V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Produksi Ribbed Smoked Sheet dan Estate Brown Crepe Lateks hasil sadapan dari kebun diangkut ke tiap afdeling. Lateks dikumpulkan disebuah bak yang ada tiap afdeling yang sebelumnya dilakukan penyaringan untuk membuang kotorankotoran yang terbawa saat penyadapan. Kemudian lateks yang sudah terkumpul tersebut diukur volumenya dan dimasukkan ke dalam tangki dan dibawa ke pabrik. Setibanya di pabrik, dilakukan pengukuran volume dan selalu terjadi pengurangan volume karena selama di perjalanan terjadi goncangan yang menyebabkan lateks berbusa. Lateks kebun yang memiliki nilai Kadar Karet Kering (KKK) 25-0 % dilakukan pengenceran. Pengenceran tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menurunkan nilai KKK hingga mencapai 14% agar warna lateks yang dihasilkan lebih cerah. Pengenceran dengan cara menambahkan air tersebut, bertujuan untuk memudahkan penghilangan gelembung udara atau gas yang terdapat di dalam lateks, serta dapat melunakkan bekuan lateks sehingga mengurangi tenaga yang diperlukan untuk proses penggilingan. Selama proses pencampuran di tahap ini menghasilkan limbah, limbah terbentuk pada saat penyaringan lateks ke dalam bak pencampuran. Limbah yang dihasilkan berupa lump busa yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan estate brown crape. Pada proses pembekuan, lateks yang telah diencerkan, dicampurkan dengan larutan asam format. Banyaknya asam format yang digunakan pada tahap ini, sangat tergantung dari jumlah campuran lateks yang akan dibekukan. Semakin tinggi jumlah lateks yang akan dibekukan semakin tinggi pula larutan asam format yang dibutuhkan untuk membantu mempercepat proses pembekuan. Pada proses ini juga dihasilkan limbah berupa lump busa ketika dilakukan proses pengadukan saat menghomogenkan lateks dan asam format. Proses penggilingan yang bertujuan untuk menipiskan bekuan serta mengeluarkan sisa bahan kimia dan air yang masih terkandung dalam bekuan, dilakukan dengan bantuan dua operator untuk menarik bekuan menuju mesin sheeter. Dalam proses ini memperlihatkan adanya penggunaan air dalam jumlah besar yang bertujuan untuk memudahkan bekuan untuk mengapung, sehingga meringankan tenaga operator dalam menarik bekuan. dialirkan melalui talang air menuju bak pembekuan kemudian bekuan diambil dari bak dan dialirkan menuju mesin penggilingan. Proses penggilingan dengan sheeter menghasilkan limbah cair berwarna putih pekat. limbah langsung dialirkan menuju kolam IPAL, dimana limbah tersebut terdiri dari air yang digunakan untuk mengapungkan bekuan dan air ataupun bahan kimia yang keluar dari bekuan setelah diberi tekanan oleh sheeter. Sheet tersebut kemudian dimasukkan dalam rumah asap selama 4-6 hari. Dimana suhu dalam rumah asap selalu dikontrol oleh petugas agar proses pengeringan sheet dapat sempurna. Selama di dalam rumah asap sheet akan mengalami penurunan bobot, akibat proses pematangan yang menghilangkan kandungan air yang terkandung dalam sheet. Pada proses produksi estate brown crepe dimulai dari proses pencucian yang dimaksudkan untuk menyingkirkan benda selain bahan baku, misalnya daun, plastik, ranting kayu serta benda dan kotoran lainnya yang terikut dalam tumpukan lump. Pada proses ini lump direndam dalam bak penampungan. Selain itu pada tahap ini lump dikelompokkan, dimana lump yang sudah jelek yang berwarna coklat kehitaman dipisahkan dengan lump yang masih segar yang berwarna putih. Limbah yang dihasilkan berupa limbah cair dari air sisa pencucian dan limbah padat. Limbah cair tersebut langsung dibuang ke saluran IPAL yang berada di samping pabrik. Lump 15

2 yang telah dicuci dan disortasi kemudian dilakukan pencacahan oleh mesin pencacah. Pencacahan ini bertujuan untuk menghancurkan padatan dan menghancurkan kotoran dan lendir yang tidak terambil ketika pencucian di awal. Pada proses ini air harus selalu dialirkan sebagai pendingin dan untuk membersihkan kotoran. Pada proses ini dihasilkan limbah berupa limbah cair dan limbah berupa kotoran. Pada proses pembentukan, lump yang berbentuk bongkahan-bongkahan dibentuk lembaran kasar dengan ketebalan 5 cm dengan menggunakan cairan H 2 SO 4 (asam sulfat) untuk membentuk lembaran crepe yang mantap. Pada proses ini air juga harus terus dialirkan sebagai pendingin agar karet tidak panas dan lengket. Limbah yang dihasilkan adalah limbah cair yang mengandung asam sulfat.. Proses ini membentuk lembaran-lembaran krep yang memiliki ketebalan 5 cm digiling hingga memiliki ketebalan 1-2 cm. Pada proses ini tidak lepas dari penggunaan air untuk menghindari panas yang disebabkan oleh mesin. Oleh karena itu dihasilkan juga limbah cair yang tidak sedikit. Selain limbah cair yang dihasilkan dari mesin, pekerja juga terkadang menyemprotkan air ke lantai untuk mencegah timbulnya bau dan mengeringnya lateks dilantai. Hal ini menyebakan banyak air menggenang di lantai. Crepe yang telah selesai digiling kemudian ditimbang dan dilakukan proses pengeringan. Pengeringan dilakukan secara alami dengan bantuan matahari selama 0-45 hari. B. Neraca Massa Analisis penerapan produksi bersih bertujuan untuk mengetahui potensi penerapan produksi bersih di PT Condong Garut. Sebelum melakukan analisis, neraca massa harus dihitung dan dikaji terlebih dahulu. Neraca massa dapat membantu untuk mengetahui sumber limbah dan dapat membantu dalam analisis untuk menetukan pilihan produksi bersih yang tepat untuk meminimalkan bahan baku, energi, dan limbah yang terbuang. Perhitungan neraca massa ini dilakukan berdasarkan penelitian dari Samuel Saortua Manullang (2006) dan dari pengamatan di lapangan. a. Ribbed Smoked Sheet 1. Stasiun Penerimaan Lateks Kebun 9000 kg Penerimaan Lateks Bersih 8820 kg Lump Busa (±2% dari lateks kebun) 180 kg Gambar 5. Neraca massa proses penerimaan lateks 16

3 2. Stasiun Pengenceran Lateks Kebun 8820 kg 7560 kg Pengenceran Campuran Lateks 16216,4 kg Limbah (±1% dari input) 16,8kg Gambar 6. Neraca massa proses pengenceran lateks. Stasiun Pembekuan Campuran Lateks 16216,4 kg Asam Format 2,40 kg Pembekuan Bekuan 16086,1 kg Lump Busa (± 1% dari input) 162,49 kg Gambar 7. Neraca massa proses pembekuan lateks 4. Stasiun Penggilingan Bekuan tebal 16086,1 kg 45670,58 kg Sheeter Bekuan tipis 802,6 kg Limbah 5688,5 kg Lump Basah 45 kg Gambar 8. Neraca massa proses penggilingan sheet 5. Stasiun Pengasapan Bekuan tipis 802,6 kg Ruang Pengasapan RSS 209,5 kg Uap 4814,01 kg Gambar 9. Neraca massa proses pengasapan sheet 17

4 b. Estate Brown Crepe 1. Pencucian dan Sortasi Lump Mangkok,lump busa, scraps dan slab basah 1000 kg 850 Kg Pencucian Dan Sortasi Lump bersih 950 kg Limbah cair 850 kg Kotoran 50 kg Gambar 10. Neraca massa proses pencucian dan sortasi bokar 2. Pencacahan Lump bersih 950 kg 480 kg Pencacahan Lump cacah 910 kg Limbah cair 520 kg Gambar 11. Neraca massa proses pencacahan bokar. Pembentukan Lump cacah 910 kg 550 kg H 2 SO 4,5 L Pembentukan Crepe tebal 728 kg Limbah cair 72 kg Gambar 12. Neraca massa proses pembentukan crepe 18

5 4. Finishing Crepe tebal 728 kg 480 kg Finishing Crepe tipis 52 kg Limbah cair 676 kg Gambar 1. Neraca massa proses finishing 5. Pengeringan Crepe tipis 52 kg Pengeringan Estate Brown Crepe 17 kg Uap air 52 Gambar 14. Neraca massa proses pengeringan Tabel 2. Sistem Kesetimbangan Massa Proses Produksi Karet Proses Input Produk Limbah A. RSS Penerimaan lateks Lateks kebun Lateks bersih Lump busa Sumber Data 2 Pilihan Produksi Bersih Bahan baku EBC Pengenceran Pembekuan Penggilingan Pengeringan Lateks bersih dan air Camp. Lateks dan asam format Bekuan tebal dan Bekuan tipis Camp Lateks Bekuan tebal Bekuan tipis RSS Lump busa Lump busa Slabs basah dan air Uap air 1 Bahan baku EBC Bahan baku EBC Bahan baku EBC IPAL B. Estate Brown Crepe Pencucian dan Sortasi Pencacahan Lump, scrap dan slab basah Lump bersih Lump bersih Lump cacah dan kotoran 2 IPAL IPAL Pembentukan Finishing Pengeringan Lump cacah dan asam sulfat Crepe tebal dan asam sulfat Crepe tipis Crepe tebal Crepe tipis Estate brown crepe Uap IPAL IPAL IPAL Keterangan 1. Pengukuran langsung 2. Informasi dari lapangan. Studi pustaka 19

6 C. Penanganan Limbah yang Diterapkan Penanganan limbah PT Condong Garut sudah menggunakan Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL). Semua limbah cair dari proses produksi akhirnya akan masuk ke IPAL. Limbah cair tersebut diolah sedemikan rupa hingga tidak mencemari sungai ketika dibuang. Proses pengolahan limbah cair yang dihasilkan dari produksi RSS dan estate brown crape menggunakan sistem pengolahan biologi yang terdiri dari kolam rubber trap, kolam aerasi, kolam pengendapan dan kolam testimoni. Kolam rubber trap digunakan untuk memisahkan padatan dari limbah cair yaitu partikel-partikel karet yang tidak menggumpal pada proses koagulasi. Pengolahan biologi merupakan suatu teknik untuk pengolahan limbah cair yang mengandung senyawa organik dengan memanfaatkan kemampuan purifikasi alamiah oleh mikroba. Sistem proses biologi merupakan cara yang paling luas digunakan untuk mengolah limbah cair yang mengandung senyawa organik dan untuk meningkatkan efektivitas pengolahan limbah (Metcalf dan Eddy, 1991). Pengolahan biologi yang dilakukan oleh PT Condong Garut dengan menggunakan sistem lumpur aktif. Proses lumpur aktif adalah suatu sistem yang menguraikan senyawa organik dengan menggunakan bakteri atau mikroba pengurai yang bersifat aerob dengan perbandingan keduanya dikontrol agar selalu tetap. Dalam proses penguraian senyawa organik dengan lumpur aktif dibuat bersinggungan dengan waktu yang memadai sambil diberikan pasokan oksigen (udara) sehingga senyawa organik dalam limbah akan terurai. Pada sistem lumpur aktif, berbagai macam bakteri, fungi, protozoa, dan metazoa hidup dalam kumpulan didalamnya dan membentuk struktur piramida rantai makanan. Sistem lumpur aktif terdiri dari kolam aerasi yaitu tempat lumpur aktif (kumpulan dari mikroba dan bakteri aerob) dan limbah cair bercampur sambil diberi udara (oksigen). Di kolam ini senyawa organik (BOD, COD) diuraikan oleh mikroba aerob. Setelah penguraian senyawa organik di dalam kolam aerasi telah selesai, campuran lumpur dan air dialirkan ke kolam pengendapan untuk dilakukan pemisahan air dan lumpur. yang terpisah yang kandungan BODdan COD sudah berkurang dialirkan keluar ke kolam testimoni sedangkan lumpurnya dialirkan kembali ke kolam aerasi. Dari pengolahan limbah cair karet dengan sistem lumpur aktif dihasilkan lumpur berlebih yang berasal dari kolam pengendapan akhir dan padatan terapung (scum). Scum merupakan hasil endapan melayang dari proses penguraian oleh bakteri. Scum tersebut dikeringkan dan diaplikasikan di sekitar tanaman kelapa sawit karena dapat untuk memperbaiki sifat fisik-kimia tanah. D. Prinsip Produksi Bersih yang Sudah Diterapkan Bahan baku berupa lateks kebun hasil sadapan yang diterima oleh pabrik, sebelum dikirim ke pabrik untuk diolah telah mengalami penyaringan di stasiun penerimaan lateks yang berada di areal perkebunan karet. Penyaringan tersebut menyebabkan lateks yang diterima oleh pabrik, telah bebas dari limbah padat berupa ranting, daun ataupun bahan padat lain yang tercampur dalam lateks. Usaha penyaringan lateks di stasiun dapat mengurangi beban limbah yang akan ditangani oleh IPAL pabrik. Selain itu usaha produksi bersih dilakukan dengan cara menggunakan kembali lump mangkok, scraps dan serpihan sisa pengolahan RSS (slab basah) untuk bahan baku pembuatan estate brown crape. Selain itu menggunakan kembali lump busa untuk diolah dan digunakan sebagai pelapis RSS jenis cutting. Selain itu, tata letak di PT Condong Garut sudah sesuai urutan proses produksi sehingga proses produksinya efisien dan lantai produksi juga sudah berupa keramik sehingga keadaan ruangan produksi terlihat bersih. 20

7 Tabel. Karakteristik Limbah Hasil Pengolahan IPAL Komponen Satuan Maksimum Sebelum IPAL Setelah IPAL ph BOD COD N-Nitrat NH -N TSS mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l , ,24 5, , ,8,6 2,21 18 E. Strategi Produksi Bersih yang Dapat Diterapkan Produksi bersih dapat meningkatkan efisiensi produksi dan memberikan manfaat positif bagi lingkungan. Pada dasarnya PT Condong Garut sudah mengetahui pilihan-pilihan yang dapat memperbaiki produksi karet. Namun hal ini belum dapat dilakukan karena berbagai alasan. Pilihan produksi bersih yang dapat diterapkan oleh PT Condong Garut antara lain penerapan good housekeeping yang meliputi penghematan air dengan adanya pemantauan air dan membuat bak penampungan bahan baku bokar untuk meningkatkan kualitas produk estate brown crepe yang dihasilkan. Produksi bersih juga dilakukan dengan penggantian bahan penggumpal yang alami yakni asap cair yang berasal dari pirolisis cangkang kelapa sawit dan pemanfaatan partikel karet yang terdapat pada kolam rubber trap untuk bahan baku alas kaki. F. Analisis Alternatif Penerapan Produksi Bersih secara Kajian di Lapangan Analisis alternatif penerapan produksi bersih didasarkan pada peninjauan secara langsung terhadap industri pengolahan karet di PT Condong Garut. Analisis ini ditinjau dari beberapa aspek yakni aspek teknis, aspek lingkungan dan aspek ekonomi. Aspek teknis artinya meninjau dari kemudahan dalam penerapan teknologi dari pilihan yang diberikan. Aspek lingkungan artinya meninjau dampak yang diakibatkan terhadap lingkungan, sedangkan aspek ekonomi adalah meninjau penambahan pemasukan atau penghematan yang diberikan dari penerapan pilihan produksi bersih tersebut. 1. Penerapan Good housekeeping Terdapat beberapa macam pilihan dalam hal penerapan good housekeeping ini, antara lain pemantauan pemakaian air ketika proses produksi berlangsung. Meskipun sumber air yang digunakan berasal dari mata air pegunungan yang sangat melimpah, namun dengan melakukan good housekeeping ini penggunaan air dapat terkendali. Pembuatan bak penampung bokar juga dapat dilakukan untuk menjaga mutu bokar. Selama ini, bokar yang diangkut dari kebun hanya diletakkan di lantai produksi yang tergenang air. Hal tersebut dapat menyebabkan penurunan mutu bokar dan menyebabkan bau tidak yang tidak enak. Oleh karena itu, perlu adanya penampungan bokar sebelum bokar di cuci. Dari segi teknis, penerapan good housekeeping tersebut mudah dilakukan karena hanya membutuhkan tambahan peralatan yang sederhana dan dibutuhkan pengontrolan produksi yang baik. Penerapan good housekeeping ini akan berdampak pada jumlah limbah cair yang ditangani oleh IPAL akan berkurang, mutu produk akan terjamin, dan kebersihan tempat produksi akan terjaga. Aspek Ekonomi a. Biaya pembelian bak penampung dari aluminium dengan volume 2 m dengan asumsi biaya = Rp ,00 (sumber harga dari PT Condong Garut) 21

8 b. Asumsi dengan adanya bak penampung bokar akan terjadi peningkatan mutu untuk estate brown crepe I sebesar 5% (PT Condong Garut). Peningkatan mutu ini diartikan bokar lebih terjaga kebersihannya sehingga tidak terjadi kontaminasi dengan mikroba yang menyebabkan penurunan mutu berupa bau dan kerusakan partikel karet di dalam bokar. Pada tahun 2011 PT Condong Garut rata-rata menghasilkan kg estate brown crepe/bulan dengan komposisi 17% mutu I, 51% mutu II, 25% mutu III dan 7% mutu cutting. Peningkatan mutu dari mutu II menjadi mutu I (5%X51%) X kg/bulan = 510 kg/bulan Keuntungan : 510 kg/bulan X Rp 000,00 (selisih harga mutu I dan II, PT Condong Garut) = Rp /bulan Paybackperiod= = = 0,26 bulan 2. Penggantian Bahan Penggumpal yang Anti Bakteri Proses penggumpalan RSS di PT Condong Garut dilakukan dengan menggunakan zat kimia berupa asam format. Penggunaan asam format tersebut bisa digantikan dengan menggunakan bahan yang lebih ramah lingkungan yakni asap cair atau Deorub. Deorub adalah cairan berwarna cokelat dengan ph sekitar 2,5 yang diproduksi melalui proses pirolisis tempurung kelapa sawit dalam suatu reaktor tertutup pada suhu C selama 8-10 jam (Solichin, 2007). Asam asetat yang terdapat di dalam asap cair dapat digunakan sebagai penggumpal lateks kebun (Solichin, 200), sedangkan senyawa-senyawa fenolik terbukti sebagai anti oksidan, anti bakteri, dan anti jamur (Darmadji dan Rahardjo, 2002). Sifat anti oksidan yang akan melindungi molekul karet dari oksidasi pada suhu tinggi sehingga nilai PRI akan tetap tinggi. Sifat anti bakteri tidak hanya mencegah pertumbuhan bakteri tetapi juga membunuh bakteri, di dalam lateks atau koagulum, sehingga mencegah terjadinya bau busuk dari koagulum yang diberi koagulum, sementara sifat anti jamur mencegah pertumbuhan jamur pada sheet kering dan senyawa karbonil akan memberikan warna cokelat yang seragam pada sheet kering. Penggantian bahan penggumpal ini cukup memungkinkan diterapkan di industri pengolahan karet PT Condong Garut. Dari segi teknis proses penggantian ini mudah dilakukan karena prosesnya tidak jauh berbeda dengan penggunaan asam format. Penggunaan asap cair ini juga dapat dilakukan untuk mengurangi bau busuk bokar pada saat pengolahan estate brown crepe. Asap cair tersebut hanya disemprotkan saja ke tumpukan bokar. Cairan tersebut dapat mengurangi bau busuk pada bokar karena dapat mengurangi pertumbuhan mikroba dan bakteri yang hidup di bokar. Perbedaan mutu sheet yang dihasilkan antara asam format dan asap cair dapat dilihat pada Tabel. Penentuan nilai Plasticity Retention Index (PRI) adalah ukuran dari besarnya sifat keliatan (plastisitas) karet mentah sebelum (Po) dan sesudah (Pa) pengusangan pada suhu C selama 0 menit. Nilai PRI yang tinggi menunjukan ketahanan yang tinggi terhadap degradasi oleh oksidasi serta tingkat kekuatan produk. Dengan mengetahui nilai PRI dapat diperkirakan mudah atau tidaknya karet menjadi lengket selama penyimpanan atau jika dipanaskan. Viscositas Rubber (VR) ) merupakan panjangnya rantai molekul karet atau BM serta derajat pengikatan silang rantai molekulnya. Semakin tinggi BM hidrokarbon karet 22

9 semakin panjang rantai molekul dan semakin tinggi tahanan terhadap aliran, dengan kata lain karetnya semakin viskos dan keras. Tabel 4. Perbedaan mutu sheet yang dihasilkan antara asam format dan asap cair No Parameter Asam format Asap cair Dosis Kecepatan beku Warna bekuan Bau Serum Mutu Po Pa PRI VR Sumber : Balai Penelitian Sumbawa, ml larutan 2% 12 menit Putih Bau busuk Putih ml larutan 5% 16 menit Coklat krem Bau asap Coklat jernih Aspek Ekonomi Keunggulan asap cair untuk penggumpalan lateks pada pengolahan RSS dibandingkan dengan menggunakan asam format adalah dapat mengurangi waktu pengeringan dari jam atau 5 6 hari menjadi 6 48 jam atau 1,5 2 hari (Solichin, 2007). Penghematan waktu disebabkan karena dengan menggunakan koagulan asap cair maka waktu pengasapan yang berfungsi sebagai proses pengawetan dapat dihilangkan. Proses pengawetan tersebut terjadi pada saat pembekuan sehingga pengasapan hanya berfungsi sebagai pengering sheet saja. Dengan demikian jumlah kayu karet yang digunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan asap dan panas dapat dikurangi. Perbandingan biaya pengolahan tersebut adalah seperti dipaparkan pada Tabel 5. Tabel 5. Perbandingan biaya penggunaan koagulan asap cair dan asam format pada pengolahan RSS untuk produksi empat ton karet kering di PT Condong Garut menggunakan formula perhitungan menurut Solichin (2007) Uraian Biaya per kg karet kering (Rp) Asap cair Asam format Asam format 6 ml/kg karet kering Rp /liter Asap cair 75 ml/kg karet kering Rp 4.200/liter Kebutuhan kayu karet untuk 6 hari pengeringan (4m /ton karet kering harga Rp /m ) Kebutuhan kayu karet untuk 2 hari pengeringan (1,m /ton karet kering harga Rp /m ) Jumlah biaya Penghematan biaya/kg karet kering Rp (%) (17,6%) 2

10 . Pemanfaatan Partikel Partikel Karet pada Kolam Rubber Trap Proses pengolahan limbah cair di IPAL, pada kolam rubber trap masih terkandung partikel-partikel karet yang masih dapat digunakan sebagai bahan baku alas kaki (Utomo, 2006). Partikel-partikel karet tersebut akan terapung di permukaan kolam dan apabila sudah menumpuk, partikel tersebut dapat diambil dan dimasukkan ke dalam wadah dan kemudian dijual ke industri alas kaki. Dari segi teknis pemanfaatan partikel ini mudah dilakukan karena hanya mengambil partikel yang terapung tanpa ada perlakuan yang sulit. Industri yang akan memanfaatkan partikel karet ini akan mendapatkan bahan baku yang lebih bersih karena ada penampungan awal untuk mengumpulkan partikel sehingga terhindar dari kotoran seperti tanah. Penggunaan kembali atau daur ulang partikel karet di kolam rubber trap penting dilakukan karena dengan daur ulang ini akan mengurangi kandungan karet yang terkandung dalam air limbah buangan sehingga bahaya terhadap lingkungan dapat diminimalkan. Aspek Ekonomi a. Biaya pembelian alat pengutip limbah = Rp ,- (sumber dari alatcleaning.com) b. Biaya pembuatan bak penampung dengan volume 1,5 m dengan asumsi biaya pemasangan batu bata sebesar Rp /m. Jadi biaya pembuatan bak sebesar 1,5 m X Rp /m. = Rp ,00 (sumber dari narasumber di PT Condong Garut) Total biaya investasi = Rp ,00 c. Biaya pembelian karung = Rp 1000/karung X 8 karung/bulan = Rp 8.000,00 (dengan asumsi seminggu sekali pengambilan limbah dan banyaknya limbah 50 kg dengan ukuran karung 25 kg, harga bersumber dari tokopedia.com) Biaya penjualan limbah partikel karet = Rp 5000/kg X 50 kg/minggu X 4 minggu/bulan = Rp /bulan (harga bersumber dari narasumber di Pusat Penelitian Bogor) Net profit: Rp Rp = Rp Paybackperiod = = = 0, bulan 4. Pemberian insentif kepada industri yang menerapkan produksi bersih Insentif adalah suatu penghargaan dalam bentuk material atau non material yang diberikan oleh pihak pimpinan organisasi perusahaan kepada karyawan agar mereka bekerja dengan motivasi yang tinggi dan berprestasi dalam mencapai tujuan-tujuan perusahaan. Pelaksanaan insentif dimaksudkan untuk meningkatkan produktifitas pelaku industri. Insentif adalah dorongan agar seseorang agar mau bekerja dengan baik dan agar dapat mencapai produktivitas yang tinggi sehingga dapat membangkitkan gairah kerja dan motivasi yang tinggi (Romadoni, 2011) Pemberian insentif bertujuan agar pelaku industri lebih terpacu untuk menerapkan produksi ke arah yang lebih baik. Pemberian insentif bisa berasal dari berbagai pihak. Dukungan dari pemerintah melalui penetapan kebijakan hukum, serta pemberian penghargaan yang tepat terhadap industri yang melakukan pengendalian limbah dan dari tiga opsi produksi bersih di atas. 24

11 G. Analisis Alternatif Penerapan Produksi Bersih secara Kualitatif Analisis alternatif penerapan produksi bersih secara kualitatif ini dilakukan menggunakan proses hirarki analitik (Analytical Hierarchy Process/AHP). Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi bagian-bagian dan tertata dalam suatu hierarkhi (Marimin dan Maghfiroh, 2010). Struktur hirarkhi penerapan produksi bersih yang diambil dari industri pengolahan karet dapat dilihat pada Gambar 15. Pada Gambar 15. menunjukkan struktur hirarki dari kasus permasalahan yang ingin diteliti yakni pemilihan alternatif produksi bersih pada industri pengolahan karet yang berdasarkan tiga faktor yakni lingkungan, ekonomi, dan teknik. Garis garis yang menghubungkan kotak kotak antar level merupakan hubungan yang perlu diukur dengan perbandingan berpasangan dengan arah ke level yang lebih tinggi. Tujuan yang ingin dicapai adalah penerapan produksi bersih pada pengolahan karet dengan faktor-faktor yang dianggap berpengaruh terhadap persoalan tersebut yakni lingkungan, teknis dan ekonomi. Aktor yang berpengaruh antara lain pelaku industri, litbang, dan lembaga pemerintahan. Strategi yang ditawarkan antara lain penerapan good housekeeping yang meliputi pemantauan pemakaian air dan pembuatan bak penampung untuk bokar. Selain itu penggantian bahan penggumpal yang anti bakteri, pemanfaatan partikel-partikel karet yang masih terdapat pada rubber trap, dan pemberian insentif kepada pelaku industri yang menerapkan produksi bersih. Penerapan Produksi Bersih Pada Pengolahan Karet Ekonomi Lingkungan Teknis Pelaku Industri Litbang Lembaga pemerintahan Penerapan Good Housekeeping Penggunaan koagulan yang mengandung anti bakteri Pemanfaatan partikel karet dalam rubber trap Pemberian Insentif bagi pelaku industri yang menerapkan produksi bersih Gambar 15. Struktur Hirarki dengan Analitycal Hierachy Process (AHP) Penerapan Produksi Bersih pada Pengolahan Karet Hasil pengolahan pendapat pakar dipaparkan pada Gambar 16, dimana dapat diketahui bahwa dari tiga faktor yang mempengaruhi upaya penerapan produksi bersih, faktor lingkungan merupakan faktor terpenting dengan bobot 0,655, kemudian faktor teknis (0,206) dan ekonomi (0,19). Hal ini menunjukkan bahwa faktor lingkungan mempunyai peranan penting dalam penerapan produksi bersih dalam pengolahan karet. Diharapkan dengan penerapan produksi bersih perbaikan lingkungan dapat dilakukan. Aktor yang berpengaruh dengan nilai bobot terbesar sampai terkecil adalah pelaku industri (0.68), lembaga pemerintahan (0.218), dan litbang (0.142). 25

12 Hal ini menunjukan bahwa pelaku industri memegang peranan penting untuk menunjang terlaksananya produksi bersih pada pengolahan karet. Pelaku industri sebagai pelaksana komitmen, kepemilikan modal, dan yang mengaplikasikan strategi yang ditawarkan. Kepemilikan modal saja tentu tidak akan cukup jika tidak didukung dari segi pengembangan teknologi atau informasi lain terkait penerapan produksi bersih pada pengolahan karet. Sementara itu, lembaga pemerintahan menempati posisi kedua sebagai aktor yang berpengaruh karena menurut pendapat pakar, dukungan yang diberikan pemerintah juga mempengaruhi dalam menjalankan penerapan produksi melalui penilaian terhadap penanganan limbah pada industri. Gambar 16. Hasil perhitungan bobot faktor dan aktor dengan AHP Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (2000), pelaksanaan produksi bersih lebih mengarahkan pada pengaturan diri sendiri (self regulation), daripada pengaturan secara command and control. Jadi pelaksanaan program produksi bersih ini tidak hanya mengandalkan peraturan pemerintah saja, tetapi lebih didasarkan pada kesadaran untuk merubah sikap, cara pandang, dan tingkah laku. Synthesis with respect to: Goal: Penerapan produksi bersih pada pengolahan karet Overall Inconsistency =,05 penerapan good housekeeping,277 pemanfaatan partikel karet,272 penggunaan koagulan antibakteria,258 pemberian insentif,194 Gambar 17. Hasil perhitungan bobot alternatif strategi produksi bersih dengan AHP Dari pengolahan data menggunakan Expert Choice 2000, Gambar 17 dapat dilihat sttrategi penerapan good housekeeping menempati posisi pertama dengan bobot 0,277. Dilanjutkan dengan strategi pemanfaatan partikel karet sebesar 0,272, kemudian strategi penggantian koagulan antibakteria sebesar 0,258 dan pemberian insentif bagi pelaku industri sebesar 0,194. Hal ini berarti untuk penerapan produksi bersih dalam pengolahan karet, alternatif strategi yang diprioritaskan terlebih dahulu adalah penerapan good housekeeping. Hasil AHP dikatakan sudah konsisten jika memiliki nilai ratio konsistensi maksimal 10%. Jika lebih dari 10% maka penilaiannya masih acak dan perlu diperbaiki. Dari pengolahan data menggunakan expert choice 2000, diperoleh nilai inkonsistensi sebesar 0,05. Hal ini berarti hasil 26

13 yang diperoleh dapat dikatakan sudah konsisten dan cukup akurat karena masih dalam batas rasio konsistensi 10%. H. Implementasi Produksi Bersih Implementasi produksi bersih berupaya memadukan strategi produksi bersih untuk mencapai tujuan yaitu penerapan produksi bersih pada industri pengolahan karet. Setelah menganalisis pilihan produksi bersih dari aspek teknis, lingkungan, dan ekonomi maka dapat dilakukan penentuan skala prioritas. Penentuan skala prioritas ini dilakukan dengan pemberian penilaian terhadap masing-masing pilihan. Tabel 5 dipaparkan mengenai urutan prioritas masingmasing pilihan. Tabel 6. Pembobotan pilihan penerapan produksi bersih Pilihan Penerapan Penilaian Produksi bersih Teknis Lingkungan Ekonomi Total Good Housekeeping ( 9 Pemantauan penggunaan air dan pembuatan bak penampungan bokar) Penggantian bahan koagulan 2 8 anti bakteri Pemanfaatan partikel karet yang terdapat dalam kolam rubber trap Pemberian insentif kepada industri yang menerapkan produksi bersih Prioritas Apabila pilihan produksi bersih penerapan good housekeeping dan pemanfaatan partkel karet dalam kolam rubber trap dilaksanakan maka dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut : a. Total biaya investasi kedua pilihan tersebut = Rp ,- b. Keuntungan perbulan dari pilihan good housekeeping = Rp ,- c. Net saving pemanfaatan partikel karet dalam kolam rubber trap = Rp ,- PBP = = 0,28 bulan Strategi untuk penerapan produksi bersih pada industri pengolahan karet dengan implementasi produksi bersih diwujudkan dari penggabungan hasil kajian di lapangan yang dikaji secara teknis, ekonomi, dan lingkungan serta dari analisis kualitatif dengan AHP. Dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan hasil analisis penerapan produksi bersih secara kajian di lapangan dan secara kualitatif. Secara kajian di lapangan, strategi yang menempati prioritas pertama adalah penerapan good housekeeping begitu juga dengan hasil dengan analisis dengan kualitatif. Namun perbedaan terdapat pada opsi kedua yakni pada kajian di lapangan penggantian bahan koagulan anti bakteri sementara secara kualitatif adalah pemanfaatan partikel partikel karet dalam kolam rubber trap. Strategi penerapan good housekeeping dan penggantian bahan koagulan anti bakteri tersebut memperlihatkan kesamaan dalam hal tujuan yakni untuk menghemat penggunaan sumber daya yang digunakan serta untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan. Apabila penerapan good housekeeping dilaksanakan akan terjadi penghematan penggunaan sumber daya air karena dilakukan pemantauan pemakaian air dan akan ada peningkatan pendapatan karena 27

14 terdapat perbaikan mutu estate brown crepe. Apabila strategi penggantian koagulan anti bakteri dilakukan maka akan terjadi penghematan penggunaan sumber daya kayu yang digunakan untuk proses pengasapan sementara mutu produk RSS yang dihasilkan juga sedikit lebih baik dibandingkan dengan menggunakan koagulan asam format. 28

LAMPIRAN. Lateks Segar. Bahan baku Brown Crepe (Compo) Lump mangkok Lump busa Scraps Serpihan sisa pengolahan RSS (Slab Basah) Penerimaan.

LAMPIRAN. Lateks Segar. Bahan baku Brown Crepe (Compo) Lump mangkok Lump busa Scraps Serpihan sisa pengolahan RSS (Slab Basah) Penerimaan. LAMPIRAN Lateks Segar Penerimaan Pengenceran Bahan baku Brown Crepe (Compo) Lump mangkok Lump busa Scraps Serpihan sisa pengolahan RSS (Slab Basah) Pembekuan Penerimaan bahan baku Pencucian bahan baku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar di Indonesia. Lampung adalah salah satu sentra perkebunan karet di Indonesia. Luas areal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang keberadaannya sangat penting dan dibutuhkan di Indonesia. Tanaman karet sangat

Lebih terperinci

KAJIAN PELUANG IMPLEMENTASI PRODUKSI BERSIH DI INDUSTRI PENGOLAHAN KARET (Studi Kasus di PT CONDONG GARUT) SKRIPSI PRAMITA UMI HAPSARI F

KAJIAN PELUANG IMPLEMENTASI PRODUKSI BERSIH DI INDUSTRI PENGOLAHAN KARET (Studi Kasus di PT CONDONG GARUT) SKRIPSI PRAMITA UMI HAPSARI F KAJIAN PELUANG IMPLEMENTASI PRODUKSI BERSIH DI INDUSTRI PENGOLAHAN KARET (Studi Kasus di PT CONDONG GARUT) SKRIPSI PRAMITA UMI HAPSARI F 34080134 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA Lateks kebun yang bermutu baik merupakan syarat utama mendapatkan hasil olah karet yang baik. Penurunan mutu biasanya disebab terjadinya prakoagulasi. Prakoagulasi akan menjadi masalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB 3 METODE PENELITIAN. Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 30 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Beaker glass 250 ml Blender Cawan platina Gelas ukur 200 ml Gunting Kertas saring

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Karet alam (natural rubber, Hevea braziliensis), merupakan komoditas perkebunan tradisional sekaligus komoditas ekspor yang berperan penting sebagai penghasil devisa negara

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan Kebun Batang Serangan dibuka pada tahun 1910 yang dikelola oleh pemerintahan Belanda dengan nama perusahaan NV.BDM (Breningde Deli Maatscappinjen).

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN

I. METODOLOGI PENELITIAN I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mutu Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan di Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Aagrobisnis Perkebunan

Lebih terperinci

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan Industri Tahu 1. Faktor Penyebab Terjadinya Pencemaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penanganan Pasca Panen Lateks Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang masih segar 35 jam setelah penyadapan. Getah yang dihasilkan dari proses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Bahan olah karet ICS. Badan Standardisasi Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia. Bahan olah karet ICS. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Bahan olah karet ICS Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Standar Nasional Indonesia...i No...4 Parameter...4 No...5 Parameter...5 i Prakata Standar Nasional Indonesia (SNI)

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

PENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET. Rudi Munzirwan Siregar

PENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET. Rudi Munzirwan Siregar PENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET Rudi Munzirwan Siregar Abstrak Penelitian tentang Penentuan Plastisitas Awal dan Plastisitas Retensi Indeks karet telah dilakukan. Kedalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Air merupakan zat kehidupan, dimana tidak satupun makhluk hidup di planet bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65 75% dari berat

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS 13.1. Pendahuluan Tepung beras merupakan bahan baku makanan yang sangat luas sekali penggunaannya. Tepung beras dipakai sebagai bahan pembuat roti, mie dan

Lebih terperinci

SIH Standar Industri Hijau

SIH Standar Industri Hijau SIH Standar Industri Hijau INDUSTRI PENGASAPAN KARET (RIBBED SMOKED SHEET RUBBER) Daftar isi Daftar isi... 1 Prakata... 2 1 Ruang Lingkup... 3 2 Acuan... 3 3 Definisi... 3 4 Simbol dan Singkatan Istilah...

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Karet dan Lateks Menurut Nazaruddin dan Paimin (2004), dalam dunia tumbuhan tanaman karet tersusun dalam sistematika sebagai berikut : Devisi : Spermatophyta Subdivisi :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perdagangan Internasional Suatu Negara membutuhkan negara lain dan saling menjalin hubungan perdagangan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup bagi masyarakat. Hubungan

Lebih terperinci

PENERAPAN IPTEKS PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS. Oleh Rudi Munzirwan Siregar

PENERAPAN IPTEKS PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS. Oleh Rudi Munzirwan Siregar PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS Oleh Rudi Munzirwan Siregar Abstrak Penelitian tentang perbandingan asam asetat dengan asam formiat sebagai bahan penggumpal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Unit Operasi IPAL Mojosongo Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Mojosongo di bangun untuk mengolah air buangan dari kota Surakarta bagian utara, dengan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Industri karet remah di Indonesia sebagian besar merupakan industri yang melibatkan petani karet sebagai penghasil bahan baku berupa bokar dan pabrik karet sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Asap cair merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa,

Lebih terperinci

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL 34 3.1. Uraian Proses Pengolahan Air limbah dari masing-masing unit produksi mula-mula dialirkan ke dalam bak kontrol yang dilengkapi saringan kasar (bar screen) untuk menyaring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai usaha telah dilaksanakan oleh pemerintah pada akhir-akhir ini untuk meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat yang dicita-citakan yaitu masyarakat

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempe gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung

BAB I PENDAHULUAN. tempe gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu dalam proses pengolahannya menghasilkan limbah, baik limbah padat maupun cair. Limbah padat dihasilkan dari proses penyaringan dan penggumpalan. Limbah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian, Rancangan Penelitian atau Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah Quasi Experiment (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian non equivalent control

Lebih terperinci

DOK.KTI 721. Proceeding of. Second Added Value Of Energy Resources. 2 nd AvoER Palembang, Juli 2009

DOK.KTI 721. Proceeding of. Second Added Value Of Energy Resources. 2 nd AvoER Palembang, Juli 2009 DOK.KTI 721 Proceeding of Second Added Value Of Energy Resources 2 nd AvoER 2009 Palembang, 29 30 Juli 2009 PENINGKATAN EFISIENSI KAPASITAS KAMAR PENGERING SIT ASAP DENGAN PEMANFAATAN SINAR MATAHARI Mili

Lebih terperinci

PETANI DI BABEL MASIH MENGGUNAKAN TAWAS SEBAGAI KOAGULAN LATEKS

PETANI DI BABEL MASIH MENGGUNAKAN TAWAS SEBAGAI KOAGULAN LATEKS Anjloknya harga karet Indonesia akhir-akhir ini berkaitan erat dengan kualitas bokar (bahan olah karet) yang diproduksi oleh petani, dimana dalam pengolahan bokar-nya masih banyak petani karet yang mempergunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian, Rancangan Penelitian atau Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah quasi experiment (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian non randomized pretest-postest

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit bebas bulu dan urat di bawah kulit. Pekerjaan penyamakan kulit mempergunakan air dalam jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Produksi Karet Indonesia Berdasarkan Kepemilikan Lahan pada Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Produksi Karet Indonesia Berdasarkan Kepemilikan Lahan pada Tahun Produksi (Ton) A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Tanaman karet merupakan tanaman tahunan dengan bentuk pohon batang lurus. Bagian yang dipanen dari tanaman karet adalah getah atau lateks. Lateks tanaman karet banyak digunakan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Kuantitas Air Limbah Untuk kuantitas dapat dilakukan dengan menghitung debit limbah cair dan beban pencemaran. Untuk analisa kualitas dengan cara menghitung efesiensi

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES PIROLISIS ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA DAN APLIKASINYA SEBAGAI KOAGULAN LATEKS

OPTIMASI PROSES PIROLISIS ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA DAN APLIKASINYA SEBAGAI KOAGULAN LATEKS JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.1 ; Juni 2015 OPTIMASI PROSES PIROLISIS ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA DAN APLIKASINYA SEBAGAI KOAGULAN LATEKS JAKA DARMA JAYA 1, NURYATI 1, BADRI 2 1 Staff Pengajar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. KARET ALAM DAN KARET ALAM PADAT (SIR 20) Karet alam adalah senyawa hidrokarbon yang dihasilkan melalui penggumpalan getah dari hasil penyadapan tanaman tertentu. Getah tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah perkebunan kelapa sawit adalah limbah yang berasal dari sisa tanaman yang tertinggal pada saat pembukaan areal perkebunan, peremajaan dan panen kelapa sawit.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir-hampir 0,1% dari padanya berupa benda-benda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing,

BAB I PENDAHULUAN. dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri rumah tangga yang sering dipermasalahkan karena limbahnya yang berpotensi mencemari lingkungan yang ada di sekitarnya

Lebih terperinci

TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK

TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK TUGAS SANITASI MASYARAKAT TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK Disusun Oleh : KELOMPOK Andre Barudi Hasbi Pradana Sahid Akbar Adi Gadang Giolding Hotma L L2J008005 L2J008014 L2J008053 L2J008078

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN)

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Karet di Propinsi Lampung Perkebunan karet di Provinsi Lampung menurut status pengusahaanya dibedakan menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua makhluk hidup. Maka, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. JenisPenelitian, Rancangan Penelitian atau Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah quasi experiment (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian non randomized pretest-postest

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH PEWARNAAN KONVEKSI DENGAN BANTUAN ADSORBEN AMPAS TEBU DAN ACTIVATED SLUDGE

PENGOLAHAN LIMBAH PEWARNAAN KONVEKSI DENGAN BANTUAN ADSORBEN AMPAS TEBU DAN ACTIVATED SLUDGE PENGOLAHAN LIMBAH PEWARNAAN KONVEKSI DENGAN BANTUAN ADSORBEN AMPAS TEBU DAN ACTIVATED SLUDGE Deddy Kurniawan W, Fahmi Arifan, Tri Yuni Kusharharyati Jurusan Teknik Kimia PSD III Teknik, UNDIP Semarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampui daya

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ASAP CAIR SERBUK KAYU SEBAGAI KOAGULAN BOKAR THE UTILIZATION OF LIQUID SMOKE FROM SAWDUST AS BOKAR COAGULANT. Abstrak

PEMANFAATAN ASAP CAIR SERBUK KAYU SEBAGAI KOAGULAN BOKAR THE UTILIZATION OF LIQUID SMOKE FROM SAWDUST AS BOKAR COAGULANT. Abstrak PEMANFAATAN ASAP CAIR SERBUK KAYU SEBAGAI KOAGULAN BOKAR THE UTILIZATION OF LIQUID SMOKE FROM SAWDUST AS BOKAR COAGULANT Eli Yulita (1), (2), (2) Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang (1) Fakultas

Lebih terperinci

Arang Tempurung Kelapa

Arang Tempurung Kelapa Arang Tempurung Kelapa Mengapa harus arang tempurung? Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), terutama minyak tanah, membuat masyarakat mencari alternatif lain untuk keperluan memasak. Salah satu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan suatu unsur penting dalam kehidupan manusia untuk berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat konsumsi air minum dalam kemasan semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Minyak dan lemak merupakan komponen utama bahan makanan yang juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Minyak dan lemak merupakan komponen utama bahan makanan yang juga BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak dan Lemak Minyak dan lemak merupakan komponen utama bahan makanan yang juga banyak di dapat di dalam air limbah. Kandungan zat minyak dan lemak dapat ditentukan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat,

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan di bidang industri dan teknologi membawa kesejahteraan khususnya di sektor ekonomi. Namun demikian, ternyata juga menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Sebelum dibuang ke lingkungan, keberadaan suatu limbah membutuhkan pengolahan dan pengendalian agar tidak terjadi pencemaran lingkungan yang tidak terkendali. Sehingga, setiap

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar dunia.

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar dunia. 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar dunia. Khususnya Indonesia kontribusi sebesar 26 persen dan total produksi karet alam dunia. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota besar, semakin banyak didirikan Rumah Sakit (RS). 1 Rumah Sakit sebagai sarana upaya perbaikan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Pengolahan Hasil Perkebunan STIPAP Medan. Waktu penelitian dilakukan pada

METODE PENELITIAN. Pengolahan Hasil Perkebunan STIPAP Medan. Waktu penelitian dilakukan pada II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan STIPAP Medan. Waktu penelitian dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

BAB 3 ALAT DAN BAHAN. 1. Gelas ukur 25mL Pyrex. 2. Gelas ukur 100mL Pyrex. 3. Pipet volume 10mL Pyrex. 4. Pipet volume 5mL Pyrex. 5.

BAB 3 ALAT DAN BAHAN. 1. Gelas ukur 25mL Pyrex. 2. Gelas ukur 100mL Pyrex. 3. Pipet volume 10mL Pyrex. 4. Pipet volume 5mL Pyrex. 5. BAB 3 ALAT DAN BAHAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat- alat 1. Gelas ukur 25mL Pyrex 2. Gelas ukur 100mL Pyrex 3. Pipet volume 10mL Pyrex 4. Pipet volume 5mL Pyrex 5. Buret 25mL Pyrex 6. Erlenmeyer 250mL

Lebih terperinci

RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR. Oleh DEDY BAHAR 5960

RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR. Oleh DEDY BAHAR 5960 RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR Oleh DEDY BAHAR 5960 PEMERINTAH KABUPATEN TEMANGGUNG DINAS PENDIDIKAN SMK NEGERI 1 (STM PEMBANGUNAN) TEMANGGUNG PROGRAM STUDY KEAHLIAN TEKNIK KIMIA KOPETENSI KEAHLIAN KIMIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan sektor industri menjadi salah satu sektor penting, dimana keberadaannya berdampak positif dalam pembangunan suatu wilayah karena dengan adanya industri maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi yang cukup besar untuk pengembangan industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh cukup pesat. Pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan dan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lateks adalah cairan koloid yang berwarna putih susu yang diperoleh dari pohon karet (Havea Brasiliensis) dengan partikel-partikel karet terdispersi air. Lateks dikenal

Lebih terperinci

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010 PARAMETER BIOLOGIS BADAN AIR SUNGAI NGRINGO SEBAGAI DAMPAK INDUSTRI TEKSTIL Nanik Dwi Nurhayati Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta Email: nanikdn@uns.ac.id ABSTRAK Berbagai bakteri

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SIRUP, KECAP DAN SAOS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SIRUP, KECAP DAN SAOS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SIRUP, KECAP DAN SAOS 12.1. Pendahuluan Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi, kwalitas lingkungan hidup juga menurun

Lebih terperinci

Analisis Zat Padat (TDS,TSS,FDS,VDS,VSS,FSS)

Analisis Zat Padat (TDS,TSS,FDS,VDS,VSS,FSS) Analisis Zat Padat (TDS,TSS,FDS,VDS,VSS,FSS) Padatan (solid) merupakan segala sesuatu bahan selain air itu sendiri. Zat padat dalam air ditemui 2 kelompok zat yaitu zat terlarut seperti garam dan molekul

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU TERHADAP KESTABILAN INTENSITAS BERKAS CAHAYA PADA LATEKS

PENGARUH WAKTU TERHADAP KESTABILAN INTENSITAS BERKAS CAHAYA PADA LATEKS Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik Ke-5 ISSN : 2477-3298 PENGARUH WAKTU TERHADAP KESTABILAN INTENSITAS BERKAS CAHAYA PADA LATEKS Januar Arif Fatkhurrahman 1 dan Ikha Rasti Julia Sari 1

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES

II. DESKRIPSI PROSES II. DESKRIPSI PROSES A. Jenis-Jenis Proses Proses pembuatan pulp adalah pemisahan lignin untuk memperoleh serat (selulosa) dari bahan berserat. Oleh karena itu selulosa harus bersih dari lignin supaya

Lebih terperinci

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS 6.1 Pre Eksperimen BAB VI HASIL Sebelum dilakukan eksperimen tentang pengolahan limbah cair, peneliti melakukan pre eksperimen untuk mengetahui lama waktu aerasi yang efektif menurunkan kadar kandungan

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Bokar Bersih

Teknologi Pengolahan Bokar Bersih Teknologi Pengolahan Bokar Bersih Afrizal Vachlepi disampaikan pada Bimbingan Teknis Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan Berbasis GMP Direktorat Jenderal Perkebunan Pusat Penelitian Karet 23-27 Mei 2016

Lebih terperinci

KELAYAKAN PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAHU PADA INDUSTRI KECIL DI DUSUN CURAH REJO DESA CANGKRING KECAMATAN JENGGAWAH KABUPATEN JEMBER

KELAYAKAN PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAHU PADA INDUSTRI KECIL DI DUSUN CURAH REJO DESA CANGKRING KECAMATAN JENGGAWAH KABUPATEN JEMBER KELAYAKAN PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAHU PADA INDUSTRI KECIL DI DUSUN CURAH REJO DESA CANGKRING KECAMATAN JENGGAWAH KABUPATEN JEMBER Elida Novita*, Iwan Taruna, Teguh Fitra Wicaksono Jurusan Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M. Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : 35410453 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.T TUGAS AKHIR USULAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas manusia yang semakin beragam di berbagai sektor sekarang ini sehingga menimbulkan dampak positif dan dampak negatif, salah satu dampak negatif dari aktivitas

Lebih terperinci

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi jasa di DKI Jakarta, kualitas lingkungan hidup juga menurun akibat pencemaran. Pemukiman yang padat,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. fisika dan daya tahan karet dipakai untuk produksi-produksi pabrik yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. fisika dan daya tahan karet dipakai untuk produksi-produksi pabrik yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karet Alam Karet alam adalah komoditi homogen yang cukup baik. Karet mempunyai daya lentur yang sangat tinggi, kekuatan tarik dan dapat dibentuk dengan panas yang rendah, daya

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN SAMPAH ORGANIK MENJADI BRIKET ARANG DAN ASAP CAIR

PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN SAMPAH ORGANIK MENJADI BRIKET ARANG DAN ASAP CAIR PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN SAMPAH ORGANIK MENJADI BRIKET ARANG DAN ASAP CAIR Nisandi Alumni Mahasiswa Magister Sistem Teknik Fakultas Teknik UGM Konsentrasi Teknologi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah

Lebih terperinci

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan

Lebih terperinci

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd PENCEMARAN LINGKUNGAN Purwanti Widhy H, M.Pd Pengertian pencemaran lingkungan Proses terjadinya pencemaran lingkungan Jenis-jenis pencemaran lingkungan PENGERTIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN Berdasarkan UU Pokok

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya kegiatan manusia akan menimbulkan berbagai masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampaui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan

BAB I PENDAHULUAN. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pabrik tahu merupakan industri kecil (rumah tangga) yang jarang memiliki instalasi pengolahan limbah dengan pertimbangan biaya yang sangat besar dalam pembangunan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi pertanian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Karet di Provinsi Lampung Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi pertanian penting di lingkungan Internasional dan juga Indonesia. Di Indonesia

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. air limbah. Air limbah domestik ini mengandung kotoran manusia, bahan sisa

BAB I PENDAHULUAN. air limbah. Air limbah domestik ini mengandung kotoran manusia, bahan sisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekitar 80% air minum yang digunakan oleh manusia dibuang atau menjadi air limbah. Air limbah domestik ini mengandung kotoran manusia, bahan sisa pencucian barang

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH PABRIK MIE INSTAN

PENGOLAHAN LIMBAH PABRIK MIE INSTAN PENGOLAHAN LIMBAH PABRIK MIE INSTAN Di sususn oleh 1. Intan Rosita Maharani (P27834113004) 2. Burhan Handono (P27834113013) 3. Amalia Roswita (P27834113022) 4. Fitriyati Mukhlishoh (P27834113031) 5. Moch.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ASAP CAIR SERBUK KAYU SEBAGAI KOAGULAN BOKAR THE UTILIZATION OF LIQUID SMOKE FROM SAWDUST AS BOKAR COAQULANT

PEMANFAATAN ASAP CAIR SERBUK KAYU SEBAGAI KOAGULAN BOKAR THE UTILIZATION OF LIQUID SMOKE FROM SAWDUST AS BOKAR COAQULANT Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 22 No. 1 Tahun 2011 Hal. 35-40 PEMANFAATAN ASAP CAIR SERBUK KAYU SEBAGAI KOAGULAN BOKAR THE UTILIZATION OF LIQUID SMOKE FROM SAWDUST AS BOKAR COAQULANT Eli Yulita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan industri adalah salah satu kegiatan sektor ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kontribusi sektor industri terhadap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Limbah merupakan sisa suatu kegiatan atau proses produksi yang antara lain dihasilkan dari kegiatan rumah tangga, industri, pertambangan dan rumah sakit. Menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Peningkatan luas lahan perkebunan kelapa sawit telah mampu meningkatkan kuantitas produksi minyak sawit mentah dan minyak inti sawit dan menempatkan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL Berdasarkan hasil pengamatan sarana pengolahan limbah cair pada 19 rumah sakit di Kota Denpasar bahwa terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan mobilitas

Lebih terperinci

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA 2. 1 Pengumpulan Air Limbah Air limbah gedung PT. Sophie Paris Indonesia adalah air limbah domestik karyawan yang berasal dari toilet,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia modern saat ini banyak peralatan peralatan yang menggunakan bahan yang sifatnya elastis tidak mudah pecah bila jatuh dari suatu tempat. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB III PROSES PRODUKSI kg kering per hari adalah sebagai berikut :

BAB III PROSES PRODUKSI kg kering per hari adalah sebagai berikut : BAB III PROSES PRODUKSI III.1 Pengolahan Crumb Rubber Flow process pabrik pengolahan Crumb Rubber Gunung Para kapasitas 30.000 kg kering per hari adalah sebagai berikut : III.1.1. Penerimaan coumpound

Lebih terperinci

Sewage Treatment Plant

Sewage Treatment Plant Sewage Treatment Plant Sewage Treatment Plant Adalah sebuah sistem pengolahan air limbah menjadi air berkualitas 3, yang kemudian bisa dimanfaatkan untuk menyiram tanaman atau dibuang ke saluran pembuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Produksi minyak kelapa sawit Indonesia saat ini mencapai

Lebih terperinci