V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Proses Produksi Kulit Samak Pengamatan terhadap proses produksi kulit samak di industri penyamakan kulit Haji Ali Ahmad terfokus pada bahan baku kulit kambing. Kulit kambing yang datang sudah dalam keadaan terawetkan. Proses produksi menjadi kulit samak terdiri atas proses pra penyamakan, penyamakan, dan pasca penyamakan. Proses pra penyamakan dimulai dengan perendaman (soaking), pencucian, pengapuran (liming), pencucian, pembuangan daging (fleshing), pembuangan kapur (deliming), pencucian, dan diakhiri dengan pengasaman (pickling). Proses soaking terbagi menjadi dua, yaitu pre soaking dan main soaking. Pada proses pre soaking hanya ditambahkan sejumlah antibakteri ke dalam air. Sementara pada proses main soaking ditambahkan magnesium, sabun degreasing, dan antibakteri. Secara teori, tidak ada proses peralihan dari pre soaking ke main soaking. Namun fakta di lapangan dilakukan proses pencucian dahulu setelah pre soaking. Pencucian ini dilakukan dengan pemasukkan air secara kontinyu pada molen yang terus berputar dengan kecepatan rendah dan pintu molen yang terbuka. Pencucian akan berhenti setelah air buangan terlihat bersih (tidak keruh). Selain pemborosan air, hal ini juga akan mengurangi kemanfaatan antibakteri karena antibakteri akan ikut terbuang bersama air yang masuk secara terus menerus. Pada mulanya, industri ini menggunakan soda abu untuk proses main soaking. Tujuan penggunaan soda abu adalah menaikkan ph kulit sampai 9.5. Namun, setelah dilakukan perendaman selama semalam, ph kulit biasanya akan turun menjadi 9. Ketidakmampuan soda abu untuk mempertahankan ph kulit ini menjadi pertimbangan digunakannya magnesium sebagai pengganti soda abu. Magnesium dapat menaikkan ph kulit sampai 9.75 tanpa mengalami penurunan setelah direndam semalam. Proses yang juga penting dari tahapan pra penyamakan ini adalah liming. Pada proses ini dilakukan pembuangan bulu dengan penambahan natrium sulfida. Natrium sulfida akan menyebabkan akar rambut terlarut sehingga dapat terlepas dari kulit (Anonim, 2010). Seluruh proses dari pra penyamakan ini menggunakan air dalam jumlah yang banyak. Air yang digunakan bersumber dari air sungai yang terletak bersebelahan dengan pabrik. Sebelum digunakan untuk proses, air ini didiamkan dalam tiga buah bak agar kotorannya dapat terendapkan. Pengendapan berlangsung secara alami (tanpa penambahan bahan kimia). Selain limbah cair, dari proses pra penyamakan ini juga dihasilkan limbah padat berupa bulu dari proses liming, daging dari proses fleshing. Buangan air dari setiap proses akan langsung masuk ke IPAL, termasuk juga limbah bulu dan daging yang lolos dari bak penampung. Limbah cair ini ada yang bersifat basa dan ada yang bersifat asam. Hal ini dipengaruhi oleh penggunaan bahan campuran dalam proses produksi. Pada proses penyamakan, semua bagian kulit mentah dapat mengadakan reaksi dengan zat penyamak sehingga kulit tersamak akan memiliki sifat organoleptis, fisika, maupun kimiawi yang berbeda dengan kulit sebelumnya (Anonim, 2010). Proses penyamakan (tanning) dilakukan menggunakan bahan penyamak krom. Bahan penyamak krom memang mempunyai kelebihan dibanding dengan bahan penyamak nabati, antara lain kekuatan tariknya lebih tinggi, kestabilannya cukup baik, daya serap yang baik terhadap air dan udara, kulit samak yang dihasilkan warnanya lebih terang, mempunyai sifat kelunakan dan kelenturan yang baik, dan lain sebagainya (Wazir, 2011). Garam krom yang digunakan dalam penyamakan adalah garam krom yang bervalensi 3. Selama penyamakan, akan terjadi reaksi antara gugus OH dan krom. Perbandingan jumlah OH terikat dengan jumlah maksimum Cr dapat mengikat OH disebut basisitas. Pada basisitas yang rendah maka 13

2 daya ikat (fiksasi) krom terhadap kulit juga rendah namun penetrasinya besar. Pada awal penyamakan, digunakan basisitas yang rendah dan setelah krom masuk ke dalam kulit, basisitasnya dinaikkan dengan penambahan natrium bikarbonat sehingga molekul-molekul krom yang ada dalam jaringan kulit akan berikatan secara sempurna dengan protein-protein kolagen kulit. Biasanya penyamakan dimulai dari basisitas 20-33%, kemudian dinaikkan pada basisistas 50-55% (Wazir, 2011). Industri penyamakan kulit Haji Ali Ahmad menggunakan basisitas 33.5% diawal penyamakannya. Dari proses penyamakan ini dihasilkan kulit yang berwarna biru (wet blue) dan limbah cair yang mengandung krom. Limbah krom ini akan langsung masuk ke dalam bak khusus karena sifatnya yang berbahaya sehingga tidak dapat dicampur dengan limbah cair yang lain. Proses pasca penyamakan dimulai dengan penggantungan, perataan dan penyerutan (shaving), penyamakan ulang (retanning), pewarnaan dasar (dyeing), peminyakan (fat liquoring), fiksasi, vakum, penggantungan, pengeringan/penjemuran, perengangan, spraying, penyetrikaan, dan terakhir adalah pengukuran dan penyortiran. Sebagian dari proses-proses tersebut juga masih menghasilkan limbah cair, seperti pada proses penyamakan ulang, pewarnaan dasar, dan peminyakan. Limbah cair dari proses ini akan masuk ke dalam bak khusus karena masih mengandung krom. Selain limbah cair, dari proses pasca penyamakan juga akan dihasilkan serbuk kulit dari proses shaving. Setiap kilogram kulit kambing rata-rata dapat menghasilkan 4-5 square feet kulit samak. Tahapan proses dan limbah yang dihasilkan, dapat dilihat pada Gambar 8. Dari keseluruhan tahapan proses produksi kulit samak, ada beberapa proses yang pengerjaannya dilakukan dalam mesin yang bernama molen. Proses-proses tersebut antara lain perendaman, pengapuran, pembuangan kapur, pengasaman, penyamakan, penyamakan ulang, pewarnaan, peminyakan, dan fiksasi. Molen yang dimiliki oleh industri penyamakan kulit Haji Ali Ahmad berjumlah 10 unit. Tidak semua tahapan proses yang menggunakan molen ini dilakukan dalam molen yang berbeda. Ukuran dan kapasitas dari setiap molen berbeda-beda. Uraian mengenai penggunaan molen dapat dilihat pada Tabel 2. Tahapan Proses Tabel 2. Penggunaan molen pada tahapan proses produksi Molen yang Ukuran Kapasitas Jumlah Molen digunakan Molen Molen yang tersedia Perendaman + pencucian 1.5 ton kulit 2 unit untuk kulit Pengapuran + pencucian Pembuangan kapur + Molen liming 2.75 m x 3 m 2 ton kulit 1.5 ton kulit kambing dan 3 unit untuk kulit pencucian sapi Pengasaman Molen pickling 2.5 m x 2.5 m 1.5 ton kulit 1 unit untuk kulit kambing Penyamakan Molen tanning 2.5 m x 2.5 m 1.5 ton kulit 2 unit Penyamakan ulang Pewarnaan Peminyakan Fiksasi Molen retanning 2.5 m x 2.5 m 1.5 ton kulit 2 unit 14

3 Kulit yang sudah diawetkan (1,500 kg) Limbah cair Daging ± 525 kg Soaking + pencucian Liming + pencucian Fleshing Deliming + pencucian Limbah cair ± 10,269 L Limbah cair basa ± 4,285 L Limbah bulu ± 37 kg Limbah cair basa ± 4,475 L Pickling Limbah cair asam ± 1,670 L Tanning Limbah cair asam ± 1,582 L Penggantungan Limbah cair asam ± 491 L Limbah serbuk ± 218 kg Shaving Retanning Limbah cair ± 3,513 L Dyeing Fat liquoring Fiksasi Limbah cair ± 1,376 L Limbah cair dan minyak ± 500 L Limbah cair asam ± 1,324 L Vakum Penggantungan Pengeringan/ Penjemuran Uap air ± 13 kg Perengangan Spraying Serbuk Penyetrikaan Pengukuran dan penyortiran Kulit samak (874 kg) Gambar 8. Tahapan proses dan limbah yang dihasilkan 15

4 5.2 Neraca Massa Secara garis besar, proses penyamakan kulit terdiri atas tahap pra penyamakan, penyamakan, dan pasca penyamakan. Neraca massa dari masing-masing tahapan proses tersebut dapat dilihat pada uraian dibawah ini. 1. Perendaman (soaking) Kulit yang sudah diawetkan (1,500 kg) Air 300% (4,500 kg) Antibakteri 0.1% (1.5 kg) Degreaser 0.1% (1.5 kg) Air 200% (3,000 kg) Magnesium 0.75% (11.25 kg) Sabun degreasing 0.1% (1.5 kg) Antibakteri 0.1% (1.5 kg) Soaking Limbah cair ± 7,329 L Kulit yang sudah direndam Gambar 9. Neraca massa proses soaking 2. Pencucian Kulit yang sudah direndam (1,500 kg) Air 200% (3,000 kg) Pencucian Limbah cair ± 2,940 L Kulit yang sudah dicuci Gambar 10. Neraca massa proses 3. Pengapuran (liming) Kulit yang sudah direndam (1,500 kg) Air 70% (1,050 kg) Anti ringkel 1% (15 kg) Kapur 4% (60 kg) Natrium sulfida 3% (45 kg) Air 30% (450 kg) Liming Kulit tanpa bulu (2,025.5 kg) Limbah cair basa ± 1,345 L Limbah bulu ± 37 kg Gambar 11. Neraca massa proses liming 16

5 4. Pencucian Kulit tanpa bulu (2,025.5 kg) Air 200% (4,051 kg) Pencucian Limbah cair ± 3,970 L Kulit yang sudah dicuci Gambar 12. Neraca massa proses pencucian 5. Buang daging (fleshing) Kulit tanpa bulu (2,025.5 kg) Air masuk secara kontinyu Fleshing Limbah cair Daging ± 525 kg Kulit tanpa daging (1,500 kg) Gambar 13. Neraca massa proses fleshing 6. Buang kapur (deliming) Kulit tanpa daging (1,500 kg) Air 100% (1,500 kg) ZA 2% (30 kg) Sodium metabisulfit 0.3% (4.5 kg) Oropon 2% (30 kg) Degreaser 0.1% (1.5 kg) Deliming Limbah cair basa ± 1,535 L Kulit tanpa kandungan kapur Gambar 14. Neraca massa proses deliming 7. Pencucian Kulit tanpa kandungan kapur (1,500 kg) Air 200% (3,000 kg) Pencucian Limbah cair ± 2,940 L Kulit yang sudah dicuci Gambar 15. Neraca massa proses pencucian 8. Pengasaman (pickling) 17

6 Kulit tanpa kandungan kapur (1,500 kg) Air 100% (1,500 kg) Garam 10% (150 kg) Asam semut 0.5% (7.5 kg) Asam sulfat 1% (15 kg) Pickling Limbah cair asam ± 1,670 L Kulit dengan ph ± 2 (1,500 kg) Gambar 16. Neraca massa proses pickling 9. Penyamakan (tanning) Kulit dengan ph ± 2 (1,500 kg) Air 90% (1,350 kg) Krom 6% (90 kg) Natrium bikarbonat 1.5% (225 kg) Tanning Limbah cair asam ± 1,582 L Kulit wet blue (1,583 kg) Gambar 17. Neraca massa proses tanning 10. Penggantungan Kulit wet blue (1,583 kg) Penggantungan Limbah cair asam ± 491 L Kulit wet blue yang sudah berkurang kadar ainya (1,092 kg) 11. Perataan dan penyerutan (shaving) Gambar 18. Neraca massa proses penggantungan Kulit wet blue yang sudah berkurang kadar ainya (1,092 kg) Shaving Limbah serbuk ± 218 kg Kulit dengan ketebalan yang diinginkan (874 kg) Gambar 19. Neraca massa proses shaving 18

7 12. Penyamakan ulang (retanning) Kulit dengan ketebalan yang diinginkan (874 kg) Air 100% (874 kg) Krom sintan 3% (26.22 kg) Sodium format 1% (8.74 kg) Natrium bikarbonat 2% (17.48 kg) Air 300% (2,622 kg) Retanning Limbah cair ± 3,513 L Kulit hasil retanning (874 kg) Gambar 20. Neraca massa proses retanning 13. Pewarnaan dasar (dyeing) Kulit hasil retanning (874 kg) Air 150% (1,311 kg) Akrilik 2% (17.48 kg) Mimosa 2% (17.48 kg) Amonia 2% (17.48 kg) Pewarna 3% (26.22 kg) Dyeing Limbah cair ± 1,376 L Kulit dengan warna dasar (874 kg) Gambar 21. Neraca massa proses dyeing 14. Peminyakan (fat liquoring) Kulit dengan warna dasar (874 kg) Minyak 8% (69.92 kg) Air 50% (437 kg) Fat liquoring Limbah cair dan minyak ± 500 L Kulit yang sudah diberi minyak (874 kg) Gambar 22. Neraca massa proses fat liquoring 15. Fiksasi Kulit yang sudah diberi minyak (874 kg) Air 50% (437 kg) Asam semut 3% (26.22 kg) Air 100% (874 kg) Fiksasi Kulit yang sudah difiksasi (887 kg) Limbah cair asam ± 1,324 L Gambar 23. Neraca massa proses fiksasi 19

8 16. Vakum Kulit yang sudah difiksasi (887 kg) Vakum Kulit yang sudah divakum (887 kg) Gambar 24. Neraca massa proses vakum 17. Penggantungan Kulit yang sudah divakum (887 kg) Penggantungan Kulit yang telah digantung (887 kg) Gambar 25. Neraca massa proses penggantungan 18. Pengeringan/Penjemuran Kulit yang sudah digantung (887 kg) Pengeringan Uap air ± 13 kg Kulit kering (874 kg) Gambar 26. Neraca massa proses pengeringan/penjemuran 19. Perengangan Kulit kering (874 kg) Perengangan Kulit yang sudah direngangkan (874 kg) Gambar 27. Neraca massa proses perengangan 20

9 20. Spraying Kulit yang sudah direngangkan (874 kg) Cat kulit Spraying Serbuk cat Kulit yang sudah diwarnai (874 kg) Gambar 28. Neraca massa proses spraying 21. Penyetrikaan Kulit yang telah diwarnai (874 kg) Penyetrikaan Kulit yang sudah disetrika (874 kg) Gambar 29. Neraca massa proses penyetrikaan 22. Pengukuran dan penyortiran Kulit yang sudah disetrika (874 kg) Pengukuran dan penyortiran Kulit samak (874 kg) Gambar 30. Neraca massa proses pengukuran dan penyortiran Catatan: Perhitungan neraca massa ini didasarkan pada angka konversi input-output menurut Aminudi dalam penelitiannya di PT. Muhara Dwi Tunggal Laju, Bogor. 5.3 Produksi Bersih yang Sudah Diterapkan Industri penyamakan kulit Haji Ali Ahmad sudah mempunyai Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), namun seringkali terkendala dalam pengoperasiannya sehingga tidak berfungsi dengan baik. Semua limbah cair selain dari proses tanning akhirnya akan masuk ke IPAL, tetapi meninggalkan ceceran air di lantai. Hal ini disebabkan pengeluaran air langsung dari molen tanpa menggunakan penampung/wadah dibawahnya. Untuk limbah cair retanning juga akan masuk ke IPAL namun melalui saluran yang berbeda dengan limbah cair yang lain. 21

10 Penyamakan kulit Haji Ali Ahmad sudah menerapkan beberapa upaya produksi bersih seperti menggunakan kembali limbah krom dari proses tanning, membuat bak kecil untuk menampung limbah bulu dan daging sebelum masuk ke IPAL, menampung serbuk kulit dari proses shaving, dan melakukan proses pengawasan pekerja sebagai upaya good house keeping. Penggunaan kembali limbah krom ini memang merupakan upaya untuk mengurangi jumlah limbah yang terbuang ke lingkungan, namun belum dapat memberikan dampak yang cukup signifikan dari segi penggunaan krom. Hal ini dikarenakan meskipun limbah krom digunakan kembali untuk proses tanning selanjutnya, namun penambahan krom baru untuk proses tersebut tetap saja dilakukan dengan kisaran jumlah yang tetap (6% - 8%). Selain itu, sludge dari krom ini pada akhirnya hanya ditangani dengan cara pembakaran setelah dikeringkan. Tentunya ini akan menimbulkan masalah baru dari segi pencemaran udara. Bak penampungan untuk daging dan bulu sebelum masuk ke IPAL dirasa cukup dapat membantu pengumpulan limbah tersebut sebelum dilakukan penanganan selanjutnya. Bak ini berukuran panjang dan lebar kurang dari 1 meter dengan kedalaman 1.5 meter. Namun, seringkali banyak daging dan bulu yang lolos dari bak ini sehingga akan langsung masuk ke IPAL dan menjadi sludge. Penanganan terakhir untuk daging dan bulu ini adalah pembakaran. Sludge yang sudah terkumpul kemudian dikeringkan dan dibakar. Upaya produksi bersih selanjutnya yang sudah diterapkan adalah menampung limbah serbuk kulit. Serbuk kulit yang sudah terkumpul akan dimasukkan ke dalam karung dan selanjutnya dibakar. Penanganan limbah semacam ini tentunya akan menimbulkan masalah baru dari segi pencemaran udara. 5.4 Opsi Produksi Bersih yang Dapat Diterapkan Pada dasarnya, pelaku industri penyamakan kulit Haji Ali Ahmad sudah mengetahui opsi-opsi untuk mengurangi jumlah limbah yang terbentuk. Namun, pelaksanaan opsi tersebut mengalami kendala dari segi teknis. Setelah diidentifikasi limbah yang dihasilkan dari setiap proses, terdapat beberapa opsi produksi bersih yang dapat diterapkan di industri penyamakan kulit. Tabel 3 menunjukkan potensi penerapan produksi bersih dari setiap tahapan proses dan implikasi finansialnya. Tabel 3. Potensi produksi bersih dan implikasi finansialnya Tahapan Proses Limbah Potensi Produksi Bersih Implikasi Finansial Perendaman Limbah cair ± 7,329 L / 1,500 kg kulit Pencucian Limbah cair ± 2,940 L / 1,500 kg kulit Pengapuran Limbah cair basa ± 1,345 L / 1,500 kg kulit Limbah bulu ± 37 kg / 1,500 kg kulit Air perendaman (pre soaking) digunakan berulang Dibuat instalasi pipa untuk pembuangan air Dibuat instalasi pipa untuk pembuangan air Ditampung dan dimanfaatkan untuk pupuk kompos Penghematan input Penambahan biaya operasi Penambahan biaya operasi Penambahan pendapatan 22

11 Tabel 3. Potensi produksi bersih dan implikasi finansialnya (lanjutan) Tahapan Proses Limbah Potensi Produksi Implikasi Finansial Bersih Pencucian Limbah cair ± 2,940 L / 2,025.5 kg kulit Dibuat instalasi pipa untuk pembuangan air Penambahan biaya operasi Pembuangan Limbah cair / 2,025.5 daging kg kulit Daging ± 525 kg / 2,025.5 kg kulit Pembuangan Limbah cair basa ± kapur 1,535 L / 1,500 kg kulit Pencucian Limbah cair ± 2,940 L / 1,500 kg kulit Pengasaman Limbah cair asam ± 1,670 L / 1,500 kg kulit Penyamakan Limbah cair asam ± 1,582 L / 1,500 kg kulit Penggantungan Limbah cair asam ± 491 L / 1,583 kg kulit Perataan dan Limbah serbuk ± 218 penyerutan kg / 1,092 kg kulit Penyamakan Limbah cair ± 3,513 L ulang / 874 kg kulit Pewarnaan dasar Limbah cair ± 1,376 L / 874 kg kulit Peminyakan Limbah cair dan minyak ± 500 L / 874 kg kulit Fiksasi Limbah cair asam ± 1,324 L / 874 kg kulit Air dibuang secara Penghematan input aman Ditampung dan Penambahan pendapatan dimanfaatkan untuk pakan ternak Dibuat instalasi pipa Penambahan biaya operasi untuk pembuangan air Dibuat instalasi pipa Penambahan biaya operasi untuk pembuangan air Dibuat instalasi pipa Penambahan biaya operasi untuk pembuangan air Limbah krom didaur Penghematan input ulang dan digunakan kembali Air ditampung dan Penambahan biaya operasi dibuang secara aman Serbuk ditampung dan Penambahan pendapatan dimanfaatkan untuk pembuatan hardboard Dibuat instalasi pipa Penambahan biaya operasi untuk pembuangan air Dibuat instalasi pipa Penambahan biaya operasi untuk pembuangan air Dibuat instalasi pipa Penambahan biaya operasi untuk pembuangan air Dibuat instalasi pipa Penambahan biaya operasi untuk pembuangan air Vakum Penggantungan

12 Tabel 3. Potensi produksi bersih dan implikasi finansialnya (lanjutan) Tahapan Proses Limbah Potensi Produksi Bersih Implikasi Finansial Perengangan Spraying Serbuk cat - - Penyetrikaan Pengukuran dan penyortiran Kulit gagal Dijual Penambahan penerimaan Catatan : Jumlah limbah dalam tabel tersebut diperoleh dari neraca massa, sedangkan potensi produksi bersih dan implikasi finansialnya dikaji secara mandiri. Dari beberapa potensi penerapan produksi bersih tersebut maka dirumuskan beberapa opsi yang dapat diterapkan antara lain mendesain instalasi pembuangan air ke IPAL dengan pipa langsung dari molen, penggunaan kembali air buangan pre soaking untuk proses pre soaking pada batch selanjutnya, pemisahan limbah cair dari bulu dan daging, pengolahan limbah daging menjadi lemak, dan penggunaan kembali limbah krom dengan cara daur ulang. 5.5 Analisis Alternatif Penerapan Produksi Bersih secara Kajian Lapangan Analisis alternatif penerapan produksi bersih secara kajian lapangan didasarkan pada peninjauan secara langsung terhadap industri penyamakan kulit Haji Ali Ahmad. Analisis ini ditinjau dari beberapa aspek seperti aspek teknis, aspek lingkungan, dan aspek ekonomi. Aspek teknis berarti meninjau kemudahan dari segi teknologi. Aspek lingkungan meninjau dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan, sedangkan aspek ekonomi meninjau penambahan nilai/pendapatan yang diberikan dari penerapan opsi produksi bersih tersebut. Berikut ini uraian mengenai analisis kelayakan dari masing-masing opsi produksi bersih Mendesain Instalasi Pembuangan Air ke IPAL dengan Pipa langsung dari Molen Aspek Teknis Selama ini, proses pembuangan limbah cair dari dalam molen dilakukan dengan langsung menumpahkan air buangan tersebut ke lantai. Hal ini dapat membahayakan pekerja yang melewati lantai tersebut dan dari segi estetika pun terlihat tidak baik/tidak bersih. Oleh karena itu, disarankan untuk membuat instalasi pembuangan air melalui pipa yang akan langsung disalurkan ke IPAL jika limbah cair ini tidak dapat digunakan kembali. Instalasi ini akan dipasang pada setiap molen yang digunakan, seperti pada molen liming, molen pickling, molen tanning, dan molen retanning. Untuk molen liming dan pickling, aliran pipa akan langsung tersalur ke bak penampungan di IPAL, sedangkan untuk molen tanning dan retanning, pipa akan tersalur langsung ke bak penampungan masing-masing. Dari segi teknis, pembuatan instalasi pipa ini tidak memakan luasan tempat yang cukup banyak. Pipa akan dipasang langsung disamping molen, namun bersebrangan dengan letak pipa pemasukkan air baru. Aspek Lingkungan Kegiatan pengeluaran limbah cair melalui instalasi pipa akan berdampak pada kebersihan tempat produksi khususnya lantai produksi dari tetesan air buangan. Namun cara ini tidak dapat 24

13 menjamin 100% tidak ada tetesan air di lantai, karena tetesan air akan berasal dari kulit yang dikeluarkan langsung dari dalam molen ke lantai produksi. Aspek Ekonomi a. Biaya pembelian pompa 1 hp = 6 unit x Rp 1,400,000,- = Rp 8,400,000,- (harga pompa bersumber dari Pursud, 2010) b. Biaya pembelian pipa 2 inchi = 37 meter x Rp 35,000/meter = Rp 1,295,000,- (harga pipa bersumber dari Permadi, 2010) Total biaya investasi = Rp 9,695,000,- Dari opsi ini tidak ada dampak penghematan yang diberikan, sehingga tidak dapat diperoleh nilai pay back period Penggunaan kembali Air Buangan Pre Soaking untuk Proses Pre Soaking pada Batch selanjutnya Aspek Teknis Penggunaan kembali air buangan pre soaking ditujukan untuk penghematan air baru. Yang terjadi selama ini, biasanya air buangan pre soaking akan langsung dibuang dan dialirkan ke IPAL. Sebenarnya, air buangan pre soaking ini masih dapat digunakan kembali karena air ini hanya mengandung antibakteri yang tidak akan berpengaruh buruk terhadap mutu kulit. Secara teknis, penggunaannya cukup mudah yaitu dengan memompa air buangan dari molen pre soaking untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam molen pre soaking pada batch selanjutnya. Aspek Lingkungan Dari aspek lingkungan, penggunaan kembali air buangan ini akan berpengaruh pada estetika tempat produksi (air buangan tidak tercecer di lantai). Aspek Ekonomi Pada opsi ini digunakan asumsi bahwa harga 1 m 3 air seharga Rp 2,000,- (Prayitno, 2009) dan proses soaking dilakukan sebanyak 12 kali (12 hari) dalam sebulan dan dalam sehari hanya dilakukan satu kali batch produksi, sehingga akan diperoleh rincian biaya sebagai berikut: a. Biaya pembelian pompa (200 watt) = 1 x Rp 485,000,- = Rp 485,000, (harga pompa bersumber dari Pursud, 2010) b. Biaya pembelian kran = 1 x Rp 25,000,- = Rp 25,000, (harga kran bersumber dari narasumber) c. Biaya pembelian pipa 2 inchi = 7 meter x Rp 35,000,-/meter = Rp 245,000,- (harga pipa bersumber dari Permadi, 2010) Total biaya investasi = Rp 755,000,- d. Penghematan air = 4 m 3 x 12 hari x Rp 2,000,- = Rp 96,000,-/bulan Pay back period = Rp 755,000,- : Rp 96,000,- = 7,8 bulan Pemisahan Limbah Cair dari Bulu dan Daging Aspek Teknis Limbah bulu berasal dari proses liming dan limbah daging berasal dari proses fleshing. Proses liming dilakukan dalam molen sedangkan fleshing dilakukan pada mesin buang daging. Pemisahan 25

14 limbah cair dari bulu dan daging dapat dilakukan dengan penyaringan limbah padat tersebut sebelum masuk ke IPAL. Limbah cair dari liming akan dialirkan menuju bak penampungan di IPAL. Di bagian atas bak penampungan ini disimpan saringan yang mampu menahan bulu agar terpisah dari limbah cair. Untuk proses fleshing, pada bagian bawah mesin dipasang pipa besar yang diambil sebagian sisinya sehingga hanya berbentuk setengah lingkaran. Pipa ini akan tersalur langsung ke IPAL namun berbeda alirannya dengan pemasukkan limbah cair dari liming. Diatas bak penampung untuk limbah cair dari fleshing ini dipasang saringan sehingga daging akan tertahan pada saringan. Dengan penyaringan tersebut, diharapkan pengumpulan limbah padat ini akan menjadi lebih mudah. Aspek Lingkungan Pemisahan limbah padat dari limbah cair ini akan memudahkan penanganan selanjutnya dari limbah padat tersebut. Bulu dan daging nantinya akan langsung terjemur dibawah sinar matahari sehingga bau tidak enak yang semula muncul akan berkurang karena keadaan limbahnya sudah kering. Aspek Ekonomi Pada perhitungan ekonomi pada opsi ini, digunakan asumsi bahwa proses liming dan fleshing dilakukan sebanyak 12 kali (12 hari) dalam sebulan dan dalam sehari hanya dilakukan satu kali batch produksi dengan kapasitas 1.5 ton.. a. Biaya pembelian saringan kawat 0.1 cm = 3.75 meter x Rp 20,000,-/meter = Rp 75,000, (harga saringan bersumber dari toko Sarana Agung, 2011) b. Biaya pembelian saringan kawat 1 cm = 3.75 meter x Rp 10,000,-/meter = Rp 37,500, (harga saringan bersumber dari toko Sarana Agung, 2011) c. Biaya pembuatan saringan = Rp 30,000,- (perkiraan) d. Biaya pembelian pipa 4 inchi = 5 meter x Rp 100,000,-/meter = Rp 500,000,- (harga pipa bersumber dari Permadi, 2010) Total biaya investasi = Rp 642,500,- e. Penjualan daging = 525 kg x 12 hari x Rp 900,-/kg = Rp 5,670,000,-/bulan (harga jual daging bersumber dari PT. Muhara Dwi Tunggal Laju, 2002) f. Penjualan bulu = 37 kg x 12 hari x Rp 300,-/kg = Rp 133,200,-/bulan (harga jual bulu hasil perkiraan) Total pendapatan = Rp 5,803,200,-/bulan Pay back period = Rp 642,500,- : Rp 5,803,200,- = 0.1 bulan Pengolahan Limbah Daging menjadi Lemak Menurut Prayitno (2009), sisa buang daging ini sebetulnya dapat diolah kembali untuk menghasilkan produk berguna lainnya seperti untuk diambil lemaknya (tallow) yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti sabun dan kosmetik. Untuk memperoleh lemak dari limbah buang daging dapat dilakukan dengan bermacam cara yaitu hidrolisis dengan uap, hidrolisis dalam basa, dan pemasakan dengan enzim protease. Diantara ketiga pilihan proses tersebut, yang paling efektif adalah proses pemasakan dengan enzim protease. Menurut penelitian Sutyasmi et al. (2006) dalam Priyatno (2009), metode ekstraksi lemak dari limbah buang daging dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan sistem pemanasan menggunakan pemanas uap dan cara ekstraksi dengan bahan pelarut. Waktu yang dibutuhkan untuk sistem pemanasan adalah 60 menit. Dari proses ini, untuk 5 kg limbah daging akan diperoleh kg 26

15 lemak. Hasil perhitungan teknoekonomi diketahui bahwa harga 1 kg lemak hasil ekstraksi adalah Rp 1,250,-. Aspek Teknis Tahapan yang dilakukan untuk mengambil lemak (tallow) menurut Sutyasmi et al. (2006) dalam Priyatno (2009) adalah mencacah daging untuk memperluas permukaan kontak dengan enzim, kemudian memasukkannya kedalam reaktor dan ditambahkan enzim savinase (enzim protease). Pengadukan di dalam reaktor dilakukan selama menit dengan suhu 50 o C - 60 o C. Emulsi lemak akan berada di permukaan, kemudian dipisahkan dari lapisan yang ada dibawahnya. Emulsi lemak yang sudah diambil kemudian ditambahkan hidrogen peroksida dan asam (asam sulfat atau asam klorida) dan dipanaskan dengan pemanas uap hingga mencapai titik didihnya. Dari proses ini dapat dihasilkan lemak sampai 90%. Secara teknis, pengolahan limbah daging ini relatif mudah untuk dilakukan mengingat luasan lahan yang dibutuhkan pun tidak terlalu besar dan tidak perlu dilakukan penambahan pekerja untuk mengolahnya, karena kegiatan ini dapat dilakukan oleh seorang pekerja saja dan waktunya pun fleksibel. Bahan yang diperlukan pun cukup mudah diperoleh di pasaran. Aspek Lingkungan Pengolahan daging ini dapat mengurangi cemaran bau yang ditimbulkan dari penumpukan limbah daging. Hilangnya bau yang ditimbulkan dari limbah daging karena limbah tersebut langsung terjemur dibawah sinar matahari. Aspek Ekonomi Jika pengolahan ekstraksi lemak ini dilakukan oleh industri penyamakan Haji Ali Ahmad, maka dari 525 kg limbah daging akan diperoleh lemak maksimum sebesar 0.42 x 525/5 kg = 44.1 kg lemak dengan harga Rp 1,250,- /kg x 44.1 kg = Rp 55,125,-. Dengan begitu, untuk satu bulan produksi dengan asumsi pengolahan daging dari proses fleshing dilakukan sebanyak 12 kali (12 hari) dan dalam sehari hanya dilakukan satu kali batch produksi dengan kapsitas 1.5 ton, maka dapat diperoleh keuntungan sebesar 12 x Rp 55,125,- = Rp 661,500,- per bulan. Untuk dapat melakukan pengolahan daging ini secara mandiri, berarti industri harus mengeluarkan biaya pembelian reaktor, enzim protease, hidrogen peroksida dan asam sulfat. Jika dilakukan analisis biayanya, maka akan diperoleh : a. Biaya pembelian reaktor = Rp 650,000.- (narasumber) b. Biaya pembelian wadah tabung = Rp 100,000,- (narasumber) Total biaya investasi = Rp 750,000,- c. Biaya enzim protease = Rp 326,000,-/kg (Nextag, 2011) d. Biaya hidrogen peroksida = 6 x Rp 2,800,-/kg = Rp 16,800,-/bulan (dengan asumsi 1 kg hidrogen peroksida digunakan untuk dua kali ekstraksi dan harga bersumber dari Anonim, 2011) e. Biaya asam sulfat = 6 x Rp 3,000,-/kg = Rp 18,000,-/bulan (dengan asumsi 1 kg asam sulfat digunakan untuk dua kali ekstraksi dan harga bersumber dari industri Haji Ali Ahmad, 2011) Total biaya operasi = Rp 360,800,-/bulan Biaya penjualan lemak = Rp 1,250,- /kg x 44.1 kg x 12 = Rp 661,500,-/bulan (harga bersumber dari Sri Sutyasmi dkk. (2006) dalam Priyatno (2009)) Net profit = Rp 661,500,- - Rp 360,800,- = Rp 300,700,-/bulan Pay back period = Rp 750,000,- : Rp 300,700,- = 2.5 bulan 27

16 5.5.5 Penggunaan Kembali Limbah Krom dengan Cara Daur Ulang Pada proses penyamakan, menurut Wiegant WM, et al. (1999) dalam Prayitno (2009), hanya sekitar 70% bahan penyamak krom yang dapat masuk dan diikat oleh serat kulit. Ini berarti 30% nya akan dikeluarkan sebagai limbah. Krom yang dibuang adalah krom valensi III yang tidak toksik, namun bila tidak segera ditangani maka karena pengaruh udara dan panas matahari akan dapat teroksidasi menjadi krom valensi VI yang bersifat toksik dan mudah larut. Di industri penyamakan kulit Haji Ali Ahmad, untuk memproses 1,500 kg kulit pikel diperlukan bahan penyamak krom sebanyak 90 kg. Tiga puluh persen dari berat ini akan dikeluarkan sebagai limbah atau sekitar 27 kg. Harga bahan penyamak krom saat ini adalah Rp 13,300,-/kg, maka krom yang dibuang akan seharga Rp 359,100,-. Dalam Prayitno (2009), telah dilakukan sebuah penelitian di tahun 2002 oleh I Nyoman, S.M mengenai pembuatan kulit wet blue dengan memanfaatkan kembali limbah krom. Limbah krom diendapkan dengan natrium karbonat kemudian dilakukan penyaringan dan pengeringan. Dalam prosesnya, krom hasil pengendapan dilarutkan dalam asam sulfat hingga ph 3-5. Dengan menggunakan perbandingan bahan krom dari limbah dan bahan krom baru adalah 60 : 40 akan diperoleh kulit wet blue yang tidak beda nyata dengan kulit wet blue yang diproses menggunakan krom baru. Aspek Teknis Limbah krom dari penyamakan dapat digunakan kembali dengan terlebih dahulu diendapkan menggunakan larutan yang bersifat basa. Koagulan yang terbaik adalah MgO. Secara teknis, penggunaan kembali limbah krom dengan pengendapan ini cukup sederhana. Limbah krom diendapkan menggunakan MgO selama kurang lebih 10 jam. Setelah krom mengendap, cairan beningan dan endapan dipisahkan. Cairan dipindahkan ke bak lain (dengan pipa penyedot tetapi jangan sampai endapannya ikut tersedot). Cairan tersebut bila benar-benar bebas dari endapan akan mengandung krom kurang dari 2 ppm sehingga dapat langsung dibuang. Endapan yang diperoleh kemudian ditambahkan asam sulfat. Endapan tersebut akan larut dalam waktu sekitar 15 menit dan akan memberikan suatu larutan krom sebesar 50 gram krom oksida/liter. Cara daur ulang seperti ini, cukup memungkinkan untuk diterapkan di industri penyamakan kulit Haji Ali Ahmad, mengingat industri ini pun sudah melakukan penambahan MgO pada limbah kromnya. Namun, cairan beningan yang terpisah dari endapan unfix krom ini tidak dibuang, melainkan langsung digunakan kembali untuk proses penyamakan. Dengan adanya wadah penampung untuk cairan beningan ini, maka endapan krom dapat dimaksimalkan penggunaannya dengan penambahan larutan asam sulfat. Aspek Lingkungan Penggunaan kembali atau daur ulang krom sangat penting dilakukan karena dengan daur ulang ini akan mengurangi kadar krom yang terkandung dalam air limbah buangan sehingga bahayanya terhadap lingkungan dapat diminimalkan. Aspek Ekonomi Prayitno (2009) pun menyebutkan bahwa dari 100 L air limbah krom akan diperoleh 10 kg krom hasil pengolahan kembali dan hasil perhitungan tekno ekonomi krom tersebut senilai Rp 3,500,- /kg. Asumsi yang digunakan antara lain: bak penampung dengan volume 1.5 m 3 atau dengan ukuran 1.5 m x 1 m x 1 m, proses tanning dilakukan sebanyak 3 kali (3 hari) dalam sepekan. a. Biaya pemasangan batu bata (1.5 m 2 ) = 1.5 x Rp 100,000,-/m 2 = Rp 150,000,- (harga pemasangan bersumber dari Anonim (1995) dalam Prayitno (2009)) 28

17 b. Biaya pembelian pipa 1 inchi = 3 meter x Rp 9,000,-/meter = Rp 27,000,- (harga pipa bersumber dari Permadi, 2010) c. Biaya pembelian pompa (200 watt) = 1 x Rp 485,000,- = Rp 485,000,- (harga pompa bersumber dari Pursud, 2010) Total biaya investasi = Rp 662,000,- d. Biaya pembelian MgO = Rp 5,000,-/kg (industri Haji Ali Ahmad, 2011) e. Biaya pembelian asam sulfat = Rp 3,000,-/kg (industri Haji Ali Ahmad, 2011) Total biaya operasi = Rp 8,000,- x 12 hari = Rp 96,000,-/bulan Penghematan krom = 1,582 L/100 L x 10 kg x Rp 3,500,-/kg x 12 hari = Rp 6,644,400,-/bulan Net saving = Rp 6,644,400,- - Rp 96,000,- = Rp 6,548,400,-/bulan Pay back period = Rp Rp 662,000,- : Rp 6,548,400,- = 0.1 bulan 5.6 Skala Prioritas Alternatif Penerapan Produksi Bersih secara Kajian Lapangan Setelah mengkaji opsi produksi bersih dari aspek teknis, lingkungan dan ekonomi maka dapat dilakukan penentuan skala prioritas. Penentuan skala prioritas ini dilakukan dengan pemberian bobot/penilaian terhadap masing-masing opsi. Penentuan bobot yang digunakan didasarkan pada beberapa pertimbangan seperti teknologi, kemampuan SDM untuk melakukannya dan kemudahan mendapatkan bahan. Bobot diberikan dengan kisaran 1 sampai 3. Penjelasan mengenai pembobotan ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kriteria pembobotan aspek teknis, lingkungan dan ekonomi Aspek Nilai Bobot Keterangan Teknis 3 Sangat mudah untuk diterapkan (kemudahan teknologi, SDM, dan sebagainya) 2 Relatif mudah dalam penerapannya (ada beberapa kendala) 1 Sulit untuk diterapkan (kesulitan teknologi atau memperoleh bahan) Lingkungan 3 Memberikan efek yang signifikan terhadap perbaikan lingkungan 2 Memberikan sedikit efek terhadap perbaikan lingkungan 1 Tidak ada efek terhadap perbaikan lingkungan Ekonomi 3 Pay back period kurang dari satu bulan 2 Pay back period antara 1 12 bulan 1 Pay back period lebih dari 12 bulan Setelah menentukan nilai pembobotan seperti pada tabel diatas, maka langkah selanjutnya adalah memberikan pembobotan terhadap opsi produksi bersih pada industri penyamakan kulit. Besarnya pembobotan masing-masing opsi disajikan pada Tabel 5. Dari tabel tersebut, terlihat bahwa skala prioritas untuk penerapan produksi bersih adalah penggunaan kembali limbah krom dengan cara daur ulang, pemisahan limbah cair dari bulu dan daging, penggunaan kembali air buangan pre soaking untuk proses pre soaking pada batch selanjutnya, kemudian dilanjutkan dengan pengolahan limbah daging menjadi lemak, dan yang terakhir mendesain instalasi pembuangan air ke IPAL dengan pipa langsung dari molen. 29

18 Opsi Penerapan Produksi Bersih Tabel 5. Pembobotan opsi penerapan produksi bersih Penilaian Teknis Lingkungan Ekonomi Total Skala Prioritas Mendesain instalasi pembuangan air ke IPAL dengan pipa langsung dari molen Penggunaan kembali air buangan pre soaking untuk proses pre soaking pada batch selanjutnya Pemisahan limbah cair dari bulu dan daging Pengolahan limbah daging menjadi lemak Penggunaan kembali limbah krom dengan cara daur ulang Opsi penggunaan kembali limbah krom dengan cara daur ulang dan opsi pemisahan limbah cair dari bulu dan daging, memiliki total penilaian yang sama. Namun, dari sisi ekomoni, penggunaan kembali limbah krom dengan cara daur ulang memberikan keuntungan sebesar Rp 6,000,000,- per bulan sedangkan pemisahan limbah cair dari bulu dan daging memberikan keuntungan Rp 5,000,000,- per bulan, meskipun PBP-nya sama yaitu 0.1 bulan. Apabila opsi produksi bersih dengan prioritas 1, 2, dan 3 dilaksanakan maka dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut: a. Total biaya investasi ketiga opsi tersebut = Rp. 2,059,500,- b. Net saving penggunaan kembali limbah krom per bulan = Rp 6,548,400,- c. Keuntungan per bulan dari opsi pemisahan limbah cair dari bulu dan daging = Rp 5,803,200,- d. Penghematan air dari proses pre soaking = Rp 96,000,-.,,, PBP = x (,,,,,,,, ) = 0.17 bulan Dengan penerapan ketiga opsi ini, dalam satu kali batch produksi dengan kapasitas 1.5 ton akan diperoleh pengurangan jumlah limbah yang dibuang ke lingkungan dari 16,136 L menjadi 11,596 L. Angka ini diperoleh dengan asumsi pengurangan jumlah air untuk pre soaking sebesar 4,000 L dari 10,269 L menjadi 6,269 L, pengurangan limbah proses tanning sebesar 540 L dari 1,582 L menjadi 1,042 L dan limbah dari proses liming sebesar 4,285 L (tidak mengalami pengurangan dari jumlah awal). Semua data ini diperoleh dari neraca massa. Khusus untuk limbah proses tanning, asumsi yang digunakan adalah setiap 100 L limbah tanning akan menghasilkan 10 kg krom daur ulang. Jumlah krom daur ulang yang digunakan untuk tanning adalah 60% dari 90 kg krom yang dibutuhkan. Berarti krom daur ulang yang digunakan untuk tanning sebesar 54 kg dan pengurangan limbah cairnya sebesar 540 L. 30

19 Dari pengurangan jumlah limbah yang dibuang ke lingkungan ini, dapat diperoleh total minimisasi limbah sebesar Rp 197,000,-. Angka ini diperoleh dari perhitungan sebagai berikut: a. Total pengurangan limbah pre soaking = 4,000 L x Rp 2,000,- (harga 1 m 3 air menurut Prayitno, 2009) = Rp 8,000,- b. Total pengurangan limbah tanning = 54 kg x Rp 3,500,- (harga 1 kg krom daur ulang menurut Prayitno, 2009) = Rp 189,000,- 5.7 Analisis Alternatif Penerapan Produksi Bersih secara Kualitatif Analisis alternatif penerapan produksi bersih secara kualitatif ini dilakukan menggunakan proses hierarki analitik (Analytical Hierarchy Process/AHP). Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi bagian-bagian dan tertata dalam suatu hierarki (Marimin dan Maghfiroh, 2010). Struktur hierarki persoalan mengenai limbah yang diambil dari industri penyamakan kulit dapat dilihat di Lampiran 1. Setiap elemen dalam struktur hierarki yang terdiri atas faktor, aktor, tujuan dan strategi ditentukan secara mandiri. Goal yang ingin dicapai adalah meminimumkan limbah produksi kulit samak dengan faktor-faktor yang dianggap berpengaruh terhadap persoalan tersebut adalah modal, teknologi, kebijakan industri dan dukungan pemerintah. Aktor yang berpengaruh antara lain pelaku industri, litbang/pt, pemerintah daerah, dan lembaga keuangan. Tujuan yang ditetapkan adalah peningkatan pendapatan, perbaikan lingkungan dan pengoptimalan proses. Strategi yang ditawarkan antara lain mendesain instalasi pembuangan air ke IPAL dengan pipa langsung dari molen, penggunaan kembali air buangan pre soaking untuk proses pre soaking pada batch selanjutnya, pemisahan limbah cair dari bulu dan daging, pengolahan limbah daging menjadi lemak, dan penggunaan kembali limbah krom dengan cara daur ulang. Setiap elemen dari struktur hierarki pada Lampiran 1 dinilai berdasarkan tingkat kepentingan antara satu elemen dengan elemen yang lainnya. Penilaian tingkat kepentingan ini menggunakan metode perbandingan berpasangan (pairwase comparisons). Skala perbandingan yang digunakan dari 1 sampai 9 (Saaty, 1983 dalam Marimin dan Maghfiroh, 2010). Penentuan prioritas penerapan produksi bersih secara kualitatif ini menggunakan kuesioner ke empat orang pendapat pakar. Bentuk kuesionernya dapat dilihat di Lampiran 2. Data yang sudah diperoleh dari para pakar tersebut kemudian diolah menggunakan program Expert Choice Perolehan nilai bobot secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 3. Marimin dan Maghfiroh (2010) menyebutkan bahwa AHP mengukur konsistensi menyeluruh dari berbagai pertimbangan melalui suatu rasio konsistensi. Rasio konsistensi dapat terhitung secara otomatis dalam program Expert Choice 2000 yang ditampilkan dalam bentuk nilai inkonsistensi. Jika dilakukan perhitungan manual, nilai rasio konsistensi diperoleh dengan membagi indeks konsistensi dengan indeks random. Indeks konsistensi diperoleh dengan rumus : CI = dimana : CI = indeks konsistensi λ maksimum = nilai eigen terbesar dari matriks berordo n (n menunjukkan jumlah faktor dalam struktur hierarki) Nilai indeks random didapat dari tabel Oarkridge (Marimin, 2004), seperti pada Tabel 6. Tabel 6. Indeks random (RI) N RI

20 Hasil AHP dikatakan sudah konsisten jika memiliki nilai rasio konsistensi maksimal 10%. Jika lebih dari 10% maka penilaiannya masih acak dan perlu diperbaiki. Dari pengolahan data menggunakan Expert Choice 2000, diperoleh nilai inkonsistensi sebesar 0.04 (4%) yang berarti rasio konsistensinya adalah 0.06 (6%). Hal ini berarti hasil yang diperoleh dapat dikatakan sudah konsisten dan cukup akurat karena masih dalam batas rasio konsistensi 10%. Pada program Expert Choice 2000, dapat dilihat nilai bobot dari setiap elemen dalam struktur AHP. Nilai bobot untuk faktor dan strategi dapat langsung dilihat (tidak memerlukan perhitungan lebih lanjut), sedangkan nilai bobot untuk aktor dan tujuan memerlukan perhitungan lebih lanjut secara manual karena nilai bobot yang tertera bukan merupakan hasil akhir. Dari hasil pengolahan pendapat pakar tersebut dapat diketahui bahwa dari empat faktor yang mempengaruhi upaya meminimumkan limbah kulit samak, faktor kebijakan industri merupakan faktor terpenting dengan bobot 0.368, kemudian faktor modal (0.262), teknologi (0.246), dan dukungan pemerintah (0.125). Hal ini menunjukkan bahwa faktor kebijakan industri mempunyai peranan penting dalam pengaplikasian program untuk meminimumkan limbah produksi kulit samak. Sebesar apapun modal dan secanggih apapun teknologi yang dimiliki, tentu tidak akan berpengaruh terhadap upaya meminimumkan limbah produksi jika industri yang bersangkutan tidak memiliki kebijakan yang mendukung upaya tersebut. Oleh karena itu, faktor ini menjadi faktor utama yang sangat mempengaruhi upaya meminimumkan limbah. Aktor yang berpengaruh dengan nilai bobot terbesar sampai terkecil adalah lembaga keuangan (0.293), litbang/pt (0.263), pelaku industri (0.239), dan pemerintah daerah (0.205). Hal ini menunjukkan bahwa lembaga keuangan memegang peranan penting untuk menunjang terlaksananya upaya meminimumkan limbah kulit samak yaitu dari segi pengadaan modal. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh lembaga keuangan dalam membantu pengadaan modal ini adalah memberikan insentif kepada industri yang bersangkutan. Kepemilikan modal saja tentu tidak akan cukup jika tidak didukung dari segi pengembangan teknologi atau informasi lain terkait upaya meminimumkan limbah tersebut. Hal ini terbukti dari posisi litbang/pt sebagai aktor penting yang kedua. Modal dan teknologi yang sudah dimiliki, tidak mungkin dapat diaplikasikan jika tidak ada komitmen langsung dari pelaku industri yang bersangkutan untuk menjalankan upaya tersebut. Maka dari itu, aktor pelaku industri menempati posisi ketiga yang berpengaruh. Sementara itu, pemerintah daerah menempati posisi keempat (terakhir) sebagai aktor yang berpengaruh karena menurut pendapat pakar, dukungan yang diberikan pemerintah daerah tidak telampau besar untuk menjalankan upaya meminimumkan limbah kulit samak. Tujuan yang ingin dicapai dari upaya meminimumkan limbah kulit samak antara lain peningkatan pendapatan, perbaikan lingkungan, dan pengoptimalan proses. Dari ketiga tujuan tersebut, perbaikan lingkungan memiliki nilai bobot terbesar yaitu 0.368, dilanjutkan dengan peningkatan pendapatan (0.333), dan pengoptimalan proses (0.301). Dilihat dari nilai bobot yang diperoleh masing-masing tujuan, tidak ada selisih bobot yang signifikan sehingga dapat dikatakan semua tujuan tersebut saling berkorelasi. Perbaikan lingkungan menempati posisi pertama. Ini menunjukkan bahwa masalah lingkungan memang menjadi fokus utama dari industri penyamakan kulit. Masalah penanganan limbah tentunya akan berdampak pada biaya yang harus dikeluarkan oleh industri yang bersangkutan. Jika industri itu memfokuskan pada tujuan perbaikan lingkungan maka pendapatan yang diperoleh dari penjualan produk masih lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk pengolahan limbah. Sebaliknya, jika industri tersebut lebih mementingkan keuntungan semata maka keadaan lingkungan disekitarnya akan terancam rusak oleh limbah yang dibuang tanpa pengolahan yang baik. Tujuan yang memperoleh bobot terkecil adalah pengoptimalan proses. Analisis mengenai hal ini yaitu jika industri sudah berkomitmen untuk melakukan upaya 32

21 meminimumkan limbah maka dapat dipastikan bahwa proses produksi yang dilaksanakan sudah optimal. Dari pengolahan data menggunakan Expert Choice 2000 diperoleh hasil bahwa strategi penggunaan kembali limbah krom dengan cara daur ulang menempati posisi yang pertama dengan bobot Dilanjutkan dengan strategi pengolahan limbah daging menjadi lemak (0.192), pemisahan limbah cair dari bulu dan daging (0.146), penggunaan kembali air buangan pre soaking untuk proses pre soaking pada batch selanjutnya (0.104), dan terakhir adalah strategi mendesain instalasi pembuangan air ke IPAL dengan pipa langsung dari molen (0.096). 5.8 Perumusan Strategi dengan Analisis SWOT (Strengths Weaknesses Opportunities Threats) Perumusan strategi dengan analisis SWOT ini dilakukan untuk menentukan implementasi terbaik yang dapat diterapkan oleh industri penyamakan kulit Haji Ali Ahmad. Analisis SWOT adalah suatu cara untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis dalam rangka merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats) (Rangkuti, 1998 dalam Marimin, 2004). Analisis SWOT didahului dengan melakukan identifikasi posisi industri melalui evaluasi nilai faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan evaluasi nilai faktor eksternal (peluang dan ancaman). Untuk mengetahui faktor internal dan eksternal apa saja yang dimiliki oleh industri, maka dilakukan wawancara dengan pihak industri. Dalam merumuskan strategi yang tepat untuk diterapkan di industri, maka perlu diketahui terlebih dahulu posisi kuadran dari industri tersebut. Fungsinya adalah agar strategi yang dipilih merupakan strategi yang tepat karena sesuai dengan kondisi internal dan eksternal yang dimiliki industri. Menurut Marimin (2004), posisi perusahaan/industri dapat dikelompokkan dalam empat kuadran, yaitu kuadran I, II, III, dan IV. Pada kuadran I, strategi yang sesuai adalah strategi agresif, kuadran II strategi diversifikasi, kuadran III strategi turn around, dan kuadran IV strategi defensif. Setelah diketahui faktor internal dan eksternal dari industri penyamakan kulit Haji Ali Ahmad, maka tahap selanjutnya adalah pembuatan matriks internal eksternal dan matriks SWOT. Pada matriks internal dan eksternal, setiap faktor akan diberi bobot. Pembobotan dilakukan dengan teknik perbandingan berpasangan yaitu membandingkan tingkat kepentingan satu elemen dengan elemen lain. Pembobotan ini diperoleh melalui kuesioner kepada industri yang bersangkutan. Bentuk kuesionernya dapat dilihat pada Lampiran 4. Selain diberi bobot, setiap faktor juga akan dirangking berdasarkan pengaruhnya terhadap kondisi industri penyamakan kulit ini. Rentang rangking yang diberikan adalah dari 1 sampai 3. Rangking 1 diberikan jika faktor kurang berpengaruh terhadap kondisi industri, rangking 2 diberikan jika faktor berpengaruh terhadap kondisi industri, dan rangking 3 diberikan jika faktor sangat berpengaruh terhadap kondisi industri. Skor diperoleh dari perkalian bobot dan rangking. Tabel 7 memperlihatkan uraian faktor-faktor internal dan eksternal beserta bobot dan rangkingnya. Tabel 7. Evaluasi faktor internal dan eksternal penyamakan kulit Haji Ali Ahmad Uraian Bobot Rangking Skor Faktor Faktor Internal Kekuatan Jumlah tenaga kerja yang sedikit ,042 Tenaga kerja yang terlatih

22 Tabel 7. Evaluasi faktor internal dan eksternal penyamakan kulit Haji Ali Ahmad (lanjutan) Uraian Bobot Rangking Skor Kemitraan yang baik dengan pekerja dan pengorder Pengawasan dan pemantauan yang intensif dari pihak atas kepada tenaga kerja Harga yang bersaing Penanganan bahan sudah optimal Fungsi dan fasilitas R&D cukup baik Kelemahan Peralatan sudah cukup tua Ketersediaan bahan baku yang fluktuatif Penanganan limbah belum baik Total Skor Faktor Internal Faktor Faktor Eksternal Peluang Menjadi pensuplai bahan baku untuk sarung tangan mutu ekspor Mempunyai market share sendiri Ancaman Keberadaan perusahaan dengan usaha yang sama Konsumsi masyarakat terhadap daging yang menurun menyebabkan menurunnya jumlah kulit mentah Birokrasi mengenai penanganan limbah Total Skor Faktor Eksternal Dari tabel evaluasi faktor internal dan evaluasi faktor eksternal dapat diketahui bahwa posisi industri penyamakan kulit Haji Ali Ahmad berada pada kuadran III ( ; 0.192). Posisi industri ini dapat dilihat pada Gambar 31. Kekuatan Eksternal Kuadran III Posisi Industri ( ; 0.192) Peluang Kuadran I Kekuatan Internal Kuadran IV Kuadran II Ancaman Gambar 31. Posisi industri penyamakan kulit Haji Ali Ahmad 34

23 Posisi tersebut memperlihatkan bahwa industri penyamakan kulit Haji Ali Ahmad ini lemah namun sangat berpeluang. Menurut Anonim (2011), posisi ini menandakan bahwa peluang yang tersedia sangat meyakinkan namun tidak dapat dimanfaatkan karena kekuatan yang ada tidak cukup untuk menggarapnya. Pilihan keputusan yang diambil adalah melepas peluang yang ada untuk dimanfaatkan industri penyamakan kulit yang lain atau memaksakan menggarap peluang itu dengan mengeluarkan investasi. Setelah matriks internal dan eksternal terbentuk, kemudian dibuat matriks SWOT yang menjelaskan berbagai alternatif yang mungkin untuk strategi industri. Matriks SWOT industri penyamakan kulit Haji Ali Ahmad dapat dilihat pada Lampiran Implementasi Penerapan Produksi Bersih Jika strategi-strategi yang sudah dijelaskan diatas, dikerucutkan menjadi tiga strategi yaitu strategi yang menempati posisi prioritas 1, 2, dan 3 maka terdapat sedikit perbedaan hasil dari analisis penerapan produksi bersih secara kajian lapangan dan kualitatif. Secara kajian lapangan, strategi yang menempati prioritas 1, 2, dan 3 adalah penggunaan kembali limbah krom dengan cara daur ulang, pemisahan limbah cair dari bulu dan daging, dan penggunaan kembali air buangan pre soaking untuk proses pre soaking pada batch selanjutnya. Sementara secara kualitatif, urutan strateginya adalah penggunaan kembali limbah krom dengan cara daur ulang, pengolahan limbah daging menjadi lemak, dan pemisahan limbah cair dari bulu dan daging. Hasil secara kualitatif ini diperoleh dari analisis AHP menggunakan program Expert Choice Dapat dilihat bahwa terdapat kesamaan strategi dengan prioritas utama yang dapat diaplikasikan di industri penyamakan kulit yaitu penggunaan kembali limbah krom dengan cara daur ulang. Hasil ini memperlihatkan bahwa permasalahan limbah yang utama dari industri penyamakan kulit adalah limbah krom yang bersifat racun dan berbahaya. Setelah mengetahui strategi yang paling sesuai untuk diaplikasikan di industri penyamakan kulit Haji Ali Ahmad, selanjutnya dikaji bagaimana agar strategi tersebut mampu diimplementasikan di industri dilihat dari matriks SWOT yang sudah dirumuskan sebelumnya. Industri penyamakan kulit Haji Ali Ahmad berada pada kuadran III, yang berarti diperlukan strategi agar dapat mengambil peluang yang ada meskipun banyak kelemahan yang dimiliki. Salah satu kelemahan yang dimiliki industri ini adalah penanganan limbah yang belum baik. Diperlukan sejumlah investasi untuk perbaikan penanganan limbah agar industri ini tetap dapat mengambil peluang yang ada. Salah satu strategi yang dirumuskan dari matriks SWOT adalah meningkatkan efisiensi produksi. Peningkatan efisiensi produksi diperoleh dengan memaksimalkan output dan meminimalkan input. Input yang diminimalkan adalah air dan bahan campuran. Strategi ini dapat didukung dengan mengimplementasikan produksi bersih yang telah dirumuskan sebelumnya yaitu menggunakan kembali limbah krom dengan cara daur ulang. Pengimplementasian produksi bersih ini merupakan upaya untuk memperbaiki kelemahan yang dimiliki tetapi memerlukan sejumlah investasi yang harus dikeluarkan oleh industri. Dengan penerapan produksi bersih ini, industri dapat menghemat jumlah krom baru yang dimasukkan dalam proses tanning. Penghematan krom ini tidak akan berdampak negatif pada mutu kulit samak yang dihasilkan, karena menurut Prayitno (2009) dari penelitian yang dilakukan oleh I Nyoman, S.M pada tahun 2002, hasil kulit samak yang disamak menggunakan limbah krom sebesar 60% tidak memperlihatkan perbedaan mutu yang nyata dibandingkan kulit samak yang disamak menggunakan 100% krom baru. Dengan begitu, industri penyamakan kulit Haji Ali Ahmad dapat memperbaiki kelemahan industrinya dari segi penanganan limbah tanpa khawatir mutu produknya akan menurun, sehingga peluang yang ada tetap dapat diperoleh. 35

Meminimumkan Limbah Produksi Kulit Samak. Dukungan Pemerintah. Perbaikan Lingkungan

Meminimumkan Limbah Produksi Kulit Samak. Dukungan Pemerintah. Perbaikan Lingkungan Lampiran 1. Struktur hierarki AHP limbah industri penyamakan kulit Goal Meminimumkan Limbah Produksi Kulit Samak Faktor Modal Teknologi Kebijakan Industri Dukungan Pemerintah Aktor Pelaku Industri Litbang

Lebih terperinci

LAMPIRAN A TUGAS KHUSUS

LAMPIRAN A TUGAS KHUSUS LAMPIRAN A TUGAS KHUSUS PENGOLAHANL~BAH A.I Latar Belakang Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia adalah tercemamya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Industri kayu lapis menghasilkan limbah berupa limbah cair, padat, gas, dan B3, jika limbah tersebut dibuang secara terus-menerus akan terjadi akumulasi limbah

Lebih terperinci

PENGGUNAAN AIR PADA INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT Sumber Air Yang Digunakan Pada Industri Penyamakan Kulit

PENGGUNAAN AIR PADA INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT Sumber Air Yang Digunakan Pada Industri Penyamakan Kulit BAB IV PENGGUNAAN AIR PADA INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT 4.1. Sumber Air Yang Digunakan Pada Industri Penyamakan Kulit Air yang digunakan pada industri penyamakan kulit biasanya didapat dari sumber : air sungai,

Lebih terperinci

PROSES PRODUKSI INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT

PROSES PRODUKSI INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BAB III PROSES PRODUKSI INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT 3.1. Industri Penyamakan Kulit Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah berbagai macam kulit mentah, kulit setengah jadi (kulit pikel, kulit

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. LatarBelakang. Menurut data Ditjennak (2012) pada tahun 2012 pemotongan tercatat

PENDAHULUAN. LatarBelakang. Menurut data Ditjennak (2012) pada tahun 2012 pemotongan tercatat PENDAHULUAN LatarBelakang Menurut data Ditjennak (2012) pada tahun 2012 pemotongan tercatat sebanyak 2.298.864 sapi potong, 175.741 kerbau, 2.790.472 kambing dan 1.299.455 domba. Dari angka itu diperkirakan

Lebih terperinci

AIR LIMBAH INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT

AIR LIMBAH INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BAB VI AIR LIMBAH INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT 6.1. Karakteristik Umum Suatu industri penyamakan kulit umumnya menghasilkan limbah cair yang memiliki 9 (sembilan) kelompok pencemar yaitu : 1) Patogen, 2)

Lebih terperinci

D. Teknik Penyamakan Kulit Ikan

D. Teknik Penyamakan Kulit Ikan D. Teknik Penyamakan Kulit Ikan 1. Teknik Pengawetan Kulit mentah adalah kulit yang didapat dari hewan dan sudah dilepas dari tubuhnya (Anonim, 1996a). Kulit segar yang baru lepas dari tubuh hewan mudah

Lebih terperinci

MODUL TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI KULIT. Oleh : Dr. Muhammad Irfan Said, S.Pt, M.P

MODUL TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI KULIT. Oleh : Dr. Muhammad Irfan Said, S.Pt, M.P MODUL TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI KULIT Oleh : Dr. Muhammad Irfan Said, S.Pt, M.P Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fak.Peternakan Universitas Hasanuddin TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing,

BAB I PENDAHULUAN. dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri rumah tangga yang sering dipermasalahkan karena limbahnya yang berpotensi mencemari lingkungan yang ada di sekitarnya

Lebih terperinci

BAB III PROSES PRODUKSI KULIT

BAB III PROSES PRODUKSI KULIT 11 BAB III PROSES PRODUKSI KULIT 3.1 Proses Produksi Selama magang penulis mengikuti secara langsung kegiatan proses dan melakukan beberapa percobaan dengan beberapa side kulit, tetapi dalam hal ini penulis

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS 13.1. Pendahuluan Tepung beras merupakan bahan baku makanan yang sangat luas sekali penggunaannya. Tepung beras dipakai sebagai bahan pembuat roti, mie dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan baku utama dan bahan baku pembantu. Bahan baku utama yang digunakan adalah kulit kambing pikel

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Relugan GT 50, minyak biji karet dan kulit domba pikel. Relugan GT adalah nama produk BASF yang

Lebih terperinci

PENYAMAKAN KULIT. Cara penyamakan melalui beberapa tahapan proses dan setiap tahapan harus berurutan tidak bisa di balak balik,

PENYAMAKAN KULIT. Cara penyamakan melalui beberapa tahapan proses dan setiap tahapan harus berurutan tidak bisa di balak balik, PENYAMAKAN KULIT Suatu kegiatan untuk mengubah kulit yang sifatnya labil menjadi kulit yang sifatnya stabil, yaitu dengan cara menghilangkan komponen-komponen yang ada didalam kulit yang tidak bermanfaat

Lebih terperinci

ALUR PROSES PENYAMAKAN

ALUR PROSES PENYAMAKAN PENYAMAKAN KULIT Suatu kegiatan untuk mengubah kulit yang sifatnya labil menjadi kulit yang sifatnya stabil, yaitu dengan cara menghilangkan komponen-komponen yang ada didalam kulit yang tidak bermanfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampui daya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit Komoditas kulit digolongkan menjadi dua golongan yaitu : (1) kulit yang berasal dari binatang besar (hide) seperti kulit sapi, kulit kerbau, kulit kuda, kulit banteng, kulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit bebas bulu dan urat di bawah kulit. Pekerjaan penyamakan kulit mempergunakan air dalam jumlah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah

Lebih terperinci

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI Bambang Susilo Retno Damayanti PENDAHULUAN PERMASALAHAN Energi Lingkungan Hidup Pembangunan Pertanian Berkelanjutan PENGEMBANGAN TEKNOLOGI BIOGAS Dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya perkembangan industri, semakin menimbulkan masalah. Karena limbah yang dihasilkan di sekitar lingkungan hidup menyebabkan timbulnya pencemaran udara, air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan dan domestik (Asmadi dan Suharno, 2012). limbah cair yang tidak ditangani dengan semestinya. Di berbagai tempat

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan dan domestik (Asmadi dan Suharno, 2012). limbah cair yang tidak ditangani dengan semestinya. Di berbagai tempat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya kegiatan manusia merupakan salah satu penyebab tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampaui daya dukungnya. Pencemaran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan baku utama dan bahan pembantu. Bahan baku utama yang digunakan adalah kulit kambing pikel dan

Lebih terperinci

PENYAMAKAN KULIT BULU DOMBA DENGAN METODE KHROM DALAM UPAYA PEMANFAATAN HASIL SAMPING PEMOTONGAN TERNAK

PENYAMAKAN KULIT BULU DOMBA DENGAN METODE KHROM DALAM UPAYA PEMANFAATAN HASIL SAMPING PEMOTONGAN TERNAK PENYAMAKAN KULIT BULU DOMBA DENGAN METODE KHROM DALAM UPAYA PEMANFAATAN HASIL SAMPING PEMOTONGAN TERNAK ZULQOYAH LAYLA DAN SITI AMINAH Balai Penelitian Ternak, PO Box 221 Bogor RINGKASAN Kulit mentah diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Air merupakan zat kehidupan, dimana tidak satupun makhluk hidup di planet bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65 75% dari berat

Lebih terperinci

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan Industri Tahu 1. Faktor Penyebab Terjadinya Pencemaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Tinjauan Pustaka Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi di antaranya

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Oleh Denni Alfiansyah 1031210146-3A JURUSAN TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG MALANG 2012 PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Air yang digunakan pada proses pengolahan

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP ANALISIS DATA Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan konsumen dan pakar serta tinjauan langsung ke lapangan, dianalisa menggunakan metode yang berbeda-beda sesuai kebutuhan dan kepentingannya.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemurnian nira yang ternyata masih mengandung zat zat bukan gula dari proses

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemurnian nira yang ternyata masih mengandung zat zat bukan gula dari proses BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pemurnian Nira Setelah diperoleh larutan nira dari hasil proses pengilingan. Dilakukan proses pemurnian nira yang ternyata masih mengandung zat zat bukan gula dari

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Produksi Ribbed Smoked Sheet dan Estate Brown Crepe Lateks hasil sadapan dari kebun diangkut ke tiap afdeling. Lateks dikumpulkan disebuah bak yang ada tiap afdeling yang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA DKI Jakarta merupakan wilayah terpadat penduduknya di Indonesia dengan kepadatan penduduk mencapai 13,7 ribu/km2 pada tahun

Lebih terperinci

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendirian Pabrik Indonesia merupakan suatu negara yang sangat subur dan kaya akan hasil pertanian serta perikanannya, selain hal tersebut Indonesia memiliki aset

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan. Digunakan dalam makanan dan memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang biasa digunakan ialah minyak

Lebih terperinci

Mengapa Air Sangat Penting?

Mengapa Air Sangat Penting? Mengapa Air Sangat Penting? Kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sangat bergantung pada air. Kita banyak menggunakan air untuk keperluan sehari-hari seperti untuk minum, memasak, mencuci, 1 mandi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

TELUR ASIN PENDAHULUAN

TELUR ASIN PENDAHULUAN TELUR ASIN PENDAHULUAN Telur asin,merupakan telur itik olahan yang berkalsium tinggi. Selain itu juga mengandung hampir semua unsur gizi dan mineral. Oleh karena itu, telur asin baik dikonsumsi oleh bayi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERBANDINGAN MASSA ALUMINIUM SILIKAT DAN MAGNESIUM SILIKAT Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dari penelitian ini, diawali dengan menentukan perbandingan massa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kulit. 2.2 Proses Penyamakan (Kurst)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kulit. 2.2 Proses Penyamakan (Kurst) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit Kulit merupakan salah satu jenis hasil ternak yang sekarang ini telah dijadikan sebagai suatu komoditi perdagangan dengan harga yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada April- Juli 2012 bertempat di Waduk Batutegi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada April- Juli 2012 bertempat di Waduk Batutegi 25 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada April- Juli 2012 bertempat di Waduk Batutegi Kabupaten Tanggamus dan Laboratorium Balai Penelitian Ternak Ciawi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

KELAYAKAN PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAHU PADA INDUSTRI KECIL DI DUSUN CURAH REJO DESA CANGKRING KECAMATAN JENGGAWAH KABUPATEN JEMBER

KELAYAKAN PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAHU PADA INDUSTRI KECIL DI DUSUN CURAH REJO DESA CANGKRING KECAMATAN JENGGAWAH KABUPATEN JEMBER KELAYAKAN PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAHU PADA INDUSTRI KECIL DI DUSUN CURAH REJO DESA CANGKRING KECAMATAN JENGGAWAH KABUPATEN JEMBER Elida Novita*, Iwan Taruna, Teguh Fitra Wicaksono Jurusan Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat Peralatan yang digunakan untuk memproduksi MESA adalah Single Tube Falling Film Reactor (STFR). Gambar STFR dapat dilihat pada Gambar 6. Untuk menganalisis tegangan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Coba Lapang Paremeter suhu yang diukur pada penelitian ini meliputi suhu lingkungan, kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi produktivitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor mulai Desember 2010 Maret 2011. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan, karena selain dikonsumsi, juga digunakan dalam berbagai aktivitas kehidupan seperti memasak, mandi, mencuci, dan

Lebih terperinci

Ubah Plastik Jadi Bahan Bakar

Ubah Plastik Jadi Bahan Bakar Ubah Plastik Jadi Bahan Bakar Sampah plastik sangat banyak dijumpai di Indonesia. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah sudah dijejali plastik, bahkan hingga ditimbun dalam tanah. Sampah plastik juga terbawa

Lebih terperinci

24/05/2013. Produksi Bersih (sebuah pengantar) PENDAHULUAN. Produksi Bersih (PB) PB Merupakan pendekatan yang cost-effective

24/05/2013. Produksi Bersih (sebuah pengantar) PENDAHULUAN. Produksi Bersih (PB) PB Merupakan pendekatan yang cost-effective Produksi Bersih (sebuah pengantar) PENDAHULUAN Produksi Bersih (PB) United Nation Environmental Programme (UNEP) mendefinisikan produksi bersih sebagai penerapan yang kontinyu dari sebuah strategi pencegahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri tahu di Indonesia telah berkontribusi secara nyata dalam

I. PENDAHULUAN. Industri tahu di Indonesia telah berkontribusi secara nyata dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri tahu di Indonesia telah berkontribusi secara nyata dalam penyediaan pangan bergizi karena kandungan proteinnya setara dengan protein hewan (Sarwono dan Saragih,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perak Nitrat Perak nitrat merupakan senyawa anorganik tidak berwarna, tidak berbau, kristal transparan dengan rumus kimia AgNO 3 dan mudah larut dalam alkohol, aseton dan air.

Lebih terperinci

Analisis Zat Padat (TDS,TSS,FDS,VDS,VSS,FSS)

Analisis Zat Padat (TDS,TSS,FDS,VDS,VSS,FSS) Analisis Zat Padat (TDS,TSS,FDS,VDS,VSS,FSS) Padatan (solid) merupakan segala sesuatu bahan selain air itu sendiri. Zat padat dalam air ditemui 2 kelompok zat yaitu zat terlarut seperti garam dan molekul

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tapioka Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung tapioka mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber pendapatan, juga memiliki sisi negatif yaitu berupa limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 bertempat di Waduk Batu Tegi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 bertempat di Waduk Batu Tegi 16 III. BHN DN METODE. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 bertempat di Waduk Batu Tegi Kabupaten Tanggamus dan di Laboratorium Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R USAHA TELUR ASIN NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M (0610963043) R. YISKA DEVIARANI S (0610963045) SHANTY MESURINGTYAS (0610963059) WIDIA NUR D (0610963067) YOLANDA KUMALASARI (0610963071) PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

reversible yaitu kulit awetan harus dapat dikembalikan seperti keadaan semula (segar). Untari, (1999), mengemukakan bahwa mikro organisme yang ada pad

reversible yaitu kulit awetan harus dapat dikembalikan seperti keadaan semula (segar). Untari, (1999), mengemukakan bahwa mikro organisme yang ada pad METODA PENGAWETAN KULIT BULU (FUR) KELINCI REX DENGAN CARA PENGGARAMAN KERING (DRY SALTING) ROSSUARTINI DAN R. DENNY PURNAMA Balai Penelitian Ternak, PO Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN Berbagai metoda pengawetan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak dan lemak secara gravimetri

Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak dan lemak secara gravimetri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak dan lemak secara gravimetri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat

Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat Standar Nasional Indonesia Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat ICS 91.100.15 Badan Standardisasi Nasional Daftar Isi Daftar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Penelitian Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu blotong dan sludge industri gula yang berasal dari limbah padat Pabrik Gula PT. Rajawali

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jaring, bambu, pelampung, hand refraktometer,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Penelitian penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan jenis penstabil katalis (K 3 PO 4, Na 3 PO 4, KOOCCH 3, NaOOCCH 3 ) yang

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA POUCOWPANTS TEMAN SETIA PENELITI ILMU NUTRISI DALAM PENGUMPULAN FESES BIDANG KEGIATAN : PKM-KARSA CIPTA

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA POUCOWPANTS TEMAN SETIA PENELITI ILMU NUTRISI DALAM PENGUMPULAN FESES BIDANG KEGIATAN : PKM-KARSA CIPTA LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA POUCOWPANTS TEMAN SETIA PENELITI ILMU NUTRISI DALAM PENGUMPULAN FESES BIDANG KEGIATAN : PKM-KARSA CIPTA Diusulkan oleh: Lukman Maulana D24110082 2011 Chressya

Lebih terperinci

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010 PARAMETER BIOLOGIS BADAN AIR SUNGAI NGRINGO SEBAGAI DAMPAK INDUSTRI TEKSTIL Nanik Dwi Nurhayati Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta Email: nanikdn@uns.ac.id ABSTRAK Berbagai bakteri

Lebih terperinci

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67 BAB VI REAKSI KIMIA Pada bab ini akan dipelajari tentang: 1. Ciri-ciri reaksi kimia dan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi kimia. 2. Pengelompokan materi kimia berdasarkan sifat keasamannya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. Disebut beras analog karena bentuknya yang oval menyerupai beras, tapi tidak terproses

Lebih terperinci

PETUNJUK UMUM UNTUK MERAWAT SISTEM SEPTIK TANK

PETUNJUK UMUM UNTUK MERAWAT SISTEM SEPTIK TANK SISTEM BARU Sistem apapun yang anda pilih, baik sitem septik konvensional maupun jenis aerobik, tangki penampungan yang baru harus melalui masa tenang di mana bakteri-bakteri yang diperlukan mulai hidup

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Peningkatan luas lahan perkebunan kelapa sawit telah mampu meningkatkan kuantitas produksi minyak sawit mentah dan minyak inti sawit dan menempatkan

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

Recovery Logam Ag Menggunakan Resin Penukar Ion

Recovery Logam Ag Menggunakan Resin Penukar Ion PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI Recovery Logam Ag Menggunakan Resin Penukar Ion Pembimbing : Endang Kusumawati, MT Disusun Oleh : IndraPranata R 091431013 Irena Widelia 091431014 Irma Ariyanti 091431015

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PERCOBAAN Penentuan Kadar Kebutuhan Oksigen Kimiawi (KOK) a. Gelas ukur pyrex. b. Pipet volume pyrex. c.

BAB 3 METODE PERCOBAAN Penentuan Kadar Kebutuhan Oksigen Kimiawi (KOK) a. Gelas ukur pyrex. b. Pipet volume pyrex. c. BAB 3 METODE PERCOBAAN Pada analisis yang dilakukan terhadap penentuan kadar dari beberapa parameter pada limbah cair pengolahan kelapa sawit menggunakan beberapa perbedaan alat dan metode, adapun beberapa

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani Oleh: Ir. Nur Asni, MS PENDAHULUAN Tanaman kopi (Coffea.sp) merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan sebagai

Lebih terperinci

LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL

LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL KELOMPOK : 3 NAMA NIM APRIANSYAH 06111010020 FERI SETIAWAN 06111010018 ZULKANDRI 06111010019 AMALIAH AGUSTINA 06111010021 BERLY DWIKARYANI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2012. Cangkang kijing lokal dibawa ke Laboratorium, kemudian analisis kadar air, protein,

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS BAHAN PENYAMAK TERHADAP KUALITAS KULIT IKAN NILA TERSAMAK

PENGARUH JENIS BAHAN PENYAMAK TERHADAP KUALITAS KULIT IKAN NILA TERSAMAK PENGARUH JENIS BAHAN PENYAMAK TERHADAP KUALITAS KULIT IKAN NILA TERSAMAK Maya Astrida 1), Latif Sahubawa 1), Ustadi 1) Abstract Tanning agent influenced to leather quality and the influence is difference

Lebih terperinci

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN (1)Yovi Kurniawan (1)SHE spv PT. TIV. Pandaan Kabupaten Pasuruan ABSTRAK PT. Tirta Investama Pabrik Pandaan Pasuruan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Umum Hasil pemeriksaan SSA sampel (limbah fixer) memiliki kadar Ag sebesar 6000.365 ppm. Kadar Ag tersebut apabila dikonversi setara dengan 0.6% (Khunprasert et al. 2004).

Lebih terperinci

PENYAMAKAN KULIT IKAN PARI (DASYATIS SP.) DALAM PEMBUATAN PRODUK VAS BUNGA

PENYAMAKAN KULIT IKAN PARI (DASYATIS SP.) DALAM PEMBUATAN PRODUK VAS BUNGA Volume 5 No. 3 Oktober 2017 PENYAMAKAN KULIT IKAN PARI (DASYATIS SP.) DALAM PEMBUATAN PRODUK VAS BUNGA Khaeriyah Nur, Fahrullah, Selfin Tala dan Nur Asia Ibrahim khaeryahnur@gmail.com FAKULTAS PETERNAKAN,

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin 4. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dilakukan proses ekstraksi gelatin dari bahan dasar berupa cakar ayam broiler. Kandungan protein dalam cakar ayam broiler dapat mencapai 22,98% (Purnomo, 1992 dalam Siregar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Peternakan Universiatas Muhammadiyah Malang dan Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Peternakan Universiatas Muhammadiyah Malang dan Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April - Mei 2016 bertempat di Laboratorium Peternakan Universiatas Muhammadiyah Malang dan Laboratorium Pengujian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Unit Operasi IPAL Mojosongo Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Mojosongo di bangun untuk mengolah air buangan dari kota Surakarta bagian utara, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI OLEH : ANDY CHRISTIAN 0731010003 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

Sistem Pengeringan Dorset untuk biomassa dan limbah unggas

Sistem Pengeringan Dorset untuk biomassa dan limbah unggas Sistem Pengeringan Dorset untuk biomassa dan limbah unggas n Pengeringan Biomass Biogasdigestate Serpih kayu Lumpur limbah Kotoran unggas Limbah sisa makanan, dll. n Kompak dan fleksibel n Mesin pelet

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK

BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK 3.1. Flowchart Pengolahan dan Pengujian Minyak Biji Jarak 3.2. Proses Pengolahan Minyak Biji Jarak Proses pengolahan minyak biji jarak dari biji buah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki potensi kelautan yang sangat besar. Secara umum, potensi sumber daya kelautan di seluruh Nusantara Indonesia mencapai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

METODE PENELITIAN. Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah sepanjang jalan Cicurug-Parungkuda, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci