TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kulit. 2.2 Proses Penyamakan (Kurst)
|
|
- Veronika Kurniawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit Kulit merupakan salah satu jenis hasil ternak yang sekarang ini telah dijadikan sebagai suatu komoditi perdagangan dengan harga yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari data statistik nilai ekspor kulit Indonesia, dimana pada tahun 2008 nilai ekspor kulit mencapai 7,600 kg dengan harga jual US$ 100,000,000. Nilai ekspor yang tinggi ini dapat memberi keuntungan yang cukup baik bagi industri kulit yang ada di Indonesia. Pada umumnya kulit dimanfaatkan sebagai bahan pembuat sepatu, jaket, dompet, ikat pinggang serta masih ada beberapa produk-produk lain yang memanfaatkan kulit sebagai bahan bakunya, seperti kerupuk kulit dan gelatin untuk bahan pangan. Komoditas kulit digolongkan menjadi kulit mentah dan kulit samak (Purnomo, 1985). Menurut Judoamidjojo (1974), kulit mentah adalah bahan baku kulit yang baru ditanggalkan dari tubuh hewan sampai kulit yang mengalami proses-proses pengawetan atau siap samak. Kulit mentah dibedakan atas kulit hewan besar (hides) seperti sapi, kerbau, steer, dan kuda, serta kelompok kulit yang berasal dari hewan kecil (skins), seperti kambing, domba, calf, dan kelinci termasuk di dalamnya kulit hewan besar yang belum dewasa seperti kulit anak sapi dan kuda (Purnomo, 1985). 2.2 Proses Penyamakan (Kurst) Menurut Aten (1966), pengawetan dengan cara penggaraman terbagi menjadi penggaraman kering (dry salting) dan penggaraman basah (wet salting). Stanley (1993), menambahkan bahwa penggaraman merupakan metoda pengawetan yang paling mudah dan efektif. Reaksi osmosis dari garam mendesak air keluar dari kulit hingga tingkat kondisi yang tidak memungkinkan pertumbuhan bakteri. Kulit mentah segar bersifat mudah busuk karena merupakan media yang baik untuk tumbuh dan berkembangbiaknya organisme. Kulit mentah tersusun dari unsur kimiawi seperti: protein, karbohidrat, lemak, dan mineral. Oleh sebab itu, perlu dilakukan proses pengwetan kulit sebelum kulit diolah lebih lanjut. Teknik mengolah kulit mentah menjadi kulit samak disebut penyamakan. Dengan demikian, kulit hewan yang mudah busuk dapat menjadi tahan terhadap serangan mikroorganisme (Judoamdjojo, 1981). Prinsip mekanisme penyamakan kulit adalah memasukkan bahan penyamak ke dalam anyaman atau jaringan serat kulit sehingga menjadi ikatan kimia antara bahan penyamak dan serat kulit (Purnomo, 1985). Menurut Muslich (1999), teknik penyamakan kulit dikelompokkan menjadi 3 tahapan, yaitu proses pra-penyamakan, penyamakan, dan pasca penyamakan. Proses pra-penyamakan (beam open house operation) meliputi perendaman, pengapuran, pembuatan daging, pembuangan kapur, pengikatan proten, pemucatan dan pengasaman (Purnomo, 1985). Perendaman (soaking) merupakan tahapan pertama dari proses penyamakan yang bertujuan mengembalikan kadar air kulit yang hilang selama proses pengawetan sehingga kadar airnya mendekati kadar air kulit segar. Tujuan perendaman adalah membuang zat padat seperti pasir, kerikil, parasit, sisa darah, urin, dan kotoran. Pencegahan proses pembusukan dalam perendaman dapat dilakukan dengan cara mengusahakan agar air perendaman tetap dingin, terutama di musim panas perlu digunakan termometer dan penambahan sedikit bakterisida (Mann, 1980). Tujuan pengapuran adalah menghilangkan epidermis dan bulu, kelenjar keringat dan lemak, dan menghilangkan semua zat-zat yang bukan kolagen yang aktif menghadapi zat-zat penyamak. Oleh karena semua proses penyamakan dapat dikatakan berlangsung dalam lingkungan asam maka kapur
2 di dalam kulit harus dibersihkan sama sekali. Kapur yang masih ketinggalan akan mengganggu proses penyamakan. Proses buang daging (fleshing) bertujuan menghilangkan sisa-sisa daging (subcutis) dan lemak yang masih melekat pada kulit. Proses buang bulu (scudding) bertujuan menghilangkan sisa-sisa bulu beserta akarnya yang masih tertinggal pada kulit (Muslich, 1999). Pembuangan kapur (deliming) bertujuan untuk menurunkan ph yang disebabkan sisa kapur yang masuk masih terdapat pada kulit (Purnomo, 1985). Proses buang kapur biasanya menggunakan garam ammonium sulfat (ZA). Garam itu memudahkan proses pembuangan kapur karena tidak ada pengendapan-pengendapan dan tidak terjadi pembengkakan kulit (Muslich, 1999). Pelumatan (bating) bertujuan untuk membuka atau melemaskan kulit lebih sempurna secara enzimatik. Bahan yang digunakan adalah oropon atau enzilen, yaitu bahan yang dibuat dari pankreas dan garam-garam ammonium sebagai aktivator (Judoamidjojo, 1974). Menurut Purnomo (1985), tujuan dari proses bating adalah menghilangkan sisa-sisa akar bulu dan pigmen, sisa lemak yang tidak tersambungkan, dan menghilangkan sisa kapur yang masih tertinggal. Proses bating diperlukan terutama untuk pembuatan kulit halus dan lemas, misalnya kulit box, pakaian, dan sarung tangan (Muslich, 1999). Menurut Mann (1980), waktu bating yang berlebihan dapat menyebabkan kulit menjadi lepas dan menipis karena banyak protein yang terhidrolisis sehingga mengakibatkan kekuatan tarik menjadi rendah. Menurut Purnomo (1985), pewarnaan dasar memiliki fungsi sebagai pemberian warna dasar pada kulit tersamak seperti yang diinginkan. Pemberian warna disesuaikan dengan bentuk produk akhir yang direncanakan. Warna coklat sering digunakan pada tahap pengecatan dasar. Peminyakan (fat liquoring) bertujuan melicinkan serat kulit sehingga lebih tahan terhadap gaya tarikan, menjaga serat kulit agar tidak lengket sehingga lebih lunak dan lemas, dan memperkecil daya serap agar kulit menjadi lebih fleksibel atau lebih mudah dilekuk-lekukan dan tidak mudah sobek. Caranya dapat dilakukan dengan meminyaki permukaan dengan pengulasan, pelemasan dengan tong berputar atau pencelupan dalam lemak panas. Hal itu penting untuk menarik konsumen saat pemasaran produk. Menurut Thorstensen (1985), jenis minyak yang umum digunakan dalam proses peminyakan adalah trigliserida yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan, ikan laut, dan hewan. Menurut (Muslich, 1999), pasca penyamakan bertujuan membentuk sifat-sifat tertentu pada kulit terutama berhubungan dengan kelemasan, kepadatan, dan warna kulit. Proses tersebut terdiri atas netralisasi, pewarnaaan, peminyakan, pengecatan, pengeringan, pelembaban, dan pelemasan. a. Penetralan bertujuan mengurangi kadar asam dari kulit yang disamak menggunakan krom agar tidak menghambat proses pengecatan dasar dan peminyakan (Purnomo, 1985). b. Pewarnaan dasar memiliki fungsi sebagai pemberian warna dasar pada kulit tersamak seperti yang diinginkan. c. Peminyakan bertujuan melicinkan serat kulit sehingga lebih tahan terhadap gaya tarikan, menjaga serat kulit agar tidak lengket dan menjadi lebih lunak, lemas, memperkecil daya serap, serta membuat kulit lebih fleksibel. d. Pengecatan bertujuan untuk memenuhi selera konsumen. Pengecatan zat warna hanya melekat di permukaan dalam media bahan perekat yang fungsinya melekatkan warna dan memperbaiki permukaan kulit. e. Pengeringan bertujuan untuk menghentikan semua reaksi kimia di dalam kulit. f. Pelembaban biasanya dilakukan selama 1-3 hari pada udara biasa agar kulit menyesuaikan kelembaban udara sekitarnya. g. Pelemasan dilakukan dengan tujuan untuk melemaskan kulit dan mengembalikan luas kulit yang hilang karena mengkerut selama proses pengeringan.
3 Pre- and Mainsoaking Siziing Liming Coating Base-coating Fleshing/ Trimming/ Splitting Impregnation Buffing Deliming Drying Sammying Pickling Tanning- Basification Fat Liquoring Shaving Dyeing Retanning Netralisation Gambar.1 1. Proses Penyamakan Kulit MOdifikasi (UNIDO, 2000b) Kulit 2.3 Kualitas Kulit Mutu kulit samak (leather ) selain dipengaruhi oleh proses yang dilakukan di industri penyamakan kulit, juga sangat bergantung pada mutu kulit mentah sebagai bahan dasarnya. Mutu kulit mentah dipengaruhi oleh kerusakan kulit yang terjadi pada saat hewan hidup, pemotongan, dan pengawetan (Willamson dan Payne, 1993). Menurut Mann (1980), sapi untuk produksi susu atau
4 domba untuk produksi wool mempunyai kulit yang tipis karena nutrisi makanan yang diserap tubuh digunakan untuk memproduksi susu atau wool. Kulit seperti itu juga dapat mempengaruhi kualitas kulit samak karena kekuatan tarik dan kemuluran kulit samak menjadi rendah. Dikatakan pula pada setiap spesies terapat perbedaan antara kulit hewan jantan dan betina. Perbedaan pokoknya adalah kulit hewan betina mempunyai rajah yang lebih halus daripada kulit hewan jantan. Pada umumnya, kulit hewan betina mempunyai bobot ratarata lebih ringan dari kulit hewan jantan tetapi mempunyai daya tahan renggang yang lebih besar. Namun demikian, karena permintaan kulit di pasar sangat besar maka perbedaan kedua jenis kelamin dapat diabaikan dan tidak dianggap sebagai suatu defek. Perbedaan yang dipengaruhi oleh umur hewan dapat menurunkan mutu setelah menjadi kulit samak. Kulit yang berasal dari hewan muda pada umumnya mempunyai struktur yang halus tetapi kompak, berajah sangat halus tetapi kurang tahan terhadap pengaruh dari luar dibandingkan kulit hewan yang lebih tua. Sebaliknya bila hewan semakin tua, lapisan rajah makin kuat dan kasar. Disamping itu, akan semakin banyak yang mengalami lukaluka sehingga makin banyak tenunan parutnya, bekas luka oleh penyakit parasit, guratan, cap bakar,dan lainnya. 2.4 Produksi Bersih Produksi bersih atau cleaner production (CP) adalah salah satu teknik yang penting dalam menunjang pengembangan berkelanjutan dengan menawarkan kesempatan-kesempatan baru untuk optimasi dan penghematan dalam bisnis dan tentunya mengikuti peraturan lingkungan (Ontario Ministry of Environment, 1993). Konsep produksi bersih dicetuskan oleh United Nation Environmental Program (UNEP) pada bulan Mei UNEP menyatakan bahwa cleaner production merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terpadu dan diterapkan secara kontinu pada proses produksi, produk dan jasa untuk meningkatkan eko-efisiensi sehingga mengurangi resiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. (UNEP, 1991) Produksi bersih didefinisikan sebagai strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terpadu dan diterapkan secara terus-menerus pada setiap kegiatan mulai dari hulu ke hilir yang terkait dengan proses produksi, produk dan jasa untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya alam, mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan mengurangi terbentuknya limbah pada sumbernya sehingga dapat meminimisasi resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia serta kerusakan lingkungan (Purwanto, 2007). Menurut Weston dan Stuckey (1994), definisi teknologi bersih secara universal sebetulnya belum ada persetujuannya, akan tetapi konsensus secara umum bahwa tujuannya adalah untuk mereduksi tingkat emisi pencemar dan produksi limbah pada sumbernya, membuat efesien dari penggunaan bahan baku, energi dan utilitas, sehingga pada akhirnya dapat mereduksi dampak negatif terhadap lingkungan. Limbah sering diartikan sebagai suatu zat (padat, cair atau gas) yang tidak dikehendaki yang dihasilkan dari proses produksi, pengertian limbah bisa menjadi lebih luas, bahan baku yang belum diproses dapat menjadi limbah jika bahan tersebut akan kadaluarsa sebelum digunakan. Air dapat menjadi limbah jika penggunaannya tidak terkendali, proses produksi yang tak efisien dapat menghasilkan limbah (Hadiyarto, 2004). Proses pengolahan limbah di industri memerlukan biaya tambahan yang cukup besar, sehingga faktor biaya tersebut merupakan kendala bagi industri dalam melakukan pengelolaan limbah, khususnya bagi industri-industri skala kecil dan mencegah. Permasalahan inilah yang menyebabkan terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan yang kondisinya akan semakin parah bila diikuti dengan lemahnya penegakan hukum.
5 Konsep end-of-pipe treatment Konsep end-of-pipe treatment menitikberatkan pada pengolahan dan pembuangan limbah. Konsep ini pada kenyataannya tidak dapat sepenuhnya memecahkan permasalahan lingkungan yang ada, sehingga pencemaran dan perusakan masih terus berlangsung. Hal ini disebabkan karena dalam prakteknya pelaksanaan konsep ini menimbulkan banyak kendala. Masalah utama yang dihadapi adalah peraturan perundangan, masih rendahnya compliance atau pentaatan dan penegakan hukum, masalah pembiayaan serta masih rendahnya tingkat kesadaran. Kendala lain yang dihadapi oleh pendekatan end-of-pipe treatment adalah; pertama, pendekatan ini bersifat reaktif, yaitu bereaksi setelah limbah terbentuk. Kedua, tidak efektif dalam memecahkan permasalahan lingkungan, karena pengolahan limbah cair, padat atau gas memiliki resiko pindahnya polutan dari satu media ke media lingkungan lainnya, dimana dapat menimbulkan masalah lingkungan yang sama gawatnya, atau berakhir sebagai sumber pencemar secara tidak langsung pada media yang sama. Ketiga, biaya investasi dan operasi tinggi, karena pengolahan limbah memerlukan biaya tambahan pada proses produksi, sehingga biaya persatuan produk naik. Hal ini menyebabkan para pengusaha enggan mengoperasikan peralatan pengolahan limbah yang telah dimilikinya. Keempat, pendekatan pengendalian pencemaran memerlukan berbagai perangkat peraturan, selain menuntut tersedianya biaya dan sumber daya manusia yang handal dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan pemantauan, pengawasan dan penegakkan hukum. Lemahnya kontrol sosial, terbatasnya sarana dan prasarana serta kurangnya jumlah dan kemampuan tenaga pengawas menyebabkan hukum tidak bisa ditegakkan. Oleh karena banyaknya kendala yang dihadapi dalam menerapkan konsep ini sehingga konsep ini bukan cara yang efektif dalam mengelola lingkungan, maka strategi pengelolaan lingkungan telah diubah ke arah pencegahan pencemaran yang mengurangi terbentuknya limbah dan memfasilitasi semua pihak untuk mengelola lingkungan secara hemat biaya serta memberikan keuntungan baik finansial maupun non finansial. Dari pengertian mengenai Produksi bersih maka terdapat kata kunci yang dipakai untuk pengelolaan lingkungan, yaitu pencegahan pencemaran melalui jenis proses yang akrab lingkungan, minimisasi limbah, analisis daur hidup, teknologi ramah lingkungan (produksi bersih). Pencegahan pencemaran merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan strategi dan teknologi produksi bersih yang tujuannya penghilangan atau pengurangan jumlah limbah. Menurut Bishop (2000), sesuai dengan Environmental Protection Agency (EPA) pencegahan pencemaran didefinisikan sebagai penggunaan material-material, proses-proses atau praktik-praktik yang bisa mereduksi penggunaan bahan berbahaya, energi, air atau sumber daya alam melalui penggunaan yang lebih efisien, termasuk didalamnya adalah strategi good house keeping (GHK) yang bertujuan untuk meminimalkan limbah dan meningkatkan keuntungan melalui penghematan sumber daya dan bahan baku. 2.5 Manfaat Produksi Bersih Menurut Bapedal (1998), ada beberapa manfaat dari penerapan produksi bersih, diantaranya sebagai berikut: 1. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan bahan baku, energi dan sumber daya lainnya. 2. Meningkatkan efisiensi dalam proses produksi sehingga dapat mengurangi biaya pengolahan limbah. 3. Mengurangi bahaya terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. 4. Mengurangi dampak pada keseluruhan siklus hidup produk mulai dari pengambilan bahan baku sampai pembuangan akhir setelah produk tersebut digunakan.
6 5. Meningkatkan daya saing produk di pasaran dan mampu meningkatkan image yang baik bagi perusahaan. 6. Menghindari biaya pemulihan lingkungan. 7. Mendorong dikembangkannya teknologi pengurangan limbah pada sumbernya dan produk ramah lingkungan. Dalam penerapannya Produksi bersih memberikan keuntungan seperti meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya pengolahan limbah, konservasi bahan baku dan energi, membantu akses kepada lembaga finansial, memenuhi permintaan pasar, memperbaiki kualitas lingkungan, memenuhi peraturan lingkungan, memperbaiki lingkungan kerja, dan meningkatkan persepsi masyarakat (Sadinata, 2007). Saat ini para pelaku usaha sudah mulai menerapkan strategi produksi bersih di dalam pengembangan bisnisnya karena dapat memperoleh manfaat, yaitu: pertama, meningkatkan daya saing dan kegiatan usahanya juga dapat berkelanjutan, mengingat semakin besarnya peranan lingkungan hidup dalam kebijakan perdagangan internasional. Kedua,dengan mempertimbangkan aspek lingkungan dalam setiap kegiatan proses produksi secara berkesinambungan maka perusahaan memperoleh keuntungan ekonomis dengan adanya peningkatan efektifitas dan efisiensi di segala aspek. Ketiga, dengan menjalankan strategi produksi bersih perusahaan dapat menurunkan biaya produksi dan biaya pengolahan limbah serta sekaligus mengurangi terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan. 2.6 Tindakan Produksi Bersih Teknik Pelaksanaan Produksi Bersih ada beberapa teknik pelaksanaan produksi bersih adalah (Afmar, 1999) pengurangan pada sumber, yaitu pengurangan pada sumber merupakan pengurangan atau eliminasi limbah pada sumbernya. Perubahan produk, yaitu subsitusi produk, konservasi produk, perubahan komposisi produk. Perubahan material input, perubahan material input bermaksud untuk mengurangi atau menghilangkan bahan berbahaya dan beracun yang masuk atau digunakan dalam proses produksi sehingga dapat menghindari terbentuknya limbah B3 dalam proses produksi. Volume buangan diperkecil, yaitu: pemisahan limbah dan mengkonsentrasikan limbah. Perubahan teknologi yang mencakup modifikasi proses dan peralatan. Teknik terakhir adalah penerapan operasi yang baik (good house keeping) yang melibatkan unsur-unsur: pengawasan terhadap prosedur- prosedur operasi, loss prevention, praktik manajemen, segregasi limbah, perbaikan penanganan material, penjadwalan produk. 2.7 Metoda MPE Metoda Perbandingan Eksponensial (MPE) merupakan salah satu metoda yang digunakan untuk pengambilan keputusan dari beberapa alternatif keputusan dengan kriteria majemuk (Marimin,2004). Struktur model MPE adalah sebagai berikut: = ( ) NA i = Nilai akhir dari alternatif ke-i Nilai ij = Nilai akhir dari alternatif ke-i pada iiiikriteria ke-j, Krit j i j = Tingkat kepentingan kriteria ke-j; krit j > 0, bulat, = 1, 2, 3,, n ; n = jumlah alternatif = 1, 2, 3,, m ; m = jumlah alternatif
7 2.8 Metoda AHP AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki, menurut Saaty (1980), hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis. AHP sering digunakan sebagai metode pemecahan masalah dibanding dengan metode yang lain karena alasan-alasan, yaitu pertama, struktur yang berhirarki, sebagai konsekuesi dari kriteria yang dipilih, sampai pada subkriteria yang paling dalam. Kedua, memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan. Ketiga, memperhitungkan daya tahan output analisis sensitivitas pengambilan keputusan. Dalam metode AHP dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. Dalam tahap ini kita berusaha menentukan masalah yang akan kita pecahkan secara jelas, detail dan mudah dipahami. Dari masalah yang ada kita coba tentukan solusi yang mungkin cocok bagi masalah tersebut. Solusi dari masalah mungkin berjumlah lebih dari satu. Solusi tersebut nantinya kita kembangkan lebih lanjut dalam tahap berikutnya. 2. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan utama. Setelah menyusun tujuan utama sebagai level teratas akan disusun level hirarki yang berada di bawahnya yaitu kriteria-kriteria yang cocok untuk mempertimbangkan atau menilai alternatif yang kita berikan dan menentukan alternatif tersebut. Tiap kriteria mempunyai intensitas yang berbeda-beda. Hirarki dilanjutkan dengan subkriteria (jika mungkin diperlukan). 3. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Matriks yang digunakan bersifat sederhana, memiliki kedudukan kuat untuk kerangka konsistensi, mendapatkan informasi lain yang mungkin dibutuhkan dengan semua perbandingan yang mungkin dan mampu menganalisis kepekaan prioritas secara keseluruhan untuk perubahan pertimbangan. Pendekatan dengan matriks mencerminkan aspek ganda dalam prioritas yaitu mendominasi dan didominasi. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgment dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. Untuk memulai proses perbandingan berpasangan dipilih sebuah kriteria dari level paling atas hirarki misalnya K dan kemudian dari level di bawahnya diambil elemen yang akan dibandingkan misalnya E1,E2,E3,E4,E5. 4. Mendefinisikan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh jumlah penilaian seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan. Hasil perbandingan dari masing-masing elemen akan berupa angka dari 1 sampai 9 yang menunjukkan perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen. Apabila suatu elemen dalam matriks dibandingkan dengan dirinya sendiri maka hasil perbandingan diberi nilai 1. Skala 9 telah terbukti dapat diterima dan bisa membedakan intensitas antar elemen. Hasil perbandingan tersebut diisikan pada sel yang bersesuaian dengan elemen yang dibandingkan. Skala perbandingan perbandingan berpasangan dan maknanya yang diperkenalkan oleh Saaty bisa dilihat di bawah. Intensitas Kepentingan 1 = Kedua elemen sama pentingnya, Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar 3 = Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yanga lainnya, Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan elemen yang lainnya 5 = Elemen yang
8 satu lebih penting daripada yang lainnya, Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen yang lainnya 7 = Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya, Satu elemen yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam praktek. 9 = Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya, Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memeliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan. 2,4,6,8 = Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan yang berdekatan, Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi di antara 2 pilihan Kebalikan = Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka dibanding dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya dibanding dengan i. 5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya. Jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi. 6. Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki. 7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan yang merupakan bobot setiap elemen untuk penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai mencapai tujuan. Penghitungan dilakukan lewat cara menjumlahkan nilai setiap kolom dari matriks, membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks, dan menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan jumlah elemen untuk mendapatkan rata-rata. 8. Memeriksa konsistensi hirarki. Yang diukur dalam AHP adalah rasio konsistensi dengan melihat index konsistensi. Konsistensi yang diharapkan adalah yang mendekati sempurna agar menghasilkan keputusan yang mendekati valid, walaupun sulit untuk mencapai yang sempurna, rasio konsistensi diharapkan kurang dari atau sama dengan 10% atau 0.10.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit Komoditas kulit digolongkan menjadi dua golongan yaitu : (1) kulit yang berasal dari binatang besar (hide) seperti kulit sapi, kulit kerbau, kulit kuda, kulit banteng, kulit
Lebih terperinciD. Teknik Penyamakan Kulit Ikan
D. Teknik Penyamakan Kulit Ikan 1. Teknik Pengawetan Kulit mentah adalah kulit yang didapat dari hewan dan sudah dilepas dari tubuhnya (Anonim, 1996a). Kulit segar yang baru lepas dari tubuh hewan mudah
Lebih terperinciKAJIAN STRATEGI PRODUKSI BERSIH PADA KAWASAN INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT DI GARUT SKRIPSI OCKY VIDDYA WARDHANA F
KAJIAN STRATEGI PRODUKSI BERSIH PADA KAWASAN INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT DI GARUT SKRIPSI OCKY VIDDYA WARDHANA F34052781 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 STUDY ON CLEANER
Lebih terperinciPENGGUNAAN AIR PADA INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT Sumber Air Yang Digunakan Pada Industri Penyamakan Kulit
BAB IV PENGGUNAAN AIR PADA INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT 4.1. Sumber Air Yang Digunakan Pada Industri Penyamakan Kulit Air yang digunakan pada industri penyamakan kulit biasanya didapat dari sumber : air sungai,
Lebih terperinciPROSES PRODUKSI INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT
BAB III PROSES PRODUKSI INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT 3.1. Industri Penyamakan Kulit Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah berbagai macam kulit mentah, kulit setengah jadi (kulit pikel, kulit
Lebih terperinciPENDAHULUAN. LatarBelakang. Menurut data Ditjennak (2012) pada tahun 2012 pemotongan tercatat
PENDAHULUAN LatarBelakang Menurut data Ditjennak (2012) pada tahun 2012 pemotongan tercatat sebanyak 2.298.864 sapi potong, 175.741 kerbau, 2.790.472 kambing dan 1.299.455 domba. Dari angka itu diperkirakan
Lebih terperinciPengenalan Metode AHP ( Analytical Hierarchy Process )
Pengenalan Metode AHP ( Analytical Hierarchy Process ) A. Pengertian AHP ( Analitycal Hierarchy Process ) AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung
Lebih terperinciPENDAHULUAN. yaitu kerupuk berbahan baku pangan nabati (kerupuk singkong, kerupuk aci,
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerupuk adalah bahan cemilan bertekstur kering, memiliki rasa yang enak dan renyah sehingga dapat membangkitkan selera makan serta disukai oleh semua lapisan masyarakat.
Lebih terperinciMODUL TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI KULIT. Oleh : Dr. Muhammad Irfan Said, S.Pt, M.P
MODUL TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI KULIT Oleh : Dr. Muhammad Irfan Said, S.Pt, M.P Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fak.Peternakan Universitas Hasanuddin TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Desain Riset Tujuan Penelitian. Jenis Penelitian
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Secara luas desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Tabel 3.1 Desain Penelitian Desain Riset
Lebih terperinciPENERAPAN AHP SEBAGAI MODEL SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN RUMAH BERSALIN CONTOH KASUS KOTA PANGKALPINANG
PENERAPAN AHP SEBAGAI MODEL SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN RUMAH BERSALIN CONTOH KASUS KOTA PANGKALPINANG Fitriyani STMIK Atma Luhur Pangkalpinang Jl. Jend. Sudirman Selindung Pangkalpinang bilalzakwan12@yahoo.com
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kulit
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kulit Kulit adalah lapisan luar tubuh binatang yang merupakan suatu kerangka luar, tempat bulu binatang itu tumbuh. Ensiklopedia Indonesia menjelaskan bahwa kulit adalah lapisan
Lebih terperinciKAJIAN PEMANFAATAN LEMAK AYAM RAS PEDAGING DAN MINYAK KELAPA SEBAGAI BAHAN PERMINYAKAN KULIT SAMAK KAMBING
KAJIAN PEMANFAATAN LEMAK AYAM RAS PEDAGING DAN MINYAK KELAPA SEBAGAI BAHAN PERMINYAKAN KULIT SAMAK KAMBING (Study of broiler fat and coconut oil as material fatliquoring the quality of goat tanning leather)
Lebih terperinciB. Struktur Kulit Ikan
B. Struktur Kulit Ikan 1. Struktur Kulit Kulit adalah lapisan luar tubuh hewan yang merupakan suatu kerangka luar dan tempat bulu hewan tumbuh atau tempat melekatnya sisik (Sunarto, 2001). Kulit tidak
Lebih terperinciAHP (Analytical Hierarchy Process)
AHP (Analytical Hierarchy Process) Pengertian Metode AHP dikembangkan oleh Saaty dan dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek dimana data dan informasi statistik dari masalah yang dihadapi
Lebih terperincireversible yaitu kulit awetan harus dapat dikembalikan seperti keadaan semula (segar). Untari, (1999), mengemukakan bahwa mikro organisme yang ada pad
METODA PENGAWETAN KULIT BULU (FUR) KELINCI REX DENGAN CARA PENGGARAMAN KERING (DRY SALTING) ROSSUARTINI DAN R. DENNY PURNAMA Balai Penelitian Ternak, PO Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN Berbagai metoda pengawetan
Lebih terperinciLAMPIRAN A TUGAS KHUSUS
LAMPIRAN A TUGAS KHUSUS PENGOLAHANL~BAH A.I Latar Belakang Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia adalah tercemamya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri rumah tangga yang sering dipermasalahkan karena limbahnya yang berpotensi mencemari lingkungan yang ada di sekitarnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Tinjauan Pustaka Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi di antaranya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris tidak hanya terfokus pada masalah
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia sebagai negara agraris tidak hanya terfokus pada masalah pertanian, tapi mulai mengembangkan bidang bisnis pertanian dalam arti luas seperti peternakan.
Lebih terperinciPENYAMAKAN KULIT BULU DOMBA DENGAN METODE KHROM DALAM UPAYA PEMANFAATAN HASIL SAMPING PEMOTONGAN TERNAK
PENYAMAKAN KULIT BULU DOMBA DENGAN METODE KHROM DALAM UPAYA PEMANFAATAN HASIL SAMPING PEMOTONGAN TERNAK ZULQOYAH LAYLA DAN SITI AMINAH Balai Penelitian Ternak, PO Box 221 Bogor RINGKASAN Kulit mentah diantaranya
Lebih terperinciAIR LIMBAH INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT
BAB VI AIR LIMBAH INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT 6.1. Karakteristik Umum Suatu industri penyamakan kulit umumnya menghasilkan limbah cair yang memiliki 9 (sembilan) kelompok pencemar yaitu : 1) Patogen, 2)
Lebih terperinciJajang Gumilar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2005, VOLUME 5 NOMOR 2, (70 74) Pengaruh Penggunaan Berbagai Tingkat Asam Sulfat (H 2 SO 4 ) pada Proses Pikel terhadap Kualitas Kulit (The Effects of Sulfuric Acid (H 2 SO
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing. Kambing adalah hewan yang ideal hidup di negara-negara tropis dan daerah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kambing Kambing adalah hewan yang ideal hidup di negara-negara tropis dan daerah di mana tanah penggembalaan yang memadai untuk domba atau sapi tidak tersedia (Thorstensen, 1993).
Lebih terperinci24/05/2013. Produksi Bersih (sebuah pengantar) PENDAHULUAN. Produksi Bersih (PB) PB Merupakan pendekatan yang cost-effective
Produksi Bersih (sebuah pengantar) PENDAHULUAN Produksi Bersih (PB) United Nation Environmental Programme (UNEP) mendefinisikan produksi bersih sebagai penerapan yang kontinyu dari sebuah strategi pencegahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan dan penerapan perangkat-perangkat pengelolaan lingkungan diarahkan untuk mendorong seluruh pihak di dunia ini untuk melakukan tanggung jawab terhadap
Lebih terperinciPengertian, Konsep Dasar serta Perkembangan. Teknologi Bersih. (Clean Technology)
Pengertian, Konsep Dasar serta Perkembangan Teknologi Bersih (Clean Technology) Pada awalnya Hanya tertuju pada bahan buangannya Daur ulang bahan buangan Penggabungan 3 aspek: Industrialisasi Lingkungan
Lebih terperinciPENYAMAKAN KULIT. Cara penyamakan melalui beberapa tahapan proses dan setiap tahapan harus berurutan tidak bisa di balak balik,
PENYAMAKAN KULIT Suatu kegiatan untuk mengubah kulit yang sifatnya labil menjadi kulit yang sifatnya stabil, yaitu dengan cara menghilangkan komponen-komponen yang ada didalam kulit yang tidak bermanfaat
Lebih terperinciPENYAMAKAN KULIT IKAN PARI (DASYATIS SP.) DALAM PEMBUATAN PRODUK VAS BUNGA
Volume 5 No. 3 Oktober 2017 PENYAMAKAN KULIT IKAN PARI (DASYATIS SP.) DALAM PEMBUATAN PRODUK VAS BUNGA Khaeriyah Nur, Fahrullah, Selfin Tala dan Nur Asia Ibrahim khaeryahnur@gmail.com FAKULTAS PETERNAKAN,
Lebih terperinciPENGARUH PENGGUNAAN ASAM SULFAT (H 2 SO 4 ) DAN ASAM FORMIAT (HCOOH) PADA PROSES PIKEL TERHADAP KUALITAS KULIT CRUST DOMBA PRIANGAN
PENGARUH PENGGUNAAN ASAM SULFAT (H 2 SO 4 ) DAN ASAM FORMIAT (HCOOH) PADA PROSES PIKEL TERHADAP KUALITAS KULIT CRUST DOMBA PRIANGAN Jajang Gumilar, Wendri S. Putranto, Eka Wulandari Fakultas Peternakan
Lebih terperinciALUR PROSES PENYAMAKAN
PENYAMAKAN KULIT Suatu kegiatan untuk mengubah kulit yang sifatnya labil menjadi kulit yang sifatnya stabil, yaitu dengan cara menghilangkan komponen-komponen yang ada didalam kulit yang tidak bermanfaat
Lebih terperinciCLEANER PRODUCTION (PRODUKSI BERSIH)
L/O/G/O CLEANER PRODUCTION (PRODUKSI BERSIH) Week 8 Khamdi Mubarok, S.T, M.Eng Teknik Industri - UTM Latar Belakang Industri menghadapi permasalahan pengolahan limbah yang kadangkala dirasa sangat memberatkan.
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Proses Produksi Kulit Samak Pengamatan terhadap proses produksi kulit samak di industri penyamakan kulit Haji Ali Ahmad terfokus pada bahan baku kulit kambing. Kulit kambing
Lebih terperinciPEMILIHAN LOKASI PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAWA BARAT BERDASARKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Oleh : RATNA IMANIRA SOFIANI, SSi
PEMILIHAN LOKASI PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAWA BARAT BERDASARKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Oleh : RATNA IMANIRA SOFIANI, SSi ABSTRAK Tulisan ini memaparkan tentang penerapan Analitycal
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik
I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,
Lebih terperinciBAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan
BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan Industri Tahu 1. Faktor Penyebab Terjadinya Pencemaran
Lebih terperinciPARADIGMA PENGELOLAAN USAHA
PENDEKATAN ECO-EFFISIENSI DALAM PENGELOLAAN USAHA PARADIGMA PENGELOLAAN USAHA SEBUAH PENDEKATAN PENGELOLAAN USAHA BERUPA UPAYA MENINGKATKAN EFISIENSI UNTUK MENINGKATKAN MANFAAT, BAIK DARI ASPEK EKONOMI,
Lebih terperinciPENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN
PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM
Lebih terperinciPENDEKATAN ECO-EFFISIENSI DALAM PENGELOLAAN USAHA
PENDEKATAN ECO-EFFISIENSI DALAM PENGELOLAAN USAHA SEBUAH PENDEKATAN PENGELOLAAN USAHA BERUPA UPAYA MENINGKATKAN EFISIENSI UNTUK MENINGKATKAN MANFAAT, BAIK DARI ASPEK EKONOMI, ORGANISASI MAUPUN LINGKUNGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan industri dianggap memberikan dampak buruk bagi lingkungan yaitu meningkatkan pencemaran air dan udara, penurunan kualitas tanah, dampak dalam skala global
Lebih terperinciBAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM
BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM III.1. Analisa Masalah Koperasi Serba Usaha Mitra Karya Unit XXIV Medan adalah salah satu instansi atau perusahaan yang bergerak dibidang pengelolaan koperasi usaha untuk
Lebih terperinci[::IJ PADAPUSATPENGEMBANGAN PEN G ELO LAAN LIMBAH RAD IOAKTIF. Sabat M. Panggabean PENGELOLAANLIMBAH
[::IJ MINIMISASI LIMBAH PADAPUSATPENGEMBANGAN PEN G ELO LAAN LIMBAH RAD IOAKTIF Sabat M. Panggabean Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif, BAT AN PENDAHULUAN Banyaknya kasus pencemaran lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan salah satu bagian dari makhluk hidup yang dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan salah satu bagian dari makhluk hidup yang dapat dimanfaatkan sebagai produk kerajinan yang memiliki nilai ekonomis tinggi, misalnya digunakan sebagai
Lebih terperinciKAJIAN PENGGUNAAN BAHAN PENYAMAK NABATI (MIMOSA) TERHADAP KUALITAS FISIK KULIT KAKAP MERAH TERSAMAK
KAJIAN PENGGUNAAN BAHAN PENYAMAK NABATI (MIMOSA) TERHADAP KUALITAS FISIK KULIT KAKAP MERAH TERSAMAK Oleh: Melawati Susanti 1), Latif Sahubawa 1), Iwan Yusuf 1), Abstrak Kulit ikan kakap merah mempunyai
Lebih terperinciPRAKTEK PENCAPAIAN EKO-EFISIENSI DI KLASTER INDUSTRI TAPIOKA DESA SIDOMUKTI KABUPATEN PATI TUGAS AKHIR. Oleh: SAIFILLAILI NUR ROCHMAH L2D
PRAKTEK PENCAPAIAN EKO-EFISIENSI DI KLASTER INDUSTRI TAPIOKA DESA SIDOMUKTI KABUPATEN PATI TUGAS AKHIR Oleh: SAIFILLAILI NUR ROCHMAH L2D 004 349 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. industri yang mampu bersaing di dunia internasional. Industri batik juga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, Industri yang survive dan kompetitif adalah industri yang mampu bersaing di dunia internasional. Industri batik juga mampu menjadi industri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Limbah cair tahu adalah air buangan dari proses produksi tahu. Menurut
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah cair tahu adalah air buangan dari proses produksi tahu. Menurut Sugiharto (1994) umumnya kandungan organik yang terdapat pada limbah cair tahu, adalah protein
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sistem Pendukung Keputusan Sistem Pendukung Keputusan (SPK) merupakan sistem informasi interaktif yang menyediakan informasi, pemodelan dan memanipulasi data. Sistem ini digunakan
Lebih terperinciPRODUKSI BERSIH (Cleaner Production) HA Latief Burhan Universitas Airlangga
PRODUKSI BERSIH (Cleaner Production) HA Latief Burhan Universitas Airlangga Tujuan Produksi Bersih Mengurangi dan peningkatan efisiensi penggunaan energi & bahan baku, serta meminimalisasi terbentuknya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. industri yang berbasis pertanian atau biasa disebut agroindustri. Istilah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat besar dalam pertumbuhan ekonomi negara, terutama negara yang bercorak agraris seperti Indonesia.Pembangunan ekonomi menitikberatkan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan industri khususnya industri tesktil diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat. Namun bila dalam perumusan kebijakan
Lebih terperinciMeminimumkan Limbah Produksi Kulit Samak. Dukungan Pemerintah. Perbaikan Lingkungan
Lampiran 1. Struktur hierarki AHP limbah industri penyamakan kulit Goal Meminimumkan Limbah Produksi Kulit Samak Faktor Modal Teknologi Kebijakan Industri Dukungan Pemerintah Aktor Pelaku Industri Litbang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang disempurnakan dan diganti dengan Undang Undang
Lebih terperinciBahan Baku. Aktivitas Produksi. Limbah
Konsep Dasar Bahan Baku Produk Aktivitas Produksi Energi Limbah Bagaimana Penanganan Limbah? Energi Apakah dari sumber terbarukan? Apakah ramah lingkungan? Apakah sudah efisien penggunaannya? Bahan Baku
Lebih terperinciPENGARUH JENIS BAHAN PENYAMAK TERHADAP KUALITAS KULIT IKAN NILA TERSAMAK
PENGARUH JENIS BAHAN PENYAMAK TERHADAP KUALITAS KULIT IKAN NILA TERSAMAK Maya Astrida 1), Latif Sahubawa 1), Ustadi 1) Abstract Tanning agent influenced to leather quality and the influence is difference
Lebih terperinciISO untuk meminimalkan limbah, by Sentral Sistem Consulting
Pemakaian Bahan Baku Exploitasi dan Explorasi Sumber Daya Alam 100% Sumber Daya Alam Tidak Dapat Diperbaharui 10-15% Polutan Udara Pencemaran Udara Emisi Gas (CO, CO2, Sox, NOx) Penipisan Lapisan Ozon
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Profil Kawasan Industri Penyamakan Kulit Di Garut Secara geografis, industri penyamakan kulit terletak di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Kabupaten Garut terletak di sebelah
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA POUCOWPANTS TEMAN SETIA PENELITI ILMU NUTRISI DALAM PENGUMPULAN FESES BIDANG KEGIATAN : PKM-KARSA CIPTA
LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA POUCOWPANTS TEMAN SETIA PENELITI ILMU NUTRISI DALAM PENGUMPULAN FESES BIDANG KEGIATAN : PKM-KARSA CIPTA Diusulkan oleh: Lukman Maulana D24110082 2011 Chressya
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciBahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.
Langkah 3 Penggunaan formalin: Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih: lantai, kapal, gudang, pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hampir 100 perusahaan atau pabrik kelapa sawit baik milik
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki hampir 100 perusahaan atau pabrik kelapa sawit baik milik negara maupun swasta. Masing-masing pabrik akan memiliki andil cukup besar dalam
Lebih terperinciPEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model
PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri selain memiliki dampak positif juga memiliki dampak negatif yaitu keluaran bukan produk yang berupa bahan, energi dan air yang digunakan dalam
Lebih terperinciTeknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan
Teknologi Pangan Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan tujuan industri untuk memenuhi permintaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM KUNJUNGAN INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT SAPI DAN DOMBA DI WILAYAH GARUT
LAPORAN PRAKTIKUM KUNJUNGAN Mata Kuliah : Pengolahan Hasil Ikutan Dosen : Ir. B. N. Polii, S.U Ternak M. Sridu Resta, S.Pt, M.Sc Tanggal : 21 Mei 2011 Irma Isnafia Arief, S.Pt. M.Si Kelompok : 6 / G2 Asisten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka
Lebih terperinciSISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENERIMA BANTUAN LANGSUNG TUNAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCY PROCESS
SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENERIMA BANTUAN LANGSUNG TUNAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCY PROCESS Dita Monita 0811118 Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika STMIK Budi Darma Medan Jl.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit bebas bulu dan urat di bawah kulit. Pekerjaan penyamakan kulit mempergunakan air dalam jumlah
Lebih terperinciPENERAPAN AHP UNTUK SELEKSI MAHASISWA BERPRESTASI
bidang TEKNIK PENERAPAN AHP UNTUK SELEKSI MAHASISWA BERPRESTASI SRI NURHAYATI, SRI SUPATMI Program Studi Teknik Komputer Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Komputer Indonesia Tujuan dari Perguruan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia pada dasarnya merupakan negara yang kaya akan sumber sumber energi terbarukan yang potensial, namun pengembangannya belum cukup optimal. Sebenarnya kebijakan
Lebih terperinciBAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM
BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM III.1. Analisis Masalah Tujuan analisa sistem dalam pembangunan aplikasi sistem pendukung keputusan ini adalah untuk mendapatkan semua kebutuhan pengguna dan sistem, yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun gas dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Lingkungan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses industrialisasi tidak dapat melepaskan diri dari efek negatif yang ditimbulkannya. Adanya bahan sisa industri baik yang berbentuk padat, cair, maupun gas dapat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Kayu Lapis Menurut Tsoumis (1991), kayu lapis adalah produk panel yang terbuat dengan merekatkan sejumlah lembaran vinir. Arah serat pada lembaran vinir untuk face dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PEDAHULUA 1.1. Latar Belakang Lingkungan hidup Indonesia yang dianugerahkan Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan karunia dan rahmat-ya yang wajib dilestarikan dan dikembangkan
Lebih terperinciSILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA
AgroinovasI SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA Ternak ruminansia seperti kambing, domba, sapi, kerbau dan rusa dan lain-lain mempunyai keistimewaan dibanding ternak non ruminansia yaitu
Lebih terperinciPERBEDAAN KONSENTRASI MIMOSA PADA PROSES PENYAMAKAN TERHADAP KUALITAS FISIK DAN KIMIA IKAN NILA (Oreochromis niloticus)
PERBEDAAN KONSENTRASI MIMOSA PADA PROSES PENYAMAKAN TERHADAP KUALITAS FISIK DAN KIMIA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) The Difference Concentration of Mimosa in Tanning Process on Physical and Chemical
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan usaha tani yang intensif telah mendorong pemakaian pupuk anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan adalah
Lebih terperinciASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN
ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan pangan hewani (daging, telur, dan susu) dari waktu ke waktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan pola hidup,
Lebih terperinciA. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM MATA KULIAH
ix Tinjauan Mata Kuliah A. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM MATA KULIAH Mata kuliah PENANGANAN DAN PENGOLAHAN HASIL PETERNAKAN ditujukan: (1) untuk mengenal dan memahami macammacam sumber hasil peternakan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan aktivitas industri dan pola hidup masyarakat modern memberikan dampak terhadap meningkatnya kebutuhan masyarakat dalam konsumsi produk barang dan jasa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan merupakan salah satu sumber devisa negara. Daerah penghasil kelapa di Indonesia antara lain Sulawesi Utara,
Lebih terperinciPada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan
Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR DETERMINAN TERHADAP KEBERLANJUTAN BISNIS TATA RIAS KECANTIKAN DI KABUPATAN GARUT
FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN TERHADAP KEBERLANJUTAN BISNIS TATA RIAS KECANTIKAN DI KABUPATAN GARUT Rahmat Hidayat 1, Andri Ikhwana 2, Rina Kurniawati 3 Sekolah Tinggi Teknologi Garut Jl. Mayor Syamsu No. 1
Lebih terperinciPENGARUH PENGGUNAAN ASAM SULFAT (H 2 SO 4 ) DAN ASAM FORMIAT (HCOOH) PADA PROSES PIKEL TERHADAP KUALITAS KULIT JADI (LEATHER) DOMBA GARUT
PENGARUH PENGGUNAAN ASAM SULFAT (H 2 SO 4 ) DAN ASAM FORMIAT (HCOOH) PADA PROSES PIKEL TERHADAP KUALITAS KULIT JADI (LEATHER) DOMBA GARUT Jajang Gumilar, Wendri S. Putranto, Eka Wulandari Fakultas Peternakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perikanan penting bagi pembangunan nasional. Peranan sub sektor perikanan dalam pembangunan nasional terutama adalah menghasilkan bahan pangan protein hewani,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan
Lebih terperinciPENGANTAR. Latar Belakang. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk kebutuhan pangan
PENGANTAR Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk kebutuhan pangan semakin meningkat. Bahan pangan dalam bentuk segar maupun hasil olahannya merupakan jenis komoditi yang mudah rusak
Lebih terperinciMENENTUKAN JURUSAN DI MAN 1 TULUNGAGUNG MENGGUNAKAN METODE AHP BERBASIS WEB
MENENTUKAN JURUSAN DI MAN 1 TULUNGAGUNG MENGGUNAKAN METODE AHP BERBASIS WEB SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Komputer (S.Kom) Pada Program Studi Teknik Informatika
Lebih terperinciAgro Industri Ramah Lingkungan Dede Sulaeman
Agro Industri Ramah Lingkungan Dede Sulaeman Agro-industri Ramah Lingkungan Nopember 2007 Penulis: Dede Sulaeman, ST, M.Si Subdit Pengelolaan Lingkungan, Dit. Pengolahan Hasil Pertanian, Ditjen PPHP-Deptan
Lebih terperinciJajang Gumilar, Wendri S. Putranto, Eka Wulandari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjran
JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2010, VOL. 10 NO. 1, 1-6 Pengaruh Penggunaan Asam Sulfat (H 2 SO 4 ) dan Asam Formiat (H COOH) pada Proses Pikel terhadap Kualitas Kulit Jadi (Leather) Domba Garut (The Effect
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Masalah Yang Diketengahkan Di Era persaingan pasar global yang sangat keras pada saat ini membuat ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai bidang mengalami kemajuan pesat. Kemajuan
Lebih terperinciPENERAPAN METODE ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS (AHP) PADA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN LAPTOP
PENERAPAN METODE ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS (AHP) PADA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN LAPTOP Sylvia Hartati Saragih (0911383) Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika STMIK Budi Darma Medan Jl.
Lebih terperinciSIFAT FISIK KULIT SAMAK KHROM DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS AWET GARAM.. SKRIPSI ANJAR PRIHANDOKO
SIFAT FISIK KULIT SAMAK KHROM DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS AWET GARAM.. SKRIPSI ANJAR PRIHANDOKO DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciPEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )
PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan Laboratorium Peternakan Universitas
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan Laboratorium Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang, Laboratorium Keamanan dan Mutu Pangan Universitas Brawijaya Malang. Penelitian
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Industri kayu lapis menghasilkan limbah berupa limbah cair, padat, gas, dan B3, jika limbah tersebut dibuang secara terus-menerus akan terjadi akumulasi limbah
Lebih terperinciBAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan
BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi penanganan pasca panen Penanganan pasca panen dilakukan untuk memperbaiki cita rasa dan meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan
Lebih terperinci