BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Talasemia adalah gangguan produksi hemoglobin yang diturunkan, pertama kali ditemukan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Talasemia adalah gangguan produksi hemoglobin yang diturunkan, pertama kali ditemukan"

Transkripsi

1 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Talasemia Talasemia adalah gangguan produksi hemoglobin yang diturunkan, pertama kali ditemukan secara bersamaan di Amerika Serikat dan Itali antara tahun 1925 sampai Talasemia berasal dari bahasa Yunani, yaitu thalasa yang artinya laut. Yang dimaksud dengan laut adalah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. 1,4,9 Talasemia merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif berdasarkan hukum Mendel dari orang tua kepada anaknya. Penyakit ini terjadi akibat kelainan sintesis hemoglobin dimana terjadi pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin yang menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai globin. 1,4,10 Pada Talasemia Alfa terjadi pengurangan sintesis rantai alfa dan Talasemia Beta terjadi pengurangan sintesis rantai beta. 1,9,11 Penyakit ini meliputi gejala klinis yang paling ringan (heterozigot) disebut Talasemia Minor atau Trait dan yang paling berat (homozigot) disebut Talasemia Mayor. Bentuk heterozigot diturunkan salah satu orang tua yang menderita Talasemia sedangkan bentuk homozigot diturunkan kedua orang tua yang menderita Talasemia. 4,9 Secara klinis Talasemia dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: Talasemia Mayor, Talasemia Minor dan Talasemia Intermedia. 1,9, Epidemiologi Talasemia ditemukan tersebar di seluruh ras di Mediterania, Timur Tengah, India sampai Asia Tenggara. 1,4,9 Gen pembawa sifat/carrier Talasemia tersebar di negara-negara

2 mediterania seperti: Italia, Yunani, Malta, Sardinia, dan Cyprus yang berkisar antara 10% sampai 16% sedangkan di Asia seperti Cina, Malaysia, dan Indonesia berkisar antara 3% sampai 10%. 3 Data Talasemia di Indonesia melaporkan tingginya kasus Talasemia disebabkan oleh migrasi dan percampuran penduduk. Keseluruhan populasi ini menjadi hunian kepulauan Indonesia yang tersebar di Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Sumatera, Nias, Sumba dan Flores. Data Talasemia di Sumatera Utara melaporkan populasi carrier di Sumatera Utara khususnya Medan mencapai 7.69% yang terdiri dari Talasemia Alfa 3.35% dan Talasemia Beta 4.07% yang terdistribusi pada berbagai suku di Medan yaitu: Batak, Cina, Jawa, Melayu, Minangkabau, dan Aceh. 4 World Health Organization (WHO) melaporkan sekitar 7% populasi penduduk di dunia bersifat carrier dan sekitar sampai bayi lahir dengan kelainan ini setiap tahunnya. 5 Data Talasemia di Thailand melaporkan sekitar 300 juta orang bersifat carrier terhadap penyakit kelainan darah ini yang tersebar di seluruh dunia dan diantaranya sebanyak 55 juta orang berada di Asia Tenggara. 6 Identifikasi populasi yang merupakan carrier Talasemia memegang peranan penting dalam usaha pencegahan penyakit ini. 4, Patofisiologi Ada beberapa jenis hemoglobin yang disesuaikan dengan kebutuhan oksigen selama masa pertumbuhan, mulai embrio, fetus sampai dewasa. Hemoglobin memiliki bentuk tetrametrik yang sama, terdiri dari dua pasang rantai globin yang terikat dengan heme. Hem terdiri dari zat besi (Fe) sedangkan globin suatu protein yang terdiri dari rantai polipeptida. Sintesa globin dimulai pada awal kehidupan masa embrio di dalam kandungan sampai 8 minggu usia

3 kehamilan dan hingga akhir kehamilan. Organ yang bertanggung jawab pada periode ini adalah hati, limpa, dan sumsum tulang. 1,9 Hemoglobin fetus dan dewasa memiliki rantai alfa (α) dan beta (β) yang terdiri atas HbA dan α2β2; rantai δ yang terdiri atas HbA2 dan α2δ2; dan rantai γ yang terdiri dari HbF dan α2γ2. Pada embrio rantai mirip α disebut z bersama rantai γ menjadi Hb Portland (ζ2γ2) atau dengan rantai e menjadi Hb Gower (ζ2ε2), sedangkan rantai a dan ε membentuk Hb Gower 2 (α2ε2). 1 Pada Talasemia Beta, kelebihan rantai alfa mengendap pada membran sel eritrosit dan merupakan prekursor yang menyebabkan penghancuran eritrosit yang hebat. Eritrosit yang mencapai darah tepi memiliki inclusion bodies yang menyebabkan penghancuran di limpa dan oksidasi membran sel akibat pelepasan heme dari denaturasi hemoglobin dan penumpukan besi pada eritrosit. Anemia pada Talasemia Beta terjadi akibat hancurnya eritrosit dan umur eritrosit yang pendek. Penimbunan eritrosit yang hancur di limpa mengakibatkan terjadinya pembesaran limpa yang diikuti dengan terperangkapnya leukosit dan trombosit sehingga menimbulkan gambaran hipersplenisme. 1,9,14,15 Beberapa gejala ini bisa hilang dengan transfusi yang dapat menekan eritropoesis tetapi akan meningkatkan penimbunan besi. Dalam tubuh besi terikat oleh transferin dan dalam perjalanan ke jaringan besi segera diikat molekul dengan berat rendah. Bila berjumlah banyak dapat menyebabkan kerusakan sel. Pada penderita dengan kelebihan zat besi, penimbunan besi dapat ditemukan pada semua jaringan dan sebagian besar di sel retikuloendotelial yang relatif tidak merusak, miosit dan hepatosit yang bisa merusak. Kerusakan tersebut disebabkan karena terbentuknya hidroksil radikal bebas. 1,9

4 Normalnya ikatan besi pada transferin mencegah terbentuknya radikal bebas. Pada penderita dengan kelebihan besi, transferin menjadi tersaturasi penuh dan fraksi besi yang tidak terikat transferin bisa terdeteksi di dalam plasma. Hal ini menyebabkan terbentuknya radikal bebas dan meningkatnya jumlah besi di jantung, hati, dan kelenjar endokrin yang menyebabkan kerusakan dan gangguan fungsi di organ-organ tersebut. 1,5,9,15 Pada Talasemia Alfa, tetramer HbH cenderung mengendap seiring dengan penuaan sel dan menghasilkan inclusion bodies. Proses hemolitik merupakan gambaran utama kelainan ini. Hal ini semakin berat karena HbH dan Bart s adalah homotetramer yang tidak mengalami perubahan allosterik yang diperlukan untuk transport oksigen. 1,10,12 Pada bentuk homozigot (--/--), tidak ada rantai alfa yang diproduksi. Penderitanya memiliki Hb Bart s yang tinggi dengan Hb embrionik. Sebagian besar penderita lahir meninggal dengan tanda-tanda hipoksia intrauterin. Pada bentuk heterozigot terjadi ketidakseimbangan jumlah rantai tetapi penderita mampu bertahan. Kelainan ini ditandai dengan adanya anemia hemolitik dengan adaptasi terhadap anemia yang tidak baik karena HbH tidak bisa berfungsi sebagai pembawa oksigen. 1,10, Gejala Klinis dan Diagnosis Bayi dan anak yang menderita Talasemia menunjukkan gejala klinis pucat, gangguan pertumbuhan dan perkembangan, penurunan nafsu makan, jaundice, dan pembesaran organ (hati, limpa, jantung). Pada anak yang lebih besar, dapat juga ditemukan adanya pubertas yang terlambat. 1,9,11 Gejala klinis berbeda pada kelompok anak yang mendapat transfusi dengan yang tidak mendapat transfusi. Pada kelompok anak yang mendapat transfusi, pertumbuhan dan

5 perkembangan anak biasanya normal, pembesaran limpa tidak ditemukan. Bila anak mendapat terapi pengikat besi secara efektif, anak bisa mencapai pubertas dan terus mencapai usia dewasa secara normal. Sebaliknya bila terapi pengikat besi tidak adekuat, secara bertahap akan terjadi penumpukan zat besi pada akhir dekade pertama. 1 Pada kelompok anak yang tidak mendapat transfusi adekuat, pertumbuhan dan perkembangan sangat terlambat. 1,3 Pembesaran limpa progresif sering memperburuk anemia dan kadang diikuti trombositopenia. Biasanya penderita datang dengan kadar hemoglobin berkisar 2 sampai 8 g/dl. Sering terjadi gangguan perdarahan akibat trombositopenia dan kegagalan hati sebagai akibat penimbunan zat besi. Bila penderita bisa mencapai pubertas akan terjadi komplikasi akibat penimbunan zat besi. 1,9 Prognosis kelompok anak yang tidak mendapat transfusi yang adekuat sangat buruk. Tanpa transfusi anak akan meninggal pada usia dua tahun. 1,4 Bila berhasil mencapai pubertas anak akan mengalami komplikasi akibat penimbunan zat besi sama halnya dengan anak yang cukup mendapat transfusi tetapi kurang mendapatkan terapi pengikat besi. 1 Secara radiologis ditemukan gambaran penipisan dan peningkatan trabekulasi tulangtulang panjang termasuk jari-jari, gambaran hair on end pada tulang tengkorak. Perluasan sumsum tulang mengakibatkan deformitas tulang kepala disertai dengan zigoma yang menonjol sehingga memberikan gambaran khas mongoloid. 1,4,12 Pada pemeriksaan hapusan darah tepi dapat ditemukan eritrosit yang hipokromik dengan berbagai bentuk dan ukuran, beberapa makrosit yang hipokromik, mikrosit, fragmentosit, basophilic stippling dan eritrosit berinti, setelah splenektomi sel-sel ini akan muncul dalam jumlah yang lebih banyak. Pada hitung retikulosit hanya sedikit meningkat, jumlah leukosit dan trombosit masih normal kecuali bila didapatkan hipersplenisme.

6 Pemeriksaan sumsum tulang memperlihatkan peningkatan sistem eritroid dengan banyak inklusi di prekursor eritrosit, dengan pewarnaan metil-violet akan lebih memperlihatkan endapan globin. 1 Kadar HbF selalu meningkat dan terbagi di antara eritrosit. Pada Talasemia Beta tidak didapatkan HbA, hanya HbF dan HbA2. Pada Talasemia Alfa biasanya asimtomatis, didapatkan anemia hipokromik ringan dengan penurunan MCH dan MCV yang bermakna. Hasil Hb elektroforesis normal dan anak hanya bisa didiagnosis dengan analisis DNA. 1,4, Hubungan Talasemia dalam Mempengaruhi Kualitas Hidup Pemberian transfusi darah yang teratur dapat mengurangi komplikasi yang terjadi akibat anemia kronik, proses eritropoiesis yang tidak efektif, dapat membantu mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak, dan memperpanjang kelangsungan hidup anak. 1,4,10 Transfusi darah diberikan pada anak dengan kadar hemoglobin kurang dari 6 g/dl. 1,9 Pemberian transfusi darah bertujuan untuk mengatasi kondisi anemia kronik dan mempertahankan kadar hemoglobin antara 9 sampai 10 g/dl. 1,2,4,12 Pemberian transfusi darah yang berulang-ulang dapat menimbulkan komplikasi hemosiderosis dan hemokromatosis, yaitu penumpukan zat besi dalam jaringan tubuh akibat penyerapan besi yang berlebih oleh saluran cerna yang dapat menyebabkan kerusakan organ-organ tubuh seperti: hati, limpa, ginjal, jantung, tulang, dan pankreas. 4,16,17 Penyebab kematian tersering akibat penimbunan zat besi adalah gagal jantung yang disebabkan oleh kardiomiopati. 18,19 Penelitian yang dilakukan di Indonesia melaporkan adanya penurunan fungsi sistolik dan diastolik ventrikel kiri pada anak yang menderita Talasemia Mayor yang dihubungkan

7 dengan penumpukan besi di jantung. 18 Penelitian di Indonesia lainnya juga melaporkan terjadinya penurunan fungsi paru secara signifikan pada kelompok anak Talasemia sebagai akibat penumpukan besi. Setiap 500 ml darah yang ditransfusikan akan menyebabkan sekitar 200 mg besi tersimpan dalam jaringan dan akan terus terakumulasi. 20 Komplikasi lain yang terjadi adalah gangguan pertumbuhan, gangguan endokrin dan infeksi virus Hepatitis B, C, dan HIV. 3,10,21-23 Komplikasi tersebut terjadi akibat pemberian transfusi yang tidak benar, deposit hemosiderin pada organ-organ yang berperan dalam pertumbuhan atau karena tidak mendapat zat pengikat besi yang adekuat. 1,3,22 Berbagai masalah dapat timbul setelah pemberian transfusi darah berulang, akibat kondisi anemia kronik, maupun akibat penyakit Talasemianya sendiri. 1,2 Gambaran umum anak yang menderita Talasemia memperlihatkan gejala depresi, cemas, gangguan psikososial, dan gangguan fungsi sekolah akibat penyakit yang dideritanya. 2,6,24 Sementara keluarga penderita, adanya anak yang menderita Talasemia Mayor merupakan beban yang sangat berat dimana orang tua merasa sedih, kecewa, putus asa, stress, bahkan depresi. 2,8 Keadaan anemia yang berat menyebabkan anak memiliki keterbatasan dalam beraktivitas, keterampilan dan daya ingat, anak mudah merasa lelah dan sulit melakukan kegiatan yang seharusnya mampu dilakukan anak sehat seusianya. Anak menjadi lebih sensitif, mudah marah dan tersinggung, merasa putus asa, dan sedikit menarik diri dari lingkungan sekitarnya. Rutinitas anak yang harus datang ke rumah sakit untuk mendapatkan transfusi darah dan terapi pengikat besi seumur hidupnya merupakan penyebab mengapa anak sering tidak hadir ke sekolah dan menyebabkan terjadinya gangguan fungsi sekolah. 1,2,6,24,25 Kondisi-kondisi ini merupakan keadaan serius yang dapat mempengaruhi kualitas hidup anak. 2

8 2.6. Penilaian Kualitas Hidup Penyakit maupun efek terapi yang diberikan dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang, tidak hanya secara fisik melainkan fungsi sosial dan emosionalnya juga dapat terganggu. 2 Menurut WHO dalam WHOQOL-100 (The World Health Organization Quality of Life Assessment) tahun 2005, kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individual terhadap posisinya di kehidupan dan hal ini berkaitan dengan budaya serta sistem norma dimana dia hidup yang dihubungkan dengan tujuan, harapan, standar, dan perhatian yang dimiliki. 7 Penilaian kualitas hidup merupakan konsep multidimensional yang menggambarkan dampak dari penyakit dan terapi yang diberikan. 2,7,26 Penilaian kualitas hidup juga menggambarkan kemampuan individu dalam melakukan aktivitas fisik dan sosialisasi di lingkungan sekitarnya serta dapat menerima kondisi penyakit yang diderita atau status kesehatannya. 27,28 Penilaian kualitas hidup mencakup beberapa aspek, yaitu: fungsi fisik, psikologis (fungsi emosional dan kognitif), hubungan interpersonal dan fungsi sekolah. 2,26 World Health Organization (WHO) mendefinisikan penilaian kualitas hidup anak yang terus mengalami revisi dari tahun ke tahun, yakni: WHO tahun 1947 mendefinisikan penilaian kualitas hidup meliputi tiga domain penilaian, yaitu: fungsi fisik, mental, dan sosial; WHO tahun 1948 mendefinisikan penilaian kualitas hidup meliputi tiga domain penilaian, yaitu: fungsi fisik, psikologi, dan kemampuan beraktivitas, yang kemudian menjadi empat domain penilaian, yaitu: fungsi fisik, fungsional, psikologis, dan sosial; dan WHO tahun 2005 mendefinisikan penilaian kualitas hidup meliputi enam domain penilaian yaitu: fungsi fisik, psikologis, tingkat kemandirian, sosial, lingkungan, agama/keyakinan. 7,26,29 Penilaian kualitas hidup dilakukan pada anak yang menderita penyakit kronis seperti: Talasemia, penyakit keganasan, penyakit jantung, Asma, dan beberapa penyakit kronis

9 lainnya. 2 Kualitas hidup seorang anak dapat dinilai dengan berbagai instrumen. 30 Secara umum ada dua macam instrumen penilaian kualitas hidup yaitu: umum (generic measures) dan spesifik untuk penyakit tertentu (disease specifik measures). Masing-masing instrumen mempunyai keuntungan dan kerugian. 31 Pemilihan instrumen penilaian tergantung pada subjek yang akan dinilai, keadaan khusus atau jenis penyakit kronis yang diderita, dan jenis kuisioner yang akan digunakan. 29 Selain itu, reliabilitas dan validitas suatu instrumen juga menentukan kelayakan penilaian yang dilakukan. 31 Pemilihan instrumen penilaian kualitas hidup dalam praktek klinis harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu: instrumen penilaian harus singkat tetapi mempunyai reliabilitas dan validitas yang baik dan dapat memberikan informasi yang berguna, harus dapat diisi oleh anak dengan berbagai kelompok usia maupun diisi oleh orang tua, ada versi yang generic maupun spesifik. 31 Penilaian instrumen kualitas hidup dapat dilakukan oleh anak sendiri (self report) maupun oleh orang tua/keluarga (proxy report). Penilaian paling ideal diisi oleh anak sendiri. Meskipun demikian, hal ini sulit untuk dilakukan oleh anak yang terlalu muda, anak yang mengalami masalah kognitif atau anak yang sedang menderita sakit berat. Pada kondisikondisi seperti ini, pengisian dilakukan oleh orang tua/keluarga yang merupakan satusatunya sumber informasi. 2,30,31 Salah satu instrumen yang direkomendasikan untuk menilai kualitas hidup yaitu: kuisioner Pediatric Quality of Life Inventory (PedsQL). 2 Alasannya adalah karena PedsQL memenuhi persyaratan kelayakan instrumen yang akan digunakan untuk menilai kualitas hidup, yakni:

10 - Kuisioner PedsQL memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi dan telah dibuktikan pada beberapa penelitian lain terhadap populasi anak yang menderita penyakit keganasan, Diabetes dan penyakit jantung Kuisioner PedsQL tersedia dalam bentuk generic maupun spesifik untuk menilai penyakit tertentu, misalnya:pedsql modul Kanker, Asma, Diabetes, Rematik, penyakit jantung, Cerebral Palsi, Epilepsi, dan Talasemia. 2,31,34 - Kuisioner PedsQL bisa diisi oleh anak (self report) maupun proxy report dan tersedia untuk berbagai kelompok usia: 2 sampai 4 tahun (proxy report), 5 sampai 7 tahun (self report dan proxy report), 8 sampai 12 tahun (self report dan proxy report), dan 13 sampai 18 tahun (self report dan proxy report). 2,6,31 - Adapun kelebihan lain dari PedsQL adalah kuisioner ini sudah diterjemahkankan dalam beberapa versi bahasa yang bertujuan untuk mempermudah pelaksanaannya Pengarang asli PedsQL ini bernama dr.james W.Varni, beliau telah memodifikasi dan mengembangkan kuisioner sejak tahun ,37 Kuisioner ini terdiri dari beberapa versi yaitu: PedsQL versi 1.0 sampai 4.0 yang melampirkan 23 pertanyaan dengan empat domain penilaian yaitu: fungsi fisik, emosional, sosial, dan sekolah. 2,6,36,37 Dari ke empat versi yang dimiliki PedsQL, versi 4.0 merupakan instrumen penilaian generic. 2,6,38 Fungsi fisik yang termasuk dalam domain penilaian meliputi kemampuan anak untuk dapat mandiri dalam menjalani aktivitasnya. Fungsi emosional menilai kemampuan anak dalam mengekspresikan rasa marah, sedih, maupun takut. Fungsi sosial menilai kemampuan anak dalam melakukan interaksi dengan teman sebayanya dan kemampuan anak dalam melakukan pergaulan di sekolahnya. Fungsi sekolah adalah kemampuan anak untuk memusatkan perhatian mengerjakan tugas di sekolahnya. 26,27

11 Dalam kuisioner PedsQL, penilaian kualitas hidup anak dengan penyakit kronis akan dibandingkan dengan populasi anak yang sehat/normal sebagai kontrol. 2,33,34 Adapun definisi sehat menurut WHO adalah suatu keadaan yang meliputi: sehat fisik, mental, dan sosial tanpa adanya penyakit apapun. Konsep sehat ini juga dihubungkan dengan kemampuan anak dalam melakukan kegiatan fisk maupun sosial. 7,30 Penilaian yang dilakukan meliputi: penilaian yang dilakukan oleh anak sendiri (self report) maupun oleh orang tua (proxy report). 2,27,35,38 Pada saat pengisian kuisioner PedsQL, anak maupun orang tua diminta untuk menentukan apakah anak mempunyai masalah dalam melakukan tiap-tiap kegiatan dan mengalami gangguan emosional, sosial dan sekolah yang terlampir dalam kuisioner. Masingmasing domain penilaian terdiri dari lima tingkatan penilaian terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada anak maupun orang tua, yaitu: angka nol (0) yang berarti tidak menjadi masalah; satu (1) yang berarti hampir tidak menjadi masalah; dua (2) yang berarti kadangkadang menjadi masalah; tiga (3) yang berarti sering menjadi masalah; dan empat (4) yang berarti hampir selalu menjadi masalah. Selanjutnya angka nol sampai dengan empat itu akan dialihkan menjadi nilai 0 sampai 100 dengan perincian 0 = 100, 1 = 75, 2 = 50, 3 = 25 dan 4 = 0. Nilai-nilai tersebut akan dijumlahkan dan diambil nilai rata-ratanya. Hasil penilaian yang menunjukkan anak yang mempunyai kualitas hidup yang rendah bila memiliki nilai rata-rata yang lebih rendah dibandingkan dengan anak lainnya. 32,35, Upaya Perbaikan Kualitas Hidup dan Pengendalian Talasemia Penelitian yang dilakukan di Malaysia pada anak yang menderita Talasemia yang dibandingkan dengan populasi anak normal didapati hasil bahwa anak yang menderita

12 Talasemia memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan anak normal dimana anak yang menderita Talasemia tersebut mengalami gangguan fungsi fisik, emosional, sosial, dan sekolah. 2 Kondisi ini harus segera ditindaklanjuti dengan menerapkan tindakan yang mendukung perbaikan kualitas hidup anak seperti: dukungan psikososial, konseling, dukungan sekolah, dukungan psikologi dan intervensi medis yang dapat memperbaiki kelangsungan hidup penderita dan mengurangi risiko serta mengontrol komplikasi yang akan terjadi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. 1,2,6,7,16 Penelitian yang dilakukan di Thailand juga melaporkan bahwa dibutuhkan tindakan yang mendukung perbaikan kualitas hidup pada anak yang menderita Talasemia berupa dukungan psikososial, psikologi, sekolah, dan konseling. 6 Dukungan psikososial dan program konseling bertujuan membantu anak untuk menceritakan dan menerima kondisi penyakit yang dideritanya, membiasakan diri menjalani kehidupan normal seperti anak-anak lainnya, mampu mengontrol gangguan emosional, dan mau bergabung dengan anak-anak lain sesama penderita Talasemia. Dukungan pihak sekolah, keluarga, dan dokter yang menangani juga dapat membantu mengurangi masalah yang dihadapi anak penderita Talasemia. 2,6,7,16,29 Adapun intervensi medis yang diberikan adalah berupa tindakan pengontrolan besi di dalam tubuh anak penderita Talasemia yang rutin mendapatkan transfusi darah yaitu pemberian terapi pengikat besi. 1,2,6,16 Terapi pengikat besi yang diberikan adalah deferoksamin. Deferoksamin dapat mengurangi penumpukan besi di hati, jantung, dan memperbaiki fibrosis hati. 1,15,21 Dosis deferoksamin tidak melebihi 40 sampai 50 mg/kg/hari yang diberikan selama 5 hari dengan evaluasi toksisitas deferoksamin. 1,10,15

13 Penentuan dimulainya terapi pengikat besi berdasarkan hasil konsentrasi serum ferritin setelah pemberian transfusi yang teratur. 1,4,10 Pemeriksaan biopsi hati dengan ultrasonografi juga direkomendasikan pada semua anak yang menderita Talasemia untuk mengetahui konsentrasi besi di hati setelah transfusi rutin selama satu tahun. 1 Anak yang mendapat terapi deferoksamin dilaporkan mengalami efek samping berupa neutropenia, sesak nafas, sakit kepala dan pusing. 16 Deferoksamin efektif diberikan melalui infus selama 24 jam dan selanjutnya selama 12 jam. 1 Semua hal tersebut merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kualitas hidup anak penderita Talasemia. 2,6,7,29 WHO telah mencantumkan program penanganan dan tindakan pengendalian penderita Talasemia di negara-negara berkembang berupa skrining Talasemia pada populasi penderita, konseling genetik, dan diagnosis prenatal. Konseling genetik ditujukan pada pasangan pranikah yang berada pada populasi atau etnik yang berpotensi tinggi menderita Talasemia, atau mereka yang mempunyai kerabat dekat penderita Talasemia. Kepada pasangan pranikah tersebut dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan indeks hematologis terlebih dahulu sebelum menikah untuk memastikan apakah mereka mengalami cacat genetik Talasemia. 1,4,39 Konseling genetik juga ditujukan pada pasangan yang telah mempunyai anak penderita Talasemia sebelumnya. Kepada mereka perlu disampaikan bahwa telah ada teknologi yang dapat membantu mengetahui kondisi janin yang dikandung menderita Talasemia atau tidak pada awal kehamilan atau yang dikenal dengan diagnosis prenatal. 1,4,39 Keberhasilan program konseling genetik sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan pasangan yang menerima konseling tersebut. Menurut pengalaman pada negara yang

14 berprevalensi tinggi Talasemia, seperti: Cyprus, Italia, dan Sisilia, program konseling genetik dan diagnosis prenatal dapat menurunkan insidensi penderita Talasemia sampai 80% dalam 10 tahun terakhir ini. 4

15 2.8. Kerangka Konseptual Gangguan sintesis hemoglobin Mayor, Minor, Intermedia Talasemia Alfa Talasemia Beta Pengurangan rantai alfa atau rantai beta Eritrosit pecah TALASEMIA Transfusi darah rutin Penimbunan besi Absorbsi besi di usus >> KOMPLIKASI KUALITAS HIDUP (PedsQL versi 4) : - Fungsi fisik - Fungsi emosional - Fungsi sosial Gangguan tumbuh kembang Gangguan endokrin Hati, limpa, ginjal, jantung, paru, tulang, : yang diamati dalam penelitian Gambar 2.1. Kerangka Konseptual

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010 THALASEMIA A. DEFINISI Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah penyakit kelainan darah yang diturunkan secara herediter. Centre of Disease Control (CDC) melaporkan bahwa thalassemia sering dijumpai pada populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hemoglobin Hemoglobin adalah pigmen yang terdapat didalam eritrosit,terdiri dari persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein yang disebut globin,dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. serta diwariskan melalui cara autosomal resesif (Cappillini, 2012).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. serta diwariskan melalui cara autosomal resesif (Cappillini, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Thalassemia atau sindrom thalassemia merupakan sekelompok heterogen dari anemia hemolitik bawaan yang ditandai dengan kurang atau tidak adanya produksi salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Darah merupakan jaringan yang sangat penting bagi kehidupan, yang tersusun atas plasma darah dan sel darah (eritrosit, leukosit, dan trombosit) (Silbernagl & Despopoulos,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komponen utama adalah hemoglobin A dengan struktur molekul α 2 β 2.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komponen utama adalah hemoglobin A dengan struktur molekul α 2 β 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hemoglobin Darah orang dewasa normal memiliki tiga jenis hemoglobin, dengan komponen utama adalah hemoglobin A dengan struktur molekul α 2 β 2. Hemoglobin minor yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Angka kejadian penyakit talasemia di dunia berdasarkan data dari Badan Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TALASEMIA By Rahma Edy Pakaya, S.Kep., Ns

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TALASEMIA By Rahma Edy Pakaya, S.Kep., Ns ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TALASEMIA By Rahma Edy Pakaya, S.Kep., Ns I. DEFINISI Talasemia adalah penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya eritropoiesis inefektif dan hemolisis eritrosit yang mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada talasemia mayor (TM), 1,2 sehingga diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dirawat di Rumah Sakit minimal selama 1 bulan dalam setahun. Seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dirawat di Rumah Sakit minimal selama 1 bulan dalam setahun. Seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kronis merupakan suatu kondisi yang menyebabkan seseorang dirawat di Rumah Sakit minimal selama 1 bulan dalam setahun. Seseorang yang menderita penyakit

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Mengenal Penyakit Kelainan Darah Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk ke dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis

Lebih terperinci

Thalassemia. Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N

Thalassemia. Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N Thalassemia Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N Maiyanti Wahidatunisa Nur Fatkhaturrohmah Nurul Syifa Nurul Fitria Aina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Thalassemia merupakan kelompok kelainan genetik yang diakibatkan oleh mutasi yang menyebabkan kelainan pada hemoglobin. Kelainan yang terjadi akan mempengaruhi produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Thalassemia adalah kelainan genetik bersifat autosomal resesif yang ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit mengandung hemoglobin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini disebabkan oleh demam dimana terdapat kenaikan suhu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi rantai globin mengalami perubahan kuantitatif. Hal ini dapat menimbulkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi rantai globin mengalami perubahan kuantitatif. Hal ini dapat menimbulkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Thalassemia Thalassemia merupakan kelainan genetik dimana terjadi mutasi di dalam atau di dekat gen globin yang ditandai dengan tidak ada atau berkurangnya sintesis rantai globin.

Lebih terperinci

LAMPIRAN. 1. Personil Penelitian 1. Ketua Penelitian Nama : dr. Masyitah Sri Wahyuni Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RSHAM

LAMPIRAN. 1. Personil Penelitian 1. Ketua Penelitian Nama : dr. Masyitah Sri Wahyuni Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RSHAM LAMPIRAN 1. Personil Penelitian 1. Ketua Penelitian Nama : dr. Masyitah Sri Wahyuni Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RSHAM 2. Anggota Penelitian 1. Prof.Dr.Hj.Bidasari Lubis,SpA(K) 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi struktur hemoglobin yang menyebabkan fungsi eritrosit menjadi tidak normal dan berumur pendek.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. TALASEMIA 2.1.1. Definisi Menurut Setianingsih (2008), Talasemia merupakan penyakit genetik yang menyebabkan gangguan sintesis rantai globin, komponen utama molekul hemoglobin

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1.5 Manfaat Penelitian 1. Di bidang akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan dengan memberikan informasi bahwa ada hubungan antara kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada talasemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rantai globin, yaitu gen HBA yang menyandi α-globin atau gen HBB yang

BAB I PENDAHULUAN. rantai globin, yaitu gen HBA yang menyandi α-globin atau gen HBB yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Thalassemia merupakan kelainan genetik dengan pola pewarisan autosomal resesif yang disebabkan karena adanya mutasi pada gen penyandi rantai globin, yaitu gen HBA yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Anemia adalah penurunan jumlah normal eritrosit, konsentrasi hemoglobin, atau hematokrit. Anemia merupakan kondisi yang sangat umum dan sering merupakan komplikasi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, didapatkan peningkatan insiden dan prevalensi dari gagal ginjal, dengan prognosis

Lebih terperinci

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak Dengan Thalasemia

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak Dengan Thalasemia Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak Dengan Thalasemia Disusun Oleh : Gillang Eka Prasetya (11.955) PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN AKADEMI KESEHATAN ASIH HUSADA SEMARANG 2012 / 2O13 THALASEMIA A.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dibandingkan populasi anak sehat (Witt et al., 2003). Pasien dengan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dibandingkan populasi anak sehat (Witt et al., 2003). Pasien dengan penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak dengan penyakit kronis lebih rentan mengalami gangguan psikososial dibandingkan populasi anak sehat (Witt et al., 2003). Pasien dengan penyakit neurologi seperti

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah talasemia berasal dari kata Yunani yaitu Thalassa (laut) dan Haema (darah)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah talasemia berasal dari kata Yunani yaitu Thalassa (laut) dan Haema (darah) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. THALASSEMIA 2.1.1. Defenisi Istilah talasemia berasal dari kata Yunani yaitu Thalassa (laut) dan Haema (darah) yang mengacu pada adanya gangguan sintesis dari rantai globin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Thalassemia β adalah kelainan sel eritrosit bawaan akibat berkurang atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Thalassemia β adalah kelainan sel eritrosit bawaan akibat berkurang atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia β adalah kelainan sel eritrosit bawaan akibat berkurang atau tidak disintesisnya rantai globin β yang di sebabkan oleh adanya mutasi gen globin β. Pembentukan

Lebih terperinci

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya Anemia Megaloblastik Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya Anemia Megaloblastik Anemia megaloblastik : anemia makrositik yang ditandai peningkatan ukuran sel darah merah yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI KONTROL DENGAN TINGGI BADAN PADA PASIEN TALASEMIA MAYOR SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI KONTROL DENGAN TINGGI BADAN PADA PASIEN TALASEMIA MAYOR SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI KONTROL DENGAN TINGGI BADAN PADA PASIEN TALASEMIA MAYOR SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Adelia Kartikasari G0008190 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah dengan nilai MCV lebih kecil dari normal (< 80fl) dan MCH lebih kecil dari nilai normal (

Lebih terperinci

PENDEKATAN DIAGNOSIS LABORATORIUM TALASEMI

PENDEKATAN DIAGNOSIS LABORATORIUM TALASEMI PENDEKATAN DIAGNOSIS LABORATORIUM TALASEMI Franciska Rahardjo. 2006; Pembimbing I : Dani Brataatmadja, dr., Sp.PK Pembimbing II : Penny Setyawati, dr., Sp.PK, M.Kes ABSTRAK Talasemi adalah kelainan darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. β-thalassemia mayor memiliki prognosis yang buruk. Penderita β-thalassemia. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. β-thalassemia mayor memiliki prognosis yang buruk. Penderita β-thalassemia. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah suatu penyakit herediter yang ditandai dengan adanya defek pada sintesis satu atau lebih rantai globin. Defek sintesis rantai globin pada penderita

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002) 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik / penyakit ginjal tahap akhir (ESRD / End Stage Renal Disease) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh

Lebih terperinci

menunjukkan 19,7% diderita oleh perempuan dewasa perkotaan, 13,1% lakilaki dewasa, dan 9,8% anak-anak. Anemia pada perempuan masih banyak ditemukan

menunjukkan 19,7% diderita oleh perempuan dewasa perkotaan, 13,1% lakilaki dewasa, dan 9,8% anak-anak. Anemia pada perempuan masih banyak ditemukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia merupakan salah satu penyakit dengan penyebab multifaktorial, dapat dikarenakan reaksi patologis dan fisiologis yang bisa muncul sebagai konsekuensi dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehamilan memberikan perubahan yang besar terhadap tubuh seorang ibu hamil. Salah satu perubahan yang besar yaitu pada sistem hematologi. Ibu hamil sering kali

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik. 1. Gangguan fungsi ginjal ditandai dengan adanya penurunan laju filtrasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik. 1. Gangguan fungsi ginjal ditandai dengan adanya penurunan laju filtrasi 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia pada Gagal Ginjal Kronik 2.1.1 Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik Gagal ginjal kronik adalah sindoma klinik karena penurunan fungsi ginjal menetap karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Thalassemia adalah penyakit kelainan darah herediter dimana tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Thalassemia adalah penyakit kelainan darah herediter dimana tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah penyakit kelainan darah herediter dimana tubuh mensintesis subunit α atau β-globin pada hemoglobin dalam jumlah yang abnormal (lebih sedikit). 1,2

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab intrakorpuskuler (Abdoerrachman et al., 2007). dibutuhkan untuk fungsi hemoglobin yang normal. Pada Thalassemia α terjadi

BAB I PENDAHULUAN. penyebab intrakorpuskuler (Abdoerrachman et al., 2007). dibutuhkan untuk fungsi hemoglobin yang normal. Pada Thalassemia α terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Thalassemia adalah suatu penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orangtua kepada anak-anaknya secara resesif yang disebabkan karena kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan kadar nilai hemoglobin di bawah 11 gr % pada trimester satu dan tiga, atau kadar nilai hemoglobin kurang dari

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Komunikasi dalam konteks kesehatan adalah suatu proses penyampaian pesan kesehatan oleh komunikator melalui saluran/media tertentu pada komunikan dengan tujuan yang

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rosenbaum dkk, palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rosenbaum dkk, palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi palsi serebral Menurut Rosenbaum dkk, palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan dan bentuk tubuh, yang menyebabkan keterbatasan aktivitas fisik, gangguan tidak

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang saat ini terus melakukan pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, peningkatan taraf hidup setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global yang mempengaruhi derajat kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi sumber daya yang berkualitas tidak hanya dilihat secara fisik namun

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi sumber daya yang berkualitas tidak hanya dilihat secara fisik namun BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan harapan masa depan bangsa yang perlu dipersiapkan agar menjadi sumber daya yang berkualitas tidak hanya dilihat secara fisik namun sehat mental dan sosial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPATUHAN 1. Defenisi Kepatuhan Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan nasehat medis atau kesehatan. Dengan menggambarkanpenggunaan obat sesuai petunjuk

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Harapan Pada..., Agita Pramita, F.PSI UI, 2008

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Harapan Pada..., Agita Pramita, F.PSI UI, 2008 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa dimana individu dituntut untuk memiliki kemampuan penyesuaian baru yang bertujuan untuk menghadapi kehidupan di masa depan. Remaja

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr.

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk dalam lingkup penelitian bidang Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah peningkatan jumlah kasus diabetes melitus (Meetoo & Allen,

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah peningkatan jumlah kasus diabetes melitus (Meetoo & Allen, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup berdampak terhadap perubahan pola penyakit yang terjadi di masyarakat. Masalah kesehatan yang berhubungan dengan gaya hidup dan merupakan masalah

Lebih terperinci

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK 2 Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Thalasemia

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK 2 Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Thalasemia MAKALAH KEPERAWATAN ANAK 2 Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Thalasemia Oleh Kelompok 7 : 1 Sofiana Ulfa Maysaroh (7310020) 2 Fahrul Amiruddin (7310026) FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI S1 KEPERRAWATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2012, angka kematian ibu di Indonesia masih sangat tinggi yaitu 359 per

BAB I PENDAHULUAN. 2012, angka kematian ibu di Indonesia masih sangat tinggi yaitu 359 per BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu di Indonesia masih sangat tinggi yaitu 359 per 100.000 kelahiran hidup. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mengakhiri abad ke-20 dan mengawali abad ke-21 ini ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. Mengakhiri abad ke-20 dan mengawali abad ke-21 ini ditandai oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengakhiri abad ke-20 dan mengawali abad ke-21 ini ditandai oleh fenomena transisi kependudukan di Indonesia. Fenomena ini memang sebagai konsekuensi pembangunan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orangtua kepada anaknya sejak masih dalam kandungan. Talasemia terjadi akibat

BAB I PENDAHULUAN. orangtua kepada anaknya sejak masih dalam kandungan. Talasemia terjadi akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Talasemia merupakan penyakit bawaan yang diturunkan dari salah satu orangtua kepada anaknya sejak masih dalam kandungan. Talasemia terjadi akibat perubahan atau kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible dengan etiologi yang beragam. Setiap penyakit yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang bersangkutan. Hemoglobin merupakan protein berpigmen

Lebih terperinci

2. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit sehingga dapat melakukan. 3. Sebagai bahan masukan atau sebagai sumber informasi yang berguna bagi

2. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit sehingga dapat melakukan. 3. Sebagai bahan masukan atau sebagai sumber informasi yang berguna bagi 2. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit sehingga dapat melakukan konseling kepada ibu hamil mengenai pentingnya pemeriksaan kehamilan sebagai deteksi dini ibu hamil risiko tinggi dalam rangka

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM). Diabetic foot adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh populasi. 1 Wanita hamil merupakan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Viskositas Darah Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap resistensi aliran darah. Viskositas darah tergantung beberapa faktor, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi. Gejala umumnya muncul 10 hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ada empat masalah gizi utama yang ada di Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk. Kedua, kurang vitamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia merupakan suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari normal, anemia merefleksikan eritrosit yang kurang dari normal di dalam sirkulasi dan anemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupakan dambaan setiap manusia. Kesehatan menjadi syarat utama agar individu bisa mengoptimalkan potensi-potensi yang dimilikinya. Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia bisa terjadi pada segala usia. Indonesia prevalensi anemia masih tinggi, insiden anemia 40,5% pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, di samping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Lanjut usia (lansia) adalah perkembangan terakhir dari siklus kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Lanjut usia (lansia) adalah perkembangan terakhir dari siklus kehidupan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lanjut usia (lansia) adalah perkembangan terakhir dari siklus kehidupan. Terdapat beberapa siklus kehidupan menurut Erik Erikson, salah satunya adalah siklus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intrauteri mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012). Selama proses kehamilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsi dari organ tempat sel tersebut tumbuh. 1 Empat belas juta kasus baru

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsi dari organ tempat sel tersebut tumbuh. 1 Empat belas juta kasus baru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah suatu keganasan yang terjadi karena adanya sel dalam tubuh yang berkembang secara tidak terkendali sehingga menyebabkan kerusakan bentuk dan fungsi dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata Paham BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham yang artinya mengerti benar tentang sesuatu hal. Pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan tahap dimana seseorang mengalami sebuah masa transisi menuju dewasa. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gagal ginjal merupakan suatu kondisi dimana fungsi ginjal mengalami penurunan, sehingga tidak mampu lagi untuk melakukan filtrasi sisa metabolisme tubuh dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kronis adalah kondisi medis atau masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan penatalaksanaan medis dan keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan sangat penting maka pemerintah Indonesia memberikan perhatian berupa subsidi dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam beberapa dekade terakhir. Perkembangan ini memperlihatkan dampak dari ekspansi penyediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kronik adalah suatu kondisi dimana terjadi keterbatasan pada kemampuan fisik, psikologis atau kognitif dalam melakukan fungsi harian atau kondisi yang memerlukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit jantung dan pembuluh darah. Berdasarkan laporan WHO tahun 2005, dari 58 juta kematian di dunia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gagal jantung (heart failure) adalah sindrom klinis yang ditandai oleh sesak

BAB 1 PENDAHULUAN. Gagal jantung (heart failure) adalah sindrom klinis yang ditandai oleh sesak 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal jantung (heart failure) adalah sindrom klinis yang ditandai oleh sesak napas dan fatigue (saat istirahat atau saat aktivitas), edema dan tanda objektif adanya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga pada bulan Desember 2012 - Februari 2013. Jumlah sampel yang diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

H.I.V DAN KANKER; PSIKOLOGI SEPANJANG PERJALANAN PENYAKIT. Oleh: dr. Moh. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok

H.I.V DAN KANKER; PSIKOLOGI SEPANJANG PERJALANAN PENYAKIT. Oleh: dr. Moh. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok H.I.V DAN KANKER; PSIKOLOGI SEPANJANG PERJALANAN PENYAKIT Oleh: dr. Moh. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok LATAR BELAKANG Psikologi memiliki peran penting pada penyakit kronis: Mulai mengidap Adaptasi terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus pada dasarnya merupakan kelainan kronis pada homeostasis glukosa yang ditandai dengan beberapa hal yaitu peninggian kadar gula darah, kelainan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan perhatian di Indonesia. World Health Organisation (2012)

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan perhatian di Indonesia. World Health Organisation (2012) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) telah menjadi suatu keadaan yang membutuhkan perhatian di Indonesia. World Health Organisation (2012) mengatakan bahwa

Lebih terperinci

ABSTRAK. Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya

ABSTRAK. Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya ABSTRAK Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya memberikan gambaran penurunan besi serum. Untuk membedakan ADB

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ penting dari manusia. Berbagai penyakit yang menyerang fungsi ginjal dapat menyebabkan beberapa masalah pada tubuh manusia, seperti penumpukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Afrika. Menurut World Health Organization (dalam Briawan, 2013), anemia

BAB I PENDAHULUAN. dan Afrika. Menurut World Health Organization (dalam Briawan, 2013), anemia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan suatu masalah gizi yang tersebar di seluruh dunia, baik di negara berkembang dan negara maju. Penderita anemia di seluruh dunia diperkirakan mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Zat besi Besi (Fe) adalah salah satu mineral zat gizi mikro esensial dalam kehidupan manusia. Tubuh

Lebih terperinci

9. Sonia mahdalena 10. Tri amalia 11. Mitha nur 12. Novita sari 13. Wardah afifah 14. windi yuniati 15. Gina I. 16. Nungki. 8.

9. Sonia mahdalena 10. Tri amalia 11. Mitha nur 12. Novita sari 13. Wardah afifah 14. windi yuniati 15. Gina I. 16. Nungki. 8. 1. Dika fernanda 2. Satya wirawicak 3. Ayu wulandari 4. Aisyah 5. Isti hidayah 6. Hanny dwi andini 7. Ranny dwi. H 8. Siti sarifah 9. Sonia mahdalena 10. Tri amalia 11. Mitha nur 12. Novita sari 13. Wardah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Orang dengan paparan timbal mempunyai kecenderungan lebih besar untuk menjadi anemia dibandingkan dengan orang yang tidak terpapar timbal. Padahal anemia sudah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran darah berupa jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit sapi perah FH umur satu sampai dua belas bulan ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Gambaran Eritrosit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering terjadi pada semua kelompok umur di Indonesia, terutama terjadinya anemia defisiensi besi. Masalah anemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi mikro yang cukup serius dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia. Sebagian besar anemia di Indonesia

Lebih terperinci