BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mediterania dan daerah sekitar khatulistiwa (Abdoerrachman et al., 2007).

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mediterania dan daerah sekitar khatulistiwa (Abdoerrachman et al., 2007)."

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Thalassemia Thalassemia adalah suatu penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orangtua kepada anak-anaknya secara resesif yang disebabkan karena kelainan gen globin. Penyakit ini banyak ditemukan di daerah Mediterania dan daerah sekitar khatulistiwa (Abdoerrachman et al., 2007). Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) tahun 2006 sekitar 7% penduduk dunia diduga carrier Thalassemia, dan sekitar bayi lahir dengan kelainan ini setiap tahunnya. Thalassemia merupakan salah satu kelainan genetik dengan proporsi 1,67% penduduk dunia sebagai penderita. Prevalensi gen Thalassemia tertinggi di negara-negara tropis, namun dengan tingginya angka migrasi, penyakit ini telah ditemukan di seluruh dunia. Di Indonesia, Thalassemia merupakan penyakit terbanyak di antara golongan anemia hemolitik dengan penyebab intrakorpuskuler. Sampai saat ini, ditemukan kira-kira 200 jenis mutasi (cacat molekul) pada gen globin. Mutasi pada gen globin α atau β mengakibatkan tidak terjadinya atau berkurangnya sintesis rantai globin yang menyusun hemoglobin (Suryohudoyo et al., 2000). Penyakit ini pertama kali diuraikan oleh Thomas Cooley dan Pearl Lee pada tahun 1925, dengan ciri-ciri adanya anemia yang berat pada anak-anak yang disertai splenomegali (pembesaran limpa), hepatomegali, kulit berwarna pucat dan kuning serta deformabilitas tulang (perubahan bentuk tulang). Morfologi sel eritrosit penderita Thalassemia berupa mikrositik hipokromia (Gambar 2.1). 8

2 Keadaan klinis penyakit Thalassemia bervariasi, yaitu gejala anemia yang berat sehingga membutuhkan transfusi secara teratur pada Thalassemia mayor (bentuk homozigot) dan gejala anemia ringan atau tanpa anemia, tetapi morfologi sel eritrositnya terlihat abnormal pada Thalassemia minor (bentuk heterozigot). Selain itu, dikenal pula Thalassemia intermedia dan Thalassemia minima. Pada Thalassemia intermedia gejala klinisnya tidak seberat Thalassemia mayor dan sifat genetiknya diduga berbentuk heterozigot ganda. Sementara pada Thalassemia minima, pasien tidak mengalami anemia dan morfologi sel eritrositnya normal tetapi pasien menyandang gen Thalassemia. Gambar 2.1. Morfologi eritrosit penderita Thalassemia (Lichtman s Atlas of Hematology) Penderita Thalassemia ini tampak seperti orang normal, sehingga diagnosis perlu ditegakkan melalui analisis DNA (diagnosis molekuler), diagnosis yang langsung menunjukkan kelainan urutan DNA pada pasien (Suryohudoyo et al., 2000). Walaupun secara teori terdapat empat jenis Thalassemia (α, β, γ dan δ) sesuai dengan jenis rantai globin yang didapatkan pada manusia normal, Thalassemia α dan β merupakan jenis yang secara klinis sangat penting dan paling 9

3 sering ditemukan karena rantai globin α dan β adalah komponen utama hemoglobin dewasa. Pada Thalassemia α terjadi gangguan sintesis rantai globin α, yang mengakibatkan produksi rantai globin α berkurang atau tidak ada. Sedangkan gangguan sintesis rantai globin β, yang mengakibatkan produksi rantai globin β berkurang atau tidak ada, disebut Thalassemia β (Suryohudoyo et al., 2000). Pada Thalassemia α, rantai globin α yang sedikit disintesis, bergabung dengan rantai globin β dan δ sehingga HbA (α 2 β 2 ) dan HbA 2 (α 2 δ 2 ) yang terbentuk juga sedikit. Sintesis rantai globin α yang terlalu sedikit ini mengakibatkan rantai globin β dan γ berlebih sehingga terbentuk HbH (β 4 ) dan Hb Bart (γ 4 ) (Suryohudoyo et al., 2000; Weatherall, 1997). Pada Thalassemia β, sintesis rantai globin β berkurang, sehingga pembentukan HbA (α 2 β 2 ) juga berkurang. Namun pembentukan HbA 2 (α 2 δ 2 ) tidak berkurang bahkan dapat meninggi kira-kira dua kali lipat dari biasa. Selain itu, kadar HbF (α 2 γ 2 ) juga meninggi. Pada Thalassemia sering ditemukan adanya beberapa jenis hemoglobin abnormal. Hemoglobin abnormal sebenarnya merupakan suatu variasi dari hemoglobin normal dengan perbedaan satuan asam amino. Tidak semua hemoglobin abnormal menimbulkan gejala klinis. Hemoglobin tersebut baru akan menimbulkan gejala klinis apabila berkombinasi dengan Thalassemia. Hemoglobin abnormal yang ditemukan berkombinasi dengan Thalassemia antara lain : HbS, HbC, dan HbE. Thalassemia di Indonesia paling sering berkombinasi dengan HbE. 10

4 Membran sel eritrosit pada penderita Thalassemia Telah diketahui bahwa cacat molekul (mutasi) pada gen globin α atau β mengakibatkan tidak terjadinya atau berkurangnya sintesis rantai globin tersebut. Hal ini mengakibatkan terjadi ketidakseimbangan jumlah antara rantai globin α dan rantai globin β. Jumlah rantai globin α dan β yang tidak seimbang pada penderita Thalassemia mengakibatkan adanya rantai globin yang tidak berpasangan. Pada Thalassemia β terdapat rantai globin α yang berlebih, yang akan mengalami disintegrasi menjadi bentuk monomer yang tidak stabil. Rantai globin yang tidak stabil ini akan mengalami otooksidasi dan mengendap pada membran. Pengendapan rantai globin ini tampak sebagai bahan inklusi atau badan Heinz, dan dapat menghasilkan radikal oksigen dalam jumlah besar. Hemoglobin merupakan salah satu sasaran untuk radikal oksigen selain komponen-komponen membran sehingga kadar hemoglobin yang rendah pada penderita Thalassemia mengakibatkan radikal oksigen semakin mudah mengoksidasi komponenkomponen membran (Shinar et al, 1987). Otooksidasi pada membran sel eritrosit dapat mengakibatkan perubahan struktur protein membran, antara lain terjadinya ikatan lintas silang antara protein membran disertai berkurangnya gugus sulfhidril. Hasil elektroforesis protein membran sel eritrosit Thalassemia menunjukkan adanya band (pita) protein tambahan dengan BM sekitar yang mungkin dihasilkan dari ikatan lintas silang beberapa protein membran (Olivieri et al., 1994). Ditemukan pula bahwa protein sitoskeleton saling berinteraksi, juga berinteraksi dengan protein membran lain dan dengan dwilapis lipid. Misalnya 11

5 protein spektrin berinteraksi dengan rantai globin α yang mengalami peroksidasi, dengan protein 4.1 berinteraksi dengan protein spektrin dan aktin. Kelainan struktural spektrin tidak mengakibatkan gangguan fungsi karena ikatan spektrin dengan komponen lainnya tidak terpengaruh. Sedangkan interaksi protein 4.1 dengan protein lain mengakibatkan penurunan kemampuan protein 4.1 untuk mengikat spektrin (Olivieri et al., 1994). Telah dilaporkan ada pula ptotein lain yang mengalami perubahan, yaitu protein Band 3. Protein Band 3 merupakan protein transmembran sel eritrosit yang berfungsi sebagai penukar ion. Perubahan yang terjadi pada protein Band 3 akibat adanya otooksidasi membran, adalah berupa tidak bisa diamatinya protein tersebut (tampak tipis) pada hasil elektroforesis protein dengan menggunakan SDS PAGE 10% dan disertai dengan munculnya pita tambahan (penebalan pita) yang berat molekulnya lebih kecil (± 80 kd). Disimpulkan protein tersebut telah mengalami degradasi menjadi molekul yang lebih kecil (Voet, 1995; Hamasaki, 1999; Wang, 1994). Perubahan struktur membran sel eritrosit Thalassemia akibat otooksidasi juga terjadi pada lipid membran. Pada sel eritrosit Thalassemia terjadi peroksidasi lipid. Sel eritrosit penderita Thalassemia lebih peka terhadap oksidasi daripada sel eritrosit normal, ditemukan bahwa malondialdehid (MDA), suatu produk pemecahan sekunder pada peroksidasi lipid, sangat meningkat pada pemberian H 2 O 2, sebagai beban oksidatif eksogen pada sel eritrosit Thalassemia (Rachmilewitz, 1982). Distribusi fosfolipid membran sel eritrosit Thalassemia juga mengalami perubahan sehingga fosfatidilkolin (FK) banyak ditemukan pada lapis dalam 12

6 membran dwilapis lipid, sedangkan fosfatidiletanolamin (FE) dan fosfatidilserin (FS) terdapat pada lapis luar membran dwilapis. Perubahan asimetri fosfolipid membran ini dapat berperan penting pada proses fagositosis sel eritrosit pada sistem retikuloendotelial. Selain itu, persentase FE dan asam lemak tak jenuh jamak berkurang. FE dan asam lemak tak jenuh jamak rentan terhadap peroksidasi sehingga penurunan jumlah kedua jenis molekul tersebut menunjukkan tingginya tingkat oksidasi (Shinar et al., 1990). Perubahan struktur membran sel eritrosit yang terjadi akibat otooksidasi membran menyebabkan membran sel eritrosit menjadi lebih rigid, sehingga menurunkan kemampuan deformabilitas membran sel eritrosit. Selain rigid, sel eritrosit Thalassemia menjadi lebih kecil. Perubahan-perubahan ini akan ditanggapi sebagai suatu sinyal oleh sistem makrofag berupa isyarat untuk merusak sel tersebut. Selain itu, penurunan deformabilitas membran sel eritrosit juga dapat mengakibatkan pendeknya usia sel terutama pada saat melalui pembuluh darah yang sangat kecil. Berkurangnya kemampuan deformabilitas membran sel yang mengandung badan Heinz dapat mengakibatkan sel tersebut tidak dapat melalui sinusoid limpa sehingga terperangkap di dalamnya dan kemudian dihancurkan (Olivieri et al., 1994). Rusaknya membran sel eritrosit yang disertai terjadinya hemolisis pada penderita Thalassemia, dapat disebabkan oleh adanya antibodi anti-protein Band 3. Sisi sitoplasma protein Band 3 merupakan tempat pengikatan oksihemoglobin dan badan Heinz. Ikatan badan Heinz dengan sisi sitoplasma protein Band 3 akan mengakibatkan agregasi dan kopolimerisasi protein Band 3. Protein Band 3 yang telah mengalami modifikasi ini akan dikenali oleh antibodi anti-protein Band 3. 13

7 Selanjutnya sel eritrosit tersebut difagositosis oleh makrofag limpa atau hati. Pembentukan antigen pada permukaan sel eritrosit ini dipicu oleh denaturasi hemoglobin, pembentukan hemikrom dan agregasi protein (Shinar et al., 1990) Hemoglobin Diketahui bahwa Thalassemia adalah suatu kelainan genetik pada gen globin sehingga terjadi gangguan sintesis protein globin yang menyusun hemoglobin. Hemoglobin merupakan molekul yang terdiri dari heme dan protein globin, yang saling berikatan satu sama lain. Heme merupakan gugus prostetik yang mengandung besi (Fe), dan memiliki kemampuan untuk mengikat oksigen secara reversible. Globin adalah suatu protein yang berada di sekitar heme dan berikatan dengannya untuk melindungi molekul heme (Olivieri et al., 1999). Hemoglobin adalah molekul yang mengandung 4 rantai polipeptida, 2 rantai globin α dan 2 rantai globin β. Perbedaan keempat rantai globin tersebut terletak pada jumlah dan susunan asam aminonya. Rantai globin α terdiri dari 141 asam amino sedangkan rantai globin β terdiri dari 146 asam amino. Keempat rantai globin tersebut mengikat gugus heme yang mengandung atom Fe. Gugus heme yang terikat keempat rantai globin akan membentuk molekul hemoglobin (Higgs et al., 2001). Rantai globin dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok yaitu : kelompok α dan kelompok β. Kelompok α terdiri dari rantai globin α dan ζ; dan kelompok β terdiri dari rantai globin β, γ, δ dan ε. Selama perkembangan dari masa embrio sampai dengan dewasa dikenal dua fase perubahan produksi rantai globin kelompok α dan tiga fase kelompok β (Higgs et al., 2001). 14

8 Semua rantai polipeptida tersebut disintesis di ribosom. Jenis rantai globin kelompok α yang diproduksi pada masa embrio adalah rantai globin ζ dan α, sedangkan selama masa fetus sampai dewasa hanya rantai globin α yang tetap diproduksi. Jenis rantai globin kelompok β yang diproduksi pada masa embrio adalah rantai globin ε dan γ, masa fetus : rantai globin γ, sedangkan pada masa dewasa rantai globin β dan δ. Kombinasi dari 2 rantai globin kelompok α dan 2 rantai globin kelompok β menghasilkan molekul hemoglobin sempurna (Higgs et al., 2001). Berdasarkan komposisi pasangan 2 rantai globin kelompok α dan 2 rantai globin kelompok β terdapat enam varian hemoglobin yang secara normal dibentuk selama perkembangan manusia : 1. Hemoglobin embrio : - Hb Gower I : 2 rantai globin ζ dan 2 rantai globin ε (ζ 2 ε 2 ) - Hb Gower II : 2 rantai globin α dan 2 rantai globin ε (α 2 ε 2 ) - Hb Portland : 2 rantai globin ζ dan 2 rantai globin γ (ζ 2 γ 2 ) 2. Hemoglobin fetus (HbF) : Dihasilkan pada awal minggu ke-8 kehamilan sampai sekitar 48 minggu setelah kelahiran. HbF mempunyai afinitas yang tinggi terhadap oksigen dengan tujuan memperoleh/ menangkap oksigen dari darah ibu dan diberikan ke fetus. HbF : 2 rantai globin α dan 2 rantai globin γ (α 2 γ 2 ) 3. Hemoglobin dewasa : Setelah lahir produksi hemoglobin dewasa dengan cepat meningkat dan produksi HbF menurun drastis. 15

9 - HbA (95%) : 2 rantai globin α dan 2 rantai globin β (α 2 β 2 ) - HbA2 (23,5%) : 2 rantai globin α dan 2 rantai globin δ (α 2 δ 2 ) - Sisa HbF (>2%) : 2 rantai globin α dan 2 rantai globin γ (α 2 γ 2 ) Konsentrasi molekul globin α agak stabil pada kehidupan fetus dan dewasa. Globin β tampak pada awal kehidupan fetus sangat rendah konsentrasinya dan mulai meningkat dengan cepat setelah 30 minggu umur kehamilan dan mencapai maksimum sekitar 30 minggu setelah lahir. Molekul globin γ mencapai konsentrasi yang tinggi awal kehidupan fetus sekitar 6 minggu dan mulai menurun sekitar 30 minggu umur kehamilan, mencapai konsentrasi yang rendah sekitar 48 minggu umur kehamilan. Globin δ tampak dengan konsentrasi rendah pada sekitar 30 minggu umur kehamilan dan selama kehidupan tetap terjaga dalam keadaan konsentrasi rendah (Gambar 2.2) (Olivieri, 1999; Higgs et al., 2001). Gambar 2.2. Perkembangan hemoglobin manusia (Olivieri, 1999) Pasangan dari satu rantai globin kelompok α dan kelompok β menghasilkan hemoglobin dimer (2 rantai globin). Hemoglobin dimer tidak mengikat/ membawa 16

10 oksigen secara efisien. Dua hemoglobin dimer bergabung membentuk hemoglobin tetramer, merupakan hemoglobin yang fungsional (Higgs et al., 2001). Gen-gen yang mengkode rantai globin kelompok α (globin α locus) berada pada kromosom 16, dan yang mengkode kelompok β (globin β locus) berada pada kromosom 11. Ekspresi dari gen-gen kelompok α dan β hampir seimbang oleh mekanisme yang sampai saat ini belum diketahui. Keseimbangan ekspresi gen ini dibutuhkan untuk fungsi sel eritrosit yang normal. Gangguan pada keseimbangan ini menyebabkan suatu kelainan yang disebut Thalassemia (Olivieri, 1999; Higgs et al., 2001). Gen-gen globin di atas berekspresi secara spesifik sesuai dengan tingkat perkembangan; gen-gen globin tersebut dihidupkan dan dimatikan untuk menghasilkan bentuk hemoglobin yang sesuai pada tingkat perkembangan yang berbeda (haemoglobin switching). Sehingga dengan terjadinya switching, pada masa dewasa ditemukan HbA (Olivieri, 1999). Gen globin ζ dari kelompok gen globin α diekspresikan hanya selama beberapa minggu pertama dari perkembangan embrio (embriogenesis). Sesudah itu, gen globin α mengambil alih/ menggantikan. Untuk kelompok gen globin β, gen globin ε diekspresikan pada permulaannya selama masa embriogenesis, gen globin γ diekspresikan selama perkembangan fetus. Sekitar waktu kelahiran, produksi globin γ menurun dan sebaliknya sintesis globin β meningkat (Olivieri, 1999). 17

11 Thalassemia β Thalassemia β diturunkan secara autosom resesif dan timbul karena adanya cacat molekul (mutasi) pada gen globin β yang terletak pada kromosom 11. Gen globin β terdiri dari tiga ekson yang dipisahkan oleh dua intron (Olivieri, 1999; Gibbons et al., 2001). Gen Thalassemia β umum disebut β T. Karena tiap kromosom hanya mengandung satu gen β, maka haplotipe yang mungkin adalah β/ dan β T / dengan genotip : β/β normal, β/β T thalassemia β heterozigot, β T /β T thalassemia β homozigot. Oleh karena itu Thalassemia β dikategorikan ke dalam tiga golongan : Thalassemia β minor (carrier), Thalassemia β intermedia, dan Thalassemia β mayor (Higgs et al., 2001). Penderita Thalassemia minor adalah individu yang secara klinis tidak sakit (tampak seperti orang normal) disertai anemia ringan dengan kelainan gen heterozigot dan disebut dengan trait atau carrier. Telah diyakini adanya seleksi positif terhadap infeksi Plasmodium, karena individu dengan Thalassemia trait memperoleh keuntungan protektif terhadap malaria. Hal ini ditunjukkan dengan distribusi penderita Thalassemia yang sama dengan daerah yang umum terdapat nyamuk malaria, tetapi penderita tidak terkena penyakit malaria (Olivieri, 1999). Thalassemia intermedia menggambarkan kondisi anemia yang lebih berat daripada Thalassemia minor tetapi tidak separah mayor. Penderita Thalassemia intermedia diduga memiliki kelainan gen heterozigot ganda yang menyebabkan penurunan produksi rantai β, tetapi tidak sampai tingkat yang membutuhkan terapi transfusi terus menerus (Higgs et al., 2001). 18

12 Thalassemia mayor merupakan bentuk klinis yang berat dimana penderita mengalami anemia berat sejak awal masa kanak-kanak dan sangat tergantung pada transfusi darah. Kelainan gen pada jenis ini biasanya homozigot atau heterozigot ganda (Higgs et al., 2001). Individu dengan 2 alel thalassemia β baik homozigot atau heterozigot ganda, pada umumnya secara klinis sesuai dengan Thalassemia β mayor yang ditandai dengan anemia berat dan ketergantungan pada transfusi darah. Jika rantai globin β sama sekali tidak diproduksi sehingga HbA tidak ada, kondisinya disebut Thalassemia β 0, tetapi bila produksi rantai globin β masih ada (menurun) dan HbA masih dapat terdeteksi, disebut Thalassemia β +. Sedangkan individu yang hanya membawa 1 alel Thalassemia β (carrier atau trait) umumnya secara klinis tidak dapat dibedakan dari individu normal. Individu tersebut umumnya mempunyai eritrosit yang hipokrom mikrositik dan kadang-kadang mengalami anemia ringan (Olivieri, 1999; Higgs et al., 2001) Terapi Terapi berupa transfusi darah pada penderita Thalassemia sampai sekarang masih merupakan metode yang paling efektif untuk mengeliminasi komplikasi anemia agar dapat memperpanjang usia harapan hidup. Namun disamping itu, pemberian transfusi darah yang terus menerus menyebabkan timbulnya penderitaan lain yang disebabkan oleh penumpukan zat besi di jaringan. Telah dilaporkan bahwa kadar besi dalam serum menunjukkan perbedaan yang bermakna antara penderita Thalassemia β dengan normal. Menurut penelitian ini, 19

13 sebagian besar besi dalam serum penderita Thalassemia berasal dari pemberian darah transfusi (Abdoerrachman et al., 2007) Mentzer Index Mentzer Index ditemukan pertama kali pada tahun 1973 oleh Mentzer. Mentzer Index dinyatakan dapat digunakan untuk membedakan Anemia Defisiensi Besi dengan Thalassemia. Apabila hasil pemeriksaan darah tepi memperlihatkan adanya anemia mikrositik, Mentzer Index dapat digunakan untuk membedakan antara kedua kelainan di atas. Pada pelaksanaannya, meskipun Mentzer Index bukanlah indikator utama, namun sering digunakan untuk skrining penderita Thalassemia. Mentzer Index diperoleh dari hasil pemeriksaan darah lengkap, yaitu, nilai Mean Corpuscular Volume (MCV) dibagi dengan nilai Red Blood Cell Count (RBC). Nilai Mentzer Index di bawah 13 dinyatakan sebagai tersangka penderita Thalassemia dan nilai Mentzer Index di atas 13 dinyatakan sebagai tersangka penderita Anemia Defisiensi Besi. Patofisiologi dari Mentzer Index tersebut adalah sebagai berikut : pada Anemia Defisiensi Besi, sumsum tulang tidak dapat memproduksi banyak sel eritrosit dan eritrosit yang terbentukpun ukurannya kecil (mikrositik), dengan demikian nilai RBC dan MCV keduanya akan rendah, sehingga nilai Mentzer Index akan lebih dari 13. Sebaliknya, pada Thalassemia, yang gangguan utamanya pada sintesis globin, sumsum tulang tetap membentuk sel eritrosit dalam jumlah normal, tetapi nilai MCV nya rendah, bahkan sering sekali ditemukan pada Thalassemia, nilai RBC nya sangat tinggi dengan nilai MCV yang sangat rendah, sehingga Mentzer Indexnya akan lebih rendah dari

14 2.3. Protein Membran Sel Eritrosit Membran biologis tersusun dari suatu dwilapis lipid, protein dan sejumlah kecil karbohidrat (Gambar 2.3). Pada umumnya membran sel berfungsi untuk : mengangkut molekul masuk dan keluar sel, transduksi sinyal, mempertahankan bentuk sel, dan interaksi sel dengan sel. Gambar 2.3. Skema membran eritrosit (Young et al., 2006) Secara umum, protein membran dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu protein ekstrinsik dan protein intrinsik Protein ekstrinsik Protein ekstrinsik atau perifer merupakan protein penyangga membran atau sitoskeleton, terletak di sisi sitosol membran sel eritrosit. Protein ekstrinsik dapat dipisahkan dari membran, misalnya dengan menggunakan larutan garam berkekuatan ionik tinggi, dengan bahan kelator logam atau dengan perubahan ph. 21

15 Protein ekstrinsik berkaitan dengan membran melalui ikatan hidrogen dan ikatan ionik (Voet, 1995). Protein ekstrinsik terdiri atas spektrin, ankirin, aktin, protein band 4.1 dan protein kecil lainnya. Protein-protein ini memainkan peran penting untuk mempertahankan bentuk bikonkaf sel eritrosit serta fleksibilitas membran (Voet, 1995). Protein membran sel eritrosit diberi nomor sesuai dengan nomor urutan pitapita polipeptida, hasil pemisahan protein membran dengan elektroforesis gel poliakrilamid-sds. Protein band 1 dan band 2 merupakan suatu protein ekstrinsik membran sel eritrosit yang terletak pada sitosol, yang disebut spektrin. Spektrin merupakan protein mayor dari komponen membran skeleton sel eritrosit. Spektrin terdiri atas dua heterodimer yaitu spektrin α (band 1), dengan berat molekul , dan spektrin β (band 2), dengan berat molekul Spektrin α memiliki tempat pengikatan untuk spektrin β, sedangkan spektrin β memiliki tempat pengikatan untuk ankirin. Spektrin berjumlah kira-kira 25-30% dari seluruh protein membran (Voet, 1995). Ankirin (band 2.1) merupakan protein ekstrinsik dengan BM yang menghubungkan ikatan spektrin β dengan Band 3. Pada elektroforesis, ankirin tampak sebagai band 2.1, 2.2, 2.3 (Voet, 1995). Protein 4.1 merupakan suatu protein ekstrinsik dengan BM Protein ini berjumlah sekitar 6% dari seluruh protein membran. Protein 4.2 merupakan protein ekstrinsik membran yang berada pada sitosol dekat dengan sisi sitosol protein Band 3. Protein ini belum banyak dipelajari, namun mungkin berinteraksi dengan protein Band 3 (Voet, 1995). 22

16 Protein 4.9 merupakan protein ekstrinsik, dengan BM Protein ini merupakan suatu fosfoprotein dan mungkin berfungsi sebagai protein pengikat aktin (Voet, 1995). Aktin tampak sebagai band 5 dan merupakan protein sitoskeleton yang sebagai suatu monomer memiliki BM Aktin membentuk suatu protofilamen aktin F yang terdiri atas monomer (Voet, 1995) Protein intrinsik Protein intrinsik atau protein integral merupakan protein yang letaknya tertanam di dalam lapisan lipid membran. Umumnya protein intrinsik memiliki 3 domain yang spesifik, yaitu domain ekstraseluler, domain intramembran dan domain sitoplasma. Domain ekstraseluler umumnya merupakan domain tempat terikatnya reseptor dan terglikosilasi. Domain intramembran bersifat sangat hidrofobik sehingga dapat terikat erat pada membran dan hanya dapat dipisahkan dari membran dengan menggunakan suatu bahan yang dapat merusak membran seperti larutan organik dan detergen. Domain sitoplasma bersifat hidrofilik yang dapat berhubungan dengan protein-protein perifer. Dengan demikian protein intrinsik merupakan protein amfipatik. Protein intrinsik yang utama pada membran sel eritrosit adalah glikoforin dan protein penukar ion (protein Band 3). Glikoforin merupakan protein transmembran sel eritrosit, terdapat pada stroma sel eritrosit dan terdiri atas 60% karbohidrat dan 40% protein. Bagian kepala glikoforin bersifat hidrofil, kaya akan karbohidrat, mengandung antigen golongan darah dan berfungsi sebagai reseptor 23

17 terhadap beberapa virus dan racun. Bagian ujung karboksil membentang ke dalam sitosol dan terikat pada protein 4.1 dan spektrin (Voet, 1995) Protein Band 3 Protein Band 3 merupakan protein intrinsik atau protein integral utama membran sel eritrosit. Protein ini mempunyai berat ± D dan merupakan suatu glikoprotein (mengikat karbohidrat ± 7%). Persentase Band 3 dari berat total protein yang ada di membran adalah %. Protein ini dinamakan Band 3, karena dengan menggunakan elektroforesis SDS gel poliakrilamid terhadap membran sel eritrosit manusia, protein ini tampak sebagai pita yang ketiga (Voet, 1995). Dengan menggunakan teknik imunokimia atau teknik biologi molekuler, dapat ditemukan adanya protein Band 3 di dalam sel epitel ginjal, paru-paru dan usus, juga di hati, otak dan jantung, serta di sel-sel precursor eritrosit dan di sel B dan T. Protein Band 3 eritrosit dan non eritrosit ini merupakan produk dari 3 gen yang berbeda, yaitu gen AE1 (anion exchanger1), AE2, dan AE3, masing-masing gen mentranskripsi bentuk-bentuk mrna yang berbeda pula dan berlokasi pada kromosom yang terpisah (kromosom 17, 7 dan 2). Domain hidrofobik dari produk ketiga gen AE ini mempunyai kemampuan menjalankan pertukaran anion melalui membran plasma (Voet, 1995). Ketiga gen tersebut mengekspresikan tiga protein yang berbeda : gen AE1 mengekspresikan protein AE1 yang ditemukan di sel eritrosit dan ginjal; gen AE2 mengekspresikan protein AE2 yang ditemukan di berbagai jaringan; gen AE3 24

18 mengekspresikan protein AE3 yang ditemukan di otak, retina dan hati (Voet, 1995). Protein Band 3 membran sel eritrosit merupakan produk dari gen AE1, yang berlokasi pada kromosom 17 q21 dengan panjang 17 ribu pasang basa (pb) yang terdiri dari 20 ekson dan 19 intron. Belum ada laporan tentang transkripsi gen AE1 manusia dalam sel eritrosit, tetapi telah diketahui pada bagian promotor transkripsi ini tidak ada kotak TATA atau kotak CCAAT dan mengandung sekuens-sekuens konsensus untuk tempat pengikatan beberapa faktor transkripsi (Hamasaki, 1999; Wang, 1994). Protein Band 3 membran sel eritrosit mengandung ± 911 asam amino dan menembus membran lipid dua lapis pada 14 tempat serta memiliki beberapa bagian yang menonjol ke luar sel membentuk struktur simpai (loop) (Gambar 2.4). Protein Band 3 terbagi dalam dua domain dengan fungsi yang berbeda, yaitu domain N-terminal (sekitar 40 kd) dan domain C-terminal (sekitar 55kD). Domain N-terminal protein Band 3 disebut juga domain sitoplasma, merupakan domain yang polar/ terlarut dalam air, terletak intraseluler (mengarah ke dalam sitoplasma). Domain ini dapat dipisahkan dari membran sel dengan proteolisis. Domain N-terminal mengikat komponen-komponen sitoskeleton membran sel eritrosit (termasuk protein 4.1, 4.2 dan ankirin) sehingga terlibat dalam fungsi rangka membran, enzim-enzim glikolitik (aldolase dan gliseraldehid 3-phosfat dehidrogenase) dan hemoglobin. 25

19 Gambar 2.4. Model protein Band 3 eritrosit (Human AE1) Sel eritrosit tidak mengalami kerusakan ketika melalui kapiler yang lebih kecil dari diameternya karena sel eritrosit memiliki kemampuan untuk melentur yang disebut deformabilitas. Bentuk normal dan kemampuan deformabilitas sel eritrosit ini dipertahankan oleh struktur protein rangka membran seperti aktin, spektrin, protein 4.1, protein 4.2 dan ankirin. Protein Band 3 terlibat dalam menunjang fungsi protein rangka membran ini dengan adanya ikatan antara protein Band 3 dengan ankirin. Protein 4.1 yang menstabilkan hubungan spektrin- aktin, mengikat protein Band 3 dengan afinitas yang rendah (agak longgar). Protein 4.2 dan ankirin juga mengikat domain sitoplasma dari protein Band 3 ini pada tempat yang terpisah (Milka et al., 1999). 26

20 Domain C-terminal protein Band 3 disebut juga domain membran, merupakan domain yang tertanam atau berada di dalam lipid bilayer membran, bersifat hidrofobik, dan mempunyai fungsi memperantarai/ sebagai media pertukaran anion inorganik melalui membran, terutama bikarbonat dan klorida (Hamasaki, 1999; Wang, 1994). Diketahui protein Band 3 merupakan protein integral membran sel eritrosit yang berfungsi sebagai protein penukar anion, yaitu pada transport ion HCO - 3 dan Cl - melalui membran sel eritrosit sesuai dengan gradient konsentrasi. Sel eritrosit melakukan fungsi transport CO 2 melalui peran protein Band 3 sebagai penukar anion tersebut (Hamasaki, 1999; Wang, 1994). Dalam darah, CO 2 mengalami hidrasi menjadi asam karbonat (H 2 CO 3 ) dengan bantuan enzim anhidrase karbonat. Pada ph netral, H 2 CO 3 mudah berdisosiasi menjadi HCO - 3 dan H +. Dengan demikian, CO 2 diangkut dalam darah dalam bentuk HCO - 3 (Voet, 1995; Hamasaki, 1999; Wang, 1994). Di jaringan, CO 2 masuk ke dalam sel eritrosit dan membentuk H 2 CO 3. Sebagian H 2 CO 3 keluar sel eritrosit dan masuk ke plasma, sedangkan sebagian lagi membentuk HCO 3 -. Ion HCO 3 - yang terbentuk masuk ke dalam plasma sementara ion Cl - masuk ke dalam sel eritrosit. Pertukaran antara HCO - 3, yang keluar dari sel eritrosit, dengan Cl -, yang masuk ke dalam sel eritrosit terjadi melalui protein Band 3. Pada paru-paru, pertukaran anion melalui protein Band 3 tersebut terjadi dengan arah yang berkebalikan dengan pertukaran anion dalam jaringan (Murray, 1997). Pertukaran anion yang diperantarai oleh protein Band 3 juga berperan pada regulasi asam-basa seperti yang terjadi pada sekresi asam dan reabsorbsi 27

21 bikarbonat pada tubulus colectivus ginjal. Protein Band 3 juga dapat berfungsi sebagai penanda sel eritrosit yang sudah tua. Agregat protein Band 3 yang terbentuk pada sel eritrosit yang sudah tua akan dikenal oleh sistem imunitas untuk segera menghancurkan sel tersebut (Murray, 1997) Ovalositosis Southeast Asian Ovalocytosis (SAO) atau ovalositosis merupakan polimorfisme genetik Band 3 yang ditandai oleh sel eritrosit berbentuk oval. Ovalositosis menurun secara autosomal dominan. Terdapat dua cacat molekul DNA yang ditemukan pada ovalositosis yaitu delesi 27 pasang basa (pb) pada ekson 11 gen AE1 yang menyebabkan hilangnya 9 asam amino pada protein Band 3 (band 3) dan substitusi pada basa nomor 56 dari adenin menjadi guanin. Menurut penelitian Jarolim et al., 1991, produk PCR menggunakan sepasang primer oligonekleotida P1 (5 -GGGCCCAGATGACCCTCTGC-3 ; basa ) dan P2 (5 -GCCGAAGGTGATGGCGGGTG-3 ; basa ) diperoleh DNA berukuran 175 pb dan 148 pb (Gambar 2.5). Adanya produk PCR berukuran 148 pb memperlihatkan adanya delesi 27 pasang basa (9 asam amino) pada ovalositosis. Hilangnya 9 asam amino protein Band 3 pada ovalositosis tersebut tidak menyebabkan gangguan pertukaran anion tetapi menyebabkan gangguan keseimbangan struktur dan gerak protein sitoskeleton sel eritrosit karena mobilitas protein Band 3 menurun dan kekuatan ikatan antara protein Band 3 dengan protein sitoskeleton meningkat, sehingga membran menjadi kaku (Mohandas et al., 1992). 28

22 Gambar 2.5. PCR gen protein Band 3 pada pasien ovalocytosis Ciri morfologi ovalositosis selain bentuk oval adalah daerah pucat tak beraturan (irregular pale region) dan adanya stomatosis. Perubahan pada membran dan bentuk sel eritrosit ini diduga merupakan salah satu mekanisme perlindungan terhadap malaria. Mekanisme resistensi SAO terhadap malaria serta berbagai faktor yang berhubungan dengan resistensi tersebut masih diperdebatkan. Penelitian mengenai frekuensi terjadinya ovalositosis sering dilakukan pada daerah endemis malaria. Pada penelitian yang dilakukan pada tahun 1999 oleh Tumpal Yansen Sihombing di Desa Tanjung Tirta, Kecamatan Punggelan, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, dengan metode PCR, diperoleh bahwa dari 280 orang penduduk terdapat 24 orang yang merupakan individu dengan ovalositosis (8,6%) dan individu dengan ovalositosis tersebut menunjukkan insiden malaria yang lebih rendah dibandingkan dengan individu yang non ovalositosis. Ovalositosis dapat dideteksi dengan cara pemeriksaan mikroskopik dan cara molekuler. Menurut penelitian Yuwono (2002), pemeriksaan molekuler dengan 29

23 metode PCR dalam mendeteksi ovalositosis tampak lebih handal dibandingkan pemeriksaan mikroskopis. Sensitifitas dan spesifisitas pemeriksaan molekuler dengan metode PCR terhadap sampel ovalositosis dapat mencapai 100%, sementara sensitifitas dan spesifisitas berdasarkan gambaran morfologi sel eritrosit berbentuk oval, berdasarkan morfologi irregular pale region dan berdasarkan morfologi stomatosis untuk sampel ovalositosis tidak mencapai 100%. Diagnosis ovalositosis berdasarkan gambaran morfologi sangat dipengaruhi oleh kriteria yang digunakan. Hingga saat ini belum ada kesepakatan bahwa yang disebut ovalositosis adalah jika pada gambaran morfologis ditemukan eritrosit oval antara 1-25%, 50-90%, atau di atas 90%. Sementara ini yang terbanyak dianut adalah kriteria 50% atau lebih. Identifikasi ovalositosis secara mikroskopis yang pernah dilakukan pada beberapa populasi di Indonesia, dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.1 Frekuensi ovalositosis pada penduduk Indonesia Populasi Jumlah sampel Jumlah Frekuensi Ovalositosis Ovalositosis Jawa ,2 Sasak ,2 Bima ,1 Flores ,0 Savu ,1 Rote ,7 Timor ,2 Alor ,7 Makasar ,6 Bugis ,0 Ternate ,6 Makia ,3 Galelar ,6 Total

24 2.6. Polymerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu teknik untuk memperbanyak/ menggandakan DNA hasil isolasi secara in vitro. Proses tersebut mirip dengan proses replikasi DNA in vivo. Teknik ini melibatkan beberapa tahapan berulang dan pada setiap tahap terjadi duplikasi fragmen DNA secara eksponensial dengan waktu yang relatif singkat dalam suatu thermocycler. PCR pertama kali dikembangkan oleh Kary Mullis pada tahun 1985, dan karena penemuan tersebut ia mendapat nobel pada tahun Komponen utama pada PCR adalah : 1. DNA template DNA template yang digunakan dapat berupa genomic DNA, genomic libraries. Untuk optimasi PCR biasanya digunakan DNA template dalam jumlah subanogram. 2. PCR Buffer Merupakan komponen yang sangat bervariasi dalam PCR. Beberapa komponen dasar dari PCR buffer ini adalah Tris-HCl, dan KCl dalam ph basa. Saat ini PCR buffer telah banyak diproduksi secara komersial oleh beberapa produsen bahan biologi molekuler. 3. dntps (Deoxy-oligonucleoside Tri Phospates) Merupakan campuran dari 4 macam nucleoside (datp, dctp, dgtp, dttp) yang merupakan bahan dasar reaksi polimerisasi. Konsentrasi zat ini sangat penting diperhatikan dalam reaksi (konsentrasi optimum μm) agar 31

25 inkorporasinya tetap terjamin. Untuk memperoleh konsentrasi dntp yang optimal tergantung pada : konsentrasi MgCl 2, konsentrasi primer, panjang produk amplifikasi dan jumlah PCR cycle. 4. MgCl 2 Konsentrasi ion Mg di dalam reaksi sangat tergantung pada konsentrasi dntp. Konsentrasi ion Mg yang terlalu kecil akan mengakibatkan gagalnya reaksi polimerisasi, tetapi bila berlebihan dapat mengakibatkan berbagai hasil yang nonspesifik. Konsentrasi MgCl 2 yang optimum adalah 0,5 5,0 mm. 5. Primer Primer yang digunakan dalam PCR merupakan suatu oligonukleotida yang disintesis dan dipurifikasi secara khusus. Primer yang ideal mempunyai panjang urutan basa dari bagian tertentu dari kedua rantai DNA yang diamplifikasi. Dalam PCR digunakan 2 macam primer, yaitu : Forward primer, disusun berdasarkan urutan basa dari urutan DNA rantai pertama Reverse primer, disusun berdasarkan urutan basa rantai kedua Konsentrasi primer yang umum digunakan antara 0,1 1 μm. Konsentrasi dari kedua primer yang digunakan harus dalam jumlah yang seimbang dan jauh lebih besar dari konsentrasi DNA yang diamplifikasi. 6. Enzim DNA Polymerase Ketika awal percobaan PCR, digunakan Klenow enzyme dari E.coli, namun hasil PCR yang diperoleh tidak spesifik. Dengan diisolasinya DNA Polymerase 32

26 yang tahan panas dari Thermus aquaticus (Taq), maka memungkinkan proses annealing dan extension dilakukan pada berbagai kondisi suhu sehingga hasil amplifikasi non-spesifik dapat dikurangi. Kelebihan lain enzim ini dari Klenow fragment adalah tahan terhadap panas sehingga memungkinkannya tetap aktif dalam berbagai fluktuasi suhu. Pada teknik PCR berlangsung 3 proses reaksi yang berulang pada suhu yang berbeda, yaitu : a. Denaturasi : berlangsung pada suhu di atas 92 o C dan ditandai oleh memisahnya rantai ganda DNA menjadi dua rantai tunggal b. Annealing : umumnya berlangsung pada suhu antara o C, dan ditandai dengan menyatunya kembali kedua rantai tunggal DNA tersebut. Karena terdapat primer dalam jumlah yang jauh lebih besar dari DNA yang akan diamplifikasi, maka primer tersebut akan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk melekat pada DNA rantai tunggal pasangannya dibanding dengan pasangan rantai tunggal DNA semula. c. Extension : berlangsung pada suhu antara o C dan ditandai oleh sintesis DNA melalui perpanjangan dari primer tersebut mengikuti urutan nukleotida DNA rantai tunggal pasangannya. Produk PCR umumnya berukuran <10 kbp. Banyak teknik dapat digunakan untuk mendeteksi hasil amplifikasi tersebut, dan metode yang umum digunakan adalah elektroforesis pada gel agarose atau polyacrylamide. Visualisasi dapat 33

27 dilakukan dengan pewarnaan menggunakan Ethidium bromide (EtBr) yang merupakan zat warna fluorescent yang dapat berikatan dengan DNA. Setelah pewarnaan, visualisai dilakukan di bawah sinar UV. Marker (penanda) yang digunakan sebagai control dapat di-elektroforesis pada well yang berdekatan sehingga ukuran amplicans dapat diketahui Fragilitas Eritrosit Hemolisa adalah peristiwa keluarnya hemoglobin dari dalam sel eritrosit menuju ke cairan di sekelilingnya. Keluarnya hemoglobin ini disebabkan karena pecahnya membran sel eritrosit. Membran sel eritrosit mudah dilalui atau ditembus oleh ion-ion H +, OH -, NH + 4, HCO - 3, Cl -, dan juga oleh substansisubstansi yang lain seperti glukosa, asam amino, urea, dan asam urat. Sebaliknya membran sel eritrosit tidak dapat ditembus oleh Na +, K +, Ca 2+, Mg 2+, fosfat organik, dan juga substansi lain seperti hemoglobin dan protein plasma (Asscalbiass, 2010). Membran sel eritrosit termasuk membran permeabel selektif, yaitu membran yang dapat ditembus oleh molekul air dan substansi-substansi tertentu, tetapi tidak dapat ditembus oleh substansi yang lain (Asscalbiass, 2010). Ketahanan membran eritrosit terhadap terjadinya hemolisis dapat diketahui dengan mencampurkan eritrosit ke dalam larutan hipotonis (NaCl) dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Larutan hipotonis dengan konsentrasi tertentu dapat mengakibatkan pecahnya eritrosit. Keadaan ini disebut dengan fragilitas eritrosit (Adoe, 2006). 34

28

BAB I PENDAHULUAN. penyebab intrakorpuskuler (Abdoerrachman et al., 2007). dibutuhkan untuk fungsi hemoglobin yang normal. Pada Thalassemia α terjadi

BAB I PENDAHULUAN. penyebab intrakorpuskuler (Abdoerrachman et al., 2007). dibutuhkan untuk fungsi hemoglobin yang normal. Pada Thalassemia α terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Thalassemia adalah suatu penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orangtua kepada anak-anaknya secara resesif yang disebabkan karena kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi struktur hemoglobin yang menyebabkan fungsi eritrosit menjadi tidak normal dan berumur pendek.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Darah merupakan jaringan yang sangat penting bagi kehidupan, yang tersusun atas plasma darah dan sel darah (eritrosit, leukosit, dan trombosit) (Silbernagl & Despopoulos,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rantai globin, yaitu gen HBA yang menyandi α-globin atau gen HBB yang

BAB I PENDAHULUAN. rantai globin, yaitu gen HBA yang menyandi α-globin atau gen HBB yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Thalassemia merupakan kelainan genetik dengan pola pewarisan autosomal resesif yang disebabkan karena adanya mutasi pada gen penyandi rantai globin, yaitu gen HBA yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Thalassemia merupakan kelompok kelainan genetik yang diakibatkan oleh mutasi yang menyebabkan kelainan pada hemoglobin. Kelainan yang terjadi akan mempengaruhi produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hemoglobin Hemoglobin adalah pigmen yang terdapat didalam eritrosit,terdiri dari persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein yang disebut globin,dan

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah penyakit kelainan darah yang diturunkan secara herediter. Centre of Disease Control (CDC) melaporkan bahwa thalassemia sering dijumpai pada populasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi rantai globin mengalami perubahan kuantitatif. Hal ini dapat menimbulkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi rantai globin mengalami perubahan kuantitatif. Hal ini dapat menimbulkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Thalassemia Thalassemia merupakan kelainan genetik dimana terjadi mutasi di dalam atau di dekat gen globin yang ditandai dengan tidak ada atau berkurangnya sintesis rantai globin.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Thalassemia adalah kelainan genetik bersifat autosomal resesif yang ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit mengandung hemoglobin

Lebih terperinci

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010 THALASEMIA A. DEFINISI Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Thalassemia β adalah kelainan sel eritrosit bawaan akibat berkurang atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Thalassemia β adalah kelainan sel eritrosit bawaan akibat berkurang atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia β adalah kelainan sel eritrosit bawaan akibat berkurang atau tidak disintesisnya rantai globin β yang di sebabkan oleh adanya mutasi gen globin β. Pembentukan

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN FUNGSI ORGANEL SEL. Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed. Sri Sugiwati, SSi., MSi.

STRUKTUR DAN FUNGSI ORGANEL SEL. Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed. Sri Sugiwati, SSi., MSi. STRUKTUR DAN FUNGSI ORGANEL SEL Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed. Sri Sugiwati, SSi., MSi. 1 SEL Semua mahluk hidup terdiri dari sel-sel yaitu ruangruang kecil berdinding membran berisi cairan kimia pekat

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

KESEIMBANGAN ASAM BASA Pengertian ph Definisi ph -log (H + ) Untuk menghitung ph larutan : 1.Hitung konsentrasi ion Hidrogen (H + ) 2.Hitung logaritma

KESEIMBANGAN ASAM BASA Pengertian ph Definisi ph -log (H + ) Untuk menghitung ph larutan : 1.Hitung konsentrasi ion Hidrogen (H + ) 2.Hitung logaritma Keseimbangan Asam Basa Dr. OK.M. Syahputra, M.kes Dr. Almaycano Ginting Departemen Biokimia FK USU KESEIMBANGAN ASAM BASA Pengertian ph Definisi ph -log (H + ) Untuk menghitung ph larutan : 1.Hitung konsentrasi

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

A. Pengertian Sel. B. Bagian-bagian Penyusun sel

A. Pengertian Sel. B. Bagian-bagian Penyusun sel A. Pengertian Sel Sel adalah unit strukural dan fungsional terkecil dari mahluk hidup. Sel berasal dari bahasa latin yaitu cella yang berarti ruangan kecil. Seluruh reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh

Lebih terperinci

MEMBRAN BIOLOGIS DAN MEKANISME ABSORPSINYA. Tim Teaching MK Biofarmasetika

MEMBRAN BIOLOGIS DAN MEKANISME ABSORPSINYA. Tim Teaching MK Biofarmasetika 1 MEMBRAN BIOLOGIS DAN MEKANISME ABSORPSINYA Tim Teaching MK Biofarmasetika 2 Pendahuluan Membran sel adalah lapisan yang memisahkan satu sel dengan sel lainnya serta memisahkan berbagai organel di dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fungsi dan Struktur Mitokondria Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma. Mitokondria berfungsi sebagai organ respirasi dan pembangkit energi dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional. Umum. Khusus

Tujuan Instruksional. Umum. Khusus MEMBRAN SEL Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa FK USU semester 1 akan dapat menjelaskan struktur dan fungsi membran serta protein membran dan hubungannya dengan reseptor. Khusus Mahasiswa akan dapat :

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah talasemia berasal dari kata Yunani yaitu Thalassa (laut) dan Haema (darah)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah talasemia berasal dari kata Yunani yaitu Thalassa (laut) dan Haema (darah) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. THALASSEMIA 2.1.1. Defenisi Istilah talasemia berasal dari kata Yunani yaitu Thalassa (laut) dan Haema (darah) yang mengacu pada adanya gangguan sintesis dari rantai globin

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan menggunakan primer NA. Primer NA dipilih karena protein neuraminidase,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah dengan nilai MCV lebih kecil dari normal (< 80fl) dan MCH lebih kecil dari nilai normal (

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Talasemia adalah gangguan produksi hemoglobin yang diturunkan, pertama kali ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Talasemia adalah gangguan produksi hemoglobin yang diturunkan, pertama kali ditemukan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Talasemia Talasemia adalah gangguan produksi hemoglobin yang diturunkan, pertama kali ditemukan secara bersamaan di Amerika Serikat dan Itali antara tahun 1925 sampai 1927.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oksigen, antibodi, panas, elektrolit dan vitamin ke jaringan seluruh tubuh. Darah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oksigen, antibodi, panas, elektrolit dan vitamin ke jaringan seluruh tubuh. Darah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Darah Darah adalah jaringan hidup yang bersirkulasi mengelilingi seluruh tubuh dengan perantara jaringan arteri, vena dan kapilaris, yang membawa nutrisi, oksigen, antibodi,

Lebih terperinci

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS.

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS. PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS. Praktikum IDK 1 dan Biologi, 2009 Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed. 1 TUJUAN Mengetahui asal sel-sel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komponen utama adalah hemoglobin A dengan struktur molekul α 2 β 2.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komponen utama adalah hemoglobin A dengan struktur molekul α 2 β 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hemoglobin Darah orang dewasa normal memiliki tiga jenis hemoglobin, dengan komponen utama adalah hemoglobin A dengan struktur molekul α 2 β 2. Hemoglobin minor yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Anemia adalah penurunan jumlah normal eritrosit, konsentrasi hemoglobin, atau hematokrit. Anemia merupakan kondisi yang sangat umum dan sering merupakan komplikasi dari

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuak merupakan hasil sadapan yang diambil dari mayang enau atau aren

BAB I PENDAHULUAN. Tuak merupakan hasil sadapan yang diambil dari mayang enau atau aren BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuak merupakan hasil sadapan yang diambil dari mayang enau atau aren (Arenga pinnata) sejenis minuman yang merupakan hasil fermentasi dari bahan minuman/buah yang

Lebih terperinci

Pertukaran cairan tubuh sehari-hari (antar kompartemen) Keseimbangan cairan dan elektrolit:

Pertukaran cairan tubuh sehari-hari (antar kompartemen) Keseimbangan cairan dan elektrolit: Keseimbangan cairan dan elektrolit: Pengertian cairan tubuh total (total body water / TBW) Pembagian ruangan cairan tubuh dan volume dalam masing-masing ruangan Perbedaan komposisi elektrolit di intraseluler

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Babi Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung leper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Didalam Al-Qur an tertera dengan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE

LAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE LAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE Nama (NIM) : Debby Mirani Lubis (137008010) dan Melviana (137008011)

Lebih terperinci

SISTEM PEREDARAN DARAH

SISTEM PEREDARAN DARAH SISTEM PEREDARAN DARAH Tujuan Pembelajaran Menjelaskan komponen-komponen darah manusia Menjelaskan fungsi darah pada manusia Menjelaskan prinsip dasar-dasar penggolongan darah Menjelaskan golongan darah

Lebih terperinci

KIMIA KEHIDUPAN, BIOLOGI SEL, GENETIKA, DAN BIOLOGI MOLEKULAR

KIMIA KEHIDUPAN, BIOLOGI SEL, GENETIKA, DAN BIOLOGI MOLEKULAR OLIMPIADE NASIONAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA- PT) BIDANG BIOLOGI (TES I) 22 MARET 2017 WAKTU 120 MENIT KIMIA KEHIDUPAN, BIOLOGI SEL, GENETIKA, DAN BIOLOGI MOLEKULAR

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

Komponen Kimia penyusun Sel (Biologi) Ditulis pada September 27, 2012

Komponen Kimia penyusun Sel (Biologi) Ditulis pada September 27, 2012 Komponen Kimia penyusun Sel (Biologi) Ditulis pada September 27, 2012 Sel disusun oleh berbagai senyawa kimia, seperti karbohidrat, protein,lemak, asam nukleat dan berbagai senyawa atau unsur anorganik.

Lebih terperinci

- Difusi air melintasi membrane permeabel aktif dinamakan osmosis. Keseimbangan air pada sel tak berdinding Jika suatu sel tanpa dinding direndam

- Difusi air melintasi membrane permeabel aktif dinamakan osmosis. Keseimbangan air pada sel tak berdinding Jika suatu sel tanpa dinding direndam Membrane sel bersifat permeabilitas selektif; artinya memungkinkan beberapa zat untuk menembus membrane tersebut secara lebih mudah daripada zat-zat yang lain Adalah suatu mosaic fluid dari lipid dan protein

Lebih terperinci

Membran biologi. Bagaimana dengan membran sel (membran biologi)? Bersifat tidak larut dalam air Bersifat fleksibel

Membran biologi. Bagaimana dengan membran sel (membran biologi)? Bersifat tidak larut dalam air Bersifat fleksibel Ashfar Kurnia Membran biologi Kehidupan suatu sel berlangsung dalam lingkungan berair. Di dalam dan diluar sel terdapat banyak cairan. Barier seperti apakah yang dapat memisahkan keduanya dengan baik Bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. β-thalassemia mayor memiliki prognosis yang buruk. Penderita β-thalassemia. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. β-thalassemia mayor memiliki prognosis yang buruk. Penderita β-thalassemia. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah suatu penyakit herediter yang ditandai dengan adanya defek pada sintesis satu atau lebih rantai globin. Defek sintesis rantai globin pada penderita

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada setiap sediaan otot gastrocnemius dilakukan tiga kali perekaman mekanomiogram. Perekaman yang pertama adalah ketika otot direndam dalam ringer laktat, kemudian dilanjutkan

Lebih terperinci

Retikulum Endoplasma (Mader, 2000) Tuti N. dan Sri S. (FIK-UI)

Retikulum Endoplasma (Mader, 2000) Tuti N. dan Sri S. (FIK-UI) Retikulum Endoplasma (Mader, 2000) RETIKULUM ENDOPLASMA Ada dua jenis retikum endoplasma (ER) yang melakukan fungsi yang berbeda di dalam sel: Retikulum Endoplasma kasar (rough ER), yang ditutupi oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA)

BAB 1 PENDAHULUAN. Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA) merupakan salah satu penyakit di bidang hematologi yang terjadi akibat reaksi autoimun. AIHA termasuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Haemoglobin adalah senyawa protein dengan besi (Fe) yang dinamakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Haemoglobin adalah senyawa protein dengan besi (Fe) yang dinamakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Haemoglobin 1. Definisi Haemoglobin Haemoglobin adalah senyawa protein dengan besi (Fe) yang dinamakan konjungsi protein, sebagai intinya Fe dan dengan rangka protoporphyrin

Lebih terperinci

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. PROTEIN Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringanjaringan

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil dan pembahasan berdasarkan langkah-langkah penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya dalam empat bagian yang meliputi; sampel mtdna,

Lebih terperinci

2

2 Keseimbangan Asam Basa Dr. OK.M. Syahputra, M.Kes Dr. Almaycano Ginting, M.Kes Departemen Biokimia FK USU KESEIMBANGAN ASAM BASA Pengertian ph Defanisi ph -log (H + ) Untuk menghitung ph larutan : 1.Hitung

Lebih terperinci

MEMBRAN PLASMA. Selaput sel : Bagian dari protoplasma terluar yang membatasi sel dari lingkungan

MEMBRAN PLASMA. Selaput sel : Bagian dari protoplasma terluar yang membatasi sel dari lingkungan 1. SELAPUT SEL MEMBRAN PLASMA 2. SELAPUT SITOPLASMIK Selaput sel : Bagian dari protoplasma terluar yang membatasi sel dari lingkungan Selaput sitoplasmik : Semua selaput yang terdapat dalam sitoplasma,

Lebih terperinci

Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah SEKOLAH DASAR TETUM BUNAYA Kelas Yupiter Nama Pengajar: Kak Winni Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah A. Bagian-Bagian Darah Terdiri atas apakah darah

Lebih terperinci

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan sekuen non kode (sekuen yang tidak mengalami sintesis

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Mengenal Penyakit Kelainan Darah Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum Berbeda Terhadap Total Protein Darah Ayam KUB Rataan total protein darah ayam kampung unggul Balitbangnak (KUB) pada penelitian ini

Lebih terperinci

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN FUNDAMENTAL. TAHUN ANGGARAN 2014 (Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun)

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN FUNDAMENTAL. TAHUN ANGGARAN 2014 (Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun) Kode/Nama Rumpun Ilmu: 307/Ilmu Kedokteran Dasar dan Biomedis ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN FUNDAMENTAL TAHUN ANGGARAN 2014 (Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun) KLONING DAN ANALISIS SEKUEN DBLβC2-VAR

Lebih terperinci

Review Sistem Hematology

Review Sistem Hematology Nama : rp, S.Kp., MNS. NIP : 19720826 200212 1 002 Departemen : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar Mata Kuliah : Kep. Medikal Bedah Topik : Pengkajian Sistem Hematologi 1 Review Sistem Hematology Ikhsanuddin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anti nyamuk merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi kita. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi gigitan nyamuk. Jenis formula

Lebih terperinci

JADUAL KULIAH BIOKIMIA KELAS I (KODE MAK 144, 3 (2-1) SKS)

JADUAL KULIAH BIOKIMIA KELAS I (KODE MAK 144, 3 (2-1) SKS) JADUAL KULIAH BIOKIMIA KELAS I (KODE MAK 144, 3 (2-1) SKS) 1 RPKPS, lingkup sejarah Biokimia dan struktur dan fungsi sel, GTC 2 Air dan asam basa (ph) GTC 3 Struktur dan Fungsi serta mekanisme kerja Enzim

Lebih terperinci

UPT Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan & Kesehatan Copyright 2009

UPT Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan & Kesehatan Copyright 2009 BAB IV Darah Darah berfungsi sebagai : 1. Alat transport O 2 dari paruparu diangkut keseluruh tubuh. CO 2 diangkut dari seluruh tubuh ke paruparu. Sari makanan diangkut dari jonjot usus ke seluruh jaringan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik. 1. Gangguan fungsi ginjal ditandai dengan adanya penurunan laju filtrasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik. 1. Gangguan fungsi ginjal ditandai dengan adanya penurunan laju filtrasi 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia pada Gagal Ginjal Kronik 2.1.1 Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik Gagal ginjal kronik adalah sindoma klinik karena penurunan fungsi ginjal menetap karena

Lebih terperinci

Pengertian Mitokondria

Pengertian Mitokondria Home» Pelajaran» Pengertian Mitokondria, Struktur, dan Fungsi Mitokondria Pengertian Mitokondria, Struktur, dan Fungsi Mitokondria Pengertian Mitokondria Mitokondria adalah salah satu organel sel dan berfungsi

Lebih terperinci

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah

Lebih terperinci

PENDEKATAN DIAGNOSIS LABORATORIUM TALASEMI

PENDEKATAN DIAGNOSIS LABORATORIUM TALASEMI PENDEKATAN DIAGNOSIS LABORATORIUM TALASEMI Franciska Rahardjo. 2006; Pembimbing I : Dani Brataatmadja, dr., Sp.PK Pembimbing II : Penny Setyawati, dr., Sp.PK, M.Kes ABSTRAK Talasemi adalah kelainan darah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum terhadap Total Protein Darah Ayam Lokal Jimmy Farm

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum terhadap Total Protein Darah Ayam Lokal Jimmy Farm IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum terhadap Total Protein Darah Ayam Lokal Jimmy Farm Pengaruh tingkat energi protein ransum terhadap total protein darah ayam lokal Jimmy

Lebih terperinci

REPLIKASI DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

REPLIKASI DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) REPLIKASI DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Debbie S. Retnoningrum Sekolah Farmasi, ITB Pustaka: 1. Glick, BR and JJ Pasternak, 2003, hal. 27-28; 110-120 2. Groves MJ, 2006, hal. 40 44 3. Brown TA, 2006,

Lebih terperinci

FUNGSI PHOSPOR DALAM METABOLISME ATP

FUNGSI PHOSPOR DALAM METABOLISME ATP TUGAS MATA KULIAH NUTRISI TANAMAN FUNGSI PHOSPOR DALAM METABOLISME ATP Oleh : Dewi Ma rufah H0106006 Lamria Silitonga H 0106076 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2008 Pendahuluan Fosfor

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul Pengaruh tingkat energi protein dalam ransum terhadap total protein darah ayam Sentul dapat dilihat pada Tabel 6.

Lebih terperinci

THE TOUR CYTOL CYT OGY OGY T : he Study of Cells V sualisasi sualisasi sel sel : :mikroskop meningkatkan n resolusi (jarak (jarak an tar obyek

THE TOUR CYTOL CYT OGY OGY T : he Study of Cells V sualisasi sualisasi sel sel : :mikroskop meningkatkan n resolusi (jarak (jarak an tar obyek THE TOUR Pendahuluan Tubuh manusia 100 trilyun sel 70% berat sel = air 2/3 dari seluruh air tubuh terdapat dalam sel 1/3 di rongga antar sel 67% berat tubuh = air manusia = air yang hidup CYTOLOGY : The

Lebih terperinci

thiobarbituric acid (TBA) tidak spesifik untuk MDA (Montuschi et al., 2004; Singh, 2006; Rahman et al., 2012). Isoprostan (IsoPs) adalah

thiobarbituric acid (TBA) tidak spesifik untuk MDA (Montuschi et al., 2004; Singh, 2006; Rahman et al., 2012). Isoprostan (IsoPs) adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Talasemia adalah penyakit genetik kelainan darah akibat penurunan produksi rantai globin, sehingga menyebabkan anemia. Distribusi talasemia terkonsentrasi pada thalassemia

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional molekuler. Data yang diperoleh berasal dari pemeriksaan langsung yang dilakukan peneliti sebanyak

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Komunikasi dalam konteks kesehatan adalah suatu proses penyampaian pesan kesehatan oleh komunikator melalui saluran/media tertentu pada komunikan dengan tujuan yang

Lebih terperinci

JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA

JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA Waktu Kegiatan dan Judul Percobaan 2 Februari 2018 Penjelasan Awal Praktikum di Lab. Biokimia Dasar 9 Februari 2018 23 Februari 2018 2 Maret 2018 9 Maret 2018 16 Maret 2018 23

Lebih terperinci

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL Berbagai organel yang terdapat di dalam sitoplasma memiliki membran yang strukturnya sama dengan membran plasma. Walaupun tebal membran plasma hanya ± 0,1 μm, membran

Lebih terperinci

PENGHITUNGAN INDEKS FORMULA ERITROSIT PADA UJI SARING THALASEMIA MINOR

PENGHITUNGAN INDEKS FORMULA ERITROSIT PADA UJI SARING THALASEMIA MINOR PENGHITUNGAN INDEKS FORMULA ERITROSIT PADA UJI SARING THALASEMIA MINOR Eva Ayu Maharani, Dewi Astuti Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Jakarta III Jl. Arteri JORR Jatiwarna Kec. Pondok Melati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hewan Babi Hewan babi berasal dari Genus Sus, Linnaeus 1758 mempunyai bentuk hidung yang rata sangat khas, hewan ini merupakan jenis hewan omnivora atau hewan pemakan segala.

Lebih terperinci

BAB V. KESIMPULAN, SARAN, DAN RINGKASAN. V. I. Kesimpulan. 1. Frekuensi genotip AC dan CC lebih tinggi pada kelompok obesitas

BAB V. KESIMPULAN, SARAN, DAN RINGKASAN. V. I. Kesimpulan. 1. Frekuensi genotip AC dan CC lebih tinggi pada kelompok obesitas BAB V. KESIMPULAN, SARAN, DAN RINGKASAN V. I. Kesimpulan 1. Frekuensi genotip AC dan CC lebih tinggi pada kelompok obesitas dibandingkan dengan kelompok normal namun secara statistik tidak berbeda signifikan

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V.

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V. 27 PEMBAHASAN Dari tiga isolat sp. penghasil antimikrob yang diseleksi, isolat sp. Lts 40 memiliki aktivitas penghambatan paling besar terhadap E. coli dan V. harveyi dengan indeks penghambatan masing-masing

Lebih terperinci

BAB III KOMPOSISI KIMIA DALAM SEL. A. STANDAR KOMPETENSI Mahasiswa diharapkan Mampu Memahami Komposisi Kimia Sel.

BAB III KOMPOSISI KIMIA DALAM SEL. A. STANDAR KOMPETENSI Mahasiswa diharapkan Mampu Memahami Komposisi Kimia Sel. BAB III KOMPOSISI KIMIA DALAM SEL A. STANDAR KOMPETENSI Mahasiswa diharapkan Mampu Memahami Komposisi Kimia Sel. B. KOMPETENSI DASAR 1. Mahasiswa dapat membedakan komposisi kimia anorganik dan organik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dinamakan sebagai pembuluh darah dan menjalankan fungsi transpor berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dinamakan sebagai pembuluh darah dan menjalankan fungsi transpor berbagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Darah Darah adalah jaringan tubuh yang berbeda dengan jaringan tubuh lain, berbeda dalam konsistensi cair, beredar dalam suatu sistem tertutup yang dinamakan sebagai pembuluh

Lebih terperinci

PRINSIP UMUM DAN PELAKSANAAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

PRINSIP UMUM DAN PELAKSANAAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Unitas, Vol. 9, No. 1, September 2000 - Pebruari 2001, 17-29 PRINSIP UMUM DAN PELAKSANAAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) [General Principles and Implementation of Polymerase Chain Reaction] Darmo Handoyo

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS A. Interaksi Senyawa Kimia dengan Organisme Ilmu yang mempelajari tentang interaksi senyawa kimia dengan organisme hidup disebut farmakologi, dengan demikian

Lebih terperinci

KELAINAN METABOLISME KARBOHIDRAT (PENYAKIT ANDERSEN / GLIKOGEN STORAGE DISEASE TYPE IV) Ma rufah

KELAINAN METABOLISME KARBOHIDRAT (PENYAKIT ANDERSEN / GLIKOGEN STORAGE DISEASE TYPE IV) Ma rufah KELAINAN METABOLISME KARBOHIDRAT (PENYAKIT ANDERSEN / GLIKOGEN STORAGE DISEASE TYPE IV) Ma rufah 126070100111044 Latar Belakang: Metabolisme merupakan suatu proses (pembentukan dan penguraian) zat-zat

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 1. Perhatikan gambar nefron di bawah ini! SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 Urin sesungguhnya dihasilkan di bagian nomor... A. B. C. D. 1 2 3 4 E. Kunci Jawaban : D

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN FUNGSI MEMBRAN SEL

STRUKTUR DAN FUNGSI MEMBRAN SEL STRUKTUR DAN FUNGSI MEMBRAN SEL STRUKTUR DASAR Selaput/ membran sel merupakan selaput yang berfungsi membatasi isi sel dari lingkungannya mempunyai sifat hidrofobik di bagian tengah dan hidrofilik di bagian

Lebih terperinci