ANALISIS SITUASI PENYEDIAAN PANGAN DAN STRATEGI UNTUK MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN KOTABARU DI ERA OTONOMI DAERAH SLAMAD RIADI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS SITUASI PENYEDIAAN PANGAN DAN STRATEGI UNTUK MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN KOTABARU DI ERA OTONOMI DAERAH SLAMAD RIADI"

Transkripsi

1 ANALISIS SITUASI PENYEDIAAN PANGAN DAN STRATEGI UNTUK MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN KOTABARU DI ERA OTONOMI DAERAH SLAMAD RIADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Analisis Situasi Penyediaan Pangan dan Strategi untuk Memantapkan Ketahanan Pangan Kabupaten Kotabaru di Era Otonomi Daerah adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan/atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini. Bogor, Mei 2007 Slamad Riadi A

3 ABSTRACT SLAMAD RIADI. Analysis of Food Availability Situation and Strategy to Strengthen Food Security in Kotabaru Regency during Regional Autonomy Era. Under the direction of BUDI SETIAWAN, and HADI RIYADI. Food is an essential need and the most strategic commodities for human life. Food need fulfillment is a part of human right. Food availability for human consumption must fulfill nutrition requirements of the community. The aim of this study were: 1) to analyze food availability situation; 2) to assess food independency; 3) to analyze strategy to strengthen food security; and 4) to formulate food security development program of Kotabaru regency in the regional autonomy era. This study design was retrospective with survey method. The study utilized primary and secondary data which were analyzed using FBS (Food Balance Sheet) correction, potential production and dependence ratio of food import, and AHP (Analytical Hierarchy Process). Based on the gap of the actual food availability from ideal condition (Desirable Dietary Pattern), strategy of program and priority to strengthen food security in Kotabaru regency was formulated. The study results showed that the actual food availability of energy and protein were over the recommendation (RDA). In 2003, availability of energy was kkal/capita/day (100,92%) and protein was 105,58 gram/capita/day (211,16%). In 2004, availability of energy was kkal/capita/day (128,63%) and protein was 110,34 gram/capita/day (193,57%). In 2005, availability of energy was kkal/capita/day (128,63%) and protein was 110,34 gram/capita/day (193,57%). The score of Desirable Dietary Pattern (Pola Pangan Harapan/PPH) from 2003 to 2005 was: 91,4%, 95,6%, and 96,8% respectively. Generally, the score achieved was good enough, however it was still not ideal (100%). Based on food production data BPS (2003, 2004, and 2005) food independency of Kotabaru regency was mostly supported by own food production that was shown by the positive number of ratio of production to food availability. Based on AHP the sequences of strategy priority ware: 1) to enhance human resources and to empower community (weight value 0,217); 2) food security institution (weight value 0,169); 3) to increase land agriculture functional (weight value 0,166); 4) to improve agriculture farm system (weight value 0,164); 5) to improve post harvest technology (weight value 0,152); and 6) to increase capital and investment (weight value 0,151). The result of priority of the strategy to strengthen food security in Kotabaru regency was in line agendas of regional development in Regional Intermediate Period Development Planning (RPJMD) of Kotabaru regency including: 1) increase human resources quality; 2) increase society welfare; 3) increase tool and infrastructure supporting development; 4) management natural resources. According to autonomy authority, Kotabaru regency government should optimize the food security system. Keyword: food availability, food independency, food security.

4 RINGKASAN SLAMAD RIADI. Analisis Situasi Penyediaan Pangan dan Strategi untuk Memantapkan Ketahanan Pangan Kabupaten Kotabaru di Era Otonomi Daerah. Dibimbing oleh: BUDI SETIAWAN, dan HADI RIYADI. Pangan merupakan kebutuhan esensial dan komoditas paling strategis dalam kehidupan manusia, pemenuhan kebutuhan pangan merupakan hak azasi manusia. Penyediaan pangan untuk konsumsi harus memenuhi kebutuhan gizi penduduk. Salah satu dari masalah ketersediaan pangan adalah untuk mengetahui apakah penyediaan pangan yang ada mencukupi kebutuhan konsumsi penduduk, untuk itu perlu dipahami situasi pangan di suatu daerah dalam periode tertentu, selanjutnya diupayakan strategi untuk mencapai ketahanan pangan. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menganalisis situasi ketersediaan pangan; 2) mengakaji kemandirian pangan; 3) menganalisis strategi untuk memantapkan ketahanan pangan; dan 4) merumuskan program pembangunan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru di era otonomi daerah. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Kotabaru Propinsi Kalimantan Selatan, berlangsung selama 3 bulan (Januari-Maret 2007). Desain penelitian ini adalah retrospektif dengan metode survey yaitu melakukan kunjungan ke instansi/lembaga dan organisasi yang terkait dengan ketahanan pangan. Kajian menggunakan data primer dan sekunder, data primer dikumpulkan melalui wawancara dan kuesioner dari responden dan nara sumber terpilih dengan sengaja (purposive) baik pejabat maupun stakeholder, sedangkan data sekunder diperoleh dari dinas/instansi terkait dengan program ketahanan pangan. Analisis meliputi koreksi Neraca Bahan Makanan (NBM), potensi produksi dan rasio ketergantungan impor, serta merumuskan strategi alternatif prioritas dengan AHP (Analytical Hierarchy Process). Ketersediaan pangan (food availability) di suatu daerah atau wilayah ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya produksi pangan, ekspor/impor pangan, stok/cadangan pangan, dan penggunaan pangan. Produksi pangan sangat ditentukan oleh sumberdaya lahan, sumberdaya manusia dan pemberdayaan masyarakat, sistem usaha tani, teknologi pasca panen, kelembagaan ketahanan pangan, modal dan investasi. Berdasarkan ketersediaan pangan saat ini (kondisi aktual) dibandingkan dengan kondisi ideal (PPH), selanjutnya disusun strategi untuk merumuskan program dan prioritas bagi Pemerintah Kabupaten Kotabaru dalam penyediaan pangan untuk memantapkan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru di Era Otonomi Daerah. Hasil penelitian menunjukkan ketersedian pangan aktual telah melebihi angka kecukupan energi (AKE) dan angka kecukupan protein (AKP). Ketersediaan energi tahun adalah kkal/kapita/hari (100,92%), kkal/kapita/hari (128, 63%), dan kkal/kapita/hari (135,45%). Ketersediaan protein tahun adalah 105,58 gram/kapita/hari (211,16%), 110,34 gram/kapita/hari (193,57%), dan 110,47 gram/kapita/hari (193,80%). Skor PPH tahun adalah 91,1%, 95,6%, dan 96,8%; pencapaian skor PPH sudah baik meskipun belum mencapai ideal (100%). Berdasarkan data produksi pangan (BPS; 2003, 2004, dan 2005) kemandirian pangan Kabupaten Kotabaru dapat dilihat dari besaran ketergantungan impor

5 terhadap penyediaan pangan. Jenis pangan seperti: susu, gula pasir, tepung gandum 100% diimpor, demikian juga daging sapi, minyak goreng, telur, kacang tanah, kedelai, sayuran (bawang merah, bawang putih, wortel, kubis, kentang), dan buah-buahan (apel, anggur, jeruk, semangka, melon) rasio impornya diatas 10%. Berdasarkan rasio produksi terhadap penyediaan pangan, jenis pangan: ikan, jagung, ubi jalar, sayuran, dan buah-buahan sebagian besar mampu menyediakan pangan untuk konsumsi penduduk Kabupaten Kotabaru. Urutan prioritas strategi untuk memantapkan ketahanan pangan berdasarkan AHP: 1) peningkatan SDM dan pemberdayaan masyarakat masyarakat (bobot 0,217) ; 2) kelembagaan ketahanan pangan (bobot 0,169); 3) peningkatan fungsional lahan pertanian (bobot 0,166); 4) peningkatan sistem usaha pertanian (bobot 0,164); 5) peningkatan teknologi pasca panen (bobot 0,152); 6) peningkatan modal dan investasi (bobot 0,151). Hasil analisis prioritas strategi memantapkan ketahanan Kabupaten Kotabaru, sejalan dengan agenda pokok pembangunan daerah dalam Rencana Pembanguna Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Kotabaru yaitu: 1) meningkatkan kualitas sumberdaya manusia; 2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat; 3) meningkatkan sarana dan prasarana penunjang pembangunan; 4) pengelolaan sumberdaya alam. Sesuai kewenangan otonomi, Kabupaten Kotabaru dapat memfungsikan sistem ketahanan pangan secara optimal. Kata kunci: ketersediaan pangan, kemandiriaan pangan, ketahanan pangan.

6 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam Bentuk apapun, baik cetak, fotocopi, microfilm, dan sebagainya.

7 ANALISIS SITUASI PENYEDIAAN PANGAN DAN STRATEGI UNTUK MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN KOTABARU DI ERA OTONOMI DAERAH SLAMAD RIADI Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Ketahanan Pangan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir : Leily Amalia, STP., MSi

9

10 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia dan hidayah- Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Karya ilmiah ini berjudul Analisis Situasi Penyediaan Pangan dan Strategi untuk Memantapkan Ketahanan Pangan Kabupaten Kotabaru di Era Otonomi Daerah. Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan, terutama kepada Bapak Dr. Ir. Budi Setiawan, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan, serta Ibu Leily Amalia, STP., MSi dan Ibu Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS yang telah banyak memberikan saran. Disamping itu, penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada Pemerintah Kabupaten Kotabaru Propinsi Kalimantan Selatan yang telah memberikan kesempatan tugas belajar dan bea siswa, serta ibu, istri dan anak-anakku (Monika Agustia dan Nur Aditiya Lestari) atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Mei 2007 Slamad Riadi

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kotabaru Propinsi Kalimantan Selatan pada tanggal 4 Juni 1966 sebagai putra kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Makmur Ramli (almarhum) dan Ibu Aisyah. Menikah dengan Nurtiani dan telah dikarunia 2 orang anak Monika Agustia dan Nur Aditiya Lestari. Pendidikan SPP-SPMA diselesaikan di Yogyakarta pada tahun Selanjutnya penulis diberi kesempatan untuk menempuh pendidikan dengan izin belajar dari Pemerintah Daerah Kabupaten Kotabaru pada Fakultas Pertanian Universitas Dr. Soetomo Surabaya dan lulus tahun 2003 sebagai mahasiswa terbaik. Pada tahun 2005 penulis mendapat beasiswa Pemerintah Daerah Kabupaten Kotabaru untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Program Studi Manajemen Ketahanan Pangan. Penulis pada tahun bekerja pada Kantor Sekretariat Pelaksana Harian Bimas Kabupaten Kotabaru, dan dari tahun sekarang bekerja pada Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Kotabaru.

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN Latar Belakang... Rumusan Masalah... Tujuan Penelitian... Manfaat Penelitian... Kerangka Pemikiran... TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Ruang Lingkup Ketahanan Pangan. Konsep Ketahanan Pangan... Ketersediaan Pangan Wilayah... Penyediaan Pangan dengan Pendekatan PPH... Pemantapan Ketahanan Pangan di Era Otonomi Daerah... METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian... Desain Penelitian... Jenis, Sumber dan Cara Pengumpulan Data... Pengolahan dan Analisis Data.. Definisi Operasional. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Wilayah Penelitian Kondisi Geografis.. Kondisi Geomorfologi... Penggunaan Lahan dan Kawasan Hutan. Kondisi Sosial dan Budaya.. Penduduk Ketenagakerjaan. Pendidikan.. Kesehatan... Sarana dan Prasarana Perhubungan... Perhubungan Darat. Perhubungan Laut.. Perhubungan Udara xii xv xvi x

13 Kondisi Perekonomian Daerah Potensi Sumberdaya Pangan Kabupaten Kotabaru... Perkembangan Produksi Pangan Perkembangan Impor dan Ekspor Pangan... Stok dan Penyaluran Pangan... Situasi Ketersediaan Pangan Kabupaten Kotabaru... Ketersediaan Pangan Aktual berdasarkan Neraca Bahan Makanan... Ketersediaan Pangan Ideal berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH)... Gap Ketersediaan Pangan Aktual dan Ideal... Kemandirian Pangan Daerah... Analisis Strategi Memantapkan Ketahanan Pangan Kabupaten Kotabaru... Faktor Ketahanan Pangan... Sub Faktor Ketahanan Pangan... Alternatif Strategi Ketahanan Pangan... Perumusan Program Pembangunan Ketahanan Pangan Kabupaten Kotabaru... KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... Saran... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

14 DAFTAR TABEL Perbandingan PPH FAO-RAPA, Meneg Pangan 1994, dan DEPTAN Jenis, sumber dan cara pengumpulan data... Perhitungan skor PPH. Matriks pendapat pada metode AHP... Skala banding secara berpasang... Kelas ketinggian dan luas Kabupaten Kotabaru... Kemiringan lahan di Kabupaten Kotabaru... Penggunaan lahan di Kabupaten Kotabaru... Jumlah dan kepadatan penduduk Kabupaten Kotabaru... Persentase penduduk usia kerja di Kabupaten Kotabaru kegiatan utama dan jenis kelamin... Persentase penduduk Kabupaten Kotabaru yang bekerja menurut lapangan kerja... Sarana pendidikan di Kabupaten Kotabaru... Sarana dan prasarana kesehatan di Kabupaten Kotabaru... Kondisi jalan di Kabupaten Kotabaru... Halaman Produk domestik regional bruto Kabupaten Kotabaru tahun dengan harga berlaku... Nilai Kredit Bank yang disalurkan kepada Masyarakat di Kabupaten Kotabaru... Nilai kredit usaha kecil yang disalurkan kepada masyarakat di Kabupaten Kotabaru... Produksi padi dan palawija Kabupaten Kotabaru tahun Produksi sayuran Kabupaten Kotabaru tahun xii

15 Produksi buah-buahan Kabupaten Kotabaru tahun Produksi pangan hewani (ternak) Kabupaten Kotabaru Tahun Produksi perikanan Kabupaten Kotabaru tahun Produksi perkebunan Kabupaten Kotabaru tahun Jenis pangan yang diimpor Kabupaten Kotabaru tahun Ekspor komoditas pangan Kabupaten Kotabaru Tahun Stok dan penyaluran beras Kabupaten Kotabaru... Ketersediaan energi dan protein Kabupaten Kotabaru tahun Komposisi ketersediaan protein Kabupaten Kotabaru tahun Ketersediaan energi untuk konsumsi per kelompok pangan tahun Ketersediaan protein untuk konsumsi per kelompok pangan tahun Perkembangan komposisi ketersediaan energi dan skor PPH tahun Proyeksi skor PPH ketersediaan tahun Proyeksi kontribusi energi menurut kelompok pangan (%)... Proyeksi rata-rata ketersediaan energi menurut kelompok pangan (Kal/kapita/hari)... Proyeksi rata-rata ketersediaan pangan menurut kelompok pangan (gram/kapita/hari)... Proyeksi ketersediaan pangan untuk konsumsi (ton/tahun)... Trend gap ketersediaan pangan aktual dan ideal Kabupaten Kotabaru xiii

16 Rasio produksi dan impor terhadap penyediaan pangan Kabupaten Kotabaru tahun Urutan prioritas faktor... Urutan prioritas sub faktor dari faktor ketersediaan Pangan... Urutan prioritas sub faktor dari faktor distribusi... Urutan prioritas sub faktor dari faktor konsumsi pangan... Urutan prioritas alternatif strategi xiv

17 DAFTAR GAMBAR Halaman Kerangka pemikiran penelitian... Struktur Analytical Hierarchy Process (AHP) strategi untuk memantapkan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru... Skema proses pengolahan data AHP. Hasil pengolahan vertikal AHP strategi untuk memantapkan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru xv

18 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Peta wilayah penelitian... Ketersediaan untuk konsumsi energi dan protein per kapita per hari Kabupaten Kotabaru berdasarkan NBM 2003, 2004, 2005 Ketersediaan untuk konsumsi energi dan protein per kapita per hari dari input produksi pangan Kabupaten Kotabaru th 2003, 2004, Proyeksi ketersediaan pangan ideal Kabupaten Kotabaru (gram/kapita/hari)... Proyeksi ketersediaan pangan ideal Kabupaten Kotabaru (kg/kapita/hari)... Proyeksi ketersediaan pangan ideal untuk konsumsi Kabupaten Kotabaru (ton/kapita/hari)... Proyeksi produksi pangan ideal Kabupaten Kotabaru tahun Persentase proyeksi produksi pangan ideal Kabupaten Kotabaru tahun Trend gap ketersediaan pangan aktual dan ideal Kabupaten Kotabaru tahun Rasio produksi, dan impor terhadap penyediaan pangan Kabupaten Kotabaru tahun Trend produksi, ekspor, impor, dan penyediaan pangan Kabupaten Kotabaru tahun Perbandingan antara NBM asli dan NBM dikoreksi (tahun 2003, 2004, 2005)... Hasil pengolahan data matrik pendapat gabungan menggunakan Analitical Hierarchy Process (AHP) dengan Sotfware Criterium Decisiaon Plus (CDP) Version Koreksi NBM Kabupaten Kotabaru tahun 2003, 2004, xvi

19 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan esensial dan komoditas paling strategis dalam kehidupan manusia, pemenuhan kebutuhan pangan merupakan hak azasi manusia. Ketahanan pangan berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah, maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Untuk mencapai hal tersebut perlu diselenggarakan suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan, baik pihak yang memproduksi maupun yang mengkonsumsi. Sistem pangan tersebut antara lain mencakup sub sistem ketersedian, distribusi, dan konsumsi. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan menegaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang terus berkembang dari waktu ke waktu, upaya penyediaan pangan dilakukan dengan mengembangkan sistem produksi pangan yang berbasis pada sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal, mengembangkan efisiensi sistem usaha pangan, mengembangkan teknologi produksi pangan, mengembangkan sarana dan prasarana produksi pangan dan mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif. Salah satu dari masalah ketersediaan pangan adalah untuk mengetahui apakah ketersedian pangan yang ada mencukupi kebutuhan konsumsi penduduk, maka diperlukan suatu usaha untuk memahami situasi pangan di suatu daerah tertentu, atau di suatu negara pada periode (waktu) tertentu. Untuk memantapkan pembangunan ketahanan pangan di daerah diperlukan pengembangan potensi pangan lokal sesuai dengan spesifikasi dan budaya setempat, sehingga selain konsumsi pangan masyarakat akan lebih beragam, bergizi dan berimbang juga tidak terlalu banyak porsi karbohidrat yang bersumber dari beras. Hal ini dapat meningkatan pendapatan keluarga melalui usaha pengembangan produk pangan olahan, pembentukan kelembagaan ketahanan pangan, pemberdayaan masyarakat dan kemitraan usaha (Suntoro, 2004). Pembangunan ketahanan pangan dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat khususnya menjamin ketersediaan pangan bagi seluruh

20 2 penduduk dalam jumlah mutu, keragaman, kandungan gizi dan keamanannya serta terjangkau oleh daya beli masyarakat (Hardinsyah dan Martianto, 2001 dalam Hardinsyah et al. 2001). Selanjutnya menurut Wirawanto (2004) ketahanan pangan suatu negara dikatakan mantap bila semua penduduknya dapat memperoleh pangan yang cukup (baik kuantitas maupun kualitas), tumbuh dan produktif. Ketahanan pangan yang mantap ditandai dengan terpenuhinya pangan yang cukup dan tersebar merata di seluruh daerah sampai rumah tangga, tersedia sepanjang waktu, aman dari pencemaran bahan berbahaya, dan aman menurut kaidah agama. Sejalan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 kemudian direvisi dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang diwujudkannya dengan desentralisasi kewenangan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah, terjadi perubahan yang mendasar pada berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara di Era Otonomi Daerah sekarang ini. Pembangunan pertanian memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan ketahanan pangan, peningkatan pendapatan petani, kesempatan kerja, sumber pendapatan dan pengembangan perekonomian di daerah/regional dan nasional. Ketahanan pangan merupakan prasyarat dasar yang harus dimiliki oleh sebuah daerah otonom, oleh karena itu kebijakan yang mengarah pada terciptanya ketahanan pangan harus mendapat prioritas yang utama. Ketahanan pangan harus diartikan secara luas, tidak hanya ketersediaan bahan pangan yang mencukupi kebutuhan masyarakat baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya tetapi juga harga bahan pangan tersebut harus terjangkau secara layak oleh lapisan masyarakat terbawah dan tersedia secara merata pada seluruh wilayah. Pemanfaatan potensi sumberdaya di setiap daerah perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat. Pola ini sesuai dengan kebijakan otonomi daerah yang memberi kewenangan daerah dalam pembangunan pangan. Pemerintah daerah dituntut mampu melakukan perencanaan penyediaan pangan berbasis potensi wilayah untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Salah satu strategi utama dalam pencapaian produksi serta optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lahan, air dan perairan (BKP, 2004).

21 3 Salah satu arah kebijakan ketahanan pangan pada sisi ketersediaan adalah menjamin pengadaan pangan utama dari produksi dalam negeri. Dewan Ketahanan Pangan melalui Kebijakan Umum Ketahanan Pangan tahun menyatakan bahwa tujuan pembangunan ketahanan pangan adalah mempertahankan ketersediaan energi minimal 2200 kkal/kap/hari dan penyediaan protein minimal 57 gr/kap/hari. Selain itu digunakan suatu acuan untuk menilai tingkat keragaman ketersediaan pangan pada suatu waktu yaitu metode PPH (Pola Pangan Harapan) dengan skor 100 sebagai PPH ideal. Skor PPH merupakan cermin situasi kualitas pangan di suatu wilayah, baik yang tersedia maupun yang dikonsumsi berdasarkan tingkat keragaman dan keseimbangan komposisi pangan. Pembangunan ketahanan pangan adalah suatu upaya pembangunan yang bersifat lintas bidang dan lintas sektoral yang saling berkaitan, ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat secara adil merata baik jumlah maupun mutu gizinya sehingga terpenuhi salah satu kebutuhan pokok untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Ketahanan pangan berdimensi sangat luas dan melibatkan banyak sektor pembangunan, keberhasilan pembangunan ketahanan pangan sangat ditentukan tidak hanya oleh salah satu sektor saja tetapi juga oleh sektor lainnya. Dengan demikian sinergi antar sektor, sinergi pemerintah dan masyarakat (termasuk dunia usaha) merupakan kunci keberhasilan pembangunan ketahanan pangan. Rumusan Masalah Permasalahan dan tantangan dalam pembangunan ketahanan pangan secara umum menyangkut pertambahan penduduk, semakin terbatasnya sumberdaya alam, masih terbatasnya sarana dan prasarana usaha di bidang pangan, semakin ketatnya persaingan pasar dengan produk impor, serta besarnya proporsi penduduk miskin (Dewan Ketahan Pangan, 2006). Teori Malthus menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur, sedangkan pertumbuhan pangan mengikuti deret hitung. Konsekuensi logis dari pernyataan tersebut adalah apakah peningkatan ketersediaan mampu mengimbangi pertumbuhan penduduk (Khomsan dan Kusharto, 2004).

22 4 Setelah dimekarkannya Kabupaten Kotabaru menjadi 2 kabupaten, dengan terbentuknya Kabupaten Tanah Bumbu sejak 8 April 2003 berdasarkan Undangundang Nomor 2 tahun 2003 tentang Pemekaran Daerah, permasalahan yang dihadapi diantaranya adalah berkurangnya potensi lahan-lahan pertanian produktif akibat berpisahnya Tanah Bumbu dari Kabupaten Kotabaru, sehingga kondisi ini sangat berpengaruh terhadap produksi sumberdaya pangan dalam memenuhi ketersedian pangan penduduk dalam mendukung pemantapan ketahanan pangan. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka pertanyaan penelitian ini adalah: 1. Bagaimana situasi ketersediaan pangan Kabupaten Kotabaru saat ini? 2. Bagaimana kemandirian pangan Kabupaten Kotabaru? 3. Strategi apa yang diperlukan dalam upaya memantapkan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru di era otonomi daerah? Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis situasi penyediaan pangan dan merumuskan strategi memantapkan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru di era otonomi daerah. Sedangkan secara khusus yang ingin diperoleh dari hasil penelitian ini adalah : 1. Menganalisis situasi ketersediaan pangan Kabupaten Kotabaru. 2. Mengkaji kemandirian pangan Kabupaten Kotabaru. 3. Melakukan analisis strategi memantapkan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru. 4. Merumuskan program pembangunan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru di era otonomi daerah. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1. Kepentingan akademis, sebagai bahan informasi untuk menambah referensi tentang ketersediaan pangan dalam sistem ketahanan pangan. 2. Kepentingan praktisi, sebagai masukan bagi Pemerintah Kabupaten Kotabaru dalam perencanaan penyediaan pangan untuk memantapkan ketahanan pangan di era otonomi daerah.

23 5 Kerangka Pemikiran Baliwati dan Roosita (2004) mengatakan ketersediaan pangan merupakan kondisi penyediaan pangan yang mencakup makanan dan minuman yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan serta turunannya bagi penduduk suatu wilayah dalam suatu kurun waktu tertentu. Metode untuk mengetahui kondisi ketersediaan pangan wilayah (kabupaten/kota) adalah Neraca Bahan Makanan (NBM) atau Food Balance Sheet (FBS). Pangan yang disediakan dan dikomsumsi harus memenuhi kebutuhan gizi penduduk. Oleh karena itu, paradigma yang digunakan dalam perencanaan penyediaan pangan adalah dengan memperhatikan keanekaragaman pangan dan keseimbangan gizi sesuai dengan daya beli, preferensi konsumen dan potensi sumberdaya lokal. Salah satu acuan/pendekatan yang dapat digunakan untuk itu adalah Pola Pangan Harapan (PPH) (Hardinsyah et al., 2002). Subsistem ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk. Ketersediaan pangan di suatu daerah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dikomsumsi penduduk, dan ketersediannya harus dipertahankan sama atau lebih besar dari pada kebutuhan penduduk. Jika keadaan ini tercapai maka ketahanan pangan (food security) akan berada pada tingkat yang aman. Ketersediaan pangan (food availability) di suatu daerah atau wilayah ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya produksi pangan, ekspor/impor pangan, stok/cadangan pangan, dan penggunaan pangan. Produksi pangan sangat ditentukan oleh sumberdaya lahan, sumberdaya manusia (SDM) dan pemberdayaan masyarakat, sistem usaha tani, teknologi pasca panen, kelembagaan ketahanan pangan, modal dan investasi. Berdasarkan keadaan ketersediaan pangan saat ini (kondisi aktual) kemudian dibandingkan dengan kondisi ideal, dirumuskan proyeksi ketersediaan dan produksi dari data NBM. Selanjutnya dengan adanya gap antara kondisi aktual dan ideal, maka strategi apa yang menjadi kebijakan dan prioritas Pemerintah Kabupaten Kotabaru bersama dinas, instansi terkait dengan ketahanan pangan dalam penyediaan pangan untuk memantapkan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru di Era Otonomi Daerah. Secara skematis kerangka pikir seperti pada Gambar 1.

24 6 PRODUKSI PANGAN ANGKA KECUKUPAN GIZI EKSPOR/IMPOR PANGAN EVALUASI SKOR & KOMPOSISI PPH STOK/CADANGAN PANGAN KOMPOSISI PANGAN PENGGUNAAN PANGAN PROYEKSI KETERSEDIAAN PANGAN KETERSEDIAAN PANGAN AKTUAL KETERSEDIAAN PANGAN IDEAL GAP KONDISI AKTUAL & IDEAL STRATEGI MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN KOTABARU Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

25 7 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Ruang Lingkup Ketahanan Pangan Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Menurut Suryana (2001a) dengan pengertian tersebut mewujudkan ketahanan pangan dapat diartikan lebih lanjut sebagai berikut: a. Terpenuhinya pangan yang cukup diartikan ketersediaan pangan dalam arti luas bukan hanya beras tetapi mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan meneral yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia. b. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari cemaran biologis, kimia dan benda/zat lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia serta aman dari kaidah agama. c. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, dapat diartikan pangan harus tersedia setiap saat dan merata diseluruh tanah air. d. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan mudah diperoleh oleh setiap rumah tangga dengan harga terjangkau. Ketahanan pangan dapat digambarkan sebagai suatu sistem yang terdiri dari tiga sub sistem yang saling berinteraksi, yaitu sub sistem ketersediaan, sub sistem distribusi dan sub sistem konsumsi. Ketersediaan dan distribusi memfasilitasi pasokan pangan yang stabil dan merata ke seluruh wilayah, sedangkan sub sistem konsumsi memungkinkan setiap rumah tangga memperoleh pangan yang cukup dan memanfaatkannya secara bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan gizi seluruh anggotanya. Dengan demikian, ketahanan pangan adalah isu di tingkat wilayah hingga tingkat keluarga, dengan dua elemen penting yaitu ketersediaan pangan dan akses-akses setiap individu terhadap pangan yang cukup (Suryana, 2004a). Pembangunan ketahanan pangan memerlukan harmonisasi dari pembangunan ketiga sub sistem tersebut diatas. Pembangunan sub sistem ketersediaan pangan diarahkan untuk mengatur kestabilan dan keseimbangan

26 8 penyediaan pangan yang berasal dari produksi, cadangan dan impor. Pembangunan sub sistem distribusi bertujuan untuk menjamin aksesibilitas pangan dan menjamin stabilitas harga pangan strategis. Pembangunan sub sistem konsumsi bertujuan untuk menjamin agar setiap warga mengkonsumsi pangan dalam jumlah dan gizi yang cukup, aman dan beragam. Pembangunan ketiga sub sistem tersebut dilaksanakan secara simultan dan harmonis dengan menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat secara partisipatif, pendekatan sistem usaha agribisnis yang berdaya saing, berkelanjutan, berkerakyatan dan desentralistis, dan melalui pendekatan koordinasi (Simatupang, 1999). Suryana (2001b) mengemukakan bahwa keberhasilan pembangunan ketiga sub sistem ketahanan pangan tersebut perlu didukung oleh faktor-faktor input berupa sarana, prasarana dan kelembagaan produksi, distribusi, pemasaran, pengolahan dan sebagainya. Disamping itu perlu juga didukung oleh faktor-faktor penunjang seperti kebijakan, peraturan, pembinaan dan pengawasan pangan. Ketahanan pangan dilaksanakan oleh banyak pelaku (stakeholder) seperti produsen, pengolah, pemasar dan konsumen yang dibina oleh berbagai institusi sektoral, sub sektoral serta dipengaruhi interaksi antar wilayah. Output yang diharapkan dari pembangunan ketahanan pangan adalah terpenuhinya hak azazi manusia akan pangan, meningkatnya kualitas sumberdaya manusia, meningkatnya ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional. Akses penduduk terhadap pangan terkait dengan kemampuan produksi pangan tingkat rumah tangga, kesempatan kerja dan pendapatan keluarga. Dalam kaitan ini, pangan bukan hanya beras atau komoditas tanaman pangan, tetapi mencakup makanan dan minuman yang berasal dari tumbuhan dan hewan termasuk ikan, baik produk primer maupun turunannya. Dengan demikian pangan tidak hanya dihasilkan oleh pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan, tetapi juga industri pengolahan pangan. Selanjutnya pangan yang cukup tidak hanya dalam jumlah tetapi juga keragamannya, sebagai sumber asupan zat gizi makro (karbohidrat, protein, lemak) dan zat gizi mikro (vitamin dan mineral); untuk pertumbuhan, kesehatan, daya tahan fisik, kecerdasan dan produktivitas manusia (Suryana, 2004a).

27 9 Untuk mewujudkan suatu kondisi ketahanan pangan nasional yang mantap, ketiga sub sistem dalam sistem ketahanan pangan diharapkan dapat berfungsi secara sinergis, melalui kerjasama antar komponen-komponannya yang digerakkan oleh masyarakat dan pemerintah. Dalam komunitas masyarakat yang dinamis ini, sistem tersebut dituntut untuk terus berevolusi mengikuti aspirasi masyarakat yang terus berkembang. Dalam kondisi demikian, upaya pemantapan dan peningkatan ketahanan pangan masih menghadapi berbagai masalah dan tantangan yang kompleks. Berbagai substansi yang menjadi komponen ketahanan pangan, mulai dari sub sistem penunjang yang meliputi prasarana, sarana dan kelembagaan, kebijakan, pelayanan dan fasilitasi pemerintah; sub sistem ketersediaan pangan yang meliputi produksi, impor dan cadangan pangan; sub sistem distribusi yang menjamin keterjangkauan masyarakat atas pangan; hingga sub sistem konsumsi yang mendorong tercapainya keseimbangan gizi masyarakat; merupakan bidang kerja berbagai sektor. Sektor pertanian diharapkan berperan sentral dalam memantapkan ketahanan pangan dalam situasi dan kondisi perdagangan domestik dan global, bekerjasama dengan sektor-sektor mitranya, khususnya industri dan perdagangan, prasarana fisik, serta perhubungan. Dengan memahami hal tersebut, program peningkatan ketahanan pangan ini harus memperhatikan seluruh komponen dalam sistem ketahanan pangan. Konsep Ketahanan Pangan Istilah ketahanan pangan (food security) mulai populer sejak krisis pangan dan kelaparan pada awal dekade 70-an (Maxwell and Frankerberger, 1997). Dalam kebijakan pangan dunia, istilah ketahanan pangan pertama kali digunakan oleh PBB pada tahun 1971 untuk membangun komitmen internasional dalam mengatasi masalah pangan dan kelaparan terutama di kawasan Afrika dan Asia. Menurut Setiawan (2004) definisi ketahanan pangan yang telah diterima secara luas oleh praktisi maupun akademisi adalah setiap orang pada setiap saat memiliki aksesibilitas secara fisik dan ekonomi terhadap pangan yang cukup untuk memenuhi pangan agar hidup produktif dan sehat. Ketahanan pangan diindikasikan oleh terpenuhinya pangan bagi rumah tangga secara kualitas maupun

28 10 kuantitas, aman, merata dan terjangkau. Ketahanan pangan rumah tangga (household food security) adalah kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kecukupan pangan anggotanya dari waktu ke waktu agar dapat hidup sehat dan mampu melakukan kegiatan sehari-hari (Rumusan International Congress of Nutrition di Roma 1992). Kecukupan pangan mencakup segi kuantitas dan kualitas, agar rumah tangga dapat memenuhi kecukupan pangan tersebut berarti rumah tangga harus memiliki akses memperoleh pangan baik dari produksi sendiri maupun membeli dari pasar. Ini berarti bahwa tiap rumah tangga harus ditingkatkan daya belinya. Pada tahun 1980-an terjadi konsep ketahanan pangan yang ditekankan pada akses pangan di tingkat rumah tangga dan individu. Berkaitan dengan pergeseran konsep maka kerangka ketahanan pangan berada dalam suatu jenjang, yaitu ketahanan pangan wilayah, rumah tangga dan individu. Ketahanan pangan rumah tangga tidak akan menjamin ketahanan pangan individu sedangkan ketahanan pangan individu akan menjamin ketahanan pangan di semua jenjang (Setiawan, 2004). Pada mulanya pengertian ketahanan pangan terfokus pada kondisi pemenuhan kebutuhan pangan pokok. Konsep swasembada berbeda dengan konsep ketahanan pangan, meskipun dalam beberpa hal mungkin berkaitan. United Nation (1975) mendefinisikan ketahanan pangan adalah ketersediaan cukup makanan utama pada setiap saat dan mengembangkan konsumsi pangan secara konsisten dan dapat mengimbangi flukuasi produksi dan harga. World Bank (1994) menyatakan bahwa ketahanan pangan dapat dicapai hanya jika semua rumah tangga mempunyai kemampuan untuk membeli pangan. Kemudian pada tahun 1986 World Bank mendefinisikan ketahanan pangan adalah akses terhadap cukup pangan oleh penduduk agar dapat melakukan aktivitas dan kehidupan yang sehat. Makna yang terkandung dalam pengertian ketahanan pangan tersebut mencakup dimensi fisik pangan (ketersediaan), dimensi ekonomi (daya beli), dimensi pemenuhan kebutuhan gizi individu (dimensi gizi) dan dimensi nilai-nilai budaya dan religi (pola pangan yang sesuai untuk hidup sehat, aktif dan produktif

29 11 serta halal), dimensi keamanan pangan (kesehatan), dan dimensi waktu (tersedia secara berkesinambungan) (Hardinsyah dan Martianto, 2001). Ketersediaan Pangan Wilayah Ketersediaan pangan di suatu wilayah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dikomsumsi penduduk. Ketersediaan pangan harus dipertahankan sama atau lebih besar dari pada kebutuhan penduduk. Jika keadaan ini tercapai maka ketahanan pangan (food security) akan berada tingkat yang aman. Ketersediaan pangan (food availability) di suatu daerah atau wilayah ditentukan oleh berbagai faktor seperti keragaan produksi pangan, tingkat kerusakan dan kehilangan pangan karena penangan yang kurang tepat, dan tingkat impor/ekspor pangan. Ketersediaan pangan merupakan kondisi penyediaan yang mencakup makanan dan minuman yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan serta turunannya bagi penduduk suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Ketersediaan pangan merupakan suatu sistem yang berjenjang mulai nasional, propinsi (regional), lokal (kabupaten/kota), dan rumah tangga. Ketersediaan pangan dapat diukur baik pada tingkat makro (nasional, propinsi, kabupaten/kota) maupun mikro (rumah tangga) (Baliwati dan Roosita, 2004). Dalam mendukung pembangunan pangan, informasi tentang situasi ketersediaan pangan merupakan salah satu bahan pertimbangan dalam melakukan evaluasi dan perencaaan pangan, instrumen utama dalam penilaian terhadap situasi ketersediaan pangan diantaranya Neraca Bahan Makanan (NBM). Neraca Bahan Makanan memberikan informasi tentang situasi pengadaan/penyediaan pangan, baik yang berasal dari produksi dalam negeri, impor/ekspor dan stok serta penggunaan pangan untuk kebutuhan pakan, bibit, penggunaan untuk industri, serta informasi ketersediaan pangan untuk dikonsumsi penduduk suatu negara/wilayah dalam kurun waktu tertentu (Badan Ketahanan Pangan, 2006). Untuk dapat menilai dan memahami situasi sumberdaya pangan di suatu daerah terutama dalam memenuhi kebutuhan pangan seluruh penduduk, diperlukan suatu metode Neraca Bahan Makanan (NBM). NBM adalah suatu cara yang dapat memberikan gambaran tentang ketersediaan pangan yang cukup lengkap. Dengan

30 12 NBM dapat dilihat secara makro gambaran susunan bahan makanan, jumlah dan jenis bahan makanan yang tersedia untuk dikonsumsi, sehingga dapat diketahui persediaan dan penggunaan pangan di suatu daerah, serta tingkat ketersediaan dan penggunaan pangan di suatu daerah. NBM menyajikan angka rata-rata banyaknya jenis bahan makanan yang tersedia untuk dikonsumsi penduduk per kapita per tahun (dalam kilogram), dan per kapita per hari (dalam gram) dalam kurun waktu tertentu. Untuk mengetahui nilai gizi masing-masing jenis bahan makanan yang tersedia diperhitungkan dengan mengalikan kandungan kalori, protein dan lemak per satuan berat masing-masing jenis bahan makanan (BPS, 1968 dalam Dulmansyah, 2002). Penyediaan Pangan dengan Pendekatan PPH Sasaran pembangunan pangan selama PJP II adalah terwujudnya ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga, yang tercermin pada ketersediaan dan konsumsi pangan dalam jumlah yang cukup, mutu dan gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata, serta terjangkau oleh setiap individu. Ketahanan pangan dikembangkan antara lain dengan bertumpu pada keragaman sumberdaya bahan pangan, kelembagaan dan potensi lokal. Sejak diperkenalkannya konsep PPH dan skor PPH pada awal dekade 90-an di Indonesia Indonesia, PPH telah digunakan sebagai basis perencanaan dan penilaian kecukupan gizi seimbang pada tingkat makro. Skor PPH juga telah dijadikan dasar dalam kebijakan pembangunan pangan sebagai satu indikator output pembangunan pangan termasuk evaluasi penyediaan pangan, konsumsi pangan dan diversifikasi pangan. Menurut FAO-RAPA (1989) PPH sangat berguna untuk merumuskan kebijaksanaan pangan dan perencanaan pertanian disuatu wilayah. Dengan PPH, perencanaan pertanian dan pangan akan mengetahui berapa kecukupan gizi penduduk. PPH juga dapat memberikan patokan bagi perencana di bidang pangan dan pertanian untuk mengetahui kelompok pangan yang harus ditingkatkan produksinya dan atau keragaman tanaman pangan sesuai dengan keadaan ekologi dan ekonomi suatu wilayah. Selanjutnya Suhardjo (1992) menyatakan dengan adanya PPH maka perencanaan produksi dan penyediaan pangan dapat didasarkan pada patokan imbangan komoditas seperti yang telah dirumuskan dalam PPH

31 13 untuk mencapai sasaran kecukupan pangan dan gizi penduduk. PPH yang disajikan dalam bentuk kelompok pangan memberi keleluasaan untuk menentukan pilihan jenis pangan yang diinginkan diantara kelompoknya disesuaikan dengan kondisi dan potensi setempat. Hardinsyah (1996) dalam Hardinsyah et al. (2004) dengan menggunakan data Susenas 1990 telah melakukan validasi dan adaptasi PPH dan scoring system PPH bagi Indonesia yang sejalan dengan konsep Pedoman Umum Gizi seimbang. Pada tahun 2000 Badan Urusan Ketahanan Pangan-Deptan, telah melakukan diskusi pakar dan lintas subsektor dan sektor terkait pangan dan gizi tentang harmonisasi PPH dan PUGS. Pertemuan ini menjadi dasar untuk penyempurnaan PPH yang disebut menjadi PPH Penyempurnaan PPH dan skor PPH dengan mempertimbangkan 1) AKG energi berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (1998) sebesar 2200 kkal/kap/hari; 2) Persentase energi (pola konsumsi energi) untuk PPH dihitung terhadap AKG energi (2200 kkal sebagai penyebut); 3) Rating/bobot disempurnakan sesuai teori rating; 4) Skor maksimum PPH adalah 100 bukan 93; 5) Peran pangan hewani, gula serta sayur dan buah disesuaikan dengan PUGS; 6) Peran umbi-umbian ditingkatkan sejalan dengan kebijakan diversifikasi pangan pokok dan pengembangan pangan lokal; 7) Peran makanan lainnya terutama bumbu dan minuman lainnya tidak nihil. (Hardinsyah et al., 2004). Untuk lebih jelasnya seperti Tabel 1 berikut ini: Tabel 1. Perbandingan PPH FAO-RAPA, Meneg Pangan 1994, dan DEPTAN 2001 No Kelompok Pangan FAO-RAPA Meneg Pangan (1994) Deptan (2001) Gr/kap % Min-Max % Bobot Skor % Bobot Skor /hr 1 Padi-padian Umbi-umbian Pangan hewani Minyak dan lemak Buah/Biji berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan buah Lain-lain (25) Jumlah Sumber : Hardinsyah et al, (2004)

32 14 Pemantapan Ketahanan Pangan di Era Otonomi Daerah Peranan dan Kewenangan Pemerintah dalam Pemantapan Ketahanan Pangan Dalam rangka melaksanakan strategi/pendekatan kebijakan dan pencapaian sarana pembangunan ketahanan pangan, pemerintah berperan dalam memfasilitasi penciptaan kondisi yang kondusif bagi masyarakat dan swasta untuk berkiprah dalam pembangunan ketahanan pangan. Menurut Suryana (2001b) upaya penciptaan tersebut dapat dilaksanakan melalui : a. Penerapan kebijakan makro ekonomi yang kondusif, menyangkut: suku bunga, nilai tukar, perpajakan, investasi prasarana publik, peraturan perundangan, dan intervensi kegagalan pasar. b. Peningkatan kapasitas produksi nasional melalui pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang berbasis pada komoditas pertanian bahan pangan, dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam nasional, efisiensi teknologi spesifik lokasi, dan mengembangkan manajemen serta prasarana ekonomi untuk menghasilkan produk-produk pangan yang berdaya saing. c. Penanganan simpul-simpul kritis dalam pelayanan publik, seperti: sistem mutu, dan informasi pasar agribisnis, ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan, transportasi, pendidikan dan pelatihan manajemen, kemitraan usaha agribisnis, pemupukan cadangan pangan masyarakat dan pemerintah, pendidikan gizi dan pengelolaan konsumsi, penerapan sistem mutu dan perlindungan konsumen dari bahaya akibat mengkonsumsi pangan. d. Peningkatan kemandirian dan pemberdayaan masyarakat agar mampu dan mandiri untuk mengenali potensi dan kemampuan, alternatif peluangnya, dan mampu mengambil keputusan yang terbaik untuk mengembangkan usahanya secara berkelanjutan dalam suatu perekonomian yang mengikuti azas mekanisme pasar yang berkeadilan. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 kemudian direvisi dengan Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah menetapkan kewenangan daerah yang luas dan bertanggungjawab untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat di daerahnya sesuai dengan aspirasi masyarakat

33 15 dan kemampuan wilayah. Dalam rangka pembangunan ketahanan pangan, hal ini diartikan sebagai adanya kebebasan daerah untuk menjalankan hak dan fungsi otonominya, namun tetap dalam kerangka ketahanan pangan nasional secara keseluruhan. Selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan menyatakan bahwa pemerintah propinsi, kabupaten/kota dan/atau pemerintah desa melaksanakan kebijakan dan bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan ketahanan pangan wilayahnya masing-masing dengan memperhatikan pedoman, norma, standar, kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Dalam kerangka mematuhi azas-azas desentralisasi, pemerintah pusat dan propinsi membagi perannya sesuai peraturan yang berlaku, khususnya pada urusan-urusan yang bersifat lintas daerah, serta membantu pemerintah daerah sesuai permintaan. Pemerintah kabupaten melaksanakan perannya sesuai kewenangan otonominya, namun tetap dalam kerangka sistem yang lebih luas. Setiap kebijakan perlu dipertimbangkan keterkaitan timbal baliknya dengan kehidupan di tingkat lokal, regional, hingga nasional, dan bahkan di tingkat global. Menurut Suryana (2001b), berdasarkan kewenangan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000, maka pelaksanaan manajemen pembangunan ketahanan pangan di pusat dan darah yang dijabarkan dalam program pembangunan sistem ketahanan pangan, diletakan sesuai dengan peta kewenangan pemerintah, yang lebih memberikan peluang pada parsitipasi aktif masyarakat. Adapun kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam rangka operasional bidang ketahanan pangan dilakukan melalui : 1) Pemantauan produksi dan ketersediaan/cadangan pangan strategis nabati dan hewani; 2) pemantauan, pengkajian, dan pengembangan cadangan pangan pemerintah dan masyarakat; 3) kordinasi lintas wilayah dalam rangka kecukupan pangan dan cadangan pangan pemerintah dan masyarakat; 4) fasilitasi pelaksanaan, norma, dan standar pengembangan distribusi pangan; 5) pemantauan, pengkajian, dan pengawasan penerapan standar teknis distribusi pangan; 6) pemantauan dan pengawasan distribusi pangan di wilayah kabupaten/kota; 7) pengaturan, pembinaan, dan pengawasan sistem pangan; 8) kebijakan pelaksanaan kewaspadaan pangan; 9) pelaksanaan pengawasan mutu dan

34 16 keamanan pangan; 10) pengawasan sistem jaringan mutu pangan; 11) pembinaan perbaikan mutu pangan masyarakat; 12) koordinasi penanggulangan kerawanan pangan masyarakat di pedesaan dan perkotaan; 13) perumusan langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan gejala kekurangan pangan serta keadaan darurat pangan; 14) pengembangan peran sera koperasi dan swasta dalam menanggulangi kerawanan pangan; 15) pengembangan sumberdaya manusia (SDM) di bidang kewaspadaan dan pengembangan mutu pangan siap konsumsi; 16) pengkajian, perekayasaan, dan pengembangan kelembagaan ketahanan pangan di pedesaan; 17) penggalangan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan cadangan pangan; 18) peningkatan motivasi masyarakat/aparat dalam rangka pemantapan ketahanan pangan; 19) pelaksanaan promosi bahan pangan lokal; 20) gerakan pengembangan lumbung pangan masyarakat dan stabilias terhadap pangan masyarakat; 21) pemberdayaan kelembagaan petani (kelompok tani/koperasi) dalam rangka ketahanan pangan masyarakat; 22) penyuluhan dan penerangan kepada masyarakat tentang ketahanan pangan; 23) pengembangan kemitraan dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan masyarakat. Pembangunan Pangan di Era Otonomi Daerah Salah satu hal penting dari sasaran pembangunan pangan, adalah bahwa orientasi penyediaan pangan tidak lagi semata berorientasi pada peningkatan kuantitas, tetapi juga berorientasi pada kualitas khususnya dinilai dari aspek komposisi/keragaman penyediaan pangan serta mutu gizi konsumsi pangan dengan menitikberatkan pada potensi sumberdaya setempat. Pada masa lalu pertimbangan perencanaan pangan lebih mengacu pada upaya meningkatkan kemampuan produksi dan permintaan pangan. Pada masa datang, selain memperhatikan kedua hal itu, pertimbangan yang juga penting adalah bahwa pangan yang disediakan dan dikonsumsi harus memenuhi kecukupan gizi dan kualitas tertentu, serta sedapat mungkin penyediaannya dilakukan dengan mengoptimalkan potensi sumberdaya lokal (Hardinsyah, et al., 2001). Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) disebutkan bahwa revitalisasi pertanian ditempuh dengan empat langkah pokok yaitu : 1) peningkatan kemampuan petani dan penguatan lembaga pendukungnya;

35 17 2) pengamanan ketahanan pangan, peningkatan produktivitas, produksi, daya saing dan nilai tambah produk pertanian dan perikanan; 3)serta pemanfaatan hutan untuk diversifikasi usaha dan mendukung produksi pangan dengan tetap memperhatikan kesetaraan gender dan kepentingan pembangunan berkelanjutan. sedangkan Kebijakan dalam pengamanan ketahanan pangan diarahkan untuk: 1) Mempertahankan tingkat produksi beras dalam negeri dengan ketersediaan minimal 90 persen dari kebutuhan domestik, agar kemandirian pangan nasional dapat diamankan; 2) Meningkatkan ketersediaan pangan ternak dan ikan dari dalam negeri. Kebijakan pengembangan peternakan diarahkan untuk meningkatkan populasi hewan dan produksi pangan hewani dari produksi dalam negeri agar ketersediaan dan keamanan pangan hewani dapat lebih terjamin untuk mendukung peningkatan kualitas SDM; 3) Melakukan diversifikasi pangan untuk menurunkan ketergantungan pada beras dengan melakukan rekayasa sosial terhadap pola konsumsi masyarakat melalui kerjasama dengan industri pangan, untuk meningkatkan minat dan kemudahan konsumsi pangan alternatif. Sesuai dengan Inmendagri Nomor 4 Tahun 1994 tentang pelaksanaan otonomi daerah mengariskan bahwa ketahanan pangan sebagai salah satu strategi pembangunan pertanian daerah diarahkan pada upaya menjamin tersedianya pangan yang cukup dan terjangkau oleh masyarakat baik melalui diversifikasi pangan, pertanian berbasis kearipan lokal, dan kinerja lain yang dapat meningkatkan produksi pangan di daerah, serta mengurangi ketergantungan pangan rakyat pada beras. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Kotabaru tahun (Peraturan Daerah Kabupaten Kotabaru Nomor 01 Tahun 2006), agenda program pembangunan ketahanan pangan sebagai berikut : Revitalisasi pertanian daerah. Sektor pertanian yang mencakup tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan berperan besar dalam rangka penyediaan pangan untuk mendukung ketahanan pangan daerah. Pembangunan sektor pertanian diarahkan untuk tujuan antara lain meningkatkan produksi dan produktivitas, meningkatkan penghasilan dalam upaya meningkatkan taraf hidup petani. Dalam upaya pembangunan sektor

36 18 pertanian di Kabupaten Kotabaru, kebijakan yang dilakukan pada dasarnya juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas tenaga kerja, disertai dengan penataan dan pengembangan kelembagaan. Melalui upaya tersebut diharapkan adanya partisipasi aktif dan kesejahteraan secara efisien dan dinamis serta diikuti dengan pembagian surplus ekonomi antar berbagai antar berbagai pelaku ekonomi secara lebih adil melalui pengembangan sistem agribisnis yang efisien. Untuk tetap mempertahankan dan meningkatkan peran sektor pertanian menghadapi berbagai perubahan sebagai akibat dari globalisasi yaitu: 1) semakin terbukanya pasar dan meningkatnya persaingan; 2) meningkatnya tuntutan kebijakan pertanian yang berlandaskan mekanisme pasar (market oriented policy); 3) semakin berperannya selera konsumen (demand driven). Oleh karena itu fokus pengembangan sektor pertanian di Kabupaten Kotabaru adalah berupaya untuk meningkatkan ketahanan pangan daerah dan kelembagaan petani di pedesaan melalui sistem usaha tani agribisnis sesuai dengan visi dan misi Kabupaten Kotabaru dalam upaya mensejahterakan masyarakat terutama pengembangan ekonomi di pedesaan. Sektor pertanian di Kabupaten Kotabaru memiliki potensi untuk dikembangkan apabila dapat dikembangkan apabila dapat mengatasi kondisi yang dihadapi sekarang ini, seperti rendahnya produktivitas, rendahnya efesiensi usaha, banyaknya konversi lahan pertanian, keterbatasan prasarana dan sarana pertanian, serta terbatasnya kredit. Kondisi ini disebabkan antara lain: 1) berkurangnya lahan pertanian fungsional akibat berpisahnya Tanah Bumbu dari Kabupaten Kotabaru; 2) keterbatasan akses petani kesumber pembiayaan, keterbatasan modal kurang mendorong petani untuk menerapkan teknologi baru dalam rangka peningkatan produktivitas, membatasi peningkatan nilai tambah dan pada akhirnya mengakibatkan ketergantungan pada penyediaan modal informal (pengijon); 3) penguasaan teknologi masih rendah, kondisi ini tidak dapat dihindari karena ratarata tingkat pendidikannya masih rendah bahkan tidak tamat SD sehingga berakibat rendahnya produktivitas dan nilai tambah produk pertanian. Pengembangan sistem ketahanan pangan. Program ini berbasis pada kemampuan produksi, keragaman sumberdaya bahan pangan, kelembagaan dan

37 19 budaya lokal yang bertujuan untuk memfasilitasi peningkatan dan keberlanjutan ketahanan pangan ke tingkat rumah tangga sebagai bagian dari ketahanan pangan daerah. Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini meliputi: 1. Peningkatan produksi bahan pangan dan aksesibilitas keluar masuknya bahan pangan; 2. Pembentukan kawasan sentra baru produksi padi; 3. Peningkatan pasca panen dan pengolahan hasil; 4. Perencanaan kawasan sentra produksi Kabupaten Kotabaru; 5. Pencegahan dan penanggulangan masalah pangan; 6. Pembangunan dan pendayagunaan kawasan sentra produksi pertanian dan peternakan; 7. Melakukan pemberdayaan dan pengembangan sistem pola kerjasama kemitraan. Pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis yang mencakup usaha di bidang agribisnis hulu, on farm, hilir dan usaha jasa pendukungnya. Kegiatan pokok yang akan dilakukan dalam program ini meliputi: 1. Pengembangan diversifikasi usaha tani; 2. Peningkatan mutu intensifikasi dan perluasan areal tanam (PAT), serta penerapan sistem agribisnis; 3. Pembangunan dan pengembangan kawasan sentra produksi padi, palawija dan hortikultura; 4. Peningkatan akses terhadap sumberdaya produktif, terutama permodalan; 5. Peningkatan sarana dan prasarana alat mesin pertanian (alsintan); 6. Pengembangan teknologi budidaya pertanian; 7. Penyebaran sapi bibit, dan inseminasi buatan. Pengembangan usaha tani secara partisipatif. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan daya saing masyarakat pertanian, terutama petani yang tidak dapat menjangkau akses terhadap sumberdaya usaha pertanian. Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini adalah:

38 20 1. Revitalisasi sistem penyuluhan pertanian, perkebunan dan kehutanan, peternakan dan perikanan; 2. Penumbuhan dan penguatan kelembagaan masyarakat tani guna meningkatkan posisi tawar petani; 3. Pengurangan hambatan usaha pertanian; dan 4. Pengembangan upaya pengentasan kemiskinan. Pencapaian swasembada pangan berbasis lokal. Program ini bertujuan untuk memantapkan ketahanan pangan dan penyediaan bahan makanan yang berbasis potensi lokal untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat, lemak, dan protein bagi seluruh penduduk Kabupaten Kotabaru. Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini meliputi: 1. Pengembangan sistem prasarana dan sarana pertanian; 2. Pengembangan perencanaan produksi; 3. Penataan sistem distribusi dan pengolahan hasil pertanian; 4. Pengembangan dan pendayagunaan iptek pertanian; dan 5. Peningkatan kualitas SDM dan penyuluh pertanian. Optimalisasi lahan dan penambahan baku lahan. Program ini bertujuan untuk lebih memanfaatkan potensi sumberdaya pertanian (dalam arti luas) secara efisien, optimal, adil dan bekelanjutan. Kegiatan pokok yang dilakukan melalui program ini meliputi: 1. Optimalisasi lahan melalui pengembangan produk bernilai tinggi dari usahausaha pertanian, perkebunan dan kehutanan, perikanan, dan peternakan; 2. Pemberian hak pengelolaan untuk periode tertentu kepada masyarakat untuk pengembangan usaha-usaha pertanian, perkebunan dan kehutanan, perikanan, dan peternakan; 3. Memberikan kemudahan perizinan usaha, dan kemudahan permodalan/ pinjaman; 4. Peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat, khususnya masyarakat yang hidup dalam pengembangan hutan (peladang berpindah, pionir hutan, khususnya transmigrasi, dan sebagainya), dalam pengembangan hutan tanaman yang lestari;

39 21 5. Kegiatan perluasan areal tanam (PAT) dengan strategi meliputi kegiatan a) optimalisasi pemanfaatan lahan; b) rehabilitasi dan konservasi lahan (RKL); c) penambahan baku lahan (PBL). Prioritas pendukung revitalisasi pertanian. Dalam perekonomian tidak ada satupun sektor yang dapat berdiri sendiri tanpa adanya saling ketergantungan dan keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya dalam perekonomian. Demikian pula halnya dengan sektor pertanian, sektor ini juga memerlukan dukungan dari sektor lain baik untuk penyediaan input produksinya maupun untuk penyaluran autput produksinya. Karena itu untuk mendukung revitalisasi pertanian diperlukan pula dukungan program-program dan kegiatan sebagai berikut: 1. Program pengembangan sumberdaya kelautan dan perikanan. Program ini bertujuan untuk mengelola, mengembangkan, dan memanfaatkan sumberdaya kelautan dan perikanan secara optimal, adil, dan berkelanjutan dalam rangka nilai tambah hasil perikanan serta pendapatan nelayan, pembudidaya ikan dan masyarakat pesisir lainnya. Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini meliputi: a) pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil; b) pengembangan kawasan budidaya laut, air payau, dan air tawar; c) penataan kembali usaha budidaya tambak dan air tawar; d) penyempurnaan sistem perbenihan; e) pembangunan sarana dan prasarana perikanan; f) peningkatan usaha perikanan skala kecil; g) peningkatan kualitas SDM dan penyuluh perikanan; dan h) penguatan kelembagaan. 2. Program terkait pengembangan pertanian tanaman pangan, hortikultura, peternakan, dan perkebunan dengan kegiatan pokok: a) pembukaan lahan baru; b) pengembangan dan perbaikan irigasi; c) fasilitasi penyediaan saprodi dan sapronak; d) pengembangan jasa alsintan; e) pengembangan jasa permodalan. 3. Program peningkatan produktivitas, dengan kegiatan pokok: a) pemupukan berimbang; b) penggunaan benih bermutu, ternak, bibit, dan inseminasi buatan (IB); c) persiapan rekayasa teknologi; d) pengembangan pola tanam; e) pengembangan produksi pangan dan ternak lokal (alternatif); f) perwilayahan komoditas tanaman pangan dan ternak.

40 22 4. Program perluasan areal tanam (PAT), dengan kegiatan pokok: a) optimalisasi pemanfaatan lahan (OPL); b) rehabilitasi dan konservasi lahan(rkl); c) penambahan bahan baku (PBL); d) pengembangan daerah penyangga lahan pasang surut. 5. Program pengembangan komoditas alternatif/subtitusi, dengan kegiatan pokok: a) pengembangan komoditas unggulan lokal; b) pengolahan hasil tanaman pangan dan peternakan; c) optimalisasi pemanfaatan lahan pasang surut melalui upaya pengelolaan sistem surjan, dan tanpa olah tanah (TOT). 6. Program pengembangan perbenihan dan bibit ternak, dengan kegiatan pokok: a). pengembangan varietas padi dan bibit ternak baru; b) pengawasan mutu dan sertifikasi benih dan bibit ternak; c) penangkaran benih dan bibit ternak 7. Program pengembangan sistem perlindungan tanaman dan ternak, dengan kegiatan pokok: a) pemasyarakatan PHT dan penyakit ternak; b) pengadaan sarana pengendalian hama/penyakit tanaman dan ternak. 8. Program pengolahan dan pemasaran hasil, dengan kegiatan pokok: a) pasca panen tanaman pangan dan ternak; b) informasi harga pasar komoditas pangan dan ternak; c) pengaturan tata niaga dan standarisasi produk pertanian dan peternakan. 9. Program pengembangan kelembagaan, dengan kegiatan pokok: a) revitalisasi penyuluhan; b) penguatan kelembagaan kelompok tani/ternak; c) pengembangan pola kemitraan; d) pengembangan asosiasi dan perlindungan usaha tani dan ternak.

41 23 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Kotabaru Propinsi Kalimantan Selatan. Pemilihan lokasi penelitian secara purposive yang didasarkan atas pertimbangan antara lain: 1). Kabupaten Kotabaru telah dimekarkan menjadi 2 kabupaten dengan terbentuknya Kabupaten Tanah Bumbu, 2) potensi dan fungsional lahan-lahan pertanian produktif berada di Kabupaten Tanah Bumbu. Dengan pertimbangan tersebut penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif strategi dalam penyediaan pangan di Kabupaten Kotabaru. Penelitian ini berlangsung selama 3 bulan dimulai pada bulan Januari 2007 sampai dengan bulan Maret Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah retrospektif dengan metode survey yaitu melakukan kunjungan ke instansi/lembaga dan organisasi yang terkait dengan ketahanan pangan di Kabupaten Kotabaru. Jenis, Sumber, dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan kuesioner dari responden dan narasumber yang terpilih dengan sengaja (purposive) baik pejabat maupun stakeholder dengan ketentuan bahwa yang bersangkutan memiliki keterkaitan terhadap program ketahanan pangan di Kabupaten Kotabaru, seperti: 1) Bupati; 2) Ketua DPRD; 3) Asisten Ekonomi dan Pembangunan; 4) Kepala Bappeda; 5) Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan; 6) Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan 7) Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan; 8) Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi; 9) Kepala Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial; 10) Kabag Ekonomi dan Ketahanan Pangan Sekretariat Daerah; 11) Kepala Divisi Dolog; 12) Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Cabang Kotabaru; dan 13) Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Cabang Kotabaru.

42 24 Sedangkan data sekunder dipoleh dari dinas/instansi terkait dengan program ketahanan pangan khususnya data-data untuk mengkaji ketersediaan pangan dan faktor-faktor yang menentukan ketersediaan pangan untuk memantapkan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru di era otonomi daerah, yaitu seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Jenis, sumber dan cara pengumpulan data No Jenis Data Sumber Data Cara Pengumpulan 1. Potensi agroekologi 2. Keadaan demografi 3. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Data sekunder (Dinas Pertanian dan Peternakan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, BPS) Data sekunder (BPS, Bappeda) Data sekunder (Bappeda) Pencatatan data potensi dan fungsional lahan, produksi, (Tahun 2003, 2004, 2005, dan 2006) Pencatatan data Kabupaten Kotabaru dalam angka 2003, 2004, 2005 Pencatatan data penggunaan lahan Tahun Ketersediaan pangan 5. Impor/Ekspor pangan Data sekunder (Bagian Ekonomi dan Ketahanan Pangan Sekretariat Daerah) Data sekunder (Diperindagkop, Kantor Admistrasi pelabuhan) 6. Data stok pangan Data sekunder (Kantor Devisi Dulog) 7. Strategi kebijakan Data primer (Kelembagaan dan Organisasi yang terkait dengan ketahanan pangan) Pencatatan hasil dan print out NBM dan PPH Kabupaten (Tahun 2003, 2004, 2005) Pencatatan data impor/ ekspor pangan (2004, 2005) Pencatatan data stok pangan pemerintah (Tahun 2004, 2005, dan 2006) Wawancara dengan kuesioner Pengolahan dan Analisis Data Data-data yang diperoleh baik data primer dan sekunder diolah dan dianalisis sebagai berikut: 1. Data ketersediaan pangan dari NBM tahun 2003, 2004, 2005 yang diperoleh dari Bagian Ekonomi dan Ketahanan Pangan Sekretariat Daerah Kabupaten

43 25 Kotabaru dikaji dan dilakukan koreksi data kemudian dianalisis dengan menggunakan Program (software) Aplikasi Perencanaan Pangan dan Gizi Wilayah (Heryatno, Baliwati, Tanziha, 2004). Berikut ini secara rinci pengolahan dan analisis data pada setiap bagian : a. Analisis kuantitas ketersediaan pangan aktual Analisis kuantitas ketersediaan pangan aktual mencakup: 1) jumlah energi yang tersedia untuk konsumsi pangan per kapita penduduk; 2) kontribusi energi kelompok pangan tersedia terhadap total energi, kontribusi masing-masing bahan makanan dalam setiap kelompok pangan, persentase pengunaan pangan terhadap penyediaan pangan dalam kabupaten, rasio impor dan swasembada pangan. Jumlah energi yang tersedia untuk konsumsi pangan per kapita penduduk berasal dari kolom 17 dalam NBM dengan satuan kal/hari. Kontribusi energi kelompok pangan terhadap total energi berasal dari jumlah total energi setiap kelompok pangan dibagi dengan total energi yang tersedia dikali dengan 100%. Kontribusi masing-masing bahan makanan dalam setiap kelompok pangan berasal dari jumlah energi bahan makanan dibagi dengan jumlah energi total kelompok pangannya dikali dengan 100%. Rasio swasembada pangan diperoleh dari produksi dibagi dengan penjumlahan dari produksi dan impor dikurangi ekspor dikali dengan 100%. Produksi Rasio Swasembada = X 100% (Produksi + Impor - Ekspor) Rasio impor pangan diperoleh dari impor dibagi dengan penjumlahan dari produksi dan impor dikurangi ekspor dikali dengan 100%. Impor Rasio Impor = X 100% (Produksi + Impor - Ekspor) b. Kualitas ketersediaan pangan aktual Analisis kualitas ketersediaan pangan aktual digambarkan dengan keragaman pangan yang ditunjukkan dengan skor total PPH dan komposisi skor PPH masing-masing kelompok pangan. Skor PPH diperoleh dari data

44 26 ketersediaan pangan (NBM) kabupaten. Hasil pengolahan data dengan software adalah berupa skor PPH, proyeksi ketersediaan, dan produksi. Komponen dalam perhitungan skor PPH adalah kelompok pangan, jumlah pangan tersedia dalam satuan g/kap/hari, jumlah pangan tersedia dalam satuan Kal/kap/hari, persen energi (%), persen AKE (% AKE), bobot, sekor aktual, skor AKE, skor maksimal dan skor PPH. Komponen dalam perhitungan skor PPH dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perhitungan skor PPH Perhitungan Skor Pola Pangan Harapan (PPH) No Kelompok g/kap/ Kal/kap/ % % Bobot Skor Skor Skor Skor Pangan hari hari energi AKE*) Aktual AKE Maks PPH a b C d e f g h i J 1. Padipadian Umbiumbian Pangan Hewani 4. Minyak dan Lemak 5. Buah/Biji Berminyak 6. Kacangkacangan Gula Sayur dan Buah Lain-lain Total Sumber : Hardinsyah et al (2004) Keterangan: Kolom kelompok pangan. Pengelompokan pangan dalam neraca bahan makanan (NBM) berbeda dengan pengelompokan pangan dalam perhitungan PPH, sehingga pengisian baris masing-masing kelompok pangan harus sesuai dengan pengelompokan pangan dalam perhitungan PPH. Kolom g/kap/hari. Kolom g/kap/hari merupakan jumlah semua komoditas dalam setiap kelompok pangan dalam satuan Kal/kap/hari (kolom 17 dalam NBM) yang dikonversi menjadi satuan g/kap/hari dengan menggunakan pangan setara yang merupakan komoditas dengan kontribusi paling tinggi dalam kelompok pangan tersebut. Kolom Kal/kap/hr. Kolom kkal/kap/hr berisi jumlah total energi setiap kelompok pangan, yang merupakan penjumlahan energi semua komoditas dalam masing-masing kelompok pangan.

45 27 Kolom persen energi (%). Kolom persen energi berisi jumlah persen energi masing-masing kelompok pangan yang merupakan hasil pembagian energi (Kal/kap/hr) masing-masing kelompok pangan dengan jumlah total energi (Kal/kap/hr) dan dikalikan 100%. Persen energi ini menggambarkan kontribusi setiap kelompok pangan dalam ketersediaan energi. Kolom c n X 100% = d n n = nomor baris = 1,2,... Total energi (baris 10) Kolom persen AKE (% AKE). Kolom persen AKE berisi hasil pembagian antara jumlah energi (kkal/kap/hari) masing-masing kelompok pangan dengan nilai AKE (kkal/kap/hari) dan dikalikan dengan 100%. Persen AKE ini menggambarkan kontribusi setiap kelompok pangan dalam ketersediaan pangan. Persen AKE menggambarkan komposisi ketersediaan pangan. Komposisi ideal setiap kelompok pangan adalah 50% untuk padipadian, 6% untuk umbi-umbian, 12% untuk pangan hewani, 10% untuk minyak dan lemak, 3% untuk buah biji berminyak, 5% untuk kacangkacangan, 5% untuk gula, 6% untuk sayur dan buah, dan 3% untuk lain-lain. Kolom c n X 100% AKE = e n n = nomor baris = 1,2,... Kolom bobot. Kolom bobot berisi bobot masing-masing kelompok pangan. Bobot untuk kelompok pangan padi-padian, umbi-umbian, minyak dan lemak, buah/biji berminyak dan gula adalah 0.5. Bobot untuk kelompok pangan hewani dan kacang-kacangan adalah 2.0. Bobot untuk sayur dan buah adalah 5.0. Bobot ini disesuaikan dengan pola pangan harapan (PPH) berdasarkan anjuran FAO-RAPA dan prinsip gizi seimbang, yaitu setiap kelompok pangan dari tiga kelompok pangan utama diberikan skor maksimum yang relatif sama, yaitu 33.3 (berasal dari 100 dibagi 3). Ketiga kelompok pangan utama tersebut adalah 1) pangan sumber karbohidrat dan energi (serealia, umbi-umbian, minyak dan lemak, biji/buah berminyak) dengan kontribusi energi 74%; 2) pangan sumber protein/lauk-pauk (kacang-kacangan dan pangan hewani) dengan kontribusi energi 17%; 3) pangan sumber vitamin dan mineral (sayur dan buah) dengan kontribusi 6% ; dan 4) pangan lainnya

46 28 (aneka minuman dan bumbu) dengan kontribusi 3%. Bobot 0.5 berasal dari nilai 33.3 dibagi 75, bobot 2.0 berasal dari nilai 33.3 dibagi 17 dan bobot 5.0 berasal dari 33.3 dibagi 6. Kolom skor aktual. Skor aktual merupakan hasil perkalian antara persen energi dengan bobot masing-masing kelompok pangan. Kolom d n X f n = g n n = nomor baris = 1,2,... Kolom skor AKE. Skor AKE merupakan hasil perkalian antara persen AKE dengan bobot masing-masing kelompok pangan. Kolom e n X f n = h n n = nomor baris = 1,2,... Kolom skor maksimal. Kolom skor maksimal ini berisi skor ideal PPH setiap kelompok pangan. Skor maksimal ini berasal dari perkalian antara bobot dengan kontribusi ideal setiap kelompok pangan. Kolom skor PPH. Kolom skor PPH berisi skor AKE dengan memperhatikan batas skor maksimal, jika skor AKE lebih tinggi dari skor PPH adalah nilai skor maksimal. Jika skor AKE lebih rendah dari skor maksimal maka angka yang digunakan untuk mengisi kolom skor PPH adalah skor AKE. c. Proyeksi ketersediaan pangan Proyeksi ketersediaan pangan dimaksudkan untuk mengetahui jumlah pangan yang harus tersedia untuk dikomsumsi penduduk dalam satu tahun yang dinyatakan dalam bentuk energi dari setiap komoditas dalam masingmasing komoditas dalam setiap kelompok pangan sesuai dengan kontribusi aktual masing-masing komoditas dalam bentuk energi dengan satuan g/kap/hari, kg/kap/hari, dan ton/tahun. Berikut adalah tahapan untuk mencapai proyeksi ketersediaan pangan dalam bentuk energi. Proyeksi skor PPH. St = S 0 + n(s 2015 S 0 )/dt Dimana: S t = skor PPH tahun yang dicari S 0 = skor PPH tahun awal n = selisih tahun yang dicari dengan tahun awal S 2015 = skor PPH tahun 2015 (ideal = 100) dt = selisih tahun 2015 dengan tahun awal

47 29 Proyeksi kontribusi energi (%) Et = E 0 + n(e 2015 E 0 )/dt Dimana: E t = kontribusi energi tahun yang dicari E 0 = kontribusi energi tahun awal n = selisih tahun yang dicari dengan tahun awal E 2015 = kontribusi energi tahun 2015 (ideal = 100) dt = selisih tahun 2015 dengan tahun awal Proyeksi ketersediaan energi (Kal/kap/hari) Kt = K 0 + n(k 2015 K 0 )/dt Dimana: K t = energi tahun yang dicari K 0 = energi tahun awal n = selisih tahun yang dicari dengan tahun awal K 2015 = energi tahun 2015 (ideal = 100) dt = selisih tahun 2015 dengan tahun awal Proyeksi ketediaan pangan (g/kap/hari) Gt = G 0 + n(g 2015 G 0 )/dt Dimana: G t = pangan tahun yang dicari G 0 = pangan tahun awal n = selisih tahun yang dicari dengan tahun awal G 2015 = pangan tahun 2015 (ideal = 100) dt = selisih tahun 2015 dengan tahun awal Perhitungan kontribusi (%) komoditas pangan dalam masingmasing kelompok pangan. Kontribusi komoditas pangan dalam masingmasing kelompok pangan berasal dari kolom 16 dalam neraca bahan makanan (NBM), yang merupakan kolom ketersediaan untuk konsumsi per kapita dalam satuan g/hari. Nilai ini kemudian dibagi dengan jumlah total ketersediaan dalam kelompok pangan dan dikali dengan 100%. Kontribusi komoditas X 1 = g/hari komoditas x 1 X 100% g/hari total kelompok pangan x Perhitungan proyeksi ketersediaan setiap komoditas pangan dalam masing-masing kelompok pangan. Hasil perhitungan ini adalah ketersediaan komoditas pangan dengan satuan g/kap/hari, kg/kap/tahun dan ton/tahun. Proyeksi ketersediaan setiap komoditas pangan dalam satuan g/kap/hari (G 1 ) dengan kontribusi komoditasnya dan dibagi dengan 100.

48 30 Energi kelompok pangan (G t ) X kontribusi komoditas (%) 100 Proyeksi ketersediaan komoditas dalam satuan kg/kap/tahun adalah konversi proyeksi ketersediaan dalam satuan g/kap/hari menjadi kg/kap/tahun. Ketersediaan komoditas dalam g/kap/hari X Proyeksi ketersediaan komoditas dalam satuan ton/tahun merupakan konversi proyeksi ketersediaan dalam satuan kg/kap/tahun menjadi ton/tahun. Ketersediaan komoditas dalam g/kap/hari X proyeksi penduduk 1000 Dengan proyeksi penduduk pada tahun t adalah P t = P 0 X (1 + L)X(t- 0) 100 Dimana : P 0 = jumlah penduduk tahun dasar L = laju pertumbuhan penduduk t = tahun yang dicari 0 = tahun dasar d. Proyeksi produksi pangan Proyeksi produksi menggambarkan proyeksi jumlah pangan yang harus diproduksi untuk memenuhi proyeksi ketersediaan pangan yang telah ditetapkan sebelumnya. Asumsi yang digunakan dalam menyusun proyeksi produksi adalah perubahan stok, ekspor dan pemakaian dalam kabupaten (bibit, pakan, industri, tercecer) pada tahun-tahun berikutnya adalah tetap (sama dengan tahun dasar). Proyeksi produksi merupakan proyeksi ketersediaan setelah dijumlah dengan perubahan stok, ekspor dan pemakaian serta dikurangi impor. Pr t = K t +PS+E-I+(P+B+M+BM+T) Keterangan: Pr t = proyeksi produksi pada tahun t (yang dicari) K t = proyeksi ketersediaan untuk dikonsumsi (ton/tahun) pada tahun t (tahun yang dicari) PS = perubahan stok pada tahun dasar

49 31 E = penggunaan untuk ekspor pada tahun dasar I = penggunaan untuk impor pada tahun dasar P = penggunaan untuk pakan pada tahun dasar B = penggunaan untuk bibit M = penggunaan untuk industri makanan pada tahun dasar BM = penggunaan untuk industri non makanan pada tahun dasar T = pangan yang tercecer pada tahun dasar 2. Mengkaji kemandirian pangan Kabupaten Kotabaru dengan menganalisis potensi produksi, rasio ketergantungan impor, dan swasembada pangan. 3. Merumuskan strategi pemantapan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru di era otonomi daerah, dengan analisis kuantitaif menggunakan AHP (Analytical Hierarchy Process) dengan tujuan untuk menentukan alternatif strategi berdasarkan skala prioritas (Saaty, 1993). AHP digunakan untuk pengambilan keputusan yang dapat digunakan dalam penentuan atau perencanaan suatu strategi. Melalui analisa ini dimasukkan pertimbangan-pertimbangan logis dari faktor-faktor yang berpengaruh, pelakunya dan tujuan masing-masing dari suatu permasalahan yang kompleks menjadi sederhana dan tersusun dalam suatu hirarki. Tingkat konsistensi merupakan penentu utama sebagai pertimbangan pokok strategis yang diambil. Langkah-langkah penyelesaian AHP sebagai berikut : a. Mendefinisikan persoalan dan merinci persoalan yang diinginkan. b. Membuat struktur hirarki secara menyeluruh (Gambar 2) c. Menyusun matrik banding berpasangan (Tabel 4) Tabel 4. Matriks pendapat pada metode AHP Fokus A1 A2 A3... An A1 a11 a12 a13... a1n A2 a21 a22 a23... a2n A3 a31 a32 a33... a3n An An1 An2 An3... ann Sumber : Saaty, 1993 d. Mengumpulkan semua pertimbangan yang diperlukan dari hasil melakukan perbandingan berpasangan, digunakan skala banding yang tertera pada Tabel 5. Matriks pendapat pada metode AHP

50 32 Tabel 5. Skala banding secara berpasang Intensitas Pentingnya Definisi Penjelasan 1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen menyumbangnya sama besar pada sifat itu 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting ketimbang yang lainnya 5 Elemen yang satu esensial atau sangat penting ketimbang yang lainnya 7 Satu elemen jelas lebih penting dari elemen yang lainnya 9 Satu elemen mutlak lebih penting ketimbang yang lainnya 2,4,6,8 Nilai-nilai antara di antara dua pertimbangan yang berdekatan Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i Sumber : Saaty (1993) Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas yang lainya Pengalaman dan pertimbangan sedikit kuat menyokong satu elemen atas yang lainnya Satu elemen dengan kuat di sokong, dan dominannya telah terlihat dalam praktik Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan e. Memasukkan nilai-nilai kebalikannya beserta bilangan 1 sepanjang diagonal. f. Melaksanakan langkah (c, d, dan e) untuk semua tindakan dan hirarki tersebut. g. Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan. Setelah semua nilai perbandingan dimasukkan kedalam struktur hirarki, maka dengan program (software) criterium decision plus (CDP) version 3.0 akan diproses dengan perhitungan matriks sehingga dihasilkan bobot prioritas, dimana nilai ini menunjukkan urutan prioritas. i. Menghitung tingkat konsistensi dan mengevaluasi inkonsistensi untuk seluruh hirarki. Perhitungan indeks konsistensi (CI), pengukuran ini dimaksudkan untuk mengetahui konsistensi jawaban yang akan berpengaruh kepada kesahihan hasil. Konsistensi suatu matriks perbandingan diukur berdasarkan rumus akar ciri maksimum. CI = λ mak n/n-1 Dimana: CI = Consistency index (indeks konsistensi) λ mak = akar ciri maksimum n = ukuran matriks

51 33 Fokus/Tujuan KETAHANAN PANGAN KABUPATEN KOTABARU Faktor Ketersediaan Pangan Distribusi Pangan Konsumsi Pangan Sub Faktor Produksi Pangan Ekspor/Impor Pangan Stok/Cadangan Pangan Sarana/Prasarana Tranportasi Harga Pangan Perpajakan & Retribusi Pengetahuan Gizi Kebiasaan Konsumsi Pangan Alternatif Peningkatan Fungsional Lahan Pertanian Peningkatan Sistem Usaha Pertanian Peningkatan Teknologi Pasca Panen Peningkatan SDM & Pemberdayaan Masyarakat Peningkatan Modal & Investasi Kelembagaan Ketahanan Pangan Gambar 2. Struktur Analytical Hierarchy Process (AHP) strategi untuk memantapkan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru 33

52 34 Untuk mengetahui apakah CI dengan besaran tertentu cukup baik atau tidak, perlu diketahui rasio yang dianggap baik, yaitu apabila CR 0.1. Dengan Rumus CR. CR = CI/RI Dimana: CI (Consistency Index) = indeks konsistensi RI (Random Index) = indeks random Jika nilai CR lebih dari 0,1 maka penilaian kriteria yang telah dilakukan inkonsisten dan perlu evaluasi (Saaty, 1993). Pengolahan data dengan AHP (Gambar 3), menggunakan software criterium decision plus (CDP) version 3.0. Mulai Identifikasi Masalah Menyusun Hirarki Pengisian Matriks Pendapat Individu Pengujian Konsistensi Rasio Terpenuhi? Ya Penyusunan Matriks Gabungan Tidak Revisi Pengolahan Vektor Prioritas Selesai Gambar 3. Skema proses pengolahan data AHP

53 35 Definisi Operasional Ketersediaan pangan adalah jumlah dan jenis pangan yang disediakan untuk penduduk Kabupaten Kotabaru dalam jangka waktu tertentu yang diperoleh dari produksi dan impor, tanpa atau melalui jalur perdagangan. Pola penyediaan pangan ideal adalah perkiraan kualitas masing-masing jenis bahan makanan yang memenuhi kriteria kecukupan gizi dan mempertimbangkan harga minimal, tersedia, aspek kesehatan, dan kebiasaan pada suatu wilayah. Neraca Bahan Makanan Makanan (NBM) adalah penyajian data dalam bentuk tabel yang dapat menggambarkan situasi dan kondisi ketersediaan pangan untuk konsumsi penduduk di suatu wilayah (negara/propinsi/kabupaten) dalam kurun waktu tertentu. Pola Pangan Harapan (PPH) atau Desirable Dietary Pattern adalah Susunan beragam pangan yang didasarkan pada sumbangan energi dari kelompok pangan utama (baik secara absolut maupun relatif) dari suatu pola ketersediaan dan atau konsumsi. Skor PPH adalah mutu gizi konsumsi pangan dan tingkat keragaman konsumsi pangan, semakin tinggi skor mutu pangan, menunjukkan situasi pangan yang semakin beragam dan semakin baik mutu gizinya. Produksi adalah jumlah keseluruhan hasil masing-masing bahan makanan yang dihasilkan dari sektor pertanian (tanaman pangan, peternakan, perikanan, dan perkebunan), yang belum mengalami proses pengolahan maupun yang sudah mengalami proses pengolahan. Ekspor adalah sejumlah bahan makanan baik yang belum maupun sudah mengalami pengolahan, yang dikeluarkan dari wilayah Kabupaten Kotabaru. Impor adalah sejumlah bahan makanan baik yang belum maupun sudah mengalami pengolahan, yang didatangkan/dimasukkan dari luar ke dalam wilayah Kabupaten Kotabaru.

54 36 Stok adalah sejumlah bahan makanan yang disimpan/dikuasai oleh pemerintah atau swasta yang dimaksudkan sebagai cadangan dan akan digunakan apabila sewaktu-waktu diperlukan. Perubahan stok adalah selisih antara stok akhir tahun dengan stok awal tahun. Strategi memantapkan ketahanan pangan adalah rumusan kebijakan untuk menjalankan misi yang terkoordinasi dan efesien dalam upaya memantapkan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru. Kemandirian pangan adalah kondisi di mana kebutuhan pangan dapat dipenuhi minimal 90% dari produksi Kabupaten Kotabaru, dan kebutuhan pangan daerah harus dipenuhi secara mandiri dengan memberdayakan modal manusia, modal sosial dan ekonomi yang dimiliki, yang pada gilirannya harus berdampak kepada peningkatan kehidupan sosial dan ekonomi petani dan masyarakat.

55 37 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Wilayah Penelitian Kondisi Geografis Letak geografis dan luas wilayah. Kabupaten Kotabaru merupakan salah satu dari 13 kabupaten/kota di Propinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota yang terletak di Pulau Laut Utara. Secara georafis, Kabupaten Kotabaru terletak antara 2º20'-4º56' Lintang Selatan dan 115º29'-116º30' Bujur Timur, sedangkan pembagian Grid Propinsi terletak antara Grid AD-CH dan dengan salib sumbu Grid pada koordinat UTM X = m dan Y= m. Kabupaten Kotabaru terletak di sebelah tenggara dari wilayah Propinsi Kalimantan Selatan. Wilayah ini berbatasan, sebelah utara dengan : Propinsi Kalimantan Timur; sebelah selatan dengan : Laut Jawa; sebelah timur dengan : Selat Makasar; dan sebelah barat dengan : Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Balangan, dan Kabupaten Tanah Bumbu. Kabupaten Kotabaru merupakan wilayah kabupaten yang memiliki lahan terluas dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lain di Propinsi Kalimantan Selatan, yaitu 9.422,46 km 2 atau 25,21 % dari luas Propinsi Kalimantan Selatan. Sebagian wilayahnya terdiri dari beberapa pulau dan sebagian lagi wilayah daratan yang terletak di Pulau Kalimantan. Pulau-pulau besar dan kecil yang dimiliki Kabupaten Kotabaru berjumlah 45 buah, diantaranya, yaitu : Pulau Laut, Pulau Sebuku, Pulau Kunyit, Pulau Sewangi, dan lain-lain. Secara administratif, Kabupaten Kotabaru tersebut dibagi menjadi 18 kecamatan dan 195 kelurahan/desa. Iklim. Kabupaten Kotabaru dipengaruhi oleh dua musim, yakni musim kemarau dengan suhu udara maksimum rara-rata antara 30,5ºC-32,9 ºC dan intensitas penyinaran matahari rata-rata 33-84%, dan musim hujan dengan suhu

56 38 udara minimum rata-rata antara 22,7ºC-24,7 ºC dan kelembaban nisbi rata-rata 78-88%. Intensitas penyinaran matahari yang tinggi menyebabkan tingginya intensitas penguapan sehingga selalu terdapat awan aktif dan udara yang penuh sehingga menyebabkan seringkali turun hujan. Berdasarkan Scmit dan Fergosun, Kabupaten Kotabaru memiliki rata-rata curah hujan berkisar antara 0,9-13,5 mm dengan jumlah hari hujan berkisar antara 5-28 hari/tahun. Hujan terbanyak jatuh pada bulan nopember sampai dengan april. Bulan bulan kering jatuh pada bulan mei sampai dengan oktober. Kondisi Geomorfologi Tofografi. Keadaan topografi wilayah Kabupaten Kotabaru cukup beragam. Dari daerah pantai di sebelah timur yang merupakan daerah datar sampai ke arah barat wilayahnya semakin bergelombang sampai berbukit. Pada wilayah bagian barat dari selatan ke utara merupakan jalur pegunungan, yaitu pegunungan Meratus memanjang sampai ke wilayah Propinsi Kalimantan Timur. Keadaan wilayah yang medannya begelombang sampai terjal terdapat di Pulau Laut bagian tengah. Secara umum, konfigurasi medan wilayah Kabupaten Kotabaru miring ke arah timur. Berdasarkan letak ketinggiannya dari permukaan laut, 48% wilayah Kabupaten Kotabaru terlerak pada ketinggian antara m. Letak ketinggian ini secara umum menentukan pola pengelolaan dan pemanfaatannya, yaitu : ketinggian 0-7 m merupakan daerah rawa dan pantai, seluas ha (8,55% dari luas wilayah Kabupaten Kotabaru) digunakan untuk usaha tambak; ketinggian 7-10 m, seluas (1,83%) digunakan sebagai sawah dengan satu kali tanam; ketinggian 10-25, seluas (15,92%) digunakan sebagai sawah dua kali tanam; ketinggian m. Seluas ha (48,55%) dan ketinggian m seluas (17,53%) digunakan untuk pertanian lahan kering, perkebunan, dan ladang; ketinggian m, seluas ha (6,94%) merupakan daerah yang sulit untuk diolah sebagai lahan pertanian; sedangkan ketinggian lebih dari m, seluas ha (0,68%) diperuntukkan sebagai kawasan lindung. Data luas wilayah setiap ketinggian seperti pada Tabel 6.

57 39 Tabel 6. Kelas ketinggian dan luas Kabupaten Kotabaru No Elevasi Luas Persentase Keterangan (mdpl) (ha) (%) ,55 daerah rawa dan pantai (tambak) ,83 daerah rendah (sawah 1x/tahun) ,92 daerah rendah (sawah 2x/tahun) ,55 Pertanian, perkebunan, hutan ,53 Pertanian, perkebunan, hutan ,94 non pertanian 7 > ,68 kawasan lindung Kotabaru ,00 Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kotabaru, Bappeda (2006) Kelerengan. Wilayah Kabupaten Kotabaru mempunyai kelas lereng antara 0-2% hingga lebih dari 40 %. Kelas lereng 0-2% pada umumnya terdapat di daerah pantai, luas mencapai ha atau sekitar 60,6% luas kabupaten. Kelas lereng 2-8% merupakan yang dibudidayakan, luasnya mencapai ha atau 12,97% luas kabupaten. Daerah dengan kemiringan 8-15% seluas ha atau 4,16% luas kabupaten. Daerah dengan kemiringan 15-25% seluas ha atau 6,48% luas kabupaten. Daerah dengan kemiringan 25-40% merupakan daerah yang cukup terjal, luasnya mencapai ha atau 4,82% luas kabupaten. Kemudian daerah dengan kemiringan diatas 40% merupakan daerah sangat terjal yang luasnya mencapai ha atau 11,39% luas kabupaten. Untuk jelasnya kemiringan lahan di Kabupaten Kotabaru dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Kemiringan lahan di Kabupaten Kotabaru No Kelas lereng Luas (ha) Persentase (%) 1 0-2% , % , % , % , % >40% Sumber : Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kotabaru, Bappeda (2006) Kelerengan digunakan sebagai batas pengusahaan lahan-lahan dengan kelerengan lebih dari 40% tidak diusahakan secara produktif, tetapi dijadikan sebagai kawasan lindung. Wilayah dengan kelerengan yang lebih besar dari 40% terletak di Pegunungan Meratus dan Pegunungan Sebatung. Wilayah 2-15% dan

58 % kebanyakan terdapat di kaki Pegunungan Meratus, sedangkan yang termasuk dataran 0-2% menyebar luas pada hampir semua wilayah di Kabupaten Kotabaru. Penggunaan Lahan dan Kawasan Hutan Penggunaan lahan di Kabupaten Kotabaru dibedakan menjadi lahan untuk kampung/pemukiman, pertambangan, lahan sawah, tanah kering/tegalan, kebun campuran, perkebunan, hutan serta padang/semak/belukar/alang-alang. Di Kabupaten Kotabaru penggunaan lahan seluruhnya ha pada tahun Lahan yang digunakan sebagai lahan hutan paling luas yaitu sekitar ha (34,95%). Urutan terluas berikutnya digunakan untuk padang/semak/belukar/alang/alang yang mencapai 270,700 ha (28,73%). Penggunaan lahan terkecil adalah sekitar 967 ha untuk perairan darat (Tabel 8). Tabel 8. Penggunaan lahan di Kabupaten Kotabaru No Jenis Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%) Kampung/pemukiman Industri Pertambangan Persawahan Pertanian lahan kering semusim Kebun campuran/sejenis Perkebunan Padang (semak, alang, rumput) Hutan Perairan darat (rawa,kolam) Lain-lain ,59 0,11 1,18 2,59 1,94 15,06 11,50 28,73 34,95 1,16 1,20 Jumlah ,00 Sumber : - Kabupaten Kotabaru dalam Angka, BPS (2005) - Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kotabaru (Bappeda, 2006) Kondisi Sosial dan Budaya Penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Kotabaru pada tahun 2005 adalah jiwa dengan jumlah rumahtangga sebanyak rumahtangga yang tersebar di 195 desa/kelurahan. Jumlah penduduk terbesar berada di Kecamatan Pulau Laut Utara dengan jumlah penduduk jiwa, disusul Kecamatan Pamukan Utara dengan

59 41 jumlah penduduk jiwa sedangkan jumlah terkecil berada di Kecamatan Kelumpang Barat yang hanya jiwa, untuk lebih rinci seperti pada Tabel 9. Tabel 9. Jumlah dan kepadatan penduduk Kabupaten Kotabaru No Kecamatan Luas (km 2 ) % Jumlah Penduduk (orang) % Kepadatan (jiwa/km 2 ) 1 Pulau Sembilan 21,86 0, ,66 2 Pulau Laut Barat 301,10 3, ,98 3 Pulau Laut Selatan 453,58 4, ,06 4 Pulau Laut Timur 603,25 6, ,34 5 Pulau Sebuku 219,04 2, ,39 6 Pulau Laut Utara 135,05 1, ,09 7 Pulau laut Tengah 601,78 6, ,37 8 Kelumpang Selatan 283,51 3, ,11 9 Kelumpang Hilir 339,67 3, ,82 10 Kelumpang Hulu 1.067,60 11, ,24 11 Kelumpang Barat 398,21 4, ,91 12 Hampang 1.606,32 17, ,15 13 Sungai Durian 1.124,87 11, ,90 14 Kelumpang Tengah 305,54 3, ,53 15 Kelumpang Utara 224,87 2, ,14 16 Pamukan Selatan 334,11 3, ,41 17 Sampanahan 386,04 4, ,69 18 Pamukan Utara 1.062,08 11, ,42 Jumlah 9.422,46 100, ,0 27,47 Sumber : Kabupaten Kotabaru dalam Angka Tahun 2005, BPS (2006) Kepadatan penduduk masing-masing wilayah sangat bervariasi. Wilayah kecamatan dengan kepadatan tertinggi adalah Kecamatan Pulau Laut Utara, dengan tingkat kepadatan penduduknya mencapai 464 orang per km 2 disusul oleh Kecamatan Pamukan Utara dengan kepadatan mencapai 160,18 orang/km 2. Tingkat kepadatan ini jauh berada di atas wilayah-wilayah kecamatan lainnya yang ada di Kabupaten Kotabaru. Rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Kotabaru sendiri adalah sebesar 26,87 orang/km 2. Di Kecamatan-kecamatan lain, kepadatan penduduk secara rata-rata kurang dari 50 orang/km 2, kecuali Kecamatan Kelumpang Hilir dengan kepadatan mencapai 52,26 orang/km 2. Kecamatan dengan penduduk yang paling jarang terdapat di Kecamatan Hampang, Kelumpang Barat, dan Sungai Durian masing-masing dengan tingkat kepadatan penduduknya hanya 5,08; 7,02; dan 7,04 orang/km 2.

60 42 Ketenagakerjaan Penduduk usia kerja, yaitu penduduk berusia 15 tahun keatas, di Kabupaten Kotabaru pada tahun 2004 tercatat sebanyak jiwa yang terdiri dari jiwa laki-laki dan jiwa perempuan. Sebagian besar penduduk usia kerja (30,80%) berada di Kecamatan Pulau Laut Utara sebagai ibu kota kabupaten. Berdasarkan data BPS Kabupaten Kotabaru (2004), sebagian besar penduduk usia kerja yaitu 59,26% sudah bekerja, sebagian dari sisanya yaitu 25,04% umumnya perempuan hanya mengurus rumah tangga. Persentase perempuan yang bekerja hanya sebesar 31,11% sedangkan laki-laki yang bekerja sebanyak 84,42%. Lebih rinci persentase antara penduduk laki-laki dan perempuan usia kerja dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Persentase penduduk usia kerja di Kabupaten Kotabaru menurut kegiatan utama dan jenis kelamin Kegiatan utama Laki-laki Persentase (%) Perempuan (Laki-laki dan perempuan) Bekerja 84,42 31,11 59,26 Belum/Tidak bekerja 9,14 11,23 10,12 Sekolah 5, ,09 Mengurus rumah tangga 0,44 52,56 25,04 Lainnya 0,65 0,32 0,49 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber: BPS Kabupaten Kotabaru (2005) Berdasarkan lapangan usaha, sebagian besar penduduk bekerja di sektor pertanian. Sektor ini mampu menyerap 55,57% dari tenaga kerja yang ada, selainnya 17,04% bergerak di sektor jasa yang meliputi sektor jasa kemasyarakatan, jasa sosial, dan jasa perseorangan, dan di luar jasa pemerintahan. Selain kedua sektor tersebut, sektor perdagangan mampu menyerap 6,70% tenaga kerja. Mereka yang bekerja di sektor tersebut, sektor perdagangan ini umumnya perempuan sebanyak 12,75% sedangkan laki-laki di sektor ini hanya 4,71%. Secara rinci sebasaran penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha dapat dilihat pada Tabel 11.

61 43 Tabel 11. Persentase penduduk Kabupaten Kotabaru yang bekerja menurut lapangan kerja Persentase (%) Kegiatan utama Laki-laki Perempuan (Laki-laki dan perempuan) Pertanian 55,44 55,9 55,57 Industri 4,59 2,62 4,10 Kontruksi 2,09 0,33 1,66 Perdagangan 4,71 12,75 6,70 Transportasi 3,21 0,17 2,45 Jasa pemerintahan 4,36 3,90 4,24 Jasa lainnya 17,83 14,65 17,04 Lainya 7,77 9,65 8,24 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber: BPS Kabupaten Kotabaru (2005) Pendidikan Pendidikan mempunyai arti yang sangat strategis dalam pembangunan sumberdaya manusia. Tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Kotabaru relatif rendah, hal ini tercermin berdasarkan data pendidikan Tahun 2004 (RPJM Kabupaten Kotabaru, 2005) didapatkan bahwa pendidikan penduduk yang tamat SD sebanyak 26,6%; SLTP sederajad 17,0%, SLTA sederajad 13,5%; DI/DIII 0,8%; dan S1+ 1,8%. Tingkat pendidikan ini tentunya sangat menentukan oleh akses atau keterjangkauan penduduk terhadap institusi pendidikan yang tersedia. Fasilitas pelayanan pendidikan di Kabupaten Kotabaru masih rendah khususnya wilayah kecamatan. Sarana pendidikan yang ada di Kabupaten Kotabaru terdiri dari 208 buah Sekolah Dasar, 34 buah Sekolah Menengah Pertama dan 14 buah Sekolah Menengah Atas, serta 4 buah Sekolah Tinggi (Politeknik, STIA, dan PGSD). Untuk setiap jenjang pendidikan jumlah sarana terbanyak terdapat di Kecamatan Pulau Laut Utara. Kondisi demikian menunjukkan bahwa ketersediaan sarana pendidikan di Kabupaten Kotabaru belum cukup merata. Untuk jelasnya sarana pendidikan di Kabupaten Kotabaru seperti pada Tabel 12.

62 44 Tabel 12. Sarana pendidikan di Kabupaten Kotabaru No Sekolah Jumlah (buah) Negeri Swasta 1 Taman Kanak-kanak SD SD Luar Biasa 1-4 SLTP SLTP Terbuka 3-6 SMU SMK 3-8 D1/D2/PT - 3 Sumber: Kabupaten Kotabaru dalam Angka 2005, BPS (2006) Kesehatan Ketersediaan sarana kesehatan merupakan salah satu upaya peningkatan pelayanan kesehatan. Fasilitas kesehatan yang terdapat di Kabupaten Kotabaru antara lain RSUD tipe C (yang akan ditingkatkan menjadi tipe B), Klinik kesehatan dan Balai Pengobatan yang terdapat di ibukota kabupaten. Di Kabupaten Kotabaru di setiap kecamatan telah mempunyai satu puskesmas, sarana kesehatan yang tersedia di Kabupaten Kotabaru antara lain berupa 22 buah puskesmas, 69 buah puskesmas pembantu, 11 buah balai pengobatan swasta dan 1 buah BKIA. Disamping itu ada 3 buah apotik dengan 6 orang tenaga apotiker dan 14 orang tenaga asisten apotiker. Disamping penyediaan sarana kesehatan, untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat usaha penyediaan tenaga medis yang berada di Kabupaten Kotabaru antara lain 30 orang dokter umum, 6 orang dokter gigi dan 5 orang dokter spesialis, 78 orang perawat, 70 orang bidan dan 331 orang dukun bayi/kampung. Selain unit kesehatan yang dimiliki dan dikelola pemerintah di Kabupaten Kotabaru juga terdapat beberapa balai pengobatan yang dikelola oleh pihak swasta, namun demikian untuk jenis sarana kesehatan ini hanya kecamatankecamatan tertentu yang memilikinya, dan yang terbanyak berada di Kecamatan Pulau Laut Utara sebanyak 11 unit. Adapun jumlah tenaga kesehatan dan sarana kesehatan yang tersedia (Tabel 13).

63 45 Tabel 13. Sarana dan prasarana kesehatan di Kabupaten Kotabaru No Sarana dan Parasara Kesehatan Jumlah 1 Rumah sakit 1 2 Puskesmas 22 3 Puskesmas pembantu 69 4 Poliklinik desa Balai pengobatan swasta 11 6 Dokter spesialis 5 7 Dokter gigi 6 8 Dokter umum 30 9 Perawat Bidan Dukun bayi/kampung 331 Sumber: Kabupaten Kotabaru dalam Angka 2005, BPS (2006) Sarana dan Prasarana Perhubungan Sarana perhubungan diperlukan untuk akses antar wilayah, antar perkotaan dan antar perdesaan. Tersedianya sarana dan prasarana transportasi di wilayah terisolir dan wilayah kepulauan dapat mendorong mobilitas barang dan orang serta mempercepat perkembangan wilayah. Perhubungan Darat Untuk menunjang kelancaran angkutan penumpang dan barang, panjang jalan di seluruh wilayah Kabupaten Kotabaru adalah 1.074,247 km dengan rincian 148 km merupakan jalan negara, 134,20 km merupakan jalan propinsi dan 792,047 km merupakan jalan kabupaten. Panjang jalan yang diaspal sepanjang 467,40 km; jalan kerikil sepanjang 244,35 km dan jalan tanah sepanjang 262,50 km. Dilihat kondisinya 282,922 km berkondisi baik; 373,510 km berkondisi sedang, 84,265 km berkondisi rusak dan 235,55 km berkondisi rusak berat. Kondisi jalan di kabupaten kotabaru seperti pada Tabel 14. Adanya sungai dan anak sungai yang melintas dan membelah wilayah Kabupaten Kotabaru menyebabkan jumlah jembatan cukup beragam dan dari jumlah yang ada sebanyak 120 jembatan terbuat dari beton, 23 buah merupakan jembatan besi, 386 buah jembatan kayu, serta 53 buah jembatan jenis lainnya. Tingkat penggunaan kendaraan di Kabupaten Kotabaru masih didominasi oleh

64 46 kendaraan dengan jenis niaga, baik untuk mobil penumpang, mobil beban dan mobil dan mobil bus. Untuk jenis mobil beban didominasi oleh kendaraan truk, pick up dan jenis mobil bus, banyaknya mobil bebas berjenis truk dan pick up di Kabupaten Kotabaru ini erat kaitannya dengan pengangkutan produksi hasil bumi. Tabel 14. Kondisi jalan di Kabupaten Kotabaru Jenis permukaan, Jalan (km) kondisi jalan Negara Propinsi Kabupaten Jumlah I Jenis permukaan - diaspal 148,000 44, , ,400 - kerikil - 90, , ,350 - tanah , ,500 - lainnya Jumlah 148, , , ,247 II Kondisi jalan - baik 56,750 38, , ,922 - sedang 29,500 48, , ,510 - rusak 37,250 20, , ,265 - rusak berat 24,500 26, , ,550 Jumlah 148, , , ,247 Sumber: Kabupaten Kotabaru dalam Angka 2005, BPS (2006) Perhubungan Laut Perhubungan laut/sungai merupakan jenis perhubungan yang sudah lama ada. Perhubungan laut sekarang sudah terjangkau seluruh wilayah Indonesia, terutama pelabuhan-pelabuhan seperti Ujung Pandang, seluruh pelabuhan di Pulau Jawa, Pulau Sumatera serta daerah lainnya. Jenis pelayaran yang ada pada pelabuhan Kotabaru meliputi pelayaran rakyat, pelayaran lokal, pelayanan samudera, pelayanan nusantara, pelayaran khusus industri dan pelayanan khusus tanker. Untuk daerah kepulauan terpencil dilayani dengan menyediakan kapal perintis dengan bobot 200 DWT sebanyak 2 buah, disamping itu dengan beroperasinya penyeberangan ferry Tanjung Serdang-Batulicin sejak tahun 1993 telah memberikan dampak pertumbuhan ekonomi di kota Kotabaru. Dalam upaya membuka akses yang lebih cepat menuju wilayah utara Kabupaten Kotabaru, sejak tahun 2004 telah dilakukan pengoperasian angkutan penyeberangan ferry Stagen-Tarjun yang merupakan kerjasama Pemerintah

65 47 Kabupaten Kotabaru dengan PT Antar Banua Khatulistiwa kerjasama dan koordinasi dengan PT Pelindo III Cabang Kotabaru, seperti pemindahan pemanfaatan Pelabuhan Panjang yang dialih fungsinya ke Pelabuhan Panjang. Perhubungan Udara Meskipun perhubungan darat dan laut/sungai semakin meningkat peranannya, prasarana dan sarana perhubungan udara yang telah ada tetap diperlukan untuk mengurangi keperluan masyarakat yang memerlukan waktu cepat. Saat ini terdapat dua lokasi yang dapat menampung kedatangan pesawat udara, yakni Bandara Stagen di Stagen dan Bandara Mekar Putih di Pulau Laut Barat. Dalam upaya memfungsikan Bandara Udara Stagen sejak tahun 2003 telah dilakukan kerjasama peningkatan transportasi udara rute Banjarmasin-Kotabaru- Balikpapan pulang pergi, dengan PT Dirgantara Air Service yang bertujuan untuk menciptakan hubungan yang sinergis di dalam menyikapi kebijakan otonomi daerah sehingga terwujudnya peningkatan pelayanan transportasi udara dari atau ke kotabaru, upaya ini pada gilirannya akan berperan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah, regional, dan nasional. Dengan meningkatkan pembangunan di Kabupaten Kotabaru, jalur transportasi udara semakin meningkat dengan jumlah penumpang dan frekuensi penerbangan di Bandara Stagen selalu penuh setiap hari. Pada saat keadaan jalan darat kurang baik masyarakat memilih jalur penerbangan udara dari Bandara Syamsudin Noor (Banjarbaru). Kondisi Perekonomian Daerah Pembangunan ekonomi di Kabupaten Kotabaru ini meskipun telah menghasilkan berbagai kemajuan namun masih jauh dari yang diharapkan yakni perekonomian yang tangguh dan mensejahterakan seluruh lapisan masyarakat, oleh karena itu tantangan besar kemajuan perekonomian 5 tahun mendatang adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi secara berkelanjutan dan berkualitas untuk mewujudkan secara nyata peningkatan kesejahteraan masyarakat di segala lapisan secara merata sekaligus mengejar ketertinggalan dari daerah lain yang lebih maju, urtuk itu perlu dana yang besar. Kondisi ekonomi daerah Kabupaten Kotabaru tidak dapat lepas dari pengaruh perekonomian Propinsi

66 48 Kalimantan Selatan, perekonomian nasional dan perekonomian global. Setiap kebijakan yang dilakukan pada tingkat propinsi dan nasional akan berdampak langsung terhadap perekonomian Kabupaten Kotabaru. Pertumbuhan ekonomi daerah (PDRB) pada periode rata-rata 9,13% per tahun, lebih tinggi dari tingkat peetumbuhan pada Propeda Kabupaten Kotabaru yang diperkirakan tumbuh sebesar 8,66% per tahun (Tabel 15). Tabel 15. Produk domestik regional bruto Kabupaten Kotabaru tahun dengan harga berlaku (Rp ) No Sektor Ekonomi 1. Pertanian Pertambangan & Pergalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, gas dan air minum 5. Bangunan Perdagangan, restoran & perhotelan 7. Pengangkutan & komunikasi 8. Keuangan Jasa-jasa Jumlah Sumber : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Kotabaru, Bappeda (2005) Tingginya pertumbuhan ekonomi riil berakibat pada makin meningkatnya PDRB (dengan harga berlaku). PDRB dengan harga berlaku pada tahun 1999 baru mencapai Rp juta naik menjadi Rp juta (2003) dan pada tahun 2004 diperkirakan mencapai Rp juta. Terkendalinya inflasi dapat menurunkan suku bunga dan selanjutnya mendorong tumbuhnya iklim investasi di daerah. Keadaan ini dimanfaatkan oleh perbankan untuk menyalurkan kreditnya ke dunia usaha dan masyarakat lainnya. Nilai kredit bank yang disalurkan kepada masyarakat terus mengalami pertumbuhan (walaupun tahun 2000 mencapai Rp juta, naik menjadi Rp juta (2002) dan naik lagi menjadi Rp juta (2003), Rp juta (2004) dan menjadi Rp juta (sampai maret 2005). Sebagian besar (80%) disalurkan pada sektor pertanian (Tabel 16).

67 49 Tabel 16. Nilai kredit Bank yang disalurkan kepada masyarakat di Kabupaten Kotabaru (Rp ) No Sektor Ekonomi *) 1. Pertanian Pertambangan Perindustrian Listrik, gas dan air minum 5. Kontruksi Perdagangan, restoran & perhotelan 7. Pengangkutan, pergudangan & komunikasi 8. Jasa-jasa dunia usaha 9. Jasa-jasa sosial masyarakat 10. Jasa-jasa Jumlah Sumber : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Kotabaru, Bappeda (2005) Keterangan : *) sampai dengan bulan maret 2005 Membaiknya ekonomi Kabupaten Kotabaru terlihat dari makin tumbuhnya jasa perdagangan dalam negeri dan luar negeri. Ekspor Kabupaten Kotabaru secara keseluruhan nilainya terus mengalami peningkatan dari US$ ,94 (2002) dan US$ ,86 (2003). Jenis komoditas yang diekspor adalah udang beku, ikan beku, plywood, moulding/dowels batubara, biji besi dan lain-lain. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di daerah ini belum sepenuhnya mampu meningkatkan kesempatan kerja. Keadaan ini bisa dilihat pada tahun 2001 jumlah tenaga kerja yang terdaftar berbagai tingkat pendidikan mencapai orang yang mampu ditempatkan hanya 173 orang (6,96%), kemudian pada tahun 2002 yang terdaftar orang ditempatkan 101 orang (3,45%) dan tahun 2003 yang terdaftar orang ditempatkan 460 orang (19,30%). Dalam upaya mendorong usaha kecil, kredit perbankan yang disalurkan (sampai bulan maret 2005) pada jenis usaha ini mencapai Rp juta pada tahun 2000, kemudiaan turun menjadi Rp (2001), naik lagi menjadi Rp juta (2002), mejadi Rp juta (2003), Rp juta, dan pada tahun 2005 mencapai Rp juta. Untuk lebih meningkatkan kesempatan kerja maka pertumbuhan ekonomi

68 50 perlu terus ditingkatkan. Kredit usaha kecil yang disalurkan kepada masyarakat di Kabupaten Kotabaru tahun , seperti pada Tabel 17. Tabel 17. Nilai kredit usaha kecil yang disalurkan kepada masyarakat di Kabupaten Kotabaru (Rp ) No Sektor Ekonomi *) 1. Pertanian Pertambangan Perindustrian Listrik, gas dan air minum 5. Kontruksi Perdagangan, restoran & perhotelan 7. Pengangkutan, pergudangan & komunikasi 8. Jasa-jasa dunia usaha 9. Jasa-jasa sosial masyarakat 10. Jasa-jasa Jumlah Sumber : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Kotabaru, (2005) Keterangan : *) sampai dengan bulan maret 2005 Secara keseluruhan sampai akhir 2005 ini diperkirakan laju inflasi 9,25%, pertumbuhan ekonomi riil 9,92%, sehingga pendapatan per kapita masyarakat diperkirakan mencapai Rp atau sekitar US$ 1.129,30 (jika US$= Rp ). Menurut Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada pasal 55 ayat (1) Penyelenggaraan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan daerah, ayat (2) penyelenggaraan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan pemerintah di daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara, ayat (3) Administrasi pendapatan penyelenggaraan urusan pemerintah sebagimana dimaksud ayat (2) Selanjutnya pada pasal 157 mengamanatkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri atas (a) pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu 1) hasil pajak daerah; 2) hasil retribusi daerah; 3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4) lain-lain PAD yang sah, (b) dana perimbangan, dan (c) lain-lain pendapatan daerah yang sah.

69 51 Kemudian Undang-Undang 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah pada Bab IV pasal 5 sumber penerimaan daerah yaitu: ayat (1) penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan, ayat (2) pendapatan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari (a) pendapatan asli daerah; (b) dana perimbangan; dan (c) lain-lain pendapatan ayat (3) pembiyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari (a) sisa lebih perhitungan anggaran daerah; (b) penerimaan pinjaman daerah; (c) dana cadangan daerah; (d) hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. Semua pendapatan ini masuk dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), dalam hal ini APBD Kabupaten Kotabaru. Potensi Sumberdaya Pangan Kabupaten Kotabaru Perkembangan Produksi Pangan Produksi padi dan palawija. Perkembangan produksi padi dan palawija di Kabupaten Kotabaru dari tahun mengalami peningkatan dengan ratarata pertumbuhan untuk komoditas padi (16,15%) tahun 2003 mencapai ton, tahun 2004 mencapai ton, tahun 2005 mencapai ton, dan tahun 2006 mencapai Kenaikan produksi padi sebagai dampak dari keberhasilan kegiatan perluasan areal tanam (PAT) sejak tanam dan peningkatan mutu intensifikasi (PMI). Untuk komoditi jagung, kacang kedelai dan kacang hijau terjadi peningkatan produksi dengan rata-rata pertumbuhan jagung (21,70%), kacang kedelai (13,67%), kacang hijau (24,34%). Untuk komoditas ubi kayu, ubi jalar, dan kacang tanah mengalami penurunan produksi dengan rata-rata pertumbuhan untuk ubi kayu (-3,54%) tahun 2003 sebanyak ton, tahun 2004 sebanyak ton, tahun 2005 sebanyak ton, dan tahun 2006 dengan perkiraan produksi sebesar ton. Begitu juga untuk komoditas ubi jalar terjadi penurunan rata-rata pertumbuhan (-0,26%), dan Kacang tanah (-0,52%). Perkembangan produksi padi dan palawija tahun pada Tabel 18.

70 52 Tabel 18. Produksi padi dan palawija Kabupaten Kotabaru tahun Komoditas Produksi (ton) Pertumbuhan Rata-rata (%) Padi ,15 Jagung ,70 Ubi kayu ,54 Ubi jalar ,26 Kacang tanah ,52 Kacang kedelai ,67 Kacang hijau ,34 Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Kotabaru (2006) Produksi sayuran. Produksi sayuran pada tahun sesuai dengan data BPS Kabupaten Kotabaru tren pertumbuhan rata-rata meningkat setiap tahun, untuk tahun 2003 tidak ada data produksi. Produksi kacang panjang tahun 2004 mencapai 807 ton, tahun 2005 mencapai 952 ton, dan tahun 2006 diperkirakan mencapai ton (asumsi rata-rata pertumbuhan 17,97% per tahun). Laju pertumbuhan komoditas sayurannya lainnya tahun untuk sawi rata-rata per tahun meningkat sebesar 12,95%, cabe 12,72%, tomat 17,89, terung 11,27, buncis 22,37, ketimun 21,93, labu 28,97, kangkung 33,67, dan bayam 34,23. Untuk bawang merah dan kubis semua di datangkan dari daerah lain (impor), karena pengembangan kedua komoditas ini kurang cocok untuk dikembangkan terutama kesesuaian agroekosistem wilayahnya. Secara rinci pada Tabel 19. Tabel 19. Produksi sayuran Kabupaten Kotabaru tahun Komoditas Produksi (ton) Pertumbuhan *) Rata-rata (%) Sawi Kacang panjang Cabe Tomat Terung Buncis Ketimun Labu Kangkung Bayam Sumber: Kabupaten Kotabaru dalam Angka, BPS ( ) *) angka perkiraan (diolah) berdasarkan pertumbuhan rata-rata

71 53 Produksi buah-buahan. Perkembangan produksi buah-buahan di Kabupaten Kotabaru tahun , ada yang pertumbuhannya positif dan sebagian pertumbuhannya negatif. Komoditas buah-buahan yang rata-rata pertumbuhannya positip, yaitu: jeruk (147,80%) dengan produksi tahun 2003 sebesar ton, tahun 2004 sebesar 211 ha, tahun 2005 sebesar ton, dan perkiraan produksi 2006 sebesar ton. Produksi nenas rata-rata pertumbuhan 93,11% dengan produksi tahun 2003 sebanyak 582 ton, tahun 2004 sebanyak 420 ton, tahun 2004 sebanyak ton, dan perkiraan produksi tahun 2006 sebanyak ton, demikian juga untuk komoditas yang lain mengalami pertumbuhan positif seperti salak 67,50%, sirsak 59,20%, jambu 27,11%, sawo 12,29%, belimbing 11,85%, pepaya 5,53%, dan rambutan 4,16%. Untuk produksi buah-buahan rata-rata pertumbuhannya negatif antara lain: pisang (-9,55) dengan produksi tahun 2003 sebesar ton, tahun 2004 sebesar ton, tahun 2005 sebesar ton, dan perkiraan produksi tahun 2006 sebesar ton. Duku/langsat rata-rata pertumbuhan (-7,71%) dengan produksi tahun 2003 sebesar ton, tahun 2004 sebesar ton, tahun 2005 sebesar ton, dan perkiraan produksi tahun 2006 sebesar ton, untuk komoditas buah-buahan seperti durian, mangga, dan cempedak juga mengalami rata-rata penurunan produksi sebesar ton (-1,81%), ton (-049%), dan (-0,12%). Penurunan rata-rata produksi buah-buahan dari tahun 2003, disebabkan oleh berkurangnya lahan-lahan produktif di Kabupaten Kotabaru setelah dimekarkan menjadi 2 kabupaten dengan terbentuknya Kabupaten Tanah Bumbu. Disamping itu dengan pertambahan penduduk keperluaan buah-buahan menjadi meningkat, oleh sebab itu Pemerintah Kabupaten Kotabaru melalui Dinas Pertanian dan Peternakan melaksanakan program pengembangan penanaman buah-buahan di beberapa kecamatan potensial menggunakan bibit unggul spesifik lokal dengan membangun pembibitan hortikultura melalui APBD tahun 2006 di Kecamatan Pulau Laut Utara. Perkembangan produksi dan persentase rata-rata pertumbuhan buah-buahan tahun di Kabupaten Kotabaru, dapat dilhat pada Tabel 20.

72 54 Tabel 20. Produksi buah-buahan Kabupaten Kotabaru tahun Komoditas Produksi (ton) Pertumbuhan *) Rata-rata (%) Pisang ,55 Mangga ,12 Durian ,81 Cempedak ,49 Rambutan ,16 Jeruk ,80 Jambu ,11 Nenas ,11 Salak ,18 Sawo ,29 Sukun ,50 Sirsak ,20 Pepaya ,53 Duku/langsat ,71 Belimbing ,85 Sumber: Kabupaten Kotabaru dalam Angka, BPS ( ) *) angka perkiraan (diolah) berdasarkan pertumbuhan rata-rata - tidak ada data Produksi pangan hewani. 1) Ternak. Perkembangan produksi pangan hewani berupa produk peternakan di Kabupaten Kotabaru tahun sebagian besar terjadi peningkatan. Rata-rata pertumbuhan daging sapi (25,33%) produksi pada tahun 2003 sebesar 108 ton, tahun 2004 sebesar 122 ton, dan perkiraan produksi tahun 2006 sebesar 211 ton. Daging kerbau rata-rata pertumbuhan (-7,94%) pada tahun 2003 sebesar 154 ton, tahun 2004 tahun 2005 sebesar 125 ton, tahun 2005 sebesar 127 ton, dan perkiraan produksi tahun 2005 sebesar 117 ton, untuk rata-rata pertumbuhan daging kambing mencapai (100%), daging babi (-25,00%). Untuk produksi daging ternak unggas seperti: daging ayam ras pedaging ratarata pertumbuhan (19,69%) pada tahun 2003 sebesar ton, tahun 2004 sebesar ton, tahun 2005 sebesar 1.899, dan perkiraan produksi tahun 2006 sebesar ton, serta rata-rata pertumbuhan daging ayam buras (13,00%), daging itik (-39,56%). Produksi telur ayam buras dan itik juga mengalami peningkatan, untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 21.

73 55 Tabel 21. Produksi pangan hewani (ternak) Kabupaten Kotabaru tahun Jenis pangan Produksi (ton) Pertumbuhan *) Rata-rata (%) Daging sapi ,33 Daging kerbau ,94 Daging kambing ,00 Daging babi ,00 Daging Ayam ras pedaging ,69 Daging Ayam buras ,00 Daging Itik ,56 Telur ayam buras ,85 Telur itik ,24 Sumber: Kabupaten Kotabaru dalam Angka, BPS ( ) *) angka perkiraan (diolah) berdasarkan pertumbuhan rata-rata Peningkatan produksi pangan hewani (ternak) tersebut sebagai upaya dalam mencukupi kebutuhan protein hewani bagi penduduk. Pemerintah Daerah Kabupaten Kotabaru melalui sektor peternakan melakukan program-program dibidang peternakan. Populasi ternak sapi tahun 2003 sebanyak ekor, tahun 2004 sebanyak ekor, tahun 2005 sebesar ekor atau ada peningkatan rata-rata populasi sebesar 14,61% per tahun. Populasi ayam buras juga terjadi peningkatan rata-rata 24,84% per tahun, populasi tahun 2003 sebanyak ekor, tahun 2004 sebanyak ekor, dan tahun 2005 sebanyak ekor. Demikian juga populasi ayam ras tahun 2003 sebanyak ekor, tahun 2004 sebanyak ekor, dan tahun 2005 sebanyak ekor dengan rata-rata pertumbuhan populasi 102,28%. Sedangkan populasi itik meningkat rata-rata 39,21 % untuk tahun 2003 sebanyak ekor, tahun 2004 sebanyak 112,008, dan tahun 2005 sebanyak ekor. 2) Ikan. Pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan dan kelautan dengan peningkatan produksi ditempuh melalui usaha penangkapan di laut maupun perairan umum, serta budidaya air payau (tambak) dan kolam. Potensi sumberdaya perikanan Kabupaten Kotabaru cukup besar dengan potensi lestari perairan laut ton per tahun dengan luas perairan km 2, perairan umu ton per tahun dengan luas areal ha, Budidaya air payau (tambak) ton per tahun dengan luas areal yang memungkinkan untuk dijadikan

74 56 tambak ha, budidaya air tawar (kolam) sebesar 22,5 ton per tahun dengan luas areal 46 ha (Renstra Dinas Perikanan dan Kelautan, 2005). Produksi dari perikanan laut tahun 2004 sebesar , tahun 2005 sebanyak , dan sasaran produksi tahun 2006 sebesar , rata-rata pertumbuhannya negatif (-0,01) hal ini disebabkan penangkapan ikan di laut dibeberapa zona penangkapan terjadi over fishing, disamping itu armada-armada penangkapan yang digunakan nelayan masih terbatas sebagian besar ukuran kapal kurang dari 5 GT (Gross Tons). Produksi budidaya tambak rata-rata pertumbuhannya meningkat (0,06%), sedangkan budidaya kolam rata-rata mengalami penurunan (-0,01%). Data produksi perikanan Kabupaten Kotabaru tahun seperti pada Tabel 22. Tabel 22. Produksi perikanan Kabupaten Kotabaru tahun Jenis perikanan Produksi (ton) *) Pertumbuhan Rata-rata (%) Perikanan laut ,01 Perikanan darat : a). Perairan umum ,17 b). Budidaya - Tambak ,06 - Kolam ,01 - Lainnya ,02 Jumlah ,01 Sumber: Kabupaten Kotabaru dalam Angka, BPS ( ) *) angka sasaran produksi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kotabaru, Renstra Produksi perkebunan. Bahan pangan yang bersumber dari produksi komoditas perkebunan di Kabupaten Kotabaru terdiri dari sagu, kelapa sawit, kelapa hibrida, kelapa dalam, kopi, kakao, lada, cengkeh, kemiri, aren, fanili, dan kayu manis. Berdasarkan luas penggunaan tanah di Kabupaten Kotabaru seluas ha, pemanfaatan untuk tanaman perkebunan seluas 165,228 ha (17,54%). Produksi komoditas perkebunan yang terbesar adalah kelapa sawit tahun 2003 produksi CPO sebesar ton, tahun 2004 sebesar ton, dan tahun 2005 sebesar 532,263 ton. Produksi komoditas perkebunan tahun seperti pada Tabel 23.

75 57 Tabel 23. Produksi perkebunan Kabupaten Kotabaru tahun Komoditas Produksi (ton) Sagu Kelapa sawit Kelapa Hibrida Kelapa dalam Kopi Kakao Lada Cengkeh Kemiri Aren Fanili Kayu manis Sumber: Kabupaten Kotabaru dalam Angka, BPS ( ) Perkembangan Impor dan Ekspor Pangan Untuk memenuhi ketersediaan pangan penduduk Kabupaten Kotabaru ada beberapa jenis pangan yang dikonsumsi namun ketersediaan yang berasal dari produksi daerah sendiri tidak ada atau kurang, maka jenis pangan tersebut harus di datangkan dari daerah lain (impor). Selain itu ada beberapa jenis pangan yang diproduksi dari Kabupaten Kotabaru dapat memenuhi ketersediaan pangan penduduk dan bahkan lebih, maka jenis pangan tersebut dapat di ekspor ke daerah lain. Impor pangan. Jenis pangan yang didatangkan dari daerah lain (impor) untuk tahun pasokannya ada yang meningkat dan ada juga berkurang. Untuk jenis pangan yang di impor meningkat disebabkan oleh kebutuhan akibat pertambahan penduduk, sedangkan impor jenis pangan berkurang hal ini disebabkan beberapa jenis pangan dapat dipenuhi dari produksi sendiri. Untuk jenis pangan tertentu yang kurang baik atau kurang cocok dikembangkan di daerah ini, kebutuhannya selalu meningkat setiap tahun. Pada tahun 2003 jenis pangan yang di impor seperti beras sebanyak ton, tepung terigu sebanyak 798 ton, gula pasir 1,009 ton, kacang tanah 161 ton, minyak goreng 1,122 ton; buah-buahan: rambutan sebanyak 79 ton, jeruk 735 ton, mangga 112 ton, sayuran: kubis sebanyak 85 ton, kentang 230 ton, wortel 133 ton,

76 58 106, tomat sebanyak 106 ton, cabe 186 ton, bawang merah sebanyak 226 ton, bawang putih 180 ton, bawang daun sebanyak 48 ton; telur: ayam buras sebanyak 54 ton, ayam ras sebanyak 436, dan telur itik sebanyak 255 ton; daging sapi sebanyak ton; susu sebanyak 496 ton. Untuk tahun 2004 jenis pangan yang paling banyak diimpor berupa beras, daging, gula pasir, dan minyak goreng. Tahun 2005 perkembangan impor beberapa jenis pangan seperti daging, gula pasir, dan minyak goreng mengalami peningkatan dibanding tahun 2004 dan 2004, lebih jelasnya untuk impor pangan tahun 2003, 2004, dan 2005 (Tabel 24). Tabel 24. Jenis pangan yang diimpor Kabupaten Kotabaru tahun Jenis Pangan Didatangkan dari daerah lain /Impor (ton) Beras Tepung terigu Tepung ubi kayu Gula pasir Kacang tanah Kacang kedelai Kacang hijau Minyak goreng Rambutan Jeruk Apel Kelengkeng Anggur Mangga Kubis/kol Kentang Wortel Buncis Tomat Cabe Bawang merah Bawang putih Bawang daun Telur ayam buras Telur ayam ras Telur itik Daging Susu Garam Sumber: Bagian Ekonomi dan Ketahanan Pangan Sekretariat Daerah Kotabaru (2005)

77 59 Ekspor pangan. Jenis pangan yang di ekspor sebagian besar dari hasil produksi perikanan, perkebunan, dan buah-buahan karena jenis pangan ini merupakan andalan ekspor komoditas pertanian Kabupaten Kotabaru. Tahun 2003 ekspor perikanan seperti pisang sebesar ton, ikan sebanyak ton, udang sebanyak ton, dan kepiting sebanyak ton. Tahun 2004 ekspor pisang menurun menjadi 950 ton, ikan dan kepiting meningkat masing-masing menjadi ton dan ton sedangkan tahun 2005 ekspor ikan dan kepitung terjadi penurunan, hanya pisang dan udang meningkat dengan volume ekspor pisang sebanyak ton, dan udang ton (Tabel 25). Tabel 25. Ekspor komoditas pangan Kabupaten Kotabaru tahun Jenis Pangan Ekspor (ton) Buah-buahan *) Pisang Perikanan Ikan Udang kepiting Perkebunan Sawit (CPO) Sumber: Kabupaten Kotabaru dalam Angka, BPS ( ) *) Bagian Ekonomi dan Ketahanan Pangan, laporan tahunan (2005) Stok dan Penyaluran Pangan Stok dan penyaluran pangan di Kabupaten Kotabaru hanya berupa jenis pangan beras yang dikelola oleh Kantor Divisi Dolog Kotabaru. Pada tahun terjadi penurunan, dengan stok awal untuk tahun 2004 sebanyak 3.482,82 ton, dan turun menjadi 920,54 ton tahun 2005, sedangkan tahun 2006 terjadi peningkatan stok awal sebanyak 1.357,26 ton. Sebagian besar disalurkan untuk kebutuhan raskin, kehakiman, bencana alam, dan operasi pasar dengan jumlah penyaluran tahun 2004 sebanyak 3.557,28 ton, tahun 2005 sebanyak 2.749,81 ton, dan tahun 2006 sebesar 2.103,32. Stok akhir tahun 2004 sebanyak 920,54 ton, tahun 2005 sebanyak 1.357,26, dan tahun 2006 sebanyak 895,71 ton (Tabel 25).

78 60 Tabel 26. Stok dan penyaluran beras Kabupaten Kotabaru No Uraian Tahun (ton) Stok awal 3.482,82 920, ,26 2. Pemasukan 995, , , , , ,02 3. Penyaluran Karyawan - 6,85 7,08 Raskin 3.527, , ,00 Kehakiman 30,00 37,00 27,74 Bencana alam ,00 Operasi pasar ,50 Jumlah penyaluran 3.557, , ,32 4. Stok akhir 920, ,26 895,71 Sumber: Kantor Divisi Dolog Kotabaru (2007) Keterangan Pasokan dari Jawa Timur, Ujung Pandang, dan Jakarta. Situasi Ketersediaan Pangan Kabupaten Kotabaru Ketersediaan Pangan Aktual berdasarkan Neraca Bahan Makanan Untuk mengetahui ketersediaan pangan aktual diperoleh dari neraca bahan makanan (NBM) yang memberikan informasi tentang situasi pengadaan/ penyediaan pangan, baik yang berasal dari produksi, impor-ekspor dan stok serta penggunaan bibit, penggunaan untuk industri, serta informasi ketersediaan pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk dalam suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Berdasarkan hasil koreksi NBM Kabupaten Kotabaru tahun , dapat diporeh gambaran ketersediaan energi dan protein, serta ketersediaan pangan per kelompok pangan. Ketersediaan energi dan protein. Berdasarkan rekomendasi Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (1998) ketersediaan energi 2500 kkal/kapita/hari dan protein 50 gram/kapita/hari. Pada Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (2004) ketersediaan energi normatif yang direkomendasikan adalah kkal/kapita/hari dan ketersediaan protein sebesar 57 gram/kapita/hari. Dibandingkan dengan rekomendasi tersebut, perkembangan ketersediaan pangan selama periode secara umum telah melebihi kebutuhan akan ketersediaan energi maupun protein yang direkomendasikan, meskipun berfluktuasi tiap tahunnya.

79 61 Pada tahun 2003 bahan pangan yang tersedia mampu menyediakan energi sebesar kkal/kap/hari sekitar 0,92% lebih tinggi dari ketersediaan energi yang direkomendasikan (2500 kka/kap/hari). Demikian halnya ketersediaan energi pada tahun umumnya 28,63%-35,45% diatas AKE pada tingkat ketersediaan yang dianjurkan (2200 kkal/kap/hari). Untuk ketersediaan protein pada tahun 2003 dengan bahan pangan yang tersedia telah melebihi rekomendasi (55,58 gram/kap/hari) yaitu sekitar 111,16%, begitu juga tahun dengan bahan pangan yang tersedia mampu menyediakan protein dengan kisaran 93,57%- 93,80% diatas kebutuhan pada tingkat ketersediaan yang direkomendasikan (57 gram/kapita/hari), seperti pada Tabel 27. Tabel 27. Ketersediaan energi dan protein Kabupaten Kotabaru tahun Ketersediaan Tahun Energi % AKE Protein % AKP (kkal/kap/hari) (g/kap/hari) ,92 105,58 211, ,63 110,34 193, ,45 110,47 193,80 Laju/th(%) 7,94 7,94 2,22 2,22 Sumber : Diolah/koreksi NBM Kabupaten Kotabaru ( ) Sebagian besar protein yang tersedia bersumber dari bahan pangan nabati dan hewani persentase ketersediaannya berimbang untuk tahun , ketersediaan protein hewani sebagian besar berasal dari bahan pangan ikan yang tersedia di wilayah ini. Pada tahun 2003 ketersediaan protein hewani mencapai 52,12%, namun menurun pada tahun 2004 (48,31%), dan tahun 2005 (49,40%). Untuk protein nabati tahun 2003 mencapai 47,88% meningkat menjadi 51,69% pada tahun 2004, kemudian menurun menjadi 50,60% tahun 2005 (Tabel 28). Tabel 28. Komposisi ketersediaan protein Kabupaten Kotabaru tahun Uraian Ketersediaan protein (gram/kapita/hari 105,58 110,34 110,47 Persentase protein nabati 47,88 51,69 50,60 Persentase protein hewani 52,12 48,31 49,40 Sumber : Diolah/koreksi NBM Kabupaten Kotabaru ( ) Ketersediaan untuk konsumsi energi dan protein per kapita per hari Kabupaten Kotabaru berdasarkan NBM 2003, 2004, 2005 per kelompok pangan (Lampiran 3). Keragaan ketersediaan energi yang dikelompokkan menjadi 9 kelompok pangan seperti pada Tabel 29.

80 62 Tabel 29. Ketersediaan energi untuk konsumsi per kelompok pangan tahun Kelompok Pangan Ketersediaan Energi untuk Konsumsi (kkal/kap/hari) Rata-rata 1. Padi-padian Umbi-umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/Biji Berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan Buah Lain-lain Total Sumber : Diolah/koreksi NBM Kabupaten Kotabaru ( ) Keragaan ketersediaan protein yang dikelompokkan menjadi 9 kelompok pangan seperti pada Tabel 30. Tabel 30. Ketersediaan pangan untuk konsumsi per kelompok pangan tahun Kelompok Pangan Ketersediaan Protein untuk Konsumsi (gram/kap/hari) Rata-rata 1. Padi-padian 25,80 34,97 37,98 32,92 2. Umbi-umbian 3,47 3,52 3,02 3,34 3. Pangan Hewani 55,02 53,29 51,85 53,39 4. Minyak dan Lemak 0,03 0,01 0,01 0,02 5. Buah/Biji Berminyak 0,09 0,07 0,05 0,07 6. Kacang-kacangan 16, ,68 14,37 7. Gula 0,01 0,01 0,03 0,02 8. Sayur dan Buah 4, ,14 3,80 9. Lain-lain ,00 Total 105,58 110,34 110,47 108,80 Sumber : Diolah/koreksi NBM Kabupaten Kotabaru ( ) Ketersediaan pangan per kelompok bahan pangan. Ketersedian pangan di Kabupaten Kotabaru per kelompok pangan berdasarkan neraca bahan makanan (NBM) tahun 2003, 2004, dan 2005 yang dikelompokkan menjadi 9 kelompok pangan secara rinci diuraikan sebagai berikut: 1. Kelompok padi-padian. Ketersediaan pangan kelompok padi-padian tahun 2003 sebesar Kalori/kapita/hari (41,31% dari total energi), protein 25,8 gr/kapita/hari (24,44% dari total protein) dan lemak 4,86 gram/kapita/hari (10.76% dari total lemak). Jumlah tersebut didominasi oleh beras mencapai 891,42 Kalori/kapita/hari

81 63 (89,63 kg/kapita/tahun) yang berasal dari produksi domestik (Kabupaten Kotabaru) sebesar ton dan impor sebesar ton, jagung sebesar 121,85 Kalori/kapita/tahun (13,92 kg/kapita/tahun) dengan produksi sebesar ton, sedangkan kontribusi gandum sebesar 28,95 Kalori/kapita/hari (3,17 kg/kapita/tahun) yang berasal dari impor. Tahun 2004 suplai energi per kapita/hari dari padi-padian meningkat menjadi Kalori/kapita/hari (50,03% dari total energi), sedangkan protein 34,97 gram/kapita/tahun dan lemak 6,48 gram/kapita/tahun. Zat gizi tersebut berasal dari kontribusi beras sebesar Kalori/kapita/hari (125,76 kg/kapita/tahun) yang berasal dari produksi sebesar ton dan impor sebesar ton, dan jagung sebesar 145,65 Kalori/kapita/hari (16,64 kg/kapita/tahun), sedangkan ketersediaan gandum yang berasal dari impor kontribusinya menurun 19,67 Kalori/kapita/tahun (2,16 kg/kapita/tahun). Tahun 2005 kontribusi kelompok padi-padian dibandingkan tahun 2004 meningkat menjadi Kalori/kapita/hari (51,38% dari total energi), protein dan lemak masing-masing sebesar 37,98 gram/kapita/hari (34,38% dari total protein) dan 7,61 gram/kapita/hari (15,42% dari total lemak). Kontribusi beras masih mendominasi sebesar Kalori/kapita/tahun (125,54 kg/kapita/tahun), jagung sebesar 244,10 Kalori/kapita/tahun (27,89 kg/kapita/tahun), dan gandum meningkat menjadi 38,47 Kalori/kapita/hari (4,22 kg/kapita/tahun) dibanding tahun Kelompok umbi-umbian Dari data NBM 2003 kelompok makanan berpati mensuplai sebanyak 510,84 Kalori/kapita/hari (20,24% dari total energi), protein sebanyak 3,47 gram/kapita/hari, dan lemak sebanyak 1,05 gram/kapita tahun. Kelompok ini penyumbang kalori terbesar berasal dari ubi kayu 456 Kalori/kapita/hari (127,29 kg/kapita/tahun) dengan produksi sebanyak ton, ubi jalar sebesar 54,15 Kalori/kapita/hari (15,80 kg/kapita/tahun) berasal dari produksi ton, dan sagu menyumbang sebesar 0,18 Kalori/kapita/hari (0,03 kg/kapita/tahun) dari produksi sebesar 10 ton. Tahun 2004 kelompok makanan berpati mensuplai 519,14 Kalori/kapita/hari (18,34% dari total energi), protein sebesar 3,52 gram/kapita/hari, dan lemak

82 64 sebesar 1,06 gram/kapita tahun. Ubi kayu meningkat dibanding tahun 2003 dengan kontribusi 462 Kalori/kapita/hari (128,71 kg/kapita/tahun) dengan produksi sebanyak ton, ubi jalar sebesar 55,76 Kalori/kapita/hari (16,27 kg/kapita/tahun) berasal dari produksi sebanyak ton, sagu 1,27 Kalori/kapita/hari (0,22 kg/kapita/tahun) berasal dari produksi sebanyak 70 ton, dan impor tepung tapioka sebanyak 16 ton dengan kontribusi energi sebesar 0,50 Kalori/kapita/hari. Kondisi ketersediaan kelompok makanan berpati tahun 2005 menurun dibandingkan tahun 2004 disebabkan penurunan produksi dengan kontribusi 441,53 Kalori/kapita/hari (14,82%), protein sebesar 3,02 gram/kapita/hari (2,73% dari total protein), dan lemak sebesar 0,91 gram/kapita/hari. Pada kelompok ini masih didominasi oleh ubi kayu walaupun produksinya terjadi penurunan dengan produksi sebanyak ton, ubi jalar kontribusinya 54,51 Kalori/kapita/hari, dan tapioka di impor sebanyak 35 ton dengan menyumbang energi sebesar 1,09 Kalori/kapita/hari. 3. Kelompok pangan hewani a). Daging. Pasokan energi pada tahun 2003 yang bersumber dari daging sebesar 79 Kalori/kapita/hari (3,13% dari total energi), protein sebesar 6,45 gram/kapita/hari (6,10% dari total protein) dan lemak 5,71 gram/kapita/hari. Pasokan daging yang terbanyak adalah daging ayam ras dengan produksi ton, daging sapi produksi 108 ton dan impor ton. Tahun 2004 ketersediaan untuk komsumsi berasal dari daging dengan suplai energi sebesar 83,93 kalori/kapita/hari (2,96% dari total energi), protein 6,77 gram/kapita/hari (6,13% dari total protein), dan lemak 6,10 gram/kapita/hari (13,77% dari total lemak). Daging sapi, dan daging ayam ras masih mensuplai terbesar dengan kontribusi 7,67 kg/kapita/tahun, dan 3,48 kg/kapita/tahun. Daging sapi dipasok dari produksi sebanyak 91 ton, dan di impor ton, sedang daging ayam ras produksinya sebanyak 938 ton. Untuk ketersediaan daging tahun 2005 meningkat dengan kontribusi energi sebesar 90 Kalori/kapita/hari (3,02%), protein 7,17 gram/kapita/hari

83 65 (6,49%), dan lemak 6,6 gr/kapita/hari (13,37%). Daging sapi sebesar 7,79 kg/kapita/tahun berasal produksi sebanyak 126 ton dan impor ton, daging ayam ras 4,02 kg/kapita/tahun berasal dari produksi ton, begitu juga daging disuplai dari daging kerbau dan ayam buras. b). Telur Pangan hewani yang dominan dan banyak dikonsumsi masyarakat, suplai energi dari kelompok telur pada tahun 2003 sebesar 24,34 Kalori/kapita/hari (0,96% dari total energi), protein sebesar 1,74 gram/kapita/hari, dan lemak sebesar 1,81 gram/kapita/hari. Sumbangan kelompok telur berasal dari impor ayam ras sebanyak 436 ton, telur itik produksi sebanyak 558 ton dan impor sebanyak 255 ton, serta telur ayam buras produksi sebanyak 351 ton dan impor 54 ton. Ketersediaan menurun sedikit pada tahun 2004 dengan suplai energi 23,52 Kalori/kapita/hari (0,83% dari total energi), protein 1,64 gram/kapita/hari, lemak 1,77 gram/kapita/hari. Untuk tahun 2005 terjadi peningkatan suplai energi yang berasal dari telur sebesar 37,95 Kalori/kapita/hari (1,27% dari total energi), protein 2,73 gram/kapita/hari, dan lemak 1,77 gr/kapita perhari. Ketersediaan untuk konsumsi dari telur itik sebesar 4,18 kg/kapita/tahun, ayam ras sebesar 2,95 kg/kapita/tahun, dan telur ayam buras sebesar 1,56 kg/kapita/tahun. c). Susu Pasokan susu sebagian besar berasal dari impor, yang ditunjukkan dari total ketersediaan untuk konsumsi pada tahun 2003 sebesar 515 ton. Total ketersediaan susu per kapita sebesar 2,06 kg/tahun dengan kontribusi terhadap zat gizi energi sebesar 3,44 Kalori/kapita/hari, protein 0,18 gram/kapita/hari, dan lemak 0,20 gram/kapita/hari. Ketersediaan energi, protein, dan lemak dari susu tahun 2004, 2005 relatif sama dengan kondisi tahun d). ikan Pangsa produk ikan cukup besar, karena Kabupaten Kotabaru merupakan penghasil ikan terbesar di Kalimantan Selatan. Pada tahun 2003 produk ini

84 66 mensuplai zat gizi sebesar 247,62 Kalori/kapita/hari (9,70% dari total energi), 46,65 gram/kapita/hari protein, dan 3,54 gram/kapita/hari lemak. Ketersediaan tersebut rata-rata meningkat setiap tahun, hanya terjadi sedikit penurunan pada tahun Total volume ketersediaan perikanan tahun 2003 mencapai 98,41 kg/kapita/tahun, tahun 2004 mencapai 93,94 kg/kapita/tahun, dan tahun 2005 mencapai 103,65 kg/kapita/hari. 4. Kelompok minyak dan lemak Kelompok minyak dan lemak (hewani dan nabati) tahun 2003 memberikan kontribusi cukup besar terhadap ketersediaan energi yaitu 133,87 Kalori/kapita/hari (5,30% dari total energi), protein sebesar 0,03 gram/kapita/hari, lemak 14,89 gram/kapita/hari. Minyak nabati mendominasi ketersediaan sebesar 5.42 kg/kapita/tahun dan sebagian besar berasal dari minyak sawit. Total ketersediaan tahun 2004 kontribusi energi untuk kelompok minyak/lemak nabati sebesar 119,14 Kalori/kapita/tahun, dan minyak/lemak hewani sebesar 0,76 Kalori/kapita/hari. Pada tahun 2005 ketersediaan minyak/lemak trennya meningkat dibanding tahun 2003 dan 2004, yaitu kontribusi total energi sebesar 160,1 Kalori/kapita/tahun, protein sebesar 0,01 gram/kapita/hari, dan lemak sebesar 17,76 gram/kapita/hari. Penyumbang energi terbesar dari kelompok minyak/lemak adalah jenis pangan minyak sawit tahun 2003 dan 2004 sebesar 107,58 Kalori/kapita/hari, tahun 2005 sebesar 152,24 Kalori/kapita/hari. 5. Kelompok buah/biji berminyak Kelompok buah/biji berminyak tahun 2003 menyediakan energi sebesar 9,06 Kalori/kapita/hari (0,36% dari total energi), protein sebesar 0,09 gram/kapita/hari (0,09% dari total protein), dan lemak sebesar 0,88 gram/kapita/hari (1,95% dari total lemak). Tahun 2004 energi sebesar 7,84 Kalori/kapita/hari (0,28% dari total energi), protein sebesar 0,07 gram/kapita/tahun (0,06% dari total protein), dan lemak (1,72% dari total lemak). Tahun 2005 sebesar 4,81 Kalori/kapita/hari (0,16% dari total energi), protein 0,05 gram/kapita/tahun (0,04% dari total protein) dan lemak 0,76 gram/kapita/tahun (1,72% dari total lemak). Pada kelompok ini

85 67 hanya berasal dari kelapa daging produksi tahun 2003 sebesar ton. Tahun 2004 sebesar 906 ton, dan tahun 2005 produksi 564 ton. 6. Kelompok kacang-kacangan Kontribusi dari kacang-kacangan tahun 2003 sebesar 140,27 Kalori/kapita/hari (7,43% dari total energi). Komoditas yang menyediakan energi per kapita terbesar kedelai sebesar 125 Kalori/kapita/hari (12,01 kg/kapita/tahun), yang berasal dari produksi ton. Komoditas kacang tanah menyumbang 49 kkal/kapita/hari (3,96 kg/kapita/tahun), kacang hijau produksi sebanyak 442 ton dengan kontribusi energi sebesar 15,16 Kalori/kapita/hari (1,64 kg/kapita/tahun) dengan Ketersediaan protein dan lemak per kapita per hari masing-masing 17,04 gram dan 11,09 gram. Kondisi ketersediaan kacang-kacangan pada tahun 2004 meningkat dibandingkan tahun 2003, dengan menyumbang energi sebesar 186 Kalori/kapita/tahun (6,30% dari total energi), protein 15,47 gram/kapita/tahun, dan lemak 9,59 gram/kapita/tahun dengan kontribusi 9,77% dari total protein dan 23,37% dari total lemak. Kedelai masih penyumbang energi yang dominan, walaupun menurun dibanding dengan tahun 2003 hanya sebesar 106 Kalori/kapita/hari (10,19 kg/kapita/tahun) dari produksi ton, kacang tanah 50,83 Kalori/kapita/tahun (4,10 kg/kapita/tahun) dengan produksi sebanyak ton per dan impor sebanyak 165 ton, kacang hijau produksi sebanyak 483 ton dan impor sebanyak 150 ton menyumbang energi 21,21 Kalori/kapita/hari (2,3 kg/kapita/tahun). Tahun 2005 kontribusi komoditas kacang kedelai walaupun terjadi penurunan namun masih mendominasi pada kelompok buah/biji berminyak, dengan suplai energi sebesar 145 Kalori/kapita/hari (4,87 kg/kapita/tahun dari total energi), protein sebesar 10,73 gram/kapita/hari, lemak sebesar 6,96 gram/kapita/hari. 7. Kelompok gula Ketersediaan energi kelompok gula sebesar 43,58 Kalori/kapita/hari (1,72% dari total kalori), protein sebesar 0,01 gram/kapita/hari (0,01% dari total protein), dan lemak sebesar 0,04 gram/kapita/hari (0,08% dari total lemak) pada tahun

86 Gula pasir hampir seluruhnya impor dan menyuplai energi sebesar 39,77 Kalori/kapita/hari (3,99 kg/kapita/tahun), gula merah sebesar 3,80 Kalori/ kapita/hari (0,38 kg/kapita/tahun) dengan produksi sebanyak 94 ton. Tahun 2004, kontribusi kelompok gula meningkat 51,48 Kalori/kapita/hari (1,81 dari total energi), yang berasal dari impor sebanyak ton dan produksi gula merah sebanyak 94 ton. Sedangkan tahun 2005 kondisi ketersediaan energi terjadi peningkatan dengan suplai sebesar 66,15 Kalori/kapita/hari (2,22% dari total energi) yang berasal dari pasokan impor gula pasir sebanyal ton dengan energi 55,87 Kalori/kapita/hari, dan produksi gula merah sebanyak 264 ton menyumbang energi sebesar 10,28 Kalori/kapita/hari. Ketersediaan protein dan lemak untuk tahun 2005 masing-masing sebanyak 0,03 gram/kapita/hari dan 0,10 gram/kapita/hari. 8. Kelompok sayur dan buah a). Sayur Tahun 2003, proporsi energi dari sayuran sebesar 0,84% dari total ketersediaan (21.34 Kalori/kapita/hari), yang didominasi oleh kacang panjang sebanyak 776 ton dengan energi (2,27 Kalori/kapita/hari) atau 3 kg/kapita/tahun. Kondisi pada tahun 2004 dengan pangsa pasar ketersediaan energi dari sayuran sebesar 0,52% (14,83 Kalori/kapita/tahun), dengan suplai terbesar sebesar berasal dari cabe 5,6 Kalori/kapita/hari (2,34 kg/kapita/tahun), kacang panjang 2,3 Kalori/kapita/hari (3,05 kg/kapita/tahun). Sedangkan ketersediaan sayuran tahun 2005 dengan kontribusi energi 0,79% dari total energi (23,6 Kalori/kapita/tahun), protein 1,19% dari total protein (1,32 gram/kapita/hari, dan lemak 0,83% dari total lemak (0,41 gram/kapita/hari). Sayuran yang mendominasi diantaranya kacang panjang dengan pasokan dari produksi sebanyak 952 ton, kangkung sebanyak 663 ton, dan bayam sebanyak 647 ton, terung sebanyak 632 ton. b). Buah Kontribusi buah-buah tahun 2003 dalam penyediaan energi sebesar 218 Kalori/kapita/tahun (8,58% dari total energi), protein sebesar 2,75 gram/kapita/hari (2,60% dari total protein), lemak sebesar 1,54

87 69 gram/kapita/hari (3,34% dari total lemak). Suplai energi terbesar berasal dari pisang sebesar 76,19 Kalori/kapita/hari (38,75 kg/kapita/tahun). Pangsa pasar buah-buahan tahun 2004, proporsi energi dari buah-buahan menurun menjadi 173 Kalori/kapita/hari (6,08% dari total energi), pisang, durian, dan mangga merupakan penyedia energi terbesar dengan kontribusi masing-masing 61 Kalori/kapita/hari (31,08 kg/kapita/tahun), 25 Kalori/ kapita/hari (31,55 kg/kapita/tahun), dan 22 Kalori/kapita/hari (22,23 kg/kapita/tahun). Untuk tahun 2005 ketersediaan energi naik menjadi 227 Kalori/kapita/hari (7,61% dari total energi), protein naik dibanding tahun 2004 menjadi 2,82 gram/kapita/hari (2,55% dari total protein), dan lemak naik menjadi 1,71 gram/kapita/hari (3,46% dari total lemak). Buah-buahan durian, mangga, dan pisang masih mendominasi terhadap ketersediaan energi, protein, dan lemak dengan sumbangan energi masing-masing sebesar 27,90 Kalori/kapita/hari, 22,64 Kalori/kapita/hari, dan 57,14 Kalori/kapita/hari, sumbangan protein masing-masing sebesar 0,52 gram/kapita/hari, 0,24 gram/kapita/hari, 0,62 gram/kapita/hari, sumbangan lemak masing-masing 0,62 gram/kapita/hari, 0,08 gram/kapita/hari, dan 0,19 gram/kapita/hari. Ketersediaan Pangan Ideal berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH) Pola pangan harapan merupakan jenis dan jumlah kelompok pangan utama yang dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi, dan pola pangan harapan dapat digunakan sebagai keseimbangan dan keanekaragaman pangan. Dengan terpenuhinya kebutuhan energi dari berbagai kelompok pangan sesuai PPH, secara inplisit kebutuhan zat gizi juga terpenuhi kecuali untuk zat gizi yang sangat defisit dalam suatu kelompok pangan (Hardinsyah et al, 2001). Pola pangan harapan dapat diterapkan sebagai pedoman untuk mengukur keberhasilan diversifikasi pangan, dan untuk tujuan perencanaan dan evaluasi penyediaan pangan bagi pemenuhan kebutuhan konsumsi penduduk maka PPH dapat diterapkan sebagai parameter penyediaan pangan. Dengan demikian melalui pendekatan kebutuhan secara normatif pada konsep PPH tersebut dapat direncanakan jenis dan berapa banyak pangan yang harus disediakan berasal dari

88 70 produksi sesuai potensi sumberdaya yang ada, dan berapa banyak pangan yang diimpor atau di ekspor. Dari hasil koreksi NBM Kabupaten Kotabaru tahun 2003 total ketersediaan energi Kalori/kap/hari dengan skor PPH (91,1), untuk tahun 2004 dan 2005 diperoleh data total ketersediaan energi rata-rata meningkat menjadi Kal/kap/hari dan Kal/kap/hari dengan skor PPH tahun 2004 sebesar( 95,6), dan tahun 2005 (96,8). Skor PPH yang telah dicapai belum ideal karena pencapaiannya masih dibawah skor 100. Perkembangan komposisi ketersediaan energi dan skor PPH (Tabel 31). Tabel 31. Perkembangan komposisi ketersediaan energi dan skor PPH, Ketersediaan Kelompok Pangan Kalori % AKE*) Kalori % AKE**) Kalori % AKE**) 1. Padi-padian , ,6 2. Umbi-umbian , ,1 3. Pangan Hewani , ,5 4. Minyak dan Lemak , ,3 5. Buah/Biji Berminyak ,4 5 0,2 6. Kacang-kacangan , ,4 7. Gula ,3 66 3,0 8. Sayur dan Buah , ,3 9. Lain-lain 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Total 2, ,92 2, , Skor PPH 91,1 95,6 96,8 Sumber: Diolah dari Koreksi NBM Kabupaten Kotabaru Tahun 2003, 2004, 2005 Keterangan: *) AKE = Kal/kapita/hari (WKNPG, 1998) **) AKE = Kal/kapita/hari (WKNPG, 2004) Proyeksi ketersediaan pangan ideal. Untuk menganalisis proyeksi ketersediaan, dengan melakukan proyeksi skor PPH, baik skor total maupun skor setiap kelompok pangan. Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui berapa banyak pangan yang harus disediakan setiap komoditas pada kelompok pangan dalam satuan ton untuk memenuhi kebutuhan penduduk Kabupaten Kotabaru pada periode waktu tertentu. Langkah-langkah untuk menghitung proyeksi jumlah pangan dalam satuan ton yang harus tersedia untuk memenuhi kebutuhan penduduk, dengan melakukan proyeksi terhadap kontribusi energi dalam satuan persen setiap kelompok pangan, proyeksi rata-rata kontribusi energi dalam satuan kalori dan proyeksi terhadap kontribusi pangan dalam satuan gram setiap kelompok pangan. Untuk melakukan proyeksi tersebut data yang digunakan adalah data NBM Kabupaten Kotabaru

89 71 tahun 2005, dengan asumsi tahun 2005 skor PPH yang sudah dicapai sebesar 96,8 dan ini dapat dijadikan dasar untuk memproyeksikan ketersedian pangan selanjutnya sampai tahun 2015 (skor PPH 100). Untuk mencapai skor PPH ideal yaitu 100 dengan tingkat kecukupan energi 100% dari AKE 2200 Kal/kapita/hari, dilakukan proyeksi skor PPH setiap tahunnya baik PPH secara total maupun pada setiap kelompok pangannya. Dengan cara proyeksi linier maka pencapaian skor PPH yang ideal pada tahun 2015 dapat terwujud apabila setiap tahunnya terjadi peningkatan skor sebesar 0,3. Proyeksi skor PPH ketersediaan tahun (Tabel 32). Tabel 32. Proyeksi skor PPH ketersediaan tahun Kelompok Pangan Skor Pola Pangan Harapan Padi-padian Umbi-umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/Biji Berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan Buah Lain-lain Skor PPH Skor PPH 100 pada tahun 2015 menggambarkan bahwa pada tahun 2015 tersebut ketersediaan pangan di Kabupaten Kotabaru sudah dapat dicapai dengan angka kecukupan energi (AKE) sama dengan Kalori/kapita/hari. Pada tabel 28, kelompok pangan yang telah mencapai skor ideal pada tahun 2005 adalah kelompok pangan padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani, kacang-kacangan, sayur dan buah. Sedangkan kelompok pangan yang belum mencapai skor ideal adalah kelompok pangan minyak dan lemak, dan gula. Pada tabel 29 menunjukkan kelompok minyak dan lemak, buah/biji berminyak, dan lain-lain diharapkan kontribusi energinya meningkat setiap tahun sampai tercapai kontribusi ideal pada tahun Peningkatan kontribusi masing-masing kelompok pangan tersebut adalah 2,7% kelompok minyak dan lemak, 2,8% kelompok buah/biji berminyak. Sedangkan kelompok pangan yang lain diturunkan secara bertahap setiap tahunya sampai tercapai kondisi ideal Untuk kontribusi energi yang berasal dari

90 72 kelompok padi-padian diturunkan sebesar (-19,6%), umbi-umbian (-13,9%), pangan hewani (-5,5%), kacang-kacangan (-1,4%), sayur dan buah (-5,3%). Untuk mencapai keseimbangan proporsi antar kelompok pangan, maka perlu dilakukan proyeksi terhadap kontribusi energi dari setiap kelompok pangan yaitu padi-padian sebesar 50%, umbi-umbian sebesar 6%, pangan hewani sebesar 12%, minyak dan lemak sebesar 10%, buah/biji berminyak sebesar 3%, kacang-kacangan sebesar 5%, gula sebesar 5%, sayur dan buah 6%, dan lain-lain sebesar 4% (Tabel 33) Tabel 33. Proyeksi kontribusi energi menurut kelompok pangan (%) Kelompok Pangan Kontribusi Energi menurut Kelompok Pangan (%) Padi-padian Umbi-umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/Biji Berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan Buah Lain-lain Total Kontribusi energi dalam persen yang telah diproyeksikan sebelumnya, kemudian dijabarkan proyeksi kontribusi energi dari setiap kelompok pangan menjadi satuan rata-rata ketersediaan energi dalam Kal/kapita/hari untuk memenuhi angka kecukupan energi ideal tahun 2015 (Tabel 34). Tabel 34. Proyeksi rata-rata ketersediaan energi menurut kelompok pangan (Kal/kapita/hari) Rata-rata Ketersediaan Enegi menurut Kelompok Pangan Kelompok Pangan (Kal/kapita/hari) Padi-padian 1,531 1,445 1,402 1,359 1,316 1,272 1,143 1, Umbi-umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/Biji Berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan Buah Lain-lain Total 2, , , , , , , ,200.0

91 73 Pada tabel 34 disajikan proyeksi rata-rata ketersediaan energi menurut kelompok pangan untuk mencapai kontribuai ideal (PPH) pada tahun 2015 ada yang ditingkatkan dan ada pula diturunkan secara bertahap setiap tahunnya. Kelompok pangan yang harus ditingkatkan kontribusi energinya yaitu minyak dan lemak sebesar 3,40% per tahun, buah/biji berminyak sebesar 11,55% per tahun, gula sebesar 5,0% per tahun, dan lain-lain sebesar 12,50% per tahun. Sedangkan kelompok pangan yang diturunkan kontribusi energinya yaitu padi-padian sebesar (-3.52%) per tahun, umbi-umbian sebesar (-8,77%) per tahun, pangan hewani (-3,93%) per tahun, kacang-kacangan sebesar (-2,68%) per tahun, sayur dan buah (-5,87%) per tahun. Selanjutnya ketersediaan pangan ideal dalam satuan Kal/kapita/hari dikonversi kedalam satuan gram/kapita/hari, ini merupakan jumlah pangan yang harus disediakan untuk memenuhi konsumsi penduduk mencapai kuantitas dan kualitas yang optimal (Tabel 35). Tabel 35. Proyeksi rata-rata ketersediaan pangan untuk konsumsi (gram/kapita/hari) Kelompok Pangan Rata-rata Ketersediaan Pangan Konsumsi (gram/kapita/hari) Padi-padian Umbi-umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/Biji Berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan Buah Lain-lain Proyeksi rata-rata ketersediaan pangan (dalam satuan gram) menurut kelompok pangan PPH terdapat pada tabel 35, pada tahun 2007 ketersediaan kelompok padi-padian sebanyak 405,5 gram/kapita/hari, 2010 sebanyak 336 gram/kapita/hari dan 2015 sebanyak 300 gram/kapita/hari. Sedangkan komposisi ideal per hari untuk konsumsi penduduk Kabupaten Kotabaru untuk kelompok pangan umbi-umbian sebanyak 100 gram/kapita/hari, pangan hewani 150 gram/kapita/hari, minyak dan lemak 25 gram/kapita hari, buah/biji berminyak 10 gram/kapita/hari, kacang-kacang 35 gram/kapita/hari, gula 30 gram/kapita/hari, sayur dan buah 250 gram/kapita/hari.

92 74 Untuk mengetahui perkiraan kebutuhan pangan (ketersediaan pangan) penduduk Kabupaten Kabupaten Kotabaru ton per tahun, maka dilakukan konversi satuan pangan dari gram/kapita/hari (Lampiran 4) kemudian di konversi lagi ke dalam satuan kg/kapita/tahun (Lampiran 5) untuk menjadi satuan ton/tahun dengan mempertimbangkan laju pertumbuhan penduduk per tahun. Angka laju pertumbuhan penduduk yang digunakan adalah sebesar 2,4% per tahun (Kabupaten Kotabaru dalam Angka, BPS 2005). Dengan dilakukannya proyeksi tersebut diharapkan dapat membantu memperkirakan berapa jumlah pangan yang harus tersedia selama satu tahun agar seluruh penduduk Kabupaten Kotabaru dapat terpenuhi kebutuhan pangannya. Besarnya jumlah pangan yang harus tersedia untuk penduduk Kabupaten Kotabaru diproyeksi dari tahun ke tahun (Tabel 36). Tabel 36. Proyeksi ketersediaan pangan untuk konsumsi (ton/tahun) Proyeksi Ketersediaan Pangan untuk Konsumsi Kelompok Pangan (ton/tahun) Padi-padian 40, , , , , , , Umbi-umbian 29, , , , , , , Pangan Hewani 31, , , , , , , Minyak dan Lemak 1, , , , , , , Buah/Biji Berminyak , , Kacang-kacangan 3, , , , , , , Gula 2, , , , , , , Sayur dan Buah 58, , , , , , , Lain-lain Berdasarkan data pada tabel 36, dapat diketahui bahwa jumlah kelompok padi-padian yang harus tersedia untuk memenuhi kebutuhan penduduk Kabupaten Kotabaru pada tahun 2007 mendatang sebesar ,4 ton/tahun, dan jumlah yang harus tersedia pada tahun 2010 dan 2015 berturut-turut sebesar ,5 ton/tahun dan ton/tahun. Begitu juga untuk proyeksi kebutuhan berdasarkan ketersediaan untuk kelompok pangan lainnya per komoditas pangan (Lampiran 6). Jumlah masing-masing kelompok pangan (ton/thn) yang harus tersedia di Kabupaten Kotabaru ini menggambarkan besarnya pangan yang harus disediakan bagi kebutuhan penduduk. Proyeksi produksi pangan ideal. Untuk memproyeksikan berapa jumlah pangan yang harus diproduksi untuk mendukung ketersediaan pangan di Kabupaten Kotabaru, dengan menganalisis produksi pangan ideal berdasarkan pola

93 75 pangan harapan (PPH). Proyeksi produksi merupakan proyeksi ketersedian pada tahun tertentu dikurangi impor, ditambah perubahan stok, ditambah ekspor dan penggunaan pangan dalam wilayah kabupaten (bibit, pakan, industri, dan tercecer), dengan asumsi untuk impor, perubahan stok, dan penggunaan pangan adalah tetap atau sama dengan tahun 2005 sebagai tahun dasar. Proyeksi produksi ini hanya memperhitungkan proyeksi jumlah penduduk berdasarkan laju pertumbuhannya (2,4% per tahun). Berdasarkan hasil analisis dari proyeksi produksi pangan ideal (PPH) Kabupaten Kotabaru tahun (Lampiran 7), untuk kelompok pangan padi-padian rata-rata persentase proyeksi produksi sebesar (-1,84%), umbiumbian (-13,22%), pangan hewani (-8,44%), kacang-kacangan (-0,58 sampai 0,63%), sayur dan buah (-10,13%), dan lain-lain (-1,84%), hanya untuk kelompok pangan minyak dan lemak meningkat atau positip rata-rata sebesar (7,91-8,03%), buah/biji berminyak (20,52%), dan gula, (16,74%) (Lampiran 8). Pertumbuhan negatif tersebut diartikan sebagai proyeksi produksi untuk menyesuaikan pencapaian produksi ideal sesuai dengan pola pangan harapan (PPH) 100, sehingga untuk memproduksi kelompok/ jenis pangan tertentu akan terjadi skala prioritas dalam program peningkatan produksi pangan, dan memacu pertumbuhan produksi pangan yang masih dianggap kurang dan dapat di produksi di Kabupaten Kotabaru. Untuk jenis pangan yang tidak dapat dikembangkan karena faktor kesesuaian agroekosistemnya, maka perlu di datangkan/impor dari daerah lain. Sebaliknya pangan yang surplus akan di ekspor ke wilayah lain. Gap Ketersediaan Pangan Aktual dan Ideal Ketersediaan pangan di Kabupaten Kotabaru berdasarkan kondisi aktual tahun merupakan ketersediaan untuk konsumsi per kapita berdasarkan neraca bahan makanan (NBM), sedangkan kondisi ideal adalah ketersediaan harapan berdasarkan pola pangan harapan (PPH). Tahun 2003 gap ketersediaan pangan aktual dan ideal untuk kelompok pangan umbi-umbian sebesar ,4 ton, pangan hewani sebesar 14,168.1 ton, sayur dan buah sebesar 28,800.2 ton. Kelompok pangan dengan angka positip diasumsikan ketersediaannya lebih dari

94 76 ketersediaan ideal, ketersediaanya perlu dikurangi dengan melakukan ekspor ke daerah lain. Sedangkan angka negatip seperti kelompok pangan padi-padian sebesar (-4,431,8 ton), minyak dan lemak (-1.229,3 ton), buah/biji berminyak (-603 ton), gula (-2.022,4 ton), kelompok pangan ini perlu ditingkatkan ketersediaannya melalui peningkatan produksi sendiri dan jika tidak memungkinkan maka kelompok pangan tersebut didatangkan dari daerah lain (impor) untuk memenuhi ketersediaan untuk konsumsi sesuai dengan PPH ideal yang diharapkan, Trend gap ketersediaan pangan aktual dan ideal untuk kelompok pangan: gula, padi-padian, minyak dan lemak, sayur dan buah, pangan hewani, rata-rata persentase laju peningkatan positip. Sedangkan umbi-umbian, buah/biji berminyak trend gap ratarata persentase negatif, untuk lebih jelas pada Tabel 37. Tabel 37. Trend gap ketersediaan pangan aktual dan ideal Kabupaten Kotabaru Kelompok Pangan Gap Aktual dan Ideal (ton) Laju/th (%) 1. Padi-Padian , , ,7 28,9 2. Umbi-umbian 2.545, , ,5-0,1 3. Pangan Hewani , , ,5 10,5 4. Minyak dan Lemak , ,7 17,5 5. Buah/Biji Berminyak -603,3-549,9-709,3-20,3 6. Kacang-kacangan 774,2 977,8 159,1-6,6 7. Gula , , ,0 29,8 8. Sayur dan Buah 28, , ,2 15,62 9. Lain-lain Untuk tahun 2003 jenis pangan yang mengalami defisit seperti: padi sebesar ( ton), jagung sebesar (-578 ton), telur (-1.775,7 ton), minyak goreng sawit (-980,5 ton), kelapa (-603,3 ton), kacang tanah (-411,1 ton), kedelai (-426,3 ton), kacang hijau (-389,9 ton), gula pasir ( ton), begitu juga untuk tahun 2004 dan 2005 jenis pangan minyak goreng sawit, gula pasir, kelapa masih defisit. Jenis pangan yang sudah melebihi ketersediaan ideal cukup besar seperti buah dan ikan dapat di ekspor ke daerah lain. Rincian gap per jenis pangan dapat dilihat pada (Lampiran 9) Kemandirian Pangan Daerah Pada tatanan daerah, kemandiran pangan dapat diartikan sebagai kemampuan suatu daerah untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam

95 77 jumlah yang cukup, mutu yang layak, aman dan halal, berdasarkan optimasi pemanfaatan dan berbasis pada potensi sumberdaya pangan daerah. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kemandirian pangan adalah besaran ketergantungan impor terhadap penyediaan pangan dan besaran ketersediaan yang berasal dari produksi daerah sendiri. Dengan ukuran seperti itu, kemandirian bebeberapa jenis atau komoditas pangan (Tabel 38) Tabel 38. Rasio produksi dan impor terhadap penyediaan pangan Kabupaten Kotabaru tahun Rasio Produksi terhadap Penyediaan dalam Kabupaten Rasio Impor terhadap Penyediaan dalam Kabupaten Komoditas (%) (%) Rata-rata Rata-rata 1. Pangan nabati Beras Tepung gandum Jagung Ubi jalar Ubi kayu Sagu Kedelai Kacang tanah Kacang hijau Sayuran Buah-buahan Minyak goreng Gula merah Gula pasir ,0 100,0 100,0 100,0 2. Pangan hewani Daging sapi Daging kerbau Daging ayam Daging itik Telur Susu ,0 100,0 100, Ikan Sumber : NBM Kabupaten Kotabaru Tahun 2003, 2004, 2005 (dikoreksi) Pada tabel 38 rasio produksi terhadap penyediaan pangan dalam kabupaten tahun dengan persentase rata-rata untuk pangan nabati seperti: buahbuahan (100,2%), jagung, ubi jalar, sagu, sebesar (100%), beras (86,9%), kacang hijau (98,2%), kedelai (97,7%), kacang tanah ((78,7%), sayuran (81,6%), minyak goreng (11,4%). Pangan hewani seperti: ikan (163,5%), daging kerbau, daging ayam, daging itik (100%), telur (77,4%), dan daging sapi (4,8%). Rasio Impor

96 78 terhadap penyediaan pangan dalam kabupaten tahun dengan persentase rata-rata untuk pangan nabati seperti: tepung gandum dan gula pasir (100%), minyak goreng (88,6%), kacang tanah (22,1%), kedelai (20,7%), sayuran (18,3%), kacang hijau (5,3%). Pangan hewani seperti: susu (100%), daging sapi (95,2%), dan telur (22,6). Menurut Suryana (2004) dalam kondisi lingkungan strategis dimana produksi pangan telah berkurang, jumlah penduduk yang bertambah, serta persaingan global yang semakin keras, maka tidak mungkin mengusahakan kemandirian pada semua komoditas. Kemandirian tersebut akan dapat di dorong apabila usaha komoditas yang bersangkutan dapat memberikan kesejahteraan bagi para pelakunya. Hal ini dapat dicapai apabila keunggulan komparatif sebagai syarat utama dimiliki oleh komoditas dari daerah yang bersangkutan. Menurut Siswono dalam Suryana (2003) kemandirian pangan mengandung arti "kebutuhan pangan nasional harus dipenuhi secara mandiri dengan memberdayakan modal manusia, modal sosial dan ekonomi yang dimiliki petani Indonesia, yang pada gilirannya harus berdampak kepada peningkatan kehidupan sosial dan ekonomi petani dan masyarakat lainnya." Selanjutnya Siswono menuliskan skenario mandiri, yaitu kondisi di mana kebutuhan pangan nasional minimal 90% dipenuhi dari produksi dalam negeri. Konsep kemandirian pangan salah satu varian dari konsep swasembada pangan. Pengertian pertama adalah swasembada absolut, yaitu kebutuhan pangan dipenuhi seluruhnya (100%) dari produksi domestik. Varian kedua adalah "swasembada on trend", yaitu dalam beberapa tahun tertentu ada kalanya mengimpor pangan, tetapi pada tahun lainnya mengekspor, sehingga rata-ratanya dalam jangka menengah tetap memenuhi swasembada. Dengan pengertian ini, konsep kemandirian pangan sebenarnya lebih longgar dari swasembada absolut maupun swasembada on trend, yaitu berarti swasembada dengan tingkat 90%. Angka kemandirian 90% dapat dipakai acuan bagi pemenuhan pangan secara agregat atau dalam arti luas. Namun, untuk pangan yang tidak mempunyai keunggulan kompetitif seperti gandum, apel, atau jeruk sunkist, tidak perlu dipatok seperti itu. Karena, apabila dipaksakan akan muncul inefesiensi dalam alokasi sumber daya. Sebaliknya untuk komoditas pangan pokok ataupun strategis, seperti

97 79 beras, gula, minyak goreng, angka kemandirian itu seyogianya ditetapkan mendekati atau bahkan 100% (Suryana, 2003). Kemandirian pangan Kabupaten Kotabaru ditunjukkan dengan rasio produksi terhadap penyediaan pangan rata-rata 100% dan bahkan lebih untuk kelompok pangan nabati seperti: jagung, ubi jalar, sagu, dan kelompok pangan hewani seperti: ikan, daging ayam, dan daging kerbau. Sedangkan beras rata-rata 13,1%, kacang tanah 22,1%, kedelai 20,7%, kacang 5,3%. Sayuran 18,3% seperti: wortel, bawang merah, bawang putih, kubis. Buah-buahan 1,4% seperti; apel, lengkeng, jeruk, rambutan, salak, dan semangka sebagian di impor. Untuk jenis pangan gula pasir, tepung gandum, dan minyak goreng hampir semuanya di impor (100%). Lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 10. Perkembangan ketergantungan impor tersebut berfluktuasi, tetapi cenderung terjadi peningkatan terutama daging sapi, telur, dan sayuran. Hal ini disebabkan komoditas tersebut terutama sayuran dan buah-buahan di datangkan dari pulau jawa dan secara agroklimat kurang cocok di kembangkan serta belum dapat di produksi sendiri di Kabupaten Kotabaru. Untuk trend produksi, ekspor, dan penyediaan pangan tahun (Lampiran 11). Rasio produksi terhadap penyediaan pangan terutama komoditas dari sektor pertanian yang merupakan produk andalan Kabupaten Kotabaru adalah ikan, kelapa sawit, dan pisang. Untuk kelapa sawit produk berupa CPO semuanya di ekspor (100%), ikan (34,8 48,6%) berupa produksi ikan segar maupun olahan, sedangkan pisang (1,2 4,1%) di ekspor keluar daerah (Pulau Jawa) dalam bentuk tandan segar. Memperhatikan kondisi ketersediaan pangan Kabupaten Kotabaru sekarang ini secara aktual sebagian besar telah terpenuhi, namun secara ideal sebagian besar pada kelompok pangan ada yang harus ditingkatkan dan ada pula yang harus diturunkan hingga mencapai PPH (100%) pada tahun Untuk mendukung kemandirian pangan wilayah Kabupaten Kotabaru memiliki sumberdaya lahan yang cukup besar dan belum dimanfaat secara optimal untuk memproduksi pangan sendiri. Potensi lahan sawah yang dimanfaatkan baru ha (8,91%) dari potensi ha; luas potensi lahan kering sebesar ha yang dimanfaatkan untuk tanaman padi gogo ha (0,96%), palawija ha (1,67%), sayuran dan buah-buahan ha (3,93%),

98 80 perkebunan (18,40%). Sedangkan potensi sumberdaya perikanan dengan potensi lestari perairan laut ton per tahun dengan luas perairan km 2, perairan umum potensi lestari ton per tahun dengan luas areal ha, budidaya air payau (tambak) ton per tahun dengan luas areal yang memungkinkan untuk dijadikan tambak seluas ha, budidaya air tawar (kolam) sebesar 22,5 ton ton per tahun dengan luas areal 46 ha. Dalam upaya kemandirian pangan daerah dalam memenuhi pangan penduduknya, maka program pertanian kedepan tidak hanya mengejar kuantitas, akan tetapi harus mempertimbangkan segi kualitas di tinjau dari aspek pangan dan gizi. Ditinjau dari segi ekonomi pengembangan usaha pertanian peluangnya cukup besar dilihat dari rasio impor terutama untuk memenuhi kebutuhan ketersedian seperti daging sapi, beras dengan kualitas tinggi sesuai dengan selera dan permintaan segmen pasar. Analisis Strategi Memantapkan Ketahanan Pangan Kabupaten Kotabaru Berdasarkan situasi ketahanan pangan di Kabupaten Kotabaru, dalam menentukan strategi memantapan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru di era otonomi daerah, maka perlu disusun strategi prioritas yang akan dipilih dengan memperhatikan beberapa alternatif, sub faktor dan faktor yang mempengaruhinya. Penentuan strategi penyediaan pangan untuk pemantapan ketahanan pangan dilakukan melalui model Analytical Hierarchy Process (AHP). Pengolahan data dilakukan setelah kuesioner terkumpul dan diisi oleh 13 (tigabelas) orang responden. Ketigabelas orang responden yang berpartisipasi adalah: Bupati; Ketua DPRD; Asisten Ekonomi dan Pembangunan; Kepala Bappeda; Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan; Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan; Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan; Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi; Kepala Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial; Kabag Ekonomi dan Ketahanan Pangan Sekretariat Daerah; Kepala Divisi Dolog; Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Cabang Kotabaru; Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Cabang Kotabaru. Prioritas strategi sangat menentukan terhadap tujuan yang akan dicapai, dan terhadap jenis-jenis terpilih kemudiaan dilakukan analisis prioritas berdasarkan

99 81 kepentingan relatif antar tingkat dengan menggunakan software Criterium Decision Plus (CDP) version 3.0. Berdasarkan hasil analisis data dari responden dan hierarki yang didesain, hasil pengolahan vertikal AHP dapat dilihat pada Gambar 4. Pada Gambar 4 untuk tingkat 1 adalah fokus yang merupakan tujuan yaitu ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru. Tingkat 2 adalah faktor yang meliputi; ketersediaan pangan, distribusi pangan, dan konsumsi pangan. Tingkat 3 adalah sub faktor yang meliputi; produksi pangan, ekspor/impor pangan, sarana/prasarana transportasi, harga pangan, perpajakan dan retribusi, pendidikan gizi, dan diversifikasi pangan. Tingkat 4 adalah alernatif yang meliputi; peningkatan fungsional lahan pertanian, peningkatan sistem usaha pertanian, peningkatan teknologi pasca panen, peningkatan SDM dan pemberdayaan masyarakat, peningkatan modal dan investasi, dan kelembagaan pangan. Dari hasil analisis AHP yang menjadi prioritas 1 masing-masing untuk fokus ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dengan bobot 0,616 (62%), faktor ketersediaan pangan adalah produksi pangan dengan bobot 0,533 (53%), faktor distribusi pangan adalah sarana dan prasarana transportasi dengan bobot 0,462 (46%), faktor konsumsi pangan adalah pengetahuan gizi dengan bobot 0,540 (54%). Untuk prioritas alternatif yang menjadi prioritas 1 adalah peningkatan SDM dan pemberdayaan masyarakat dengan bobot 0,217 (21,7%). Hasil pengolahan data matrik pendapat gabungan menggunakan Analitical Hierarchy Process (AHP) dengan Sotfware Criterium Decision Plus (CDP) Version 3.0 pada Lampiran 13.

100 82 Ketersediaan Pangan (0,616) Produksi Pangan (0,533) Ekspor/Impor Pangan (0,221) Stok/Cadangan Pangan (0,247) Peningkatan Fungsional Lahan Pertanian (0.166) Peningkatan Sistem Usaha Pertanian (0.164) Sarana/Prasarana Transportasi (0,462) Peningkatan Teknologi Pasca Panen (0.152) Fokus (1,000) Distribusi Pangan (0,245) Konsumsi Pangan (0,139) Harga Pangan (0.448) Perpajakan & Retribusi (0.090) Pengetahuan Gizi (0.540) Kebiasaan Konsumsi Pangan (0.460) Peningkatan SDM & Pemberdayaan Masyarakat (0.217) Peningkatan Modal & Investasi (0.151) Kelembagaan Ketahanan Pangan (0.169) Gambar 4. Hasil pengolahan vertikal AHP straregi untuk memantapkan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru 82

101 83 Faktor Ketahanan Pangan Berdasarkan hasil AHP didapat informasi untuk mencapai fokus/tujuan ada 3 faktor yang harus diperhatikan yaitu: ketersediaan pangan, distribusi pangan, dan konsumsi pangan. Hasil pendapat responden menunjukkan besarnya kontribusi yang diberikan oleh masing-masing faktor/kriteria untuk mencapai fokus/kriteria ketahanan pangan, faktor penentu yang dianggap paling berperan dan menjadi prioritas adalah ketersediaan pangan dengan bobot 0,616 (62%), prioritas berikutnya adalah distribusi pangan dengan bobot 0,245 (0,24%), dan prioritas terakhir adalah konsumsi pangan dengan bobot 0,139 (14%) seperti pada Tabel 39. Tabel 39. Urutan prioritas faktor No Faktor Penentu Bobot Persentase (%) Prioritas 1 Ketersediaan pangan 0, Distribusi pangan 0, Konsumsi pangan 0, Sub Faktor Ketahanan Pangan Faktor ketersediaan pangan dapat dicapai dengan 3 sub faktor. Bedasarkan hasil AHP diiperoleh urutan yaitu produksi pangan dengan bobot 0,533 (53%), stock/cadangan pangan dengan bobot 0,247 (25%) ekspor/impor pangan dengan bobot 0,221 (22%) seperti pada Tabel 40 Tabel 40. Urutan prioritas sub faktor dari faktor ketersediaan pangan No Sub Faktor Penentu Bobot Persentase (%) Prioritas 1 Produksi pangan 0, Ekspor/impor pangan 0, Stock/cadangan pangan 0, Untuk faktor distribusi pangan dapat dicapai dengan 3 sub faktor, dengan urutan prioritas yaitu sarana dan prasarana dengan bobot 0,462 (46%), harga pangan dengan bobot 0,448 (0,45%), dan perpajakan dan distribusi dengan bobot 0,090 (9%) seperti pada Tabel 41.

102 84 Tabel 41. Urutan prioritas sub faktor dari faktor distribusi pangan No Sub Faktor Penentu Bobot Persentase (%) Prioritas 1 Sarana dan prasarana transportasi 0, Harga pangan 0, Perpajakan dan retribusi 0, Begitu juga untuk konsumsi pangan berdasarkan analisis menunjukkan bahwa sub faktor yang dipilih menurut responden prioritas pertama adalah pengetahuan gizi dengan bobot 0,540 (54%), dan prioritas kedua adalah kebiasaan konsumsi dengan bobot 0,460 (46%). Dengan demikian aspek pengetahuan gizi merupakan pilihan yang menjadi pertimbangan utama dalam meningkatkan konsumsi pangan, disamping aspek kebiasaan konsumsi seperti pada Tabel 42. Tabel 42. Urutan prioritas sub faktor dari faktor konsumsi pangan No Sub Faktor Penentu Bobot Persentase (%) Prioritas 1 Pengetahuan gizi 0, Kebiasaan konsumsi 0, Alternatif Strategi Ketahanan Pangan Produksi pangan, ekspor/impor pangan, stok/cadangan pangan, sarana dan prasarana, harga pangan, perpajakan dan retribusi, pendidikan gizi, dan diversifikasi pangan akan terjadi peningkatan apabila didukung oleh prioritas strategi yang akan diterapkan. Berdasarkan dari penilaian responden dan pendapat gabungan dari ke 13 responden didapatkan alternatif strategi penyediaan pangan yang dapat diterapkan dalam upaya memantapkan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru, berturut-turut strategi tersebut adalah 1) peningkatan SDM dan pemberdayaan masyarakat dengan nilai bobot 0,217 (21,7%); 2) kelembagaan ketahanan pangan dengan nilai bobot 0,169 (16,9%); 3) peningkatan fungsional lahan pertanian dengan nilai bobot 0,166 (16,6%); 4) peningkatan sistem usaha pertanian dengan nilai bobot 0,164 (16,4%); 5) peningkatan teknologi pasca panen dengan nilai bobot 0,152 (15,2%); 6) peningkatan modal dan investasi 0,151 (15,1%). Hasil pendapat gabungan dari 13 responden ditunjukkan pada Tabel 39.

103 85 Tabel 43. Urutan prioritas alternatif strategi No Alternatif Strategi Bobot Persentase (%) Prioritas 1 Peningkatan fungsional lahan pertanian 0,166 16,6 3 2 Peningkatan sistem usaha pertanian 0,164 16,4 4 3 Peningkatan teknologi pasca panen 0,152 15,2 5 4 Peningkatan SDM dan pemberdayaan masyarakat 0,217 21,7 1 5 Peningkatan modal dan investasi 0,151 15,1 6 6 Kelembagaan ketahanan pangan 0,169 16,9 2 Perumusan Program Pembangunan Ketahanan Pangan Kabupaten Kotabaru Untuk mencapai fokus/tujuan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru, maka strategi yang akan dilaksanakan sesuai urutan prioritas sebagai berikut : Prioritas pertama adalah peningkatan sumberdaya manusia (SDM) dan pemberdayaan masyarakat. Peningkatan sumberdaya manusia (SDM) merupakan hal penting karena kemajuan dan kesejahteraan bangsa sangat tergantung pada kemampuan dan kualitas sumberdaya manusia masyarakatnya. Ukuran kualitas sumberdaya manusia tercermin pada indeks pembangunan manusia (IPM). IPM menggambarkan kualitas sumberdaya manusia yang dipengaruhi oleh tingkat ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Dalam menghadapi perdagangan bebas yang diwarnai dengan persaingan ketat dan menentukan jadi diri suatu bangsa diantara bangsa-bangsa lain di dunia dan seiring semangat otonomi daerah sekarang ini, daerah dituntut agar mampu menghadapi persaingan yang semakin kompetitif dan mengantisifasinya melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang komprehensif. Peningkatan sumberdaya manusia (SDM), antara lain : a. Perbaikan program pendidikan, pelatihan dan penyuluhan di bidang pangan. Kegiatan ini meliputi penataan kembali kelembagaan, peningkatan kualifikasi tenaga pengelola dan pelaksana, peningkatan mutu penyelenggaraan, serta pengembangan jaringan kerjasama pendidikan, pelatihan dan penyuluhan. b. Pemberian muatan pangan dan gizi pada pendidikan formal dan non formal. Kegiatan ini meliputi penyusunan program dan kurikulum yang tepat untuk

104 86 masing-masing segmen dan tingkatan, sosialisasi kepada pihak terkait dan penerapan secara partisipatif dengan seluruh pemangku kepentingan. c. Pemberiaan jaminan pendidikan dasar dan menengah khususnya bagi perempuan dan anak-anak di pedesaan. Hal ini dilakukan dengan peningkatan kepedulian dan fasilitasi kepada pemerintah daerah Kabupaten Kotabaru untuk melaksanakan secara sungguh-sungguh kewajiban belajar sembilan tahun, dengan penajaman prioritas pada perempuan dan anak-anak di pedesaan. Dana alokasi daerah dan dana sumbangan masyarakat, digunakan sepenuhnya untuk penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah dan membebaskan biaya pendidikan bagi masyarakat yang kurang mampu. Tinggi rendahnya kualitas SDM antara lain ditandai dengan adanya unsur kreativitas dan produktivitas yang direalisasikan dengan hasil kerja atau kinerja yang baik secara perorangan atau kelompok. Permasalahan ini akan dapat diatasi apabila SDM mampu menghasilkan kinerja produktif secara rasional dan memiliki pengetahuan, dan keterampilan, serta kemampuan yang umumnya diperoleh dari pendidikan dan pelatihan formal maupun non formal. Pemberdayaan masyarakat dalam ketahanan pangan dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi dan menumbuhkan kemandirian masyarakat dalam ketahanan pangan dengan mengsinergikan upaya-upaya peningkatan daya beli/pengetahuaan dalam mengalokasikan pendapatan untuk belanja pangan, pemilihan dan pengelahan pangan yang bergizi, murah dan sehat. Ada beberapa aspek dalam pemberdayaan masyarakat yaitu 1) peningkatan pendapatan keluarga; 2) peningkatan pengetahuan pangan, gizi dan kesehatan; 3) peningkatan keterampilan dalam produksi (untuk petani), pemilihan, pengolahan dan penyajian anekaragam pangan; 4) perubahan budaya makan menjadi makan yang lebih sehat. Khusus pemberdayaan masyarakat miskin dengan melakukan kegiatan dan pendampingan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat agar mampu memahami peluang dan mendayagunakan sumberdaya yang dimilikinya untuk meningkatkan produktivitas ekonomi keluarga. Peningkatan kapasitas meliputi kemampuan berorganisasi, bekerjasama dan pembentukan modal, keterampilan mengolah sumberdaya alam, serta mengelola usaha dan mengembangkan jaringan usaha. Di samping itu diberikan pula bantuan untuk menambah aset kelompok untuk

105 87 mempercepat pengembangan usahanya. Tahap selanjutnya adalah peningkatan kesadaran gizi serta sanitasi dan higiene dalam lingkungan rumah tangga. Prioritas kedua adalah kelembagaan ketahanan pangan. Kelembagaan pangan adalah kelembagaan yang memerankan semua komponennya untuk mengorganisasikan, memfungsikan, dan mengatur setiap aktivitas dalam masyarakat terkait dengan penyediaan, produksi, konsumsi, dan distribusi pangan. Dalam pengembangan dan pembinaan kelembagaan pangan, maka pendekatan yang dilakukan harus bersifat holistik. Pendekatan-pendekatan holistik dalam pengembangan kelembagaan pangan harus didukung unsur-unsusr manajemen pembangunan yang meliputi: akuntabilitas, transparansi, dapat diprediksi, dan keseimbangan. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional dan tujuan Undangundang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan, diperlukan pengembangan kelembagaan pangan dan gizi di pusat maupun di daerah. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 2001 tentang Dewan Bimbingan Massal Ketahanan Pangan di tingkat pusat, propinsi, dan kabupaten/kota. Tugas dewan tersebut adalah: 1) koordinasi perumusan kebijakan di bidang pemantapan ketahanan pangan, yang meliputi aspek ketersediaan, distribusi, dan konsumsi serta kewaspadaan kekurangan/kerawanan pangan; dan 3) evaluasi dan pengendalian pelaksanaan pemantapan ketahanan pangan di masing-masing tingkatan wilayah administratif dewan yang bersangkutan. Mencermati perkembangan pelaksanaan Peratutan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi perangkat Daerah, pemerintah pusat memandang perlu untuk memberikan ruang gerak yang cukup bagi daerah untuk menyusun organisasi perangkat daerah yang sesuai dengan sumberdaya, kebutuhan dan kemampuan daerah masing-masing. Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota diberikan keleluasaan yang lebih besar dalam membentuk struktur organisasi perangkat daerah agar pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat. Kewenangan penetapan peraturan daerah tentang struktur organisasi ketahanan pangan sepenuhnya berada pada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.

106 88 Menyempurnakan dan peningkatan fungsi kelembagaan pangan dalam rangka menjamin peningkatan produksi, ketersediaan dan konsumsi pangan yang lebih beragam serta meningkatkan efektifitas pelaksanaanya. Sasaran yang dicapai yaitu 1) terselenggaranya kelembagaan pangan yang mantap dengan berbasis partisipasi dan kemandirian masyarakat; 2) terselenggaranya iklim usaha pangan yang menjamin ketersediaan dan keamanan pangan. Untuk kegiatan ini diarahkan pada: a. Koordinasi kebijakan dan program ketahanan pangan pada setiap tingkatan dengan partisipasi masyarakat. b. Pengembangan pengelolaan stok pangan khususnya oleh masyarakat, termasuk mengembangkan kembali lumbung desa. c. Pembinaan kelembagaan tani dan bimbingan aplikasi teknologi. d. Pemberdayaan keterpaduan program pertanian antar lintas sektoral. Prioritas ketiga adalah peningkatan fungsional lahan pertanian. Dilakukan dengan perluasan areal tanam (PAT), kegiatan ini dilaksanakan untuk mendapatkan tambahan areal tanam dalam rangka mendukung pencapaian produksi pangan guna mendukung penyediaan pangan Kabupaten Kotabaru. Perluasan areal tanam ini ditempuh melalui: 1) optimalisasi pemanfaatan lahan tidur pada berbagai tipologi lahan (sawah irigasi, tadah hujan, dan pasang surut) serta intercroping/tumpang sari pada lahan perkebunan, kehutanan/hti, hortikultura, dan daerah transmigrasi; 2) Rehabilitasi lahan-lahan terlantar; 3) penambahan baku lahan; 4) pengembangan lahan pasang surut untuk penumbuhan kantong penyangga padi saat terjadi fenomena iklim (kekeringan). Upaya ini memerlukan investasi yang cukup besar, maka perlu didorong pemanfaatan dana skim kredit perbankan atau sumber pembiayaan lainnya melalui kemitraan. Output yang diharapkan adalah terdapatnya tambahan areal tanam atau panen dan produksi pada wilayah perluasan areal tanam (PAT) tersebut, baik melalui peningkatan Intensitas pertanaman (IP), penanaman tanaman sela/intercroping, rehabilitasi lahan terlantar, penambahan baku lahan maupun penumbuhan dan pengembangan lahan rawa dan pasang surut di Kabupaten Kotabaru.

107 89 Prioritas keempat adalah peningkatan Sistem usaha pertanian dengan intensifikasi dan diversifikasi baik secara vertikal dan horizontal. Untuk intensifikasi pertanian adalah upaya penerapan teknologi pertanian yang dalam penyelenggaraan usahatani dan nelayan untuk meningkatkan produktivitas dan peningkatan pendapatan dengan memperhatikan kelestarian sumberdaya alam, dengan pokok-pokok kegiatan antara lain: a. Intensifikasi pertanian dilaksanakan disemua wilayah atau lahan usahatani baik lawan sawah, lahan kering, pekarangan, lahan rawa maupun aspek-aspek yang memungkinkan diterapkan anjuran intensifikasi. b. Mutu intensifikasi yang ditingkatkan melalui penyaluran teknologi hemat lahan untuk mewujudkan produktivitas yabg tinggi dengan didukung oleh adanya pengaturan pola usahatani, dan pola tanam serta pola komoditas. c. Intensifikasi pertanian dilaksanakan melalui pendekatan kelompok tani dan nelayan dengan pembinaan diarahkan agar petani dan nelayan mampu menerapkan teknologi anjuran dan komoditi usahanya. Sedangkan peningkatan diversifikasi pangan vertikal diartikan dimana proses penanganan komoditas dilakukan secara tuntas dari pra panen sampai pasca panen dan pemasarannya, dengan demikian terdapat keterpaduan produksi, pengolahan hasil, dan pemasaran. Diversifikasi horizontal diartikan penganekaragaman komoditas pada lahan usaha tani atau antar wilayah, jadi diversifikasi horizontal lebih terkait dengan pengembangan pola tanam. Salah satu upaya diversifikasi adalah pengembangan agribisnis, dan melalui kegiatan ini diharapkan petani dan nelayan sebagai produsen tidak hanya berproduksi saja tetapi juga bagaimana melakukan penanganan pengolahan hasil pertanianya sampai dengan pemasaran secara berkelanjutan. Prioritas kelima adalah peningkatan teknologi pasca panen. Kehilangan hasil akibat panen dan penanganan pasca panen saat ini masih relatif tinggi, begitu juga kualitas produk masih belum optimal, bila dilakukan perbaikan penanganan panen dan pasca panen akan memberikan sumbangan yang cukup berarti terhadap peningkatan produksi dan nilai tambah. Menurut Rasahan (1999) susut pada saat panen dan pasca panen disebabkan oleh waktu panen kurang tepat, alat dan mesin

108 90 panen masih tradisional, perontokan tidak menggunakan alat perontok, dan sistem prosesing hasil kurang memadai, sehingga tingkat kehilangan hasil selama ini diperkirakan mencapai sekitar 20,30%. Dikatakan pula oleh Suryana (2004b) masih tingginya proporsi kehilangan hasil panen dan pengolahan dapat menurunkan ketersediaan pangan secara nasional dengan proporsi lebih dari 10 persen. Dengan mengurangi tingkat kehilangan hasil dan peningkatan mutu, diharapkan dapat mendukung peningkatan produksi dan nilai tambah petani. Kegiatan off-farm seperti pengolahan hasil akan banyak memperoleh nilai tambah dan dapat meningkatkan pendapatan, oleh karena itu pengolahan hasil perlu dikembangkan dengan cara penyebarluasan penerapan teknologi dan pengembangan alat dan mesin pertanian (alsintan) pengolahan, penyimpanan hasil. Untuk mendukung peningkatan teknologi pasca panen perlu juga dikembangkan usaha pelayanan jasa alsintan pra dan pasca panen guna mendorong percepatan pengolahan tanah, efesiensi usaha dan peningkatan kualitas produk pangan yang dihasilkan. Prioritas keenam adalah peningkatan modal dan investasi. Investasi dibidang pangan dengan penyediaan intensif investasi berupa pemberiaan berbagai kemudahan kepada investor untuk mengurangi biaya dan waktu dibidang tanaman pangan, peternakan, perkebunan, perikanan, antara lain dalam hal perizinan, penyediaan informasi potensi dan teknologi, kepastian hukum atas penguasaan lahan/konsesi, perpajakan dan pungutan lainnya, serta usaha dan tindak kriminal. Pengembangan kemitraan merupakan upaya menumbuhkan atau mengembangkan jalinan kerjasama antara pemerintah, petani dan nelayan dengan swasta serta stake holders lainnya yang bergerak dibidang agribisnis pertanian mulai dari hulu sampai hilir (perusahaan saprodi, penangkar benih, perusahaan pengolahan hasil, perdagangan, dan lain-lain), serta lembaga keuangan lainnya. Dalam kemitraan yang terjalin antara sektor swasta atau stake holder lainnya dengan petani dan nelayan melalui kelompok tani, sektor swasta dapat menanamkan modal dan investasinya atau dengan memanfaatkan sumber permodalan dari Bank atau Lembaga keuangan, dalam hal ini sektor swasta

109 91 tersebut bertindak sebagai avalis. Pengembangan usaha kemitraan dilaksanakan dengan pendekatan promosi investasi untuk menggerakkan peran swasta terjun dalam bidang bidang agribisnis pertanian serta pembinaan terhadap petani dan nelayan dalam pengembangan usaha pertaniannya yang didukung oleh sumber pembiayaan dari swasta dan sumber-sumber pembiayaan lainnya. Investasi dan penanaman modal mempunyai peranan yang sangat penting untuk memacu pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, dan kesempatan berusaha. Diberlakukannya otonomi daerah telah memberikan kesempatan bagi Kabupaten Kotabaru untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan aspirasi, potensi, dan kebutuhan, sehingga memberi peluang bagi terwujudnya pembangunan sesuai dengan kondisi Kabupaten Kotabaru. Selain itu dengan berlakunya liberalisasi dan perdagangan bebas akan membuka peluang bagi peningkatan investasi dan peluang ekspor komoditas andalan daerah ini.

110 92 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Ketersediaan pangan Kabupaten Kotabaru berdasarkan Neraca Bahan Makanan (NBM) tahun , secara aktual tersedia melebihi kebutuhan energi (AKE) maupun protein (AKP) yang direkomendasikan, meskipun berfluktuasi setiap tahunnya. Ketersediaan energi tahun 2003, 2004, dan 2005 berturut-turut mampu menyediakan energi sebesar kkal/kapita/hari (100,92%), kkal/kapita/hari (128,6%), dan kkal/kapita/hari (135,5%). Ketersediaan protein pada tahun 2003, 2004, dan 2005 berturutturut sebesar 105,58 gram/kapita/hari (211,16%), 110,34 gram/kapita/hari (193,57), dan 110,47 gram/kapita/hari (193,80%). 2. Skor Pola Pangan Harapan untuk ketersediaan pangan aktual tahun 2003 (91,1%), tahun 2004 (95,6%), dan tahun 2005 (98,8%). Skor PPH tersebut pencapainya sudah baik walaupun masih dibawah skor Kemandirian pangan Kabupaten Kotabaru dapat dilihat dari besaran ketergantungan impor terhadap penyediaan pangan tahun Jenis pangan susu, gula pasir, tepung gandum 100% diimpor, demikian juga daging sapi, telur, beras, kedelai, kacang tanah, sayuran (bawang merah, bawang putih, wortel, kubis, kentang), buah-buahan (apel, angggur, jeruk, semangka, melon) sebagian tergantung dengan impor. 4. Berdasarkan rasio produksi terhadap penyediaan pangan dalam kabupaten, jenis pangan: ikan, jagung, ubi jalar, buah-buahan, dan sayuran sebagian besar mampu menyediakan pangan untuk konsumsi penduduk Kabupaten Kotabaru. 5. Berdasarkan analisis AHP (Analytical Hierarchy Process), strategi untuk memantapkan ketahanan pangan Kabupaten Kotabaru. Urutan prioritas alternatif strategi yaitu: 1) peningkatan SDM dan pemberdayaan masyarakat masyarakat; 2) peningkatan kelembagaan ketahanan pangan; 3) peningkatan fungsional lahan pertanian; 4) peningkatan sistem usaha pertanian; 5) peningkatan teknologi pasca panen; 6) peningkatan modal dan investasi. 6. Hasil analisis alternatif prioritas strategi memantapkan ketahanan Kabupaten Kotabaru, sejalan dengan agenda pokok pembangunan daerah Rencana

111 93 Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Kotabaru yaitu: 1) meningkatkan kualitas SDM; 2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat; 3) meningkatkan sarana dan prasarana penunjang pembangunan; 4) pengelolaan sumberdaya alam. Sesuai kewenangan otonomi daerah, Kabupaten Kotabaru dapat memfungsikan sistem ketahanan pangan secara optimal. Saran 1. Diperlukan penyempurnaan manajemen data produksi, impor, ekspor, dan konsumsi pangan secara lengkap dan berkelanjutan untuk semua jenis pangan. 2. Komoditas pangan yang penyediaannya masih kurang dan dapat diproduksi di daerah ini seperti: sapi, ayam, itik petelur, kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau perlu menjadi program prioritas pengembangan untuk peningkatan produksi. Sedangkan jenis pangan yang ketersediaanya sudah melebihi dari ideal seperti: kelapa sawit, ikan, pisang dapat menjadi komoditas ekspor. 3. Keterlibatan lembaga pendidikan, PKK, dan kelembagaaan lainnya dapat dioptimalkan untuk membantu peningkatan kualitas konsumsi pangan penduduk Kabupaten Kotabaru.

112 94 DAFTAR PUSTAKA Baliwati YF, Katrin S Sistem pangan dan gizi. Di Dalam Baliwati YF, et al (editor) Pengantar Ketahanan Pangan dan Gizi. Jakarta; Penebar Swadaya. Baliwati YF Kaitan Pangan, Gizi dan Kependudukan, Di Dalam Baliwati YF, et al, (editor) Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta; Penebar Swadaya. Baliwati YF, Roosita K Sistem pangan dan gizi. Di dalam Baliwati YF, et al (editor) Pengantar Ketahanan Pangan dan Gizi. Jakarta; Penebar Swadaya. [BBKP-Deptan] Badan Bimas Ketahanan Pangan-Departemen Pertanian Pedoman Penyusunan Neraca Bahan Makanan (NBM). Jakarta; BBKP- Deptan. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Kotabaru Dalam Angka Kotabaru; Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Kotabaru Dalam Angka Kotabaru; Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Kotabaru Dalam Angka Kotabaru; Badan Pusat Statistik. [BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kotabaru Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kotabaru; Bappeda Kabupaten Kotabaru. [DKP-Deptan] Badan Ketahanan Pangan-Departemen Pertanian Penyusunan Neraca Bahan Makanan Indonesia. Jakarta; BKP-Deptan. Dulmansah, I Ketersediaan dan konsumsi pangan penduduk di Propinsi Lampung [disertasi], Bogor; Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. [DKP-Deptan] Dewan Ketahanan Pangan-Departemen Pertanian Neraca Bahan Makanan Indonesia, Jakarta; DKP-Deptan. [FAO-RAPA] Report of the Regional Expert Consultation of the Asian Network for food and nutrition on Nutrition Urbanization. Bangkok. Food and agriculture Organizations, Regional office for Asia and the Pasific (FAO- RAPA), 2-5 may Hardinsyah dan Martianto D Pembangunan Ketahanan Pangan yang Berbasis Agribisnis dan Pemberdayaan Masyarakat. Makalah pada Seminar Nasional Ketahanan Pangan. Jakarta, 29 Maret 2001.

113 95 Hardinsyah, Yayuk FB, Martianto D, Handewi SR, Agus W, dan Subiyakto Pengembangan Konsumsi Pangan dengan Pendekatan Pola Pangan Harapan. Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi IPB (PSKPG) IPB, Lembaga Penelitian IPB dan Pusat Pengembangan Ketersediaan Pangan Departemen Pertanian. Hardinsyah, Dodik B, Retnaningsih, Herawati T, Retno W Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan. Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi IPB (PSKPG) IPB dan Pusat Pengembangan Konsumsi Pangan (PPKP) Badan Bimas Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian. Hardinsyah, Siti M dan Baliwati YF Analisis Neraca Bahan Makanan (NBM) dan Pola Pangan Harapan (PPH) Untuk Perencanaan Ketersediaan Pangan. Modul Pelatihan NBM dan PPH. Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi IPB (PSKPG), Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Khomsan A, Kusharto CM Kaitan Pangan, Gizi dan Kependudukan, Di Dalam Baliwati YF, et al (editor) Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta; Penebar Swadaya. Maxwell S. and Frenkenberger T Household Food Security: Concepts, Indicators, Measurements, A technical Review. Rome: International Fund for Agricultural Development/Unied Nations Children s Fund. New York. [PP No. 68/2002] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan; Jakarta. [PP No. 7/2005] Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun ; Jakarta. Rasahan CA Perspektif Pembangunan Sub Sektor Tanaman Pangan. Di Dalam Wibowo R (editor) Refleksi Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Nusantara, Pustaka Sinar Harapan; Jakarta. Suhardjo Peranan Pertanian dalam Upaya Mengatasi Masalah Pangan dan Gizi. Orasi Penerimaan Jabatan Guru Besar Faperta IPB. Bogor, 15 Februari Saaty, TL Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. Jakarta; Pustaka Binamas Pressindo. Simatupang P Kebijaksanaan Produksi dan Penyediaan Pangan dalam Rangka Pemantapan Sistem Ketahanan Pangan pada Masa Pemulihan Perekonomian Nasional. Bahan diskusi Round Table Kebijakan Pangan dan Gizi di Masa Mendatang. Jakarta; Kantor Menpangan dan Holtikultura, 23 Juni Suryana A. 2001a. Critical Review on Food Security in Indonesia. Makalah pada Seminar Nasional Ketahanan Pangan. Jakarta, 29 Maret 2001.

114 96 Suryana A. 2001b. Kebijakan dan Program Ketahanan Pangan di Era Otonomi Daerah. Dalam Hardinsyah, Yayuk FB, Dodik B, Ari R (Editor). Prosiding Dialog dan Lokakarya. Kerjasama Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi (PSKPG) IPB, AGRINDO Aneka Consult Partnership for Ekonomic Growth (PEG) USAID, Pemerintah Kabupaten Bogor, Badan Bimas Ketahanan Pangan Departemen Pertanian. 2-3 Oktober 2001; Cibinong Ketahanan Pangan atau Kemandiriaan Pangan. suarapembaruan.com.htm (23 Mei 2007) a. Ketahanan pangan di Indonesia. Di Dalam Hardinsah et al (editor). Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta; LIPI b. Kebijakan Ketahanan Pangan Nasional. Di dalam Usman S (editor) Politik Pangan, Yogyakarta; CIRED (Center for Indonesian Research and development). Setiawan B Ketahanan pangan. Di Dalam Baliwati YF, et al (editor) Pengantar Ketahanan Pangan dan Gizi. Jakarta; Penebar Swadaya. Suntoro E Pemekaran wilayah dan ketahanan pangan. Di Dalam Suryana A (Penyunting). Kemandiran Pangan Menuju Ketahanan Pangan Berkelanjutan Kerjasama Badan Bimas Ketahanan Pangan Departemen Pertanian dengan Harian Umum Suara Pembaharuan. Jakarta; Lembaga Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia (LISPI). [UU No. 7/1999] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pangan. Jakarta. [UU No. 2/2003] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang Pemekaran Daerah. Jakarta. [UU No. 32/2003] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta. Wirawanto Dodi I, Utomo WH Peran Teknologi dalam Mendukung Ketahanan Pangan. Di dalam Usman S (editor) Politik Pangan. Yogyakarta; CIRED (Center for Indonesian Research and development).

115 97 Lampiran 1. Peta wilayah penelitian = Kabupaten Kotabaru

ANALISIS SITUASI PENYEDIAAN PANGAN DAN STRATEGI UNTUK MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN KOTABARU DI ERA OTONOMI DAERAH SLAMAD RIADI

ANALISIS SITUASI PENYEDIAAN PANGAN DAN STRATEGI UNTUK MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN KOTABARU DI ERA OTONOMI DAERAH SLAMAD RIADI ANALISIS SITUASI PENYEDIAAN PANGAN DAN STRATEGI UNTUK MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN KOTABARU DI ERA OTONOMI DAERAH SLAMAD RIADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI PENYEDIAAN PANGAN DAN STRATEGI UNTUK MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN KOTABARU DI ERA OTONOMI DAERAH SLAMAD RIADI

ANALISIS SITUASI PENYEDIAAN PANGAN DAN STRATEGI UNTUK MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN KOTABARU DI ERA OTONOMI DAERAH SLAMAD RIADI ANALISIS SITUASI PENYEDIAAN PANGAN DAN STRATEGI UNTUK MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN KOTABARU DI ERA OTONOMI DAERAH SLAMAD RIADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan esensial dan komoditas paling strategis dalam kehidupan manusia, pemenuhan kebutuhan pangan merupakan hak azasi manusia. Ketahanan pangan berdasarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Ruang Lingkup Ketahanan Pangan

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Ruang Lingkup Ketahanan Pangan 7 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Ruang Lingkup Ketahanan Pangan Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial budaya dipengaruhi banyak hal yang saling kait mengait, di samping untuk memenuhi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Desain Penelitian

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Desain Penelitian 23 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Kotabaru Propinsi Kalimantan Selatan. Pemilihan lokasi penelitian secara purposive yang didasarkan atas pertimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,

Lebih terperinci

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan METODE Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan prospective study dengan menggunakan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Provinsi Papua tahun 2008 sampai tahun

Lebih terperinci

22/02/2017. Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN. Manfaat survei konsumsi pangan. Metode Survei Konsumsi Pangan. Tujuan Survei Konsumsi Pangan

22/02/2017. Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN. Manfaat survei konsumsi pangan. Metode Survei Konsumsi Pangan. Tujuan Survei Konsumsi Pangan Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN Pengantar Survei Konsumsi Pangan Tujuan Survei Konsumsi Pangan Metode berdasarkan Jenis Data yang diperoleh Metode berdasarkan Sasaran Pengamatan Neraca Bahan Makanan Pola

Lebih terperinci

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi manusia. Pangan yang bermutu, bergizi, dan berimbang merupakan suatu

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional selama ini mempunyai tugas utama untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, menyediakan kesempatan kerja, serta

Lebih terperinci

ANALISIS KEMANDIRIAN PANGAN ASAL TERNAK DALAM RANGKA MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

ANALISIS KEMANDIRIAN PANGAN ASAL TERNAK DALAM RANGKA MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT ANALISIS KEMANDIRIAN PANGAN ASAL TERNAK DALAM RANGKA MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT (Self Sufficiency Analysis Animal Food of to Strengthen Food Security in West Lampung District)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan dibahas mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2. 1 Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

POLA PANGAN HARAPAN (PPH)

POLA PANGAN HARAPAN (PPH) PANDUAN PENGHITUNGAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) Skor PPH Nasional Tahun 2009-2014 75,7 85,7 85,6 83,5 81,4 83,4 Kacangkacangan Buah/Biji Berminyak 5,0 3,0 10,0 Minyak dan Lemak Gula 5,0 Sayur & buah Lain-lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Amang (1993), Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan 17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain prospective study berdasarkan data hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) Provinsi Riau tahun 2008-2010. Pemilihan

Lebih terperinci

SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) PENDAHULUAN

SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) PENDAHULUAN SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) P R O S I D I N G 58 Fahriyah 1*, Rosihan Asmara 1 1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya *E-mail ria_bgl@yahoo.com

Lebih terperinci

KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN

KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN A. KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI YANG DIANJURKAN Tabel 1. Komposisi Konsumsi Pangan Berdasarkan Pola Pangan Harapan Pola Pangan Harapan Nasional % AKG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

METODE. - Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura - Dinas Peternakan dan Perikanan - Dinas Perkebunan b. Data NBM tahun (sekunder)

METODE. - Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura - Dinas Peternakan dan Perikanan - Dinas Perkebunan b. Data NBM tahun (sekunder) 31 METODE Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah restrospektif. Lokasi penelitian adalah Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan (Lampiran 1). Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN Oleh : Tenaga Ahli Badan Ketahanan Pangan Dr. Ir. Mei Rochjat Darmawiredja, M.Ed SITUASI DAN TANTANGAN GLOBAL Pertumbuhan Penduduk

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan No.60, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Pangan. Gizi. Ketahanan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5680) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah maupun yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola Konsumsi adalah susunan tingkat kebutuhan seseorang atau rumahtangga untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam menyusun pola konsumsi

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan ketahanan pangan merupakan prioritas utama dalam pembangunan karena pangan merupakan kebutuhan yang paling hakiki dan mendasar bagi sumberdaya manusia suatu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan memp&aii kebutuhan dasar manusia paling utama, karena itu pemenuhan pangan mempakan bagian dari hak asasi individu. Pemenuhan pangan juga sangat penting sebagai komponen

Lebih terperinci

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN A. Tugas Pokok dan Fungsi PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan ketersediaan pangan, serta pencegahan dan penanggulangan kerawanan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan 4 TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Menurut UU No 7 tahun 1997, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah ataupun produk turunannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah usaha untuk meningkatkan kualitas dan perikehidupan masyarakat Indonesia, yang dilakukan secara terus menerus, berlandaskan kemampuan wilayah dengan

Lebih terperinci

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun

Lebih terperinci

ANALISIS NERACA BAHAN MAKANAN (NBM) DAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KABUPATEN SIDOARJO

ANALISIS NERACA BAHAN MAKANAN (NBM) DAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KABUPATEN SIDOARJO AGRISE Volume XV No. 1 Bulan Januari 2015 ISSN: 1412-1425 ANALISIS NERACA BAHAN MAKANAN (NBM) DAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KABUPATEN SIDOARJO (ANALYSIS OF FOOD BALANCE SHEET (FBS) AND DESIRABLE DIETARY

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN INDIKATOR KINERJA (IKU) INSTANSI VISI MISI TUJUAN TUGAS : BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TIMUR : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN :

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Dalam kerangka pikir ini digambarkan secara sistematis pola pikir dalam

BAB III METODOLOGI. Dalam kerangka pikir ini digambarkan secara sistematis pola pikir dalam BAB III METODOLOGI 3.1 Kerangka Pikir Dalam kerangka pikir ini digambarkan secara sistematis pola pikir dalam penyelesaian tesis, dimana dalam kerangka pikir ini dimulai dari mengidentifkasikan isu pokok

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan dengan penentuan lokasi secara purposive. Penelitian ini berlansung selama 2 bulan, dimulai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu butir yang tercantum dalam pembangunan milenium (Millenium Development Goals) adalah menurunkan proporsi penduduk miskin dan kelaparan menjadi setengahnya antara tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perolehan pangan yang cukup baik dalam jumlah maupun mutu merupakan sesuatu yang penting bagi setiap manusia agar dapat hidup secara berkualitas. Oleh karena itu hak atas kecukupan

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena itu pemenuhannya menjadi bagian dari hak asasi setiap individu. Di Indonesia,

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL UU NO 7 TH 1996: Pangan = Makanan Dan Minuman Dari Hasil Pertanian, Ternak, Ikan, sbg produk primer atau olahan Ketersediaan Pangan Nasional (2003)=

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI PANGAN DAN GIZI UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN OPERASIONAL KETAHANAN PANGAN DAN GIZI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

ANALISIS SITUASI PANGAN DAN GIZI UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN OPERASIONAL KETAHANAN PANGAN DAN GIZI KABUPATEN LAMPUNG BARAT Jurnal Gizi dan Pangan, November 2008 (): 2 28 ANALISIS SITUASI PANGAN DAN GIZI UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN OPERASIONAL KETAHANAN PANGAN DAN GIZI KABUPATEN LAMPUNG BARAT (Analysis of Food and Nutrition Situation

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Sejalan dengan tugas pokok dan fungsi BPPKP sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 52 Tahun

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011 BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR Menimbang : a.

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Ketahanan pangan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumahtangga yang tercermin

Lebih terperinci

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

KATEGORI POTENSI KECAMATAN BERDASARKAN SUBSISTEM KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN TRENGGALEK

KATEGORI POTENSI KECAMATAN BERDASARKAN SUBSISTEM KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN TRENGGALEK AGRISE Volume XIV No. 1 Bulan Januari 2014 ISSN: 1412-1425 KATEGORI POTENSI KECAMATAN BERDASARKAN SUBSISTEM KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN TRENGGALEK (CATEGORIES OF THE DISTRICT POTENTIAL BASED ON FOOD

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal. No.397, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 43/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Pola Konsumsi Non Beras Sektor pertanian tidak akan pernah lepas dari fungsinya sebagai sumber

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan 4 TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Dasar utama kebijakan ketahanan pangan di Indonesia adalah Undangundang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Ketahanan pangan dalam undang-undang tersebut didefinisikan

Lebih terperinci

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih 1.1. Latar Belakang Pembangunan secara umum dan khususnya program pembangunan bidang pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju

Lebih terperinci

PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA

PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA Oleh : Dr. Ir. Achmad Suryana, MS Kepala Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian RI RINGKASAN Berbagai

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL PERATURAN PRESIDEN NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan Disampaikan dalam Rapat Koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian. Tahun Publikasi BPS Kabupaten Lampung Barat

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian. Tahun Publikasi BPS Kabupaten Lampung Barat METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah retrospektif. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan yaitu (1) Kabupaten Lampung Barat akan melakukan

Lebih terperinci

ARAH DAN STRATEGI PERWUJUDAN KETAHANAN PANGAN

ARAH DAN STRATEGI PERWUJUDAN KETAHANAN PANGAN ARAH DAN STRATEGI PERWUJUDAN KETAHANAN PANGAN Achmad Suryana 1 PENDAHULUAN Pentingnya ketahanan pangan dalam pembangunan nasional sudah bukan lagi topik perdebatan. Pemerintah dan rakyat, yang diwakili

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh manusia guna memenuhi asupan gizi dan sebagai faktor penentu kualitas sumber daya manusia. Salah satu

Lebih terperinci

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 1 Tahun

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 1 Tahun DIVERSIFIKASI KONSUMSI MASYARAKAT BERDASARKAN SKOR POLA PANGAN HARAPAN PADA LOKASI MKRPL DI KEC. KRAMATWATU KAB. SERANG Yati Astuti 1) dan Fitri Normasari 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten

Lebih terperinci

Pangan Nasional Tahun

Pangan Nasional Tahun Ketahanan Pangan Nasional Tahun 23Pembangunan 2000-2004 Pendahuluan Ketahanan pangan merupakan salah satu isu paling strategis dalam pembangunan suatu negara, terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa ketahanan

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA A. RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) A.1. Visi dan Misi Visi Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013 2018 adalah Terwujudnya masyarakat Kalimantan

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTA NG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTA NG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTA NG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN DAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO,

Lebih terperinci

BKP LAHAT RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

BKP LAHAT RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BKP LAHAT RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) 2014-2018 PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ketahanan pangan di Kabupaten Lahat mempunyai peran

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2015

LAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2015 LAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2015 PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BADAN KETAHANAN PANGAN Jl. Panglima Batur Timur Banjarbaru Kalimantan Selatan Telp. 0511-4772471-4778047

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN MELALUI KONSEP RUMAH PANGAN LESTARI BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Lumajang 1

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Lumajang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan Kabupaten Lumajang sejalan dengan ditetapkannya Undang Undang Nomor : 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah lebih mengutamakan pelaksanaan desentralisasi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013 GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 1 I. Aspek Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2009 2013 Komoditas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Menurut Saliem dkk dalam Ariani dan Tribastuti (2002), pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN 2.1 Tinjuan Pustaka Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan

Lebih terperinci

KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN PENDAHULUAN

KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN PENDAHULUAN P R O S I D I N G 69 KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN Condro Puspo Nugroho 1*, Fahriyah 1, Rosihan Asmara 2 1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat dominan dalam pendapatan masyarakat di Indonesia karena mayoritas penduduk Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersedian pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) BADAN KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) BADAN KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN (IKU) BADAN KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NO 1. Dipertahankannya ketersediaan pangan yang cukup, meningkatkan kemandirian masyarakat, pemantapan ketahanan pangan dan menurunnya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2015 T E N T A N G TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS BADAN KETAHANAN PANGAN DAN KOORDINASI PENYULUHAN PROVINSI

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR JAMBI Menimbang PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Boks.1 UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAMBI

Boks.1 UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAMBI Boks.1 UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAMBI Ketahanan pangan (food security) adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup baik

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN DAN GIZI

KETAHANAN PANGAN DAN GIZI KETAHANAN PANGAN DAN GIZI disampaikan pada : Temu Ilmiah Internasional Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian November 2014 OUTLINE 1. Pendahuluan 2. Permasalahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi Pembangunan Nasional untuk mewujudkan Indonesia Sehat tahun 2010 telah dicanangkan pada Rapat Kerja Kesehatan Nasional pada tanggal 1 Maret 1999. Untuk mendukung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai manusia sehat yang cerdas, produktif dan mandiri. Upaya peningkatan

I. PENDAHULUAN. sebagai manusia sehat yang cerdas, produktif dan mandiri. Upaya peningkatan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi Pembangunan Nasional untuk mewujudkan Indonesia Sehat tahun 2010 telah dicanangkan pada Rapat Kerja Kesehatan Nasional pada tanggal 1 Maret 1999. Untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Plan), Rencana Kinerja (Performace Plan) serta Laporan Pertanggungjawaban

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Plan), Rencana Kinerja (Performace Plan) serta Laporan Pertanggungjawaban BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menghadapi perubahan yang sedang dan akan terjadi akhir-akhir ini dimana setiap organisasi publik diharapkan lebih terbuka dan dapat memberikan suatu transparansi

Lebih terperinci