HASIL DAN PEMBAHASAN A. MIKROBA PADA SUSU DAN KULTUR STARTER

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN A. MIKROBA PADA SUSU DAN KULTUR STARTER"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN A. MIKROBA PADA SUSU DAN KULTUR STARTER Rata-rata angka lempeng total pada susu kambing segar adalah 4.5x10 5 cfu/ml. Nilai tersebut memenuhi persyaratan SNI untuk TPC susu segar, yaitu maksimal 10 6 cfu/ml (BSN 1998a). Susu yang diperah secara aseptis melalui ambing yang sehat tidaklah steril, namun mengandung sejumlah kecil mikroba, yang disebut komensal ambing, yang umumnya didominasi oleh mikrokoki dan streptokoki (Varnam dan Sutherland 1994). Menurut Daulay (1991), kelompok mikroba yang terdapat dalam pasokan susu mentah diantaranya koliform, bakteri batang pembentuk spora (Bacillus), Gram negatif bentuk batang, Gram positif bentuk batang, dan kamir serta kapang. Lalu, mikroba-mikroba patogen yang terdapat dalam susu diantaranya Mycobacterium tuberculosis, Brucella melitensis, Staphylococcus aureus, Clostridium botulinum, Bacillus anthracis, Salmonella spp., Shigella spp., dan Escherichia spp. Brucella melitensis merupakan bakteri yang lebih sering ditemukan pada susu kambing. Menurut Daulay (1991), kultur starter merupakan kultur aktif dari mikroba bukan patogen yang ditumbuhkan di dalam susu atau whey, yang berperan dalam pembentukan karakteristik dan mutu tertentu pada berbagai jenis produk susu. Jumlah awal mikroba starter pada kultur kerja setelah diinkubasi selama 4 jam perlu diketahui sebelum kultur kerja ditambahkan ke dalam susu kambing. Dari hasil uji penentuan waktu inkubasi diketahui bahwa rata-rata jumlah awal BAL pada kultur kerja berkisar antara 10 8 dan 10 9 cfu/ml. Hanya kultur kerja dengan starter Lactobacillus casei yang tidak dapat mencapai jumlah 10 9 cfu/ml setelah diinkubasi selama 4 jam. B. PEMBUATAN KEJU Susu kambing yang telah dipanasi diberi kultur kerja dan diinkubasi pada suhu 37 o C. Selama inkubasi, laktosa di dalam susu kambing difementasi oleh BAL menjadi asam laktat. Menurut Scott (1986), kandungan laktosa pada susu kambing sekitar 4.6%. Terbentuknya asam laktat ditandai dengan terjadinya penurunan ph. Nilai ph susu kambing yang terukur pada penelitian ini berkisar antara , dengan rata-rata pengukuran 6.6. Menurut Daulay (1991), keasaman susu normal (keasaman susu natural) yang disebabkan oleh komponen kimia berkisar antara ph Penurunan ph ditargetkan hingga mencapai ph 6.3, yaitu nilai ph untuk penambahan rennet. Umumnya, kuantitas rennet yang ditambahkan sebanyak ml untuk 100 liter susu (Daulay 1991). Untuk rennet komersial, jumlah rennet yang digunakan tergantung pada jenis dan merek rennet yang digunakan. Rennet yang digunakan pada penelitian ini merupakan rennet komersial dan jumlah yang ditambahkan untuk pembuatan keju adalah 0.06 ml/l. Jika jumlah rennet yang ditambahkan lebih dari 0.06 ml/l, proses koagulasi berlangsung lebih cepat namun keju yang dihasilkan berasa pahit. Hal tersebut dikarenakan aktivitas proteolitik yang berlebih dapat menyebabkan lebih banyak protein yang dipecah sehingga dapat terbentuk peptida yang menyebabkan rasa pahit pada keju. Koagulasi protein susu, terutama kasein, oleh enzim proteolitik terjadi pada ph yang lebih tinggi ( ) dibandingkan dengan koagulasi oleh asam yang terjadi pada ph (Daulay 1991). Oleh karena itu, produk keju tidak terlalu asam seperti produk fermentasi pada

2 umumnya. Pada penelitian ini, rennet ditambahkan ketika ph susu mencapai 6.3. Walaupun begitu, koagulasi kasein tidak hanya dipengaruhi oleh ph, tetapi juga oleh keberadaan ion Ca 2+. Susu yang telah ditambah rennet kemudian diinkubasi kembali pada suhu 37 o C selama 2 jam. Selama inkubasi dengan rennet, susu harus dijaga agar tidak terguncang sehingga curd yang terbentuk tidak terpecah-pecah atau hancur. Konsistensi curd dapat dijadikan tolok ukur untuk memperkirakan konsistensi keju yang akan terbentuk. Curd yang lemah dan terpecahpecah akan menghasilkan tekstur keju yang lemah pula. Curd yang terbentuk pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5. Curd yang terbentuk kompak dan tidak terpecah-pecah serta tidak hancur ketika diciduk dengan sendok. Whey yang bewarna hijau kekuningan terlihat di dasar bekas cidukan curd. Gambar 5. Curd Curd yang terbentuk kemudian dipotong-potong agar luas permukaannya meningkat, sehingga proses pengeluaran whey lebih efektif serta terjadi pindah panas yang seragam dan merata pada proses pemasakan di tahap selanjutnya. Pemotongan harus dilakukan dengan hatihati agar tidak banyak lemak yang terlepas dari curd dan lolos bersama whey. Setelah dipotong, potongan curd didiamkan selama menit agar sebagian whey keluar. Potongan curd dipanaskan pada suhu 40 o C selama 30 menit. Pemanasan pada suhu tersebut untuk mencegah hilangnya BAL karena BAL umumnya mati pada suhu tinggi. Selama pemanasan, terjadi pengerutan matriks protein sehingga whey terdorong keluar lebih banyak (Daulay 1991). Potongan curd yang mengerut lama-lama tenggelam dalam whey dan terkumpul di dasar wadah. Ketika diciduk, tampak potongan curd dengan permukaan yang agak keras sehingga tidak mudah hancur (Gambar 6). Proses penyaringan dilakukan dengan peralatan modifikasi yang terdiri dari kain blacu, corong, dan erlenmeyer (Lampiran 6). Whey yang berwarna hijau kekuningan tertampung di dalam erlenmeyer (Lampiran 6), sementara keju segar tertinggal di kain blacu. Keju segar yang tersaring berwarna putih dengan aroma asam yang segar. Proses penyaringan dilakukan semalaman di dalam refrigerator pada suhu 5 C untuk menghambat aktivitas fermentasi BAL. Penggaraman dilakukan dengan penambahan garam 2% (b/b) secara langsung pada keju segar. Keju segar kemudian diaduk agar garam tercampur merata. Pada penelitian ini, jika pemisahan whey berlangsung baik, keju segar yang diaduk dapat disatukan kembali dan dibentuk serta tidak ada yang menempel di wadah atau alat pengaduk. Sebaliknya, jika penirisan whey 23

3 tidak berlangsung sempurna, ada bagian-bagian keju segar yang menempel di wadah atau alat pengaduk. Gambar 6. Curd setelah tahap pemanasan Keju yang dihasilkan pada penelitian ini berwarna putih (yang merupakan tipikal keju dari susu kambing), memiliki konsistensi agak lunak, dan mudah rapuh (Gambar 7). Keju lunak susu kambing memiliki warna lebih putih daripada keju susu sapi. Hal itu dikarenakan susu kambing kekurangan β-karoten yang seluruhnya telah diubah menjadi retinol (Raynal-Ljutovac et al. 2008). Pada keju juga terbentuk aroma masam, karena pemakaian bakteri Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus casei yang umum digunakan dalam pembuatan susu masam. Aroma masam yang terbentuk dapat menutupi aroma khas pada susu kambing. Gambar 7. Keju lunak susu kambing Tekstur keju yang lunak disebabkan oleh tidak dilakukannya proses pengepresan keju. Pengepresan tidak hanya dilakukan untuk mendorong keluarnya cairan (whey), tetapi juga diperlukan untuk mendapatkan tektur keju yang kompak dan rapat (Walstra et al. 1999). Oleh sebab itu, keju yang dihasilkan pada penelitian ini mudah rapuh. Kekompakan matriks keju tergantung pada kemampuan kasein untuk merangkul dan mendekap komponen-komponen susu lainnya seperti lemak, air, garam-garam, laktosa, dan protein whey (Daulay 1991). Tidak dilakukannya tahap standardisasi rasio kasein dan lemak 24

4 pada susu kambing juga dapat menjadi salah satu penyebab tekstur keju menjadi lunak. Untuk keju cedar, misalnya, standardisasi susu untuk rasio kasein dan lemak adalah 0.67:0.72 (Kelly 2009). Selama proses pembuatan keju, dilakukan analisis stabilitas BAL dengan parameter nilai ph, jumlah BAL, dan angka lempeng total. Data stabilitas BAL selama proses pembuatan diperoleh dari produksi keju dengan bakteri Lactobacillus acidophilus. Ketahanan bakteri Lactobacillus casei selama proses pembuatan diperkirakan tidak jauh berbeda. Hal tersebut dibuktikan dari tingginya jumlah BAL pada keju dengan Lactobacillus casei selama masa penyimpanan. Nilai ph diukur mulai dari susu kambing segar sampai produk keju yang dihasilkan. Nilai ph awal susu kambing perlu diketahui untuk menentukan lama inkubasi susu kambing dengan starter hingga mencapai ph 6.3 (ph untuk penambahan rennet). Berdasarkan uji penentuan waktu inkubasi, diketahui bahwa nilai ph turun 0.1 unit setiap 2 jam. Kecepatan penurunan ph tergantung pada jenis BAL yang digunakan. Pada penelitian ini, ph dari susu yang difermentasi oleh Lactobacillus acidophilus lebih cepat turun daripada susu yang difermentasi oleh Lactobacillus casei. Waktu yang diperlukan susu yang difermentasi oleh Lactobacillus acidophilus untuk mencapai ph 6.3 berkisar antara 4-6 jam, tergantung ph awal susu kambing, sedangkan susu yang difermentasi oleh Lactobacillus casei berkisar antara 6-7 jam. Hal itu disebabkan oleh perbedaan sifat fermentasi asam laktat diantara kedua jenis bakteri tersebut. Lactobacillus acidophilus bersifat homofermentatif sedangkan Lactobacillus casei bersifat heterofermentatif. Bakteri yang bersifat homofermentatif umumnya lebih cepat dalam menurunkan ph. Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan nilai ph, mulai dari susu segar sampai menjadi produk keju, yang mengindikasikan terjadi pertumbuhan dan aktivitas metabolisme dari BAL yang digunakan. Penurunan nilai ph dikarenakan aktivitas fermentasi laktosa menjadi asam laktat oleh BAL. Nilai ph yang diukur pada tiap tahapan produksi dapat dilihat pada Gambar 8. Data nilai ph tersebut diperoleh dari produksi keju dengan bakteri Lactobacillus acidophilus. Keterangan a: susu segar b: susu terfermentasi c: curd d: whey e: keju segar Gambar 8. Nilai ph di tiap tahapan proses pembuatan keju Nilai ph dijadikan indikator dalam penambahan rennet karena kerja enzim dipengaruhi oleh ph. Enzim khimosin dalam rennet akan mengkoagulasi susu pada ph di dua tahap 25

5 reaksi (Rahman et al. 1992). Pada penelitian ini, nilai ph susu terfermentasi untuk penambahan rennet adalah 6.3. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk penurunan ph dari 6.6 menjadi 6.30 adalah 6 jam. Pengukuran ph curd dan whey dilakukan sebelum proses pemanasan, sedangkan pengukuran ph keju segar dilakukan setelah tahap penyaringan. Penurunan nilai ph yang besar pada keju segar (dari ph 6.1 pada curd menjadi 5.7 pada keju segar) disebabkan oleh proses pemanasan curd. Pemanasan pada suhu 40 C diperkirakan dapat merangsang pertumbuhan BAL dan meningkatkan aktivitas BAL dalam proses fermentasi laktosa. Data nilai ph selama proses pembuatan keju didukung oleh data analisis jumlah BAL dan angka lempeng total. Analisis angka lempeng total mulai dilakukan dari susu segar, sedangkan analisis jumlah BAL mulai dilakukan dari tahap susu setelah difermentasi oleh kultur kerja. Data stabilitas BAL selama pembuatan keju dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah ALT dan BAL di tiap tahapan proses pembuatan keju Tahapan proses ALT (log10) BAL (log10) susu segar a susu setelah pemanasan (85 o C, 30 menit) a < susu terfermentasi sampai ph 6,3 b curd b whey b keju segar b Keterangan: a (cfu/ml) b (cfu/gram) Uji angka lempeng total juga dilakukan pada susu kambing yang telah dipanasi untuk mengetahui kecukupan pemanasan. Pemanasan bertujuan membunuh mikroba patogen dan mikroba lain yang terdapat dalam susu kambing, sehingga yang diharapkan tumbuh pada susu sampai menjadi produk keju hanya mikroba starter. Jumlah BAL selama proses pembuatan keju mencapai 10 8 cfu/gram dan setelah tahap penyaringan mencapai 10 9 cfu/gram. Bentuk koloni BAL yang tumbuh pada media MRSA berbentuk cakram miring atau seperti bintang, berwarna putih susu, dan permukaannya tampak licin. Selain itu, koloni BAL juga mengeluarkan aroma masam sebagai hasil metabolisme zatzat yang terkandung dalam media MRSA. Bila ditinjau dari kemungkinan pemanfaatan sebagai pangan probiotik, jumlah sel probiotik dalam bahan pangan sebaiknya pada kisaran 10 6 cfu/gram dan direkomendasikan untuk mengonsumsi cfu dalam setiap porsi untuk memperoleh manfaat kesehatan (Araújo et al. 2010). Jumlah BAL yang terperangkap dalam matriks curd yang terbentuk setelah penambahan rennet mencapai 10 8 cfu/gram. Begitu juga dengan kandungan BAL dalam whey yang terbuang (10 8 cfu/ml). Oleh karena itu, baik keju maupun whey yang dihasilkan memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi produk pangan probiotik jika sudah ada bukti yang menunjukkan bahwa kedua starter yang digunakan memiliki aktivitas probiotik. 26

6 Perbedaan jumlah BAL sebesar satu log dari 10 8 cfu/gram (pada curd) menjadi 10 9 cfu/gram (pada keju setelah tahap penyaringan) disebabkan oleh proses pemanasan (40 o C) yang dilakukan sebelum tahap penyaringan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pemanasan pada suhu 40 o C diperkirakan dapat merangsang pertumbuhan BAL. C. STABILITAS BAL SELAMA PENYIMPANAN KEJU Stabilitas BAL di dalam keju dikaitkan dengan keberlangsungan hidup BAL tersebut. Adanya aktivitas BAL dapat diamati dari perubahan ph yang berlangsung selama masa simpan produk. Analisis ph dilakukan pada minggu pertama hingga minggu keempat di bulan pertama penyimpanan dan pada minggu keenam serta kedelapan pada penyimpanan di bulan kedua. Data nilai ph selama penyimpanan keju dapat dilihat pada Gambar 9 dan Lampiran 7. Gambar 9. Nilai ph keju selama penyimpanan 8 minggu Berdasarkan hasil uji ANOVA (Lampiran 8), terjadi penurunan ph yang signifikan (P < 0.05) selama penyimpanan keju. Penurunan ph yang signifikan terjadi pada minggu kedelapan dan hal itu disebabkan oleh peningkatan aktivitas BAL di dalam keju. Penyimpanan keju tetap terjaga pada suhu refrigerator (5 C) selama 6 minggu. Namun, pada minggu ketujuh, keju sempat terpapar suhu ruang selama 6 jam karena adanya kegiatan uji sensori. Peningkatan suhu, dari suhu refrigerator menjadi suhu ruang, diperkirakan dapat meningkatkan aktivitas metabolisme BAL dalam memfermentasi laktosa. Penurunan ph selama penyimpanan tidak dipengaruhi oleh jenis BAL yang digunakan. Hal itu dibuktikan dari hasil uji ANOVA pada Lampiran 9. Walaupun nilai ph keju dengan starter Lactobacillus casei lebih tinggi dari yang lainnya, penurunan ph pada keju tersebut cenderung terjadi di setiap minggunya, sama halnya dengan yang terjadi pada dua jenis keju lainnya. Nilai ph dapat dipengaruhi oleh penggaraman (Guinee dan Fox 1993). Hal tersebut dikaitkan dengan pengaruh penggaraman dalam kontrol mikroba. Sisa laktosa di dalam keju dapat dimetabolisme menjadi asam laktat oleh mikroba sehingga nilai ph turun. Ketahanan terhadap garam bervariasi pada tiap jenis mikroba. Kultur keju komersial terhambat pada penambahan garam >2,5% (Guinee dan Fox 1993). Pada penelitian ini, konsentrasi garam yang 27

7 ditambahkan adalah 2% (b/b) dan stabilitas mikroba yang digunakan di dalam keju tidak terpengaruh oleh konsentrasi tersebut. Hal itu dibuktikan dengan tingginya jumlah BAL dan angka lempeng total pada keju selama masa simpan. Beberapa penelitian sebelumnya tentang produk keju yang mengandung BAL Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus casei menunjukkan bahwa kandungan asam laktat cenderung tetap selama masa simpan (Ong et al dan Ong et al. 2007). Hal itu dikarenakan banyak laktosa yang hilang bersama whey dan hanya sedikit yang tersisa dalam keju. Peningkatan kandungan asam laktat pada beberapa minggu pertama masa simpan disebabkan oleh proses fermentasi laktosa yang masih tertinggal di dalam keju oleh BAL (Ong et al. 2007). Namun, pada penelitian ini dihasilkan keju yang memiliki tekstur lunak, dimana kandungan laktosa dalam keju lunak masih cukup tinggi (Walther et al. 2008), sehingga diperkirakan masih dapat terjadi fermentasi laktosa menjadi asam laktat. Penurunan nilai ph keju yang terus terjadi selama penyimpanan juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Menéndez et al. (2000), yang menguji efek penambahan bakteri Lactobacillus spp. pada keju Arzúa-Ulloa, sejenis keju lunak dari susu sapi, yang disimpan selama 30 hari. Pengamatan selama masa simpan juga meliputi pengamatan BAL dan angka lempeng total. Jumlah BAL berkisar pada angka 10 9 cfu/gram (Gambar 10 dan Lampiran 10), begitu juga dengan angka lempeng total (Gambar 11 dan Lampiran 10). Gambar 10. Jumlah BAL pada keju selama penyimpanan 8 minggu Berdasarkan uji ANOVA (Lampiran 11), tidak terdapat perbedaan yang signifikan (P > 0.05) pada jumlah BAL dan angka lempeng total selama penyimpanan. Selain itu, juga tidak terdapat perbedaan jumlah BAL dan angka lempeng total yang signifikan untuk tiap keju berdasarkan jenis BAL (Lampiran 12). Jumlah BAL dan angka lempeng total dari ketiga keju dengan starter yang berbeda terdapat pada kisaran 10 9 cfu/gram. Tingginya jumlah BAL pada keju yang dihasilkan dari penelitian ini disebabkan oleh jumlah BAL yang sudah tinggi pada susu yang difermentasi dengan kultur kerja (10 8 cfu/ml). Stabilitas BAL yang berada pada kisaran 10 9 cfu/gram selama 8 minggu disebabkan oleh penyimpanan keju di dalam refrigerator pada suhu 5 C yang dapat menghambat aktivitas metabolisme mikroba dan enzim yang terdapat di dalam keju. 28

8 Gambar 11. Angka lempeng total pada keju selama penyimpanan 8 minggu Jumlah koloni BAL dari keju dengan starter campuran tidak dapat dibedakan antara koloni Lactobacillus acidophilus dengan Lactobacilus casei. Selain itu, juga tidak dapat ditentukan jumlah dari masing-masing mikroba karena media penumbuh yang digunakan bukan media selektif untuk tujuan tersebut, sehingga jumlah BAL yang dihitung merupakan total dari kedua mikroba tersebut. Kemampuan bertahan dan berkembang dari bakteri Lactobacillus acidophilus maupun Lactobacillus casei pada produk keju, selama proses produksi dan masa simpan, juga telah diuji sebelumnya oleh penelitian yang dilakukan oleh Ong et al. (2006) pada keju cedar yang disimpan selama enam bulan. Jumlah kedua BAL tersebut mencapai 10 8 cfu/gram pada akhir masa simpan. Selain itu, Kasımoğlu et al. (2004) menguji ketahanan Lactobacillus acidophilus pada keju putih, yang merupakan keju berkadar garam tinggi, selama produksi dan masa simpan tiga bulan dengan jumlah Lactobacillus acidophilus berkisar pada cfu/gram pada akhir masa simpan. D. MUTU SENSORI KEJU Analisis sensori bertujuan mengukur nilai kesukaan panelis terhadap aroma, rasa, dan aftertaste dari keju lunak susu kambing. Data hasil penilaian kesukaan panelis terhadap keju dapat dilihat pada Tabel 4 dan Lampiran 13. Tabel 4. Rata-rata penilaian kesukaan panelis terhadap keju lunak susu kambing Jenis keju Aroma Rasa Aftertaste starter L. acidophilus 11.4 a) 10.4 a) 9.5 a) starter L. casei 12.0 a) 10.4 a) 8.6 a) starter campuran 11.3 a) 10.4 a) 8.9 a) feta komersial 6.7 b) 8.5 a) 5.7 a) Keterangan: Tanda a) dan b) dalam satu kolom menyatakan data berbeda nyata pada taraf alfa 5% 29

9 Aroma ketiga keju lunak susu kambing yang dihasilkan pada penelitian ini lebih disukai daripada keju feta komersial. Hal itu ditunjukkan dari rata-rata penilaian kesukaan pada ketiga keju tersebut yang lebih besar daripada rata-rata penilaian kesukaan pada keju feta komersial (Tabel 4). Dengan uji ANOVA, rata-rata penilaian kesukaan pada keju lunak susu kambing diketahui berbeda signifikan (P < 0.05) dengan rata-rata penilaian kesukaan pada keju feta komersial (Lampiran 14). Perbedaan aroma antara keju feta komersial dengan ketiga keju lunak susu kambing disebabkan oleh penggunaan bakteri yang berbeda serta cara produksi yang berbeda pula. Aroma dominan dari ketiga keju lunak susu kambing adalah aroma asam. Aroma asam yang paling kuat dihasilkan dari keju dengan bakteri Lactobacillus acidophilus, sedangkan dari keju feta komersial tidak tercium aroma asam, tetapi tercium aroma agak tengik. Selain itu, beberapa panelis mengenali adanya aroma prengus (goaty) pada keju feta setelah mencicipi produk tersebut. Namun, aroma prengus hampir tidak tercium dari ketiga keju lunak susu kambing. Hal itu dikarenakan aroma asam yang dihasilkan oleh BAL dapat menutupi aroma prengus. Berdasarkan uji ANOVA, rata-rata penilaian kesukaan panelis terhadap rasa dari keempat keju tidak berbeda signifikan (P > 0.05) (Lampiran 15). Rasa yang dominan dirasakan oleh panelis pada keju lunak susu kambing maupun keju feta komersial adalah rasa asin. Penambahan garam 2% (b/b) dapat menyebabkan rasa yang terlalu asin. Rata-rata penilaian kesukaan panelis terhadap aftertaste keempat keju tidak berbeda signifikan (P > 0.05) berdasarkan uji ANOVA (Lampiran 15). Aftertaste yang dirasakan oleh panelis pada keju lunak susu kambing umumnya adalah rasa pahit yang tertinggal. Rasa pahit disebabkan oleh peptida hidrofobik yang berasal dari degradasi kasein hidrofobik oleh enzim proteolitik dari koagulan (rennet). Walaupun begitu, rasa pahit dapat berkontribusi pada pembentukan flavor yang diinginkan pada keju peram (Tejada et al. 2008). Selama penyimpanan 8 minggu, terlihat bahwa keju lunak susu kambing dengan BAL Lactobacillus casei dan campuran menunjukkan terjadinya sineresis, sedangkan pada keju dengan BAL Lactobacillus acidophilus tidak terjadi sineresis. Selanjutnya, keju lunak susu kambing dengan BAL Lactobacillus acidophilus diuji kandungan nutrisi dan cemaran logam. E. KANDUNGAN NUTRISI KEJU Keju merupakan produk yang kaya nutrisi. Analisis kandungan nutisi keju pada penelitian ini meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan karbohidrat by difference. Data kandungan nutrisi keju dapat dilihat pada Tabel 5. Kadar air keju lunak susu kambing pada Tabel 5 masuk dalam kisaran kadar air keju semi keras atau semi lunak (45-55%) (Heller et al. 2008). Kadar air tersebut mendekati kadar air keju feta yang diteliti oleh Park (1990), dimana keju feta merupakan jenis keju semi lunak. Kandungan air yang tinggi pada keju dapat melemahkan struktur jaringan kasein sehingga menghasilkan keju yang kurang keras (bertekstur lemah) (Banks 2007a). Kualitas keju selama masa simpan dapat dipengaruhi oleh kadar air yang tinggi jika tidak ditangani dengan baik, diantaranya terkait dengan kandungan air bebas yang dapat dimanfaatkan oleh bakteri, baik starter maupun kontaminan dari lingkungan. Oleh karena itu, keju dengan kandungan air yang cukup tinggi umumnya dikonsumsi segar dan berumur pendek, sekitar 2 minggu (Walstra 1999). 30

10 Tabel 5. Komposisi kimia susu kambing PE dan keju susu kambing (berat basah) Parameter (%) Susu kambing PE a Keju lunak susu kambing Keju susu kambing komersial b Fresh soft Feta Cedar SNI c Cedar olahan Air ± ± ± ±1.76 maks. 45 Abu 0.72± ± ± ± ±0.13 maks. 5.5 lemak 6.10± ± ± ± ±1.13 min. 25 protein 2.97± ± ± ± ±0.56 min karbohidrat Keterangan : a Hidayat (2009); b Park (1990); c BSN (1992) (-) tidak dilakukan analisis Kadar air juga mempengaruhi rendemen keju. Rendemen keju dapat didefinisikan sebagai bobot keju dalam satuan kg yang dihasilkan dari 100 kg susu (Banks 2007b). Rata-rata rendemen keju yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 23.84% (Lampiran 17). Umumnya, rendemen keju berkisar antara 9-15%, tergantung pada komposisi kimia susu, kasein dan lemak yang terperangkap, terbuangnya komponen penting susu ke dalam whey sebagai akibat penanganan susu dan prosedur pembuatan keju, serta kadar air pada keju (Farkye 2004). Kandungan mineral pada keju ditunjukkan dari kadar abu yang terukur. Selain lemak dan protein, mineral-mineral susu seperti kalsium, fosfor, dan magnesium terkonsentrasi dalam curd yang terbentuk selama proses koagulasi (Miller et al. 2007). Menurut Park (1990), kadar abu keju susu kambing lebih tinggi pada jenis keju keras daripada jenis keju lunak. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh variasi kandungan mineral pada jenis susu yang digunakan atau cara pembuatan keju yang berbeda. Pengasaman dengan cepat oleh fermentasi laktat, yang diikuti oleh keluarnya whey dengan cepat, mendorong terjadinya demineralisasi, sedangkan pengasaman yang lambat namun dengan koagulasi yang cepat, dapat mempertahankan kandungan mineral susu (Guegen 1979 diacu dalam Park 1990). Kandungan lemak di dalam keju tergantung pada jenis susu yang digunakan sebagai bahan baku dan cara produksi keju. Lemak dapat mempengaruhi kekerasan, kelekatan, mouthfeel, dan cita rasa keju (O Brien dan O Connor 2004). Umumnya, keju yang terbuat dari susu kambing memiliki tekstur yang lebih lunak karena mengandung lebih banyak globulaglobula lemak yang berukuran <5 μm daripada susu sapi. Ukuran globula lemak yang lebih kecil menyebabkan luas permukaan lemak semakin besar, sehingga terjadi penyebaran misel kasein yang terjerap pada permukaan globula lemak sekaligus melapisinya (Daulay 1991; Walstra et al. 1999). Keju merupakan produk yang kaya lemak. Lemak dalam susu beserta komponen lainnya yang tidak larut air terperangkap dalam matriks kasein yang terkoagulasi. Persentase kandungan lemak dalam keju lunak susu kambing dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai tersebut lebih rendah 31

11 dibandingkan nilai kandungan lemak pada keju feta dan cedar dalam penelitian Park (1990), juga lebih rendah dari batas minimum kandungan lemak pada keju cedar olahan menurut SNI. Namun, nilai tersebut tidak jauh berbeda dengan kandungan lemak pada keju fresh soft dalam penelitian Park (1990). Perbedaan komposisi lemak (%) pada keju lunak, keju semi lunak/semi keras, dan keju keras disebabkan oleh perbedaan dalam proses pengeluaran whey yang akan menentukan kandungan air (%) pada produk akhir, dimana kandungan air pada keju lunak lebih tinggi daripada keju keras. Park (1990) menyatakan bahwa, peningkatan persentase kandungan lemak terjadi dengan semakin menurunnya kadar air. Protein susu, terutama kasein, merupakan komponen terpenting dalam pembuatan keju karena merupakan bahan utama yang akan dikoagulasi hingga membentuk curd, dan selanjutnya diolah menjadi produk keju. Kandungan protein dari susu kambing sebenarnya tidak jauh berbeda dengan susu sapi, namun rasio kasein terhadap total protein pada susu kambing lebih rendah daripada susu sapi (Loewenstein 1982 diacu dalam Zeng 1996). Selain itu, proporsi α s1 -kasein yang lebih rendah pada kasein susu kambing menyebabkan tekstur curd yang terbuat dari susu kambing lebih lunak daripada curd yang terbuat dari susu yang mengandung α s1 -kasein lebih tinggi (Ambrosoli et al diacu dalam Thomann et al. 2008). Perbedaan-perbedaan di atas terkait langsung dengan cara pengolahan, yang spesifik secara teknologi, untuk tiap jenis susu, namun belum diketahui pengaruhnya terhadap kandungan nutrisi keju yang dihasilkan (Raynal-Ljutovac et al. 2008). Persentase kandungan protein dalam keju lunak susu kambing tidak jauh berbeda dengan persentase kandungan protein dalam keju fresh soft, namun lebih rendah dari yang terkandung dalam keju feta dan cedar serta di bawah batas minimum yang ditetapkan SNI untuk keju cedar olahan. Seperti halnya lemak, persentase kandungan protein meningkat dengan semakin menurunnya kadar air (Park 1990). Kandungan karbohidrat by difference pada keju lunak susu kambing mencapai 5.67%. Cukup tingginya kandungan karbohidrat disebabkan oleh kandungan whey yang masih cukup tinggi, dimana laktosa dan kandungan gula lainnya berada di dalamnya. F. CEMARAN LOGAM PADA KEJU Analisis cemaran logam pada keju meliputi analisis arsen (As), timbal (Pb), tembaga (Cu), seng (Zn), merkuri (Hg), dan timah (Sn). Kandungan cemaran logam pada keju dapat dilihat pada Tabel 6 dan rekapitulasi data dapat dilihat pada Lampiran Analisis cemaran logam pada penelitian ini hanya dilakukan pada produk keju lunak susu kambing, tidak pada susu kambing segar. Oleh karena itu, data dan informasi mengenai cemaran logam pada susu kambing segar berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Güler (2007). Penelitian yang dilakukan oleh Güler (2007) pada susu segar dari kambing Turki lokal menunjukkan tidak terdeteksinya logam As. Hal tersebut dikarenakan kandungan As yang lebih rendah dari batas deteksi (0.001 ppm) alat yang digunakan pada penelitian tersebut. Kandungan As dalam keju lunak susu kambing tidak terdeteksi karena lebih kecil dari batas deteksi alat untuk cemaran logam As (< ppm). Menurut Güler (2007), kandungan Pb pada susu dari kambing lokal Turki adalah sebesar 0.06±0.00 ppm (berat basah). Sebelumnya, Coni et al. (1996) juga menguji kandungan Pb pada susu kambing yang diambil dari dua musim yang berbeda, dimana kandungan Pb sebesar ppm (berat kering) terdapat pada susu yang diperah pada musim panas dan ppm (berat kering) Pb terdapat pada susu yang diperah pada musim dingin. Adanya kontaminasi Pb 32

12 pada susu dari kambing Turki lokal disebabkan oleh lokasi peternakan yang berada di sekitar area pertanian yang menggunakan pupuk kimia buatan, sehingga pakan (rumput) dapat tercemar oleh Pb dalam pupuk yang terbawa oleh angin, air, atau tanah (Güler 2007). Tabel 6. Kandungan cemaran logam pada susu kambing dan produk keju Keju lunak Keju dari literatur lain SNI d Parameter Susu susu Keju susu Keju susu (ppm) kambing a Cedar olahan kambing kambing b sapi c As tidak < maks. 0.1 terdeteksi Pb 0.06±0.00 < maks. 0.3 Cu 0.48± maks Zn 4.68± ±0.00 maks Hg - < ±0.00 maks Sn - < maks Keterangan: a Güler (2007), berat basah; b Coni et al. (1996), berat kering, susu yang diperah pada musim panas; c Gambelli et al. (1999); d BSN (1992) (-) tidak dilakukan analisis Kandungan Pb dan Sn pada keju lunak susu kambing tidak terdeteksi karena lebih kecil dari batas deteksi alat untuk cemaran logam Pb dan Sn (<0.01 ppm). Penelitian yang dilakukan oleh Coni et al. (1996) menunjukkan kandungan Pb sebesar ppm (berat kering) pada keju dari susu kambing yang diperah pada musim panas dan ppm (berat kering) Pb pada keju dari susu kambing yang diperah pada musim dingin. Secara umum, kandungan Pb dalam keju lebih tinggi daripada yang terkandung dalam susu segar. Coni et al. (1996) menyatakan bahwa kandungan Pb yang lebih tinggi pada curd daripada susu segar dikarenakan Pb memiliki afinitas terhadap kasein dan lemak. Hasil penelitian Güler (2007) terhadap kandungan Cu dan Zn pada susu dari kambing Turki lokal dapat dilihat pada Tabel 6. Sebelumnya, penelitian yang dilakukan oleh Park (2000) terhadap kandungan mineral pada susu kambing menunjukkan kandungan Cu sebesar 0.39±0.12 ppm (berat basah) dan kandungan Zn sebesar 3.10±0.30 ppm (berat basah). Lebih rendahnya kandungan Cu daripada Zn disebabkan oleh sifat antagonisme di antara keduanya. Pada kebanyakan kasus antagonisme, sejumlah elemen yang saling berinteraksi mempunyai sifat yang hampir sama sehingga terjadi kompetisi dalam menduduki ikatannya dalam protein (Darmono 1995). Kandungan Cu dan Zn terdeteksi pada keju lunak susu kambing namun masih di bawah batas maksimum yang ditetapkan oleh SNI untuk keju cedar olahan. Seperti logam Pb, logam Cu dan Zn juga terikat pada kasein dan lemak sehingga konsentrasinya pada curd lebih tinggi daripada susu segar (Coni et al. 1996). Brule dan Fauquant (1982) mendapati bahwa rata-rata 33

13 retensi mikromineral yang tinggi di dalam keju disebabkan oleh 95% Zn dan Mn serta 50-75% Cu dan Fe yang terikat pada kasein (Park 1990). Kandungan Cu dalam dua jenis keju susu kambing pada Tabel 6 cenderung lebih rendah daripada kandungan Zn. Penelitian yang dilakukan oleh Park (2000) pada produk komersial susu kambing dan turunannya, termasuk keju, menunjukkan kecenderungan yang sama. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Maas (2010) terhadap keju Comté dari susu sapi. Kandungan Hg pada keju lunak susu kambing tidak terdeteksi karena lebih kecil dari batas deteksi alat untuk cemaran Hg (< ppm). Penelitian yang dilakukan oleh Gambelli et al. (1999) mencatat adanya 0.001±0.00 ppm Hg pada keju susu sapi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muñoz et al. (2005) untuk memperkirakan jumlah asupan kontaminasi logam dari makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat Santiago, Chili, diketahui bahwa rata-rata kandungan Hg dari produk susu adalah <0.001 ppm dari rata-rata konsumsi g/hari susu. Lalu, rata-rata kandungan Hg dari sejumlah produk turunan susu [yoghurt (71.8 g/hari), keju (41.2 g/hari), mentega (1.3 g/hari), Desserts (64.7 g/hari), dan produk lainnya (53.1 g/hari)] adalah <0.001 ppm dari rata-rata konsumsi g/hari dari total semua produk. Kandungan Hg dari semua hasil penelitian tersebut berada di bawah standar yang ditetapkan SNI untuk keju cedar olahan, yaitu maksimum sebesar 0.03 ppm. Cemaran Hg jarang terjadi pada produk pertanian darat dan umumnya terjadi pada produk-produk asal laut. Muñoz et al. (2005), mencatat adanya kandungan Hg sebanyak ppm dari rata-rata konsumsi 33.1 g/hari produk ikan dan kerang-kerangan. 34

TINJAUAN PUSTAKA. Susu kambing Jamnapari b. Susu kambing PE a

TINJAUAN PUSTAKA. Susu kambing Jamnapari b. Susu kambing PE a TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU KAMBING Perkembangan populasi ternak kambing meningkat dalam beberapa tahun terakhir (2001-2006). Pada tahun 2001 jumlahnya 12.46 juta ekor dan meningkat menjadi 13.18 juta ekor

Lebih terperinci

KUISIONER KESUKAAN TERHADAP PRODUK OLAHAN SUSU

KUISIONER KESUKAAN TERHADAP PRODUK OLAHAN SUSU LAMPIRAN Lampiran 1. Kuisioner seleksi panelis (Form 1) KUISIONER KESUKAAN TERHADAP PRODUK OLAHAN SUSU Nama : Tanggal : No. Hp : Anda diminta menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini. Lingkari jawaban

Lebih terperinci

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang AgroinovasI Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang Pisang kaya akan karbohidrat dan mempunyai kandungan gizi yang baik yaitu vitamin (provitamin A, B dan C) dan mineral

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN. 1. Pemeliharaan Kultur Bakteri Asam Laktat (Hidayat 2009)

METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN. 1. Pemeliharaan Kultur Bakteri Asam Laktat (Hidayat 2009) METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama dalam penelitian ini adalah susu kambing jenis Peranakan Etawah (PE). Susu kambing PE diperoleh dari Koperasi Daya Mitra Primata, desa Cikarawang, Bogor.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Pengujian Aktivitas Rennet dalam Mengkoagulasikan Susu

PEMBAHASAN Pengujian Aktivitas Rennet dalam Mengkoagulasikan Susu PEMBAHASAN Pengujian Aktivitas Rennet dalam Mengkoagulasikan Susu Uji aktivitas rennet menggunakan susu yang telah dipasteurisasi. Pasteurisasi susu digunakan untuk menstandardisasikan kualitas biologi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Hasil analisis sifat fisik susu kambing segar. 9,70±0,10 8,37 10,45 3) Minimal 8,0

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Hasil analisis sifat fisik susu kambing segar. 9,70±0,10 8,37 10,45 3) Minimal 8,0 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Karakterisasi sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi susu kambing segar Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi

Lebih terperinci

STABILITAS BAKTERI ASAM LAKTAT SELAMA PEMBUATAN DAN PENYIMPANAN KEJU LUNAK SUSU KAMBING SKRIPSI WIDYA EKA PRAYITNO F

STABILITAS BAKTERI ASAM LAKTAT SELAMA PEMBUATAN DAN PENYIMPANAN KEJU LUNAK SUSU KAMBING SKRIPSI WIDYA EKA PRAYITNO F STABILITAS BAKTERI ASAM LAKTAT SELAMA PEMBUATAN DAN PENYIMPANAN KEJU LUNAK SUSU KAMBING SKRIPSI WIDYA EKA PRAYITNO F 24061476 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 STABILITY

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, dan (6) Hipotesis Penelitian.

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra 240210080133 BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra 240210080133 BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Pada praktikum ini membahas mengenai Kurva Pertumbuhan Mikroorganisme Selama Proses Aging Keju. Keju terbuat dari bahan baku susu, baik susu sapi, kambing, atau kerbau. Proses pembuatannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Susu Kuda Sumbawa Kuda Sumbawa dikenal sebagai ternak penghasil susu yang dapat dikonsumsi oleh manusia. Orang-orang mengenalnya dengan sebutan susu kuda. Susu kuda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolostrum sapi adalah susu hasil sekresi dari kelenjar ambing induk sapi betina selama 1-7 hari setelah proses kelahiran anak sapi (Gopal dan Gill, 2000). Kolostrum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Whey Whey adalah hasil dari pembuatan keju secara tradisional ataupun modern dalam jumlah banyak yaitu ± 83% dari volume susu yang digunakan. Pembuatan semihard cheese dan soft

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 8 media violet red bile agar (VRB). Sebanyak 1 ml contoh dipindahkan dari pengenceran 10 0 ke dalam larutan 9 ml BPW 0.1% untuk didapatkan pengenceran 10-1. Pengenceran 10-2, 10-3, 10-4, 10-5 dan 10-6

Lebih terperinci

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA Agus Budiyanto, Abdullah bin Arif dan Nur Richana Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian n Disampaikan Pada Seminar Ilmiah dan Lokakarya Nasional 2016

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PEMBUATAN FORMULA YOGURT SINBIOTIK DAN PENGUKURAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGURT SINBIOTIK Pembuatan yogurt sinbiotik dilakukan terhadap 4 formula berdasarkan kombinasi kultur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Susu Susu adalah salah satu bahan makanan alami yang berasal dari ternak perah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Susu Susu adalah salah satu bahan makanan alami yang berasal dari ternak perah 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Susu Susu adalah salah satu bahan makanan alami yang berasal dari ternak perah yang sehat dan bersih yang digunakan untuk bahan utama makanan yang sangat komplit. Susu merupakan

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya. SUSU a. Definisi Susu Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1983). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu yang baru keluar dari kelenjar mamae melalui proses pemerahan merupakan suatu sumber bahan pangan yang murni, segar, higienis, bergizi, serta mengandung sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yoghurt merupakan salah satu bentuk produk minuman hasil pengolahan susu yang memanfaatkan mikroba dalam proses fermentasi susu segar menjadi bentuk produk emulsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yogurt merupakan produk semi solid yang dibuat dari susu standarisasi dengan penambahan aktivitas simbiosis bakteri asam laktat (BAL), yaitu Streptococcous thermophilus

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan Penelitian, Kerangka pemikiran, Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolostrum sapi adalah susu awal hasil sekresi dari kelenjar ambing induk sapi betina selama 1-7 hari setelah proses kelahiran anak sapi (Gopal dan Gill, 2000). Kolostrum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim. HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Penelitian Persiapan penelitian meliputi pembiakan kultur pada media susu skim. Pembiakan kultur starter pada susu skim dilakukan untuk meningkatkan populasi kultur yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogurt adalah pangan fungsional yang menarik minat banyak masyarakat untuk mengkonsumsi dan mengembangkannya. Yogurt yang saat ini banyak dikembangkan berbahan dasar

Lebih terperinci

Inovasi Olahan dan Limbah Meningkatkan SDM dan Ekonomi Petani

Inovasi Olahan dan Limbah Meningkatkan SDM dan Ekonomi Petani Agro inovasi Inovasi Olahan dan Limbah Meningkatkan SDM dan Ekonomi Petani Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jl. Ragunan No.29 Pasar Minggu Jakarta Selatan www.litbang.deptan.go.id 2 AgroinovasI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan nama sapi Grati. Bentuk dan sifat sapi PFH sebagian besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan nama sapi Grati. Bentuk dan sifat sapi PFH sebagian besar 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan antara bangsa-bangsa sapi asli Indonesia (Jawa dan Madura)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu ialah cairan hasil sekresi yang keluar dari kelenjar susu (kolostrum) pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu ialah cairan hasil sekresi yang keluar dari kelenjar susu (kolostrum) pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Susu ialah cairan hasil sekresi yang keluar dari kelenjar susu (kolostrum) pada dinding-dinding alveoli dalam pundi susu hewan yang sedang menyusui anaknya.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

TINJAUAN PUSTAKA. Susu TINJAUAN PUSTAKA Susu segar Susu adalah susu murni yang belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ampas Tahu Ampas tahu merupakan limbah dari pembuatan tahu. Bahan utama pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan protein sekitar 33-42% dan kadar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Susu Kambing. Dipasteurisasi 70 o C. Didinginkan 40 o C. Diinokulasi. Diinkubasi (sampai menggumpal) Yoghurt.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Susu Kambing. Dipasteurisasi 70 o C. Didinginkan 40 o C. Diinokulasi. Diinkubasi (sampai menggumpal) Yoghurt. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa proses pengolahan susu kambing menjadi yoghurt. Melalui beberapa tahapan yang digambarkan melalui bagan alir dbawah ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan produk hewani yang umum dikonsumsi oleh manusia mulai dari anak-anak hingga dewasa karena kandungan nutrisinya yang lengkap. Menurut Codex (1999), susu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya adalah tempe, keju, kefir, nata, yoghurt, dan lainlain.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya adalah tempe, keju, kefir, nata, yoghurt, dan lainlain. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil olahan fermentasi sudah banyak diketahui oleh masyarakat Indonesia diantaranya adalah tempe, keju, kefir, nata, yoghurt, dan lainlain. Salah satu yang populer

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. Yoghurt adalah salah satu produk olahan pangan bersifat probiotik yang

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. Yoghurt adalah salah satu produk olahan pangan bersifat probiotik yang I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Yoghurt merupakan produk yang diperoleh dari fermentasi susu dan atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Yoghurt merupakan produk yang diperoleh dari fermentasi susu dan atau 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Yoghurt Yoghurt merupakan produk yang diperoleh dari fermentasi susu dan atau susu rekonstitusi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus

Lebih terperinci

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-2

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-2 PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-2 Komposisi dan Nutrisi Susu Zat makanan yang ada dalam susu berada dalam 3 bentuk yaitu a) sebagai larutan sejati (karbohidrat, garam anorganik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nilai gizi yang sempurna ini merupakan medium yang sangat baik bagi

I. PENDAHULUAN. nilai gizi yang sempurna ini merupakan medium yang sangat baik bagi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang mempunyai nilai gizi tinggi. Hampir semua zat yang dibutuhkan oleh tubuh kita terdapat dalam susu. Susunan nilai gizi yang sempurna ini

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan sebanyak dua kali. Penelitian pendahuluan yang pertama dimaksudkan untuk menentukan jenis bahan tambahan pengental yang

Lebih terperinci

7. LAMPIRAN. Lampiran 1. Kandungan Gizi Labu Kuning. Tabel 5. Kandungan Gizi dalam 100 g Labu Kuning. Kandungan Gizi. 0,08 mg.

7. LAMPIRAN. Lampiran 1. Kandungan Gizi Labu Kuning. Tabel 5. Kandungan Gizi dalam 100 g Labu Kuning. Kandungan Gizi. 0,08 mg. 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Kandungan Gizi Labu Kuning Tabel 5. Kandungan Gizi dalam 100 g Labu Kuning Kandungan Gizi Kalori Protein Lemak Hidrat arang Kalsium Fosfor Zat besi Vitamin A Vitamin B 1 Vitamin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komposisi Gizi Beras Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan makanan pokok, beras dapat digantikan/disubsitusi oleh bahan makanan lainnya, namun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia telah banyak mengenal produk pangan fermentasi antara lain yang berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mamalia seperti sapi, kambing, unta, maupun hewan menyusui lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. mamalia seperti sapi, kambing, unta, maupun hewan menyusui lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan hasil sekresi kelenjar ambing (mamae) yang berasal dari pemerahan pada mamalia dan mengandung lemak, protein, laktosa, serta berbagai jenis vitamin (Susilorini,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie basah merupakan produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie (Badan

Lebih terperinci

Susu merupakan makanan pelengkap dalam diet manusia

Susu merupakan makanan pelengkap dalam diet manusia PROSES PEMBUATAN DAN ANALISIS MUTU YOGHURT Marman Wahyudi 1 Susu merupakan makanan pelengkap dalam diet manusia sehari-hari dan merupakan makanan utama bagi bayi. Ditinjau dari komposisi kimianya, susu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tampilan dan teksturnya mirip dengan tahu yang berwarna putih bersih

BAB I PENDAHULUAN. tampilan dan teksturnya mirip dengan tahu yang berwarna putih bersih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dangke adalah sebutan keju dari daerah Enrekang, Sulawesi selatan. Merupakan makanan tradisional yang rasanya mirip dengan keju, namun tampilan dan teksturnya mirip

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS

KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS Jumiati Catur Ningtyas*, Adam M. Ramadhan, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia dan

BAB III MATERI DAN METODE. Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia dan 20 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pemanfaatan Susu Sapi,Susu Kerbau Dan Kombinasinya Untuk Optimalisasi Kadar Air, Kadar Lemak Dan Tekstur Keju Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober

Lebih terperinci

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan Pembuatan Yogurt 1. Pendahuluan Yoghurt merupakan salah satu olahan susu yang diproses melalui proses fermentasi dengan penambahan kultur organisme yang baik, salah satunya yaitu bakteri asam laktat. Melalui

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen, Departemen Pertanian, Cimanggu, Bogor. Waktu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dan Laboratorium Kimia Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tempe merupakan produk pangan khas Indonesia berbahan kedelai yang diolah melalui fermentasi kapang Rhizopus oligosporus. Tempe sangat familiar dikalangan masyarakat

Lebih terperinci

atau ditambahkan bahan bahan lain. Secara kimia, susu adalah emulsi lemak dalam air yang mengandung gula, garam-garam mineral, protein

atau ditambahkan bahan bahan lain. Secara kimia, susu adalah emulsi lemak dalam air yang mengandung gula, garam-garam mineral, protein 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Definisi susu menurut Hadiwiyoto (1983) adalah hasil pemerahan sapi atau hewan yang menyusui lainnya, yang dapat dimakan atau dapat digunakan sebagai bahan makanan yang

Lebih terperinci

KEJU. Materi 14 TATAP MUKA KE-14 Semester Genap BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK

KEJU. Materi 14 TATAP MUKA KE-14 Semester Genap BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK PENGOLAHAN SUSU KEJU Materi 14 TATAP MUKA KE-14 Semester Genap 2015-2016 BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman Keju

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi

I. PENDAHULUAN. berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat Indonesia telah banyak mengenal produk pangan fermentasi antara lain yang berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu Susu adalah sekresi yang dihasilkan oleh mammae atau ambing hewan mamalia termasuk manusia dan merupakan makanan pertama bagi bayi manusia dan hewan sejak lahir (Lukman

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UDANG (Penaeus sp) UNTUK PENGANEKARAGAMAN MAKANAN RINGAN BERBENTUK STICK Tri Rosandari dan Indah Novita Rachman Program Studi Teknoogi Industri Pertanian Institut Teknologi Indonesia

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permintaan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. permintaan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi meningkat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya kesadaran masyarakat Indonesia akan kebutuhan gizi dan bertambahnya tingkat pendapatan mayarakat, menyebabkan permintaan bahan pangan yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Hasil Percobaan Pembuatan yoghurt dari kacang merah Bahan : Kacang merah = 250 gram Aquadest = 1000 ml Gula pasir = 7,5 gram Susu Skim = 70 gram Jumlah Kultur = Lactobacillus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi. Jamur juga termasuk bahan pangan alternatif yang disukai oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi. Jamur juga termasuk bahan pangan alternatif yang disukai oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi. Jamur juga termasuk bahan pangan alternatif yang disukai oleh semua lapisan masyarakat. Salah satu jamur yang banyak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cookies Cookies (kue kering) adalah makanan ringan yang terbuat dari tepung protein rendah. Proses pembuatan cookies dengan cara dipanggang hingga keras namun masih renyah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keju merupakan salah satu produk olahan susu dengan nilai gizi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keju merupakan salah satu produk olahan susu dengan nilai gizi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keju Keju merupakan salah satu produk olahan susu dengan nilai gizi yang lengkap serta memiliki cita rasa yang khas, sehingga digemari oleh masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KULTUR UJI 4.1.1 Kemurnian kultur Kemurnian kultur uji merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam melakukan validasi metode analisis karena dapat mempengaruhi hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang banyak tersebar diwilayah Asia. Jahe merah (Zingiber officinale var

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang banyak tersebar diwilayah Asia. Jahe merah (Zingiber officinale var 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daun Jahe Merah Tanaman jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu tanaman rimpang yang banyak tersebar diwilayah Asia. Jahe merah (Zingiber officinale var Rubrum) adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi manusia. Selain mutu proteinnya tinggi, daging juga mengandung asam amino essensial yang lengkap

Lebih terperinci

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar.

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar. pengertian Bahan Pangan Hewani dan Nabati dan pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 OPTIMASI PUREE PISANG DALAM PEMBUATAN YOGHURT SINBIOTIK 4.1.1 Persiapan Kultur Menurut Rahman et al. (1992), kultur starter merupakan bagian yang penting dalam pembuatan yoghurt.

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DESKRIPSI DAN PETA LOKASI PETERNAK SAPI PERAH

LAMPIRAN 1 DESKRIPSI DAN PETA LOKASI PETERNAK SAPI PERAH LAMPIRAN 1 DESKRIPSI DAN PETA LOKASI PETERNAK SAPI PERAH A. Mulyorejo Mulyorejo terletak di Surabaya bagian timur dengan kondisi peternakan dekat dengan sungai, dekat dengan jalan raya, dan dekat dengan

Lebih terperinci

Sosis ikan SNI 7755:2013

Sosis ikan SNI 7755:2013 Standar Nasional Indonesia Sosis ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pampekan, merupakan kerabat dekat durian yaitu masuk dalam genus Durio.

I. PENDAHULUAN. Pampekan, merupakan kerabat dekat durian yaitu masuk dalam genus Durio. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Durian Lay (Durio kutejensis) atau dikenal juga dengan sebutan Pampekan, merupakan kerabat dekat durian yaitu masuk dalam genus Durio. Buah durian lay tergolong

Lebih terperinci

Lampiran 1. Uji Post Hoc One Way Anova Rendemen Kelolosan Tepung Bengkuang "Lokal 1" dan "Lokal 2 dengan Berbagai Perlakuan Pretreatment

Lampiran 1. Uji Post Hoc One Way Anova Rendemen Kelolosan Tepung Bengkuang Lokal 1 dan Lokal 2 dengan Berbagai Perlakuan Pretreatment 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Uji Post Hoc One Way Anova Rendemen Kelolosan Tepung Bengkuang "Lokal 1" dan "Lokal 2 dengan Berbagai Perlakuan Pretreatment Rendemen_Kelolosan N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 6 91.03550

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan adalah produk fermentasi berbasis susu. Menurut Bahar (2008 :

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan adalah produk fermentasi berbasis susu. Menurut Bahar (2008 : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsumsi produk pangan hasil fermentasi semakin meningkat seiring berkembangnya bioteknologi. Produk-produk fermentasi dapat berbahan dari produk hewani maupun

Lebih terperinci

UJI KUALITAS YOGHURT SUSU SAPI DENGAN PENAMBAHAN MADU dan Lactobacillus bulgaricus PADA KONSENTRASI YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI

UJI KUALITAS YOGHURT SUSU SAPI DENGAN PENAMBAHAN MADU dan Lactobacillus bulgaricus PADA KONSENTRASI YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI 1 UJI KUALITAS YOGHURT SUSU SAPI DENGAN PENAMBAHAN MADU dan Lactobacillus bulgaricus PADA KONSENTRASI YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: FITA FINARSIH A 420 100 067 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... ii iv vii viii ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang Penelitian... 1 1.2 Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mempunyai kandungan nutrisi yang lengkap seperti laktosa, lemak, protein,

PENDAHULUAN. mempunyai kandungan nutrisi yang lengkap seperti laktosa, lemak, protein, PENDAHULUAN Latar Belakang Susu merupakan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi karena mempunyai kandungan nutrisi yang lengkap seperti laktosa, lemak, protein, berbagai vitamin, dan mineral (Widodo,

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Dalam praktikum ini yaitu mengisolasi bakteri Propionibacterium dari keju. Keju sendiri merupakan makanan yang dibuat dari dadih susu yang dipisahkan, yang diperoleh dengan penggumpalan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tapioka Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung tapioka mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produksi buah tropis di Indonesia cukup beragam, salah satu buah yang dibudidayakan adalah buah nanas yang cukup banyak terdapat di daerah Lampung, Subang, Bogor,

Lebih terperinci

Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi

Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Status gizi merupakan salah satu penentu kualitas kesehatan manusia. Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi buruk pada tahun 2007

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai :(1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai :(1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai :(1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat 20 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 sampai dengan bulan Juli 2011. Analisis karakteristik keju putih rendah lemak dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Uji Organoleptik Yoghurt Sapi Dan Yoghurt Kambing

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Uji Organoleptik Yoghurt Sapi Dan Yoghurt Kambing Tingkat Kesukaam (Warna) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Organoleptik Yoghurt Sapi Dan Yoghurt Kambing 4.1.1. Warna Warna merupakan salah satu parameter fisik suatu bahan pangan yang penting. Kesukaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Mikroba Patogen dan Pembusuk Potensial Identifikasi mikroba target dilakukan dengan mengidentifikasi cemaran mikroba di dalam nata de coco, yaitu dengan melakukan analisis mikrobiologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK YOGHURT TERSUBTITUSI SARI BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI STARTER YANG BERBEDA-BEDA

KARAKTERISTIK YOGHURT TERSUBTITUSI SARI BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI STARTER YANG BERBEDA-BEDA KARAKTERISTIK YOGHURT TERSUBTITUSI SARI BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI STARTER YANG BERBEDA-BEDA Muhammad Saeful Afwan 123020103 Pembimbing Utama (Ir. H. Thomas Gozali,

Lebih terperinci