer-LR atow Sainte Laguë, berlaku ambang terselubung/matematikal antara persen. 7

8 Satu aspek lain yang dapat juga dikatakan sebagai ambang batas ataupun syarat adalah syarat menjadi partai politik dan menjadi partai politik peserta pemilu. Berbagai syarat tersebut, pada akhirnya juga berfungsi sebagai ambang batas. Dengan kata lain, dalam penyelenggaraan sistem pemilu di Indonesia, bisa dikatakan terlalu banyak Ambang Batas yang harus ditempuh oleh setiap peserta pemilu, baik yang formal seperti Ambang Batas Perwakilan sebesar 3,5 persen, Ambang Terselubung/Matematis per dapil antara 10 sampai 5 persen, ambang batas lain berupa persyaratan kepesertaan. Belum lagi jika melibatkan variabel pilpres, dimana terdapat dua ambang batas, yaitu: Ambang Batas Pencalonan dan Ambang Batas Keterpilihan. Dari sejumlah ambang batas yang berlaku, baik formal maupun non formal di pemilu Indonesia, menjadi penyumbang terbesar bagi tingginya angka suara tidak sah. Tingginya jumlah ini, pada akhirnya justru berdampak pada peningkatan indeks disproporsionalitas pemilu. Dengan kata lain, disertakankannya berbagai macam ambang batas dalam pemilu Indonesia yang maksud awalnya adalah dalam rangka menyederhanakan sistem kepartaian justru tidak terwujud. Berdasarkan data pemilu yang diolah oleh SPD, sistem kepartaian Indonesia dari empat kali pelaksanaan pemilu menunjukkan Indeks ENPP (Sistem Kepartaian Efektif) yang semakin meluas. Dari sistem kepartaian 4,7 pada Pemilu 1999, naik menjadi 7 sistem kepartaian pada Pemilu 2004, turun menjadi sistem kepartaian 6 partai pada Pemilu 2009, dan naik kembali menjadi 8 sistem kepartaian pada Pemilu Pada sisi lain, jumlah suara sah yang terbuang justru mengalami kenaikan, dari 3,7 juta suara di Pemilu 1999, menjadi 5,2 juta suara pada Pemilu 2004, melonjak lagi menjadi lebih dari 19 juta suara 8

9 pada Pemilu 2009, dan turun pada angka hampir 3 juta suara pada Pemilu terkahir tahun Begitu juga dengan disproporsionalitas atau kesenjangan perolehan suara partai politik peserta pemilu dibandingkan perolehan kursinya. Berdasarkan data yang tersedia, menunjukkan tren yang tidak juga membaik. Dari indeks disproporsionalitas 3,50 pada Pemilu 1999, naik menjadi 4,59 pada Pemilu 2004, melonjak pada indeks 6,16 pada Pemilu 2009, dan turun menjadi 2,58 pada Pemilu Indeks disproporsionalitas disebut membaik jika angka indeksnya semakin kecil atau dengan kata lain hasil pemilunya semakin proporsional sesuai misi Undang-undang Pemilu. Statistics Indonesian Elections Election Parliamentary threshold none none 2,5% 3,50% List Closed Closed Open Open Disproportionality (LSq) 3,50 4,59 6,16 2,58 Parties in Parliament (DPR) ENPP 4,72 7,07 6,13 8,22 Wasted votes Wasted votes (%) 3,55% 4,60% 18,31% 2,38% Women MPs 9,00% 11,45% 17,86% 17,32% Registered Voters Turnout (%) 92,99% 84,07% 70,99% 75,00% Invalid votes (%) 3,33% 9,66% 14,43% 10,76% TENTANG METODE KONVERSI SUARA KE KURSI Terkait dengan isu metode konversi suara ke kursi atau Penghitungan Suara-Kursi Partai Politik, perlu diberikan catatan tersendiri. Berdasarkan usulan yang ada, hingga saat ini tersedia 3 (tiga) Metode Penghitungan Perolehan Suara-Kursi Partai Politik, yaitu: 1. Metode Kuota Hare/Niemeyer/Hamilton-LR seperti yang kita pakai dalam pemilu saat ini. 2. Metode Divisor Sainte Laguë Murni (Bilangan Pembagi adalah bilangan ganjil 1,3,5,7,... dst) dan 3. Metode Divisor Sainte Laguë Modifikasi (Bilangan Pembagi dimulai dengan angka 1.4, 3, 5,7,...dst). 1 1 Disebut juga Metode Skandinavia. Metode ini digunakan di Denmark untuk memilih anggota Folketing (DPR). 9

10 Ketiga metode di atas diusulkan karena menjadi jawaban cara penghitungan perolehan suara yang proporsional, adil, tidak berat sebelah baik bagi partai besar, menengah ataupun kecil. Namun satu yang dilupakan adalah, usulan metode penghitungan ini hanya menyertakan cara ataupun simulasi penghitungannya saja, tanpa dilengkapi kriteria maupun ukuran untuk menilai apakah metode penghitungan tersebut proporsional atau tidak, atau bahkan proporsional dibanding yang mana. Maunya gak jelas. Di satu metoda Hare dan Sainte dituding lebih menguntungkan parpol yang memperoleh suara lebih sedikit, sedangkan Metoda Sainte Laguë Modifikasi bersifat proporsional yaitu lebih memberikan peluang kepada parpol peraih suara terbanyak Untuk itu, perlu diajukan alat ukur untuk mengukur metode mana yang dianggap lebih proporsional. Dari alat ukur tersebut, selanjutnya akan dilakukan simulasi dan penghitungan dengan formula ukuran proporsionalitas. Dari situ, selanjutnya akan kita ketahui metode mana yang dapat dinyatakan memenuhi kriteria proporsional dan adil. Mengukur Proporsionalitas: (a) Indeks Disproporsionalitas (1) Loosemore-Handby-Index (LHI) 2 (2) Gallagher-Index LSq atow GHI (b) Suara Hangus Mengukur Derajat Keterwakilan Tinggi atow Keadilan: Formula Pukelsheim: Deviasi Keadilan = (s i /v i )/(S/V) 1 2 Indeks ini dipakai resmi oleh Independent The Independent Commission on the Voting System di Inggris 10

11 SIMULASI 11

12 12

13 13

14 Penghitungan simulasi perolehan suara kursi partai politik dengan empat varian metode penghitungan. Tiga varian di antaranya adalah metode penghitungan yang saat ini diusung sebagai alternatif (Hare, Sainte Laguë, dan Sainte Laguë Modifikasi). Perolehan kursi parpol menurut Hare, St. Laguë, D Hondt dan St. Laguë modifikasi 14

15 Indeks Disporporsionalitas & Suara Hangus Hare: No Parpol v i s i %v i %s i %v i - %s i (%v i - %s i ) 2 Suara Hangus 1 A ,63% 0,00% 3,63% 0,13% B ,74% 0,00% 4,74% 0,22% C ,96% 16,67% 4,71% 0,22% 4 D ,22% 16,67% 7,45% 0,56% 5 E ,63% 0,00% 3,63% 0,13% F ,65% 16,67% 8,98% 0,81% 7 G ,20% 16,67% 6,46% 0,42% 8 H ,46% 16,67% 7,21% 0,52% 9 I ,52% 16,67% 4,86% 0,24% Jumlah Jumlah 51,66% 3,24% LHI 25,83% 1,62% 12,00% GHI (LSq) 12,74% Indeks Disporporsionalitas dan Suara Hangus Sainte Laguë sama, sebab alokasi kursi sama dengan Hare. 15

16 Indeks Disporporsionalitas & Suara Hangus St. Laguë modifikasi: No Parpol v i s i %v i %s i %v i - %s i (%v i - %s i ) 2 Swara Hangus 1 A ,63% 0,00% 3,63% 0,13% B ,74% 0,00% 4,74% 0,22% C ,96% 16,67% 4,71% 0,22% 4 D ,22% 0,00% 9,22% 0,85% E ,63% 0,00% 3,63% 0,13% F ,65% 33,33% 7,69% 0,59% 7 G ,20% 16,67% 6,46% 0,42% 8 H ,46% 0,00% 9,46% 0,89% I ,52% 33,33% 11,81% 1,40% Jumlah Jumlah 61,34% 4,86% LHI 30,67% 2,43% 30,67% GHI (LSq) 15,58% Indeks Disporporsionalitas dan Suara Hangus D Hondt sama, sebab alokasi kursi sama dengan Sainte Laguë modifikasi 16

17 Derajat Keterwakilan atow Keadilan Hare No Parpol v i s i si/vi S/V (si/vi)/(s/v) (si/vi)/(s/v)- 1 1 A , , , , B , , , , C , , , , D , , , , E , , , , F , , , , G , , , , H , , , , I , , , , Jumlah , Derajat Keterwakilan atow Keadilan Sainte Laguë sama, sebab alokasi kursi sama dengan Hare 17

18 Derajat Keterwakilan atau Keadilan St. Laguë modifikasi: No Parpol v i s i si/vi S/V (si/vi)/(s/v) (si/vi)/(s/v)- 1 1 A , , , , B , , , , C , , , , D , , , , E , , , , F , , , , G , , , , H , , , , I , , , , Jumlah , Derajat Keterwakilan atow Keadilan D Hondt sama, sebab alokasi kursi sama dengan Sainte Laguë modifikasi 18

19 Perbandingan Indeks Disporporsionalitas, Suara Hangus dan Derajat Keterwakilan atau Keadilan 19

20 Kesimpulan: - Metoda Hare dan Sainte Laguë dibuktikan lebih proporsional, memiliki derajat keterwakilan tinggi, dan lebih adil dibandingkan Metoda D Hondt dan Sainte Laguë modifikasi, sebab Indeks Disporporsionalitas, Suara Hangus dan Deviasi Keadilan lebih kecil. 20

21 PENATAAN DAPIL dan ALOKASI KURSI TERKAIT DAERAH OTONOM Jika suara hangus dijadikan sebagai catatan dan basis utama, maka alokasi kursi 2004 dan 2009 menjadi salah satu penyebab banyaknya suara hangus. Sebab dari hasil alokasi kursi pemilu pada dua periode tersebut, telah terjadi disporporsional alias proporsionalitas dalam provinsi tidak terjaga. 1. Contoh Provinsi Jabar 2014: Sebagai perbandingan, harga kursi di dapil JABAR VI (kota Depok & kota Bekasi) hampir dua kali lipat dibanding JABAR III (Kab. Cianjur & kota Depok). DAPIL POP KUMULATIF KURSI UU KUOTA UU JABAR VI JABAR VII JABAR VIII JABAR IX JABAR II JABAR JABAR XI JABAR X JABAR I JABAR V JABAR IV JABAR III Atau disproporsionalitas juga terjadi antar provinsi yang berada dalam satu pulau, seperti antara NTB ( ) dengan NTT rata-rata ( ) 2. Dalam Pemilu DPR 2014, Indonesia dibagi ke dalam 77 dapil: NO DAPIL POPULASI KURSI KUOTA KUOTA THD. RATA- RATA KUOTA THD. TERENDAH 1 KEP. RIAU ,51% 195,49% 2 RIAU I ,19% 192,26% 3 JABAR VI ,82% 190,35% 4 RIAU II ,32% 168,79% 5 LAMPUNG II ,28% 168,73% 6 NTB ,05% 167,02% 7 SULTRA ,71% 166,55% 8 BANTEN III ,76% 165,23% 9 SULBAR ,80% 163,89% 10 SUMUT I ,61% 163,63% 11 LAMPUNG I ,59% 160,82% 12 KALTIM ,50% 160,69% 21

22 13 KALBAR ,49% 160,67% 14 JABAR VII ,24% 160,33% 15 SUMSEL II ,97% 158,57% 16 JAMBI ,21% 156,11% 17 SUMUT III ,85% 155,61% 18 BENGKULU ,00% 154,43% 19 JATENG X ,01% 153,05% 20 SUMUT II ,17% 151,88% 21 SUMSEL I ,85% 151,44% 22 SULTENG ,79% 151,36% 23 JABAR VIII ,62% 149,73% 24 JATIM XI ,34% 149,34% 25 JABAR IX ,66% 148,39% 26 DKI III ,77% 147,15% 27 Bali ,46% 145,33% 28 MALUKU ,75% 144,35% 29 DKI I ,89% 140,36% 30 JATIM VI ,68% 140,07% 31 JABAR II ,35% 139,61% 32 KEP. BABEL ,01% 139,14% INDONESIA ,00% 139,13% 33 JATENG I ,75% 138,78% 34 JATENG VII ,53% 138,48% 35 JATIM I ,36% 138,24% 36 JATIM III ,15% 136,55% 37 KALTENG ,85% 136,13% 38 JATENG VI ,74% 135,99% 39 DKI II ,73% 135,97% 40 YOGYAKARTA ,12% 133,73% 41 SULUT ,75% 133,22% 42 NTT II ,58% 132,97% 43 JATIM VIII ,24% 132,50% 44 JABAR XI ,78% 131,86% 45 JATENG IX ,45% 131,41% 46 JATIM IV ,98% 130,75% 47 PAPUA ,94% 130,69% 48 JATENG II ,57% 130,18% 49 JATENG V ,34% 129,86% 50 MALUT ,28% 129,77% 51 SUMBAR II ,95% 129,31% 52 SULSEL I ,47% 128,66% 53 JATIM II ,32% 128,45% 54 JATIM V ,14% 126,80% 55 JATIM X ,09% 126,73% 22

23 56 JATENG III ,71% 124,81% 57 JATENG VIII ,41% 124,40% 58 JATIM VII ,34% 124,29% 59 SULSEL III ,16% 122,66% 60 ACEH II ,93% 122,34% 61 BANTEN II ,38% 121,57% 62 JABAR X ,35% 121,52% 63 JABAR I ,69% 120,60% 64 NTT I ,55% 120,42% 65 SUMBAR I ,45% 120,28% Dengan model Penataan dapil dan alokasi kursi DPR menjadi bagian dari lampiran yang tidak terpisahkan dari UU, pembuat UU terkesan tidak ingin agar penataan alokasi kursi dan pembentukan dapil dapat memperbaiki problem yang muncul pada periode 2009 dan Dampak lainnya, jika dibiarkan berlarut-larut, akan memunculkan dampak untuk selalu selalu melanggar UU yang dibuatnya sendiri. 3. Pembentukan Dapil 2014 di dalam provinsi juga terjadi ketidaksetaraan. Misalnya Dapil V Jabar berkursi 6, dan Dapil VII (bersebelahan) berkursi 10. Dengan demikan, antar dapil terjadi perbedaan harga kursi akibat ambang terselubung. 4. Dalam rangka menjaga proporsionalitas dari suatu pemilu, pembentukan dapil di provinsi hendaknya setara. Misalnya di suatu wilayah yang terdapat 10 dapil, maka hendaknya dibagi menjadi 5 dapil genap dan 5 dapil ganjil. 5. Sebagai saran, hendaknya dilakukan alokasi kursi DPR ulang. Alokasi ulang ini juga dimaksudkan untuk menghilangkan prinsip bahwa alokasi kursi tidak boleh berkurang dari pemilu sebelumnya. Alokasi ulang ini minimal dilakukan dalam satu provinsi. Hal ini murni didasarkan pada pertimbangan perkembangan dan dinamika jumlah penduduk yang dipengaruhi oleh banyak faktor. 6. Seperti yang terjadi di banyak negara, alokasi kursi DPR sebaiknya diserahkan kepada KPU. Sedangkan ketentuan dan persyaratan alokasi kursi dan pembentukan dapil dimuat dalam UU. Sebagai contoh: di AS dan di Jerman kewenangan ini menjadi kompetensi Badan Pusat Statistik, sedangkan di Inggris oleh Boundary Commission (komisi pendapilan). Namun jika tetap menjadi kewenangan DPR, maka perlu dipikirkan semacam sub komite atau sub komisi kerja di DPR yang menangani masalah tersebut. Sub komite ini bisa melibatkan para ahli sesuai dengan bidang keilmuan yang dibutuhkan, agar terdapat kesesuaian antara aspekaspek politik dengan basis ilmu pengetahuan. Jakarta, 21 Agustus 2016 Sindikasi Pemilu dan Demokrasi 23

Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Jl. Proklamasi No. 65, Jakarta Pusat

Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Jl. Proklamasi No. 65, Jakarta Pusat Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Jl. Proklamasi No. 65, Jakarta Pusat Info.spdindonesia@gmail.com +621 3906072 www.spd-indonesia.com Pandangan SPD terhadap RUU Penyelenggaraan Pemilu Pilihan Sistem Pemilu;

Lebih terperinci

Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Jl. Proklamasi No. 65, Jakarta Pusat

Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Jl. Proklamasi No. 65, Jakarta Pusat Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Jl. Proklamasi No. 65, Jakarta Pusat info.spdindonesia@gmail.com +621 3906072 www.spd-indonesia.com Konstitusionalitas dan Problematika Alokasi Kursi DPR RI Pemilu Indonesia

Lebih terperinci

Konstitusionalitas dan Problematika Alokasi Kursi DPR RI Pemilu Indonesia

Konstitusionalitas dan Problematika Alokasi Kursi DPR RI Pemilu Indonesia Konstitusionalitas dan Problematika Alokasi Kursi DPR RI Pemilu Indonesia Sindikasi Pemilu dan Demokrasi SPD Diskusi Media, 18 September 2016 Bakoel Koffie Cikini Pengantar Pembahasan RUU Penyelenggaraan

Lebih terperinci

Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Jl. Proklamasi No. 65, Jakarta Pusat

Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Jl. Proklamasi No. 65, Jakarta Pusat Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Jl. Proklamasi No. 65, Jakarta Pusat info.spdindonesia@gmail.com +621 3906072 www.spd-indonesia.com Pandangan Kritis Sindikasi Pemilu dan Demokrasi SPD Terhadap Revisi Undang-undang

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT

PEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT Tujuan dari pemetaan dan kajian cepat pemetaan dan kajian cepat prosentase keterwakilan perempuan dan peluang keterpilihan calon perempuan dalam Daftar Caleg Tetap (DCT) Pemilu 2014 adalah: untuk memberikan

Lebih terperinci

ProfilAnggotaDPRdan DPDRI 2014-2019. Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik FISIP UniversitasIndonesia 26 September 2014

ProfilAnggotaDPRdan DPDRI 2014-2019. Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik FISIP UniversitasIndonesia 26 September 2014 ProfilAnggotaDPRdan DPDRI 2014-2019 Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik FISIP UniversitasIndonesia 26 September 2014 Pokok Bahasan 1. Keterpilihan Perempuan di Legislatif Hasil Pemilu 2014 2.

Lebih terperinci

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1)

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1) Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan Penetapan Caleg Terpilih (1) Oleh MIFTAKHUL HUDA* Lebih mudah cara menghitung perolehan kursi bagi partai politik (parpol) peserta pemilu 2014 dan penetapan calon

Lebih terperinci

LAPORAN QUICK COUNT PEMILU LEGISLATIF

LAPORAN QUICK COUNT PEMILU LEGISLATIF LAPORAN QUICK COUNT PEMILU LEGISLATIF 9 APRIL 2009 Jl Terusan Lembang, D57, Menteng, Jakarta Pusat Telp. (021) 3919582, Fax (021) 3919528 Website: www.lsi.or.id, Email: info@lsi.or.id METODOLOGI Quick

Lebih terperinci

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (3)

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (3) Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan Penetapan Caleg Terpilih (3) Oleh MIFTAKHUL HUDA* Sebelumnya telah dikemukakan Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan Penetapan Caleg Terpilih (1) untuk Pemilu

Lebih terperinci

Demokrat Peduli, Serap Aspirasi, dan Beri Solusi Untuk Kesejahteraan Rakyat

Demokrat Peduli, Serap Aspirasi, dan Beri Solusi Untuk Kesejahteraan Rakyat PANDANGAN FRAKSI FRAKSI PARTAI DEMOKRAT DPR RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM DALAM PEMBICARAAN TINGKAT II (PENGAMBILAN KEPUTUSAN) PADA RAPAT

Lebih terperinci

KONVERSI SUARA MENJADI KURSI Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (PERLUDEM)

KONVERSI SUARA MENJADI KURSI Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (PERLUDEM) SIARAN PERS KONVERSI SUARA MENJADI KURSI Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (PERLUDEM) Metode penghitungan suara merupakan variabel utama dari sistem pemilu yang bertugas untuk mengkonversi suara menjadi

Lebih terperinci

ISU KRUSIAL SISTEM PEMILU DI RUU PENYELENGGARAAN PEMILU

ISU KRUSIAL SISTEM PEMILU DI RUU PENYELENGGARAAN PEMILU ISU KRUSIAL SISTEM PEMILU DI RUU PENYELENGGARAAN PEMILU SISTEM PEMILU Adalah konversi suara menjadi kursi yg dipengaruhi oleh beberapa variabel teknis pemilu Besaran Daerah Pemilihan Metode Pencalonan

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/05/18/Th. VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN I-2016 SEBESAR 101,55

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN A. Penjelasan Umum No. 11/02/94/Th. VII, 6 Februari 2017 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan

Lebih terperinci

Problematika Penataan dan Pembentukan Peta Daerah Pemilihan. Diskusi Media Minggu, 9 Oktober 2016 Bakoel Koffie Cikini

Problematika Penataan dan Pembentukan Peta Daerah Pemilihan. Diskusi Media Minggu, 9 Oktober 2016 Bakoel Koffie Cikini Problematika Penataan dan Pembentukan Peta Daerah Pemilihan Diskusi Media Minggu, 9 Oktober 2016 Bakoel Koffie Cikini Penataan dan Pembentukan Peta Daerah Pemilihan Pemilu Pemilu Alokasi kursi dan Pembentukan

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/11/18.Th.V, 5 November 2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN III-2015 SEBESAR

Lebih terperinci

Perolehan Suara Menjadi Kursi

Perolehan Suara Menjadi Kursi Cara Penghitungan Perolehan Suara Menjadi Kursi DPR dan DPRD Pemilu 2014 Cara Penghitungan Perolehan Suara Menjadi Kursi DPR dan DPRD Pemilu 2014 Indonesian Parliamentary Center (IPC) 2014 Cara Penghitungan

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017 A. Penjelasan Umum 1. Indeks Tendensi Konsumen (ITK) I-2017 No. 27/05/94/Th. VII, 5 Mei 2017 Indeks Tendensi

Lebih terperinci

Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia. Oleh Syamsuddin Haris

Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia. Oleh Syamsuddin Haris Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia Oleh Syamsuddin Haris Apa Masalah Pemilu-pemilu Kita? (1) Pemilu-pemilu (dan Pilkada) semakin bebas, demokratis, dan bahkan langsung,

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2017 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/08/18/Th.VII, 7 Agustus 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN II-2017 SEBESAR

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/05/18/Th. VII, 5 Mei 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN I-2017 SEBESAR 101,81

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi kesinambungan dibandingkan dengan

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/02/18 TAHUN VII, 6 Februari 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 SEBESAR

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/08/18/Th. VI, 5 Agustus 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN II-2016 SEBESAR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO.7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG NO.7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM Surakarta, 26 Agustus 2017 KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NO.7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM Disampaikan oleh: Dr. Drs. Bahtiar, M.Si. DIREKTUR POLITIK DALAM NEGERI DIREKTORAT

Lebih terperinci

AMANDEMEN UUD 45 UNTUK PENGUATAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) SEBUAH EVALUASI PUBLIK. LEMBAGA SURVEI INDONESIA (LSI)

AMANDEMEN UUD 45 UNTUK PENGUATAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) SEBUAH EVALUASI PUBLIK. LEMBAGA SURVEI INDONESIA (LSI) AMANDEMEN UUD 45 UNTUK PENGUATAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) SEBUAH EVALUASI PUBLIK TEMUAN SURVEI JULI 2007 LEMBAGA SURVEI INDONESIA (LSI) www.lsi.or.id IHTISAR TEMUAN Pada umumnya publik menilai bahwa

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018

LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018 LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018 LUAS SERANGAN OPT UTAMA PADA TANAMAN PADI 1. LUAS SERANGAN OPT UTAMA PADA TANAMAN PADI MK 2018 2. LUAS SERANGAN OPT UTAMA PADA TANAMAN

Lebih terperinci

DUKUNGAN TERHADAP CALON INDEPENDEN

DUKUNGAN TERHADAP CALON INDEPENDEN DUKUNGAN TERHADAP CALON INDEPENDEN Temuan Survei Nasional Juli 2007 LEMBAGA SURVEI INDONESIA (LSI) www.lsi.or.id Tujuan Survei Mendekatkan desain institusional, UU dan UUD, dengan aspirasi publik agar

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016 No. 25/05/94/Th. VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi konsumen terkini yang dihasilkan

Lebih terperinci

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1 USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1 USULAN UMUM: MEMPERKUAT SISTEM PRESIDENSIAL 1. Pilihan politik untuk kembali pada sistem pemerintahan

Lebih terperinci

HASIL EXIT POLL PEMILU LEGISLATIF Rabu, 9 April 2014

HASIL EXIT POLL PEMILU LEGISLATIF Rabu, 9 April 2014 HASIL EXIT POLL PEMILU LEGISLATIF 2014 Rabu, 9 April 2014 Metodologi Exit Poll Exit poll merupakan penelitian perilaku memilih (voting behavior) ketika pemilih berada di TPS. Total sampel 2000 responden,

Lebih terperinci

1. Perkembangan Indeks Demokrasi Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan 2016

1. Perkembangan Indeks Demokrasi Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan 2016 No. 53/09/73/Th. VIII, 15 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI SULAWESI SELATAN 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI SULAWESI SELATAN 2016 MENGALAMI PENINGKATAN DIBANDINGKAN

Lebih terperinci

AKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website:

AKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website: AKSES PELAYANAN KESEHATAN Tujuan Mengetahui akses pelayanan kesehatan terdekat oleh rumah tangga dilihat dari : 1. Keberadaan fasilitas kesehatan 2. Moda transportasi 3. Waktu tempuh 4. Biaya transportasi

Lebih terperinci

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) KONSEP 1 Masyarakat Anak Pendidikan Masyarakat Pendidikan Anak Pendekatan Sektor Multisektoral Multisektoral Peserta Didik Pendidikan Peserta Didik Sektoral Diagram Venn:

Lebih terperinci

Dampak Diterapkannya Aturan Suara Terbanyak terhadap Keterwakilan Perempuan dan Gerakan Perempuan

Dampak Diterapkannya Aturan Suara Terbanyak terhadap Keterwakilan Perempuan dan Gerakan Perempuan Dampak Diterapkannya Aturan Suara Terbanyak terhadap Keterwakilan Perempuan dan Gerakan Perempuan Oleh: Ani Soetjipto Akademisi Universitas Indonesia I. Hilangnya koherensi hulu-hilir tindakan affirmative

Lebih terperinci

PEMBIAYAAN KESEHATAN. Website:

PEMBIAYAAN KESEHATAN. Website: PEMBIAYAAN KESEHATAN Pembiayaan Kesehatan Pembiayaan kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan upaya kesehatan/memperbaiki keadaan kesehatan yang

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DKI JAKARTA

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DKI JAKARTA KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DKI JAKARTA SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH KINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat ini

Lebih terperinci

Propinsi Kelas 1 Kelas 2 Jumlah Sumut Sumbar Jambi Bengkulu Lampung

Propinsi Kelas 1 Kelas 2 Jumlah Sumut Sumbar Jambi Bengkulu Lampung 2.11.3.1. Santri Berdasarkan Kelas Pada Madrasah Diniyah Takmiliyah (Madin) Tingkat Ulya No Kelas 1 Kelas 2 1 Aceh 19 482 324 806 2 Sumut 3 Sumbar 1 7-7 4 Riau 5 Jambi 6 Sumsel 17 83 1.215 1.298 7 Bengkulu

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO KINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif.

Lebih terperinci

Problematika Penataan dan Pembentukan Peta Daerah Pemilihan. Pemilu Indonesia 1

Problematika Penataan dan Pembentukan Peta Daerah Pemilihan. Pemilu Indonesia 1 Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Jl. Proklamasi No. 65, Jakarta Pusat Info.spdindonesia@gmail.com +6281218560749 www.spd-indonesia.com Problematika Penataan dan Pembentukan Peta Daerah Pemilihan Pemilu Indonesia

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di KETERANGAN PENGUSUL ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/11/18/Th. VI, 7 November 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN III-2016 SEBESAR

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat ini

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN IV TAHUN 2015

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN IV TAHUN 2015 No. 12/02/17/VI, 5 Februari 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN IV TAHUN 2015 A. Kondisi Ekonomi Konsumen Triwulan IV-2015 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan IV-2015 di

Lebih terperinci

Siaran Pers. Jakarta, 6 November 2016

Siaran Pers. Jakarta, 6 November 2016 Jalan Tebet Timur IVA No. 1, Tebet Jakarta Selatan, Indonesia Telp. 021-8300004, Faks. 021-83795697 perludem@cbn.net.id, perludem@gmail.com www.perludem.or.id Siaran Pers Jakarta, 6 November 2016 Pemerintah

Lebih terperinci

DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH

DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH Deskriptif Statistik Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pendataan Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Tahun 2007-2008 mencakup 33 propinsi,

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN III TAHUN 2016 SEBESAR 109,22

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN III TAHUN 2016 SEBESAR 109,22 No. 66/11/17/VI, 7 November 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN III TAHUN 2016 SEBESAR 109,22 A. Kondisi Ekonomi Konsumen Triwulan III-2016 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014)

INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014) F INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014) Kemampuan Siswa dalam Menyerap Mata Pelajaran, dan dapat sebagai pendekatan melihat kompetensi Pendidik dalam menyampaikan mata pelajaran 1

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Perolehan suara PN, PA, dan PC menurut nasional pada pemilu 2004 dan 2009

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Perolehan suara PN, PA, dan PC menurut nasional pada pemilu 2004 dan 2009 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi data Berdasarkan bagian Latar Belakang di atas, pengelompokan parpol menurut asas dapat dikelompokan kedalam tiga kelompok parpol. Ketiga kelompok parpol tersebut adalah

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BALI

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BALI KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BALI SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat ini

Lebih terperinci

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA 86 5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA Profil kinerja fiskal, perekonomian, dan kemiskinan sektoral daerah pada bagian ini dianalisis secara deskriptif berdasarkan

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BENGKULU

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BENGKULU KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BENGKULU SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BANTEN

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BANTEN KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BANTEN SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Inflai BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 74/11/52/Th VII, 7 November 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) TRIWULAN III-2016 A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah

Lebih terperinci

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 Disampaikan pada acara Round Table Discussion (RTD) Lemhannas, Jakarta, Rabu 12 Oktober

Lebih terperinci

BAB II PELAKSANA PENGAWASAN

BAB II PELAKSANA PENGAWASAN - 2 - c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum tentang Pengawasan Penataan Daerah Pemilihan dan Alokasi

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 46/05/Th. XVIII, 5 Mei 2015 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015 KONDISI BISNIS MENURUN NAMUN KONDISI EKONOMI KONSUMEN SEDIKIT MENINGKAT A. INDEKS

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1.

Lebih terperinci

INDONESIA Percentage below / above median

INDONESIA Percentage below / above median National 1987 4.99 28169 35.9 Converted estimate 00421 National JAN-FEB 1989 5.00 14101 7.2 31.0 02371 5.00 498 8.4 38.0 Aceh 5.00 310 2.9 16.1 Bali 5.00 256 4.7 30.9 Bengkulu 5.00 423 5.9 30.0 DKI Jakarta

Lebih terperinci

SPLIT VOTING DALAM PEMILIHAN PRESIDEN 2009

SPLIT VOTING DALAM PEMILIHAN PRESIDEN 2009 SPLIT VOTING DALAM PEMILIHAN PRESIDEN 2009 EXIT POLL 9 APRIL 2009 Jl Terusan Lembang, D57, Menteng, Jakarta Pusat Telp. (021) 3919582, Fax (021) 3919528 Website: www.lsi.or.id, Email: info@lsi.or.id Latar

Lebih terperinci

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN 185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya

Lebih terperinci

4.01. Jumlah Lembaga Pada PTAIN dan PTAIS Tahun Akademik 2011/2012

4.01. Jumlah Lembaga Pada PTAIN dan PTAIS Tahun Akademik 2011/2012 4.01. Jumlah Lembaga Pada PTAIN dan PTAIS Jumlah Lembaga No. Provinsi PTAIN PTAIS Jumlah 1. Aceh 3 20 23 2. Sumut 2 40 42 3. Sumbar 3 19 22 4. Riau 1 22 23 5. Jambi 2 15 17 6. sumsel 1 13 14 7. Bengkulu

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2016 SEBESAR 100,57

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2016 SEBESAR 100,57 No. 28/05/17/VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2016 SEBESAR 100,57 A. Kondisi Ekonomi Konsumen Triwulan I-2016 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan I-2016

Lebih terperinci

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif Gender menjadi aspek dominan dalam politik, dalam relasi kelas, golongan usia maupun etnisitas, gender juga terlibat di dalamnya. Hubungan gender dengan politik

Lebih terperinci

CARA MENGALOKASI KURSI PARLEMEN. Pipit Rochijat Kartawidjaja 1

CARA MENGALOKASI KURSI PARLEMEN. Pipit Rochijat Kartawidjaja 1 1 Materi ceramah di Bawaslu, 22 Maret 2016: CARA MENGALOKASI KURSI PARLEMEN Pipit Rochijat Kartawidjaja 1 1. Metoda Kuota Hare/Hamilton Dengan Sisa Suara Terbanyak Guna menghitung pengalokasian, baik kursi

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN PDIP PPP PD

DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN PDIP PPP PD DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN POIN NO.DIM RUU FRAKSI USULAN PERUBAHAN SISTEM PEMILU 59 (1) Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, baik negara ekonomi berkembang maupun negara ekonomi maju. Selain pergeseran

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULAWESI SELATAN

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULAWESI SELATAN KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULAWESI SELATAN SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif.

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN

INDEKS TENDENSI KONSUMEN No. 10/02/91 Th. VI, 6 Februari 2012 INDEKS TENDENSI KONSUMEN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi terkini yang dihasilkan Badan Pusat Statistik melalui

Lebih terperinci

KODIFIKASI UNDANG-UNDANG PEMILU

KODIFIKASI UNDANG-UNDANG PEMILU SEMINAR KODIFIKASI UNDANG-UNDANG NASKAH AKADEMIK RENCANGAN UNDANG-UNDANG JAKARTA, 18 MEI 2016 Anggota DPR, DPD, DPRD PERUBAHAN UUD 1945 Presiden dan Wakil Presiden PEMILIHAN Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Lebih terperinci

Lampu Kuning Negara Hukum Indonesia

Lampu Kuning Negara Hukum Indonesia Ringkasan Eksekutif Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia (Indonesia Rule of Law Perception Index) Indonesian Legal Roundtable 2012 Lampu Kuning Negara Hukum Indonesia Akhir-akhir ini eksistensi Negara

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA BARAT

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA BARAT KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA BARAT SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada

Lebih terperinci

SIARAN PERS LENGKAP Jadikan 2014 sebagai Pemilu Nasional [Untuk Memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR dan DPD Secara Serentak]

SIARAN PERS LENGKAP Jadikan 2014 sebagai Pemilu Nasional [Untuk Memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR dan DPD Secara Serentak] SIARAN PERS LENGKAP Jadikan 2014 sebagai Nasional [Untuk Memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR dan DPD Secara Serentak] Menyambut Momentum Alih Generasi Selama ini pembahasan undang-undang politik,

Lebih terperinci

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati,

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati, PANDANGAN FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR RI TERHADAP PENJELASAN PEMERINTAH ATAS RUU TENTANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DPRD, DAN RUU TENTANG PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN Disampaikan Oleh : Pastor

Lebih terperinci

INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2017

INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2017 Nomor : 048/08/63/Th.XX, 15 Agustus 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2017 SEBESAR 71,99 (SKALA 0-100) Kebahagiaan Kalimantan Selatan tahun

Lebih terperinci

Tahap Penetapan Hasil. Pemungutan Suara. Kampanye. Tahap Jelang Pemungutan Dan Penghitungan Suara. Tahap Pencalonan. Tahap Pendaftaran Pemilih

Tahap Penetapan Hasil. Pemungutan Suara. Kampanye. Tahap Jelang Pemungutan Dan Penghitungan Suara. Tahap Pencalonan. Tahap Pendaftaran Pemilih Pemungutan Suara Pemungutan Suara PPS Mengumumkan Salinan Hasil Dari TPS 10 11 April 2009 Rekapitulasi Di PPK Rekapitulasi Di KPU Kab./Kota Rekapitulasi Di KPU Provinsi Rekapitulasi Di KPU Pusat Tahap

Lebih terperinci

KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL Jl. Tirtayasa VII No. 20 Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12160, Telp , , Fax.

KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL Jl. Tirtayasa VII No. 20 Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12160, Telp , , Fax. KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL Jl. Tirtayasa VII No. 20 Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12160, Telp. 021-7392315,7392352, Fax. 021-7392317 LAPORAN PENANGANAN SARAN DAN KELUHAN MASYARAKAT SEMESTER I 2017 Jakarta,

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH. 07 November 2016

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH. 07 November 2016 BADAN PUSAT STATISTIK 07 November 2016 Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Kalimantan Tengah (Produk Domestik Regional Bruto) Indeks Tendensi Konsumen 7 November 2016 BADAN PUSAT STATISTIK Pertumbuhan

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAFTAR ISI Kondisi Umum Program Kesehatan... 1 1. Jumlah Kematian Balita dan Ibu pada Masa Kehamilan, Persalinan atau NifasError! Bookmark not

Lebih terperinci

HASIL Ujian Nasional SMP - Sederajat. Tahun Ajaran 2013/2014

HASIL Ujian Nasional SMP - Sederajat. Tahun Ajaran 2013/2014 HASIL Ujian Nasional SMP - Sederajat Tahun Ajaran 213/21 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta, 13 Juni 21 1 Ringkasan Hasil Akhir UN - SMP Tahun 213/21 Peserta UN 3.773.372 3.771.37 (99,9%) ya

Lebih terperinci

Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017

Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017 Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017 - Direktur Otonomi Daerah Bappenas - Temu Triwulanan II 11 April 2017 1 11 April 11-21 April (7 hari kerja) 26 April 27-28 April 2-3 Mei 4-5 Mei 8-9 Mei Rakorbangpus

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

ASOSIASI PEMERINTAH DAERAH

ASOSIASI PEMERINTAH DAERAH ASOSIASI PEMERINTAH DAERAH OPTIMALISASI PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENDUKUNG PILKADA SERENTAK MELALUI DESK PILKADA Oleh DR. SUMARSONO, MDM. DIRJEN OTONOMI DAERAH DIRJEN OTONOMI DAERAH Disampaikan Pada

Lebih terperinci

KESEHATAN INDERA PENGLIHATAN PENDENGARAN. Website:

KESEHATAN INDERA PENGLIHATAN PENDENGARAN. Website: KESEHATAN INDERA PENGLIHATAN PENDENGARAN Pendahuluan Indera penglihatan dan pendengaran saja Data prevalensi kebutaan dan ketulian skala nasional perlu diperbarui Keterbatasan waktu untuk pemeriksaan mata

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI SUMSEL 2015

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI SUMSEL 2015 BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No. 46/08/16/Th.XVIII, 3 Agustus 2016 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI SUMSEL 2015 Indeks Demokrasi Indonesia 2015 Provinsi Sumsel tahun 2015 sebesar 79,81, meningkat

Lebih terperinci

PEMBINAAN KELEMBAGAAN KOPERASI

PEMBINAAN KELEMBAGAAN KOPERASI Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia PEMBINAAN KELEMBAGAAN KOPERASI Oleh: DEPUTI BIDANG KELEMBAGAAN Pada Acara : RAPAT KOORDINASI TERBATAS Jakarta, 16 Mei 2017 ISI 1 PEMBUBARAN

Lebih terperinci

PENINGKATAN NILAI PARTISIPASI PEMILIH

PENINGKATAN NILAI PARTISIPASI PEMILIH Policy Brief [05] Kodifikasi Undang-undang Pemilu Oleh Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-undang Pemilu MASALAH Demokrasi bukanlah bentuk pemerintahan yang terbaik, namun demokrasi adalah bentuk pemerintahan

Lebih terperinci

C UN MURNI Tahun

C UN MURNI Tahun C UN MURNI Tahun 2014 1 Nilai UN Murni SMP/MTs Tahun 2014 Nasional 0,23 Prov. Sulbar 1,07 0,84 PETA SEBARAN SEKOLAH HASIL UN MURNI, MENURUT KWADRAN Kwadran 2 Kwadran 3 Kwadran 1 Kwadran 4 PETA SEBARAN

Lebih terperinci

Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan

Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan http://simpadu-pk.bappenas.go.id 137448.622 1419265.7 148849.838 1548271.878 1614198.418 1784.239 1789143.87 18967.83 199946.591 294358.9 2222986.856

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari analisis hasil penelitian sebagaimana dikemukakan dalam bab sebelumnya. dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. Dari analisis hasil penelitian sebagaimana dikemukakan dalam bab sebelumnya. dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 73 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari analisis hasil penelitian sebagaimana dikemukakan dalam bab sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Bentuk sistem kepartaian di Indonesia berdasarkan

Lebih terperinci

Memahami Arti Penting Mempelajari Studi Implementasi Kebijakan Publik

Memahami Arti Penting Mempelajari Studi Implementasi Kebijakan Publik Kuliah 1 Memahami Arti Penting Mempelajari Studi Implementasi Kebijakan Publik 1 Implementasi Sebagai bagian dari proses/siklus kebijakan (part of the stage of the policy process). Sebagai suatu studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem

BAB I PENDAHULUAN. perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanng Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjadi perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem Pemilihan Umum Indonesia yang

Lebih terperinci

ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU

ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU 1. Sistem Pemilu Rumusan naskah RUU: Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional dengan daftar calon

Lebih terperinci