PENGARUH JENIS BAHAN PENYAMAK TERHADAP KUALITAS KULIT IKAN NILA TERSAMAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH JENIS BAHAN PENYAMAK TERHADAP KUALITAS KULIT IKAN NILA TERSAMAK"

Transkripsi

1 PENGARUH JENIS BAHAN PENYAMAK TERHADAP KUALITAS KULIT IKAN NILA TERSAMAK Maya Astrida 1), Latif Sahubawa 1), Ustadi 1) Abstract Tanning agent influenced to leather quality and the influence is difference for each tanning methods. The research aimed to know the influence of tanning agent kinds toward quality of tilapia leather and also to know which tanning agent kinds gave the best tilapia leather. Completely Randomized Design (CRD) was used in this research. The research use 3 replication and 3 treatment variations of tanning agent kinds, they are : mimosa (P1), formaldehyde (P2), and chrom (P3). The process to start from phase of pretanning, tanning, pascatanning until finishing. The leather was analyzed for softnees, tearing strength, tensile strength, elongation at break, and shrinkage temperature. Data were analyzed using ANOVA if there was any significant difference, they were further analyzed with Duncan Multiple Range Test (DMRT) (α = 0,05). The result of research showed that tanning agent kinds give the influence to quality of tensile strength and elongation at break but did not give the influence to quality of softnees, tearing strength, and shrinkage temperature. The result showed that all of tanning agent kinds produced leather that were in accordance with Indonesian National Standard (SNI) Chrom is tanning agent give the best tilapia leather. But, formalin is tanning agent give the effective method. Key words : influence, leather, quality, tanning agent, tylapia. A. Pengantar Saat ini, permintaan produk ikan nila terus meningkat sehingga memicu perkembangan budidaya ikan nila yang juga terus menjamur. Pada tahun 2005 potensi budidaya ikan nila sebesar 227 ribu ton. Potensi sumberdaya perikanan laut Indonesia ± 6,4 juta ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan 4,41 juta ton/tahun dari jumlah ikan yang dapat ditangkap (JBJ 80%) (Anonim, 2006). Namun, peningkatan nilai tambah (value added) hasil sampingan industri perikanan secara maksimal dan berkelanjutan melalui usaha diversifikasi produk masih sangat sedikit jumlahnya. Padahal, usaha perikanan berpotensi untuk dikembangkan sebagai usaha produktif, sumber pendapatan, penyediaan lapangan usaha baru, serta sebagai komoditas unggulan lokal yang berpotensi sebagai sumber pendapatan daerah dan devisa (Sahubawa dkk, 2007). Pembangunan perikanan mampu meningkatkan devisa negara melalui ekspor beberapa jenis komoditi hasil perikanan, baik dari kegiatan penangkapan, budidaya, maupun pengolahannya (Dahuri, 2002). Salah satu jenis ikan air tawar yang saat ini sangat digemari masyarakat dan semakin meningkat permintaannya oleh konsumen dunia adalah ikan nila. Ikan nila merupakan salah satu komoditi ekspor perikanan yang memberikan devisa bagi negara. Sebagian besar produksi ikan nila di Indonesia merupakan komoditi ekspor dalam bentuk fillet beku. Bagian tubuh ikan nila yang diekspor adalah dagingnya sedangkan sisanya merupakan limbah yang belum banyak dimanfaatkan, diantaranya berupa kulit. Ikan nila sangat digemari pelaku usaha karena mudah dibudidayakan, produktivitas tinggi, dapat mencapai ukuran besar (ekspor), jenis ikan karnivorus, memiliki konversi pakan yang tinggi, tahan terhadap serangan penyakit, dan bergizi tinggi. Usaha pengembangan perikanan ikan nila memiliki potensi ekonomi cukup besar untuk dikembangkan secara berkelanjutan karena didukung dengan ketersediaan SDM dan permintaan pasar lokal serta internasional yang meningkat (Sahubawa dkk, 2007). Sebagian besar produk ikan nila (Oreochromis sp.) di Indonesia merupakan komoditi ekspor dalam bentuk fillet beku. Prospek pasar nila sangat luas dan semakin meningkat permintaannya, baik untuk pasar lokal maupun ekspor. Berdasarkan data American Tilapia 1) = Jurusan Perikanan & Kelautan Fak. Pertanian UGM Hal. 100

2 Association disebutkan bahwa ekspor ikan nila Indonesia ke Amerika tahun 2005 sebesar ton dengan nilai US $ dari total ekspor ikan ke Amerika sebesar ton dengan nilai US $ Komoditi ekspor nila Indonesia umumnya dalam bentuk fillet dan utuh segar beku, yang menduduki urutan ke-5 setelah Taiwan, Kolombia, Kostarika, dan Ekuador. Produksi ikan nila telah memberikan kontribusi terhadap pasar perikanan dunia (Sahubawa dkk, 2007). Menurut Sahubawa dkk (2007), hasil sampingan pengolahan fillet nila adalah kulitnya yang hingga kini belum dimanfaatkan secara optimal. Biasanya, limbah kulit nila hasil sampingan proses pengolahan, dibuang ke lingkungan atau dijual dengan harga murah untuk pakan ternak. Padahal, kulit nila dapat diolah menjadi produk barang kulit komersial sehinggga mempunyai nilai ekonomis untuk diperdagangkan. Kulit nila jika dimanfaatkan dengan teknologi penyamakan dapat menghasilkan produk barang kulit yang memiliki nilai ekonomi tinggi serta prospek pasar yang cerah karena kulit nila yang sudah disamak memiliki kualitas yang hampir setara dengan kulit reptil. Selain itu, pada kulit nila akan terlihat motif yang indah seperti motif pada kulit reptil yang memperlihatkan bentuk tiga dimensi. Penyamakan kulit merupakan suatu cara pengolahan untuk mengubah kulit mentah hewan besar (hides) dan hewan kecil (skins) menjadi kulit tersamak (leather). Penyamakan juga bertujuan untuk mengubah protein kulit mentah yang bersifat mudah rusak menjadi tidak mudah rusak sehingga kulit menjadi tidak mudah busuk dan dapat dijadikan berbagai macam barang kulit (Sudarjo, 1984). Dalam menghasilkan kulit nila tersamak berkualitas baik maka proses penyamakannya harus baik pula. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam proses penyamakan adalah penggunaan bahan penyamak (tanning agent). Metode penyamakan yang beberapa macam akan memberikan hasil kulit tersamak yang berbeda (Mann, 1960). Setiap bahan penyamak mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing (Gustavson, 1956a). Menurut Raharjo dkk. (1990), sifat bahan penyamak sangat berpengaruh terhadap kualitas fisik kulit dan kualitas organoleptik kulit tersamak. Oleh karena itu, perlu adanya kajian yang lebih mendalam mengenai pengaruh jenis bahan penyamak (mimosa, formalin, dan krom) terhadap kualitas kulit nila tersamak. Dengan penelitian ini diharapkan dapat mengetahui jenis bahan penyamak yang baik dalam menghasilkan kulit nila tersamak paling baik. B. Metode Penelitian 1. Alat Pisau seset, timbangan, gelas ukur, ember plastik, mangkuk kecil, kertas ph, termometer, sarung tangan, sendok pengaduk, papan stacking, papan kuda-kuda, papan pentang, softness tester, tensile strength tester. 2. Bahan Kulit ikan nila (Oreochromis sp.), air (H 2 O), natrium karbonat (soda abu) (Na 2 CO 3 ), natrium sulfida (Na 2 S), amonium sulfat (ZA), minyak sintetis, teepol, natrium bikarbonat (soda kue) (NaHCO 3 ), kapur (Ca(OH) 2 ), asam formiat (FA) (HCOOH), asam sulfat (H 2 SO 4 ), antiseptic (cortimol). Bahan penyamak (mimosa, formalin, krom), syntan, oropon OR, garam. 3. Tata Laksana Penelitian a. Preparasi bahan baku Hal. 101

3 Bahan baku kulit nila diperoleh dari perusahaan yang memproduksi fillet ikan nila, yaitu AQUAFARM. Kulit nila yang diperoleh dalam bentuk kulit segar dengan berat 1 kg menghasilkan 30 lembar kulit nila dan tebalnya ± 0,1 mm. b. Proses Pra Penyamakan 1). Pembuangan daging (fleshing) Tahap pertama yang dilakukan pada proses penyamakan kulit nila, yaitu pemisahan kulit nila dari dagingnya. 2). Penimbangan Penimbangan ada dua, yaitu penimbangan kulit nila dan penimbangan bahan-bahan kimia. 3). Pencucian kulit nila Kulit nila dicuci bersih dengan cara memasukkan kulit nila kedalam ember plastik yang berisi air kemudian kulit nila diaduk-aduk. 4). Perendaman (soaking) Proses perendaman (soaking) dilakukan dengan cara merendam kulit nila dalam larutan air sebesar 600% dari berat kulit nila. Selanjutnya ditambahkan 0,5% wetting agent, 0,5% soda abu dan 0,05% antiseptic kemudian larutan tersebut diaduk selama 10 menit lalu didiamkan selama 15 menit dan seterusnya dilakukan pengadukan hingga 2 kali. Setelah itu, kulit nila dicuci bersih. 5). Pengapuran (liming) Proses pengapuran (liming) dilakukan dengan cara merendam kulit nila dalam larutan air sebesar 300% dari berat kulit nila. Selanjutnya ditambahkan 2% Na 2 S lalu diaduk selama 30 menit dan ditambah 4% kapur lalu diaduk kembali selama 20 menit kemudian didiamkan selama 30 menit. Setelah itu, larutan tersebut diaduk kembali selama 10 menit lalu didiamkan kembali selama 30 menit dan seterusnya dilakukan pengadukan hingga 3 kali. Selanjutnya larutan tersebut over night selama satu malam dan keadaan seluruh bagian kulit nila tercelup air. Keesokan harinya, larutan tersebut diaduk kembali selama 30 menit kemudian dicuci bersih. 6). Pembuangan kapur (deliming) Proses pembuangan kapur (deliming) dilakukan dengan cara merendam kulit nila dalam larutan air sebesar 300% dari berat kulit nila. Selanjutnya ditambahkan 1% ZA lalu diaduk selama 30 menit dan ditambah 0,5% FA yang dimasukkan secara dua tahap, setiap tahap diaduk 10 menit. Setelah itu, dilakukan pengecekan ph yang berkisar antara ). Pengikisan protein (bating) Proses pengikisan protein (bating) dilakukan dengan cara menambahkan 1% Oropon OR kedalam larutan deliming lalu diaduk selama 30 menit. 8). Pembuangan lemak (degreasing) Proses penghilangan lemak (degreasing) dilakukan dengan cara menambahkan 1% degreasing agent kedalam larutan bating lalu diaduk selama 30 menit kemudian kulit nila dicuci bersih. 9). Pengasaman (pickling) Proses pengasaman (pickling) dilakukan dengan cara merendam kulit nila dalam larutan air sebesar 200% dari berat kulit nila. Selanjutnya ditambahkan 17% garam, Hal. 102

4 ditambahkan 1% FA yang dilakukan secara dua tahap dengan masing-masing pengadukan selama 15 menit. Selanjutnya ditambahkan 1,5% asam sulfat yang dilakukan secara tiga tahap dengan masing-masing pengadukan selama 15 menit lalu diaduk kembali selama 60 menit. Setelah itu, dilakukan pengecekan ph yang berkisar 2-3 lalu larutan tersebut diaduk kembali selama 60 menit. Larutan tersebut over night selama satu malam dan keadaan seluruh bagian kulit nila tercelup air. Keesokan harinya, larutan tersebut diaduk kembali selama 30 menit dan dilakukan pengecekan ph kembali. c. Proses penyamakan (penyamakan & penyamakan ulang) Proses penyamakan (tanning) dilakukan dengan cara merendam kulit nila dalam larutan air pickle sebesar 200% dari berat kulit nila. Selanjutnya, larutan tersebut dibagi menjadi tiga bagian dalam masing-masing wadah. Setiap wadah ditambahkan masingmasing bahan penyamak sebesar 10% yang berdasarkan berat kulit nila sesuai tiap-tiap perlakuan. Bagian I (wadah I) ditambahkan 10% mimosa dengan kadar tannin 20%, bagian II (wadah II) ditambahkan 10% formalin dengan kadar formalin 70%, dan bagian III (wadah III) ditambahkan 10% krom dengan basisitas 33%. Selanjutnya, tiap-tiap larutan diaduk selama 120 menit lalu ditambahkan 0,5% soda kue yang dilakukan secara tiga tahap dengan masing-masing pengadukan selama 15 menit. Setelah itu larutan diaduk kembali selama 60 menit kemudian dilakukan pengecekan ph. Selanjutnya dilakukan pengadukan kembali selama 60 menit. Larutan tersebut over night selama satu malam dan keadaan seluruh bagian kulit nila harus tercelup air. Hari berikutnya, larutan diaduk selama 30 menit dan dilakukan pengecekan ph, kemudian diuji parameter kemasakan kulit nila (boiling test). Proses penyamakan ulang (retanning) dilakukan dengan cara merendam kulit nila dalam larutan air bersuhu 50 0 C sebesar 200% dari berat kulit nila. Selanjutnya ditambahkan 6% syntan lalu diaduk selama 45 menit kemudian kulit nila dicuci bersih. d. Pasca Penyamakan 1). Peminyakan (fat liquoring) Proses peminyakan (fat liquoring) dilakukan dengan cara merendam kulit nila dalam larutan air bersuhu 70 0 C sebesar 100% dari berat kulit nila. Selanjutnya ditambahkan 6% minyak sintetis lalu diaduk selama 45 menit, ditambahkan 1% FA dan 0,05% antiseptic lalu diaduk kembali selama 20 menit. Setelah itu, dilakukan pengecekan ph kemudian kulit nila dicuci bersih. 2). Pengeringan (drying) Pengeringan dilakukan dengan cara menggantungkan kulit nila pada papan kuda-kuda yang diletakkan pada tempat tidak terkena sinar matahari langsung. 3). Peregangan (stacking) 4). Pelemasan kulit nila dapat dilakukan dengan menggunakan mesin ataupun tangan. 4. Parameter Pengamatan: Kelemasan kulit, Kekuatan sobek, Kekuatan tarik, Kemuluran, Suhu kerut kulit 5. Rancangan Penelitian Sampel kulit nila yang digunakan seragam sehingga untuk menganalisis data hasil penelitian digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal dengan perlakuan jenis bahan penyamak, yakni: 10% mimosa (p1), 10% formalin (p2), dan 10% krom (p3). Hal. 103

5 C. Hasil dan Pembahasan Penelitian ini menggunakan bahan baku kulit nila, dengan perlakuan yang dicobakan yaitu jenis bahan penyamak masing-masing: mimosa (p1), formalin (p2), dan krom (p3). Parameter kualitas fisik yang diamati adalah: (1) kelemasan, (2) kekuatan sobek, (3) kekuatan tarik, (4) kemuluran, dan (5) suhu kerut. Rekapitulasi data hasil pengujian parameter kualitas kulit nila tersamak dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Rekapitulasi data parameter kualitas kulit nila tersamak No Pengujian Perlakuan Standar Penerimaan Konsumen Mimosa (p1) Formalin (p2) Krom (p3) 1 Kelemasan (mm) 2,15 2,18 2,37 Min 2 mm (a) 2 Kekuatan Sobek (N/cm) 173,40 309,20 444,09 Min 150 N/cm (b) 3 Kekuatan Tarik (N/cm 2 ) 1750, , ,97 Min 1000 N/cm 2 (b) 4 Kemuluran (%) 24, ,33 Maks 30% (b) 5 Suhu Kerut ( 0 C) 86,33 87, Sumber : a = Anonim (2004) b = Anonim (1998) 1. Kelemasan (Softness, mm) Nilai rata-rata kelemasan kulit nila tersamak dari perlakuan mimosa (p1), formalin (p2), dan krom (p3), berturut-turut sebesar: 2,15 mm, 1,18 mm, dan 2,37 mm. Standar nilai kelemasan untuk kulit atasan sepatu dan suede leather minimal 2 mm (Anonim, 2004). Hal ini menunjukkan bahwa nilai kelemasan kulit nila tersamak pada semua perlakuan memenuhi standar penerimaan konsumen. Kulit nila tersamak yang memiliki nilai kelemasan sesuai standar penerimaan konsumen, jika dibuat barang jadi yang membutuhkan kelemasan seperti dompet, tas dan tempat handphone akan memberikan kenyamanan bagi konsumen dalam pemakaiannya. Trend/perubahan nilai kelemasan kulit tersamak masing-masing perlakuan terlihat pada Gambar 1. Dari gambar 1, terlihat bahwa huruf yang terletak di belakang angka mengindikasikan hasil uji Duncan tiap-tiap perlakuan. Perlakuan dengan kode huruf dibelakang angka yang sama menunjukkan perlakuan tersebut tidak berbeda nyata. Hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh nyata (p>0,05) dari tiap-tiap perlakuan terhadap kelemasan kulit nila tersamak. Kelemasan (mm) ,15a 2,18a 2,37a P1 P2 P3 Perlakuan (jenis bahan penyam ak) Gambar 1. Rerata nilai kelemasan kulit nila tersamak Hal. 104

6 Salah satu tahap penyamakan yang berpengaruh penting terhadap tingkat kelemasan kulit adalah proses peminyakan. Proses peminyakan bertujuan untuk memasukkan fat atau sejenis minyak ke dalam struktur kulit sehingga kulit mempunyai daya tolak yang baik terhadap air. Selain itu, peminyakan bertujuan untuk mendapatkan kulit yang lebih lemas, lebih fleksibel, lebih lunak, dan mempunyai kemuluran yang tinggi sesuai standar dan tujuan pemakaiannya (Purnomo, 2001). Proses penyamakan mengakibatkan jaringan kulit menjadi terbuka sehingga mempermudah meresapnya zat atau bahan penyamak ke dalam kulit. Hal itu menyebabkan bahan penyamak semakin sempurna berikatan dengan kolagen kulit yang membuat kulit semakin stabil sehingga kelemasan kulit semakin tinggi. 2. Kekuatan Sobek (Tearing Strength, N/cm) Data pengujian parameter kekuatan sobek kulit tersamak dari masing-masing perlakuan p1, p2, dam p3 adalah: 173,40 N/cm, 309,20 N/cm, dan 444,09 N/cm. Standar nilai kekuatan sobek kulit nila tersamak mengikuti standar kulit samak ular air tawar karena jenis dan tebal kulit nila hampir sama dengan kulit ular air tawar. Menurut Anonim (1998), standar nilai kekuatan sobek kulit samak ular air tawar adalah minimal 150 N/cm. Hal ini menunjukkan bahwa nilai kekuatan sobek kulit nila tersamak pada semua perlakuan memenuhi standar penerimaan konsumen, yang berarti kekuatan sobek kulit tersamak telah memenuhi standar SNI. Perubahan nilai kekuatan sobek kulit nila tersamak dari tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 2. Kekuatan Sobek (N/cm) ,40a 309,20a 444,09a P1 P2 P3 Perlakuan (jenis bahan penyam ak) Gambar 2. Rerata nilai kekuatan sobek kulit nila tersamak Angka yang ditunjukkan pada gambar 2, mengindikasikan nilai kekuatan sobek kulit nila tersamak tiap-tiap perlakuan. Perlakuan yang memiliki kode huruf dibelakang angka yang sama menunjukkan perlakuan tersebut tidak berbeda nyata. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, diketahui bahwa perlakuan tidak berpengaruh terhadap kekuatan sobek kulit nila tersamak. pada tingkat kepercayaan 95% (p>0,05). Kondisi tersebut dimaksudkan bahwa konsentrasi jenis bahan penyamakan tidak berpengaruh signifikan pada perubahan nilai kekuatan sobek kulit tersamak (Sahubawa, 2006). 3. Kekuatan Tarik (Tensile Strength, N/cm 2 ) Hasil pengujian kekuatan tarik kulit nila tersamak dari masing-masing perlakuan (p1, p2, dan p3) yaitu: 1750,08 N/cm 2, 2472,70 N/cm 2, dan 2529,97 N/cm 2. Hal ini menunjukkan bahwa nilai kekuatan tarik yang dihasilkan pada semua perlakuan memenuhi standar penerimaan konsumen (memenuhi kualitas). Standar nilai kekuatan tarik kulit nila tersamak mengikuti standar kulit samak ular air tawar karena jenis dan tebal kulit menyerupai kulit ular air tawar. Menurut Anonim (1998), standar nilai kekuatan tarik kulit ular air tawar tersamak adalah minimal N/cm 2. Trend perubahan nilai kekuatan tarik kulit nila tersamak tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 3. Hal. 105

7 Kekuatan Tarik (N/cm2) ,08a 2472,70b 2529,97b P1 P2 P3 Perlakuan (jenis bahan penyam ak) Gambar 3. Rerata nilai kekuatan tarik kulit nila tersamak Angka yang ditunjukkan pada gambar 3, mengindikasikan nilai kekuatan tarik kulit nila tersamak tiap-tiap perlakuan. Perlakuan dengan kode huruf p1, p2, dan p3 yang memiliki kode huruf dibelakang angka yang sama menunjukkan perlakuan tersebut tidak berbeda nyata (Gambar 3). Hasil analisis sidik ragam diketahui perlakuan yang dicobakan berpengaruh nyata terhadap kekuatan tarik kulit tersamak pada p<0,05. Hasil uji Duncan menunjukkan kekuatan tarik perlakuan p1 berbeda nyata dengan perlakuan p2 dan perlakuan p3. Namun demikian, perlakuan p2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan krom p3 pada p>0,05. Perlakuan mimosa (p1) berbeda nyata dengan perlakuan formalin (p2) dan perlakuan krom (p3) (p<0,05). Perlakuan p1 menghasilkan nilai kekuatan tarik yang paling rendah. Berdasarkan penelitian Untari dkk. (2005) pada penyamakan kulit skrotum domba, kulit yang disamak dengan bahan penyamak nabati memiliki kekuatan tarik yang rendah, karena kulit bahan penyamak nabati bersifat buffing effect, mempunyai daya serap air yang tinggi dengan sifat pewarnaan coklat muda. Buffing effect ialah sifat yang memungkinkan permukaan kulit menjadi keras dan tidak licin. Sifatsifat kulit dipengaruhi oleh banyaknya kandungan air yang terikat erat pada serat-serat kolagen. Kekuatan tarik akan menurun apabila serabut-serabut kolagen mengalami pembengkakan yang disebabkan oleh pengikatan molekul air (Anonim, 1989 cit Ayufita, 2002). Perlakuan p2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan p3 (p>0,05). Krom dan formalin menghasilkan kekuatan tarik kulit nila tersamak yang lebih baik dari mimosa. Kekuatan tarik kulit nila tersamak pada perlakuan formalin menunjukkan adanya beda nyata dengan perlakuan menggunakan bahan penyamak mimosa (p<0,05). Hal ini disebabkan sifat formalin yang memiliki daya aktivitas besar (mudah berikatan dengan kolagen kulit), yang pada akhirnya membentuk kompleks yang kuat sehingga kulit menjadi lebih padat (Raharjo dkk., 1990). Perlakuan p3 memberikan nilai kekuatan tarik yang paling besar. Menurut Gustavson (1956) cit Lutfie dkk. (1993), kulit yang disamak dengan krom menghasilkan sifat fisik kulit jadinya yang kuat. Menurut Untari dkk. (2005), penyamakan kulit skrotum domba dengan krom memberikan kekuatan tarik yang palinmg besar. 4. Kemuluran (Elongation at Break, %) Hasil pengamatan kemuluran kulit nila tersamak dari perlakuan mimosa p1, p2, dan p3 yaitu 24,67%, 28%, dan 29,33%. Standar nilai kemuluran kulit nila tersamak mengikuti standar kulit samak ular air tawar karena jenis dan tebal kulit nila hampir sama dengan kulit ular air tawar. Menurut Anonim (1998), standar nilai kemuluran kulit samak ular air tawar adalah maksimal 30 %. Hal ini menunjukkan bahwa nilai kemuluran kulit nila tersamak pada semua perlakuan memenuhi standar penerimaan konsumen (memenuhi standar). Hal. 106

8 Hasil analisis sidik ragam menunjukkan terdapat pengaruh nyata dari perlakuan yang dicobakan (p<0,05). Hasil uji Duncan menunjukkan kemuluran perlakuan p1 berbeda nyata dengan perlakuan p2 dan p3 (p<0,05), tetapi perlakuan p2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan p3 (p>0,05). Perlakuan p1 berbeda nyata dengan perlakuan p2 dan p3 (p<0,05). Perlakuan p1 menghasilkan kemuluran yang paling rendah. Berdasarkan penelitian Widari (2000) pada penyamakan kulit sapi bahwa kulit sapi samak nabati mempunyai kemuluran yang lebih rendah. Hal itu karena bahan penyamak nabati memberikan sifat daya serap air yang tinggi, buffing effect yang baik, dan sifat keras. Kulit nila tersamak memiliki nilai kemuluran sesuai standar penerimaan konsumen, jika dibuat barang jadi seperti dompet, tas dan tempat handphone akan memberikan kenyamanan bagi konsumen dalam pemakaiannya. Perubahan nilai kemuluran kulit nila tersamak tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada gambar 4. Pada Gambar 4, terlihat bahwa perlakuan yang memiliki kode huruf dibelakang angka yang sama menunjukkan perlakuan tersebut tidak berbeda nyata. Menurut Anonim (1989), kemuluran kulit mempunyai pengaruh besar pada produk sepatu yaitu pada saat pemanasan dengan mesin maka kulit akan pecah atau retak apabila persentase kemuluran kulitnya rendah. Bila persentase kemulurannya terlalu tinggi menyebabkan sepatu bertambah besar dan berubah bentuk selama penggunaannya karena kulit mengalami pertambahan panjang. Bahan penyamak nabati menyebabkan terjadinya rongga-rongga kosong pada struktur kulit samak karena bahan penyamak nabati tidak terserap seluruhnya ke dalam kulit. Hal ini dipengaruhi oleh besarnya molekul bahan penyamak nabati sehingga terjadinya endapan dalam larutan. Akibatnya, penetrasi bahan penyamak ke dalam kulit juga tidak sempurna sehingga rongga-rongga kosong, akibatnya kemulurannya akan rendah (Untari dkk. 2005). Proses penyamakan akan berlangsung sempurna apabila kolagen telah menyerap kira-kira separuh dari zat jumlah penyamak yang digunakan. Kemuluran (%) ,67a 28b 29,33b P1 P2 P3 Perlakuan (jenis bahan penyam ak) Gambar 4. Rerata nilai kemuluran kulit nila tersamak Nilai kemuluran dari perlakuan p2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan p3 (p>0,05). Bahan penyamak krom dan formalin menghasilkan kemuluran kulit nila tersamak yang lebih baik dari bahan penyamak mimosa. Kemuluran kulit nila tersamak pada perlakuan p2 berbeda nyata dengan perlakuan p1 (p<0,05). Hal ini disebabkan sifat formalin yang mempunyai daya samak besar (mudah meresap) sehingga cepat berikatan dengan kolagen kulit membentuk kompleks yang kuat. Dengan demikian, rongga-rongga yang kosong pada struktur kulit tersebut akan diisi bahan penyamak formalin dan menghasilkan kulit yang lebih padat (Raharjo dkk., 1990). Perlakuan p3 menghasilkan nilai kemuluran paling tinggi dibandingklan perlakuan p1 dan p2. Menurut Untari Hal. 107

9 dkk. (2005), penyamakan kulit skrotum domba bahwa dengan bahan penyamak krom menghasilkan kemuluran kulit tertinggi. Kulit jadi yang disamak dengan bahan penyamak krom mempunyai ciri-ciri daya tahan panas yang kuat, serat-seratnya halus dan mempunyai sifat elastis yang baik. 5. Suhu Kerut (Shrinkage Temperature, 0 C) Hasil pengujian suhu kerut kulit nila tersamak dari perlakuan p1, p2, dan p3 masingmasing: 86,33 0 C, 87,33 0 C, dan 88 0 C. Hal ini menunjukkan bahwa nilai suhu kerut kulit nila tersamak pada semua perlakuan memenuhi standar penerimaan konsumen (memenuhi kualitas). Dari hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa masing-masing perlakuan yang dicobakan tidak memberikan beda nyata pada suhu kerut kulit tersamak (p>0,05). Perubahan nilai suhu kerut kulit nila tersamak tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 5. Perlakuan yang memiliki kode huruf dibelakang angka yang sama menunjukkan perlakuan tersebut tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Berdasarkan Gambar 5, terlihat bahwa bahan penyamak mimosa, formalin dan krom tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap suhu kerut kulit tersamak. Suhu kerut erat kaitannya dengan kematangan kulit karena semakin banyak serabut kulit yang berikatan dengan bahan penyamak. Semakin matang kulit semakin tinggi suhu kerut sehingga kualitas kulit semakin baik karena ketahanan kulit terhadap panas (hidrothermal) semakin tinggi (Kurniani, 2007). Suhu kerut (shrinkage temperature) adalah temperatur produk yang cenderung mengakibatkan terjadinya penurunan daya ikat zat-zat yang terdapat didalam protein (Nayudama, 1978 cit. Ayufita, 2007). Besarnya ketahanan kulit tersamak terhadap panas (hidrothermal) sangat dipengaruhi oleh jenis dan jumlah bahan penyamak yang berikatan dengan protein kulit (Covington, 1994 cit. Kurniani, 2007). Suhu kerut adalah suhu dimana terjadi pengkerutan struktur kolagen. Pengkerutan terjadi karena adanya lipatan rantai polipeptida akibat putusnya kekuatan dari anyaman serabut oleh kondisi ekstrim seperti pemanasan pada suhu tinggi (Sarkar, 1995 cit. Kurniani, 2007). Suhu Kerut (0C) a 87.33a 88a P1 P2 P3 Perlakuan (jenis bahan penyam ak) Gambar 5. Rerata nilai suhu kerut kulit nila tersamak D. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan a. Penggunaan jenis bahan penyamak memberikan pengaruh terhadap kualitas kekuatan tarik dan kemuluran kulit nila tersamak. b. Penggunaan jenis bahan penyamak tidak memberikan pengaruh terhadap kualitas kelemasan dan kekuatan sobek kulit nila tersamak. Hal. 108

10 c. Bahan penyamak krom dan formalin adalah perlakuan yang menghasilkan kualitas kulit nila tersamak yang terbaik. d. Nilai parameter kelemasan, kekuatan tarik, kekuatan sobek, kemuluran dan suhu kerut kulit nila tersamak yang dihasilkan masing-masing perlakuan (mimosa, formalin dan mimosa), telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) Saran a. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang campuran persentase bahan penyamak mimosa, formalin, dan krom terhadap kualitas kulit nila tersamak. b. Untuk pengembangan usaha mikro atau kecil industri penyamakan kulit nila, sebaiknya menggunakan bahan penyamak formalin karena selain memenuhi SNI, kulit nila tersamak yang dihasilkan memiliki kenampakan yang baik dan secara ekonomi lebih menguntungkan. Daftar Pustaka Anonim Laporan Kegiatan Pengawasan Mutu dan Normalisasi Barang Kulit BBKKP. Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik, Yogyakarta. Anonim Standar Nasional Indonesia (SNI) Kulit Jadi dari Kulit Ular Air Tawar Samak Krom. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta. Anonim Burk s Bay TM. < lineoverview>. Diakses 4 Februari Anonim Direktorat Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. DKP, Jakarta. Ayufita, D.P Pengaruh Lama Perendaman dalam Garam Jenuh Terhadap Kualitas Fisik Kulit Pari Tersamak. Perikanan UGM, Yogyakarta. Dahuri Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan Orasi Ilmiah. Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB, Bogor. Gustavson, K. H. 1956a. The Chemistry of Tanning Processes. Academic Press. Inc Publisher, New York. Kurniani, A.G Pengaruh Metode Pengawetan Kulit Mentah Terhadap Kualitas Kulit Pari Tersamak. Perikanan UGM, Yogyakarta. Lutfie, Sudardjo, dan Sumarni, Penyamakan Kulit Itik. Proceedings Simposium Nasional Perkulitan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Barang Kulit, Karet dan Plastik, Yogyakarta. Mann, I Rural Tanning Techniques. Food and Agricultural Organization of The Limited Nation, Rome. Purnomo, E Penyamakan Kulit Reptil. Kanisius, Yogyakarta. Raharjo, S. Untari dan Susilowati, Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Penyamak dalam Penyamakan Kulit Bulu Terhadap Kualitas Kulit Bulu Samak Kelinci Rex. Proceedings Seminar Sehari HAKTKI. Himpunan Ahli Kimia dan Teknologi Kulit Indonesia. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Barang Kulit, Karet dan Plastik, Yogyakarta. Sahubawa, L., Teknologi Pengolahan Kulit Ikan. Bahan Ajar Pengolahan Hasil Perikanan, Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Jurusan Ilmu Perikanan Fakultas Pertanian UGM. Hal. 109

11 Sahubawa, L., S. Untari, dan Susilowati Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Berbasis Pengembangan Usaha Ikan Nila Terpadu Sebagai Komoditas Unggulan Kabupaten Sragen. Pusat Studi Sumberdaya dan Teknologi Kelautan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sudarjo, Teknologi Penyamakan Kulit. Edisi ke III. Pusat Pembinaan Latihan Keterampilan dan Kejuruan Industri. Akademi Teknologi Kulit, Yogyakarta. Untari, S., Jayusman, dan Nainggolan, Berbagai Macam Bahan Penyamak (Mineral, Nabati dan Sintetis) untuk Penyamakan Kulit Skrotum Domba. Kumpulan Makalah Sri Untari. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Barang Kulit, Karet dan Plastik, Yogyakarta. Widari, Pengaruh Bahan Penyamak Terhadap Sifat Fisis Kulit Teknis Untuk Suku Cadang Mesin Tekstil. Seminar Nasional Industri Kulit, Karet, dan Plastik. BBKKP, Yogyakarta. Hal. 110

KAJIAN PENGGUNAAN BAHAN PENYAMAK NABATI (MIMOSA) TERHADAP KUALITAS FISIK KULIT KAKAP MERAH TERSAMAK

KAJIAN PENGGUNAAN BAHAN PENYAMAK NABATI (MIMOSA) TERHADAP KUALITAS FISIK KULIT KAKAP MERAH TERSAMAK KAJIAN PENGGUNAAN BAHAN PENYAMAK NABATI (MIMOSA) TERHADAP KUALITAS FISIK KULIT KAKAP MERAH TERSAMAK Oleh: Melawati Susanti 1), Latif Sahubawa 1), Iwan Yusuf 1), Abstrak Kulit ikan kakap merah mempunyai

Lebih terperinci

D. Teknik Penyamakan Kulit Ikan

D. Teknik Penyamakan Kulit Ikan D. Teknik Penyamakan Kulit Ikan 1. Teknik Pengawetan Kulit mentah adalah kulit yang didapat dari hewan dan sudah dilepas dari tubuhnya (Anonim, 1996a). Kulit segar yang baru lepas dari tubuh hewan mudah

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI MIMOSA TERHADAP SIFAT FISIK KULIT IKAN PARI TERSAMAK

PENGARUH KONSENTRASI MIMOSA TERHADAP SIFAT FISIK KULIT IKAN PARI TERSAMAK 101 Full Paper Abstract PENGARUH KONSENTRASI MIMOSA TERHADAP SIFAT FISIK KULIT IKAN PARI TERSAMAK THE INFLUENCE OF MIMOSA CONCENTRATIONS ON THE PHYSICAL PROPERTIES OF TANNED STINGRAY LEATHER Ruth Y. Situmorang

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN LEMAK AYAM RAS PEDAGING DAN MINYAK KELAPA SEBAGAI BAHAN PERMINYAKAN KULIT SAMAK KAMBING

KAJIAN PEMANFAATAN LEMAK AYAM RAS PEDAGING DAN MINYAK KELAPA SEBAGAI BAHAN PERMINYAKAN KULIT SAMAK KAMBING KAJIAN PEMANFAATAN LEMAK AYAM RAS PEDAGING DAN MINYAK KELAPA SEBAGAI BAHAN PERMINYAKAN KULIT SAMAK KAMBING (Study of broiler fat and coconut oil as material fatliquoring the quality of goat tanning leather)

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PERENDAMAN DENGAN ENZIM PAPAIN PADA PROSES BATING TERHADAP KUALITAS KULIT IKAN NILA (Oreochromis niloticus) SAMAK

PENGARUH LAMA PERENDAMAN DENGAN ENZIM PAPAIN PADA PROSES BATING TERHADAP KUALITAS KULIT IKAN NILA (Oreochromis niloticus) SAMAK PENGARUH LAMA PERENDAMAN DENGAN ENZIM PAPAIN PADA PROSES BATING TERHADAP KUALITAS KULIT IKAN NILA (Oreochromis niloticus) SAMAK The Effect of Long Soaking with Papain Enzyme on Bating Process to Quality

Lebih terperinci

reversible yaitu kulit awetan harus dapat dikembalikan seperti keadaan semula (segar). Untari, (1999), mengemukakan bahwa mikro organisme yang ada pad

reversible yaitu kulit awetan harus dapat dikembalikan seperti keadaan semula (segar). Untari, (1999), mengemukakan bahwa mikro organisme yang ada pad METODA PENGAWETAN KULIT BULU (FUR) KELINCI REX DENGAN CARA PENGGARAMAN KERING (DRY SALTING) ROSSUARTINI DAN R. DENNY PURNAMA Balai Penelitian Ternak, PO Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN Berbagai metoda pengawetan

Lebih terperinci

PERBEDAAN KONSENTRASI MIMOSA PADA PROSES PENYAMAKAN TERHADAP KUALITAS FISIK DAN KIMIA IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

PERBEDAAN KONSENTRASI MIMOSA PADA PROSES PENYAMAKAN TERHADAP KUALITAS FISIK DAN KIMIA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PERBEDAAN KONSENTRASI MIMOSA PADA PROSES PENYAMAKAN TERHADAP KUALITAS FISIK DAN KIMIA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) The Difference Concentration of Mimosa in Tanning Process on Physical and Chemical

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENYAMAKAN KULIT MENGGUNAKAN GAMBIR PADA ph 4 DAN 8

KARAKTERISTIK PENYAMAKAN KULIT MENGGUNAKAN GAMBIR PADA ph 4 DAN 8 KARAKTERISTIK PENYAMAKAN KULIT MENGGUNAKAN GAMBIR PADA ph 4 DAN 8 (Characteristics of Tanning Leather Using Gambir on ph 4 and 8) Ardinal 1, Anwar Kasim 2 dan Sri Mutiar 3 1 Baristand Industri Padang,

Lebih terperinci

PENYAMAKAN KULIT BULU DOMBA DENGAN METODE KHROM DALAM UPAYA PEMANFAATAN HASIL SAMPING PEMOTONGAN TERNAK

PENYAMAKAN KULIT BULU DOMBA DENGAN METODE KHROM DALAM UPAYA PEMANFAATAN HASIL SAMPING PEMOTONGAN TERNAK PENYAMAKAN KULIT BULU DOMBA DENGAN METODE KHROM DALAM UPAYA PEMANFAATAN HASIL SAMPING PEMOTONGAN TERNAK ZULQOYAH LAYLA DAN SITI AMINAH Balai Penelitian Ternak, PO Box 221 Bogor RINGKASAN Kulit mentah diantaranya

Lebih terperinci

PENYAMAKAN KULIT. Cara penyamakan melalui beberapa tahapan proses dan setiap tahapan harus berurutan tidak bisa di balak balik,

PENYAMAKAN KULIT. Cara penyamakan melalui beberapa tahapan proses dan setiap tahapan harus berurutan tidak bisa di balak balik, PENYAMAKAN KULIT Suatu kegiatan untuk mengubah kulit yang sifatnya labil menjadi kulit yang sifatnya stabil, yaitu dengan cara menghilangkan komponen-komponen yang ada didalam kulit yang tidak bermanfaat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. LatarBelakang. Menurut data Ditjennak (2012) pada tahun 2012 pemotongan tercatat

PENDAHULUAN. LatarBelakang. Menurut data Ditjennak (2012) pada tahun 2012 pemotongan tercatat PENDAHULUAN LatarBelakang Menurut data Ditjennak (2012) pada tahun 2012 pemotongan tercatat sebanyak 2.298.864 sapi potong, 175.741 kerbau, 2.790.472 kambing dan 1.299.455 domba. Dari angka itu diperkirakan

Lebih terperinci

Jajang Gumilar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Jajang Gumilar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2005, VOLUME 5 NOMOR 2, (70 74) Pengaruh Penggunaan Berbagai Tingkat Asam Sulfat (H 2 SO 4 ) pada Proses Pikel terhadap Kualitas Kulit (The Effects of Sulfuric Acid (H 2 SO

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI BAHAN MINYAK DALAM PROSES PEMINYAKAN TERHADAP KUALITAS KULIT IKAN NILA (Oreochromis niloticus) SAMAK

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI BAHAN MINYAK DALAM PROSES PEMINYAKAN TERHADAP KUALITAS KULIT IKAN NILA (Oreochromis niloticus) SAMAK PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI BAHAN MINYAK DALAM PROSES PEMINYAKAN TERHADAP KUALITAS KULIT IKAN NILA (Oreochromis niloticus) SAMAK The Effect of Fatliquoring with Material and Oil Concentration on Quality

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH BAHAN PENYAMAK ALAMI (MIMOSA) TERHADAP KUALITAS KULIT PARI TERSAMAK

KAJIAN PENGARUH BAHAN PENYAMAK ALAMI (MIMOSA) TERHADAP KUALITAS KULIT PARI TERSAMAK KAJIAN PENGARUH BAHAN PENYAMAK ALAMI (MIMOSA) TERHADAP KUALITAS KULIT PARI TERSAMAK The Influences of Natural Tanning Agent (Mimosa) on the Tanned Stringray Leather Quality Oleh Ambar Pertiwiningrum 1),

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT PENGGUNAAN MINYAK IKAN TERSULFIT PADA PROSES FAT LIQUORING

PENGARUH TINGKAT PENGGUNAAN MINYAK IKAN TERSULFIT PADA PROSES FAT LIQUORING PENGARUH TINGKAT PENGGUNAAN MINYAK IKAN TERSULFIT PADA PROSES FAT LIQUORING TERHADAP MUTU FISIK FUR KELINCI (THE EFFECT OF SULPHITED FISH OIL PRESENT ON FAT LIQUORING PROCESS TO PHYSICAL QUALITY OF RABBIT

Lebih terperinci

ALUR PROSES PENYAMAKAN

ALUR PROSES PENYAMAKAN PENYAMAKAN KULIT Suatu kegiatan untuk mengubah kulit yang sifatnya labil menjadi kulit yang sifatnya stabil, yaitu dengan cara menghilangkan komponen-komponen yang ada didalam kulit yang tidak bermanfaat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan baku utama dan bahan pembantu. Bahan baku utama yang digunakan adalah kulit kambing pikel dan

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XV (2): ISSN:

Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XV (2): ISSN: Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XV (2): 62-67 ISSN: 0853-6384 Full Paper PENYAMAKAN KULIT IKAN NILA (Oreochromis sp.) DENGAN PERLAKUAN PEMUCATAN (BLEACHING) MENGGUNAKAN PEROKSIDA TANNNING FOR FISH SKIN

Lebih terperinci

PROSES PRODUKSI INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT

PROSES PRODUKSI INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BAB III PROSES PRODUKSI INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT 3.1. Industri Penyamakan Kulit Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah berbagai macam kulit mentah, kulit setengah jadi (kulit pikel, kulit

Lebih terperinci

PENYAMAKAN KULIT IKAN PARI (DASYATIS SP.) DALAM PEMBUATAN PRODUK VAS BUNGA

PENYAMAKAN KULIT IKAN PARI (DASYATIS SP.) DALAM PEMBUATAN PRODUK VAS BUNGA Volume 5 No. 3 Oktober 2017 PENYAMAKAN KULIT IKAN PARI (DASYATIS SP.) DALAM PEMBUATAN PRODUK VAS BUNGA Khaeriyah Nur, Fahrullah, Selfin Tala dan Nur Asia Ibrahim khaeryahnur@gmail.com FAKULTAS PETERNAKAN,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit Komoditas kulit digolongkan menjadi dua golongan yaitu : (1) kulit yang berasal dari binatang besar (hide) seperti kulit sapi, kulit kerbau, kulit kuda, kulit banteng, kulit

Lebih terperinci

Influence of Gambier (Uncaria gambier) as Material Tanner at Tanning Process for Tilapia (Oreochromis niloticus) Physical Quality

Influence of Gambier (Uncaria gambier) as Material Tanner at Tanning Process for Tilapia (Oreochromis niloticus) Physical Quality PENGARUH PENGGUNAAN GAMBIR (Uncaria gambier) SEBAGAI BAHAN PENYAMAK PADA PROSES PENYAMAKAN KULIT TERHADAP KUALITAS FISIK KULIT IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Influence of Gambier (Uncaria gambier) as

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN ASAM SULFAT (H 2 SO 4 ) DAN ASAM FORMIAT (HCOOH) PADA PROSES PIKEL TERHADAP KUALITAS KULIT CRUST DOMBA PRIANGAN

PENGARUH PENGGUNAAN ASAM SULFAT (H 2 SO 4 ) DAN ASAM FORMIAT (HCOOH) PADA PROSES PIKEL TERHADAP KUALITAS KULIT CRUST DOMBA PRIANGAN PENGARUH PENGGUNAAN ASAM SULFAT (H 2 SO 4 ) DAN ASAM FORMIAT (HCOOH) PADA PROSES PIKEL TERHADAP KUALITAS KULIT CRUST DOMBA PRIANGAN Jajang Gumilar, Wendri S. Putranto, Eka Wulandari Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN AIR PADA INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT Sumber Air Yang Digunakan Pada Industri Penyamakan Kulit

PENGGUNAAN AIR PADA INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT Sumber Air Yang Digunakan Pada Industri Penyamakan Kulit BAB IV PENGGUNAAN AIR PADA INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT 4.1. Sumber Air Yang Digunakan Pada Industri Penyamakan Kulit Air yang digunakan pada industri penyamakan kulit biasanya didapat dari sumber : air sungai,

Lebih terperinci

Materi-1. PENGANTAR Manik-manik

Materi-1. PENGANTAR Manik-manik Materi-1. PENGANTAR Manik-manik JENIS IKAN PARI DENGAN KULIT PUNGGUNG YANG MEMILIKI MANIK-MANIK DAN MUTIARA I. PENDAHULUAN A. POTENSI PERIKANAN LAUT 1. POTENSI LESTARI (MSY) = 6,4 JUTA TON/THN. 2. POTENSI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu kerupuk berbahan baku pangan nabati (kerupuk singkong, kerupuk aci,

PENDAHULUAN. yaitu kerupuk berbahan baku pangan nabati (kerupuk singkong, kerupuk aci, 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerupuk adalah bahan cemilan bertekstur kering, memiliki rasa yang enak dan renyah sehingga dapat membangkitkan selera makan serta disukai oleh semua lapisan masyarakat.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Relugan GT 50, minyak biji karet dan kulit domba pikel. Relugan GT adalah nama produk BASF yang

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN ASAM SULFAT (H 2 SO 4 ) DAN ASAM FORMIAT (HCOOH) PADA PROSES PIKEL TERHADAP KUALITAS KULIT JADI (LEATHER) DOMBA GARUT

PENGARUH PENGGUNAAN ASAM SULFAT (H 2 SO 4 ) DAN ASAM FORMIAT (HCOOH) PADA PROSES PIKEL TERHADAP KUALITAS KULIT JADI (LEATHER) DOMBA GARUT PENGARUH PENGGUNAAN ASAM SULFAT (H 2 SO 4 ) DAN ASAM FORMIAT (HCOOH) PADA PROSES PIKEL TERHADAP KUALITAS KULIT JADI (LEATHER) DOMBA GARUT Jajang Gumilar, Wendri S. Putranto, Eka Wulandari Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

Kajian Penambahan Gambir sebagai Bahan Penyamak Nabati terhadap Mutu Kimiawi Kulit Kambing

Kajian Penambahan Gambir sebagai Bahan Penyamak Nabati terhadap Mutu Kimiawi Kulit Kambing Jurnal Peternakan Indonesia, Februari 2013 Vol 15 (1) ISSN 1907-1760 Kajian Penambahan Gambir sebagai Bahan Penyamak Nabati terhadap Mutu Kimiawi Kulit Kambing Study of Gambier Addition as Vegetable Tanner

Lebih terperinci

S) PADA PROSES PENGAPURAN TERHADAP UJI FISIK KULIT SAMAK IKAN BUNTAL (Arothon reticularis)

S) PADA PROSES PENGAPURAN TERHADAP UJI FISIK KULIT SAMAK IKAN BUNTAL (Arothon reticularis) 79 Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XVII (2): 79-84 ISSN: 0853-6384 PENGARUH NATRIUM SULFIDA (Na 2 S) PADA PROSES PENGAPURAN TERHADAP UJI FISIK KULIT SAMAK IKAN BUNTAL (Arothon reticularis) THE EFFECT

Lebih terperinci

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG (Study on Molasses as Additive at Organoleptic and Nutrition Quality of Banana Shell Silage) S. Sumarsih,

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM PERKARBONAT DAN JUMLAH AIR PADA PENYAMAKAN KULIT SAMOA TERHADAP MUTU KULIT SAMOA

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM PERKARBONAT DAN JUMLAH AIR PADA PENYAMAKAN KULIT SAMOA TERHADAP MUTU KULIT SAMOA Jurnal Teknologi Industri Pertanian (1):1-9 (1) Ono Suparno dan Eko Wahyudi PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM PERKARBONAT DAN JUMLAH AIR PADA PENYAMAKAN KULIT SAMOA TERHADAP MUTU KULIT SAMOA THE EFFECTS OF

Lebih terperinci

TINGKAT PENGGUNAAN BAHAN SAMAK CHROME PADA KULIT KELINCI SAMAK BULU DITINJAU DARI KEKUATAN SOBEK, KEKUATAN JAHIT, PENYERAPAN AIR DAN ORGANOLEPTIK

TINGKAT PENGGUNAAN BAHAN SAMAK CHROME PADA KULIT KELINCI SAMAK BULU DITINJAU DARI KEKUATAN SOBEK, KEKUATAN JAHIT, PENYERAPAN AIR DAN ORGANOLEPTIK TINGKAT PENGGUNAAN BAHAN SAMAK CHROME PADA KULIT KELINCI SAMAK BULU DITINJAU DARI KEKUATAN SOBEK, KEKUATAN JAHIT, PENYERAPAN AIR DAN ORGANOLEPTIK The Use Level of Chrome Tannage For Rabbit Fur Leather

Lebih terperinci

Jajang Gumilar, Wendri S. Putranto, Eka Wulandari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjran

Jajang Gumilar, Wendri S. Putranto, Eka Wulandari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjran JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2010, VOL. 10 NO. 1, 1-6 Pengaruh Penggunaan Asam Sulfat (H 2 SO 4 ) dan Asam Formiat (H COOH) pada Proses Pikel terhadap Kualitas Kulit Jadi (Leather) Domba Garut (The Effect

Lebih terperinci

PENENTUAN KONSENTRASI KROM DAN GAMBIR PADA PENYAMAKAN KULIT IKAN TUNA (Thunnus albacore) JONATHAN PURBA

PENENTUAN KONSENTRASI KROM DAN GAMBIR PADA PENYAMAKAN KULIT IKAN TUNA (Thunnus albacore) JONATHAN PURBA PENENTUAN KONSENTRASI KROM DAN GAMBIR PADA PENYAMAKAN KULIT IKAN TUNA (Thunnus albacore) JONATHAN PURBA DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN JENIS ASAM PADA PROSES PICKLE TERHADAP KUALITAS KIMIA KULIT KELINCI PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE

PENGARUH PENGGUNAAN JENIS ASAM PADA PROSES PICKLE TERHADAP KUALITAS KIMIA KULIT KELINCI PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE PENGARUH PENGGUNAAN JENIS ASAM PADA PROSES PICKLE TERHADAP KUALITAS KIMIA KULIT KELINCI PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE USE EFFECT OF TYPE ACID ON THE PICKLE PROCESSING ON CHEMICAL QUALITY FROM THE SKINS OF

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan baku utama dan bahan baku pembantu. Bahan baku utama yang digunakan adalah kulit kambing pikel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Total produksi penangkapan dan perikanan udang dunia menurut Food and Agriculture Organization pada tahun 2009 berkisar 6 juta ton pada tahun 2006 [1] dan mempunyai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kulit. 2.2 Proses Penyamakan (Kurst)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kulit. 2.2 Proses Penyamakan (Kurst) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit Kulit merupakan salah satu jenis hasil ternak yang sekarang ini telah dijadikan sebagai suatu komoditi perdagangan dengan harga yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari

Lebih terperinci

TEKNIK PENYAMAKAN KULIT BULU KELINCI REX DENGAN BAHAN PENYAMAK KHROM

TEKNIK PENYAMAKAN KULIT BULU KELINCI REX DENGAN BAHAN PENYAMAK KHROM Temu Teknis FungsionalNon Peneliti 2001 TEKNIK PENYAMAKAN KULIT BULU KELINCI REX DENGAN BAHAN PENYAMAK KHROM R. DENNY PURNAMA Balai Penelitian Ternak, PO Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN Kulit mentah dapat

Lebih terperinci

B. Struktur Kulit Ikan

B. Struktur Kulit Ikan B. Struktur Kulit Ikan 1. Struktur Kulit Kulit adalah lapisan luar tubuh hewan yang merupakan suatu kerangka luar dan tempat bulu hewan tumbuh atau tempat melekatnya sisik (Sunarto, 2001). Kulit tidak

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN BINDER ALAMI PADA PROSES FINISHING TERHADAP KUALITAS KULIT IKAN NILA (Oreochromis niloticus) SAMAK

PENGARUH PENGGUNAAN BINDER ALAMI PADA PROSES FINISHING TERHADAP KUALITAS KULIT IKAN NILA (Oreochromis niloticus) SAMAK PENGARUH PENGGUNAAN BINDER ALAMI PADA PROSES FINISHING TERHADAP KUALITAS KULIT IKAN NILA (Oreochromis niloticus) SAMAK The Effect of Natural Binder on the Proses Finishing of Skin Tanning to Quality of

Lebih terperinci

AIR LIMBAH INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT

AIR LIMBAH INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BAB VI AIR LIMBAH INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT 6.1. Karakteristik Umum Suatu industri penyamakan kulit umumnya menghasilkan limbah cair yang memiliki 9 (sembilan) kelompok pencemar yaitu : 1) Patogen, 2)

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN MINYAK IKAN TERSULFIT TERHADAP NILAI KELEMASAN DAN KUALITAS KULIT IKAN PARI MONDOL (Himantura gerardi) TERSAMAK

PENGARUH PENGGUNAAN MINYAK IKAN TERSULFIT TERHADAP NILAI KELEMASAN DAN KUALITAS KULIT IKAN PARI MONDOL (Himantura gerardi) TERSAMAK Available online at Indonesian Journal of Fisheries Science and Technology (IJFST) Website: http://ejournal.undip.ac.id/index.php/saintek Saintek Perikanan Vol.12 No.1 : 24-29, Agustus 2016 PENGARUH PENGGUNAAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN A TUGAS KHUSUS

LAMPIRAN A TUGAS KHUSUS LAMPIRAN A TUGAS KHUSUS PENGOLAHANL~BAH A.I Latar Belakang Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia adalah tercemamya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran

Lebih terperinci

Afriansyah Nugraha*, Yuli Andriani**, Yuniar Mulyani**

Afriansyah Nugraha*, Yuli Andriani**, Yuniar Mulyani** PENGARUH PENAMBAHAN KIJING TAIWAN (Anadonta woodiana, Lea) DALAM PAKAN BUATAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus) Afriansyah Nugraha*, Yuli Andriani**,

Lebih terperinci

Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif. Oleh : Sri Purwanti *)

Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif. Oleh : Sri Purwanti *) Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif Oleh : Sri Purwanti *) Pendahuluan Pangan produk peternakan terutama daging, telur dan susu merupakan komoditas

Lebih terperinci

Perbedaan Kualitas Kulit Samak Dari Berbagai Provenans Akasia (Acacia mangium Willd) dan Kepekatan

Perbedaan Kualitas Kulit Samak Dari Berbagai Provenans Akasia (Acacia mangium Willd) dan Kepekatan Perbedaan Kualitas Kulit Samak Dari Berbagai Provenans Akasia (Acacia mangium Willd) dan Kepekatan Oleh : Panji Probo Saktianggi, Kasmudjo, Rini Pujiarti 1 )Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan

Lebih terperinci

PENENTUAN WAKTU OKSIDASI UNTUK PROSES PENYAMAKAN KULIT SAMOA DENGAN MINYAK BIJI KARET DAN OKSIDATOR NATRIUM HIPOKLORIT*

PENENTUAN WAKTU OKSIDASI UNTUK PROSES PENYAMAKAN KULIT SAMOA DENGAN MINYAK BIJI KARET DAN OKSIDATOR NATRIUM HIPOKLORIT* PENENTUAN WAKTU OKSIDASI UNTUK PROSES PENYAMAKAN KULIT SAMOA DENGAN MINYAK BIJI KARET DAN OKSIDATOR NATRIUM HIPOKLORIT* Ono Suparno*, Irfina Febianti Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

PERBEDAAN KUALITAS KULIT KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE) DAN PERANAKAN BOOR(PB) YANG DISAMAK KROM

PERBEDAAN KUALITAS KULIT KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE) DAN PERANAKAN BOOR(PB) YANG DISAMAK KROM PERBEDAAN KUALITAS KULIT KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE) DAN PERANAKAN BOOR(PB) YANG DISAMAK KROM Mustakim, Aris SW. dan A.P. Kurniawan Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya ABSTRAK

Lebih terperinci

PENENTUAN CARA PERLAKUAN PENDAHULUAN BENIH SAGA POHON ( Adenanthera sp.) Determinatiom of Seeds Pre-treatment Method of Saga Pohon (Adenanthera sp.

PENENTUAN CARA PERLAKUAN PENDAHULUAN BENIH SAGA POHON ( Adenanthera sp.) Determinatiom of Seeds Pre-treatment Method of Saga Pohon (Adenanthera sp. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. VIII No. 2 : 97-101 (2002) Komunikasi (Communication) PENENTUAN CARA PERLAKUAN PENDAHULUAN BENIH SAGA POHON ( Adenanthera sp.) Determinatiom of Seeds Pre-treatment Method

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH KOMBINASI BAHAN PENYAMAK FORMALIN dan SYNTAN DENGAN BATING AGENT PANKREAS SAPI TERHADAP KUALITAS KULIT PARI TERSAMAK

KAJIAN PENGARUH KOMBINASI BAHAN PENYAMAK FORMALIN dan SYNTAN DENGAN BATING AGENT PANKREAS SAPI TERHADAP KUALITAS KULIT PARI TERSAMAK KJIN PENGRUH KOMINSI HN PENYMK FORMLIN dan SYNTN ENGN TING GENT PNKRES SPI TERHP KULITS KULIT PRI TERSMK (The Influence of Formalin and Syntan Mixture with the ow Pancreas gent ating on the Quality of

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Masalah Yang Diketengahkan Di Era persaingan pasar global yang sangat keras pada saat ini membuat ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai bidang mengalami kemajuan pesat. Kemajuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kulit

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kulit II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kulit Kulit adalah lapisan luar tubuh binatang yang merupakan suatu kerangka luar, tempat bulu binatang itu tumbuh. Ensiklopedia Indonesia menjelaskan bahwa kulit adalah lapisan

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Februari 2009, Hal Vol. 4, No. 1 ISSN :

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Februari 2009, Hal Vol. 4, No. 1 ISSN : PENGARUH PENGGUNAAN KUNING TELUR AYAM RAS DALAM PROSES PEMINYAKAN TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEMULURAN, PENYERAPAN AIR DAN KEKUATAN JAHIT KULIT CAKAR AYAM PEDAGING SAMAK KOMBINASI (KROM-NABATI) The Effect

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

PROSES PEMINYAKAN (FATLIQUORING) PADA PROSES PENYAMAKAN KULIT IKAN TUNA (Thunnus sp) UNTUK BAHAN BAGIAN ATAS SEPATU ANDRIAN SAPUTRA

PROSES PEMINYAKAN (FATLIQUORING) PADA PROSES PENYAMAKAN KULIT IKAN TUNA (Thunnus sp) UNTUK BAHAN BAGIAN ATAS SEPATU ANDRIAN SAPUTRA PROSES PEMINYAKAN (FATLIQUORING) PADA PROSES PENYAMAKAN KULIT IKAN TUNA (Thunnus sp) UNTUK BAHAN BAGIAN ATAS SEPATU ANDRIAN SAPUTRA DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

J. Peng. & Biotek. Hasil Pi. Vol. 5 No. 1 Th Hasil Penelitian ISSN :

J. Peng. & Biotek. Hasil Pi.  Vol. 5 No. 1 Th Hasil Penelitian ISSN : PENGARUH PENGGUNAAN KAYU MERBAU (Intsia bijuga) SEBAGAI PEWARNA ALAMI DALAM PEWARNAAN KULIT SAMAK IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsk.) The Effect Merbau Wood Utilization (Intsia bijuga) As Natural Dyes

Lebih terperinci

Lokakarya Fungsional Non Peneliti 997 Selain itu, nilai tambah produk olahan dan sisa produk olahan pada akhirnya akan bisa menaikkan pendapatan petan

Lokakarya Fungsional Non Peneliti 997 Selain itu, nilai tambah produk olahan dan sisa produk olahan pada akhirnya akan bisa menaikkan pendapatan petan Lokakarya Fungsional Non Peneliti 997 TEKNIK PEMBUATAN SILASE IKAN Suharto Balai Penelitian Temak Ciawi, P.O. Box 22, Bogor 6002 PENDAHULUAN Sebagai negara yang belakangan ini dijuluki Benua Maritim, Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pemerintah menghimbau masyarakat dan pengusaha untuk meningkatkan ekspor non migas sebagai sumber devisa negara. Sangat diharapkan dari sektor pertanian,

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH MINYAK TERHADAP SIFAT FISIS KULIT IKAN NILA (Oreochromis niloticus) UNTUK BAGIAN ATAS SEPATU

PENGARUH JUMLAH MINYAK TERHADAP SIFAT FISIS KULIT IKAN NILA (Oreochromis niloticus) UNTUK BAGIAN ATAS SEPATU PENGARUH JUMLAH MINYAK TERHADAP SIFAT FISIS KULIT IKAN NILA (Oreochromis niloticus) UNTUK BAGIAN ATAS SEPATU ( THE INFLUENCE OF FATLIQUOR AMOUNTS ON PHYSICAL CHARACTERISTICS OF NILA SKIN (Oreochromis niloticus)

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN GULA AREN DAN SUHU PEMANASAN TERHADAP ORGANOLEPTIK DAN KUALITAS SIRUP AIR KELAPA

PENGARUH PENAMBAHAN GULA AREN DAN SUHU PEMANASAN TERHADAP ORGANOLEPTIK DAN KUALITAS SIRUP AIR KELAPA PENGARUH PENAMBAHAN GULA AREN DAN SUHU PEMANASAN TERHADAP ORGANOLEPTIK DAN KUALITAS SIRUP AIR KELAPA (Effect of Addition of Palm Sugar and Heating Temperature on Organoleptic and Quality of Coconut Water

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta untuk proses

Lebih terperinci

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch Arfendi (0706112356) Usman Pato and Evy Rossi Arfendi_thp07@yahoo.com

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT SPLIT INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT UNTUK GLUE DENGAN HIDROLISIS KOLAGEN

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT SPLIT INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT UNTUK GLUE DENGAN HIDROLISIS KOLAGEN PEMANFAATAN LIMBAH KULIT SPLIT INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT UNTUK GLUE DENGAN HIDROLISIS KOLAGEN Sri Hastutiningrum Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Sains Terapan Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan Laboratorium Peternakan Universitas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan Laboratorium Peternakan Universitas BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan Laboratorium Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang, Laboratorium Keamanan dan Mutu Pangan Universitas Brawijaya Malang. Penelitian

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH KONSENTRASI Rhizopus sp. SEBAGAI AGEN PENGIKIS PROTEIN TERHADAP MUTU KULIT IKAN GURAMI TERSAMAK

KAJIAN PENGARUH KONSENTRASI Rhizopus sp. SEBAGAI AGEN PENGIKIS PROTEIN TERHADAP MUTU KULIT IKAN GURAMI TERSAMAK VOLUME 2 No. 2, 22 Juni 2013 Halaman 71-158 KAJIAN PENGARUH KONSENTRASI Rhizopus sp. SEBAGAI AGEN PENGIKIS PROTEIN TERHADAP MUTU KULIT IKAN GURAMI TERSAMAK Ratri Nur Hayati, Latif Sahubawa, dan Amir Husni

Lebih terperinci

STUDI PEMBUATAN MI INSTAN SAGU DENGAN VARIASI PENAMBAHAN JUMLAH DAGING IKAN PATIN

STUDI PEMBUATAN MI INSTAN SAGU DENGAN VARIASI PENAMBAHAN JUMLAH DAGING IKAN PATIN STUDI PEMBUATAN MI INSTAN SAGU DENGAN VARIASI PENAMBAHAN JUMLAH DAGING IKAN PATIN Study On Making Instant Sago Noodles With Variaous Sago Addition Of Catfish Meat Suandi Anirwan (0706120721) Usman Pato

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing,

BAB I PENDAHULUAN. dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri rumah tangga yang sering dipermasalahkan karena limbahnya yang berpotensi mencemari lingkungan yang ada di sekitarnya

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI Nur Asni dan Linda Yanti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi ABSTRAK Pengkajian pengolahan minyak kelapa telah dilakukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,

Lebih terperinci

UJI BEDA UKURAN MESH TERHADAP MUTU PADA ALAT PENGGILING MULTIFUCER

UJI BEDA UKURAN MESH TERHADAP MUTU PADA ALAT PENGGILING MULTIFUCER UJI BEDA UKURAN MESH TERHADAP MUTU PADA ALAT PENGGILING MULTIFUCER (Test of Different Mesh Size on the Quality of Coffee Bean In Multifucer Grinder) Johanes Panggabean 1, Ainun Rohanah 1, Adian Rindang

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan Februari-Juli 2016. Percobaan dilakukan di Rumah Kaca dan laboratorium Kimia

Lebih terperinci

Evaluasi Kualitas Produk Dadih Dalam Bentuk Bubuk Yang Dikeringkan Dengan Sinar Matahari Dan Oven

Evaluasi Kualitas Produk Dadih Dalam Bentuk Bubuk Yang Dikeringkan Dengan Sinar Matahari Dan Oven 129 Evaluasi Kualitas Produk Dadih Dalam Bentuk Bubuk Yang Dikeringkan Dengan Sinar Matahari Dan Oven L. Ibrahim Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Limau Manis, Padang Abstract The research was conducted

Lebih terperinci

KUALITAS KULIT SARUNG TANGAN GOLF DARI KULIT DOMBA PRIANGAN YANG BERASAL DARI BERBAGAI KETINGGIAN TEMPAT DI KABUPATEN GARUT

KUALITAS KULIT SARUNG TANGAN GOLF DARI KULIT DOMBA PRIANGAN YANG BERASAL DARI BERBAGAI KETINGGIAN TEMPAT DI KABUPATEN GARUT KUALITAS KULIT SARUNG TANGAN GOLF DARI KULIT DOMBA PRIANGAN YANG BERASAL DARI BERBAGAI KETINGGIAN TEMPAT DI KABUPATEN GARUT Jajang Gumilar, Wendry S. Putranto, dan Eka Wulandari Fakultas Peternakan Unpad.

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MEMPENGARUHI KUALITAS KULIT MENTAH KELINCI REX

FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MEMPENGARUHI KUALITAS KULIT MENTAH KELINCI REX FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MEMPENGARUHI KUALITAS KULIT MENTAH KELINCI REX ROSSUARTINI DAN R. DENNY PURNAMA Balai Penelitian Ternak PO Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN Hasil penyamakan pada kulit bulu (fur)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian,

BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta untuk

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN NaOH DAN PEREBUSAN BIJI SORGHUM TERHADAP KINERJA BROILER

PENGARUH PERENDAMAN NaOH DAN PEREBUSAN BIJI SORGHUM TERHADAP KINERJA BROILER PENGARUH PERENDAMAN NaOH DAN PEREBUSAN BIJI SORGHUM TERHADAP KINERJA BROILER Niken Astuti Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, Univ. Mercu Buana Yogyakarta ABSTRACT This research was conducted to investigate

Lebih terperinci

BAB III PROSES PRODUKSI KULIT

BAB III PROSES PRODUKSI KULIT 11 BAB III PROSES PRODUKSI KULIT 3.1 Proses Produksi Selama magang penulis mengikuti secara langsung kegiatan proses dan melakukan beberapa percobaan dengan beberapa side kulit, tetapi dalam hal ini penulis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU

OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU Made Vivi Oviantari dan I Putu Parwata Jurusan Analisis Kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Dari sekian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Dari sekian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Dari sekian banyaknya varietas buah-buahan yang berkembang di Indonesia, tentunya tidak semua dapat diunggulkan.

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PADA PROSES BLANCHING DAN KONSENTRASI NATRIUM BIKARBONAT TERHADAP MUTU SUSU KEDELAI

PENGARUH PERLAKUAN PADA PROSES BLANCHING DAN KONSENTRASI NATRIUM BIKARBONAT TERHADAP MUTU SUSU KEDELAI PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411-4216 PENGARUH PERLAKUAN PADA PROSES BLANCHING DAN KONSENTRASI NATRIUM BIKARBONAT TERHADAP MUTU SUSU KEDELAI Susiana Prasetyo S. dan

Lebih terperinci

PENYAMAKAN KHROM KULIT IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcalifer) DIKOMBINASI DENGAN EKSTRAK BIJI PINANG TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK KULIT ADE KOMALASARI

PENYAMAKAN KHROM KULIT IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcalifer) DIKOMBINASI DENGAN EKSTRAK BIJI PINANG TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK KULIT ADE KOMALASARI 1 PENYAMAKAN KHROM KULIT IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcalifer) DIKOMBINASI DENGAN EKSTRAK BIJI PINANG TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK KULIT ADE KOMALASARI DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci

Jajang Gumilar. Key word: salty, blotten, wet blue, leather area

Jajang Gumilar. Key word: salty, blotten, wet blue, leather area Judul Hubungan Antara Berat Kuilt Domba Garaman, Berat Blotten dan Berat Wet Blue dengan Luas Kulit Jadi Nama Penulis Jajang Gumilar, S.Pt.,MM. Alamat Penulis Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran,

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA H.Abdullah Saleh,, Meilina M. D. Pakpahan, Nowra Angelina Jurusan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Peternakan Universiatas Muhammadiyah Malang dan Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Peternakan Universiatas Muhammadiyah Malang dan Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April - Mei 2016 bertempat di Laboratorium Peternakan Universiatas Muhammadiyah Malang dan Laboratorium Pengujian

Lebih terperinci

Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Daun Singkong dalam Ransum Komersial terhadap Performa Broiler Strain CP 707

Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Daun Singkong dalam Ransum Komersial terhadap Performa Broiler Strain CP 707 Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Daun Singkong dalam Ransum Komersial terhadap Performa Broiler Strain CP 707 Dede Risnajati 1 1Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Bandung Raya Jalan

Lebih terperinci

J. Peng. & Biotek. Hasil Pi. Vol. 5 No. 3 Th Hasil Penelitian ISSN :

J. Peng. & Biotek. Hasil Pi.  Vol. 5 No. 3 Th Hasil Penelitian ISSN : MINYAK BIJI ANGGUR SEBAGAI BAHAN PEMINYAKAN PADA PROSES PENYAMAKAN KULIT IKAN NILA (Oreochromis niloticus) TERHADAP KUALITAS FISIK Grapeseed Oil as Fatliquoring Materials on Physical Quality of Tilapia

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Ilmu Nutrisi dan Kimia Fakultas

MATERI DAN METODE di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Ilmu Nutrisi dan Kimia Fakultas III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini sudah dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2014 di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Ilmu Nutrisi dan Kimia Fakultas Pertanian dan

Lebih terperinci

OLEH: YULFINA HAYATI

OLEH: YULFINA HAYATI PENGOLAHAN HASIL KEDELAI (Glycine max) OLEH: YULFINA HAYATI PENDAHULUAN Dalam usaha budidaya tanaman pangan dan tanaman perdagangan, kegiatan penanganan dan pengelolaan tanaman sangat penting diperhatikan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, April 2017, Hal Vol. 12 No. 1 ISSN :

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, April 2017, Hal Vol. 12 No. 1 ISSN : PENGARUH PRESENTASE KUNING TELUR ITIK DAN ASAM FORMIAT DALAM PROSES PEMINYAKAN TERHAAP KEKUATAN FISIK KULIT AYAM PEDAGING SAMAK KHROM Effect of Ducks Yolk and Formic Acid in Fat Liquoring Process on the

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENGGORENGAN TERHADAP KADAR VITAMIN C DAN DAYA TERIMA KERIPIK PEPAYA YANG DIGORENG MENGGUNAKAN METODE KONVENSIONAL DAN VAKUM

PENGARUH LAMA PENGGORENGAN TERHADAP KADAR VITAMIN C DAN DAYA TERIMA KERIPIK PEPAYA YANG DIGORENG MENGGUNAKAN METODE KONVENSIONAL DAN VAKUM ARTIKEL ILMIAH PENGARUH LAMA PENGGORENGAN TERHADAP KADAR VITAMIN C DAN DAYA TERIMA KERIPIK PEPAYA YANG DIGORENG MENGGUNAKAN METODE KONVENSIONAL DAN VAKUM Disusun Oleh: ZINDY APRILLIA J 300 090 009 PROGRAM

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KULIT CEKER AYAM YANG DISAMAK DENGAN KOMBINASI KROM DAN MIMOSA SERTA EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn.

KARAKTERISTIK KULIT CEKER AYAM YANG DISAMAK DENGAN KOMBINASI KROM DAN MIMOSA SERTA EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn. KARAKTERISTIK KULIT CEKER AYAM YANG DISAMAK DENGAN KOMBINASI KROM DAN MIMOSA SERTA EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn.) SAHID MAS WIJAYA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT FISIS DAN KIMIA PASTA GAMBIR SELAMA PENYIMPANAN

PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT FISIS DAN KIMIA PASTA GAMBIR SELAMA PENYIMPANAN J. Ris. Kim. Vol. 1 No.2, Maret PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT FISIS DAN KIMIA PASTA GAMBIR SELAMA PENYIMPANAN Anwar Kasim, Yoli Sub han dan Netty Sri Indeswari Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang

Lebih terperinci