Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Jl. Proklamasi No. 65, Jakarta Pusat
|
|
- Sri Hermawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Jl. Proklamasi No. 65, Jakarta Pusat Pandangan SPD terhadap RUU Penyelenggaraan Pemilu Pilihan Sistem Pemilu; Tantangan Untuk Menjawab Misi UU Pemilu Pembahasan Rancangan Undang-undang Pemilu yang saat ini sedang dilakukan oleh Pemerintah memasuki babak yang menentukan. Pada tahap ini, prosesnya relatif memadai untuk segera dilakukan pembahasan bersama-sama dengan DPR. Upaya Pemerintah dalam proses penyusunan RUU juga perlu diberikan apresiasi, karena terlihat membuka ruang bagi adanya masukan-masukan para pihak dan mengakomodasi berbagai masalah penting sebagaimana yang tercermin menjadi 13 isu krusial. Ibarat Tidak Ada Gading Yang Tak Retak, demikian juga halnya dengan isu-isu krusial dengan berbagai alternatif yang telah disusun tersebut. Sebelum memberikan respon dalam bentuk Catatan Kritis, ada satu aspek terpenting namun absen yang harusnya menjadi dasar pijakan bersama, yaitu misi undang-undang itu sendiri. Oleh karena itu, selain memberikan masukan dalam bentuk Catatan Kritis, perlu lebih dahulu untuk diungkapkan misi undangundang pemilu, sehingga terdapat satu kriteria penilaian yang memenuhi standar. Demikian juga dengan Catatan Kritis yang saat ini hendak disampaikan, dia tidaklah dimaksudkan untuk merespon semua dari 13 isu krusial yang saat ini dimiliki oleh Pemerintah. Catatan Kritis ini membatasi penilaiannya pada seputar isu-isu krusial yang terkait erat dengan Sistem Pemilu dan Elemen-elemen Teknis (matematis) Pemilu yang mengikutinya. Jika berangkat dari 13 isu krusial yang saat ini disusun oleh pihak pemerintah, maka ada tiga misi utama UU Pemilu yang harus disampaikan, antara lain: 1. Penguatan sistem Presidensialisme Indonesia. Misi ini dilakukan melalui pelaksanaan penyelenggaraan pemilu legislatif (pileg) dan pemilu (pilpres) secara serentak. Melalui pemilu serentak, diharapkan partai politik calon presiden atau koalisi partai pengusung calon presiden dapat dominan di DPR, sehingga pemerintahan dapat berjalan efektif. 2. Menciptakan Sistem Kepartaian Yang Sederhana. Misi ini hendaknya dimaksudkan untuk menciptakan sebuah sistem kepartaian yang efektif dan sederhana, dimana kekuatan partai politik tersebar ke sejumlah partai politik yang dominan. Oleh karena itu, mengandaikan sederhana tidaknya sistem kepartaian berdasarkan berapa jumlah riil partai adalah keliru. Harusnya didasarkan pada jumlah efektif. Untuk itu perlu ukuran yang berpijak pada disiplin pemilu dengan berdasarkan rumusan formula yang disepakati para ahli dan bukan karena hitungan jari. Atau bahkan dengan utak-atik elemen teknis pemilu yang jika tidak disadari dengan bijak, akan berujung pada penciptaan berbagai halang rintang (threshold ekslusi) bagi partai politik melalui cara seolah-olah demokratis. Sekali lagi penyederhanaan sistem kepartaian tidak sama dengan penyingkiran kompetitor. 3. Proporsionalitas dan Derajat Keterwakilan Lebih Tinggi. Misi ini mengasumsikan bahwa perolehan suara setiap partai politik (persen) seimbang atau sama dengan perolehan kursinya di DPR (persen), karena proporsionalitas dan derajat keterwakilan lebih tinggi tersebut adalah cermin kekuatan dari tiap-tiap partai politik 1
2 yang berkompetisi dalam pemilu. Dengan demikian, elemen teknis pemilu (matematis) Alokasi Kursi DPR/DPRD dan Pembentukan Daerah Pemilihan, Metode Penghitungan Suara-Kursi, dan Ambang Batas Parlemen (PT) - yang digunakan dalam sistem pemilu, hendaknya ditujukan untuk menjawab misi-misi tersebut. Dalam rangka mewujudkan tiga misi UU Pemilu diatas, jika mendasar pada evaluasi empat kali penyelenggaraan pemilu paska-reformasi, ada beberapa catatan penting yang perlu mendapat perhatian khusus baik bagi Pembuat UU maupun seluruh pemerhati bidang kepemiluan. Beberapa catatan penting adalah sebagai berikut: 1. Jika alokasi kursi DPR dan DPR Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota tetap seperti 2014, maka misi dan tujuan dari Undang-undang Pemilu secara teoritis maupun empiris tidak akan tercapai. Hal ini diakibatkan oleh karena alokasi kursi DPR RI ke provinsi dan provinsi ke dapil yang terjadi sejak Pemilu 2004 lalu tidak memenuhi prinsip Satu Orang, Satu Suara, dan Satu nilai atau Opovov (one person, one vote, one value). 2. Tidak singkronnya (tidak Opovov) antara nilai suara setiap pemilih antara pilpres dengan pileg, merupakan penyebab terjadinya disproporsionalitas dan menciderai prinsip keadilan keterwakilan pemilu demokratis yang telah dilakukan selama empat kali di Indonesia. 3. Efek di atas selama ini masih pandang sebelah mata, namun ketika penyelenggaraan pemilu dilakukan secara serentak, dampaknya akan lain dan nyata. Oleh karena, adanya potensi konflik kelembagaan antara lembaga Kepresidenan dengan DPR. Hal ini selanjutnya akan berpengaruh terhadap efektivitas jalannya pemerintahan di masa mendatang. 4. Untuk penciptaan Sistem Kepartaian Sederhana dan guna menghindari pemikiran dan pengambilan kebijakan yang bersifat arbitrer (mana suka), diperlukan suatu alat ukur yang memadai. Satu ukuran yang hingga saat ini disepakati oleh para sarjana pemilu untuk mengukur sederhana tidaknya sistem kepartaian sebuah negara, adalah dengan menghitung Jumlah Efektif Partai, yaitu dengan menggunakan indeks ENPP (effective number of parliamentary parties). Melalui indeks ini, ukuran sederhana tidaknya sistem kepartaian yang terbangun, didasarkan pada konsentrasi perolehan kursi partai politik yang ada di lembaga perwakilan. Dari ukuran tersebut, akan diketahui mana saja partai politik yang memiliki kekuatan dan potensi sebagai pembentuk pemerintahan ataupun fungsi penggertak dalam proses pengambilan keputusan politik. Saran Alokasi kursi DPR dilakukan ulang dengan berdasarkan prinsip Opovov agar berkesesuaian dengan prinsip Opovov yang dianut dalam Pilpres. Preseden ini sebelumnya pernah terjadi pada Pemilu DPR tahun 1955, dimana alokasi kursi DPR ke setiap provinsi didasarkan pada prinsip Opovov, bahkan pada tingkat yang mendekati sempurna. Alokasi kursi DPR hendaknya dilakukan dengan menggunakan data yang berbasiskan sensus penduduk terakhir, dan hasil alokasi dapat dipergunakan setidaknya minimal dua kali pemilu. Sebagaimana diketahui, sensus penduduk di Indonesia dilakukan setiap 10 tahun sekali. Prinsip-prinsip alokasi kursi dapat melibatkan berbagai metode penghitungan yang tersedia dan dapat didasarkan pada berbagai misi dalam rangka penciptaan keadilan keterwakilan. Misalnya: mendekatkan rasio pemilih dengan penduduk, 2
3 rasio penduduk yang berkepadatan tinggi dan rendah, ataupun memperpendek rasio ketimpangan keterwakilan antar provinsi dan sebagainya. Pada saat pemilu, keterpenuhan prinsip Opovov bisa ditempuh melalui cara penghitungan perolehan kursi parpol secara nasional terlebih dahulu, setelah itu baru dialokasikan ke provinsi dan daerah pemilihan (dapil). Proporsional daftar terbuka dengan besaran dapil seperti Pileg 2014 (3 s/d 10 kursi) menyulitkan harapan, sebab konstituen memilih caleg yang berkantong tebal atow beken dan bukan parpol presiden. Tengok pengalaman Brazil sejak redemokrasi di era 1980an yang selalu gagal menempatkan parpol presiden menjadi dominan di lembaga perwakilan bikameralnya. Rekomendasi Menggunakan proporsional daftar tertutup (tetap/baku), namun dengan mencantumkan nama-nama caleg dalam surat suara. Ataupun mengkawinkan proporsional daftar tertutup dengan Pilpres misalnya di Argentina. Menggunakan sistem proporsional dengan model pencalonan kombinasi terbuka dan tertutup. Cara penghitungan perolehan kursi dilakukan secara proporsional. Jika tetap hendak mempertahankan Proporsional Daftar Terbuka, maka mengubah besaran dapil menjadi kecil. Misalnya satu dapil berkursi 2 (dua) seperti di Cile, sehingga menjadi insentif bagi parpol untuk sejak awal berkoalisi, bahkan sebelum pemilu (pemilihan caleg juga merupakan hasil kesepakatan koalisi parpol). Contact person: August Mellaz,
4 Resume Catatan Kritis Sindikasi Pemilu dan Demokrasi-SPD Terhadap Isu-isu Krusial Dalam Rancangan Undang-Undang Pemilu Dari 13 isu krusial yang menjadi perhatian penyusuna RUU Penyelenggaraan Pemilu, setidaknya ada empat isu penting jika hendak merekayasa sistem pemilu yang mampu menjawab misi dari UU Pemilu, yaitu: 1. Tentang Pemilu legistalitf dan Pemilu Presiden Serentak Penyelenggaraan pemilu secara serentak (pileg dan pilpres) merupakan satu instrumen politik yang secara efektif dapat menghasilkan pemerintahan yang kuat. Selain itu, skema keserentakan penyelenggaraan pilpres dan pileg juga dapat menghasilkan terwujudnya penyederhanaan sistem kepartaian secara alami dan demokratis. Ada satu aspek penting dari keserentakan penyelengaraan pemilu yang kerap diabaikan dalam konteks sistem presidensialime, di mana melalui pemilu serentak, tersedia mekanisme secara sah dan terlembaga baik bagi masyarakat pemilih maupun pemerintah untuk saling melakukan evaluasi terhadap efektif tidaknya berbagai kebijakan dan programprogram pemerintahan. Manfaat lain yang juga akan didapatkan jika (pileg nasional tidak serentak dengan pileg daerah) antara lain; (a) mendidik masyarakat untuk membedakan isu nasional dan daerah, (b) hasil pemilu daerah dapat menjadi koreksi terhadap kebijakan pemerintah pusat, (c) masyarakat tidak berpemilu tiap lima tahun sekali, tapi minimal dua kali dalam 5 tahun, (d) memberdayakan KPU dan Bawaslu dengan diberi kewenangan/otonomi. Manfaat tersebut akan didapatkan, apabila penyelenggaraan pileg dan pilpres diserentakkan, dan diselingi dengan perbedaan waktu 2,5 tahun yang kemudian diikuti dengan pemilu DPRD dan Pilkada yang juga dilakukan secara serentak. 2. Tentang sistem pemilu Berdasarkan daftar isu-isu krusial yang saat ini menjadi pembahasan di tim pemerintah, setidaknya telah mengakomodasi 4 alternatif sistem yang dapat dipergunakan. Untuk itu, dipandang penting untuk diajukan alternatif kelima, yaitu: Sistem Proporsional Tertutup di tingkat nasional dan provinsi, sedangkan Sistem Proporsional Daftar Terbuka diterapkan di tingkat kabupaten/kota. Sedangkan alternatif keenam, yaitu: Menggunakan Skema Pemilu 2014 (Daftar Terbuka dan Dapil Sama). Namun penghitungan suara dilakukan di tingkat provinsi setelah itu kursi baru dialokasikan ke dapil dan diduduki oleh calon terpilih berdasarkan suara terbanyak. Skema alternatif keenam ini dapat memberikan isentif baik bagi partai (pencalonan) maupun bagi caleg (berkampanye untuk partai), bukan untuk diri sendiri. Jika skema ini bisa diterapkan, maka proporsionalitas pemilu minimal di dalam tingkat provinsi akan terwujud. Tanpa menyebutkan misi yang hendak dicapai dari pilihan sistem pemilu yang digagas, persoalan akuntabilitas dari calon anggota legislatif terpilih memang menjadi dasar argumentasi atas pilihan sistem pemilu proporsional daftar terbuka. Akan tetapi, satu yang menjadi pertanyaan penting adalah bagaimana cara dan apa alat ukur yang bisa digunakan untuk menerapkan akuntabilitas pada daerah pemilihan dengan wakil majemuk (antara 3-10 wakil) dan lebih dari 125 ribu pemilih? 4
5 Sementara itu, dengan mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW), maka legislator adalah anggota parlemen jenis delegate. Program Legislator adalah program partai, bukan program masyarakat di dapilnya. Artinya, akuntabilitas tetap kepada partai, bukan ke legislator. 3. Tentang Ambang Batas Perwakilan Ambang batas perwakilan memiliki tujuan untuk menyederhanakan sistem kepartaian. Akan tetapi, berbagai studi juga menunjukkan bahwa penerapan Ambang Batas Parlemen yang tinggi sekalipun, seringkali tidak mencapai tujuannya. Justru pada sejumlah kasus mengancam lolos tidaknya partai-partai pengusung untuk terwakili di lembaga perwakilan. Terlebih lagi pada negara-negara yang sistem kepartaiannya masih belum melembaga. Selain karena secara konsep ambang batas bukan merupakan formula yang efektif dalam menyederhanakan sistem kepartaian, jika merujuk pada data empat kali penyelenggaraan pemilu paska-reformasi, yang ikut menjadi faktor ketidakefektifan penerapan ambang batas adalah tingginya tingkat volatilitas pemilih dan kecenderung terus menurunnya porsi suara pemenang pemilu, partai menengah hingga partai kecil sehingga memunculkan fragmentasi partai. Aspek lain yang perlu diungkap adalah, selain penerapan Ambang Batas Parlemen yang diterapkan secara formal sebesar 3,5%, dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia juga terdapat ambang batas (threshold) yang lain/non formal. Misalnya, Ambang Batas Terselubung (matematis) yang disumbangkan oleh metode penghitungan suara-kursi parpol dan besaran kursi daerah pemilihan. Dengan besaran kursi setiap dapil, baik DPR RI (3-10 kursi), DPRD Provinsi dan DPRD Kab/Kota (3-12 kursi), maka dengan cara penghitungan suara Hare/Niemeyer-LR atow Sainte Laguë, berlaku ambang terselubung/matematikal antara persen. Dari sejumlah ambang batas yang berlaku, baik formal maupun non formal di pemilu Indonesia, menjadi penyumbang terbesar bagi tingginya angka suara tidak sah. Tingginya jumlah ini, pada akhirnya justru berdampak pada peningkatan indeks disproporsionalitas pemilu. Dengan kata lain, disertakankannya berbagai macam ambang batas dalam pemilu Indonesia yang maksud awalnya adalah dalam rangka menyederhanakan sistem kepartaian justru tidak terwujud. 4. Tentang Metode Konversi Suara ke Kursi Berdasarkan usulan yang ada, hingga saat ini tersedia 3 (tiga) Metode Penghitungan Perolehan Suara-Kursi Partai Politik, yaitu: a. Metode Kuota Hare/Niemeyer/Hamilton-LR seperti yang kita pakai dalam pemilu saat ini. b. Metode Divisor Sainte Laguë Murni (Bilangan Pembagi adalah bilangan ganjil 1,3,5,7,... dst) dan c. Metode Divisor Sainte Laguë Modifikasi (Bilangan Pembagi dimulai dengan angka 1.4, 3, 5,7,...dst). 1 1 Disebut juga Metode Skandinavia. Metode ini digunakan di Denmark untuk memilih anggota Folketing (DPR). 5
6 Ketiga metode di atas diusulkan karena menjadi jawaban cara penghitungan perolehan suara yang proporsional, adil, tidak berat sebelah baik bagi partai besar, menengah ataupun kecil. Namun satu yang dilupakan adalah, usulan metode penghitungan ini hanya menyertakan cara ataupun simulasi penghitungannya saja, tanpa dilengkapi kriteria maupun ukuran untuk menilai apakah metode penghitungan tersebut proporsional atau tidak. Untuk itu, perlu diajukan alat ukur untuk mengukur metode mana yang dianggap lebih proporsional. Biasanya ada dua ukuran untuk mengetahui suatu metode pnghitungan suara bekerja dengan prinsip proporsionalitas yang baik atau tidak. Pertama menggunakan indeks disproporsionalitas dengan menggunakan Loosemore-Handby-Index (LHI) 2 dan Gallagher- Index LSq atow GHI. Kedua, suara hangus untuk mengukur derajat keterwakilan dan keadilan dengan menggunakan formula Pukelsheim. Dari alat ukur tersebut, selanjutnya akan dilakukan simulasi dan penghitungan dengan formula ukuran proporsionalitas. Dari situ, selanjutnya akan kita ketahui metode mana yang dapat dinyatakan memenuhi kriteria proporsional dan adil. Berdasarka hasil pengukuran yang dilakukan Metoda Hare dan Sainte Laguë dibuktikan lebih proporsional, memiliki derajat keterwakilan tinggi, dan lebih adil dibandingkan Metoda D Hondt dan Sainte Laguë modifikasi, sebab Indeks Disporporsionalitas, Suara Hangus dan Deviasi Keadilan lebih kecil. (Lihat Tabel) Hal Yang Terlupa Selain empat hal krusial diatas, satu hal penting yang terlupa dan perlu mendapat perhatian adalah mengenai Penataan Dapil dan Alokasi Kursi Terkait daerah Otonom. Jika suara hangus dijadikan sebagai catatan dan basis utama, maka alokasi kursi 2004 dan 2009 menjadi salah satu penyebab banyaknya suara hangus. Sebab dari hasil alokasi kursi pemilu pada dua 2 Indeks ini dipakai resmi oleh Independent The Independent Commission on the Voting System di Inggris 6
7 periode tersebut, telah terjadi disporporsional alias proporsionalitas dalam provinsi tidak terjaga. Sebagai Contoh Provinsi Jabar 2014 Sebagai perbandingan, harga kursi di dapil JABAR VI (kota Depok & kota Bekasi) hampir dua kali lipat dibanding JABAR III (Kab. Cianjur & kota Bogor). Selain itu, disproporsionalitas juga terjadi antar provinsi yang berada dalam satu pulau, seperti antara NTB ( ) dengan NTT rata-rata ( ). Sementara itu, Dengan model Penataan dapil dan alokasi kursi DPR menjadi bagian dari lampiran yang tidak terpisahkan dari UU, pembuat UU terkesan tidak ingin agar penataan alokasi kursi dan pembentukan dapil dapat memperbaiki problem yang muncul pada periode 2009 dan Dampak lainnya, jika dibiarkan berlarut-larut, akan memunculkan dampak untuk selalu selalu melanggar UU yang dibuatnya sendiri. Sebagai saran, hendaknya dilakukan alokasi kursi DPR ulang. Alokasi ulang ini juga dimaksudkan untuk menghilangkan prinsip bahwa alokasi kursi tidak boleh berkurang dari pemilu sebelumnya. Alokasi ulang ini minimal dilakukan dalam satu provinsi. Hal ini murni didasarkan pada pertimbangan perkembangan dan dinamika jumlah penduduk yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Jakarta, 21 Agustus 2016 Sindikasi Pemilu dan Demokrasi 7
Isu-isu Krusial Dalam Rancangan Undang-Undang Pemilu
2016 Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Serial Paper Catatan Kritis Isu-isu Krusial Dalam Rancangan Undang-Undang Pemilu Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Jl. Proklamasi No. 65, Jakarta Pusat info.spdindonesia@gmail.com
Lebih terperinciSindikasi Pemilu dan Demokrasi Jl. Proklamasi No. 65, Jakarta Pusat
Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Jl. Proklamasi No. 65, Jakarta Pusat info.spdindonesia@gmail.com +621 3906072 www.spd-indonesia.com Pandangan Kritis Sindikasi Pemilu dan Demokrasi SPD Terhadap Revisi Undang-undang
Lebih terperinciSindikasi Pemilu dan Demokrasi Jl. Proklamasi No. 65, Jakarta Pusat
Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Jl. Proklamasi No. 65, Jakarta Pusat info.spdindonesia@gmail.com +621 3906072 www.spd-indonesia.com Konstitusionalitas dan Problematika Alokasi Kursi DPR RI Pemilu Indonesia
Lebih terperinciKonstitusionalitas dan Problematika Alokasi Kursi DPR RI Pemilu Indonesia
Konstitusionalitas dan Problematika Alokasi Kursi DPR RI Pemilu Indonesia Sindikasi Pemilu dan Demokrasi SPD Diskusi Media, 18 September 2016 Bakoel Koffie Cikini Pengantar Pembahasan RUU Penyelenggaraan
Lebih terperinciKONVERSI SUARA MENJADI KURSI Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (PERLUDEM)
SIARAN PERS KONVERSI SUARA MENJADI KURSI Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (PERLUDEM) Metode penghitungan suara merupakan variabel utama dari sistem pemilu yang bertugas untuk mengkonversi suara menjadi
Lebih terperinciCara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1)
Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan Penetapan Caleg Terpilih (1) Oleh MIFTAKHUL HUDA* Lebih mudah cara menghitung perolehan kursi bagi partai politik (parpol) peserta pemilu 2014 dan penetapan calon
Lebih terperinciDemokrat Peduli, Serap Aspirasi, dan Beri Solusi Untuk Kesejahteraan Rakyat
PANDANGAN FRAKSI FRAKSI PARTAI DEMOKRAT DPR RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM DALAM PEMBICARAAN TINGKAT II (PENGAMBILAN KEPUTUSAN) PADA RAPAT
Lebih terperinciPerolehan Suara Menjadi Kursi
Cara Penghitungan Perolehan Suara Menjadi Kursi DPR dan DPRD Pemilu 2014 Cara Penghitungan Perolehan Suara Menjadi Kursi DPR dan DPRD Pemilu 2014 Indonesian Parliamentary Center (IPC) 2014 Cara Penghitungan
Lebih terperinciISU KRUSIAL SISTEM PEMILU DI RUU PENYELENGGARAAN PEMILU
ISU KRUSIAL SISTEM PEMILU DI RUU PENYELENGGARAAN PEMILU SISTEM PEMILU Adalah konversi suara menjadi kursi yg dipengaruhi oleh beberapa variabel teknis pemilu Besaran Daerah Pemilihan Metode Pencalonan
Lebih terperinciCara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (3)
Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan Penetapan Caleg Terpilih (3) Oleh MIFTAKHUL HUDA* Sebelumnya telah dikemukakan Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan Penetapan Caleg Terpilih (1) untuk Pemilu
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NO.7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM
Surakarta, 26 Agustus 2017 KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NO.7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM Disampaikan oleh: Dr. Drs. Bahtiar, M.Si. DIREKTUR POLITIK DALAM NEGERI DIREKTORAT
Lebih terperinciProblematika Penataan dan Pembentukan Peta Daerah Pemilihan. Diskusi Media Minggu, 9 Oktober 2016 Bakoel Koffie Cikini
Problematika Penataan dan Pembentukan Peta Daerah Pemilihan Diskusi Media Minggu, 9 Oktober 2016 Bakoel Koffie Cikini Penataan dan Pembentukan Peta Daerah Pemilihan Pemilu Pemilu Alokasi kursi dan Pembentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi kesinambungan dibandingkan dengan
Lebih terperinciURGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014
KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 Disampaikan pada acara Round Table Discussion (RTD) Lemhannas, Jakarta, Rabu 12 Oktober
Lebih terperinciProblematika Penataan dan Pembentukan Peta Daerah Pemilihan. Pemilu Indonesia 1
Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Jl. Proklamasi No. 65, Jakarta Pusat Info.spdindonesia@gmail.com +6281218560749 www.spd-indonesia.com Problematika Penataan dan Pembentukan Peta Daerah Pemilihan Pemilu Indonesia
Lebih terperinciDAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN PDIP PPP PD
DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN POIN NO.DIM RUU FRAKSI USULAN PERUBAHAN SISTEM PEMILU 59 (1) Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi,
Lebih terperinciUSULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1
USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1 USULAN UMUM: MEMPERKUAT SISTEM PRESIDENSIAL 1. Pilihan politik untuk kembali pada sistem pemerintahan
Lebih terperinciSiaran Pers. Jakarta, 6 November 2016
Jalan Tebet Timur IVA No. 1, Tebet Jakarta Selatan, Indonesia Telp. 021-8300004, Faks. 021-83795697 perludem@cbn.net.id, perludem@gmail.com www.perludem.or.id Siaran Pers Jakarta, 6 November 2016 Pemerintah
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Dari analisis hasil penelitian sebagaimana dikemukakan dalam bab sebelumnya. dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
73 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari analisis hasil penelitian sebagaimana dikemukakan dalam bab sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Bentuk sistem kepartaian di Indonesia berdasarkan
Lebih terperinciADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU
ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU 1. Sistem Pemilu Rumusan naskah RUU: Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional dengan daftar calon
Lebih terperinciPemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia. Oleh Syamsuddin Haris
Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia Oleh Syamsuddin Haris Apa Masalah Pemilu-pemilu Kita? (1) Pemilu-pemilu (dan Pilkada) semakin bebas, demokratis, dan bahkan langsung,
Lebih terperinciMenuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara. Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015
Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015 1 Konteks Regulasi terkait politik elektoral 2014 UU Pilkada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanng Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjadi perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem Pemilihan Umum Indonesia yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NO.7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM
REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NO.7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM Disampaikan pada acara: Rapat Koordinasi Nasional Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Oleh: Dr. Drs. Bahtiar, M.Si.
Lebih terperinciAPA DAN BAGAIMANA PEMILU 2004?
APA DAN BAGAIMANA PEMILU 2004? Hak Pemilih T: Apa yang menjadi Hak Anda sebagai Pemilih? J: Hak untuk terdaftar sebagai pemilih bila telah memenuhi semua syarat sebagai pemilih. Hak untuk memberikan suara
Lebih terperinciCARA MENGALOKASI KURSI PARLEMEN. Pipit Rochijat Kartawidjaja 1
1 Materi ceramah di Bawaslu, 22 Maret 2016: CARA MENGALOKASI KURSI PARLEMEN Pipit Rochijat Kartawidjaja 1 1. Metoda Kuota Hare/Hamilton Dengan Sisa Suara Terbanyak Guna menghitung pengalokasian, baik kursi
Lebih terperinciRechtsVinding Online. RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu. bersikap untuk tidak ikut ambil bagian. dalam voting tersebut.
BATAS PENCALONAN PRESIDEN DALAM UU NO. 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah Diterima: 2 Oktober 2017, Disetujui: 24 Oktober 2017 RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu yang disetujui
Lebih terperinciBAHAN RATAS RUU PENYELENGGARAAN PEMILU SELASA, 13 SEPTEMBER 2016
BAHAN RATAS RUU PENYELENGGARAAN PEMILU SELASA, 13 SEPTEMBER 2016 NO. ISU STRATEGIS URAIAN PERMASALAHAN USULAN KPU 1. Penyelenggara - KPU dalam relasi dengan lembaga lain terkesan ditempatkan sebagai subordinat.
Lebih terperinciDibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
PENDAPAT AKHIR FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi
Lebih terperinciPeningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin
Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin Jakarta, 14 Desember 2010 Mengapa Keterwakilan Perempuan di bidang politik harus ditingkatkan? 1. Perempuan perlu ikut
Lebih terperinciBAB II PELAKSANA PENGAWASAN
- 2 - c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum tentang Pengawasan Penataan Daerah Pemilihan dan Alokasi
Lebih terperinciPembaruan Parpol Lewat UU
Pembaruan Parpol Lewat UU Persepsi berbagai unsur masyarakat terhadap partai politik adalah lebih banyak tampil sebagai sumber masalah daripada solusi atas permasalahan bangsa. Salah satu permasalahan
Lebih terperinciPimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati,
PANDANGAN FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR RI TERHADAP PENJELASAN PEMERINTAH ATAS RUU TENTANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DPRD, DAN RUU TENTANG PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN Disampaikan Oleh : Pastor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pemilu merupakan salah satu arena ekspresi demokrasi yang dapat berfungsi sebagai medium untuk meraih kekuasaan politik. Karenanya, berbagai partai politik
Lebih terperinciPENJELASAN PEMERINTAH ATAS RUU TENTANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DPRD, DAN RUU TENTANG PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SELASA, 10 JULI 2007
PENJELASAN PEMERINTAH ATAS RUU TENTANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DPRD, DAN RUU TENTANG PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SELASA, 10 JULI 2007 PANDANGAN DAN PENDAPAT FRAKSI-FRAKSI TERHADAP PANDANGAN DAN
Lebih terperinciPEMANDANGAN UMUM FRAKSI KEBANGKITAN BANGSA DPR RI TERHADAP KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR/DPRD DAN DPD
PEMANDANGAN UMUM FRAKSI KEBANGKITAN BANGSA DPR RI TERHADAP KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR/DPRD DAN DPD Disampaikan oleh juru bicara FKB DPR RI : Dra. Bariyah Fayumi, Lc Anggota
Lebih terperinciKODIFIKASI UNDANG-UNDANG PEMILU
SEMINAR KODIFIKASI UNDANG-UNDANG NASKAH AKADEMIK RENCANGAN UNDANG-UNDANG JAKARTA, 18 MEI 2016 Anggota DPR, DPD, DPRD PERUBAHAN UUD 1945 Presiden dan Wakil Presiden PEMILIHAN Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Lebih terperinciISU-ISU KRUSIAL DALAM UU NO 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILU
ISU-ISU KRUSIAL DALAM UU NO 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILU Oleh : Dr. Agus Subagyo, S.IP., M.Si (Dekan FISIP UNJANI Cimahi) Disampaikan dalam kegiatan Bimtek DPRD Kabupaten Bandung Barat, yang diselenggarakan
Lebih terperinciPENINGKATAN NILAI PARTISIPASI PEMILIH
Policy Brief [05] Kodifikasi Undang-undang Pemilu Oleh Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-undang Pemilu MASALAH Demokrasi bukanlah bentuk pemerintahan yang terbaik, namun demokrasi adalah bentuk pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem demokrasi. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XI/2013 Parlementary Threshold, Presidential Threshold, Hak dan Kewenangan Partai Politik, serta Keberadaan Lembaga Fraksi di DPR I. PEMOHON Saurip Kadi II. III.
Lebih terperinciKODIFIKASI UNDANG-UNDANG PEMILU. Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-undang Pemilu
KODIFIKASI UNDANG-UNDANG Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-undang Pemilu TAHAP KE-1 KAJIAN DAN SIMULASI SISTEMATIKA KODIFIKASI TAHAP KE-2 Jun-Des 2014 Jun 2015 April 2016 KAJIAN DAN SIMULASI MATERI
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. sistem-sistem yang diterapkan dalam penyelenggaraan Pemilu di kedua Pemilu itu
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Pembahasan dalam bab sebelumnya (Bab IV) telah diuraikan beberapa ketentuan pokok dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu). Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD 2009 dan 2014
Lebih terperinciPEROLEHAN KURSI PARTAI DAN PETA KOALISI CAPRES Lingkaran Survei Indonesia Jumat, 11 April 2014
PEROLEHAN KURSI PARTAI DAN PETA KOALISI CAPRES 2014 Lingkaran Survei Indonesia Jumat, 11 April 2014 Kata Pengantar PEROLEHAN KURSI PARTAI DAN PETA KOALISI CAPRES 2014 Pemilu Legislatif 2014 telah selesai
Lebih terperinciNaskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di
KETERANGAN PENGUSUL ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Lebih terperinciPEMILU & PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK. MY ESTI WIJAYATI A-187 DPR RI KOMISI X Fraksi PDI Perjuangan
PEMILU & PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK MY ESTI WIJAYATI A-187 DPR RI KOMISI X Fraksi PDI Perjuangan Tujuan Indonesia Merdeka 1. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia 2. Memajukan
Lebih terperinciElectoral Law. Electoral Process. Electoral Governance
Gregorius Sahdan, S.IP, M.A Direktur The Indonesian Power for Democracy (IPD), Staf Pengajar Pada Program Studi Ilmu Pemerintahan STPMD APMD Yogyakarta Email: gorissahdan@yahoo.com Nohp: 085 253 368 530
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih wakil wakil rakyat untuk duduk sebagai anggota legislatif di MPR, DPR, DPD dan DPRD. Wakil rakyat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang sekaligus tolok ukur, dari demokrasi itu (Budiardjo, 2009:461). Pemilihan umum dilakukan sebagai
Lebih terperinciDisampaikan oleh : Drs. AL MUZZAMIL YUSUF Nomor anggota A-249. Dibacakan pada Raker Pansus PEMILU dengan Pemerintah Kamis, 12 Juli 2007
TANGGAPAN FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA DPR RI TERHADAP PENJELASAN PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD DAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Lebih terperinciKronologi perubahan sistem suara terbanyak
Sistem Suara Terbanyak dan Pengaruhnya Terhadap Keterpilihan Perempuan Oleh: Nurul Arifin Jakarta, 18 Maret 2010 Kronologi perubahan sistem suara terbanyak Awalnya pemilu legislatif tahun 2009 menggunakan
Lebih terperinciUU PEMILU DAN KONSOLIDASI DEMOKRASI DI INDONESIA
UU PEMILU DAN KONSOLIDASI DEMOKRASI DI INDONESIA Oleh : Dr. Agus Subagyo, S.IP., M.Si (Dosen FISIP UNJANI Cimahi) Disampaikan Dalam Kegiatan FGD Penyelenggaraan Pemilu 2019, Oleh KPUD Kabupaten Bandung
Lebih terperinciMEMBACA TEKS UNDANG-UNDANG PEMILU NO 8 TH 2012-DIANALISIS DARI KONTEKS LAHIRNYA UU TERSEBUT, KEPENTINGAN APA DAN SIAPA YANG IKUT MENENTUKAN LAHIRNYA
MEMBACA TEKS UNDANG-UNDANG PEMILU NO 8 TH 2012-DIANALISIS DARI KONTEKS LAHIRNYA UU TERSEBUT, KEPENTINGAN APA DAN SIAPA YANG IKUT MENENTUKAN LAHIRNYA UU PEMILU? SETTING SOSIAL- POLITIK KETIKA UU DIPRODUKSI?
Lebih terperinciPEMILU NASIONAL DAN PEMILU DAERAH
Policy Brief [04] Kodifikasi Undang-undang Pemilu Oleh Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-undang Pemilu MASALAH Sukses-tidaknya pemilu bisa dilihat dari sisi proses dan hasil. Proses pemilu dapat dikatakan
Lebih terperinciMEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum
MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG Oleh : Nurul Huda, SH Mhum Abstrak Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, yang tidak lagi menjadi kewenangan
Lebih terperinciOleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1
Disampaikan pada Seminar Menghadirkan Kepentingan Perempuan: Peta Jalan Representasi Politik Perempuan Pasca 2014 Hotel Haris, 10 Maret 2016 Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa)
Lebih terperinciBABAK PENYISIHAN JAWABAN SOAL WAJIB
KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA BOGOR PANITIA LOMBA CERDAS CERMAT KEPEMILUAN DAN DEMOKRASI TINGKAT PELAJAR SLTA SE-KOTA BOGOR TAHUN 2015 BABAK PENYISIHAN JAWABAN SOAL WAJIB KODE A 1. Singkatan dari apakah -
Lebih terperinciAntara Harapan dan Kecemasan Menyusup di Celah Sempit Pemilu 2004
Antara Harapan dan Kecemasan Menyusup di Celah Sempit Pemilu 2004 Paparan untuk Sidang Para Uskup Konferensi Waligereja Indonesia Jakarta, 4 November 2003 Yanuar Nugroho yanuar-n@unisosdem.org n@unisosdem.org
Lebih terperincidilaksanakan asas langusng, umum,bebas, rahasia, jujur dan adil. 2
41 BAB III SISTEM PEMILU PROPORSIONAL TERBUKA DALAM PENGUATAN KEANGGOTAAN DPR RI A. Sistem Proporsional Terbuka Menurut Farrel, sistem proporsional selalu diasosiasikan dengan nama 4 empat orang, yaitu
Lebih terperinciEvaluasi Rencana Penambahan Jumlah Kursi DPR
Evaluasi Rencana Penambahan DPR Oleh: Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Pendahuluan Salah satu isu krusial yang kini tengah dibahas dalam Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan
Lebih terperinciSIARAN PERS LENGKAP Jadikan 2014 sebagai Pemilu Nasional [Untuk Memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR dan DPD Secara Serentak]
SIARAN PERS LENGKAP Jadikan 2014 sebagai Nasional [Untuk Memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR dan DPD Secara Serentak] Menyambut Momentum Alih Generasi Selama ini pembahasan undang-undang politik,
Lebih terperinciSEKILAS PEMILU PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU
SEKILAS PEMILU 2004 Pemilihan umum (Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciDAFTAR RIWAYAT HIDUP CALON ANGGOTA TIM SELEKSI BAWASLU PROVINSI PROVINSI.
LAMPIRAN 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP CALON ANGGOTA TIM SELEKSI BAWASLU PROVINSI PROVINSI. 1. 2. *) 3. : 4. : 5. Agama : 6. : 7. Status Perkawinan : a. Belum /sudah/pernah kawin *) 8. : b. istri/suami *)......
Lebih terperinciURGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016
URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016 Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Hukum Pemilu (RUU Kitab
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam masyarakat politik. Masyarakat yang semakin waktu mengalami peningkatan kualitas tentu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reformasi memberikan perubahan mendasar dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia. Perubahan tersebut dapat dilihat pada hasil amandemen ketiga Undang-
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD. sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya Pemilu legislatif adalah untuk memilih anggota DPR dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang telah mengalami beberapa masa kepemimpinan yang memiliki perbedaan karakteristik perlakuan hak politik setiap warga negara
Lebih terperinciBAB II TINAJAUAN UMUM TENTANG PEMILU DAN KONSEPS DASAR PEMBENTUKAN PARLIAMENTERY THRESHOLD DI INDONESIA
BAB II TINAJAUAN UMUM TENTANG PEMILU DAN KONSEPS DASAR PEMBENTUKAN PARLIAMENTERY THRESHOLD DI INDONESIA 2.1 Pemilihan Umum Legislatif Dalam sebuah negara yang menganut sistem pemerintahan yang demokrasi
Lebih terperinciPENYAMPAIAN DAN PENCERMATAN USULAN DAERAH PEMILIHAN DPRD KABUPATEN LINGGA KEPADA PUBLIK PEMILU TAHUN 2019
KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN LINGGA PENYAMPAIAN DAN PENCERMATAN USULAN DAERAH PEMILIHAN DPRD KABUPATEN LINGGA KEPADA PUBLIK PEMILU TAHUN 2019 KABUPATEN LINGGA JL. Istana Robat, Komplek Perkantoran Bupati
Lebih terperinciLAPORAN SINGKAT PANJA RUU PILKADA KOMISI II DPR RI
TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT PANJA RUU PILKADA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan
Lebih terperinciPASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman *
PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 10 September 2015; disetujui: 16 September 2015 Pasangan Calon Tunggal Dalam Pilkada Pelaksanaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan elemen penting yang bisa memfasilitasi berlangsungnya sistem demokrasi dalam sebuah negara, bagi negara yang menganut sistem multipartai seperti
Lebih terperinciPancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik Kuliah ke-11 suranto@uny.ac.id 1 Latar Belakang Merajalelanya praktik KKN pada hampir semua instansi dan lembaga pemerintahan DPR dan MPR mandul, tidak mampu
Lebih terperinciAMBANG BATAS PERWAKILAN
AMBANG BATAS PERWAKILAN PENGARUH PARLIAMENTARY THRESHOLD TERHADAP PENYEDERHANAAN SISTEM KEPARTAIAN DAN PROPOSIONALITAS HASIL PEMILU DIDIK SUPRIYANTO dan AUGUST MELLAZ AMBANG BATAS PERWAKILAN PENGARUH PARLIAMENTARY
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Founding fathers bangsa Indonesia telah memberikan ketegasan di dalam perumusan dasar pembentukan negara dimana Indonesia harus dibangun dan dikelola salah satunya dengan
Lebih terperinci1. Sistem Pemilu Anggota legislatif dengan sistem proporsional terbuka (vide Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2008) tidak konsisten dengan penetapan
POKOK-POKOK PENJELASAN KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM PADA RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM (RDPU) DENGAN BADAN LEGISLASI DPR-RI UNTUK PENYAMPAIAN MASUKAN RUU TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NO 10 TAHUN 2008 TENTANG
Lebih terperinciBADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014
BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN TAHAPAN PENCALONAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, hal tersebut sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun
Lebih terperinciPANDUAN AKUNTABILITAS POLITIK
PANDUAN AKUNTABILITAS POLITIK I. PENGANTAR Pemilihan Umum adalah mekanisme demokratis untuk memilih anggota legislatif (DPR, DPD, DPRD), dan Eksekutif (Presiden-Wakil Presiden, serta kepala daerah). Pemilu
Lebih terperinciPENDAPAT FRAKSI PARTAI BINTANG REFORMASI TERHADAP TENTANG RUU TENTANG PEMILU DPR, DPD, DAN DPRD DAN RUU PEMILU PRESIDEN
PENDAPAT FRAKSI PARTAI BINTANG REFORMASI TERHADAP TENTANG RUU TENTANG PEMILU DPR, DPD, DAN DPRD DAN RUU PEMILU PRESIDEN Disampaikan dalam Rapat Pansus Tanggal : 12 Juli 2007 Juru Bicara : H. RUSMAN HM.
Lebih terperinciRANCANGAN USULAN PENATAAN DAERAH PEMILIHAN DAN ALOKASI KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANJARBARU PEMILU TAHUN 2019
RANCANGAN USULAN PENATAAN DAERAH PEMILIHAN DAN ALOKASI KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANJARBARU PEMILU TAHUN 2019 A. DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan
Lebih terperinciPEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008
PEMILIHAN UMUM R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008 Sub Pokok Bahasan Memahami Sistem Pemilu dalam Ketatanegaraan
Lebih terperinciNO. PERIHAL PASAL KETENTUAN 1 BPP DPR Pasal 1 Poin 27.
PASAL PASAL PENTING DALAM UU NO. 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILU 34 Pasal Vital Yang Perlu Dipahami & Dimengerti Bagi Caleg pada Pemilu 2009 Disusun oleh : Indra Jaya Rajagukguk, SH 1 BPP DPR Pasal 1 Poin
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 Presidential Threshold 20% I. PEMOHON 1. Mas Soeroso, SE. (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Wahyu Naga Pratala, SE. (selanjutnya disebut sebagai
Lebih terperinciPILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah)
PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah) R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 21 Mei 2008 Pokok
Lebih terperinciLAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI
TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan Reforma Agraria)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia yaitu kesejahteraan rakyat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, upaya membangun demokrasi yang berkeadilan dan berkesetaraan bukan masalah sederhana. Esensi demokrasi adalah membangun sistem
Lebih terperinciLAPORAN SINGKAT PANJA RUU PILKADA KOMISI II DPR RI
TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT PANJA RUU PILKADA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan
Lebih terperinciBAB I Pastikan Pilihan Anda Adalah Peserta Pemilu dan Calon Yang Memiliki Rekam Jejak Yang Baik
BAB I Pastikan Pilihan Anda Adalah Peserta Pemilu dan Calon Yang Memiliki Rekam Jejak Yang Baik Bab ini menjelaskan tentang: A. Ketahui Visi, Misi dan Program Peserta Pemilu. B. Kenali Riwayat Hidup Calon.
Lebih terperinciPENYAMPAIAN DAN PENCERMATAN USULAN DAERAH PEMILIHAN DPRD KABUPATEN LINGGA KEPADA PUBLIK PEMILU TAHUN 2019
KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN LINGGA PENYAMPAIAN DAN PENCERMATAN USULAN DAERAH PEMILIHAN DPRD KABUPATEN LINGGA KEPADA PUBLIK PEMILU TAHUN 2019 KABUPATEN LINGGA JL. Istana Robat, Komplek Perkantoran Bupati
Lebih terperinciDAFTAR INFORMASI PUBLIK/ DAFTAR INFORMASI YANG DIKUASAI TAHUN 2016 KPU KABUPATEN KLATEN
DAFTAR PUBLIK/ DAFTAR DIKUASAI TAHUN 2016 KPU KABUPATEN KLATEN NO RINGKASAN ISI PROGRAM & DATA 1 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2011 /SATKER & TEMPAT Februari 2012 2 Laporan
Lebih terperinciKOMISI PEMILIHAN UMUM Jalan Imam Bonjol No. 29 Jakarta 10310, Tlp , Fax
Lampiran 2: Contoh Aplikasi Tabulasi Penghitungan Suara Pemilu 2004 di KPU DKI Jakarta Aplikasi Tabulasi berfungsi untuk menampilkan data hasil penghitungan suara di setiap wilayah maupun daerah pemilihan
Lebih terperinciUJI PUBLIK RANCANGAN USULAN DAERAH PEMILIHAN DAN ALOKASI KURSI DPRD KABUPATEN KUDUS DALAM PEMILU 2019 KPU KABUPATEN KUDUS
UJI PUBLIK RANCANGAN USULAN DAERAH PEMILIHAN DAN ALOKASI KURSI DPRD KABUPATEN KUDUS DALAM PEMILU 2019 KPU KABUPATEN KUDUS LANDASAN HUKUM: Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Peraturan
Lebih terperinciBAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia
BAB II PEMBAHASAN A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia Indonesia sebagai negara yang berdasarkan atas kedaulatan rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM DPR, DPD DAN DPRD. Komisi Pemilihan umum
UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM DPR, DPD DAN DPRD Komisi Pemilihan umum TAHAPAN PENYELENGGARAAN PEMILU 2009 pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih, 5 April-5Okt
Lebih terperinciBADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG
1 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN PENETAPAN JUMLAH KURSI DAN DAERAH PEMILIHAN PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPRD
Lebih terperinciPRAKIRAAN DAMPAK KEAMANAN PENERAPAN UU PEMILU
PRAKIRAAN DAMPAK KEAMANAN PENERAPAN UU PEMILU NO. KLAUSUL MODUS DAMPAK KEAMANAN ANTISIPASI 1. Persyaratan Parpol Peserta Pemilu (Pasal 8) : a. berstatus badan hukum sesuai dengan Undang-Undang tentang
Lebih terperinciWORKSHOP DPRD KABUPATEN REMBANG 15 JUNI 2012
WORKSHOP DPRD KABUPATEN REMBANG 15 JUNI 2012 MEMBACA TEKS UNDANG-UNDANG PEMILU NO 8 TH 2012-DIANALISIS DARI KONTEKS LAHIRNYA UU TERSEBUT, KEPENTINGAN APA DAN SIAPA YANG IKUT MENENTUKAN LAHIRNYA UU PEMILU?
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres
Lebih terperinci