BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Teripang (Holothuria scabra) II.1.1. Biologi Teripang Teripang adalah hewan laut yang penyebaran hidupnya sangat luas dan paling banyak ditemukan di wilayah Indo-Pasifik Barat. Teripang umumnya menempati ekosistem terumbu karang dengan perairan yang jernih, bebas dari polusi, air relatif tenang dengan mutu air cukup baik. Habitat yang ideal bagi teripang adalah air laut dengan salinitas % yang memiliki kisaran ph 6,5-8,5, kecerahan air cm, kandungan oksigen terlarut 4-8 ppm dan suhu air laut C (Wibowo et al. 1997). Klasifikasi teripang Holothuria scabra menurut Wibowo et al. (1997) adalah sebagai berikut: Filum : Echinodermata Sub Filum Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus : Echinozoa : Holothuroidea : Aspichitotecea : Aspidoochirota : Aspidochirotae : Holothuria Spesies : Holothuria a.h. Scabra J. Teripang atau yang juga disebut ketimun laut, merupakan hewan tidak bertulang belakang yang termasuk dalam famili Holothuridae dan Stichopdidae. Panjang tubuh teripang sekitar 5-40 cm dan pada saat hidup bobotnya dapat mencapai 500 g (Wibowo et al. 1997). Menurut James et al. (1994) teripang pasir mempunyai panjang maksimal 40 cm dan bobot saat kondisi hidup adalah 500 g, serta matang gonad saat usia 18 bulan. Ukuran saat matang gonad pertama diperkirakan 20 cm dan usia teripang bisa mencapai 10 tahun. Teripang pasir berbentuk bulat, panjang seperti ketimun, dengan punggung abu-abu atau kehitaman berbintik putih atau kuning, di seluruh permukaan tubuh diselimuti lapisan kapur. Tubuh teripang kesat, berotot tebal dengan kulit berbintik-bintik.

2 4 Karakteristik ini sesuai dengan karakteristik teripang pasir (Holothuria scabra) (Wibowo et al. 1997). Rata-rata usia teripang dewasa adalah 5,5-8 bulan. Teripang yang telah dewasa atau matang gonad sangat penting untuk bahan baku ekstraksi testosteron alami karena sudah mulai memproduksi hormon-hormon reproduksi untuk melangsungkan kegiatan reproduksi. Adanya hormon reproduksi pada teripang telah dewasa (matang gonad) memungkinkan perolehan hormon tersebut dari ekstraksi terhadap bahan bakunya. Karakteristik teripang pasir dalam penelitian yang digunakan Riani et al. (2008) dalam mengekstrak testosteron, yakni teripang berwarna abu-abu sampai kehitaman dengan garis melintang berwarna hitam. Bobot rata-rata teripang yang digunakan pada penelitian Riani et al. (2008) adalah g/ekor, dengan ukuran panjang tubuh lebih dari 20 cm. Karakteristik teripang yang digunakan Nurjanah (2008) dalam mengekstrak testosteron memiliki bobot g dan panjang lebih dari 9 cm. Dijelaskan lebih lanjut, bahwa teripang segar mengandung testosteron lebih banyak dari pada teripang yang sudah dikeringkan (Riani et al. 2008), sedangkan bagian tubuh teripang yang paling banyak mengandung testosteron adalah daging teripang dibandingkan testis dan jeroan. Bobot daging adalah sebesar 44,63 ±12,54% dari bobot teripang segar, bobot testis sebesar 5,00 ±0,17 % dari bobot teripang segar dan jeroan sebesar 28,13 ± 1,89 % dari bobot teripang segar. II.1.2. Manfaat Teripang Pemanfaatan dan penelitian tentang teripang telah dimulai sejak lama. Etnis Cina mengenal teripang sebagai makanan berkhasiat medis sejak dinasti Ming. Sedangkan di Indonesia, teripang telah dimanfaatkan cukup lama terutama oleh masyarakat sekitar pantai sebagai bahan makanan (teripang kering, teripang kaleng, kerupuk teripang dan lain-lain) (Nuraini & Wahyuni 1989). Tubuh dan kulit teripang Stichopus japonicus banyak mengandung asam mukopolisakarida yang bermanfaat untuk penyembuhan penyakit ginjal, anemia, diabetes, paru-paru basah, anti tumor, anti inflamasi, pencegahan penuaan jaringan tubuh dan mencegah arteriosklerosis, sedangkan ekstrak murninya menghasilkan holotoksin (anti bakteri) yang efeknya sama dengan antibiotik (Wibowo et al. 1997).

3 5 Menurut Wibowo et al. (1997), teripang mengandung bahan bioaktif (antioksidan) yang berfungsi mengurangi kerusakan sel jaringan tubuh. Selain itu teripang juga mengandung antibakteri (Haug et al. 2002), dan anti fungi (Murray et al. 2001). Teripang Stichopus japonicus mengandung enzim arginin kinase (Guo et al. 2003), teripang Holothuria glaberrina mengandung serum amyloid A (Cardona et al. 2003), teripang Stichopus mollis mengandung glikosida (Moraes et al. 2004), dan teripang Stichopus japonicus mengandung fucan sulfat sebagai penghambat osteoclastogenesis (Kariya et al. 2004). Hasil penelitian Idid et al. (2001) dan Jha & Zi-roung (2004) menyatakan bahwa teripang mengandung senyawa steroid saponin, diantaranya aktif sebagai antibakteri dan anti-inflamasi serta cytotoxic. Disamping mengandung antibakteri, teripang juga dilaporkan mengandung berbagai asam lemak tak jenuh seperti linoleat, oleat, eikosa pentaenoat (EPA), dan docosaheksaenoat (DHA) (Fredalina et al. 1999). II.1.3. Penggunaan Teripang pada Hewan Percobaan Kustiariyah (2006), berhasil mengidentifikasi steroid dari teripang dan mengaplikasikan pada ayam jantan yang berusia tujuh hari, hal ini memperlihatkan munculnya ciri-ciri seksual sekunder yang sangat dini, ditunjukkan berupa munculnya jengger, taji serta munculnya sifat-sifat kejantanan seperti suara berkokok dan keinginan untuk berlaga. Pemanfaatan teripang sebagai aprodisiaka pada manusia telah dilakukan (Kustiariyah 2006 dan Dewi 2008) dan diuji coba pada mencit (Nurjanah 2008). Ekstrak steroid teripang yang mengandung testosteron (Kustiariyah 2006) juga dapat diaplikasikan terhadap komoditi lain seperti pada udang galah dan ikan gapi jantan (Riani et al. 2008). II.1.4. Kandungan Nutrisi Teripang Zat gizi yang terkandung dalam teripang antara lain protein 6,16 %, lemak 0,54%, karbohidrat 6,41 % dan kalsium 0,01% (kondisi segar, kadar air 86,73%). Teripang kering mempunyai kadar protein tinggi yaitu 82% dengan kandungan asam amino yang lengkap dan asam lemak jenuh yang penting untuk kesehatan jantung. Selain itu teripang juga mengandung phospor, besi dan yodium, natrium,

4 6 kalium, vitamin A dan B, thiamin, riboflavin dan niacin (Wibowo et al. 1997). Menurut Ibrahim (2001) cairan dan tubuh teripang mengandung protein lebih dari 44%, karbohidrat antara 3-5% dan lemak 1,5%, sedangkan Martoyo et al. (2000) menjelaskan bahwa kandungan gizi teripang kering adalah protein 82%, lemak 1,7%, air 8,9%, abu 8,6% dan karbohidrat 4,8%. II.2. Tikus Putih (Rattus norvegicus) II.2.1. Biologi Tikus Putih Tikus putih sudah lama digunakan sebagai hewan laboratorium. Biasanya hewan ini digunakan dalam melakukan penelitian-penelitian (percobaan). Tikus putih ini berasal dari China dan diperkirakan menyebar ke bagian Eropa pada abad (Amori & Clout 2002). Secara fisik, ukuran badan jantan biasanya lebih besar daripada betina (Avalos & Callahan 2001). Tikus merupakan salah satu hewan mamalia yang mempunyai peranan penting untuk tujuan ilmiah, karena memiliki daya adaptasi yang baik. Tikus memiliki beberapa galur yang merupakan hasil persilangan sesama jenis. Galur yang sering digunakan untuk penelitian adalah galur Wistar, Long-Evans dan Sprague-Dawley (Weihe 1989). Sprague-Dawley merupakan salah satu galur yang dikembangkan di Winconsin pada tahun 1925 oleh R.W. Dawley untuk pembibitan komersial. Galur Sprague- Dawley memiliki ciri-ciri kepala yang pendek dan ekor yang lebih panjang daripada badannya dibandingkan dari galur lainnya (Harkness & Wagner 1989). Tikus yang banyak digunakan sebagai hewan percobaan adalah tikus putih (Rattus norvegicus). Hewan percobaan ini memiliki beberapa keunggulan yaitu penanganan dan pemeliharaannya mudah, biaya yang dibutuhkan tidak mahal, umur relatif pendek, sifat reproduksi menyerupai mamalia besar, lama kebuntingan singkat, angka kelahiran tinggi, siklus estrus pendek dan karakteristik setiap fase siklus jelas (Malole & Pramono 1989). Secara garis besar, data fisiologis tikus putih dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.

5 7 Tabel 1 Data Fisiologis Tikus Kriteria Berat badan dewasa jantan Berat badan dewasa betina Berat lahir Suhu tubuh Harapan hidup Konsumsi makanan Konsumsi air minum Detak Jantung Volume darah Tekanan darah Protein Serum Albumin Globulin Glukosa serum Nitrogen urea darah Kreatinin Total bilirubin Lemak serum Fosfolipid Trigliserida Kolesterol Nilai g g 5-6 g 35,9-37, 5 0 C 2,5-3,5 tahun 10 g/100 g/hari ml/100 g/hari /menit ml/kg /60 mmhg 5,6-7,6 g/dl 3,8-4,8 g/dl 1,8-3,0 g/dl mg/dl mg/dl 0,2-0,8 mg/dl 0,20-0,55 mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl Sumber: Malole & Pramono 1989 Fungsi dan bentuk organ, serta proses biokimia dan biofisik antara tikus dan manusia memiliki banyak kemiripan. Perbedaan antara tikus dan manusia antara lain terdapat pada struktur dan fungsi plasenta tikus, tingkat pertumbuhan tikus yang lebih cepat dari manusia, dan kurang pekanya tikus pada senyawa neurotoksik dan teratogen. Tikus dapat membuat vitamin C sendiri sedangkan manusia hanya memperoleh vitamin C dari makanan. Berbeda dengan manusia, tikus tidak mempunyai kantung empedu. Sifat-sifat dari tikus yang sudah diketahui dengan sempurna inilah yang menjadikan tikus sering digunakan dalam penelitian (Malole & Pramono 1989).

6 8 Taksonomi tikus putih menurut Hedrich (2006), sebagai berikut: Kingdom Filum Subfilum Kelas Ordo Subordo Famili Subfamili Genus : Animalia : Chordata : Vertebrata : Mamalia : Rodentia : Myomorpha : Muroidae : Murinae : Rattus Spesies : Rattus Norvegicus Gambar 1 Rattus norvegicus (Jondriatno 2012). Menurut McNamara (2006), tikus mengalami dewasa kelamin pada umur hari. Lama kebuntingannya sekitar hari, sedangkan masa laktasinya adalah 21 hari. Masa hidup dari tikus putih ini adalah lebih kurang 4 tahun. Dalam aktivitas reproduksinya, tikus mempunyai sifat poliestrus yaitu hewan yang memiliki siklus berahi lebih dari dua kali dalam setahun. Siklus berahi dipengaruhi dan diatur oleh hormon-hormon reproduksi dan berlangsung selama 4-6 hari. Siklus berahi pertama timbul setelah 1-2 hari dari mulainya pembukaan vagina yang terjadi pada umur hari (Malole & Pramono 1989). Untuk menentukan tahapan deteksi siklus berahi dapat dilakukan dengan teknik papsmear (ulas vagina), dengan melihat gambaran epitel vaginanya menggunakan mikroskop sehingga dapat dibedakan menjadi proestrus, estrus, metestrus dan diestrus (Partodiharjo 1992). Fase estrus dipengaruhi mekanisme hormonal yaitu hubungan antara hormon-hormon hipotalamus-hipofisis (GnRH, LH, FSH), hormon-hormon ovarial (estradiol dan progesteron) dan hormon uterus (prostaglandin). Siklus estrus hewan dapat dibagi menjadi fase folikuler dan fase luteal dengan masingmasing memiliki periode perkembangan yang berkaitan dengan periode fungsional ovarium (Macmillan & Burke 1996). Fase folikuler merupakan fase siklus yang singkat dimulai dari awal pembentukan folikel sampai pecahnya

7 9 folikel de Graaf saat ovulasi. Sedangkan fase luteal yang terjadi setelah ovulasi merupakan periode sekresi progesteron oleh korpus luteum meliputi lebih dari dua pertiga siklus estrus. Berdasarkan histologi vagina, siklus estrus pada tikus dibagi menjadi empat stadium yaitu : proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Fase folikuler dimulai dengan proestrus yang diikuti oleh estrus dan ovulasi; fase luteal terdiri atas metestrus yang diikuti oleh diestrus dan diakhiri dengan luteolisis (Macmillan & Burke 1996). Proestrus merupakan fase menjelang estrus dimana gejala berahi mulai muncul akan tetapi hewan betina belum mau menerima pejantan untuk melakukan kawin. Pada fase ini folikel de Graaf tumbuh dibawah pengaruh FSH dan menghasilkan estrogen dalam jumlah banyak. Pada fase ini, estradiol menyebabkan betina mulai mau didekati jantan. Saluran reproduksi termasuk mukosa vagina mulai mendapatkan vaskularisasi yang lebih intensif sehingga selsel epitel saluran reproduksi mulai berproliferasi. Menurut Baker et al. (1980), fase proestrus dapat diketahui dengan adanya dominasi sel-sel epitel berinti yang muncul secara tunggal atau bertumpuk (berlapis-lapis) jika dilihat dengan menggunakan metode ulas vagina. Pada tikus fase ini berlangsung selama kirakira 12 jam (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Fase proestrus akan dilanjutkan ke fase estrus yang ditandai dengan keinginan kelamin dan penerimaan pejantan oleh hewan betina untuk kopulasi. Pada fase ini estradiol yang berasal dari folikel de Graaf yang matang akan menyebabkan perubahan-perubahan pada saluran reproduksi betina (Toelihere 1985). Baker et al. (1980) menyatakan bahwa fase estrus dapat diketahui dengan adanya sel-sel tanduk yang banyak pada lumen vagina yang biasanya nampak pada preparat ulas vagina dan berlangsung selama 12 jam. Menurut Baker et al. (1980) pembelahan dan proses penandukan (kornifikasi) epitel vagina tergantung dari meningkatnya kadar estrogen dalam tubuh sehubungan dengan akhir periode pertumbuhan folikel. Proses estrus sangat erat kaitannya dengan mekanisme sistem hormonal.

8 10 Pada fase estrus, estrogen meningkatkan sensitivitas sel-sel penghasil gonadotropin pada hipofisa sehingga menghasilkan LH yang dapat menyebabkan ovulasi ketika kadar LH mencapai puncak (Hafez et al. 2000). Telah dilaporkan oleh beberapa peneliti sebelumya bahwa pada saat estrus konsentrasi estrogen meningkat sesuai dengan pertumbuhan folikel de Graaf, dan selanjutnya di bawah pengaruh serta peran LH yang disekresikan dari hipofisis anterior terjadilah ovulasi dan pembentukan corpus luteum (CL). Ovulasi terjadi pada akhir estrus dalam waktu yang sangat singkat. Setelah ovulasi terjadi, pada ovarium akan mengalami fase luteal, fase luteal adalah fase pembentukan CL yang dapat menghasilkan progesteron, sedangkan pada vagina terjadi fase metestrus dan diestrus. Pada waktu CL telah mencapai ukuran maksimal dan fungsional akan terjadi peningkatan konsentrasi progesteron (Turner & Bagnara 1988). Korpus luteum pada tikus tidak hanya memproduksi progesteron tapi juga memproduksi hormon estrogen, androgen dan hampir semua hormon steroid yang aktif (Khan et al. 1985). Menurut Silva et al. (2004), secara in vitro FSH dapat mempengaruhi pertumbuhan folikel primordial pada kambing. Yu et al. (2003) melaporkan bahwa FSH dan LH dapat mencegah terjadinya folikel atresia. Fase metestrus merupakan kelanjutan dari fase estrus dan berlangsung selama 21 jam (Baker et al. 1980). Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa fase metestrus dibagi menjadi 2 stadium yaitu stadium 1 yang berlangsung kira-kira 15 jam dan stadium 2 kira-kira berlangsung selama 6 jam. Pada fase ini umumnya tidak terjadi perkawinan. Pada fase metestrus dan diestrus, uterus mengalami fase sekretoris. Pada fase ini, ovarium mengandung corpora lutea dan folikel-folikel kecil. Fase ini ditandai dengan bertumbuhnya CL dan selsel granulosa folikel dengan cepat yang dipengaruhi oleh LH dari adenohiphofisa. Menurut Baker et al. (1980) fase metestrus dapat diketahui dengan adanya dominasi sel-sel tanduk dan sel-sel leukosit jika dilihat dengan menggunakan metode ulas vagina. Selama metestrus, uterus menjadi agak lunak karena terjadi pengendoran otot serta melakukan persiapan untuk menerima dan memberi makan embrio.

9 11 Pelepasan epitel dan penyusunan leukosit terjadi bila kadar estrogen menurun dan bila pengaruh estrogen menghilang epitel vagina kembali dalam keadaan inaktif. Kondisi demikian disebabkan oleh banyaknya pembelahan mitosis yang terjadi di dalam mukosa vagina dan sel-sel baru yang menumpuk, sementara lapisan permukaan memiliki bentuk skuamosa dan bertanduk. Sel-sel bertanduk ini terkelupas ke dalam lumen vagina (Partodihardjo 1992). Fase diestrus adalah fase setelah metestrus. Fase ini merupakan fase terpanjang diantara fase-fase siklus estrus lainnya. Fase diestrus berlangsung selama jam. Pada fase ini kontraksi uterus menurun, endometrium menebal dan kelenjar-kelenjar mengalami hipertropi, serta mukosa vagina menipis, warna lebih pucat dan leukosit yang bermigrasi semakin banyak. Gambaran ulasan vagina pada fase ini menunjukkan leukosit dalam jumlah yang banyak (Turner & Bagnara 1988). II.2.2. Konsumsi Pakan Tikus Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) kebutuhan pakan bagi seekor tikus putih setiap harinya kurang lebih sebanyak 10% dari bobot tubuhnya, jika pakan tersebut merupakan bahan kering. Hal ini dapat meningkat sampai 15% dari bobot tubuhnya, jika pakan yang dikonsumsi berupa pakan basah. Tikus putih dewasa makan setiap hari antara g/kg BB. Bahan dasar makanan tikus dapat bervariasi, dengan komposisi protein 20-25% (akan tetapi hanya 12% jika protein lengkapnya berisi asam amino esensial dengan konsentrasi yang benar), lemak 5%, pati 45-50%, serat kasar kira-kira 5% dan abu 4-5% (Smith & Mangkoewidjojo 1988). Makanan tikus juga harus mengandung vitamin A (4000 IU/kg), vitamin D (1000 IU/kg), alfa-tokoferol (30 mg/kg), asam linoleat (3 g/kg), tiamin (4 mg/kg), riboflavin (3 mg/kg), pantotenat (8 mg/kg), vitamin B 12 (50 µg/kg), biotin (10 µg/kg), piridoksin ( µg/kg) dan kolin (1000 mg/kg). Kebutuhan nutrisi lengkap tikus putih tercantum pada Tabel 2.

10 12 Tabel 2 Kebutuhan Zat Makanan Tikus Putih Nutrisi Satuan Konsentarsi dalam Ransum Hidup Pokok Pertumbuhan Protein (ideal) g Lemak g Energi dapat dicerna kkal/g 3,8 4,1 Asam Amino Arginin g - 0,67 Histidin g 0,8 2,8 Isoleusin g 3,1 6,2 Leusin g 1,8 10,7 Lisin g 1,1 9,8 Methionin g 0,25 0,67 Threonine g 1,8 6,2 Tryptophan g 0,5 2,0 Valine g 2,3 7,4 Nonesensial g - 66 Mineral Kalsium g - 5 Fosfor g - 3 Vitamin A mg - 0,7 D mg - 0,025 E mg - 18 K mg - 1 Sumber: NRC (1995). NRC berdasarkan as fed dengan kandungan kadar air 10% dan 3,8 4,1 kkal ME/gram Menurut NRC (1995), tikus putih membutuhkan nutrien untuk hidup pokok sebesar 50 gram protein, 150 gram lemak dan 3,8 kkal ME/g energi, sedangkan untuk pertumbuhan sebesar 150 gram protein kasar, 50 gram lemak dan 4,1 kkal ME/g energi. Menurut McNamara (2006), tikus dalam masa pertumbuhannya membutuhkan 12-13% protein dan 4-6% untuk hidup pokok. Kandungan lemak, energi, kalsium dan fosfor yang dibutuhkan tikus dalam masa pertumbuhannya secara berturut-turut adalah 5%; 3,8 kkal ME/g; 0,5% dan 0,4%. II.3. Hormon II.3.1. Hormon Steroid Hormon adalah bahan kimia organik, merupakan senyawa aktif biologis yang dihasilkan oleh kelenjar, jaringan atau organ tertentu dari hewan dan manusia, bekerja pada konsentrasi kecil dan mempunyai cara kerja yang spesifik. Sedangkan steroid merupakan hormon turunan kolesterol yang mengandung 27 atom C dan dihasilkan oleh testis, ovarium, korteks adrenalis dan plasenta. Steroid mempunyai bobot molekul sekitar 300 gram/mol (Bischof & Islami 2003).

11 13 Gambar 2 Struktur kolesterol (Johnson & Everitt 1984) Klasifikasi hormon steroid berdasarkan respon fisiologis adalah sebagai berikut (Nogrady 1992) : 1. Glukokortikoid, seperti kortikal (C21) yang mengatur metabolisme protein, lemak dan karbohidrat, serta mempengaruhi fungsi-fungsi penting seperti reaksi inflammatori dan meredakan stress. 2. Aldosteron dan mineralkortikoids lainnya, mengatur pembuangan garam dan air melalui ginjal. 3. Androgen dan estrogen yang mengatur perkembangan dan fungsi seksual. Testosteron, komponen C19 merupakan hormon androgen yang mengatur fungsi seks jantan. Penggunaan hormon steroid dalam kegiatan reproduksi adalah untuk proses diferensiasi kelamin, pembentukan gamet, ovulasi, spermiasi, pemijahan, ciri kelamin sekunder, perubahan morfologis atau fisiologis saat musim pemijahan dan produksi feromon (Yamazaki 1983). Menurut Piferrer et al. (1994), perlakuan hormon steroid selain berpengaruh terhadap diferensiasi seks juga dapat menimbulkan efek terhadap pertumbuhan. Hormon steroid disintesis dari kolesterol yang berasal dari asetat pada banyak jaringan dalam tubuh. Perubahan kolesterol menjadi pregnenolon merupakan tahapan pertama pada formasi keseluruhan proses pembentukan steroid. Selama proses sintesis pada hewan betina, progesteron dan testosteron akan disintesis pertama kali, progesteron akan

12 14 diubah menjadi testosteron dan kemudian testosteron diubah menjadi estrogen (Johnson & Everitt 1984). Pregnenolon kemudian diubah menjadi seks steroid. Struktur hormon steroid mempunyai kemiripan dengan struktur kolesterol. Sifat hormon steroid juga sama dengan kolesterol yaitu tidak larut dalam air sehingga membutuhkan protein carrier sebagai pembawa hormon steroid dalam sirkulasi untuk menuju sel targetnya. Protein carrier tersebut bisa berupa albumin dan globulin. Perbedaan hormon steroid antara progesteron, estrogen dan testosteron adalah terletak pada jumlah atom karbonnya. Progesteron memiliki aton karbon 21, testosteron memiliki atom karbon 19 sedangkan estrogen memiliki atom karbon 18 (Johnson & Everitt 1984). Hormon steroid yang banyak berperan dalam proses reproduksi dibagi dalam tiga kelompok di bawah ini (Nogrady 1992) 1. Estrogen; merupakan hormon kelamin betina, diproduksi oleh ovarium, plasenta dan korteks adrenalis. Terdapat tiga tipe hormon dalam kelompok ini, yaitu estron, estradiol dan estriol. 2. Progesteron (Gestagen); merupakan hormon kelamin betina yang menjaga kehamilan, diproduksi oleh korpus luteum dan plasenta. 3. Testosteron; merupakan hormon kelamin jantan, diproduksi oleh testis, dan dalam jumlah yang lebih kecil oleh korteks adrenalis dan ovarium. Gambar 3 Struktur estrogen (Guyton & Hall 1997)

13 15 II.3.2. Hormon Estrogen Hormon estrogen terutama dihasilkan oleh ovarium pada sel teka dan sel granulose, sedikit oleh korpus luteum, plasenta, korteks adrenal dan testis. Estrogen bekerja pada organ target yaitu ovarium, vagina dan uterus. Pengaruhnya yang jelas adalah langsung terhadap pertumbuhan dan aktivitas glandula mammae dan endometrium (Johnson & Everitt 1984). Estrogen terdapat dalam bentuk estradiol, estron, dan estriol. Potensi estrogenik estradiol adalah 12 kali kekuatan estron dan 80 kali lebih besar daripada estriol, sehingga estradiol dianggap sebagai estrogen utama (Guyton & Hall 1997). Hormon yang paling dominan yaitu estradiol-17β karena jumlahnya paling banyak terdapat dalam tubuh dan aktivitasnya paling tinggi (Cao et al. 2004). Dalam ovarium, asetat akan diubah menjadi kolesterol dan melalui reaksi enzimatik, kolesterol diubah menjadi hormon steroid. Pembentukan estrogen di folikel ovarium dipengaruhi oleh hormon FSH. Estrogen dapat terbentuk dari androstenedion maupun testosteron (Johnson & Everitt 1984). Biosintesis estrogen melibatkan hidroksilasi dari prekursor androgen yang dimediasi oleh kompleks enzim yang dikenal sebagai aromatase (Favaro & Cagnon 2007). Proses pembentukan estrogen (steroidogenesis) pada betina dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 Steroidogenesis pada betina (Johnson & Everitt 1984)

14 16 Estrogen yang beredar terikat pada protein plasma dan proses metabolismenya terjadi di dalam hati yaitu dengan menginaktifkan steroid. Kirakira 50 persen estrogen dalam darah dikonjugasi dengan glukoronida dan sulfat; dan hampir seperlima dari produk konjugasi ini diekskresikan lewat empedu, sedangkan sebagian besar diekskresikan ke dalam urin dan feses. Tujuan konjugasi ini yaitu untuk memudahkan estrogen menjadi inaktif sehingga dapat di ekskresikan (Turner & Bagnara 1988). Johnson & Everitt (1984) menggambarkan mekanisme kerja estrogen memerlukan reseptor protein yang dapat ditemukan pada sistem reproduksi wanita, kelenjar ambing, hipofisa dan hipotalamus. Estrogen bersirkulasi dalam darah selama beberapa menit kemudian menuju ke sel sasaran. Estrogen berikatan dengan protein reseptor yaitu reseptor α dan β dalam sitoplasma sel target yaitu sitosol membentuk kompleks hormon reseptor, kemudian bermigrasi ke inti. Ia segera memulai proses transkripsi DNA-RNA dalam area kromosom spesifik dan akhirnya mengakibatkan pembelahan sel (Guyton & Hall 1997). Pemberian estrogen juga akan meningkatkan konsentrasi reseptor estrogen REα pada organ reproduksi (Kusmana et al. 2007). Estrogen akan berikatan pada 2 subtipe dari reseptor estrogen yakni, estrogen reseptor α (ERα) dan estrogen reseptor β (ERβ). Pada gen manusia yang mengkodekan ERα terdapat pada cabang dari kromosom ke-6, sedangkan gen yang mengkodekan estrogen reseptor β (ERβ) terletak pada untaian q22-24 pada kromosom ke-14 (Faustini et al. 1999). Kedua reseptor estrogen merupakan protein tingkat tinggi pada homologi tingkatan asam amino. ERα dan ERβ diekspresikan khususnya pada jaringan reproduksi wanita (ovarium, endometrium, payudara) dan laki-laki (prostat), dan juga kulit, pembuluh darah, tulang dan otak. ERα dan ERβ diekspresikan secara seimbang pada ovarium, tetapi ERβ predominan pada sel granulosa. Sebaliknya, ERα predominan pada endometrium. ERβ terdapat pada hampir seluruh otak, kecuali hippocampus yang khusus mengandung ERα (Brown 2004). Distribusi reseptor estrogen ERβ yang tinggi terdapat pada kelenjar prostat, ovarium, paruparu, vesika urinaria, ginjal, uterus dan testis (Tsourounis 2004). Distribusi reseptor estrogen dan aromatase yang cukup tinggi pada traktus reproduksi jantan, menggambarkan biosintesis estrogen berlangsung pada traktus reproduksi jantan

15 17 dan disekitarnya menghasilkan dan mengedarkan estrogen yang dapat berinteraksi dengan reseptor estrogen dalam bentuk intrakrin/parakrin atau bentuk endokrin (Gruber et al. 2002). Fungsi utama dari estrogen adalah untuk menimbulkan proliferasi sel dan pertumbuhan jaringan organ-organ kelamin dan jaringan lain yang berkaitan dengan reproduksi (Johnson & Everitt 1984). Estradiol bertanggungjawab atas timbulnya sifat-sifat kelamin pada hewan betina. Hormon ini menyebabkan timbulnya estrus, merangsang kontraksi uterus, merangsang pelemasan symphysis pubis pada waktu partus, menggertak pertumbuhan sistem saluran kelenjar ambing untuk laktogenesis dan mempercepat osifikasi epifise tulang-tulang tubuh. Susunan syaraf pusat adalah target lain dari estrogen yang akan memodulasi sekresi LH dan FSH melalui sistem hipotalamus-hipofisis hewan jantan dan betina (Johnson & Everitt 1984). Zat yang memiliki aktivitas seperti estrogen disebut estrogenik. Zat buatan yang bersifat seperti estrogen disebut xenoestrogen. Teripang telah terbukti dapat diekstrak steroidnya dan mengandung testosteron (Kustiariyah 2006). Testosteron pada hewan betina akan mengalami aromatase menjadi estradiol 17β seperti yang tertuang pada gambar 4 (Johnson & Everitt 1984). Pemberian ekstrak steroid tubuh teripang pada tikus betina, diharapkan akan mempengaruhi kinerja reproduksinya.

GAMBARAN SIKLUS ESTRUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) OVARIEKTOMI YANG DIBERI TEPUNG DAGING TERIPANG (Holothuria scabra) DAUD ABDULLAH NURSYAH

GAMBARAN SIKLUS ESTRUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) OVARIEKTOMI YANG DIBERI TEPUNG DAGING TERIPANG (Holothuria scabra) DAUD ABDULLAH NURSYAH GAMBARAN SIKLUS ESTRUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) OVARIEKTOMI YANG DIBERI TEPUNG DAGING TERIPANG (Holothuria scabra) DAUD ABDULLAH NURSYAH FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Ekstrak Metanol Buah Adas terhadap Lama Siklus Siklus estrus terdiri dari proestrus (12 jam), estrus (12 jam), metestrus (12 jam), dan diestrus (57 jam), yang secara total

Lebih terperinci

PENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Rata- rata bobot ovarium dan uterus tikus putih

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Rata- rata bobot ovarium dan uterus tikus putih BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng terhadap tikus putih betina pada usia kebuntingan 1-13 hari terhadap rata-rata bobot ovarium dan bobot uterus tikus putih dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berat badan dewasa : - jantan - betina g. Konsumsi air minum tikus dewasa

TINJAUAN PUSTAKA. Berat badan dewasa : - jantan - betina g. Konsumsi air minum tikus dewasa 19 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Umum Tikus Tikus digolongkan ke dalam kelas Mamalia, bangsa Rodentia, suku Muridae dan marga Rattus (Meehan 1984). Tikus merupakan hewan mamalia yang mempunyai peranan penting

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA Kedelai 19 TINJAUAN PUSTAKA Kedelai Kedelai (Glycine max) sudah dibudidayakan sejak 1500 tahun SM dan baru masuk ke Indonesia, terutama Jawa sekitar tahun 1750. Kedelai paling baik ditanam di ladang dan persawahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia saat ini sudah cukup luas. Pengobatan tradisional terus dikembangkan dan dipelihara sebagai warisan budaya bangsa yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) bagi Provinsi Nusa Tenggara Barat, bahkan telah menjadi lambang bagi provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak kacang kedelai hitam (Glycine soja) terhadap jumlah kelenjar dan ketebalan lapisan endometrium

Lebih terperinci

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus)

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus) TINJAUAN PUSTAKA Mencit (Mus musculus) Mencit (Mus musculus) merupakan hewan mamalia hasil domestikasi dari mencit liar yang paling umum digunakan sebagai hewan percobaan pada laboratorium, yaitu sekitar

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda 3 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda Siklus reproduksi terkait dengan berbagai fenomena, meliputi pubertas dan kematangan seksual, musim kawin, siklus estrus, aktivitas seksual setelah beranak, dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian mengenai pengruh pemberian ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisional maupun pasar modern. Kacang kedelai hitam juga memiliki kandungan

BAB I PENDAHULUAN. tradisional maupun pasar modern. Kacang kedelai hitam juga memiliki kandungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan di era modern ini semakin beragam bahan yang digunakan, tidak terkecuali bahan yang digunakan adalah biji-bijian. Salah satu jenis biji yang sering digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting

BAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Estrogen adalah salah satu hormon yang berperan dalam reproduksi hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting adalah estradiol

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus BAB IV HASIL PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng (Pimpinella alpina) terhadap pertambahan bobot badan tikus betina bunting pada umur kebuntingan 0-13 hari dapat dilihat pada Tabel 2.

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan salah satu contoh rusa yang ada di Indonesia yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Hampir

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik Bobot Badan Tikus Ekstrak rumput kebar yang diberikan pada tikus dapat meningkatkan bobot badan. Pertambahan bobot badan tikus normal yang diberi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak di pelihara petani-peternak di Sumatera Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi pesisir dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Senyawa Isoflavon Tepung Kedelai dan Tepung Tempe Hasil analisis tepung kedelai dan tepung tempe menunjukkan 3 macam senyawa isoflavon utama seperti yang tertera pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu usaha yang mutlak dibutuhkan untuk mengembangkan budi daya ikan adalah penyediaan benih yang bermutu dalam jumlah yang memadai dan waktu yang tepat. Selama ini

Lebih terperinci

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; Fisiologi Reproduksi & Hormonal Wanita Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; 1. Hormon yang dikeluarkan hipothalamus, Hormon pelepas- gonadotropin

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan agroindustri dalam era globalisasi ditekankan pada berbagai komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif. Sektor kelautan dan perikanan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole (PO) Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia. Populasi sapi PO terbesar berada di

Lebih terperinci

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN 1 KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN M.K. Pengantar Ilmu Nutrisi Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB Zat makanan adalah unsur atau senyawa kimia dalam pangan / pakan yang dapat

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II VAGINAL SMEAR Oleh : Nama : Nur Amalah NIM : B1J011135 Rombongan : IV Kelompok : 2 Asisten : Andri Prajaka Santo LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan PENGANTAR Latar Belakang Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan pendapatan peternak. Produktivitas itik lokal sangat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik ikan nila merah Oreochromis sp. Ikan nila merupakan ikan yang berasal dari Sungai Nil (Mesir) dan danaudanau yang berhubungan dengan aliran sungai itu. Ikan nila

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor peternakan merupakan sektor yang strategis, mengingat dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan dan mencerdaskan bangsa, sektor peternakan berperan penting melalui penyediaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan lekosit tikus putih (Rattus norvegicus) betina adalah sebagai berikut :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan lekosit tikus putih (Rattus norvegicus) betina adalah sebagai berikut : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap jumlah kelenjar endometrium, jumlah eritrosit dan lekosit tikus putih (Rattus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family Menispermaceae yang mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat digunakan untuk mengobati

Lebih terperinci

Jenis hormon berdasarkan pembentuknya 1. Hormon steroid; struktur kimianya mirip dengan kolesterol. Contoh : kortisol, aldosteron, estrogen,

Jenis hormon berdasarkan pembentuknya 1. Hormon steroid; struktur kimianya mirip dengan kolesterol. Contoh : kortisol, aldosteron, estrogen, SISTEM ENDOKRIN Hormon adalah bahan kimia yang dihasilkan oleh sebuah sel atau sekelompok sel dan disekresikan ke dalam pembuluh darah serta dapat mempengaruhi pengaturan fisiologi sel-sel tubuh lain.

Lebih terperinci

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Rangsangan seksual libido Berkembang saat pubertas dan setelah dewasa berlangsung terus selama hidup Tergantung pada hormon testosteron

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting salah satunya adalah teripang yang dikenal dengan nama lain teat fish, sea

BAB I PENDAHULUAN. penting salah satunya adalah teripang yang dikenal dengan nama lain teat fish, sea BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia dengan panjang 81.000 km dengan luas perairan laut sekitar 5,8 juta km

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis Hasil perhitungan konsumsi karbohidrat, protein, lemak dan sumbangan kalori dari karbohidrat, protein dan lemak dari ransum,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein. Salah satu komoditas yang menjadi primadona saat ini adalah ikan lele (Clarias sp.). Ikan

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. Mekanisme umpan balik pelepasan hormon reproduksi pada hewan betina Rangsangan luar Cahaya, stress,

Lebih terperinci

D. Uraian Pembahasan. Sistem Regulasi Hormonal 1. Tempat produksinya hormone

D. Uraian Pembahasan. Sistem Regulasi Hormonal 1. Tempat produksinya hormone SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) IX A. 1. Pokok Bahasan : Sistem Regulasi Hormonal A.2. Pertemuan minggu ke : 12 (2 jam) B. Sub Pokok Bahasan: 1. Tempat produksi hormone 2. Kelenjar indokrin dan produksi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Bobot Tubuh Ikan Lele Hasil penimbangan rata-rata bobot tubuh ikan lele yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina molk.) pada pakan sebanyak 0;

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Perlakuan penyuntikan hormon PMSG menyebabkan 100% ikan patin menjadi bunting, sedangkan ikan patin kontrol tanpa penyuntikan PMSG tidak ada yang bunting (Tabel 2).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Rumus bangun nikotin (Hukkanen et al. 2005)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Rumus bangun nikotin (Hukkanen et al. 2005) 6 TINJAUAN PUSTAKA Kandungan Asap Rokok Asap rokok merupakan aerosol heterogen dari pembakaran tembakau, komponen dalam rokok dan pembungkusnya. Komposisi kimia asap rokok tergantung pada jenis tembakau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina.

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus reproduksi adalah perubahan siklus yang terjadi pada sistem reproduksi (ovarium, oviduk, uterus dan vagina) hewan betina dewasa yang tidak hamil, yang memperlihatkan

Lebih terperinci

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12 Nama : Kristina vearni oni samin Nim: 09031 Semester 1 Angkatan 12 Saya mengkritisi tugas biologi reproduksi kelompok 7 tentang siklus menstruasi yang dikerjakan oleh saudari Nela Soraja gusti. Tugas mereka

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Organ Reproduksi Betina 2.1.1 Ovarium Organ reproduksi betina terdiri atas dua buah ovari, dua buah tuba falopii, uterus, serviks, vagina, dan vulva. Ovarium bertanggung jawab

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Estrus 4.1.1 Tingkah Laku Estrus Ternak yang mengalami fase estrus akan menunjukkan perilaku menerima pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk pengembangan ternak sapi potong. Kemampuan menampung ternak sapi di Lampung sebesar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba merupakan ruminansia kecil yang relatif mudah dibudidayakan oleh masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai pakan berupa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peristiwa ovulasi (Sophia, 2003).Berahi diawali dengan turunnya hormon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peristiwa ovulasi (Sophia, 2003).Berahi diawali dengan turunnya hormon 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanda tanda Berahi Masa subur ditandai dengan dilepaskannya sel telur betina matang melalui peristiwa ovulasi (Sophia, 2003).Berahi diawali dengan turunnya hormon progesteron

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil silangan antara Clarias gariepinus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 34 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. HASIL Dalam penelitian ini sampel diambil dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) UGM untuk mendapatkan perawatan hewan percobaan yang sesuai dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele. Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele. Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan ukuran panjang tubuh sekitar 45cm dan ukuran berat tubuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu komoditi ikan yang menjadi primadona di Indonesia saat ini adalah ikan lele (Clarias sp). Rasa yang gurih dan harga yang terjangkau merupakan salah satu daya

Lebih terperinci

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati)

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati) BIOKIMIA NUTRISI Minggu I : PENDAHULUAN (Haryati) - Informasi kontrak dan rencana pembelajaran - Pengertian ilmu biokimia dan biokimia nutrisi -Tujuan mempelajari ilmu biokimia - Keterkaitan tentang mata

Lebih terperinci

F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc.

F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. Sasaran Pembelajaran Mahasiswa dapat menjelaskan sistem reproduksi dan laktasi Materi Kontrol gonad dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi Simmental dengan nama SIMPO. Sapi SIMPO merupakan hasil

Lebih terperinci

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon)

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) Modul ke: Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) Fakultas PSIKOLOGI Ellen Prima, S.Psi., M.A. Program Studi PSIKOLOGI http://www.mercubuana.ac.id Pengertian Hormon Hormon berasal dari kata hormaein yang berarti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas ikan-ikan air tawar sejak beberapa waktu lalu sedang naik daun

I. PENDAHULUAN. Komoditas ikan-ikan air tawar sejak beberapa waktu lalu sedang naik daun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditas ikan-ikan air tawar sejak beberapa waktu lalu sedang naik daun karena memiliki daya tarik yang sangat kuat, salah satu jenisnya adalah lobster air tawar (Cherax

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perkawinan. Proses perkawinan biasanya terjadi pada malam hari atau menjelang

II. TINJAUAN PUSTAKA. perkawinan. Proses perkawinan biasanya terjadi pada malam hari atau menjelang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sifat Seksualitas Lobster Air Tawar Pada umumnya lobster air tawar matang gonad pada umur 6 sampai 7 bulan. Setelah mencapai umur tersebut, induk jantan dan betina akan melakukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit 40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Oosit Pada Stadia Folikel Primer Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit pada stadia folikel primer dapat dilihat pada gambar 10.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Kambing Pada mulanya domestikasi kambing terjadi di daerah pegunungan Asia Barat sekitar 8000-7000 SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus) berasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ternak unggas petelur yang banyak dikembangkan di Indonesia. Strain ayam petelur ras yang dikembangkan di Indonesia antara lain Isa Brown,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 Kabupaten yang terdapat di provinsi Gorontalo dan secara geografis memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Masalah pangan: ketersediaan pangan; kerawanan konsumsi pangan oleh pengaruh kemiskinan, pendidikan rendah & pantangan terhadap makanan

PENDAHULUAN. Masalah pangan: ketersediaan pangan; kerawanan konsumsi pangan oleh pengaruh kemiskinan, pendidikan rendah & pantangan terhadap makanan GIZI & PANGAN PENDAHULUAN Gizi seseorang tergantung pada kondisi pangan yang dikonsumsinya Masalah pangan: ketersediaan pangan; kerawanan konsumsi pangan oleh pengaruh kemiskinan, pendidikan rendah & pantangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat sekitar tumbuhan, diduga sekitar spesies

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat sekitar tumbuhan, diduga sekitar spesies BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia dikenal sebagai megabiodiversity country, yaitu Negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang besar. Di hutan tropis Indonesia terdapat sekitar 30.000 tumbuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Jumlah penduduk merupakan salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh setiap negara, karena membawa konsekuensi di segala aspek antara lain pekerjaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Wijen (Sesamum indicum L) 1. Sistematika Tanaman Tanaman wijen mempunyai klasifikasi tanaman sebagai berikut : Philum : Spermatophyta Divisi : Angiospermae Sub-divisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan fase luteal yang terdiri dari metestrus-diestrus (Toelihere, 1979).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan fase luteal yang terdiri dari metestrus-diestrus (Toelihere, 1979). 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Estrus Siklus estrus umumnya terdiri dari empat fase, yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Namun ada juga yang membagi siklus estrus hanya menjadi dua

Lebih terperinci

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. TINJAUAN PUSTAKA

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software  For evaluation only. TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA Tikus Putih ( Rattus norvegicus ) Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Terhadap Berat Badan, Berat Testis, dan Jumlah Sperma Mencit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengamati preparat uterus di mikroskopdengan menghitung seluruh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengamati preparat uterus di mikroskopdengan menghitung seluruh BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pengaruh pemberian ekstrak daun kenari terhadap jumlah kelenjar endometrium Pengamatan jumlah kelenjar endometrium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Domba Lokal Domba merupakan hewan ternak yang pertama kali di domestikasi. Bukti arkeologi menyatakan bahwa 7000 tahun sebelum masehi domestik domba dan kambing telah menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Broiler Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan spesies Gallusdomesticus. Ayam broiler merupakan ayam tipe pedaging yang lebih muda dan

Lebih terperinci

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Kelompok 3 Aswar Anas 111810401036 Antin Siti Anisa 121810401006 Nenny Aulia Rochman 121810401036 Selvi Okta Yusidha 121810401037 Qurrotul Qomariyah

Lebih terperinci

BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN

BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN Pokok bahasan kuliah sinkronisasi alami ini meliputi pengertian hormon reproduksi mulai dari definisi, jenis, macam, sumber, cara kerja, fungsi dan pengaruhnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN

FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar Endokrin Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang mempunyai susunan mikroskopis sangat

Lebih terperinci

drh. Herlina Pratiwi

drh. Herlina Pratiwi drh. Herlina Pratiwi Fase Folikuler: Oosit primer => folikel primer => foliker sedunder => folikel tertier => folikel degraaf => ovulasi => folikel haemoraghicum Fase Luteal: corpus luteum => corpus spurium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Merak Hijau (Pavo muticus) Merak hijau (Pavo muticus) termasuk dalam filum chordata dengan subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah

Lebih terperinci

... Tugas Milik kelompok 8...

... Tugas Milik kelompok 8... ... Tugas Milik kelompok 8... 6. Siklus menstruasi terjadi pada manusia dan primata. Sedang pada mamalia lain terjadi siklus estrus. Bedanya, pada siklus menstruasi, jika tidak terjadi pembuahan maka lapisan

Lebih terperinci