STABILITAS BAKTERI ASAM LAKTAT SELAMA PEMBUATAN DAN PENYIMPANAN KEJU LUNAK SUSU KAMBING SKRIPSI WIDYA EKA PRAYITNO F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STABILITAS BAKTERI ASAM LAKTAT SELAMA PEMBUATAN DAN PENYIMPANAN KEJU LUNAK SUSU KAMBING SKRIPSI WIDYA EKA PRAYITNO F"

Transkripsi

1 STABILITAS BAKTERI ASAM LAKTAT SELAMA PEMBUATAN DAN PENYIMPANAN KEJU LUNAK SUSU KAMBING SKRIPSI WIDYA EKA PRAYITNO F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 STABILITY OF LACTIC ACID BACTERIA DURING PROCESSING AND STORAGE OF GOAT MILK SOFT CHEESE Widya Eka Prayitno, Feri Kusnandar, and Winiati P. Rahayu Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, Bogor ABSTRACT The use of goat milk is limited as a healthy drink in Indonesia. One of the factors that limits the consumption of goat milk is the goaty smell. The aim of this research was to apply LAB Lactobacillus acidophilus and Lactobacillus casei in production of goat milk soft cheese in order to estimate the stability of these LAB during processing and storage. The Lactobacillus acidophilus FNCC-0051 and Lactobacillus casei FNCC-0090 were used in this study. This research was divided into four steps i.e. 1) preparation of microbial starter, 2) production of goat milk cheese and analysis of chemical and microbiological changes in each step of production, 3) stability analysis of LAB (chemical and microbiological analysis, and sensory analysis after storage for two months), 4) analysis for the selected goat milk cheese including nutrition and metal analyses. The goat milk cheeses had white color, soft, and crumbly. LAB in the cheese product reached 10 9 cfu/gram and could be maintained for two months at 5 o C. The result of sensory analysis showed panelists liked goat milk cheeses, especially in term of its aroma. LAB could be applied in production of goat milk soft cheese and reached 10 9 cfu/gram after storage. The cheese had sour aroma that could cover the goaty smell. Keywords: goat milk, lactic acid bacteria, cheese

3 WIDYA EKA PRAYITNO. F Stabilitas Bakteri Asam Laktat selama Pembuatan dan Penyimpanan Keju Lunak Susu Kambing. Di bawah bimbingan Feri Kusnandar dan Winiati P. Rahayu RINGKASAN Susu kambing saat ini mulai banyak dimanfaatkan di Indonesia. Walaupun demikian, pemanfaatannya masih terbatas dan lebih diarahkan sebagai produk kesehatan dalam bentuk susu segar atau susu pasteurisasi. Padahal susu kambing dapat diolah menjadi berbagai produk olahan susu seperti susu fermentasi, yoghurt, keju, susu bubuk, dodol, dan ice cream. Salah satu produk olahan susu adalah keju yang memiliki masa simpan lebih lama daripada produk olahan susu lainnya. Salah satu inovasi produk keju adalah keju probiotik yang harus memiliki viabilitas kultur dalam jumlah tinggi. Viabilitas dan stabilitas probiotik harus terjaga, baik selama proses pembuatan maupun penyimpanan agar ketika dikonsumsi dapat memberi manfaat kesehatan. Penelitian ini bertujuan mengaplikasikan bakteri asam laktat Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus casei pada pembuatan keju lunak susu kambing untuk diketahui viabilitasnya selama proses pembuatan dan stabilitasnya selama penyimpanan. BAL komersial yang digunakan pada penelitian ini adalah Lactobacillus acidophilus FNCC-0051 dan Lactobacillus casei FNCC Sudah cukup banyak galur dari kedua spesies tersebut yang terbukti memiliki aktivitas probiotik. Kegiatan penelitian ini dilakukan dalam empat tahap. Tahap pertama adalah pemeliharaan BAL dan pembuatan kultur kerja. Tahap kedua adalah pembuatan keju susu kambing dengan pengamatan perubahan kimiawi dan mikrobiologi di setiap tahapan proses. Tahap ketiga adalah uji stabilitas BAL selama penyimpanan dengan pengamatan kimiawi dan mikrobiologi, dan pada masa penyimpanan 8 minggu diuji sifat sensorinya. Kemudian, tahap keempat adalah uji kandungan nutrisi dan uji cemaran logam bagi keju terpilih. Keju yang dihasilkan pada penelitian ini berwarna putih, lunak, dan mudah rapuh. Hasil penelitian menunjukkan viabilitas BAL selama proses pembuatan mencapai 10 9 cfu/gram pada produk akhir. Stabilitas BAL tetap pada angka 10 9 cfu/gram selama penyimpanan 8 minggu. Hasil uji sensori menunjukkan kecenderungan kesukaan panelis terhadap keju lunak susu kambing, terutama terhadap aromanya. Uji kandungan nutrisi menunjukkan kandungan nutrisi yang tidak jauh berbeda dengan keju susu kambing komersial yang diteliti oleh Park (1990). Cemaran logam tidak terdeteksi pada keju lunak susu kambing, kecuali logam Cu dan Zn. Kandungan logam Cu dan Zn yang terseteksi tidak melebihi batas maksimum menurut SNI untuk keju cedar olahan.

4 STABILITAS BAKTERI ASAM LAKTAT SELAMA PEMBUATAN DAN PENYIMPANAN KEJU LUNAK SUSU KAMBING SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh WIDYA EKA PRAYITNO F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

5 Judul Skripsi : Stabilitas Bakteri Asam Laktat selama Pembuatan dan Penyimpanan Keju Lunak Susu Kambing Nama : Widya Eka Prayitno NIM : F Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II (Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc) (Prof. Dr. Winiati P. Rahayu) NIP NIP Mengetahui: Ketua Departemen, (Dr. Ir. Dahrul Syah) NIP Tanggal lulus: 21 Januari 2011

6 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Stabilitas Bakteri Asam Laktat selama Pembuatan dan Penyimpanan Keju Lunak Susu Kambing adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, 21 Januari 2011 Yang membuat pernyataan Widya Eka Prayitno F iii

7 BIODATA PENULIS Widya Eka Prayitno. Lahir di Jakarta, 10 Januari 1988 dari ayah Suprayitno dan ibu Supriyati Ningsih, sebagai putri pertama dari tiga bersaudara. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2006 dari SMA Negeri 40, Jakarta dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan kepanitiaan, diantaranya pada kegiatan Musyawarah Kerja Nasional Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia (MUKERNAS HMPPI) 2007 dan Seminar & Training HACCP VI pada tahun 2008, serta beberapa kegiatan lainnya. Pada tahun 2009 penulis mendapat dana hibah untuk usaha jasa boga yang berbasis mi jagung dari Program Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa yang diadakan oleh Direktorat Pengembangan Karir dan Hubungan Alumni (DPKHA) IPB. Penulis memperoleh beasiswa selama kuliah di IPB, yaitu beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) pada tahun iv

8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadapan Allah SWT atas segala karunianya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penelitian dengan judul Stabilitas Bakteri Asam Laktat selama Pembuatan dan Penyimpanan Keju Lunak Susu Kambing dilaksanakan di Bogor sejak bulan April sampai Oktober Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak dan Mama atas segala doa, dukungan, dan dorongan sehingga penulis terpacu dalam menyelesaikan penelitian ini. 2. Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc sebagai dosen pembimbing pertama atas bimbingannya selama penulis menimba ilmu di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. 3. Prof. Dr. Winiati P. Rahayu sebagai dosen pembimbing kedua yang telah memberi bimbingan dan saran selama penulis melakukan kegiatan penelitian hingga penyusunan skripsi. 4. Dr. Ir. Joko Hermanianto atas segala saran yang membangun sehingga skripsi ini dapat menjadi karya tulis yang lebih baik. 5. Triana Setyawardhani, SPt, MP sebagai rekan dalam proyek yang berjudul Stabilisasi (30 Hari) BAL pada Pembuatan Keju Probiotik Susu Kambing sekaligus yang membimbing penulis selama kegiatan penelitian. 6. Mbak Ari, Bu Sari, Pak Taufik, Mbak Wid, Bu Nur, dan Mbak Dhen atas bantuannya selama penulis meneliti di Lab PAU. 7. Pak Rozak, Pak Wahid, Pak Sobirin, Mas Aldi, dan Bu Sri atas bantuannya. 8. Sandra (atas dukungannya yang sangat besar), Oxyana, Widi, Awal (atas kesediaannya menemani lembur), Ami, Kandi, Dion, Neng, Ipit, Wina, dan Septi, serta keluarga besar ITP Teman-teman satu kos: Rina, Zaki, Rara, Fini, Inggit, Bina, dan Yane atas segala bantuan serta tempat berbagi suka dan duka. 10. Para pegawai di Kantinku atas kesediaannya mengantar penulis membeli susu kambing. 11. Pemilik dan pegawai Fitri Fotokopi di Kantin Sapta FATETA atas kebaikan dan bantuannya kepada penulis. 12. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Semoga tulisan ini bermanfaat dan berkontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, terutama di bidang pangan. Bogor, 21 Januari 2011 Widya Eka Prayitno v

9 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN.. v vii viii ix PENDAHULUAN.. 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN PENELITIAN 2 C. MANFAAT PENELITIAN 2 TINJAUAN PUSTAKA. 3 A. SUSU KAMBING. 3 B. KEJU... 4 C. PRINSIP PEMBUATAN KEJU 5 D. BAKTERI ASAM LAKTAT. 6 E. CEMARAN LOGAM PADA KEJU... 7 METODE PENELITIAN... 9 A. BAHAN DAN ALAT 9 B. METODE PENELITIAN... 9 HASIL DAN PEMBAHASAN.. 22 A. MIKROBA PADA SUSU DAN KULTUR STARTER B. PEMBUATAN KEJU C. STABILITAS BAL SELAMA PENYIMPANAN KEJU D. MUTU SENSORI KEJU E. KANDUNGAN NUTRISI KEJU F. CEMARAN LOGAM PADA KEJU SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN.. 35 B. SARAN.. 35 DAFTAR PUSTAKA 36 LAMPIRAN vi

10 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi kimia susu kambing (jenis PE dan Jamnapari) dan susu sapi (jenis Friesian) serta perbandingannya dengan SNI susu segar... 3 Tabel 2. Analisis pada setiap tahapan penelitian Tabel 3. Jumlah ALT dan BAL di tiap tahapan proses pembuatan keju Tabel 4. Rata-rata penilaian kesukaan panelis terhadap keju lunak susu kambing Tabel 5. Komposisi kimia susu kambing PE dan keju susu kambing (berat basah). 31 Tabel 6. Kandungan cemaran logam pada susu kambing dan produk keju vii

11 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Tahapan penelitian dalam pengembangan produk keju lunak susu kambing. 10 Gambar 2. Diagram alir pembuatan kultur kerja dengan modifikasi metode Daulay (1991) Gambar 3. Diagram alir pembuatan keju lunak susu kambing dengan modifikasi metode Daulay (1991) Gambar 4. Alat pemotong keju Gambar 5. Curd Gambar 6. Curd setelah tahap pemanasan Gambar 7. Keju lunak susu kambing Gambar 8. Nilai ph di tiap tahapan proses pembuatan keju Gambar 9. Nilai ph keju selama penyimpanan 8 minggu Gambar 10. Jumlah BAL pada keju dari tiga perlakuan selama penyimpanan 8 minggu Gambar 11. Angka lempeng total pada keju selama penyimpanan 8 minggu viii

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Kuisioner seleksi panelis (Form 1) Lampiran 2. Kuisioner seleksi panelis (Form 2) Lampiran 3. Kuisioner uji rating hedonik atribut aroma Lampiran 4. Kuisioner uji rating hedonik atribut rasa Lampiran 5. Kuisioner uji rating hedonik atribut aftertaste Lampiran 6. Proses penyaringan (a) dan whey yang tertampung (b) Lampiran 7. Nilai ph keju selama penyimpanan Lampiran 8. Hasil uji statistik ANOVA terhadap penurunan ph keju selama penyimpanan Lampiran 9. Hasil uji statistik ANOVA untuk pengaruh jenis BAL terhadap penurunan nilai ph keju selama penyimpanan Lampiran 10. Jumlah BAL (a) dan angka lempeng total (b) pada keju selama penyimpanan Lampiran 11. Hasil uji statistik ANOVA terhadap jumlah BAL (a) dan angka lempeng total (b) keju selama penyimpanan Lampiran 12. Hasil uji statistik ANOVA untuk pengaruh jenis BAL terhadap jumlah BAL (a) dan angka lempeng total (b) keju selama penyimpanan Lampiran 13. Hasil penilaian kesukaan terhadap aroma (a), rasa (b), dan aftertaste (c) dari tiga keju lunak susu kambing (dengan bakteri berbeda) dan keju feta Lampiran 14. Hasil pengolahan data atribut aroma keju lunak susu kambing menggunakan ANOVA Lampiran 15. Hasil pengolahan data atribut rasa (a) dan aftertaste (b) keju lunak susu kambing menggunakan ANOVA.. 55 Lampiran 16. Rekapitulasi data analisis kandungan nutrisi keju lunak susu kambing (basis basah) Lampiran 17. Rekapitulasi data rendemen keju lunak susu kambing Lampiran 18. Rekapitulasi data analisis kandungan As pada keju lunak susu kambing Lampiran 19. Rekapitulasi data analisis kandungan Pb pada keju lunak susu kambing Lampiran 20. Rekapitulasi data analisis kandungan Cu pada keju lunak susu kambing Lampiran 21. Rekapitulasi data analisis kandungan Zn pada keju lunak susu kambing Lampiran 22. Rekapitulasi data analisis kandungan Hg pada keju lunak susu kambing Lampiran 23 Rekapitulasi data analisis kandungan Sn pada keju lunak susu kambing ix

13 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Susu kambing saat ini mulai banyak dimanfaatkan di Indonesia. Walaupun demikian, pemanfaatannya masih terbatas dan lebih diarahkan sebagai produk kesehatan dalam bentuk susu segar atau susu pasteurisasi. Hal itu dikarenakan susu kambing banyak memiliki globula lemak yang berukuran lebih kecil daripada susu sapi (Silanikove et al. 2010), sehingga lebih mudah dicerna dan dapat dikonsumsi oleh orang yang sakit atau dalam masa penyembuhan. Konsumsi susu kambing sebenarnya tidak hanya diperuntukkan bagi orang yang sedang sakit. Susu kambing dapat dikonsumsi oleh semua kalangan, termasuk oleh bayi sebagai pengganti ASI. Hanya saja, sampai saat ini, aroma khas dari susu kambing (prengus) tetap menjadi faktor yang membatasi konsumsinya. Aroma tersebut ditimbulkan oleh kandungan asam lemak rantai sedang (asam kaproat, asam kaprilat, dan asam kaprat) yang lebih tinggi pada susu kambing (Silanikove et al. 2010). Selain itu, timbulnya aroma prengus juga dapat disebabkan oleh pakan dan lingkungan kandang. Sudah banyak cara yang dilakukan untuk meminimalisir aroma prengus dari susu kambing, misalnya dengan selalu menjaga kebersihan kandang. Susu kambing, seperti juga jenis susu lainnya, dapat diolah menjadi berbagai produk olahan susu seperti susu fermentasi, yoghurt, keju, susu bubuk, dodol, dan ice cream. Pengolahan susu kambing menjadi produk olahan susu diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan nilai konsumsi susu kambing tanpa mengurangi manfaat yang dikandungnya. Salah satu produk olahan susu adalah keju. Keju dihasilkan dari penirisan (cairan) setelah terjadinya koagulasi susu segar, krim, susu skim, dadih atau campurannya (Scott 1986). Keju memiliki masa simpan lebih lama daripada produk olahan susu lainnya. Keju bukan produk yang umum dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, namun memiliki potensi untuk dikembangkan. Awalnya, produk keju di pasaran Indonesia merupakan produk impor untuk memenuhi kebutuhan kalangan tertentu. Namun, saat ini keju sudah menjadi jenis makanan yang umum di kalangan masyarakat Indonesia. Keju biasanya dikonsumsi sebagai pelengkap dan penambah cita rasa dari makanan, misalnya sebagai isi, taburan, atau olesan. Berkembangnya jenis pangan keju tampaknya memicu beberapa industri pangan berbasis susu di Indonesia untuk memproduksi keju, mulai dari keju segar hingga keju olahan. Keju yang dibuat di Indonesia dalam skala industri masih menggunakan bahan baku susu sapi. Hal itu dikarenakan produksi susu dari jenis ruminansia lain masih terbatas. Produksi susu kambing sendiri baru ditingkatkan sekitar tahun 2000 di Indonesia (Sodiq dan Abidin 2008). Peningkatan produksi susu kambing perlu ditunjang dengan inovasi pengembangan produk olahannya. Hal tersebut perlu dilakukan agar semakin menggeliatkan produksi susu kambing di Indonesia. Salah satu inovasi produk keju adalah keju probiotik. Menurut Stanton (1998), dalam rangka untuk mengembangkan jenis pangan probiotik, beberapa peneliti dan perusahaan melakukan penelitian untuk mengembangkan produk keju yang dapat menjaga viabilitas kultur probiotik dalam jumlah tinggi. Viabilitas dan stabilitas probiotik harus terjaga, baik selama proses pembuatan maupun penyimpanan agar ketika dikonsumsi dapat memberi manfaat kesehatan.

14 Pembuatan keju pada penelitian ini menggunakan bakteri asam laktat (BAL) Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus casei komersial. Sudah cukup banyak galur dari kedua spesies tersebut yang terbukti memiliki aktivitas probiotik. Stabilitas Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus casei selama proses pembuatan dan penyimpanan keju diuji dalam penelitian ini. Kemudian, jika nanti sudah ada uji yang menyatakan bahwa kedua BAL yang digunakan pada penelitian ini juga memiliki aktivitas probiotik, keju yang dihasilkan dapat menjadi salah satu rekomendasi pengembangan keju probiotik berbasis susu kambing di Indonesia. B. TUJUAN PENELITIAN 1. Mengaplikasikan BAL Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus casei pada pembuatan keju lunak susu kambing. 2. Mengetahui viabilitas BAL selama proses pembuatan keju lunak susu kambing serta stabilitas BAL selama penyimpanannya. 3. Mengetahui nilai nutrisi serta mutu sensori keju lunak susu kambing. C. MANFAAT PENELITIAN Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi mengenai aplikasi BAL Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus casei pada proses pembuatan keju susu kambing serta data stabilitas BAL selama pembuatan dan penyimpanan keju susu kambing, sehingga dapat menjadi rekomendasi pengembangan keju probiotik berbasis susu kambing. 2

15 TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU KAMBING Perkembangan populasi ternak kambing meningkat dalam beberapa tahun terakhir ( ). Pada tahun 2001 jumlahnya juta ekor dan meningkat menjadi juta ekor pada tahun Peternakan kambing dengan tujuan utama sebagai penghasil susu mulai dikembangkan di Indonesia pada awal tahun 2000 (Sodiq dan Abidin 2008). Salah satu bangsa kambing yang dikembangkan sebagai penghasil susu di Indonesia adalah kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Kacang lokal dan kambing Jamnapari yang dibawa ke Indonesia dari India pada masa kolonial Belanda (Budisatria et al. 2010). Produksi susu kambing PE adalah liter/ekor/hari dengan panjang masa laktasi sangat beragam, yaitu hari dengan rataan 156 hari. Dengan pengelolaan yang baik, induk kambing PE mampu berproduksi hingga 200 hari dalam satu tahun (Sodiq dan Abidin 2008). Secara kimia, susu merupakan emulsi lemak dalam air yang mengandung gula, garamgaram mineral, dan protein dalam bentuk suspensi koloidal. Susu memiliki komponen utama berupa air, lemak, protein (kasein, albumin, dan globulin), laktosa (gula susu), dan abu. Komponen susu selain air merupakan total solid (TS) dan total solid tanpa komponen lemak merupakan solid non fat (SNF) (Rahman et al. 1992). Komposisi kimia susu kambing tidak jauh berbeda dengan susu sapi (Tabel 1). Susu kambing juga mengandung asam-asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat dalam jumlah yang relatif banyak (Daulay 1991). Tabel 1. Komposisi kimia susu kambing (jenis PE dan Jamnapari) dan susu sapi (jenis Friesian) serta perbandingannya dengan SNI susu segar Parameter (%) Susu kambing PE a Susu kambing Jamnapari b Susu sapi Friesian c d Susu segar lemak 6.10± minimal 3.0 protein 2.97± minimal 2.7 laktosa abu 0.72± Sumber: a Hidayat (2009); b Jenness (1980); c Scott (1986); d BSN (1998a) Susu, baik susu kambing maupun susu sapi, dipertimbangkan sebagai bahan pangan yang penting. Susu kaya akan kandungan nutrisi esensial, seperti mineral, vitamin, dan protein yang mudah dicerna dengan komposisi asam amino yang seimbang, dimana semua komponen tersebut penting dalam mendukung sifat fungsional di dalam tubuh (Silanikove et al. 2010). Konsumsi susu kambing diasosiasikan dengan beberapa manfaat kesehatan di luar nilai nutrisi sebenarnya. Susu kambing kaya akan globula lemak yang berukuran lebih kecil daripada globula lemak susu sapi sehingga lebih mudah dicerna. Selain itu, kandungan asam lemak rantai sedang yang banyak terdapat pada susu kambing diketahui memiliki sifat antibakteri, antivirus, dapat mencegah larutnya deposit kolesterol ke dalam darah, dan dapat diserap dengan cepat di

16 usus (Shingfield et al. 2008). Susu kambing dapat dikonsumsi oleh bayi karena tidak menimbulkan alergi. Kandungan α s1 -kasein yang sedikit pada susu kambing dipertimbangkan sebagai penyebab lebih rendahnya alergenisitas terhadap susu kambing dibandingkan susu sapi, namun hal tersebut masih perlu diteliti lebih lanjut (Silanikove et al. 2010). Komposisi kandungan nutrisi susu kambing juga berpengaruh pada teknologi pengolahan susu kambing. Silanikove et al. (2010) menyatakan bahwa persentase total lemak dalam susu kambing tidak jauh berbeda dengan susu sapi. Dua hal yang membedakannya, dan menjadi karakteristik yang berpengaruh penting bagi pengolahan susu kambing adalah ukuran globula lemak dan komposisi asam lemak. Pada kedua jenis susu, ukuran globula lemak berkisar antara 1-10 μm, namun jumlah globula lemak yang berukuran lebih kecil dari 5 μm lebih banyak terdapat pada susu kambing (sekitar 80%) dibandingkan pada susu sapi (sekitar 60%). Susu kambing mengandung asam lemak rantai sedang, yaitu asam kaproat (C6:0), asam kaprilat (C8:0), dan asam kaprat (C10:0), dalam jumlah yang lebih banyak, dimana sebagian dari asam lemak tersebut bertanggung jawab terhadap munculnya karakteristik aroma prengus atau goaty. Persentase kasein dalam total protein susu kambing adalah 71-78%, lebih rendah dari susu sapi yang berkisar antara 75-85% (Loewenstein 1982 diacu dalam Zeng 1996). Selain kandungan kasein yang lebih rendah dari susu sapi, yang menjadi faktor utama dalam keterbatasan pemanfaatan susu kambing secara teknologi adalah komposisi dari kaseinnya. Kasein susu kambing memiliki proporsi α s1 -kasein yang lebih rendah dan proporsi β-kasein yang lebih tinggi daripada susu sapi (Thomann 2008). Rendahnya kandungan α s1 -kasein pada susu kambing menyebabkan keju yang terbuat dari susu kambing memiliki tekstur yang lebih lunak daripada keju susu sapi (Jenness 1980). B. KEJU Food and Agricultural Organization (FAO) melalui Code of Principle mendefinisikan keju sebagai produk segar ataupun hasil pemeraman yang dihasilkan dari penirisan (cairan) setelah terjadinya koagulasi susu segar, krim, susu skim, dadih atau campurannya (Scott 1986). Komponen dalam susu yang penting dalam proses pembuatan keju adalah kasein. Dibandingkan dengan albumin dan globulin yang dapat terdenaturasi oleh panas, kasein lebih stabil terhadap panas namun peka terhadap ph, enzim, dan kandungan kalsium (Rahman et al. 1992). Keju mengandung nutrisi susu yang tidak larut air, diantaranya protein kasein terkoagulasi, mineral-mineral koloid, lemak, dan vitamin larut lemak. Nutrisi yang terkandung di dalam keju dipengaruhi oleh jenis susu yang digunakan (jenis hewan penghasil susunya, masa laktasi, berlemak tinggi, berlemak rendah, skim), cara pembuatannya, dan derajat pematangan (untuk jenis keju yang dimatangkan atau diperam) (O Brien dan O Connor 2004). Keju memiliki masa simpan yang lebih lama daripada susu dan produk olahan susu lainnya. Masa simpan keju bervariasi mulai dari beberapa hari hingga beberapa tahun. Kombinasi faktor yang bertanggung jawab dalam memelihara kualitas keju diantaranya adalah ketiadaan gula (laktosa), ph, asam laktat, garam, kondisi anaerobik, dan perlindungan dari kulit keju (Walstra et al. 1999) Keju merupakan produk olahan susu yang memiliki banyak variasi. Berdasarkan kadar air, keju dibagi dalam tiga tipe, yaitu keju keras (20-42%), keju semi keras atau semi lunak (45-55%), dan keju lunak (> 55%). Semua keju jenis tersebut dikonsumsi setelah diperam selama waktu tertentu, sedangkan keju segar (> 70%) dikonsumsi langsung setelah penyaringan dan pemisahan dari whey (Heller et al. 2008). Pengelompokan keju berdasarkan kadar air 4

17 dikarenakan kadar air dapat menentukan konsistensi atau kekompakan keju, sehingga memudahkan dalam mengelompokkan keju yang memiliki karakteristik serupa (Farkye 2004). Perbedaan keju keras dan keju lunak terletak pada persentase kadar air keju. Istilah keju lunak digunakan untuk mendeskripsikan keju yang terasa lunak ketika disentuh dan dapat dengan mudah ditekan oleh jari, sedangkan istilah keju keras digunakan untuk mendeskripsikan keju yang kaku dan membutuhkan tekanan tertentu untuk dapat membaginya menjadi beberapa bagian (Farkye 2004). Keju keras umumnya melalui proses penekanan untuk membentuk partikel-partikel curd yang longgar menjadi massa yang lebih kompak dan mendorong whey keluar lebih banyak, sedangkan keju lunak umumnya melalui proses penekanan hingga kondisi tertentu (Daulay 1991). Penekanan pada keju lunak lebih diarahkan untuk memberi bentuk dan struktur keju yang kompak. Pembuatan keju merupakan proses yang rumit, meliputi banyak tahapan proses dan beberapa perubahan biokimia. Semua variable tersebut mempengaruhi rendemen, komposisi, dan mutu dari keju serta produk sampingannya (terutama whey). Selain itu, cara pembuatan juga dapat berpengaruh pada biaya produksi (tenaga kerja, peralatan, product loss, dan lain-lain). Oleh karena itu, optimasi dalam pembuatan keju merupakan hal yang tidak mudah (Walstra et al. 1999). Akan tetapi, saat ini teknologi pembuatan keju sudah semakin berkembang, dimana faktor ekonomi merupakan salah satu faktor utama yang mendorong perkembangan teknologi pembuatan keju (Farkye 2004). C. PRINSIP PEMBUATAN KEJU Prinsip pembuatan keju adalah koagulasi protein susu, terutama kasein. Kasein merupakan jenis protein terpenting dalam susu dan terdapat dalam bentuk kalsium kaseinat (Rahman et al. 1992). Koagulasi atau penggumpalan susu adalah perubahan bentuk dari susu cair menjadi padatan (curd). Proses koagulasi atau penggumpalan kasein di dalam susu dapat disebabkan oleh asam, enzim proteolitik, perlakuan panas, atau kombinasi dari ketiganya (Walstra et al. 1999) Bahan penggumpal enzimatik yang umumnya digunakan dalam proses pembuatan keju adalah rennet. Rennet merupakan enzim yang diperoleh dari abomasum anak sapi yang masih menyusu pada induknya (Rahman et al. 1992). Enzim terpenting dalam rennet adalah khimosin. Khimosin tidak dapat menghidrolisis imunoglobulin dari kolostrum. Itulah sebabnya anak sapi yang baru lahir memproduksi khimosin dalam lambungnya, bukan pepsin yang umumnya terdapat di dalam lambung (Walstra et al. 1999). Selain rennet anak sapi (rennet hewan), terdapat pula rennet mikroba dan rennet tanaman. Rennet ditambahkan untuk menggumpalkan protein susu, terutama kasein, sehingga terbentuk suatu matriks yang disebut curd. Pembentukan curd pada pembuatan keju umumnya menggunakan koagulan enzim. Enzim yang bersifat proteolitik dapat memecah protein-protein dalam susu sehingga menjadi tidak larut dan membentuk suatu gumpalan massa yang di dalamnya terperangkap komponen-komponen susu lainnya (Daulay 1991). Hampir 80% protein susu adalah kasein. Kasein tersusun dari unsur-unsur α s1 -, α s2 -, β-, κ-, dan γ-kasein, kesemuanya menunjukkan perbedaan dalam struktur rantai polipeptidanya. Pada susu dengan ph normal, kasein terikat bersama membentuk partikel berbentuk bola yang disebut misel (Banks 1998). κ-kasein berada di permukaan misel dan berfungsi menstabilkan serta mencegah penggabungan misel oleh Ca 2+. 5

18 κ-kasein adalah satu-satunya kasein yang dihidrolisis selama koagulasi oleh rennet yang terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama merupakan hidrolisis κ-kasein pada ikatan Phe 105 -Met 106 menghasilkan para- κ-kasein dan makropeptida. Makropeptida yang mengandung sekitar 30% κ-kasein berdifusi ke dalam fase cair. Hilangnya makropeptida menyebabkan tegangan permukaan dan stabilitas koloid misel menurun sehingga dapat terkoagulasi oleh Ca 2+. Peristiwa tersebut merupakan tahap kedua dari kerja rennet (McSweeney 2007). Susu yang ditambahkan rennet dan dibiarkan beberapa lama akan membentuk curd. Curd terbentuk karena misel-misel yang tergabung satu sama lain, sehingga terjadi ikatan yang kuat diantara dua misel yang berdekatan karena penggabungan tersebut. Curd tersebut memiliki poripori, yang berukuran beberapa mikrometer persegi, dan jaringannya sangat tidak teratur (Walstra et al. 1999). Curd cenderung mengalami sineresis, yaitu suatu kontraksi untuk mengeluarkan cairan yang disebut whey. Sineresis sangat penting dalam proses pembuatan keju dan merupakan penentu utama kandungan air pada produk keju. Pori-pori di antara partikel curd cukup luas untuk keluarnya whey. Sineresis disebabkan oleh partikel curd yang pada prinsipnya dapat membentuk ikatan dengan partikel curd lainnya, yang akan memicu terbentunya kumpulan partikel yang lebih kompak. Hal ini dikarenakan partikel curd memiliki sisi aktif di seluruh permukaannya, namun tidak dapat menjangkau satu sama lain karena tertahan dalam jaringan curd. Pemutusan ikatan serta pembentukan ikatan baru antar partikel curd dapat menyulut terjadinya sineresis. Pemotongan curd serta pengepresan juga dapat mempengaruhi sineresis (Walstra et al. 1999). Curd yang telah mengalami sineresis dan terpisah dari whey selanjutnya disebut keju segar. Keju segar yang terbentuk mengandung lemak, bakteri, koloid kalsium-fosfat, dan partikel-partikel lainnya. Selain itu, keju segar tersebut juga mengandung air dan bahan-bahan yang terlarut di dalam air (Daulay 1991). Keju segar dapat langsung dikonsumsi setelah pembuatan dan umumnya memiliki masa simpan yang terbatas, sekitar 2 minggu pada penyimpanan di dalam refrigerator (5 C). Selain itu, keju segar dapat ditambahkan garam untuk memperpanjang masa simpan, memberi flavor, serta membentuk konsistensi. Keju segar juga dapat diolah lebih lanjut dengan proses penekanan, sehingga mendorong whey keluar lebih banyak dan membentuk struktur keju yang lebih padat karena butiran curd yang menjadi lekat satu sama lain. Selanjutnya, keju dapat diperam sehingga terjadi perubahan komposisi mikrobiologi, biokimia, kimia dan fisik yang dapat berpengaruh pada komponen flavor dan tekstur keju (Walstra et al. 1999). D. BAKTERI ASAM LAKTAT Deskripsi umum dari bakteri asam laktat (BAL) adalah sekelompok bakteri Gram-positif, tidak membentuk spora, dan bakteri berbentuk kokus atau batang yang tidak menggunakan O 2 dalam proses respirasinya, serta yang memproduksi asam laktat sebagai produk utama selama fermentasi karbohidrat (Axelsson 1998). BAL merupakan mikroba yang paling banyak digunakan sebagai starter pada produk susu fermentasi, salah satunya sebagai starter keju. Starter merupakan kultur aktif dari mikroba non-patogen yang ditumbuhkan dalam susu atau whey yang berperan dalam pembentukan karakteristik-karakteristik dan mutu-mutu tertentu pada berbagai jenis produk susu (Daulay 1991). BAL dapat memproduksi asam, terutama asam laktat melalui fermentasi laktosa. Asam yang dihasilkan oleh BAL dapat memberi cita rasa asam yang segar pada keju, membantu proses 6

19 penggumpalan oleh rennet, dan membentuk karakteristik tekstur spesifik selama pembuatan keju. Hal ini disebabkan oleh asam yang dapat menciutkan curd sehingga memaksa whey keluar lebih banyak. Galur BAL yang umum digunakan sebagai starter keju berasal dari genus Streptococcus, Leuconostoc, dan Lactobacillus. BAL yang digunakan sebagai starter diharapkan dapat mengasamkan susu dengan cepat dan membentuk senyawa-senyawa cita rasa yang diinginkan (Daulay 1991). Lactobacillus merupakan bakteri Gram-positif berbentuk batang. Secara morfologi, bentuk mereka beragam, ada yang berbentuk batang lurus yang tipis dan panjang, batang bengkok, dan batang pendek serta hampir berbentuk batang kokus (Vedamuthu 2006). Spesies Lactobacillus yang sudah banyak dimanfaatkan dalam produk berbasis susu diantaranya Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus casei. Lactobacillus acidophilus merupakan bakteri berbentuk batang, Gram positif, non-motil, dan tidak membentuk spora. Bakteri tersebut dapat memproduksi asam laktat sebesar %, memiliki suhu pertumbuhan optimal o C, tetapi pada suhu kurang lebih 15 o C tidak terjadi pertumbuhan. Lactobacillus acidophilus bersifat homofermentatif, yaitu hanya memproduksi asam laktat sebagai satu-satunya produk hasil fermentasi glukosa melalui jalur Embden- Meyerhof. Dalam teorinya, fermentasi homolaktat menghasilkan 2 mol asam laktat dan 2 ATP bersih per mol glukosa (Axelsson 1998). Lactobacillus acidophilus ditemukan di dalam usus manusia dan hewan. Bakteri ini memiliki karakteristik yang diperlukan untuk bertahan pada kondisi lingkungan usus, yaitu toleransi terhadap ph rendah dan toksisitas garam empedu. Lactobacillus acidophilus tumbuh lambat di dalam susu, namun memproduksi asam laktat dalam jumlah tinggi. Bakteri ini digunakan dalam pembuatan susu acidophilus, yang merupakan produk olahan susu dengan keasaman tinggi (Vedamuthu 2006). Lactobacillus casei merupakan bakteri berbentuk batang, Gram positif, bersifat anaerob fakultatif, non-motil, dan tidak dapat membentuk spora. Seperti BAL lainnya, Lactobacillus casei toleran terhadap asam dengan asam laktat sebagai produk metabolisme utama. Lactobacillus casei bersifat heterofermentatif dan dapat tumbuh pada suhu 15 o C (Axelsson 1998). Sebagai bakteri heterofermentatif, Lactobacillus casei juga menghasilkan etanol, asam asetat dan CO 2 selain asam laktat dari proses fermentasi glukosa melalui jalur 6- phosphogluconate/phosphoketolase. Produk-produk tambahan tersebut dihasilkan jika tidak ada penerima elektron yang tersedia. Dalam teorinya, fermentasi heterolaktat menghasilkan 1 mol untuk masing asam laktat, etanol, dan CO 2 serta 1 ATP bersih per mol glukosa (Axelsson 1998). E. CEMARAN LOGAM PADA KEJU Kandungan logam pada keju dapat berupa mineral makro maupun mikro. Keberadaannya di dalam keju dapat berasal dari susu atau kontaminasi selama pembuatan keju. Logam yang terkandung pada susu pun dapat berupa mineral esensial atau sejumlah kecil kontaminan logam. Kandungan mineral esensial dan kontaminan logam yang terdapat pada susu bergantung pada sejumlah faktor, seperti karakteristik genetik dari hewan asal, masa laktasi, kondisi lingkungan, dan jenis pakan (rumput), sedangkan untuk produk turunan susu juga bergantung pada teknologi pembuatan produk-produk tersebut (Gambelli 1999). Berdasarkan SNI tentang keju cedar olahan, terdapat beberapa cemaran logam yang diduga terkandung dalam keju cedar olahan, yaitu arsen (As), timbal (Pb), tembaga (Cu), seng (Zn), merkuri (Hg), dan timah (Sn). 7

20 Kandungan logam As pada produk susu dan olahannya merupakan kontaminasi dari lingkungan. Logam As merupakan logam berat yang pada bidang pertanian umumnya digunakan sebagai insektisida. As biasanya mencemari lingkungan dalam bentuk debu yang beterbangan di udara (pencemaran udara) (Darmono 1995). Logam Pb banyak dimanfaatkan oleh pabrik-pabrik yang memproduksi aki/baterai, produksi logam, dan pabrik kimia (Darmono 1995). Kontaminasi Pb ke tumbuhan atau tanaman paling banyak berasal dari debu atau aerosol di udara daripada asupan yang dibawa oleh akar (Chamberlain 1983 diacu dalam McLaughlin et al. 1999). Logam Cu dan Zn merupakan mikromineral esensial bagi makhluk hidup karena memiliki bermacam-macam fungsi secara biokimia. Walaupun demikian, keduanya dapat menjadi racun jika diasup dalam jumlah berlebih (Mendil 2006). Logam Cu dan Zn dalam dosis tertentu dibutuhkan sebagai unsur nutrisi tambahan pada hewan. Keduanya juga dimanfaatkan dalam bidang pertanian sebagai pembasmi hama (Darmono 1995). Keberadaan logam Hg, baik pada susu kambing maupun keju merupakan kontaminasi dari lingkungan. Pengguna logam Hg terbanyak adalah pabrik alat-alat listrik. Pada bidang pertanian, Hg dimanfaatkan sebagai fungisida. Selain itu, Hg juga digunakan sebagai campuran cat yang digunakan untuk mengecat di daerah yang memiliki kelembaban tinggi sehingga dapat mencegah timbulnya jamur. Logam Hg, dan juga logam As serta logam Pb, merupakan kelompok logam yang mudah menguap dan larut dalam air (bentuk ion) (Darmono 1995). Logam Sn umumnya ditemukan pada makanan dalam kaleng, namun toksisitasnya tidak seberbahaya logam berat lainnya (Khansari et al. 2005). Logam Sn (timah) digunakan sebagai pelapis sehingga dapat menurunkan tingkat korosi dari logam besi pada kaleng. Keberadaan Sn yang terdeteksi pada makanan dalam kaleng menandakan dapat terjadinya korosi pada kaleng, yang tentunya dapat berefek pada makanan (Tarley 2001). 8

21 METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama dalam penelitian ini adalah susu kambing jenis Peranakan Etawah (PE). Susu kambing PE diperoleh dari Koperasi Daya Mitra Primata, desa Cikarawang, Bogor. Susu kambing yang digunakan pada penelitian ini merupakan susu segar yang diperoleh dari pemerahan di pagi hari. Susu dikemas dalam plastik HDPE selama pengangkutan dari tempat pemerahan ke tempat produksi keju. Bahan-bahan lain yang digunakan dalam proses pembuatan keju pada penelitian ini diantaranya rennet komersial dalam bentuk cair, kultur BAL komersial Lactobacillus acidophilus FNCC-0051 dan Lactobacillus casei FNCC Bahan-bahan yang diperlukan untuk analisis adalah de Mann Rogosa Sharp Agar (MRSA), de Mann Rogossa Sharp Broth (MRSB), Plate Count Agar (PCA), akuades, Na 2 SO 3, alkohol 70%, bufer ph 4 dan ph 7, K 2 SO4, HgO, H2SO 4, NaOH-Na 2 SO 3, H 3 BO 3, HCl 0,02 N, indikator merah metil, indikator metil biru, dan heksana. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya wadah untuk membuat keju dan alat-alat untuk analisis, yaitu ph meter, mikropipet, bunsen, jarum ose, inkubator 37 o C, perangkat kjeldhal, desikator, perangkat soxlet, tanur, dan alat-alat gelas. B. METODE PENELITIAN Kegiatan penelitian ini dilakukan dalam empat tahap (Gambar 1). Tahap pertama adalah pemeliharaan BAL dan pembuatan kultur kerja. Sebelum dilakukan pembuatan kultur kerja, terlebih dahulu dilakukan penentuan waktu inkubasi kultur kerja. Tahap kedua adalah pembuatan keju lunak susu kambing dengan pengamatan perubahan kimiawi dan mikrobiologi di setiap tahapan proses. Sebelum dilakukan pembuatan keju, terlebih dahulu dilakukan penentuan waktu inkubasi susu dengan kultur kerja dan waktu inkubasi susu terfermentasi dengan rennet. Tahap ketiga adalah uji stabilitas BAL selama penyimpanan dengan pengamatan kimiawi dan mikrobiologi, dan pada masa penyimpanan 8 minggu diuji sifat sensorinya. Kemudian, tahap keempat adalah uji kandungan nutrisi dan uji cemaran logam bagi keju terpilih. 1. Pemeliharaan Kultur Bakteri Asam Laktat (Hidayat 2009) Tahap pemeliharaan kultur BAL dilakukan untuk mempertahankan aktivitas kultur BAL. Kultur BAL Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus casei diaktifkan melalui penyegaran dengan cara ditumbuhkan di dalam media de Mann Rogossa Sharp Broth (MRSB) dan diinkubasi pada suhu 37 o C selama 24 jam. Kultur BAL perlu disegarkan hingga berumur 24 jam sebelum diinokulasikan ke susu kambing sebagai starter. Setelah itu, dengan menggunakan jarum ose, dilakukan pengambilan kultur BAL dari media MRSB. Jarum ose tersebut kemudian ditusukkan ke MRSA chalk semi solid dan diinkubasi pada suhu 37 o C selama 24 jam. Dari tahapan ini diperoleh kultur stok. Kultur stok dapat disimpan pada suhu refrigerator (5 o C) dan dapat digunakan selama 8 minggu. Penyegaran kultur stok dapat dilakukan dengan menumbuhkannya pada media MRSA chalk semi solid baru.

22 Tahap I Pemeliharaan kultur Analisis ph dan analisis BAL Kultur stok Kultur kerja Penyiapan kultur Penentuan waktu inkubasi kultur kerja Tahap II Penentuan waktu inkubasi susu dengan kultur kerja dan waktu inkubasi susu terfermentasi dengan rennet Pembuatan keju Analisis ph, analisis BAL, dan analisis angka lempeng total di setiap tahapan proses Tahap III Penyimpanan keju Analisis ph, analisis BAL, dan analisis angka lempeng total selama penyimpanan serta uji sensori setelah masa simpan 8 minggu Tahap IV Keju terpilih Analisis kandungan nutrisi dan cemaran logam Gambar 1. Tahapan penelitian dalam pengembangan produk keju lunak susu kambing 2. Penentuan Waktu Inkubasi Kultur Kerja Susu untuk pembuatan kultur kerja ditambahkan MRSB (berisi kultur BAL) sebanyak 5%. Penentuan lama waktu inkubasi kultur kerja didasarkan pada jumlah BAL di dalam kultur kerja. Pertambahan jumlah BAL mengindikasikan BAL telah beradaptasi dengan lingkungan media susu sehingga dapat beraktivitas dan tumbuh di dalam media susu. Pengujian jumlah BAL dilakukan setiap selang 2 jam selama inkubasi. 3. Pembuatan Kultur Kerja (Daulay 1991) Ada tiga jenis kultur kerja yang dibuat, yaitu masing-masing menggunakan BAL Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus casei, dan kombinasi keduanya. Kultur BAL diambil dari kultur stok MRSA chalk semi solid dengan menggunakan jarum ose. Kemudian, jarum ose dicelup-celupkan ke dalam media MRSB. Kultur BAL di dalam MRSB diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 o C. Lalu, kultur BAL dalam MRSB 10

23 sebanyak 5% (v/v) ditambahkan ke dalam susu kambing untuk membuat kultur kerja. Prosedur pembuatan kultur kerja mengikuti prosedur Daulay (1991) dengan modifikasi pada tahapan pemanasan susu. Pemanasan dilakukan pada suhu 100 o C selama 30 menit. Tahapan pembuatan kultur kerja dapat dilihat pada Gambar 2. Susu kambing segar Dipanaskan pada suhu 100 o C selama 30 menit Didinginkan sampai suhu 37 o C Inokulum BAL: 1. 5% (v/v) L. acidophilus 2. 5% (v/v) L. casei % (v/v) L. acidophilus dan 2.5% (v/v) L. casei Diinkubasi 37 o C/4 jam * Kultur kerja Keterangan: *Berdasarkan uji waktu inkubasi Gambar 2. Diagram alir pembuatan kultur kerja dengan modifikasi metode Daulay (1991) Susu yang dibuat sebagai kultur kerja dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 100 o C selama 30 menit untuk membunuh mikroba patogen. Tujuan pembuatan kultur kerja adalah agar starter dapat beradaptasi pada lingkungan yang baru, yaitu susu kambing, sehingga dapat langsung beraktivitas ketika ditambahkan ke susu kambing untuk pembuatan keju. Jumlah starter yang ditambahkan untuk membuat kultur kerja umumnya berkisar antara 0.05% (v/v) hingga 4% (v/v), atau bahkan hingga 5% (v/v). Semakin banyak starter yang diinokulasikan, periode inkubasi semakin singkat. Pada penelitian ini, jumlah starter yang ditambahkan untuk membuat kultur kerja adalah sebanyak 5% (v/v). 4. Penentuan Waktu Inkubasi Susu dengan Kultur Kerja Susu untuk pembuatan keju ditambahkan kultur kerja 5% (v/v). BAL dalam kultur kerja dapat mengubah laktosa dalam susu menjadi asam laktat, sehingga ph turun dan dapat mengaktifkan enzim khimosin dalam rennet yang digunakan untuk menggumpalkan susu. Penurunan nilai ph yang diinginkan adalah hingga ph 6.3 karena umumnya enzim khimosin mengkoagulasi susu pada ph di dua tahap reaksi (Rahman et al. 1992). Pengujian penurunan nilai ph dilakukan setiap selang 1 jam selama inkubasi. 5. Penentuan Waktu Inkubasi Susu Terfermentasi dengan Rennet Penentuan lama waktu inkubasi dengan rennet didasarkan pada kesiapan curd yang terbentuk untuk dipotong. Curd yang siap dipotong dapat diketahui dengan cara penekanan curd oleh jari, sendok, atau alat lain yang serupa. Jika pada saat curd ditekan terjadi belahan yang tajam dan rata dengan whey yang berwarna hijau kekuningan pada dasar belahan, maka curd siap dipotong. Namun, jika belahan curd tidak teratur dan whey yang 11

24 terdapat pada dasar belahan berwarna putih, maka curd masih terlalu lunak dan belum dapat dipotong (Daulay 1991). Pengujian dilakukan setiap selang 30 menit selama inkubasi. 6. Pembuatan Keju Proses pembuatan keju mengikuti prosedur Daulay (1991) dengan modifikasi pada tahapan pemanasan susu. Pemanasan dilakukan pada suhu 85 o C selama 30 menit. Ada tiga jenis keju lunak susu kambing yang dibuat, masing-masing menggunakan kultur kerja yang berbeda. Tiap jenis keju dibuat dalam dua ulangan. Proses pembuatan keju dapat dilihat pada Gambar 3. Susu kambing segar Dipanaskan pada suhu 85 o C/30 menit Didinginkan sampai suhu 37 o C Diinkubasi 37 o C/6 jam* Kultur kerja 5% (v/v) Diinkubasi 37 o C/2 jam* Rennet komersial 0.06 ml/l Curd Dipotong-potong Dipanaskan pada suhu 40 o C/30 menit Disaring Garam dapur 2% (b/b) Fresh cheese Diaduk Whey Dikemas dalam wadah Keju lunak susu kambing Keterangan: *Berdasarkan uji waktu inkubasi Gambar 3. Diagram alir pembuatan keju lunak susu kambing dengan modifikasi metode Daulay (1991) 12

25 a. Persiapan Susu Susu kambing yang tiba dari peternakan dituang ke dalam panci bertutup dan dipanaskan pada suhu 85 o C selama 30 menit untuk membunuh mikroba patogen. b. Penambahan Starter Susu yang telah dipanasi kemudian didinginkan hingga suhu 37 o C, lalu ditambahkan kultur kerja 5% (v/v). Setelah itu, susu diinkubasi pada suhu 37 o C selama 6 jam hingga ph susu turun menjadi 6.3, yang merupakan ph target untuk penambahan rennet. c. Penambahan Rennet Susu yang telah diinkubasi dengan starter kemudian ditambah rennet. Rennet ditambahkan untuk menggumpalkan protein susu sehingga curd terbentuk. Rennet yang digunakan pada penelitian ini merupakan rennet hewan komersial dan telah memiliki takaran dalam penggunaanya. Sebanyak satu sendok teh atau sekitar 0.35 ml rennet hewan komersial dapat digunakan untuk menggumpalkan enam liter susu. Pada penelitian ini, rennet yang ditambahkan sebanyak 0.06 ml/l dan diinkubasi pada suhu 37 o C selama 2 jam. d. Pemotongan Curd Curd kemudian dipotong-potong menjadi bentuk kubus dan didiamkan selama 15 menit agar terjadi sineresis whey. Alat pemotong keju disebut cheeseharp. Pada penelitian ini digunakan alat pemotong keju yang dibuat sendiri dengan meniru bentuk cheeseharp pada umumnya (Gambar 4). Gambar 4. Alat pemotong keju 13

26 e. Pemanasan Pemanasan dilakukan pada suhu 40 o C selama 30 menit. Pemanasan bertujuan mendorong whey keluar lebih banyak, sedangkan curd mengerut. Pemanasan pada suhu tersebut untuk mencegah hilangnya BAL karena BAL umumnya mati pada suhu tinggi. f. Penyaringan Penyaringan dilakukan hingga whey terpisah dan menyisakan suatu matriks yang disebut keju segar. Selama penyaringan, curd ditekan-tekan untuk mendorong whey keluar lebih banyak. g. Penggaraman Keju segar yang sudah terpisah dari whey ditambahkan garam sebanyak 2% (b/b), kemudian diaduk hingga merata. h. Pengemasan Keju Proses pengepresan tidak dilakukan pada penelitian ini karena keju yang dibuat adalah keju lunak. Setelah penggaraman, keju langsung dikemas dalam wadah kotak plastik bertutup dengan ukuran 5 x 18 cm. Selama proses pengemasan, keju ditekantekan untuk lebih mengompakkan teksturnya sehingga menjadi lebih padat. kemudian, keju disimpan di dalam wadah dan disimpan pada suhu 5 o C di dalam refrigerator. Penyimpanan pada suhu 5 o C umum dilakukan pada produk yang mengandung BAL untuk menurunkan aktivitas metabolisme mikroba di dalam produk. 7. Penyimpanan Keju Setelah proses pembuatan keju selesai, keju disimpan dalam refrigerator pada suhu 5 o C selama 8 minggu untuk mengetahui stabilitas BAL di dalam keju. Pengamatan dilakukan setiap minggu pada bulan pertama dan setiap 2 minggu di bulan kedua. 8. Analisis Kegiatan analisis selama penelitian dilakukan mulai dari tahap pertama hingga tahap keempat (Tabel 2). 14

27 Tabel 2. Analisis pada setiap tahapan penelitian Tahap Tahapan/fase Analisis I kultur kerja ph dan BAL II susu segar ph dan angka lempeng total susu setelah pemanasan ph dan angka lempeng total susu terfermentasi ph, BAL, dan, angka lempeng total curd ph, BAL, dan, angka lempeng total whey ph, BAL, dan, angka lempeng total keju segar ph, BAL, dan, angka lempeng total III keju yang disimpan* ph, BAL, dan, angka lempeng total keju setelah disimpan 8 minggu sensori (hedonik) IV keju terpilih kandungan nutrisi dan cemaran logam Keterangan: Tahap I-IV untuk keju dengan BAL Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus casei, dan campuran. Tahap II dan IV untuk keju dengan BAL Lactobacillus acidophilus. *analisis tiap minggu di bulan pertama dan tiap 2 minggu di bulan kedua. a. Analisis ph (AOAC 1995) Susu diambil sebanyak 10 ml dan dapat langsung diukur dengan ph meter. Untuk sampel curd dan keju, diambil sebanyak 10 gram dan ditambahkan aquades 10 ml, dihomogenisasi, kemudian ph diukur dengan menggunakan ph meter. b. Analisis Bakteri Asam Laktat (Burns et al. 2008) Analisis BAL mengikuti metode yang digunakan oleh Burns et al. (2008) dengan modifikasi pada cara homogenisasi. Sampel curd atau keju sebanyak 20 g dimasukkan ke dalam 180 ml larutan natrium sitrat steril 2% (b/v), lalu dihomogenkan. Pada penelitian ini, curd atau keju dalam larutan natrium sitrat dihomogenkan dengan cara diremas-remas. Homogenat diambil sebanyak 1 ml dan dilakukan pengenceran desimal hingga 1:10 8. Sampel dari tiga pengenceran tertinggi dipipet sebanyak 1 ml secara aseptis dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril lalu dituang agar MRSA, setelah itu diinkubasi pada suhu 37 o C selama 48 jam. Penghitungan total BAL berdasarkan metode BAM (2001). c. Analisis Angka Lempeng Total (BAM 2001) Sampel yang telah dihomogenkan dalam larutan natrium sitrat steril diencerkan secara desimal hingga 1:10 8. Sampel dari tiga pengenceran tertinggi dipipet sebanyak 1 ml secara aseptis dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril lalu dituang agar Standard Plate Count, setelah itu diinkubasi pada suhu 37 o C selama 48 jam. Penghitungan total mikroba berdasarkan metode BAM (2001). 15

28 d. Uji Tingkat Kesukaan Skala Hedonik (Setyaningsih et al. 2010) Pengujian sampel keju dilakukan oleh panelis yang telah diseleksi kesukaannya terhadap produk berbahan susu, terutama keju, dan memiliki intensitas konsumsi keju sebanyak satu kali atau lebih dalam 1 minggu. Seleksi panelis dilakukan dengan pengisian kuisioner. Contoh kuisioner seleksi panelis dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Kuisioner terdiri dari dua formulir untuk dua tahap seleksi. Formulir pertama untuk seleksi kesukaan terhadap produk olahan susu dan diberikan kepada 30 calon panelis. Calon panelis berasal dari kalangan mahasiswa berusia antara tahun. Kemudian, dari seleksi pertama, terpilih 21 calon panelis dan mereka diberi formulir kedua untuk seleksi kesukaan terhadap keju. Selanjutnya, terpilih 9 orang sebagai panelis uji sensori keju lunak susu kambing. Analisis sensori dilakukan dengan uji tingkat kesukaan skala hedonik menggunakan skala garis. Skala garis dibuat sepanjang 15 cm, dimana ujung paling kiri (titik nol) menunjukkan sangat tidak suka sedangkan ujung paling kanan menunjukkan sangat suka. Panelis diminta menandai skala garis yang mewakili intensitas atribut sampel. Atribut yang dinilai oleh panelis dari produk keju adalah kesukaan terhadap aroma, rasa, dan aftertaste. Contoh kuisioner uji rating dapat dilihat pada Lampiran 3, Lampiran 4, dan Lampiran 5. Uji hedonik dengan skala garis menghasilkan data interval, yaitu dengan cara mengkonversi tanda pada skala garis ke dalam bentuk angka menggunakan penggaris (satuan cm). Dengan demikian, data yang diperoleh dapat diolah secara statistik, yaitu dengan ANOVA, karena data interval dipertimbangkan sebagai data kuantitatif sejati. Sampel terdiri atas tiga keju lunak susu kambing yang dihasilkan pada penelitian ini dan satu keju susu kambing komersial jenis keju feta. Menurut Abd El- Salam et al. (1993), keju feta merupakan salah satu jenis keju dari susu kambing atau susu domba yang proses pengawetannya dengan direndam dalam larutan garam 6-8% (b/v) selama hari. Sampel disajikan di atas piring kecil dan disajikan bersama carier selada. Tiap sampel diberi kode tiga digit angka acak dan kode yang diberikan berbeda untuk tiap sampel. Bubuk kopi disediakan sebagai penetral setelah melakukan evaluasi sensori untuk atribut aroma, serta segelas air minum sebagai penetral setelah melakukan evaluasi sensori untuk atribut rasa dan aftertaste. Panelis diminta untuk menentukan tingkat kesukaan mereka pada tiap sampel keju dengan tidak membandingkan antar sampel. e. Analisis Kandungan Nutrisi Setelah 8 minggu masa simpan, diperoleh keju terpilih dari tiga perlakuan. Parameter bagi keju terpilih pada penelitian ini adalah memilki tekstur yang lebih kompak dan tidak mengeluarkan whey selama masa simpan. Analisis kandungan nutrisi meliputi analisis kadar air, analisis kadar abu, analisis protein, analisis lemak, dan karbohidrat by difference. 16

29 Analisis Kadar Air (BSN 1992) Analisis kadar air dilakukan dengan metode oven. Keju ditimbang sebanyak 2 g dan ditempatkan dalam cawan alumunium yang telah dikeringkan dalam oven 110 o C selama 30 menit dan diketahui beratnya. Sampel keju dikeringkan dalam oven pada suhu 110 o C semalaman. Setelah itu, sampel dalam cawan didinginkan di dalam desikator. Lalu, cawan berisi sampel ditimbang. Kadar air bahan dapat dihitung dengan persamaan (1.1). Kadar air (g/100 g) = a - b a x 100 (1.1) Keterangan: a= bobot bahan awal (g) b= bobot setelah dikeringkan (g) Analisis Kadar Abu (BSN 1992) Pengukuran kadar abu dilakukan dengan metode pengabuan kering menggunakan tanur. Sejumlah 4 g keju dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah dikeringkan dan telah diketahui beratnya. Mula-mula sampel diarangkan pada hot plate untuk menguapkan sebanyak mungkin zat organik yang ada (sampai sampel tidak berasap lagi). Selanjutnya, cawan dipindahkan ke dalam tanur dan diabukan pada suhu 550 o C selama 8 jam. Setelah itu, cawan berisi abu dikeluarkan dari dalam tanur, didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Kadar abu bahan dapat dihitung dengan persamaan (1.2). Kadar abu (g/100 g) = bobot abu (g) bobot sampel (g) x 100 (1.2) Analisis Kadar Protein (AOAC 1995) Metode yang digunakan adalah metode mikro Kjeldahl. Sampel keju ditimbang sebanyak 0.1 g dan ditambahkan 1 g K 2 SO 4, 40 mg HgO, dan 20 ml H 2 SO 4, kemudian sampel didihkan sampai larutan menjadi jernih (sekitar 1 jam). Larutan jernih ini dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu Kjeldahl dicuci dengan air (1-2 ml), kemudian air pencucinya dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH-Na 2 S 2 O 3. Di bawah kondensor, diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H 3 BO 3 dan 2-4 tetes indikator (campuran metil merah 2% dalam alkohol dan metil biru 2% dalam alkohol dengan perbandingan 1:2). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H 3 BO 3. Isi erlenmeyer diencerkan sampai 50 ml, lalu dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Blanko dipersiapkan dengan cara yang sama menggunakan aquades. Kadar protein bahan dapat dihitung dengan persamaan (1.3). 17

30 (ml HCl sampel ml HCl blanko) x N HCl x 14,007 x 100 %N = bobot sampel (mg) Kadar protein (%) = %N x Faktor konversi (1.3) Keterangan: N HCl = N Faktor konversi = 6.38 (untuk produk susu) Analisis Kadar Lemak (BSN 1992) Pengukuran kadar lemak menggunakan metode ekstraksi Soxhlet dengan melalui tahapan hidrolisis sampel. Sebanyak 5 g sampel keju ditimbang dalam gelas piala, lalu ditambah 30 ml HCl 25% dan 20 ml air. Gelas piala ditutup dengan kaca arloji dan sampel keju di dalamnya dididihkan selama 15 menit di ruang asam. Sampel disaring dengan kertas saring dalam keadaan panas dan dicuci dengan air panas sampai tidak asam lagi. Kertas saring berikut isinya dikeringkan pada suhu 110 C semalaman. Labu lemak dikeringkan di dalam oven, lalu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Kertas saring kering berisi sampel dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring yang dialasi dengan kapas. Kemudian, selongsong ditutup dengan kapas dan diletakkan dalam alat ekstraksi Soxhlet. Kondensor dipasang di atasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak tersebut dan dilakukan refluks selama 6 jam. Setelah itu pelarut yang ada di labu lemak didestilasi dan ditampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven bersuhu 110 o C lalu dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator, kemudian labu beserta lemak ditimbang. Kadar lemak bahan dapat dihitung dengan persamaan (1.4). Kadar lemak (g/100 g) = lemak hasil ekstraksi (g) bobot sampel (g) x 100% (1.4) Karbohidrat By Difference Nilai kandungan karbohidrat biasanya diberikan sebagai karbohidrat total by difference. Nilai tersebut diperoleh dari hasil pengurangan angka 100 dengan persentase komponen lain (air, abu, lemak, dan protein). f. Analisis Cemaran Logam Cemaran logam yang harus dibatasi pada keju berdasarkan SNI untuk keju cedar olahan meliputi arsen (As), timbal (Pb), tembaga (Cu), seng (Zn), raksa (Hg), dan timah (Sn). 18

31 Analisis Kadar Arsen (As) dengan Metode AAS (BSN 1998b) Analisis arsen (As) dilakukan menggunakan spektrofotometer serapan atom (Atomic Absorption Spectrofotometer/AAS). Prinsip analisis kadar arsen dengan metode AAS adalah destruksi sampel dengan asam menjadi larutan arsen. Larutan As 5+ direduksi dengan KI menjadi As 3+ dan direaksikan dengan NaBH 4 atau SnCl 2 sehingga terbentuk AsH 3 yang kemudian dibaca dengan AAS pada panjang gelombang nm. Tahap persiapan sampel dilakukan dengan metode pengabuan menggunakan microwave digestion. Sampel ditimbang sebanyak 0.5 g dan dimasukkan ke dalam tabung destruksi, ditambah 8 ml HNO 3 dan 2 ml H 2 O 2. Tabung ditutup dan dimasukkan ke dalam microwave digestion. Sampel didestruksi selama 45 menit. Setelah selesai dan didinginkan, larutan destruksi dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml dan ditambah air suling hingga tanda tera. Selanjutnya, dilakukan analisis sampel hasil pengabuan basah menggunakan AAS dengan terlebih dahulu dilakukan pengaturan alat berdasarkan instruksi kerja dan penyiapan bahan-bahan yang diperlukan. Sebanyak 25 ml larutan dari persiapan sampel di atas dipipet, ditambahkan 2 ml HCl 8 M dan 0.1 ml KI 20%, kemudian dibiarkan minimal 2 menit. Setelah itu, larutan dituang ke dalam tabung (auto sampler). Deret standar arsen 10, 20, 30, 40, dan 50 ppb serta blanko dituangkan ke dalam 6 tabung (auto sampler). Buchner serta tombol pengatur aliran pereaksi dan sampel dinyalakan. Nilai absorbansi tertinggi dari standar dan sampel dengan blanko dibaca sebagai koreksi. Kemudian, kurva standar dengan sumbu Y sebagai absorbansi dan sumbu X dibuat sebagai konsentrasi (ppb). Kadar arsen dalam sampel dapat dihitung dengan persamaan (1.5). Kadar As (ppb) = Kadar As dari kurva kalibrasi (ppb) x v (ml) x FP Bobot sampel (gram) (1.5) Keterangan: v = volume larutan abu FP = Faktor pengenceran Analisis Cemaran Logam Timbal (Pb), Tembaga (Cu), Seng (Zn), dan Timah (Sn) dengan Metode AAS (BSN 1998c) Analisis timbal (Pb), tembaga (Cu), seng (Zn), dan timah (Sn) dilakukan dengan metode pengabuan basah, kemudian dilanjutkan dengan analisis sampel hasil pengabuan basah menggunakan spektrofotometer serapan atom (Atomic Absorption Spectrofotometer). Sebanyak 5 gram sampel keju ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu destruksi. Kemudian ditambahkan 25 ml H 2 SO 4 18N, 20 ml HNO 3 7N, 1 ml larutan natrium molibdat 2%, dan 5-6 butir batu didih. Labu destruksi dihubungkan dengan pendingin dan dipanaskan selama 1 jam. Pemanasan dihentikan dan dibiarkan selama 15 menit. Sebanyak 20 ml HNO 3 -HClO 4 (1:1) ditambahkan melalui pendingin. Aliran air pada pendingin dihentikan dan dipanaskan dengan panas tinggi hingga timbul uap putih. Pemanasan dilanjutkan selama 10 menit, kemudian didinginkan. 19

32 Dengan hati-hati ditambahkan 10 ml air melalui pendingin sambil labu digoyanggoyangkan. Dididihkan lagi selama 10 menit. Pemanas dimatikan dan cuci pendingin dengan 15 ml air suling sebanyak 3 kali, didinginkan sampai suhu kamar. Secara kuantitatif, larutan destruksi sampel dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml, diencerkan dengan air suling sampai tanda garis. Blanko dikerjakan dengan pemakaian pereaksi seperti yang digunakan pada sampel. Deret standar disiapkan. Absorbansi larutan standar, blanko, dan sampel dibaca dengan mengggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang nm untuk seng, nm untuk timah, nm untuk timbal, dan nm untuk tembaga. Kurva kalibrasi dibuat dengan sumbu Y sebagai absorbansi dan sumbu X sebagai konsentrasi (dalam ppm). Kandungan logam pada keju dihitung dengan persamaan (1.6). Kadar logam (ppm) = Kadar logam dari kurva kalibrasi (ppm) x v (ml) x FP Bobot sampel (gram) (1.6) Keterangan: v = volume larutan abu FP = Faktor pengenceran Analisis Cemaran Logam Raksa (Hg) dengan Metode AAS (BSN 1998c) Analisis raksa (Hg) dilakukan dengan metode pengabuan basah, kemudian dilanjutkan dengan analisis sampel hasil pengabuan basah menggunakan spektrofotometer serapan atom (Atomic Absorption Spectrofotometer). Prinsip analisis cemaran logam raksa (Hg) adalah mereaksikan senyawa raksa dengan NaBH 4 atau SnCl 2 dalam keadaan asam guna membentuk gas atomik Hg dan diikuti dengan pembacaan absorbansi menggunakan spektrofotometer serapan atom tanpa nyala dengan panjang gelombang nm. Sebanyak 5 gram sampel keju ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu destruksi. Kemudian ditambahkan 25 ml H 2 SO 4 18N, 20 ml HNO 3 7N, 1 ml larutan natrium molibdat 2%, dan 5-6 butir batu didih. Labu destruksi dihubungkan dengan pendingin dan dipanaskan selama 1 jam. Pemanasan dihentikan dan dibiarkan selama 15 menit. Sebanyak 20 ml HNO 3 -HClO 4 (1:1) ditambahkan melalui pendingin. Aliran air pada pendingin dihentikan dan dipanaskan dengan panas tinggi hingga timbul uap putih. Pemanasan dilanjutkan selama 10 menit, kemudian didinginkan. Dengan hati-hati ditambahkan 10 ml air melalui pendingin sambil labu digoyanggoyangkan. Dididihkan lagi selama 10 menit. Pemanas dimatikan dan cuci pendingin dengan 15 ml air suling sebanyak 3 kali, didinginkan sampai suhu kamar. Secara kuantitatif, larutan destruksi sampel dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml, diencerkan dengan air suling ampai tanda garis. Blanko dikerjakan dengan pemakaian pereaksi seperti yang digunakan pada sampel. Deret standar disiapkan. Sebanyak 20 ml larutan pereduksi (larutan NaBH 4 atau SnCl 2 ) ditambahkan ke dalam larutan deret standar, larutan destruksi, dan larutan blanko. Absorbansi larutan standar, blanko, dan sampel dibaca dengan mengggunakan spektrofotometer serapan atom tanpa nyala pada panjang gelombang 20

33 253.7 nm. Kurva kalibrasi dibuat dengan sumbu Y sebagai absorbansi dan sumbu X sebagai konsentrasi (dalam ppm). Kandungan raksa (Hg) pada keju dihitung dengan persamaan (1.7). Kadar Hg (ppm) = Kadar Hg dari kurva kalibrasi (ppm) x v (ml) x FP Bobot sampel (gram) (1.7) Keterangan: v = volume larutan abu FP = Faktor pengenceran 21

34 HASIL DAN PEMBAHASAN A. MIKROBA PADA SUSU DAN KULTUR STARTER Rata-rata angka lempeng total pada susu kambing segar adalah 4.5x10 5 cfu/ml. Nilai tersebut memenuhi persyaratan SNI untuk TPC susu segar, yaitu maksimal 10 6 cfu/ml (BSN 1998a). Susu yang diperah secara aseptis melalui ambing yang sehat tidaklah steril, namun mengandung sejumlah kecil mikroba, yang disebut komensal ambing, yang umumnya didominasi oleh mikrokoki dan streptokoki (Varnam dan Sutherland 1994). Menurut Daulay (1991), kelompok mikroba yang terdapat dalam pasokan susu mentah diantaranya koliform, bakteri batang pembentuk spora (Bacillus), Gram negatif bentuk batang, Gram positif bentuk batang, dan kamir serta kapang. Lalu, mikroba-mikroba patogen yang terdapat dalam susu diantaranya Mycobacterium tuberculosis, Brucella melitensis, Staphylococcus aureus, Clostridium botulinum, Bacillus anthracis, Salmonella spp., Shigella spp., dan Escherichia spp. Brucella melitensis merupakan bakteri yang lebih sering ditemukan pada susu kambing. Menurut Daulay (1991), kultur starter merupakan kultur aktif dari mikroba bukan patogen yang ditumbuhkan di dalam susu atau whey, yang berperan dalam pembentukan karakteristik dan mutu tertentu pada berbagai jenis produk susu. Jumlah awal mikroba starter pada kultur kerja setelah diinkubasi selama 4 jam perlu diketahui sebelum kultur kerja ditambahkan ke dalam susu kambing. Dari hasil uji penentuan waktu inkubasi diketahui bahwa rata-rata jumlah awal BAL pada kultur kerja berkisar antara 10 8 dan 10 9 cfu/ml. Hanya kultur kerja dengan starter Lactobacillus casei yang tidak dapat mencapai jumlah 10 9 cfu/ml setelah diinkubasi selama 4 jam. B. PEMBUATAN KEJU Susu kambing yang telah dipanasi diberi kultur kerja dan diinkubasi pada suhu 37 o C. Selama inkubasi, laktosa di dalam susu kambing difementasi oleh BAL menjadi asam laktat. Menurut Scott (1986), kandungan laktosa pada susu kambing sekitar 4.6%. Terbentuknya asam laktat ditandai dengan terjadinya penurunan ph. Nilai ph susu kambing yang terukur pada penelitian ini berkisar antara , dengan rata-rata pengukuran 6.6. Menurut Daulay (1991), keasaman susu normal (keasaman susu natural) yang disebabkan oleh komponen kimia berkisar antara ph Penurunan ph ditargetkan hingga mencapai ph 6.3, yaitu nilai ph untuk penambahan rennet. Umumnya, kuantitas rennet yang ditambahkan sebanyak ml untuk 100 liter susu (Daulay 1991). Untuk rennet komersial, jumlah rennet yang digunakan tergantung pada jenis dan merek rennet yang digunakan. Rennet yang digunakan pada penelitian ini merupakan rennet komersial dan jumlah yang ditambahkan untuk pembuatan keju adalah 0.06 ml/l. Jika jumlah rennet yang ditambahkan lebih dari 0.06 ml/l, proses koagulasi berlangsung lebih cepat namun keju yang dihasilkan berasa pahit. Hal tersebut dikarenakan aktivitas proteolitik yang berlebih dapat menyebabkan lebih banyak protein yang dipecah sehingga dapat terbentuk peptida yang menyebabkan rasa pahit pada keju. Koagulasi protein susu, terutama kasein, oleh enzim proteolitik terjadi pada ph yang lebih tinggi ( ) dibandingkan dengan koagulasi oleh asam yang terjadi pada ph (Daulay 1991). Oleh karena itu, produk keju tidak terlalu asam seperti produk fermentasi pada

35 umumnya. Pada penelitian ini, rennet ditambahkan ketika ph susu mencapai 6.3. Walaupun begitu, koagulasi kasein tidak hanya dipengaruhi oleh ph, tetapi juga oleh keberadaan ion Ca 2+. Susu yang telah ditambah rennet kemudian diinkubasi kembali pada suhu 37 o C selama 2 jam. Selama inkubasi dengan rennet, susu harus dijaga agar tidak terguncang sehingga curd yang terbentuk tidak terpecah-pecah atau hancur. Konsistensi curd dapat dijadikan tolok ukur untuk memperkirakan konsistensi keju yang akan terbentuk. Curd yang lemah dan terpecahpecah akan menghasilkan tekstur keju yang lemah pula. Curd yang terbentuk pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5. Curd yang terbentuk kompak dan tidak terpecah-pecah serta tidak hancur ketika diciduk dengan sendok. Whey yang bewarna hijau kekuningan terlihat di dasar bekas cidukan curd. Gambar 5. Curd Curd yang terbentuk kemudian dipotong-potong agar luas permukaannya meningkat, sehingga proses pengeluaran whey lebih efektif serta terjadi pindah panas yang seragam dan merata pada proses pemasakan di tahap selanjutnya. Pemotongan harus dilakukan dengan hatihati agar tidak banyak lemak yang terlepas dari curd dan lolos bersama whey. Setelah dipotong, potongan curd didiamkan selama menit agar sebagian whey keluar. Potongan curd dipanaskan pada suhu 40 o C selama 30 menit. Pemanasan pada suhu tersebut untuk mencegah hilangnya BAL karena BAL umumnya mati pada suhu tinggi. Selama pemanasan, terjadi pengerutan matriks protein sehingga whey terdorong keluar lebih banyak (Daulay 1991). Potongan curd yang mengerut lama-lama tenggelam dalam whey dan terkumpul di dasar wadah. Ketika diciduk, tampak potongan curd dengan permukaan yang agak keras sehingga tidak mudah hancur (Gambar 6). Proses penyaringan dilakukan dengan peralatan modifikasi yang terdiri dari kain blacu, corong, dan erlenmeyer (Lampiran 6). Whey yang berwarna hijau kekuningan tertampung di dalam erlenmeyer (Lampiran 6), sementara keju segar tertinggal di kain blacu. Keju segar yang tersaring berwarna putih dengan aroma asam yang segar. Proses penyaringan dilakukan semalaman di dalam refrigerator pada suhu 5 C untuk menghambat aktivitas fermentasi BAL. Penggaraman dilakukan dengan penambahan garam 2% (b/b) secara langsung pada keju segar. Keju segar kemudian diaduk agar garam tercampur merata. Pada penelitian ini, jika pemisahan whey berlangsung baik, keju segar yang diaduk dapat disatukan kembali dan dibentuk serta tidak ada yang menempel di wadah atau alat pengaduk. Sebaliknya, jika penirisan whey 23

36 tidak berlangsung sempurna, ada bagian-bagian keju segar yang menempel di wadah atau alat pengaduk. Gambar 6. Curd setelah tahap pemanasan Keju yang dihasilkan pada penelitian ini berwarna putih (yang merupakan tipikal keju dari susu kambing), memiliki konsistensi agak lunak, dan mudah rapuh (Gambar 7). Keju lunak susu kambing memiliki warna lebih putih daripada keju susu sapi. Hal itu dikarenakan susu kambing kekurangan β-karoten yang seluruhnya telah diubah menjadi retinol (Raynal-Ljutovac et al. 2008). Pada keju juga terbentuk aroma masam, karena pemakaian bakteri Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus casei yang umum digunakan dalam pembuatan susu masam. Aroma masam yang terbentuk dapat menutupi aroma khas pada susu kambing. Gambar 7. Keju lunak susu kambing Tekstur keju yang lunak disebabkan oleh tidak dilakukannya proses pengepresan keju. Pengepresan tidak hanya dilakukan untuk mendorong keluarnya cairan (whey), tetapi juga diperlukan untuk mendapatkan tektur keju yang kompak dan rapat (Walstra et al. 1999). Oleh sebab itu, keju yang dihasilkan pada penelitian ini mudah rapuh. Kekompakan matriks keju tergantung pada kemampuan kasein untuk merangkul dan mendekap komponen-komponen susu lainnya seperti lemak, air, garam-garam, laktosa, dan protein whey (Daulay 1991). Tidak dilakukannya tahap standardisasi rasio kasein dan lemak 24

37 pada susu kambing juga dapat menjadi salah satu penyebab tekstur keju menjadi lunak. Untuk keju cedar, misalnya, standardisasi susu untuk rasio kasein dan lemak adalah 0.67:0.72 (Kelly 2009). Selama proses pembuatan keju, dilakukan analisis stabilitas BAL dengan parameter nilai ph, jumlah BAL, dan angka lempeng total. Data stabilitas BAL selama proses pembuatan diperoleh dari produksi keju dengan bakteri Lactobacillus acidophilus. Ketahanan bakteri Lactobacillus casei selama proses pembuatan diperkirakan tidak jauh berbeda. Hal tersebut dibuktikan dari tingginya jumlah BAL pada keju dengan Lactobacillus casei selama masa penyimpanan. Nilai ph diukur mulai dari susu kambing segar sampai produk keju yang dihasilkan. Nilai ph awal susu kambing perlu diketahui untuk menentukan lama inkubasi susu kambing dengan starter hingga mencapai ph 6.3 (ph untuk penambahan rennet). Berdasarkan uji penentuan waktu inkubasi, diketahui bahwa nilai ph turun 0.1 unit setiap 2 jam. Kecepatan penurunan ph tergantung pada jenis BAL yang digunakan. Pada penelitian ini, ph dari susu yang difermentasi oleh Lactobacillus acidophilus lebih cepat turun daripada susu yang difermentasi oleh Lactobacillus casei. Waktu yang diperlukan susu yang difermentasi oleh Lactobacillus acidophilus untuk mencapai ph 6.3 berkisar antara 4-6 jam, tergantung ph awal susu kambing, sedangkan susu yang difermentasi oleh Lactobacillus casei berkisar antara 6-7 jam. Hal itu disebabkan oleh perbedaan sifat fermentasi asam laktat diantara kedua jenis bakteri tersebut. Lactobacillus acidophilus bersifat homofermentatif sedangkan Lactobacillus casei bersifat heterofermentatif. Bakteri yang bersifat homofermentatif umumnya lebih cepat dalam menurunkan ph. Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan nilai ph, mulai dari susu segar sampai menjadi produk keju, yang mengindikasikan terjadi pertumbuhan dan aktivitas metabolisme dari BAL yang digunakan. Penurunan nilai ph dikarenakan aktivitas fermentasi laktosa menjadi asam laktat oleh BAL. Nilai ph yang diukur pada tiap tahapan produksi dapat dilihat pada Gambar 8. Data nilai ph tersebut diperoleh dari produksi keju dengan bakteri Lactobacillus acidophilus. Keterangan a: susu segar b: susu terfermentasi c: curd d: whey e: keju segar Gambar 8. Nilai ph di tiap tahapan proses pembuatan keju Nilai ph dijadikan indikator dalam penambahan rennet karena kerja enzim dipengaruhi oleh ph. Enzim khimosin dalam rennet akan mengkoagulasi susu pada ph di dua tahap 25

38 reaksi (Rahman et al. 1992). Pada penelitian ini, nilai ph susu terfermentasi untuk penambahan rennet adalah 6.3. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk penurunan ph dari 6.6 menjadi 6.30 adalah 6 jam. Pengukuran ph curd dan whey dilakukan sebelum proses pemanasan, sedangkan pengukuran ph keju segar dilakukan setelah tahap penyaringan. Penurunan nilai ph yang besar pada keju segar (dari ph 6.1 pada curd menjadi 5.7 pada keju segar) disebabkan oleh proses pemanasan curd. Pemanasan pada suhu 40 C diperkirakan dapat merangsang pertumbuhan BAL dan meningkatkan aktivitas BAL dalam proses fermentasi laktosa. Data nilai ph selama proses pembuatan keju didukung oleh data analisis jumlah BAL dan angka lempeng total. Analisis angka lempeng total mulai dilakukan dari susu segar, sedangkan analisis jumlah BAL mulai dilakukan dari tahap susu setelah difermentasi oleh kultur kerja. Data stabilitas BAL selama pembuatan keju dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah ALT dan BAL di tiap tahapan proses pembuatan keju Tahapan proses ALT (log10) BAL (log10) susu segar a susu setelah pemanasan (85 o C, 30 menit) a < susu terfermentasi sampai ph 6,3 b curd b whey b keju segar b Keterangan: a (cfu/ml) b (cfu/gram) Uji angka lempeng total juga dilakukan pada susu kambing yang telah dipanasi untuk mengetahui kecukupan pemanasan. Pemanasan bertujuan membunuh mikroba patogen dan mikroba lain yang terdapat dalam susu kambing, sehingga yang diharapkan tumbuh pada susu sampai menjadi produk keju hanya mikroba starter. Jumlah BAL selama proses pembuatan keju mencapai 10 8 cfu/gram dan setelah tahap penyaringan mencapai 10 9 cfu/gram. Bentuk koloni BAL yang tumbuh pada media MRSA berbentuk cakram miring atau seperti bintang, berwarna putih susu, dan permukaannya tampak licin. Selain itu, koloni BAL juga mengeluarkan aroma masam sebagai hasil metabolisme zatzat yang terkandung dalam media MRSA. Bila ditinjau dari kemungkinan pemanfaatan sebagai pangan probiotik, jumlah sel probiotik dalam bahan pangan sebaiknya pada kisaran 10 6 cfu/gram dan direkomendasikan untuk mengonsumsi cfu dalam setiap porsi untuk memperoleh manfaat kesehatan (Araújo et al. 2010). Jumlah BAL yang terperangkap dalam matriks curd yang terbentuk setelah penambahan rennet mencapai 10 8 cfu/gram. Begitu juga dengan kandungan BAL dalam whey yang terbuang (10 8 cfu/ml). Oleh karena itu, baik keju maupun whey yang dihasilkan memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi produk pangan probiotik jika sudah ada bukti yang menunjukkan bahwa kedua starter yang digunakan memiliki aktivitas probiotik. 26

39 Perbedaan jumlah BAL sebesar satu log dari 10 8 cfu/gram (pada curd) menjadi 10 9 cfu/gram (pada keju setelah tahap penyaringan) disebabkan oleh proses pemanasan (40 o C) yang dilakukan sebelum tahap penyaringan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pemanasan pada suhu 40 o C diperkirakan dapat merangsang pertumbuhan BAL. C. STABILITAS BAL SELAMA PENYIMPANAN KEJU Stabilitas BAL di dalam keju dikaitkan dengan keberlangsungan hidup BAL tersebut. Adanya aktivitas BAL dapat diamati dari perubahan ph yang berlangsung selama masa simpan produk. Analisis ph dilakukan pada minggu pertama hingga minggu keempat di bulan pertama penyimpanan dan pada minggu keenam serta kedelapan pada penyimpanan di bulan kedua. Data nilai ph selama penyimpanan keju dapat dilihat pada Gambar 9 dan Lampiran 7. Gambar 9. Nilai ph keju selama penyimpanan 8 minggu Berdasarkan hasil uji ANOVA (Lampiran 8), terjadi penurunan ph yang signifikan (P < 0.05) selama penyimpanan keju. Penurunan ph yang signifikan terjadi pada minggu kedelapan dan hal itu disebabkan oleh peningkatan aktivitas BAL di dalam keju. Penyimpanan keju tetap terjaga pada suhu refrigerator (5 C) selama 6 minggu. Namun, pada minggu ketujuh, keju sempat terpapar suhu ruang selama 6 jam karena adanya kegiatan uji sensori. Peningkatan suhu, dari suhu refrigerator menjadi suhu ruang, diperkirakan dapat meningkatkan aktivitas metabolisme BAL dalam memfermentasi laktosa. Penurunan ph selama penyimpanan tidak dipengaruhi oleh jenis BAL yang digunakan. Hal itu dibuktikan dari hasil uji ANOVA pada Lampiran 9. Walaupun nilai ph keju dengan starter Lactobacillus casei lebih tinggi dari yang lainnya, penurunan ph pada keju tersebut cenderung terjadi di setiap minggunya, sama halnya dengan yang terjadi pada dua jenis keju lainnya. Nilai ph dapat dipengaruhi oleh penggaraman (Guinee dan Fox 1993). Hal tersebut dikaitkan dengan pengaruh penggaraman dalam kontrol mikroba. Sisa laktosa di dalam keju dapat dimetabolisme menjadi asam laktat oleh mikroba sehingga nilai ph turun. Ketahanan terhadap garam bervariasi pada tiap jenis mikroba. Kultur keju komersial terhambat pada penambahan garam >2,5% (Guinee dan Fox 1993). Pada penelitian ini, konsentrasi garam yang 27

40 ditambahkan adalah 2% (b/b) dan stabilitas mikroba yang digunakan di dalam keju tidak terpengaruh oleh konsentrasi tersebut. Hal itu dibuktikan dengan tingginya jumlah BAL dan angka lempeng total pada keju selama masa simpan. Beberapa penelitian sebelumnya tentang produk keju yang mengandung BAL Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus casei menunjukkan bahwa kandungan asam laktat cenderung tetap selama masa simpan (Ong et al dan Ong et al. 2007). Hal itu dikarenakan banyak laktosa yang hilang bersama whey dan hanya sedikit yang tersisa dalam keju. Peningkatan kandungan asam laktat pada beberapa minggu pertama masa simpan disebabkan oleh proses fermentasi laktosa yang masih tertinggal di dalam keju oleh BAL (Ong et al. 2007). Namun, pada penelitian ini dihasilkan keju yang memiliki tekstur lunak, dimana kandungan laktosa dalam keju lunak masih cukup tinggi (Walther et al. 2008), sehingga diperkirakan masih dapat terjadi fermentasi laktosa menjadi asam laktat. Penurunan nilai ph keju yang terus terjadi selama penyimpanan juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Menéndez et al. (2000), yang menguji efek penambahan bakteri Lactobacillus spp. pada keju Arzúa-Ulloa, sejenis keju lunak dari susu sapi, yang disimpan selama 30 hari. Pengamatan selama masa simpan juga meliputi pengamatan BAL dan angka lempeng total. Jumlah BAL berkisar pada angka 10 9 cfu/gram (Gambar 10 dan Lampiran 10), begitu juga dengan angka lempeng total (Gambar 11 dan Lampiran 10). Gambar 10. Jumlah BAL pada keju selama penyimpanan 8 minggu Berdasarkan uji ANOVA (Lampiran 11), tidak terdapat perbedaan yang signifikan (P > 0.05) pada jumlah BAL dan angka lempeng total selama penyimpanan. Selain itu, juga tidak terdapat perbedaan jumlah BAL dan angka lempeng total yang signifikan untuk tiap keju berdasarkan jenis BAL (Lampiran 12). Jumlah BAL dan angka lempeng total dari ketiga keju dengan starter yang berbeda terdapat pada kisaran 10 9 cfu/gram. Tingginya jumlah BAL pada keju yang dihasilkan dari penelitian ini disebabkan oleh jumlah BAL yang sudah tinggi pada susu yang difermentasi dengan kultur kerja (10 8 cfu/ml). Stabilitas BAL yang berada pada kisaran 10 9 cfu/gram selama 8 minggu disebabkan oleh penyimpanan keju di dalam refrigerator pada suhu 5 C yang dapat menghambat aktivitas metabolisme mikroba dan enzim yang terdapat di dalam keju. 28

41 Gambar 11. Angka lempeng total pada keju selama penyimpanan 8 minggu Jumlah koloni BAL dari keju dengan starter campuran tidak dapat dibedakan antara koloni Lactobacillus acidophilus dengan Lactobacilus casei. Selain itu, juga tidak dapat ditentukan jumlah dari masing-masing mikroba karena media penumbuh yang digunakan bukan media selektif untuk tujuan tersebut, sehingga jumlah BAL yang dihitung merupakan total dari kedua mikroba tersebut. Kemampuan bertahan dan berkembang dari bakteri Lactobacillus acidophilus maupun Lactobacillus casei pada produk keju, selama proses produksi dan masa simpan, juga telah diuji sebelumnya oleh penelitian yang dilakukan oleh Ong et al. (2006) pada keju cedar yang disimpan selama enam bulan. Jumlah kedua BAL tersebut mencapai 10 8 cfu/gram pada akhir masa simpan. Selain itu, Kasımoğlu et al. (2004) menguji ketahanan Lactobacillus acidophilus pada keju putih, yang merupakan keju berkadar garam tinggi, selama produksi dan masa simpan tiga bulan dengan jumlah Lactobacillus acidophilus berkisar pada cfu/gram pada akhir masa simpan. D. MUTU SENSORI KEJU Analisis sensori bertujuan mengukur nilai kesukaan panelis terhadap aroma, rasa, dan aftertaste dari keju lunak susu kambing. Data hasil penilaian kesukaan panelis terhadap keju dapat dilihat pada Tabel 4 dan Lampiran 13. Tabel 4. Rata-rata penilaian kesukaan panelis terhadap keju lunak susu kambing Jenis keju Aroma Rasa Aftertaste starter L. acidophilus 11.4 a) 10.4 a) 9.5 a) starter L. casei 12.0 a) 10.4 a) 8.6 a) starter campuran 11.3 a) 10.4 a) 8.9 a) feta komersial 6.7 b) 8.5 a) 5.7 a) Keterangan: Tanda a) dan b) dalam satu kolom menyatakan data berbeda nyata pada taraf alfa 5% 29

42 Aroma ketiga keju lunak susu kambing yang dihasilkan pada penelitian ini lebih disukai daripada keju feta komersial. Hal itu ditunjukkan dari rata-rata penilaian kesukaan pada ketiga keju tersebut yang lebih besar daripada rata-rata penilaian kesukaan pada keju feta komersial (Tabel 4). Dengan uji ANOVA, rata-rata penilaian kesukaan pada keju lunak susu kambing diketahui berbeda signifikan (P < 0.05) dengan rata-rata penilaian kesukaan pada keju feta komersial (Lampiran 14). Perbedaan aroma antara keju feta komersial dengan ketiga keju lunak susu kambing disebabkan oleh penggunaan bakteri yang berbeda serta cara produksi yang berbeda pula. Aroma dominan dari ketiga keju lunak susu kambing adalah aroma asam. Aroma asam yang paling kuat dihasilkan dari keju dengan bakteri Lactobacillus acidophilus, sedangkan dari keju feta komersial tidak tercium aroma asam, tetapi tercium aroma agak tengik. Selain itu, beberapa panelis mengenali adanya aroma prengus (goaty) pada keju feta setelah mencicipi produk tersebut. Namun, aroma prengus hampir tidak tercium dari ketiga keju lunak susu kambing. Hal itu dikarenakan aroma asam yang dihasilkan oleh BAL dapat menutupi aroma prengus. Berdasarkan uji ANOVA, rata-rata penilaian kesukaan panelis terhadap rasa dari keempat keju tidak berbeda signifikan (P > 0.05) (Lampiran 15). Rasa yang dominan dirasakan oleh panelis pada keju lunak susu kambing maupun keju feta komersial adalah rasa asin. Penambahan garam 2% (b/b) dapat menyebabkan rasa yang terlalu asin. Rata-rata penilaian kesukaan panelis terhadap aftertaste keempat keju tidak berbeda signifikan (P > 0.05) berdasarkan uji ANOVA (Lampiran 15). Aftertaste yang dirasakan oleh panelis pada keju lunak susu kambing umumnya adalah rasa pahit yang tertinggal. Rasa pahit disebabkan oleh peptida hidrofobik yang berasal dari degradasi kasein hidrofobik oleh enzim proteolitik dari koagulan (rennet). Walaupun begitu, rasa pahit dapat berkontribusi pada pembentukan flavor yang diinginkan pada keju peram (Tejada et al. 2008). Selama penyimpanan 8 minggu, terlihat bahwa keju lunak susu kambing dengan BAL Lactobacillus casei dan campuran menunjukkan terjadinya sineresis, sedangkan pada keju dengan BAL Lactobacillus acidophilus tidak terjadi sineresis. Selanjutnya, keju lunak susu kambing dengan BAL Lactobacillus acidophilus diuji kandungan nutrisi dan cemaran logam. E. KANDUNGAN NUTRISI KEJU Keju merupakan produk yang kaya nutrisi. Analisis kandungan nutisi keju pada penelitian ini meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan karbohidrat by difference. Data kandungan nutrisi keju dapat dilihat pada Tabel 5. Kadar air keju lunak susu kambing pada Tabel 5 masuk dalam kisaran kadar air keju semi keras atau semi lunak (45-55%) (Heller et al. 2008). Kadar air tersebut mendekati kadar air keju feta yang diteliti oleh Park (1990), dimana keju feta merupakan jenis keju semi lunak. Kandungan air yang tinggi pada keju dapat melemahkan struktur jaringan kasein sehingga menghasilkan keju yang kurang keras (bertekstur lemah) (Banks 2007a). Kualitas keju selama masa simpan dapat dipengaruhi oleh kadar air yang tinggi jika tidak ditangani dengan baik, diantaranya terkait dengan kandungan air bebas yang dapat dimanfaatkan oleh bakteri, baik starter maupun kontaminan dari lingkungan. Oleh karena itu, keju dengan kandungan air yang cukup tinggi umumnya dikonsumsi segar dan berumur pendek, sekitar 2 minggu (Walstra 1999). 30

43 Tabel 5. Komposisi kimia susu kambing PE dan keju susu kambing (berat basah) Parameter (%) Susu kambing PE a Keju lunak susu kambing Keju susu kambing komersial b Fresh soft Feta Cedar SNI c Cedar olahan Air ± ± ± ±1.76 maks. 45 Abu 0.72± ± ± ± ±0.13 maks. 5.5 lemak 6.10± ± ± ± ±1.13 min. 25 protein 2.97± ± ± ± ±0.56 min karbohidrat Keterangan : a Hidayat (2009); b Park (1990); c BSN (1992) (-) tidak dilakukan analisis Kadar air juga mempengaruhi rendemen keju. Rendemen keju dapat didefinisikan sebagai bobot keju dalam satuan kg yang dihasilkan dari 100 kg susu (Banks 2007b). Rata-rata rendemen keju yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 23.84% (Lampiran 17). Umumnya, rendemen keju berkisar antara 9-15%, tergantung pada komposisi kimia susu, kasein dan lemak yang terperangkap, terbuangnya komponen penting susu ke dalam whey sebagai akibat penanganan susu dan prosedur pembuatan keju, serta kadar air pada keju (Farkye 2004). Kandungan mineral pada keju ditunjukkan dari kadar abu yang terukur. Selain lemak dan protein, mineral-mineral susu seperti kalsium, fosfor, dan magnesium terkonsentrasi dalam curd yang terbentuk selama proses koagulasi (Miller et al. 2007). Menurut Park (1990), kadar abu keju susu kambing lebih tinggi pada jenis keju keras daripada jenis keju lunak. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh variasi kandungan mineral pada jenis susu yang digunakan atau cara pembuatan keju yang berbeda. Pengasaman dengan cepat oleh fermentasi laktat, yang diikuti oleh keluarnya whey dengan cepat, mendorong terjadinya demineralisasi, sedangkan pengasaman yang lambat namun dengan koagulasi yang cepat, dapat mempertahankan kandungan mineral susu (Guegen 1979 diacu dalam Park 1990). Kandungan lemak di dalam keju tergantung pada jenis susu yang digunakan sebagai bahan baku dan cara produksi keju. Lemak dapat mempengaruhi kekerasan, kelekatan, mouthfeel, dan cita rasa keju (O Brien dan O Connor 2004). Umumnya, keju yang terbuat dari susu kambing memiliki tekstur yang lebih lunak karena mengandung lebih banyak globulaglobula lemak yang berukuran <5 μm daripada susu sapi. Ukuran globula lemak yang lebih kecil menyebabkan luas permukaan lemak semakin besar, sehingga terjadi penyebaran misel kasein yang terjerap pada permukaan globula lemak sekaligus melapisinya (Daulay 1991; Walstra et al. 1999). Keju merupakan produk yang kaya lemak. Lemak dalam susu beserta komponen lainnya yang tidak larut air terperangkap dalam matriks kasein yang terkoagulasi. Persentase kandungan lemak dalam keju lunak susu kambing dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai tersebut lebih rendah 31

44 dibandingkan nilai kandungan lemak pada keju feta dan cedar dalam penelitian Park (1990), juga lebih rendah dari batas minimum kandungan lemak pada keju cedar olahan menurut SNI. Namun, nilai tersebut tidak jauh berbeda dengan kandungan lemak pada keju fresh soft dalam penelitian Park (1990). Perbedaan komposisi lemak (%) pada keju lunak, keju semi lunak/semi keras, dan keju keras disebabkan oleh perbedaan dalam proses pengeluaran whey yang akan menentukan kandungan air (%) pada produk akhir, dimana kandungan air pada keju lunak lebih tinggi daripada keju keras. Park (1990) menyatakan bahwa, peningkatan persentase kandungan lemak terjadi dengan semakin menurunnya kadar air. Protein susu, terutama kasein, merupakan komponen terpenting dalam pembuatan keju karena merupakan bahan utama yang akan dikoagulasi hingga membentuk curd, dan selanjutnya diolah menjadi produk keju. Kandungan protein dari susu kambing sebenarnya tidak jauh berbeda dengan susu sapi, namun rasio kasein terhadap total protein pada susu kambing lebih rendah daripada susu sapi (Loewenstein 1982 diacu dalam Zeng 1996). Selain itu, proporsi α s1 -kasein yang lebih rendah pada kasein susu kambing menyebabkan tekstur curd yang terbuat dari susu kambing lebih lunak daripada curd yang terbuat dari susu yang mengandung α s1 -kasein lebih tinggi (Ambrosoli et al diacu dalam Thomann et al. 2008). Perbedaan-perbedaan di atas terkait langsung dengan cara pengolahan, yang spesifik secara teknologi, untuk tiap jenis susu, namun belum diketahui pengaruhnya terhadap kandungan nutrisi keju yang dihasilkan (Raynal-Ljutovac et al. 2008). Persentase kandungan protein dalam keju lunak susu kambing tidak jauh berbeda dengan persentase kandungan protein dalam keju fresh soft, namun lebih rendah dari yang terkandung dalam keju feta dan cedar serta di bawah batas minimum yang ditetapkan SNI untuk keju cedar olahan. Seperti halnya lemak, persentase kandungan protein meningkat dengan semakin menurunnya kadar air (Park 1990). Kandungan karbohidrat by difference pada keju lunak susu kambing mencapai 5.67%. Cukup tingginya kandungan karbohidrat disebabkan oleh kandungan whey yang masih cukup tinggi, dimana laktosa dan kandungan gula lainnya berada di dalamnya. F. CEMARAN LOGAM PADA KEJU Analisis cemaran logam pada keju meliputi analisis arsen (As), timbal (Pb), tembaga (Cu), seng (Zn), merkuri (Hg), dan timah (Sn). Kandungan cemaran logam pada keju dapat dilihat pada Tabel 6 dan rekapitulasi data dapat dilihat pada Lampiran Analisis cemaran logam pada penelitian ini hanya dilakukan pada produk keju lunak susu kambing, tidak pada susu kambing segar. Oleh karena itu, data dan informasi mengenai cemaran logam pada susu kambing segar berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Güler (2007). Penelitian yang dilakukan oleh Güler (2007) pada susu segar dari kambing Turki lokal menunjukkan tidak terdeteksinya logam As. Hal tersebut dikarenakan kandungan As yang lebih rendah dari batas deteksi (0.001 ppm) alat yang digunakan pada penelitian tersebut. Kandungan As dalam keju lunak susu kambing tidak terdeteksi karena lebih kecil dari batas deteksi alat untuk cemaran logam As (< ppm). Menurut Güler (2007), kandungan Pb pada susu dari kambing lokal Turki adalah sebesar 0.06±0.00 ppm (berat basah). Sebelumnya, Coni et al. (1996) juga menguji kandungan Pb pada susu kambing yang diambil dari dua musim yang berbeda, dimana kandungan Pb sebesar ppm (berat kering) terdapat pada susu yang diperah pada musim panas dan ppm (berat kering) Pb terdapat pada susu yang diperah pada musim dingin. Adanya kontaminasi Pb 32

45 pada susu dari kambing Turki lokal disebabkan oleh lokasi peternakan yang berada di sekitar area pertanian yang menggunakan pupuk kimia buatan, sehingga pakan (rumput) dapat tercemar oleh Pb dalam pupuk yang terbawa oleh angin, air, atau tanah (Güler 2007). Tabel 6. Kandungan cemaran logam pada susu kambing dan produk keju Keju lunak Keju dari literatur lain SNI d Parameter Susu susu Keju susu Keju susu (ppm) kambing a Cedar olahan kambing kambing b sapi c As tidak < maks. 0.1 terdeteksi Pb 0.06±0.00 < maks. 0.3 Cu 0.48± maks Zn 4.68± ±0.00 maks Hg - < ±0.00 maks Sn - < maks Keterangan: a Güler (2007), berat basah; b Coni et al. (1996), berat kering, susu yang diperah pada musim panas; c Gambelli et al. (1999); d BSN (1992) (-) tidak dilakukan analisis Kandungan Pb dan Sn pada keju lunak susu kambing tidak terdeteksi karena lebih kecil dari batas deteksi alat untuk cemaran logam Pb dan Sn (<0.01 ppm). Penelitian yang dilakukan oleh Coni et al. (1996) menunjukkan kandungan Pb sebesar ppm (berat kering) pada keju dari susu kambing yang diperah pada musim panas dan ppm (berat kering) Pb pada keju dari susu kambing yang diperah pada musim dingin. Secara umum, kandungan Pb dalam keju lebih tinggi daripada yang terkandung dalam susu segar. Coni et al. (1996) menyatakan bahwa kandungan Pb yang lebih tinggi pada curd daripada susu segar dikarenakan Pb memiliki afinitas terhadap kasein dan lemak. Hasil penelitian Güler (2007) terhadap kandungan Cu dan Zn pada susu dari kambing Turki lokal dapat dilihat pada Tabel 6. Sebelumnya, penelitian yang dilakukan oleh Park (2000) terhadap kandungan mineral pada susu kambing menunjukkan kandungan Cu sebesar 0.39±0.12 ppm (berat basah) dan kandungan Zn sebesar 3.10±0.30 ppm (berat basah). Lebih rendahnya kandungan Cu daripada Zn disebabkan oleh sifat antagonisme di antara keduanya. Pada kebanyakan kasus antagonisme, sejumlah elemen yang saling berinteraksi mempunyai sifat yang hampir sama sehingga terjadi kompetisi dalam menduduki ikatannya dalam protein (Darmono 1995). Kandungan Cu dan Zn terdeteksi pada keju lunak susu kambing namun masih di bawah batas maksimum yang ditetapkan oleh SNI untuk keju cedar olahan. Seperti logam Pb, logam Cu dan Zn juga terikat pada kasein dan lemak sehingga konsentrasinya pada curd lebih tinggi daripada susu segar (Coni et al. 1996). Brule dan Fauquant (1982) mendapati bahwa rata-rata 33

46 retensi mikromineral yang tinggi di dalam keju disebabkan oleh 95% Zn dan Mn serta 50-75% Cu dan Fe yang terikat pada kasein (Park 1990). Kandungan Cu dalam dua jenis keju susu kambing pada Tabel 6 cenderung lebih rendah daripada kandungan Zn. Penelitian yang dilakukan oleh Park (2000) pada produk komersial susu kambing dan turunannya, termasuk keju, menunjukkan kecenderungan yang sama. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Maas (2010) terhadap keju Comté dari susu sapi. Kandungan Hg pada keju lunak susu kambing tidak terdeteksi karena lebih kecil dari batas deteksi alat untuk cemaran Hg (< ppm). Penelitian yang dilakukan oleh Gambelli et al. (1999) mencatat adanya 0.001±0.00 ppm Hg pada keju susu sapi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muñoz et al. (2005) untuk memperkirakan jumlah asupan kontaminasi logam dari makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat Santiago, Chili, diketahui bahwa rata-rata kandungan Hg dari produk susu adalah <0.001 ppm dari rata-rata konsumsi g/hari susu. Lalu, rata-rata kandungan Hg dari sejumlah produk turunan susu [yoghurt (71.8 g/hari), keju (41.2 g/hari), mentega (1.3 g/hari), Desserts (64.7 g/hari), dan produk lainnya (53.1 g/hari)] adalah <0.001 ppm dari rata-rata konsumsi g/hari dari total semua produk. Kandungan Hg dari semua hasil penelitian tersebut berada di bawah standar yang ditetapkan SNI untuk keju cedar olahan, yaitu maksimum sebesar 0.03 ppm. Cemaran Hg jarang terjadi pada produk pertanian darat dan umumnya terjadi pada produk-produk asal laut. Muñoz et al. (2005), mencatat adanya kandungan Hg sebanyak ppm dari rata-rata konsumsi 33.1 g/hari produk ikan dan kerang-kerangan. 34

47 SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN BAL Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus casei terbukti dapat diaplikasikan dalam pembuatan keju lunak susu kambing. Viabilitas kedua BAL tersebut tetap terjaga selama proses pembuatan keju dan bahkan jumlahnya mencapai 10 9 cfu/gram pada produk akhir. Stabilitas kedua BAL tersebut pun terbukti selama penyimpanan, dimana jumlahnya tetap pada angka 10 9 cfu/gram selama penyimpanan 8 minggu. Hasil analisis sensori menunjukkan kesukaan panelis cenderung pada keju lunak susu kambing daripada keju susu kambing komersial, terutama terhadap aromanya. Uji terhadap keju lunak susu kambing terpilih menunjukkan komposisi nutrisi dalam keju (%), terutama lemak dan protein, dipengaruhi oleh kadar air pada produk akhir. Komposisi lemak dan protein (%) semakin rendah dengan semakin tingginya kadar air dan demikian pula sebaliknya. Hasil analisis cemaran logam menunjukkan kandungan logam Cu dan Zn terdeteksi pada keju lunak susu kambing, namun masih di bawah standar yang telah ditetapkan oleh SNI untuk keju cedar olahan. Cemaran logam As, Pb, Hg, dan Sn tidak terdeteksi di dalam keju lunak susu kambing karena berada di bawah batas deteksi alat untuk masing-masing logam. B. SARAN 1. Untuk skala produksi yang lebih besar, sebaiknya dilakukan tahap standardisasi rasio kasein dan lemak pada susu untuk mendapatkan keju yang sesuai standar dan seragam. 2. Untuk penelitian selanjutnya, dengan menggunakan tahapan proses seperti yang dilakukan pada penelitian ini, disarankan untuk menggunakan BAL probiotik untuk mengetahui kestabilannya selama proses pembuatan dan penyimpanan. 3. Tahap inkubasi susu dengan starter pada pembuatan kultur kerja dan tahap inkubasi susu dengan kultur kerja pada pembuatan keju merupakan tahapan kritis karena kecepatan penurunan ph susu berbeda untuk tiap jenis mikroba. Oleh karena itu, jika akan menggunakan starter dari jenis BAL lain, sebaiknya dilakukan pengujian untuk mengetahui kecukupan waktu inkubasi. 4. Proses pembuatan keju susu kambing tidak jauh berbeda dengan keju dari susu sapi. Oleh karena itu, jika akan membuat jenis keju lain (seperti gouda, mozzarella, dan sebagainya) dengan bahan baku susu kambing, dapat mengikuti prosedur pembuatan keju yang sudah ada (yang umumnya berbahan baku susu sapi). 5. Penggunaan rennet harus melalui pengujian untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan hingga curd terbentuk dan siap dipotong, kecuali untuk rennet komersial yang memang sudah memiliki takaran sendiri.

48 DAFTAR PUSTAKA Abd El-Salam MH, Alichanidis E, Zerfiridis GK Domiati and feta type cheese. In: Fox PF. (ed). Cheese: Chemistry, Physics, and Microbiology. Vol. 2. Major Cheese Groups. 2 nd ed. London: Chapman & Hall, pp Ambrosoli R, DiStasio L, Mazzocco P Content of _s1-casein and coagulation properties in goat milk. J Dairy Sci 71: AOAC Official Method of Analysis of the AOAC. 14 th ed. Arington, Virginia: AOAC, Inc. Araújo EA, de Carvalho AF, Leandro ES, Furtado MM, de Moraes CA Development of a symbiotic cottage cheese added with Lactobacillus delbrueckii UFV H2b20 and inulin. Journal of Functional Foods 2: Axelsson L Lactic acid bacteria: Classification and physiology. In: Salminen S, Wright, A. (eds). Lactic Acid Bacteria Microbiology and Functional Aspects. 2 nd ed. New York: Marcel Dekker, Inc. [BAM] Bacteriological Analytical Manual Online ebam.html [diakses tanggal 07 Februari 2011]. Banks JM Cheese. In: Early R. (ed). The Technology of Dairy Products. 2 nd ed. London: Blackie Academic & Professional. Banks JM. 2007a. Flavour, texture and flavour defects in hard and semi-cheeses. In: Mc Sweeney PLH. (ed). Cheese Problem Solved. England: Woodhead Publishing Limited. Banks JM. 2007b. Cheese yield. In: Mc Sweeney PLH. (ed). Cheese Problem Solved. England: Woodhead Publishing Limited. Brule G, Fauquant J Interactions des proteines du lait et des oligoelements. Lait 62:323. BSN Keju Cedar Olahan. SNI Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. BSN. 1998a. Syarat Mutu Susu Segar. SNI Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. BSN. 1998b. Cara Uji Cemaran Arsen dalam Makanan. SNI Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. BSN. 1998c. Cara Uji Cemaran Logam dalam Makanan. SNI Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Budisatria IGS, Udo HMJ, Eilers CHAM, Baliarti E, van der Zijpp AJ Preferences for sheep or goats in Indonesia. Small Ruminant Research 88: Burns, P.F.,Patrignani, D. Serrazanetti,G.C. Vinderola, J. A. Reinheimer, R. Lanciotti, and M. E. Guerzoni Probiotic Crescenza cheese containing Lactobacillus casei and Lactobacillus acidophilus manufactured with high-pressure homogenized milk. J. Dairy Sci. 91: Chamberlain AC Fallout of lead and uptake by crops. Atmos. Environ. 17: Codex Alimentarius Codex Standard for Brie. CODEX STAN [24 November 2010]. 36

49 Coni E, Bocca A, Coppolelli P, Caroli S, Cavallucci C, Marinucci MT Minor and trace element content in sheep and goat milk and dairy products. Food Chemistry. 57: Daulay D Fermentasi Keju. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Darmono Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta: UI-Press. Farkye NY Cheese technology. International Journal of Dairy Technology 57: Gambelli L, Belloni P, Ingrao G, Pizzoferrato L, Santaroni GP Minerals and trace elements in some Italian dairy products. Journal of Food Composition and Analysis 12: Guegen, L Apports mineraux par Ie lait et les produits laitieres. Cab Null Diet 14: 213. Guinee TP, Fox PF Salt in cheese: physical, chemical and biological aspects. In: Fox PF. (ed). Cheese: Chemistry, Physics, and Microbiology. Vol. 1. General Aspects. 2 nd ed. London: Chapman & Hall, pp Güler Z Levels of 24 minerals in local goat milk, its strained yoghurt and salted yoghurt (tuzlu yoğurt). Small Ruminant Research 71: Heller KJ, Bockelmann W, Schrezenmeir J, de Vrese M Cheese and its potential as a probiotic food. In: Farnworth ER. (ed). Handbook of Fermented Functional Foods. 2 nd ed. Boca Raton, USA: CRC Press, pp Hidayat ANR Potensi Yoghurt Susu Kambing Peranakan Etawa sebagai Penghambat Pertumbuhan Escherichia coli secara In Vitro [skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Jenness R Composition and Characteristics of Goat Milk: Review J Dairy Sci 63: Kasımoğlu A, Göncüoğlu M, Akgün S Probiotic white cheese with Lactobacillus acidophilus. International Dairy Journal 14: Kelly AL Preparation of cheesemilk. In: Mc Sweeney PLH. (ed). Cheese Problem Solved. England: Woodhead Publishing Limited. Khansari FE, Ghazi-Khansari M, Abdollahi M Heavy metals content of canned tuna fish. Food Chemistry 93: Loewenstein M Dairy goat milk and factors affecting it. In: Proc. 3rd Intern. Conference on Goat Production and Disease, Tucson, AZ, pp Maas S, Gimbert F, Lucot E, Crini N, Badot P Trace metals in raw cows milk and assessment of transfer to Comté cheese. Food Chemistry (in press). McLaughlin MJ, Parker DR, Clarke JM Metals and micronutrients-food safety issues. Field Crops Research 60: McSweeney PLH Conversion of milk to curd. In: Mc Sweeney PLH. (ed). Cheese Problem Solved. England: Woodhead Publishing Limited. Mendill D Mineral and trace metal levels in some cheese collected from Turkey. Food Chemistry 96:

50 Menéndez S, Centeno JA, Godínez R, Rodríguez-Otero JL Effects of Lactobacillus strains on the ripening and organoleptic characteristics of Arzu a-ulloa cheese. International Journal of Food Microbiology 59: Miller GD, Jarvis JK, McBean LD Handbook of Dairy Foods and Nutrition. 3 rd ed. Boca Raton: CRC Press. Muñoz O, Bastias JM, Araya M, Morales A, Orellana C, Rebolledo R, Velez D Estimation of the dietary intake of cadmium, lead, mercury, and arsenic by the population of Santiago (Chile) using a Total Diet Study. Food and Chemical Toxicology 43: O Brien NM, O Connor TP Nutritional aspects of cheese. In: Fox PF, McSweeney PLH, Cogan TM, Guinee TP. (eds). Cheese Chemistry, Physics and Microbiology. Vol. 2. Major Cheese Groups. London: Elsevier Academic Press. Ong L, Henriksson A, Shah NP Development of probiotic Cheddar cheese containing Lactobacillus acidophilus, Lb. casei, Lb. paracasei and Bifidobacterium spp. and the influence of these bacteria on proteolytic patterns and production of organic acid. International Dairy Journal 16: Ong L, Henriksson A, Shah NP Proteolytic pattern and organic acid profiles of probiotic Cheddar cheese as influenced by probiotic strains of Lactobacillus acidophilus, Lb. paracasei, Lb. casei or Bifidobacterium sp. International Dairy Journal 17: Park YW Nutrient profiles of commercial goat milk cheeses manufactured in the united states. J Dairy Sci 73: Park YW Comparison of mineral and cholesterol composition of different commercial goat milk products manufactured in USA. Small Ruminant Research 37: Rahman A, Fardiaz S, Rahayu WP, Suliantari, Nurwitri CC Teknologi Fermentasi Susu. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Raynal-Ljutovac K, Lagriffoul G, Paccard P, Guillet I, Chilliard Y Composition of goat and sheep milk products: An update. Small Ruminant Research 79: Scott R Cheesemaking Practice. 2 nd ed. London: Applied Science Publishers, Ltd. Setyaningsih D, Apriyantono A, Sari MP Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor: IPB Press. Shingfield KJ, Chilliard Y, Toivonen V, Kairenius P, Givens DI Trans fatty acids and bioactive lipids in milk. Adv. Exp. Med. Biol. 606: Silanikove N, Leitner G, Merin U, Prosser CG Recent advances in exploiting goat s milk: Quality, safety and production aspects. Small Rumin Res 89: Sodiq A, Abidin Z Meningkatkan Produksi Susu Kambing Peranakan Etawa. [e-book] Jakarta: PT Agromedia Pustaka. [18 Nov 2010]. Stanton C, Gardiner G, Lynch PB, Collins JK, Fitzgerald G, Ross RP Probiotic Cheese. Int Dairy Journal 8: Tarley CRT, Coltro WKT, Matsushita M, de Souza NE Characteristic Levels of Some Heavy Metals from Brazilian Canned Sardines (Sardinella brasiliensis). Journal of Food Composition and Analysis 14:

51 Tejada L, Albellán A, Cayuela JM, Martínez-Cacha A, Fernández-Salguero J Proteolysis in goats milk cheese made with calf rennet and plant coagulant. International Dairy Journal 18: Thomann S, Brechenmacher A, Hinrichs J Strategy to evaluate cheesemaking properties of milk from different goat breeds. Small Rumin Res 74: Varnam AH, Sutherland JP Milk and Milk Product. London: Chapman & Hall. Vedamuthu ER Starter Cultures for Yogurt and Fermented Milks. In: Chandan RC. (ed). Manufacturing Yogurt and Fermented Milks. USA: Blackwell Publishing Professional, pp Walstra P, Geurts TJ, Noomen A, Jellema A, van Boekel MAJS Dairy Technology: Principles Of Milk Properties And Processes. New York: Marcel Dekker, Inc. Walther B, Schmid A, Sieber R, Wehrmüller K Cheese in nutrition and health. Dairy Sci Technol 88: Zeng SS Comparison of goat milk standards with cow milk standards for analyses of somatic cell count, fat and protein in goat milk. Small Rumin Res 2I:

52 LAMPIRAN

53 Lampiran 1. Kuisioner seleksi panelis (Form 1) KUISIONER KESUKAAN TERHADAP PRODUK OLAHAN SUSU Nama : Tanggal : No. Hp : Anda diminta menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini. Lingkari jawaban yang menurut anda sesuai. 1. Apakah anda menyukai produk-produk olahan dari susu? a. Ya (lanjut ke pertanyaan no. 2) b. Tidak (STOP) 2. Dari jenis-jenis produk olahan susu di bawah ini, produk mana yang anda sukai? (jawaban boleh lebih dari satu) a. susu pasteurisasi e. es krim b. susu UHT f. susu fermentasi c. susu kental manis g. yoghurt d. susu bubuk h. keju 3. Dalam satu minggu, berapa kali anda mengonsumsi produk tersebut? (isi sesuai dengan jawaban anda di no. 2) a. susu pasteurisasi ( kali ) e. es krim ( kali ) b. susu UHT ( kali ) f. susu fermentasi ( kali ) c. susu kental manis ( kali ) g. yoghurt ( kali ) d. susu bubuk ( kali ) h. keju ( kali ) 4. Bagaimana biasanya anda mengonsumsi produk tersebut? (jawaban boleh lebih dari satu) a. diminum langsung (untuk jawaban a, b, dan f di no.2) b. dimakan langsung (untuk jawaban e, g, dan h di no.2) c. dilarutkan dengan air minum (untuk jawaban c dan d di no.2) d. dikonsumsi dengan roti (untuk jawaban c dan h di no.2) e. dikonsumsi dengan salad sayur atau buah (untuk jawaban c, e, g, dan h di no.2) f. (isi dengan jawaban lain sesuai kebiasaan anda pada kolom di bawah ini) Terima kasih atas partisipasinya 41

54 Lampiran 2. Kuisioner seleksi panelis (Form 2) Kuisioner Kesukaan Terhadap Keju Nama : Tanggal : No. Hp : Anda diminta menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini. Lingkari jawaban yang menurut anda sesuai. 1. Diantara jenis-jenis keju di bawah ini, mana yang anda ketahui dan pernah anda konsumsi? (jawaban boleh lebih dari satu) a. keju cheddar/keju parut b. keju cottage/keju lunak c. cream cheese d. keju edam (umumnya dikemas dalam parafin bewarna merah) e. keju mozarella/keju topping (umumnya pada pizza) 2. Apakah anda mengetahui perbedaan kelima jenis keju tersebut? a. tidak tahu b. tahu, untuk beberapa jenis keju (sebutkan jenis kejunya: ) c. tahu, untuk kelima jenis keju tersebut 3. Dalam satu minggu, berapa kali anda mengonsumsi keju? a. satu kali c. tiga kali b. dua kali d. lain-lain ( ) 4. Bagaimana biasanya anda mengonsumsi produk tersebut? (jawaban boleh lebih dari satu) a. dikonsumsi langsung b. dikonsumsi bersama roti c. dikonsumsi bersama salad sayur atau buah d. lain-lain (isi pada kolom di bawah ini) Terima kasih atas partisipasinya 42

55 Lampiran 3. Kuisioner uji rating hedonik atribut aroma UJI RATING MUTU HEDONIK Produk : Keju lunak dengan carrier selada Nama : Tanggal : Petunjuk: Di hadapan anda terdapat empat contoh keju lunak dengan carrier selada. Nilailah kesukaan anda terhadap aroma keju masing-masing contoh, dimulai dari contoh sebelah kiri, dengan memberikan tanda garis vertikal pada garis horizontal tersebut. Ujung kiri garis horizontal adalah sangat suka dan ujung kanan garis horizontal adalah sangat tidak suka. Istirahatkan indera penciuman anda minimal 30 detik atau netralkan dengan mencium aroma kopi sebelum melakukan pengujian pada sampel berikutnya. Contoh Sangat tidak suka Sangat suka Contoh Sangat tidak suka Sangat suka Contoh Sangat tidak suka Sangat suka Contoh Sangat tidak suka Sangat suka Tuliskan komentar anda pada kolom di bawah ini Terima kasih atas partisipasinya 43

56 Lampiran 4. Kuisioner uji rating hedonik atribut rasa UJI RATING MUTU HEDONIK Produk : Keju lunak dengan carrier selada Nama : Tanggal : Petunjuk: Di hadapan anda terdapat empat contoh keju lunak dengan carrier selada. Nilailah kesukaan anda terhadap rasa keju masing-masing contoh, dimulai dari contoh sebelah kiri, dengan memberikan tanda garis vertikal pada garis horizontal tersebut. Ujung kiri garis horizontal adalah sangat suka dan ujung kanan garis horizontal adalah sangat tidak suka. Netralkan indera pencicipan anda dengan air minum sebelum melakukan pengujian pada sampel berikutnya. Contoh Sangat tidak suka Sangat suka Contoh Sangat tidak suka Sangat suka Contoh Sangat tidak suka Sangat suka Contoh Sangat tidak suka Sangat suka Tuliskan komentar anda pada kolom di bawah ini Terima kasih atas partisipasinya 44

57 Lampiran 5. Kuisioner uji rating hedonik atribut aftertaste UJI RATING MUTU HEDONIK Produk : Keju lunak dengan carrier selada Nama : Tanggal : Petunjuk: Di hadapan anda terdapat empat contoh keju lunak dengan carrier selada. Nilailah kesukaan anda terhadap aftertaste keju masing-masing contoh, dimulai dari contoh sebelah kiri, dengan memberikan tanda garis vertikal pada garis horizontal tersebut. Ujung kiri garis horizontal adalah sangat suka dan ujung kanan garis horizontal adalah sangat tidak suka. Netralkan indera pencicipan anda dengan air minum sebelum melakukan pengujian pada sampel berikutnya. Contoh Sangat tidak suka Sangat suka Contoh Sangat tidak suka Sangat suka Contoh Sangat tidak suka Sangat suka Contoh Sangat tidak suka Sangat suka Tuliskan komentar anda pada kolom di bawah ini Terima kasih atas partisipasinya 45

58 Lampiran 6. Proses penyaringan (a) dan whey yang tertampung (b) (a) (b) 46

TINJAUAN PUSTAKA. Susu kambing Jamnapari b. Susu kambing PE a

TINJAUAN PUSTAKA. Susu kambing Jamnapari b. Susu kambing PE a TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU KAMBING Perkembangan populasi ternak kambing meningkat dalam beberapa tahun terakhir (2001-2006). Pada tahun 2001 jumlahnya 12.46 juta ekor dan meningkat menjadi 13.18 juta ekor

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN. 1. Pemeliharaan Kultur Bakteri Asam Laktat (Hidayat 2009)

METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN. 1. Pemeliharaan Kultur Bakteri Asam Laktat (Hidayat 2009) METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama dalam penelitian ini adalah susu kambing jenis Peranakan Etawah (PE). Susu kambing PE diperoleh dari Koperasi Daya Mitra Primata, desa Cikarawang, Bogor.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. MIKROBA PADA SUSU DAN KULTUR STARTER

HASIL DAN PEMBAHASAN A. MIKROBA PADA SUSU DAN KULTUR STARTER HASIL DAN PEMBAHASAN A. MIKROBA PADA SUSU DAN KULTUR STARTER Rata-rata angka lempeng total pada susu kambing segar adalah 4.5x10 5 cfu/ml. Nilai tersebut memenuhi persyaratan SNI untuk TPC susu segar,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen, Departemen Pertanian, Cimanggu, Bogor. Waktu

Lebih terperinci

KUISIONER KESUKAAN TERHADAP PRODUK OLAHAN SUSU

KUISIONER KESUKAAN TERHADAP PRODUK OLAHAN SUSU LAMPIRAN Lampiran 1. Kuisioner seleksi panelis (Form 1) KUISIONER KESUKAAN TERHADAP PRODUK OLAHAN SUSU Nama : Tanggal : No. Hp : Anda diminta menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini. Lingkari jawaban

Lebih terperinci

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya. SUSU a. Definisi Susu Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1983). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra 240210080133 BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra 240210080133 BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Pada praktikum ini membahas mengenai Kurva Pertumbuhan Mikroorganisme Selama Proses Aging Keju. Keju terbuat dari bahan baku susu, baik susu sapi, kambing, atau kerbau. Proses pembuatannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan nama sapi Grati. Bentuk dan sifat sapi PFH sebagian besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan nama sapi Grati. Bentuk dan sifat sapi PFH sebagian besar 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan antara bangsa-bangsa sapi asli Indonesia (Jawa dan Madura)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Whey Whey adalah hasil dari pembuatan keju secara tradisional ataupun modern dalam jumlah banyak yaitu ± 83% dari volume susu yang digunakan. Pembuatan semihard cheese dan soft

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dan Laboratorium Kimia Universitas

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK YOGHURT TERSUBTITUSI SARI BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI STARTER YANG BERBEDA-BEDA

KARAKTERISTIK YOGHURT TERSUBTITUSI SARI BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI STARTER YANG BERBEDA-BEDA KARAKTERISTIK YOGHURT TERSUBTITUSI SARI BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI STARTER YANG BERBEDA-BEDA Muhammad Saeful Afwan 123020103 Pembimbing Utama (Ir. H. Thomas Gozali,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS

KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS Jumiati Catur Ningtyas*, Adam M. Ramadhan, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolostrum sapi adalah susu hasil sekresi dari kelenjar ambing induk sapi betina selama 1-7 hari setelah proses kelahiran anak sapi (Gopal dan Gill, 2000). Kolostrum

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Hasil analisis sifat fisik susu kambing segar. 9,70±0,10 8,37 10,45 3) Minimal 8,0

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Hasil analisis sifat fisik susu kambing segar. 9,70±0,10 8,37 10,45 3) Minimal 8,0 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Karakterisasi sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi susu kambing segar Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian ialah menggunakan pola faktorial 4 x 4 dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian ialah menggunakan pola faktorial 4 x 4 dalam BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan Penelitian ialah menggunakan pola faktorial 4 x 4 dalam Rancangan Acak Lengkap dan ulangan yang dilakukan sebanyak empat kali Faktor pertama:

Lebih terperinci

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan Pembuatan Yogurt 1. Pendahuluan Yoghurt merupakan salah satu olahan susu yang diproses melalui proses fermentasi dengan penambahan kultur organisme yang baik, salah satunya yaitu bakteri asam laktat. Melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu yang baru keluar dari kelenjar mamae melalui proses pemerahan merupakan suatu sumber bahan pangan yang murni, segar, higienis, bergizi, serta mengandung sejumlah

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nilai gizi yang sempurna ini merupakan medium yang sangat baik bagi

I. PENDAHULUAN. nilai gizi yang sempurna ini merupakan medium yang sangat baik bagi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang mempunyai nilai gizi tinggi. Hampir semua zat yang dibutuhkan oleh tubuh kita terdapat dalam susu. Susunan nilai gizi yang sempurna ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Dalam praktikum ini yaitu mengisolasi bakteri Propionibacterium dari keju. Keju sendiri merupakan makanan yang dibuat dari dadih susu yang dipisahkan, yang diperoleh dengan penggumpalan

Lebih terperinci

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang AgroinovasI Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang Pisang kaya akan karbohidrat dan mempunyai kandungan gizi yang baik yaitu vitamin (provitamin A, B dan C) dan mineral

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan antara lain : oven, autoklap, ph meter, spatula, saringan, shaker waterbath,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolostrum sapi adalah susu awal hasil sekresi dari kelenjar ambing induk sapi betina selama 1-7 hari setelah proses kelahiran anak sapi (Gopal dan Gill, 2000). Kolostrum

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Pengujian Aktivitas Rennet dalam Mengkoagulasikan Susu

PEMBAHASAN Pengujian Aktivitas Rennet dalam Mengkoagulasikan Susu PEMBAHASAN Pengujian Aktivitas Rennet dalam Mengkoagulasikan Susu Uji aktivitas rennet menggunakan susu yang telah dipasteurisasi. Pasteurisasi susu digunakan untuk menstandardisasikan kualitas biologi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, dan (6) Hipotesis Penelitian.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu kambing peranakan Etawah (susu kambing PE) yang diperoleh dari peternakan kambing di Ciapus Bogor, susu

Lebih terperinci

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar.

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar. pengertian Bahan Pangan Hewani dan Nabati dan pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI HASIL TERNAK

KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI HASIL TERNAK KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI HASIL TERNAK ILMU PASCA PANEN PETERNAKAN Kuliah TM 3 (16 Sept 2014) DUA SISI HASIL TERNAK 1 KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI SUSU SEGAR Buku: Walstra et al. (2006). Dairy Science

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yoghurt merupakan salah satu bentuk produk minuman hasil pengolahan susu yang memanfaatkan mikroba dalam proses fermentasi susu segar menjadi bentuk produk emulsi

Lebih terperinci

Inovasi Olahan dan Limbah Meningkatkan SDM dan Ekonomi Petani

Inovasi Olahan dan Limbah Meningkatkan SDM dan Ekonomi Petani Agro inovasi Inovasi Olahan dan Limbah Meningkatkan SDM dan Ekonomi Petani Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jl. Ragunan No.29 Pasar Minggu Jakarta Selatan www.litbang.deptan.go.id 2 AgroinovasI

Lebih terperinci

KEJU. Materi 14 TATAP MUKA KE-14 Semester Genap BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK

KEJU. Materi 14 TATAP MUKA KE-14 Semester Genap BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK PENGOLAHAN SUSU KEJU Materi 14 TATAP MUKA KE-14 Semester Genap 2015-2016 BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman Keju

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yogurt merupakan produk semi solid yang dibuat dari susu standarisasi dengan penambahan aktivitas simbiosis bakteri asam laktat (BAL), yaitu Streptococcous thermophilus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keju merupakan salah satu produk olahan susu dengan nilai gizi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keju merupakan salah satu produk olahan susu dengan nilai gizi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keju Keju merupakan salah satu produk olahan susu dengan nilai gizi yang lengkap serta memiliki cita rasa yang khas, sehingga digemari oleh masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian pengaruh konsentrasi starter bakteri Lactobacillus

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian pengaruh konsentrasi starter bakteri Lactobacillus BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian pengaruh konsentrasi starter bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus terhadap kualitas yoghurt susu kambing

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan Penelitian, Kerangka pemikiran, Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

bengkuang (Pachyrrhizus erosus) dan buah pisang yang sudah matang (Musa paradisiaca) yang diperoleh dari petani yang ada di Gedong Tataan dan starter

bengkuang (Pachyrrhizus erosus) dan buah pisang yang sudah matang (Musa paradisiaca) yang diperoleh dari petani yang ada di Gedong Tataan dan starter 1 III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

Zat makanan yang ada dalam susu

Zat makanan yang ada dalam susu Zat makanan yang ada dalam susu Zat makanan yang ada dalam susu berada dalam tiga bentuk yaitu 1.larutan sejati (karbohidrat, garam anorganik dan vitamin) 2.larutan koloidal (protein dan enzim) 3.emulsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Susu Kuda Sumbawa Kuda Sumbawa dikenal sebagai ternak penghasil susu yang dapat dikonsumsi oleh manusia. Orang-orang mengenalnya dengan sebutan susu kuda. Susu kuda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mamalia seperti sapi, kambing, unta, maupun hewan menyusui lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. mamalia seperti sapi, kambing, unta, maupun hewan menyusui lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan hasil sekresi kelenjar ambing (mamae) yang berasal dari pemerahan pada mamalia dan mengandung lemak, protein, laktosa, serta berbagai jenis vitamin (Susilorini,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan suatu penelitian eksperimental yang dilakukan untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan suatu penelitian eksperimental yang dilakukan untuk BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan suatu penelitian eksperimental yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian kefir dari susu sapi dengan kualitas terbaik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu ialah cairan hasil sekresi yang keluar dari kelenjar susu (kolostrum) pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu ialah cairan hasil sekresi yang keluar dari kelenjar susu (kolostrum) pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Susu ialah cairan hasil sekresi yang keluar dari kelenjar susu (kolostrum) pada dinding-dinding alveoli dalam pundi susu hewan yang sedang menyusui anaknya.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu dengan cara mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. Rancangan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dar i bulan Mei Agustus 2009 yang merupakan bagian dari penelitian Hibah Kemitraan Studi Efikasi Makanan Fungsional Berbasis Tepung Ikan dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.1.1 Bagan Alir Pembuatan Keju Cottage Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 900 g Susu skim - Ditambahkan

Lebih terperinci

PEMBUATAN YOGHURT SUSU SAPI DENGAN BANTUAN MIKROORGANISME DALAM PLAIN YOGHURT MENGGUNAKAN ALAT FERMENTOR

PEMBUATAN YOGHURT SUSU SAPI DENGAN BANTUAN MIKROORGANISME DALAM PLAIN YOGHURT MENGGUNAKAN ALAT FERMENTOR TUGAS AKHIR PEMBUATAN YOGHURT SUSU SAPI DENGAN BANTUAN MIKROORGANISME DALAM PLAIN YOGHURT MENGGUNAKAN ALAT FERMENTOR (MANUFACTURE OF COW S MILK YOGHURT WITH THE HELP OF MICROORGANISMS IN PLAIN YOGHURT

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia dan

BAB III MATERI DAN METODE. Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia dan 20 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pemanfaatan Susu Sapi,Susu Kerbau Dan Kombinasinya Untuk Optimalisasi Kadar Air, Kadar Lemak Dan Tekstur Keju Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Sampel yang digunakan berjumlah 24, dengan

Lebih terperinci

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-6

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-6 PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-6 Teknologi Pengawetan dan Produk Susu Cair (Lanjutan). Produk Susu Cair Susu skim Susu skim adalah susu penuh yang telah dihilangkan cream atau

Lebih terperinci

2015 PENGARUH WAKTU PEMATANGAN TERHADAP KANDUNGAN GIZI DAN SIFAT SENSORI KEJU COTTAGE BERBASIS SUSU KAMBING

2015 PENGARUH WAKTU PEMATANGAN TERHADAP KANDUNGAN GIZI DAN SIFAT SENSORI KEJU COTTAGE BERBASIS SUSU KAMBING 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan gizi manusia sebagai pelengkap gizi seimbang dapat dipenuhi dari hasil produksi ternak yaitu susu, namun Indonesia merupakan salah satu negara

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. Yoghurt adalah salah satu produk olahan pangan bersifat probiotik yang

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. Yoghurt adalah salah satu produk olahan pangan bersifat probiotik yang I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat

Lebih terperinci

Chemistry In Our Daily Life

Chemistry In Our Daily Life Chemistry In Our Daily Life Pembuatan Yogurt 1. Pendahuluan Yoghurt merupakan salah satu olahan susu yang diproses melalui proses fermentasi dengan penambahan kultur organisme yang baik, salah satunya

Lebih terperinci

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Mingguke-5

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Mingguke-5 PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Mingguke-5 Teknologi Pengawetan dan Produk Susu Cair (Lanjutan). Pengaruh Pasteurisasi (pemanasan) terhadap sifat fisik dan kimia susu Pemanasan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogurt adalah pangan fungsional yang menarik minat banyak masyarakat untuk mengkonsumsi dan mengembangkannya. Yogurt yang saat ini banyak dikembangkan berbahan dasar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium sulfat dalam menghasilkan enzim bromelin dan aplikasinya sebagai koagulan pada produksi keju. 3.1

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 di. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau.

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 di. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 di Laboratorium Teknologi Pascapanen dan Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Susu Susu adalah salah satu bahan makanan alami yang berasal dari ternak perah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Susu Susu adalah salah satu bahan makanan alami yang berasal dari ternak perah 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Susu Susu adalah salah satu bahan makanan alami yang berasal dari ternak perah yang sehat dan bersih yang digunakan untuk bahan utama makanan yang sangat komplit. Susu merupakan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PKM-P. Oleh:

LAPORAN AKHIR PKM-P. Oleh: LAPORAN AKHIR PKM-P Formulasi dan Daya Terima Susu Fermentasi yang Ditambahkan Ganyong (Canna edulis. Kerr) sebagai Minuman Sinbiotik Serta Daya Hambatnya Terhadap Pertumbuhan E.coli. Oleh: Babang Yusup

Lebih terperinci

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-2

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-2 PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-2 Komposisi dan Nutrisi Susu Zat makanan yang ada dalam susu berada dalam 3 bentuk yaitu a) sebagai larutan sejati (karbohidrat, garam anorganik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR OPTIMASI PEMBUATAN COCOGURT MENGGUNAKAN FERMENTOR SERTA KULTUR CAMPURAN

LAPORAN TUGAS AKHIR OPTIMASI PEMBUATAN COCOGURT MENGGUNAKAN FERMENTOR SERTA KULTUR CAMPURAN LAPORAN TUGAS AKHIR OPTIMASI PEMBUATAN COCOGURT MENGGUNAKAN FERMENTOR SERTA KULTUR CAMPURAN Lactobacillus sp. DAN Streptococcus sp. DENGAN VARIASI SUKROSA DAN POTONGAN BUAH MANGGA Optimization of Manufacturing

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi

METODE Lokasi dan Waktu Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Laboratorium mikrobiologi, SEAFAST CENTER, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2014 di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2014 di Laboratorium BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2014 di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

Uji Kadar Lemak Keju Cheddar Dengan Variasi Bahan Baku (Sapi, Kambing) Serta Variasi Jenis Starter (Streptococcus lactis, Rhizophus oryzae).

Uji Kadar Lemak Keju Cheddar Dengan Variasi Bahan Baku (Sapi, Kambing) Serta Variasi Jenis Starter (Streptococcus lactis, Rhizophus oryzae). Uji Kadar Lemak Keju Cheddar Dengan Variasi Bahan Baku (Sapi, Kambing) Serta Variasi Jenis Starter (Streptococcus lactis, Rhizophus oryzae). Solikah Ana Estikomah Jurusan Farmasi UNIDA GONTOR Pondok Modern

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali dijual olahan susu fermentasi, salah satunya adalah yoghurt. Yoghurt memiliki nilai gizi yang lebih besar daripada susu segar karena terjadi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cheddar digunakan peralatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cheddar digunakan peralatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cheddar digunakan peralatan antara lain : oven, autoclave, ph meter, saringan, shaker waterbath,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari 32 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari 2015 di Laboratorium Teknologi Pakan dan Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Universitas Diponegoro, Semarang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi. Jamur juga termasuk bahan pangan alternatif yang disukai oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi. Jamur juga termasuk bahan pangan alternatif yang disukai oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi. Jamur juga termasuk bahan pangan alternatif yang disukai oleh semua lapisan masyarakat. Salah satu jamur yang banyak

Lebih terperinci

KADAR PROTEIN, LEMAK, NILAI ph DAN MUTU HEDONIK KEJU COTTAGE DENGAN BAHAN DASAR SUSU KAMBING DAN SUSU SAPI SKIM

KADAR PROTEIN, LEMAK, NILAI ph DAN MUTU HEDONIK KEJU COTTAGE DENGAN BAHAN DASAR SUSU KAMBING DAN SUSU SAPI SKIM KADAR PROTEIN, LEMAK, NILAI ph DAN MUTU HEDONIK KEJU COTTAGE DENGAN BAHAN DASAR SUSU KAMBING DAN SUSU SAPI SKIM ANANG M. LEGOWO, NURWANTORO, A. N. ALBAARRI, RENI CHAIRANI dan CONNIDA PURBASARI Program

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat 20 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 sampai dengan bulan Juli 2011. Analisis karakteristik keju putih rendah lemak dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya adalah tempe, keju, kefir, nata, yoghurt, dan lainlain.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya adalah tempe, keju, kefir, nata, yoghurt, dan lainlain. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil olahan fermentasi sudah banyak diketahui oleh masyarakat Indonesia diantaranya adalah tempe, keju, kefir, nata, yoghurt, dan lainlain. Salah satu yang populer

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia telah banyak mengenal produk pangan fermentasi antara lain yang berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi

Lebih terperinci

atau ditambahkan bahan bahan lain. Secara kimia, susu adalah emulsi lemak dalam air yang mengandung gula, garam-garam mineral, protein

atau ditambahkan bahan bahan lain. Secara kimia, susu adalah emulsi lemak dalam air yang mengandung gula, garam-garam mineral, protein 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Definisi susu menurut Hadiwiyoto (1983) adalah hasil pemerahan sapi atau hewan yang menyusui lainnya, yang dapat dimakan atau dapat digunakan sebagai bahan makanan yang

Lebih terperinci

Susu merupakan makanan pelengkap dalam diet manusia

Susu merupakan makanan pelengkap dalam diet manusia PROSES PEMBUATAN DAN ANALISIS MUTU YOGHURT Marman Wahyudi 1 Susu merupakan makanan pelengkap dalam diet manusia sehari-hari dan merupakan makanan utama bagi bayi. Ditinjau dari komposisi kimianya, susu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. vitamin, mineral, laktosa serta enzim-enzim dan beberapa jenis mikroba yang

I. PENDAHULUAN. vitamin, mineral, laktosa serta enzim-enzim dan beberapa jenis mikroba yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi yang diperoleh dari hasil pemerahan hewan seperti sapi, kerbau, kuda, kambing dan unta (Usmiati, 2009). Komponen

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi bahan pangan yang

BAB I. Pendahuluan. Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi bahan pangan yang 1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi bahan pangan yang bermanfaat bagi kesehatan mendorong berbagai inovasi pengolahan produk pangan, salah satunya poduksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KULTUR UJI 4.1.1 Kemurnian kultur Kemurnian kultur uji merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam melakukan validasi metode analisis karena dapat mempengaruhi hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu Susu adalah sekresi yang dihasilkan oleh mammae atau ambing hewan mamalia termasuk manusia dan merupakan makanan pertama bagi bayi manusia dan hewan sejak lahir (Lukman

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN 12 III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Industri Pengolahan Hasil Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Laboratorium

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manfaat bagi proses metabolisme tubuh karena mengandung berbagai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manfaat bagi proses metabolisme tubuh karena mengandung berbagai PENDAHULUAN Latar Belakang Susu merupakan salah satu produk pangan yang memiliki banyak manfaat bagi proses metabolisme tubuh karena mengandung berbagai nutrisi seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian, (3) Prosedur Penelitian, dan (4) Jadwal Penelitian

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian, (3) Prosedur Penelitian, dan (4) Jadwal Penelitian III BAHAN DAN METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Bahan dan Alat Percobaan, (2) Metode Penelitian, (3) Prosedur Penelitian, dan (4) Jadwal Penelitian 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan - Bahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah susu sapi segar dari Koperasi Susu di daerah Ciampea - Bogor, susu skim, starter bakteri Lactobacillus casei, dan

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Kefir adalah susu yang difermentasi dengan Kefir Grains yang terdiri dari berbagai jenis bakteri asam laktat dan ragi. Kefir, sejenis susu fermentasi yang terbuat dari bakteri hidup.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Februari tahun

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Februari tahun BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Februari tahun 2017 diawali dengan persiapan ekstrak pegagan di Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro. Formulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenakkan, karena merasa amis, mual dan sebagainya. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. mengenakkan, karena merasa amis, mual dan sebagainya. Oleh karena itu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekarang ini masyarakat Indonesia mengkonsumsi susu untuk memenuhi gizi setiap hari, karena susu mempunyai kandungan gizi tinggi yang diperlukan oleh tubuh. Menurut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Susu Kambing. Dipasteurisasi 70 o C. Didinginkan 40 o C. Diinokulasi. Diinkubasi (sampai menggumpal) Yoghurt.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Susu Kambing. Dipasteurisasi 70 o C. Didinginkan 40 o C. Diinokulasi. Diinkubasi (sampai menggumpal) Yoghurt. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa proses pengolahan susu kambing menjadi yoghurt. Melalui beberapa tahapan yang digambarkan melalui bagan alir dbawah ini

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. SPESIFIKASI BAHAN PENELITIAN

LAMPIRAN 1. SPESIFIKASI BAHAN PENELITIAN LAMPIRAN 1. SPESIFIKASI BAHAN PENELITIAN A. Spesifikasi Susu Skim Bubuk Oldenburger Komponen Satuan Jumlah (per 100g bahan) Air g 3,6 Energi kj 1480 Protein g 34,5 Lemak g 0,8 Karbohidrat g 53,3 Mineral

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2017 Februari 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2017 Februari 2017 di 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2017 Februari 2017 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang. 3.1.

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DESKRIPSI DAN PETA LOKASI PETERNAK SAPI PERAH

LAMPIRAN 1 DESKRIPSI DAN PETA LOKASI PETERNAK SAPI PERAH LAMPIRAN 1 DESKRIPSI DAN PETA LOKASI PETERNAK SAPI PERAH A. Mulyorejo Mulyorejo terletak di Surabaya bagian timur dengan kondisi peternakan dekat dengan sungai, dekat dengan jalan raya, dan dekat dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2014, VOL. 1, NO. 9, 46-51

JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2014, VOL. 1, NO. 9, 46-51 JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2014, VOL. 1, NO. 9, 46-51 Pengaruh Metode Pasteurisasi dan Jenis Starter yang Berbeda Terhadap Ph, Kadar Air dan Total Solid Keju Lunak Susu Kambing Peranakan Ettawa (Effect Of

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis putih merupakan bahan pangan yang banyak ditemukan di Indonesia dan sudah tidak asing bagi masyarakat. Kubis putih dapat hidup pada dataran tinggi salah satunya

Lebih terperinci