METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Desain Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Desain Penelitian"

Transkripsi

1 23 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Kotabaru Propinsi Kalimantan Selatan. Pemilihan lokasi penelitian secara purposive yang didasarkan atas pertimbangan antara lain: 1). Kabupaten Kotabaru telah dimekarkan menjadi 2 kabupaten dengan terbentuknya Kabupaten Tanah Bumbu, 2) potensi dan fungsional lahan-lahan pertanian produktif berada di Kabupaten Tanah Bumbu. Dengan pertimbangan tersebut penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif strategi dalam penyediaan pangan di Kabupaten Kotabaru. Penelitian ini berlangsung selama 3 bulan dimulai pada bulan Januari 2007 sampai dengan bulan Maret Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah retrospektif dengan metode survey yaitu melakukan kunjungan ke instansi/lembaga dan organisasi yang terkait dengan ketahanan pangan di Kabupaten Kotabaru. Jenis, Sumber, dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan kuesioner dari responden dan narasumber yang terpilih dengan sengaja (purposive) baik pejabat maupun stakeholder dengan ketentuan bahwa yang bersangkutan memiliki keterkaitan terhadap program ketahanan pangan di Kabupaten Kotabaru, seperti: 1) Bupati; 2) Ketua DPRD; 3) Asisten Ekonomi dan Pembangunan; 4) Kepala Bappeda; 5) Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan; 6) Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan 7) Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan; 8) Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi; 9) Kepala Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial; 10) Kabag Ekonomi dan Ketahanan Sekretariat Daerah; 11) Kepala Divisi Dolog; 12) Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Cabang Kotabaru; dan 13) Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Cabang Kotabaru.

2 24 Sedangkan data sekunder dipoleh dari dinas/instansi terkait dengan program ketahanan pangan khususnya data-data untuk mengkaji ketersediaan pangan dan faktor-faktor yang menentukan ketersediaan pangan untuk memantapkan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru di era otonomi daerah, yaitu seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Jenis, sumber dan cara pengumpulan data No Jenis Data Sumber Data Cara Pengumpulan 1. Potensi agroekologi 2. Keadaan demografi 3. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Data sekunder (Dinas Pertanian dan Peternakan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, BPS) Data sekunder (BPS, Bappeda) Data sekunder (Bappeda) Pencatatan data potensi dan fungsional lahan, produksi, (Tahun 2003, 2004, 2005, dan 2006) Pencatatan data Kabupaten Kotabaru dalam angka 2003, 2004, 2005 Pencatatan data penggunaan lahan Tahun Ketersediaan pangan 5. Impor/Ekspor pangan Data sekunder (Bagian Ekonomi dan Ketahanan Sekretariat Daerah) Data sekunder (Diperindagkop, Kantor Admistrasi pelabuhan) 6. Data stok pangan Data sekunder (Kantor Devisi Dulog) 7. Strategi kebijakan Data primer (Kelembagaan dan Organisasi yang terkait dengan ketahanan pangan) Pencatatan hasil dan print out NBM dan PPH Kabupaten (Tahun 2003, 2004, 2005) Pencatatan data impor/ ekspor pangan (2004, 2005) Pencatatan data stok pangan pemerintah (Tahun 2004, 2005, dan 2006) Wawancara dengan kuesioner Pengolahan dan Analisis Data Data-data yang diperoleh baik data primer dan sekunder diolah dan dianalisis sebagai berikut: 1. Data ketersediaan pangan dari NBM tahun 2003, 2004, 2005 yang diperoleh dari Bagian Ekonomi dan Ketahanan Sekretariat Daerah Kabupaten

3 25 Kotabaru dikaji dan dilakukan koreksi data kemudian dianalisis dengan menggunakan Program (software) Aplikasi Perencanaan dan Gizi Wilayah (Heryatno, Baliwati, Tanziha, 2004). Berikut ini secara rinci pengolahan dan analisis data pada setiap bagian : a. Analisis kuantitas ketersediaan pangan aktual Analisis kuantitas ketersediaan pangan aktual mencakup: 1) jumlah energi yang tersedia untuk konsumsi pangan per kapita penduduk; 2) kontribusi energi kelompok pangan tersedia terhadap total energi, kontribusi masing-masing bahan makanan dalam setiap kelompok pangan, persentase pengunaan pangan terhadap penyediaan pangan dalam kabupaten, rasio impor dan swasembada pangan. Jumlah energi yang tersedia untuk konsumsi pangan per kapita penduduk berasal dari kolom 17 dalam NBM dengan satuan kal/hari. Kontribusi energi kelompok pangan terhadap total energi berasal dari jumlah total energi setiap kelompok pangan dibagi dengan total energi yang tersedia dikali dengan 100%. Kontribusi masing-masing bahan makanan dalam setiap kelompok pangan berasal dari jumlah energi bahan makanan dibagi dengan jumlah energi total kelompok pangannya dikali dengan 100%. Rasio swasembada pangan diperoleh dari produksi dibagi dengan penjumlahan dari produksi dan impor dikurangi ekspor dikali dengan 100%. Produksi Rasio Swasembada = X 100% (Produksi + Impor - Ekspor) Rasio impor pangan diperoleh dari impor dibagi dengan penjumlahan dari produksi dan impor dikurangi ekspor dikali dengan 100%. Impor Rasio Impor = X 100% (Produksi + Impor - Ekspor) b. Kualitas ketersediaan pangan aktual Analisis kualitas ketersediaan pangan aktual digambarkan dengan keragaman pangan yang ditunjukkan dengan skor total PPH dan komposisi skor PPH masing-masing kelompok pangan. Skor PPH diperoleh dari data

4 26 ketersediaan pangan (NBM) kabupaten. Hasil pengolahan data dengan software adalah berupa skor PPH, proyeksi ketersediaan, dan produksi. Komponen dalam perhitungan skor PPH adalah kelompok pangan, jumlah pangan tersedia dalam satuan g/kap/hari, jumlah pangan tersedia dalam satuan Kal/kap/hari, persen energi (%), persen AKE (% AKE), bobot, sekor aktual, skor AKE, skor maksimal dan skor PPH. Komponen dalam perhitungan skor PPH dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perhitungan skor PPH Perhitungan Skor Pola Harapan (PPH) No Kelompok g/kap/ Kal/kap/ % % Bobot Skor Skor Skor Skor hari hari energi AKE*) Aktual AKE Maks PPH a b C d e f g h i J 1. Padipadian Umbiumbian Hewani 4. Minyak dan Lemak 5. Buah/Biji Berminyak 6. Kacangkacangan Gula Sayur dan Buah Lain-lain Total Sumber : Hardinsyah et al (2004) Keterangan: Kolom kelompok pangan. Pengelompokan pangan dalam neraca bahan makanan (NBM) berbeda dengan pengelompokan pangan dalam perhitungan PPH, sehingga pengisian baris masing-masing kelompok pangan harus sesuai dengan pengelompokan pangan dalam perhitungan PPH. Kolom g/kap/hari. Kolom g/kap/hari merupakan jumlah semua komoditas dalam setiap kelompok pangan dalam satuan Kal/kap/hari (kolom 17 dalam NBM) yang dikonversi menjadi satuan g/kap/hari dengan menggunakan pangan setara yang merupakan komoditas dengan kontribusi paling tinggi dalam kelompok pangan tersebut. Kolom Kal/kap/hr. Kolom kkal/kap/hr berisi jumlah total energi setiap kelompok pangan, yang merupakan penjumlahan energi semua komoditas dalam masing-masing kelompok pangan.

5 27 Kolom persen energi (%). Kolom persen energi berisi jumlah persen energi masing-masing kelompok pangan yang merupakan hasil pembagian energi (Kal/kap/hr) masing-masing kelompok pangan dengan jumlah total energi (Kal/kap/hr) dan dikalikan 100%. Persen energi ini menggambarkan kontribusi setiap kelompok pangan dalam ketersediaan energi. Kolom c n X 100% = d n n = nomor baris = 1,2,... Total energi (baris 10) Kolom persen AKE (% AKE). Kolom persen AKE berisi hasil pembagian antara jumlah energi (kkal/kap/hari) masing-masing kelompok pangan dengan nilai AKE (kkal/kap/hari) dan dikalikan dengan 100%. Persen AKE ini menggambarkan kontribusi setiap kelompok pangan dalam ketersediaan pangan. Persen AKE menggambarkan komposisi ketersediaan pangan. Komposisi ideal setiap kelompok pangan adalah 50% untuk padipadian, 6% untuk umbi-umbian, 12% untuk pangan hewani, 10% untuk minyak dan lemak, 3% untuk buah biji berminyak, 5% untuk kacangkacangan, 5% untuk gula, 6% untuk sayur dan buah, dan 3% untuk lain-lain. Kolom c n X 100% AKE = e n n = nomor baris = 1,2,... Kolom bobot. Kolom bobot berisi bobot masing-masing kelompok pangan. Bobot untuk kelompok pangan padi-padian, umbi-umbian, minyak dan lemak, buah/biji berminyak dan gula adalah 0.5. Bobot untuk kelompok pangan hewani dan kacang-kacangan adalah 2.0. Bobot untuk sayur dan buah adalah 5.0. Bobot ini disesuaikan dengan pola pangan harapan (PPH) berdasarkan anjuran FAO-RAPA dan prinsip gizi seimbang, yaitu setiap kelompok pangan dari tiga kelompok pangan utama diberikan skor maksimum yang relatif sama, yaitu 33.3 (berasal dari 100 dibagi 3). Ketiga kelompok pangan utama tersebut adalah 1) pangan sumber karbohidrat dan energi (serealia, umbi-umbian, minyak dan lemak, biji/buah berminyak) dengan kontribusi energi 74%; 2) pangan sumber protein/lauk-pauk (kacang-kacangan dan pangan hewani) dengan kontribusi energi 17%; 3) pangan sumber vitamin dan mineral (sayur dan buah) dengan kontribusi 6% ; dan 4) pangan lainnya

6 28 (aneka minuman dan bumbu) dengan kontribusi 3%. Bobot 0.5 berasal dari nilai 33.3 dibagi 75, bobot 2.0 berasal dari nilai 33.3 dibagi 17 dan bobot 5.0 berasal dari 33.3 dibagi 6. Kolom skor aktual. Skor aktual merupakan hasil perkalian antara persen energi dengan bobot masing-masing kelompok pangan. Kolom d n X f n = g n n = nomor baris = 1,2,... Kolom skor AKE. Skor AKE merupakan hasil perkalian antara persen AKE dengan bobot masing-masing kelompok pangan. Kolom e n X f n = h n n = nomor baris = 1,2,... Kolom skor maksimal. Kolom skor maksimal ini berisi skor ideal PPH setiap kelompok pangan. Skor maksimal ini berasal dari perkalian antara bobot dengan kontribusi ideal setiap kelompok pangan. Kolom skor PPH. Kolom skor PPH berisi skor AKE dengan memperhatikan batas skor maksimal, jika skor AKE lebih tinggi dari skor PPH adalah nilai skor maksimal. Jika skor AKE lebih rendah dari skor maksimal maka angka yang digunakan untuk mengisi kolom skor PPH adalah skor AKE. c. Proyeksi ketersediaan pangan Proyeksi ketersediaan pangan dimaksudkan untuk mengetahui jumlah pangan yang harus tersedia untuk dikomsumsi penduduk dalam satu tahun yang dinyatakan dalam bentuk energi dari setiap komoditas dalam masingmasing komoditas dalam setiap kelompok pangan sesuai dengan kontribusi aktual masing-masing komoditas dalam bentuk energi dengan satuan g/kap/hari, kg/kap/hari, dan ton/tahun. Berikut adalah tahapan untuk mencapai proyeksi ketersediaan pangan dalam bentuk energi. Proyeksi skor PPH. St = S 0 + n(s 2015 S 0 )/dt Dimana: S t = skor PPH tahun yang dicari S 0 = skor PPH tahun awal n = selisih tahun yang dicari dengan tahun awal S 2015 = skor PPH tahun 2015 (ideal = 100) dt = selisih tahun 2015 dengan tahun awal

7 29 Proyeksi kontribusi energi (%) Et = E 0 + n(e 2015 E 0 )/dt Dimana: E t = kontribusi energi tahun yang dicari E 0 = kontribusi energi tahun awal n = selisih tahun yang dicari dengan tahun awal E 2015 = kontribusi energi tahun 2015 (ideal = 100) dt = selisih tahun 2015 dengan tahun awal Proyeksi ketersediaan energi (Kal/kap/hari) Kt = K 0 + n(k 2015 K 0 )/dt Dimana: K t = energi tahun yang dicari K 0 = energi tahun awal n = selisih tahun yang dicari dengan tahun awal K 2015 = energi tahun 2015 (ideal = 100) dt = selisih tahun 2015 dengan tahun awal Proyeksi ketediaan pangan (g/kap/hari) Gt = G 0 + n(g 2015 G 0 )/dt Dimana: G t = pangan tahun yang dicari G 0 = pangan tahun awal n = selisih tahun yang dicari dengan tahun awal G 2015 = pangan tahun 2015 (ideal = 100) dt = selisih tahun 2015 dengan tahun awal Perhitungan kontribusi (%) komoditas pangan dalam masingmasing kelompok pangan. Kontribusi komoditas pangan dalam masingmasing kelompok pangan berasal dari kolom 16 dalam neraca bahan makanan (NBM), yang merupakan kolom ketersediaan untuk konsumsi per kapita dalam satuan g/hari. Nilai ini kemudian dibagi dengan jumlah total ketersediaan dalam kelompok pangan dan dikali dengan 100%. Kontribusi komoditas X 1 = g/hari komoditas x 1 X 100% g/hari total kelompok pangan x Perhitungan proyeksi ketersediaan setiap komoditas pangan dalam masing-masing kelompok pangan. Hasil perhitungan ini adalah ketersediaan komoditas pangan dengan satuan g/kap/hari, kg/kap/tahun dan ton/tahun. Proyeksi ketersediaan setiap komoditas pangan dalam satuan g/kap/hari (G 1 ) dengan kontribusi komoditasnya dan dibagi dengan 100.

8 30 Energi kelompok pangan (G t ) X kontribusi komoditas (%) 100 Proyeksi ketersediaan komoditas dalam satuan kg/kap/tahun adalah konversi proyeksi ketersediaan dalam satuan g/kap/hari menjadi kg/kap/tahun. Ketersediaan komoditas dalam g/kap/hari X Proyeksi ketersediaan komoditas dalam satuan ton/tahun merupakan konversi proyeksi ketersediaan dalam satuan kg/kap/tahun menjadi ton/tahun. Ketersediaan komoditas dalam g/kap/hari X proyeksi penduduk 1000 Dengan proyeksi penduduk pada tahun t adalah P t = P 0 X (1 + L)X(t- 0) 100 Dimana : P 0 = jumlah penduduk tahun dasar L = laju pertumbuhan penduduk t = tahun yang dicari 0 = tahun dasar d. Proyeksi produksi pangan Proyeksi produksi menggambarkan proyeksi jumlah pangan yang harus diproduksi untuk memenuhi proyeksi ketersediaan pangan yang telah ditetapkan sebelumnya. Asumsi yang digunakan dalam menyusun proyeksi produksi adalah perubahan stok, ekspor dan pemakaian dalam kabupaten (bibit, pakan, industri, tercecer) pada tahun-tahun berikutnya adalah tetap (sama dengan tahun dasar). Proyeksi produksi merupakan proyeksi ketersediaan setelah dijumlah dengan perubahan stok, ekspor dan pemakaian serta dikurangi impor. Pr t = K t +PS+E-I+(P+B+M+BM+T) Keterangan: Pr t = proyeksi produksi pada tahun t (yang dicari) K t = proyeksi ketersediaan untuk dikonsumsi (ton/tahun) pada tahun t (tahun yang dicari) PS = perubahan stok pada tahun dasar

9 31 E = penggunaan untuk ekspor pada tahun dasar I = penggunaan untuk impor pada tahun dasar P = penggunaan untuk pakan pada tahun dasar B = penggunaan untuk bibit M = penggunaan untuk industri makanan pada tahun dasar BM = penggunaan untuk industri non makanan pada tahun dasar T = pangan yang tercecer pada tahun dasar 2. Mengkaji kemandirian pangan Kabupaten Kotabaru dengan menganalisis potensi produksi, rasio ketergantungan impor, dan swasembada pangan. 3. Merumuskan strategi pemantapan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru di era otonomi daerah, dengan analisis kuantitaif menggunakan AHP (Analytical Hierarchy Process) dengan tujuan untuk menentukan alternatif strategi berdasarkan skala prioritas (Saaty, 1993). AHP digunakan untuk pengambilan keputusan yang dapat digunakan dalam penentuan atau perencanaan suatu strategi. Melalui analisa ini dimasukkan pertimbangan-pertimbangan logis dari faktor-faktor yang berpengaruh, pelakunya dan tujuan masing-masing dari suatu permasalahan yang kompleks menjadi sederhana dan tersusun dalam suatu hirarki. Tingkat konsistensi merupakan penentu utama sebagai pertimbangan pokok strategis yang diambil. Langkah-langkah penyelesaian AHP sebagai berikut : a. Mendefinisikan persoalan dan merinci persoalan yang diinginkan. b. Membuat struktur hirarki secara menyeluruh (Gambar 2) c. Menyusun matrik banding berpasangan (Tabel 4) Tabel 4. Matriks pendapat pada metode AHP Fokus A1 A2 A3... An A1 a11 a12 a13... a1n A2 a21 a22 a23... a2n A3 a31 a32 a33... a3n An An1 An2 An3... ann Sumber : Saaty, 1993 d. Mengumpulkan semua pertimbangan yang diperlukan dari hasil melakukan perbandingan berpasangan, digunakan skala banding yang tertera pada Tabel 5. Matriks pendapat pada metode AHP

10 32 Tabel 5. Skala banding secara berpasang Intensitas Pentingnya Definisi Penjelasan 1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen menyumbangnya sama besar pada sifat itu 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting ketimbang yang lainnya 5 Elemen yang satu esensial atau sangat penting ketimbang yang lainnya 7 Satu elemen jelas lebih penting dari elemen yang lainnya 9 Satu elemen mutlak lebih penting ketimbang yang lainnya 2,4,6,8 Nilai-nilai antara di antara dua pertimbangan yang berdekatan Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i Sumber : Saaty (1993) Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas yang lainya Pengalaman dan pertimbangan sedikit kuat menyokong satu elemen atas yang lainnya Satu elemen dengan kuat di sokong, dan dominannya telah terlihat dalam praktik Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan e. Memasukkan nilai-nilai kebalikannya beserta bilangan 1 sepanjang diagonal. f. Melaksanakan langkah (c, d, dan e) untuk semua tindakan dan hirarki tersebut. g. Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan. Setelah semua nilai perbandingan dimasukkan kedalam struktur hirarki, maka dengan program (software) criterium decision plus (CDP) version 3.0 akan diproses dengan perhitungan matriks sehingga dihasilkan bobot prioritas, dimana nilai ini menunjukkan urutan prioritas. i. Menghitung tingkat konsistensi dan mengevaluasi inkonsistensi untuk seluruh hirarki. Perhitungan indeks konsistensi (CI), pengukuran ini dimaksudkan untuk mengetahui konsistensi jawaban yang akan berpengaruh kepada kesahihan hasil. Konsistensi suatu matriks perbandingan diukur berdasarkan rumus akar ciri maksimum. CI = λ mak n/n-1 Dimana: CI = Consistency index (indeks konsistensi) λ mak = akar ciri maksimum n = ukuran matriks

11 33 Fokus/Tujuan KETAHANAN PANGAN KABUPATEN KOTABARU Faktor Ketersediaan Distribusi Konsumsi Sub Faktor Produksi Ekspor/Impor Stok/Cadangan Sarana/Prasarana Tranportasi Harga Perpajakan & Retribusi Pengetahuan Gizi Kebiasaan Konsumsi Alternatif Peningkatan Fungsional Lahan Pertanian Peningkatan Sistem Usaha Pertanian Peningkatan Teknologi Pasca Panen Peningkatan SDM & Pemberdayaan Masyarakat Peningkatan Modal & Investasi Kelembagaan Ketahanan Gambar 2. Struktur Analytical Hierarchy Process (AHP) strategi untuk memantapkan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru 33

12 34 Untuk mengetahui apakah CI dengan besaran tertentu cukup baik atau tidak, perlu diketahui rasio yang dianggap baik, yaitu apabila CR 0.1. Dengan Rumus CR. CR = CI/RI Dimana: CI (Consistency Index) = indeks konsistensi RI (Random Index) = indeks random Jika nilai CR lebih dari 0,1 maka penilaian kriteria yang telah dilakukan inkonsisten dan perlu evaluasi (Saaty, 1993). Pengolahan data dengan AHP (Gambar 3), menggunakan software criterium decision plus (CDP) version 3.0. Mulai Identifikasi Masalah Menyusun Hirarki Pengisian Matriks Pendapat Individu Pengujian Konsistensi Rasio Terpenuhi? Ya Penyusunan Matriks Gabungan Tidak Revisi Pengolahan Vektor Prioritas Selesai Gambar 3. Skema proses pengolahan data AHP

13 35 Definisi Operasional Ketersediaan pangan adalah jumlah dan jenis pangan yang disediakan untuk penduduk Kabupaten Kotabaru dalam jangka waktu tertentu yang diperoleh dari produksi dan impor, tanpa atau melalui jalur perdagangan. Pola penyediaan pangan ideal adalah perkiraan kualitas masing-masing jenis bahan makanan yang memenuhi kriteria kecukupan gizi dan mempertimbangkan harga minimal, tersedia, aspek kesehatan, dan kebiasaan pada suatu wilayah. Neraca Bahan Makanan Makanan (NBM) adalah penyajian data dalam bentuk tabel yang dapat menggambarkan situasi dan kondisi ketersediaan pangan untuk konsumsi penduduk di suatu wilayah (negara/propinsi/kabupaten) dalam kurun waktu tertentu. Pola Harapan (PPH) atau Desirable Dietary Pattern adalah Susunan beragam pangan yang didasarkan pada sumbangan energi dari kelompok pangan utama (baik secara absolut maupun relatif) dari suatu pola ketersediaan dan atau konsumsi. Skor PPH adalah mutu gizi konsumsi pangan dan tingkat keragaman konsumsi pangan, semakin tinggi skor mutu pangan, menunjukkan situasi pangan yang semakin beragam dan semakin baik mutu gizinya. Produksi adalah jumlah keseluruhan hasil masing-masing bahan makanan yang dihasilkan dari sektor pertanian (tanaman pangan, peternakan, perikanan, dan perkebunan), yang belum mengalami proses pengolahan maupun yang sudah mengalami proses pengolahan. Ekspor adalah sejumlah bahan makanan baik yang belum maupun sudah mengalami pengolahan, yang dikeluarkan dari wilayah Kabupaten Kotabaru. Impor adalah sejumlah bahan makanan baik yang belum maupun sudah mengalami pengolahan, yang didatangkan/dimasukkan dari luar ke dalam wilayah Kabupaten Kotabaru.

14 36 Stok adalah sejumlah bahan makanan yang disimpan/dikuasai oleh pemerintah atau swasta yang dimaksudkan sebagai cadangan dan akan digunakan apabila sewaktu-waktu diperlukan. Perubahan stok adalah selisih antara stok akhir tahun dengan stok awal tahun. Strategi memantapkan ketahanan pangan adalah rumusan kebijakan untuk menjalankan misi yang terkoordinasi dan efesien dalam upaya memantapkan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru. Kemandirian pangan adalah kondisi di mana kebutuhan pangan dapat dipenuhi minimal 90% dari produksi Kabupaten Kotabaru, dan kebutuhan pangan daerah harus dipenuhi secara mandiri dengan memberdayakan modal manusia, modal sosial dan ekonomi yang dimiliki, yang pada gilirannya harus berdampak kepada peningkatan kehidupan sosial dan ekonomi petani dan masyarakat.

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan dengan penentuan lokasi secara purposive. Penelitian ini berlansung selama 2 bulan, dimulai

Lebih terperinci

22/02/2017. Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN. Manfaat survei konsumsi pangan. Metode Survei Konsumsi Pangan. Tujuan Survei Konsumsi Pangan

22/02/2017. Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN. Manfaat survei konsumsi pangan. Metode Survei Konsumsi Pangan. Tujuan Survei Konsumsi Pangan Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN Pengantar Survei Konsumsi Pangan Tujuan Survei Konsumsi Pangan Metode berdasarkan Jenis Data yang diperoleh Metode berdasarkan Sasaran Pengamatan Neraca Bahan Makanan Pola

Lebih terperinci

METODE. - Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura - Dinas Peternakan dan Perikanan - Dinas Perkebunan b. Data NBM tahun (sekunder)

METODE. - Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura - Dinas Peternakan dan Perikanan - Dinas Perkebunan b. Data NBM tahun (sekunder) 31 METODE Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah restrospektif. Lokasi penelitian adalah Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan (Lampiran 1). Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan esensial dan komoditas paling strategis dalam kehidupan manusia, pemenuhan kebutuhan pangan merupakan hak azasi manusia. Ketahanan pangan berdasarkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian. Tahun Publikasi BPS Kabupaten Lampung Barat

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian. Tahun Publikasi BPS Kabupaten Lampung Barat METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah retrospektif. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan yaitu (1) Kabupaten Lampung Barat akan melakukan

Lebih terperinci

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan METODE Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan prospective study dengan menggunakan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Provinsi Papua tahun 2008 sampai tahun

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung analisis penelitian adalah:

IV METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung analisis penelitian adalah: IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Balai Pengembangan Teknologi (BPT) Mekanisasi Pertanian Jawa Barat yang terletak di Jalan Darmaga Timur Bojongpicung, Cihea,

Lebih terperinci

ANALISIS KEMANDIRIAN PANGAN ASAL TERNAK DALAM RANGKA MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

ANALISIS KEMANDIRIAN PANGAN ASAL TERNAK DALAM RANGKA MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT ANALISIS KEMANDIRIAN PANGAN ASAL TERNAK DALAM RANGKA MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT (Self Sufficiency Analysis Animal Food of to Strengthen Food Security in West Lampung District)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola Konsumsi adalah susunan tingkat kebutuhan seseorang atau rumahtangga untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam menyusun pola konsumsi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan 17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain prospective study berdasarkan data hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) Provinsi Riau tahun 2008-2010. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan ketahanan pangan merupakan prioritas utama dalam pembangunan karena pangan merupakan kebutuhan yang paling hakiki dan mendasar bagi sumberdaya manusia suatu

Lebih terperinci

POLA PANGAN HARAPAN (PPH)

POLA PANGAN HARAPAN (PPH) PANDUAN PENGHITUNGAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) Skor PPH Nasional Tahun 2009-2014 75,7 85,7 85,6 83,5 81,4 83,4 Kacangkacangan Buah/Biji Berminyak 5,0 3,0 10,0 Minyak dan Lemak Gula 5,0 Sayur & buah Lain-lain

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) ini dilaksanakan di PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan.

BAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan laut di Indonesia mengandung sumberdaya kelautan dan perikanan yang siap diolah dan dimanfaatkan semaksimal mungkin, sehingga sejumlah besar rakyat Indonesia

Lebih terperinci

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI Pusat Penganekeragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN Penyelenggaraan Pangan dilakukan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah usaha untuk meningkatkan kualitas dan perikehidupan masyarakat Indonesia, yang dilakukan secara terus menerus, berlandaskan kemampuan wilayah dengan

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Amang (1993), Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional

Lebih terperinci

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok, 98 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan gabungan antara data primer dan data sekunder. Data primer mencakup hasil penggalian pendapat atau

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan dibahas mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 47 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Meningkatnya aktivitas perkotaan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang kemudian diikuti dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk akan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional selama ini mempunyai tugas utama untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, menyediakan kesempatan kerja, serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Secara umum pangan diartikan sebagai segala sesuatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

III. METODOLOGI KAJIAN

III. METODOLOGI KAJIAN III. METODOLOGI KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Kajian Penelitian Kajian dilakukan di Kabupaten Indramayu. Dasar pemikiran dipilihnya daerah ini karena Kabupaten Indramayu merupakan daerah penghasil minyak

Lebih terperinci

POLA PANGAN HARAPAN PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN BANMATI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO

POLA PANGAN HARAPAN PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN BANMATI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO POLA PANGAN HARAPAN PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN BANMATI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Studi Diploma III (Tiga)

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak di

BAB IV METODE PENELITIAN. keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak di 135 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian merupakan studi kasus yang dilakukan pada suatu usaha kecil keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. San Diego Hills. Visi dan Misi. Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran

METODE PENELITIAN. San Diego Hills. Visi dan Misi. Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran 24 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran San Diego Hills Visi dan Misi Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran Bauran Pemasaran Perusahaan: 1. Produk 2. Harga 3. Lokasi 4. Promosi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS NERACA BAHAN MAKANAN (NBM) DAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KABUPATEN SIDOARJO

ANALISIS NERACA BAHAN MAKANAN (NBM) DAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KABUPATEN SIDOARJO AGRISE Volume XV No. 1 Bulan Januari 2015 ISSN: 1412-1425 ANALISIS NERACA BAHAN MAKANAN (NBM) DAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KABUPATEN SIDOARJO (ANALYSIS OF FOOD BALANCE SHEET (FBS) AND DESIRABLE DIETARY

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor mulai Desember 2010 Maret 2011. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan

Lebih terperinci

PEMILIHAN LOKASI PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAWA BARAT BERDASARKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Oleh : RATNA IMANIRA SOFIANI, SSi

PEMILIHAN LOKASI PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAWA BARAT BERDASARKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Oleh : RATNA IMANIRA SOFIANI, SSi PEMILIHAN LOKASI PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAWA BARAT BERDASARKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Oleh : RATNA IMANIRA SOFIANI, SSi ABSTRAK Tulisan ini memaparkan tentang penerapan Analitycal

Lebih terperinci

PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI

PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI Dwi Nurul Izzhati Fakultas Teknik, Universitas Dian Nuswantoro, Semarang 50131 E-mail : dwinurul@dosen.dinus.ac.id

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data

METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data 20 METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data Penelitian ini menggunakan data Susenas Modul Konsumsi tahun 2005 yang dikumpulkan dengan desain cross sectional. Data Susenas Modul Konsumsi terdiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,

Lebih terperinci

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian Usaha pengolahan pindang ikan dipengaruhi 2 (dua) faktor penting yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi aspek produksi, manajerial,

Lebih terperinci

KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN

KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN A. KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI YANG DIANJURKAN Tabel 1. Komposisi Konsumsi Pangan Berdasarkan Pola Pangan Harapan Pola Pangan Harapan Nasional % AKG

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 56 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dipaparkan mengenai perancangan penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penulisan ini. Penelitian ini memiliki 2 (dua) tujuan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Pola Konsumsi Non Beras Sektor pertanian tidak akan pernah lepas dari fungsinya sebagai sumber

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI PENYEDIAAN PANGAN DAN STRATEGI UNTUK MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN KOTABARU DI ERA OTONOMI DAERAH SLAMAD RIADI

ANALISIS SITUASI PENYEDIAAN PANGAN DAN STRATEGI UNTUK MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN KOTABARU DI ERA OTONOMI DAERAH SLAMAD RIADI ANALISIS SITUASI PENYEDIAAN PANGAN DAN STRATEGI UNTUK MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN KOTABARU DI ERA OTONOMI DAERAH SLAMAD RIADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN

Lebih terperinci

SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) PENDAHULUAN

SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) PENDAHULUAN SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) P R O S I D I N G 58 Fahriyah 1*, Rosihan Asmara 1 1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya *E-mail ria_bgl@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... D A F T A R I S I Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... (i) (ii) (viii) PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah maupun yang tidak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Jumlah sampel dalam kecamatan (KK) Nama Desa. KK tidak

METODE PENELITIAN. Jumlah sampel dalam kecamatan (KK) Nama Desa. KK tidak 18 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah Descriptive Study. Penelitian ini bersifat prospektif untuk memproyeksikan kondisi yang akan datang. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI PENYEDIAAN PANGAN DAN STRATEGI UNTUK MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN KOTABARU DI ERA OTONOMI DAERAH SLAMAD RIADI

ANALISIS SITUASI PENYEDIAAN PANGAN DAN STRATEGI UNTUK MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN KOTABARU DI ERA OTONOMI DAERAH SLAMAD RIADI ANALISIS SITUASI PENYEDIAAN PANGAN DAN STRATEGI UNTUK MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN KOTABARU DI ERA OTONOMI DAERAH SLAMAD RIADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN

Lebih terperinci

KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN PENDAHULUAN

KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN PENDAHULUAN P R O S I D I N G 69 KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN Condro Puspo Nugroho 1*, Fahriyah 1, Rosihan Asmara 2 1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial budaya dipengaruhi banyak hal yang saling kait mengait, di samping untuk memenuhi

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN BASAH PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN BASAH PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN BASAH PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT (Food Agriculture Wet Land Size Requirement Analysis in Fulfilling Food Requirement

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang tujuannya untuk menyajikan

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN DAN GIZI

KETAHANAN PANGAN DAN GIZI KETAHANAN PANGAN DAN GIZI disampaikan pada : Temu Ilmiah Internasional Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian November 2014 OUTLINE 1. Pendahuluan 2. Permasalahan

Lebih terperinci

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT Multi-Attribute Decision Making (MADM) Permasalahan untuk pencarian terhadap solusi terbaik dari sejumlah alternatif dapat dilakukan dengan beberapa teknik,

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data 19 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Papua Barat. Pemilihan lokasi didasarkan pada pertimbangan bahwa Papua Barat sebagai wilayah yang mempunyai potensi sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional, bahkan politis.

BAB I PENDAHULUAN. strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional, bahkan politis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang mendasar, dianggap strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional, bahkan politis. Terpenuhinya pangan

Lebih terperinci

Pengumpulan, Pengolahan dan Estimasi Data Neraca Bahan Makanan, 2010

Pengumpulan, Pengolahan dan Estimasi Data Neraca Bahan Makanan, 2010 BADAN PUSAT STATISTIK Pengumpulan, Pengolahan dan Estimasi Data Neraca Bahan Makanan, 2010 ABSTRAKSI Latar belakang ; Dukungan informasi tentang situasi ketersediaan pangan sebagai bahan pertimbangan dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perolehan pangan yang cukup baik dalam jumlah maupun mutu merupakan sesuatu yang penting bagi setiap manusia agar dapat hidup secara berkualitas. Oleh karena itu hak atas kecukupan

Lebih terperinci

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 1 Tahun

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 1 Tahun DIVERSIFIKASI KONSUMSI MASYARAKAT BERDASARKAN SKOR POLA PANGAN HARAPAN PADA LOKASI MKRPL DI KEC. KRAMATWATU KAB. SERANG Yati Astuti 1) dan Fitri Normasari 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten

Lebih terperinci

KATEGORI POTENSI KECAMATAN BERDASARKAN SUBSISTEM KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN TRENGGALEK

KATEGORI POTENSI KECAMATAN BERDASARKAN SUBSISTEM KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN TRENGGALEK AGRISE Volume XIV No. 1 Bulan Januari 2014 ISSN: 1412-1425 KATEGORI POTENSI KECAMATAN BERDASARKAN SUBSISTEM KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN TRENGGALEK (CATEGORIES OF THE DISTRICT POTENTIAL BASED ON FOOD

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN

RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN Yosep Agus Pranoto Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) Untuk Sistem Pendukung Keputusan Penilaian Kinerja Karyawan Pada Perusahaan XYZ

Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) Untuk Sistem Pendukung Keputusan Penilaian Kinerja Karyawan Pada Perusahaan XYZ Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) Untuk Sistem Pendukung Keputusan Penilaian Kinerja Karyawan Pada Perusahaan XYZ Mia Rusmiyanti Jurusan Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia Bandung

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM KABUPATEN JAYAPURA. Letak dan Luas

KEADAAN UMUM KABUPATEN JAYAPURA. Letak dan Luas 37 KEADAAN UMUM KABUPATEN JAYAPURA Letak dan Luas Kabupaten Jayapura secara yuridis sudah dimekarkan sesuai Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2002 menjadi 3 (tiga) kabupaten, yaitu Kabupaten Jayapura dengan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 1) Miskin sekali: Apabila tingkat pendapatan per kapita per tahun lebih rendah 75% dari total pengeluaran 9 bahan pokok 2) Miskin: Apabila tingkat pendapatan per kapita per tahun berkisar antara 75-125%

Lebih terperinci

Dinas Ketahanan Pangan Kota Ternate. Neraca Bahan Makanan (NBM) & PPH Ketersediaan Kota Ternate Tahun 2017

Dinas Ketahanan Pangan Kota Ternate. Neraca Bahan Makanan (NBM) & PPH Ketersediaan Kota Ternate Tahun 2017 Dinas Ketahanan Pangan Kota Ternate Neraca Bahan Makanan (NBM) & PPH Ketersediaan Kota Ternate Tahun 2017 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas terselesaikannya Laporan Neraca

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran PT NIC merupakan perusahaan yang memproduksi roti tawar spesial (RTS). Permintaan RTS menunjukkan bahwa dari tahun 2009 ke tahun 2010 meningkat sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh manusia guna memenuhi asupan gizi dan sebagai faktor penentu kualitas sumber daya manusia. Salah satu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian.

METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan

Lebih terperinci

METODE. Desain Waktu dan Ternpat

METODE. Desain Waktu dan Ternpat METODE Desain Waktu dan Ternpat Penelitian ini dilaksanakan di Propinsi Sulawesi Tengah. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut memerlukan suatu

Lebih terperinci

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data 13 3 METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi wilayah Kabupaten yang mencakup 10 kecamatan. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 6 bulan yaitu dari bulan Mei sampai Oktober

Lebih terperinci

PERBEDAAN POLA PANGAN HARAPAN DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN SUKOHARJO (Studi di Desa Banmati dan Kelurahan Jetis)

PERBEDAAN POLA PANGAN HARAPAN DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN SUKOHARJO (Studi di Desa Banmati dan Kelurahan Jetis) PERBEDAAN POLA PANGAN HARAPAN DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN SUKOHARJO (Studi di Desa Banmati dan Kelurahan Jetis) PENELITIAN Disusun Dan Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Menyelesaikan Studi

Lebih terperinci

JIIA, VOLUME 5 No. 2, MEI 2017

JIIA, VOLUME 5 No. 2, MEI 2017 POLA KONSUMSI PANGAN PADA RUMAH TANGGA PETANI DI DESA RUGUK KECAMATAN KETAPANG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN (Food Consumption Patterns of Farmers Household at Ruguk Village Ketapang Sub District South Lampung

Lebih terperinci

Penyebaran Kuisioner

Penyebaran Kuisioner Penentuan Sampel 1. Responden pada penelitian ini adalah stakeholders sebagai pembuat keputusan dalam penentuan prioritas penanganan drainase dan exspert dibidangnya. 2. Teknik sampling yang digunakan

Lebih terperinci

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS Untuk memperkenalkan AHP, lihat contoh masalah keputusan berikut: Sebuah kawasan menghadapi kemungkinan urbanisasi yang mempengaruhi lingkungan. Tindakan apa yang harus dilakukan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pengembangan agroindustri kelapa sawit sebagai strategi pembangunan nasional merupakan suatu keniscayaan guna memperkecil kesenjangan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto. Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto. Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan nomos. Oikos berarti rumah tangga, nomos berarti aturan. Sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. lokasi penelitian secara sengaja (purposive) yaitu dengan pertimbangan bahwa

BAB III METODE PENELITIAN. lokasi penelitian secara sengaja (purposive) yaitu dengan pertimbangan bahwa BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek penelitian ini adalah strategi pengadaan bahan baku agroindustri ubi jalar di PT Galih Estetika Indonesia Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

Lebih terperinci

ANALISIS PENYEDIAAN PANGAN UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SIDOARJO

ANALISIS PENYEDIAAN PANGAN UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SIDOARJO AGRISE Volume XIV No. 3 Bulan Agustus 2014 ISSN: 1412-1425 ANALISIS PENYEDIAAN PANGAN UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SIDOARJO (FOOD PROVISION ANALYSIS IN THE EFFORT TO INCREASE FOOD SECURITY

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bab ini menjelaskan mengenai metode Analytic Hierarchy Process (AHP) sebagai metode yang digunakan untuk memilih obat terbaik dalam penelitian ini. Disini juga dijelaskan prosedur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Ruang Lingkup Ketahanan Pangan

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Ruang Lingkup Ketahanan Pangan 7 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Ruang Lingkup Ketahanan Pangan Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN KADER KESEHATAN DI KECAMATAN PEUDAWA KABUPATEN ACEH TIMUR

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN KADER KESEHATAN DI KECAMATAN PEUDAWA KABUPATEN ACEH TIMUR SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN KADER KESEHATAN DI KECAMATAN PEUDAWA KABUPATEN ACEH TIMUR TI BAHREN, MUNAR a Jurusan Teknik Informatika Fakultas Ilmu Komputer Universitas Almuslim Jln. Almuslim Tlp.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 25 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran merupakan miniatur keseluruhan dari proses penelitian. Kerangka pemikiran akan memberikan arah yang dapat dijadikan pedoman bagi para

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DI KABUPATEN PURWOREJO Menimbang a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat dominan dalam pendapatan masyarakat di Indonesia karena mayoritas penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Kabupaten Sleman, yang merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan 4 TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Menurut UU No 7 tahun 1997, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah ataupun produk turunannya

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2. 1 Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

DAMPAK PROGRAM KRPL (KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI) TERHADAP POLA PANGAN HARAPAN (PPH) ABSTRAK

DAMPAK PROGRAM KRPL (KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI) TERHADAP POLA PANGAN HARAPAN (PPH) ABSTRAK DAMPAK PROGRAM KRPL (KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI) TERHADAP POLA PANGAN HARAPAN (PPH) Muh. Aniar Hari Swasono 1 )Nur Cholilah 2 ) Fakultas Pertanian Universitas Yudharta Pasuruan Email : hariswasono@gmail.com

Lebih terperinci

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 1 I. Aspek Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2009 2013 Komoditas

Lebih terperinci

ANALISIS KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI PANGAN BERDASARKAN DAYA DUKUNG LAHAN WILAYAH KABUPATEN GARUT TAHUN UMIYATI

ANALISIS KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI PANGAN BERDASARKAN DAYA DUKUNG LAHAN WILAYAH KABUPATEN GARUT TAHUN UMIYATI ANALISIS KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI PANGAN BERDASARKAN DAYA DUKUNG LAHAN WILAYAH KABUPATEN GARUT TAHUN 2009-2014 UMIYATI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena itu pemenuhannya menjadi bagian dari hak asasi setiap individu. Di Indonesia,

Lebih terperinci

Analisis Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Perkotaan Dalam Mewujudkan Diversifikasi Konsumsi Pangan (Studi Kasus di Kota Bandar Lampung)

Analisis Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Perkotaan Dalam Mewujudkan Diversifikasi Konsumsi Pangan (Studi Kasus di Kota Bandar Lampung) Analisis Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Perkotaan Dalam Mewujudkan Diversifikasi Konsumsi Pangan (Studi Kasus di Kota Bandar Lampung) Nasriati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung Jl. ZA. Pagar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

AHP (Analytical Hierarchy Process)

AHP (Analytical Hierarchy Process) AHP (Analytical Hierarchy Process) Pengertian Metode AHP dikembangkan oleh Saaty dan dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek dimana data dan informasi statistik dari masalah yang dihadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat mempertahankan hidupnya tanpa adanya pangan. Karena itu, usaha

BAB I PENDAHULUAN. dapat mempertahankan hidupnya tanpa adanya pangan. Karena itu, usaha BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Manusia tidak dapat mempertahankan hidupnya tanpa adanya pangan. Karena itu, usaha pemenuhan kebutuhan pangan merupakan

Lebih terperinci

Pemilihan Tanaman Pangan Unggulan Kotamadya Cilegon Menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP)

Pemilihan Tanaman Pangan Unggulan Kotamadya Cilegon Menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) Pemilihan Tanaman Pangan Unggulan Kotamadya Cilegon Menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) Welda STMIK MDP Palembang welda@stmik-mdp.net Abstrak: Melakukan pengambilan keputusan menggunakan matriks

Lebih terperinci

PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA

PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA Oleh : Dr. Ir. Achmad Suryana, MS Kepala Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian RI RINGKASAN Berbagai

Lebih terperinci

Analisis Penghitungan Pencapaian Swasembada Pangan Pokok di Provinsi Maluku

Analisis Penghitungan Pencapaian Swasembada Pangan Pokok di Provinsi Maluku Analisis Penghitungan Pencapaian Swasembada Pangan Pokok di Provinsi Maluku Ismatul Hidayah dan Demas Wamaer Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Jl. Chr Splanit Rumah Tiga Ambon E-mail: ismatul_h@yahoo.co.id

Lebih terperinci